Professional Documents
Culture Documents
A.Nurhana, Safruddin Amin, Anis Irawan Anwar, Faridha S. Ilyas, Sri Rimayani.
Abstrak
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem dan skuama yang
meliputi hampir seluruh tubuh ( lebih dari 90% luas permukaan tubuh ). Eritroderma disebut juga
exfoliative dermatitis. Eritroderma paling sering disebabkan oleh dermatitis spongiotik, reaksi
hipersensitivitas obat, limfoma sel kutaneus, dan penyebab lain yang tidak diketahui (idiopatik).
Salah satu penyebab yang paling sering dari eritroderma adalah psoriasis. Psoriasis vulgaris
merupakan suatu kelainan kulit yang kronik dan sering berulang. Karakteristik khas pada
psoriasis vulgaris yaitu adanya lesi kulit yang meninggi, eritematous dengan berbagai ukuran
skuama yang berwarna putih. Daerah yang paling sering terkena ialah kulit kepala, siku dan
lutut, namun bagian tubuh yang lain dapat juga terlibat seperti daerah lipatan, tangan dan kaki.
Dilaporkan suatu kasus eritroderma yang disebabkan oleh psoriasis vulgaris pada laki-
laki usia 60 tahun. Pasien memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid sistemik dan
topikal, serta emolient dimana memberikan perubahan klinis yang bermakna.
Kata kunci: Eritroderma, psoriasis vulgaris, kortikosteroid topikal, emolien.
Abstract
Erythroderma is a skin disorder characterized by erythematous and scaly covering
almost the whole body (more than 90% body surface area). Exfoliative dermatitis also called
erythroderma. Erythroderma is most often caused by spongiotik dermatitis, drug hypersensitivity
reactions, cutaneous cell lymphoma, and other unknown cause (idiopathic). One of the most
frequent causes of erythroderma was psoriasis. Psoriasis vulgaris is a chronic skin disorder and
often repeated. Typical characteristics in psoriasis vulgaris lesions of the skin is elevated,
erythematous with various sizes of white scales. Although the scalp, elbows and knees are the
body parts most often involved, but other body parts, namely the folds, hands and feet are also
often involved.
Reported a case of erythroderma caused by psoriasis vulgaris in men aged 60 years.
Patients respond well to systemic corticosteroids and topical, and emollients which provide
clinically significant changes.
Keywords: Erythroderma, psoriasis vulgaris, topical corticosteroids, emollients.
1
PENDAHULUAN
Eritroderma didefinisikan sebagai suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
eritem dan skuama yang meliputi hampir seluruh tubuh (lebih dari 90 % luas permukaan tubuh).
Eritroderma disebut juga exfoliative dermatitis.(1-3) Hal ini adalah suatu pola reaksi kulit yang
dapat memperberat kondisi kulit yang mendasari. Penyebab eritroderma dapat berupa perluasan
penyakit kulit yang ada sebelumnya seperti psoriasis, dermatitis atopik dan dermatitis seboroik,
juga disebabkan oleh alergi obat, penyakit sistemik termasuk keganasan.(1,3-6)
Eritroderma merupakan kondisi kulit yang serius. Pada sebagian besar kasus, laki-laki
melebihi wanita dengan proporsi 2-4:1 dan umur rata-rata 40-60 tahun. Patogenesis eritroderma
sampai saat ini masih belum jelas. Namun diketahui adanya interaksi dari sitokin-sitokin dan
adanya adhesi molekul selular, termasuk interleukin-1,-2 dan-8, Intracelluler Adhesion
Molecule-1 (ICAM-1) dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Interaksi inilah yang menyebabkan
peningkatan turnover epidermal sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas
mitosis dan jumlah sel-sel germinativum pada kulit. Penyakit tersebut berpotensi mengancam
jiwa dan dapat menimbulkan komplikasi yang serius antara lain gangguan keseimbangan
elektrolit, hipoproteinemia, dehidrasi, sepsis dan ketidakseimbangan suhu.(1,7)
Penatalaksanaan umum eritroderma baik pada bayi maupun dewasa yaitu memperbaiki
gangguan cairan dan elektrolit, mempertahankan kelembaban kulit, mencegah garukan dan
faktor pencetus, pemakaian steroid topikal dan penanganan terhadap penyebab dan komplikasi.
Pasien juga membutuhkan regulasi temperatur lingkungan yang baik. Terapi dapat diberikan
dengan monoterapi atau terapi kombinasi.(1,2) Komplikasi yang dapat terjadi berupa perubahan
metabolik, termasuk ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan termoregulasi, syok
kardiogenik, dekompensasi kronik dari penyakit hati dan infeksi sekunder.(1,3)
2
dengan konsentrasi yang terlalu tinggi dan infeksi juga dapat menyebabkan eritroderma
psoriasis.(7-9)
Beberapa faktor yang dapat memicu timbulnya psoriasis, yaitu stress, konsumsi alkohol,
merokok, adanya penyakit sistemik serta faktor endokrin. Pada psoriasis vulgaris terjadi
percepatan proliferasi sel-sel epidermis dibandingkan sel-sel pada kulit normal. Pergantian
epidermis hanya terjadi dalam 3-4 hari sedangkan turn over epidermis normalnya adalah 28-56
hari. Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun dimana sel T menjadi
aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitikon (TNF) sehingga menyebabkan
terjadinya inflamasi dan produksi sel kulit yang cepat.(9,10)
Ada beberapa tipe prosiasis antara lain psoriasis plak, psoriasis gutata, psoriasis
pustulosa, psoriasis inversa, psoriasis eritroderma, psoriasis artritis, psoriasis seboroik, psoriasis
popok, psosiasis kuku dan psoriasis linier. Psoriasis vulgaris merupakan bentuk psoriasis yang
umum, disebut juga tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak yang ditemukan
sekitar 80-90% penderita psoriasis. (6,9,11)
Ada tiga modalitas terapi pengobatan psoriasis yaitu terapi topikal, fototerapi dan obat
sitemik. Ketiga terapi tersebut dapat digunakan secara tunggal ataupun kombinasi yang
disesuaikan dengan berat dan ringannya penyakit. ( 11-16)
Laporan kasus ini melaporkan satu kasus eritroderma yang disebabkan oleh psoriasis
vulgaris pada laki-laki berusia 60 tahun, yang diterapi dengan kortikosteroid sistemik dan
topikal,serta emolient dimana memberikan perubahan klinis yang bermakna.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun, pekerjaan pegawai negeri, masuk rumah sakit wahidin
sudirohusodo dengan keluhan utama nyeri pinggang yang di diagnosa nefrolithiasis bilateral,
chronic kidney disease stage 3 et causa nefropathi obstruksi. Pada tanggal 12 Agustus 2014
pasien dikonsulkan ke bagian kulit dan kelamin dengan keluhan utama kulit kemerahan dan
bersisik disertai gatal pada seluruh tubuh yang dialami sejak lebih kurang dua bulan yang lalu.
Awalnya pasien mengeluh gatal pada daerah lengan dan siku yang lama kelamaan menyebar ke
seluruh tubuh. Keluhan ini muncul 2 minggu setelah operasi batu ginjal. Riwayat keluhan yang
3
sama sebelumnya disangkal. Riwayat peningkatan asam urat sebelumnya ada dan berobat teratur
dengan mengkonsumsi allopurinol. Riwayat alergi obat, makanan, diabetes melitus, hipertensi
dan penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
komposmentis, gizi cukup. Tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
88x/menit, frekuensi pernafasan: 16 x/ menit, dan suhu 36,9 oC.
Hasil pemeriksaan status dermatologi regio universalis ditemukan makula eritem, skuama
dan hiperpigmentasi.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis banding sebagai eritroderma
et causa suspek dermatitis seboroik dan eritroderma et causa suspek psoriasis vulgaris.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan darah rutin, urin rutin, elektrolit,
kimia darah (GDS, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Albumin, asam urat) serta biopsi kulit.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 9000/mm 3, HGB 10g/dL, PLT 258000/mm3,
SGOT 70 U/L, SGPT 161 U/L, Ureum 57 mg/dl, Kreatinin 1,57 mg/dl, albumin 2,7 g/dL, GDS
247 mg/dL, asam urat 6,6 mg/dL, natrium 137 mmol/L, kalium 3,9 mmol/L, clorida 104
mmol/L.
4
Terapi yang diberikan dari bagian penyakit dalam berupa diet rendah garam, purin dan
kalori, ketorolac 1 ampul/8jam/intravena, ranitidin 1 ampul/12jam/intravena, maxiliv 3x1 tablet,
novorapid 8-8-6 IU/sc, levemir 0-0-10 IU/sc, sistenol 3x1 tablet bila perlu.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan kortikosteroid sistemik yaitu metilprednisolon
tablet 4 mg (2-2-0) selama tujuh hari. Selain itu juga diberikan antihistamin oral yaitu cetirizine
dengan dosis 1x10 mg sehari. Sedangkan pengobatan topikal diberikan kombinasi betametason
krim 0,05% 20 gr, lanolin 10% dan vaselin 60 gram yang dioleskan pada setengah badan ke atas
pagi hari dan setengah badan ke bawah sore hari. Terapi yang diberikan setelah tindakan biopsi
yaitu cefadroxil 2x500mg dan asam mefenamat 3x500mg bila nyeri.
Pada perawatan hari ke tiga kulit terkelupas pada seluruh tubuh kesan berkurang, gatal
kesan berkurang. Terapi tetap dilanjutkan. (gambar 3).
Dari pemeriksaan histopatologis yang diambil pada lengan kiri (nomor sediaan P14.2983)
didapatkan epidermis hiperplasia psoriasiform, parakeratosis, hipogranulosis, spongiosis, dengan
abses monroe, pada papilla dermis berkelok-kelok berisi eritrosit.
5
Gambar 3. Pemeriksaan histopatologi kulit
6
Gambar 4. Foto kontrol hari ke-7
Tampak kulit hiperpigmentasi kesan berkurang, eritem dan skuama tidak ada.
DISKUSI
Pada sebagian besar penderita dengan penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, fase
eksfoliatif mengikuti batasan penyakit sebelumnya. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
(1-3, 11)
paling sering disebabkan oleh karena psoriasis dan dermatitis seboroik. Dari hasil
pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa biopsi kulit menunjukkan bahwa eritroderma
7
pada pasien ini akibat perluasan psoriasis vulgaris dimana memperlihatkan gambaran epidermis
hiperplasia psoriasiform, parakeratosis, hipogranulosis, spongiosis, dengan abses monroe, pada
papilla dermis berkelok-kelok berisi eritrosit.
Eritroderma merupakan penyakit yang relatif banyak terjadi di negara-negara tropis. Pria
sering terkena dibanding wanita, dengan perbandingan (2-4 : 1), dan biasanya terjadi pada usia
lebih dari 45 tahun. Pada tahun 2001, Hasan dan Jansen melaporkan kejadian eritroderma di
Netherlands sekitar 1-2 per 100 000 penduduk. Sesuai kepustakaan, pasien ini termasuk dalam
kelompok umur dan jenis kelamin penderita eritroderma terbanyak.(1,4-6)
Pada pasien ini penyebab eritroderma terjadi oleh karena psoriasis vulgaris. Dimana
berdasarkan kepustakaan psoriasis vulgaris dapat menjadi eritroderma oleh karena dua hal yaitu
disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(1,16,17)
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa
bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih
mengkilat seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz dan fenomena kobner.
Psoriasis dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu: tipe I bila lesi timbul pada usia kurang dari 40
tahun, dan tipe II setelah usia 50 tahun. Dan menurut Henseler dan Christopers, terdapat dua
bentuk psoriasis yaitu tipe I dengan onset sebelum usia 40 tahun dan berhubungan dengan
human leucocyte antigen (HLA); dan tipe II dengan onset usia setelah 40 tahun dan sedikit
kaitannya dengan HLA.(14-16)
8
Psoriasis merupakan penyakit genetik yang biasanya tidak membahayakan jiwa namun
dapat menurunkan kualitas hidup. Pengobatan psoriasis dapat berupa terapi topikal, sistemik dan
fototerapi. Dalam penatalaksanaan psoriasis, yang harus dipahami yaitu menurunkan laju
turnover epidermal ke nilai normal dan membersihkan kulit kemudian menghindari segala hal
yang dapat menyebabkan relapsnya penyakit ini. Untuk menurunkan laju turnover epidermal
tersebut, jika lesi plak psoriasis ini terbatas, maka digunakan terapi topikal berupa pemberian
topikal kortikosteroid, tar, anthralin, tazaroten, calcipotriene, makrolactams, dan asam salisilat.
(10, 14, 16)
Pada pasien juga diterapi dengan kortikosteroid sistemik secara tappering off.
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversi, bila digunakan harus diturunkan secara
perlahan-lahan.Terapi sistemik berupa kortikosteroid hanya diberikan pada psoriasis eritrodermi,
artritis psoriatik dan psoriasis pustulosa dengan efek yang diharapkan anti inflamasi dan reaksi
hipersensitivitas obat. Jika gejala klinis berkurang dilakukan tapering off. Di literatur lain
disebutkan kortikosteroid oral sebaiknya dihindari.(14,16)
Pada kasus ini, pasien diterapi dengan obat metilprednisolon 4 mg yang diberikan dengan
dosis awal 16 mg/hari selama tujuh hari yang kemudian diturunkan secara perlahan sesuai
dengan perkembangan lesi dan cetirizine sekali sehari, bercak kemerahan, skuama dan
hiperpigmentasi juga berkurang demikian pula dengan rasa gatal. Pada berbagai kepustakaan,
dikatakan bahwa pemberian kortikosteroid sistemik memberikan penyembuhan lesi psoriasis
yang cepat, namun dapat juga menjadikan lesi psoriasis menjadi flare atau berubah menjadi
psoriasis pustulosa jika pemakaiannya mendadak dihentikan.(16)
Pada pasien ini juga diberikan pengobatan topikal yaitu dengan kombinasi betametason
krim 0,05% 20 gr, lanolin 10% dan vaselin 60 gr, dibuat dalam bentuk ointment. Betametason
merupakan kortikosteroid topikal potensi kuat, yang memiliki efek sebagai anti inflamasi,
imunosupresif, antimitotik dan vasokonstriktor.(10,16) Efek vasokonstriktor yang bekerja pada
kapiler dermis akan menghilangkan eritema pada lesi dan dihubungkan dengan efektifitas klinis
dalam terapi psoriasis.(4,12,16)
9
mengakibatkan eritroderma.(13) Catatan medis alergi harus diketahui dari pasien, serta
penghentian steroid sistemik pada pasien psoriasis dan mencegah rebound-flares. Edukasi pasien
tentang penyakit yang mendasari atau kemungkinan yang dapat mempengaruhi eritroderma
merupakan pencegahan yang dapat dilakukan(3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Grant JM, Bernstein ML, J.Rothe M. Exfoliative Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA,
I.Katz S, Gilchrest BA, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Eighth
ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2012. p. 266-78.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's Diseases of the skin Clinical Dermatology.
10 ed. Pennsylvania: ELSEIVER; 2006.
3. Ferrandiz Carlos, MD, Carrascosa J M. Current strategies for Treating Erythrodermic and
Flaring Psoriasis. 2011. P. 119-25.
4. Pietrzak A, Chodorowska Gy, Jazienicka I, Osemlak P, Wawrzycki B, Terlecki P, et al.
Psoriatic erythroderma coexisting with erythema multiforme-like lesions induced by
retinoids or retinoids combined with an antibiotic: case report. Dermatol Ther.
2012;24:587-90.
5. Khaled A, Sellami A, Fazaa B, Kharfi M, Zeglaoui F, Kamoun M. Acquired erythroderma
in adults: a clinical and prognostic study. J Eur Acad Dermatol Venerol. 2009;24:781-8.
10
6. Teran CG, Escalera CN, Balderrama C. A severe case of erythrodermic psoriasis
associated with advanced nail and joint manifestation: a case report. J Med Case Rep.
2010; 4(1): 179
7. Sehgal VN, Srivastava Govind, Sardana Kabir. Erythroderma/exfoliative dermatitis: a
synopsis. Int J Dermatol. 2004; 43: 39-47.
8. Akhyani Maryam, Ghodsi Zahra S, Toosi Siavash, Dabbaghian Hossein. Erythroderma: A
clinical study of 97 cases. BMC Dermatol. 2005,5:5.
9. Menter Alan, Chair, Gottlieb A, Feldman SR, Voorhees AS, Leonardi CL, Gordon KB, et
al. Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriasis arthritis. J AM ACAD
Dermatol.Volume 58.Number5. 2008: 826-50.
10. Saleh Abdulla, Abuhilal Mohnd, Cheung Bernard. Methotrexate in Psoriasis: From A to
Z. J Turk Acad Dermatol, 2010;4(1); 1-13.
11. Weigle Nancy, Bane Sarah. Psoriasis. Am Fam Physician. 2013;87.9: 626-33.
12. Onselen Julie Van. An overview of psoriasis and the role of emollient theraphy. Br J
Community Nurs. 2009; 18.4: 174-9.
13. Sharma Geeta, Govil DC. Allopurinol induced erythroderma. Indian J Pharmacol.
2013;45(6); 627-8.
14. Yosipovitch G, Tang MBY. Practical Management of Psoriasis in the Elderly. Adis.
2002;19(11):859.
15. Cassano Nicoletta, Vistita Michelangelo, Aprizzi Doriana, Vena GA. Alcohol, psoriasis,
liver disease, and anti psoriasis drugs. Int J Dermatol.2011, 50, 1323-31.
16. Gudjonsson Johann E, Elder James T. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, I.Katz S,
Gilchrest BA, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Eighth ed. New
York: Mc Graw Hill Medical; 2012. p.197-231.
17. Earlia Nanda,Nurharini F, Jatmiko AC, Ervianti E. Erythroderma Patients in
Dermatovenereology Department of Dr. Soetomo General Hospital in 20052007.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21 No. 2 Agustus 2009: 93-101.
11