You are on page 1of 21

MAKALAH BEDAH MULUT

ANASTESI LOKAL

D
I
S
U
S
U
N
OLEH

JOJOR SILABAN
04124707022
MUTIARA HERLYN
04124707024

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

4
Anastesi Lokal pada Gigi
1.Pengertian Anastesi Lokal
Anestesi Lokal adalah obat yang mampu menghambat konduksi saraf
(terutama nyeri) secara reversibel pada bagian
tubuh yang spesifik.1
(1.https://farmakologi.files.wordpress.com/2008/11/anestesi-lokal.pdf)
Anestetika lokal yang ideal :
- tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen
- batas kemanan lebar
- onset cepat
- durasi cukup lama
- larut air
- stabil dalam larutan
- dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.
Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus
aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh
ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi :
- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain)
- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)

2. Mekanisme Kerja
Bekerja langsung pada sel saraf & menghambat kemampuan sel saraf
mentransmisikan impuls melalui aksonnya. Target anestetika lokal adalah saluran Na+
yang ada pada semua neuron. Saluran Na+ bertanggung jawab menimbulkan potensial
aksi sepanjang akson dan membawa pesan dari badan sel ke terminal saraf. Anestetika
lokal berikatan secara selektif pada sal. Na+, sehingga mencegah terbukanya sal.

3.Farmakokinetik
Struktur obat anestetika lokal mempunyai efek langsung pada efek terapeutiknya. Semuanya
mempunyai gugus hidrofobik (gugus aromatik) yang berhubungan melalui rantai alkil ke
gugus yang relatif hidrofilik (amina tertier).
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
- kadar obat dan potensinya
- jumlah pengikatan obat oleh protein dan pengikatan obat ke jaringan lokal
- kecepatan metabolisme
- perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.

Pemberian vasokonstriktor (epinefrin) + anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik. Vasokonstriktor tidak boleh digunakan pada daerah
dengan sirkulasi kolateral yang sedikit dan pada jari tangan atau kaki dan penis. Golongan
ester (prokain, tetrakain) dihidrolisis cepat menjadi produk yang tidak aktif oleh kolinesterase
plasma dan esterase hati. Bupivakain terikat secara ekstensif pada protein plasma.
4 Farmakodinamik
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi
anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung.
Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam
terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya
kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena
biasanya infeksi mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.
5 Efek Samping
Efek sistem saraf pusat : depresi, stimulasi, atau keduanya, tergantung jalur saraf yang
dipengaruhi anestetika lokal.
Overdosis anestetika lokal dapat menyebabkan :
- penurunan transmisi impuls pada neuromuscular junction dan sinaps ganglion
- mengakibatkan kelemahan dan paralisis
otot.

Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi


Anestesi lokal secara parenteral diberikan untuk infiltrasi dan anestesi blok saraf.Infiltrasi
anestesi umumnya digunakan untuk pembedahan minor dan perawatan gigi.Anestesi blok
saraf digunakan untuk pembedahan, perawatan gigi, dan prosedur diagnosisdan pengontrolan
rasa sakit. Karena keanekaragaman dari mekanisme absorpsi dan toksisitasnya, pemilihan
jenis dan konsentrasi anestesi lokal yang ideal tergantung padaprosedur yang akan
dilakukan.Dalam bidang kedokteran gigi, secara umum anestesi lokal diindikasi untuk
berbagaitindakan bedah yang dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan oleh
pasien, diantaranya yaitu ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi, gingivoplasti, bedah
periodontal,pulpektomi, pulpotomi, alveoplasti,
bone grafting
, implant, perawatan fraktur rahang,reimplantasi gigi avulse, perikoronitis, kista, bedah
pengangkatan tumor, bedah pengangkatanodontoma dan juga penjahitan dan
Flapping pada jaringan muko-periosteum.
Sedangkan, kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal meliputi:
1) adanya infeksi/inflamasi akut pada daerah injeksi apabila melakukan anestesi
secarainjeksi. Hindari blocking saraf inferior gigi pada dasar mulut atau area retromolar.
2) Penderita hemofilia, Christmas Disease,Von Willebrand Disease.
3) Alergi
4) Penderita hipertensi
5) Penderita penyakit hati/liverPenderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya
kelainan hati dan ginjal.

Faktor-faktor pemilihan anestesi:

Area yang dianestesi

Durasi

Kedalaman

Adanya infeksi

Kondisi pasien

Umur pasien

hemostatistika

Anestesi Lokal di Kedokteran Gigi

1. Ester

2. Amida

3. Hidroksi

ANESTESI PADA PENCABUTAN GIGI

Injeksi Supraperiosteal
Keringkan membran mukosa dan olesi dengan antiseptik. Pasien dilarang menutup
mulut sebelum injeksi dilakukan. Dengan menggunakan kassa atau kapas yang diletakkan di
antara jari dan membran mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang
bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk
memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial.

Untuk memperjelas dapat diulaskan yodium pada jaringan tersebut. Membran mukosa
akan berwarna lebih gelap, suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah
ke tulang dengan mempertahankan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum
menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari
gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa sakit, obat dikeluarkan secara perlahan.
Anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit.

Nervus Alveolaris Superior Posterior

Untuk molar ketiga, kedua dan akar distal dan palatal molar pertama.
Titik suntikan terletak pada lipatan mukobukal di atas gigi molar kedua atas, gerakkan jarum
ke arah distal dan superior kemudian suntikkan obat anestesi 1-2 ml di atas apeks akar gigi
molar ketiga.

Untuk melengkapi anestesi pada gigi molar pertama, dapat diberikan injeksi
supraperiosteal di atas apeks akar premolar kedua. Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif,
sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan penyuntikan pada nervi palatini
minor sebagai tambahan.

Nervus Alveolaris Superior Medius

Untuk premolar pertama dan kedua, serta akar mesial gigi molar pertama.
Titik suntikan adalah lipatan mukobukal di atas gigi premolar pertama. Jarum diarahkan ke
suatu titik sedikit di atas apeks akar, kemudian suntikkan obat anestesi perlahan-lahan. Agar
akurat, raba kontur tulang dengan hati-hati. Injeksi ini cukup untuk prosedur operatif,
sedangkan untuk ekstraksi atau bedah peri odontal, dilakukan injeksi palatinal.

Nervus Alveolaris Superior Anterior


Untuk keenam gigi anterior. Titik suntikan terletak pada lipatan mukolabial sedikit
mesial dari gigi kaninus. Jarum diarahkan ke apeks kaninus, suntikkan obat di atas apeks akar
gigi tersebut. Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah,
harus ditambahkan injeksi palatinal pada regio kaninus atau foramen insisivus.

Injeksi Blok

Obat anestesi disuntikkan pada suatu titik di antara otak dan daerah yang dioperasi,
menembus batang saraf atau serabut saraf pada titik tempat anestesi disuntikkan sehingga
memblok sensasi yang datang dari distal.

Keuntungannya adalah hanya dengan sedikit titik suntikan dapat diperoleh daerah
anestesi yang luas dan dapat menganestesi tempat-tempat yang merupakan kontraindikasi
injeksi supraperiosteal.

Blok anestesi biasanya paling efektif pada molar kedua bawah. Jika blok menyeluruh
pada salah satu sisi mandibular tidak diperlukan, atau bila karena alasan tertentu injeksi
mandibular menjadi kontraindikasi, blok sebagian bisa dilakukan dengan injeksi mentalis.

Jika sulit melakukan anestesi terhadap gigi atas dengan menggunakan injeksi supraperiosteal
atau jika diperlukan anestesi untuk beberapa gigi sekaligus, akan lebih efektif bila digunakan
injeksi infraorbital atau zigomatik.

Injeksi Mandibular

Dilakukan palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari
menempel pada linea oblikua. Dengan bagian belakang jarum suntik terletak di antara kedua
pre molar pada sisi yang berlawanan jarum diarahkan sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi
mandibula ke arah ramus dan jari. Jarum ditusukkan pada apeks trigonum pterygomandibu
lar dan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum serta otot yang menutupi fasies interna
ramus diteruskan sampai ujungnya kontak dengan dinding posterior sulkus mandibularis.
Keluarkan 1,5 ml obat anestesi di sini (rata-rata kedalaman insersi jarum adalah 15 mm, tapi
bervariasi tergantung ukuran mandibula dan proporsinya berubah sejalan dengan
pertambahan umur). Dapat juga menganestesi nervus lingualis dengan cara mengeluarkan
obat anestesi pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.
Injeksi Mentalis

Untuk menganestesi gigi premolar dan kaninus untuk prosedur operatif. Untuk
menganestesi gigi insisivus, serabut saraf yang bersimpangan dari sisi yang lain juga harus
diblok.
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di salah satu apeks
akar gigi premolar tersebut. Pipi ditarik ke arah bukal dari gigi premolar. Jarum dimasukkan
ke dalam membran mukosa di antara kedua gigi premolar dengan jarak 10 mm eksternal dari
permukaan bukal mandibula. Posisi jarum suntik membentuk sudut 45 terhadap permukaan
bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai
menyentuh tulang. Masukkan 0,5 ml obat anestesi, tunggu sebentar. kemudian gerakkan
ujung jarum tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen (jaga agar
tetap membentuk sudut 45 agar jarum tidak terpeleset ke balik periosteum dan memperbesar
kemungkinan masuknya jarum ke foramen), dan masukkan kembali 0,5 ml obat anestesi
dengan hati-hati. Untuk ekstraksi harus dilakukan injeksi lingual.

Injeksi Lingual

Untuk gigi premolar dan gigi anterior, karena jaringan lunak pada permukaan lingual
mandibula tidak teranestesi dengan injeksi foramen mental dan injeksi mandibular.

Jarum disuntikkan pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang
dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, daerah ini sulit dicapai dengan jarum lurus. Jadi
jarum sebaiknya dibengkokkan dengan cara menekannya di antara ibu jari dan jari lain.

Injeksi Nervus Nasopalatinus

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum sepertiga anterior palatum, yaitu
dari kaninus satu ke kaninus yang lain. Titik suntikan terletak sepanjang papil insisivus yang
berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan
ke atas pada garis tengah menuju kanalis palatina anterior. Walau anestesi topikal bisa
digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini
mutlak harus dipakai untuk injeksi nasopalatinus. Sebaiknya dilakukan anestesi permulaan
pada jaringan yang akan dilalui jarum.
Injeksi Nervus Palatinus Mayor

Untuk ekstraksi gigi atau anestesi mukoperiosteum palatum dari tuber maksila sampai
ke regio kaninus dan dari garis tengah ke krista gingiva pada sisi bersangkutan.
Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di
sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan obat anestesi sedikit
mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral. Karena hanya bagian dari nervus palatinus
mayor yang keluar dari foramen palatinum posterior yang akan dianestesi, jarum tidak perlu
diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau penyuntikkan obat anestesi
dalam jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya nervus BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Kontrol nyeri sangat penting dalam praktek operasi kedokteran gigi. Kontrol nyeri
yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-
buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai
tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi
dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat
jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik. (1)

Menurut istilah, anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian
tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi
atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anestesi umum yang
meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anestesi memblok secara reversible pada system
konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik.
(2)
Untuk menghasilkan konduksi anestesi, anestesi local diinjeksikan pada permukaan tubuh.
Anestesi lokal akan berdifusi masuk ke dalam syaraf dan menghambat serta memperlambat
sinyal terhadap rasa nyeri, kontraksi otot, regulasi dari sirkulasi darah dan fungsi tubuh
lainnya. Biasanya obat dengan dosis atau konsentrasi yang tinggi akan menghambat semua
sensasi (nyeri, sentuhan, suhu, dan lain-lain) serta kontrol otot. Dosis atau konsentrasi akan
menghambat sensasi nyeri dengan efek yang minimal pada kekuatan otot. (1)
Anestesi local dapat memblok hampir setiap syaraf antara akhir dari syaraf perifer dan system
syaraf pusat. Teknik perifer yang paling bagus adalah anestesi local pada permukaan kulit
atau tubuh. (1)

Adapun manfaat dari anestesi local adalah sebagai berikut : (1)

Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri


Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untuk kondisi operasi
yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghilangkan nyeri pada pasien meski
bersifat sementara merupakan ukuran tercapainya tujuan terapi.

Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi yang bebas nyeri
sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai metode yang aman dan efektif untuk
semua pasien operasi dentoalveolar.

Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggunakan anestesi


umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penting untuk mengurangi
ketidaknyamanan pasien. (1)

Keuntungan dari anestesi local yaitu : (1)

Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien

Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks

Tidak ada resiko obstruksi pernapasan

Durasi anestesi sedikitnya satu jam dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan operasi gigi minor atau adanya kesulitan dalam prosedur.

Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi.

Pasien-pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat mentolerir
pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diinginkan

Tidak dibutuhkan ahli anestesi. (1)


Untuk mencapai keadaan anestesi lokal, dikenal beberapa cara pemberian, khusus dibidang
kedokteran gigi yaitu : (1)

Anestesi topikal

Anestesi infiltrasi

Anestesi blok

Field blok

Nerve blok

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip dasar dari anestesi lokal juga berlaku untuk anestesi blok syaraf serta untuk teknik
lainnya. Larutan anestesi lokal didepositkan didekat atau disekitar bundel serat syaraf, untuk
mendapatkan anestesi jaringan yang disuplai oleh bundel nerovaskular. Perbedaan pertama
pada kasus anestesi blok syaraf adalah diperlukannya sejumlah besar larutan anestetik lokal
untuk memperoleh anestesi yang memadai. Selain itu, ukuran anatomi dari bundel syaraf
membuat larutan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menembus bagian tengahnya,
jadi harus diberikan waktu yang lebih lama sebelum prosedur operasi dilakukan. (2)
Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari
pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat
jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua
cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)

Anastesi blok berfugsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi
blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan
anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)

II.1 Macam-macam Anestesi Lokal Pada Maksila : (4)

Anestesi Gigi Geligi Permanen

Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama diinervasi
oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama
akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar dan mukoperiosteum
yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari
kanalis tulang, akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya.
Teknik ini disebut blok gigi superior posterior.

Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering
digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek
anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteri-arteri kecil yang ada di
daerah ini.

Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal
serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi
superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-struktur
tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang
mensuplai premolar kedua. (4)

Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen

Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi
superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf
infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral, insicivus lateral atau
kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml
larutan anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. (4)

Anastesi Jaringan Palatal

Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas
dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk
membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus dan
kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion speno-palatina.
Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan
premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang
di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis tengah palatun dan tepi
gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian
berjalan naik untuk bergabung dengan ganglion speno-palatina yang berhubungan dengan
saraf maksilaris.

Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus
palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai
konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini menyebabkan
suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa
untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih
dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa
kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah
ke tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla
insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya
dihindari. (4)

Suntikan Infraorbital

Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional
umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat
bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah insisivus dan
kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior
dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan.

Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice foramen
infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah,
menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar serta struktur
pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan
menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum
tambahan.
Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik
infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang
pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital,
kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan
tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat digunakan untuk membuka
bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. (4

II.2 Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila

II.2.1 Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior

Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum
keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut. Injeksi
yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi
N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk
ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau
foramen incisivum. (2)

II.2.2 Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior

Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar
terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45, memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan
disto bukkal maxilla. (2)

Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid
pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi
deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. (2) Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu
Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum.

Jaringan ikat dan membran mukosa

Anatomi landmarks : (2)

Lipatan zygomatikus pada maxilla


Processus zygomatikus pada maxilla

Tuberositas maxilla

Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula.

Tekniknya : (2)

Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter

Operator berdiri sebelah kanan depan. Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris
sebelah kanan penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah
posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus. Lengan kita turun kebawah
sehingga jari telunjuk membuat sudut 90 terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan
membentuk sudut 45 bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita
dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat ditarik kelateral posterior
Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum. Ambil spuit yang telah
disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih
dahulu. Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam - inch
Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahan-lahan sebanyak 1,5
cc.

II.2.3 Blok Nervus Intra Orbital

Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan
menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari
tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum
dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan
sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic didepositkan .
pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat.
Biarkan keadaan ini selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia yang
memadai. (2)

Saraf yang teranestesi : (2)

Nervus alveolaris superior, anterior dan medium

Nervus infra orbital


Nervus palpebra inferior

Nervus nasalis lateralis

Nervus labialis superior

Daerah yang teranestesi : (2)

Gigi incisivus sampai premolar

Akar mesio bukkal dari molar satu

Jaringan pendukung dari gigi tersebut

Bibir atas dan kelopak atas

Sebagian hidung pada sisi yang sama

Anatomi Landmark : (2)

Infra orbital ridge

Supra orbital notch

Gigi anterior dan pupil mata

Tekniknya : (2)

Intra oral approach

Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas
membentuk 45 dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depan
Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke
infra orbital dan gigi premolar dua rahang atas. Bila sudah menemukan infra orbital notch,
maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira cm, disinilah
akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya foramen infra orbital
Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat
foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mata
Bibir atas diangkat dengan ibu jari. Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua
rahang atas. Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch. Jarum suntikan tersebut ditusukkan
pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang
telah dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan
beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga
mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada
foramen tersebut. Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1 cc (jumlah
larutan tersebut tergantung dari kebutuhan) (2)

b. Extra oral approach :

Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan.

Tekniknya : (2)

Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah
kemungkinan bahaya untuk mata. Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra
orbital, kita memasukkan jarum dengan membuat sudut 45, dan jarum tersebut diluncurkan
sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan
larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang
masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira
0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu
cepat karena dapat menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya
analgesia cukup cepat.

II.2.4 Blok Nervus Naso Palatinus

Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian
bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan.(2)

Anatomi Landmark : (2)

Incisivus papilla

Incisivus centralis

Tekniknya : (2)
Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus
disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah
paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median.
Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara
perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc. Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek
Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan
mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar dari
foramen palatina besar.

Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan
melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan.

II.2.5 Blok Nervus Palatinus Anterior

Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian
posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2)

Anatomi Landmark : (2)

Molar dua dan tiga maxilla

Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla

Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah
palatum.

Indikasi : (2)

Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga

Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum.

Tekniknya : (2)

Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua,
molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median. Jika tempat tersebut telah
ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah
kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan). Sehingga membentuk sudut 90 dengan
curve tulang palatinal. Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan
tulang kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Teknik-teknik anastesi blok pada maksila : (3)

Injeksi Zigomatik

Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi diatas akar distobukal molar kedua atas.
Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum
harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus
venosus pterygoideus.

Perlu diingat bahwa injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal
molar pertama atas. Karen itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif
atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk
ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukanlah injeksi n.palatinus major. (3)

Injeksi Infraorbital

Pertama-tama tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Foramen ini terletak
tepat dibawah crista infraorbitalis pada garis vertikal yang menghubungkan pupil mata
apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangna
dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar ke dua, kira-kira 5 mm ke luar dari
permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai
jarum dirasakan masuk kedalam foramen infraorbitale di bawah jari yang mempalpasi
foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan. Beberapa operator
menyukai pendekatan dari arah garis median, dalam hal ini, bagian yang di tusuk adalah pada
titik refleksi tertinggi dari membran mukosa antara incisivus sentral dan lateral. Dengan cara
ini, jarum tidak perlu melalui otot-otot wajah.
Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbita, klinisi pemula sebaiknya
mengukur dulu jarak dariforamen infraorbitale ke ujung tonjol bukal gigi premolar ke dua
atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Apabila ditransfer pada siringe jarak
tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergigi.
Pada waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan
terletak tepat pada foramen infraorbitale jika garis batas tepat setinggi ujung bukal bonjol gigi
premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa
dirasakan. (3)

Injeksi N. Nasopalatinus

Titik suntikan terletak sepanjang papilla incisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di
posterior gigi insicivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju
canalis palatina anterior. Walaupun anestesi topikal bisa digunakan untuk membantu
mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus digunakan untuk
injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jarigan
yang akan dilalui jarum.

Injeksi ini menganestesi mukoperosteum sepertiga anterior palatum yaitu dari kaninus satu ke
kaninus yang lain. Meskipun demikian bila diperlukan anestesi daerah kaninus, injeksi ini
biasanya lebih dapat diandalkan daripada injeksi palatuna sebagian pada daerah kuspid
dengan maksud menganestesi setiap cabang n.palatinus major yang bersitumpang. (3)

Injeksi Nervus Palatinus Major

Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas di
sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum sedikit
mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.

Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus (foramen
palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke
foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam jumlah besar pada orifisium
foramen akan menyebabkan teranestesinya n.palatinus medius sehingga palatum molle
menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke regio kaninus
dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan. (3)

Injeksi Sebagian Nervus Palatinus

Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan
bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik. Kadang-kadang bila injeksi
upraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk prosedur dentistry operatif pada regio
premolar atau molar atas, gigi tersebut masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila
dilengkapi dengan mendeponir sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang
perjalanan n.palatinus major. (3)

IV.2 Kegagalan Anatesia(5)

Banyak kasus kegagalan dalam mendapatkan anestesia yang memadai dengan injeksi
anestetikum lokal. Beberapa mengkin gagal sama sekali, sedangkan lainnya hanya pada
injeksi atau daerah mulut tertentu saja. Memang ada variasi individual dalam menerima efek
obat-obatan tertentu. Pada pasien yang peka terhadap anestetikum lokal, sejumlah kecil
anestetikum saja sudah dapat berdifusi dengan mudah dan memberikan efek anestesia yang
kuat pada daerah yang luas, sedangkan pada pasien yang kurang peka diperlukan larutan yang
lebih banyak dan waktu yang lebih lama.

Rasa takut bisa menyebabkan pasien menjadi gelisah meski sebenarnya ia tidak merasa takut.
Anomali inervasi nervus atau variasi bentuk dan kepadatan tulang juga dapat menghambat
usaha operator untuk mendapat efek anestesi yang layak. Kurangnya pengetahuan mengenai
anatomi bisa mengakibatkan teknik anetesi yang digunakan kurang baik sehingga akhirnya
menimbulkan kegagalan.

Kecerobohan, rasa percaya diri yang berlebihan, keacuhan atau operasi yang dilakukan
sebelum efek anestesi maksimal, merupakan penyebab kegagalan pada beberap kasus.
Operasi yang dilakukan sebelum efek anestesi yang memuaskan diperoleh, akan memberikan
hasil akhir yang meragukan. Jaringan-jaringan yang mengalami peradangan dan infeksi
kronis tidak mudah dianestesi.(5)
Pada injeksi n.mentalis, kegagalan akan timbul apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen
mentale atau jika n.lingualis atau nn.cervicales superficiales tidak teranestesi.

BAB III

PENUTUP

I.1 KESIMPULAN

Anestesi local (anestesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa
desertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat
anestesi pada daerah spesifik tubuh.

Anestesi blok berfungsi untuk mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari anastesi
blok yaitu pada pasien dengan pendarahan, walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan
anastesi blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan teknik yang baik. (2)

Kemudian, Pada teknik anastesi ini kita lakukan penghambatan jalannya penghantar
rangsangan dari pusat perifer. (2)

Dikenal dua cara yaitu :

Nerve blok yaitu : anestesi lokal dikenakan langsung pada syaraf, sehingga menghambat
jalannya rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.

Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan operasi, sehingga menghambat semua
cabang syaraf proksimal sebelum masuk kedaerah operasi. (2)

You might also like