You are on page 1of 24

Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intra Vena dengan Terapi Besi Oral pada

Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

Purba R, Kampono N, Handaya, Moegni E

Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

Abstrak

Tujuan : Mengetahui efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi anemia defisiensi

besi dalam kehamilan.

Tempat : Bagian Kebidanan dan Kandungan Universitas Indonesia, RSUPN Cipto

Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta.

Rancangan penelitian : Uji klinis cara random tanpa tersamar.

Metode : Penelitian dilakukan selama kurun waktu November 2004 hingga Maret 2006

terhadap 21 pasien dengan usia gestasi 14 - 36 minggu yang didiagnosis sebagai anemia

defisiensi besi. Dilakukan randomisasi secara blok sehingga terdapat dua kelompok,

yaitu kelompok pertama yang mendapat terapi besi oral sulfas ferosus 3 x 300 mg

selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi besi intra vena iron sucrose.

Penilaian hasil pengobatan dilakukan satu bulan setelah terapi dimulai dengan

pemeriksaan Hb, Retikulosit dan Feritin. Dilakukan pula penilaian efek samping dan

kepatuhan pasien. Data dikumpulkan, ditabulasi dan dilakukan analisa statistik dengan

uji t tidak berpasangan dan uji Mann Withney.

Hasil : Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat

terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang

mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb

2.2 gr/dl. Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan

yang bermakna. Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada

perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral

adalah

29.71 ug/L18.37 ug/L, sedangkan nilai Feritin pada kelompok iron sucrose sebesar

68.21 ug/L55.69 ug/L.

Kesimpulan : Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi

dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa

efek samping yang serius.

Kata kunci : Anemia defisiensi besi, iron sucrose, sulfas ferosus.


Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intra Vena dengan Terapi Besi Oral pada

Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

Purba R, Kampono N, Handaya, Moegni E

Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

PENDAHULUAN

Defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan merupakan

penyebab anemia terbesar di dalam kehamilan. Sebesar 20 % populasi dunia diketahui

menderita defisiensi besi dan 50 % dari individu yang menderita defisiensi besi ini

berlanjut menjadi anemia defisiensi besi.1 Populasi yang terbesar menderita anemia

defisiensi besi ini adalah wanita usia reproduksi, terutama saat kehamilan dan persalinan.

Data dari WHO memperkirakan bahwa 58 % wanita hamil di negara sedang berkembang

menderita anemia.1 Sedangkan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia

tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia mencapai 51.3 %.2

Kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan kebutuhan ibu terhadap besi

untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta dan penambahan massa eritrosit selama

kehamilan. 3 Simpanan besi yang tidak mencukupi sebelum kehamilan akibat asupan besi

yang tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi dalam

kehamilan.

Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang membahayakan ibu

dan janin. Bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan

prematur, pertumbuhan janin terhambat yang dapat mengakibatkan penyakit


kardiovaskuler pada saat dewasa, dan dapat mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan

mengganggu angiogenesis pada kehamilan muda. 1,4,5

Untuk menghindari terjadinya akibat yang tidak diinginkan tersebut perlu

penatalaksanaan yang adekuat untuk menangani anemia defisiensi besi ini . Tujuan

penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah untuk menaikkan nilai hemoglobin dan

mencukupi simpanan besi tubuh. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian tablet besi oral

selama kehamilan. Tetapi sebanyak 10 hingga 20 % pasien tidak dapat menoleransi

preparat oral besi atau bila waktu yang diperlukan untuk mencapai target Hb cukup

singkat maka penggunaan preparat besi oral menjadi tidak efektif, sehingga terjadi

keadaan-keadaan yang mengharuskan pasien mendapatkan transfusi darah. Sedangkan

transfusi darah tersebut mempunyai resiko-resiko yang tidak ringan seperti tertular

infeksi HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Infeksi Hepatitis C yang berkaitan dengan

transfusi ini berperan menyebabkan kematian pada 3000 orang setiap tahunnya di

Amerika Serikat. Karena itu dapat dipertimbangkan penggunaan peparat besi intra vena

6
yaitu iron sucrose. Iron sucrose secara cepat menghantarkan besi kepada protein

pengikat besi endogen (transferin, feritin) dan membuatnya tersedia pada sistem

retikuloendotelial pada hepar, limpa dan sumsum tulang untuk proses eritropoisesis serta

mempunyai resiko yang minimal untuk reaksi alergi. 7

Pemberian besi oral dalam jangka waktu lama sering kali tidak dapat diterima

dengan baik sehingga menjadikan tingkat kepatuhan pasien yang rendah. Masalah waktu

juga merupakan pertimbangan dalam mengobati anemia defisiensi besi dalam kehamilan.

Untuk menghindari transfusi darah pada pasien yang menderita anemia defisiensi besi

yang akan menjalani proses persalinan dapat diberikan preparat besi intra vena. Untuk itu

perlu diuji efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi alternatif anemia defisiensi besi

dalam kehamilan.
BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis cara random tanpa tersamar. Penelitian

ini dilaksanakan di poliklinik dan IGD Obstetri dan Ginekologi RSUPNCM dan RS

Budi Kemuliaan mulai bulan November 2004 hingga Maret 2006.

Populasi target adalah wanita hamil normal dengan usia gestasi antara 14 minggu

hingga 36 minggu yang menderita anemia defisiensi besi.

Populasi terjangkau adalah wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 minggu

hingga 36 minggu yang menderita anemia defisiensi besi yang datang ke IGD atau

Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi

Kemuliaan pada bulan November 2004 hingga Maret 2006 yang memenuhi kriteria

inklusi yaitu wanita hamil normal usia gestasi 14 hingga 36 minggu, menderita anemia

defisiensi besi denga n nilai feritin < 30 ug/L, Nilai Hb 7 hingga 10,5 gram / dl,

tidak mempunyai riwayat reaksi hipersens itivitas terhadap preparat besi, tidak

menderita penyakit berat yang melibatkan organ hati, jantung dan ginjal, tidak sedang

menderita infeksi berat yaitu suhu badan > 38 C dan nilai lekosit > 18.000/uL,

kehamilan dengan janin tunggal, tidak mempunyai kelainan darah yang telah diketahui

sebelumnya, tidak sedang mengalami perdarahan, tidak sedang mendapat preparat besi

intra vena dalam 20 hari sebelumnya, tidak sedang mengikuti penelitian lain

mengenai obat lain dalam jangka 1 bulan sebelumnya, tidak mempunyai riwayat asma,

eksim atau atopi lain dan bersedia mengikuti alur penelitian.

Pada pasien yang memenuhi persyaratan dilakukan randomisasi blok untuk

menentukan pada pasien mana akan diberikan preparat besi intra vena atau besi oral.
8
Jumlah sampel dihitung berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Bayoumeu

yang membandingkan terapi iron sucrose dengan terapi besi sulfat pada anemia dalam
kehamilan pada 50 orang pasien. Dengan kemungkinan drop out 10 % maka besar

sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang pada masing-

masing kelompok.

Kriteria pengeluaran pada penelitian ini adalah apabila pasien tidak mengikuti

alur penelitian ini hingga selesai. Selain itu apabila terdapat reaksi hipersensitivitas

terhadap preparat besi yang digunakan, atau terjadi perdarahan saat terapi berlangsung,

atau pasien menderita preeklamsia berat maka pasien dikeluarkan dari penelitian.

Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan pervaginam, perdarahan saluran cerna

atau karena sebab lain.

Wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 hingga 36 minggu dengan hasil Hb

antara 7 sampai 10.5 gram / dl dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk

menegakkan adanya defisiensi besi dan pemeriksaan CRP untuk menyingkirkan adanya

reaksi inflamasi yang dapat menyebabkan nilai feritin tidak dapat dipercaya.

Selanjutnya dilakukan penyuluhan tentang anemia defisiensi besi dan akibatnya terhadap

kehamilan. Diberi penjelasan tentang preparat besi intra vena dan besi oral serta

penjelasan tentang rencana penelitian dan diminta untuk melakukan persetujuan tertulis.

Selanjutnya dilakukan pencatatan semua data dan pemeriksaan fisik umum dan obstetri

yang diperlukan pada formulir yang telah disediakan dan apabila memenuhi kriteria

diberi nomor kode penelitian. Setiap pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi

diberikan daftar menu yang sesuai dengan menu gizi yang seimbang sesuai untuk ibu

hamil untuk memastikan masalah makanan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Setelah

itu dilakukan randomisasi untuk mengetahui obat yang akan diberikan. Pada pasien yang

akan mendapatkan terapi besi intra vena dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
Dilakukan penghitungan total defisit besi dengan formula sebagai berikut:

Total defisit besi (mg) = berat badan ( kg) x (target Hb-Hb saat ini) (gr/dl) x 0.24 +

depot besi ( mg ).

Angka 0.24 adalah faktor yaitu 0.0034 x0.07 x1000 (jumlah besi dalam

hemoglobin 0.34%; volume darah 7 % dari berat badan; faktor 1000 adalah konversi

gram menjadi mg). Depot besi dihitung sebesar 500 mg. Target Hb yang digunakan

adalah 11 gram/dl.

Preparat besi intra vena yang diberikan adalah iron sucrose dengan merk dagang

Venofer. Sebelum dilakukan penyuntikan dilakukan pemeriksaan tanda vital terlebih

dahulu. Cara pemberian adalah dengan melakukan dosis tes terlebih dahulu dengan

pemberian suntikan iron sucrose 20 mg (1 cc) secara perlahan selama 1 hingga 2 menit.

Jika selama 15 menit tidak terdapat efek samping maka pemberian dapat dilanjutkan.

Venofer diberikan dalam dosis tunggal 100 mg, 2-3 kali seminggu, hingga dosis

total defisit besi terpenuhi, selama kurang dari 30 hari. Setelah injeksi, angkat lengan

pasien dan berikan tekanan pada sisi suntikan selama 5 menit untuk mengurangi resiko

kebocoran paravena. Bila terjadi kebocoran paravena dilakukan pembilasan dengan

sedikit cairan NaCl 0.9%.

Fasilitas untuk melakukan resusitasi jantung paru dan obat-obatan untuk

menghadapi reaksi anafilaktik atau alergi serta bila terjadi episode hipotensi harus sudah

tersedia.

Setelah pemberian suntikan dilakukan pengukuran tanda vital pasien dan

pengisian formulir untuk menilai keluhan subjektif pasien dan efek samping yang

terjadi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pengisian formulir mengenai keluhan

subjektif pasien akan dilakukan bukan oleh peneliti untuk menghindari adanya

subjektivitas.
Sedangkan pada kelompok kedua, pasien diberikan preparat besi sulfas ferosus

300 mg setengah jam setelah makan tiga kali sehari. Pasien diberi penjelasan untuk tidak

mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat menghambat absorbsi besi seperti teh

dan kopi.

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, retikulosit, dan

pemeriksaan serum feritin 30 hari setelah pengobatan dimulai pada pasien pasien

dengan pemberian iron sucrose intra vena. Setiap pemberian suntikan dilakukan

pengisian formulir yang mencantumkan keluhan pasien dan efek samping yang terjadi

dan kepatuhan pasien untuk mengikuti pengobatan.

Pada pasien yang mendapat terapi besi oral dilakukan pemeriksaan laboratorium

darah perifer lengkap, retikulosit dan pemeriksaan serum feritin setelah 30 hari

pengobatan. Dilakukan pula pencatatan keluhan subjektif pasien, efek samping

gastrointestinal yang ada dan kepatuhan pasien dari jumlah preparat besi yang tersisa.

Pengisian formulir keluhan pasien dan efek samping yang terjadi dilakukan bukan

oleh peneliti untuk menghindari subjektivitas.

Bila pasien tidak datang pada waktu yang ditentukan dilakukan kunjungan rumah

oleh petugas yang ditunjuk.

Cara pengolahan dan analisis data dengan memasukkan data ke dalam disket

komputer dan dilakukan uji statistik.

Perbandingan nilai feritin pasien yang mendapat terapi besi oral dan nilai feritin

pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan uji T test tidak

berpasangan, bila tidak memenuhi syarat digunakan uji Mann Whitney..

Perbandingan peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi oral dan

peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan T
test tidak berpasangan dan bila tidak memenuhi syarat akan digunakan uji Mann

Withney.

HASIL

Penelitian ini berlangsung selama kurun waktu 18 bulan, yaitu sejak November

2004 hingga Maret 2006. Didapatkan 21 pasien dalam kehamilan trimester dua dan tiga

yang menderita anemia defisiensi besi dan mengikuti alur penelitian ini hingga selesai.

Sebagian besar pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada rentang usia 20 hingga

35 tahun ( 76.19 % ) dengan usia rata-rata pada kelompok yang diberikan terapi oral

sulfas ferosus adalah 28 tahun, sedangkan kelompok yang diberi terapi intra vena iron

sucrose adalah 31 tahun. Sebesar 71, 43 % pasien merupakan kelompok multigravida,

dan sebesar 80,91 % sudah berada pada trimester tiga kehamilan. Dari perhitungan

indeks masa tubuh pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada kategori berat badan

yang normal ( IMT 18.5 -23 ) yaitu sebesar 33.3 %, dan yang berada pada kategori berat

badan yang kurang dari normal ( IMT < 18.5 ) hanya sebesar 4.76%.

Tabel 1. Sebaran Karakteristik Pasien

Ciri Jumlah Persentase ( %)

Umur ( tahun )

<20 th 2 9.52

20-35 th 16 76.19

> 35 th 3 14.29

Pendidikan

SD 1 4.76

SLTP 6 28.57

SLTA 9 42.86
PT 5 23.81

Pekerjaan

Ibu ruma h tangga 15 71.43

Karyawan 2 9.52

Pedagang 2 9.52

Perawat 1 4.76

Dokter 1 4.76

Gravida

Primigravida 6 28.57

Multigravida 15 71.43

Usia gestasi saat

inklusi ( minggu)

= 28 minggu 4 19.05

> 28 minggu 17 80.95

IMT

Underweight ( < 18.5 ) 1 4.76

Normoweigt (18.5 - 7 33.3

23)

Overweight ( > 23 ) 13 61.9

Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan randomisasi blok dan

dilakukan pembagian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang mendapat

terapi oral sebanyak 9 pasien dan kelompok kedua yang mendapat terapi iron sucrose

intra vena sebanyak 12 orang. Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan kedua

kelompok terapi pada penelitian ini dan kesetaraannya secara statistik.


Tabel 2. Kesetaraan Karakteristik Demografik Pasien*

L. Karakteristik demografik Kelompok P


Oral IV

Umur

< 31 thn 7 6 0,367

31 + thn 2 6

Pendidikan

SD/SLP 4 3 0,397

SLA/AKAD/PT 5 9

Pekerjaan

Bekerja 1 5 0,178

IRT 8 7

Suku

Jawa/Sunda 3 6 0,660

Lain 6 6

Asal

RS 7 11 0,553

Puskesmas 2 1

*Dilakukan uji mutlak Fisher

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik demografik yaitu umur,

pendidikan, pekerjaan, suku maupun tempat asal pasien berobat setara antara kedua

kelompok.
Tabel 3. Nilai Mean dan SD Data Awal Kedua Kelompok dan Kesetaraannya

Oral (n=9) IV (n=12)


Variabel awal P
Mean SD Mean SD

Umur 27,67 5,12 31,17 7,69 0,253

Usia gestasi 30,78 3,56 32,25 3,25 0,336

Gravida *) 2,22 0,83 3,08 1,88 0,382

Berat badan 56,11 9,11 64,17 10,87 0,088

Tinggi badan 157,56 3,47 155,50 4,48 0,268

Indeks masa tubuh 24,44 4,0735 25,18 5,15 0,726

Hemoglobin 9,84 0,88 8,81 0,69 0,007

Hematokrit 30,02 2,28 27,53 2,07 0,017

Feritin *) 15,66 8,77 8,42 6,02 0,034

MCV 82,64 6,84 74,63 11,58 0,081

MCH 27,99 3,20 24,20 4,36 0,041

MCHC 33,07 1,85 32,33 1,49 0,326

CRP *) 4,29 1,74 7,33 7,34 0,862

Retikulosit *) 1,54 0,38 1,43 0,39 0,508

Albumin 3,40 0,20 3,21 0,23 0,061

Ket: *) Uji Mann Withney

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil randomisasi yang dilakukan tidak terdapat

perbedaan umur, usia gestasi, indeks massa tubuh, pemeriksaan retikulosit dan albumin

pada kedua kelompok. Tetapi pada perbandingan kadar Hb dari kedua kelompok
didapatkan perbedaan di mana Hb awal pada kelompok iron sucrose lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok oral. Selain itu didapatkan pula perbedaan rata-rata nilai

feritin kedua kelompok, di mana feritin pada kelompok oral lebih tinggi pada awalnya

dibandingkan dengan kelompok iron sucrose.

Penilaian hasil terapi dilakukan pada hari ke 30 setelah terapi dimulai. Kelompok

yang mendapat terapi oral diberi Sulfas ferosus 300 mg, dengan dosis tiga kali sehari

selama 30 hari. Sedangkan kelompok yang mendapat terapi iron sucrose disuntik 2-3 kali

seminggu sesuai dosis yang dihitung berdasarkan rumus. Rata-rata setiap pasien

menghabiskan 500 mg hingga 560 mg iron sucrose, sehingga pengobatan untuk

kelompok yang dilakukan terapi iron sucrose sudah selesai dalam dua minggu, namun

penilaian hasil terapi tetap dilakukan pada hari ke 30.

Tabel 4. Perbandingan Data Laboratorium Pasien Setelah Terapi

Oral (n=9) IV (n=12)


Variabel akhir P
Mean SD Mean SD

Hemoglobin akhir 10,90 1,52 10,40 0,83 0,349

Retikulosit akhir *) 1,36 0,67 2,10 2,75 0,651

Feritin akhir *) 29,71 18,37 68,21 55,69 0,041

CRP akhir *) 4,30 2,78 5,76 4,23 0,651

Perubahan kadar HB
1,06 0,85 1,60 0,92 0,382
*)

Perubahan feritin *) 14,06 18,91 59,79 50,31 0,012

Ket: *) Uji Mann Withney

Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat

terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang

mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb

2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan

yang bermakna.

Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada

perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral

adalah

29.71 ug/L18.37 ug/L, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose sebesar

68.21 ug/L 55.69 ug/L.

Keluhan yang terbanyak pada kelompok iron sucrose adalah keluhan nyeri pada

daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien. Selain itu terdapat pula keluhan nyeri

kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal pada mulut sebanyak 16.67 % pasien.

Reaksi alergi maupun reaksi anafilaktik tidak didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 %

pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Seluruh pasien yang mendapatkan terapi iron

sucrose mengikuti jenis terapi ini hingga selesai.

Tabel 5. Efek samping setelah terapi Iron Sucrose

Jumlah pasien Persentase (%)

Nyeri pada daerah suntikan 9 75

Nyeri Kepala 2 16.6

Rasa Metal pada mulut 2 16.6

Gangguan saluran cerna 0 0

Hipotensi 0 0

Reaksi alergi 0 0

Reaksi anafilaktik 0 0

Tidak ada keluhan 3 25


Sedangkan pada terapi besi oral terdapat keluhan terutama pada saluran cerna

yaitu keluhan mual pada 33.33 %, keluhan muntah pada 11.1 % pasien dan keluhan nyeri

ulu hati pada 11.1 % pasien.

Tidak ada satu orang pasien pun yang dapat menghabiskan seluruh terapi oral

yang diberikan, dan terdapat 1 orang pasien yang hanya meminum 2 tablet saja karena

keluhan muntah-muntah hebat setelah mendapat terapi.

Tabel 6. Efek samping setelah terapi besi oral

Jumlah pasien Persentase ( %)

Mual 3 33.3

Muntah 1 11.1

Nyeri ulu hati 1 11.1

Reaksi alergi 0 0

Tidak ada keluhan 4 44.4

DISKUSI

Anemia defisiensi besi dalam kehamilan merupakan keadaan yang sering

ditemukan dan dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius dan harus ditangani

dengan baik. Pada penelitian ini, seperti pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 tidak

didapatkan perbedaan yang bermakna pada peningkatan Hb pasien setelah terapi, tetapi

terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai Feritin kedua kelompok. Hal ini

menunjukkan simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih cepat pada pasien yang

mendapat terapi iron sucrose dibandingkan dengan terapi besi oral. Berbeda dengan

penelitian oleh Al-Momen9 dkk dan Al RA dkk10 dkk yang menyatakan bahwa terdapat

perbedaan peningkatan Hb yang bermakna pada kedua kelompok. Perbedaan hasil ini

kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti dosis obat yang diberikan, rumus
yang digunakan : target Hb dan koefisien, berat badan pasien, waktu pemberian, waktu

evaluasi, jenis obat oral yang digunakan, dan jumlah sample yang masih sedikit.

Dosis Obat dan Waktu Pemberian

Perbedaan hasil yang dicapai pada penelitian ini dengan penelitian oleh Al-

Momen9 kemungkinan disebabkan oleh perhitungan dosis obat yang diberikan lebih

besar daripada yang diberikan pada penelitian ini maupun pada penelitian Bayomeu dkk8 .

Al Momen dkk9 menggunakan target Hb 13 gr/dl dan faktor yang digunakan pada rumus

adalah 0.3, sedangkan pada penelitian ini digunakan target Hb 11 gr/dl dengan faktor

0.24 sesuai rumus yang telah dipublikasikan oleh farmasi. 11 Pada studi oleh Al Momen

dkk9 ini penelitian dilakukan pada 111 pasien dengan anemia defisiensi besi dalam

kehamilan yang dibagi menjadi dua kelompok. Pemberian iron sucrose dilakukan

dengan dosis 200 mg iron sucrose dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 1 jam setiap 1

sampai 3 hari. Kebanyakan pasien menerima terapi setiap hari. Nilai Hb yang dicapai

oleh kelompok yang diberikan iron sucrose adalah 12.8 gr/dl dalam waktu 7 minggu,

sedangkan pada kelompok oral nilai Hb adalah 11.4 gr/dl dalam waktu 14.9 minggu.

Penelitian oleh Al RA dkk10 menggunakan dosis obat yang sama dengan

penelitian ini dan penelitian oleh Bayomeu dkk8 . Penelitian dilakukan pada 90 pasien

dengan anemia defisiensi besi dalam kehamilan dengan pemberian iron sucrose perinfus

dengan dosis maksimal pemberian 200 mg dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 20 sampai

30 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol diberikan besi oral berupa kompleks

polimaltosa. Terdapat perbedaan peningkatan Hb dan Feritin yang bermakna antara

kedua kelompok dimana pada kelompok yang mendapatkan iron sucrose mencapai hasil

yang lebih tinggi. Pada studi oleh Al RA dkk10 perhitungan dosis menggunakan rumus

yang sama dengan penelitian ini dengan target Hb dan koefisien yang sama. Tetapi dosis

yang diberikan lebih besar yaitu antara 500 hingga 900 mg dengan nilai median 600mg.
Sedangkan pada penelitian ini dosis obat yang diberikan berkisar antara 500 hingga 560

mg, perbedaan ini kemungkinan karena perbedaan berat badan pasien yang mengikuti

penelitian dan pembulatan yang dilakukan oleh Al RA dkk10 hingga kelipatan 100 yang

terdekat.

Pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 yang menjadi pertimbangan adalah indeks

masa tubuh pasien, di mana pasien dengan berat badan berlebih justru kebanyakan tidak

mencapai target Hb yang ditentukan, karena perhitungan dosis yang diberikan

berdasarkan berat badan pasien sebelum hamil. Sama dengan penelitian ini dan penelitian

Al RA dkk10 , berat badan yang digunakan adalah berat badan sebelum pasien hamil.

Sedangkan pada penelitian oleh Al Momen dkk9 dilakukan perhitungan berat badan pada

saat inklusi. Perbedaan ini menjadikan dosis obat yang diberikan menjadi berbeda dan

pada penelitian oleh Al Momen dkk9 dosis obat yang diberikan menjadi lebih besar.
7
Pada studi oleh Permesuyk dkk dengan dosis rata-rata 1000 mg ( 400 hingga

1600 mg) selama rata-rata 25 hari ( 8-29 hari ) didapatkan peningkatan Hb 1.5 gr / dl dan

pada masa nifas didapatkan peningkatan Hb 3.2 gr/dl selama 14 hari.

Waktu Evaluasi

Pada penelitian ini pasien dievaluasi pada hari ke 30 setelah pemberian obat

pertama. Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat

terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb

yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang

mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb

2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan

yang bermakna.
Perbedaan ya ng bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada

perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah

29.71 ug/L 18.37 ug/L, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose
sebesar

68.21 ug/L 55.69 ug/L.

Sedangkan pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 evaluasi Hb dilakukan setiap

minggu hingga minggu ke empat. Penilaian Hb setiap minggu cukup sulit dalam

pelaksanaannya karena pasien pada umumnya keberatan dengan kunjungan yang lebih

sering dan pengambilan darah setiap minggu. Karena itu pada penelitian ini dilakukan

penilaian hanya pada akhir terapi. Pada penelitian oleh Bayomeu dkk8 pada setiap

minggu dilakukan perhitungan perbedaan kenaikan Hb yang terjadi antara kedua

kelompok dan tidak didapatkan hasil yang bermakna. Peningkatan rata-rata nilai Hb pada

minggu ke empat dengan terapi iron sucrose adalah 1.5 gr/dl, sama dengan pada

penelitian ini.
10
Pada penelitian oleh Al RA dkk evaluasi Hb dan Feritin dilakukan pada hari ke

14 dan 28 setelah terapi diberikan. Peningkatan Hb yang dicapai pada minggu ke empat

setelah terapi adalah sebesar 1.2 gr/dl. Hal ini lebih rendah dari pada peningkatan Hb

yang dicapai pada penelitian ini yaitu rata-rata 1.6 gr/dl. Perbedaan ini mungkin

disebabkan karena jumlah pasien pada penelitian Al RA dkk jauh lebih banyak yaitu 90

orang, sedangkan pada penelitian ini hanya 21 orang.

Perbandingan Pemberian Preparat Besi Oral

Pemberian preparat besi oral pada penelitian ini sama dengan pada penelitian Al

Momen dkk9 dan Bayomeu dkk8 yaitu dengan menggunakan Sulfas ferosus dengan dosis

3 kali 300 mg ( setara dengan 180 elemental iron ). Sedangkan pada penelitian oleh

Bayomeu dkk8 diberikan juga sulfas ferosus dengan merk Tardyferon dengan dosis 3 kali
80 mg elemental iron. Peningkatan Hb yang terjadi dengan pemberian oral pada

penelitian ini adalah 1 gr/dl sedangkan pada penelitian Bayomeu dkk8 peningkatan yang

terjadi 1.3 gr/dl. Peningkatan Hb pada pasien yang diberi terapi besi oral pada penelitian

Al Momen dkk9 dinilai pada mingu ke empat belas dengan nilai rata-rata 11.1 gr/dl.

Respon terapi pada pemberian besi oral bergantung pada beberapa faktor.

Kebiasaan makan pasien sangat berpengaruh karena efek penghambat absorbsi besi oleh

makanan- makanan tertentu dapat mempengaruhi respon terapi. Peningkatan

penyerapan besi dapat dilakukan dengan pemberian asam ascorbat. Pada preparat oral

yang diberikan oleh Bayomeu dkk8 yaitu Tardyferon juga mengandung asam ascorbat,

hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan nilai Hb yang sangat baik pada

penelitian ini. Pada penelitian ini pemberian preparat besi tidak dilakukan bersamaan

dengan pemberian asam ascorbat, tetapi pasien dianjurkan untuk tidak meminum teh atau

kopi yang dapat mengahalangi penyerapan besi. Dan untuk mengurangi keluhan

gastrointestinal, pasien dianjurkan untuk meminum obatnya jam setelah makan.


10
Pada penelitian oleh Al RA dkk preparat besi yang digunakan adalah kompleks

besi polimaltosa dengan jumlah elemental iron 300 mg. Rata-rata peningkatan Hb yang

terjadi setelah minggu ke empat adalah 0.6 gr/dl, nilai ini lebih rendah dari peningkatan

Hb pada penelitian ini dan Bayomeu dkk8 . Peningkatan Hb yang lebih rendah pada

penelitian Al RA dkk10 ini kemungkinan disebabkan oleh jenis besi yang diberikan yaitu

kompleks besi polimaltosa, berbeda dengan pada penelitian ini yaitu Sulfas ferosus.

Perbedaan hasil ini tidak disebabkan oleh perbedaan kepatuhan pasien, karena justru

pasien-pasien pada penelitian Al RA dkk10 sebesar 88.9 % menghabiskan lebih dari 90

% terapi yang diberikan.

Peningkatan nilai Hb yang rendah pada pasien yang diterapi besi oral pada

penelitian oleh Al RA dkk10 menjadikan perbedaan antara terapi iron sucrose dengan
terapi besi oral pada pasien ini menjadi lebih besar dan secara statistik bermakna. (p =

0.031).

Efek Samping Terapi

Penerimaan pasien terhadap terapi ini juga dipengaruhi efek samping terapi yang

terjadi. Pada penelitian ini pasien yang mendapat terapi besi oral terutama memiliki

keluhan pada saluran cerna yaitu keluhan mual sebanyak 33.33%, keluhan muntah pada

11.1 % pasien dan keluhan nyeri ulu hati pada 11.1 % pasien. Terdapat 1 pasien yang

menghentikan terapi karena efek samping yang terjadi. Pada penelitian oleh Al Momen

dkk9 terdapat 6 % pasien yang menghentikan pengobatan karena tidak dapat ment

leransi pengobatan, dan sebesar 30 % pasien mengeluh gangguan gastrointestinal.


10
Pada penelitian oleh Al RA dkk , keluhan gastrointestinal terdapat pada 31.1 %

kasus tetapi tidak terdapat pasien yang menghentikan terapi karena keluhan ini.

Pada pemberian iron sucrose pada penelitian ini efek samping yang terjadi pada

kebanyakan pasien adalah nyeri pada daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien.

Pada penelitian ini memang dilakukan penyuntikan secara intra vena tanpa diencerkan

dan diberikan secara perlahan. Keluhan nyeri ini terutama terjadi bila terjadi kebocoran

paravena yang dapat dihindari dengan menyuntikkan secara perlahan dan menekan

daerah suntikan. Pada penelitian Al Momen dkk9 maupun Al RA dkk10 pemberian

dilakukan dengan infus di mana iron sucrose diberikan dalam NaCl 0.9 %, tidak

didapatkan keluhan nyeri pada daerah suntikan. Pada penelitian Bayomeu dkk8

pemberian dilakukan dengan dengan suntikan intra vena dan bila pemberian melebihi

200 mg pemberian dilakukan dengan infus, tetapi tidak terdapat keluhan nyeri pada

daerah suntikan.
Selain itu terdapat pula keluhan nyeri kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal

pada mulut pada 16.67 % pasien. Reaksi alergi, reaksi anafilaktik maupun hipotensi tidak

didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 % pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Pada

penelitian oleh Al RA dkk10 terdapat 11 kasus dengan rasa metal pada mulut, nyeri

kepala 8 kasus, mual pada 5 kasus dan muntah pada satu kasus. Tidak terdapat kejadian

anafilaktik, serangan hipotensi atau efek samping yang serius lainnya. Pada penelitian

Bayomeu dkk8 keluhan yang timbul hanya rasa tidak enak pada lidah selama penyuntikan

dan tidak didapatkan efek samping lainnya. Pada penelitian oleh Permesuyk dkk 7 dan Al

Momen dkk9 juga tidak didapatkan efek samping pemberian yang serius. Dari data diatas

dapat dilihat bahwa pemberian iron sucrose cukup aman dan tidak mempunyai efek

samping yang serius.

Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian ini terutama adalah jumlah sample yang sedikit. Sesuai

perhitungan jumlah sample yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 50 pasien pada

setiap kelompok. Karena keterbatasan dana dan waktu, dilakukan penelitian pendahuluan

terlebih dahulu.

Dengan jumlah sampel yang sedikit ini, terdapat pula kelemahan lain yaitu

adanya ketidaksetaraan pada kedua kelompok terapi pada data awal Hb dan Feritin.

Ditemukan bahwa rata-rata nilai Hb dan Feritin pada kelompok iron sucrose lebih rendah

dibandingkan pada kelompok besi oral. Diharapkan perbedaan ini tidak mempengaruhi

hasil penelitian karena yang terutama dinilai adalah selisih peningkatan Hb yang terjadi

dari data awal. Tetapi mengingat adanya peningkatan absorbsi besi pada pasien dengan

anemia defisiensi besi dibandingkan dengan pasien normal maka ketidaksetaraan ini

tetap perlu dipertimbangkan.


KESIMPULAN

Peningkatan nilai Hb pasien yang didapatkan setelah terapi iron sucrose lebih

tinggi (1.6 gr/dl) dibandingkan dengan peningkatan nilai Hb yang mendapat terapi besi

oral (0.6 gr/dl) , tetapi secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna..Nilai

feritin pasien setelah terapi iron sucrose lebih tinggi secara bermakna dibandingkan nilai

feritin pasien yang mendapat terapi besi oral (p=0.041). Hal ini menunjukkan bahwa

simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih baik pada pasien yang mendapat iron

sucrose.

Pemberian iron sucrose cukup aman tanpa efek samping yang berat. Penerimaan

pasien terhadap terapi iron sucrose cukup baik mengingat seluruh pasien mengikuti

pengobatan hingga selesai.

Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam

kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek

samping yang serius.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hercberg.G. Galan P. Preziosi P. Et al. Consequences of Iron Deficiency In

Pregnant Women. Clin Drug Invest 2000: 19 Suppl. 1: 1-7

2. Soemantri S. Ratna L. Budiarso. Dkk. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),

1995. Jakarta.Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. 1997. 39-40

3. Cunningham FG. Maternal adaptation in pregnancy. In : Cunningham FG.

Williams Obstetrics. 21ed. New York. Mc Graw Hill. 2001; 178.

4. Klebanoff MA. Shiono PH. Selby JV. et al. Anemia and spontaneous preterm

birth. Am J Obstet Gynecol. 1991; 164 : 59-63.

5. Barker DJP. Bull AR. Osmond C. Fetal and placental size and risk of

hypertension in adult life. BMJ 1990; 301 : 259.

6. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 341 : 1986

94.

7. Permesuyk G. Huch R. Breyman C et al Parenteral iron therapy in obstetrics : 8

years experience with iron sucrose complex. Br J Nutr. 2002; 88 (1) : 3-10.

8. Al-Momen AK. Al-Meshari A. Al-Nuaim L et al. Intravenous iron sucrose

complex in the treatment of iron deficiency anemia during pregnancy. Eur J

Obstet Gynecol Reprod Biol. 1996; 69(2): 121-4.

9. Bayoumeu F. Subiran-Buisset C. Baka N et al. Iron therapy in iron deficiency

anemia in pregnancy : intravenous route versus oral route. Am J Obstet Gynecol.

2002; 186: 518-22.

10. Al RA. Unlubilgin E. KandemirO. et al. Intravenous versus oral iron for treatment

of anemia in pregnancy. Obstet Gynecol 2005; 106: 1335-40.

11. Summary of Product Charateristics (SPS). Venofer monographs. Redefines

intravenous iron therapy. Vifor (Int). Inc. Switzerland.

You might also like