You are on page 1of 6

Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di dunia.
Minyak yang murah, mudah diproduksi dan sangat stabil ini digunakan untuk berbagai variasi
makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga bisa digunakan sebagai sumber biofuel atau
biodiesel. Kebanyakan minyak sawit diproduksi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan karena
pohon kelapa sawit membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah hujan tinggi untuk
memaksimalkan produksinya. Efek samping yang negatif dari produksi minyak sawit - selain
dampaknya kepada kesehatan manusia karena mengandung kadar lemak yang tinggi - adalah
fakta bahwa bisnis minyak sawit menjadi sebab kunci dari penggundulan hutan di negara-negara
seperti Indonesia dan Malaysia. Indonesia adalah penghasil gas emisi rumah kaca terbesar setelah
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat (AS).

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia.


Kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total
produksi minyak sawit dunia. Pada saat ini, Indonesia adalah produsen
dan eksportir minyak sawit yang terbesar di seluruh dunia.

Dalam jangka panjang, permintaan dunia akan minyak sawit menunjukkan


kecenderungan meningkat sejalan dengan jumlah populasi dunia yang
bertumbuh dan karenanya meningkatkan konsumsi produk-produk dengan
bahan baku minyak sawit.

Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit 2014:

1. Indonesia 33,000,000
2. Malaysia 19,800,000
3. Thailand 2,000,000
4. Kolombia 1,108,000
5. Nigeria 930,000
dalam ton metrik
Sumber: Index Mundi

MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan


secepat industri minyak kelapa sawit dalam 15 tahun terakhir.
Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari Indonesia
dan juga pertumbuhan luas area perkebunan sawit. Didorong oleh
permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik,
budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh
petani kecil maupun para pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas
negatif pada lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-hasil
pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit).
Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor (lihat di
tabel di bawah). Negara-negara tujuan ekspor yang paling penting adalah
RRT, India, Malaysia, Singapura, dan Belanda.

Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


Produksi
19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 30.0 31.5 32.5 32.0
(juta ton)
Export
15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 21.7 26.4 27.0
(juta ton)
Export
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
(dollar AS)
menunjukkan prognosis
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture

Industri perkebunan dan pengolahan sawit adalah industri kunci bagi


perekonomian Indonesia: ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil
devisa yang penting dan industri ini memberikan kesempatan kerjabagi
jutaan orang Indonesia. Hampir 70% perkebunan kelapa sawit terletak di
Sumatra, tempat industri ini dimulai sejak masa kolonial Belanda.
Sebagian besar dari sisanya - sekitar 30% - berada di pulau Kalimantan.

1. Sumatra
2. Kalimantan

Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area
perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta
hektar; dua kali lipat dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta
hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit.
Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun
2020.
Perkebunan milik pemerintah memiliki peran yang menengah dalam
industri minyak sawit sementara perusahaan-perusahaan besar (seperti
Wilmar Group dan Sinar Mas) memproduksi sekitar setengah dari total
produksi minyak kelapa sawit Indonesia. Para petani skala kecil
memproduksi sekitar 35% dan kebanyakan petani kecil ini sangat rentan
keadaannya apabila terjadi penurunan harga minyak kelapa sawit dunia.

Perusahaan-perusahaan sawit di Indonesia berencana untuk melakukan


investasi-investasi besar untuk meningkatkan kapasitas penyulingan
minyak sawit. Hal ini sesuai dengan ambisi Pemerintah untuk
mendapatkan lebih banyak penghasilan dari sumber daya dalam negeri.
Indonesia selama ini berfokus pada ekspor minyak sawit mentah (dan
bahan baku mentah lainnya) namun telah mengubah prioritasnya untuk
mengolah produk-produknya supaya memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Untuk meningkatkan perkembangan di industri hilir, pajak ekspor untuk
produk minyak sawit yang telah disuling telah dipotong dalam beberapa
tahun belakangan ini. Sementara itu, pajak ekspor minyak sawit mentah
(CPO) berada di antara 0%-22,5% tergantung pada harga minyak sawit
internasional. Indonesia memiliki 'mekanisme otomatis' sehingga ketika
harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO lokal dan
internasional) jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik
ton, pajak ekspor dipotong menjadi 0%. Karena harga acuan ini jatuh di
bawah 750 dollar AS per metrik ton di September 2013, Indonesia telah
menetapkan pajak ekspor CPO 0% sejak Oktober 2014.

Karena hal ini berarti Pemerintah kehilangan pendapatan pajak ekspor


yang sangat dibutuhkan dari industri minyak sawit, Pemerintah
memutuskan untuk memperkenalkan pungutan ekspor minyak sawit di
pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50 dollar Amerika Serikat (AS) per
metrik ton diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan pungutan
senilai 30 dollar AS per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk
minyak sawit olahan. Pungutan-pungutan ekspor minyak sawit ini hanya
perlu dibayar oleh para eksportir ketika harga CPO acuan Pemerintah
jatuh di bawah batasan 750 dollar AS per metrik ton (secara efektif
memotong pajak ekspor minyak sawit menjadi 0%). Pendapatan dari
pungutan baru ini akan digunakan untuk mendanai program subsidi
biodiesel Pemerintah yang ambisius (di tahun 2014, Pemerintah
meningkatkan persyaratan kandungan campuran minyak sawit di dalam
diesel dari 7,5% menjadi 10%, dan memerintahkan pembangkit-
pembangkit listrik untuk menggunakan campuran 20%).

Pada Februari 2015, Pemerintah mengumumkan kenaikan subsidi biofuel


dari Rp 1.500 per liter menjadi Rp 4.000 per liter dalam usaha melindungi
para produsen biofuel domestik. Melalui program biodiesel ini, Pemerintah
ini mengkompensasi para produsen karena perbedaan harga antara diesel
biasa dan biodiesel yang terjadi akibat rendahnya harga minyak mentah
dunia (sejak pertengahan 2014). Selain untuk mendanai subsidi-subsidi
ini, hasil dari pungutan ekspor ini akan disalurkan untuk penanaman
kembali, penelitian, dan pengembangan sumberdaya manusia dalam
industri minyak sawit Indonesia. Saat harga minyak sawit acuan
Pemerintah melebihi batasan 750 dollar AS per metrik ton maka pajak
ekspor kembali, kemudian Pemerintah akan menggunakan sebagian dari
pajak ekspor minyak sawit untuk membiayai program biodiesel ini.

Kapasitas penyulingan di Indonesia diketahui telah melompat menjadi 45


juta ton per tahun pada akhir 2014, naik dari 30,7 juta ton pada 2013, dan
lebih dari dua kali lipat kapasitas di tahun 2012 yaitu 21,3 juta ton.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa


Indonesia memiliki target jangka panjang untuk memproduksi 40 juta ton
CPO per tahun mulai dari tahun 2020.

Isu-Isu Lingkungan Hidup Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah sering dikritik kelompok-kelompok pencinta


lingkungan hidup karena terlalu banyak memberikan ruang untuk
perkebunan kelapa sawit (berdampak pada penggundulan hutan dan
penghancuran lahan bakau). Maka, sejalan dengan semakin banyaknya
perusahaan internasional yang mencari minyak sawit ramah lingkungan
sesuai dengan kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (di Malaysia),
perkebunan-perkebunan di Indonesia dan Pemerintah perlu
mengembangkan kebijakan-kebijakan ramah lingkungan. Para pemerintah
negara-negara Barat telah membuat aturan-aturan hukum yang lebih
ketat mengenai produk-produk impor yang mengandung minyak sawit,
dan karena itu mendorong produksi minyak sawit yang ramah lingkungan.

Pada tahun 2011, Indonesia medirikan Indonesian Sustainable Palm


Oil (ISPO) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing global dari
minyak sawit Indonesia dan mengaturnya dalam aturan-aturan ramah
lingkungan yang lebih ketat. Semua produsen minyak sawit di Indonesia
didorong untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
Moratorium Mengenai Konsesi Baru Hutan Perawan

Pemerintah Indonesia menandatangani moratorium berjangka waktu dua


tahun mengenai hutan primer yang mulai berlaku 20 Mei 2011 dan selesai
masa berlakunya pada Mei 2013. Setelah habis masa berlakunya,
Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memperpanjang
moratorium ke dua tahun selanjutnya. Moratorium ini mengimplikasikan
pemberhentian sementara dari pemberian izin-izin baru untuk
menggunakan area hutan hujan tropis dan lahan bakau di Indonesia.
Sebagai gantinya Indonesia menerima paket 1 milyar dollar AS dari
Norwegia. Pada beberapa kesempatan, media internasional melaporkan
bahwa moratorium ini telah dilanggar oleh perusahaan-perusahaan
Indonesia. Kendati begitu, moratorium ini berhasil membatasi - untuk
sementara - ekspansi perkebunan-perkebunan sawit. Pihak-pihak yang
skeptis terhadap moratorium tersebut menunjukkan bahwa sebelum
penerapannya Pemerintah Indonesia telah memberikan konsesi tanah
seluas 9 juta hektar untuk lahan baru. Selain itu, perusahaan-perusahaan
besar minyak sawit masih memiliki lahan luas yang baru setengahnya
ditanami, berarti masih banyak ruang untuk ekspansi. Pada Mei 2015,
Presiden Joko Widodo kembali memperpanjang moratorium ini untuk
periode 2 tahun.

Prospek Masa Depan Industri Minyak Sawit di Indonesia

Era Boom Komoditi 2000-an membawa berkat bagi Indonesia karena


berlimpahnya sumberdaya alam negara ini. Harga minyak sawit naik
tajam setelah tahun 2005 namun krisis global menyebabkan penurunan
tajam harga CPO di tahun 2008. Terjadi rebound yang kuat namun setelah
tahun 2011 harga CPO telah melemah, terutama karena permintaan dari
RRT telah menurun, sementara rendahnya harga minyak mentah (sejak
pertengahan 2014) mengurangi permintaan biofuel berbahan baku
minyak sawit. Karena itu, prospek industri minyak sawit suram dalam
jangka waktu pendek, terutama karena Indonesia masih terlalu
bergantung pada CPO dibandingkan produk-produk minyak sawit olahan.

Pada saat permintaan global kuat, bisnis minyak sawit di Indonesia


menguntungkan karena alasan-alasan berikut:

Margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi


Permintaan internasional yang besar dan terus berkembang seiring
kenaikan jumlah penduduk global
Biaya produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia adalah yang
paling murah di dunia
Tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan produk minyak
nabati
Penggunaan biofuel diduga akan meningkat secara signifikan,
sementara penggunaan besin diperkirakan akan berkurang
Masalah-masalah apa yang menghalangi perkembangan industri minyak
sawit dunia?

Kesadaran bahwa penting untuk membuat lebih banyak kebijakan


ramah lingkungan
Konflik masalah tanah dengan penduduk lokal karena ketidakjelasan
kepemilikan tanah
Ketidakjelasan hukum dan perundang-undangan
Biaya logistik yang tinggi karena kurangnya kualitas dan kuantitas
infrastruktur

You might also like