You are on page 1of 15

D.

Bentuk Pemujaan Tri Purusha

''Padma Tiga'' Pura Besakih Sumber Kesucian, Pemujaan Tri Purusa

Perenungan.

Bhadram icchanta rsayas

tapo diksam upanisedur agre,

tato rastram balam ojasca jatam

tadasmai deva upasamnamantu.

Terjemahan:

1
Para rsi (futurelog) yang memikirkan tentang kemakmuran bangsa mendapatkan dua faktor,
yakni kesetiaan dan pengabdian (dedikasi), dengan menjalankan faktor-faktor itu bangsa ini
menjadi kuat dan mulia. Maka dari itu faktor-faktor ini seharusnya dibina (Atharvaveda
XIX.41.1)

Pura Besakih banyak mengandung filosofi. Menurut Piagam Besakih, Pura Agung
Besakih adalah Sari Padma Bhuwana atau pusatnya dunia yang dilambangkan berbentuk
bunga padma. Oleh karena itu, Pura Agung Besakih adalah pusat untuk menyucikan dunia
dengan segala isinya.Pura Besakih juga pusat kegiatan upacara agama bagi umat Hindu. Di
Pura ini setiap sepuluh tahun sekali dilangsungkan upacara Panca Bali Krama dan setiap
seratus tahun diselenggarakan upacara Eka Dasa Rudra. Pura Agung Besakih secara spiritual
adalah sumber kesucian dan sumber kerahayuan bagi umat Hindu.

Bangunan yang paling utama di Pura Besakih adalah palinggih Padma (Padmasana)
Tiga. Letaknya di Pura Penataran Agung Besakih. Palinggih tersebut terdiri atas tiga
bangunan berbentuk padmasana berdiri di atas satu altar.Pengamat agama dan budaya Ida
Bagus Gede Agastia mengatakan bangunan suci Padma Tiga yang berada di Pura Agung
Besakih adalah tempat pemujaan Tri Purusa yakni Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa (Tuhan
Yang Mahaesa).

2
Piodalan di Padmasana Tiga dilangsungkan setiap Purnama Kapat. Ini terkait dengan tradisi
ngapat. Sasih Kapat atau Kartika, merupakan saat-saat bunga bermekaran. Kartika juga
berarti penedengan sari. Padmasana tersebut dibangun dalam satu altar atau yoni.

Ida Bagus Agastia mengatakan palinggih padmasana merupakan sthana Tuhan Yang
Mahaesa. Padmasana berasal dari kata padma dan asana. Padma berarti teratai dan asana
berarti tempat duduk atau singgasana. Jadi, padmasana artinya tempat duduk atau singgasana
teratai.
Tuhan Yang Mahaesa secara simbolis bertahta di atas tempat duduk atau singgasana teratai
atau padmasana. Padmasana lambang kesucian dengan astadala atau delapan helai daun
bunga teratai. Bali Dwipa atau Pulau Bali dibayangkan oleh para Rsi Hindu zaman dulu
sebagai padmasana, tempat duduk Tuhan Siwa, Tuhan Yang Mahaesa dengan asta saktinya
(delapan kemahakuasaan-Nya) yang membentang ke delapan penjuru (asta dala) Pulau Bali
masing-masing dengan dewa penguasanya.
Dewa Iswara berada di arah Timur, bersemayam di Pura Lempuyang. Brahma di
selatan bersemayam di Pura Andakasa. Dewa Mahadewa di barat (Pura Batukaru), Wisnu di
utara (Pura Batur), Maheswara di arah tenggara (Pura Goa Lawah), Rudra di barat daya (Pura
Uluwatu), Sangkara di barat laut (Pura Puncak Mangu), Sambhu di timur laut (Pura Besakih),
Siwa bersemayam di tengah, pada altar dari Pura Besakih dengan Tri Purusa-Nya yaitu
Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa.

Tri Purusa tersebut dipuja di Padmasana Tiga Besakih. Palinggih Padmasana Tiga
tersebut merupakan intisari dari padma bhuwana, yang memancarkan kesucian ke seluruh
penjuru. ''Karena itu, sumber kesucian tersebut penting terus dijaga, sebagai sumber
kehidupan,'' ujarnya.Sementara pembangunan Pura Agung Besakih dan Pura-pura Sad
Kahyangan lainnya adalah berdasarkan konsepsi Padma Mandala, bunga padma dengan helai
yang berlapis-lapis (Catur Lawa dan Astadala).

Pura Besakih adalah sari padma mandala atau padma bhuwana. Pura Gelap, Pura
Kiduling Kerteg, Pura Ulun Kulkul dan Pura Batumadeg adalah Catur Lawa. Sedangkan Pura
Lempuyang Luhur, Goa Lawah, Andakasa, Luhur Uluwatu, Batukaru, Puncak Mangu, dan
Pura Batur adalah Astadala. Pura-pura tersebut sangat disucikan dan merupakan satu kesatuan
yang utuh. Pura-pura tersebut pusat kesucian dan kerahayuan bagi umat Hindu.

3
Dosen IHDN Denpasar Ketut Wiana mengatakan Pura Besakih sebagai huluning Bali
Rajya, hulunya daerah Bali. Pura Besakih sebagai kepala atau jiwanya Pulau Bali. Hal ini
sesuai dengan letak Pura Besakih di bagian timur laut Pulau Bali.Timur laut adalah arah
terbitnya matahari dengan sinarnya sebagai salah satu kekuatan alam ciptaan Tuhan yang
menjadi sumber kehidupan di bumi. Pura Besakih juga hulunya berbagai pura di Bali. Kata
Wiana, di Padma Tiga ini Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusa, tiga manifestasi
Tuhan sebagai jiwa alam semesta. Tri artinya tiga dan purusa artinya jiwa. Tuhan sebagai Tri
Purusa adalah jiwa agung tiga alam semesta yakni Bhur Loka (alam bawah), Bhuwah Loka
(alam tengah) dan Swah Loka (alam atas). Tuhan sebagai penguasa alam bawah disebut Siwa
atau Iswara. Sebagai jiwa alam tengah, Tuhan disebut Sadha Siwa dan sebagai jiwa agung
alam atas, Tuhan disebut Parama Siwa atau Parameswara.

Palinggih padma paling kanan tempat memuja Sang Hyang Parama Siwa. Bangunan
ini biasa dihiasi busana hitam. Sebab, alam yang tertinggi (Swah Loka) tak terjangkau sinar
matahari sehingga berwarna hitam. Bangunan padma yang terletak di tengah adalah lambang
pemujaan terhadap Sang Hyang Sadha Siwa. Busana yang dikenakan pada padma tengah itu
berwana putih. Warna putih lambang akasa. Sedangkan, bangunan padma paling kiri lambang
pemujaan Sang Hyang Siwa yaitu Tuhan sebagai jiwa Bhur Loka. Busana yang dikenakan
berwarna merah. Di Bhur Loka inilah Tuhan meletakkan ciptaan-Nya berupa stavira
(tumbuh-tumbuhan), janggama (hewan) dan manusia. Jadi, palinggih Padma Tiga merupakan
sarana pemujaan Tuhan sebagai jiwa Tri Loka. Karena itu dalam konsepsi rwa-bhineda, Pura
Besakih merupakan Pura Purusa, sedangkan Pura Batur sebagai Pura Predana.

Menurut Wiana, busana hitam pada palinggih Padma Tiga bukanlah simbol Dewa
Wisnu, tetapi Parama Siwa. Dalam Mantra Rgveda dinyatakan bahwa keberadaan Tuhan
Yang Mahaesa yang memenuhi alam semesta ini hanya seperempat bagian. Selebihnya ada di
luar alam semesta. Keberadaan di luar alam semesta ini amat gelap, karena tidak dijangkau
oleh sinar matahari.

Tuhan juga maha-ada di luar alam semesta yang gelap itu. Tuhan sebagai jiwa agung
yang hadir di luar alam semesta itulah yang disebut Parama Siwa. Parama Siwa adalah Tuhan
dalam keadaan Nirguna Brahman atau tanpa sifat. Manusia tidak mungkin melukiskan sifat-
sifat Tuhan Yang Mahakuasa itu.

4
Padmasana yang berada di tengah, busananya putih-kuning sebagai simbol Tuhan
dalam keadaan Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah menunjukkan ciri-ciri niskala untuk
mencipta kehidupan yang suci dan sejahtera. Putih lambang kesucian dan kuning lambang
kesejahteraan. Sedangkan busana warna merah pada padma paling kiri bukanlah sebagai
lambang Dewa Brahma. Warna merah itu sebagai simbol yang melukiskan keberadaan Tuhan
sudah dalam keadaan krida untuk Utpati, Sthitti dan Pralina. Dalam hal inilah Tuhan Siwa
bermanifestasi menjadi Tri Murti.

Sementara di kompleks Pura Besakih, manifestasi Tuhan sebagai Batara Brahma


dipuja di Pura Kiduling Kreteg, Batara Wisnu di Pura Batu Madeg dan Batara Iswara di Pura
Gelap.Di tingkat Pura Padma Bhuwana, Batara Wisnu dipuja di Pura Batur, simbol Tuhan
Mahakuasa di arah utara. Bhatara Iswara dipuja di Pura Lempuhyang Luhur, simbol Tuhan di
arah timur dan Batara Brahma dipuja di Pura Andakasa, simbol Tuhan Mahakuasa di arah
selatan. Sementara di tingkat desa pakraman, Batara Tri Murti itu dipuja di Pura Kahyangan
Tiga.

E. Tri Hita Karana

Logo dari Tri Hita Karana yang merupakan falsafah hidup yang Harmonis dengan Tuhan,
Alam Sekitar, dan Sesama Manusia

Perenungan.

Yajnyaarthat karmano nyatra loko yam karma bandhanah

5
Tadrtham karma kauateya mukta sangah samachara

Terjemahan:

Kecuali untuk tujuan bakti dunia ini dibelenggu oleh hukum kerja, karenanya bekerjalah
demi bakti tanpa kepentingan pribadi (bhagawadgita,III.9).

Sejarah Tri Hita Karana


Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu
diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di
Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat
Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat
sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini
berkembang, meluas, dan memasyarakat.

Pembagian Tri Hita Karana


Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kebahagiaan itu
bersumber pada keharmonisan hubungan antara 3 hal yaitu:

1. Parhyangan (Manusia dengan Tuhan)

2. Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan)

3. Pawongan (Manusia dengan sesama)

Unsur-Unsur Tri Hita Karana

Unsur-Unsur ini meliputi:

Sanghyang Jagatkarana.

Bhuana

Manusia

Unsur- unsur Tri Hita Karana itu terdapat dalam kitab suci Bagawad Gita (III.10), berbunyi:

6
Sahayajnah prajah sristwa pura waca prajapatih anena prasawisya dhiwan esa wo'stiwistah
kamadhuk

yang artinya, Pada zaman dahulu Prajapati menciptakan manusia dengan yadnya dan
bersabda: dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk dari
keinginanmu.

Dalam sloka Bhagavad-Gita tersebut ada nampak unsur penting:

Prajapati = Tuhan Yang Maha Esa

Praja = Manusia

Penerapan Tri Hita Karana


1. Parhyangan (Manusia dengan Tuhan)

Dalam Bhagawadgita dikatakan bahwa :

Satatam kirtayatom mam


Yatantas ca drsha vrtatah
Namasyantas ca mam bhatya
Ni tyayuktah upsate(IX.14)

Yang artinya adalah :

7
Berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada

putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta dengan

kebaktian yanbg kekal adalah dekat dengan-Ku.

Parhyangan merupakan hubungan Manusia dengan Tuhan, yang menegaskan bahwa


kita harus selalu sujud bakti kepada Tuhan, Sang Pencipta Alam Semesta beserta isinya.
Didalam ajaran Agama Hindu dapat diwujudkan dengan Dewa Yadnya (upacara
persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa). Menjaga hubungan
harmonis dengan Tuhan tentu kita pun harus selalu berada didalam jalan-Nya,menjauhi
larangan-Nya dan selalu rajin sembahyang dengan tujuan mengucap syukur atas segala
berkah maupun kesulitan yang sedang kita hadapi agar diberikan petunjuk dan Tuhan
menjadikan kita pribadi yang semakin baik kedepannya.

2. Palemahan (Manusia dengan Lingkungan)

Dalam Bhagawadgita dikatakan bahwa :

Satatam kirtayatom mam


Yatantas ca drsha vrtatah
Namasyantas ca mam bhatya
Ni tyayuktah upsate(IX.14)

Yang artinya adalah :

8
Berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada

putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta dengan

kebaktian yanbg kekal adalah dekat dengan-Ku.

Palemahan merupakan hubungan manusia dengan lingkungan /alam.


Lingkungan/alam ini mencangkup tumbuh-tumbuhan, binatang dan hal-hal yang bersifat
sekala niskala. Didalam ajaran agama Hindu dapat diwujudkan dengan Bhuta Yadnya
(upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam).

Contoh yang biasa diterapkan yaitu adanya Tawur Agung, dengan tujuan untuk
menjaga keseimbangan, kelestarian antara jagat raya ini dengan diri kita yaitu keseimbangan
antara makrokosmos dengan mikrokosmos. Selain itu adanya perayaan Nyepi, yang tentunya
sehari tanpa polusi sangat memberikan cukup banyak oksigen untuk bumi ini dapat bernafas.
Akan tetapi dari sudut pandang penulis terkadang masih ada yang terlupakan, yaitu masih
kurangnya kesadaran umat akan kebersihan lingkungan. Contohnya saja upacara melasti,
setelah upacara melasti yang secara umum dilakukan di pantai.

Pantai itupun menjadi kotor karena sehabis sembahyang sarana-sarana untuk


sembahyang hanya ditinggal begitu saja tanpa ada niatan untuk membuangnya ditempat yang
semestinya. Selain itu bekas-bekas tempat makanan pun masih banyak yang buang begitu
saja. Ketika sebuah upacara selesai pasti kita akan menjumpai sampah berserakan. Apakah ini
yang disebut Palemahan? tentu saja tidak. Meski akan ada yang akan membersihkan itu, tentu
baiknya kita pupuk dalam diri kita tentang makna Palemahan itu. Kita yang memakai,kita
yang menggunakan dan kitalah yang membersihkannya. Apalagi adanya Reklamasi Benoa
yang bisa dikatakan itu sudah keluar dari konsep ajaran Tri Hita Karana.

3. Pawongan (Manusia dengan Sesama)

9
Dalam manu smerti II,138 disebut :

satyam bruyat priyam bruyam


na bruyam satyam, priyam
canartam, bruyat esa dharmah sanatanah

yang artinya:

berkatalah yang sewajarnya jangan mengucapkan kata kata yang kasar. Walaupun kata-kata

itu benar, jangan pula mengucapkan kata-kata lemah lembut namun dusta. Inilah hukum

susila yang abadi(sanatana dharma).

Pawongan merupakan hubungan manusia dengan sesamanya. Dalam artian bisa


dikatakan pawongan mempunyai makna kita harus bisa menjaga keharmonisan hubungan
dengan keluarga, teman dan masyarakat. Dalam menjaga keharmonisan tentunya jauhkanlah
sikap saling membeda-bedakan berdasarkan derajat, agama ataupun suku. Ingatlah kita semua
sama. Sama-sama mahluk ciptaan Tuhan. Sangat miris jika melihat orang-orang sudah mulai
SARA. Menganggap apa yang diyakini benar dan apa yang diyakini orang lain yang tidak
sama adalah salah.

Menurut pendapat kami, Tuhan menciptakan perbedaan didunia ini bukan karena
membeda-bedakan ciptaannya. Tapi agar kita dapat belajar menghargai akan arti perbedaan
itu. Begitu pun dengan Agama kenapa didunia ini ada agama lebih dari satu. Tentu semua itu
adalah hal yang sudah direncanakan Tuhan. Cara menyebutnya berbeda,cara memujanya pun

10
berbeda. Tapi itulah keindahan yang Tuhan ciptakan. Seperti pelangi yang tidak akan terlihat
indah jika hanya ada satu warna.

Tiga unit yang disebut Tri Hita Karana yang refleksinya terwujud dalam banyak aspek
kehidupan dalam masyarakat Hindu. Ketiga hubungan yang harmonis tersebut diyakini akan
membawa kebahagin dalam hidup ini. Sebagai konsep dasar dari ajaran Tri Hita Karana
dalam Agama Hindu dapatlah kiranya diperhatikan atau direnungkan melalui sloka berikut ini
:

Mattahparataram na nyat

kimchid asti dhananjaya,

mayi sarwam idam protam

sutre manigana iva.

Terjemahan:

Tiada yang lebih tinggi daripada-Ku oh Dananjaya, yang ada disisni semua terikat pada-Ku
bagaikan rangkaian mutiara pada seutas tali (Bhagawadgita, VII.7).

11
Pertanyaan :

1. Apa yang dimaksud dengan purusa?

2. Pada tahun berapa perkembangan dari tri purusa?

3. Siapa sebutan Tuhan sebagai penguasa alam bawah, tengah, dan atas ?

4. Apa simbol Tuhan dalam keadaan Saguna Brahman?

5. Pada tahun berapa istilah Tri Hita Karana muncul?

6. Sebutkan pembagiaan Tri Hita Karana!

7. Sebutkan unsur-unsur Tri Hita Karana!

8. Berikan contoh dari parahyangan dalam kehudupan sehari-hari!

9. Berikan contoh pawongan dalam kehidupan sehari-hari!

12
10. Berikan contoh palemahan dalam kehidupan sehari-hari!

Jawaban:

1. Purusha artinya jiwa atau hidup .Tuhan sebagai jiwa dari bhur loka disebut siwa,
sebagai jiwa bhuwah loka disebut sadha siwa dan sebagai jiwa swah loka disebut
swah loka.
2. Sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M.
3. Tuhan sebagai penguasa alam bawah disebut siwa atau iswara. Sebagai jiwa alam
tengah, Tuhan disebut parama Uiwa atau parameswara.
4. Artinya tuhan sudah menunjukan ciri-ciri niskala untuk mencipta kehidupan yang
suci dan sejahtera.
5. pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l
Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar.

13
6. Parhyangan (Manusia dengan Tuhan)

Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan)

Pawongan (Manusia dengan sesama)

7. Sanghyang Jagatkarana.

Bhuana

Manusia

8. 1. Sembahyang Tri Sandya 3 kali sehari;


2. Bertirta yatra;
3. Menyanyikan kidung suci;
4. Membaca, memahami dan menjalankan isi kitab suci Veda;
5. Mebanten setiap hari raya nityakarma maupun naimitika karma;
6. Beryajna secara tulus ikhlas (nitya yajna maupun naimitika yajna);
7. Melakukan tapa/semadhi;
8. Membersihkan tempat suci;
9. Tidak meminum minuman keras;
10. Tidak mencuri;
11. Tidak membunuh;
12. Dan lain-lain sebagainya.
9. 1) Saling menghormati satu sama lain
2) Saling menghargai satu sama lain
3) Sopan santun
4) Ramah tamah
5) Gotong royong(saling membantu)
6) Kasih sayang yang tulus
7) Berani berkorban demi teman
8) Tidak iri hati dengan orang lain
9) Tidak dengki dengan orang lain
10) Dan lain-lain sebagainya
10. 1) Rajin membersihkan kamar tidur saat bangun tidur
2) Membersihkan kamar mandi
3) Membersihkan halaman rumah(depan,samping maupun belakang rumah)
4) Membuang sampah pada tempatnya
5) Menjaga kebersihan taman

14
6) Menjaga kebersiahan sekolah maupun kampus
7) Merawat tanaman(menyiram, memupuk,dan menjaga keindahan tanaman)
8) Melakukan penghijauan
9) Tidak menebang hutan sembarangan
10) Dan sebagainya.

15

You might also like