You are on page 1of 12

Laporan Individu

Jumat, 15 Januari 2016

MODUL 1
TULI
SISTEM INDRA KHUSUS

Nama : Muhammad Hanafi Sahril

No. Stambuk : 13-777-098

Kelompok : III (Tiga)

Pembimbing : 1. dr. Bastiana, M.Kes, Sp.THT-KL


2. dr. Muh. Ali Palanro

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

PALU

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1. Skenario

Seorang laki-laki, 20 tahun datang ke poli THT


dengan keluhan sering keluar cairan dari telinga
kanan sejak kecil disertai rasa berputar bila ada
perubahan posisi. Saat ini penderita selalu duduk di
depan
2. Kata bila kuliah.
Kunci
a. Laki-laki 20 tahun
b. Sering keluar cairan darei telinga kanan sejak kecil
c. Rasa berputar bila ada perubahan posisi
d. Selalu duduk di depan bila kuliah

3. Mind Map
BAB II

PEMBAHASAN

OTITIS MEDIA AKUT

1. Definisi
Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid dengan gejala dan tanda-tanda
yang bersifat cepat dan singkat.
2. Epidemiologi
- Dapat mengenai segala usia
- Lebih sering pada bayi dan anak-anak (sering terserang
ISPA)
- Insiden 47-60% penderita otitis media berobat pada usia
dibawah 1 tahun
- 60-70% penderita otitis media berusia dibawah 4 tahun
3. Etiologi
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering.
Menurut penilitian, 65-75% kasus OMA dapat ditemukan
jenis bakteri piogenik melalui isolasi terhadap kultur cairan
atau efusi telinga tengah. Tiga jenis bakteri penyebab OMA
tersering adalah Streptococcus pneumonia (40%),
Haemophilus influenza (25-30%) dan Moraxella catarhalis
(10-15%).
b. Virus
Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus sebanyak 30-40%. Kira-kira 10-15% dijumpai
parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus.
- Sumbatan tuba eustachius
- Infeksi saluran napas atas
4. Patofisologi
Bakteri penyebab utama pada otitis media akut adalah
streptokokus hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus.
Kadang-kadang ditemukan juga hemofilus influenza,
Escherichia colli, streptokokus anhemolitikus, proteus vulgaris
dan pseudomonas auregenosa.
Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang
berusia dibawah 5 tahun.
Sadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi
dapat dibagi atas 5 stadium :
a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Ditemukan gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat
absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak
normal atau berwarna keruh pucat. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah
melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sukar dilihat.
c. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah meatus
akustikus eksternus.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah
hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena
kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini
pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan
terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani
(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar
membran timpani akan ruptur dan nanah ke luar ke meatus
akustikus eksternus.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
d. Stadium Perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telingah tengah ke
meatus akustikus eksternus. Anak yang tadinya gelisah
sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak.
e. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan
membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali.
Bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan berkurang
dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK
bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus-
menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan
sequele berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
5. Gejala Klinis
Gejala klink OMA bergantung pada stadium penyakit serta
umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan
utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, suhu tubuh
meningkat dan terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa
nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa
penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai
39,50C (pada stadium supurasi), anak gelisah atau sukar tidur,
tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila
terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
meatus akustikus ekternus, suhu tubuh turun dan anak
tertidur tenang.
6. Diagnosis
a. Kriteria Diagnosis OMA
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus
memenuhi tiga hal berikut, yaitu :
1. Penyakit muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan
pengumpalan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti menggembungnya membran timpani atau
bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran
timpani, terdapat bayangan cairan di belakang
membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari
telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah,
yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara
tanda berikut, seperti kemerahan atau eritema pada
memran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi
kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan
di telinga tengah, mobilitas membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan otore yang
purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala
inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,
gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat
meliputi semua criteria tersebut, dengan tambahan
ditandai dengandemam melebihi 390C, disertai dengan
otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
7. Penatalaksanaan
1) Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
a. Stadium Oklusi
Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka
kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di
telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <
12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang
dewasa.
Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotik
diberikan apabila penyebab penyakit adalah bakteri, bukan
virus atau alergi.
b. Stadium Supuratif
Antibiotik golongan pensilin dan ampisilin. Terapi awal
diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan
konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak
terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan
eritromisin.
Pada anak. Ampisilin diberikan dengan dosis 50-100
mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40
mg/kgBB/hari.
c. Stadium Supurasi
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotik,
idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran
timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala
klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
d. Stadium Perforasi
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H-
2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7-10 hari.
e. Stadium Resolusi
Pada stadium resolusi, maka membran timpani
berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan
perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret
mengalir di meatus akustikus eksternus melalui perforasi
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan
demikian antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga
tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret
tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis
(OMSK).
American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin
merupakan first-line terapi dengan pemberian 80
mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotic awal selama 5 hari.
Amoksisilin afektif terhadap Streptococcus pneumonia. Jika
pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan
sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti
amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus
influenza dan Moraxella catatthalis, termasuk
Streptococcus pneumonia, pneumococcal 7-valent
conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan
prevalensi otitis media.
1. Amoksisilin dengan dosis 80-90 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi 2x sehari.
2. Amoxyxillin + Asam klavulanat dengan dosis
(Amoksisilin 90 mg/kgBB/hari dan Asam klavulanat 6,4
mg/kgBB/hari atau rasio 14:1) dalam dosis terbagi 2x
sehari.
Sedangkan antibiotic alternative bagi yang alergi
penisilin yang diantaranya meliputi :
1. Cefdinir, 14 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 1-2x
2. Cefuroxime, 30 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2x
3. Cefpodoxime, 10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi
2x
4. Ceftriaxone 50 mg/kgBB/hari IM atau IV selama 1
atau 3 hari
2) Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat
menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan
insersi tuba timpanosintesis dan adenoidektomi.
a. Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, agar terjadi dreinase secret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus
tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan
baik. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posterior
inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat,
meringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat
pus di telinga tengah indikasi miringotomi pada anak
dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi
OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis,
labirinitis, dan infeksi system saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu periode OMA.
b. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membrane
timpani, dengan analgesia local supaya mendapatkan
secret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak
memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi
baru lahir atau pasien yang system imun tubuh rendah.
Pipa timpanostomi dapat menurunkan morbiditas OMA
seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan disbanding dengan
placebo dalam tiga penelitian prospertif.
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko
terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada
anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak
memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang
tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi
jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
8. Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan
komplikasi, yaitu abses sub-periosteal sampai komplikasi yang
berat (meningitis dan abses otak).
Sekarang setelah ada antibiotik, semua jenis komplikasi itu
biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.
Komplikasi OMA terbagi atas komplikasi intratemporal
(perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus
fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty., et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7. Badan Penerbit
FKUI, Jakarta. 2012. Hal 58-62.

2. Boies LR, Adam GL, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.

3. Iskandar, Nurbaiti, et al. Penatalaksanaan Penyakit dan


Kelainan THT. FKUI, Jakarta. 2007

4. Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah dalam telinga


hidung tenggorokan, cetakan ke 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

5. Mansjoer Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

You might also like