Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran
mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan
dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa
pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka
lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung,
gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih
seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di
mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan,
peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit.
Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil
apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika
keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap.
Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang
terkecil. Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi
mencegah kematian. Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi
keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada
lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada
saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut
akan membeku dan berakibat pada kematian.
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami berkaitan dengan anatomi dan fisiologi sistem
hematologi.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan
praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidakpahaman dalam anatomi
fisiologi dalam sistem hematologi sehingga berpengaruh besar terhadap
kehidupan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
Karakteristik
2. Darah lebih berat dibandingkan dengan air dan lebih ketal. Cairan ini
memiliki rasa dan bau yang khas, serta Ph 7.4 (7.35-7.45).
3. Warna darah bervariasi dan merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa ke sel darah merah.
4. Volume darah tetap sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-
rata, dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai
dengan ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan edukosa
dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi dengan perubahan cairan darah dan
konsentrasi elektrolitnya.
Komposisi
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan
mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam
penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita
penyakit anemia.
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh,
misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk
yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia,
sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia.
1. Air: 91,0%
- albumin
- immunoglobin (antibodi)
- hormon
1. Air : 91%
2.2 Fungsi Sel Darah dan Plasma Darah Pada Tubuh Manusia.
a. Zat makanan dan mineral, antara lain glukosa, gliserin, asam amino, asam
lemak, kolesterol, dan garam mineral.
b. Zat hasil produksi dari sel-sel, antara lain enzim, hormon, dan antibodi.
c. Protein,
(1). Nutrien meliputi asam amino, gula dan lipid yang diabsorbsi dari saluran
pencernaan.
Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit),sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.
Karakteristik
Fungsi Eritrosit
FUNGSI LEUKOSIT
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-
kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada
tiap-tiap orang tidak sama, tergantung kepada umur, pekerjaan, keadaan
jantung atau pembuluh darah. (Dr. Syaifuddin, 1992).
d. Hematokrit (% sel darah merah) : 45-52% untuk pria; 36-48% untuk wanita
Sel darah merah atau yang disebut eritrosit berasal dari bahasa yunani,
yaitu erythros berarti merah dan krytos yang berarti selubung/sel. Sel ini tidak
memiliki intisel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan
mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Sel darah merah
mengandung protein hemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen
yang diambil di paru ke sel-sel diseluruh tubuh. Hemoglobin menempati
sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel darah matang dikeluarkan dari sum-
sum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disintegrasi
dan mati. Sel-sel darah merah yang mati diganti oleh sel-sel baru yang
dihasilkan oleh sumsul tulang. (Elizabeth J Corwin, 2001)
Anemia
Anemia adalah defisiensi sel darah merah atau kekurangan hemoglobin.
Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah, atau jumlah sel darah
merah tetap normal. Tetapi jumlah hemoglobinnya sub normal. Karena
kemampuan darah untuk membawa oksigen berkurang. Maka individu akan
terlihat pucat atau kurang tenaga.
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Pembesaran limpa
Sferositosis herediter
Elliptositosis herediter
Kekurangan G6PD
Penyakit hemoglobin C
Penyakit hemoglobin E
Thalasemia
b. Gejala
c. Diagnosa
d. Macam-macam anemia
1.Anemia Hemoragis
2. Anemia Aplastika
Sumsum tulang yang tidak berfungsi sehingga produksi sel darah merah
terhambat.Dapat dikarenakan oleh radiasi sinar gamma (bom atom), sinar X
yang berlebihan, bahan2 kimia tertentu, obat2an atau pada orang2 dengan
keganasan.
3.Anemia Megaloblasitik
4. Anemia Hemolitik
Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan rapuhnya sel dan masa
hidup yg pendek (biasanya ada faktor keturunan)
Contoh :
1. Sferositosis, sel darah merah kecil, bentuk sferis, tidak mempunyai struktur
bikonkaf yg elastis (mudah sobek)
2. Anemia sel sabit, 0,3-10 % orang hitam di Afrika Barat dan Amerika sel 2nya
mengandung tipe Hb yg abnormal (HbS), bila terpapar dengan O 2 kadar rendah
maka Hb akan mengendap menjadi kristal2 panjang di dalam sel darah merah..
sehingga sel darah merah menjadi lebih panjang dan berbentuk mirip seperti
bulan sabit. Endapan Hb merusak membran sel. Tekanan O 2 jaringan yg rendah
menghasilkan bentuk sabit dan mudah sobek.Penurunan tekanan O 2 lebih lanjut
membentuk sel darah semakin sabit dan penghancuran sel darah merah
meningkat hebat.
3. Eritroblastosis Fetalis, Ibu dengan Rh(-) yang memiliki janin Rh(+).. pada
saat kehamilah pertama.. setelah ibu terpapar darah janin.. maka ibu secara
otomatis akan membentuk anti bodi terhadap Rh(+), sehingga pada kehamilan
yang ke dua anti Rh ibu akan menghancurkan darah bayi, dan bayi akan
mengalami anemia yg hebat hingga meninggal.
6. Anemia Pernisiosa
Vitamin B12 penting untuk sintesa DNA yang berperan dalam penggandaan dan
pematangan sel. Faktor intrinsik berikatan dengan B12 sebagai transport khusus
absorbsi B12 dari usus. Anemia pernisiosa bukan karena kekurangan Intake B12
melainkan karena defisiensi faktor intrinsik yg mengakibatkan absorbsi B12
terganggu.
7. Renal Anemia
Terjadi karena sekresi eritropoietin dari ginjal berkurang akibat penyakit ginjal.
Polisitemia
Dapat terjadi akibat hipoksia ( kekurangan oksigen ) karena hal berikut ini:
a. Kediaman permanen di dataran tinggi
2. Polisitemia Vera
Sel darah putih atau leukosit adalah sel darah yang membentuk komponen
darah yang berada di plasma darah .
Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagaibagian dari sistem kekebalan tubuh.
Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti,dapat bergerak secara amoebeid,
dan dapat menembus dinding kapiler /diapedesis sehingga jika ada kuman yang
keluar dari pembuluh bisa ditangkapnya
Normalnya kita memiliki 6000 hingga 9000 sel darah putih dalam satu mili
liter
Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50. 000 sel per
tetes.
Jika terjadi kekurangan atau dibawah normal kita sebut Leukopenia , dan
tentu jika terjadi banyak infeksi di tubuh jumlahnya akan menigkat sesuai apa
yang diperlukan agar tubuh optimal
1. Neutrofil
2. Eosinofil
3. Basofil
Jumlah (sel/mm3) : 20 50
1. Limfosit
Ciri-ciri : Berinti satu, tidak dapat bergerak bebas, berwarna biru pucat
Jumlah (sel/mm3) : 1.500 3.000
2. Monosit
Ciri-ciri : Berinti satu berukuran besar, berbentuk bulat panjang, dapat bergerak
cepat, bersifat fagosit
Makrofag
Makrofag adalah sel darah putih besar yang merupakan bagian penting dari
sistem kekebalan tubuh kita. Kata makrofag secara harfiah berarti pemakan
besar. Ini adalah organisme seperti amoeba, dan tugasnya adalah untuk
membersihkan tubuh kita dari puing-puing mikroskopis dan penyerang. Makrofag
memiliki kemampuan untuk mencari dan makan partikel seperti bakteri, virus,
jamur, dan parasit.
Makrofag yang lahir dari sel-sel darah putih yang disebut monosit, yang
diproduksi oleh sel-sel induk dalam sumsum tulang kita. Monosit bergerak
melalui aliran darah, dan ketika mereka meninggalkan darah, mereka tumbuh
menjadi makrofag. Mereka tinggal selama berbulan-bulan, berpatroli sel dan
organ tubuh kita dan menjaga mereka bersih.
Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas
yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah
cedera atau nekrosis (Robbins & Kumar, 1994). Tujuan inflamasi yaitu untuk
memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi
(Soesatyo, 2002). Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor),
panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor) (Soesatyo, 2002), dan
function laesa (Chandrasoma dan Tailor, 1995).
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya rangsang
iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler darah ke
dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya granulosit
neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan debris
jaringan dan mikroba (Soesatyo, 2002).
b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis terjadi jika respon inflamasi tidak berhasil memperbaiki seluruh
jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau jika perbaikan tidak dapat
dilakukan sempurna (Ward, 1985).
2.6 Imunitas dan Alergi.
Imunitas
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari
sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariot kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme
tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan
sistem komplemen.
Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ
tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin.
Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata
mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif.
Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada
biasanya, menyebabkan munculnya infeksi.
Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian
dari penelitian.
ALERGI
Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan kerap kali
membahayakan terhadap subtansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
alergi merupakan manifestasi cidera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara
antigen dan antibody. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa
protein yang dikenal tubuh sebagai benda asing, maka akan terjadi serangkaian
peristiwa dengan tujuan untuk membuat penginvasi tersebut tidak berbahaya,
menghancurkannyaa kemudian membebaskan tubuh darinya. Kalau limfosit
bereaksi terhadap antigen, kerapkali antibody dihasilkan. Reaksi alergi umum
akan terjadi ketika sistem imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara
agresif terhadap suatu subtansi yang normalnya tidak berbahaya (mis., debu,
tepung sari gulma). Produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat
menimbulkan gejala yang berkisar dari gejala yang ringan hingga gejala yang
dapat membawa hingga kematian.
Sistem imun tersusun dari banyak sel serta organ dan subtansi yang
disekresikan oleh sel-sel organ ini. Pelbagai bagian dari sistem imun ini harus
bekerjasama untuk memastikan pertahanan yang memadai terhadap para
penginvasi (yaitu virus, bakteri, subtansi asing lainnya) tanpa menghancurkan
jaringan tubuh sendiri lewat reaksi yang terlampau agresif.
b. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A maupun tipe B, atau hanya
mewarisi salah satunya atau bahkan keduanya sekaligus.
Klasifikasi Golongan Darah ABO ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya
aglutinogen (antigen tipe A dan B) yang ditemukan pada permukaan eritrosit dan
agglutinin (antibody), anti A dan anti B yang ditemukan dalam plasma darah.
a. Dalam teknik slide biasa untuk penggolongan darah ABO, dua tetes darah
yang terpisah dari orang yang akan diperiksa golongan darahnya di letakkan
pada sebuah slide mikroskop.
(1.) Jika serum anti A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka individu
tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A)
(4.) Jika kedua serum anti A dan anti B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka
individu tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah O).
c. Transfuse darah
(1.) Saat transfuse darah diberikan, plasma donor akan diencerkan oleh plasma
recipient, sehingga agglutinin donor tidak dapat menyebabkan aglutinasi.
(2.) walaupun demikian, aglutinogen pada sel donor penting untuk transfuse jika
golongan darah donor berbeda dengan golongan darah resipien, maka agglutinin
dalam plasma resipien akan mengaglutinasi sel darah merah asing donor.
(3.) Reaksi transfuse disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah donor.
a. Aliran darah dalam pembuluh kecil terhalang oleh gumpalan darah sel.
(4.) Pencocokan silang pada golongan darah resipien dan donor dilakukan
sebelum pemberian transfuse untuk memastikan kecocokan darah.
b. sistem ini berbeda dengan golongan ABO dimana individu ber Rh negative
tidak memiliki agglutinin anti Rh dalam plasmanya.
d. Eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolisis pada bayi baru lahir, dapat
terjadi setelah kehamilan pertama ibu ber Rh negative dengan janin ber Rh
negative.
(1.) Pada saat lahir ibu akan terpapar beberapa antigen Rh positif janin
sehingga ibu akan membentuk antibody untuk menolak antigen tersebut.
(2.) Jika antibody lawan factor Rh telah diproduksi ibu maka pada kehamilan
selanjutnya, antibody tersebut akan menembus plasenta menuju aliran darah
janin dan menyebabkan hemolisis sel darah merah janin. Bayi yang
mengalaminya akan terlahir dengan anemia.
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka.
Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan
diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada
tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada
pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen,
trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat hemostatik
ataupun trombos.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin.
2. Plug trombosit
(1.) Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu
menghentikan pendarahan.
(2.) Thrombin mengubah pribrinogen yang dapat larut, menjadi pibrin yang
tidak dapat larut. Benang-benang pibrin membentuk bekuan, atau jarinagan-
jaringan pibrin, yang menangkap sel darah yang memlalui pembuluh yang rusak.
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma
dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini
menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau
hypofibrinogenemia.
Faktor II
Faktor III
Faktor IV
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas,
yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik
dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut
parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator
globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Faktor VIII
Faktor IX
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan
mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan,
membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut
prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk
trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga
thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam
jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat
juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan
kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi
dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan
kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
3.2 Saran.
Dari pemaparan diatas, kami memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan
maupun ilmu alam lainnya penting sekali memahai anatomi sistem hematologi
secara tepat agar terhindar dari kesalahan dalam tindakan baik itu dirumah sakit
maupun di alam yang berkaitan dengan perubahan fungsi tubuh akibat
kurangnya aktifitas positif untuk memberikan kesehatan terhadap jantung
sebagai pusat kehidupan dan berhubungan pula dengan darah.