You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Respirasi

Organ penafasan yang terletak dalam rongga dada adalah paru-paru dan trakea,
sedangkan pada sistem peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah dan saluran
limfe.Kerangka rongga toraks, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang. 2
Paru-paru dibungkus oleh suatu kantong tipis yang disebut pleura. Pleura visceralis
terdapat diatas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalis melapisi dinding dada. Kedua
pleura ini saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi.2
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau
konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di cranial dan basis (dasar) yang
melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.2

Gambar 1. Topografi paru anterior dan posterior

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paru-
paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius
dibatasi fissure horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada
paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yang dipisahkan oleh fissura oblique.

3
Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjo seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah
segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9
yang kanan. Sejalan dengan percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yang
lebih kecil, segmen paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.

Gambar 2. Anatomi, pulmo, bronkus dan alveolus

Gambar 3. Segmen Paru

4
1. Paru-paru dan pleura
a. Anatomi paru-paru
Ada tiga lobus di paru kanan dan dua lobus di paru kiri. Lobus kiri juga terdapat
lingula, yang secara fungsional merupakan 'lobus' terpisah, tetapi secara anatomis
merupakan bagian dari lobus atas.
b. Anatomi pleura
Ada dua lapisan pleura, yaitu pleura parietal dan pleura visceral.
Pleura parietal melekat pada dinding dada dan pleura visceral mengelilingi paru-
paru.
Kedua lapisan ini bersama sama membentuk refleksi tiap lobus yang terpisah
dan dikenal sebagai fissura.
Di paru kanan ada fissure oblique dan fissure transversal; lobus atas paru kanan
berada di atas fissure transversal, lobus bawah paru kanan berada dibelakang
fissure oblique, dan lobus medius berada di antara keduanya.
Di paru kiri, fissure oblique membagi lobus atas dan bawah.

Gambar 4 Anatomi lobus dan pleura


tampak Frontal (A), Left lateral (B), dan Right Lateral (C)

5
2. Diafragma
Penilaian diafragma
Diafragma kanan lebih tinggi 1-1,5 cm dari diafragma kiri. Semua sinus
costofrenicus harus lancip
Garis terluar dari tiap diafragma harus licin dan jelas terlihat seluruhnya (kecuali
bagian medial dari diafragma kiri)
Kurvatura kedua diafragma harus dinilai untuk malihat apakah terdapat flattening
atau tidak. Titik tertinggi dari satu diafragma harus berada setidaknya 1,5 cm dari
garis yang menghubungkan sinus costofrenicus ke cardiofrenicus.

Gambar 5 Diafragma kanan lebih tinggi, kedua sinus costofrenicus lancip

3. Tulang dan soft tissue


Ini adalah area yang sering diabaikan. Ketika menilai foto x-ray konvensional, ada
sebuah kecenderungan untuk secara rutin melihat 'jantung dan paru-paru', kemudian
melewatkan tulang dan jaringan lunak. Penting untuk meneliti setiap tulang rusuk (dari
anterior ke posterior), klavikula, tulang dan sendi bahu (jika mereka berada di film).
Demikian pula, perhatikan dengan teliti kesamaan pada jaringan lunak di sisi kanan
dan kiri foto (simetris)
Setelah meneliti tulang dan jaringan lunak, ingat untuk mencari kelainan patologik
di 'daerah tersembunyi'.
- Apeks paru
- Bagian 'belakang' jantung
- Di bawah diafragma.
2.2 Embriologi Sistem Respirasi

6
A. Pembentukan Bakal Paru-Paru (Lung Buds) 1,3
- Dimulai pada usia embrio minggu keempat
- Respiratory diverculum (lung bud) muncul dari dinding ventral foregut (usus depan).
- Lokasi dari lung bud tergantung dari peningkatan retinoic acid (RA) (asam retinoat
=senyawa metabolit vitamin A) yang diproduksi adjacent mesoderm.
- Peningkatan RA menyebabkan peningkatan fungsi dari faktor transkripsi TBX4 yang
dihasilkan di endoderm pada sepanjang tabung usus (gut tube).
- TBX4 menginduksi pembentukan lung bud dan differensiasi dari paru-paru.
- Epitel di bagian dalam laring, trakhea, bronkus dibentuk dari bagian endoderm (endodermal
origin). Sedangkan untuk komponen otot, tulang rawan dan jaringan ikat trakhea dan paru-
paru berasal dari mesoderm (splanchnic mesoderm).

-
Gambar 6. Pembentukan Lung Buds

Lung bud menyatu dengan foregut

Diverticulum membesar ke arah caudal

7
Terbentuk 2 longitudinal ridges (tracheoesophageal ridges) yang memisahkan diri dari
foregut

Kedua ridges tersebut menyatu sehingga membentuk tracheoesophageal septum

Foregut terbagi menjadi bagian dorsal (esophagus) dan bagian ventral (trakhea dan lung
buds)

Gambar 7. Pembentuka trakeoesofagus

- Respiratory primordium mempertahankan hubungan terbukanya dengan faring melalui


laryngeal orifice.

B. Laring3
- Lapisan dalam laring berasal dari endoderm sedangkan lapisan kartilago dan otot berasal
dari mesenkim atau arkus faring (pharyngeal arches) ke-4 dan ke-6.
- Proliferasi dari mesenkim ini menyebabkan perubahan bentuk laryngeal orifice dari sagital
menjadi seperti huruf T.
- Ketika mesenkim dari kedua arches berubah menjadi thyroid, cricoid dan arytenoid
cartilages, karakteristik dari bentuk dewasa laryngeal orifice dapat diketahui.
- Pada saat dewasa, pada saat kartilago terbentuk, epitel laring berproliferasi dengan cepat
sehingga terjadi oklusi lumen untuk sementara.

8
- Vakuolisasi dan rekanalisasi yang menghasilkan resesus lateral (laryngeal ventricles) dan
dibatasi oleh lipatan-lipatan jaringan yang berdiferensiasi menjadi true vocal cord dan false
vocal cord.
- Semua otot laring dipersarafi cabang dari saraf kranial kesepuluh (vagus).
Superior laryngeal nerve pharyngeal arch ke-4

Recurrent laryngeal nerve pharyngeal arch ke-6

Gambar 8. Pembentukan Laring

C. Trakhea, Bronkus, dan Paru-Paru3


- Saat lung bud memisahkan diri dari fore gut, lung bud membentuk trakhea dan 2 kantong
lateral (bronchial buds)
- Saat awal minggu kelima, masing-masing bud akan membesar membentuk bronkus kanan
utama dan bronkus kiri utama.
- Bronkus kanan membentuk 3 secondary bronchi sedangkan bronkus kiri membentuk 2
secondary bronchi. (lobus)

9
Gambar 9. Pembentukan bronkus

- Pertumbuhan berlanjut ke arah caudal dan lateral. Lung bud meluas ke rongga tubuh.
- Rongga untuk paru-paru (pericardioperitoneal canals) akan terisi oleh lung bud yang
membesar tsb.
- Pada akhirnya lipatan pleuroperitoneal dan pleuropericardial memisahkan
pericardioperitoneal canals dari rongga peritoneal dan rongga pericardial dan sisanya
membentuk primitive pleural cavities.
- Mesoderm yang menutupi bagian luar paru-paru berkembang menjadi visceral pleura dan
yang menutupi bagian dalam disebut parietal pleura.

Gambar 10. Pembentukan cabang bronkus

- Space antara parietal dan visceral cavity disebut pleural cavity.


- Selama perkembangan selanjutnya, secondary bronchi akan membentuk 10 tertiary
segmental bronchi pada paru-paru kanan dan 8 pada paru-paru kiri yang membentuk
bronchopulmonary segments pada paru-paru dewasa.
- Pada akhir bulan ke-6, telah terbentuk 17 generasi anak cabang
- Sebelum terbentuk cabang akhir, akan terbentuk 6 cabang pada fase posnatal.
- Pembentukan cabang ini ditentukan oleh interaksi sel-sel epitel mesenkim antara endoderm
mesenkim lung bud dan splanchnic mesoderm yang mengelilingi cabang akhir bronkus yang
dipengaruhi sinyal fibroblast growth factor.
- Saat perkembangan cabang bronkus tersebut, posisi paru-paru semakin caudal, sehingga
pada saat kelahiran, bifurkasi (titik percabangan dua) trakhea terletak pada thoracic
vertebra ke-4.

10
Gambar 11. Pembentukan pleura

D. Maturasi Paru-Paru3
- Akhir bulan ke-6 : terbentuk type 2 alveolar ephitelial cells yang berfungsi sebagai
penghasil surfactant yang berguna untuk menurunkan tegangan di alveolus karena
kandungan yang kaya fosfolipid.
- Bulan ke-7 : bronkiolus semakin bercabang, saluran semakin kecil, dan pembuluh darah
semakin banyak.
- Terminal bronchiolus terbagi menjadi respiratory bronchiolus dan dan masing-
masingnya terbagi lagi menjadi 3-6 alveolar ducts.
- Duktus tersebut berakhir pada terminal sacs (primitive alveoli) yang dikelilingi flat alveolar
cells yang berdekatan dengan kapiler.

11
Gambar 12. Histologi bronkus

- Akhir bulan ke-7 : sudah terbentuk alveolar sacs dan kapiler yang adekuat untuk pertukaran
gas dan bayi prematur bisa bertahan hidup.

Gambar 13. Histologi bronkus (2)

- 2 bulan terakhir : jumlah terminal sacs meningkat, sel-sel yang melapisi sac akan semakin
tipis dan menonjol ke dalam (type I epithelial cells).
- Kontak antara sel epithelial dan endothelial membentuk blood-air barrier.
- Mature alveoli tidak muncul sebelum kelahiran.

12
- Surfactant akan meningkat pada 2 minggu sebelum kelahiran atau usia kehamilan 34
minggu.
- Fosfolipid surfactant tersebut memasuki cairan amnion dan bereaksi pada makrofag di
rongga amnion.
- Makrofag bermigrasi sepanjang korion pada uterus dan mulai memproduksi immune

system protein, termasuk interleukin-1 (IL-1 ) yang meningkatkan produksi

prodtaglandin yang memicu kontraksi uterus. Ini adalah sinyal fetusyang berpartisipasi
menginisiasi kelahiran.
- Sesaat sebelum lahir : breathing movement dimulai dan menyebabkan aspirasi cairan
amnion. Hal ini penting untuk stimulasi perkembangan paru-paru dan mengondisikan otot
paru-paru.
- Saat lahir : sebagian besar cairan paru-paru diserap oleh kapiler dan limfe lalu sebagian
dikeluarkan melalui trakhea dan bronkus selama proses kelahiran. Saat cairan diserap
alveolus sacs, surfactant tetap mengendap sebagai lapisan fosfolipid di membran sel
alveolus.
- Dengan adanya udara yang memasuki alveoli saat pernafasan pertama, surfactant mencegah
perkembangan air-water (darah) interface dengan tingginya tegangan. Tanpa surfactant,
alveoli akan mengalami kolaps = atelectasis (pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang
sangat dangkal).
- Respiration movement setelah kelahiran membawa udara ke paru-paru dan akan
mengembang dan mengisi rongga pleural.

Tabel 1. Maturasi paru

2.3 Agenesis Paru (Lung Agenesis)

13
Kelainan kongenital dimana terjadi suatu kegagalan pembentukan pembuluh darah paru,
bronkus dan parenkim. Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral. Agenesis paru
merupakan kelainan kongenital yang jarang terjadi, diperkirakan terjadi 34 juta per-kelahiran.
Insiden ini terjadi karena 50% dari kasus yang lahir mati dan lebih dari 20% meninggal saat lahir
atau selama beberapa bulan kehidupan. Agenesis pada kedua paru jarang terjadi, keparahan
terjadi pada agenesis paru kiri karena pergeseran cairan yang berlebihan dan drainase dari paru
yang berfungsi. Agenesis juga dikaitkan oleh malformasi lain, seperti kelainan kardiovaskular,
gastrointestinal, urogenital maupun osteoarticular.4,5
Agenesis terjadi saat kehamilan antara minggu ke-4 dan ke-5 kehamilan dalam fase
embrio, sebelum terjadi periode pseudo-granular ketika paru primitif membentuk divertikulum
yang menonjol dari foregut.5
Etiologi5
- Belum diketahui secara pasti
- Genetic
- Virus
- Defisiensi vitamin A
- Defisiensi asam folat
Diagnosa5
1. Foto thorax : gambaran opasitas homogen pada paru dan terjadi pergeseran mediastinum
kearah ipsilateral

14
Gambar 14. Agenesis paru kiri

2. CT-Scan Thorax : tidak terlihat adanya pembuluh darah, bronkus maupun parenkim pada
salah satu paru

Gambar 15. Agenesis paru kiri

Diagnosa banding5
- Atelektasis
- Herniasi diafragma
- Pneumonia
- Efusi pleura

15
- Hipoplasia paru
- Pneumonectomy

2.4 Aplasia Paru (Lung Aplasia)

Suatu kelainan kongenital yang jarang dijumpai, dimana tidak terbentuknya jaringan paru
secara unilateral maupun bilateral. Kelainan ini menyerupai agenesis, meskipun sama perbedaan
pada aplasia terletak pada bronkus terminal. Gejala ditandai adanya kesulitan bernafas saat lahir,
dan tidak memungkinkan baru ditemukan ketika masa anak-anak maupun remaja.6

Aplasia diduga terjadi saat fase embrio pada minggu ke-4 kehamilan dimana terjadi aliran
darah yang abnormal pada arkus aorta bagian dorsal. Paru yang tidak mengalami aplasia dapat
berkembang dua kali lipat sebagai respon dari paru yang aplasia.6,7

Radiologi6

1. Foto thorax
Hemithorax putih-out atau dengan pergeseran ipsilateral dari mediastinum dan
hiperinflasi paru kontralateral.

16
Gambar 16. Aplasia paru kiri

2. CT-Scan
Tidak tampaknya parenkim paru dan terjadinya pergeseran mediastinum
ipsilateral. Tidak tampaknya arteri pulmonalis ipsilateral. Dapat menunjukan adanya
kelainan kongenital pada jantung dan terlihat sisa bronkus pada paru ipsilateral.

Gambar 17. Aplasia paru kanan

Diagnosis banding7

- Hipoplasia paru
- Atelektasis

2.5 Hipoplasia paru (Pulmonary hypoplasia)


Kelainan kongenital ini terjadi karena adanya defisiensi atau kegagalan perkembangan
yang menyebabkan tidak lengkapnya pembentukan pada bagian paru yang akhirnya

17
menurunkan jumlah sel pada bronkus maupun alveoli yang mengakibatkan ukuran lebih kecil
dan berat menjadi lebih ringan. Hipoplasia dapat terjadi pada unilateral maupun bilateral.8
Tingkat keparahan tergantung pada waktu terjadi kegagalan pada tahap perkembangan
paru-paru, sebelum atau setelah tahap pseudoglandular pada minggu ke-6 sampai minggu ke-
16 kehamilan. Ada 4 tahap perkembangan paru pada janin dimana proses patologis dapat
terjadi di tahap manapun:8
1. Fase embrio : Sejak konsepsi sampai minggu ke-5
2. Pseudogranular : minggu ke-5 sampai 17
3. Canalicular : minggu ke-16 sampai 24
4. Sac terminal atau periode alveolar : minggu ke-24 sampai lahir

Ada beberapa faktor yang dibutuhkan untuk perkembangan paru yang memadai
diantaranya :

1. Volume cairan ketuban yang cukup


2. Ruang thorax yang adekuat
3. Gerakan pernafasan yang normal
4. Cairan yang normal pada paru

Kekurangan salah satu faktor diatas dapat menyebabkan terjadinya hipoplasia pada paru.

Etiologi8

Intrathorax :

- Congenital diaphragmatic hernia


- Agenesis diafragma
- Massa mediastinum
- Penurunan perfusi arteri pulmonaris

Extrathorac :

- Oligohidramnion
- Displasia skeletal
- Massa intra abdomen

Radiologi8,9

1. USG Prenatal
Dapat menunjukan adanya oligohidramnion ataupun penyebab dari anomali.
Dapat menentukan atau sebagai parameter dari tingkat hipoplasia paru dilihat dari :

18
- Fetal lung head ratio: berkurang (ratio kurang dari 1 menunjukkan prognosis yang
buruk)
- Fetal chest circumference (thoracic circumference-TC) 6: berkurang
2. Foto Thorax
Pada foto thorax menunjukkan adanya gambaran opaq pada hemithorax yang
hipoplasia, serta terjadi pergeseran mediastinum kearah paru yang hipoplasi.

Gambar 18. Hipoplasia paru kanan

3. CT-Scan
CT scan mungkin diperlukan untuk menetapkan tingkat dalam pengembangan dan
untuk membedakan hipoplasia dari kondisi lain yang mungkin mirip gambarannya
dengan kasus lain seperti atelektasis, bronkiektasis berat dengan paru yang kolaps.

2.6 Kista Bronkogenik

Kista bronkogenik adalah kelainan kongenital yang merupakan malformasi dari


pembentukan cabang bronkus (tipe bronchopulmonary foregut malformation). Ditandai dengan
adanya massa mediastinum dan menyebabkan kompresi secara lokal. Kista bronkogenik
merupakan kelainan kongenital yang jarang dijumpai, yaitu hanya sekitar 5-10% pada kelainan
massa mediastinum anak. Insiden pada anak laki-laki lebih banyak terjadi pada kista
intrapulmonal. 4,10

19
Gejala klinik yang ditemukan biasanya asimpotmatik dan baru diketahui ketika
melakukan foto thorax. Ketika massa kista tersebut membesar akan menyebabkan obstruksi pada
bronkus yang menyebabkan air trapping dan terjadilah distress pernafasan.11

Kista terbentuk akibat dari pembentukan abnormal dari cabang bronkus saat
embryogenesis yang terjadi saat minggu ke-4 sampai minggu ke-6, saat itu kista terbentuk dan
terdiri dari cairan epitel respirasi yaitu sel epitel kuboid atau kolumnar. Dinding kista terbentuk
dari jaringan yang sama dengan cabang bronkus, termasuk kartilago, jaringan lunak, mukosa
kelenjar dan otot polos. Kista bronkogenik berisi banyak cairan, darah serta kalsium oxalate.
Tiga produk tersebut yang dapat menimbulkan lesi solid. Kista bronkogenik biasanya tunggal,
jarang terjadi multiple. Letak kista dapat di mediastinum atau intrapulmonal. Sering terjadi pada
mediastinum tengah sekitar 65-90%. Distribusinya bervariasi :10,11

Mediastinum (70%)

- Biasanya tidak terbentuk di cabang bronkus


- Subcarinal, paratracheal dan hiler adalah lokasi tersering
- Bisa juga terbentuk di area carinal (50%), area paratrakeal (20%), dinding orofaring
(15%) dan area retrocardiac (10%)
Parenkim (intrapulmonal)
- Typical perihiler
- Pada lobus superior
Tempat lain
- Leher
- Jaringan kutan
- Pericardium
- Diafragma
- Retroperitoneal
Radiologi10,11
1. Foto thorax polos
Pada foto thorax kista digambarkan sebagai jaringan lunak berbentuk bulat
dengan adanya kompresi pada sekitarnya. Penekanan tersebut dapat menyebabkan air
trapping dan hiperlucent pada hemithorax. Kista dapat mengandung kalsium oxalate
dan memberikan gambaran kalsifikasi tergantung dari kepadatan kalsium tersebut.

20
Gambar 19. Kista bronkogenik kanan

2. CT-Scan
Biasanya muncul juga massa bulat atau avoid dengan batas yang berisi cairan,
tergantung komposisi dari cairan tersebut. Sekitar 50% adalah densitas fluida (0-20
HU), namun proporsi yang signifikan adalah kepadatan jaringan lunak (> 30 HU)
atau bahkan hyperattenuating ke jaringan lunak sekitar mediastinum 4. Tingkat CT
attenuation tergantung pada jumlah protein yang terkandung. CT-Scan lebih mampu
mendeteksi kalsium. Biasanya, tidak ada peningkatan kontras yang solid.

Gambar 20. Kista bronkogenik paru kanan

Diagnosa banding10

- Kista kongenital : perikaardial kista, kista neurentic, kista thymic, meningoecoele anterior
atau lateral, kista tiroid koloid
- Intrathoracic pancreatic pseudocyst
- Jika terjadi komplikasi dengan infeksi dan perdarahan dapat juga terjadi abses,
pembesaran limpa, massa pulmonal, dan hematom fokal

21
2.7 Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)
Congenital cystic adenomatoid malformation (CCAM) merupakan anomali paru
berupa massa hamartomatous yang ditandai dengan berhentinya maturasi bronkiolar
normal yang berdampak pada pertumbuhan kista bronkial terminal. Lesi kemungkinan
berasal dari insult embrionik, sebelum hari ke-35 gestasi, dengan malformasi dari struktur
bronchiolus terminal. Bentuk kista adalah yang paling sering; kartilago jarang. Adanya
kartilago kemungkinan mengindikasikan insult embrionik yang agak lambat, mungkin
hingga minggu ke 10-24.4

Patofisiologis dari CCAM dapat dibagi ke dalam prenatal dan postnatal. Lesi yang
besar berhubungan dengan perkembangan hidrops fetalis pada 40% kasus dan
merupakan tanda prognosis yang buruk. Hidrops diduga timbul dari kompresi vena
kava inferior, yang mengakibatkan aliran balik vena dan menyebabkan penurunan
cardiac output dan terjadinya efusi. Kelahiran prematur dilakukan sebagai usaha
untuk menyelamatkan janin yang bisa berakhir ke kematian janin. Bayi yang lahir
prematur akan mengakibatkan pulmonary hipoplasia yang kemudian menimbulakn
distress pernapasan. Polihidramnion juga dapat dikaitkan dengan CCAM. Hal ini
berkembang sebagai hasil dari tekanan intrathoracic tinggi yang mengarah ke
kompresi esofagus dan ketidakmampuan untuk menelan.4,13

Pasien muncul dengan respiratory distress pada awal kelahiran atau early infancy,
infeksi respirasi yang berulang, dan pneumotorak. Lesi dapat membingungkan
dengan hernia diafragmatika. Pasien dengan lesi yang lebih kecil dapat tampak
asimtomatik hingga pertengahan masa kanak-kanak. Suara napas dapat menghilang,
dengan pergeseran mediastinum dari lesi pada pemeriksaan fisik.4
Radiologi13
1. USG
Pada pencitraan USG yang harus dievaluasi adalah lokasi, volume, ukuran/
gambaran (misalnya mikrokistik atau makrokistik) lesi, dan suplai darah.
Berdasarkan ukuran CCAM dan sekuele yang terkait, pengawasan USG harus
dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu selama pertengahan kehamilan
untuk memonitor perubahan volume CCAM.

22
Gambar 21. CCAM paru kiri fetus

2. Foto Toraks
Pada pencitraan torak dapat ditemukan pergeseran mediastinum, pleura dan
perikardia efusi, dan pneumotorak. Diagnosis mungkin tidak jelas hanya dari
radiografi dada saja. Radiografi dada dapat mengungkapkan massa tanpa bukti
adanya kista

Gambar 22. CCAM di hemithorax kanan

3. CT-Scan
CT scan dada adalah metode diagnostik yang aman dan cepat dalam mendiagnosis
CCAM pada semua usia. Hasil yang didapat :

a. Penampilan khasnya adalah lesi kistik multilocular dengan dinding tipis yang
dikelilingi oleh parenkim paru normal. Kejadian infeksi para-paru dapat mempersulit
diagnosis.

23
b. Terdapat air fluid level.
Diagnosis dengan High-Resolution Chest Tomogaphy (HRCT) dapat membedakan
antara lesi mikrositik dan makrositik.

Gambar 23 : CCAM multiple

Klasifikasi4,13

CCAM digambarkan sebagai hamartoma, yaitu jaringan abnormal dengan kelebihan satu
atau lebih komponen jaringan. Pada tahun 1977, Stocker mengklasifikasikan menjadi 3 jenis
CCAM berdasarkan ukuran kista.

1. Tipe I meliputi beberapa kista besar (> 2 cm) atau kista tunggal yang besar dikelilingi
oleh kista-kista yang lebih kecil. Kista dilapisi oleh epitel pseudostratified bersilia.
Dinding kista terdiri dari sel otot polos dan jaringan elastik. Pada sepertiga kasus
didapatkan sel yang menghasilkan mukus. Jarang ditemukan kartilago pada dinding kista.
Tipe I adalah jenis yang paling umum dan prognosisnya yang sangat baik.
2. Tipe II CCAM meliputi beberapa kista kecil, biasanya kurang dari 1 cm. Insidennya lebih
dari 40% kasus CCAM. Stocker menyebutkan sebanyak 60% dari tipe II yang
berhubungan dengan anomali kongenital lain yang dapat mempengaruhi prognosis
khususnya agenesis ginjal
3. Tipe III CCAM yaitu lesi yang besar dan mencapai kurang dari 5% dari semua kasus.
Lesi terdiri dari lesi mikrokistik multipel, berukuran kurang dari 0,5 cm. Lesi solid
dengan struktur yang mirip bronkiolus yang dilapisi dengan epitel kuboid bersilia dan

24
dipisahkan oleh daerah epitel kuboid tidak-bersilia. Lesi ini memberikan prognosis
terburuk dan dapat berakibat fatal.
Walaupun demikian, hubungan antara pengelompokkan berdasarkan histologis dan
ukuran lesi dengan prognosis masih kontroversial. Pada tahun 1993, Adzick membuat klasifikasi
lainnya. Lesi Microcystic (kista berukuran <5 mm) biasanya berhubungan dengan fetal hidrops
dan prognosisnya buruk. Lesi Macrocystic (kista berukuran > 5 mm) tidak berhubungan dengan
hidrops dan memiliki prognosis yang lebih baik.

Diagnosis banding13

- Pulmonary sequestration
- Hernia diafragma kongenital
- Pneumonia kongenital
- Hemothorax
- Efusi pleura
- Pneumatocele
- Pneumotoraks

25

You might also like