You are on page 1of 22

Teknologi pembekuan makanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan makanan dengan

menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal ini berlawanan denganpemrosesan

termal, di mana makanan dipaparkan ke temperatur tinggi dan memicu tegangan termal terhadap

makanan, dapat mengakibatkan hilangnya nutrisi, perubahanrasa, tekstur, dan sebagainya,

atau pemrosesan kimia dan fermentasi yang dapat mengubah sifat fisik dan kimia

makanan. Makanan beku umumnya tidak mengalami hal itu semua; membekukan makanan

cenderung menjaga kesegaran makanan. Makanan beku menjadi

favorit konsumen melebihi makanan kaleng atau makanan kering, terutama di sektor

hasil peternakan (daging dan produk susu), buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah, setengah jadi, hingga

makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses pembekuan makanan melibatkan

pemindahan panas dari produk makanan. Hal ini akan menyebabkan membekunya kadar air di

dalam makanan dan menyebabkan berkurangnya aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur

dan menghilangnya ketersediaan air menjadi penghambat utama pertumbuhan mikroorganisme dan

aktivitas enzim di dalam produk makanan, menyebabkan makanan menjadi lebih awet dan tidak

mudah membusuk. Keunggulan dari teknik pembekuan makanan adalah semua hal tersebut dapat

dicapai dengan mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi, sifat organoleptik, dan

sebagainya.

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Sejarah
2 Penurunan titik beku

3 Proses pembekuan

4 Perubahan fase dan formasi kristal es

5 Perkiraan waktu pembekuan

6 Alat pembekuan

o 6.1 Kontak langsung dengan permukaan dingin

o 6.2 Pembekuan dengan memanfaatkan media udara

o 6.3 Pembekuan dengan menggunakan cairan

7 Pengaruh pembekuan dan penyimpanan beku terhadap makanan

o 7.1 Efek terhadap karakter fisik

o 7.2 Efek terhadap bahan penyusun makanan

o 7.3 Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan

8 Pengembangan teknik pembekuan

o 8.1 Pembekuan dengan tekanan tinggi

o 8.2 Dehydrofreezing

9 Konservasi energi dalam proses pembekuan

10 Referensi
11 Bacaan terkait

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Teknik pembekuan makanan sudah dikenal sejak lama sekali, sedangkan teknik pembekuan dengan

campuran garam-es diperkenalkan pada tahun 1800an di dua tempat, yaitu di Inggris (oleh H.

Benjamin pada tahun 1842) dan di Amerika Sarikat (oleh Enoch Piper pada tahun 1861) yang

keduanya memanfaatkannya untuk mendinginkan ikan. Komersialisasi teknik pembekuan makanan

baru dimulai di akhir abad ke 19 ketika alat pendingin mekanis, yang saat ini disebut dengan lemari

es, ditemukan. Dan di pertengahan abad ke 20, makanan beku mulai ikut bersaing dengan makanan

kalengan dan makanan kering.[1]

Penurunan titik beku[sunting | sunting sumber]

Titik beku adalah temperatur di mana kristal es dan air berada dalam keadaan ekuilibrium; titik di

mana air tepat membeku atau es tepat mencair. Air murni membeku pada temperatur 0 oC pada

tekanan atmosfer. Titik beku makanan berada di bawah titik beku air murni, hal ini dikarenakan

makanan mengandung berbagai campuran berbagai macam zat dan masing-masing saling

memengaruhi sehingga menurunkan titik beku. Level titik beku suatu makanan tergantung pada

konsentrasi zat-zat dalam makanan.

Proses pembekuan[sunting | sunting sumber]

Ketika makanan dipaparkan ke temperatur dingin, produk makanan tersebut akan kehilangan panas

akibat laju pindah panas yang terjadi dari makanan ke medium bertemperatur rendah di sekitarnya.

Permukaan makanan akan mengalami penurunan temperatur lebih cepat dibandingkan dengan

bagian dalamnya.

Jumlah air yang membeku dalam produk makanan tergantung pada temperatur pembekuan;

kandungan campuran zat makanan amat memengaruhi hal tersebut. Umumnya, semakin cair suatu
bahan makanan, jumlah air yang membeku akan semakin banyak. Tetapi, kuning telur masih

menyisakan lebih dari 20 persen air meski sudah didinginkan hingga minus 40 oC. Hal ini

dikarenakan kandungan protein yang tinggi yang terlarut dalam air. Kekurangan teknik pembekuan

adalah sulitnya membekukan kandungan air yang ada dalam bahan makanan secara sempurna

sehingga masih menyisakan risiko pertumbuhan mikroorganisme; untuk mengatasinya diperlukan

pendinginan lebih jauh lagi untuk menghentikan aktivitas enzim mikroorganisme dan/atau

membekukan lebih banyak air, namun hal itu tidaklah ekonomis.

Perubahan fase dan formasi kristal es[sunting | sunting sumber]

Ketika temperatur produk makanan diturunkan hingga di bawah titik beku air, air mulai

membentuk kristal es. Pembentukan kristal es dapat disebabkan oleh kombinasi molekul-molekul air

yang disebut dengan nukleasi homogenik, atau pembentukan inti di sekitar partikel tersuspensi yang

dikenal dengan nama nukleasi heterogen.[2] Nukleasi homogen terjadi dalam kondisi di mana zat

terbebas dari zat pengotor yang pada umumnya berperan sebagai inti ketika terjadi proses

pembekuan. Nukleasi heterogen terjadi ketika molekul-molekul air bersatu dengan agen nukleasi

seperti benda asing, zat tak terlarut, atau bahkan dinding pembungkus. [3] Nukleasi heterogen adalah

tipe yang umum terjadi dalam proses pembekuan makanan.

Tipe ketiga dari proses nukleasi, yang disebut dengan pembentukan inti sekunder, terbentuk ketika

kristal-kristal membelah. Tipe kristalisasi ini memberikan ukuran kristal yang seragam, dan umum

terjadi pada proses pembekuan makanan cair (Franks, 1987).

Umumnya, dalam proses pembekuan makanan, temperatur berkurang mulai dari temperatur awal di

atas titik beku hingga beberapa derajat di bawah titik beku. Dalam proses ini, temperatur di 0 hingga

-5oC disebut zona kritis yang diperlukan oleh makanan dalam pembentukan kristal-kristal es.

Lamanya waktu yang diperlukan bagi makanan dalam melalui zona kritis ini menentukan jumlah dan

ukuran kristal es yang terbentuk. Proses pembekuan yang cepat akan membentuk sejumlah besar

kristal es berukuran kecil, sedangkan pendinginan dalam waktu yang lambat akan membentuk
sejumlah kecil kristal es berukuran besar. Pembekuan yang lambat memberikan waktu bagi molekul-

molekul air untuk bermigrasi menuju inti yang akan bersatu dengannya untuk membentuk agregat

kristal es sehingga menghasilkan kristal es berukuran besar. Pembentukan kristal es berukuran

besar ini akan memengaruhi struktur makanan dan menyebabkan hilangnya kualitas makanan.

Kristal es yang besar akan menusuk dinding sel produk makanan dan merusaknya. Kerusakan akan

semakin besar dengan semakin lambatnya laju pembekuan.[4] Solusi terbaik adalah dengan

mencegah terjadinya kristalisasi ini dengan risiko meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang

dapat merusak makanan karena temperatur yang masih memungkinkan bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Solusi dari masalah tersebut adalah dengan menambahkan protein anti beku yang

dapat menurunkan titik beku air dan mencegah kristalisasi pada temperatur yang sangat rendah. [5]

Perkiraan waktu pembekuan[sunting | sunting sumber]

Semua produk makanan mengandung berbagai jenis zat terlarut. Sangat sulit untuk menentukan

pada temperatur berapa seluruh air dalam produk makanan akan membeku, dikarenakan

keberadaan zat terlarut dalam makanan menurunkan titik beku.

Laju pendinginan yang memengaruhi waktu pembekuan yang diperlukan produk makanan kualitas

produk makanan dapat didefinisikan oleh selisih antara temperatur awal produk makanan dan

temperatur akhir pembekuan dibagi dengan waktu. (oC/s). Dapat juga didefinisikan dengan rasio dari

selisih antara temperatur permukaan dan temperatur bagian dalam produk makanan dengan waktu

yang dibutuhkan bagi permukaan produk makanan untuk mencapai temperatur 0 oC dan bagian

dalam produk makanan untuk mencapai temperatur -5oC.

Perkiraan waktu pembekuan adalah faktor utama dalam melakukan pembekuan makanan. Waktu

pembekuan menentukan kapasitas alat pendingin yang dibutuhkan dalam melakukan pembekuan.

Faktor yang memengaruhi lamanya proses pembekuan adalah konduktivitas termal, kalor jenis,

ketebalan, massa jenis, dan luas permukaan produk makanan serta selisih temperatur antara

produk makanan dengan medium pendinginan dan resistansi laju pindah panas. Perkiraan waktu
pembekuan semakin sulit dilakukan karena konduktivitas termal, massa jenis, dan kalor jenis produk

makanan bervariasi bergantung pada temperatur awal, ukuran, dan bentuk dari makanan.

Semakin besar ukuran produk makanan, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pembekuan akan

semakin lama. Hal ini dikarenakan meningkatnya kalor laten dan jumlah kalor yang harus

dipindahkan. Peningkatan ukuran makanan juga meningkatkan resistansi internal terhadap laju

pindah panas, sehingga membutuhkan waktu lebih lama dalam pembekuan.

Alat pembekuan[sunting | sunting sumber]

Tipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu ditentukan oleh berbagai faktor. Sensivitas

produk, ukuran, dan bentuk produk makanan serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi,

ketersediaan ruang, kapasitas investasi, tipe media pendinginan yang digunakan, dan sebagainya.

Peralatan pembekuan secara umum dapat dikelompokan sebagai berikut:

Memanfaatkan kontak langsung dengan permukaan dingin; produk makanan, baik dalam

keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara langsung dengan permukaan dingin, logam,

lempengan, dan sebagainya.

Memanfaatkan media udara sebagai media pendinginan; udara dalam temperatur yang

sangat dingin digunakan dalam mendinginkan produk makanan. Air blast, sprayudara, fluidized

bed juga termasuk dalam metode tersebut.

Menggunakan cairan sebagai coolant. Dalam hal ini, cairan yang bertemperatur sangat

rendah, titik didih yang rendah, serta memiliki konduktivitas termal yang tinggi digunakan dalam

mendinginkan produk makanan. Cairan disemprotkan ke produk atau produk direndam ke

dalam cairan. Termasuk dalam metode ini adalah cryogenic.

Kontak langsung dengan permukaan dingin[sunting | sunting sumber]


Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah menjadi pembungkus produk

makanan tersebut. Lempengan dapat berupa lempengan ganda atau lempengan banyak yang

didinginkan dengan berbagai cara. Ruang udara di antara lempeng dan pembungkus dapat

menambah resistansi hambatan laju transfer kalor, sehingga ruang antara lempengan harus

diminimalisasi menyesuaikan dengan ukuran produk makanan. Dan itulah yang menjadi keuntungan

dari metode ini; bentuk dan ukuran lempengan dapat disesuaikan dengan ukuran produk makanan.

Keuntungan lainnya adalah, pembekuan dapat dilakukan dengan cepat dari berbagai sisi produk

makanan, karena logam memiliki konduktivitas termal yang tinggi sehingga transfer panas dapat

melaju dengan cepat.

Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung lebih menghemat ruang karena

penyusunan letak makanan yang rapih dan terstruktur.

Pembekuan dengan memanfaatkan media udara[sunting | sunting sumber]

Adalah tipe pembekuan yang umum, yaitu ruang pendingin yang diisi oleh udara yang didinginkan.

Keuntungannya adalah, dengan memanfatkan aliran konveksi, temperatur dingin dapat disebarkan

hingga ke sudut ruangan secara efisien, namun koefisien transfer panas konvektif udara cenderung

kecil sehingga pembekuan perlu dilakukan dalam waktu yang lebih lama akibat rendahnya laju

transfer panas. Semakin besar ruangan, semakin kecil kalor yang dapat dipindahkan dalam satuan

waktu tertentu. Hilangnya berat dari produk juga dapat terjadi akibat kontak langsung antara produk

dan air yang mampu mengangkat kandungan air dalam produk makanan, terutama jika temperatur

dankelembaban memungkinkan.

Sirkulasi udara dapat dilakukan secara alami maupun secara mekanis dengan menggunakan kipas.

Pembekuan dengan menggunakan cairan[sunting | sunting sumber]

Umumnya, produk makanan direndam dalam cairan pendingin yang didinginkan. Cairan yang

digunakan berupa cairan yang memiliki titik didih rendah namun memiliki kemampuan menyerap

panas yang tinggi, misalnya glikol atau cairan lainnya yang disebut coolant. Makanan cair juga dapat
didinginkan dengan cara ini asalkan dikemas terlebih dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak

ada kontak langsung antara produk makanan dengan cairan pendingin, karena berisiko merusak

kualitas produk makanan.

Penyemprotan makanan juga termasuk metode ini, dengan menggunakan cairan pendingin yang

sejenis. Makanan dialirkan dengan konveyor, lalu dilakukan penyemprotan. Setelah dilakukan

penyemprotan, umumnya produk makanan dibekukan dengan memanfaatkan media udara seperti

aliran udara dingin. Cara ini menjadikan makanan menjadi beku lebih cepat dibandingkan tanpa

cairan pendingin.

Dengan metode cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara yang cepat. Makanan direndam

dalam cairan cryogenik yang disebut dengan cryogen. Cryogen yang umum digunakan

misalnya nitrogen cair dan karbon dioksida cair. Nitrogen cair memiliki titik didih yang sangat rendah,

yaitu -196oC, sedangkan karbon dioksida cair memiliki titik didih -79oC. Cryogen cenderung tidak

berbau, tidak berwarna, dan inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan makanan padat

walau pendinginan dilakukan dalam keadaan tanpa dikemas dan memengaruhi kualitas makanan

kecuali terhadap temperatur dinginnya itu sendiri. Selain itu, cryogen memiliki laju transfer panas

yang lebih tinggi dibandingkan dengan cairan pendingin lainnya.

Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal perlu dilakukan untuk mencegah

keretakan akibat turunnya temperatur secara drastis karena volum produk makanan mengalami

perubahan volum yang sangat cepat ketika terendam dalam cryogen. Mempertahankan temperatur

sangat mungkin karena cryogen yang menguap memiliki koefisien transfer kalor konvektif yang

sangat tinggi.

Modifikasi terbaru dari pendingin cryogenic adalah pendingin cryomechanical yang menggabungkan

metode perendaman produk dalam cairan cryogen dan metode mekanik yaitu menggunakan

konveyor tipe sprayer, spiral, ataupun belt yang memanfaatkan uap cryogen. Hal ini akan

mengurangi waktu pendinginan, mengurangi hilangnya berat produk makanan, meningkatkan

kualitas produk, dan meningkatkan efisiensi.[6]


Pengaruh pembekuan dan penyimpanan beku terhadap

makanan[sunting | sunting sumber]

Setiap penambahan maupun pengurangan panas yang dilakukan terhadap makanan akan

membawa beberapa perubahan terhadap makanan tersebut. Pendinginan akan mengubah air

menjadi es, dan sifat makanan akan ditentukan oleh sifat es tersebut. Pertumbuhan mikroorganisme

dan aktivitas enzim ditentukan oleh berkurangnya aktivitas air dalam makanan beku. Jumlah dan

ukuran inti es yang terbentuk cukup memengaruhi kualitas produk dalam hal tingkat kerusakan

dinding sel bakteri dan juga struktur jaringan produk makanan. Kehilangan berat dan mengeringnya

permukaan umumnya kekurangan kualitas yang tidak diinginkannya. Kondisi penyimpanan dan

transportasi, terutama fluktuasi temperatur akan memengaruhi kristalisasi es dan kualitas produk.

Efek terhadap karakter fisik[sunting | sunting sumber]

Ketika air diubah menjadi es, volumenya bertambah 9% (air memiliki volume terkecil pada

temperatur 4oC lalu bertambah volumenya seiring penurunan temperatur, sifatanomali air).[7] Jika

produk makanan tersebut mengandung banyak air, maka hal yang sama akan terjadi, namun kadar

air, temperatur pendinginan, dan keberadaan ruang antar sel amat memengaruhi perubahan volume

tersebut.

Kerusakan sel juga mungkin terjadi akibat pendinginan; hal ini diakibatkan gerakan kristal es atau

kondisi osmotik sel. Produk daging tidak mengalami kerusakan sebesar produk buah-

buahan dan sayuran karena struktur fibrous yang dimiliki daging lebih elastis dibandingkan struktur

buah dan sayur yang cenderung kaku.

Kehilangan berat akibat pendinginan juga menjadi masalah karena selain masalah kualitas, hal ini

juga merupakan masalah ekonomi jika produk dijual berdasarkan berat produk. Produk yang tidak

dikemas akan mengalami kehilangan berat lebih besar akibat perpindahan tingkat kelembaban

menuju wilayah yang bertekanan lebih rendah akibat kontak langsung dengan media pendinginan.
Cracking atau terbentuknya retakan pada permukaan hingga bagian dalam produk juga bisa terjadi,

terutama ketika produk makanan dibekukan dengan cara direndam ke dalam cairan pendingin atau

cryogen yang menyebabkan terbentuknya lapisan beku di permukaan makanan. Lapisan ini

melawan peningkatan volume dari dalam sehingga produk akan mengalami stress di bagian

dalamnya. Jika lapisan beku yang terbentuk cukup rapuh, akan terjadi retakan. Sifat produk

seperti porositas, ukuran, modulus elastisitas, dan densitas amat memengaruhi terjadinya keretakan

tersebut. Perubahan densitas terjadi akibat bertambahnya volume, dan ini bisa ditangani dengan

pendinginan dalam kondisi tekanan tinggi.

Efek terhadap bahan penyusun makanan[sunting | sunting sumber]

Pendinginan akan mengurangi aktivitas air pada makanan. Mikroorganisme tidak dapat tumbuh

pada kondisi aktivitas air yang rendah dan temperatur di bawah nol. Organismepatogen tidak bisa

tumbuh pada temperatur di bawah 5oC, namun tipe organisme lainnya memiliki respon yang

berbeda. Sel vegetatif ragi, jamur, dan bakteri gram negatif akan hancur pada temperatur rendah,

namun bakteri gram positif dan spora jamur diketahui tidak dipengaruhi oleh temperatur

rendah. Protein akan mengalami denaturasi dalam temperatur dingin yang mengakibatkan

perubahan penampilan produk, tapi nilai nutrisinya tidak terjadi walau terjadi denaturasi selama

berat tidak berkurang. Pembekuan tidak memengaruhi kandungan vitamin A, B, D, dan E, namun

memengaruhi kandungan vitamin C.

Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan [sunting | sunting sumber]

Pengetahuan tentang sifat termal produk makanan dibutuhkan dalam mendesain proses

pembekuan dan alat yang dibutuhkan, termasuk juga kapasitas pemindahan panas.

Sifat termal beberapa produk makanan beku pada kandungan air tertentu

Kalor jenis Kalor laten


Produk makanan (kadar air, %)
(kJ/kg K) (kJ/kg)
Apel (84) 1,88 280

Kacang-kacangan (89) 1,96 296,8

Kol (92) 1,96 305,1

Persik (87) 1,92 288,4

Pisang (75) 1,76 255

Semangka (92) 2,0 305,1

Wortel (88) 1,88 292,6

Daging ikan (70) 1,67 275,9

Daging sapi (75) 1,67 255

Roti (32-37) 1,42 108,7-221,2

Susu (87,5) 2,05 288,4

Telur (-) 1,67 288,4

Telur tidak dicantumkan kadar airnya karena pada umumnya setiap butir

telur mengandung kadar air yang sama

Konduktivitas termal es adalah 4 kali konduktivitas termal air (konduktivitas termal es adalah 2,24

W/m K, konduktivitas termal air adalah 0,56 W/m K) sehingga konduktivitas termal makanan beku

umumnya 3-4 kali lebih besar dibandingkan makanan yang tidak dibekukan. Selama tahap awal
pembekuan, peningkatan konduktivitas termal berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya

kandungan lemaknya, variasi konduktivitas termal terhadap temperatur dapat diabaikan, namun

dalam kasus produk daging, orientasi serat otot memengaruhi konduktivitas termal[8]

Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor jenis air. Selama masa pendinginan, kalor jenis produk

makanan menurun. Pengukuran kalor jenis cukup rumit karena terdapat perubahan fase

berkelanjutan dari air ke es. Kalor laten dari produk makanan dapat diperkirakan dari fraksi air yang

ada pada makanan.[9] Difusivitas termal dari makanan beku bisa diperkirakan dari massa jenis, kalor

jenis, dan termal konduktivitas. Digabungkan dengan data mengenai konduktivitas termal dan kalor

jenis es terhadap air, dapat diperkirakan bahwa makanan beku memiliki nilai difusivitas termal 9-10

kali lebih besar dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan. [1]

Pengembangan teknik pembekuan[sunting | sunting sumber]

Pembekuan dengan tekanan tinggi[sunting | sunting sumber]

Metode pembekuan konvensional, terutama dalam kasus makanan berukuran besar, akan

menyebabkan terbentuknya gradien temperatur yang besar. Permukaan produk makanan akan

mengalami percepatan pembekuan yang lebih cepat dibandingkan dengan bagian dalamnya,

sehingga pada bagian permukaan makanan akan memiliki sejumlah besar kristal es berukuran kecil

sedangkan bagian dalamnya akan memiliki sejumlah kecil kristal es berukuran besar. Hal ini akan

menyebabkan kehilangan kualitas produk.

Pembekuan konvensional juga akan menyebabkan peningkatan volume dari produk dan

menyebabkan kerusakan jaringan. Ketika pembekuan dilakukan pada tekanan tinggi, peningkatan

volume dapat dicegah dan antara permukaan dan bagian dalam produk makanan akan mengalami

pembekuan dalam kecepatan yang tidak jauh berbeda sehingga pembentukan kristal es akan

homogen pada bagian permukaan dan bagian dalam produk makanan.

Dehydrofreezing[sunting | sunting sumber]


Adalah metode pembekuan makanan yang diaplikasikan khususnya pada makanan berkadar air

tinggi. Makanan didehidrasikan untuk memenuhi kadar air yang diperlukan sebelum dibekukan.

Ketika produk seperti buah dan sayuran segar dengan kadari air tinggi dibekukan, masalah utama

yang mengganggu kualitas adalah peningkatan volume akibat kadar air di dalamnya yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan.[10][11][12] Dehidrasi parsial dapat dilakukan dengan pengering udara

konvensional atau pengeringanosmotik. Dehidrasi parsial dapat memberikan berbagai keuntungan,

diantaranya menurunkan beban transfer kalor produk makanan, mempermudah dan mengurangi

biaya penyimpanan, penanganan, dan pengiriman.

Konservasi energi dalam proses pembekuan[sunting | sunting sumber]

Pembekuan adalah kegiatan dengan penggunaan energi yang intensif. Keefektivan biaya dari

kegiatan pembekuan tergantung pada beban pendinginan produk makanan yang menentukan besar

energi yang dikonsumsi alat pembeku. Memindahkan panas pada awal proses pembekuan

merupakan hal yang tersulit dan membutuhkan banyak waktu, sehingga titik akhir pembekuan, yang

pada umumnya sulit ditentukan, harus diperkirakan dengan tepat dan amat menentukan total

konsumsi energi alat pembeku. Manipulasi bahan penyusun produk makanan, automatisasi alat

pendingin, pelacakan perubahan fase air-es, dan sebagainya, juga menjadi hal yang penting dalam

penentuan total energi yang dibutuhkan dalam proses pembekuan karena mencegah pemindahan

panas yang berlebihan.


Mengenal Prinsip Proses Makanan Beku
Elvira Syamsir

Apa yang dimaksud dengan makanan beku? Secara sederhana, sesuai dengan namanya, dapat kita
katakan bahwa makanan beku adalah makanan yang mengalami proses pembekuan dan selanjutnya
disimpan pada kondisi beku (di dalam freezer). Untuk skala rumah tangga dan usaha kecil, proses
pembekuan dan penyimpanan beku ini merupakan cara cepat dan mudah untuk mengawetkan
makanan. Makanan apa saja yang bisa dibekukan? Bagaimana proses pembekuannya? Lalu
bagaimana dengan mutu dan keamanannya? Mari kita bahas di artikel ini.

Mekanisme pembekuan pangan

Ketika makanan dimasukkan kedalam freezer, kondisi awal yang terjadi adalah turunnya suhu makanan
tersebut sehingga mencapai kondisi suhu bekunya. Setelah suhu beku ini tercapai, maka air yang ada di
dalam makanan akan berubah menjadi kristal es. Perubahan air dari bentuk cair menjadi padat (kristal
es) selama proses pembekuan menyebabkan komponen pangan yang terlarut di dalam fase air (air yang
belum membeku) akan meningkat. Akibatnya, suhu pembekuan akan terus menurun. Proses pembekuan
air akan terus berlangsung sampai sebagian besar air berubah menjadi es (kristalisasi). Proses
pembekuan air akan berhenti ketika padatan terlarut di dalam sedikit fase air yang tersisa menjadi lewat
jenuh dan kemudian juga mengalami kristalisasi. Selanjutnya, suhu dari makanan yang dibekukan akan
turun mendekati suhu media pembekuannya.

Pengaruh pembekuan terhadap tekstur makanan

Di dalam makanan, air merupakan komponen terbesar. Pada bahan pangan mentah, air biasanya
disimpan di dalam sel-sel yang dindingnya kokoh. Keberadaan air di dalam sel-sel inilah yang
memberikan penampakan tekstur dan struktur yang baik pada bahan pangan mentah.

Selama proses pembekuan, air akan mengembang dan kristal es yang terbentuk akan menyebabkan
dinding sel menjadi rusak. Akibatnya, ketika produk dithawing (dilelehkan kembali), teksturnya menjadi
lebih lunak dibandingkan dengan tekstur awal (sebelum dibekukan). Hal ini terutama akan menjadi
masalah jika makanan akan dimakan dalam kondisi mentah, contohnya buah-buahan dan/atau sayur
yang akan dimakan mentah (lalap). Karena alasan inilah, biasanya buah beku jika akan dikonsumsi
mentah disajikan sebelum mereka mengalami thawing sempurna. Perubahan tekstur akibat proses
pembekuan biasanya tidak menjadi masalah untuk produk yang disimpan beku dalam kondisi sudah
dimasak, atau pada bahan pangan yang akan dimasak sebelum dikonsumsi karena proses pemasakan
sendiri juga menyebabkan pelunakan dinding sel.

Laju Pembekuan

Perubahan mutu makanan beku dapat diatur dengan mengontrol laju pembekuannya. Dilihat dari laju
pembekuannya, proses pembekuan dapat kita bagi menjadi laju pembekuan cepat dan laju pembekuan
lambat.

Pada laju pembekuan cepat, proses pembekuan berlangsung secara cepat. Akibatnya, kristal es yang
terbentuk kecil-kecil dengan tingkat kerusakan sel minimal sehingga kerusakan tekstur akibat kristal es
akan minimal. Selain itu, pertumbuhan mikroba dan kegiatan enzim (pada bahan pangan segar) akan
terhenti dengan cepat. Hal sebaliknya terjadi pada laju pembekuan yang berlangsung secara lambat.
Kondisi ini menyebabkan mutu produk beku yang dibuat dengan proses pembekuan cepat akan jauh
lebih baik jika dibandingkan dengan proses pembekuan lambat.

Saat ini tersedia freezer yang didisain untuk melakukan proses pembekuan cepat. Tapi jika ditempat
anda freezer jenis tersebut tidak tersedia, jangan kecil hati. Masih ada beberapa cara yang dapat
dilakukan agar makanan dapat kita bekukan secara cepat, antara lain dengan cara berikut:
Atur suhu freezer anda ke titik (suhu) terdingin beberapa jam sebelum anda menyimpan
makanan ke dalam freezer.
Lakukan pengecekan suhu freezer anda di beberapa titik, dan tempatkan produk yang tidak
(belum beku) pada lokasi dengan titik (suhu) terdingin.
Hindari pengisian makanan yang akan dibekukan secara berlebihan ke dalam freezer karena
berpotensi untuk menyebabkan proses pembekuan lambat dan menghasilkan produk dengan mutu yang
rendah. Pelajari manual freezer anda, berapa jumlah maksimum produk yang disarankan untuk
dibekukan pada satu waktu.

Penanganan awal sebelum makanan dibekukan

Kita bisa membekukan beragam makanan, baik yang masih mentah maupun yang sudah diolah.
Sebagai contoh adalah buah (bentuk utuh, puree, atau konsentrat), aneka sayuran, daging, ikan atau
hasil laut lainnya dan produk-produk olahannya, produk-produk bakery, pangan yang telah dimasak lalu
dibekukan, juga produk yg dapat dikonsumsi langsung (contohnya ice cream, dessert, dan lain-lain).

Perhatian khusus perlu anda berikan ketika anda akan membekukan buah dan sayur segar. Buah dan
sayur segar segar masih memiliki berbagai enzim yang dapat bereaksi dengan komponen pangan
lainnya menyebabkan perubahan (kerusakan) pada warna, zat gizi dan flavor. Enzim ini harus
diinaktifkan untuk mencegah terjadinya reaksi enzimatis tersebut.

Enzim yang ada di dalam sayuran dapat diinaktifkan dengan proses blansir. Proses blansir yang umum
dilakukan adalah dengan menggunakan air panas (70 100C) atau dengan steam (uap panas). Lama
waktu blansir berkisar antara 3 15 menit, tergantung pada jenis dan ukuran sayur, serta metode dan
suhu blansir yang digunakan. Proses pendinginan dilakukan dengan cara mencemplungkan bahan ke
dalam air es, segera setelah blansir. Tujuannya adalah untuk menghentikan proses pemasakan,
mencegah pelunakan jaringan yang berlebihan sekaligus juga berfungsi sebagai proses pencucian
setelah blansir. Blansir juga membantu untuk merusak sebagian mikroba yang ada di permukaan sayur.
Lama waktu pendinginan biasanya sama dengan lamanya waktu yang digunakan untuk blansir.

Reaksi enzimatis pada buah terutama menyebabkan pencoklatan dan hilangnya vitamin C. Akan tetapi,
pada buah potong yang akan dimakan dalam bentuk segar dan buah beku yang akan dikonsumsi dalam
bentuk segar (tanpa pemasakan) setelah proses thawing, proses blansir biasanya tidak diinginkan. Hal
ini karena blansir dapat menyebabkan buah kehilangan karakteristik sensorik khas buah segar-nya dan
pada beberapa jenis buah (misalnya apel dan mentimun) akan menyebabkan perubahan flavor dan
tekstur (tekstur menjadi porous seperti gabus) setelah dithawing.

Beberapa metode yang bisa digunakan sebagai pengganti blansir pada pembuatan buah beku adalah
inaktivasi enzim secara kimia, menghindarkan kontak dengan oksigen (misalnya dengan mengemas
buah dalam larutan gula) dan perendaman dalam larutan yang mengandung anti oksidan (misalnya asam
askorbat atau vitamin C).

Lemak yang terdapat pada bahan hewani dapat menyebabkan flavor tengik selama penyimpanan beku
ketika makanan beku kontak dengan udara (oksigen). Untuk mengatasi hal ini, gunakan bahan kemasan
yang dapat menghambat masuknya udara ke dalam produk. Atau, anda juga dapat menggunakan
kemasan vakum, untuk mengeluarkan udara (oksigen) dari dalam produk sehingga reaksi oksidasi lemak
dapat diminimalkan.

Bumbu dan rempah biasanya mengalami perubahan selama pembekuan dan penyimpanan beku. Ada
yang flavornya menjadi lebih kuat, ada yang rasanya menjadi pahit dan juga ada yang mengalami
penyimpangan flavor. Penggunaan garam pada produk olahan (yang sudah dimasak) juga berpotensi
mempercepat oksidasi. Disarankan, jika anda akan membekukan makanan yang telah dimasak,
gunakan hanya sedikit bumbu dan lakukan penambahan bumbu pada saat pemanasan kembali.
Beberapa bahan pangan mengalami kerusakan jika disimpan beku. Contoh produk seperti ini adalah
kuning telur mentah (tekstur menjadi seperti gel setelah dithawing), putih telur matang (tekstur menjadi
seperti karet setelah thawing), mayonnaise, salad dressing, sour cream dan santan (emulsinya pecah,
berair), dan sebagainya.

Mutu dan Keamanan Makanan Beku

Pada produk beku, hanya terjadi sedikit perubahan pada nutrisi dan karakteristik sensori jika proses
pembekuan dan penyimpanan beku dilakukan secara benar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
produk beku dipersepsikan konsumen sebagai produk yang fresh, healthy, natural, bermutu tinggi dan
mudah untuk diolah.

Tapi ada hal yang harus anda ingat: garbage in, garbage out. Kondisi ini juga berlaku untuk proses
pembekuan. Pembekuan hanya akan mengawetkan mutu awal makanan dan tidak memperbaiki mutu
awal tersebut. Sehingga, anda harus benar-benar memperhatikan mutu makanan yang akan dibekukan.
Tidak mungkin mengharapkan produk beku bermutu baik jika bahan baku yang anda gunakan bermutu
buruk.

Perhatikan juga kondisi kemasan produk anda. Usahakan jumlah udara di dalamnya minimal.
Keberadaan udara di dalam kemasan selain memicu oksidasi lemak, juga menyebabkan
terjadinya freezer burn, yang terdeteksi secara visual sebagai spot-spot putih dipermukaan produk, akibat
proses pengeringan di permukaan bahan.

Untuk mempertahankan agar makanan beku tetap bermutu baik, produk seharusnya disimpan pada suhu
(-18C) atau lebih rendah. Menyimpan produk beku pada suhu diatas (-18C) akan meningkatkan laju
reaksi kerusakan produk dan memperpendek umur simpan.

Suhu penyimpanan yang sangat rendah (suhu beku) dan tidak tersedianya air dalam bentuk bebas
(karena berubah menjadi kristal es) menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh di dalam produk pangan
yang disimpan beku. Penting diperhatikan disini adalah bahwa proses pembekuan dan penyimpanan
beku walaupun menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi tidak membunuh mikroba tersebut. Sehingga,
jika anda membekukan dan/atau menyimpan beku produk dari makanan yang jumlah awal mikrobanya
tinggi, maka populasi mikroba ini kembali tumbuh, memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan
produk pada saat makanan di thawing.

Kestabilan suhu penyimpanan beku penting diperhatikan. Fluktuasi suhu di dalam freezer dapat
menyebabkan migrasi uap air dari produk ke permukaan wadah (thawing parsial). Thawing parsial yang
berlangsung berulang karena fluktuasi suhu simpan beku akan menyebabkan peningkatan drip selama
proses thawing. Drip berpotensi untuk membawa zat-zat larut air keluar dari makanan, baik itu zat-zat
gizi, komponen bioaktif ataupun senyawa-senyawa pemberi citarasa. Selain itu, potensi kerusakan
tekstur juga meningkat dengan terjadinya fluktuasi suhu. Proses thawing dan pembekuan yang terjadi
berulang akibat fluktuasi suhu menyebabkan rekristalisasi air di dalam makanan beku dan kondisi
tersebut akan memperparah kerusakan tekstur.

Seperti halnya mutu, pertumbuhan mikroba juga akan meningkat jika terjadi fluktuasi suhu freezer.
Karena alasan di atas, sangat disarankan untuk melakukan pengecekan secara periodik terhadap kondisi
makanan yang anda simpan beku, agar dapat mendeteksi lebih awal jika terjadi thawing yang tidak
diinginkan (misalnya karena freezer tidak berfungsi atau karena pintu freezer terlalu sering dibuka tutup
dan/atau dibuka terlalu lama).

Kerusakan ini juga dapat terjadi pada produk beku komersial jika penanganannya tidak tepat (misalnya
terjadi fluktuasi suhu selama proses penggudangan, distribusi dan display). Salah satu ciri telah terjadi
thawing pada produk beku yang anda simpan atau yang akan anda beli adalah jika terdapat bekas atau
jejak basah di dalam kemasan produk.
(Tulisan asli di dalam KI 04 Vol 7 2015)

PEMBEKUAN

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku.

Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira 17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini

pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara 12 oC

sampai 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa

tahun. Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.

Prinsip

Prinsip pembekuan adalah panas pada bahan diambil dan diturunkan hingga mencapai titik dibawah titik beku bahan

sehingga segala mekanisme perubahan pada bahan dapat dihambat dan masa simpan dapat diperpanjanga. Secara

umum mekanisme pembekuan dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama panas sensible bahan pangan diambil

sehingga suhu menjadi turun sampai titik beku. Tahap kedua, pada proses pembekuan dilepaskan sejumlah energi

panas sehingga bahan pangan dan air yang terkandung didalamnya membeku. Dan tahap ketiga setelah terjadi

pembekuan energi panas tetap dilepaskan sehingga suhu menurun sampai suhu tertentu.

Langkah Praktikum

Pada praktikum ini bahan yang digunakan antara lain : Wortel, Apel, Sosis, Daging Sapi dan Daging Ayam. Prosedur

yang dilakukan meliputi :

1. Pencuncian bahan, bahan yang akan di uji sebelum masuk ke freezer dilakukan pencuncian terlebih dahulu

dengan tujuan menghilangkan kotoran atau debu yang masih melekat sehingga jumlah kontaminan dan kerusakan

awal dapat dicegah.

2. Pemotongan dan Pengamatan Awal: Bahan dilakukan pemotongan 3x3x3 dengan tujuan untuk memperluas

permukaan sehingga transfer udara dingin dapat merata keseluruh bagian bahan. Kemudian dilakukan pengamatan

awal yang meliputi tekstur, warna, berat dan kenampakan bahan.

3. Pengemasan : Pada praktikum ini pengemasan dilakukan dengan menggunakan styrofoam dan plastik polietilen.

Dengan tujuan untuk melihat pengaruh dan sifat pengemasan terhadap mutu (perubahan) dari bahan yang

dibekukan.

4. Pembekuan dan Thawing

Pembekuan dilakukan selama 3 hari dengan mengukur suhu freezer. Setelah 3 hari keluarkan bahan kemudian

lakukan proses thawing dan catat waktu yang diperlukan sampai thawing sempurna. Proses thawing dilakukan pada
kondisi suhu ruang dan microwave (300C). Perubahan yang diamati meliputi : warna dengan color reader dan visual,

tekstur dengan penetrometer dan berat bahan setelah thawing.

Faktor-Faktor

1. Jenis Bahan

Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan. Konsentrasi padatan terlarut yang

meningkat, akan merendahkan kemampuan pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam, gula,

mineral, dan protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

membeku.

2. Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk mencegah penurunan mutu sebelum produk dibekukan. Beberapa

perlakuan pendahuluan meliputi sortasi (pemisahan)antara mutu bahan yang baik dan yang tidak baik, pencuncian

untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi jumlah mikroba awal, pengemasan, blanshing atau pasteurisasi untuk

menginaktivasi enzim yang ada pada produk dan menurunkan jumlah mikroba awal, pelilinan maupun pencelupan ke

dlaam larutan asam askorbat untuk mempertahankan tekstur.

3. Suhu

Suhu pembekuan disesuaikan dengan jenis komoditi yang akan dibekukan. Pada suhu kurang dari 0 oC , air akan

membeku kemudian terpisah dari larutan dan membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan

merusak tekstur dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es yang besar dan tajam juga bermanfaat untuk

mereduksi atau mengurangi mikroba jumlah mikroba.

4. Waktu

Pembekuan dengan waktu singkat/cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan

kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan

dingin (freeze shock) pada mikroorganisme. Sedangkan pembekuan dalam waktu yang lama akan menghasilkan

kristal yang besar dan tajam sehingga dapat merusak dan merobek jaringan buah yang dibekukan. Kristal es yang

besar disebabkan karena pelepasan air dari jaringan menjadi banyak dan menyebabkan penampakan sel menjadi

berkerut.

5. Metode pembekuan

Metode yang digunakan pada pembekuan seperti cooled air freezer, cooled liguid freezer, cooled surface freezer,

cryogenik akan memberikan hasil yang berbeda dengan jenis bahan yang akan dibekukan. Penggunaan metode

harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakteristik dari bahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Perubahan yang terjadi selama proses pembekuan

Perubahan Tekstur

Buah dan sayur memiliki komponen kadar air yang besar sebagai penyusun utamanya. Kadar air yang tinggi.

Dengan adanya kadar air yang tinggi akan menyebabkan perubahan volume yang besar. Dari hasil praktikum

didapatkan wortel dan apel yang memiliki tekstur yang keras berubah menjadi lunak setelah dilakukan pembekuan

dan proses thawing. Hal ini sesuai dengan studi literatur yang didapat. Dimana menurut Estiasih (2009) buah dan

sayur sebagian besar memiliki tekstur yang lebih kaku jika dibandingkan dengan tekstur daging dan ikan. Dalam

pembekuan semakin suhu yang digunakan masih berada di antara titik beku bahan maka akan terjadi pembekuan

yang lambat dengan pembekuan lambat ini maka pelepasan air di dalam jaringan bahan menjadi lebih banyak dan

membentuk kristal yang besar. Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler, karena

viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler

lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es yang besar akan

menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah , maka akan terjadi denaturasi protein

terutama pada bahan nabati.

Selama proses thawing berlangsung sel yang rusak akan mengalami pelepasan komponen bagian-bagian sel, air

yang hilang membuat bagian dalam sel menjadi kosong dan tidak dapat tergantikan. Kerusakan ini tidak dapat

kembali ke bentuk semula sehingga mengakibatkan tekstur menjadi lunak.

Pada produk daging dan ikan tidak mempunyai titik beku namun memiliki kisaran titik beku dimana jumlah air yang

ada ditentukan oleh rendahnya suhu yang digunakan. Dari tabel data diatas dapat dilihat adanya perubahan tekstur

dari lunak menjadi lebih lunak dan lembek. Hal ini sesuai dengan data hasil perbandingan yang didapatkan dari studi

literatur. Pada daging mentah seperti ayam dan sapi masih memiliki kandungan serat dan protein yang masih

fleksibel, pada saat pembekuan komponen ini tidak hilang hanya mengalami proses pemisahan sehingga kandungan

air yang ada masih dapat dipertahankan. Sedangkan untuk bahan sosis perubahan nya menjadi lebih kenyal dan

lunak. Hal ini dapat dikarenakan pada sosis yang bersifat olahan (daging+bahan tambahan lain) akan lebih mudah

mengalami proses perubahan atau denaturasi dan koagulasi protein karena stuktur protein dan kandungan penyusun

utama bahan sudah berubah pada saat pengolahan berlangsung (seperti pemanasan dan fermentasi) dengan

berubah nya struktur protein dan serat akan menurunkan daya ikat air dan menyebabkan mudahnya air yang lepas

dan meninggalkan sel sehingga pada saat dilakukan proses thawing akan terjadi perubahan konsistensi daging

menjadi liat dan lunak.

Perubahan Berat
Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan dapat disebabkan karena kandungan air yang ada

pada bahan keluar selama proses pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian

dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses

thawing dilakukan. Kehilangan air pada bahan akan menyebabkan turgiditas bahan menjadi menurun dan berat

bahan menjadi berkurang.

Perubahan Warna

Perubahan warna disebabkan karena terjadi reaksi enzimatis (pencoklatan) yang disebabkan karena aktivitas enzim

peroksidase, katalase yang menghasilkan warna coklat, degradasi karoten dan degradasi pigmen klorofil yang

menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula

tertutup menjadi terbuka akibat dari efek suhu pembekuan dan kristal es. Perubahan ini memiliki persamaan dengan

perbandingan hasil studi literatur yang didapatkan. Menurut Dragon (2008) Kerusakan ini terjadi pada bahan yang

dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu

membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pada komoditi daging dan ikan kerusakan pada

pembekuan atau freeze burn akan tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang

berwarna putih atau kuning kotor. Selain itu terjadi oksidasi pigmen heme dari mioglobin menjadi metmioglobin yang

bewarna coklat abu-abu. Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui jangan

permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya

dan menampakkan warna.

Kesimpulan

Pembekuan merupakan teknologi penyimpanan bahan di bawah titik beku sehingga segala bentuk akitivitas

metabolisme sel menjadi lambat. Dengan pembekuan masa simpan produk dapat dipertahankan. Perubahan yang

terjadi pada pembekuan disebabkan karena hilangkan air didalam bahan menuju kristal yang tumbuh dan

mengakibatkan bagian dalam bahan kosong sehingga pada saat dilakukan thawing komponen sel akan lepas dari

sel yang telah rusak, perubahan warna terjadi karena proses degradasi karoten dan klorofil akibat terbukanya pori-

pori buah dan sayur. Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, setelah dilakukan thawing, akan mengalami

denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air yang keluar tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali sehingga

bahan mengalami penurunan berat. Sedangkan tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul pada

bahan akibat proses pembekuan dan kristal yang terbentuk.


Untuk mempertahankan kondisi bahan tetap baik pada pembekuan dapat dilakukan eknik-teknik Pembekuan seperti

Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu rendah yang kontak langsung dengan makanan.

Tidak melakukan kontak langsung (pengemasan) dan melakukan perendaman ke dalam cairan pendingin atau

menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan garam, pengaturan

suhu dan waktu pembekuan serta proses thawing yang tepat dengan memindahkannya pada bagian refrigerator.

Makanan beku akan meleleh sempurna jika disimpan dalam refrigerator selama semalam.

Daftar Pustaka

Estiasih. T, Indria. P, Wenny B., Umi H. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. UB. Malang

Dragon S. 2008. Pengawetan Pada Suhu Rendah.

Pada skala domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan di dalam frezer, dimana akan terjadi
proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk pengeluaran panas dari produk). Proses
ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada kondisi bahan pangan yang akan dibekukan.
Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk mempercepat proses
pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan
menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang
dibekukan. Selain itu, proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freezer
shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan perubahan suhu
sehingga mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme selama proses pembekuan berlangsung
Tiga metode pembekuan cepat tersebut adalah :

a). Pembekuan dengan aliran udara dingin (air blast freezing) : bahan pangan yang akan didinginkan
diletakkan dalamfreezer yang dialiri udara dingin(suhu- 40C atau lebih rendah lagi).
b). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat exchanger) produk
(misalnya ice cream) dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es
berukuran besar. Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa
menjauh. Proses ini dilakukan secara berulang.
c). Pembekuan kriogenik (cryogenic freezing) dimana nitrogen cair (atau karbon dioksida)
disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang atau strawberry,
karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut
-19C dan -78C) maka proses pembekuan akan berlangsung spontan .
Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada
suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau
dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat
dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil
pembekuan masih mendekati segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil
pendinginan. Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik
daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat
aktifitas mikroba mencegah terjadinya reaksi kimia dan aktifitas enzim yang dapat merusak
kandungan gizi bahan pangan.

Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu yang rendah (cold storage).
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara
-0,6 sampai dengan -20C, rata-rata pada -10C. yang mula-mula membeku adalah free water, kemudian
disusul oleh bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar dan bagian tengah menjadi beku paling
akhir. Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan, pembekuan menggunakan
suhu yang lebih rendah yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan
enzim terhambat kegiatannya sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan
yang didinginkan. Pada suhu -12 0C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan tetapi proses-proses kimia
enzimatis masih berjalan terus. Pembekuan secara garis besar adalah merupakan suatu cara
pengambilan panas dari produk-produk yang dibekukan untuk selanjutnya diikuti oleh turunan suhu
sampai di bawah 00C sehingga sebagian kadar air yang terdapat pada ikan akan berubah menjadi es
(membeku).
refrigerasi adalah pengusahaan pemeliharaan suhu suatu zat (ikan atau produk perikanan lainnya)
atau ruangan (ruangan penampung, cold storage, dan lainnya), pada tingkat yang lebih rendah dari
pada atmosfer sekitarnya dengan cara penarikan panas, jika pengesan dan pendinginan hanyalah
pengusahaan suhu rendah pada pusat thermal sekitar 00C, maka pembekuan adalah pengusahaan
suhu rendah hingga pada pusat thermal hingga -180C.
Laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk pada titik
yang paling lambat menjadi dingin atau beku, dihitung dari saat pencapaian titik beku awal sampai
tercapainya tingkat suhu yang diinginkan di bawah titik beku produk tersebut. Meskipun telah disadari
bahwa definisi ini tidak terlepas dari kekurangan, sepertinya masih merupakan kompromi terbaik bila
dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan definisi lain.

You might also like