Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).
4. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponenkomponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainnya.
5. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penelitian penelitian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang sudah
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada.
3. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru
dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Pendidikan itu
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
4. Pengalaman
Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang
tinggi maka pengalaman semakin luas, sedangkan semakin tua umur
seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.
2.4 Kegawatdaruratan
2.4.1 Definisi Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang bermanifestasikan gejala-
gejala akut akan adanya suatu keparahan pada tingkatan tertentu, dimana apabila
pada keadaan tersebut tidak diberikan perhatian medis yang memadai, dapat
membahayakan keselamatan individu bersangkutan, menyebabkan timbulnya
gangguan serius fungsi tubuh ataupun terjadinya disfungsi organ atau
kecacatan.(ACEP, 2013).
diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and
observation.
a. Nyeri dada
b. Sindroma Koroner Akut
c. Diseksi Aorta
d. Nyeri Abdomen
e. Aneurisma Aorta Akut
f. Apendisitis Akut
g. Perdarahan subarahnoid
h. Demam pediatrik
i. Meningitis
j. Masalah airway
k. Trauma
l. Cedera Kepala
m. Cedera Spinal
n. Luka
o. Fraktur
p. Torsi Testikular
q. Kehamilan Ektopik
r. Sepsis
1. Persiapan
2. Triase
4. Resusitasi
9. Penanganan definitif
2.5.2.1.1 Airway
Keadaan kurangnya darah yang teroksigenasi ke otak dan organ vital
lainnya merupakan pembunuh pasien-pasien trauma yang paling cepat. Obstruksi
airway akan menyebabkan kematian dalam hitungan beberapa menit. Gangguan
pernapasan biasanya membutuhkan beberapa menit lebih lama untuk
menyebabkan kematian dan masalah sirkulasi biasanya lebih memakan waktu
yang lebih lama lagi. Maka dari itu, penilaian airway harus dilakukan dengan
cepat begitu memulai penilaian awal. (Greaves, 2006)
Suara berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Sianosis
Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan
dengan cepat dan tepat. Berbagai bentuk sumbatan pada airway dapat dengan
segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver) dan
memiringkan kepala (head tilt) maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah
ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan
dengan orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal
airway). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat
menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Adanya suspek cedera pada spinal
mengindikasikan dilakukannya tindakan imobilisasi spinal (in-line
immobilization) (Haskell, 2006).
A. Teknik-teknik mempertahankan airway :
1. Head-tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan
horizontal, kecuali pada pembersihan airway dimana bahu dan kepala
pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk
memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher
pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada
mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati
molar pada maxila (Arifin, 2012).
4. Oropharyngeal Airway
Indikasi : Membebaskan sumbatan airway atas, mencegah pangkal
lidah menyumbat airway, dan berfungsi sebagai bite-block pada
penanganan jalan nafas yang lebih advance yakni proteksi pipa
endotrakeal dan memfasilitasi suctioning oral dan faringeal. (Gausche-
Hill, 2007)
5. Nasopharyngeal Airway
Indikasi : Penggunaan nasopharyngeal airway optimal untuk
pemeliharaan airway pada pasien-pasien setengah sadar ataupun tidak
sadarkan diri. Alat ini lebih tidak mudah menyebabkan stimulasi gag
reflex dan juga muntah pada pasien dibandingkan dengan penggunaan
B. Airway definitif
Terdapat tiga macam airway definitif, yaitu : pipa orotrakeal, pipa
nasotrakeal, dan airway surgikal (krikotiroidotomi atau trakeostomi).
Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan-
penemuan klinis antara lain (Americann College of Surgeons, 2009) :
Penilaian dari status klinis pasien dan penggunaan pulse oxymeter dapat
membantu menentukan perlu atau tidaknya tindakan airway definitif. Dalam
memberi tindakan orotrakeal ataupun nasotrakeal, harus selalu diperkirakan
adanya cedera pada c-spine maka in-line mobilisation harus tetap dikerjakan saat
memberikan tindakan. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan
indikator jelas untuk melakukan airway surgical.
2.5.2.1.2 Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
baik terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. (American College of Surgeons, 2009)
Ventilasi adalah pergerakan dari udara yang dihirup kedalam dengan yang
dihembuskan ke luar dari paru. Pada awalnya, dalam keadaan gawat darurat,
apabila teknik-teknik sederhana seperti head-tilt maneuver dan chin-lift maneuver
tidak berhasil mengembalikan ventilasi yang spontan, maka penggunaan bag-
valve mask adalah yang paling efektif untuk membantu ventilasi (Higginson dan
Parry, 2013).
Teknik ini efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan
dari salah satu penolong dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik
2.Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila
sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada
kebocoran)
2.5.2.1.3 Circulation
a. Tingkat Kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar
belum tentu normovolemik).
b. Warna Kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang
yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan
dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.
c. Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis (kiri-
kanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat,
kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita
tidak minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan
tanda hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain.
Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi
yang tidak teratur biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan tanda diperlukannya
resusitasi segera.
Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila
ditemukan dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual
maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi
harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan
pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (American
College of Surgeons, 2009).
Tabel 2.2. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentase
Penderita Semula
2.5.2.1.4 Disability
Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan
neurologis yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat
kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat
cedera korda spinalis. (American College of Surgeons, 2009)
AVPU, yaitu:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk
menilai tingkat kesadaran pasien.
Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek
kesadaran)
2.5.2.1.5 Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa
punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti
penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan
diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien
tidak hipotermi. (Nasution, 2009)