You are on page 1of 22

III.

DAFTAR ISI

I. COVER i
II. ANGGOTA KELOMPOK 10 ii
III. DAFTAR ISI 1
IV. PENDAHULUAN 3
V. SKENARIO KASUS 5
VI. PEMBAHASAN KASUS 6
A. IDENTIFIKASI MASALAH 6
B. HIPOTESIS 7
C. ANAMNESIS TAMBAHAN YANG DIBUTUHKAN 7
D. PEMERIKSAAN FISIK DAN INTERPRETASI 10
E. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING 10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIBUTUHKAN 11
G. TATALAKSANA 11
H. PROGNOSIS 12
VII. TINJAUAN PUSTAKA 13
A. SISTEM PENCERNAAN 13
B. HISTOPATOLOGI USUS HALUS 14
C. PATOFISIOLOGI DIARE 16
D. PATOFISIOLOGI SAKIT PERUT 16
E. LACTOSE INTOLERANCE 19

VIII. KESIMPULAN 21
IX. DAFTAR PUSTAKA 22

1
IV. PENDAHULUAN

Intelorasi susu (IS) adalah Gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena

defisiensi enzim laktose dalam usus halus,Saluran cerna tidak dapat mencerna makanan yang

mengandung susu (laktosa) dimana tubuh seseorang tidak dapat memproduksi laktase, atau enzim

yang dibutuhkan untuk mencernakan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dalam jumlah

cukup, dengan gejala :mengalami kram perut, kembung, diare dan muntah-muntah, Munculnya

gejala pada intoleransi susu sapi tidak terjadi dengan segera, hal ini membuat intoleransi susu sapi

sulit untuk dideteksi intoleransi susu sapi tidak melibatkan reaksi immunologi, seperti gangguan

pada proses pencernaan, penyerapan, atau metabolisme berbagai komponen susu sapi.

macam-macam intoleransi susu :

1. Intoleransi laktosa bawaan/keturunan

2. Bentuk yang didapat (prismer dan sekunder)

a. Kekurangan Laktase primer


umur 3-5 tahun dan seterusnya aktivitas laktase akan menurun penurunan aktivitas

laktasetimbul gejala : kembung, diare, mules setiap habis minum susu, yang sebelumnya

tidak masalah. tes toleransi laktosa dapat dilakukan dengan cara pemberian laktosa

sebanyak 2 gr/kgbb jika diare, mules, mual , dll tetap muncul makan intoleran laktosa

positif.
b. Kekurangan Laktase Sekunder
gejala : mual, mules, kembung dan diare setelah pemberian susu sapi sebagai akibat

keadaan/penyakit. Biasanya sebagai akibat penyakit infeksi usus (muntaber), penyakit

kekurangan gizi, dan pemberian obat-obatan tertentu seperti neomycin, kanamycin.

2
Komposisi gizi susu sapi terdiri atas atas protein,karbohidrat,lemak,air,vitamin, dan

mineral.

Intolerasi susu sudah dikenal sejak 10.000 lalu, disaat orang mulai memanfaatkan ass

sebagai salah satu bahan makanan.penggunan istilah untuk kejadian itu sampai sekarang

masih rancu,ada yang menyebut milk intolerance,ada juga yang menyebut lactose

malabsorption atau lactose deficiency atau hyposlactasia atau lactose intolerance.


Adanya keracunan ini menyebabkan kesulitan untuk mengerti kasus apa yag

dilaporkan seab bila dikaji secara mendalam istilah tersebut menggambarkan keadaan

yang berbeda.
Sindroma malabsorbsi diatas dapat disebabkan oleh kandungan zat gizi ASS,ysitu:
1.laktosa,biladefisiensi lactase
2.protein,ila alergi terhadap laktoglobulin
3.lemak,bila malabsorpsi lemak.

Di Indonesia,penelitian dijakarta,dan Yogyakarta menemukan frekuensi IS cukup tinggi

berkisar 24-70%.di laporkan bahwa frekuensi IS dapat bervariasi di satu daerah walaupun di

dalam Negara yang sama.penyebab terjadinya variasi ini belum jelas,mungkin berkaitan dengan

genetis,status gizi,kebiasaa minum susu,kelainan organic dan perubahan jumlah flora usus.Flora

usus dapat memfermentasi lactose,bila fermentasi berkurang maka syndrome malabsorbsi yang

terjadi ringan.Adanya variasi IS menunjukan bahwa defisiensi lactase merupakan satu contoh dari

pengaruh evolusi gizi(dietary evolution).

V. SKENARIO KASUS

Seorang bayi lelaki berusia 6 bulan di bawa ke poliklinik. Anak dengan keluhan gelisah

dan menjerit setiap kali setelah diberi BUBUR SUSU. Sebelumnya sejak lahir bayi diberi susu

ibu, dan karena bayi telah berumur 6 bulan, maka mulai diberi bubur susu. Tetapi setiap kali

3
diberi bubur susu, bayi gelisah dan muntah. Karena bayi tetap gelisah setelah diberi bubur susu,

si ibu menganggap bayi masih lapar dan haus, dan karena itu ditambahkan susu formula. Tetapi

bayi justru tambah gelisah dan disertai muntah dan diare berendir. Pada pemeriksaan fisik bayi

kompos mentis, suhu 37 C, nadi 100x/menit, respirasi 28x/menit, turgor kulit baik. Ubun-ubun

besar sedikit cekung.

4
VI. PEMBAHASAN KASUS
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan skenario kasus di atas dapat kita saring informasi berikut.

IDENTITAS PASIEN
Nama : -
Umur : 6 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : -

KELUHAN UTAMA
Bayi gelisah dan menjerit setiap kali setelah diberi bubur susu.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Sejak lahir bayi diberi air susu ibu, dan karena bayi berumur 6 bulan, maka mulai diberi

bubur susu. Tetapi setiap kali diberi bubur susu, bayi gelisah dan muntah. Karena bayi

tetap gelisah setelah diberi bubur susu, si ibu menganggap bayi masih lapar dan haus, dan

karena itu ditambahkan susu formula. Tetapi bayi justru tambah gelisah dan disertai

muntah dan diare berlendir.

B. HIPOTESIS

Berdasarkan keluhan pasien meliputi gelisah, menjerit, muntah, dan diare berlendir, kami

memikirkan beberapa kemungkinan penyakit yang diderita pasien. Adapun hipotesis yang

kami peroleh, yakni:

1. Lactose Intolerance

5
2. Cows Milk Protein Sensitive Enteropathy

3. Keracunan

4. Infeksi bakteri atau parasit

C. ANAMNESIS TAMBAHAN

Sebelumnya, identifikasi dari pasien sebaiknya dilengkapi, seperti agama,

pekerjaan, suku bangsa dan alamat tempat tinggal. Hal ini perlu dilakukan, karena dapat

dijadikan suatu bahan observasi yang dapat mengeliminasi ataupun memperkuat dari

hipotesis yang telah dibuat.


Adapun anamnesis yang dibutuhkan, untuk mempermudah, dapat dibagi menjadi

beberapa topik utama, yaitu riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, riwayat kelahiran bayi, riwayat kebiasaan, dan riwayat pengobatan.

1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Riwayat penyakit sekarang perlu digali dengan tujuan untuk mengetahui secara rinci

perjalanan dari keluhan utama tersebut. Hal yang perlu digali mengenai:

a) Sejak kapan keluhan dirasakan?

b) Apakah terdapat ruam pada kulit bayi?

c) Apakah anak gelisah beberapa saat setelah diberi susu formula atau tidak? Hal ini

untuk mengetahui apakah penyakitnya berhubungan dengan pemberian susu formula.

d) Apakah faktor yang memperberat tangisan anak? Mungkin anak menangis ketika

diberi minum atau mendadak.menangis?

6
e) Apakah ada darah pada faeces anak atau tidak? Jika ada darah maka dapat

disingkirkan kemungkinan lactose intolerance.

f) Bagaimana konsistensi tinja anak apakah lunak apakah air dan lendir? Pada lactose

intolerance terdapat diare air yang disertai lendir.

g) Apakah bayi suka menangis hebat dan gelisah?

h) Apakah dalam 3 hari, sejak diberikan susu formula, deangmanter dapat bintik-bintik

kemerahan?

i) Apakah ada riwayat atopik keluarga?

j) Apakah sebelumnya pasien mengalami batuk pilek? (curiga infeksi)

k) Apakah terakhir pemberian ASI, ibu sudah dalam keadaan tidak sehat? (curiga infeksi)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan dengan tujuan untuk mengetahui adanya

penyakit lain, yang dahulu pernah diderita yang menyebabkan timbulnya keluhan utama

7
seperti sekarang. Pertanyaan tersebut dijamin transformer. Adapun pertanyaan yang perlu

diajukan,antara lain: apakah keluhan serupa pernah terjadi sebelumnya?

3. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Riwayat penyakit keluarga ditanyakan dengan tujuan mengeliminasi kemungkinan

penyakit yang herediter dan penyakit yang disebabkan karena terjadinya penularan antar

anggota keluarga. Adapun pertanyaan yang perlu diajukan: Apakah ada anggota keluarga

yang pernah mengalami keluhan serupa?

4. Riwayat Kelahiran Bayi

Riwayat kelahiran bayi yang ditanyakan meliputi:

a) Apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur?

b) Berapa berat badan bayi saat lahir?

c) Adakah kelainan atau penyakit kongenital yang diderita bayi?

5. Riwayat Kebiasaan

Bimana kebersihan penggunaan alat-alat makan?

6. Riwayat Pengobatan

Apakah pasien sudah dibawa berobat sebelumnya ?

8
D. PEMERIKSAAN FISIK DAN INTERPRETASI

Kompos mentis sadar sepenuhnya

Suhu Tubuh 37 C NORMAL (NORMAL 36,5-37,5 C)

Nadi 100x/menit NORMAL (NORMAL 80-160x/menit, rata-rata 120x/menit)

Respirasi 28x/menit <NORMAL (NORMAL 30-50x/menit)

Turgor kulit baik pada bayi cenderung elastisitas kulit cenderung baik

Ubun-ubun besar sedikit cekung tanda dehidrasi

E. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


Pada kasus ini, diagnosis kerja pasien ialah Lactose Intolerance. Adapun diagnosis banding

pasien ini, antara lain Intoleransi Protein Susu Sapi (Cows Milk Protein Sensitive

Enteropathy), keracunan, dan infeksi bakteri atau parasit.

9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIBUTUHKAN

Untuk menegakkan diagnosis Lactose Intolerance diperlukan beberapa pemeriksaan

penunjang di bawah ini.

1. Tes reduksi tinja : positif

Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada produk disakarida dalam tinja.

2. Tes lakmus : pH rendah

Kondisi ini disebabkan oleh laktosa pada tinja yang menyebabkan pH yang asam.

3. Hidrogen breath test : (nilai)

Yaitu pengukuran kadar hidrogen dalam napas sebelum diberi susu dan 30 menit interval

setelah diberi susu selama tiga jam. Kadar hidrogen kemudian diukur bila 10 lebih dari 20

kali lipat banyaknya normal maka dapat ditegakkan diagnosis defisiensi laktase.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan :

1. Untuk sementara hentikan produk dairy milk


2. Tetap melanjutkan ASI diselingi :
MPASI (makanan pengganti ASI) yang tidak mengandung / rendah laktosa,
menggunakan susu kedelai ,atau susu yang sudah difermentasikan
dapat diberikan susu dengan pengenceran 1/2 - 1/3 selama 24 - 48 jam
3. Untuk menangani dehidrasinya :
Dilakukan rehidrasi dengan oralit : 75 ml / kg BB , diberikan dalam 4 jam

10
Bila telah tercapai rehidrasi selanjutnya penderita diberikan oralit tiap kali diare

sebanyak 100 ml

Untuk pasien yang tak dapat minum, seperti pada kasus ini di mana bayi muntah-muntah,

rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan intravena dengan larutan Darrow glukosa

sebanyak:
Jam pertama : 15 ml / kg BB
Jam berikutnya : 60 ml /kg BB
4. Bayi disarankan untuk rawat inap untuk mengobservasi perkembangan kondisi fisiknya.

H. PROGNOSIS

1. Ad vitam : ad bonam

karena apabila segera dilakukan rehidrasi, cairan dalam tubuh akan terisi kembali dan

kesehatannya pun akan berangsur pulih

2. Ad fungsionam : Ad bonam

karena setelah cairan diberikan pada anak maka akan membantu memulihkan tenakanya dan anak

pun dapat melakukan aktifitas dengan baik kembali

3. Ad sanationam : Ad bonam

karena apabila telah dilakukan tindakan rehidrasi cairan tubuh anak yg hilang tadi akan segera

tergantikan dan tidak akan menimbulkan kekambuhan.

VII. TINJAUAN PUSTAKA

11
A. Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus

halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak

diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Lapisan saluran pencernaan secara umum dari luar ke dalam, yaitu :

12
1. Tunika Mukosa, terdiri dari epitel pembatas, lamina propia (jaringan ikat longgar,

pembuluh darah dan pembuluh limfe, kelenjar pencernaan, jaringan limfoid), dan tunika

muskularis mukosa (lapisan otot polos pemisah tunika mukosa dan submukosa).
2. Tunika Submukosa, terdiri dari jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan pembuluh

limfe, jaringan limfoid, kelenjar pencernaan, dan pleksus submukosa Meissner.


3. Tunika Muskularis, terdiri dari otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian

luar). Diantara lapisan tersebut terdapat pembuluh darah dan limfe, pleksus mienterikus

Auerbach.
4. Tunika Serosa/Adventisia, terdiri dari jaringan ikat longgar yang dipenuhi pembuluh

darah dan sel-sel adipose dan mempunyai epitel squamosa simpleks. Adventisia

merupakan jaringan ikat pada retroperitoneal.

B. Histopatologi Usus Halus

Usus halus mempunyai panjang 5 m. Ciri khasnya terdapat plika sirkularis

kerkringi, vili intestinalis, dan mikrovili. Plika sirkularis kerkringi merupakan lipatan

mukosa (dengan inti submukosa) permanen. Vili intestinales merupakan tonjolan permanen

mirip jari pada lamina propia ke arah lumen diisi lakteal (pembuluh limfe sentral). Mikrovili

merupakan juluran sitoplasma (striated brush border). Pada lamina propia terdapat kelenjar

intestinal lieberkuhn, didasarnya terdapat sel paneth (penghasil lisozim-enzim antibakteri

pencerna dinding bakteri tertentu dan mengendalikan mikroba usus halus) dan sel

enteroendokrin (penghasil hormone-gastric inhibitory peptide,sekretin dan

kolesistokinin/pankreozimin).

1. Duodenum
- Tunika Mukosa, terdiri dari epitel kolumner simpleks dengan mikrovili, terdapat vili

intestinalis dan sel goblet. Pada lamina propia terdapat kelenjar intestinal lieberkuhn.

13
- Tunika Submukosa, terdiri dari jaringan ikat longgar. Terdapat kelenjar duodenal Brunner

(ciri utama pada duodenum yang menghasilkan mucus dan ion bikarbonat). Terdapat plak

payeri (nodulus lymphaticus agregatia/ gundukan sel limfosit)


- Tunika Muskularis. terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian

luar). Diantaranya dipisah oleh pleksus mienterikus auerbach.


- Tunika Serosa, merupakan peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi

pembuluh darah dan sel-sel lemak.


2. Jejunum dan Ileum
Secara histologis sama dengan duodenum, perkecualiannya tidak ada kelenjar duodenal

brunner.

C.

Patofisiologi diare

1. Gangguan osmotik

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini

menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).

14
2. Gangguan sekresi

Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan lektrolit kedalam usus, peningkatan isi

rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

3. Gangguan motalitas usus

Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.

Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan

peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan

absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare

D. Patofisiologi Muntah pada Bayi

Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi dari isi lambung

sebagai akibat refluks gastroesofageal atau dengan menimbulkan refleks emetik yang

menyebabkan mual, kontraksi dari diafragma, interkostal, dan otot abdomen anterior serta

ekspulsi dengan kekuatan isi lambung. Terdapat dua tipe muntah yaitu yang akut dan

kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dari 2 minggu.

Muntah merupakan proses refleks dengan tingkat koordinasi yang tinggi dan

dimulai dengan retching. Diafragma yang turun dengan kuat dan konstriksi dari otot perut

dengan relaksasi dari kardia lambung secara aktif memaksa isi lambung bergerak kembali

ke esofagus. Proses ini dikoordinasikan dalam pusat muntah medula yang dipengaruhi

secara langsung oleh inervasi aferen dan secara tidak langsung oleh chemoreceptor trigger

zone dan sistem saraf pusat.

15
E. Patofisiologi Sakit Perut

Patofisiologi Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu

bersumber pada (Hegar, 2003): 1. Visera perut 2. Organ lain di luar perut 3. Lesi pada

susunan saraf spinal 4. Gangguan metabolik 5. Psikosomatik

Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak

bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut

sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih lama

dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.

Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa

dari organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke

ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen akan

melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke talamus,

kemudian ke konteks serebri.

Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan

ambang batas nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal,

dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dan visera abdomen atas

(lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada

segmen thorakalis 6, 7, 8 serta dirasakan didaerah epigastrium.

Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz

sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus.

Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri

16
mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada

daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses

penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen

stomatis ke radiks spinals segmentalis

Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas

patofisiologi dan patogenesisnya. Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional

(tidak berhubungan dengan kelainan organik) masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada

hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan penurunan ambang rangsang

nyeri. Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat berperan sebagai mediator sebagai

mediator atau moderator dari sakit perut berulang fungsional

17
F. Lactose Intolerance

Lactose intolerance adalah suatu ketidakmampuan untuk mencernakan laktosa,

yaitu gula susu yang terdapat di susu maupun produk olahan susu seperti yogurt, keju

dan sebagainya. Penyebab seseorang mengidap lactose intolerance adalah defisiensi

enzim laktase yang terdapat di brush border usus halus. Laktase akan memecah

disakarida laktosa menjadi glukosa dan galaktosa yang akhirnya akan diserap ke dalam

pembuluh darah.1

Awalnya tingkat laktase paling tinggi terdapat pada bayi baru lahir dan semakin

menurun dengan bertambahnya usia. Pada kebanyakan hewan mamalia, tingkat enzim

laktase akan menghilang begitu bayi hewan tersebut mencapai masa dewasa. Pada

sebagian manusia, hal ini dapat terjadi terutama pada sebagian populasi ras Asia,

Amerika Selatan, dan Afrika. Pada lactose intolerance tingkat mortalitasnya rendah

nyaris nol dan tingkat morbiditas juga rendah. Komplikasi yang dapat timbul adalah

osteopenia.

Patofisiologi

Patofisiologi lactose intolerance adalah sebagai berikut. Laktosa adalah suatu

disakarida yang terdapat dalam susu dan makanan produk susu. Laktosa yang

dikonsumsi harus dihidrolisis menjadi molekul monosakarida sehingga dapat diserap

oleh mukosa usus halus. Namun ketiadaan enzim laktase akan mengganggu proses

hidrolisis tersebut. Karena banyak laktosa menumpuk yang tidak dapat dihidrolisis maka

tekanan osmotik lumen usus meningkat yang diikuti penyerapan air dan elektrolit ke

dalam lumen usus halus hingga tercapai titik ekuilibrium yang seimbang. Usus halus

yang mengembang akibat banyaknya cairan dan elektrolit tersebut akan memacu

18
peristaltik usus hingga meningkatkan malabsorpsi. Setelah masuk ke dalam usus besar,

laktosa yang tidak terhidrolisis akan difermentasikan oleh flora usus menjadi asam lemak

rantai pendek dan gas hidrogen. Gas hidrogen, cairan yang menumpuk mengakibatkan

gejala yang timbul pada lactose intolerance.

Terdapat beberapa klasifikasi dari lactose intolerance antara lain:

a) Kongenital lactose intolerance. Berupa kelainan herediter autosom resesif yang

sangat jarang terjadi.

b) Primary lactose intolerance. Level laktase sangat rendah yang timbul sesudah

masa kanak-kanak.

c) Secondary lactose intolerance. Biasanya pada tipe ini, kelainan tersebut didapat

akibat adanya penyakit akut pada GIT sebelumnya. Sifatnya ada yang sementara

ada yang permanen.

19
VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien,

diagnosis kerja yang dapat ditegakkan ialah lactose intolerance. Untuk menjadikan lactose

intolerance sebagai diagnosis definitif masih mebutuhkan beberapa pemeriksaaan ppenunjang

seperti. Clinitest, pemeriksaan pH tinja, dan sebagainya.

Lactose Intolerance atau malabsorpsi laktosa adalah salah satu kelainan yang banyak

dijumpai pada anak- anak. Hal ini harus mendapat perhatian khusus mengingat kelainan ini

bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan

perkembangan anak di masa mendatang.

Pada bayi dan anak-anak yang menderita malabsorbsi laktosa, susu yang digunakan harus

mengandung laktosa yang rendah. Pada kasus ini penatalaksanaan yang memadai antara lain:

menghentikan asupan produk susu sapi (bubur susu, susu formula, dll.), pemberian ASI, rehidrasi

intravena dan anjuran rawat inap untuk melakukan observasi terhadap perkembangan kesehatan

sang bayi.

20
IX. DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics Committee on Nutrition. 1990. Practical significance of

lactose intolerance in children: Supplemen(RE9197). Pediatrics 86: 643 4.

2. Corazza,G.R., Ginaldi, L., Furia, N., Marani-Toro, G., Di Giammartino, D., Qualglino, D.

1997. The impact of HIV Infection on lactose absorptive capacity. Journal of Infection ; 35: 315.

3. Guyton, A.C. 1991. Human physiology and mechanisms of disease; edisi ke-3. Philadelphia:

WB Saunders Company, : 599-600.

4. Hassan, R., Napitupulu, P.M. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu kesehatan Anak. Jakarta: Trimahendri,

295 301.

5 Hegar, B., Buller, H.A. 1995. Breath hydrogen test in lactosemalabsorption. Paediatric

Indonesia ; 35:161-71.

6. Hegar, B. 1998. Uji hidrogen napas satu cara diagnostika gangguan saluran cerna. Majalah

Kesehatan Masyarakat Indonesia . 5: 278 80.

7. Hegar, B., Yati, N.P., Sayoeti, Y., Dwipurwantoro, P.G., Firmansyah, A. 1999. Aktivitas enzim

laktase pada murid sekolah dasar. Dalam: Firmansyah A, editor. Abstrak

KONIKA XI. Jakarta, 4 7 Juli .

8. Hug., G. 1987. Defects in metabolism of carbohydrates. Dalam: Nelson WE, editor, edisi ke-

13. Nelson textbook of pediatrics. Philadelphia: WB Saunders Company. 306.

21
9. Johnson, et al. 1974. More about l lactose intolerance (serial online) 10 screen. Available from:

URL: http://www.geocities.com.

10. Lacorence, R.A. 1980. Breast feeding, a guide for the medical proffesion.USA: Mosby.

11. Lee. Lactose intolerance (serial online) 1993;6 screen. Available from: URL:

http//healthcastle.com/herb_lact.shtml.

12. North East Valley-Division of General Practice-Victoria. 1996 Sugar Malabsorption in

children (serialonline) I (1) 11 screen. Available from: URL: http://www.nevdgp.org.au.

13. Soenarto, Y., Suharyono. 1988. Pemeriksaan-pemeriksaan sindrom malabsorpsi. Dalam:

Suharyono, Boediarso A, Halimun EM, editor. Gastroenterologi anak praktis. Jakarta: BP-FKUI.

325-43.

22

You might also like