Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
MARSAID 116070300111001
MARFUAH 116070300111004
ACHMAD KUSYARI 116070300111005
PENI PERDANI J. 116070300111011
CIPTO SUSILO 116070300111014
SAIFUL NURHIDAYAT 116070300111018
FILIA ICHA 116070300111021
LATIFIYAN NURNANINGTIYAS 116070300111024
Secara geografis Indonesia terletak di zona tropis yang memilik dua musim yaitu
musim panas dan musim hujan yang ditandai dengan perubahan ekstrim cuaca, suhu dan arah
angin. Kondisi ini memiliki potensi untuk menciptakan bahaya hidrometeorologi seperti
banjir dan kekeringan. Di Indonesia banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap
tahun terutama pada musim hujan. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian
barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia
bagian Timur. Populasi penduduk Indonesia yang semakin padat yang dengan sendirinya
membutuhkan ruang yang memadai untuk kegiatan penunjang hidup yang semakin
meningkat secara tidak langsung merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya banjir.
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering
mengakibatkan hilangnya nyawa, kerugian harta, dan benda.
Bencana memiliki sifat tidak dapat diprediksi serta dapat menimbulkan jatuhnya
banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan
merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Menurut BNPB selama tahun
2011 bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian, dimana sekitar 89% adalah bencana
hidrometerologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung dan gelombang
pasang, dimana yang paling banyak adalah banjir (403 kejadian). Korban jiwa yang
meninggal akibat banjir adalah 160 orang dan jumlah orang yang mengungsi akibat banjir
mencapai 279.523 orang (www.centroone.com , 2011).
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya
peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh
faktor alam berupa curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu
faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat
(pemukiman di daerah bantaran sungai dan daerah resapan air) penggundulan hutan,
pembuangan sampah kedalam sungai dsb.
Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah
terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban
bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Ditingkat nasional ditetapkan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), di tingkat
daerah BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) tingkat I untuk propinsi dan tingkat
II untuk Kabupaten, dimana unsur kesehatan tergabung didalamnya. Sejak tahun 2000
Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra
rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan
lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat
dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan
perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsur pengamanan (kepolisian) dan
unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu
memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang
dituju. Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan
pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS sehingga diperlukan penanganan terpadu dan
pengaturan dalam system maka ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-hari dan
bencana) dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah manajemen bencana banjir di Indonesia
1.5.1. Bab 1 : Pendahuluan, yang mencakup latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai
kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup
berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah
hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia
juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah
bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan
sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya
(www.bnpb.go.id, 2012).
Menurut Bakornas BNPB, 2012, yang harus dilakukan sebelum banjir meliputi:
Di Tingkat Warga
Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar
Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas
dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat
terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda.
Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan
banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir.
Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk
pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi.
Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari
informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.
Di Tingkat Keluarga
Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah
hujan dan posisi air pada pintu air.
Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan
lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.
Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi,
gula, kopi, teh dan persediaan air bersih.
Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza.
Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan,
sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil.
Yang harus dilakukan saat banjir:
Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran
listrik di wilayah yang terkena bencana,
Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan
untuk diseberangi.
Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera
mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana
seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.
Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir
Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan
gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.
Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang
sering berjangkit setelah kejadian banjir.
Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang
penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.
Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.
Gambar 1 : The Disaster Management Cycle
Siklus manajemen bencana adalah sebagai berikut :
1. BENCANA /DISASTER
Menurut UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Ada 3 macam
bencana, yaitu :
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.
b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
2. RESPONSE
Fase respon ini merupakan implementasi dari rencana kegiatan penanggulangan bencana
yang meliputi tindakan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kerusakan harta
benda, serta menjaga lingkungan selama keadaan bencana. Fase respon ini merupakan
tindakan dari perencanaan yang telah dibuat.
3. RECOVERY
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Selain itu, recovery ini
merupakan kegiatan untuk menggali komunitas/masyarakat untuk kembali pada perasaan
yang normal setelah bencana.
4. MITIGATION
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Selain itu mitigasi adalah aktifitas untuk mengurangi kemungkinan
timbulnya bahaya atau bencana.
5. RISK REDUCTION
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun
kerentanan pihak yang terancam bencana. Selain itu Risk reduction merupakan suatu
antisipasi untuk mengukur dan kegiatan yang dapat digunakan untuk menghindari resiko
lebih lanjut dari bencana.
6. PREVENTION
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun
kerentanan pihak yang terancam bencana. Mencegah /prevention juga merupakan
kegiatan menghindari bencana pada 11 jam.
7. PREPAREDNESS / kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang. Fase ini mengakhiri implementasi/operasi, sistem peringatan
dini dan membangun kapasitas yang ada sehingga populasi/masyarakat akan berespon
sesuai ketika peringatan dini diberikan.
C. Pascabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:
a. Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
4) Pemulihan sosial psikologis
5) Pelayanan kesehatan
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik
7) Pemulihan sosial ekonomi budaya
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban
9) Pemulihan fungsi pemerintahan
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. Rekonstruksi
dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana
5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha, dan masyarakat
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
SPGDT adalah Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur,
pelayanan pra RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat
yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan
sistem komunikasi. Sistem ini juga merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor)
dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk
menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana
maupun sehari-hari. pela-yanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS,
RS dan antar RS.
Injury & Pre Hospital Stage Hospital Stage Rehabilitation
Dissaster
b. BSB.
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana.
Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, RS), petugas medis (perawat,
dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang
ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
c. Pelayanan Ambulans.
Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh
kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu. Pembinaan dilakukan pada berbagai
pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat,
awam khusus. Penyuluhan bagi awam.
a. Koordinasi, komando.
Kegiatan koordinasi dan komando melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif
dan efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung
pelayanan kesehatan bagi korban.
c. Simulasi
Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah dapat
diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
Yang perlu dilakukan dalam system pelayanan medik di rumah sakit adalah
b. Perlu Hospital Disaster Plan, untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
c. Transport intra RS
BAB III
PEMBAHASAN
Di Indonesia banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun terutama pada
musim hujan, sehingga ketika musim hujan telah datang walaupun belum merata dan
berlangsung hanya beberapa saat, sebagian masyarakat Indonesia sudah mengalami
kepanikan, khususnya masyarakat yang berada didaerah rawan banjir. Selain itu, kedalaman
air pada bencana banjir juga membuat kondisi seseorang sangat rentan karena mempengaruhi
kondisi fisik maupun mental seseorang. Kelelahan, stres dan kondisi yang tidak sehat
menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit. Kerugian yang ditimbulkan tidak saja
materi tetapi juga jiwa manusia. Ketika banjir telah datang akan timbul berbagai macam
masalah salah satunya adalah timbul banyak pengungsi yang menempati barak-barak dan
tempat penampungan darurat (Kusumaratna, 2003).
Sebagian besar keadaan lingkungan ditempat pengungsian juga bermasalah yaitu
sangat tidak memadai, terlalu padat, ventilasi udara minim, fasilitas yang ada kurang, dan
keterbatasan sumber air minum bersih. Tidak hanya masalah tempat pengungsian saja,
masalah banjir juga berdampak pada kesehatan. Di salah satu puskesmas kecamatan di
Jakarta, kota yang sering menjadi langganan banjir, ditemukan penyakit yang banyak diderita
para korban banjir adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit dan 12% penyakit diare
dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan
lanjut usia adalah ISPA dan kulit. Sedangkan tenaga kesehatan di posko kesehatan banjir
adalah dokter, dokter muda dan paramedis (Kusumaratna, 2003). Oleh karena itu, untuk
mencegah semua permasalahan tersebut sangat penting di tiap-tiap daerah yang rawan banjir
dilakukan manajemen banjir dimana tidak hanya dilakukan saat terjadi bencana tetapi
sebelum terjadinya banjir.
Terjadinya serangkaian bencana banjir dalam kurun waktu yang relatif pendek dan
selalu terulang setiap tahunnya menuntut upaya lebih besar untuk mengantisipasinya
sehingga kerugian yang ditimbulkannya dapat diminimalkan. Kebijakan sektoral, sentralistik,
dan top-down tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
global yang menuntut adanya desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder terutama
masyarakat yang terkena dampak bencana (Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UI,
2003). Selain itu, penanggulangan banjir di Indonesia mencakup kegiatan yang sangat
kompleks dan bersifat lintas sektor. Oleh karena itu agar penanggulangan banjir lebih
integratif dan efektif maka diperlukan tidak hanya koordinasi ditingkat pelaksanaan tetapi
juga tingkat di tingkat perencanaan kebijakan, termasuk partisipasi masyarakat dan
stakeholder (Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UI, 2003).
Selama ini jika diamati penanganan bencana di Indonesia terfokus pada respon
darurat saja. Gerakan bantuan yang dikoordinasi masyarakat awam terfokus pada
penggalangan bantuan untuk kondisi darurat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan bencana di Indonesia selalu menggunakan pendekatan yang bersifat
responsif, yakni baru melakukan upaya penanganan pada saat dan setelah terjadi bencana itu
terjadi. Namun, saat ini telah terjadi pergeseran paradigma penanggulangan bencana tersebut
dari yang bersifat responsif menjadi preventif, yakni melakukan upaya-upaya yang
mengutamakan pengurangan resiko bencana, melalui upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan sebelum terjadinya bencana (Maarif, 2010). Oleh karena itu, penanggulangan
bencana tidak hanya bersifat reaktif (baru melakukan setelah terjadi bencana), tetapi
penanggulangan bencana juga bersifat antisipatif dengan melakukan pengkajian dan tindakan
pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana. Untuk penanganan
bencana juga meliputi pra bencana, pada saat terjadi bencana, dan pasca bencana. Selain itu,
manajemen bencana juga bukan hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja,
melainkan juga perlu melibatkan peran masyarakat luas. Maka inilah yang dinamakan
penanganan bencana berbasis masyarakat.
Menurut Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2011,
penanggulangan bencana berbasis masyarakat merupakan upaya terorganisir atas kegiatan
masyarakat dalam penanggulangan bencana yang dimulai dari sebelum, pada saat dan
sesudah bencana dengan cara mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal baik berbentuk
sumber daya manusia yang terlatih (skilled), alam dan sarana dan prasarana yang ada pada
masyarakat tersebut dengan tujuan mengurangi risiko/dampak yang mungkin timbul akibat
peristiwa bencana.
Kampung Siaga Bencana (KSB) adalah suatu model penanggulangan bencana
berbasis masyarakat yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial bersama dengan masyarakat
untuk mewadahi kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh masyarakat,
dibentuk di daerah rawan bencana dengan cara melibatkan seluruh elemen yang ada pada
masyarakat, dimana prinsip utama pelaksanaan KSB adalah mengutamakan kemandirian
masyarakat. Pada dasarnya kegiatan Kampung Siaga Bencana menekankan pentingnya
kesiapsiagaan menghadapi bencana. Artinya kesiapsiagaan masyarakat menjadi pokok
kegiatan KSB. Karena dengan kesiapsiagaan masyarakat dapat merencanakan suatu tindakan
untuk mengurangi akibat suatu bencana. Namun demikian bencana memiliki sifat tidak
terduga (unpredictable) sehingga kesiapsiagaan saja belum cukup. Tim Kampung Siaga
Bencana penting untuk mempersiapkan kegiatan baik sebelum bencana, pada saat dan pasca
bencana, sebagai bagian tak terpisahkan antar tahap satu dengan tahap lainnya (Direktorat
Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, 2011).
Kampung Siaga Bencana merupakan program nasional yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Dalam KSB ini masyarakat yang berada di daerah rawan bencana
diberdayakan dengan cara meningkatkan kapasitas mereka dan sekaligus menginisiasi adanya
suatu prasarana penanggulangan bencana tingkat komunitas seperti Lumbung Sosial
Penanggulangan Bencana, Gardu Sosial yang didalamnya dilengkapi cara-cara lokal
(setempat) dalam menanggulangi bencana serta identifikasi potensi dan sumberdaya lokal
untuk penanggulangan bencana (Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam,
2011). Menurut tahapnya, kegiatan Kampung Siaga Bencana dapat dibedakan menjadi tiga
tahap, yaitu sebelum, pada saat dan sesudah bencana.
1. Sebelum bencana
Kegiatan sebelum bencana berfokus pada pengenalan dan potensi sumberdaya yang
ada pada masyarakat, ancaman dan resiko bencana yang mungkin timbul akibat suatu
peristiwa bencana serta mempersiapkan masyarakat sewaktu-waktu terjadi bencana
(kesiapsiagaan). Merencanakan kegiatan sebelum bencana yang meliputi:
a. Mempersiapkan pembagian tugas/seksi Tim Kampung Siaga Bencana
b. Menyususun dan melaksanakan kegiatan gladi/simulasi penanggulangan bencana
c. Menyusun SOP mencakup beberapa aspek penting yaitu:
1) Kerawanan bencana
2) Pembagian tugas yang terdiri dari seksi-seksi
3) Menyusun jalur evakuasi
4) Metode Evakuasi masyarakat pada saat ada potensi bencana dan saat bencana
5) Metode penanganan korban bencana yang memiliki permasalahan kesejahteraan
sosial (kelompok rentan) seperti ibu hamil, anak-anak, penyandang cacat dan lansia.
6) Pendirian tenda dan atau shelter
7) Pendirian Dapur Umum Lapangan
8) Lokasi Pusat Kendali Lapangan
9) Pengujian SOP
2. Pada saat bencana
Tindakan Tim Kampung Siaga Bencana berfokus pada pemberian pertolongan
langsung kepada korban bencana yaitu mempraktekkan apa yang sudah disusun sebelum
bencana. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada saat terjadi bencana oleh Tim
Kampung Siaga Bencana meliputi antara lain:
a. Mempersiapkan tugas setiap seksi (tim).
Untuk pembentukan seksi/bagian paling tidak terdapat beberapa bagian seksi yaitu:
1) bagian evakuasi
3) bagian logistik
5) Bagian komunikasi
b. Membantu menangani korban bencana seperti mempersiapkan dan atau mendirikan
tenda, dapur umum umum lapangan, pos komunikasi terpadu, mengurus jenazah,
menolong orang yang mengalami gangguan jiwa.
Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian saat terjadi bencana:
a. Penanganan Korban Bencana
b. Penanganan Jenazah
c. Mendirikan tenda atau shelter
d. Pencarian orang hilang
e. Pendampingan terhadap kelompok rentan
3. Sesudah bencana
Pasca bencana berkaitan erat dengan kegiatan pemulihan. Sebelum meminta bantuan dari
pihak luar Tim Kampung Siaga Bencana dapat mengidentifikasi sumberdaya lokal yang
mungkin dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana seperti:
a. Sumber daya alam (mata air bersih)
e. Makanan yang bersifat lokal (sagu, lauk pauk, singkong, gaplek, ubi, dan nasi
jagung dll)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam. (2011). Petunjuk Teknis Kampung
Siaga Bencana (KSB). http://www.depsos.go.id/
Kusumaratna, rina. 2003. Profil Penanganan Kesehatan Selama dan Sesudah Banjir di
Jakarta. J Kedokteran Trisakti, 22(3), 92-95
Maarif, syamsul. 2010. Bencana dan Penanggulangannya Tinjauan dari Aspek Sosiologis.
Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 1(4), 4
Tujuan :
1. Adanya acuan dalam penyelenggaraan Kampung Siaga Bencana yang sesuai dengan kebijakan Kemente
2. Terimplementasinya pelaksanaan Kampung Siaga Bencana yang sinergis antara Pusat, Provinsi dan Kab
Dasar Hukum:
1. UU No.32 tahun 2004
2. UU No.33 tahun 2004
3. UU No.17 tahun 2007
4. UU No.25 tahun 2004
5. UU No.24 tahun 2007
6. UU No.11 tahun 2009
7. UU No.13 tahun 2011
8. UU No.58 tahun 2005
9. UU No.65 tahun 2005
10. PP No.38 tahun 2007
11. PP No.21 tahun 2008
12. PP No.7 tahun 2008
13. PP No.54 tahun 2010
14. PP No.129/HUK/2008
15. PP No.111/HUK/2009
16. PP No.80/HUK/2010
17. PP No.86/HUK/2010
18. Permensos No.128 tahun 2011
SIKLUS
N
PENANGGULANGAN PENGERTIAN PROSE
O
BENCANA
Berfokus pada pengenalan potensi dan a. Merperkirakan resiko bencana ban
sumberdaya yang ada pada masyarakat, 1. Membuat profil desa
ancaman dan resiko bencana yang 2. Penilaian ancaman : jenis
1 Pra Bencana mungkin timbul akibat suatu peristiwa kekuatan,kecepatan, frek
bencana serta mempersiapkan kedatangan/timbulnya ba
masyarakat sewaktu-waktu terjadi 3. Penilaian kerentanan dan
bencana (kesiapsiagaan) 4. Penilaian besarnya resiko
b. Mempersiapkan pembagian tugas
Tim Peringatan Dini
Tim Evakuasi
Tim Komunikasi
Tim Pengungsian
c. Penyusunan dan pelaksanaan kegi
banjir
d. Penyusunan SOP yang mencakup
Kerawanan bencana banjir
Pembagian tugas yang terdir
Metode evakuasi masyarakat
Metode penanganan korban b
ibu hamil, anak-anak penyan
Pendirian tenda dan atau she
Pendirian dapur umum lapan
Lokasi pusat kendali lapanga
Pengujian SOP
2 Saat bencana Pemberian pertolongan langsung a. Mempersiapkan tugas setiap seksi
kepada korban bencana yaitu Bagian evakuasi
mempraktekkan apa yang sudah Bagian dapur umum
disusun sebelum bencana banjir Bagian logistik
Bagian hunian sementara
Bagian komunikasi
b. Membantu menangani korban ben
Penanganan korban bencana
untuk menentukan pemberian
1. KR = kritis
Perawatan langsung, korb
ke rumah sakit terdekat
2. DR = darurat
Perawatan segera, korban
meringankan penderitaan
terdekat
3. NK = Non-kritis
Bisa menunggu perawata
ditempatkan ditempat ter
4. TH = Tanpa harapan
Meninggal atau tidak bis
ditempatkan dilokasi khu
Penanganan jenasah
Pendirian tenda dan atau she
c. Pencarian orang hilang
d. Pendampingan terhadapa kelomp
tahun, perempuan hamil dan menyus
sakit yang memerlukan transportasi
3 Pasca bencana Kegiatan pemulihan Menganalisa kebutuhan seperti:
a. Tempat tinggal atau beratap (
3,5 m2)
b. Air bersih untuk minum dan
c. Penyimpanan bantuan
d. Kebutuhan rasa aman
e. Penerangan listrik
f. Konsultasi kejiwaan (psikolo