Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara fungsional dan struktural faring terbagi atas tiga bagian, nasofaring,
ujung menyempit, terletak di belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding
belakang dibentuk oleh basi sfenoid, basi oksiput dan ruas pertama vertebra.
Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orifisium dari
tuba Eustachian terletak pada dinding lateral, di bagian depan dan belakang
terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas
dan samping dari torus tubarius merupakan ceruk dari nasofaring yang disebut
Gambar 2.1. Pemotongan sagital kepala menunjukkan nasofaring, rongga hidung dan
sinus paranasal. 1. Sinus sfenoidalis; 2. Meatus superior; 3. Meatus media; 4.Tubal
elevation; 5. Tonsil faringeal; 6. Pharyngeal orifice of Eustachian tube;
7. Salpingopharyngeal fold; 8. Pharyngeal recess; 9. Palatum mole; 10. Uvula; 11. Sinus
frontalis; 12. Sphenoethmoidal recess; 13. Superior nasal concha; 14. Middle nasal
concha; 15. Inferior nasal concha; 16. Vestibulum; 17. Meatus inferior; 18. Palatum
durum; 24. Atrium1
Sebagian besar dilapisi oleh epitel skuamous berlapis dan sekitar 40% dilapisi
oleh epitel kolumnar tipe respiratorius. Epitel skuamous terutama melapisi dinding
anterior dan posterior bagian bawah, juga bagian anterior dinding lateral. Epitel
kolumnar bersilia terutama melapisi regio posterior nares (choanae) dan atap dari
langsung atau berupa zona intermediet atau transisional, yang terdiri atas sel-sel
basaloid dengan sitoplasma minimal dan biasanya berbentuk bulat atau kuboid.
Kadang-kadang pada saat biopsi zona ini diduga sebagai daerah displasia atau
menjorok ke dalam stroma. Stroma kaya akan jaringan limfoid yang sering dengan
folikel limfoid yang reaktif. Permukaan mukosa dan kripta biasanya diinfiltrasi
oleh sel-sel limfoid yang banyak, yang meluas dan mengubah epitel sehingga
Gambar 2.2. Submukosa nasofaring dengan agregat limfoid merupakan keadaan normal
dan tidak boleh diinterpretasi sebagai suatu proses peradangan10
2.1.2. Epidemiologi
Secara global ditemukan sekitar 65.000 kasus baru KNF dengan 38.000
kematian pada tahun 2000. Sementara pada sebagian besar tempat di dunia jarang
dijumpai (dengan angka kejadian sekitar 1 dari 105 atau 0,6% dari seluruh
kanker),1,2 pada populasi tertentu insidensinya lebih tinggi pada ras China, Asia
Algeria dan Maroko), demikian juga wilayah Arctic (seperti Canada dan Alaska).
Persentase terbesar yang dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa (18,5 per
100.000 penduduk), disusul oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan terakhir
Prevalensi penderita KNF 4,7 orang per 100.000 penduduk pertahun yang
diambil dari data resmi Departemen Kesehatan tahun 1980. Penelitian Fachiroh di
Yogyakarta menyatakan insiden penderita KNF 3,9 orang per 100.000 penduduk.
Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati 511 penderita
baru KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1998-2000 ditemukan
130 penderita KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan leher. Dari
beberapa penyelidikan di Indonesia dan di luar negeri, kasus dini hanya ditemukan
antara 3,8%-13,9%, dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar
KNF seluruhnya berada pada stadium lanjut, tidak dijumpai penderita dengan
stadium dini.3,5,6,10,15
2.1.3. Etiologi
dari faktor lingkungan dan faktor genetik serta infeksi Epstein-Barr virus.16-21
namun KNF merupakan salah satu kanker tersering di Asia Tenggara dengan
insidensi berkisar 10-53 kasus per 100.000 penduduk. Insidensinya juga tinggi di
Alaska, Greenland dan Tunisia dengan kisaran 15-20 per 100.000 penduduk.
Terdapat risiko familial yang tinggi pada populasi Kanton dan pada orang-orang
dengan riwayat KNF pada keluarga. Banyak penelitian yang membuktikan adanya
kelainan pada kromosom antara lain translokasi, amplifikasi, dan delesi 3p, 5p dan
Inaktivasi gen supresor tumor pada 9p, 11q, 14q, dan 16q serta perubahan
onkogen pada kromosom 8 dan 12 juga ditemukan pada KNF. Beberapa studi
sering ditemukan pada KNF. Beberapa studi lain juga menunjukkan adanya
KNF. Cytochrome P450 2E1 (CYP2E1) dan Cytochrome P450 2A6 (CYP2A6)
nitrosamin dan karsinogen lain. Gen-gen ini diduga berperan dalam timbulnya
KNF.22
Salah satu studi di Cina pada keluarga penderita KNF dijumpai adanya
lokus yang rentan pada regio HLA (human leukocyte antigen). Studi dari
HLA A*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki resiko yang
menyatakan adanya hubungan pada risiko KNF dengan HLA-A2, HLA-B14, dan
HLA-B46.2
dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada
mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton
berbagai populasi (Kanton, Cina Selatan lainnya, Cina Utara dan Thailand)
jumlah besar yang dapat menjadi faktor karsinogenik terhadap KNF.3,20 Paparan
ikan asin sejak usia muda merupakan resiko tinggi KNF pada populasi Cina
Selatan. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai
pengganti air susu ibu pada saat menyapih. Peneliti lainnya mencoba
lainnya seperti udang asin, telur asin. Pada penelitian terhadap hewan percobaan
diketahui bahwa tumor nasal dan nasofaringeal dapat diinduksi pada tikus dengan
memberi ikan asin dalam makanan mereka. Pajanan di tempat kerja seperti asap,
paparan formaldehyde dan debu kayu juga telah diketahui merupakan faktor risiko
hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan
CHM.3,20
Hubungan dekat yang konstan antara EBV dan KNF, terlepas dari latar
khususnya IgA, terhadap EBV (yang tersering viral capsid antigen dan early
penderita kanker lainnya; (2) tingginya titer IgA antibodi terhadap EBV pada
penderita dengan tumor yang besar; (3) adanya DNA atau RNA EBV dalam
hampir semua sel KNF; (4) adanya EBV dalam bentuk episomal klonal,
menunjukkan bahwa virus telah berada di dalam sel tumor sebelum ekspansi
klonal; (5) adanya EBV dalam lesi prekursor KNF, tetapi tidak pada epitel
nasofaring normal. Bukti dianggap cukup untuk menyatakan bahwa EBV adalah
karsinogenik oleh the International Agency for Research on Cancer (IARC) pada
tahun 1997.1
Hubungan antara EBV dan KNF pertama kali ditemukan oleh Old et al
pada tahun 1966 dengan menggunakan metode in situ hybridization dan the
gen laten EBV yaitu EpsteinBarr virus nuclear antigen (EBNA), latent
membrane protein-1 (LMP-1), LMP-2, dan EBV encoded small RNAs (EBER)
dalam sel-sel KNF untuk mengkonfirmasi adanya infeksi EBV dalam sel-sel
dewasa di seluruh dunia positif mengandung EBV secara serologi. Beberapa studi
menemukan bahwa KNF dengan EBV tumbuh lebih cepat dan lebih cenderung
membran integral dengan potensi onkogenik, dikode oleh gen BNLF-1 (juga
dikenal sebagai gen LMP1) dari EBV, dapat mentransformasi sel hewan pengerat
dan mengubah fenotipe baik sel limfoid maupun sel sepitel. LMP1 terekspresi
dalam kebanyakan KNF, dan diduga kuat memiliki peranan penting dalam
Infeksi EBV dalam KNF merupakan tampilan dari pola latensi tipe II dari
encoded early RNAs (EBERs) juga diekspresikan secara kuat pada tumor ini.
2.1.4. Patogenesis
sangat terintegrasi dan kompleks molekul sinyal dalam patogenesis KNF masih
molekul dalam jalur sinyal tertentu yang terlibat dalam fungsi selular termasuk
proliferasi, adhesi, kelangsungan hidup, dan apoptosis telah dibuktikan dalam sel
KNF.21
Karena lokasi anatomisnya maka rongga nasofaring sulit untuk dilihat dan
tumor yang tumbuh sering tidak diketahui dan sedikit yang memberikan gejala
pada fase awal. Gejala sering hanya sedikit memberikan gejala pada waktu yang
lama dengan pola mirip dengan kelainan umum di hidung dan nasofaring.
belum terjadi metastasis regional sangat sulit dicapai baik di Indonesia maupun di
luar negeri.5
Gejala KNF dapat dibedakan antara gejala dini dan gejala lanjut. Gejala
dini merupakan gejala yang timbul sewaktu tumor masih tumbuh dalam batas
hidung dan gejala-gejala telinga). Gejala lanjut merupakan gejala yang timbul
karena tumor telah tumbuh keluar dari nasofaring, baik infiltrasi tumor ke jaringan
tumor antara lain tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga, rasa tersumbat,
suku/ras Cina datang dengan kemungkinan otitis media serosa maka ahli THT
yang biasanya muncul adalah epistaksis ringan dan obstruksi hidung. Perdarahan
Gejala obtruksi hidung biasanya menetap dan bertambah berat akibat massa tumor
menutup koana sehingga timbul gejala hidung tersumbat secara unilateral atau
bilateral. Bila tumor tumbuh ke bawah maka palatum mole akan terdesak sehingga
timbul gangguan menelan atau sesak. Bila tumor tumbuh ke atas, menjalar melalui
formen laserum dan foramen ovale masuk ke intrakranial dan mengenai dura
maka akan timbul sakit kepala hebat. Selanjutnya akan mengenai saraf kranial.
Keluhan saraf yang tersering adalah adalah paresis saraf abdusen (N VI) dengan
keluhan baal di pipi dan wajah atau timbul gejala neuralgia Trigeminal (nyeri
hebat pada daerah wajah, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan
lidah), biasanya secara unilateral.6,31 Bila mengenai N III dan IV akan timbul
ptosis dan oftalmoplegia. Lebih lanjut lagi akan mengenai N IX, X, XI dan XII.31
Pembesaran KGB leher adalah akibat penyebaran KNF secara limfogen. Lokasi
kas KGB leher yang membesar adalah daerah yang terletak di bawah angulus
tidak nyeri bila ditekan, tidak mudah digerakkan karena biasanya juga telah
maupun limfogen, biasanya ke tulang, paru, ginjal, limpa dan hati dengan gejala
II. Pembesaran KGB leher, gejala intrakranial (saraf dan mata), gejala
2.1.6. Pemeriksaan
Pada kasus yang dicurigai suatu KNF, maka perlu dilakukan pemeriksaan
lokal atau biopsi di bawah anestesi umum.6 Biopsi jaringan nasofaring mutlak
diagnostik tinggi, di mana tumor dini pada fossa Rosenmuller dapat terlihat. CT-
scan dengan kontras dapat menentukan batas tumor dan dapat menilai kelenjar
sitologik. Sediaan sitologik dari nasofaring diperoleh dengan beberapa cara antara
lain kerokan (scrapping), sikatan (brushing), usapan (swab) atau dengan biopsi
aspirasi jarum halus dengan penuntun. Akan tetapi hasilnya sering meragukan
bukan hanya berasal dari nasofaring tetapi juga dari beberapa jaringan lain di
sekitar kepala dan leher, bahkan dengan gambaran yang hampir sama, oleh karena
aspirasi jarum halus. Karena teknik ini mudah diagnosis dapat dibuat dalam waktu
singkat dengan akurasi yang cukup tinggi, maka di banyak sentra biopsi aspirasi
KNF.12,13
sebagai salah satu faktor penyebab berkembangnya KNF. Titer antibodi terhadap
EBV seperti IgA (Antibodi terhadap VCA-viral capsid antigen, maupun EA-early
nonkeratinizing carcinoma.1
2.1.7. Klasifikasi
squamous cell carcinoma ICDO 8071/3. Tipe KNF ini menunjukkan diferensiasi
umumnya lebih radiosensitif dan mempunyai hubungan yang kuat dengan EBV.
Sel-sel tumor dengan bentuk inti oval atau bulat vesikular dengan anak inti
menonjol. Batas antar sel tidak jelas dan dengan hubungan antar sel yang sinsitial;
(3). Basaloid squamous cell carcinoma (ICDO 8083/3). Merupakan tipe histologi
Tabel 2.1. Perubahan klasifikasi karsinoma nasofaring sejak tahun 1978 sampai
sekarang2
memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya. Dijumpai
dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel
plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal
pearls.1,12,35
A B
"spindel" dengan kromatin yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme
inti lebih jelas terlihat. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlah, sitoplasma
lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenali. Keratinisasi
merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi
ke arah sel skuamous. Bila keratinisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada
sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel
merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi tersebut sebagai
Gambar 2.5. Gambaran sitologi karsinoma sel skuamous, inti pleomorfik, kromatin
kasar, batas sel jelas, sitoplasma kebiruan.12
tidak teratur, lembaran yang diskohesif dan trabekula bercampur dengan limfosit
satu tumor atau biopsi yang diambil pada interval waktu yang berbeda dari pasien
yang sama mungkin menunjukkan gambaran subtipe yang berbeda. Ketika kedua
karsinoma sel transisional kandung kemih.1 Sel-sel menunjukkan batas antar sel
Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma ukuran sel lebih kecil, rasio inti
sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkromatik dan anak inti tidak menonjol.1,12
A B
Gambar 2.6. Nasopharyngeal nonkeratinizing carcinoma, differentiated type. A.
Karsinoma invasif menunjukkan degenerasi kistik dengan nekrosis. B. Pada pembesaran
kuat sel-sel tumor menunjukkan pleomorfisitas dan hiperkromatik yang jelas dengan rasio
inti-sitoplasma yang meningkat, mitosis yang juga meningkat dan polaritas yang
menghilang. Tidak dijumpai tanda-tanda keratinisasi.38
berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang membesar dan khromatin
pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma rapuh, dijumpai latar belakang sel-
sel radang limfosit diantara sel-sel epitel.1,12,36,37 Sebaran sel-sel tumor yang besar
A B
dengan sel-sel tumor yang besar tersusun sinsitial dengan batas sel yang tidak
jelas, inti vesikuler bentuk bulat sampai oval, dan nukleoli yang jelas di tengah.
Sel-sel sering terlihat padat atau bahkan tumpang tindih. Kadang-kadang, inti
dapat kaya akan kromatin dibanding vesikular. Sitoplasma sedikit yang amfofilik
atau eosinofilik.1,34 Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat
sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga
sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel
Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang
dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Tipe kedua yaitu tipe
Schmincke, sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel
radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma.12,14,35
Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara karsinoma
nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari karsinoma
nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan
berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Inti dari limfoma
biasanya dengan pinggir lebih iregular, kromatin kasar dan anak inti lebih kecil
A B
C D
Gambar 2.8. Nasopharyngeal nonkeratinizing carcinoma, undifferentiated subtype.
A. Disebut sebagai lymphoepithelial carcinoma, dengan karakteristik sel-sel limfoid
sebagian bercampur dengan sel-sel tumor membentuk agregat kecil sehingga sulit
menentukan asal sel dari epitel. B. Tampak sel-sel berbentuk spindel dengan inti
hiperkromatik dan nukleoli tidak menonjol. C. Sel-sel karsinoma dengan inti vesikular.
D. Kadang-kadang beberapa sel dapat menunjukkan amyloid globules di antara sel-sel
tumor, bahkan ada yang intraselular sehingga mendorong inti ke tepi1
cell carcinoma.1,12,35 Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan
sel-sel skuamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkromatik dan
tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan
palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara
Pembesaran KGB leher bagian atas merupakan gejala tersering dari KNF. 1
Lebih dari 90% dari metastasis KGB yang didiagnosis dengan aspirasi awal. Salah
satu bantuan yang sangat penting dalam penanganan tumor di leher, dan bagi
onkologi kepala dan leher secara umum adalah melihat tingkat KGB leher yang
terlibat.7 Insidensi lokasi metastasis KNF pada KGB leher diteliti oleh Ho et al
dapat dilihat pada gambar 2.12. Hasil meta-analisis dari 13 uji klinis
mengungkapkan bahwa KGB leher yang paling sering terlibat meliputi KGB
masing 69,4% & 70,4%. Selanjutnya kelompok KGB diikuti oleh tingkat III, VA,
Beberapa kelompok KGB leher, termasuk tingkat I, tingkat VI, parotis dan
kelenjar supraklavikula memiliki risiko yang sangat rendah untuk metastasis KNF.
berlangsung berantai secara teratur dari KNF primer. Terdapat risiko yang sangat
Pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada KGB leher yang
metastasis KNF, juga sebagai diagnosis awal dan untuk menentukan stadium.
situ hybridization untuk EBER baik pada apusan atau pada sel blok.1
A B
C
Gambar 2.13. Metastatis karsinoma nasofaring pada kelenjar getah bening. A. Gambaran
sitologi biopsi aspirasi KGB menunjukkan kelompokan sel-sel tumor di antara sel-sel
limfosit matur. B. Secara histologi dengan pembesaran sedang menunjukkan area dengan
pertumbuhan sel-sel tumor dengan kohesi antar sel yang kuat. C. Sel-sel tumor dengan
pewarnaan imunohistokimia dengan sitokeratin.1
Secara praktis semua sel tumor menunjukkan hasil positif kuat terhadap
dengan undifferentiated carcinoma dari tempat lain (misalnya paru atau tiroid)
yang terwarnai secara fokal. Juga terwarnai positif kuat dengan high molecular
antigen biasanya memberi reaksi secara fokal saja, pada kebanyakan kasus
Beberapa marker lain untuk KNF antara lain p53, epidermal growth factor
receptor (EGFR), vascular endothelial growth factor (VEGF), Ki-67 dan c-erbB2
EBER.9,15,21,24,27,28,38,39
A B
Gambar 2.14. Pewarnaan imunohistokimia pada nonkeratinizing carcinoma
undifferentiated subtype. A. In-situ hybridization for EBER menunjukkan reaksi positif
pada semua inti sel tumor (nuclear labeling). B. Imunohistokimia dengan pan sitokeratin
menunjukkan reaksi positif pada epitel permukaan dan pada kelompokan ireguler sel-sel
tumor di dalam stroma.1
Stadium IIB : T1, N1, M0; atau T2a, N1, M0; atau T2B, N0,N1, M0
Stadium III : T1, N2, M0; atau T2a, T2b, N2 M0; atau T3, N0, N1, N2, M0
2.1.12. Penatalaksanaan
kanker pada kepala dan leher lain. Radioterapi pada KNF stadium dini (I dan II)
merupakan terapi pilihan, sedangkan pada stadium lanjut (III dan IV)
diseksi leher untuk mengontrol KGB yang radioresisten dan metastasis leher
setelah radioterapi. Terapi bedah juga dilakukan pada kasus relaps di nasofaring
2.1.13. Prognosis
Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia (lebih baik pada pasien usia
muda), staging klinik dan lokasi dari metatasis regional (lebih baik pada yang
terbatas pada leher atas dibandingkan pada leher bawah).10 Studi terakhir dengan
stadium I 98%, stadium II A-B 95%, stadium III 86%, dan stadium IV A-B
dalam tengkorak maupun leher. Diagnosis dini yaitu menemukan kasus KNF pada
stadium I dan IIA, dimana belum terjadi metastasis regional. Keadaan ini sangat
2.2. LMP1
membran integral dengan potensi onkogenik, dikode oleh gen BNLF-1 (juga
dikenal sebagai gen LMP1) dari EBV, dapat mentransformasi sel hewan pengerat
dan mengubah fenotipe baik sel limfoid maupun sel sepitel. LMP1 terekspresi
dalam kebanyakan KNF, dan diduga kuat memiliki peranan penting dalam
domains, dan long cytoplasmic carboxy terminal portion. LMP1 berfungsi sebagai
sinyal. Secara fungsional LMP1 mirip dengan CD40 yang merupakan anggota
(CTAR-1) dan CTAR-2, dalam cytoplasmic carboxy terminus dari LMP1, dapat
manusia melalui aktivasi sejumlah jalur sinyal seluler, termasuk NF-kB, JNK,
mengubah beberapa materi fungsional yang terlibat dalam progresi dan invasi
transkripsi dan ekspresi MMP-9 melalui NF-kB dan AP-1 yang menjadi salah satu
mekanisme LMP1 dalam memediasi invasi dan metastasis sel-sel KNF. Selain itu
LMP1 juga meningkatkan transkripsi dan ekspresi VEGF dalam lini sel-sel KNF
melalui jalur JAK3/STAT3. LMP2 tidak terlibat dalam transformasi sel B secara
mempertahankan virus dalam tubuh. Pada studi ini dinyatakan bahwa LMP1
LMP1 menjadi strategi yang menjanjikan untuk terapi target pada KNF.28
IL-8. LMP1 juga dapat menginduksi ekspresi CD70, anggota dari keluarga TNF
pada sel epitel secara in vitro. LMP1 dapat menginduksi matrix metalloproteinase
dalam berbagai tahapan siklus sel dalam patogenesis KNF (gambar 2.15).21 Pada
studi ini dijelaskan peranan LMP1 pada jalur MAPK seperti JNK dan ERK yang
output di hilir berupa proliferasi dan pertumbuhan sel. LMP1 juga berperanan
terhadap radioterapi.21
Gambar 2.15. Sekilas jalur sinyal dalam patogenesis karsinoma nasofaring yang
diperankan oleh LMP1. Inisiasi sinyal protein di hulu (upstream) dimulai dengan LMP1.
Kegiatan selanjutnya menginduksi protein di hilir (downstream) dalam beberapa jalur
seperti -catenin, NF-kB, dan AP-1 menyebabkan gangguan regulasi proliferasi sel
(CDK/cyclin protein), transformasi sel (TERT), peningkatan angiogenesis (IL-8) dan
metastasis (E-cadherin, MMPs), dan penghambatan apoptosis (Bcl-2, p53).21
signifikan pada tampilan LMP1 dan LMP2 dalam kaitannya dengan hasil terapi,
telah membuktikan bahwa LMP1 dan LMP2 memainkan peran utama dalam hasil
terapi, hal ini sesuai dengan teori yang menduga LMP1 sebagai agen antiapoptotik
antibodi terhadap LMP1, Bcl-2, Bax, Fas (CD95), Fas-Ligand, CD3, CD4, CD8,
akumulasi p53 pada kebanyakan biopsi KNF bersama dengan Ki-67 yang
berkorelasi dengan ekspresi LMP1 dan pengurangan apoptosis. Protein Bcl-2 dan
Bax ternyata ditemukan pada sel-sel KNF (masing-masing 69% dan 65%) maupun
pada sel-sel limfosit dan folikel limfoid. memodulasi jalur yang dipicu sitokrom
kenyataannya juga dengan Bcl-2 yang lebih kuat. Upregulasi MMP-9 telah
terbukti berkorelasi dengan peningkatan invasi dan metastasis sel tumor. LMP1
menginduksi ekspresi MMP-9 oleh aktivasi NF-kB dan AP-1 dan LMP1
A B
Gambar 2.16. Pewarnaan imunohistokimia pada jaringan karsinoma nasofaring.
A. dengan EBER; B. dengan LMP142
jalur sinyaling dalam siklus sel, yaitu NF-kB, JNK, p38/MAPK, dan JAK/STAT
yang dipengaruhi oleh LMP1. Kaskade aktivasi yang berhubungan dengan LMP1
CD58), ekspresi marker aktivitas sel B (CD23, CD39, CD40, CD44, dan HLA
kelas II), dan perubahan morfologi sel seperti penggumpalan seluler. Interaksi
LMP1 juga menyebabkan overekspresi protein BCL-2 dan A20, yang melindungi
nilai yang signifikan dalam menentukan perilaku sel-sel tumor yang lebih invasif,
lebih cenderung bermetastasis dini, lebih resisten terhadap obat-obat anti tumor
sehingga menyebabkan prognosis yang lebih buruk dibanding sel-sel tumor yang
Lingkungan
Genetik