You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Hlm.

143-155, Juni 2015

PROFIL EKSPRESI GEN DETERMINASI SEKS, BIOREPRODUKSI, FENOTIPE,


DAN PERFORMA LOKOMOTORI PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) YANG
DIINDUKSI PADA SUHU INKUBASI BERBEDA

EXPRESSION PROFILE OF SEX DETERMINATION GENE, BIOREPRODUCTION,


PHENOTYPE, AND LOCOMOTORY PERFORMANCES OF OLIVE RIDLEY,
Lepidochelys olivacea INDUCED BY DIFFERENT INCUBATION TEMPERATURE

Alfred O.M. Dima1*, Dedy D. Solihin2, Wasmen Manalu3, dan Arief Boediono3
1
Jurusan Biologi FST Universitas Nusa Cendana (UNDANA), Kupang; 2Departemen Biologi
FMIPA-IPB, Bogor; 3 Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH-IPB, Bogor
*
E-mail: onny_dima@yahoo.co.id
ABSTRACT
Sex determination in turtle species is not only based on genotype, but also rely on the incubation
temperature. In addition, sexual differentiation takes place during the thermo-sensitive period (TSP).
This study was conducted to determine the effects of incubation temperature on sex expression profile
of determination gene, bioreproduction, phenotype, and locomotory performances of olive ridley
turtle hatchlings. Fertile eggs incubated at two temperatures, namely feminine temperature (30-33C),
and masculine temperature (26-27C). Value of cycle threshold (CT) measured during TSP, i.e 23-25
embryonic development stage, and after TSP, i.e 26-27 embryonic development stage using real time
PCR techniques. Comparison of gene expression at both incubation temperatures were analyzed by
ANOVA, and Students t test. Hatchling bioreproduction and phenotype measurement consist of the
incubation period, embryo growth, morphometrics, and locomotori performances hatchlings were
analyzed with regression analysis and Students t test. The results showed expression of both
aromatase and Rspond 1 genes (which plays a role in ovarian differentiation) after the TSP that
incubated at feminine temperature higher and different with masculine temperature. In conjunction
with the bioreproduction and phenotype, the incubation period of feminine temperature shorter than
that of masculine. Likewise, growth of the embryo of feminine temperature was faster than that of
masculine. Incubation at feminine temperature significantly affect to carapace width, length and width
of the plastron, long flippers and rear arms, long neck, and the frequency of the swing flippers.
Keywords: thermo-sensitive period (TSP), gene expression, phenotype, Lepidochelys olivacea

ABSTRAK
Penentuan seks pada penyu tidak hanya berdasarkan genotipe, tetapi juga bergantung suhu inkubasi.
Selain itu, diferensiasi seks berlangsung selama thermosensitive period (TSP). Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap profil ekspresi gen determinasi seks,
bioreproduksi, fenotipe, dan performa lokomotori tukik penyu lekang. Telur yang fertil diinkubasi
pada dua suhu, yaitu suhu feminin (30-33C), dan suhu maskulin (26-27C). Pengukuran nilai cycle
threshold (CT) dilakukan selama TSP, yaitu stadia perkembangan embrio 23-25, dan setelah TSP, yaitu
stadia perkembangan embrio 26-27 menggunakan teknik real time PCR. Perbandingan ekspresi gen
pada kedua suhu inkubasi dianalisis dengan ANOVA, dan dilanjutkan dengan uji t student. Hasil
pengukuran bioreproduksi dan fenotipe tukik, yaitu, pertumbuhan embrio, lama inkubasi,
morfometrik, dan performa lokomotori tukik dianalisis dengan analisis regresi dan uji t Students.
Hasil penelitian menunjukkan ekspresi gen aromatase dan Rspond 1 (yang berperan dalam diferensiasi
ovarium) setelah TSP dari embrio yang diinkubasi pada suhu feminin lebih tinggi dan berbeda dengan
suhu maskulin. Berkaitan dengan bioreproduksi, maka periode inkubasi pada suhu feminin lebih
singkat dari suhu maskulin. Demikian juga pertumbuhan embrio yang lebih cepat pada suhu feminin.
Inkubasi pada suhu feminin berpengaruh nyata terhadap fenotipe tukik, yaitu lebar karapas, panjang
dan lebar plastron, panjang flipper dan lengan belakang, panjang leher, dan frekuensi ayunan flipper.
Kata kunci: thermo-sensitive period (TSP), ekspresi gen, fenotipe, Lepidochelys olivacea

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 143
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

I. PENDAHULUAN sual gonad terjadi (Lang and Andrews, 1994;


Ewert et al., 1994). Jika induksi suhu
Penyu lekang (Lepidochelys olive- maupun hormon steroid eksogen diberikan
cea), merupakan salah satu spesies penyu sebelum TSP, maka akan merubah perkem-
yang menyebar secara luas telah mengalami bangan gonad penyu, dan sebaliknya in-duksi
penurunan populasi dalam beberapa tahun suhu maupun hormon steroid eksogen
terakhir terutama karena faktor antropogenik diberikan setelah TSP tidak akam merubah
(Cornelius et al., 2007). Oleh karena itu, perkembangan dan diferensiasi gonad karena
penyu lekang tergolong reptil yang dilin- gonad telah definitif.
dungi dengan kategori Appendix I CITES Penentuan seks pada tukik hingga
(Convention on International Trade in En- usia muda masih sulit dilakukan, karena se-
dangered Species) (Shanker et al., 2003). cara morfologi penyu tidak memiliki karakter
Penurunan populasi tersebut terlihat dari dimorfisme dan kromosom seks heteromorfik
jumlah penyu lekang betina yang mendarat di (Wibbels et al., 1991; Yao and Capel, 2005).
Taman Buru Bena, Pulau Timor sebagai Saat ini, salah satu tantangan utama dalam
lokasi pengambilan sampel telur.untuk mele- studi spesies TSD adalah untuk menemukan
takkan telurnya selama 5 tahun (2010-2014) cara sederhana untuk menentukan seks tukik
secara berurutan sebanyak 117, 202, 63, 28, yang muncul dari sarang alami dan menaksir
dan 82 ekor. Demikian juga, jumlah tukik nisbah kelamin. Untuk itu, pendekatan
yang dilepas ke laut berturut-turut sebanyak penentuan seksual pada skala laboratorium
12.921, 20.499, 6.618, 2.355, dan 5.418 ekor. mesti dicoba untuk ekstrapolasi hasil ekspe-
Faktor utama yang memengaruhi penurunan rimen laboratorium ke habitat alami.
populasi penyu lekang, yaitu adanya penang- Induksi suhu inkubasi memengaruhi
kapan penyu dewasa untuk dimanfaatkan da- ekspresi sejumlah gen yang terlibat dalam
ging, cangkang, dan pengambilan telur penyu determinasi seks dan pada akhirnya akan
di sarang alami. memengaruhi nisbah kelamin pada tukik. Pe-
Penyu termasuk reptil yang perkem- nentuan seks pada spesies penyu sensitif
bangan gonad dan diferensiasi seksnya ber- terhadap suhu dan hormon steroid eksogen
gantung pada suhu (Temperature-dependent selama thermo-sensitive period. TSP berva-
sex determination, TSD). Beberapa penelitian riasi antara spesies, tetapi umumnya terjadi
telah melaporkan bahwa suhu berperan sekitar sepertiga tengah perkembangan em-
secara langsung selama periode inkubasi, dan brio, yaitu periode di mana diferensiasi sek-
memengaruhi fenotipe tukik. Suhu sarang sual gonad terjadi (Wibbels et al., 1991;
memengaruhi perkembangan embrio penyu, Mrosovsky and Pieau, 1991). Dengan de-
yaitu nisbah kelamin tukik (Standora and mikian, jika induksi suhu atau hormon ste-
Spotila, 1985; Packard and Packard,1988; roid sebelum TSP pada telur penyu yang
Maulany et al., 2012); kualitas tukik (Booth diinkubasi suhu feminin dan/atau maskulin,
et al., 2004), dan performa lokomotori tukik akan berpengaruh terhadap seks tukik. Se-
(Deeming, 2004; Booth, 2006; Burgess et al., dangkan, jika dilakukan induksi tersebut se-
2006; Ischer et al., 2009).Adanya variasi fe- telah TSP, maka tidak terjadi perubahan seks
notipe tersebut umumnya berimplikasi terha- tukik karena telah memasuki fase perkem-
dap kebugaran tukik (Shine, 2004). bangan embrio yang bersifat defenitif.
Penentuan seks spesies penyu sensitif Perubahan cepat ekspresi gen-gen
terhadap suhu inkubasi dan hormon steroid determinasi seks yang mengikuti perubahan
eksogen selama thermo-sensitive period. TSP suhu inkubasi, menegaskan peran gen-gen
bervariasi antara spesies, tetapi umumnya tersebut dalam pembentukan gonad dan me-
terjadi sekitar sepertiga tengah perkembang- ngatur perkembangan organ (Shoemaker et
an embrio, periode di mana diferensiasi sek- al., 2007). Sampai saat ini, terdapat 18 gen

144 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

yang terlibat dalam determinasi seks pada II. METODE PENELITIAN


vertebrara dan bersifat konservatif dalam
perkembangan testis dan ovari dengan level 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
ekspresi yang bervariasi antara spesies (Pieau Penelitian ini dilaksanakan pada
et al., 2001; Rhen and Schroeder, 2010). bulan Mei 2013 sampai Mei 2014 di
Aromatase dan Rspond 1 merupakan Kawasan Taman Buru Bena, Pulau Timor
gen yang terlibat dalam perkembangan dan (12413124 22 BT dan 1041010 LS).
diferensiasi ovarium. Aromatase adalah en- Tahapan inkubasi telur dilakukan pada
zim yang mengkonversi (androgen) andros- inkubator, di Farm. PT. Al Nusa Kranggan
tenedion atau testosteron menjadi estrone, Cibubur. Pengukuran profil ekspresi gen
estrogen, atau 17-estradiol (E2) (Simpson et dilakukan di laboratorium biologi molekuler
al.,1994). Pada kura-kura dan penyu, suhu PSSP-LPPM IPB.
yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan
secara eksponen aktivitas aromatase, sebalik- 2.2. Metode Pengambilan sampel dan
nya pada suhu yang lebih rendah aktivitas Analisis Data
aromatase tetap rendah. Perbedaan level Pengambilan sampel dilakukan di
aromatase tersebut kemudian menjadi pe- Kawasan Taman Buru Bena, Pulau Timor,
tunjuk perbedaan dari gonad tidak berbeda NTT berupa telur penyu lekang, dan dibawa
menjadi ovarium atau testis. (Pieau et al., (kurang dari 3 x 24 jam) ke laboratorium
2004; Sare et al., 2004). Demikian pula, Res- untuk diinkubasi pada dua suhu, yaitu suhu
pond 1 adalah gen yang ekspresinya lebih feminin, yang akan menghasilkan seks betina
tinggi pada suhu feminin dan bertanggung (30-33C) dan suhu maskulin, yang meng-
jawab terhadap diferensiasi ovari (Smith et hasilkan seks jantan (26-27C). Selanjutnya,
al., 2008),dengan mekanisme fisiologi je- RNA total diekstraksi dari jaringan otak
jaring kerja gen determinasi seks seperti embrio penyu lekang pada stadia perkem-
aromatase (Shoemaker and Crews, 2008). bangan embrio 23-27 untuk masing-masing
Hasil penelusuran pustaka menunjuk- suhu inkubasi. RNA total diekstraksi dan
kan belum tersedia informasi secara lengkap diisolasi menggunakan kit RNeasy Qiagen.
tentang profil ekspresi semua gen determina- sesuai prosedur perusahaaan. Primer gen tar-
si seks pada penyu L. olivacea, selain gen get, yaitu gen aromatase: qmAromatase
Dax1, Dmrt1, dan Sox 9 yang secara simul- forward (5-TGGGTTACAGTGCATTGGC-
tan terlibat dalam diferensiasi ovari dan testis 3) dan qmAromatase reverse (5-GAGGCCT
(Torres et al., 2002). GGACCAGACAA-3), dan un-tuk Rspond-
Mengingat penelitian dan informasi 1: forward (5'-TCGGT-GTTCGCAATCCA
tentang ekspresi gen determinasi seks, bio- GAC-3'), reverse (5'-TTTGTGCAAAAGTT
reproduksi, fenotipe, dan performa lokomo- TCGGCTG-3'). Untuk kontrol ekpresi,
tori penyu lekang yang diinkubasi secara menggunakan gen -actin: forward: 5GCTC
buatan masih jarang dan relatif sedikit yang GTCGT-CGACCACGGCTC-3 dan reverse:
dilakukan pada perairan Indonesia, maka 5-CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC-
penelitian ini dapat dilakukan. Untuk itu 3. Pengecekan produk RT-PCR dilakukan
pemahaman tentang hubungan antara suhu dengan menggunakan mesin Gel Doc (Bio
inkubasi, ekspresi gen determinasi seks Red) yang dielektroforesis pada 1,8% gel
selama tahap perkembangan pada embrio, agarosa dan dirunning pada tegangan 100
bioreproduksi, fenotipe, dan juga performa volt selama 0,45 jam. Profil ekspresi gen
lokomotori tukik adalah penting juga se- dikuantifikasi menggunakan SYBR Green I
hingga efektif untuk pengelolaan dan dye (Invitrogen) dan dijalankan dengan
konservasi pada penyu. mesin real time PCR iQ Real-Time PCR
Detection System (Bio Red). Kondisi PCR

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 145
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

dilakukan pada 55C (Aromatase), dan 54C onal pada kedua suhu inkubasi, yaitu suhu
(Rspond-1) selama 30 detik dan kondisi maskulin dan suhu feminin. Untuk mem-
amplifikasi; denaturasi awal 94C: 5 menit bandingkan level mRNA pada suhu inkubasi
(sekali), annealing 94C: 15 detik, ekstensi feminin dan maskulin pada berbagai stadia
72C: 1 menit untuk 45 siklus dan 72C: 1 perkembangan embrional digunakan uji t
menit untuk ekstensi akhir. Setiap sampel Student. Selanjutnya, analisis regresi di-
dijalankan secara duplo (duplikasi) dan nilai gunakan untuk mengukur pengaruh suhu in-
tengah cycle threshold (CT) yang diperoleh kubasi terhadap pertumbuhan embrio (g)
digunakan untuk analisis.Nilai CT yang lebih pada setiap stadia perkembangan embrio. Se-
kecil menunjukkan bahwa gen target ter- dangkan untuk membandingan periode in-
amplifikasi lebih banyak (level ekspresi lebih kubasi, morfometrik tukik, frekuensi ayunan
tinggi). lengan depan (flipper) dan kecepatan mem-
Cycle threshold adalah siklus dimana balikkan tubuh tukik pada dianalisis meng-
nilai fluorosence mulai meningkat dan ter- gunakan uji t Student pada suhu maskulin
deteksi pada base line grafik yang menun- dan suhu feminin. Pada hasil pengukuran ini
jukkan jumlah amplikon yang teramplifikasi dijadikan sebagai karakter pembeda antara
pada siklus tersebut. Kriteria nilai CT yang tukik yang dinkubasi pada kedua suhu in-
diperoleh pada setiap gen, yaitu nilai CT yang kubasi.
diperoleh berbanding terbalik dengan level
ekspresi gen. Artinya pada stadia per- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kembangan embrio yang sama, level ekspresi
gen aromatase dan Rspond-1 yang tinggi jika 3.1. Hasil
memiliki nilai CT yang lebih kecil. Se- 3.1.1. Perbandingan Profil Ekspresi Gen
baliknya, pada stadia perkembangan embrio Determinasi Seks
yang sama, nilai CT yang lebih besar me- Profil ekspresi gen aromatase, dan
miliki level ekspresi gen target yang lebih Rspond-1 pada otak embrio yang diinkubasi
rendah pada kedua suhu inkubasi. pada kedua suhu ditunjukkan secara berturut-
Pengukuran bioreproduksi terdiri dari turut pada Gambar 1 dan 2. Profil ekspresi
periode inkubasi dan pertumbuhan embrio. gen aromatase (110 bp) terekspresi pada
Pengukuran fenotipe bobot badan tukik, semua stadium perkembangan embrio dan
ukuran morfometrik, dan performa loko- pada kedua suhu inkubasi dengan intensitas
motori. Pertumbuhan embrio diukur dengan yang berbeda. Pada stadia perkembangan
cara menghitung bobot embrio penyu (g) embrio selama periode termosensitif (TSP)
sesuai tahap perkembangan embrional. Pe- pada stadia 23 dan 24 terlihat ekspresi gen
ngukuran fenotipe, yaitu bobat badan tukik aromase pada suhu maskulin lebih tinggi
diukur segera setelah tukik menetas (g), dan dibandingkan dengan suhu feminin. Se-
9 karakter morfometrik tukik, yaitu panjang baliknya pada stadia perkembangan embrio
karapas (PKs), lebar karapas (LKs), panjang 25-27, ekspresi gen aromatase suhu maskulin
plastron (PP), lebar plastron (LP), panjang menunjukkan penurunan secara berturut-turut
lengan depan (PLD), panjang lengan bela- dibandingkan dengan ekspresi gen aromatase
kang (PLB), panjang kepala (PK), lebar ke- pada suhu feminin. Hasil analisis ragam
pala (LK), dan panjang leher (PL). Performa menunjukkan bahwa ekspresi gen aromatase
lokomotori diukur meliputi frekuensi ayunan pada kedua suhu inkubasi tidak berbeda
lengan depan dan kecepatan membalikkan nyata (ANOVA, p = 0,331). Perbedaan yang
tubuh. tidak siknifikan juga terlihat ketika mem-
Analisis ragam (ANOVA) digunakan bandingkan level mRNA aromatase pada
untuk membandingkan level ekspresi mRNA periode termosensitif (stadia 23-25) terhadap
pada berbagai stadia perkembangan embri- periode setelah periode termosensitif (stadia

146 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

26-27) untuk suhu feminin. dan suhu 27) pada kedua suhu inkubasi menunjukkan
maskulin (uji t Student p = 0,335). Se- berbeda nyata (uji t student, p = 0,013).
baliknya, perbedaan siknifikan level mRNA
aromatase diamati ketika membandingkan
stadia setelah periode termosensitif (stadia 26
dan 27) pada kedua suhu inkubasi (uji t
Student, p = 0,028).
Analisis RT-PCR gen Rspond-1
dengan panjang fragmen 98 bp, menun-
jukkan intensitas yang hampir sama pada
kedua suhu inkubasi. Berdasarkan Gambar 2
terlihat bahwa level ekpresi Rspond 1 suhu
maskulin pada stadia perkembangan 23 dan
24 lebih rendah dibandingkan dengan suhu
feminin. Sebaliknya, ekspresi Rspond-1 sta-
dia perkembangan 25-27 pada suhu feminin
lebih tinggi dari suhu maskulin.

Gambar 2. Profil ekspresi gen Rspond 1 (CT)


pada tahapan embrional penyu
lekang.

3.1.2. Bioreproduksi, Fenotipe, dan


Performa Lokomotori Tukik Penyu
Lekang yang Diinkubasi pada Suhu
Berbeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
periode inkubasi untuk telur yang diinkubasi
pada suhu feminin berkisar 49-52 hari. Telur
yang diinkubasi pada suhu maskulin berkisar
71-73 hari. Selanjutnya untuk mengetahui
Gambar 1. Profil ekspresi gen aromatase (CT) pertumbuhan embrional penyu lekang telah
pada tahapan embrional penyu le- dilakukan pengukuran bobot embrio pada
kang. seluruh stadia perkembangan embrional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
Hasil analisis statistik menunjukkan empiris pertumbuhan embrio (g) penyu
perbedaan tidak signifikan (ANOVA, p = lekang yang diinkubasi pada suhu feminin
0.852) ekspresi gen Rspond-1 pada kedua lebih besar dari suhu maskulin (Gambar 3).
suhu inkubasi. Hasil yang sama juga terlihat Berdasarkan hasil analisis regresi terlihat
ketika membandingkan level mRNA Res- bahwa pertumbuhan embrio untuk perlakuan
pond-1 pada periode termosensitif (stadia 23- suhu feminin sebesar Yf= 0,016X2-0,542X +
25) terhadap periode setelah periode ter- 4,.636 dengan nilai koefisien determinan (R2)
mosensitif (stadia 26-27) untuk suhu feminin sebesar 96,80%. Sedangkan pada perlakuan
dan suhu maskulin (uji t Student, p = 0.852). suhu maskulin sebesar Ym= 0,009X2-
Sebaliknya, level mRNA Rspond-1 pada 0,450X+5,441 dengan koefisien determinan
stadia setelah periode termosensitif (26 dan (R2) sebesar 92,20%.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 147
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

Pengukuran morfometri dan perfor-


mans tukik penyu lekang ditunjukkan pada
Tabel 1. Hasil pengujian perbandingan rataan
ke-10 karakter morfometrik tukik yang
diinkubasi pada suhu berbeda menunjukkan
adanya perbedaan nyata (p<0,05) untuk ke-7
karakter secara berturut-turut, yaitu bobot
badan (BB), lebar karapas (LKs), panjang
plastron (PP), lebar plastron (LP), panjang
lengan depan (PLD), panjang lengan be-
lakang (PLB), dan panjang leher (PL). Se-
dangkan untuk karakter lainnya, yaitu karak-
Gambar 3. Pertumbuhan embrio penyu ter panjang karapas (PKs), panjang kepala
lekang (g) yang diinkubasi pada (PK), dan lebar kepala (LK), tidak berbeda (p
dua suhu yang berbeda. >0,05).
Hasil analisis statistik menunjukkan
frekuensi ayunan tukik yang diinkubasi suhu
feminin (63,026,52 kali per menit) berbeda
nyata (p=0,00) tukik yang diinkubasi pada
suhu maskulin (47,411,89 kali per menit).
Sedangkan kecepatan membalikkan tubuh
(KB) tukik pada kedua suhu inkubasi me-
nunjukkan tidak berbeda nyata (p=0,48).

3.2. Pembahasan

3.2.1. Perbandingan Profil Ekspresi Gen


Determinan Seks
(a) Hasil penelitian menunjukkan mRNA
aromatase yang berasal dari jaringan otak
terekspresi pada semua stadia perkembangan
(Gambar 1). Analisis statistik menunjukkan
bahwa level ekspresi mRNA aromatase pada
kedua suhu inkubasi untuk semua stadia
perkembangan maupun pada periode sesnsitif
suhu (TSP), yaitu stadia 23-25 tidak berbeda
nyata. Sebaliknya, level mRNA aromatase
setelah TSP pada embrio yang diinkubasi
pada suhu feminin lebih tinggi dan berbeda
nyata dengan suhu maskulin.
Berdasarkan hasil analisis tersebut,
menunjukkan bahwa induksi suhu inkubasi
(b) berpengaruh terhadap profil ekspresi gen
Gambar 4. Pertumbuhan embrio penyu aromatase pada periode setelah TSP dengan
lekang (g) yang diinkubasi pada level mRNA lebih tinggi (nilai CT lebih kecil)
dua suhu feminin (a) dan suhu pada tukik yang diinkubasi pada suhu
maskulin (b). feminin. Beberapa studi pada reptil lainnya
menunjukkan hasil yang sama dengan pene-

148 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

Tabel 1. Bioreproduksi, fenotipe, dan performa lokomotori tukik penyu lekang yang
diinduksi pada dua suhu inkubasi.

Suhu inkubasi Uji


Variabel Feminin Maskulin statistik
30-33C 26-27C
(SD) (SD)
Lama inkubasi (hari) 50,200,89 71,910,70 p=0,00
Daya tetas (%) 83,33 61,11 -
Frekuensi ayunan flipper (kali/menit) 63,026,52 47,411,89 p= 0,00
Kecepatan membalikkan tubuh (detik) 2,340,87 2,541,01 p=0,48 tn
Bobot badan (g) 17,771,34 18,901,26 p=0,02
Panjang karapas (cm) 3,73 0,12 3,750,14 p=0,79tn
Lebar karapas (cm) 3,22 0,09 2,83 0,15 p=0,00
Panjang plastron (cm) 2,99 0,14 2,690,16 p=0,00
Lebar plastron (cm) 2,59 0,10 2,310,11 p=0,00
Panjang lengan depan (cm) 3,55 0,14 3,07 0,1 p=0,00
Panjang lengan belakang (cm) 1,61 0,07 1,51 0,11 p=0,01
Panjang kepala (cm) 1,45 0,05 1,440,04 p=0,84tn
Lebar kepala (cm) 0,87 0,01 0,900,00 p=0,12tn
Panjang leher (cm) 0,93 0,11 0,830,10 p=0,02
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata

tian ini dilaporkan pada spesies TSD, seperti aromatase sehingga akan menghasilkan seks
kura-kura T. scripta (Murdock and Wibbels, jantan (Tsai et al., 2003; Rhen et al., 2007).
2003), Alligator mississipiensis (Gabriel et Diferensiasi seks gonad pada penyu
al., 2001), C.picta dan spesies GSD, kura- TSD berlangsung selama TSP. Pieau et al.
kura Apolone mutica (Valenzuela and Shi- (1999) menyatakan bahwa aromatase adalah
kano, 2007) menunjukkan level mRNA aro- kompleks enzim yang merubah androgen
matase yang tidak berbeda antara suhu menjadi estrogen. Pada awal TSP, mRNA
feminin dan suhu maskulin selama periode reseptor estrogen diekspresikan pada gonad.
termosensitif, tetapi lebih tinggi pada betina Ketika tahap diferensiasi ovarium, transkrip
setelah periode termosensitif. Hasil penelitian mRNA reseptor estrogen ditemukan di ba-
ini memberikan data yang menunjukkan bah- gian medula dan konteks korda ovarium,
wa suhu inkubasi dapat menekan atau meng- sebaliknya pada diferensiasi testis hanya
stimulasi ekspresi aromatase pada sejumlah ditemukan pada bagian medula korda tes-
reptil, termasuk penyu lekang yang penen- tikular (Bergeron et al., 1998). Saat diferen-
tuan seks bergantung pada suhu inkubasi. siasi ovarium, epitel germinal menebal ka-
Ekspresi gen aromatase dan aktivitas- rena adanya proliferasi sel epitel dan sel ger-
nya dapat diatur oleh lingkungan, misalnya minal hingga membentuk kantong oogonia
suhu dan hormon sintetik (Orlando et al., dan akhirnya membentuk ovarium definitif.
2002). Sebagai contoh, pada beberapa jenis Sebaliknya, diakhir TSP tahap perkembangan
ikan dan reptil, peningkatan suhu air setelah embrio, diameter korda testikuler semakin
stadia perkembangan awal dapat mening- menurun sebagai akibat menurunnya kan-
katkan ekspresi gen aromatase dan aktivitas dungan protein dalam testis (Pieau et al.,
enzimatis sehingga akan menghasilkan seks 1999). Crews et al. (1991) dan Bergeron et
betina, sebaliknya, pengaruh suhu tersebut al. (1994) menyatakan bahwa estrogen alami
dapat dihambat dengan penggunaan inhibitor dan sintetik dapat menginduksi diferensiasi
aromatase yang akan menekan ekspresi gen ovarium pada suhu feminin secara normal

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 149
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

selama TSP. Pada ikan Oreochromis nilo- awal TSP dan terus meningkat pada suhu
ticus, level ekspresi mRNA P450aromA feminin (31C) dibandingkan suhu maskulin
diperlukan untuk diferensiasi ovarium dan (26C). Selanjutnya, ekspresi Rspond 1
menghambat diferensiasi testikuler. Implika- menurun secara siknifikan pada embrio yang
sinya, suhu inkubasi dapat mengatur ekspresi suhu inkubasinya diganti dari suhu feminin
dan aktivitas gen aromatase ( Kitano et al., ke suhu maskulin. Hal ini menunjukkan
2000; Pieau and Dorizzi, 2004). bahwa ekspresi Rspond-1 dipengaruhi oleh
Secara keseluruhan, hasil penelitian suhu, baik pada suhu feminin dan pergantian
ini menunjukkan bahwa peningkatan level suhu inkubasi. Demikian juga pada spesies
ekspresi gen aromatase yang diinduksi suhu ikan Oryzias latipes, Zhou et al. (2012)
selama masa inkubasi meningkatkan pro- menemukan tiga anggota famili Rspond (1-3)
duksi estrogen yang berperan dalam diferen- yang menunjukkan profil ekspresi dimorfik
siasi ovarium selama TSP dan memperta- secara seksual pada gonad betina di semua
hankan struktur ovarium setelah TSP pada stadium perkembangan embrio. Hal ini
suhu feminin, sebaliknya induksi suhu mas- menunjukkan bahwa ekspresi Rspond 1
kulin selama perkembangan embrio berperan dipengaruhi oleh suhu, baik pada suhu
dalam diferensiasi testis. feminin dan pergantian suhu inkubasi, dan
Visualisasi gel elektroforesis gen gen Rspond sangat diperlukan untuk
Rspond-1 konsisten muncul di semua stadia diferensiasi ovarium. Kocer et al. (2008)
perkembangan embrio penyu lekang dengan menyatakan bahwa gen Rspond-2 berperan
intesitas yang berbeda. Demikian pula ana- sebagai gen kandidat untuk diferensiasi
lisis real-time PCR menunjukkan bahwa eks- ovarium.
presi mRNA Rspond 1 yang berasal dari
jaringan otak terekspresi pada semua stadia 3.2.2. Bioreproduksi, Fenotipe, dan Per-
perkembangan (Gambar 2). Hasil analisis forma Lokomotori Tukik Penyu
statistik menunjukkan tidak terdapat per- Lekang yang Diinkubasi pada Suhu
bedaan level ekspresi mRNA Rspond 1 Berbeda
antara yang diinkubasi pada suhu maskulin Berdasarkan hasil penelitian terlihat
dan suhu feminin pada seluruh stadia per- bahwa telur yang diinkubasi pada suhu
kembangan embrional. Demikian juga per- feminin lebih singkat periode inkubasi (49-52
bandingan level ekspresi Rspond 1 antara hari) dibandingkan dengan telur yang
periode TSP (stadia 23-25) pada kedua suhu diinkubasi pada suhu maskulin (71-73 hari).
inkubasi. Meskipun demikian, level mRNA Hasil penelitian ini sejalan dengan Mrosov-
Rspond 1 setelah TSP (stadia 26-27) pada sky et al.(1999) yang menyatakan bahwa
embrio yang diinkubasi pada suhu feminin lama inkubasi menjadi lebih singkat pada
lebih tinggi dan berbeda dengan suhu mas- sarang suhu feminin, sebaliknya, lama in-
kulin. Hasil penelitian ini menunjukkan kubasi menjadi lebih panjang pada sarang
bahwa Rspond-1 berfungsi, yaitu memper- suhu maskulin. Durasi embriogenesis yang
tahankan ekspresi gonad betina dan menekan lebih pendek dan laju pertumbuhan embrio
diferensiasi dan perkembangan testis. penyu lebih cepat disebabkan tingkat me-
Smith et al. (2008) menjelaskan tabolisme lebih tinggi pada suhu feminin
bahwa ekspresi Rspond-1 pada sejumlah dibandingkan dengan telur penyu yang di-
vertebrata, seperti tikus, ayam, dan kura-kura inkubasi pada suhu maskulin (Packard and
(Trachemys Scripta), menunjukkan peranan Packard 1988). Adanya pola pertumbuhan
yang konservatif dalam perkembangan yang lebih tinggi pada embrio yang di-
ovarium. Pada T. Scripta, reptil yang deter- inkubasi pada suhu feminin juga akan
minasi seks tergantung pada suhu, ekspresi memegaruhi ukuran morfometrik tukik yang
Rspond-1 secara siknifikan lebih tinggi di akan dihasilkan.

150 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

Suhu inkubasi telur penyu yang ideal embrio lebih lambat dengan periode inkubasi
agar embrio tumbuh dengan baik berkisar lebih panjang (71-73 hari). Periode inkubasi
antara 24-33C. Masa inkubasi bergantung lebih panjang dan lebih banyak kuning telur
pada suhu pasir di pantai. Marquez (1990) dikonversi menjadi jaringan tukik sehingga
menyatakan bahwa suhu optimal untuk menghasilkan ukuran tubuh lebih besar.
penetasan telur penyu sisik secara semialami Akan tetapi, tukik yang ditetaskan memiliki
adalah 28-32C. Jika suhu selama masa performa berenang yang lebih lambat karena
inkubasi jauh lebih rendah atau lebih tinggi cadangan energi yang berasal dari kuning
dari suhu optimal tersebut maka hasil pe- telur yang mesti disimpan justru telah dikon-
netasan akan kurang dari 50%. Hasil pe- versi untuk proses organogenesis (Booth and
nelitian menunjukkan ada korelasi negatif Astil 2001). Transformasi dari zigot ke tukik
antara suhu inkubasi dengan durasi periode diperpanjang oleh kondisi dingin karena suhu
inkubasi. mengatur tingkat aktivitas kimia, termasuk
Jayasuari et al. (1994) menjelaskan yang berkontribusi terhadap tingkat
bahwa penyu terrapin diamondback (Mala- metabolisme secara keseluruhan (Hoegh-
clemys terrapin) yang diinkubasi pada suhu Guldberg and Pearse, 1995).
31C menghasilkan tukik betina dengan Berdasarkan pengukuran morfometri
lama inkubasi 45 hari. Telur yang diinkubasi panjang lengan depan (PLD) tukik menun-
pada suhu 27C menghasilkan tukik jantan jukkan perbedaan signifikan di antara kedua
dengan lama inkubasi 60 hari. suhu inkubasi. Hal yang sama juga ditun-
Hasil analisis regresi pertumbuhan jukkan pada kecepatan mendayung (power
embrio yang diinkubasi pada kedua suhu stroke) dari flipper tukik yang berbeda pada
inkubasi (Gambar 4) menunjukkan adanya kedua suhu inkubasi. Rendahnya frekuensi
perbedaan nilai koefisien regresi (bi) pada ayunan lengan depan pada tukik yang di-
masing-masing suhu inkubasi. Nilai koefisien inkubasi pada suhu rendah (26-27C) diduga
regresi pada suhu feminin (0,016X2- 0,542X) juga berkaitan dengan meningkatnya efisi-
lebih besar dari koefisien regresi pada suhu ensi konversi cadangan energi (kuning telur)
maskulin (0,009X2-0,450X). Hal ini berarti, pada jaringan akibat lamanya periode in-
bahwa pertumbuhan embrio yang diinkubasi kubasi dan durasi embriogenesis penyu
pada suhu feminin selama tahap perkem- lekang. Kondisi ini berdampak langsung
bangan embrio lebih cepat dibandingkan em- pada berkurangnya ketersediaan energi pada
brio yang diinkubasi pada suhu maskulin. Se- tukik yang ditetaskan dan akan mengurangi
cara biologi, tingginya laju pertumbuhan frekuensi ayunan lengan depan (Packard and
embrio pada suhu feminin menunjukkan Packard, 1988).
kuning telur sebagai cadangan energi lebih Pada penelitian ini juga dilakukan
cepat dikonversi menjadi jaringan selama perbandingan performa lokomotori tukik
perkembangan embrionik. pada kedua suhu inkubasi. Pada suhu fe-
Secara umum, pertumbuhan embrio minin, frekuensi ayunan flipper lebih banyak
yang diinkubasi pada suhu feminin memiliki (63,026,52) dibandingkan dengan tukik
kecenderungan lebih cepat dibandingkan yang ditetaskan pada suhu maskulin
dengan embrio yang diinkubasi pada suhu (47,411,89). Hasil ini sejalan dengan ukur-
maskulin, terutama pada hari pengamatan 38- an morfometri panjang flipper pada suhu fe-
50 periode inkubasi. Jika dikaitkan dengan minin lebih panjang dengan tukik pada suhu
periode inkubasi, terlihat bahwa pada suhu maskulin. Gyuris (2000) dan Pilcher et al.
feminin (30-33C), pertumbuhan embrio le- (2000) menyatakan bahwa performa lokomo-
bih cepat dengan periode inkubasi lebih pen- tori penyu hijau adalah faktor utama dalam
dek (49-52 hari), dan sebaliknya pada suhu menentukan peluang penyu untuk bertahan
inkubasi maskulin (26-27C), pertumbuhan hidup, yaitu pada periode saat menetas dan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 151
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

muncul dari sarang hingga mencapai pantai beda nyata, dan frekuensi ayunan flipper
perairan yang lebih dalam. Tukik penyu hijau yang lebih banyak (63,026,52 kali per me-
yang lebih besar memiliki tingkat kelang- nit) dapat dijadikan sebagai parameter dimor-
sungan hidup yang tinggi karena kurang fisme seks. Demikian juga, dengan pengu-
rentan dimangsa predator (Gyuris, 2000). kuran ekspresi kedua gen determinasi seks,
Kemampuan berenang yang cepat berkaitan yaitu aromatase dan Rspond 1 untuk diferen-
dengan ukuran flipper, karena tukik lebih siasi ovarium pada penyu lekang. Berkaitan
besar memiliki tungkai yang lebih panjang dengan pemanasan global yang akan mening-
dan melangkah lebih cepat (Janzen et al., katkan suhu lingkungan, maka induksi suhu
2000). Booth (2006) menyatakan bahwa maskulin merupakan langkah mitigasi de-
ukuran telur berkorelasi dengan ukuran ngan melakukan restocking tukik sebagai
flipper. Hal ini disebabkan pada suhu mas- pengkayaan populasi pada suhu maskulin
kulin, periode inkubasi lebih panjang dan (26-27C) sehingga kelangsungan populasi
lebih banyak kuning telur dikonversi menjadi penyu di alam terjaga dengan seimbang.
jaringan tukik, sehingga menghasilkan ukur-
an tubuh lebih besar. Akan tetapi, tukik yang IV. KESIMPULAN
ditetaskan memiliki performa berenang yang
lebih lambat karena cadangan energi yang Induksi suhu inkubasi memberikan
berasal dari kuning telur yang mesti dica- pengaruh terhadap ekspresi gen determinasi
dangkan justru telah dikonversi untuk proses seks, aromatase dan Rspond 1 pada stadia
organogenesis (Booth and Astil, 2001). perkembangan embrio setelah periode ter-
Transformasi dari zigot ke tukik diperpan- mosensitif (TSP) dengan level ekspresi yang
jang oleh kondisi dingin karena suhu menga- lebih tinggi pada suhu feminin. Hasil yang
tur tingkat aktivitas kimia, termasuk yang sama juga terlihat pada pengukuran periode
berkontribusi terhadap tingkat metabolisme inkubasi, pertumbuhan embrio, ketujuh ka-
secara keseluruhan (Hoegh-Guldberg and rakter morfometrik, dan frekuensi ayunan
Pearse, 1995). Berkaitan dengan performa flipper tukik penyu lekang yang menun-
berenang, hasil pengujian laboratorium pada jukkan suhu feminin merupakan suhu inku-
tukik penyu hijau dalam air laut pada be- basi yang terbaik penyu lekang sebagai spe-
berapa suhu inkubasi, menunjukkan perbe- sies TSD dan dapat digunakan sebagai untuk
daan yang nyata, yaitu tukik dari telur dimorfisme seks pada sarang alami.
diinkubasi pada 25,5C dan 26C memiliki
frekuensi kecepatan lengan depan menda- UCAPAN TERIMA KASIH
yung (power stroke) dan daya tahan (survi-
val) yang lebih rendah dari tukik yang di- Terima kasih penulis ucapkan kepada
inkubasi pada 28C dan 30C. Perbedaan ini Kepala Balai Besar Konservasi Sumber
disebabkan oleh kelelahan otot-otot tukik Daya Alam Wilayah I NTT beserta staf,
yang lebih cepat pada suhu inkubasi rendah Direktur dan staf PT. Al Nusa Farm.
(Burgess et al., 2006). Kranggang, Cibubur, dan Kepala dan staf
Implikasi dari data bioreproduksi, fe- Pusat Studi Satwa Primata-LPPM IPB
notipe, dan performa lokomotori tukik penyu Bogor yang bersedia membantu selama pe-
lekang, dapat membantu dalam iden-tifikasi nelitian berlangsung.
jenis kelamin penyu lekang, dan mempre-
diksi nisbah kelamin tukik yang dihasilkan di DAFTAR PUSTAKA
sarang alami. Sebagai contoh, hasil penga-
matan rataan lama inkubasi pada pada inku- Bergeron, J.M., M. Gahr, K. Horan, T.
basi buatan pada suhu feminin (50,200,89 Wibbels, and D. Crews. 1998. Clon-
hari), ketujuh ukuran mor-fometrik yang ber- ing and in situ hybridization analysis

152 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

of estrogen receptor in the develop- Gabriel, W.N., B. Blumberg, S. Sutton, A.R.


ing gonad of the redeared slider Place, and V.A. Lance. 2001. Alli-
turtle, a species with temperature- gator aromatase cDNA sequence
dependent sex determination. Dev- and its expression in embryos at
elopment, Growth and Differen- male and female incubation tem-
tiation. 40(2):243-254. Doi :10.1046 peratures. J. of Experimental Zoo-
/j.1440-169X.1998.00013. x. logy, 290:439-448.
Booth, D.T. 2006. Influence of incubation Gyuris, E. 2000. The relationship between
temperature on hatchling phenotype body size and predation rates on
in reptiles. Physiol. Biochem. Zool, hatchlings of the green turtle (Che-
79:274281. doi:10.1086/499988. lonia mydas): is bigger better. In:
Booth, D.T. and K. Astill. 2001. Incubation Pilcher et al. (eds.). Sea turtles of
temperature, energy expenditure and the Indo Pacific: research manage-
hatchling size in the green turtle ment and conservation. Academic
(Chelonia mydas), a species with Press, New York, 143-147pp.
temperature-sensitive sex determi- Hoegh-Guldberg, O. and J.S. Pearse. 1995.
nation. Aust. J. Zool. 49:389396. Temperature, food availability, and
doi:10.1071/ZO01006. the development of marine inver-
Burgess, E., D.T. Booth, and J.M. Lanyon. tebrate larvae. Am. Zool., 35:415-
2006. Swimming performance of 425.
hatchling green turtles is affected by Honarvar, S., M.P. OConnor, and J.R.
incubation temperature. Coral Reefs, Spotila. 2008. Density dependent
25:341-349. effects on hatching success of the
Cornelius, S.E., R. Arauz, J. Frete, M.H. olive ridley turtle, Lepidochelys oli-
Godrey, R. Marquez, and K. vecea. Oecologia, 157:221-230.
Shanker. 2007. Effect of land-based Ischer, T., K. Ireland, and D.T. Booth. 2009.
harvest of Lepidochelys. In: Plotkin, Locomotion performance of green
P.T. (ed.). Biology and conservation turtle hatchlings from the Heron
of ridley sea turtles. The Johns Hop- Island Rockery, Great Barrier Reef.
kins University Press, Baltimore. Marine Bio, 156:1399-1409.
231-251pp. Janzen, F.J., J.F. Tucker, and G.L. Paukstis.
Deeming, D.C. 2004. Post hatching phenoty- 2000. Experimental analysis of an
pic effects of incubation in reptiles, early life-history stage: selection on
In: Deeming, D.C. (ed.). Reptilian size of hatchling turtles. Ecology,
incubation: environment, evolution 81:2290-2304.
and behavior. Nottingham Universi- Jeyasuriya, P., W.M. Roosenburg, and A.R.
ty Press, Nottingham. 229-252pp. Place. 1994. Role of P-450 aroma-
Eckrich, C.E. and D.W. Owens. 1995. Soli- tase in sex determination of the dia-
tary versus arribadas nesting in the mondback terrapin, Malaclemys ter-
olive ridley sea turtles (Lepidoche- rapin. J. Exp. Zool. 270:95-111.
lys olivacea): a test of the predator- Kitano, T., K. Takamune., Y. Nagahama, and
satiation hypothesis. Herpetologica, S.I. Abe. 2000. Aromatase inhibitor
51:349-354. and 17 alpha-methyltestosterone ca-
Ewert, M.A., D.R. Jackson, and C.E. Nelson. use sex-reversal from genetical fe-
1994. Pattern of temperature depen- males to phenotypic males and sup-
dent sex determination turtles. The J. presion of P450 aromatase gene ex-
of. Experimental Zoology, 270:3-15. pression in Japanese flounder (Pa-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 153
Profil Ekspresi Gen Determinasi Seks dan Fenotipe Penyu Lekang . . .

ralichthys olivaceus). Mol. Reprod. Orlando, E.F., W.P. Davis, and L.J. Guillette.
Devel, 56:1-5. 2002. Aromatase activity in the ova-
Kocer, A., I. Pinheiro, M. Pannetier, L. ry and brain of the eastern mos-
Renault, P. Parma, O. Radi, K.A. quitofish (Gambusia holbrooki) ex-
Kim, G. Camerino, and E. Pailhoux. posed to paper mill effluent. Envi-
2008. R-spondin-1 and FOXL2 act ronmental Healt Perpectives, 4(3):
into two distinct cellular types du- 429-433.
ring goat ovarian differentiation. Packard, G.C. and M.J. Packard. 1988. The
BMC Dev. Biol, 8:36. doi:10.1186/ physiological ecology of reptilian
1471-213X-8-36. eggs and embryos. In: Ecology B.
Lang, J.W. and H.V. Andrews. 1994. Tempe- Gans, et al. (eds.). Biology of the
rature dependent sex determination reptilian. Alan R. Liss Press, New
in Crocodilians. The J. of Experi- York. 523-605pp.
mental Zoology, 270:28-44. Pilcher, N.J., S. Enderby, T. Stringell, and L.
Marquez, M.R. 1990. Sea turtles of the world Bateman. 2000. Nearshore turtle
an annotated and illustrated catalogue hatchling distribution and predation.
of sea turtle species known to date. In: Pilcher et al. (eds.). Sea turtles of
FAO Species Catalog, FAO Fisheries the Indo-Pacific: research, manage-
Syn. 81p. ment and conservation. Academic
Maulany, R.I., D.T. Booth, and G.S. Baxter. Press, New York.http://www.arbec.
2012. Emergence success and sex com.my/sea-turtles/art.htm.[Retrie-
ratio of natural and relocated nests vet on 10 April 2013]. 113-119pp.
o:f olive ridley turtles from Alas Pieau, C., M. Dorizzi, and N.R. Mercier.
Purwo National Park, East Java, 1999. Temperature dependent sex
Indonesia. Copeia, 4:738-747. determination and gonadal differen-
Moreno-Mendoza N., V. Harley, and H. Mer- tiation in reptiles. Cell. Mol. Life
chant-Larios. 1999. Differential ex- Sci., 55:887-900.
pression of SOX9 in gonads of the Pieau, C., M. Dorizzi, and N.R. Mercier.
sea turtle Lepidochelys olivacea at 2001. Temperature dependent sex
male or female-promoting tempera- determination and gonadal differen-
tures. J. Exp Zool., 284:705-710. tiation in reptiles. EXS., 91:117-141.
Mrosovsky, N. and C.L. Yntema. 1980. Pieau, C. and M. Dorizzi. 2004. Oestrogens
Temperature dependence of sexual and temperature dependent sex de-
differentiation in sea turtles: impli- termination in reptiles: all is in the
cations for conservation practices. gonads. J. Endocrin., 181:367-377.
Biological Conservation, 18:271- Rhen, T., K. Metzger, A. Schroeder, and R.
280. Woodward. 2007. Expression of pu-
Mrosovsky, N., C. Baptistotte, and M.H. tative sex-determining genes during
Godfray. 1999. Validation of incu- the of gonad development in the
bation duration as an index of the Snapping Turtle, Chelydra serpen-
sex ration hatchling sea tyrtle. Can. tina. Sexual Development, 1:255-
Journal Zoology, 77:831-835. 270. doi: 10.1159/000104775.
Murdock, C. and T. Wibbels. 2003. Cloning Rhen, T. and A. Schroeder. 2010. Molecular
and expression of aromatase in a mechanisms of sex determination in
turtle with temperature dependent reptiles. Sexual Development, 4:16-
sex determination. General and 28.
Comparative Endocrinolog, 130: Sarre, S.D., A. Georges, and A. Quinn. 2004.
109-119. The ends of a continuum: genetic

154 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt71
Dima et al.

and temperature-dependent sex de- Torres-Maldonado, L., A.L. Piedra, N. More-


termination in reptiles. BioEssays, no-Mendoza, A.M. Valencia, A.M.
26:639-645. Martinez, and H. Merchant-Larios.
Shanker, K., B. Pandav, and B.C. Chou- 2002. Expression profiles of Dax1,
dhury. 2003. An assessment of the Dmrt1, and Sox9 during temperature
olive ridley turtle (Lepidochelys oli- sex determination in gonads of the
vecea) nesting population in Orissa, sea turtle Lepidochelys olivacea.
India. Biological Conservation, 115: Gen. Comp. Endocrinol., 129:20-26.
149-160. Tsai, M.J. and B.W. OMalley. 1994. Mole-
Shine, R. 2004. Adaptive consequences of cular mechanism of action of steroid
developmental plasticity, In: Deem- /thyroid receptor superfamily mem-
ing D.C. (ed.). Reptilian incubation: bers. Ann. Rev. Biochem., 63:451-
environment, evolution and behavi- 489.
our, Nottingham University Press, Valenzuela, N. and T. Shikano. 2007. Em-
Nottingham. 187-210pp. bryological ontogeny of aroma-tase
Shoemaker, C.M., J. Queen, and D. Crews. gene expression in Chrysemys picta
2007. Temperature-responsive genes and Apalone mutica turtles: compa-
involved in gonadogenesis. Mole- rative patterns within and across
cular Endocrinology, 21(11):1-15. temperature-dependent and genoty-
doi:10.1210/me.2007-0263. pic sex determining mecha-nisms;
Shoemaker, C.M. and D. Crews. 2008. Dev. Genes. Evol., 217:55-62.
Analyzing the coordinated gene Wallace, B.P., P.R. Sotherland, J.R. Spotila,
network underlying temperature- R.D. Reina, B.F. Franks, and F.V.
dependent sex determination in re- Paladino. 2004. Biotic and abiotic
ptiles. Seminars in Cells and Deve- factors affect the nest environment
lopmental Biology. 20(3):293-303. of embryonic leatherback turtles,
Simpson, E.R., M.S. Mahendroo, G.D. Dermochelys coriacea. Physiol.
Means, M.M. Kilgore, M.M. Hins- Biochem. Zool., 77:423-432.
helwood, S. Graham-Lorence, B. Wibbels, T., J.J. Bull, and D. Crews. 1991.
Amarneh, Y. Ito, C.R. Fisher, M.D. Chronology and morphology of
Michael, C.R. Mendelson, and S.E. temperature dependent sex deter-
Bulun. 1994. Aromatase cytochrome mination. J. Exp Zool., 260:371-381.
P450, the enzyme responsible for Yao, H.H.C. and B. Capel. 2005. Tempera-
estrogen biosynthesis. Endocrinol. ture, genes, and sex: a comparative
Rev., 15:342-355. view of sex determination in Tra-
Smith, C.A., C.M. Shoemaker, K.N. Roes- chemys scripta and Mus musculus.
zler1, J. Queen, D. Crews, and A.H. J. of Biochemistry, 138:5-12.
Sinclair. 2008. Cloning and expres- Zhou, L., T. Charkraborty, X.Yu, L.Wu, G.
sion of RSpondin-1 in different ver- Liu, S. Mohapatra, D.Wang, and Y.
tebrates suggests a conserved role in Nagahama. 2012. R-spondins are
ovarian development. BMC Deve- involved in the ovarian differen-
lopmental Biology, 8:72 doi:10.1186 tiation in a teleost, medaka (Oryzias
/1471-213X-8-72. latipes). BMC Dev. Biol., 12:36.
Standora, E.A. and J.R. Spotila. 1985. Tem- doi:10.1186/1471-213X-12-36.
perature dependent sex determina-
tion in sea turtles. Copeia, 3:711 Dierima : 11 Maret 2015
722. Direview : 1 Juni 2015
Disetujui : 23 Juni 2015

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1, Juni 2015 155
156

You might also like