Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Hj Masni
Umur : 59 tahun
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Tanggal MRS : 30/1/2016
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Dada berdebar-debar
2. Anamnesis :
Pasien merasakan dada berdebar-debar sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dada (-). Pusing (-). Demam (-). Mual/muntah (-/-). Sesak nafas (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat DM : Tidak ada
- Riwayat asma : (-)
- Riwayat Hipertensi : (+)
3. Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat Merokok : Disangkal
- Riwayat Minum Alkohol : Disangkal
-
III. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
Sakit sedang / gizi baik / compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah: 280/170 mmHg
Nadi: 138 kali per menit
Pernapasan : 24 kali per menit
Suhu: 36,5 C
SpO2 : 99%
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan.
Auskultasi : BP: bronkovesikular, bunyi tambahan: ronchi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan batas jantung kiri
di linea midaksilaris kiri
Auskultasi : BJ: S I/II regular, bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+)
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema +/+ Kelemahan tungkai -/-
+/+
Interpretasi
Kesimpulan : Sinus Rhytm, HR 103-108 bpm, normoaksis, T inverted V1, V2, V3
V. DIAGNOSA
Hipertensi urgensi
VI. TERAPI
- O2 3lpm
- IVFD RL 12 tpm
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- Aspilet, loading 4 tab, selanjutnya 1 x 1 tab
- ISDN 3 x 5 mg
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
Sindroma koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard. Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas
tinggi.
Terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yaitu
aktivitas/latihan fisik yang berlebihan stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu
siklus harian (pagi hari). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,
kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat.1
Sindroma koroner akut mencakup:1
1. Unstable Angina
2. Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
3. ST elevation myocard infark (STEMI)
B. Dasar Diagnosis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina
tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat
daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Diagnosis NSTEMI dapat ditentukan dengan gejala klinis dari Unstable Angina dengan bukti
adanya nekrosis otot jantung, yang ditandai dengan meningkatnya biomarker jantung yaitu
troponin T/I dan atau CK-MB.2
C. Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan
kebutuhan oksigen miokard.3
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya dapat berupa:
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian besar
pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian Cardiovascular Society.
Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo): menjadi
makin sering, lebih lama atau menjadi makin berat. Minimal kelas III klasifikasi CCS.
4. Angina pasca infark miokard: angina yang terjadi setelah 2 minggu pasca terjadi infark
miokard.
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada
wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah awitan baru atau
perburukan sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan
tersebut presentasi dari SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis kelamin, umur, dan jumlah
faktor risiko tradisional.
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat PJK, terutama
infark miokard, berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada
seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah
suatu SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa
karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat. Pulsasi
arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan
denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.1
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga
sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan
oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard,
umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI. 1
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro Kardiografi
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama dan perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus menerus. EKG yang mungkin dijumpai
pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:
1. Depresi segmen ST dan atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen
ST yang tidak persisten (<20 menit).
2. Gelombang Q yang menetap.
3. Non diagnostik
4. Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis
SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks
atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu
dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan.
Depresi segmen ST 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk
diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST
yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST 1 mm.
Depresi segmen ST 1 mm dan/atau inversi gelombang T2 mm di beberapa sadapan
prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI.
Gelombang Q 0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi
gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga
diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau Definitif SKA (Gambar 1).
Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih
berlangsung, pemeriksaan diulang 10 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan
di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung
negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama12-24
jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat
dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat
nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP
atau NSTEMI.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk
iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik
untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik
2. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim
jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin
(cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn
T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).
Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.8
a. Cardiac specific troponin (cTn)1
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin1
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak
onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK) 1
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)1
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)1
Spesifik untuk infark miokard
Cardiac Mening
Puncak Normal
Marker kat
cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari
cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari
CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari
CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari
Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam
LDH 24-48 3-6 hari 8-14 hari
jam
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk mengontrol simtom dan
mencegah progresifitas dari NSTEMI, atau setidaknya mengurangi tingkat kerusakan miokard.
Terapi serta pencegahan untuk NSTEMI dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :1
1. Oksigenasi 1,4
Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG) 1,4
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 g/menit (jangan lebih 200 g/menit).
Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine 1,4
Dosis 2 4 mg intravena
Manfaat:
mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin 1,4
Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan
bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial).
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,
sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
F. KOMPLIKASI
Aritmia
Gagal jantung
Komplikasi mekanik
Shock kardiogenik
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.
2. Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda Perlukan. Hipokrates:
Jakarta.
3. PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
4. PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi.
5. Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.