You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN DIABETES MELITUS

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Bedah

oleh
Putri Mareta Hertika, S.Kep
NIM 122311101014

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Militus di


ruang rawat inap Adenium RSD dr. Soebandi telah disetujui dan di sahkan pada
tanggal:
Hari, tanggal : 2017
Tempat: Ruang Rawat Inap Adenium

Jember, Januari 2017


Mahasiswa

Putri Mareta Hertika, S.Kep.


NIM 122311101014

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


Ruang Rawat Inap Adenium Stase Keperawatan Medikal
RSD dr. Soebandi Jember PSIK Universitas Jember

____________________________ ____________________________
NIP NIP
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL PADA KLIEN
DENGAN DIABETES MELITUS DIRUANG ADENIUM RSD dr.
SOEBANDI JEMBER
Oleh : Putri Mareta Hertika, S. Kep.

1. Kasus
Diabetes Melitus
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta
dan delta.Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)Ada empat jenis sel penghasil
hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut yaitu:
1. Sel alfa mensekresi glukagon (meningkatkan kadar gula darah).
2. Sel beta mensekresi insulin (menurunkan kadar gula darah).
3. Sel delta mensekresi somatostatin (menghambat sekresi glukagon dan
insulin).
4. Sel F mensekresi polipeptida pankreas (fungsi tidak jelas namun
dilepaskan setelah makan)

Gambar 1. Gambar anatomi pankreas


Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa
darah yaitu glukagon.Insulin memiliki efek fisiologis yaitu untuk menyediakan
glukosa untuk sebagian sel tubuh, terutama untuk otot dan adiposa melalui
peningkatan aliran glukosa yang melewati membran sel dalam mekanisme carrier
(tidak memfasilitasi aliran glukosa ke jaringan otak, tubulus ginjal, mukosa usus,
atau sel-sel darah merah), memperbesar simpanan lemak dan protein dalam tubuh
dengan cara meningkatkan transpor asam amino dan asam lemak dari darah ke
dalam sel dana meningkatkan sintesis protein dan lemak serta menurunkan
katabolisme protein dan lemak. Insulin juga meningkatkan penggunaan
karbohidrat untuk energi dengan memfasilitasi penyimpanan glukosa dalam
bentuk glikogen pada otot rangka dan hati, dan memeperbesar cadangan glukosa
berlebih dalam bentuk lemak pada jaringan adiposa (Sloane, 2003). Sedangkan
glukagon memiliki efek fisiologi yaitu meningkatkan penguraian glikogen hati
menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat dan meningkatkan
sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat dalam hati. Insulin sendiri kerjanya
di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1. Efek terhadap kadar glukosa darah
2. Efek glukagon
3. Hormon yang secara tidak langsung mempengaruhi sekresi insulin
Hormon pertumbuhan, ACTH, dan hormon gastrointestinal sepeti gastrin,
sekretin, dan kolesistokinin, semuanya menstimulasi sekresi
insulin.Somastostatin yang diproduksi oleh sel-sel delta pankreas dan
hipotalamus, menghambat sekresi insulin dan glukagon serta menghalangi
arbsorpsi intestinal terhadap glukosa.

Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormon lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati.
Gambar 2. Sintesis Insulin
Gambar 3 Pengaturan Kadar Gula Darah
b. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer
& Bare, 2002).Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Silvia, 2006).Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin
atau penurunan sensivitas insulin (Amin et al, 2013).
Pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus
merupakan kelainan pada salah satu organ tubuh manusia yaitu pankreas yang
meghasilkan insulin yang berperan sebagai pengantar glukosa ke seluruh tubuh
yang mengakibatkan gangguan metabolisme pada tubuh manusia dan
menyebabkan hiperglikemi.

c. Penyebab
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO dalam
Price & Wilson, 2006 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
a) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan
antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran
sel-sel beta.
b) Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik.
b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi
c) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau
toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
d) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel beta
pankreas
d. DM Tipe Lain
e) Penyakit pankreas, seperti : pancreatitis, Ca Pankreas dll
f) Penyakit hormonal, seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel
ini hiperaktif dan rusak.

g) Obat-obatan
a. Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
b. Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.
Riyadi dan Sukarmin (2008) menyebutkan bahwa penyebab resistensi
insulin pada diabetes mellitus sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang
banyak berperan antara lain:
1. Kelainan Genetik
Diabetes mellitus dapat menurun dari keluarga atau pasien diabetes mellitus,
hal ini terjadi karena DNA pada pasien diabetes mellitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi
insulin.
2. Usia
Manusia mengalami penurunan fisiologis yang dramatis menurun dengan
cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Pola makan
Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan
pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi dapat merusak
pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi
insulin.
4. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
5. Stres
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber
energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi
menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan
insulin.
6. Infeksi
Bakteri atau virus yang masuk ke dalam pankreas akan mengakibatkan sel-sel
pankreas rusak. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
d. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi diabetes mellitus menurut Riyadi dan Sukarmin,
(2008) membedakan penyakit ini berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai
patogenesisnya, yaitu Diabetes Mellitus tipe I : Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM), Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya, serta Diabetes Mellitus gestasional (GDM).
1. Diabetes Mellitus tipe I
Merupakan diabetes mellitus yang tergantung pada insulin atau insulin
dependent diabetes mellitus (IDDM). Pasien diabetes mellitus tipe I menghasilkan
sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Pada diabetes mellitus
tipe I ini terjadi kerusakan sel-sel beta pangkreas yang diperkirakan terjadi akibat
kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin juga karena infeksi (Smeltzer
dan Bare, 2002). Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30
tahun, tetapi bisa pula terjadi pada semua usia. Faktor lingkungan seperti infeksi
virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal menyebabkan
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin.Terjadi kekurangan insulin
yang berat dan pasien harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur (Riyadi
dan Sukarmin, 2008).
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Merupakan diabetes mellitus yang tidak bergantung pada insulin atau non-
insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM).Diabetes mellitus tipe II disebabkan
karena kegagalan relatif sel beta pulau langerhans dan turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.Pasien diabetes mellitus tipe II
mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada
pembukaan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus tipe II bisa terjadi pada anak-
anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk
diabetes tipe II adalah obesitas.
3. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk
menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.
4. Diabetes Mellitus tipe lain
Diabetes mellitus ini merupakan diabetes mellitus yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom lain, misalnya defek genetik sel beta pankreas,
penyakit infeksi seperti pankreatitis, kelainan hormonal atau penggunaan obat-
obatan seperti glukokortikoid (Smeltzer dan Bare, 2002). Diabetes mellitus tipe
ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14
tahun dan seringkali pasien mengalami obesitas dan resisten terhadap insulin
(Price dan Wilson, 2006).
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya
Tipe Diabetes Mellitus Etologi
Tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe II Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes
mellitus

e. Patofisiologi
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dengan jumlah
tertentu.Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, adalah
hormon yang diproduksi oleh pankreas berfungsi untuk mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada
diabetes kemampuan tubuh terhadap insulin dapat menurun atau pankreas tidak
memproduksi sama sekali hormon insulin sehingga keadaan ini dapat
menimbulkan hiperglikemi.
1. DM Tipe I
Pada DM Tipe I ketidakmampuan menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Dalam keadaan normal
insulin berperan dalam proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino serta substansi lain). Pada penderita defisiensi insulin proses ini terjadi
tanpa hambatan sehingga menimbulkan hiperglikemi. Disamping itu terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan bahan lemak.Badan keton dapat
mengganggu keseimbangan asam basa dalam tubuh bila jumlahnya berlebihan.
Pada DM Tipe I, hiperglikemi puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak
dapat diukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang tidak dapat disimpan
dalam hati tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi
postprandial (sesudah makan).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel sehingga akan terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. DM tipe II dengan resistensi
insulin akan diikuti pula dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian
insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, perlu adanya peningkatan jumlah sekresi insulin. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat dari sekresi insulin
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan dalam tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM Tipe II.

f. Tanda dan Gejala


Gejala penyakit diabetes mellitus antara satu pasien dengan pasien yang lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu Mansjoer et al (2001); Price dan Wilson (2006); Riyadi dan Sukarmin
(2008) menyebutkan gejala khas penyakit diabetes mellitus yaitu:
1. poliuria (peningkatan pengeluaran urin),
disebabkan oleh hiperglikemia yang berat melebihi ambang ginjal
sehingga timbul glikosuria. Glikosuria mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran urin;
2. polidipsia (peningkatan rasa haus),
disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone)
dan menimbulkan rasa haus;

3. polifagia (peningkatan rasa lapar),


disebabkan oleh pengeluaran glukosa bersama urin sehingga pasien
mengalami kekurangan kalori dan timbul rasa lapar berlebih;
4. lemas, dan berat badan turun
akibat gangguan sirkulasi, katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai
energi;
5. gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien adalah rasa kesemutan,
pruritus (gatal-gatal), mata kabur, gigi mudah goyah dan lepas, ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 Kg, impotensi pada pria serta pruritus
vulva pada wanita.
MANIFESTASI DASAR PATOFISIOLOGI DM DM
KLINIS TIPE 1 TIPE 2
Poliuri Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal ++ +
sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.
++ +
Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuri yang
menyebabkan haus.
Polifagia ++ +
Banyak makan sekunder terhadap
kerusakan jaringan (katabolisme)
menyebabkan mudah lapar.

Berat badan Penurunan berat badan sekunder terhadap ++ -


menurun penurunan jumlah air, glikogen, dan
cadangan trigliserida; kehilangan kronis
sekunder terhadap penurunan massa otot
perubahan asam amino pada bentuk
glukosa dan badan keton.

Penglihatan Sekunder terhadap paparan kronis pada + ++


kabur lensa mata dan retina.

Pruritus, infeksi Infeksi bakteri dan jamur pada kulit. + ++


kulit, vaginitis

Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -


sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup untuk
menekan kelebihan penggunaan asam
lemak tetapi tidak cukup bila
menggunakan glukosa.

Kelemahan, Penurunan volume plasma menyebabkan ++ +


lelah, pusing hipotensi postural; kehilangan potassium
dan metabolisme protein menyebabkan
kelemahan.

Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak
Hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang ginjal dapat menimbulkan
glikosuria.Glikosuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Saat glukosa hilang
bersama urin, seseorang akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Rasa lapar yang semakin meningkat(polifagia) akan terjadi
sebagai akibat kehilangan kalori. Gejala lain yang dapat terjadi pada pasien DM
antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun, lemah dan somnolen
(Price & Wilson, 2006). PERKENI (2011) menyatakan bahwa gejala khas
diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).

g. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik.(Carpenito, 2007).
a. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah Diabetik Ketoasedosis (DKA).
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer
& Bare, 2002 ).
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN), koma Hiperosmolar Nonketotik
merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia
dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
(Smeltzer & Bare, 2002 ).
c. Hypoglikemia, hypoglikemia (kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi jika kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer & Bare,
2002 ).
Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.
b) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati.
Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf.
1) Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren.Infeksi dimulai dari celah celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah
daerah yang tekena trauma.
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun.

h. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah
Tabel 2 : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM;
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan
klasik;
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
TTGO dilakukan dengan cara 3 hari sebelum tes, pasien makan karbohidrat
cukup dan melakukan kegiatan jasmani seperti biasa yang dilakukan. Klien
dipuasakan semalam (10-12 jam minimal 8 jam) lalu diperiksa Gula Darah
Puasa. Klien diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 cc
diminum dalam waktu 5 menit dan berpuasa kembali. Dua jam kemudian
lakukan pemeriksaan GD 2 jam PP.
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. Menurut Smeltzer & Bare
(2001), TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Tes TTGO dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode analisis, dan plasma serum (darah
kapiler atau vena).
Tabel 3. Penentuan Diagnosis Diabetes Melitus (DM)
Sumber: (PERKENI, 2011)

Gambar 4. Langkah-langkah Diagnosis DM


Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011

i. Penanganan
Penatalaksaanaan pada pasien diabetes diperlukan untuk meningkatkan
kondisi dari pasien itu sendiri. Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
teraupetik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes yaitu diet, latihan ,
pemantauan, terapi, dan pendidikan (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat tujuan
pengelolaan diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala atau keluhan dan
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah;
2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah komplikasi, mikroangiopati
dan makroangiopati dengan tujuan menurunkan mortalitas dan
morbiditas(PERKENI, 2011)
Pada penatalaksanaan penderita diabetes melitus terdapat beberapa prinsip
pengelolaan yang dilakukan meliputi :
1. Edukasi
Edukasi dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada pasien.
Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes melitus merupakan suatu
halyang amat penting dalam regulasi gula darah penderita diabetes melitus
dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik
maupun penyulit akut yang ditakuti oleh penderita. Tujuan penyuluhan
yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan
pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu
mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut ( PERKENI,
2011).Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes merupakan
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.
Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan
yang merupakan bagian integral dari kegiatan yang merupakan bagian
integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja dan
lainnya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerja sama antara
petugas kesehatan, penderita dan keluarga. Pasien mempunyai pengetahuan
cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan
dapat mengendalikan kondisi penyakit sehingga dapat hidup lebih lama
(Price& Wilson, 2006).
2. Diet
Diet merupakan bagian dari penatalaksanaan DM. Keberhasilan dari diet
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli
gizi, tenaga kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Prinsip
pengaturan nutrisi pada pasien DM yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pengaturan
jadwal, jenis, dan jumlah makanan merupakan aspek yang sangatpenting
untuk diperhatikan, terutama pada pasien dengan terapi insulin
(PERKENI, 2011).

3. Latihan Fisik (Olahraga).


Latihan fisik atau olahraga memiliki tujuan untuk meningkatkan kepekaan
insulin, mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah,
merangsangpembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih
lanjut. Latihan fisik atau olahraga meliputi empat prinsip :
a. Jenis olah raga dinamis. Jenis olahraga dinamis yaitu latihan kontinyu,
interval, progresif, ritmis dan latihan daya tahan;
b. Intensitas olahraga. Takaran latihan sampai 72-87 % denyut nadi
maksimal disebut zona latihan. Rumus denyut nadi maksimal adalah
220 dikurangi usia (dalam tahun);
c. Lamanya latihan. Latihan jasmani dilakukan secara teratur selama
kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training).
d. Frekuensi latihan. Frekuensi latihan dilakukan sebaiknya sebanyak 3-4
kali dalam seminggu (PERKENI, 2011).
4. Pengobatan
Diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat. Obat tersebut adalah obat hipoglikemi oral
(OHO) dan insulin. Pemberian obat Hipoglikemi Oral diberikan kurang lebih 30
menit sebelum makan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin
dan agonis GLP-1/incretin mimetic. Pemberian insulin biasanya diberikan
lewat penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus
diberikan secara intravena atau intramuskuler. Mekanisme kerja insulin short
acting, medium acting dan long acting (PERKENI, 2011)
3. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnese
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masukrumah sakit
dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Keluahan utama yang sering muncul pada klien dengan DM adalah adanya
luka (gangren) yang tidak sembuh sembuh dan berbau, trias DM (poldipsi,
poliuri, dan polifagi).
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakanoleh
penderita.
d) Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapatmenyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
2) Pengkajian keperawatan (Doengoes, 2000)
Fokus pengkajian untuk masalah diabetes melitus menurut Doengoes (2000)
adalah:
a) Aktivitas/ Istirahat
Pada pasien dengan DM, menunjukkan gejala lemah, nyeri atau kelemahan
padaotot, tidak mampu beraktivitas atau bekerja. Tanda yang ditunjukkan
adalahpeningkatan denyut jantung/ nadi pada aktivitas yang minimal,
penurunan kekuatandan rentang gerak sendi, depresi, gangguan konsentrasi,
penurunan inisiatif atauide, dan letargi.

b) Sirkulasi
Tanda yang ditunjukkan adalah hipotensi, takikardi, disritmia, suara
jantungmelemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang,
ekstremitas dingin,sianosis, dan membran mukosa hitam keabtu-abuan
(peningkatan pigmentasi).
c) Integritas Ego
Gejala yang ditunjukkan adalah adanya riwayat faktor stress yang baru
dialami,termasuk sakit fisik, pembedahan, perubahan gaya hidup, dan
ketidakmampuanmengatasi stres. Tanda yang ditunjukkan adalah ansietas,
peka rangsang, depresi,dan emosi tidak stabil.
d) Eliminasi
Gejala yang ditunjukkan adalah diare sampai dengan adanya konstipasi,
kramabdomen, dan perubahan frekuensi dan karakteristik urin. Tanda yang
ditunjukkanadalah dieresis yang ditunjukkan dengan oliguria.
e) Makanan/ Cairan
Gejala yang ditunjukkan adalah anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan
zatgaram, dan berat badan menurun dengan cepat. Tanda yang ditunjukkan
adalahturgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
f) Neurosensori
Gejala yang ditunjukkan adalah pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar,
sakitkepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaphoresis, kelemahan
otot, penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stress, kesemutan,
baal, dan lemah. Tanda yang ditunjukkan adalah disorientasi terhadap waktu,
tempat, dan orang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental,
peka rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis), parastesia, paralisis,
asthenia (pada keadaankritis), penciuman berlebihan, dan ketajaman
pendengaran meningkat.
g) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala yang ditunjukkan adalah nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri
tulangbelakang, nyeri pada abdomen, dan nyeri pada ekstremitas (pada
keadaan krisis).
h) Pernapasan
Gejala yang ditimbulkan adalah dispnea. Tanda yang muncul adalah
kecepatanpernapasan meningkat, takipnea, suara napas krekel atau ronkhi.
i) Kemananan
Gejala yang timbul adalah tidak toleran terhadap panas atau cuaca panas.
Tandayang muncul adalah peningkatan suhu (demam yang diikuti dengan
hipotermi), otot menjadi kurus,gangguan atau tidak mampu berjalan.
j) Seksualitas
Gejala yang timbul adalah adanya riwayat menopause dini, amenorea,
hilangnyatanda-tanda seks sekunder (berkurangnya rambut-rambut pada
tubuh, terutamawanita), dan hilangnya libido.
k) Riwayat penyakit keluarga
Gejala yang muncul adalah adanya riwayat keluarga DM, hipertensi, dan
kanker
3) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,berat badan
dan tanda tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata
keruh.
c) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka,kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DMmudah
terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang,takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase,perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g) Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saatberkemih.
h) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepatlelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata (++++).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yangsesuai
dengan jenis kuman.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM)
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik (tekanan
atau robekan)
3) Risiko ketidakstabilan kadar gula darah pemantauan glukosa darah tidak
adekuat
4) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya imun tubuh
5) Risiko Syok berhubungan dengan hipovolemik
6) Risiko ketidak seimbangan elektrolit
c. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, NIC:
Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena (4066)
jaringan perifer masalah keperawatan ketidakefektifan
1. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara
berhubungan dengan perfusi jaringan teratasi, dengan kriteia hasil:
komperhensif (misalnya, pengecekan nadi perifer,
penurunan sirkulasi darah Perfusi jaringan: Perifer (0407):
udem, waktu pengisian kapiler, warna dan suhu tubuh)
ke perifer, proses penyakit 1) CRT < 2 detik 2. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan dan jaringan
2) Suhu kulit ujung kaki dan
(DM) yang tidak utuh
tangan hangat 3. Pertahankan hidrasi untuk menurunkan viskositas
3) Kekuatan denyut nadi teraba
darah
kuat
Perawatan Sirkulasi: Insifisiensi arteri (4062)
4) Tekanan darah sistole
1. Instruksikan pasien untuk menghindari faktor-faktor
maupun diastole berada dalam rentang
yang mengganggu sirkulasi darah
normal (120/80)
Manajemen Sensasi Perifer (2660)
1. Monitor adanya parhastesia dengan tepat (misalnya
mati rasa, hipertesia, hipotesia)
2. Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi
abnormal atau perubahan sensasi yang terjadi
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan luka (3660)
1. Ganti balutan dan pelekat adesi
jaringan berhubungan kerusakan integritas kulit tidak mengalami
2. Cukur rambut di arealuka jika dibutuhkan
dengan factor mekanik infeksi dan teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor karakteristik luka termasuk adanya cairan,
(tekanan atau robekan) NOC warna, ukuran dan bau
4. Ukur dasar luka sesuai kebutuhan
Penyembuhan luka intensi sekuder (1103)
5. Bersihkan benda yang menempel pada luka
a. Granulasi luka baik 6. Bersihkan luka dengan normal salin atau caian yang
b. Pembentukan skar pada luka baik
non toksik sesuai kebutuhan
c. Luma semakin mengecil
7. Jika dibutuhkan letakkan area yang berpengaruh
a Tidak terdapat nanah
pada bak pusaran
8. Berikan perawatan area insisi
9. Kelola perawatan ulser kulit
10. Berikan obat salep pada kulit atau lesi jika
dibutuhkan
11. Berikan balutan, sesuai kebutuhan tipe luka
12. Menebalkan balutan sesuai kebutuhan
13. Jaga keseterilan balutan, teknik steril saat melakukan
perawatan luka
14. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan cairan
15. Inspeksi luka setip pergantian balutan
16. Secara reguler bandingkan dan rekam perubahan
pada luka
17. Posisikan sesuai untuk menghindari tekanan pada
luka
3. Risiko ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC
kadar gula darah diagnosa risiko ketidak stabilan kadar gula Manajemen Hiperglikemia
pemantauan glukosa darah tidak menjadi aktual. 1. Memantau kadar glukosa dalam darah
2. Pantau tanda-tanda hiperglikemia: poliuria, polidipsia,
darah tidak adekuat NOC
polifagia, kelesuan.
Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Manajemen diabetes 3. Mengintruksikan pasien dan keluarga terhadap
Kriteria Hasil: pencegahan, pengenalan manajemen, dan
1. Dapat mengontrol kadar glukosa darah hiperglikemia
2. pemahaman manajemen diabetes 4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya
3. penerimaan kondisi kesehatan
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection control
1. Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas
berhubungan dengan diagnosa risiko infeksi tidak menjadi aktual.
2. Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri,
menurunnya imun tubuh NOC:
rasa terbakar, edema, eritema, drainase/bau tidak
sedap
3. Berikan perawatan kulit dengan steril dan aseptik
4. Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril
Immune status
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait
Risk control
pemberian obat antibiotik sesuai indikasi
Knowledge: Infection control
Kriteria hasil:
1. Pasien terbebas dari tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
5. Risiko Syok berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Shock prevention
1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna kulit,
dengan hipovolemik diagnosa risiko syok tidak menjadi aktual
NOC : suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi perifer, dan
Shock prevention CRT)
2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
Shock management
3. Monitor input dan output
Kriteria hasil 4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
1. Nadi dalam batas yang diharapkan
2. Irama jantung dalam batas yang
diharapkan
3. Frekuensi nafas daam batas yang
diharapkan
4. Irama pernafasan dalam batas yang
diharapkan
5. Natrium serum dalam batas normal
6. Kalium serum dalam batas normal
7. Klorida serum dalam batas normal
8. Kalsium serum dalam batas normal
9. Magnesium serum dalam batas normal
10. Ph darah serum dalam batas normal
6. Resiko NOC NIC
ketidakseimbangan a. Fluid balance Fluid Management
b. Hydration
elektrolit berhubungan 1) Monitor status hidrasi (kelembapan membrane mukosa,
c. Nutritional status: food and fluid intake
dengan poliuria Kriteria Hasil nadi adekuat)
a. Mempertahankan urine output sesuai 2) Monitor TTV
3) Monitor masukan makan/cairan dan hitung intake kalori
dengan usia dan BB
b. TTV dalam rentang normal harian
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 4) Monitor status nutrisi
5) Kolaborasi pemberian cairan IV

4. Discharge Planning
a. Berikan penjelasan secara lisan dan tulisan tentang perawatan dan pengobatan yang diberikan;
b. Ajarkan dan evaluasi untuk mengenal gejala syok dan asidosis diabetik dan penanganan kedaruratan;
c. Simulasikan cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan dan lokasi;
d. Ajarkan memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine;
e. Perencanaan diet, buat jadwal;
f. Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik;
g. Ajarkan bagaimana untukmencegah hiperglikemi dan hipoglikemi daninfomasikan gejala gejala yang muncul dari keduanya;
h. Jelaskan komplikasi yang muncul;
i. Ajarkan mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan sikat gigi yang halus
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, dkk. 2015. Nursing Intervension Classification. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E., Mary, F. M., dan Alice, C. G. 2000. Rencana Asuhan


KeperawatanPedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.

Heather, Herdman. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3.Jakarta: Media


Aescuapius FK UI.

Moorhead, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification. Jakarta: EGC.

Pearce, C. E. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT


Gramedia Pusaka Putra

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2011. Semarang: PB PERKENI.Price & Wilson. 2006. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Riyadi, &Sukarmin, 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sylvia,P. A, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 5. Jakarta:
EGC.

You might also like