You are on page 1of 2

A.

Kondisi Tektonik Borneo

Gambar. Setting Lempeng Tektonik Borneo dan Sundaland (Hall et al., 2008).
Kondisi tektonik Kalimantan hingga kini masih merupakan teka-teki dalam
pembahasan kondisi geologi Indonesia. Hasil penelitian para ahli, hingga kini belum
menemukan data yang lebih konkrit untuk mengungkap evolusi tektonik di Pulau ini.
Berbagai model tektonik telah dibuat, namun belum mampu mrunut geokronologi atau setting
tektonik pulau ini. Minimnya publikasi adalah menjadi kendala untuk memecahkan teka teki
tektonik di pulau ini.
Namun, prakira dapat dijelaskan sebagai berikut: Borneo menurut Amiruddin (2009)
mengalami dobol Subduksi. Subduksi pertama diperkirakan terjadi selama Jurasik Awal-
Kapur Awal dimana terjadi penunjaman ke selatan Lempeng Timur Laut (proto Laut China
Selatan) ke bawah kerak benua (Sundaland) di selatan pada Kapur Awal, membentuk ofiolit
dan batuan oceanic terdeformasi kuat sebagai melange dan formasi campur aduk (bancuh)
yang terbentang dari Sambas di barat hingga Monkaliat di Timur. Penunjaman ini diikuti
oleh pembentukan busur magmatik tepi benua yang dikenal sebagai Batholit Schwaner,
Ketapang dan Singkawang dan juga batuan volkanic. Subduksi selama Jurasik Awal-Kapur
Awal ini diperoleh berdasarkan hasil metode K-Ar terhadap biotit dan hornblenda pada
granitoid yang di ambil di Pegunungan Scwaner, dan diketahui bahwa umur granitoid
tersebut adalah berkisar dari 157 77 juta tahun yang lalu (Jurasik Awal-Kapur Awal).
Namun, sebenranya itupun hanya menunjukan waktu magmatisme di daerah ini. Sehingga
awal tektoniknya mungkin masih lebih tua lagi dari magmatisme. Magmatisme yang
berlangsung di zaman Kapur ditunjukan pula dengan adanya metatonalit yang memiliki
karakter yang sama dengan granitoid Kapur. Magma dari metatonalit ini diketahui bermur
Triassik Akhir (2333 juta tahun yang lalu), yang didasarkan pada hasil pengukuran umur
menggunakan metode LA-ICP-MS Zirkon U-Pb pada bagian tengah (core) zirkon pada
tonalit oleh Setiawan et al. (2011).
Subduksi yang kedua berkenaan dengan pembentukan Kompleks Meratus, juga
diperkirakan Jura Awal-Kapur Awal, dimana kerak samudera Lempeng Indo-Australia
bergerak ke utara dan tertunjam ke bawah tepi tenggara Sundaland (Lempeng Eurasia)
membentuk zona subduksi yang terdeformasi tinggi dan zona percampuran antara batuan
kerak samudera dan kerak benua membentuk melange dan atau formasi campur aduk
(bancuh) di daerah ini. Kompresi yang ditimbulkan ini memegang peranan penting terhadap
proses metamorfisme di komplkes ini. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran umur dengan
metode K-Ar oleh Wakita et al. (1998) pada muskovit dalam sekis di kompleks ini, yang
diketahui bahwa metamorfisme pada Kompleks Meratus terjadi pada rentang umur 110 180
juta tahun yang lalu (Jura Awal-Kapur Awal). Berdasarkan hasil studi terhadap evolusi
matamorfisme di kompleks ini, dimana prograde dari batuan metamorf yang dijumpai di
kompleks ini memiliki fasies sekis hijau yang berarti terbentuk pada low-temperatur dan
high-pressure dengan puncak metamorfismenya berupa fasies epidote amphibolte, Setiawan
et al. (2015) juga berkesimpulan subduksi tersebut bertanggung jawab terhadap kondisi
metamorfisme di daerah ini.
Untuk memecahkan teka-teki setting tektonik Borneo dibutuhkan lebih banyak studi
petrologi dan geokronologi yang konkrit di berbagai tempat di pulau ini.

Amiruddin, 2009, Creceous Orogenic Granite Belts, Kalimantan, Indonesia, JSDG, Vol.
19., No. 3., pp 167-176.
Hall, R., van Hattum, M.W.A., Spakman, W., 2007, Impact of IndiaAsia collision on SE
Asia: The record in Borneo, Tectonophysics Jurnal, 451 (2008) 366389,
www.elsevier.com/locate/tecto
Wakita, K., Miyazaki, K., Zulkarnain, I., Sopaheluwakan, J., Sanyoto, P., 1998, Tectonic
implications of new age data for the Meratus Complex of south Kalimantan, Indonesia,
The Island Arc (1998) 7, 202-222.

You might also like