Buletin Kebun Raya Indonesia Vol. 11 No. 2, Januari 2008
30
MIKROPROPAGASI ANGGREK ALAM
Grammatophyilum scriptum Blume
Micropropagation of a wild orchid Grammatophyllum scriptum Blume
Elizabeth Handini
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor,
Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia
Abstract
Grammatophyllum scriptum is a beautiful wild orchid that has an interesting economic value.
However, the existence of this ornamental plant species is at risk because of irresponsible
exploitation of the natural population and insufficient cultivation efforts, Currently, the Bogor
Botanic Garden is developing a program of orchid propagation for enhancing the conservation of all
potential orchid collections. The propagation of G. scriptum was basically carried out by culturing the
seeds in a mo
suitable medium and finally acclimatizing the resulting seedlings. A study was done to observe the
effect of fertilizer application on the growth of acclimatized G, scripturn seedlings, as a means to
improve the propagation technique of the species. The result showed that the application of 1 and 2
mif| organic fertilizer (Sugih) as well as 1 and 2 g/! inorganic fertilizer (Hyponex) increased the
seedling mortality, in which the application of 2 g/ml Hyponex fertilizer was being the most damaging
treatment, leaving 12,5 % seedlings to survive. However, in terms of seedling growth, the application
of 1 mi/I Sugih fertilizer was slightly beneficial to the formation of root and the elongation of stem of
the acclimatized seedlings. It may be suggested, therefore, that G. scriptum seedlings require no (or
very little amount of) supplementary fertilizer to boost their vegetative growth.
ied Hyponex or Vacin & Went medium, transplanting the plantlets into a more
Key words: orchid, Grammatophyllum scriptum, micropropagation, acclimatization, conservation
PENDAHULUAN daerah di indonesia, yaitu 6. speciosum, G. scrtum dan
6. stapeliaefiorum (Hollman, 2002). 6. scritum koleks
Grammatophyllum Blume dipublikasikan pertama _Kebun Raya Bogor pertame kali didapat dari Meluku dan
kal dalam Biidragen tot de Flora van Nederlandsch Indie, Sulawesi (Puspitaningtyas & Mursidawati, 1999), namun
1825 p. 377, 20, Dai 12 jenis Grammatophyllum yang melalui Kegiatan eksplorasi berikutnya, berhasil ditam-
‘ada di dunia, tiga éiantaranya ditemukan di beberapa _babikan koleksi dari Sumatra, Kalimantan dan Papua.G. scriptum yang dikenal sebagai salah satu ke-
rabat dekat anggrek raksasa (G. speciosum) memiliki
daya tarik tersendiri di mata para pencinta anggrek.
Oleh karenanya jenis anggrek ini banyak diburu orang,
Untuk sekedar dimilki sebagai koleksi atau untuk
diperdagangkan. Selain itu tanaman ini juga diminati
sebagal induk silangan karena keunikan bentuk dan
tukuran tandan bunganya yang tergolong besar. Sayang-
nya ketersediaan anggrek ini di pasaran umumnya
rmasih bertumpu pada hasil pengambilannya dari hutan
yang sering dilakukan dengan tanpa mempedulikan
kelangsungan hidup anggrek ini di alam,
Banyaknya pembudidaya anggrek yang dengan
tidak segan menyediakan tanaman anggrek hasil
“penjarahan” dari alam (Hendry, 2006) antara lain
disebabkan oleh rendahnya keberhasilan usaha propa-
‘gasi serta lamanya waktu yang diperlukan untuk mem=
bbudidayakan tanaman ini hingga _mencapai_ masa
berbunga. Apabila hal ini diblarkan terus berlangsung
‘maka dikhawatirkan populasi G. scriptum di alam akan’
semakin menurun dan akhirnya sult ditemukan lagi.
Oleh karena itu Kebun Raya Bogor berusaha untuk
‘meningkatkan upaya konservasi anggrek ini dengan cara
‘mengkoleksi dan melakukan perbanyakan secara in-
vitro dengan menggunakan bahan tanam biji hasil dari
pembuahan tanaman koleksi yang dimiliki.
Di alam, anggrek membutuhkan fungi simbiotik
‘untuk membantu perkecambahan bijinya, karena biji
anggrek tidak memiliki endosperma atau organ lainnya
‘untuk menyimpan cadangan makanan. Meskipun demi-
ian biji anggrek dapat dikulturkan secara asimbiotik
dalam media agar yang sesuai (Arditti, 1992). Media
Vacin & Went merupakan media kultur yang banyak
ianjurkan karena mengandung unsur makro dan mikro
‘yang sesuai untuk perkecambahan biji anggrek (Pieri,
1987). Sedangkan Hyponex adalah media siap pakai
‘yang sering digunakan untuk menumbuhkan berbagai
Jenis anggrek komersial (Olivia & Arditi, 1984). Media
In terbuat dari pupuk anorganik Hyponex yang mengan-
dung NP, dan K (25 : 5 : 20) serta unsur mikro peleng-
ap, seperti B, Ca, Co, Cu, Fe, Mg, Mn, Mo, 5, dan Zn.
Perkecambahan biji secara in-vitro. merupakan
tahap awal dari proses mikropropagasi anggrek karena
harus dilanjutkan dengan tahap pembesaran semai dan
‘aklimatisasi, Dalam banyak kasus, aklimatisasi merupa-
Buletin Kebun Raya Indonesia Vol. 11 No. 1, Januari 2008,
kan fase yang paling menentukan tingkat keberhasilan
rmikropropagasi berbagai jenis angerek sehingga perlu
dilakukan kajian secara khusus. Suara et al, (1998)
‘melakukan penelitian tentang pengeruh_pemberian
pupuk Hyponex dengan konsentrasi antara 0,5 ~ 1.5 g/l
terhadap pertumbuhan semai anggrek Dendrobium
pada tahap aklimatisasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kisaran konsentrasi pupuk yang dicobakan,
pertumbuhan bibit angerek menjadi semakin lebih baik
dengan semakin tingginya Konsentrasi pupuk Hyponex
yang dierikan,
Selain pupuk anorganik, pupuk organik juga sering
digunakan untuk meningkatkan kualitas tumbuh bibit
anggrek yang sedang dalam proses aklimatisasi. Salah
satu pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk
‘organik cair lengkap Sugth (Bio Sugih Tani). Pupuk
organik ini pada dasarnya mengandung unsur utama N,
P dan K (18 : 7,57 : 3,88) serta unsur mikro Fe, P, Mn, K,
Zn, Me, Cu, Ca, B, S, Al, Na, dan Mo, Selain itu pupuk ini
juga mengandung 19 asam amino dan hormon tumbuh
Giberelin, Zeatin dan IAA, serta dilengkapi dengan 7
Jenis mikroba tanah.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mempelejarsifat dan perilaku perkecambahan bij serta
pertumbuhan semal G. scriptum dalam suatu proses
perbanyakan tanaman yang dilakukan secara in-vitro,
Has dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
Untuk penyempurnaan teknik perbanyakan dan budl-
daya jenis anggrek ini
BAHAN DAN METODE
a, Pemrosesan sumber eksplan
Biji yang digunakan dalam percobaan ini diambil
dari buah tanaman G. scriptum koleksi Kebun Raya
‘Bogor yang berasal dari Biak, Papua. Buah masak (umur
sekitar 10 bulan) yang berukuran panjang sekitar 7 em
dan diameter 4 ~ 5 cm dicuci dengan deterjen dan
dibilas dengan air mengalir. Buah tersebut kemudian
disemprot dengan alkohol 70% dan dimasukkan ke
dalam laminair air flow. Sterilisasi dilekukan dengan
mencelupkan buah ke dalam alkohol 96% kemudian
dibakar, Selanjutnya, buah dipotong ujungnya dan dibe-
lah sehingga bijinya siap untuk diserna.
31‘uletin Kebun Raya Indonesia Vol. 11 No. 4, Januari 2008
32
b. Penyemaian biji
Biji anggrek ditaburkan di atas media semai secara
aseptik dengan menggunakan pisau. Media semai yang
digunakan adalah Hyponex (Hyponex Co, Inc. Copley,
Ohio, USA) dan Vacin & Went (Pierik, 1987) yang
dimodifikasi dengan menambahkan bahan organik (ken-
tang untuk Hyponex, tomat dan ekstrak taoge untuk
Vacin & Went) agar dapat merangsang perkecambahan
Biji yang berasal dari satu buah anggrek disemai ke
dalam 50 ~ 100 botol semai yang telah diisi dengan’
‘media Kultur, Setiap botol semai ditaburi biji sebanyak
kurang lebih satu setengah sendok spatula. Botol-botol
semaitersebut selanjutnya disimpan dalam ruang
Inkubasi hingga biji yang disemai berkecambah.
c. Pemindahtanaman semai
Untuk mendapatkan pertumbuhan kecambah yang.
lebih baik dilakukan pemindahtanaman (transplanting)
kecambah ke media yang lebih sesuai. Dalam hal ini
kecambah ditanam pada media Hyponex atau media
Vacin & Went Transplan | yang dimodifikasi bahan
corganiknya. Pada tahap ini diusahakan agar setiap botol
transplant mengandung sekitar 250 - 275 kecambah
Botol disimpan kembali dalam ruang inkubasi hingge
kecambah berkembang menjadi semai (plantiet) yang
memiliki akar dan daun. Setelah itu semai dipindah-
‘tanam ke media Hyponex atau media Vacin & Went
‘Transplan 11 (media pembesaran planlet) sampai siap
untuk diaklimatisasi, Pada tahap transplan yang kedua
Ini setiap botol hanya berisi 5 bibit.
Aklimatisasi bibit dan percobaan pemupukan
Tahap aklimatisasi diawali dengan adaptasi semai
terhadap suhu, yaitu botol-botol yang berisi semai (se
banyak 42 buah botol) dipindahkan dari ruang inkubasi
vyang bersuhu sekitar 25 °C ke dalam ruang pemeliha-
raan yang memiliki suhu kamar sekitar 28 °C dan disim-
pan selama satu minggu. Selanjutnya semai dikeluarkan
dari botol, dicuci dengan menggunakan air mengalir dan
direndam dalam lerutan fungisida Benlate selama 5
menit. Setelah ditiiskan selama satu malam (sampai
ering angin) semai ditanam dalam gelas-gelas plastik
berlubang yang berisi_media tanam dari pecahan
genting, arang dan moss kemuudian dipelihara di bawah
rnaungan paranet 60%. Semal yang telah ditanam disem-
prot Vitamin 81 (Thiamin) dengan konsentrasi 10 mg/l
satu minggu sekali selama satu bulan sehingga semai
slap dipergunakan untuk percobaan pemupukan.
Pupuk yang digunakan dalam percobaan ini terdiri
atas pupuk organik dengan menggunakan pupuk Sugih
(Bio Sugih Tani, PT Sugih Cipta Santosa Bandung,
Indonesia) dan pupuk anorganik dari Hyponex. Masing-
‘masing jenis pupuk diaplikasikan dalam dua taraf kon-
sentrasi, yaitu 1 dan 2 mi/| untuk Sugih serta 1 dan 2 g/t
Untuk Hyponex. Sebagal kontrol digunakan semai yang.
tidak diberi perlakuan pemupukan, tetapi hanya disiram
dengan air saja. Setiap perlakuan terdiri atas delapan
ulangan yang terbagl secara merata ke dalam dua
kelompok (biok). Pengamatan dilakukan dua minggu
sekali. Parameter yang diamati mencakup jumlah
tanaman, tinggi tanaman, jurnlah akar dan jumlah daun.
HASIL DAN PEMBAHASAN.
Penyemaian biji dalam botol-botol kultur tampak-
nya dapat menciptakan kondisi yang menguntungkan
untuk perkecambahan biji anggrek G. scriptum. Dengan
tersedianya media tumbuh yang sesuai dan kondisi
kelembaban di dalam botol yang relatif stabil, maka hal
yang paling penting untuk menunjang perkecambahan
biji anggrek adalah faktor suhu (Thompson, 1980).
Dalam percobaan ini biji G. scriptum dikecambahkan
pada suhu ruang sekitar 25 °C. Menurut Ramsay (2005)
suhu optimal untuk perkecambahan biji anggrek berada
pada kisaran 20 ~ 25 °C. Suhu ruang kurang dari 20 °C
dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan ke-
cambah, sedangkan suhu di atas 25 °C, dapat me-
rnyebabkan kematian kecambah.
Biji G. scriotum pada media semai Hyponex tum-
buh menjadi kecambah (tampak berubah menjadi hijau,
Gambar 1) setelah disemai selama 30 hari, sedangkan
pada media semai Vacin & Went setelah 45 hari. Hal ini
membuktikan bahwa media dasar yang berasal dari
pupuk anorganik Hyponex cukup efektif untuk menge-
cambahkan biji anggrek, seperti sering dilaporkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Komposisiunsur-
unsur mineral yang terkandung di dalam media dasar
tersebut diduga lebih dapat memacu perkecambahan
biji anggrek daripada yang terdapat di dalam mediaVacin & Went. Selan itu tambahan vitamin dan hormon
pada media diduga juga mempunyai pengaruh yang
positif terhadap proses pembentukan Klorofl dalam bij
yang sedang berkecambah (Ramsay, 2005).
Pada Gambar 1 terlihat bahwa ukuran kecambah
cukup beragam, yang berarti bahwa perkecambahan biji
. scriptum tidak berlangsung secara serempak; seba-
‘ian biji berkecambah lebih awal dari yang lainnya
sehingga memperlihatkan perkembangan yang lebih
mmaju dibandingkan yang lain. Hal ini dapat terjadi
karena biji-biji yang terdapat dalam satu buah yang
‘sama mengalami proses pembentukan dan pertumbuh-
‘an yang tidak seragam sehingga sering_mempunyai
kualitas dan perilaku yang berbeda-beda, seperti diurai-
kan secara komprehensif oleh Copeland & McDonald
(1995)
Gambar 1. Kecambah Grammatophyllum scriptum yang
‘tumbuh pada media semai Hyponex dua bulan setelah
penyemaian bij
Gambar 2. ibit Grammatophyllum scriptum setelah 4
bbulan di media Hyponex Transplan | (A) dan 4 bulan
berikutnya di media Hyponex Transplan it (8)
Buletin Kebun Raya Indonesia Vol, 11 No. 1, Januari 2008
Perbedaan kecepatan berkecambah di antara bij
bili G. scriotum yang disemai juga mengakibatkan
terjadinya varias’ ukuran semai pada media transplan |
dan II (Gambar 2). Kecambah yang tumbuh lebih awal
‘mempunyai Kapasitas untuk tumbuh lebih cepat setelah
dipindahtanamkan ke media transplan | dan 1, baik
untuk media Hyponex maupun media Vacin & Went.
Kualitas pertumbuhan semai pada kedua media terse-
but relatf sama. Secara umum semai pada media trans-
plan | dapat tumbuh dengan subur, membentuk akar,
batang dan daun yang normal dengan tinggi tanaman
rmencapai 2,7 cm. Sedangkan pada media transplant I,
semai terus bertambah tinggi hingga di ates 9 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa media transplan yang digunakan
dalam percobaan ini sudah cukup memadai untuk
direkomendasikan sebagai media pembesaran semai.
Semai dari media transplan Il selanjutnya ditanam
pada gelas-gelas plastik yang berisi media dari pecahan
genting, arang dan moss dan dipelihara di bawah na~
ungan paranet 60% untuk aklimatisasi. Hasil pengamat-
an terhadap kesintasan (survival] semai pada 12 minggu
setelah tanam disajikan pada Tabel 1. Secara umum
dapat dilihat behwa pemberian pupuk, batk organik
maupun anorganik, ternyata justru mengakibatkan ke-
rmatian sebagian semai yang ditanam, Kematian semai
terbanyak terjadi pada perlakuan pemupukan dengan
2 e/l pupuk Hyponex. Hasil percobaan ini sangat ber-
bbeda dengan hasil penelitian Suara et al. (1998) yang
menunjukkan bahwa pertumbuhan semei anggrek
Dendrobium menjadi semakin baik dengan pemberian
0,5 ~ 1,5 g/l pupuk Hyponex. Hal ini dapat terjadi kare-
nna beberapa alasan, antara lain: (1) Anggrek G. scriptum
diduga mempunyai karakteristk tertentu yang membu-
atnya menjadi sangat peka terhedap peningkatan unsur
hara yang terserap oleh tanaman; (2) Dosis pemupukan
yang dicobakan mungkin masih terlalutinggl, mengingat
bahwa Grammatophyllum spp dikategorikan sebagai
“light feeder” atau tidak memerlukan pupuk terlalu
banyak (pada tanaman dewasa hanya diperlukan pernu-
pukan 0,5 ~ 1 sendok teh/gallon/bulan); dan (3) Waktu
pemberian pupuk yang kurang tepat, terutama dalam
kaltannya dengan penentuan umur tanaman atau fase
pertumbuhan tanaman yang tepat untuk pemberian
pupuk, karena sensitivitas suatu tanaman terhadap
pemberian pupuk umumnya berbeda untuk kondisi
pertumbuhan yang berbeda.
33Buletin Kebun Raya indonesia Vol. 11 No.1, Januari 2008,
34
‘Tabel 1. Kesintasan bibit pada masa aklimatisasi,12 minggu
setelah perlakuan pemupukan,
Kontrol
Pupuk Sugih 2 mi/h 756
Pupuk Sugih 2 mi/ 506
Pupuk Hyponex 1 g/| 506
Pupuk Hyponex 2 ¢/! 1252
Keterangan:angha-ang yang dikut hut yang sam tidak berbeda
ryata pada tarat 5% dala ul OMT
z
ae
ts
i
°
Bc6
Zé
AS
:
°
ese mace eae hc meena
scriptum selama masa aklimatisasi. Semel dipupuk dengan
Sugih 1 mi (@) dan 2 mi/ (W), dengan Hyponex 1 g/ (M)
ddan 2 g/| (BH atau tanpa dipupuk (@).
Sementara itu hasil pengamatan terhadap bebe
rapa semai yang mampu bertahan hidup atau selamat
dari kemation akibat pemupukan menunjukkan bahwa
pemberian pupuk tidak memberkan pengaruh yang
nyata(P > 005) terhadap pertumbuhan vegetaif semi
Pada Gambar 3A terliat bahwa pertambahan tings!
tanaman pada Semal yang dipupuk mempunyai kecen-
derungan yang sama dengan semai yang tidak dipupuk
(kontrol). Meskipun demikian jumlah akar dan daun
pada semai yang dipupuk dengan 2 ml/It pupuk Sugih, 1
g/| pupuk Hyponex atau 2 g/! pupuk Hyponex tampak
semakin menurun dengan bertambahnya umur semal
(Gambar 3B dan 3C). Pemberian pupuk tersebut_mem-
berkan dampak yang kurang menguntungkan,sehingga
daun-daun pada semai tampak menguning dan akhirnya
mati. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pertum-
buhan semal,sehingga Kesintasan bibit aiperkirakan
akan terus-menurun seiring dengan bertambahnya
waktu akimatisasi, Diduga Kandungen unsur hera yang
terdapat pada pupuk tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya efek keracunan yang menyebabkan meta
bolisme sel pada semai tidak berjalan dengan balk
KESIMPULAN
Perbanyakan anggrek G. scriotum melalui kultur
bij dapat dilakukan dengan media mocifikasi dari pupuk
{Hyponex) atau Vacin & Went, baik untuk media penge-
cambahan biji maupun pemindahtanaman dan pembe-
saran_kecambah. Sedangkan untuk aklimatisasinya
cukup digunakan media tanam dari pecahan genting,
arang dan moss. Pemberian pupuk Sugih 1 ~ 2 mif/l atau
Hyponex 1 ~ 2 ¢ /I pada semai yang sedang dalam
proses aklimatisailitidak diperlukan Karena dapat
mengakibatkan kematian semai dan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kualitas tumbuh semi
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih disampaikan kepada Dr. trawati
selaku Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Bogor, kepada Sofi Mursidawati, MSc., Sutini, Irma
Handayani dan staf anggrek yang tergabung dalam
Proyek Grommatophyllum dan kepada Dr. Ermayanti
serta panitia Diklat PenelitiTingkat Pertama IPIDAFTAR PUSTAKA
‘Arditi, J. 1992. Fundamental of Orchid Biology. John
Wiley & Sons Inc., New York. pp 533-339.
Copeland, |.D. and M.B. McDonald. 1995. Principles of
Seed Science and Technology. 3 ed. Chapman &
Hall, New York.
Hendry, 2006, Angarek species kemusnahannya tinggal
‘menunggu waktu, “Selamatkan Anggrek Species
Indonesia”. Jakarta Orchid Festival 2006. Taman
‘Anggrek Indonesia Permal, Jakarta.
Holliman, J., 2002, Botanica’s Orchids. Laure! Glen San
Diego, California.
Oliva, A.P, and Arditii, J. 1984. Seed Germination of
North American Orchid, 11. Native California and
Related Species of Aplectrum, Cypripedium and
Spiranthes, Botanical Gazzette 145 (4) : 495 ~ 501.
‘uletin Kebun Raya Indonesia Vol 11 No, 3, Januari 2008
Pierik, RLM. 1987. In-vitro Culture of Higher Plants.
Martinus Nijhoff Pub, Dodrdrecht. pp 149-158.
Puspitaningtyas, O.M. dan Mursidawati, 5. 1999. Koleks!
‘Anggrek Kebun Raya Bogor, Vol |, No. 2, UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya-UIPl, Bogor.
Ramsay, P.S.M., Growing Orchids from Seed. Royal
Botanic Gardens, Kew.
Suara, K, CGA. Semarajaya dan K. Siadi. 1998.
Pengaruh Beberapa Cara Aklimatisasi dan Konsen-
trasi Pupuk Hyponex terhadap Pertumbuhan Bibit
Anggrek Dendrobium (Asal Kultur Bij). Fakultas
Pertanian Universitas Udayana, Denpasar, Bali
Thompson, P.A. 1980. Orchids from Seed. Royal Botanic
Gardens Kew, Wakehurst Place.
35