You are on page 1of 59

GENESIS Kelompok 8

TANYA JAWAB
SMF THT

BY : KELOMPOK 8 2010
ABAH UYUY VIAN MILA
APIS IIN MUTI

0
GENESIS Kelompok 8

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNISBA
TONSILITIS

1. Pembagian tonsil secara anatomi ?


- Tonsil pharyngeal (adenoid)
- Tonsil palatine (tonsil faucial)
- Tonsil lingualis (tonsil pangkal lidah)

2. Cincin waldeyer dibentuk oleh ?


Cincin waldeyer adalah jaringan lymphoid yang
mengelilingi isthmus orofaring yang terdiri dari :
- Tonsil pharyngeal (adenoid)
- Tonsil palatine (tonsil faucial)
- Tonsil lingualis (tonsil pangkal lidah)
- Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/
gerlachs tonsil)

3. Pembagian faring secara anatomi ?


- Nasofaring
- Orofaring lokasi tonsil
- Laringofaring

4. Letak tonsil ?
- Tonsila pharyngeal (adenoid) tunggal, terletak pada nasofaring yaitu pada atap dan
dinding posterior nasofaring.
- Tonsila lingualis (tonsil pangkal lidah) tunggal, terdapat pada basis lidah diantara kedua
tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari papilla sirkumvalata ke epiglottis.
- Tonsila Palatina (tonsil faucial) sepasang, terletak di bagian samping belakang orofaring,
dalam fossa tonsilaris.

1
GENESIS Kelompok 8
5. Arteri yang memperdarahi tonsil ?
Perdarahan tonsil melalui kutub bawah dan atas.
Kutub bawah :
- Cabang tonsillar a.lingualis dorsalis
antero-media
- Cabang tonsilar a.palatina ascenden posterior
posterior nferior
- Cabang tonsilar a.facialis anterior-inferior

Kutub atas :
- Cabang tonsilar a.faringeal ascenden posterior superior
- Cabang tonsilar a.palatina descenden anterior superior

Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan sebagian kecil
dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus
faringeus ke dalam V. Jugularis interna.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A.
Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna.
Tonsila palatina: A. tonsillaris, cabang arteri facialis; a. palatina ascenden; a. lingualis; a.
palatina descenden; a. pharyngea ascendens. Darah vena: vena palatina externa (Moore 444)

6. Kripta tonsil ?
Kripta merupakan invaginasi epitel yang menyusup ke dalam parenkim. Setiap tonsil memiliki
10-20 kripta, yang mengandung sel-sel apitel yang terlepas, limfosit hidup dan mati, dan
bakteri dalam lumennya.

7. Fungsi tonsil ?
Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
Mekanisme pertahanan tubuh non spesifik
Berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan
mikroorganisme. Dengan masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa maka lumen ini akan
ditangkap oleh sel fagosit yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan proses
digestif.
Mekanisme pertahanan spesifik
Tonsil memproduksi IgA (utama) yang akan menyebabkan resistensi jaringan local terhadap
organisme pathogen. Tonsil juga menghasilkan IgG yang berfungsi untuk mengikat sel

2
GENESIS Kelompok 8
basophil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator
vasoaktif, yaitu histamine.

8. Regresi tonsil ?
Tonsil mengalami atrofi seiring dengan peningkatan usia. Tonsil umumnya berkembang
maksimal masa kanak-kanak dan mengalami involusi saat pubertas yaitu usia 15 th atau lebih
awal (10-14 th).
Tonsil adenoid berkembang usia 3 th, involusi usia 14 th.
Tonsil faringeal dan palatine berkembang usia 5 th, involusi 15th.
Tonsil aldoscent mulai usia 13th, adenoid 8-10th.

9. Anatomi penunjang bicara ?


Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi 3 subproses, yaitu : pembangkitan sumber,
artikulasi dan radiasi. Organ tubuh yang terlibat dalam proses produksi suara meliputi paru-
paru, trakea, laring, faring, rongga hidung, dan rongga mulut. Terdapat suatu lintasan vocal
(vocal tract) yang terdiri dari faring (koneksi antara kerongkongan dan mulut) dan mulut.
Bentuk lintasan vocal dapat berubah sesuai dengan pergerakan rahang, lidah, bibir, dan organ
internal lainnya.
Paru-paru mengembang dan mngempis untuk memasukkan dan mengeluarkan udara. Udara
yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melewati suatu daerah yang dinamakan daerah glottal.
Pita suara (vocal cord) pada keadaan ini bervibrasi menghasilkan berbagai jenis gelombang
suara. Udara kemudian melewati lorong yang dinamakan faring. Dari faring, udara melewati
dua lintasan, yaitu melalui hidung dan rongga mulut. Lidah , gigi, bibir, palatum, dan hidung
sebagai modulator untuk menghasilkan berbagai bunyi yang berbeda.
+ Apa yang disebut true vocal cord? Vocal cord ada apa aja?
Keterangan :
1. Epiglotis
2. Cartilago aritenoid
3. Plika vestibular: pita suara palsu
4. Pita vokalis : pita suara sejati
5. Plika ariepiglotika
6. Rima glottis
Cincin trachea
Didalam masing-masing plica vocalis terdapat:
Sebuah ligamentum vocale yang terdiri dari jaringan elastis dan berasal dari ligamentum
cricothyroideum
Sebuah musculus vocalis yang merupakan bagian musculus thyro-arytenoideus (Moore
Indonesia 436)
+ Bersuara pake saraf apa? N. laryngeus recurrens dan N. laryngeus externus (Moore
Indonesia 438)

10. Ukuran tonsil T0-T4 ?

3
GENESIS Kelompok 8
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut (menurut broad sky) :
T0: tonsil di dalam fosa tonsil atau telah diangkat
T1: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T2: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T3: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
T4: bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih (kissing tonsil)

To : tonsil sudah diangkat /belum keluar dari fossa tonsilaris


T1 : tonsil belum keluar dari salah satu / kedua atas faring
T2a : tonsil sudah melewati arcus faring tapi belum sampai ke garis Paramedian
T2b : tonsil sudah melewati arcusfaring dan sudah melewati garis paramedian
T3 : tonsil sudah sampai garis median

11. Detritus ?
Merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas ditambah sisa
makanan.
Secara klinis detritus mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

12. Tonsilitis akut rekuren ?


- 4-7x tonsillitis akut dalam 1 tahun
- 5x tonsillitis akut selama 2 tahun berturut-turut
- 3x tonsillitis akut dalam 1 tahun selama 3 tahun berturut-turut

13. Pemeriksaan penunjang tonsillitis ?


- Darah rutin (Hb, Ht, trombosit, leukosit)
- Hitung jenis leukosit
- Kultur bakteri dan uji resistensi (apus tenggorok)

14. Perbedaan tonsillitis biasa dengan tonsillitis difteri ?


Tonsilitis difteri :
- Penyebab : bakteri Corynebacterium diptheriae
- Gejala khas : tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin
meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudomembran). Membrane ini dapat
meluas ke pallatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan dapat menyumbat
saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah.

4
GENESIS Kelompok 8
- Bila infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau Burgemeesters hals.
- Gejala umum: kenaikan suhu biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan
lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
- Gejala eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri akan menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh: miokarditis sampai dekompensasi kordis, kelumpuhan otot palatum, otot2
pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
- Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaan klinik dan pemeriksaan preparat langsung yang
diambil dari permukaan bawah membrane semu dan didapatkan bakteri Corynebacterium
diptheriae.

15. Jenis tonsilektomi ?


Tonsilektomi metode dissection snore (PALING SERING)
Tonsilektomi metode Sluder Balenger
Tonsilektomi metode kriogenik
Tonsilektomi metode elektrokoegulasi
Tonsilektomi menggunakan sinar laser

16. Indikasi absolut dan relative tonsilektomi ?


Indikasi absolut:
Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta
Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya
Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi
Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Indikasi relatif:
Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan medis
yang adekuat).
Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik
(karier).
Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis.
Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis
rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan
medis.
Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi
geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.

5
GENESIS Kelompok 8

17. Komplikasi tonsilektomi ?


Perdarahan (paling sering) perdarahan terjadi selama operasi, 24 post operasi, hari ke-5
sampai ke 7 post operasi bisa terjadi karena cabang-cabang pembuluh darah besar
Infeksi dapat terjadi pada luka operasi, aspirasi, dan suntikan anastesi local. Pengobatan
dengan memberikan antibiotic.
Nyeri pasca bedah nyeri pasca bedah termasuk nyeri tenggorok, nyeri ke telinga akibat
iritasi ujung saraf sensoris yang mengakibatkan spasme faring. Pengobatannya dengan
pemberian analgetik.
Trauma pada jaringan sekitar tonsil dapat mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula,
lidah, syaraf, dan pembuluh darah.
Perubahan suara otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esophagus tetapi
bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan sendirinya menimbulkan gangguan
fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam
tempo 3-4 minggu
Komplikasi lain biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya
gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.

18. Komplikasi tonsillitis ?


Komplikasi ke daerah sekitar secara perkontinuitatum :
- Rhinitis kronis - Abses parafaringeal
- Sinusitis, - Abses retrofaringeal
- Otitis media - Edema laring
- Abses peritonsiler (paling sering)
Komplikasi jauh secara hematogen/limfogen :
- Septicemia akibat infeksi v. jugularis - Miokarditis
- Artritis
interna (sindrom Lemierre)
- Myositis
- Bronchitis
- Uveitis
- Glomerulonephritis
- Iridosiklitis
- Endocarditis
Komplikasi
Akibat hipertrofi tonsil: bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena
terjadi sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

19. Abses peritonsiler ?


Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar
mukosa Weber di kutub atas tonsil. Biasanya bakteri penyebab sama dengan tonsilitis, dapat
ditemukan bakteri aerob dan anaerob. Selain gejala tonsilitis akut, dapat juga ditemukan :

6
GENESIS Kelompok 8
- Odinofagia (nyeri menelan yang hebat)
- Otalgia (nyeri telinga) pada sisi yang sama)
- Regurgitasi (muntah)
- Mulut berbau (foetornex ore)
- Hiperselivasi (banyak ludah)/drooling
- Suara gumam (hot potato voice)
- Sulit membuka mulut (trismus) Trismus terjadi
pada proses yang lanjut akibat iritasi pada
otot pterigoid interna.
- Pembengkakan dan nyeri tekan pada kelenjar submandibula.
Pada pemeriksaan tampak palatum molle membengkak, menonjol ke depan, dapat teraba
fluktuasi, hiperemis pada stadium awal dan bila berlanjut aqkan menjadi lebih lunak dan
kekuning-kuningan. Tonsil bengkak, hiperemis dan mungkin banyak detritus, terdorong ke
tengah, depan dan bawah. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.

20. Eagle syndrome ? Pasien sudah dilakukan tonsilektomi tapi masih ada gejala yang menetap.
Merupakan suatu sindrom klasik yang didapatkan setelah tonsilektomi yang memberi gejala-
gejala karena menyatunya saraf glosofaringeus dengan jaringan parus atau penulangan
(pemanjangan possesus styloideus kontak dengan a. karrotis interna)
Gejala:
- Nyeri yang menetap (persisten) di daerah - Sakit kepala/pusing
- Nyeri bertambah saat leher diputarkan
faring
- Nyeri alih ke telinga (otalgia) di sisi (neck pain)
- Nyeri saat lidah berekstensi
proceccus styloideus yang memanjang
- Peningkatan saliva (air ludah) (memanjang/menjulur)
- Sulit menelan - Perubahan suara (sore throat)
- Rasa tersumbat - Sinusitis

21. Angina Ludwig ?


Infeksi ruang submandibular berupa selulitis dengan tanda khas pembengkakan seluruh ruang
submandibular, tidak membentuk abses sehingga keras pada perabaan submandibular.
Ruang submandibular terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.
Etio : sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut oleh bakteri aerob dan
anaerob.
SS : nyeri tenggorokan dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibular yang tampak
hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke
belakang sehingga menimbulkan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas.
Diagnosis : ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek/mencabut gigi, gejala dan
tanda klinis.
Terapi : diberikan antibiotic dosis tinggi untuk bakteri aerob dan anaerob. Selain itu, dilakukan
eksplorasi untuk dekompresi dan evakuasi pus atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan di garis
tengah secara horizontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibular). Lakukan pengobatan

7
GENESIS Kelompok 8
terhadap sumber infeksi (gigi) untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai
infeksi reda.
Komplikasi : sumbatan jalan nafas, penjalaran abses ke ruang leher lain dan mediastinum,
serta sepsis.

22. Obstructive Sleep Apnea Syndrome


Mendengkur disertai tidur yang terputus-putus sehingga menyebabkan rasa kantuk yang
berlebihan pada siang hari. Anak-anak memiliki gejala yang khas, yaitu pernafasan pada malam
hari yang berisik dan keluarganya secret hidung pada siang hari.

OSA? Otot-otot apa yang relaksasi?


Biasanya saat tidur, otot-otot yang mengendalikan lidah dan langit-langit mulut, juga
berperan untuk menjaga saluran nafas atas tetap terbuka

Bila otot-otot tersebut mengalami relaksasi

Saluran nafas akan menyempit, yang kemudian dapat menyebabkan

dengkuran dan gangguan pernafasan

Bila otot-otot tersebut terlalu relaksasi



Saluran nafas menjadi tersumbat hingga menghalangi saluran pernafasan

Obstructive Sleep Apnea
Otot-otot lidah:
- Otot intrinsik: - Otot ekstrinsik:
M. longitudinalis superior, M. hyoglosus
M. longitudinalis inferior, M. genioglosus
M. transversus lingue, M. styloglosus
M. verticalis lingue M. palatoglosus
Otot-otot palatum molle:
- M. levator veli palatini
- M. tensor veli palatini
- M. palatoglosus
- M. palatopharyngeus
- M. uvulae

23. Obstruksi saluran nafas atas


Sumbatan saluran nafas atas dapat disebabkan oleh :
- Radang akut/kronis
- Benda asing
- Trauma (akibat kecelakaan, tindakan medis, dll)
- Tumor ganas/jinak
- Kelumpuhan nervus rekuren, bilateral
Gejala dan tanda :

8
GENESIS Kelompok 8
- Suara serak (disfonia) sampai afonia
- Sesak nafas (dyspnea)
- Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
- Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraclakukula, dan intercostal cekungan terjadi sebagai upaya otot-otot
pernapsan untuk mendapat oksigen yang adekuat {RETRAKSI}
- Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
- Warna muka pucat dan kemudian menjadi sianosis karena hipoksia.

24. Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea unyuk bernapas.
Pembagian trakeostomi :
a. Berdasarkan letak stroma
Trakeostomi letak rendah
Insisi pembuatan stroma dilakukan pada bagian bawah istmus tiroid.
Jenis ini jarang dilakukan , karena :
Merupakan daerah yang banyak pembuluh darah besar sehingga berbahaya jika
terkena insisi
Letak trakea terlalu dalam
Bila kanul lepas sukar untuk melakukan reinsersi
Kemungkinan terjadinya emfisema mediastinum lebih besar
Ujung kanul dapat melewati karina akan menimbulkan laserasi dinding bifurcation
Jarak antara stroma dan kulit terlalu jauh sehingga kanul mudah tertarik keluar
Pada kanul yang memakai balon, balon tersebut dapat melipat sekitar stroma.

Trakeostomi letak sedang


Insisi dan pembuatan stroma dilakukan pada bagian yang ditutupi isthmus tiroid, cincin
trakea II-III-IV.
Merupakan cara yang paling banyak dipakai karena relatif paling aman.
Trakeostomi letak tinggi
Insisi & pembuatan stroma dilakukan pada cincin trakea,disebelah atas dari isthmus tiroid.
Resiko lebih banyak , yakni :
- Kemungkinan kena pita suara lebih besar
- Dapat terjadi stenosis laring
- Insisi pada cincin trakea dapat menyebabkan perikhondritis krikoidea.
b. Berdasarkan waktu pelaksanaan
Darurat/segera atau Trakeostomi Emergensi
Merupakan tindakan trakeostomi untuk mengatasi keadaan
gawat darurat dengan waktu sangat mendesak karena bila
terlambat akan membahayakan jiwa penderita.
Dilakukan tanpa harus persiapan yang lengkap dan tidak
harus di kamar operasi.
Berencana atau Trakeostomi Relatif
Merupakan tindakan trakeostomi terencana.
Persiapan dapat dilakukan lebih sempurna termasuk dalam
persiapan alat dan dilakukan di kamar operasi.

9
GENESIS Kelompok 8

Indikasi
- Mengatasi obstruksi laring
- Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga
mulut sekitar lidah dan faring sehingga seluruh oksigen yang dihirup masuk ke dalam
paru-paru
- Mempermudah penghisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan secret secara fisiologik (misalnya pada pasien koma)
- Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan)
- Untuk mengambil benda asing dari subglotik bila tidak ada fasilitas bronkoskopi
Komplikasi segera : < 24 jam
Apnea Trakeitis dan trakeobrokitis
Perdarahan Fistula trakeoesofageal
Emfisema subkutan Paralise N Larigeus Rekuren
Pneumomediastinum Malposisi dari kanul
Pneumothorak Obstruksi tuba
Cidera kartilago krikoid
Komplikasi lanjut : > 24 jam
Perdarahan yang terlambat Fistula trakeokutaneus
Stenosis trakea Infeksi
Fistula trakeoesofageal yang Malposisi dari kanul
Jaringan parut pada leher
terlambat
Disfagia Trakeomalaisia
Dekanulasi yang sulit
KEUNTUNGAN TRAKEOSTOMI Menurunkan tekanan batuk
Membebaskan jalan nafas di atas stoma KERUGIAN TRAKEOSTOMI
Mengurangi dead space Filtrasi udara tidak sempurna
Menurunkan resistensi aliran udara Humidifikasi tidak sempurna
Mengurangi kerja otot pernafasan Jaringan parut
Aspirasi cabang bronchial lebih mudah Timbulnya komplikasi
Pernafasan penderita lebih bebas
Media pemberian obat-obatan dan
humidifikasi

25. Tumor Tonsil pada orang tua usia 40 tahun


Karsinoma tonsil merupakan tumor tersering di daerah orofaring.
Sering pada orang tua, insidensi tertinggi pada usia 50-60 tahun.
Terjadi karena perubahan genetic gen pengatur pertumbuhan dan apoptosis.
Memiliki kemungkinan herediter.
Sering terkena paparan terhadap agen-agen karsinogenik
SS :
- Nyeri telinga - Asimetris tonsil (ukuran tonsil
- Sulit menelan
kanan dan kiri tidak sama/ ada
pembesaran tonsil unilateral)

10
GENESIS Kelompok 8
- Teraba massa pada leher : - Penurunan berat badan
Pembesaran KGB (+)

TAMBAHAN
Tenggorok
1. Keadaan trakea dan epiglotis saat menelan dan bernafas?
trakea saat menelan: tertutup
trakea saat bernafas:
epiglotis saat menelan: terbuka
epiglotis saat bernafas:
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: Fase oral, fase faringal dan fase esofagal.
Fase Oral
Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan.
Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksi otot
intrinsik lidah.
Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Pssavants Ridge) akan
terangkat pula. Bolus kemudian akan terdorong ke posterior, karena lidah yang terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. kevator veli
paaltini. Selanjutnya menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.palatofaring,
sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
Fase Faringal
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esofagus. Palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup rongga hidung.
Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan memasuki
trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring
bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi epiglotis di atas orifisium laringeus
adalah tindakan lanjut untuk melindungi saluran pernapasan, tetapi terutama untuk menutup glotis
sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan secara serentak dihambat untuk
mengurangi kemungkinan aspirasi. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring,
m.salfingofaring, m.tiroihioid dan m. Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis sedangkan
ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis dan m.aritenoid
obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang
menghambat pernafasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas.
Selainjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus

Fase esofagal
Fase esofagal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung, dimulai
saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah

11
GENESIS Kelompok 8
bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitos esofagus
pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks
dapat dihindari.
Gelombang peristaltik primer terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju
sfingter esofagus bagian distal. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai
4 cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik.
Mulai setinggi arkus aorta timbul gelombang peristaltik sekunder yang ada apabila gelombang
primer gagal mengosongkan esofagus. Dalam keadaan istirahat introitos esofagus selalu tertutup.
Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi
m.krikofaring, sehingga introitos esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
Gerakan bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya bolus makanan akan di dalam
lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung.
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik
esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya estela bolus makanan
lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.

2. Kenapa pseudomembran difteri gampang berdarah?


Karena membran ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.

3. Granula di faring? apa itu?


Penonjolan di faring posteror, menandaka infeksi kronis

4. Tonsilitis kronis?
Tonsilitis Kronis
Predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan
tonslitis akut yang tidak adekuat. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar
tergantung pada infeksi.
Penyakit ini terjadi karena adanya peradangan pada akut subakut yang berulang atau
rekuren. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran tonsil karena terjadi hiperplasia parenkhim atau
degenerasi fibrotik dengan obstruksi kripta tonsil.
Secara histopatologis, terdapat dua bentuk tonsillitis kronis :
a. Tonsilitis Kronis Hipertropikans
Biasanya terjadi pada anak dan berlanjut sampai dewasa inuda, kemudian perkembangannya
berhenti dan terjadi atrofi, dapat juga disebabkan oleh serangan berulang dari tonsillitis akut atau
peradangan yang lama.
Gejala Klinis :
Gangguan bernafas, terutama pada anak-anak.
Nyeri menelan, nyeri tenggorokan, pilek dan demam berulang.
12
GENESIS Kelompok 8
Halitosis
Sering disertai bertambahnya insidensi radang saluran nafas bagian atas, telinga luar,
sinus dan infeksi sistemik.
Pemeriksaan Fisik
Pembesaran tonsil dengan kripta melebar detritus atau pus yang menutupi kripta. Pilar
tonsil menunjukkan inflamasi atau menunjukkan adanya pembentukan jaringan parut.
Terapi :
Suportif yaitu mengatasi peradangan akut dengan pemberian antibiotik, antipiretik dan
istirahat.
Definitif dengan tonsilektomi.
b. Tonsilitis Kronis firbotik (atrofikans)
Biasanya terjadi pada orang dewasa, khas terdapat pus di dalam kripta dan sering disebut
massa kaseosa yang terdiri dari deskuamasi epitel yang merupakan kristal kolesterol, lemak,
leukosit dan deposit kalsium. Kripta yang sering terkena adalah kripta yang bermuara pada
fosa supratonsiler yang tertutup plika semilunaris.
Gejala Klinis :
Nyeri menelan, rasa tertusuk pada tonsil.
Batuk dengan pus yang berbau.
Sering eksaserbasi akut atau tonsil terlihat hiperemis disertai demam.
Pemeriksaan Fisik
Tonsil atrofi.
Detritus.
Terapi :
Antibiotika.
Simtomatik.
Tonsilektomi.

Komplikasi :
Radang tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya secara infeksi
perkontinuitas atau ke organ yang jauh secara hematogen atau limfogen.
Komplikasi di sekitar tonsil lainnya adalah otitis dan sinusitis
Komplikasi ke organ yang jauh dari tonsil sepertiendokarditis, arthritis, miositis, nefritis,
uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritis, urtikaria dan furunkulosis.

5. Tonsil membesar pada?


Tonsil membesar pada:
Infeksi
Tonsilitis
a. Tonsilitis Akut
b. Tonsilitis Folikularis
c. Tonsilitis Lakunaris
d. Tonsilitis Membranosa
1) Tonsilitis Septik (Septic sore throat)
2) Angina Plaut Vincent

13
GENESIS Kelompok 8
3) Tonsilitis Difteri
4) Tonsilitis Membranosa pada kelainan darah seperti leukemia akut, anemia
pernisiosa, netropenia maligna agranulositosis, serta infeksi mononucleosis.
5) Tonsilitis Membranosa karena tuberkulosa dan lues.
6) Tonsilitis Membranosa karena infeksi jamur misalnya moniliasis, aktinomikosis
serta blastomikosis.
7) Tonsilitis membranosa karena infeksi virus misalnya morbili, pertusis dan
skarlatina.
Keganasan
Anak-anak bisa normal

6. Snoring terjadi pada keadaan apa aja?


Nasal problem (deformitas septum nasi) Coana atresia
Benda asing Nasofaring hipertrofi
Neoplasma Kolesteatoma
Polip

7. Cara-cara laringoscope? indirect, ingat spray lidocaine melemahkan N XII


Laringoskopia indirekta:
Anastesi faring dengan tetrakain. Pada umumnya anastesi ini tidak diperlukan, kecuali
untuk faring yang sangat sensitif. Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira 10 menit setelah
disemprotkan larutan tetrakain.
Mulut harus dibuka lebar-lebar, harus bernapas dari mulut.
Penderita diminta menjulurkan lidah panjang-panjang.
Bagian lidah yang ada di luar mulut:
Dibungkus dengan kain kasa, kita pegang dengan tangan kiri, jari I di atas lidah, jari
III di bawah lidah dan jari II menekan pipi
Dipegang dengan tenaga yang optimal (jangan terlalu keras atau lunak)
Cermin dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil arah cermin ke bawah.
Cermin dipanasi (lebih sediit dari 370 C), supaya nanti tidak menjadi kabur.
Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri pemeriksa (ditempelkan di punggung
tangan)
Cermin dimasukkan ke dalam faring, dan mengambil posisi di muka uvula. Kalau perlu
uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung cermin, cermin disinari.
Tahap 1: Radiks lingue, epiglotis dan sekitarnya
Tahap 2: melihat laring dan sekitarnya, perhatikan:
- Epiglotis dan pinggirnya
- Aritenoid kiri dan kanan
- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan
- Dinding posterior dan dinding lateral faring
- Plika ventrikularis kiri dan kanan
- Komisura anterior dan posterior
- Korda vokalis kiri dan kanan
14
GENESIS Kelompok 8
Tahap 3: melihat trakea
- Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium fonasi

25. Fisiologi Laring


Menurut Jackson:
1) Fungsi Proteksi
Adduksi otot laring bergerak keatas laring akan menutup celah proksimal dan
dasar lidah reflex yang menghambat pernafasan pada saat menelan
2) Fungsi Respirasi
Rima glottis akan membuka akibat kontraksi M.Cricoarythenoid post.

3) Fungsi Sirkulasi
Membuka dan menutup laring; venous return, reflex kardiovaskular akan
merangsang dinding laring
4) Fungsi Fiksasi
Mempertahankan tekanan intrathorakal (mengedan, bersin, batuk, naik tangga)
5) Fungsi Menelan
Saat menelan kontraksi faring inferior sepajang
6) Fungsi Batuk
Afferent reseptor dinding laring (benda asing) mengakibatkan reflex batuk
7) Fungsi Phonasi
Suara ekspirasi
8) Fungsi Ekspektorasi
Bila ada benda asing maka sekresi meningkat dengan gerak silia dan reflex batuk
benda asing keluat

26. Laringomalasia
Kelainan ini paling sering ditemukan. Pada stadium awal ditemukan epiglottis lemah, sehingga
pada waktu inspirasi epiglottis tertarik ke bawah dan menutup rima glottis. Dengan demikian
bila pasien bernafas, nafasnya berbunyai (stridor). Stridor ini merupakan gejala awal, dapat
menetap dan mungkin pula hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka laring.
Tanda sumbatan jalan nafas dapat terlihat dengan adanya cekungan (retraksi) di daerah
suprasternal, epigastrium, interkostal, dan supraklavikular.
Bila sumbatan laring makin hebat, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea. Jangan dilakukan
trakheostomi, sebab seringkali laringomalasi disertai dengan trakeomalasi.

15
GENESIS Kelompok 8

OTITIS MEDIA

1) Anatomi Telinga
Telinga merupakan organ yang berfungsi dalam
pendengaran dan keseimbangan, terdiri dari:
1. Telinga luar mengumpulkan gelombang
bunyi dan menyalurkannya ke dalam telinga
tengah, terdiri dari:
a) Aurikula / pinna / daun telinga:
menangkap suara dan meneruskannya ke
kanalis akustikus eksterna
b) Kanalis akustikus eksterna: memanjang dari aurikula sampai membran timpani
c) Membran timpani / gendang telinga: bagian yang tipis dan semitransparan, memisahkan
telinga luar dengan telinga dalam, permukaan luar dipersarafi oleh auriculotemporal
nerve, permukaan dalam dipersarafi oleh glossopharyngeal nerve

2. Telinga tengah ruang berisi udara, terletak pada petrous tulang temporal, menghantarkan
getaran suara ke oval window, terdiri dari:
a) Rongga timpani: berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dan
berhubungan dengan mastoid air cell melalui mastoid antrum
b) Tuba eustachius: menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, untuk
menyeimbangkan tekanan pada telinga tengah dengan tekanan atmosfer
c) Tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, stapes)

16
GENESIS Kelompok 8

3. Telinga dalam terletak pada petrous tulang temporal, tempat reseptor pendegaran dan
keseimbangan, terdiri dari:
a) Bony labyrinth: suatu rongga pada tulang temporal, mengandung perilymph, terdiri dari
cochlea dan vestibula
b) Membranous labyrinth: serangkaian kantung dan tabung dalam labyrinth tulang, dibatasi
oleh epitel, berisi endolymph, terdiri dari utricle, saccule, semicircular canal, cochlear
duct

2) Lapisan Membran Timpani


1. Pars Tensa 2. Pars Flasida
- Stratum cutaneum - Stratum cutaneum
- Stratum radiata - Lapisan dalam lanjutan mukosa
- Stratum circulare
cavum timpani
3) Mekanisme Pendengaran
1. Aurikula menangkap dan menghantarkan gelombang suara ke kanalis akustikus eksterna
2. Gelombang suara menggetarkan membran timpani
3. Getaran ditransmisikan ke malleus, incus, stapes

17
GENESIS Kelompok 8
4. Stapes yang bergetar akan mendorong perilymph pada cochlea ke arah skala vestibuli
5. Pergerakan oval window mendorong perilymph pada cochlea ke arah skala vestibuli
6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari skala vestibuli ke skala timpani dan round window,
sehingga round window terdorong ke telinga tengah

7. Gelombang tekanan juga menekan membran vestibular dan menimbulkan gelombang


tekanan di endolymph dalam duktus cochlear
8. Gelombang tekanan dalam endolymph akan menggetarkan membran basilar, sehingga
menggerakkan sel rambut dari organ spiral melawan membran tectorial
9. Penekukan / defleksi stereosilia sel rambut menghasilkan potensial reseptor yang memicu
timbulnya impuls saraf
10. Depolarisasi sel rambut
11. Melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
12. Potensial aksi pada saraf auditorius (cabang cochlear dari CN VIII)
13. Dilanjutkan ke nucleus auditorius (cochlear nuclei di medulla oblongata ipsilateral)
14. Berdekusesi di medulla
15. Ke superior olivary nuclei di pons kedua sisi
16. Ke Inferior colliculus di midbrain
17. Ke medial geniculate nucleus di thalamus
18. Sampai ke korteks pendengaran (primary auditory area) di gyrus superior lobus temporalis
(Broadmanns area, no.41-42) namanya auditory cortex, berada di supratemporal plane of
the superior temporal gyrus memanjang ke sisi lateral lobus temporal
4) Kelainan Kongenital Telinga Luar
1. Kelainan Kongenital Aurikula 2. Kelainan Meatus Akustikus Eksternus
- Protruding Ears (Bats Ear) - Atresia MAE
- Microtia / Macrotia / Anotia - Stenosis MAE
- Aurikula Aksesorius
- Fistula Preaurikular
Abnormalitas telinga
Kongenital Infeksi Neoplasma Trauma Lainnya
Preaurikula Fistula preaurikular
(bila infeksi akan terjadi
kista preaurikuler)
Aurikula Microtia, anotia, bat ear, Erysipelas, dermatitis Atheroma, Pseudohematoma, Corpus
fistula auris aurikularis, epithelioma othematoma alienum,
perikondritis, herpes serumen
zoster otikus,
CAE Atresia congenital, Furuncle, otitis Polip,
stenosis congenital eksterna, granulasi papiloma,
karsinoma

18
GENESIS Kelompok 8

5) Fistula & Kista Bronkialis


Fistula dan kista bronkialis merupakan suatu kelainan genetic yang terjadi pada saat masih
dalam kandungan.
Secara perkembangan embriologi anatomi dalam rahim, ada lengkungan anatomis dalam janin
yang disebut lengkungan bronchial (ada 4). Keempatnya membentuk suatu celah, lengkungan
ini yang membentuk bagian-bagian yang ada di sekitar kepala, wajah, leher, dan dada bagian
atas. Lengkungan ini normalnya akan menutup semua membentuk ruang-ruang sinus di wajah,
pembuluh darah leher dan sebagian bagian dari saluran pernapasan. Kegagalan penutupan
(penutupan tidak sempurna) salah satunya berakibat timbulnya fistula dan kista bronkial. Fistula
dapat ditemukan di depan tragus, berbentuk bulat atau lonjong, dengan ukuran seujung pensil.
Dari muara fistula sering keluar sekret yang berasal dari kelenjar sebasea.
Resiko dari kista ini adalah mudahnya terjadi infeksi
dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit.
Pengobatan utama kista ini adalah pengangkatan
dengan cara operasi untuk mengangkat fistel
seluruhnya. Tindakan operasi baru diperlukan bila
sering timbul infeksi atau keluarnya sekret yang
mengganggu aktifitas. Bila semakin terkena infeksi,
maka penutupannya akan lebih sulit, dan terkadang
dapat berulang sehingga timbul kembali.
6) Tes Bisik
Merupakan pemeriksaan semikuantitatif.
Fungsinya untuk menentukan derajat ketulian secara kasar
Syarat:
Tempat:
- Ruangan cukup tenang, tidak ada echo
- Jarak minimal 6 m
Penderita:
- Mata ditutup / dihalangi agar tidak membaca gerak bibir atau menghadap ke samping
tanpa melihat pemeriksa
- Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
- Telinga lainnya ditutup oleh pembantu pemeriksa dengan tekanan ringan yang digerak-
gerakkan sehingga menghasilkan masking effect. Bila tidak ada pembantu pemeriksa,
telinga ditutup dengan kapas yang dibasahi gliserin.
Pemeriksa:
- Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru
- Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata benda yang ada di sekeliling.
- Kata harus mengandung huruf lunak (frekuensi rendah) dan huruf desis (frekuensi
tinggi)

19
GENESIS Kelompok 8
Teknik Pemeriksaan:
- Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri
- Penderita tetap di tempat, pemeriksa berpindah tempat
- Mulai pada jarak 1 m, bisikkan 5-10 kata
- Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m, dibisikkan kata lain
dalam jumlah yang sama
- Bila semua kata terdengar, mundur lagi sampai pada jarak dimana penderita mendengar
80% kata-kata yang dibisikkan
- Untuk memastikan hasil tes benar, maka tes dapat diulang
Penilaian:
Suara bisik 6-8 m : Normal Suara bisik <1 m : Tuli berat
Suara bisik 4-6 m : Tuli ringan Berteriak di depan telinga, penderita tidak
Suara bisik 1-4 m : Tuli sedang
menderita: tuli total

7) Tes Pendengaran (Rinne, Weber, Swabach)


1. Tes Rinne
- Tes untuk membandingan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa
- Penala dipegang dengan 1 tangan penala digetarkan tangkainya diletakkan di
prosesus mastoid (Bone Conduction / BC) setelah suara getaran tidak terdengar,
penala dipindahkan ke depan telinga (kira-kira 2,5 cm) (Air Conduction / AC)
- Tanyakan pada penderita, apakah masih mendengar suara getaran? bila masih
terdengar disebut Rinne positif (+) (AC>BC= normal atau tuli sensorineural), bila tidak
terdengar disebut Rinne negative (-) (AC<BC= tuli konduktif)
2. Tes Weber
- Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan
- Penala dipengang dengan 1 tangan penala digetarkan tangkai penala diletakkan di
garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri, atau di
dagu)
- Tanyakan pada penderita, pada telinga sisi mana ia mendengar suara yang lebih keras?
(lateralisasi) bila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
Weber Lateralisasi ke telinga tersebut (lateralisasi ke telinga sehat = sensorineural,
lateralisasi ke telinga sakit = tuli konduktif), bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga
mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada Lateralisasi (normal).

20
GENESIS Kelompok 8

3. Tes Schwabach
- Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
- Penala digetarkan tangkai penala diletakkan di prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal.
- Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa
tidak dapat mendegnar pemeriksaan ditulang dengan cara sebaliknya (penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu), bila pasien masih dapat mendengar
bunyi disebut Schwabach memanjang. Bila pasien dan pemeriksa sama-sama
mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif
Positif Leteralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: pada tuli konduktif <30dB, Rinne masih bisa positif.

8. grafik audiogram
Gris mendatar/horizontal frekuensi (hz)
Garis vertikal : dedbel (dB)
Garis putus putus : BC
Garis lurus penuh : AC
Tanda warna : AD merah, AS biru
BC dibawah, AC diatas

21
GENESIS Kelompok 8

9. interpretasi audiogram
Hasil pembacaan audiogram:
1. Pendengaran normal [CONTOH AUDIOGRAM PENDENGARAN NORMAL (TELINGA KANAN)]
AC dan BC 20 dB

2. Tuli konduksi [CONTOH AUDIOGRAM TULI KONDUKTIF (TELINGA KANAN)]


AC > 20 dB ( hantaran udara menurun >20 dB )
BC 20 dB
Ada air-bone gap ( tidak berimpit )

3. Tuli sensorineural [CONTOH AUDIOGRAM TULI SENSORI NEURAL (TELINGA KANAN)]


AC dan BC turun > 20 dB
Berimpit

22
GENESIS Kelompok 8

4. Tuli campuran [CONTOH AUDIOGRAM TULI CAMPUR (TELINGA KANAN) ]


AC dan BC menurun > 20 dB
Ada air-bone gap> 15 db

Penilaian derajat ketulian biasanya diambil rata rata ambang dengar pada 500, 1000,
2000 Hz dengan klasifikasi derajat ketulian :
0-20 dB : Normal
20-40 dB : tuli ringan
40-60 dB : tuli sedang
60-80/90 dB : Tuli berat
80-90 dB : tuli sangat berat

10. pemeriksaan pada bayi dan anak


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada bayi dan anak adalah ;
1. Behavioral Obervation Audiometri ( BOA)
2. Timponometri
3. Audiometri bermain ( play audiometri )
4. O to Acoustic Emission (OAE )
5. Brainstem Evoked response Audiometry ( BERA )

BERA (BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDOIOMETRY)


Pemeriksaan yang objektif dan non-invasif (pasien dalam keadaan tidur)
Mencatat perubahan potensial syaraf pendengaran dalam batang otak oleh bunyi, melalui elektroda
pada kulit kepala, kemudian dijumlahkan secara digital dan diamplifikasi, sehingga tecatat 7

23
GENESIS Kelompok 8
gelombang Jewett (Gelombang V merupakan gelombang paling jelas dan tampak sampai ambang
dengar).
Makin bertambahnya intensitas rangsang: masa laten gelombang makin memendek dan amplitudo
makin tinggi
Indikasi
Menentukan ambang pendengaran pada penderita yang kurang kooperatif: bayi, anak,
gangguan jiwa, tuli non-organis
Menentukan lokalisasi gangguan dengar (tengah, kohlear, atau retrokohlear/neuroma akustik)
Memungkinkan diagnosa pasti gangguan dengan sedini mungkin pada bayi dan anak sehingga
pengelolannya juga dapat dilaksanakan sedini mungkin: rehabilitasi dengan ABM sebaiknya di
bawah usia 3 tahun, masa ini adalah masa perkembangan komunikasi yang paling pesat.
EMISI OTO-AKUSTIK (OTO-ACOUSTIC EMMISIONS/ OAE)
Merupakan pemeriksaan objektif berupa pencatatan echo sebagai respon sel rambut kohlea
terhadap stimulus bunyi
Transient OAE tidak terjadi pada gangguan pendengaran digunakan sebagai tes skrining
pendengaran pada bayi. Contoh: Alat Echo-Screen
Dalam beberapa menit sudah diketahui apakah pendengaran bayi normal (pass) atau ada
kemungkinan terdapat kelainan yang harus diobservasi dan diperiksa lebih lanjut (fail)

11. Otitis media akut, subakut, kronis ?


OM akut ; < 1 bulan
OM subakut ; 1-2 bulan
OM kronis : > 2 bulan

12. stadium OMA


1. Stadium oklusi tuba eustachius
Tanda klinis : retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di
dalam telinga tengah akibat absorpsi udara dan tertutupnya tuba eustachlus.
Warna MT : keruh pucat ( pertanda efusi ) atau kadang tampak normal/ tdak ada
kelainan.
2. Stadium hiperemia/ supurasi
Tampak pelebaran pembuluh darah membran timpani
Mt hiperemis ( persial/total) + edema
Sekret yang telah terbentuk masih bersifat eksudat yang serosa, sehingga sulit terlihat
3. Stadium supurasi
Edema hebat mukosa telinga tengah
Hancurnya sel epitel superfisial MT
Terbentuk eksudat purulan di telinga tengah menyebabkan Mt menonjol/ bulging ke
arah telinga luar

24
GENESIS Kelompok 8
Tanda klinis ; pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, nyeri hebat dalam
telinga
Patolog ; iskemia akibat teanan terhadap kapiler, tromboflabitis venula, nekrosis
mukosa/ submukosa
4. Stadium perforasi
Akibat tekanan yang semakin tinggi ditelenga tengah terjadi ruptur MT, nanah
keluar dari telinga tengah ke telinga luar
Pasien menjadi tenang, suhu badan turun dan dapat tidur nyenyak
5. Stadium resolusi
Resolusi terjadi setelah pengobatan ( dapat juga tanpa pengobatan bila keadaan umum
dan daya tahan tubuh baik atau virulensi bakteri rendah)
Bila Mt tetap utuh maka keadaan MT akan normal kembali
Bila MT telah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
Klasifikasi OMSK & OMA
OTITIS MEDIA
1. Otitis Media Supuratif
a. Otitis Media Supuratif Akut/ Otitis Media Akut (OMA)
b. Otitis Media Supuratif Kronik
2. Otitis Media non supuratif (serosa)
a. Akut (barotrauma)
b. Kronik (Glue Ear)
3. Otitis Media Spesifik
e.g. OM Sifilitika, OM TB, etc
4. Otitis Media Adhesiva

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


Benigna (mukosa) Maligna (tulang)
Peradangan mukosa Peradangan hingga tulang
Perforasi sentral Perforasi marginal, subtotal, atau atik.
Kolesteatom (-) Kolesteatom (+)
Jarang menimbulkan komplikasi Komplikasi berbahaya atau fatal

13. patogenesis OMA


tuba eustachius terjadi gangguan ventilasi udara akan diabsopsi oleh mukosa telinga
tengah tekanan udara ditelinga tengah menjadi negatif cairan dari pembuluh kapiler
tertarik keluar memasuki telinga tengah menyebabkan akumulasi cairan ditelinga tengah
cairan tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Mekanisme terjadinya OMA pada tonsillitis Kronis
Merupakan komplikasi perkotinuitatum.(langsung aja bakterinya kesana)
Jadi komplikasi tonsillitis kronis bisa Perkontinuitatum ke organ2 yang dekat seperti
hidung, sinus & telinga
Hematogen ataupun limfogen ke organ-organ yang
Jauh (endokarditis, dermatitis, uveitis, nephritis)

25
GENESIS Kelompok 8
14. perbedaan trasudat dan eksudat
Transudat
Terjadi sebagai akibat proses bukan radang
Disebabkan karena gangguan keseimbangan cairan tubuh ( tekanan osmotik koloid, stasis
dalam kapiler atau tekanan hidrostatik atau kerusakan endotel, dsb )
Mengandung sedikit protein berat jenisnya rendah ( < 1.012) dan tidak membeku
Eksudat
Terjadi akibat proses peradangan
Mengandung lebih banyak protein sehingga berat jenisnya lebih tinggi dari plasma normal
( > 1012)
Dapat membeku karena mengandung fibrinogen
Seringsekali mengandung sel darah putih yang melakukan emigrasi

15. lokal perforasi membran timpani


Perforasi central
Perforasi di pars tensa
Diseluruh tetapi perforasi masih ada sisa
membran timpani
Perporasi marginal
Sebagian tepi perforau langsung berhubungan
dengan anukus atau sulkus timpanikum
Perporasi Atik Ganas
Perforasi d pars flaksida

16. Kolesteatoma
Adalah suatu kista ephitelial yang berisi deskuamasi epitel ( keratin )
Deskuamasi terus terbentuk dan menumpuk sehingga kolestatoma bertambah besar
2 jenis :
o Kolesteatoma kongenital : terbentuk pada masa embrionik, ditemukan pada telinga
dengan membran timpani utuh tanpa tanda tanda peradangan.
o Kolesteatoma akulsital : terbentuk setelah anak lahir
a. Kolesteatoma akulsital primer : terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani
b. Kolesteatoma akultasi sekunder : terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani
Merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri yang pelong sering adalah Proteus
dan Psedomonas aeruginosa inspeksi memicu respon imun lokal produksi mediator
inflamasi dan sitokn IL1,IL8,TNF,TGF menstimulasi sek keratinosit matriks
kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.

26
GENESIS Kelompok 8
Mas kolesteatoma akan menekan dan mendesak organ disekitarnya seta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang.
Tanda kolesteatoma : lapisan tanduk kulit yang telah
berubah bentuk dan di tengahnya terdapat kristal
kolesterin.
Sifatnya bahaya : destruktif ke regio attic (mendesak
dan merusak jaringan sekitarnya, termasuk tulang) shg
bisa menimbulkan komplikasi yg berat seperti meningitis
dan infeksi otak.
Deposit kolesteatoma :
Berbentuk seperti keripik, berlapis seperti bawang, warna putih
Berbau kucing

17. perbedaan miringoplasti dan miringostomi


Miringostomi Tindakan insisi pada pars sensa membran tympani, agar terjadi drainase
sekret dari telinga tengah ke lubang telinga luar. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan
memasukan selang penyeimbang tekanan ke dalam memprane timpani posisipostero inferior
Miringoplasti :
-merupakan timpano plasti tipe 1/ jenis timpanoplasti paling ringan
- rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani
- metode bedah untuk menambal gendang telingan yang robek

Miringostomi Mingingoplasti

18. tipe timpanoplasti


Timpanoplasti tipe 1 :
- Disebut juga miringoplasti
- Merupakan timpanoplasti paling ringan
- Rekonstruksi pada membran timpani saja
- Dilakukan pada OMSK tipe benign yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi, membran timpani
- Tujuan : mencegah infesi berulang pada OMSK tipe benign dengan perforasi menetap
Timpanoplasti tipe II,III,IV, V ( berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran )
- Rekonstruksi pada membran timpani dan tulang pendengaran
- Dilakukan pada OMSK tipe benign dengan kerusakan lebih berat , atau pada keadaan yang
tidak bisa di tenangan dengan medikamentosa
27
GENESIS Kelompok 8
- Tujuan : menyembuhkan penyakit dan meperbaiki pendengaran

19. mekanisme kerja H2O2 :


Penggunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa
Reaksi dekomposisinya, yang menghasilkan oksigen.
H2O2 (peroksida) adalah oksidator kuat yang memiliki efek dekomposisi eksotermis
sehingga akan terurai menjadi H2O2 +1/2 O2 + 23,45 kkal mol atau disebut dengan reaksi onsena
H202 = H20 + onasen
H2O berfungsi untuk melunakan serumen, Onasen mendorong serumen keluar dan bersifat
baktereasidal untuk bakteri anaerob.

20. Komplikasi OMSK?


Komplikasi intratemporal Komplikasi intracranial:
1.mastoiditis 1.abses ektradural
2.petrositis 2.abses intradural
3.parese facialis (CN VII) 3.abses otak
4.Labirintitis 4.trombosis sinus lateralis
5. otitis hidrosefalus
6. meningitis
21. Sindroma Gradenigo?
Sindroma grandenigo sering terjadi pada petrositis yang merupakan salah satu komplikasi yang
jarang pda otitis media supuratif kronis (OMSK)
Trias gejala :
- Otore persisten
- Diplopia ( kelemahan CN VI)
- Nyeri pada parietal , temporal, oksipital, atau retroorbita (CN V)

22. tanda Grelesinger terjadi pada tromboflebitis sisus lateralis yang merupakan komplikasi dari
OMSK. Demam yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, naik turun , disertai dengan menggil.

23. Abses Bezoid


Merupakan salah satu komplikasi intra temporal, yaitu pecahnya abses yang meluas ke prosesus
mastoid dan masuk ke sarungsternoidemastoideus :
- Terlihat pembengkakan pada ujung prosesus mastoideus atau sepanjang muskulus
sternoidemastoideus
- Dapat turun ke mediastinum
- Gejala : pembengkakan di leher, nyeri tekan , kepala miri ke bagian yang sakit

24.perbedaaan tetanus dan meningitis?


Tetanus : penurunan kesadaran (-) Meningitis Tetanus
Meningitis : penurunan kesadaran (+) Kaku kuduk (+), Kernig Sign (+) Trismus (+)
Pemeriksaan lumbal pungsi

28
GENESIS Kelompok 8

25. Rontgen Mastoid ?


Ada tiga jenis untuk menilai tulang temporal yaitu
1. Posisi schuller

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid dari mastoid, pada posisi iini
perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak dengan lebih jelas,
posisi juga memberikan informasi dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna.
2. Posisi owen- Mayer
Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid. Di ambil dari arah dan anterior
telinga tengah. Umumnya posisi owen di buat untuk memperlihatkan kanalis auditorius
eksternus, epitempanikum, bagian bagian tulang pendengaran dan sel udara mastoid. Akan
tampak gambaran tulang pendegaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan
tulang mengenai struktur-struktur.
3. Posisi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan
kanalis audiotorius interna, vestibulum dan kanalis semiaurikularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran
4. Posisi chadwell
Posisi ini merpakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah. Posisi ni
merupakan posisi radiologik konvensional yang paling baik untuk pemeriksaan telinga
tengah terutama untuk pemeriksaan otitis kronik dan kolestrum.

26. Gambaran Rontgen Mastoid?


Mastoid normal : Honey comb
Mastoiditis : lebih opaq karena sklerotik

29
GENESIS Kelompok 8

Mastoiditis akut

X-Ray untuk mastoid apa saja?


Posisi foto:
Schuller
Stenver
Towne
Kesan radiologi: adanya opasifikasi sel-sel udara oleh cairan dan hilangnya trabekulasi
normal dari sel-sel tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini
dengan temuan pada otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh.
Radiogram konvensional pada tulang temporal khususnya bermanfaat untuk mempelajari mastoid,
telinga tengah, labirin dan kanalis akustikus internus.
Posisi yang seringkali digunakan adalah posisi Law, Schuller, Mayer, Owens, Towne dan Stenvers.
Law:
evaluasi mastoiditis akut
hampir mirip posisi lateral,
untuk menentukan letak patokan-patokan utama seperti tegmen mastoid dan sinus
sigmoideus,
untuk menentukan ukuran mastoid secara keseluruhan
Schuller
Tambahan elevasi lateral dari berkas sinar X
Memperlihatkan struktur-struktur letak patokan-patokan utama seperti tegmen
mastoid dan sinus sigmoideus,
Mntuk menentukan ukuran mastoid secara keseluruhan

30
GENESIS Kelompok 8
Visualisasi attic atau epitimpanum
Mayer
Kepala membentuk sudut 450
Memperlihatkan daerah antrum dan kaput maleus
Dengan merubah arah berkas sinar X, dapat terlihat inkus dan daerah epitimpanum.
Owens
Serupa dengan Mayer
Towne
Memperlihatkan kedua piramid petrosus melalui orbita
Stenvers
Memperlihatkan sumbu panjang piramid petrosus dengan kanalis akustikus
eksternus, labirin dan antrum
Catatan:
Untuk melihat strultur2 telinga tengah, posisi Schuller standar, modifikasi Mayer dan Chausse III
adalah yang paling informatif.
Jika kemungkinan ada neuroma akustikus atau suatu kelainan pada daerah petrosus atau kanalis
akustikus internus, dilakukan pemotretan dengan posisi Towne, Stenvers, dan transorbita.

Derajat perkembangan sel mastoid dijelaskan secara radiografik sebagai pneumatik, diploik
sklerotik dan tidak berkembang.
Bila pneumatisasi mastoid normal, maka rongga2 udara mastoid yang terbentuk sempurna
dikenal sebagai tipe pneumatik
Bila pneumatisasi mastoid terganggu oleh proses2 infeksi, mungkin hanya terdapat beberapa
kelompok sel2 yang besar. Gambaran ini dikenal sebagai tipe diploik
Pada sejumlah pasien kecil pasien memiliki tulang yang padat pada daerah mastoid,
mungkin disebabkan aktivitas osteoblas yang dirangsang oleh infeksi kronik atau berulang,
tipe ini dikenal sebagai mastoid sklerotik, pada tipe ini sering timbul kolesteatoma.
27. Mastoidektomi?
Adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi oada tulang mastoid. Tujuan
mastoidektomi adalah menghindari kerusakan llebih lanjut terhadap organ telinga dan
sekitarnya.
Indikasi mastoidektomi :
1. Mengobati mastoiditis yang tidak respon terhabat antibiotic
2. Mengobati keganasan di sekitar telinga
3. Mencegah komplikasi kebih lanjut dari mastoiditis : meningitis, abses otak, thrombosis pada
vena otak
4. Kolesteatoma
5. Memperbaiki trauma pada cn VII

Jenis mastoidektomi :
1. Mastoidektomi simple :
adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, dalam rangka
membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak
2. Mastoidektomi radikal klasik :
31
GENESIS Kelompok 8
adalah tindak an membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan
seluruh dinding belakang liang telinga, membersihkan seluruh sel mastoid yang mempunyai
drainase ke kavum tympani(pemberisihan total) , kemudian membuang inkus dan maleus,
hanya stapes dan sisa stapes yang dipertahankan sehingga membentuk kavitas operasi yang
merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani dan liang telinga. Mukosa kavum
timpani juga harus dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan jaringan
lunak. Maksud tindakan ini adalah mebuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan
kavitas operasi yang kering
3. Mastoidektomi radikal modifikasi :
Bedanya mukosa kavum timpani dan sisa sisa tulang pendengaran dipertahankan setelah
proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius dibersihkan dari jaringan patologism kavitas
operasi ditutup dengan fasia m. Temporalis baik berupa tanduk bebas ( free fasia graft)
ataupun sebagai fasia m. Temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang tulang pendengaran

28. fresbikusis?
Adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi ( dapat mulai pada frekuensi 2000Hz atau lebih)
pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran. Terjadi pada usia > 65 tahun, dan laki
laki lebih banyak.
Penyebab :
- Degenerasi elastisitas gendang telinga
- Degenerasi sel rambut di koklea
- Degenerasi fleksibilitas dari membrane basiler
- Berkurang nya neuron pada jalur pendengaran
- Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak
- Degenerasi memori jangka pendek dan audiotory memory
- Menurunnya kecepatan pada pusat pendengaran di otak
- Dapat disertai dengan degenerasi otot-otot pada telinga tengah, arthritis tulang tulang di
telinga tengah
Gejala :
- Perkurang nya kemampuan mendengar secara berangsur, biasa nya terjadi bersamaan pada
kedua telinga
- Telinga menjadi sakit bila lawan bicaranya memperkuat suara
- Berkurang nya kemampuan mengerti percakapan terutama dilingkungan bising , hal ini
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan membedakan/ diskriminasi suku kata yang
hampir mirio
- Telinga berdenging nada tinggi
Terapi :
-pemasangan alat bantu dengar, bertujuan untuk memperkeras bunyi yang ada disekitar
pendengar.
Pemasangan ABD perlu dikombinasikan dengan latihan membaca dan mendengar bersama
ahli terapi wicara.
32
GENESIS Kelompok 8
29. Herpes zoster oticus ? ( ramsay hunt syndrome)
- adalah kumpulan gejala dan tanda yang berupa nyeri pada telinga yang disertai dengan
kelumpuhanatau paralisis wajah dan vesikel pada kulit akibat varicete zoster virus
- virus menyerang 1 atau lebih dermatom saraf kranial
- tampak lesi kulit yang vesikuler di muka, lubang telinga, dan terkadang paralisis otot wajah
- erupsi herpestik terjadi pada kulit CAE, MT dan aurikula
- mula mula rash berupa bula bula kecil dikelilingi eritem -> bula makin lama akan pecah ->
mongering -> membentuk krusta
-timbulnya rash biasanya di dahului oleh rasa nyeri pada telinga berhari hari
- pada keadaan berat biasanya ditemukan tuli sensorineural
- penatalaksanaan seperti herpes zoster
TAMBAHAN
1. Tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran ? (Unpad hal 35)
Tuli konduktif (tuli hantaran) : disebabkan oleh gangguan mekanisme hantaran di telinga luar (krn
sumbatan serumen, atresia CAE, osteoma, OE sirkumskripta) atau telinga tengah (sumbatan tuba
eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dislokasi tulang
pendengaran).
Tuli sensorineural : tuli akibat kelainan di koklea, N.VIII dan perjalanan saraf pendengaran ke pusat
pendengaran. Ada 2 macam : tuli koklea dan retrokoklea.
Tuli campuran (mixed) : tuli disebabkan kelainan konduktif maupun sensorineural.

2. Orang bicara, bisikan, berapa dB ?

dB (desibel) Sumber bunyi

0 Ambang dengar

10 Bunyi gesekan daun

20 Ruangan tenang

30 Suara bisikan

40 Percakapan pelan

50 Musik radio pelan

60 Percakapan normal

70 Bising lalulintas

3. Petrositis ?
Komplikasi OMSK yang jarang terjadi, mencakup infeksi apex petrosus sampai saraf VI. Gambaran
klinisnya yaitu sindroma Gradenigo (diplopia, sakit kepala, nyeri trigeminal, tanda2 infeksi telinga tengah,
otore yg persisten).

4. Kenapa OMA dan OMSK lebih sering terjadi pada anak ?


Karena bentuk anatomis tuba eustachius anak lebih pendek (dewasa 37,5 mm kalo anak 17,5 mm),
lebar, dan lebih horisontal (datar) sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi

33
GENESIS Kelompok 8
5. Kenapa tragus bisa nyeri ?
Ngga nemu jawabannya,,tapi kalo menurut aku sih krn ada inflamasi di sekitar tragus (misalnya di
CAE) seperti pada furunkulosis dan otitis eksterna.

6.. Refleks stapedius ?


Yaitu kontraksi m.stapedius secara reflektoris jika diberikan rangsangan sebesar >70 dB diatas
ambang dengar . Rangsangan tsb akan menimbulkan kekakuan sistem timpano-osikular dan perubahan
impedans pada membran timpani yg dpt dilihat pd timpanogram.

7. Kapan harus dilakukan kultur resistensi ?


Ngga nemu, tapi jika tidak berhasil dengan pengobatan antibiotik secara empiris (kalo gagal berarti
antibiotiknya ga sensitif atau bakterinya yg resisten), makanya dikultur supaya tau secara pasti apa bakteri
penyebabnya.

8. Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik ? (


Obat-obat dan zat-zat ototoksik : kina, klorokuin, salisilat, oleum chenopodium, arsen, metil alkohol,
nikotin, antibiotik gol aminoglikosida (streptomisin,kanamisin,gentamisin,neomisin), eritomisin dan
kawan2 (vankomisin,minosiklin), obat2 loop diuretic (furosemide, bumetanide).
Mekanisme ototoksik, yaitu tjd ggn fungsional pd telinga dalam akibat perubahan struktur anatomi,
mencakup :
o Degenerasi stria vaskularis
o Degenerasi sel epitel sensori (khusunya untuk antibiotik gol aminoglikosida)
o Degenerasi sel gangliaon : sekunder akibat degenerasi sel epitel sensori
Gejala :
o Tinitus
o Gangguan pendengaran
o Vertigo
o Gangguan keseimbangan badan

RHINOSINUSITIS & EPISTAKSIS


1. Tulang- tulang pembentuk hidung?
- Kerangka tulang terdiri dari
Tulang hidung (os nasal)
Prosesus frontalis (os maksila)
Prosesus nasalis ( os frontal)
- Kerangka tulang rawan, terdiri dari :
Sepasang kartilago nasalis ratelalis superior
Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
( kartilago alar mayor)
Tepi anterior kartilago septum
2. Anatomi hidung luar ?
Hidung luar berbentuk piramida, dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempikan lubang hidung.

34
GENESIS Kelompok 8
- Bagia-bagiannya dari atas ke-bawah
1. Pangkal hidung ( bridge)
2. Batang hidung ( dorsum nasi)
3. Puncak hidung ( hip)
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

3. Paranasal sinus dan muaranya?


- Terdapat 4 pasang sinus paranasalis,
dari yang terbesar yaitu :
Sinus maksila
Sinus frontalis
Sinus etmoidalis
Sinus spenoid
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi
tulang- tulang kepala sehingga berbentuk
rongga di dalam tulang.
Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung,
berkembangnya dimulai dari usia 3-4 bulan, kecuali sinus spenoid dan frontalis, sinus
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
Sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia sekitar 8
tahun
Sinus spenoid mulai mengalami pneumatisasi antara usia 8-10 tahun dan berasal dari
rongga hidung bagian posterosuperior

Jumlah masing-masing sinus dan munculnya kapan ???


Makksillaris dan ethmoid udah ada sejak lahir,
Frontalis berkembang dari ethmoid anterior pada anak usia 8 tahun
Sphenoid dimulai usia 8-10 tahun (pneumatisasinya)
Semua sinus mencapai besar maksimal usia antara 15-18 tahun
System mukosiliar pada sinus : mukosa bersilia mengalirkan lender menuju ostium
alamiahnya,,
Ukuran sinus
Maksilaris : 6-8 ml (saat lahir) dan 15 ml saat dewasa, jumlah 2??
Frontalis : 2,8 x 2,4 x 2 cm, jumlah 2

35
GENESIS Kelompok 8
Ethmoid : 4-5 cm x 2,4 cm 0, 5 cm, jumlah . ?
Sphenoid : 2 x 2,3 x 1,7 cm volume 5-7,5 cm kubik, jumlah???

4. Muara drainase sinus paranasalis ?


Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung :
Sinus maksila : Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid.
Sinus frontal : berdrainase melalui ostium yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid
Sinus ethmoid anterior : bermuara ke meatus media
Sinus ethmoid posterior : bermuara ke meatus superior
Sinus spenoid : bermuara ke ressesus spenoethmoidalis

Duktus nasolakrimalis ke meatus inferior


Sinus frontalis ethmoidalis anterior, maksilaris ke meatus media
( hiatus semilunaris tepatnya)
Sinus etmoidalis posterior ke meatus superior
Sinus spenoidalis ke ressesus spenoethmoidalis

5. Fungsi hidung ?
Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring sehingga aliran udara membentuk arkus atau
lengkungan. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana kemudian mengikuti jalan yang sama
seperti udara inspirasi. Tetapi di bagian depan udara memecah, sebagian melalui nares anterior
dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring.
Alat pengatur kondisi udara (air conditioning)
Mucous blanket atau palut lendir melakukan pengaturan kelembaban udara. Sedangkan fungsi
pengaturan suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas sehingga radiasi berlangsung optimal. Dengan
demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 370 C.
Penyaring udara
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri yang dialkukan
oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, mucous blanket, dan enzim. Debu dan
bakteri akan melekat pada mucous blanket dan partikel-partikel besar akan dikeluarkan dengan
refleks bersin. Mucous blanket akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Enzim lysozyme
akan menghancurkan beberapa jenis bakteri.
Indra penghidu

36
GENESIS Kelompok 8
Indra penghidu diatur oleh adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior,
dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan mucous blanket atau bial menarik nafas dengan kuat.
Resonansi suara
Sumbatan pada hidung dapat menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga suara
terdengar sengau (rinolalia).
Membantu proses bicara
Hidung membantu proses pembentukkan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum
mole. Pada pembentukkan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka,
palatum mole tertutup untuk aliran udara.
Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler, dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan
nafas berhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi air liur, lambung, dan pankreas.

6. Fungsi bulu hidung ?


Menyaring partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara
Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring kemudian akan ditelan
Fungsi silia dan rambut hidung :
Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring kmd akan ditelan
atau di ekspektoran (silia menggerakan lapisan mucus dng partikel yg terperangkap)
Funsi mucus : alat transport partikel, menghangatkan dan melembabkan udara inspirasi,
dan mendinginkan udara ekspirasi, sawar terhadap allergen, virus dan bakteri (fungsi
lisozim, IgG, IgA, IgE)

7. Fungsi sinus ?
Fungsi sinus paranasal adalah :
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditoning) :
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi.
Sebagai penahan suhu (Thermal Insulators): Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer)
panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
Membantu keseimbangan kepala, karena mengurangi berat tulang muka.
Membantu resonansi suara :
Sinus berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara.
Sebagai peredam perubahan tekana udara. Fungsi ini berjalan apabila ada perubahan tekanan
yang besar dan mendadak, misalnya ketika bersin atau membuang ingus.
Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan
mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk
dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar melalui meatus media.

37
GENESIS Kelompok 8
8. Rhinoskopi anterior ?
1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
2. Spekulum hidung dipegang dengan 1 tangan ( gunakan tangan kiri agar tangan kanan
dapat untuk memanipulasi peralatan, memegang kepala pasien untuk mengarahkan
posisi, dan mengambil benda asing bila ada), letakan dinostril
3. Pegang spekulum hidung dengan cara : mibu jari pada joint, jari telunjuk pada dordum
hidung untuk fiksasi, jari lainnya pada batang spekulum untuk memegang
4. Masukan spekulum ke nostril, arahkan ke superior ( jangan kelateral hidung ), tekan
puncak hidung untuk inspeksi yang lebih baik
5. Spekulum dibuka saat sudah masuk ke nostril
6. Yang dinilai : vestibulum nasi, mukosa, sekret, konka inferior & media, septum,
polip/tumor, pasase udara
7. Spekulum dikeluarkan dalam keadaan terbuka, ditutup saat sudah keluar nostril

9. Rhinoskopi posterior ?
1. Pasien duduk tegak berhadapan dengan pemeriksa.
2. Pegang cermin post-nasal (no 2-3 )dengan 1 tangan angkatkan cermin dengan
menepatkan jel diatas api kecil ( agar tidak terjadi kondensasi udara/ berkabut) <
periksasuhu bcermin dengan menyentuhkannya pada punggung tangan sebelum
dimasukan
3. Tekan lidah dengan tongue blade, pasien bernafas melalui hidung
4. Pegang cermin seperti memegang pensil, masukan ke ro0ngga mulut menyusuri tongue
blade sampai ke belakang uvula ( orofaring) dengan arah cermin ke atas, tan[pa
menyentuh dinding posterior faring agar tidak terjadi reflex muntah
5. Arahkan sinar lampu nkepala ke cermin , gerakan cerminbn ke kiri-kanan: untuk
mendapatkan gambarnasofaring secara penuh
6. Yang dinilai : mukosa koana, sekret, toru tubarius, fossa rosenmuler

10. Tipe reaksi tubuh menurut Gell dan Coombs?


Tipe 1 : Reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity)
Tipe 2 : Reaksi sitolitik
Tipe 3 : Reaksi komplek imun
Tipe 4 : Reaksi tuberkulin (delayed hypersensitivity)

11. Rinitis alergi berdasarkan musim?


Rinitis alergi musiman ( seasonal, hay fever,polinosis)
Rinitis alergi sepanjang tahun ( parennial)
Pembagian rhinitis :
b. Non-alergika kronik (lengkapnya :
a. Alergik
i. Seasonal (musiman) boies, 218)
ii. perenial (sepanjang tahun)
Hipertrofi kronik
Vasomotorik
Medikamentosa

38
GENESIS Kelompok 8
Hiperplastika kronik Atrofik (ozena)
Sicca
12. Gejala utama rinitis alergi pada anak ?
Hidung tersumbat (obstructive)
bersin-bersin (sneezing)
rhinore
rasa gatal (itching)

13. Gejala rinitis alergi pada anak?


Allergic Shiner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung.

Allergic Salute, yaitu gerakan pasien menggosok-gosok hidung karena gatal dengan
punggung tangan.

Allergic Crease, yaitu keadaan menggosok hidung ini yang lama kelamaan akan
mengakibatkan timbulnya garis melintang dorsum nasi bagian sepertiga bawah.

Tanda-tanda lain rhinitis alergi :


Wajah
i. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi
atau obstruksi hidung
ii. Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian
bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
Hidung

39
GENESIS Kelompok 8
Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret
encer yang banyak.
Mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis.
Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.
Deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit
granulomatus.
Massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai.
Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan
menyusut.
Telinga
Retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles.
Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi
pneumatik. Kelainan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi
tuba eustachius dan otitis media sekunder.

14. Rhitis sicca ?


Suatu gangguan atau perubahan fungsi hidung yang berkaitan dengan perubahan
lingkungan, terutama udara inspirasi yang kering

15. Rhinitis casseosa ?


Rhinitis casseosa adalah perubahan kronis inflamatoar dalam hidung dengan adanya
pembentukan jaringan granulasi dan akumulasi massa seperti keju yang menyerupai
kolesteotoma.
Ada banyak teori tentang etiologi penyakit ini, diantaranya bahwa penyakit ini adalah
akibat radang kronis dan nasal stenosi sekunder yang menyerupai nasal discharge.
Oleh karena perubahan mekanis dan kimiawi dan deskuamasi mukosa secara terus
menerus, terjadilah penumpukan massa seperti keju yang menyerupai kolesteotoma,
kebanyakan bersifat unilateral, dapat terjadi pada segala umur, tetapi banyak antara 30-40
tahun.

16. Rinitis vasomotor ?


Banyak rinitis hipertropik, etiologi tidak diketahui, diperkirakan oleh faktor psikosomatik
rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan system
parasismpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran
dan pembengkakan pembuluh dari di hidung, gejala biasanya dipicu oleh cuaca dingin, bau
yang menyengat, stress dan bahan iritan

17. Perbedaan polip dengan konka?


Polip : tampak seperti massa berwarna pucat ( seperti agar-agaar) yang berasal dari meatus
media dan mudah digerakan.

40
GENESIS Kelompok 8
Konka : tampak kemerahan karena mengandung banyak pembuluh darah.
Untuk memastikan apakah itu polip atau konka, dapat dilakukan dengan menggunakan
epinefrin/dekongestan topical karena konka mengandung banyak pembuluh darah maka
akan mengalami vasokonstriksi dan mengecil. Sedangkan polip tidak mengecil.
Perbedaan polip dengan keganasan :
Polip : putih keabuan, licin, bertangkai, mengkilap (seperti cangkaleng)
Keganasan : berbenjol2, mdh berdarah, bias berwarna merah

18. Epitaksi anterior dan posterior?


Epitaksis : perdarahan hidung
Epitaksis anterior
Kebanyakan pleksus kisselbach di
septum bagian anterior atau dari arteri
etmoidal anterior
Bisanya ringan
Keadaan mukosa yang hiperemis atau
kebiasaan mengorek hidung
Seringnya terjadi pada anak
Seringkali berulang dan dapat berhenti
sendiri
Epitaksis posterior
Berasal dari arteri etmoidal posterior atau arteri
spenopalatina
Perdarahan biasanya hebat, jarang dapat
berhenti sendiri
Sering ditemukan pada pasien : hipertensi,
arterosklerosis atau pasien dengan penyakit
jantung

Etiologi epistaksis :

Kelainan lokal Kelainan sistemik

1. Trauma 7. Penyakit kardiovaskular

2. Infeksi lokal 8. Kelainan darah

41
GENESIS Kelompok 8

3. Kelainan anatomi (termasuk 9. Infeksi sistemik


pembuluh darah)
10. Perubahan tekanan atmosfer
4. Neoplasma
11. Gangguan endokrin
5. Benda asing

6. Kelainan kongenital

19. Plexus kisselbach


Kisselbach area :
A. spenopalatina
A. etmoidal anterior dan posterior
A. palatine mayor
A. labial superior

20. Tatalaksana pemasangan tampon


Prinsip : aplikasi tekanan pada pembuluh darah yang pecah
Tampon biasanya dipertahankan selama 3-5 hari. Selama itu pasien akan merasakan terganggu
ketidaknyamanannya, sehingga perlu diberikan sedative dan analgetik.
Penggantian tampon dilakukan setiap 2-3 hari dan diberikan antibiotic profilaktif untuk mencegah
infeksi

21. Klasifikasi rhinosinusitis


Rhinosinusitis akut : 4 minggu
Rhinosinusitis subakut : 4-12 minggu
Rhinosinusitis kronik : > 12 minggu
Rhinosinusitis akut rekuren : 4 episode dalam setahun, durasi 7-10 hari, tidak ada gejala
rhinosinusitis kronik
Rhinosinusitis eksaserbasi akut : rhinosinusitis kronik yang kadang-kadang memburuk

Menurut American Academy of Otolaryngology Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis
diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan :
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.

Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun


sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya
rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal,
terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan
penyebab rinosinusitis.

42
GENESIS Kelompok 8
22. Kriteria diagnostic sinusitis
Gejala mayor
Nyeri pada wajah atau dengan Gejala minor
penekanan Demam
Kongesti/tersumbat atau rasa penuh
Sakit kepala
pada wajah Fatigue
Hidung tersumbat Halitosis
Secret hidung purulent Sakit gigi
Gangguan penciuman (hyposmia atau Batuk
anosmia) Sakit atau rasa penuh pada telinga

Diagnosis sinusitis :
2 atau lebih gejala mayor
1 gejala mayor dan 2 gejala minor
3 gejala minor

23. Gejala sinusitis maksilaris


Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala terurama saat sujud.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi has yang tumpul dan menusuk. Secret
mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk, batuk irittatif non-produktif
seringkali ada.

24. Sinusitis maksilaris berasal dari gigi berapa


Dasar sinus maksilaris berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar (P1,P2) molar
(M1,M2) kadang gigi taring (c) atau gigi molar M3. Bahkan akar gigi dapat menonjol ke rongga
sinus sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis

25. Rontgen sinus


Foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi, antara lain :
Posisi anterior-posterior (Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital, kepala tegak lurus
pada film posisi ini didapat dengan meletakan hidung dan dahi di atas meja sedemikian rupa
sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas
superior kanalis auditorium eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut sinus rontgen adalah
15 derajat kraniokaudal.

43
GENESIS Kelompok 8

Posisi lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi diluar
kansus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila berhimpit satu sama lain.

Waters
Paling sering digunakan. Pada foto waters secara ideal pyramid tulang petrosum
diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris. Maksud dari posisi ini adalah untuk
memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksula sehingga kedua
sinus maksilaris dapat di evaluasi seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan menengadahkan
kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang
melalui kantus media mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 37 derajat dengan
film. Foto waters umunya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka
akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.

Posisi submentoverteks
Diambil dengan meletakan film pada vertex, kepala pasien menengadah sehingga garis
infraorbitameatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset dalam bidang midsagital
melalui sella tursika kea rah vertex. Banyak variasi sudut sentrasi pada posisi

44
GENESIS Kelompok 8
submentovertex, agar mendapat gambar yang baik pada beberapa bagian basis kranii,
khususnya sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksillaris.

Posisi rhese
Atau disebut juga posisi oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid, kanalis
optikus dan lantai dasar orbita sisi lain

Towne
Diambil dengan beberapa variasi sudut angulasi antara 30-60 ke arah garis orbitomeatal.
Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabella dari foto polos kepala dalam bidang
midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang paling baik untuk menganalisis dinding posterior
sinus maksilaris, fissure orbita inferior, kondilus mandibularis, dan arkus zigmotikus
posterior

26. Hasil rontgen sinusitis


Pada sinusitis tampak:
Penebalan mukosa
Air fluid lever
Perselubungan homogeny pada satu sisi atau lebih
sinus para nasal
Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (kronik)
27. Tatalaksana sinusitis yang penyebabnya dari gigi
Dilakukan penatalaksanaan terhadap sinusitisnya terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi
gangguan geligi (pencabutan gigi), karena dikhawatirkan dapat terbentuk fistula oroantral

28. Operasi sinusitis


Indikasi operasi :
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat
Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible
Polip ekstensif
Adanya komplikasi sinusitis
Sinusitis jamur

45
GENESIS Kelompok 8
Metode operasi :
Membuat suatu lubang drainase yang memadat. Prosedur yang paling sering adalah nasoantrostomi
atau pembentukan fenestra nasoantral. Suatu lubang dibuat pada dinding medial meatus inferior
sehingga memungkinkan drainase gravitasional dan ventilasi.
Tinfakan bedah radikal dinamika operasi Pada prosedur bedah ini, epitel rongga sinus maksilaris
diangkat seluruhnya dan pada akhir prosedur dilakukan antrostomi.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan tindakan terkini untuk sinusitis yang
memerlukan operasi, telah menggantikan hamper semua jenis bedah sinus terdahulu karena
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Prinsipnya
telah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal yang menjadi sumber
penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat kembali melalui ostium alami.

29. Operasi untuk sinusitis frontalis


Trepanasi sinus frontalis
Dilakukan jika gagal dalam penyembuhan segera atau muncul komplikasi
Suatu bor kecil digunakan untuk membuat lubang pada tulang tipis yang menjadi dasar sinus
frontalis
Suatu kateter ditempatkan dalam sinus untuk drainase pus serta irigasi sinus. Kateter dapat
diangkat bila cairan mengalir ke dalam hidung, dan membuktikan patensi dari duktus
nasofrontalis

30. Komplikasi sinusitis


Komplikasi orbita
o Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan denga mata (paling sering ialah
sinusitis ethmoid, frontal, dan maksila)
o Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum
o Kelainan yang dapat timbul : edema palpebral
Komplikasi intracranial
o Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis
sinus kavernosa
Osteoimieltisi dan abses subperiosteal
o Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.
Osteomieltisi maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada gigi. Terjadi
destruksi tulang dan pembengkakan jaringan lunak, sehingga timbul fluktuasi dan tulang
menjadi nyeri tekan
Kelainan paru (bronchitis kronik, bronkiektasis)
o Adanya kelainan sinus paranasal disertai kelainan paru disebut sinobronkhitis. Selain itu
dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sulit dihilangkan sebelum
sinusitis sembuh.

46
GENESIS Kelompok 8

TAMBAHAN
1. Batas-batas nasofaring :
Superior : tulang sphenoid
Inferior : orofaring (dibatasi dengan garis horizontal imajiner yang dibentuk langit-langit
lembut dan dinding faring posterior, kata dr teti mah batasnya uvula,,.)
Anterior : koana kanan dan kiri
Posterior : fasia vertebralis
Lateral : tuba eustacius

2. Konka ada berapa :


Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka:
Konka inferior, paling bawah dan terbesar.
Konka media
Konka superior
Konka suprema, terkecil dan rudimenter (jangan kali sing menjatuhkan)
Diantara konka-konka terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Terdapat tiga meatus,
yaitu :
Meatus inferior
Terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung. Terdapat muara duktus nasolakrimalis.
Meatus medius
Terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat
muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior.
Meatus superior
Merupakan ruang diantara konka superior dan konka media. Terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.

3. Criteria transiluminasi
Penilaian :
Pemeriksa hanya mempunyai nilai bila ada perbedaan antara sisi kiri dan kana
Bila kedua sinus terang maka :
Pada pria : sinus normal
Pada wanita : sinus n/ keduanya berisi cairan (karena tulang tpis)
Bila sama gelap maka :
Pada pria : sinus normal (karena tulang tebal)

TRAUMA MAKSILOFASIAL & CA NASOFARING


1. Le fort ?
Le Fort 1
Garis fraktur berjalan dari sepanjang maksilla bagian bawah sampai dengan bawah
rongga hidung, disebut juga dengan fraktur guerin kerukasan yang mungkin :
1. Prosesus arteoralis
2. Bagian dari sinus maksillaris
3. Palatum durum

47
GENESIS Kelompok 8
4. Bagian bawah lamina pterigoid
Le Fort II
Garis fraktur melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang lakrimalis, dasar
orbita, pungir infraorbita dan menyebrang ke bagian atas dari sinus maksilaris juga ke arah
lamina pterigoid sampai fossa pterigo palatina,disebut juga fraktur piramid, fraktur ini
dapat merusak sistem lakrimalis karena sangat mudah digerakan maka disebut juga fraktur
ini sebagai flosting maksila ( maksila yang melayang)
Le Fort III
Garis fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethomoid junction
melalui fissura orbitalis superior melintang kearah dinding lateral ke orbita, sutura
zigomatikum frontal dan sutura tempero-zigomatikum disebut juga sebagai cranlo-facial
dijunction

2. BLOW OUT FRACTURE


Fraktur dasar orbita yang disebabkan oleh tekanan rongga orbita yang meningkat, misalnya
disebabkan olehpukulan tinju, terkena bola tenis, akibat tekanan tinggi, terjadi fraktur daerah
terlemah yaitu dasar orbita dan memberikan gejala berupa diplopia dan enoftalamus tetapi zigoma
tidak fraktur. Lemak dan m.oblik internus jatuh kedalam sinus sehingga mata tidak dapat digerakan,
bila melihat keatas akan terjadi diplopia, karena isi orbita berkurang maka tampak ensoftalamus.
Umumnya tardapat ekimosis orbita, konjungtiva, dan sclera. Pada kasus yang hebat dapat
terjadi enoftalamus. Gejala yang dapat terjadi adalah terbatasnya pergerakan bola mata ke arah
superior karena terjepitnya m.rectus inferior oleh fragmen fraktur pada lantai orbita atau edem
jaringan.

48
GENESIS Kelompok 8
Pemeriksaan radiologi dianjurkan adalah proyeksi waters. Ada dua alternative terapi,
pertama adalah reposisi transetral dan yang kedua adalah melalui insisi di bawah palpebral inferior
tepat di atas orbital rim inferior.

Pada trauma tumpul yang mengenai bola mata, misalnya terkena bola tenis, maka dapat
terjadi fraktur lantai orbita.
Umumnya terdapat ekimosis orbita, konjungtiva dan sclera. Pada kasus yang hebat
dapat terjadi enoftalmus.
Gejala yang dapat terjadi adalah terbatasnya pergerakan bola mata ke arah superior
karena terjepitnya m.rektus inferior atau m. Oblikus inferior oleh fragmen-fragmen
fraktur pada lantai orbita atau karena edema jaringan. Juga hipestesia sampai
anesthesia pada daerah-daerah yang dipersarafi oleh n.infraorbitalis.
Pemeriksaan radiologik yang dianjurkan ialah proyeksi Waters.
Ada dua alternatif terapi, pertama adalah reposisi transantral dan yang kedua adalah melalui
insisi di bawah palpebra inferior tepat di atas orbital rim inferior.

3. Karsinoma nasofaring
Merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa
rossenmuller dan atap nasofaring. Ca nasofaring merupakan tumor ganas kepala dan leher yang
paling sering ditemukan di Indonesia. Urutan tertinggi penderita Ca nasofaring adalah suku
mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga karena mereka yang memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Insidensi Ca
nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-
barr. Selain itu factor geografis, rasial, jenis kelamin, genetic, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, social ekonomi, infeksi kuman atau parasite juga sangat berpengaruh timbulnya tumor
ini. Tetapi sudah hamper dapat dipastikan penyebab Ca nasofaring ini adalaj virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien Ca nasofaring didapatkan titer anti-virus EES yang cukup tinggi.
Gejala Ca nasofaring dapat dikelompokan menjadi 4 bagian, yaitu :

49
GENESIS Kelompok 8
Gejala nasofaring
Adanya epitaksis ringan atau sumbatan hidung. Terkadang gejala belumada tapi tumie sudah
tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
Gangguan telinga
Merupakan gejala dini karena tumor terletak dekat muara tuba eustachius (fosa rosenmuller).
Gangguan dapat berupa , tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga
(otalgia), tidak jarang penderita sering mengalam gangguan pendengaran
Gangguan mata dan syaraf
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang,
maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran
melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai
diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motoric dan sensorik. Neuralgia
trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan.
Karsinoma lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui
foramen jugular yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut
sindrom unilateral. Dapat pula disertai dsetruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian,
biasanya prognosis buruk.
Metastasis kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternoidomastoid yang akhirnya
membentuk masa besar hingga kulit mengkilap. Hal ini yang mendorong pasien untuk berobat

Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring (LHN), yaitu 3 bentuk yang
mencurigakan pada nasofaring, seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul
dan mukositik berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan
menjadi karsinoma nasofaring.
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan diagnostic
histologis atau sitologik. Diagnosis histologic atau sitologic dapat ditegaskan bila dilakukan biopsy
nasofaring. Dikirim suatu material hasil biopsy , aspirasi, atau sikatan. Biopsy dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsy tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan anastesi topical dengan xylocain 10%
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama karena tumor ini sangat sensitive pada sinar x-
ray dan pada umumnya memberikan respon yang baik. Dan juga ditekan pada penggunaan
megavoltage dan pengawasan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa
pemberian tetrasiklin factor transfer interferon, kemoterapi, seroterapi vaksin dan antivirus.
Pembedahan hanya mempunyai peranan yang kecil dalam pengobatan, hal ini disebabkan letak
anatomi dari nasofarin yang berada didalam.

50
GENESIS Kelompok 8

Ca nasofaring mengenai dan jelaskan patmek ny:


Batas anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan
hidung merupakan gangguan yang sering timbul.
Penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Eustachius dan akan
mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah.
Ke arah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah
korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat penekanan
mungkin timbul di tempat-tempat tersebut.
Di belakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fosa Rosenmuleri dan tepat
di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum.
Tumor dapat menjalar kearah intracranial dalam dua arah, masing-masing
menimbulkan gejala neurologik yang khas.
Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fosa kranii
media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang-kadang II.
Penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan sekitar selubung karotis atau jugularis
pada ruang retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan
XII. Saraf otak ke VII dan VIII biasanya jarang terkena.
Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral
bermuara ke kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat hubungan bebas
melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang
retrofaring, metastasis jauh sering terjadi.

4. Nervus yang keluar dari foramen jugulare & lacerum


Foramen Lacerum
- Internal carotid artery
- Sympathetic plexus

51
GENESIS Kelompok 8

Jugular Foramen - Sindromnya apa namanya ??


- Jugular vein - CN X
- Sigmoid sinus - CN XI
- CN IX

5. Fungsi CN III, IV, VI ?


Saraf Otot Pergerakan
Okulomotoris (N. III) Rektus superior Menggerakan mata ke atas

52
GENESIS Kelompok 8
Rektus inferior Menggerakan mata ke bawah
(lateral)
Rektus medial
Abduksi
Oblikus inferior
Menggerakan mata ke atas
Troklear (N. IV) Oblikus superior Menggerakan mata ke bawah
(medial)
Abdusen (N. VI) Rektus lateral Menggerakan mata ke lateral

6. Perjalanan nervus VII


Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang.
Mempunyai 2 inti yaitu superior dan inferior. Inti superior mendapat persarafan dari korteks motor
secara bilateral sedangkan inti inferior hanya dapat persarafan dari satu sisi. Serabut dari kedua inti
berjalan mengelilingi nucleus nevus abducent (N6) kemudian meninggalkan pons bersama-sama
dengan kranial nerve 8 dan nervus interedius, masuk ke dalam tulang temporal melalui pons,
akustikus interus.setelah masuk ke dalam tulang temporal nerve fasialis akan berjalan dalam suatu
saluran tulang yang di sebut kanal silopi.
Dalam perjalanan di tulang temporan nervus kranialis di bagi 3 segmen yaitu segmen labiri,
timpani dan segmen mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustikus internus dan
ganglion genikulatum, panjangnya 2-4 mm, segmen timpani (vertical) terletak diantara bagian distal
ganglion genikulatum dan berjalan kea rah posterior telinga tengah, kemudian naik kearah lengkap
lonjong (venestra ovalis dan stapes) lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal semi
sirkulata horizontal. Panjang segmen ini kurang lebih 12 mm. segmen mastoid atau segmen vertical
mulai dari dinding media dan superior cavum timpani. Perubahan posisi dari segmen timpani
menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal/genu eksterna. Bagian ini merupakan again
paling posterior dari nervus fasialis, sehingga mudah terkena saat operasi

53
GENESIS Kelompok 8

TAMBAHAN
1. Apa saja obat2 dekongestan (liat no. 10 buat yg sirup)
Yang sediaan tabletnya:
Actigesic Inza
Alerfed Procold
Cirrus Trifed
Clarinase Trifedrin
Colpica
Crofed

2. Bells Palsy + Gejalanya


Bells palsy adalah suatu kelemahan atau paralisis wajah unilateral tanpa adanya penyebab
yang dapat segera diketahui, dan biasanya mengalami pemulihan sebagian fungsi dalam 6
bulan
Etiologi dan patogenesis:
Belum jelas, beberapa kasus akibat radang virus, polineuropati akibat gangguan sistemik atau
sistem saraf pusat.
Gejala:
- Disfungsi saraf fasialis perifer
- Kelemahan otot

54
GENESIS Kelompok 8
- Radang saluran napas
- Nyeri telinga hebat

3. Paresis nerve berapa yg menifesnya bola mata tidak bisa lirik kiri-kanan, gak bisa
menutup kelopak mata?
Saraf Otot Pergerakan
Okulomotoris Rektus superior Menggerakan mata ke atas
(N III) Rektus inferior Menggerakan mata ke bawah
(lateral)
Rektus medial Abduksi
Oblikus inferior Menggerakan mata ke atas
Troklear (N.IV) Oblikus superior Menggerakan mata ke bawah
(medial
Abdusens (N.VI) Rektus lateral Menggerakan mata ke lateral

4. Dosis ofloxacin + antibiotic lain?


Ofloxacin OGB dexa (generic)
Dosis:
Infeksi kulit dan salurandafas bawah 400mg/hari selama 10 hari
Uretritis dan servikal gonore tanpa komplikasi 400mg dosis tunggal
Sevisitis non-gonore , infeksi campuran pada uretra dan serviks karena C.trachomatis
dan N. Gonorrhea 300mg, 2 x sehari, selama 7 hari
Acute Pelvic Inflamantory Disease 400mg, 2 x sehari, selama 1014 hari
Cystitis tanpa komplikasi 200mg, 2 x sehai, selama 3 hari.
ISPA dengan komplikasi 200mg, 2 x sehari selama 10 hari.

5. Sebutkan sefalosporin generasi tiga


Cefiksim Ceftizoksim
Cefoperazon Ceftriakson
Cefotaxim Moksalaktam
Ceftazidim

6. Sediaan sirup peudoefedrin? Apa namanya? (Yang paling sering dipasaran)


Actifed Triaminic expectorant
Anakonidin Triaminic pilek
Benadryl DMP Child Trifed
Neo Triaminic Trifedrin

55
GENESIS Kelompok 8
Sudafed
Termorex
Triaminic batuk

7. Sebutkan 12 saraf kranialis?


N I (Olfaktorius) N VI (Abdusens)
N II ( Optikus) N VII (Fasialis)
N III (Okulomotoris) N VIII (Auditorius)
N IV (Troklear) N IX (Glosofaringeus)
N V (Trigeminus) N X (Vagus)
V1 N XI (Spinalis)
V2 N XII(Hipoglosus)
V3

8. Perbedaan NaCl dan H2O2?


NaCl adalah cairan saline fisiologis yang tidak menghasilkan reaksi oksidasi.
H2O2 (peroksida) adalah oksidator yang memiliki efek dekomposisi eksotermis sehingga
akan terurai menjadi H20 + O2 + 23,45 k kal mol atau disebut dengan reaksi Ozaena.

9. Nama dagang untuk tetes telinga yang isinya mengandung antibiotic dan
kortikosteroid? Kandungan lainnya apa?

NELICORT OTOZAMBON
Fludrocortisone acetate 1 mg Fludrocortisone acetate 100 mg
Polymyxin B sulfate 10.000 ui Polymyxin B sulfate 1.000.000 ui
Neomycin sulfate 5 mg Neomycin sulfate 500 mg
Lidocaine HCl 40 mg Lidocaine HCl 4 gr

OTOPAIN RAMICORT
Fludrocortisone acetate 5 mg Hidrokortison 0.5%
Polymyxin B sulfate 50.000 ui Chloramphenicol 1%
Neomycin sulfate 25 mg
Lidocaine HCl 200 mg

OTOPRAF
Fludrocortisone acetate 1 mg
Polymyxin B sulfate 10.000 ui
Neomycin sulfate 5 mg
Lidocaine HCl 40 mg

10. Reaksi alergi fase cepat dan lambat? Terangin bagan singkat mulai terpapar allergen
hingga alergi?

56
GENESIS Kelompok 8
Reaksi alergi terdiri dari dua fase, yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi
Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam
setelahnya
Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung
24 jam dengan puncak 68 jam (fase reaktivitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 2428 jam.
Alergi masuk melalui inhalasi

Kontak dengan nasal mukosa dan konjungtiva

Mengaktifkan sel-T untuk mengaktivasi sel-B

Produksi IgE

Degranulasi sel Mast

Melepaskan mediator-mediator inflamasi

Amin vasoaktif sitokin

Hipersensitivitas tipe cepat Hipersensitivitas tipe lambat

Gejala Rhinitis alergi

11. Manifestasi parese N VII?


Karakteristik paralisis n. VII perifer:
Saat diam, akan tampak kerutan pada dahi yang lebih jelas pada sisi yang sehat, tidak dapat,
kelopak mata tampak jatuh, plika nasolabialis mendatar, dan sudut mulut tampak turun.
Ketidakmampuan untuk mengernyitkan dahi, menaikkan kelopak mata, menaikkan plika
nasolabial, menyeringai, menunjukkan gigi, atau menutup mata penuh.
Karakteristik paralisis n.VII sentral :
- karena pada area supranuklear yang ipsilateral tidak menyilang, kelumpuhan terjadi pada
sisi wajah yang sama dengan lesi.
- Adanya keterlibatan lidah
- Tampaknya salivasi dan lakrimasi
12. Beda hipertrofi & hyperplasia?
Hipertrofi dan hyperplasia itu secara tampilan sama-sama membesar, tetapi yang
membedakannya adalah:
Hipertrofi : adalah pembesaran ukuran sel tanpa disertai penambahan junlah
selnya (jumlah sel tetap)

57
GENESIS Kelompok 8
Hiperplasia : adalah penambahan jumlah sel tetapi ukuran sel tidak mengalami
perubahan.

58

You might also like