You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan otak merupakan bentuk paling fatal pada penyakit stroke dan
memiliki morbiditas tertinggi dari setiap subtipe stroke. Ekstensi perdarahan intraventrikular
(IVH) merupakan tanda prognostik sangat rendah, dengan angka kematian diperkirakan
antara 50% dan 80%. IVH adalah kontributor yang signifikan dan independen terhadap
morbiditas dan mortalitas, namun terapi diarahkan pada ameliorating bekuan intraventrikular
masih terbatas. Istilah stroke hemoragik seringkali digunakan sebagai sinonim dari
perdarahan intraserebral (ICH). Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh
perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan atau perdarahan
arteri diantara pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).

Perdarahan intraserebral (ICH) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, disebabkan
oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler akibat dari hipertensi kronis.
Penggunaan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan
sementara. Sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak disebut
angiopati amyloid yang dapat melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.

Sekitar 70% perdarahan intraventrikel (IVH) mungkin terjadi akibat perluasan dari
perdarahan intraparenkim atau subaraknoid yang masuk ke sistem ventrikel. Kontusio dan
perdarahan subaraknoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari
middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.

Perdarahan otak memiliki morbiditas dan mortalitas tertinggi dari setiap subtipe
stroke. Masing-masing, perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH)
sekitar 15% dan 5% dari 750.000 stroke terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, dengan total
lebih dari 45.000 pasien per tahun . Sekitar 45% dari spontan ICH dan 25% dari SAH
aneurisma meluas ke ventrikel. Untuk pasien dengan kedua ICH dan perdarahan
intraventrikular (IVH), angka kematian yang diharapkan adalah 50% sampai 80%. Sekitar
40% kasus ICH disertai perdarahan intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus
akut, peningkatan tekanan intrakranial, serta meningkatkan mortalitas dan kecacatan.
1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
1. PERDARAHAN INTRASEREBRAL

A. DEFINISI

Perdarahan intraserebral (ICH) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang


disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dapat terjadi di
bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara
otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada
satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari
otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral
hemorrhage).1

B. EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus


per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan
dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun
studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic
menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per
100.000, dua kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya
kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan
intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam.
Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan
dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat
meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval
40 75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian sekitar
60 90%.1,2

3
C. ANATOMI

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi


dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2

D. ETIOLOGI

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral


spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis,

4
pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4

1. Hipertensi

Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang


memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan
edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.

2. Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri
kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah
arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap
faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

3. Arteriovenous Malformation

4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma


yang hipervaskular.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.


lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

5
Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4

E. PATOFISIOLOGI

Kasus ICH umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa


posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula
interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya
pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada
struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya
sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul
bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan
akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.4

F. GEJALA KLINIS

Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya
disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan
derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan
dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan

6
tekanan intrakranial dijumpai pada ICH, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepala sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi
tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan ICH, sebaliknya bila dijumpai
akan sangat mendukung diagnosis ICH atau perdarahan subarakhnoid sebab hanya 10%
kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset ICH.5

G. PEMERIKSAAN FISIK

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus ICH. Tingginya frekuensi


hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus
okuli pada kasus yang diduga ICH mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya
darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid)
yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus
ICH.

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah


lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata
dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan
gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat
ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
ocular bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus
maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan
berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi
pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering
dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils
bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.5,6

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang


pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik.
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.

7
Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini
biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.6

H. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :6

1. Putaminal Hemorrhage

Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh


perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif
pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala
mendadak dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala
hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan
berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi
terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik
dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil
dengan hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi
perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi,
pupil tak bereaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal, dan respons Babinski bilateral.

Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.

Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit


kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit
wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas
tangan dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada
ekxtremitas yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam

8
di mana sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda
kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular
atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya
adanya kekakuan yang deserebrasi.

Gambar 2. Perdarahan Putaminal6

2. Thalamic Hemorrhage

9
Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal.
Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat
dari perdarahan putaminal. Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral
terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan
perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu
terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau
lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit
lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan
dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi
kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat
terjadi akibat penekanan jalur LCS.

Gambar 3. Perdarahan Thalamus6

3. Perdarahan Pons

Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan


perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial
10
terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset
yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta
progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari
semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil
pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial,
kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.6

4. Perdarahan Serebelum

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.6

Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh


Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan
atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi.
Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien
dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan
tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam
24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%,
nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55%.
Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda
serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78%), ataksia trunkal (65%), dan
ataksia apendikuler ipsilateral (65%). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54%), nistagmus horizontal (51%), dan miosis (30%).
Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler,
palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan

11
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal
yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial
ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.

5. Perdarahan Lober

Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.


Hipertensi kronik tampil hanya pada 31% kasus, dan 4% pasien yang koma saat
datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral
dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan
lengan kontralateral berat, kelemahan muka dan tungkai ringan, dan nyeri kepala
frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior ('temple')
serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala
yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika bersama dengan satu
dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis
lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6

6. Perdarahan intraserebral akibat trauma

Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral


pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus
cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml
dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak).6

12
I. DIAGNOSIS

Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7

Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah
Lumbal pungsi
EEG
CT scan
Arteriografi

J. KOMPLIKASI

o Stroke hemoragik

o Kehilangan fungsi otak permanen

o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

K. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus mendapat

pengobatan untuk :

1. Normalisasi tekanan darah

2. Pengurangan tekanan intrakranial

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang.

13
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena
adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan
intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan
menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9

Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui


hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan ICH,
mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara
bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160
mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan
dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah dari golongan :9

1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

2. Angiotensin Receptor Blockers

3. Calcium Channel Blockers

Tindakan segera terhadap pasien dengan ICH ditujukan langsung


terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan
medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral)
digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa
perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan
survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset
perdarahan.

Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah
sangat serius untuk memikirkan pengangkatan ICH yang besar terutama bila ia bersamaan
dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit
neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal.

14
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan
neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya
perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :9,10

1. Perdarahan progresif fatal.

Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat


tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan
elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari
perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat
diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan
gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan
mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik,
mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid (bila
penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang
dari 6.

2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).

3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit


neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan
berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL

Penilaian dan Pengelolaan Inisial

Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi,


ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.

Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial
dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan

15
prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis
serial harus dilakukan.

Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan


sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder
akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien
hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang
sinambung atas tekanan darah. Setelah ICH, kebanyakan pasien adalah hipertensif.
Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan
lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.

Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi
untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,
atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau.

Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.

Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis ICH ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
16
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9

Pencegahan atas Perdarahan Ulang

Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di


dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan
tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah
seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20% di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.

Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan


yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan
kelainan perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.

Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah.


Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa,
usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :9

1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.

2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).

17
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.

4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase LCS untuk mempertahankan


TIK kurang dari 20 mmHg.

5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.

Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat ICH, peninggian kepala,
restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK


jarang diperlukan. Pada pasien koma, TIK dipantau secara rutin. Ventrikulostomi
dilakukan karena memungkinkan dapat mengalirkan LCS, sehingga lebih mudah
mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi
hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar LCS. Lebih disukai pengaliran LCS dengan
ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.

Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat ICH


pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian
menunjukkan bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas
meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada
perdarahan parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan
edema serebral yang berat.

Perawatan Umum

Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan


subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg

18
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada ICH non-aneurismal belum pasti.

Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis ICH supratentorial ditegakkan,


kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai
fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV,
mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1
g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus
dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat
penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena
fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang
Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan
hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan pasien bebas
kejang.

Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial
untuk menambah cedera otak sekunder.

Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan ICH. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi
memadai adalah esensial.

PENATALAKSANAAN DENGAN CARA OPERASI

Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah
yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :

19
1. Dari seluruh penderita ICH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.

2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus
mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :8,9

1. Massa hematoma kira-kira 40 cc

2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS
8 atau kurang.

4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai


berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari
25 mmHg.

Tindakannya :

Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan


pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.

Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk


basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.

Penggunaan manitol

Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis


diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent
20
yang digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran
darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M,
2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan
untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu
dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol
masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika
hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan
toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.

Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.

Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial


dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik
osmotik (manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak.
Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari
kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.

Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1 gram/kgbb


diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari
10 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 320 mOsm/L.
Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara 290 310 mOsm. Tekanan
Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena
efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit,
osmolalitas serum juga dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu
memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila osmolalitas lebih dari 320
mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian
manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter harus dipasang selama
pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan
sodium serum dan nilai osmolalitas.

21
Obat Neuroprotektor :

1. Piracetam 1200 mg/kaplet

Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi


psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan
dengan akibat pasca trauma.

Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6


kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan :
1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai
mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau kaplet/hari. Inj IM atau IV 1
g 3x/hari.

Pemberian obat : sesudah makan.

Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.

Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi,
lelah, gangguan GI, mengantuk.

Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.

Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus


diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan
melakukan pengecekan fungsi ginjal.

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2. Injeksi Citicoline

Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,


trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.

22
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg
1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara
oral atau injeksi IV.

Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.

Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.

Mekanisme kerja :

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,


terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan


sistem motoris.

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki


metabolisme otak.

L. PROGNOSIS

Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.

Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk


prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa
posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa
45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan
untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
23
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada ICH hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.8

2. PERDARAHAN INTRAVENTRIKULER

A. DEFINISI
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum dapat
digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan
intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya
darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding
24
ventrikel. Disebutkan pula bahwa IVH merupakan perdarahan intraserebral
nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder
intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh
dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel.
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder
mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid
yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH)
berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating
artery atau dari posterior communicating artery.1

B. SISTEM VENTRIKEL
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I
& II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan
ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi.
Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang
kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran
hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji yang
mengarah ke caudal. Kita bedakan beberapa bagian : cornu anterius pada lobus
frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya
oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu
temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis.
Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran
vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus.
Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang
berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yang
berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen
interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel
lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan
posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri
dari a. choroidalis anterior, cabang a. carotis interna yang memasuki pleksus pada
cornu inferior; dan a. choroidalis posterior yang merupakan cabang-cabang dari
a.cerebrum posterior.2

25
Gambar 1. Sistem ventrikel2

C. LIQUOR CEREBROSPINALIS
LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan
mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang mengelilingi
otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur kadar ion, membawa
keluar metabolit-metabolit otak, memberikan perlindungan terhadap perubahan-
perubahan tekanan. Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.2

Daerah Penampilan Tekanan Sel ( per l) Protein Lain-lain


dalam air

Lumbalis Jernih dan 70-180 0-5 15-45 Glukosa 50-


75 mg/dl
tanpa warna mg/dl

Ventrikel Jernih dan 70-190 0-5 5-15 mg/dl Nitrogen non


( limfosit)
tanpa warna protein 10-35

mg/dl

26
Tabel 1. Nilai normal LCS

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara
keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan
apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa,
volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150 ml;
bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara
400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air;


perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan
meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor),
volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada
hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari
tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa
kenaikan tekanan.

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis
ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke
ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis
externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan
meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari
ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin
mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah
kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater
atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena
(dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas konveksitas
superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan
reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus
menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorbsi dalam keadaan
seimbang

27
D. ETIOLOGI

Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut
penelitian didapatkan :
1. Hipertensi, aneurisma
Bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang
sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan
pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
4. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah
serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma
serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda. Pada orang dewasa,
IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari
struktur periventrikel.

Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang


berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.1,3

E. PATOFISIOLOGI

Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan


timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan volume
pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih
mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat
terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan di situ akan
Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat yang menyebabkan
terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat menimbulkan reaksi
berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada batang otak,
menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila
menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat
berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti
28
yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan
tugasnya seperti : frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis
sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar.
Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena.3

Bagan 1. Patofisiologi

F. GEJALA KLINIS

Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa :


1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
4. Penurunan Kesadaran

G. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan
kepala diperlukan untuk konfirmasi.1,3 Menurut luasnya darah pada gambaran CT scan
kepala, IVH diklasifikasikan menurut Graeb IVH grading system.

29
Tabel 2. Graeb Score

Dinilai berdasarkan ada tidaknya volume darah pada tiap sistem ventrikel.
Dinilai pada sisi kiri dan kanan. Bila didapatkan > 6 , dapat diindikasikan adanya
hidrosefalus akut dan menjadi suatu indikasi adanya penanganan segera.3

Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan)


CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
30
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan.

Gambar 2. CT-scan intraventrikular hemorrage3

b. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan
hemosiderin.
c. USG Doppler (Ultrasonografi doppler)
Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran
darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area
karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat thrombus.

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan emergency

Kontrol tekanan darah


Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke Association
guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan

31
yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg, dimaksudkan agar tidak
terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Penapat ini masih kontroversial karena
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali
perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi
perfusi otak yang cukup.
Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan. Pemberian
yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan
waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk
menghindari tejadinya komplikasi.

Penanganan peningkatan TIK:

Elevasi kepala 300C


Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher seperti vena
jugularis
Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat aliran LCS
di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan
sebagai obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue
plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen
menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi
fibrin degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang diberikan
bolus bersama infus.
Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage)
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel. Indikasi
dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut hidrosefalus. Dapat
diketahui dengan melakukan penilaian graeb score.
Langkah-langkah :
General anestesi
Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi
Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kochers ( 1 cm anterior dari
sulkus coronarius ).
Dilakukan burr holes
Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater
Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal drain
Kemudian tutup insisi
32
Setelah pemasangan EVD dilakukan dilakukan tindakan pemantauan.
Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran tekanan
intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari perdarahan serta
adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka dilakukan tindakan pemasangan VP
shunt.4,5

Rekomendasi AHA Guideline 2009:


1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau
dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan
tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk
dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. (IIb; C). (rekomendasi baru).
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf
dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt
merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,
yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.

Pemberian obat anti kejang

Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali perdarahan


intraventrikel mempunyai risiko tinggi akan terjadinya kejang. Menrut rekomendasi
American Heart Association tahun 2007 pemberian obat anti kejang seperti Obat Anti
Epilepsi pada pasien-pasien dengan perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya
kejang awal.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan, yaitu:
1.
Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan
disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi
meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungandengan
keluaran yang buruk.
2.
Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.

33
3.
Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian
dari vasospasmeserebri, yaitu:
-
Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasmeintrakranial.
-
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari
sirkulasicairan serebrospinal.5

J. PROGNOSIS
Tuhrim et al mengkonfirmasi bahwa IVH sebagai salah satu faktor risiko
independent penyebab kematian setelah terjadinya ICH. Penilaian terhadap GCS dan
volume pada IVH dapat dijadikan prediksi hasil yang akan didapatkan oleh pasien.
GCS yang rendah serta volume IVH yang besar akan memberikan prognosis yang
buruk.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans


JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006
.p. 1890-1913.

2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.


Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.

3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah


Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.

34
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-
1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.

7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline


Stroke 2007. Jakarta.

9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.

10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice.

11. Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. United States: Mc
Graw-Hill companies;2012. h.538-9.
12. Satyanegara. Anatomi susunan saraf. Dalam : Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S,
Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, et al, penyunting. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama; 2010.h.15-7.
13. Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/976654-overview, 15 november 2013.
14. Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. Management of Intraventricular
Hemorrage.Diunduhdari: http://search.proquest .com/ docview/ 871549251/
141CA7C3BEF235BCE02/ 9?accountid=50673, 15 november 2013.
15. Dey Mahua, Jaffe Jannifer,Stadnik Agniezka, Awad Issam A. External Ventricular
Drainage for Intraventricular Hemorrhage. http:// search.proquest.com/
docview/915051654/ 141C6865433B347F03/3?accountid=50673,15 november 2013.

35

You might also like