Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar pembaca mengetahui tentang kebutaan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari kebutaan
2. Mengetahui klasifikasi penyakit yang dapat menyebabkan kebutaan
3. Mengetahui etiologi dari jenis penyakit kebutaan
4. Mengetahui gejala klinis jenis penyakit kebutaan
5. Mengetahui patofisiologi dari jenis penyakit kebutaan
6. Mengetahui morbiditas dan mortalitas dari jenis penyakit kebutaan
7. Mengetahui penatalaksanaan dari jenis penyakit kebutaan
1.3. Manfaat
1.3.1 Manfaat praktis :
Untuk penulis, menambah wawasan tentang kebutaan
1.3.2 Manfaat teoritis :
1. Membantu pembaca agar lebih mengetahui tentang kebutaan
2. Sebagai referensi bagi pembaca tentang kebutaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutaan adalah buta yang tidak reversibel yang tidak dapat diperbaiki
secara medis. Keadaan ini terjadi bilamana terdapat kerusakan pada selaput jala
mata atau saraf penglihatan.
Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebab mungkin suatu
penyakit yang masih dapat diperbaiki
Hampir buta
Penglihatan kurang dari empat kaki untuk menghitung jari
Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu
Harus menggunakan alat nonvisual
Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali
Seluruhnya tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata
Dikutip dari: James, 2006
Katarak
Glaukoma
Trakoma
Onchocersiasis
Xeropthalmia
2.3.2 Glaukoma
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik
(neuropati optik) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular pada
papil saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting.
Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam
penglihatan jika lapang pandang sentral terkena. (Ilyas, 2008)
2.3.3 Trakoma
Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh
Chamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun
dapat mengenai semua umur. Penularan trakoma adalah melalui kontak langsung
dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat sehari-hari.
Masa inkubasi trakoma yaitu 514 hari.
Trakoma menyebabkan keratokonjungtivitis bilateral, biasanya pada masa
kanak-kanak dan menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea pada masa
dewasa yang apabila parah menyebabkan kebutaan. Sekitar 400 juta kasus
pengidap trakoma, sebagian besar berada di Afrika, Timur Tengah dan Asia.
(Ilyas, 2008)
2.3.4 Onkoserkiasis
Onkoserkiasis adalah negleted tropical disease (NTD) yang disebabkan oleh
cacing parasit Onchocerca volvulus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
berulang oleh lalat blackflies (lalat hitam) dari genus Simulium. Onkoserkiasis
disebut river blindness karena lalat hitam yang mentransmisikan hidup, infeksi,
dan keturunan di aliran sungai yang deras sehingga air dan habitat sungai yang
terinfeksi dapat mengakibatkan kebutaan penderita. (James, 2006)
2.3.5 Xeroftalmia
Kasus anak tunanetra 1,5 juta di dunia, di antaranya sekitar 1 juta hidup di
Asia dan sekitar 300 000 di Afrika.
Xeroftalmia disebabkan oleh hipovitaminosis A. Secara klinis, terjadi
xerosis konjungtiva dengan bercak bitot yang khas dan perlunakan kornea
(keratomalasia) yang dapat menyebabkan perforasi kornea. (Untoro, 2003)
7
Gambar 1. Katarak
8
2.4.2 Glaukoma
Gejala dan tanda pada glaukoma sudut terbuka kronis biasanya tidak
bergejala dan terjadi peningkatan tekanan intraokular pada penderita. Defek
lapang pandang dan lempeng optik mengalami cupping juga akan terjadi bila
katarak tidak mendapatkan penanganan yang baik dengan segera (James, 2003).
Gambar 2. Glaukoma
Dikutip dari: Ilyas, 2001
2.4.3 Trakoma
Pada kasus trakoma gejala pada individunya yaitu perasaan gatal pada
mata, mata berair, dan fotopobia. Terdapat tanda lain seperti adanya papil,
folikel, sikatriks pada tarsus atas, dan adanya pannus.
9
Gambar 3. Trakoma
Dikutip dari: Ilyas, 2001
2.4.4 Onkoserkiasis
Kasus onkoserkiasis biasanya tidak mengalami gejala, karena larva dapat
bermigrasi melalui tubuh manusia tanpa memprovokasi respon dari sistem
kekebalan tubuh. Kasus dengan gejala onkoserkiasis berupa ruam kulit gatal,
nodul bawah kulit, dan perubahan penglihatan. Gejala klinisnya dapat timbul
pembengkakan kelenjar getah bening yang tidak terasa sakit, tetapi ini tidak
umum terjadi. Gejala pada kebanyakan onkoserkiasis disebabkan oleh respons
tubuh terhadap larva yang mati atau sekarat. Peradangan yang disebabkan di
kulit, selain menyebabkan gatal-gatal, dapat mengakibatkan kerusakan jangka
panjang pada kulit. Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang
menghasilkan penampilan kulit totol seperti "kulit leopard" dan dapat
menyebabkan penipisan pada kulit dengan hilangnya jaringan elastis kulit.
Peradangan yang disebabkan oleh larva yang mati di mata penderita hasil
awalnya akan menyebabkan lesi reversibel pada kornea. Tidak mendapatkan
penanganan yang baik, lesi reversibel kornea akan menimbulkan pengaburan
permanen pada kornea sehingga mengakibatkan kebutaan. Lesi tersebut juga
dapat menimbulkan peradangan pada saraf optik yang mengakibatkan
kehilangan penglihatan terutama penglihatan perifer dan akhirnya kebutaan.
10
Gambar 4.
Onchocersiasis.
2.4.5 Xerophtalmia
Gejala klinis diferensiasi vitamin A (DVA) pada mata akan timbul bila
tubuh mengalami DVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih
cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, infeksi saluran nafas
akut (ISPA) dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis DVA pada mata sebagai berikut :
1. XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
2. XIA : xerosis konjungtiva
3. XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
4. X2 : xerosis kornea
5. X3A: keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
6. X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
7. XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
8. XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.
Gambar 5. Xeroftalmia
Dikutip dari: James, 2006
Penglihatan pasien perlahan akan berkurang. Mata tidak merah atau tenang
tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik.
Pada pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila
proses berjalan progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk
melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupil dilebarkan sehingga dapat di
diferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya dapat berupa:
12
2.5.2 Glaukoma
2.5.2.1 Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Lensa kontak khusus (lensa gonioskopi) yang diletakkan pada kornea yang
mengalami glaukoma dapat membantu melihat sudut iridokornea dengan
bantuan slit lamp. Glaukoma sudut terbuka, struktur jalinan trabekula terlihat
normal namun terjadi peningkatan tekanan okular. Penyebab obstruksi aliran
keluar antara lain:
1. Penebalan lamela trabekula yang mengurangi ukuran pori
2. Berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas
3. Peningkatan bahan ekstraseluler pada lipatan jaringan trabekula
optik pada pasien inisecara tidak biasa rentan terhadap tekanan intraokular dan
atau memiliki aliran darah intrinsik yang berkurang.
Tekanan intraokular dapat meningkat tanpa adanya kerusakan visual atau
cupping lempeng optik patologis (hipertensi okular). Pasien-pasien ini
mempresentasikan ujung ekstrim kisaran normal tekanan introkular namun
sebagian kecil pasien ini kemudian akan mengalami glaukoma (James, 2006).
Glaukoma sekunder juga dapat disebabkan oleh trauma tumpul mata yang
merusak sudut (resesi sudut). Penutupan sudut juga dapat menjadi penyebab
pada beberapa kasus glaukoma sekunder (James, 2006):
1. Pembuluh darah iris abnormal dapat mengobstruksi sudut dan
menyebabkan iris melekat pada kornea perifer, sehingga menutup sudut
14
2.5.3 Trakoma
Trakoma mempunyai empat stadium pada trakoma berdasarkan klasifikasi
Mc Callan yaitu:
1. Stadium satu: insipien, dimana terlihat folikel kecil (prefolikel) pada
konjungtiva tarsal atas.
2. Stadium dua: nyata (established) terbagi menjadi dua yaitu dengan folikel
nyata dan dengan papil yang nyata. Pada stadium ini terlihat infiltrate
disertai dengan neovaskularisasi di bagian atas kornea yang disebut
sebagai pannus, infiltrat ini dapat superficial ataupun subepitelial.
3. Stadium tiga: terdapatnya jaringan parut pada konjungtiva tarsal atau
cekungan Herbert pada limbus atas akibat terbentuknya jaringan parut
pada folikel limus atas, pada stadium ini pannus masih aktif.
4. Stadium empat: terjadinya jaringan parut sempurna pada konjungtiva tarsal
atas dengan hilangnya tanda radang pada kornea atau pannus.
2.5.4 Onkoserkiasis
Para blackflies (lalat hitam) yang mengirimkan gigitan parasit biasanya
pada saat siang hari. Jika blackflies menggigit individu yang terinfeksi, larva
onkoserkiasis dapat dicerna oleh blackflies setelah mereka bermigrasi ke otot-
16
otot sayapnya. Larva berkembang di dalam lalat dan menjadi infektif bagi
manusia di sekitar 10 sampai 12 hari. Larva bermigrasi ke bagian penggigit dari
lalat di mana mereka dapat ditularkan kembali kepada manusia ketika menggigit
lagi ke manusia yang berikutnya.
Onkoserkiasis adalah keadaan saat dimana blackflies telah terdeposit larva
infektif dari Onchocerca kedalam kulitnya saat akan menggigit manusia untuk
mengekstrak darah. Sekali di dalam tubuh manusia, larva bisa menjadi dewasa
sekitar 3 bulan sampai 1 tahun. Cacing betina dewasa yang paling dewasa
biasanya hidup di nodul fibrosa bawah kulit dan kadang dekat otot dan sendi.
Cacing jantan dewasa biasanya ditemukan berada di dekat cacing betina. Nodul
akan terbentuk di sekitar tempat cacing sebagai bagian dari interaksi antara
parasit dan manusia sebgai inangnya. Cacing relatif aman dari respons kekebalan
tubuh manusia didalam nodul. Cacing betina akan menghasilkan ribuan larva
setiap hari pada manusia yang terinfeksi. Larva dapat terdeteksi di kulit antara
10 sampai 20 bulan setelah infeksi awal. Cacing dewasa dapat hidup sampai 15
tahun di dalam tubuh manusia, dan larvanya memiliki umur hingga dua tahun
(Mand S, Batsa L, Specht S, Desrah AY, Buthren M, Hoerauf A, et al, 2009).
2.5.5 Xeroftalmia
Fungsi vitamin A bagi mata terutama pada proses penglihatan dimana
vitamin A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke
tempat yang gelap. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan kelainan pada
sel-sel epitel termasuk sel-sel epitel pada selaput lendir mata. Kelainan tersebut
karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel, sehingga kelenjar- tidak
memproduksi cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan pada mata,
disebut xerosis konjungtiva. Bila kondisi ini berlanjut akan terjadi yang disebut
bercak Bitot (Ilyas, 2008).
2.6.2 Glaukoma
Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, insiden
glaukoma terjadi berkisar dari 0,64%1,6%. Insiden glaukoma terjadi 1,8%
diantara orang-orang berusia 84 tahun atau lebih tua. Glaukoma primer sudut
tertutup paling sering ditemukan dan sebagian besar dengan gejala-gejala dan
keluhan akut. Operasi filtrasi telah dilakukan 88% penderita dari 84 penderita
glaukoma primer akut, tetapi suatu penelitian dilaporkan menunjukkan bahwa
jumlah operasi filtrasi dat dikurangi bila iredektomi laser dilakukan (Affandi,
2006).
2.6.3 Trakoma
Penyakit trakoma merupakan penyakit infeksi pada mata yang banyak
menyerang beberapa negara di seluruh belahan dunia. Trakoma menyerang
sebanyak 56 negara miskin dan terpencil di Afrika, Asia, Amerika Tengah,
Amerika Selatan, Australia dan Timur Tengah. Negara-negara di kawasan Afrika
18
2.6.4 Onkoserkiasis
Sebanyak 99% kasus onkoserkiasis terjadi di Afrika. Sekitar 100.000
dibutakan secara permanen. Onkoserkiasis saat ini endemik di 30 negara bagian
di Afrika, Amerika Latin, Yaman, dan daerah terisolasi di Amerika Selatan.
Pendatang atau wisatawan yang tidak tinggal lama di daerah tersebut memiliki
sedikit risiko terkena penyakit karena onkoserkiasis membutuhkan kontak yang
terlalu lama terhadap gigitan terbang dan pengenalan parasit.
Onkoserkiasis adalah endemik juga di negara bagian Afrika, Amerika
Latin dan Yaman. Sebanyak 85 juta individu tinggal di daerah endemik tersebut
dan setengahnya lagi berada di Nigeria. Sebanyak 120 juta orang berisiko
tertular penyakit karena kebiasaan perkembangbiakan vektor, penyakit yang
lebih parah di sepanjang sungai utama di daerah utara dan tengah benua itu, dan
penurunan tingkat keparahan di desa-desa yang jauh dari sungai.
Menurut laporan WHO 2002 onkoserkiasis tidak menyebabkan kematian
yang tunggal, tetapi beban global adalah 987.000 cacat tahun hidup disesuaian.
Para pruritus berat sendiri menyumbang 60% dari data cacat tahun hidup
disesuaikan. Infeksi mengurangi kekebalan host dan ketahanan terhadap
penyakit lainnya. Hal ini menghasilkan pengurangan diperkirakan harapan hidup
13 tahun (Kemenkes, 2008).
19
2.7.2 Glaukoma
Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat
membuat vistula diantara bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini
efektif dalam menurunkan intraokular. Terapi ini banyak dilakukan secara dini
sebagai terapi glaukoma. Komplikasi pembedahan antara lain (James, 2006):
1. Penyempitan bilik anterior dalam masa pascaoperasi dini berisiko
merusak lensa dan kornea
2. Infeksi intraokular
3. Percepatan perkembangan katarak
20
2.7.3 Trakoma
Pengobatan trakoma dengan memberikan salep tetrasiklin dua kali sehari
selama tiga bulan. Sulfonamida diberikan bila terdapat penyulit trakoma seperti
tukak kornea. Penderita dianjurkan untuk memperbaiki higena untuk mencegah
penularan dan mempercepat penyembuhan. Bila terjadi penyulit entropion dan
trikiasis maka dilakukan tarsotomi.
Bedah tarsotomi yaitu merupakan suatu operasi yang dilakukan pada
entropion yang disertai dengan trikiasis. Pembedahan ini diharapkan di dekat
margo palpebra akan menggulir keluar setelah tindakan. Dibuat insisi tarsus
sampai subkutis 3 mm dari margo palpebra. Sayatan ini sejajar dengan margo
palpebra sepanjang 20 mm kemudian tepi atas tarsus yang dilakukan di selipkan
antara kulit dan tarsus di dekat margo palpebra. Arah letak silia pada kasus
trakoma akan berubah menjadi ke arah luar sehingga trikiasis lagi (James, 2006).
2.7.4 Onkoserkiasis
Kasus onkoserkiasis harus dirawat untuk mencegah kerusakan jangka
panjang pada kulit dan kebutaan. Pengobatan yang dianjurkan adalah
ivermectin yang perlu diberikan setiap enam bulan untuk masa hidup cacing
dewasa atau selama individu terinfeksi. Ivermectin dapat membunuh larva dan
mencegah larva dari kerusakan terhadap penderita. Pengobatan onkoserkiasis
baru yang menggunakan doksisiklin dapat mengeliminasi cacing dewasa
Wolbachia. Sebelum akan menggunakan ivermectin dan berbagai penanganan
yang lainnya perlu dipastikan bahwa penderita tidak juga terinfeksi dengan Loa
loa, atau filariasis yang kadang-kadang ditemukan di daerah yang sama di mana
Onchocerca volvulus ditemukan karena obat-obatan yang digunakan untuk
22
mengobati penyakit Loa loa dapat memiliki efek samping berupa mual, muntah,
dan anoreksia (Mand S, dkk. 2009).
2.7.5 Xeropthalmia
Pemberian obat tetes atau salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid
(tetrasiklin 1%, kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada
penderita X2, X3A, X3B dengan dosis empat kali satu tetes/hari dan berikan
juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari. Pengobatan dilakukan minimal
tujuh hari sampai semua gejala klinis menghilang. Mata yang terganggu dapat
ditutup dengan kasa selama 3 5 hari hari hingga peradangan dan iritasi mereda.
Kasa dapat dicelupkan ke dalam larutan NaCl 0,26 dan kasa diganti setiap kali
dilakukan pengobatan. Dilakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan
sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk
menghindari infeksi sekunder.
BAB III
23
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
World Health Organization (WHO) menyatakan kebutaan adalah
tajamnya penglihatan kurang dari 3/60 dengan ketidaksanggupan menghitung
jari pada jarak tiga meter. Kebutaan menyebabkan berkurangnya penglihatan
sehingga seseorang tidak mampu mandiri dalam pekerjaan, menyebabkan
seseorang bergantung pada orang lain, badan, dan alat bantu agar dapat hidup.
Hasil survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran
menunjukkan penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak,
glaukoma, trakoma, onkoserkiasis dan xerophtalmia.
Katarak merupakan penyebab 50% kasus kebutaan di seluruh dunia.
Di berbagai bagian dunia yang sedang berkembang, fasilitas yang tersedia
untuk mengobati katarak jauh dari mecukupi, sehingga sulit untuk mengatasi
kasus-kasus baru yang muncul. Sekitar 400 juta kasus terkena trakoma,
sebagian besar berada di Afrika, Timur Tengah dan Asia.
Onkisersiasis ditularkan melalui gigitan berulang oleh lalat blackflies
(lalat hitam) dari genus Simulium. Onkoserkiasis disebut juga river blindness
karena lalat hitam yang mentransmisikan hidup, infeksi, dan keturunan di
aliran sungai yang deras sehingga air dan habitat sungai yang terinfeksi dapat
mengakibatkan kebutaan pada individu. Kasus onkoserkiasis di Indonesia
jarang terjadi karena di Indonesia tidak banyak didapatkan sungai dengan
aliran air yang deras seperti di daerah Afrika.
Indonesia berada di daerah miskin dengan sosial ekonomi lemah
defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak
dijumpai pada anak-anak dan membuat 250.00 500.000 orang anak
meninggal dunia dalam tahun tersebut.
24
3.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Jakarta.
Ilyas, Sidarta. 2001. Atlas Ilmu Penyakit Mata. CV Sagung Seto. Jakarta.
Witcher, John P. dan Paul Riordan Eva. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta.
Untoro, Rachmi. 2003. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia. Depkes RI.
Jakarta.