You are on page 1of 99

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN INDRAMAYU


PERIODE 1 Juli 2016 31 Juli 2016

Evaluasi Kinerja Heat Exchanger 22-E-103 pada Hydrogen Plant

DISUSUN OLEH :

Nurkhatimah Utami (14 2013


73)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2017

52
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI

BALONGAN INDRAMAYU, JAWA BARAT

Periode 1 Juli 2016 31 Juli 2016

Disusun oleh :

Nurkhatimah Utami (14 2013 073)

Mengetahui :
LEMBAR PENGESAHAN

Catatan:

Bandung, Januari 2017


Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Koordinator Kerja Praktek Pembimbing

Marthen Luther Doko, Ir., M.T Maya Ramadianti Mussadi, Ir.,


M.T., Ph.D.
ABSTRAK

PT. Pertamina saat ini memiliki enam kilang yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia. Salah satunya adalah PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan yang berlokasi di
Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu Jawa Barat. PT. Pertamina RU-VI Balongan
merupakan unit pengolahan minyak yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar
Minyak (BBM) di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Kilang ini dirancang untuk mengolah
bahan baku minyak mentah Duri dan minyak Minas. Bahan baku tersebut diolah sehingga
menghasilkan produk baik berupa BBM maupun non-BBM. Proses Utama pada pengolahan
minyak bumi di PT. Pertamina RU-VI Balongan dapat dipisahkan menjadi empat seksi, yaitu:
Hydro Skimming Complex (HSC) yang terdiri dari Distilation Treating Unit (DTU) dan
Naphta Processing Unit (NPU); Distilation and Hydrotreating Complex (DHC) yang terdiri
dari Atmospheric Residue Hydrodemetallization Unit (AHU) dan Hydro Treating Unit
(HTU); Residue Catalytic Cracker (RCC) Complex yang terdiri dari Residue Catalytic
Cracker Unit (RCU) dan Light End Unit (LEU); dan Propylene Olefin Complex (POC) yang
terdiri dari Olefin Conversion Unit (OCU) dan Poly Propylene Unit (PPU).

1
ABSTRACT

PT . Pertamina currently has six refineries scattered in various regions in


Indonesia. One refinery is PT . Pertamina (Persero) RU-VI Balongan located in District
Balongan, Indramayu - West Java . PT . Pertamina RU-VI Balongan an oil processing unit
that is built to meet the needs of fuel oil (BBM) in Jakarta and West Java . This refinery is
designed to process raw materials Duri crude oil and oil Minas. The raw material is
processed to produce a product in the form of fuel and non - fuel . Main process in petroleum
processing in PT . Pertamina RU-VI Balongan can be separated into four sections , namely:
Hydro Skimming Complex (HSC), which consists of Treating Distillation Unit (DTU) and
naphtha Processing Unit (NPU); Distillation and Hydrotreating Complex (DHC), which
consists of Atmospheric Residue Hydrodemetallization Unit (AHU) and Hydro Treating Unit
(HTU); Residue Catalytic Cracker (RCC) Complex consisting of Residue Catalytic Cracker
Unit (RCU) and Light End Unit (LEU); and Propylene Olefin Complex (POC) which consists
of Olefins Conversion Unit (OCU) and Poly Propylene Unit (PPU).

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan kerja praktek di PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan dan menyelesaikan laporan kerja
praktek ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas doa, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih ini akan penulis
sampaikan kepada:
1 Orang tua dan keluarga atas doa-doa yang tak pernah putus
dipanjatkan untuk kesuksesan penulis serta dorongan semangat dan
dukungannya selama ini.
2 Bapak Jono Suhartono, S.T.,M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
ITENAS
3 Bapak Marthen Luther Doko, Ir., M.T. selaku Koordinator Kerja
Praktek
4 Ibu Maya Ramadianti Mussadi, Ir., M.T., Ph.D . selaku Dosen Pembimbing Kerja
Praktek Jurusan Teknik Kimia ITENAS
5 Bapak Sumarno selaku Lead of Process Engineering PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU VI Balongan
6 Bapak Harun Al Rasyid selaku Pembimbing Kerja Praktek di PT
PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan
7 Bapak Yanto yang telah memberikan bimbingan, penjelasan, dan
kemudahan dalam pelaksanaan kerja praktek di PT PERTAMINA
(PERSERO) RU VI Balongan
8 Seluruh karyawan di PT PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan yang
telah berkenan meluangkan waktunya untuk menjelaskan proses di
lapangan pada saat orientasi selama pelaksanaan kerja praktek
9 Teman-teman angkatan 2013 Jurusan Teknik Kimia ITENAS Bandung yang telah
banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
10 Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan
Laporan Kerja Praktek baik secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

3
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan laporan kerja
praktek ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi
materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca.

Bandung, Januari 2017

Penulis

4
DAFTAR ISI

ABSTRAK i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Kerja Praktek 1
1.3 Manfaat Kerja Praktek 2
1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktek 2
1.5 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Sejarah Singkat PT. PERTAMINA (Persero) 4
2.2 Logo, Slogan, Visi dan Misi Perusahaan 4
2.2.1 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (Persero) 4
2.2.2 Logo dan Slogan PT. PERTAMINA (Persero) 5
BAB III TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 6
3.1 Sejarah Singkat PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan6
3.2 Logo, Slogan, Visi dan Misi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 6
3.2.1 Visi dan Misi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 6
3.2.2 Logo, Slogan PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 7
3.3 Tata Letak PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 7
3.4 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 8
BAB IV PROSES PRODUKSI 9
4.1 Uraian Proses Produksi 9

5
4.1.1 Hydro Skimming Complex (HSC) 9
4.1.1.1 Distillation Treating Unit (DTU) 9
4.1.1.2 Naphta Processing Unit (NPU) 10
4.1.2 Distillation & Hydrotreating Complex Unit (DHC) 11
4.1.2.1 Atmospheric Residue Hydrodemetallization Unit (DHC) 11
4.1.2.2 Hydro Treating Unit (HTU) 12
4.1.3 Residue Catalytic Complex Unit (RCC) 13
4.1.3.1 Residue Catalytic Cracker Unit 14
4.1.3.2 Light End Unit (LEU) 14
4.1.4 Propylene Olefin Complex (POC) 15
BAB V UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 17
5.1 Utilitas 17
5.2 Pengolahan Limbah 17
5.2.1 Limbah 17
5.2.2 Limbah Cair/Waste Water Treatment (Unit 63) 17
5.2.3 Pengolahan Limbah Padat 18
5.2.4 Pengolahan Limbah Gas 18
BAB VI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 19
BAB VII PENUTUP 21
7.1 Simpulan 21
7.2 Saran 22
LAMPIRAN 23
DAFTAR PUSTAKA 26

6
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero) 4

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo PT. PERTAMINA (Persero) 5


Gambar 3.1 Logo Unggulan PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 7
Gambar 3.2 Letak Geografis PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 8
Gambar 3.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan 8

8
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di indonesia, minyak bumi diolah oleh PT. PERTAMINA (Persero) yang terangkum
dalam Unit Pengolahan (Refinery Unit). Dalam mengemban tugasnya, PERTAMINA
mengoperasikan beberapa Refinery Unit, antara lain RU I pangkalan Brandan, RU II Dumai,
RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan dan yang terbaru, RU VII
Kasim. Salah satu Unit Pengolahan handal yang dimiliki PT. Pertamina (Persero) adalah
Refinery Unit VI Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh kilang Direktorat
Pengolahan PT Pertamina (Persero) dengan kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah
minyak mentah (crude oil) menjadi produk-produk BBM (Bahan Bakar Minyak), Non BBM,
dan Petrokimia. Refinery Unit VI Balongan mulai beroperasi sejak tahun 1994. Bahan baku
yang diolah di Kilang Refinery Unit VI Balongan adalah minyak mentah Duri dan Minas
yang berasal dari Propinsi Riau. Pertamina Refinery Unit VI juga memiliki beberapa unit-unit
yang menjadi andalan seperti CDU, ARHDM, NPU, H2Plant, ROPP, LEU, Platformer, HTU,
CCU dan lain-lain. Dengan produkproduk unggulan seperti Premium, Pertamax, Pertamax
Plus, Solar, Pertamina DEX, LPG, Propylene.

Berdasarkan uraian ini terlihat bahwa sektor Peminyakan merupakan subjek


pembelajaran lapangan yang sangat penting dan baik bagi mahasiswa khususnya Teknik
Kimia untuk melihat aplikasi dari proses pembelajaran selama dikampus dengan objek yang
tepat sebagai media pembelajaran itu adalah PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI
Balongan dengan tujuan, mahasiswa dapat melihat langsung kasus-kasus proses kimia aktual
yang terjadi dilapangan dan dapat mengenali bentuk-bentuk peralatan serta mengetahui
fungsi dan cara kerjanya sebagai media pembelajaran sebelum memasuki dunia pekerjaan
pasca kampus.

9
1.2 Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek di PT. PERTAMINA (PERSERO) Refinery


Unit VI Balongan ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan pengalaman dalam suatu lingkungan kerja dan mendapat peluang untuk
berlatih menangani permasalahan dalam pabrik.
2. Menambah wawasan aplikasi keteknikkimiaan dalam bidang industri

1.3 Manfaat Kerja Praktek

Manfaat dari kegiatan kerja praktek inia adalah sebagai berikut :

1. Bagi Perguruan Tinggi

Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan industri di Indonesia


maupun proses dan teknologi yang mutakhir, dan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
memerlukan.

2. Bagi Perusahaan

Hasil analisa dan penelitian yang dilakuan selama kerja praktek dapat menjadi bahan
masukan bagi perusahaan untuk menentukan kebijakan perusahaan di masa yang akan
datang.

3. Bagi mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang kenyataan yang ada dalam
dunia industri sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat
dalam bidang industri.

1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktek

Materi umum yang kami pelajari antara lain :

1. Pengenalan Proses Pengolahan, meliputi :


Jenis proses pengolahan yang diterapkan
Diagram alir proses pengolahan
Macam dan jenis produk yang dihasilkan
Kapasitas produksi
2. Peralatan utama yang digunakan
3. Alat kontrol : performance dan cara kerja
4. Pemeliharaan, terutama dari bahaya korosi
5. Sistem utilitas, meliputi :

10
Unit pengolahan air untuk industri
Unit pengadaan steam (uap) dan sistem pendingin
Utilitas pendukung lainnya (Pengadaan energi, listrik, dll)

Materi Khusus yang kami pelajari adalah :

Evaluasi Kinerja Heat Exchanger 22 E 103 pada Hydrogen Plant

1.5 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Kerja praktek dilaksanakan di PT. PERTAMINA (PERSERO) Refinery Unit VI


Balongan pada tanggal 1 Juli s/d 31 Juli 2016

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat PT. PERTAMINA (Persero)


Setelah kemerdekaan Indonesia, terjadi beberapa perubahan pengelolaan perusahaan minyak
di Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah Mayjen Dr. Ibnu Soetowo, PT
EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA). Kemudian
dengan PP No. 198/1961 PT PERMINA dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20
Agustus 1968 berdasarkan PP No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan
satu perusahaan yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN
PERTAMINA). Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada tanggal 15
September 1971. Sejak itu, nama PN PERTAMINA diubah menjadi PT. PERTAMINA, dan
dengan PP No. 31/2003 PT. PERTAMINA menjadi (Persero), yang merupakan satu-satunya
perusahaan minyak nasional yang berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang
industri perminyakan di Indonesia.

Untuk mencapai sasaran dan menghadapi tantangan terutama di dalam negeri, PT.
Pertamina (Persero) membangun unit pengolahan minyak di berbagai wilayah di Indonesia.
Saat ini PT. Pertamina (Persero) telah mempunyai enam buah kilang, yaitu :

Tabel 2.1 Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero)

No Unit Pengolahan Kapasitas (MBSD)


1 RU II Dumai 170.0
2 RU III Plaju 133.7
3 RU IV Cilacap 348.0
4 RU V Balikpapan 260.0
5 RU VI Balongan 125.0
6 RU VII Kasim 10.0

2.2 Logo, Slogan, Visi dan Misi Perusahaan


2.2.1 Visi dan Misi PT. Pertamina (Persero)

Visi dan misi PERTAMINA (Persero) adalah sebagai berikut:


Visi:

12
Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.
Misi:
Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara terintegrasi,
berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
2.2.2 Logo dan Slogan PT. PERTAMINA (Persero)
Slogan RENEWABELE SPIRIT yang diterjemahkan menjadi SEMANGAT
TERBARUKAN. Dengan slogan ini diharapkan perilaku seluruh jajaran pekerja akan
berubah menjadi enterpreneur dan custumer oriented, terkait dengan persaingan yang
sedang dan akan dihadapi perusahaan.

GAMBAR 2.1 LOGO PT. PERTAMINA (PERSERO)

Arti Logo :

1. Elemen logo membentuk huruf P yang secara keseluruhan merupakan representasi


bentuk panah, dimaksudkan sebagai PERTAMINA yang bergerak maju dan progresif
2. Warna warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil
PERTAMINA dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis
dimana:
Biru : mencerminkan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab
Hijau : mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan
Merah : mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam
menghadapi berbagai macam kesulitan

13
BAB III

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN


3.1 Sejarah Singkat PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan
Kilang Balongan adalah merupakan kilang yang dirancang untuk mengolah minyak
mentah jenis Duri (80%). Unit RCC ini merupakan unit terpenting di kilang PT. Pertamina
(Persero) RU VI Balongan, yang mengubah residu (sekitar 62 % dari total feed) menjadi
minyak ringan yang lebih berharga. Kapasitas unit ini yang sekitar 83.000 BPSD merupakan
yang terbesar di dunia untuk saat ini. Produksi kilang minyak Balongan berjumlah kurang
lebih 34 % dari bahan bakar minyak yang dipasarkan di Jakarta dan sekitarnya. Dasar
pemikiran didirikannya kilang RU VI Balongan untuk memenuhi kebutuhan BBM yaitu:

1. Pemecahan permasalahan minyak mentah (Crude) Duri.

2. Antisipasi kebutuhan produk BBM nasional, regional, dan internasional.

3. Peluang menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi.

Daerah Balongan dipilih sebagai lokasi kilang dan proyek kilang yang dinamakan
proyek EXOR I (Export Oriented Refinery I) dan dirikan pada tahun 1991. Pada
perkembangan selanjutnya, pengoperasian kilang tersebut diubah namanya Pertamina
Refinery Unit VI Balongan. Start Up kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan
dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal
24 Mei 1995.

3.2 Logo, Slogan, Visi dan Misi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan
3.2.1 Visi dan Misi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan

Visi dan misi PERTAMINA RU VI Balongan adalah sebagai berikut:


Visi:
Menjadi Kilang Terkemuka di Asia Tahun 2025
Misi:
Mengolah crude dan naptha untuk memproduksi BBM, BBK, Residu, NBBM dan
Petkim secara tepat jumlah, mutu, waktu dan berorientasi laba serta berdaya saing
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar.

14
Mengoperasikan kilang yang berteknologi maju dan terpadu secara aman, handal,
efisien dan berwawasan lingkungan.
Mengelola aset RU VI Balongan secara profesional yang didukung oleh sistem
manajemen yang tangguh berdasarkan semangat kebersamaan, keterbukaan dan
prinsip saling menguntungkan.
3.2.2 Logo dan Slogan PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan
Slogan dari PT. Pertamina (Persero) adalah Renewable Spirit atau Semangat
Terbarukan.

Gambar 3.1 Logo Unggulan PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

Logo PT Pertamina (Persero) RU VI memiliki makna sebagai berikut:


1. Lingkaran : fokus ke bisnis inti dan sinergi
2. Gambar : konstruksi regenerator dan reaktor di unit RCC yang menjadi ciri
khas dari PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan
3. Warna :
a. Hijau : berarti selalu menjaga kelestarian lingkungan hidup
b. Putih : berarti bersih, profesional, proaktif, inovatif dan dinamis dalam setiap
tindakan yang selalu berdasarkan kebenaran
c. Biru : berarti loyal kepada visi PT Pertamina (Persero)
d. Kuning : berarti keagungan PT Pertamina (Persero) RU VI
3.3 Tata Letak PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan
RU-VI merupakan kilang minyak yang beroperasi di Desa Balongan,
Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Letaknya kurang lebih 40
km ke arah barat laut Cirebon. Area kilang terdiri dari :

Sarana kilang : 250 ha daerah konstruksi kilang

: 200 ha daerah penyangga

Sarana perumahan : 200 ha

15
Untuk keamanan, area perkantoran terletak cukup jauh dari unit-unit yang memiliki
resiko bocor atau meledak, seperti RCC, ARHDM, dll. Unit-unit yang berisiko diletakkan
di tengah-tengah kilang. Unit terdekat dengan area perkantoran adalah unit utilitas dan
tangki-tangki yang berisi air sehingga relatif aman.

Gambar 3.2 Letak Geografis PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

3.4 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

16
Gambar 3.3 Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan

BAB IV
PROSES PRODUKSI

4.1 Uraian Proses Produksi


Proses utama yang digunakan PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan dalam
mengolah crude oil adalah sebagai berikut:
1. Hydro Skimming Complex (HSC). Unit ini terdiri dari Distillation Treating Unit
(DTU) dan Naphtha Processing Unit (NPU).
2. Distillation and Hydrotreating Complex (DHC). Unit ini terdiri dari Atmospheric
Residue Hydrodemetallization Unit (AHU) dan Hydro Treating Unit (HTU).
3. Residue Catalytic Cracker Complex (RCC Complex). Unit ini terdiri dari dua unit,
yaitu unit Residue Catalytic Unit (RCU) dan Light End Unit (LEU).
4. Propylene Olefin Complex (POC). Unit ini memiliki kemampuan memproduksi
Polymer Grade Propylene dengan kemurnian minimum 99,6% mol.

4.1.1 Hydro Skimming Complex (HSC)


4.1.1.1 Distillation Treating Unit (DTU)
Unit 11: Crude Distillation Unit (CDU)
Crude Distillation Unit (CDU) merupakan primary processing dan dibangun untuk
mengolah campuran minyak Indonesia sebesar 125.000 BPSD (828,1 m 3/jam). Campuran
minyak mentah yang digunakan pada saat ini terdiri dari 60% crude oil Duri dan 40% crude
oil Minas dalam rangka optimalisasi kilang RU-VI, sebelumnya digunakan 80% crude oil
Duri dan 20% crude oil Minas.
Produk-produk yang dihasilkan dari CDU antara lain fraksi gas, naphta, kerosene,
Light Gas Oil (LGO), Heavy Gas Oil (HGO), dan Atmospheric Residue. CDU merupakan
proses awal pengolahan minyak bumi (crude oil) sebelum diolah lagi pada unit selanjutnya,
oleh karena itu sebagian residunya diproses lagi pada unit AHU/ARHDM dan sebagian lagi
langsung ke unit RCC.
Unit CDU terdiri dari dua seksi, yaitu:
1. Seksi Crude Distillation, yang dirancang untuk mendistilasi campuran crude oil dan
menghasilkan distilat overhead terkondensasi, gas oil dan residu.

17
2. Seksi Overhead fraksinasi dan Stabilizer, yang dirancang untuk distilasi lanjutan
kondensat overhead menjadi gas-gas ringan , naphta dan kerosene.
Unit 23: Amine Treatment Unit
Unit ini berfungsi untuk mengolah sour offgas dan menghilangkan kandungan H2S
yang terdapat dalam sour offgas. H2S diserap dengan menggunakan larutan MDEA
(methyl diethanol amine) sebagai larutan penyerap. Kadar larutan MDEA yang digunakan
adalah 2 kmol/m3. Pada unit ini diharapkan kandungan H2S produk tidak melebihi 50
ppm.
Unit ini terdiri dari tiga alat utama, yaitu:
1. Offgas absorber, berfungsi untuk mengolah offgas yang berasal dari CDU, AHU, GO-
HTU, dan LCO-HTU. Hasilnya digunakan untuk fuel gas system sebagai bahan bakar
kilang dan sebagai umpan gas Hydrogen Plant. Kapasitasnya sebesar 18.522 Nm3/jam
2. RCC Unsaturated Gas Absorber, berfungsi untuk mengolah sour gas dari unit RCC
dan hasilnya dialirkan ke fuel gas system dan sebagai umpan Hydrogen Plant.
Kapasitasnya sebesar 39.252 Nm3/jam.
3. Amine regenerator, berfungsi untuk meregenerasi larutan amine setelah digunakan
dalam kedua absorber di atas dengan kapasitas 100% gas yang keluar. Hasilnya
berupa larutan amine yang kadar sulfurnya sedikit (lean amine) dan siap dipakai
kembali. Kemudian juga disediakan fasilitas make up yang digunakan sebagai
antisipasi hilangnya senyawa MDEA karena terbawa oleh sour gas.
Unit 24: Sour Water Stripper Unit.
Sour Water Stripper adalah unit pengolahan air buangan dari unit-unit lain yang masih
mengandung H2S dan NH3. Produk yang dihasilkan dari unit ini adalah treated water yang
ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali untuk proses lainnya. Selain itu juga
dihasilkan offgas yang kaya H2S dan NH3 yang dibakar di incinerator.
4.1.1.2 Naphta Processing Unit (NPU)
NPU merupakan proyek baru PT. Pertamina RU-VI Balongan yang dikenal dengan
Proyek Langit Biru Balongan (PLBB). Unit ini disusun oleh tiga unit, yaitu Naphtha
Hydrotreating Unit/NTU (Unit 31), Platfoming/PLT Continious Catalyst Cracking (Unit
32), dan Penex/PNX (Unit 33).
Unit 31: Naphtha Hydrotreating Unit (NTU)
Unit Naphta Hydrotreating Process (NTU) didesain untuk mengolah naphtha dengan
kapasitas 52.000 BPSD atau (345 m3/jam) dari straight run naphtha.

18
Unit NHDT merupakan proses pemurnian katalitik dengan memakai katalis dan
menggunakan aliran gas H2 murni untuk merubah kembali sulfur organik, O 2, dan N2 yang
terdapat dalam fraksi hidrokarbon. Selain itu unit NTU juga berfungsi untuk pemurnian dan
penghilangan campuran metal organik dan campuran olefin jenuh. Oleh karena itu, fungsi
utama dari NTU dapat disebut juga sebagai operasi pembersihan.
Unit 32: Platforming (PLT)
Unit proses Platforming didesain untuk memproses 29.000 BPSD (192 m3/jam) heavy
hydrotreated naphtha yang diterima dari unit proses NHDT (facility code 31). Tujuan unit
proses platforming adalah untuk menghasilkan aromatik dari naphtha dan parafin untuk
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor (motor fuel) karena memiliki angka
oktan yang tinggi (>98). Unit Platforming terdiri atas seksi reactor, seksi net gas compressor,
seksi debutanizer, dan seksi recovery plus. Net gas (hidrogen) dari unit proses CCR
Platforming ditransfer untuk digunakan pada unit proses NHT (Naphtha Hydrotreating) dan
unit Penex.
Continuous Catalyst Regeneration (CCR)
Tugas unit CCR adalah untuk meregenerasi katalis yang telah terdeaktivasi akibat
reaksi reforming pada seksi platforming. Dalam seksi reaksi tersebut, katalis reforming
terdeaktivasi lebih cepat karena coke menutupi katalis dengan laju yang lebih cepat. Oleh
sebab itu, pemulihan kembali aktivitas dan selektivitas katalis dalam seksi regenerasi katalis
akan memastikan kontinuitas reaksi platforming. Dengan cara ini reaksi platforming akan
tetap kontinyu beroperasi, karena katalis diregenerasi secara kontinyu.
Unit 33 : Penex
Tujuan unit Penex (Pentane Heptane Isomerization) adalah melakukan proses
catalytic isomerization dari pentana, hexana dan campuran dari CCR Regeneration Process
Unit. Reaksi yang terjadi menggunakan hidrogen pada tekanan atmosfer, dan berlangsung di
fixed bedcatalyst pada pengoperasian tertentu yang dapat mengarahkan proses isomerisasi
dan meminimisasi proses hydrocracking.

4.1.2 Distillation & Hydrotreating Complex Unit (DHC)


4.1.2.1 Atmospheric Residue Hydrodemetallization Unit (Unit 12 dan 13)
Unit AHU merupakan unit yang mengolah Atmospheric Residue dari Crude
Distillation Unit (CDU) menjadi produk Demetallized Atmospheric Residue (DMAR) yang

19
disiapkan sebagai umpan (feed) untuk Residue Catalytic Cracker (RCC). Selain DMAR, juga
dihasilkan produk lain seperti offgas, naphtha, kerosene, dan gas oil.
Unit AHU beroperasi dengan kapasitas 58.000 BPSD (384 m3/jam). Selain mengolah
residu, unit ini juga berfungsi untuk mengurangi pengotor yang tidak diinginkan seperti
sulfur, nitrogen, Micro Carbon Residue (MCR), dan terutama logam nikel (Ni) dan vanadium
(V) secara permanen. Selain menyingkirkan pengotor, di ARHDM pun terjadi reaksi-reaksi
perengkahan sehingga minyak yang dihasilkan memiliki titik didih dan viskositas yang lebih
rendah.
Unit AHU terdiri dari dua train yang diberi nomor 12 dan 13. Masing-masing train
memiliki tiga buah reaktor yang disusun secara seri, sedangkan fraksinator yang hanya satu
digunakan bersama-sama.
Pada reaktor-reaktor ARHDM terjadi reaksi-reaksi hidrogenisasi dan perengkahan.
Reaksi tersebut terjadi dengan bantuan katalis. Katalis yang digunakan berbentuk pellet kecil,
terbuat dari alumina base yang mengandung logam aktif seperti cobalt, nikel , dan
molybdenum. Tipe katalis yang digunakan di ARHDM adalah katalis hydrodemetallization,
yaitu katalis yang dapat mentoleransi kandungan logam dalam julah besar.
4.1.2.2 Hydro Treating Unit (HTU)
HTU terdiri dari Hydrogen Plant (Unit 22), Gas Oil Hydrotreating Unit / GO HTU
(Unit 14), dan Light Cycle Oil Hydrotreating Unit / LCO HTU (Unit 21). Fungsi utama dari
unit ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan impurities yang terikut bersama
minyak bumi dan fraksi-fraksinya serta memperbaiki colour stability dengan proses
hidrogenasi, yaitu mereaksikan impurities tersebut dengan hidrogen yang dihasilkan dari
Hydrogen Plant dengan bantuan katalis. Kandungan impurities yang ingin dihilangkan antara
lain nitrogen, senyawa sulfur organik, dan senyawa-senyawa logam.
Unit 22: Hydrogen Plant
Hydrogen Plant (Unit 22) merupakan unit yang dirancang untuk memproduksi
hidrogen dengan kemurnian 99,9% sebesar 76 MMSFSD dengan umpan dari refinery off gas
dan natural gas. Produk gas hidrogen dari Hydrogen Plant digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidrogen di unit-unit Light Cycle Oil Hydrotreating Unit (LCO HTU), Gas Oil
Hydrotreating Unit (GO HTU), dan unit Atmospheric Hydrotreating Unit (AHU). Deskripsi
proses akan dijelaskan di lampiran.
Unit 14 : Gas Oil Hydrotreating Unit

20
Unit ini mengolah gas oil yang tidak stabil dan korosif (mengandung sulfur dan
nitrogen) dengan bantuan katalis dan hidrogen menjadi gas oil yang memenuhi ketentuan
pasar dengan kapasitas 32.000 BPSD (212 m3/jam). Feed untuk gas oil diperoleh dari Crude
Distillation Unit (CDU) dan Atmospheric Residue Hydrometalization Unit (AHU).
Make up hydrogen akan disuplai dari hydrogen plant yang telah diolah sebelumnya
oleh Steam Methane Reformer dan unit Pressure Swing Adsorption (PSA). Katalis
hydrotreating yang digunakan mengandung oksida nikel/molybdenum di dalam alumina base
yang berbentuk bulat atau extrudate.
GO HTU terdiri dari dua seksi, yaitu:
1. Seksi Reaktor, untuk proses reaksi dengan katalis dan hidrogen.
2. Seksi fraksionasi, untuk memisahkan gas oil hasil reaksi dari produk lain, seperti
offgas, wild naphtha, hydrotreatedgas oil.
Unit 21: Light Cycle Hydrotreating Unit
LCO-HTU merupakan suatu kilang yang mengolah Light Cycle Oil (LCO) dari RCC
unit yang masih banyak mengandung senyawa organik antara lain sulfur dan nitrogen.
Tujuan unit ini adalah menghilangkan sulfur dan nitrogen dari feed tanpa perubahan
boiling range yang berarti agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan dan spesifikasi
pemasaran. Kapasitas unit LCO-HTU adalah 15.000 BPSD (99,4 m 3/jam) dengan
menggunakan katalis UOP S-19 M.
Distribusi feed dan produk yang diolah dari unit LCO HTU meliputi:
1. Feedstock LCO diperoleh dari RCC kompleks.
2. Katalis Hydrotreating UOP mengandung oksida nikel/molybdenum(S-12) dan
Cobalt/molybdenum (S-19 M) di dalam alumina base dan dibuat berbentuk bulat atau
extrude.
3. Make-up Hydrogen akan disuplai dari hydrogenplant unit.
Produk LCO- HTU berupa:
1. LCO yang telah diolah langsung ditampung di tangki dan siap dipasarkan.
2. Hydrotreated Light Cycle Oil dipakai untuk blending produk tanpa harus diolah lagi.
3. Off Gas di kirim ke Refinery Fuel Gas System.
4. Wild naphta dikirim ke unit CDU atau RCC untuk proses lebih lanjut

4.1.3 Residue Catalytic Complex (RCC)

21
RCC complex terdiri dari beberapa unit operasi di kilang RU-VI Balongan yang
berfungsi mengolah residu minyak (Crude Residue) menjadi produk-produk minyak bumi
yang bernilai tinggi, seperti: LPG, Gasoline, Light Cycle Oil, Decant Oil, Propylene, dan
Polygasoline.

4.1.3.1 Residu Catalytic Cracker Unit


Unit 15: Residu Catalytic Cracker Unit
Unit ini berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (Secondary Processing) untuk
mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan cara perengkahan memakai katalis.
Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas Plant Unit yang akan mengelola produk
puncak Main Column RCC Unit menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan Non Condensable
Lean Gas. Produk:
1. Overhead Vapour Main column.
2. Light Cycle Oil (LCO)
3. Decant Oil (DCO)
RCC dirancang untuk mengolah Treated Ahmospheric Residue yang berasal dari unit
AHU dengan desain 29.500 BPSD (35,5% vol) dan Untreated Atmospheric residu yang
berasal dari unit CDU dengan desain 53.000 BPSD (64,5% vol). Kapasitas terpasang adalah
83.000 BPSD.
4.1.3.2 Light End Unit (LEU)
Unit LEU (Light End Unit) ini terdiri atas beberapa unit yaitu, unsaturated Gas Plant
(Unit 16), LPG Treatment (Unit 17), Gasoline Treatment Unit (Unit 18), Propylene Recovery
Unit (Unit 19) dan Catalytic Condensation Unit (Unit 20).
Unit 16: Unsaturated Gas Plant
Unit ini berfungsi untuk memisahkan produk puncak column RCC unit menjadi
stabilized gasoline, LPG, dan non-condensable lean gas, yang sebagian akan dipakai sebagai
lift gas sebelum di-treating di Amine Unit sebagai off gas. Produk:
1. Gasoline (RCC Naphta)
2. Untreated LPG
3. Non Condensable Lean Gas/ Off Gas

22
Unsaturated gas plant yang dioperasikan bersama-sama dengan unit RCC dirancang
untuk mengolah 83.000 BPSD atmospheric Residue. Unit ini menghasilkan Sweetened fuel
gas yang dikirim ke Refinery Fuel Gas System untuk diproses lebih lanjut. Unit ini juga
menghasilkan untreated LPG yang akan diproses lebih lanjut di LPG Treatment Unit (Unit
17) dan gasoline yang akan diproses lebih lanjut di gasoline Treatment Unit (Unit 18).
Unit 17: LPG Treatment Unit
Unit ini berfungsi untuk memurnikan produk LPG Unsaturated Gas Plant dengan
cara mengambil senyawa merkaptan dan organik sulfur lainnya dengan merubahnya menjadi
senyawa disulfida. Produk yang dihasilkan adalah Treated Mixed LPG untuk selanjutnya
dikirim ke Propylene Recovery Unit (unit 19). Unit ini dirancang untuk mengolah feed dari
produk atas Debutanizer pada Unsaturated Gas Plant sebanyak 22.500 BPSD.
Unit 18 : Gasoline Treatment Unit
Unit ini berfungsi untuk mengolah ulang produk Naphtha agar produk yang
dihasilkan memenuhi standar kualitas komponen Blending Premium. Produk yang dihasilkan
adalah Treated Gasoline. Unit ini dirancang untuk memproses sebanyak 47.500 BPSD
Untreated RCC Gasoline yang dihasilkan oleh unit RCC. Unit ini dirancang dapat beroperasi
pada penurunan kapasitas hingga 50%.
Unit 19: Propylene Recovery Unit
Unit ini berfungsi untuk memisahkan Mixed Butane dan memproses LPG C3 dan C4
dari Gas Concetration Unit untuk mendapatkan produk propylene dengan kemurnian tinggi
(minimum 99,6%) yang dapat dipakai sebagai bahan baku untuk Propylene Unit. Produk
yang dihasilkan adalah Propylene dengan kapasitas terpasang 7.150 BPSD.
Unit 20: Catalytic Condensation Unit
Unit Catalytic condensation adalah unit yang memiliki kapasitas 13.000 BPSD
dengan tiga reaktor paralel untuk mengolah campuran butane/butylene dari Propylene
Recovery Unit (Unit 19) menjadi gasoline dengan angka oktan yang tinggi. Produk yang
dihasilkan dari unit ini adalah gasoline dengan berat molekul tinggi yang disebut
polygasoline dan butana. Produk polygasoline ini dibentuk dari campuran senyawa-senyawa
C4 tak jenuh dan butan dari RCC.

4.1.4 Propylene Olefin Complex (POC)

23
Di PT Pertamina RU-VI Balongan terdapat unit terbaru, yaitu unit POC. Unit POC
menerima umpan dari offgas RCC dan menghasilkan produk propilen. POC terdiri atas
beberapa unit, yaitu :
Unit 34: Low Pressure Recovery
Unit ini berfungsi untuk mengolah RCC offgas kemudian melakukan recovery etilen
sehingga didapatkan fresh ethylene yang akan direaksikan di Olefin Conversion Unit (OCU).
Unit 35: Selective C4 Hydrogenation
Unit ini bertujuan untuk mengolah C4 mixed feed agar siap diproses pada unit
selanjutnya.

Unit 36: Catalyst Distillation Deisobutanizer


Isobutene dihilangkan di overhead CD Hydro Deisobutenizer dengan isobutane dan
beberapa residual butadiene yang berasal dari feed C4. Dalam distilasi, sebagian besar 1-
butene akan hilang di overhead dengan distilasi isobutene di feed C4 karena titik didih
isobutena dan 1-butena yang dekat. Untuk memaksimalkan recovery n-butene (1- dan 2-
butene), bed katalis disediakan di CD Hydro Deisobutenizer untuk mengisomerisasi 1-butene
menjadi 2-butene dan menghidrogenasi beberapa residual butadiene.
Unit 37: Olefin Conversion
Reaksi utama yang berlangsung dalam reaktor adalah reaksi DP, yaitu etilen dan 2-
butene membentuk propylene. Beberapa produk samping dihasilkan dari reaksi samping,
yaitu olefin C5 hingga olefin C8. Reaksi DP ini terjadi pada fixed bed reactor. Reaksi yang
terjadi adalah reaksi isothermal dan merupakan reaksi kesetimbangan.
C=C + C-C=C-C C=C-C + C=C-C
Ethylene 2-Butene Propylene Propylene
Unit 38: Regeneration System
Regenerasi dari RCC offgas Dryer/Treaters, C4 Feed treaters, dan OCT Feed Treaters
dilakukan menggunakan regeneration-gas yang merupakan campuran dari overhead
Demethanizer dan Deetahnizer. Dua sistem regenerasi treater digunakan terpisah. Salah satu
digunkan untuk regenerasi RCC offgas Dryer/Treaters dan OCT Feed Treaters.
Unit 39: Binary Refrigeration System
Binary Refrigeration Unit adalah sistem pendinginan campuran yang terdiri dari
sekitar 31 mol% etilen dan 69 mol% propilen dengan sedikit metan, etan, dan propan. Unit

24
Ini merupakan sebuah sistem yang tertutup tiga tahap yang memanfaatkan sebuah turbin yang
mengerakkan centrifugal compressor. Make up etilen uap berasal dari overhead
deethylenizer, sedangkan propylene vapor berasal dari overhead depropylenizer atau
propylene liquid dari OSBL.

BAB V
UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH

5.1 Utilitas
Dalam pengilangan minyak bumi di RU-VI Balongan, dilangsungkan juga beberapa
sarana penunjang seperti sistem utilitas untuk menjaga keberjalanan kegiatan operasional.
Sistem utilitas tersebut antara lain:
1. Sistem penyediaan air, yang mana didalamnya terdapat beberapa unit pengolahan:
Water Intake Facility (WIF) Salam Darma Unit 53, Raw Water System Unit 54,
Demineralize Water Unit Unit 55, dan Cooling Water SystemUnit 56.
2. Sistem penyediaan steam, didalamnya terdapat dua unit pengolahan: Boiler Unit 52
dan Steam Laydown System Unit 50.
3. Sistem penyediaan listrik: Turbine & Power Generation Unit 51.
4. Sistem penyediaan nitrogen: Nitrogen Plant unit 59.
5. Sistem penyediaan udara: Service Air & Instrument Air Unit 58.
6. Supporting : Fuel System Unit 62, Caustic Soda Unit 64, dan Fire Water Unit
66.

5.2 Pengolahan Limbah


5.2.1 Limbah
PT. PERTAMINA (Persero) RU-VI Balongan menghasilkan berbagai macam limbah
yang terdiri dari limbah cair, limbah gas, dan limbah padat. Limbah yang paling banyak
dihasilkan adalah senyawa sulfur karena minyak mentah yang digunakan memiliki kadar

25
sulfur yang tinggi. Oleh karena itu, limbah sulfur tersebut dimanfaatkan oleh PERTAMINA
RU-VI Balongan pada unit Sulfur Plant sehingga menjadi produk sulfur yang dapat
digunakan kembali. Produk yang dihasilkan dari proses bertahap pengolahan limbah sulfur
nantinya akan menjadi off gas yang akan dijadikan sebagai bahan bakar fuel gas dan treated
water yang sebagian digunakan kembali pada unit CDU dan ARHDM dan sebagian lagi
dibuang ke lingkungan.

5.2.2 Pengolahan Limbah Cair / Waste Water Treatment Unit 63


Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan BOD, partikel
tercampur, serta membunuh mikroorganisme patogen. Selain itu, pengolahan limbah juga
berfungsi untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak
terdegradasi agar konsentrasinya menjadi lebih rendah. Agar tujuan-tujuan tersebut dapat
tercapai, maka dibangun Sewage dan Effluent Water Treatment (EFT) yang digunakan untuk
pengolahan lanjutan limbah hasil pengolahan pada unit Sour Water Stripper (SWS).
Secara garis besar, kontaminan utama yang terkandung dalam air buangan proses
adalah gas terlarut (hidrogen sulfida, merkaptan, dan ammonia), emulsi minyak, kimia alkali,
serta padatan (effluent desalter).

5.2.3 Pengolahan Limbah Padat


Limbah padat berupa sludge dan katalis sisa perlu diolah terlebih dahulu agar tidak
mencemari lingkungan. Sludge dihasilkan dari hasil pengolahan limbah cair di unit ETF. Pada
sludge selain mengandung lumpur, pasir, dan air mengandung hidrokarbon frakksi berat yang
tidak dapat di-recovery ke dalam proses.
Sludge ini tidak dapat dibuang langsung ke lingkungan karena butuh waktu yang
sangat lama untuk dapat terurai secara alamiah. Oleh karena itu sludge ini dibakar dalam
incinerator pada suatu temperatur tertentu. Sebagian lumpur dan pasir dalam sludge yang
tidak ikut terbakar dibuang untuk landfill atau dibuang di daerah tertentu yang tidak merusak
lingkungan.

5.2.4 Pengolahan Limbah Gas


Limbah gas yang dihasilkan diolah dengan cara yang berbeda-beda, tergantung
kandungan dari gas tersebut. Gas hidrogen sulfida (H 2S) diolah lebih lanjut di Sulphur
Recovery Unit, dan sisanya, bersama gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrokarbon,

26
dibakar di incinerator atau flare. Limbah gas berupa gas karbondioksida (CO2) dibuang
langsung ke lingkungan.

BAB VI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PERTAMINA (Persero) telah mengambil suatu kebijakan untuk selalu


memprioritaskan aspek Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (LKKK) dalam semua
kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional. Manajemen PERTAMINA RU-VI
Balongan sangat mendukung dan ikut berpartisipasi dalam program pencegahan kerugian
baik terhadap karyawan, harta benda perusahaan, terganggunya operasional serta keamanan
masyarakat sekitarnya yang diakibatkan oleh kegiatan perusahaan. Pelaksanaan tugas bidang
LKKK berdasarkan:
1. UU No. 1/1970
Mengenai keselamatan kerja karyawan di bawah koordinasi Depnaker.
2. UU No. 2/1951
Mengenai ganti rugi akibat kecelakaan kerja dibawah koordinasi Depnaker.
3. PP No. 11/1979
Mengenai persyaratan teknis pada kilang pengolahan untuk keselamatan kerja
dibawah koordinasi Dirjen Migas.
4. UU No. 4/1982
Mengenai ketentuan pokok pengolahan dan lingkungan hidup dibawah koordinasi
Depnaker.

27
5. KLH PP No. 29/1986
Mengenai ketentuan AMDAL dibawah koordinasi KLH.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KK dan LL RU-VI untuk mendukung
program di atas terdiri dari 5 kegiatan:
1. Keselamatan Kerja.
2. Pelatihan.
3. Penanggulangan Kebakaran.
4. Lindungan Lingkungan.
5. Rekayasa.
Sebagai pelaksana kegiatan-kegiatan tersebut, maka dibentuklah seksi-seksi,
antara lain:
1. Seksi Keselamatan Kerja, mempunyai tugas antara lain:
Mengawasi keselamatan jalannya operasi kilang.
Bertanggungjawab terhadap alat-alat keselamatan kerja.
Bertindak sebagai instruktur safety.
Membuat rencana pencegahan.
2. Seksi Lindungan Lingkunganm, mempunyai tugas antara lain:
Memprogram rencana Kelola Lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan.
Mengusulkan tempat-tempat pembuangan limbah dan house keeping.
3. Seksi Penanggulangan Kebakaran, Administrasi dan Latihan mempunyai tugas antara lain:
Membuat prosedur emergency agar penanggulangan berjalan dengan
baik.
Mengelola regu kebakaran agar selalu siap bila suatu waktu diperlukan.
Mengadakan pemeriksaan alat-alat firing.
Membuat rencana kerja pencegahan kebakaran.
Menyiapkan dan mengadakan pelatihan bagi karyawan dan kontraktor
agar lebih menyadari tentang keselamatan kerja.
Membuat dan menyebarkan buletin KK dan LL.
Meninjau ulang gambar-gambar dan dokumen proyek.
Melakukan evaluasi-evaluasi yang berhubungan langsung dengan
LKKK. Lingkungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (LKKK)
membuat pedoman dengan A850/E-6900/99-30.

28
BAB VII
PENUTUP
7. 1 Simpulan
Berdasarkan kerja praktek yang kami lakukan di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU
VI Balongan berupa orientasi-orientasi di berbagai unit dengan ditunjang oleh data-data dari
literatur dan petunjuk serta penjelasan dari operator dan pembimbing dapat disimpulkan
bahwa:

1. PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan merupakan unit pengolahan minyak


yang dibangun untuk memenuhi kebuntuhan BBM di daerah Jakarta dan Jawa Barat
dengan kapasitas 175.000 BPSD. Kilang ini dirancang untuk mengolah bahan baku
berupa heavy crude oil yang berasal dari minyak mental Duri, Minas, LSWR dan Nile
Blend, dengan tiga proses yaitu: DHC (AHU dan HTU), RCC (RCU dan LEU), HSC
(DTU dan NPU).
2. Proses yang dilakukan bermula crude oil yang diolah pada unit CDU yang akan
didapatkan produk berupa kerosene, gas oil, naphta, dan atmospheric residue.
Atmospheric residue diolah kembali di unit ARDHM untuk dihilangkan kandungan
metalnya, selanjutnya di umpan ke unit RCC yang akan menghasilkan LPG dan
Propylene. Selain crude oil, naphta yang dihasilkan diolah di unit NPU yang akan

29
diblending dengan hasil dari unit CDU untuk menghasilkan premium dan pertamax
yang memiliki angka oktan tinggi.
3. Unit RCC merupakan unit yang mengolah hasil residu dari unit CDU dan AHU
menjadi fraksi naphta yang bernilai oktan tinggi. Unit RCC ini merupakan unit yang
terpenting di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan karena memiliki
kapasitas yang paling besar dan menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis
tinggi.
4. PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan ini memiliki unit baru yaitu RCC
Offgas Propylene Project (POC) yang baru diresmikan pada bulan januari 2013, unit
ini dibangun untuk menghasilkan produk berupa propylene.
5. Produk-produk yang dihasilkan di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan
antara lain : pertamax plus, pertamax, kerosene, gasoline, propylene, LPG dan DCO.

7. 2 Saran

Berikut ini saran yang dapat kami sampaikan untuk PT. PERTAMINA (PERSERO)
RU VI Balongan yaitu:

1. Kami menghimbau kepada PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan untuk


meninjau kembali peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan minyak, kami
melihat beberapa kebocoran pada alat.
2. Diharapkan untuk lebih memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan.
3. Kami harapkan PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI Balongan PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU VI Balongan untuk meningkatkan teknologi dalam pengolahan
minyak agar produk yang dihasilkan semakin baik, dan juga menigkatkan teknologi
dalam pengolahan limbah agar limbah bisa dimanfaatkan selain dibuang.

30
LAMPIRAN

24
Langkah proses dari unit Hydrogen Plant adalah sebagai berikut :

Proses yang terjadi dalam hydrogen plant dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
permurnian umpan, tahap pembentukan H2 di reformer, dan tahap permurnian H2 di pressure
swing unit. Proses dasar Hydrogen Plant mencakup :
1. Feed dan Gas Supply

Seksi ini berfungsi untuk menampung dan menyiapkan umpan sebelum masuk ke
proses selanjutnya. Pertama-tama umpan ditampung kemudian dikompresi dan kemudian
dilakukan pemanasan awal dengan menggunakan economizer.
2. Hydrogenasi dan Desulfurisasi

Pada proses ini, kadar sulfur yang terdapat dalam feed gas dihilangkan sehingga
memenuhi kadar yang sesuai untuk masuk reformer. Pada bagian ini terjadi reaksi
hidrogenasi dengan bantuan katalis cobalt/molybdenum. Umpan yang berasal dari gas
supply akan masuk ke reaktor hidrogenasi (22-R-101) untuk mengkonversi sebagian
senyawa merkaptan (RSH) dan COS menjadi H2S.
Reaksi yang terjadi pada reaktor (22-R-101) yaitu :

COS + H2 H2S + CO

RHS + H2 RH + H2S

Gas H2S yang dihasilkan pada reaktor kemudian akan diserap di sulfur adsorber (22-R-
102 A/B). Pada reaktor terjadi reaksi desulfurisasi antara gas H 2S dengan zat ZnO.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

H2S + ZnO ZnS + H2O

Umpan hidrokarbon yang telah dikurangi kandungan sulfurnya (maksimum 0.2 ppm)
kemudian dicampur dengan HP steam melewati flow ratio control dengan ratio
steam/karbon tertentu.
3. Steam Reforming

Bagian ini berfungsi untuk memproses atau mengkonversi gas hidrokarbon yang
direaksikan dengan steam menjadi gas hydrogen, CO, dan CO2. Kecepatan feed ke
reformer dan derajat konversi yang dicapai sangat mempengaruhi hasil produksi.

26
Produk keluar reformer pada suhu 850 C dan kemudian akan mengalir melalui
reformer waste heat boiler (22-WHB-101). Pada reformer waste heat boiler akan terjadi
sintesis gas (syngas) dan kemudian didinginkan hingga 375C.
Di dalam reformer, hidrokarbon yang ada di dalam umpan akan bereaksi dengan steam
menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan karbon monoksida. Untuk meminimalkan
sisa metana yang tidak bereaksi maka dilakukan pada suhu reaksi yang tinggi.
Pembakaran bahan bakar di dalam reformer bagian radiasi harus dalam temperatur yang
tinggi karena reaksi reforming bersifat endotermis.
Reaksi reforming yang terjadi pada reformer (22-F-101) adalah sebagai berikut :

CnHm + (n) H2O (n) CO + (n+m/2) H2

CH4 + H2O CO + 3H2

C2H6 + 2H2O 2CO + 5H2

CO + H2O CO2 + H2

Reaksi berlangsung dalam temperatur yang sangat tinggi sehingga menyebabkan


terjadinya perengkahan hidrokarbon kompleks. Antara karbon dengan kukus akan terjadi
reaksi sehingga menambah hasil perolehan hydrogen.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CnHm (m/2)H2 + (n)C

C + H2O H2 + CO

4. Pemurnian Hidrogen

Pemurnian gas hidrogen ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan hidrogen murni
99.9%. Agar didapatkan hidrogen dengan tingkat kemurnian tinggi, maka dilaksanakan
dalam dua tahap, yaitu :
a. High Temp Shift Converter (HTSC) &Waste Heat Recovery (WHR)

High Temperatur Shift Converter bertujuan untuk merubah CO menjadi CO2,


sekaligus menambah perolehan hidrogen. Reaksinya pada (22-R-103) adalah:

CO + H2O CO2 + H2

Reaksi terjadi dibantu dengan katalis C12-4. Waste Heat Recovery bertujuan
mengambil panas produk reformer maupun produk HTSC. Panas yang diambil dapat

27
digunakan untuk membangkitkan kukus. Setelah melalui seksi HTSC dan WHR, gas
hidrogen kemudian didinginkan kembali dengan menggunakan fan coller, kemudian
kondensatnya dipisahkan pada KO drum. Setelah itu kondensat dari KO drum masuk
ke seksi proses pemurnian kondensat yang bertujuan memurnikan kondensat agar
dapat digunakan sebagai umpan pembangkit kukus (boiler feed water).
b. Pressure Swing Adsorption (PSA)
PSA plant didesain untuk memurnikan gas hidrogen dengan mengadsorpsi
impurities yang terikut dalam gas hidrogen. Proses tersebut berlangsung secara
continue. Aliran keluaran PSA unit ini terdiri dari hidrogen murni pada tekanan
tinggi dan tail gas yang mengandung impurities pada tekanan rendah. Sebagian
hydrogen diturunkan tekanannya dan dikirimkan ke Reformer Feed Controler (RFC)
sedangkan sebagian lagi didinginkan dan kemudian disimpan ke dalam tangki.
Dalam adsorber terjadi dua proses yang saling bergantian yaitu proses
adsorpsi dan regenerasi. Feed gas mengalir melalui adsorber dari bawah ke atas. Di
dalam PSA akan terjadi penyerapan Impurities (air hidrokarbon berat/ringan, CO2,
CO, dan N2) yang masih terdapat pada H2. Proses yang terjadi di dalam PSA ini
berlangsung pada tekanan tinggi. Semakin tinggi tekanan yang digunakan maka akan
semakin banyak gas yang terserap akibat adanya molecular sieve dan bahan aktif
lain. Setelah adsorber mencapai kapastitas akhirnya untuk menyerap impurities
maka proses akan berpindah ke tabung lainnya dengan sistem kerja yang sama.
Setelah itu adsorber diregenerasikan dengan cara menurunkan tekanan dan
melepaskan gas gas yang telah teradsorpsi. H2 dengan kemurnian tinggi akan
mengalir ke line produk. Proses regenerasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu penurunan
tekanan, penurunan tekanan lanjutan dengan membuat tekanan ke arah berlawanan
dengan arah feed, purge H2 murni untuk melepas impurities, dan menaikkan tekanan
menuju tekanan adsorpsi.
c. Pendinginan produk
H2 kemudian akan disaring dengan menggunakan filter (22-S-102).Padatan -
padatan akan tertahan sehingga didapatkan H2 dengan tingkat kemurnian tinggi. Lalu
gas H2 yang telah jadi didinginkan hingga temperatur 40C dengan menggunakan
produk cooler (22-E-106) sebelum disalurkan ke unit lain.

28
K-101 E-105 V-108 R-101 R-102 F-101 W
Gas Compressor Economizer Vessel Hydrogenator Sulphur Adsorber Reformer Reformer W
Whb-102 E-101 E-102 E-103 V-103 A-101 E
or HT Shift Waste Heat Boiler BFW Heater HTS Effluent Cooler HTS Effluent Trim Cooler Raw Gas KO. Drum PSA Produ

Temperature, oC

Pressure,

29
DAFTAR PUSTAKA

Humas PERTAMINA UP-VI Balongan. 2008. Company Profile PT. PERTAMINA Refinery
Unit VI Balongan.

Latifah, Wihdhatul., dan Hidayat. Dadang., Laporan Kerja Praktek PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU-VI Balongan, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia, 2016 : Yogyakarta.

30
PERTAMINA. 1992. Pedoman Operasi Kilang :dan Pertamina UP-VI Balongan. JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi : Unit 11 CDU. JGC Corporation & Foster
Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi : Unit 12 & 13 ARDHM Unit . JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 14 Gas Oil Hydrotreating
Unit. JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 15 RCC Unit . JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 16 Unsaturated Gas Plant.
JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 17LPG Treatment Unit. JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 18Naphtha Treatment Unit.
JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 19Propylene Recovery Unit.
JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 20Catalytic Condentation


Unit. JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 21 Light Cycle Hydrotreating
Unit. JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 22 Hydrogen Plant. JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 23 Amine Treatment Unit.
JGC Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 24 Sour Water Stripper. JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited.

31
PERTAMINA EXOR-1. 1992. Pedoman Operasi Kilang :Unit 25 Sulphur Plant. JGC
Corporation & Foster Wheeler (Indonesia) Limited

Rama., dan Agung., Laporan Kerja Praktek PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-VI
Balongan, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Jenderal Achmad
Yani, 2016 : Bandung.

Wibowo, Muhamad Laksamana., dan Nuha. Ahmad Ulin., Laporan Kerja Praktek PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU-VI Balongan, Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, 2016 : Yogyakarta.

32
LAPORAN TUGAS KHUSUS
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU VI BALONGAN INDRAMAYU
PERIODE 1 Juli 2016 31 Juli 2016

Evaluasi Kinerja Heat Exchanger 22-E-103 pada Hydrogen Plant

DISUSUN OLEH :
Nurkhatimah Utami (14 2013 073)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2017

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Shell and Tube Heat Exchanger 5


Gambar 2.2 Double Pipe Heat Exchanger 5
Gambar 2.3 Plate and Frame Heat Exchanger. 6
Gambar 2.4 Koil Pipa 6
Gambar 2.5. Aliran Searah (co-current atau parallel flow) 7
Gambar 2.6. Aliran berlawanan Arah (counter current flow) 7
Gambar 2.7. Aliran Silang (cross flow) 8
Gambar 2.8. Bentuk bentuk shell 10
Gambar 2.9. Bentuk susunan Tube 11
Gambar 4.1 Kurva Perbandingan Qh Desain dan Qh Aktual 26
Gambar 4.2 Kurva Perbandingan Qc Desain dan Qc Aktual 26
Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Ud Desain dan Ud Aktual 27
Gambar 4.4 Kurva Perbandingan Uc Desain dan Uc Aktual 27
Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Rd Desain dan Rd Aktual 29
Gambar A.1 Blok Diagram Hydrogen Plant 31
Gambar C.2. LMTD Correction Factor For 2-4 Pass 35
Gambar C.3. Tube Side Heat Transfer Curve 36
Gambar C.4. Shell Side Heat Transfer Curve 37

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan 25


Tabel B.1 Data Desain Heat Exchanger. 32
Tabel B.2 Data Aktual Heat Exchanger 1 Juli 2016 14 Juli 2016... 33
Tabel C.1 Heat Exchanger and Condenser Data 34

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hampir semua industri melibatkan perpindahan panas dalam prosesnya, berupa proses
perpindahan panas dari suatu fluida ke fluida lain melalui suatu dinding. Panas yang

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 3
dipindahkan dapat berupa laten yang menyertai proses perubahan fasa maupun panas sensible
yang berkaitan dengan kenaikan atau penurunan suhu tanpa perubahan fasa.
Heat Exchanger merupakan salah satu alat penukar panas yang dapat digunakan
untuk memanfaatkan energi panas dari suatu fluida agar dapat dipindahkan ke fluida lainnya.
Alat ini dapat digunakan dalam proses pemanasan maupun proses pendinginan. Penukar
panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung
secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak baik anatara fluida terdapat
dinding yang memisahkannya ataupun keduanya bercampur begitu saja.
Hydro Treating Unit (HTU) merupakan salah satu bagian dari unit Distillation &
Hydrotreating Complex (DHC). Unit unit pada proses yang terjadi di kilang RU VI
Balongan sebagian besar membutuhkan hydrogen yang digunakan dalam reaksi hidrogenasi,
hydrocracking dan hydrotreating. Hydrogen Plant (Unit 22) merupakan unit yang dirancang
untuk memproduksi hydrogen dengan kemurnian 99% sebesar 76 MMSFSD dan umpannya
berasal dari natural gas. Pada unit HTU ini terdapat Heat Exchanger 22-E-103 yang
berfungsi sebagai alat pendingin fluida (cooler). Alat penukar panas dalam jangka waktu
tertentu pastinya akan mengalami penurunan pada efisiensi pada kinerjanya. Hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya fouling factor yang terkandung dalam fluida yang masuk ke
dalam heat exchanger. Jika nilai fouling factor yang terkandung semakin tinggi maka
perpindahan panas yang terjadi di Heat Exchanger menjadi tidak maksimal. Proses cleaning
harus dilakukan secara berkala untuk mengembalikan performance dari heat exchanger
dalam proses pertukaran panas. Maka dari itu penulis mengambil judul Evaluasi Kinerja
Heat Exchanger 22 E -103 pada Hydrogen Plant.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pengerjaan tugas ini adalah untuk mengevaluasi kinerja Heat Exchanger
22-E-103 pada kondisi aktual yang kemudian dibandingkan dengan data design heat
exchanger pada Hydrogen Plant.

1.3 Rumusan Masalah

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 4
Rumusan masalah dari tugas khusus kerja praktek ini antara lain:
1. Bagaimana kinerja dari Heat Exchanger 22-E-103 pada unit Hydrogen Plant pada
kondisi aktual berdasarkan heat flow (Q), overall coefficient (Uc dan Ud) dan
fouling factor (Rd) dari tanggal 1 Juli 2016 14 Juli 2016?
2. Bagaimana perbandingan heat exchanger 22-E-103 pada unit Hydrogen Plant
pada kondisi aktual dengan data desain berdasarkan heat flow (Q), overall
coefficient (Uc dan Ud) dan fouling factor (Rd) dari tanggal 1 Juli 2016 14 Juli
2016?

1.4 Manfaat
Manfaat dari Tugas Khusus Kerja Praktek ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaruh fouling factor (Rd) terhadap kinerja Heat Exchanger
22-E-103 pada unit Hydrogen Plant.
2. Untuk mengevaluasi kinerja Heat Exchanger 22-E-103 pada unit Hydrogen Plant
agar dapat segera dilakukan tindakan jika performanya sudah menurun.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Panas

Panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah, energi tidak dapat
diciptakan maupun dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk
lainnya atau dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan panas
adalah berpindahnya energi dari satu tempat ke tempat lain akibat adanya perbedaan suhu

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 5
diantara kedua tempat tersebut. Panas berpindah dari tempat yang memiliki temperatur lebih
tinggi ke tempat lain yang memiliki temperatur lebih rendah.

Proses perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Proses
perpindahan panas langsung yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan
fluida yang dingin tanpa adanya pemisah. Proses perpindahan panas secara tidak langsung
yaitu fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan secara langsung tetapi terpisah oleh
dinding pemisah. Perpindahan panas dibedakan menjadi tiga cara yaitu konduksi, konveksi,
dan radiasi.
2.1.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi
Perpindahan Panas Secara Konduksi merupakan perpindahan panas antar molekul-
molekul yang saling berdekatan antara yang satu dengan yang lain, tetapi tidak diikuti oleh
perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik.
2.1.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi
Perpindahan Panas Secara Konveksi merupakan perpindahan panas antar
molekul-molekul yang saling berdekatan antara yang satu dengan yang lain,
diikuti oleh perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik. Perpindahan
panas secara konveksi memiliki proses yang hampir sama dengan perpindahan
panas secara konduksi.Konveksi, panas dipindahkan oleh molekul-molekul yang
bergerak (mengalir) oleh karena adanya dorongan bergerak, terjadi pada fluida
(cair atau gas).

2.1.3 Perpindahan Panas Secara Radiasi


Perpindahan Panas Secara Radiasi merupakan perpindaha panas tanpa melalui media
(tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat menghantarkan dari suatu tempat ke tempat lain
(dari benda panas ke benda yang lebih dingin) dengan gelombang elektromagnetik. Tenaga
ini akan berubah menjadi panas apabila tenaganya diserap oleh benda lain.
2.2 Alat Penukar Panas
2.2.1 Alat Penukar Panas Berdasarkan Fungsi

Berdasarkan fungsinya alat penukar panas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Heat Exchanger

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 6
Alat penukar panas yang memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk
pemanasan aliran fluida yang lainnya, sehingga terjadi perpindahan panas
karena adanya beda suhu kedua aliran fluida tersebut.
2. Cooler
Alat penukar panas ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas
dengan menggunakan suatu media pendingin berupa air atau udara.
3. Pre Heater
Alat penukar panas tipe ini berfungsi mentransfer panas dari produk-produk
yang bersuhu tinggi ke umpan sebelum masuk ke furnace, agar kerja furnance
menjadi lebih ringan.
4. Condensor
Alat penukar panas ini memiliki fungsi utama untuk memindahkan panas
laten dari fluida sehingga terjadi perubahan fasa dari uap menjadi cair
pada fluida.
5. Evaporator
Alat penukar panas ini berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam suatu
fluida dengan cara menguapkannya.
6. Vaporizer
Alat penukar panas ini memiliki fungsi yang sama dengan evaporator,
tetapi komponen yang ingin dihilangkannya bukan air.
7. Reboiler
Alat penukar panas ini memiliki fungsi utama untuk memindahkan panas
laten dari fluida sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menjadi uap
pada fluida.

2.2.2 Alat Penukar Panas Berdasarkan Bentuk Kontruksi


Berdasarkan kontruksinya alat penukar panas dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :

1. Shell and Tube Heat Exchanger


Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri
perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar)
dimana didalamnya terdapat suatu bandle (berkas) pipa dengan diameter
yang relative kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan
fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 7
Gambar 2.1 Shell and Tube Heat Exchanger

2. Double Pipe Heat Exchanger


Pada jenis ini tiap pipa atau beberapa pipa mempunyai shell sendiri -
sendiri. Untuk menghindari tempat yang terlalu panjang, heat exchanger
ini dibentuk menjadi U pada keperluan khusus, untuk meningkatkan
kemampuan memindahkan panas, bagian diluar pipa diberi srip. Bentuk
siripnya ada yang memanjang, melingkar dan sebagainya.

Gambar 2.2 Double Pipe Heat Exchanger

3. Plate and Frame Heat Exchanger


Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat-pelat tegak
lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus
dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelat-pelat dan
sekat digabungkan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut
pelat 10 (kebanyakan segi empat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui
dua dari lubang ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain,
sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi
sebelahnya karena ada sekat.

Gambar 2.3 Plate and Frame Heat Exchanger


4. Koil Pipa
Alat penukar panas ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan
didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang
disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam
pipa. Jenis ini disebut juga sebagai box cooler jenis ini biasanya digunakan
untuk pemindahan kalor yang relatif kecil dan fluida didalam shell yang
akan diproses lanjut.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 8
Gambar 2.4 Koil Pipa

2.3 Arah Aliran Fluida pada Alat Penukar Panas


Arah aliran fluida yang mengalir di dalam heat exchanger terbagi
menjadi tiga yaitu:
1. Aliran Searah (co-current atau parallel flow)
Pada tipe ini fluida panas dan fluida dingin masuk pada ujung penukar
panas yang sama dan kedua fluida mengalir menuju ujung penukar
panas yang lain.

Gambar 2.5. Aliran Searah (co-current atau parallel flow)

2. Aliran berlawanan Arah (counter current flow)


Pada tipe aliran ini fluida panas dan fluida dingin masuk melalui ujung
penukar panas yang berbeda. Maing masing fluida mengalir dengan
arah berlawanan menuju ujung penukar panas keluar.

Gambar 2.6. Aliran berlawanan Arah (counter current flow)

3. Aliran silang (cross flow)

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 9
Pada tipe aliran ini fluida panas dan fluida dingin mengalir pada right
angel satu sama lain. Heat Exchanger dengan tipe aliran ini banyak
digunakan dalam pemanasan dan pendinginan atau gas.

Gambar 2.7. Aliran Silang (cross flow)


2.4 Prinsip Kerja Heat Exchanger
Panas adalah suatu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat yang lain, namun tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya
kenaikan suhu suatu zat dana tau perubahan tekanan, reaksi kimia dan
kelistrikan. Pada dasarnya prinsip kerja dari heat exchanger, yaitu
memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda sehingga
perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
1. Secara Langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dengan fluida dingin
melalui permukaaan kontak langsung, berarti tidak ada dinding antara
kedua fuida. Perpindahan panas yang terjadi melalui interfase
penghubung antara kedua fluida. Contoh: aliran steam pada kontak
langsung, yaitu dua zat cair immiscible (tidak dapat bercampur), gas-
liquid, dan partikel kombinasi fluida.
2. Secara Tidak Langsung
Perpindahan panas yang terjadi antara fluida panas dan dingin
melalui dinding pemisah berupa pipa, plat, atau peralatan jenis
lainnya. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.

2.5 Komponen Penyusun Shell and Tube Heat Exchanger

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 10
Dalam penguraian komponen-komponen heat exchanger jenis shell and tube akan
dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada konstruksi heat exchanger.
Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen dari heat exchanger jenis
shell and tube

2.5.1 Shell
Shell merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat
untuk tube bundle. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar
atau pelat logam yang dirol Antara shell and tube terdapat fluida yang
menerima atau melepaskan panas. Lintasan shell yang dimaksudkan
disini adalah lintasan yang dilakukan oleh fluida yang mengalir ke dalam
melalui saluran masuk (inlet nozzle) melewati bagian dalam shell dan
mengelilingi tube kemudian keluar melalui saluran keluar (outlet nozzle).
Untuk temperatur yang sangat tinggi kadang-kadang shell dibagi dua
disambungkan dengan sambungan ekspansi. Bentuk bentuk shell yang
biasa digunakan ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.8. Bentuk bentuk shell


2.5.2 Tube
Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis
fluida yang mengalir didalamnya dan sekaligus sebagai bidang
perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada
tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu bahan pipa tidak mudah
terkorosi oleh fluida kerja. Tube tersedia dalam berbagai bahan
logam yang memiliki harga konduktifitas panas yang besar
sehingga hambatan perpindahan panasnya rendah, seperti
tembaga-nikel, alumunium-perunggu, alumunium, dan stainless
steel yang dapat diperoleh dari berbagai ukuran yang di
definisikan sebagai Birmingham Wire Gauge (BWG). Adapun
beberapa tipe susunan tube dapat dilihat dari gambar berikut

Gambar 2.9. Bentuk susunan Tube

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 11
2.5.3
Sekat
(Ba
f fle)
Pada

umumnya tinggi segment potongan dari baffle adalah seperempat


diameter dalam shell yang disebut 25% cut segmental baffle. Baffle
tersebut berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang diletakkan
pada rod-baffle. Baffle merupakan salah satu bagian yang penting dari
alat penukar panas. Adapun fungsi dari pemasangan sekat (baffle) pada
heat exchanger antara lain untuk:
1. Sebagai penahan dari tube bundle
2. Untuk mengurangi atau menambah terjadinya getaran
3. Sebagai alat untuk mengarahkan aliran fluida yang berada
didalam tube.
Adanya baffle dalam shell menyebabkan arah aliran fluida dalam shell akan
memotong kumpulan tube secara tegak lurus, sehingga memungkinkan pengaturan
arah aliran dalam shell maka dapat meningkatkan kecepatan linearnya sehingga akan
meningkatkan harga koefisien perpindahan panas lapisan fluida di sisi shell.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 12
Ditinjau dari segi konstruksinya, baffle dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu:

1. Sekat plat bentuk segmen


2. Sekat bintang (rod baffle)
3. Sekat mendatar
4. Sekat impingement

2.6 Tipe Susunan Tube Heat Exchanger


2.6.1 Triangular Pitch (Susunan Segitiga)
Keuntungan Kerugian
Film Koefisien lebih tinggi Pressure drop yang terjadi
daripada square pitch. antara menengah ke atas
Dapat dibuat jumlah tube Tidak baik untuk fluida
yang lebih banyak sebab fouling
Pembersihan secara kimia
susunannya kompak.

2.6.2 Rotated Triangular Pitch (Susunan Segitiga Diputar 30o)


Keuntungan Kerugian
Film koefisiennya tidak sebesar Pressure drop yang terjadi anta
susunan triangular pitch, tetapi menengah ke atas
lebih besar dari susunan square
pitch
Dapat digunakan pada fluida Pembersihan secara kimia
fouling

2.6.3 Diamond Square Pitch (Susunan Bujur Sangkar yang Diputar


45o)
Keuntungan Kerugian
Film koefisiennya lebih baik dari Film koefisien relative rendah
Pressure drop tidak serenda
susunan square pitch, tetapi tidak
sebaik triangular pitch dan square pitch

rotated triangular pitch


Mudah untuk pembersihan

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 13
dengan mekanik
Baik untuk fluida fouling

2.7 Penentuan Fluida Pada Shell and Tube Heat Exchanger


Dasar pertimbangan untuk fluida yang mengalir di bagian shell and
tube:
1. Fluida yang kotor selalu melewati bagian yang mudah dibersihkan,
yaitu tube terutama bila tube bundle bisa diambil, tetapi dapat juga
melalui bagian shell bila kotorannya banyak mengandung coke
karena akan lebih mudah dibersihkan.
2. Fluida yang lebih cepat membersihkan kotoran, tekanan tinggi, dan
korosif selalu ditempatkan di tube karena tube tahan terhadap
tekanan tinggi dan biaya pemeliharaannya lebih murah.
3. Fluida yang terbentuk campuran non condensable gas melalui tube
agar tidak terjebak
4. Fluida yang berpotensi menimbulkan korosi ditempatkan pada tube,
dengan tujuan dapat menekan biaya penggantian shell yang lebih
mahal daripada tube jika terjadi kerusakan akibat korosi.
5. Fluida yang mempunyai volume besar dilewatkan melalui tube
karena adanya ruangan dan fluida yang mempunyai volume kecil
dilewtkan melalui shell karena dapat dipasang baffle untuk
menambah transfer rute tanpa menghasilkan kelebihan pressure
drop.
6. Fluida yang lebih viskos atau yang mempunyai low transfer rate
dilewatkan melalui shell karena dapat digunakan baffle.
7. Fluida dengan laju alir rendah dialirkan didalam tube. Diameter tube
yang kecil menyebabkan kecepatan linear fluida (velocity) masih
cukup tinggi sehingga menghambat fouling dan mempercepat
perpindahan panas.

2.8 Fouling Factor (Rd)


Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan deposit pada
permukaan alat penukar panas yang dapat menghambat perpindahan panas
dan meningkatkan hambatan aliran fluida pada alat penukar panas. Lapisan
fouling dapat berasal dari partikel partikel atau senyawa lainnya yang
tersangkut di aliran fluida. Pertumbuhan lapisan pengotor dapat meningkat
apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 14
cukup kuat dan gradient temperatur antara aliran dengan permukaan yang
cukup besar. Pada umumnya proses pembentukan lapisan fouling merupakan
fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar untuk dianalisa secara
analitik. Mekanisme pembentukan fouling dan metode pendekatannya juga
sangat beragam dan berbeda beda.
Berdasaskan proses terbentuknya endapan atau kotoran, fouling dibagi
menjadi lima jenis antara lain:
1. Precipitation Fouling
Pengotoran jenis ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung
garam garam yang terendapkan pada suhu tinggi seperti garam,
kalsium, fosfat, sulfat dan lain lain.
2. Particulate Fouling
Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel partikel padat
yang terbawa oleh fluida diatas permukaan perpindahan panas,
seperti debu pasir dan lain lain.
3. Chemical Reaction Fouling
Pengotorann ini terjadi akibat adanya reaksi kimia didalam fluida yang
terjadi diatas permukaan perpindahan panas dimana material bahan
permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi. Contohnya adalah
reaksi polimerisasi.
4. Corrosion Fouling
Pengotoran ini terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan
material bahan permukaan perpindahan panas.
5. Biological Fouling
Pengotoran ini berhubungan dengan aktifitas organisme biologis yang
terdapat atau terbawa aliran fluida seperti lumut, jamur, dan lain
lain.

Fouling factor dapat mempengaruhi proses perpindahan panas karena


dapat menghambat pergerakan panas didalamnya yang diakibatkan karena
deposit tersebut. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari
nilai fouling factor desain maka perpindahan panas yang terjadi didalam alat
tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan.
Evaluasi fouling factor dilakukan supaya dapat mengetahui
keberadaan kotoran di dalam alat dan waktu pembersihan harus dilakukan.
Nilai fouling factor yang semakin besar akan mengakibatkan efisiensi
perpindahan panas yang semakin menurun dan nilai pressure drop semakin
tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kinerja dari heat
exchanger. Fouling factor dapat ditentukan berdasarkan harga koefisien
perpindahan panas overall untuk kondisi clean dan dirty pada alat penukar
panas yang digunakan.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 15
2.8.1 Mekanisme Pembentukan Fouling
Secara umum mekanisme terjadinya fouling, pembentukan dan
pertumbuhan deposit terdiri dari:
1. Initation, yaitu pada periode kritis dimana temperatur,
konsentrasi dan gradient kecepatan dari zona deplesi oksigen
dan Kristal terbentuk dalam waktu singkat.
2. Transport partikel ke permukaan
- Infaction : secara mekanik
- Diffusion : secara turbulen
- Thermophoresis dan Electrophoresis
3. Adhesi dan kohesi permukaan
4. Migration yaitu perpindahan foulant (bahan atau senyawa
penyeab fouling) menuju ke permukaan dan berbagai
mekanisme perpindahan difusi
5. Attachment, yaitu awal dari terbentuknya lapisan deposit
6. Transformattion or Aging, yaitu periode kritis dimana
perubahan fisik maupun struktur kimia atau Kristal dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan lapisan.
7. Removal or Re-entrainment, yaitu perpindahan lapisan fouling
dengan cara pemutusan, erosi dan spalling.

2.8.2 Penyebab, Kondisi dan Akibat Terjadinya Fouling


2.8.2.1 Penyebab terjadinya fouling pada heat exchanger
a. Adanya pengotor berat (hard deposit) yaitu kerak keras
yang berasal dari hasil korosi atau coke keras.
b. Adanya pengotor berpori (porous deposit) yaitu kerak
lunak yang berasal dari dekomposisi kerak keras.
2.8.2.2 Kondisi yang mempengaruhi terjadinya fouling
a. Temperatur tinggi
b. Waktu tinggal yang lama, terutama pada daerah yang
bertemperatur tinggi
c. Flow Velocity
d. Material konstruksi dan permukaan yang halus

2.8.2.3 Akibat yang ditimbulkan dari fouling


a. Terjadinya kenaikan tahanan heat transfer sehingga
biaya perawatan bertambah
b. Ukuran heat exchanger menjadi lebih besar, kehilangan
energi meningkat, waktu untuk shut down lebih lama,
dan biaya perawatan lebih besar.
2.8.3 Pencegahan dan Cara Mengatasi Fouling

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 16
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan tindakan
berikut:
1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi
2. Menekan potensi fouling, dapat dilakukan dengan cara
penyaringan
3. Menginjeksi anti foulant pada fluida
4. Menempatkan nozzle (shell side dan tube side) di permukaan
terendah atau tertinggi pada heat exchanger untuk
menghindari terjadinya kantung kantung gas ataupun
kantung volume fluida diam.

2.8.4 Tipe Tipe Cara Pembersihan Fouling Pada Heat Exchanger


1. Chemical / Physical Cleaning
Metode pembersihan dengan mensirkulasikan agent melalui
peralatan, biasanya menggunakan HCl 5% - 10%.
Kelebihan dari tipe ini yaitu:
- Tidak perlu membongkar alat, sehingga menghemat waktu
dan pekerja
- Tidak ada kerusakan mekanik pada tube
Kelemahan dari tipe ini yaitu:
- Hanya membersihkan beberapa tipe deposit, dalam hal ini
coke sukar dilakukan
- Tube yang tersumbat penuh disarankan untuk melakukan
mechanical cleaning terlebih dahulu karena sirkulasi dari
cleaning agent tidak mungkin dilakukan.
- Sangat sukar untuk meyakinkan bahwa peralatan benar
benar telah bersih.
- Deposit kemungkinan dapat terakumulasi ditempat dimana
aliran relatif lambat.

2. Mechanial Cleaning
Terdapat tiga tipe mechanical cleaning yang dapat dilakukan
seperti:
- Driling atau Turbining
Pembersihan ini dilakukan dengan mengedrill deposit yang
menempel pada dinding tube. Pembersihan ini paling
dianjurkan untuk tube yang tertutup total.
- Hydro Jeting
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menginjeksikan air
ke dalam tube pada tekanan tinggi untuk jenis deposit yang
lunak.
- Sand Blasting

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 17
Pembersihan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan
campuran air dengan pasir ke dalam tube pada tekanan
tinggi.
3. Chemical / Physical Cleaning dan Mechanical Cleaning
Merupakan gabungan dari Chemical Cleaning diikuti dengan
Mechnical Cleaning. Pembersihan dengan cara ini dilakukan
pada kondisi tertentu karena dapat meningkatkan efektivitas
pembersihan fouling pada heat exchanger.

2.8.5 Analisa Performance Heat Exchanger


Parameter yang digunakan untuk menganalisa performance suatu
heat exchanger antara lain
1. Uc (Clean Overall Coefficient)
Uc (Clean Overall Coefficient) adalah koefisien perpindahan
panas menyeluruh pada awal HE dipakai (masih
bersih),besarnya ditentukan oleh besarnya tahanan konveksi ho
dan hio, sedangkan tahanan konduksi diabaikan karena sangat
kecil bila dibandingkan dengan tahanan konveksi.
hio x h o
Uc=
hio + ho
2. Ud (Design Overall Coefficient)
Ud (Design Overall Coefficient) adalah koefisien panas
menyeluruh setelah terjadi pengotoran pada HE. Besarnya Ud
lebih kecil daripada Uc.
Q
Ud=
A t

3. Heat Balance
Q=W . C ( T 1T 2 )=w . c (t 2t 1)
Bila panas yang diterima fluida jauh lebih kecil daripada panas
yang dilepas fluida panas berarti kehilangan panasnya besar
dan ini mengurangi performance suatu heat exchanger.

4. Fouling Factor
Pengaruh menyeluruh dalam hal ini dinyatakan dengan fator
pengotoran (fouling factor) atau tahanan pengotoran (Rd) yang
harus diperhitungkan bersama tahanan thermal lainnya dalam
menghitung koefisien perpindahan panas menyeluruh. Faktor
pengotoran didapatkan dari percobaan yaitu dengan
menentukan Uc dan Ud

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 18
UcUd
Rd=
Uc x Ud
Bila Rd (deposit) > Rd (allowed) maka alat penukur panas
tersebut perlu dibersihkan.

2.9 Heat Exchanger 22-E-103 pada Unit 22 Hydrogen Plant


Heat Exchanger 22-E-103 pada unit Hydrogen Plant termasuk alat
penukar panas jenis shell and tube heat exchanger dengan tipe alirannya
cross current. Pada Heat Exchanger 22-E-103, fluida pemanas yaitu
natural gas dan fluida pendinginnya adalah air. Gas yang didinginkan
keluar pada suhu 40oC dan dialirkan menuju 22-V-103 untuk proses
pemisahan. Heat Exchanger ini feed berupa natural gas dialirkan ke
dalam shell dan feed berupa air dialirkan ke dalam tube. Heat Exchanger
22-E-103 merupakan alat penukar panas dengan tipe shell and tube -
dengan pass 2-4.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Pengumpulan Data


Langkah pertama yang dilakukan dalam mengevaluasi kinerja heat exchanger adalah
pengumpulan data primer dan sekunder yang didalamnya terkandung data aktual dan data
basis desain.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 19
1. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan untuk dijadikan dasar analisa tugas khusus ini,
dari tanggal 1 Juli 2016 14 Juli 2016, yaitu pada heat exchanger 22-E-103. Pada
langkah awal ini didapatkan data desain heat exchanger ini pada data sheet HTU PT.
Pertamina (Persero) RU-VI Balongan.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder digunakan sebagai bahan perhitungan pada Heat
Exchanger 22-E-103. Data-data tersebut diperoleh dari monthly report dan studi
literarur. Pada data monthly report diperoleh kondisi operasi aktual Heat Exchanger
22-E-103 dari tanggal 1 Juli 2016 14 Juli 2016 yang berupa data temperatur masuk
dan keluar serta data laju alir fluida pada shell Heat Exchanger tersebut.

3.2 Pengolahan Data


Dari data yang diperoleh baik primer maupun sekunder pengolahan data dilakukan
dengan cara perhitungan Kern dan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Neraca Panas
Menghitung neraca panas untuk mengetahui panas yang dilepas fuida panas atau
panas yang diterima fuida dingin. Persamaan umum untuk neraca panas, yaitu:
Q = m x Cp x t
Dan apabila terjadi perubahan fasa :
Q=mx
Keterangan:
Q : Jumlah panas yang dipindahkan, J/s
m : Lajur alir massa fluida, kg/h
Cp : Kapasitas panas dari fluida , J/kgoC
t : Perbedaan temperatur masuk dan keluar, oC
: Panas Laten (Latent Heat), J/kg
2. Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Perbedaan temperatur antara fluida panas dan dingin bervariasi sepanjang penukar
kalor. Untuk itu digunakan perbedaan temperatur rata-rata. Persamaan umumnya,
yaitu:
t 2 t 1
LMTD=
t
ln 2
t1

Dimana :
1 = da d
2 = da d
Keterangan:

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 20
t1 : Beda temperatur panas (oC)
t2 : Beda temperatur dingin (oC)

3. Corrected LMTD
T 1T 2
R=
t 2t 1

t 2t 1
S=
T 1t 1

Mencari FT pada fig 18 Kern, menggunakan R dan S yang telah dihitung.


(Appendiks terlampir)
LMTD koreksi= LMTD x FT
Keterangan:
R dan S : Temperature efficiency
T1 dan T2 : Temperatur inlet dan outlet fluida panas, oC
T1 dan t2 : Temperatur inlet dan outlet fluida dingin, oC
FT : Faktor perbedaan temperatur
t : Corrected LMTD, oC

4. Flow Area (a)


a. Flow area sisi tube
nt a t '
at =
144 n

Keterangan:
at : Flow Area tube, m2
at : Flow area per tube, inch2 (Table 10-Kern)
Nt : Jumlah tube
N : Jumlah pass

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 21
b. Flow area sisi shell
ID C ' B
a s=
144 PT
Keterangan:
as : Flow Area shell, m2
ID : Inside Diameter, m
C : Clearance, m
B : Baffle space, m
PT : Pitch, m

5. Mass Velocity (G)


Ws
G s=
as
Wt
Gt =
at
Keterangan:
Gs : Mass velocity shell, kg/s m2
Gt : Mass velocity tube, kg/s m2
Ws : Laju alir fluida di shell, kg/h
Wt : Laju alir fluida di tube, kg/h
as : Flow area shell, m2
at : Flow area tube, m2

6. Bilangan Reynolds (Re)


a. Bilangan reynold di shell
D e G s
s=

Keterangan:
Res : Bilangan Reynolds di sisi shell
De : Diameter ekuivalen shell, m
Gs : Mass velocity shell, kg/s m2
: Viskositas fluida di shell, Pa s

b. Bilangan Reynolds di tube


D Gt
t =

Keterangan:
Ret : Bilangan Reynolds di sisi tube
De : Diameter ekuivalen shell, m

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 22
Gt : Mass velocity tube, kg/s m2
: Viskositas fluida di shell, Pa s

7. Faktor perpindahan panas pada shell dan tube (JH)


Setelah mendapatkan Reynold number, menentukan nilai jH dari grafik pada fig. 28
Kern untuk shell dan fig. 24 Kern untuk tube. Untuk nilai k dan c pada temperatur
kalorik diperoleh dari interpolasi k dan c yang terdapat di data desain. Bila Reynold
number over range, nilai jH dapat dihitung menggunakan persamaan :
ID >
0,55 C p 0,5
= 0,36 ) ( k )

Keterangan :
JH : Heat transfer Factor
Cp : Kapasitas Panas dari fluida, J/kg.oC

8. Koefisien perpindahan panas (h)


a. Koefisien Perpindahan Panas di tube
C p 13
t
k
k
hi= j H ( )
D
Keterangan:
hio : Koefisien perpindahan panas tube, J/s m2 oC
jH : Heat transfer factor
k : Konduktivitas termal di tube, J/s m oC
D : Diameter ekuivalen tube, m
Cp : Specific heat fluida di tube, J/kg oC
: Viskositas fluida di tube, Pa s
s : Viskositas ratio [(/w)0.14]
b. Koefisien Perpindahan Panas di shell
C p 13
s
k
k
ho = j H ( )
De
Keterangan:
ho : Koefisien perpindahan panas shell, J/s m2 oC
k : Konduktivitas termal di shell, J/s m oC
De : Diameter ekuivalen shell, m
Cp : Specific heat fluida di shell, J/kg oC
: Viskositas fluida di shell, Pa s

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 23
s : Viskositas ratio [(/w)0.14

9. Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat Clean (Uc).


Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat Clean (Uc) menyatakan mudah atau
tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan
panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi.
h h
U c = io o
h io+h o
Keterangan:
Uc : Clean overall heat transfer coefficient, J/s m2 oC
hio : Koefisien perpindahan panas di tube, J/s m2 oC
ho : Koefisien perpindahan panas di shell, J/s m2 oC
10. Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat ada pengotor (Ud).
Koefisien perpindahan panas overall pada saat ada pengotor (Ud) ini menyatakan
mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga
menyatakan aliran panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi
setelah alat beroperasi. Nilai Ud lebih kecil daropada nilai Uc.
A = a x L x Nt
Q
Ud=
At
Keterangan:
A : Luas permukaan perpindahan panas, m2
a : External Surface per ft, ft2/ft
L : Panjang tube
Q : Jumlah panas yang dipindahkan, J/h
t : Corrected LMTD, oC
Ud : Design overall heat transfer coefficient, J/s m2 oC

11. Dirt Factor (Rd).


Faktor Pengotor (Rd) merupakan resistance dari heat exchanger dimaksudkan untuk
mereduksi korosifitas akibat dari interaksi antara fluida dengan dinding pipa heat
exchanger. Akan tetapi setelah digunakan beberapa lama, Rd akan mengalami
akumulasi. Hal ini tidak baik untuk heat exchanger itu sendiri, karena Rd yang besar
akan menghambat laju perpindahan panas antara fluida panas dan fluida dingin.

U c U d
Rd =
U c U d

Keterangan:
Rd : Dirt factor, m2 s oC/J
Uc : Clean overall heat transfer coefficient, J/s m2 oC
Ud : Design overall heat transfer coefficient, J/s m2 oC

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan

Qh (Qshell) Qc (Qtube) Uc Ud Rd
Tanggal

J/s J/s J/s m2 oC J/s m2 oC m2 s oC/J


Desain 810327.75 1186143.7 2745.391 387.27 0.002218
1-Jul-16 646940.83 1293980.61 2480.736 256.06 0.003502
2-Jul-16 524350.12 1513976.45 2392.812 686.88 0.001038
3-Jul-16 545201.61 1222206.13 2367.897 545.91 0.001409
4-Jul-16 554474.07 1302271.09 2414.402 500.60 0.001583
5-Jul-16 705354.15 1223585.22 2544.794 283.75 0.003131
6-Jul-16 683888.47 1165016.01 2501.295 296.65 0.002971
7-Jul-16 588238.57 1220987.16 2422.473 324.70 0.002667
8-Jul-16 582348.71 1360684.16 2446.567 548.23 0.001415
9-Jul-16 672396.52 1317478.79 2517.914 325.07 0.002679
10-Jul-16 545898.27 1278401.72 2394.018 488.47 0.00163
11-Jul-16 517331.38 1209437.44 2357.235 572.39 0.001323
12-Jul-16 609978.89 1191304.07 2421.214 410.26 0.002024
13-Jul-16 556934.86 1298617.81 2393.434 507.76 0.001552
14-Jul-16 541817.60 1294233.17 2387.907 619.91 0.001194

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 25
4.2 Pembahasan
4.2.1 Evaluasi Nilai Kalor

850000

800000

750000

700000
Qh Aktual Qh Desain
650000

600000

550000

500000
1-Jul-16 3-Jul-16 5-Jul-16 7-Jul-16 9-Jul-16 11-Jul-16 13-Jul-16 15-Jul-16

Gambar 4.1 Kurva perbandingan Qh Desain dan Qh Aktual

1550000

1510000

1470000

1430000

1390000

1350000 Qc Desain Qc Aktual


1310000

1270000

1230000

1190000

1150000
1-Jul-16 3-Jul-16 5-Jul-16 7-Jul-16 9-Jul-16 11-Jul-16 13-Jul-16 15-Jul-16

Gambar 4.2 Kurva perbandingan Qc Desain dan Qc Aktual

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 26
Kinerja suatu heat exchanger dapat dilihat dari banyaknya panas yang dipertukarkan.
Semakin besar panas yang dipertukarkan, maka semakin baik kinerja heat exchanger tersebut.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 4.1 bahwa panas yang dilepas oleh fluida
panas lebih kecil daripada panas yang dilepas pada keadaan desain. Hal ini disebabkan laju
alir (flowrate) fluida panas pada keadaan aktual lebih kecil dari pada desain dan suhu pada
keadaan aktual rata rata lebih kecil daripada suhu pada keadaan desain. Sedangkan pada
gambar 4.2 menunjukkan bahwa panas yang diterima pada keadaan aktual lebih besar
daripada keadaan desain, hal ini disebabkan karena suhu yang masuk dan keluar pada
keadaan desain lebih kecil daripada suhu yang masuk dan keluar pada keadaan aktual
sehingga memungkinkan menerima panas yang lebih tinggi.

4.2.2 Evaluasi koefisien perpindahan panas

800

700

600

500

400 Ud Desain Ud Aktual


300

200

100

0
1-Jul-16 3-Jul-16 5-Jul-16 7-Jul-16 9-Jul-16 11-Jul-16 13-Jul-16 15-Jul-16

Gambar 4.3 Kurva perbandingan Ud Desain dan Ud Aktual

3085

2585

2085

1585 Uc Desain Uc Aktual

1085

585

85
1-Jul-16 3-Jul-16 5-Jul-16 7-Jul-16 9-Jul-16 11-Jul-16 13-Jul-16 15-Jul-16

Gambar 4.4 Kurva perbandingan Uc Desain dan Uc Aktual

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 27
Koefisien Clean Overall (Uc) adalah hantaran perpindahan heat exchanger dalam
keadaan bersih, sedangkan Koefisien Dirt Overall (Ud) adalah hantaran perpindahan heat
exchanger dalam keadaan kotor. Secara teoritis nilai Uc harus lebih besar daripada nilai Ud.
Hal ini dikarenakan perpindahan panas saat heat exchanger dalam keadaan bersih lebih baik
daripada dalam keadaan kotor karena masih sedikitnya hambatan yang mengganggu saat
proses perpindahan panas terjadi. Hasil perhitungan Heat Exchanger 22 E 103 pada tanggal 1
Juli 2016 14 Juli 2016 yaitu untuk nilai rata - rata Uc sebesar 2430.839 J/m2 s oC sedangkan
untuk nilai rata rata Ud sebesar 454.7606 J/m2 s oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perhitungan sesuai dengan nilai teori yaitu nilai Uc lebih besar daripada nilai Ud.

Pada Gambar 4.3 bahwa Koefisien Dirt Overall (Ud) pada keadaan aktual mengalami
fluktuasi, terlihat bahwa nilai Ud aktual rata rata lebih besar dari nilai Ud desain yaitu sebesar
256.063 J/m2 s oC. Hal ini menandakan bahwa perpindahan panas pada keadaan aktual lebih
baik daripada keadaan desain. Sedangkan dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa Koefisien
Clean Overall (Uc) pada keadaan aktual lebih kecil dibandingkan pada keadaan desain. Hal
ini menandakan bahwa besarnya perpindahan panas dari keseluruhan alat sudah mengalami
penurunan dari desain yang dikehendaki. Hal ini akan terus mengurangi performa dari kinerja
Heat Exchanger 22 E 103 apabila terus digunakan tanpa adanya cleaning.

4.2.3 Evaluasi Faktor Pengotor

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 28
0

0 Rd Desain Rd Aktual
0

0
1-Jul-16 3-Jul-16 5-Jul-16 7-Jul-16 9-Jul-16 11-Jul-16 13-Jul-16 15-Jul-16

Gambar 4.5 Kurva perbandingan Rd Desain dan Rd Aktual


Fouling factor (Rd) merupakan parameter yang menunjukkan besarnya pengotor
dalam alat penukar panas yang diakibatkan oleh pembentukan lapisan pengotor yang
berdampak pada penambahan tahanan terhadap aliran panas. Lapisan ini terbentuk karena
adanya produk korosi dari alat penukar panas maupun terdapat endapan yang berasal dari
fluida kerja. Nilai Rd ini digunakan sebagai parameter perlu tidaknya heat exchanger
dibersihkan. Dari Gambar 4.5 menunjukkan nilai fouling factor (Rd) aktual tidak selalu lebih
besar dari nilai fouling factor (Rd) desain dapat dilihat bahwa nilai Rd desain yaitu 0.002218
m2 s OC/J sedangkan nilai Rd aktual rata rata sebesar 0.002008 m 2 s OC/J. Hal ini
menandakan bahwa Heat Exchanger 22 E 103 masih dalam kondisi baik. Adanya beberapa
nilai fouling factor (Rd) aktual yang lebih besar daripada nilai fouling factor (Rd) desain
dikarenakan pengotor yang terdapat pada alat tersebut masih belum permanen dan sewaktu-
waktu dapat terlepas dari dinding alat yang karena laju alirannya.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 29
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan data desain dan data aktual Tanggal 1
Juli sampai 14 Juli 2016, dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil perhitungan untuk kondisi aktual dan desain, nilai kalor fluida
panas (Qh) pada Heat Exchanger 22-E-103 mendapatkan hasil yang lebih kecil
dibandingkan dengan nilai kalor fluida dingin (Qc).
2. Nilai Koefisien Clean Overall (Uc) pada Heat Exchanger 22-E-103 baik pada data
desain maupun aktual lebih besar dibandingkan dengan nilai Koefisien Dirt Overall
(Ud).
3. Nilai fouling factor (Rd) aktual berfluktuasi disekitar nilai fouling factor (Rd) pada
keadaan desain.
4. Heat Exchanger 22-E-103 masih dalam kondisi baik karena pengotornya masih belum
permanen, tetapi untuk mendapatkan performa yang lebih baik dapat dilakukan
cleaning secara berkala.
5.2 Saran
Setelah mengevaluasi kinerja Heat Exchanger 22-E-103 pada Hydrogen Plant
Tanggal 1 Juli sampai 14 Juli 2016, adapun saran yang dapat diberikan, yaitu perlu
dilakukannya evaluasi kinerja Heat Exchanger 22-E-103 secara berkala sehingga dapat
diprediksi dan diketahui kapan Heat Exchanger tersebut harus di flushing, cleaning, ataupun
diganti untuk menjaga performa Heat Exchanger 22-E-103 menjadi lebih baik.

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 30
LAMPIRAN A
BLOK DIAGRAM

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional 2
A.1. Blok Diagram Hydrogen Plant

Gambar A.1. Blok Diagram Hydrogen Plant

52
LAMPIRAN B
DATA DESIGN DAN AKTUAL
22 E 103

52
B.1 Data Desain Heat Exchanger
Tabel B.1. Data Desain Heat Exchanger

DATA DESAIN
SHELL TUBE
PARAMETER
In Out In Out
Fluida Shift Product Gas Cooling Water
Total Liquid Entering (kg/hr) 111000 145700
Viscosity (cP) 0.012 0.011
o
Spesific Heat (kcal/kg C) 0.68 0.67
o
Thermal Conductivity (kcal/m.hr. C) 0.09
o
Temperature ( C) 50 40 33 40
3
Pressure (kg/m ) 24.1 4.5
Number Of Passes 2 4
Pressure Drop Calc/allowed (kg/cm2) 0.14/0.2 0.6/1.0
No Tube 710
OD Tube (in) 0.75
ID Shell (in) 34.6457
2 o
Total Fouling Factor (m .hr. C.kcal) 0.0002 0.0003
Heat Exchanger (kcal/hr) 1000000

B.2 Data Aktual Heat Exchanger


Tabel B.2. Data Aktual Heat Exchanger 1 Juli 2016 14 Juli 2016
Tanggal Shell Tube Berat Flow Inlet

52
Molekul
(kg/kmol)
In Out In Out Natural Gas Steam
(oC) (oC) o
( C) (oC) (kg/h) (kg/h)
7/1/2016 57.12 38.53 32.11 42 21.81 18896.07 66831.09
7/2/2016 46.49 33.74 30.42 42 21.81 18946.94 66693.90
7/3/2016 49.44 35.94 32.68 42 21.81 19105.25 66771.18
7/4/2016 49.33 35.81 32.16 42 21.81 19315.58 67366.42
7/5/2016 58.14 38.95 32.70 42 21.81 19171.46 67022.97
7/6/2016 56.95 38.76 32.95 42 21.81 18689.54 65674.49
7/7/2016 52.85 37.89 32.55 42 21.81 18660.37 65983.00
7/8/2016 50.08 34.88 31.39 42 21.81 18540.90 65504.87
7/9/2016 55.24 37.39 31.81 42 21.81 18568.04 66111.09
7/10/201
6 49.56 35.73 32.05 42 21.81 18638.47 65548.88
7/11/2016 48.39 35.59 32.52 42 21.81 18580.72 64986.99
7/12/201
6 52.62 36.6 32.61 42 21.81 18293.18 64829.72
7/13/201
6 49.5 35.16 31.69 42 21.81 18337.60 64202.41
7/14/201
6 47.9 35.05 31.99 42 21.81 18968.60 65695.19

LAMPIRAN C
DATA LITERATUR

52
C.1 Heat Exchanger and Condenser Data

Tabel C.1. Heat Exchanger and Condenser Data

52
C.2 LMTD Correction Factor for 2-4 Pass

52
Gambar C.2. LMTD Correction Factor For 2-4 Pass

C.3 Tube-Side Heat Transfer Curve

52
Gambar C.3. Tube Side Heat Transfer Curve

C.4 Tube-Side Friction Factors

52
Gambar C.4. Shell Side Heat Transfer Curve

52
LAMPIRAN D

52
D.1 Contoh Perhitungan Menggunakan Data Desain

D.1.1 Menghitung Qshell (Q Fluida Panas)


Diketahui :
kg
m = 111000 h

J
Cp = 26280.9 kg

Qshell = m x Cp
kg J
= 111000 h x 26280.9 kg

J
= 2917179900
h

J
= 810327.75 s

D.1.2 Menghitung Qtube (Q fluida Dingin)


Diketahui :
kg
m = 145700 h

J
Cp = 29307.6 kg

t = t2 t1
= (40 33) OC
= 7 oC
Qtube = m x Cp
kg J
= 145700 h x 29307,6
kg

J
= 4270117320 h

J
= 1186143.75 s

52
D.1.3 Log Mean Temperature Difference (LMTD) Correction
Diketahui :
T1 = 50 oC
T2 = 40 oC t2
t1 = 33 oC
t2 = 40 oC
t1 = (50 - 40) oC = 10 oC
t2 = (40 33) oC = 7 oC
t 1 t 2
LMTD=
t1
ln
t2

(107)
LMTD=
10
ln( )
7

= 8.41 oC

T 1T 2 5040
R= = =1.43
t 2t 1 4033

t 2t 1 4033
S= = =0.41
T 1t 1 5033

FT = 0,95 (Fig 19 Kern)


LMTDCorrect (t) = LMTD x FT
= 8.41 x 0.96
= 8.0736 oC

52
D.1.4 Flow Area (a)
D.1.4.1 Flow area sisi tube
Diketahui :
nt = 4
at = 0.302 in2 = 0.0001948 m2
Ntu = 710
N a
at = tu t '
nt

710 0.0001948 m2
at =
4

= 0.0346 m2
D.1.4.2 Flow area sisi shell
Diketahui :
ID = 880 mm = 0.88 m
PT = 25,4 mm = 0.0254 m
OD = 19,05 mm = 0.01905 m
C = PT OD
= (0.0254 0.01905) m
= 0.00635 m
B = 330 mm = 0.33 m
ID C ' B
a s=
PT

3
(0.88 x 0.00635 x 0.33) m
a s=
0.0254 m

= 0.0726 m2

52
D.1.5 Mass Velocity (G)
D.1.5.1 Mass velocity shell
Diketahui :
kg
Ws = 111000 h

as = 0.0726 m2
kg
111000
Ws h
G s= =
as 0.0726 m2
kg
1528925.62
= hm
2

kg
= 424.701 s m2

D.1.5.2 Mass velocity tube


Diketahui:
kg
Wt = 145700 h

2
at = 0.0346 m
kg
145000
Wt h
Gt = =
at 0.0346 m2
= 4212954.98

kg
2
hm

52
kg
= 1170.3 sm
2

D.1.6 Bilangan Reynolds (Re)


D.1.6.1 Bilangan reynold di shell
Diketahui :
De = 0,95 inch = 0.02413 m
kg
Gs = 424.701 s m2

= 0.0115 centipoise = 0.0000115 Pa s


D G s
s= e

kg
0.02413 m 424.701
s m2
s=
0.0000115 Pa s
= 891134.7

D.1.6.2 Bilangan reynold di tube


Diketahui :
D = 0.62 inch = 0.01575 m
kg
Gt = 1170.3 s m2

= 0.75252 centipoise = 0.00075252 Pa s

D x Gt
t =

kg
0.01575 m x 1170.3
s m2

0.00075252 Pa s
=
24490.1
6
D.1.7 Koefiseien perpindahan panas (h)
D.1.7.1 Koefisien Perpindahan Panas di tube (hi)
Diketahui :
jH = 80
J
k = 0.633 ms

D = 0,62 inch = 0.01575 m (Tab. 10 Kern)

52
J
Cp = 29307.6 Kg

= 0,75252 centipoise = 0.00075252 Pa s


ID = 0,62 inchi = 0.01575 m
OD = 19,05 mm = 0.01905 m

C p 13

k
k
hi /t = j H ( )
D

J
29307.6 x 0.00075252 Pa s 1
Kg
3
J
0.633
ms
J
0.633
m s
hi / t =80 ( )
0.01575 m

= 10502.52 J/s m2 oC
hio hi ID
=
t t OD

hio 0.01575 m
=10502.52 J /s m2
t 0.01905 m
= 8682.084 J/s m2 oC
D.1.7.2 Koefisien Perpindahan Panas di shell (ho)
Diketahui :
jH = 650
k = 0.10467 J/s m oC
De = 0,95 inch = 0,02413 m (Fig. 28 Kern)
Cp = 26280.9 J/kg
= 0,0115 centipoise = 0,0000115 Pa s
C p 13

k
k
ho /t= j H ( )
De
1
26280.9 J /kg x 0,0000115 Pa s 3

0.10467 J / s m
0.10467 J /s m
ho /t=650 ( ) x
0,02413 m

52
= 4014.98 J/s m2 oC

D.1.8 Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat Clean (Uc)


Diketahui :
ho
= 4014.98 J/s m2 oC
t
hio
= 8682.084 J/s m2 oC
t
hio ho
U c=
h io+h o
8682.084 J / s m2 4014.98 J / s m2
U c=
8682.084 J /s m 2 + 4014.98 J /s m 2
= 2745,39 J/s m2 oC

D.1.9 Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat ada pengotor (Ud)
Diketahui :
a = 0,1963 ft2/ft = 0.059832 m2/m
L = 6100 mm = 6.1 m
Nt = 710
J J
Q = 2917179900 h = 810327.75 s

t = 8.075

A = a x L x Nt
A = 0.059832 m2/m x 6.1 m x 710
= 259.133 m2

Q
Ud=
At
J
810327.75
s
2
259.133 m x 8.075

52
= 387.253 J/s m2 oC

D.1.10 Dirt Factor (Rd)


Diketahui :
Uc = 2745,39 J/s m2 oC
Ud = 387.253 J/s m2 oC

U c U d
Rd =
U c U d

2745,39 J /s m 2387.253 J /s m2
Rd =
2745,39 J / s m2 387.253 J /s m2
= 0.002218 m2 s oC / J

D.2 Contoh Perhitungan Menggunakan Data 1 Juli 2016

D.2.1 Menghitung Qshell (Q Fluida Panas)


Diketahui :
kg
mshell = 85727.156 h

J
Cp = 27167.44 kg

Qshell = m x Cp
kg J
= 85727.156 h x 27167.44 kg

J
= 2328986994
h

J
= 646940.83 s

D.2.2 Menghitung Qtube (Q fluida Dingin)


Diketahui :

52
mshell aktual
Asumsi: mtube = x mtubedesain
mshell desain

kg
85727.156
h kg
= x 145700
kg h
111000
h

kg
= 112526.5 h

J
Cp = 41397.6 kg

Qtube = m x Cp
kg J
= 112526.5 h x 413976.6
kg

J
= 4658330196 h

J
= 1293980.6 s

D.2.3 Log Mean Temperature Difference (LMTD) Correction


Diketahui :
T1 = 57.12 oC
T2 = 38.53 oC t2
t1 = 32.11 oC
t2 = 42 oC t
t1 = (57.12 - 42) oC = 15.12 oC
t2 = (38.53 32.11) oC = 6.42 oC

52
t 1 t 2
LMTD=
t
ln 1
t2

(15.126.42)
LMTD=
15.12
ln( 6.42 )
= 10.156 oC

T 1T 2 57.1238.53
R= = =1.88
t 2t 1 4232.11

t 2t 1 4232.11
S= = =0.395
T 1t 1 57.1232.11

FT = 0,95 (Fig 19 Kern)


LMTDCorrect (t) = LMTD x FT
= 10.156 oC x 0.96
= 9.75 oC

D.2.4 Flow Area (a)


D.2.4.1 Flow area sisi tube
Diketahui :
nt = 4
at = 0.302 in2 = 0.0001948 m2
Ntu = 710
N a
at = tu t '
nt

52
2
710 0.0001948m

4

= 0.0346 m2
D.2.4.2 Flow area sisi shell
Diketahui :
ID = 880 mm = 0.88 m
PT = 25,4 mm = 0.0254 m
OD = 19,05 mm = 0.01905 m
C = PT OD
= (0.0254 0.01905) m
= 0.00635 m
B = 330 mm = 0.33 m
ID C ' B
a s=
PT

3
(0.88 x 0.00635 x 0.33)m
a s=
0.0254 m

= 0.0726 m2

D.2.5 Mass Velocity (G)


D.2.5.1 Mass velocity shell
Diketahui :
kg
Ws = 85727.156 h

as = 0.0726 m2

52
kg
85727.156
Ws h
G s= =
as 0.0726 m2
kg
1180814.82
= hm
2

kg
= 328 s m2

D.2.5.2 Mass velocity tube


Diketahui:
kg
Wt = 112526.5 h

2
at = 0.0346 m
kg
112526.5
Wt h
Gt = =
at 0.0346 m
2

kg
= 3253735.6 hm
2

kg
= 903.815 sm
2

D.2.6 Bilangan Reynolds (Re)


D.2.6.1 Bilangan reynold di shell
Diketahui :
De = 0,95 inch = 0.02413 m
kg
Gs = 328 s m2

= 0.0115 centipoise = 0.0000115 Pa s


D G s
s= e

kg
0.02413 m328
s m2
s=
0.0000115 Pa s
= 688238

D.2.6.2 Bilangan reynold di tube


Diketahui :
D = 0.62 inch = 0.01575 m

52
kg
Gt = 903.815 sm
2

= 0.75252 centipoise = 0.00075252 Pa s


D x Gt
t =

kg
0.01575 m x 903.815
s m2

0.00075252 Pa s

= 18914.16
D.2.7 Koefiseien perpindahan panas (h)
D.2.7.1 Koefisien Perpindahan Panas di tube (hi)
Diketahui :
jH = 70
J
k = 0.634 ms

D = 0,62 inch = 0.01575 m (Tab. 10 Kern)


J
Cp = 41397.6 Kg

= 0,75252 centipoise = 0.00075252 Pa s


ID = 0,62 inchi = 0.01575 m
OD = 19,05 mm = 0.01905 m

C p 13

k
k
hi /t = j H ( )
D

J
41397.6 x 0.00075252 Pa s 1
Kg
3
J
0.634
m s
J
0.634
m s
hi / t =70 ( )
0.01575 m

= 10321.9 J/s m2 oC

52
hio hi ID
=
t t OD

hio 0.01575 m
=10321.9 J / s m2 x
t 0.01905 m
= 8533.85 J/s m2 oC

D.2.7.2 Koefisien Perpindahan Panas di shell (ho)


Diketahui :
jH = 560
k = 0.10467 J/s m oC
De = 0,95 inch = 0,02413 m (Fig. 28 Kern)
Cp = 27167.44 J/kg
= 0,0115 centipoise = 0,0000115 Pa s
C p 13

k
k
ho /t= j H ( )
De
1
27167.44 J /kg x 0,0000115 Pa s 3

0.10467 J /s m
0.10467 J / s m
h o /t =560 ( )x
0,02413m
= 3497.527 J/s m2 oC

D.2.8 Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat Clean (Uc)


Diketahui :
ho
= 3497.527 J/s m2 oC
t
hio
= 8533.85 J/s m2 oC
t
hio ho
U c=
h io+h o
8533.85 J /s m2 3497.527 J /s m 2
U c=
8533.85 J / s m2 +3497.527 J /s m2
= 2480.71 J/s m2 oC

52
D.2.9 Koefisien Perpindahan Panas Overall pada saat ada pengotor (Ud)
Diketahui :
a = 0,1963 ft2/ft = 0.059832 m2/m
L = 6100 mm = 6.1 m
Nt = 710
J J
Qshell = 2328986994 h = 646940.8316 s

t = 9.75

A = a x L x Nt
A = 0.059832 m2/m x 6.1 m x 710
= 259.133 m2

Q
Ud=
At
J
646940.8316
s
2
259.133 m x 9.75
= 256.064 J/s m2 oC

D.2.10 Dirt Factor (Rd)


Diketahui :
Uc = 2117.053 J/s m2 oC
Ud = 2480.71 J/s m2 oC

U c U d
Rd =
U c U d

2480.71 J /s m2 256.064 J /s m2
Rd = 2
2480.71 J / s m2 256.064 J / s m
= 0.0035 m2 s oC / J

52
DAFTAR PUSTAKA

Kern, Donald Q, 1965. Process Heat Transfer. Mc Graw Hill Book, New York.

Perry, Robert. 1997. Chemical Engineers' Handbook. Mc Graw Hill Book Company : Tokyo

52

You might also like