You are on page 1of 8

Anamnesis Pra Anestesi

1. RPS: pasien rujukan dari RSUD Setonegoro Wonosobo G1P0A0 hamil 38 minggu
dengan IUGR dan post eklampsia. Dalam perjalanan ke RSMS pasien kejang 1x
dengan durasi kurang lebih 3 menit yang dirasakan seluruh tubuh, pasien sadar setelah
kejang. Pasien tidak mengeluhkan penglihatan berkunang kunang, lendir/darah (-),
pengeluaran air (-), pusing (-), dan pandangan kabur (-).
2. RPD: riw asma (-), maag (-) DM (-) , sesak nafas (-), jantung (-) pingsan (-), HT (+)
sejak 1 bulan terakhir, hepatitis (-), GGK (-), anemia (-), stroke (-), alergi makanan (-),
alergi obat (-), riw op (-), merokok (-), mengorok (+), alkohol (-), narkoba (-)
3. RPK: asma (-), diabetes (-), jantung (-), hipertensi (-), gangguan pembekuan darah (-)
4. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Heart Rate : 78x/ menit
Respiratory Rate : 20x/ menit
Nadi : 78x/ menit
Suhu : 36,4 C

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Airway : Clear (+), gigi palsu (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), buka mulut 4
jari, Mallampati 2, TMD 5 cm
b. Kepala/Leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), hematoma palpebral
(-/-), massa di wajah (-), masa di leher (-), luka bakar (-), deviasi trakea (-).
c. Breathing/ Thorak:
Spontan (+), RR 20x/ menit
Paru : SD ves +/+, wh -/-, rbk -/-, rbh -/-
Jantung : s1>s2 reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Circulation
TD 150/90 mmHg, Nadi 78x/ menit, tegangan dan isi cukup
e. Abdomen :
TFU : 35 cm.
Cembung gravid, BU (+) normal, DJJ(+) 136x/menit, pekak janin. LI : bokong,
LII : puka, LIII : kepala, LIV : divergen.
f. Ekstremitas
Akral ( hangat), edema superior (-/-) edema inferior (-/-), parese (-/-), paralise (-/-)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah Lengkap 10/05/2016
Hb : 12.6 gr/ dL
Leukosit : 11330 U/L
Ht : 38 %
Eritrosit : 4.4 juta/L
Trombosit : 140.000/L
MCV : 87,0 fL
MCH : 28,6 pg/cell
MCHC : 32,9 %
Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0,4 %
Eosinofil : 0,4%
Batang : 0,7%
Segmen :73,8%
Limfosit :18,3%
Monosit :6,4%
Kimia Klinik
Na : 137
K : 3,6
Cl : 111
Ca : 8.1
PTT : 8,8
aPTT : 34,3
LDH : 16
Ureum : 15,0 mg/dL
Kreatinin : 0,54 mg/dL
GDS : 107 MG/dL

ASSESMENT : ASA III E


RENCANA OPERASI : SCTP
RENCANA ANESTESI : General Anestesi, Intubasi

Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional dan anestesi
lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Pelayanan anestesi meliputi pelayanan
preanestesi, tindakan anestesi, dan postanestesi. Persiapan preoperatif yang tidak terburu-buru
menurunkan risiko anestesi pada ibu dengan preeklampsia. Penilaian preanestesi ibu
preeklampsia difokuskan pada pemeriksaan jalan napas, hemodinamik dan status koagulasi,
dan status hidrasi. Edema generalisata mungkin menyulitkan laringoskopi. Preeklampsia
sering dihubungkan dengan berbagai derajat deplesi volume intravaskuler dan penilaian klinis
status volume intravaskuler menjadi sulit. Penggunaan monitor vaskuler invasif
direkomendasikan pada kasus-kasus berat. Penggunaan kateter vena sentral untuk monitoring
respon pemberian cairan pada kasus oliguri sebetulnya layak, walaupun jarang dilakukan.
Bila pemasangan monitor vaskuler invasif menunda atau memperlama tindakan definitif
operatif, pemasangannya tidak dilakukan, karena tidak mengubah manajemen anestesi
intraoperatif. Kebanyakan para dokter kandungan memilih segera melahirkan bayi walaupun
ibu dalam keadaan oliguria dan mengoptimalisasi status hidrasi setelah kelahiran.
Pertimbangan anestesia pada kasus preeklampsia-eklampsia harus mengingat kembali
kejadian yang sebenarnya terjadi pada serebrovaskuler otak. Bahwa telah terjadi perubahan
serebrovaskuler di otak, tidak selalu memunculkan adanya kenaikan tekanan intrakranial
yang menjadi pertimbangan penting pemilihan tindakan dan obat yang dipakai dalam
anestesi. Bila terdapat kenaikan tekanan intrakranial, anestesi umum dengan kaidah
neuroanestesi merupakan pilihan. Hiperventilasi dapat diberikan segera setelah kelahiran bayi
untuk meminimalisir efek penurunan PaCO2 pada arteri uterina. Dokter anestesi, dokter
kebidanan, dan intensivis merupakan tim dalam penanganan kasus preeklampsi kritis.
Penanganan icu pada masa antenatal dan postpartum yang diindikasikan pada pasien dengan
preeklampsi berat yang mengalami edema paru, hipertensi tidak terkontrol, anuria atau gagal
ginjal, kejang berulang, DIC, gangguan neurologis yang membutuhkan ventilasi misalnya
perdarahan intraserebral atau infark serebral atau edema serebri) dan gangguan kritis
intraabdominal, seperti gagal hepar akut, hematoma hepar subkapsuler.
Pada pelayanan tindakan obstetri, teknik regional anestesi merupakan pilihan bila
tidak ada kontraindikasi, sehingga pemeriksaan mendetail tentang kontraindikasi masing-
masing teknik anestesi harus diteliti pada pasien. Laporan tentang kematian ibu hamil di
Inggris menunjukkan bahwa penyebab utama kematian ibu dengan preeklampsia adalah
perdarahan intrakranial. Kerugian dilakukannya tindakan anestesi umum pada preeklampsia
adalah risiko perdarahan intrakranial dari respon hipertensif akibat intubasi dan ekstubasi
endotrakeal. Risiko sulit intubasi dan aspirasi yang besar juga merupakan faktor yang
mungkin terjadi. Bagaimanapun, pertimbangan khusus pemilihan teknik anestesi pada
preeklampsia untuk seksio sesaria adalah: pemilihan teknik anestesi, teknik induksi pada
anestesi umum, dan interaksi antara MgSO4 dengan pelumpuh otot nondepoler. Regional
anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer. Spinal & anestesi
epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan anggota tubuh bagian bawah
operasi abdomen bagian bawah. Spinal anestesi, diperkenalkan oleh Bier pada tahun 1898
dan merupakan teknik regional pertama utama dalam praktek klinis. Operasi seksio sesaria
memerlukan anestesi yang efektif yaitu regional (epidural atau tulang belakang) atau anestesi
umum. Dengan epidural anestesi, obat anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di sekitar
tulang belakang ibu, sedangkan dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi disuntikkan sebagai
dosis tunggal ke dalam tulang belakang ibu. Dengan dua jenis anestesi regional ini ibu terjaga
dalam proses persalinan, tetapi mati rasa dari pinggang kebawah.
Teknik regional tidak dilakukan pada pasien yang menolak tindakan anestesi regional,
dengan gangguan faktor koagulasi, dan sepsis. Anestesi umum diindikasikan pada pasien
dengan gawat janin berat, edema pulmonum, ketidakstabilan hemodinamik, risiko intraspinal
hematom (misalnya abrupsio plasenta, trombositopenia berat) atau eklampsia dengan
gangguan kesadaran atau defisit neurologis. Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar dalam
proses persalinan dan obat anestesi yang digunakan dapat mempengaruhi seluruh tubuhnya
serta bayi yang akan dilahirkan. Resiko utama yang berhubungan dengan anestesi umum
adalah permasalahan pada jalan nafas. Resiko yang signifikan terjadi adalah aspirasi dari isi
saluran pencernaan dan hanya 30 ml dari cairan aspirasi tersebut yang menyebabkan
sindroma Mendelson. Intubasi menjadi lebih sulit dibandingkan dari pada pasien-pasien yang
tidak hamil, terutama pada ibu yang gemuk. Permasalahan lainnya adalah leher pendek dan
oedem laring. Trombositopenia terjadi pada 15% 20% pasien dengan preeklampsia berat,
sehingga pemeriksaan jumlah trombosit menjadi sangat penting. Aktivitas trombosit mungkin
abnormal pada preeklampsia berat dengan jumlah trombosit <100.000/mm3, sehingga analisa
fungsi trombosit atau faktor koagulasi lain menjadi penting. Beberapa literatur
merekomendasikan batas 80.000/mm3 untuk dilakukan teknik regional anestesia dengan nilai
faktor koagulasi lain dalam batas normal. Tidak diketahui nilai trombosit yang berisiko untuk
terjadinya epidural hematom.

Anestesi spinal dan epidural dapat diberikan dengan aman pada pasien yang sadar dan
tidak mengalami kejang dengan tanda vital yang stabil. Selain itu, tekanan darah yang turun
setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75
mmHg atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk
menghindari timbulnya syok yang menyebabkan gangguan perfusi transplasental, cedera
ginjal, jantung dan otak. Cara yang digunakan untuk mengatasi keadaan ini di antaranya
dengan memberikan oksigen, menaikkan kecepatan tetesan infuse, dan pemberian obat-
obatan. Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah hipotensi, yang
disebabkan blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik
dan perifer terjadi penurunan cardiac output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular
dapat bermanifestasi sebagai hipotensi mendalam & bradikardia. Hipotensi merupakan
masalah yang serius yang terjadi dalam spinal anestesi pada operasi seksio sesaria, dengan
insiden yang dilaporkan dari literatur hampir di atas 83%. Karena spinal anestesi mempunyai
keuntungan-keuntungan untuk seksio caesarea, berbagai usaha dilakukan untuk mencegah
hipotensi maternal. Dicoba dengan pemberian 1000-1500 ml Ringer laktat 15-30 menit
sebelum spinal anestesi. Bila diberikan larutan dextrose untuk mengisi volume, beberapa
peneliti melihat adanya hiperglikemia feotal, asidosis dan ahkirnya neonatal hipoglikemia.
Sebaliknya beberapa peneliti menganjurkan pemberian sedikit dekrose (1% dekrose di dalam
RL) untuk mempertahankan euglikemia. Penggunaan sejumlah kecil koloid dikombinasikan
dengan kristaloid tidak menunjukkan hasil yang konsisten untuk menurunkan kejadian
hipotensi maternal. Pada pasien-pasien yang tidak hamil, pemberian ko-loading cairan lebih
baik dalam mempertahankan cardiac output setelah spinal anestesi. Banyak metode untuk
mencegah hipotensi selama anestesi spinal untuk section caesaria telah diteliti, namun tidak
ada satu teknik yang telah terbukti efektif dan dapat diandalkan.
Manu dkk. (2008) menemukan ko-loading dengan 15 ml/kg BB ringer laktat lebih
efektif pemberiannya dibandingkan dengan pemberiannya sebagai preloading dalam hal
mencegah hipotensi. 11 Dahlgren dkk. (2005) melaporkan koloid preloading mengurangi
angka kejadian hipotensi dibandingkan dengan larutan Ringer. Teoh dkk. (2009) meneliti
bahwa 15ml/kg BB HES 130/0,4 yang digunakan sebagai preload secara signifikan
meningkatkan curah jantung 5 menit pertama setelah spinal anestesi pada seksio sesaria
dibandingkan sebagai ko-loading.

Hipotensi terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi
terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi
bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
2. Penurunan resistensi perifer.
Empat alternatif cara pencegahan hipotensi pada anestesia spinal adalah pemberian
vasopresor, modifikasi teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan kompresi tungkai
pasien, serta pemberian cairan intravena. Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan
pemberian cairan intravena merupakan cara yang mudah dilakukan untuk mencegah hipotensi
pada anestesia spinal. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid. Teknik
pemberian cairan dapat dilakukan dengan preloading atau coloading. Preloading adalah
pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal, sedangkan coloading adalah
pemberian cairan selama 10 menit saat dilakukan anestesia spinal. Pemberian cairan
kristaloid sebagai preloading tidak memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.
Bedah Caesar pada eklampsia merupakan tindakan darurat, anestesi umum merupakan
pilihan pertama kecuali bila pasien sudah terpasang kateter epidural. Waktu persiapan untuk
tindakan anestesi sangat pendek. Persiapan yang dilakukan untuk anestesi umum dan regional
tidak jauh berbeda pada pasien dengan kehamilan. Pencegahan aspirasi dengan
mengosongkan lambung, netralisasi asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung
dilakukan sebelum tindakan anestesi dilakukan. Persiapan dimulai dari pemeriksaan jalan
nafas, ada tidaknya distress pernafasan, tekanan darah, kesadaran pasien dan pemeriksaan
darah. Edema dari jalan nafas yang mungkin terjadi pada pasien tersebut menyebabkan
kesulitan untuk intubasi. Intubasi sadar dapat dilakukan pada edema jalan nafas dan distress
yang mungkin disebabkan aspirasi pada saat kejang. Jalan nafas orotrakeal yang disediakan
lebih kecil dari ukuran wanita dewasa. Dengan pemberian anestesi topical yang baik, intubasi
sadar dapat dilakukan dengan baik. Dilakukan pemberian anestesi topical dengan lidokain
spray.
Tekanan darah pasien preeklampsia/ eklampsia diturunkan sedemikian rupa sehingga
tidak sebelum dilakukan anestesi umum. Pada anestesi umum, pemberian lidokain terjadi
penurunan pada aliran darah ke plasenta dan otak. Penyulit saat intubasi yang paling
berbahaya adalah meningkatnya tekanan darah yang berakibat terjadinya edema paru dan
perdarahan otak. Pemberian obat anti hipertensi sangat diperlukan 1,5 mg/kg BB secara
intravena dapat mengendalikan respons hemodinamik saat intubasi. Efek farmakologi
enflurane yang dianggap merugikan ginjal dan menurunkan nilai ambang terhadap kejang
dan pengaruh halotan terhadap hepar, menjadikan isoflurane sebagai pilihan pertama obat
anesthesi inhalasi. Pemakaian magnesium sulfat sebagai anti konvulsan dapat terjadi
potensiasi dengan obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi, sehingga pemberian
suksinil kolin harus dikurangi. Lambung dikosongkan secara aktif terlebih dahulu untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi dan diberikan antasida.
Monitoring yang dilakukan selama anestesi diteruskan hingga pasca bedah.
Pemberian cairan pasca bedah harus memperhitungkan adanya mobilisasi cairan yang terjadi
mulai dalam 24 jam. Jika tidak terjadi diuresis yang memadai akibat belum kembalinya
fungsi ginjal kemungkinan dapat terjadi peningkatan cairan intravaskuler yang beresiko
terjadinya edema paru. Jumlah trombosit dan fungsinya akan kembali 4 hari setelah
persalinan. Kejang pasca bedah terjadi pada 27% pasien. Obat anti hipertensi masih
dibutuhkan selama pasca bedah. Pemberian cairan selama masa antenatal harus dilakukan
secara hati-hati untuk mencegah kelebihan cairan. Total cairan intravena harus dibatasi
sebanyak 1 ml/kg/jam.

Morgan HA. Anesthesia for pediatric surgery. In: Devison JK, Eckhardt III WF,
Perese DA (Eds.). Clinical anesthesia procedures of the Massachussets General Hospital.
4thed, Little Brown and Company, 1993
Miller RD: Millers Anesthesia. Anesthesia for obstetrics: 7th edition. 2010.
Philadelphia. Churchill Livingstone.
Priyambodo GD, Suwondo BS. Seksio sesaria pada pasien eklampsi dan preeklampsi. Dalam:
Bisri T, Wahjoeningsih S, Suwondo BS, editors. Anestesi Obstetri. Bandung: Saga Olahcitra;
2013

Dodson BA, Rosen MA. Anesthesia for neurosurgery during pregnancy. Dalam: Hughes SC,
Levinson G, Rosen MA, editors. Shnider and Levinsons Anesthesia for Obstetrics. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2002
Dekker G. Hypertension. Dalam: James DK, editor. High-Risk Pregnancy: Management
Options. 4th ed. St. Louis: Saunders Elsevier; 2011
Moodley J, Jjuuko G, Rout C. Epidural compared with general anaesthesia for caesarean
delivery in conscious women with eclampsia. Br J Obstet Gynaecol. 2001

You might also like