You are on page 1of 15

Anatomi fisiologis system pernapasan

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan
mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga hidung -
faring laring - trakea -bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).
Adapun alat-alat pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1. Alat pernafasan atas
a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara
yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya
mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (co2),
belerang (s), dan nitrogen (n2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra
pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari
menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan
bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis).masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan
mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara
melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring
berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya
makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ),
infeksi ( misalnya infeksi dan tumor)
2. Alat pernafasan bawah
a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Trakea tetap terbuka karena terbentuk dari adanya 16-20 cincin kartilao berbentuk huruf c yang
membentuk trakea.
b. Cabang-cabang bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus primer (kanan dan kiri).
Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung horizontal daripada bronkus kanan, karena pada bronkus
kiri terdapat organ jantung. Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan bentuknya cenderung
vertical karena arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang untuk membentuk bronkus
sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan diameter semakin menyempit.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya
tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen
dengan sempurna.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam
yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura
parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi.
Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-
paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar
untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1 mm,
dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-
gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang
rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran, terlepas
dari keberadaan gas lain (hukum dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi
rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu
sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi
gas pernapasan.
Obat saluran nafas atas
Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama:

1. saluran pernapasan atas, terdiri dari lobang hidung, rongga hidung, faring, laring

2. saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchioles, alveoli dan membran alveoulerv
kapiler

Ventilasi dan respirasi adalah dua istilah yang berbeda dan tidak boleh ditukar pemakaiannya.
Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfer melalui saluran pernapasan atas dan bawah menuju
alveoli. Respirasi adalah proses dimana terjadi pertukaran gas pada membrane alveolar kapiler.

Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran pernafasan,
mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring (bronkus bronkeolus) dan paru-paru.

Saluran pernafasan terdiri dari 2 bagian utama :

1. Saluran pernafasan atas

2. Saluran pernafasan bawah

Jenis-jenis infeksi saluran pernafasan atas : batuk pilek, faringitis, sinusitis, dan toksilitis.

Jenis infeksi saluran pernafasan bawah : asma, bronchitis kronik, emfizema, bronkioklialis.

Cara (cheronic aspecific respiratory affections)

Mencakup semua penyakit saluran nafas yang berartikan penyumbatan (obstruksi) bronchi di sertai
pengembangan mukosa (udema) dan sekresi dahak (sputum) berlebihan. Penyakit-penyakit tersebut
meliputi berbagai bentuk penyakit beserta peralihannya. Yakni asma, bronchitis kronis, dan emfisema
paru yang gejala klinisnya dapat saling menutupi (everlapping). Gejala terpentingnya antara lain sesak
nafas (dispnoe) saat mengeluarkan tenaga, selama istirahat dan sebagai serangan akut, juga batuk kronis
dengan pengeluaran dahak kental. Karena gangguan tersebut memiliki mekanisme pathofisiologi yang
berbeda-bedaa dengan penanganan yang juga tidak sama.
. OBAT SALURAN PERNAFASAN

2.2.1. Antihistaminika.

Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi nasal, rhinitis alergik.
Sifat antikolinergik pada kebanyakan antihistamiin menyebabkan mulut kering dan pengurangan
sekresi, membuat zat ini berguna untuk mengobati rhinitis yang ditimbulkan oleh flu. Antihistamin
juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang menyebabkan penderita bersin banyak obat-obat flu
yang dapat dibeli bebas mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa mengantuk.

Contoh obat antihistamin

Nama obat dosis

Anti histamin

Difenhidramin D : PO : 25-50 mg, setiap 4-6 jam

( Benadryl ) D : PO, IM, IV : 5 mg/kg/h dalam 4 dosis terbagi, tidak lebih dari 300
mg/hari

D : IM:IV: 10-50 mg dosis tumggal

D: PO : 2-4 mg, setiap 4-6 jam


Kloerfenilamen
maleat A: 6-12 thn: 2 mg, setiap 4-6 jam

A: 2-6 thn: PO, 1 mg, setiap 4-6 jam

Fenotiasin

(aksi antihistamin)

Prometazine D: PO: IM: 12,5-25 mg, setiap 4-6 jam

Timeprazine D: PO: 2,5 mg (4 x sehari)


A: 3-12 thn: O: 2,5 (3x sehari)

Turunan piperazine

(aksi antihistamin)

hydroxyzine D: PO: 25-100 mg

A: (<6thn):>

Keterangan:

D: Dewasa, A: anak-anak, PO: per oral, IM: intramuscular, IV: intravena

2.2.2. Mukolitik

Mukolitik berkerja sebagai deterjen dengan mencairkan dan mengencerkan secret


mukosayang kental sehingga dapat dikeluarkan. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
mual dan muntah, maka penderita tukak lambung perlu waspada. Wanita hamil dan selama laktasi
boleh menggunakan obat ini.

Contoh obat : ambroxol, bromheksin.

Dosis:

* ambroksol: dewasa dan anak-anak >12 thn, sehari 3 x 30 mg untuk 2-3 hari pertama. Kemudian
sehari 3 x 15 mg.

Anak-anak 5-12 thn, sehari 2-3 x 15 mg

Anak 2-5 thn, sehari 3 x 7,5 mg (2,5 ml sirop)

Anak <2>

* bromheksin: oral 3-4 dd 8-16 mg (klorida)

anak-anak 3 dd 1,6-8 mg.


2.2.3. Inhalasi

inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan korrtikosteroida yang memberikan
beberapa keuntungan dibandingkan pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh lebih
rendah dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan sekali. Dalam
sediaaninhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler) atau sebagai serbuk halusv (turbuhaler).

Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat-saat tertentu, seperti
sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga, setelah bersentuhan dengan zat-zat yang merangsang
(asap rokok, kabut, alergan, dan saat sesak napas).

Contoh obat :

minyak angin (aromatis), Metaproterenol

dosis: isoproterenol atau isuprel: 10-20 mg setiap 6-8 jam (dewasa). 5-10 mg setiap 6-8 jam.

2.2.4. Kromoglikat

Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat
alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis alergica dan alergi akibat bahan makanan. Efek samping
berupa rangsangan lokal pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala perasaan kering,
batuk-batuk, kadang-kadang kejang bronchi dan serangan asma selewat. Wanita hamil dapat
menggunakan obat ini.

Contoh obat :

Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma bronchial dan tidak
dipakai untuk serangan asma akut. Metode pemberiannya adalah secara inhalasi dan obat ini dapat
dipakai bersama dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai ini tidak boleh dihentikan secara
mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma.,

2.2.5. Kortikosteroid

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal.


Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga pada
infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas bronchi, zat-
zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan oral untuk jangka waktu lama
hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal dan dapat mengakibatkan osteoporosis.

Contoh obat : hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid.

2.2.6. Antiasma dan Bronkodilator

Contoh Obat :
teofilin

Terdapat bersama kofein pada daun the dan memiliki sejumlah khasiat antara lain spamolitis
terhadap otot polos khususnya pada bronchi, menstimuli jantung dan mendilatasinya serta
menstimulasi SSP dan pernapasan. Reabsorpsi nya di usus tidak teratur. Efek sampingnya yang
terpenting berupa mual dan muntah baik pada penggunaan oral maupun parienteral. Pada overdosis
terjadi efek sentral (sukar tidur, tremor, dan kompulsi) serta gangguan pernapasan juga efek
kardiovaskuler.

Dosis: 3-4 dd 125-250 mg microfine (retard)

Teofilin dapat diberikan dengan cara injeksi dalam bentuk aminofilin, suatu campuran teofilin
dengan etilendiamin.

Stimulan adrenoseptor, contoh obat salbutamol, terbutalin sulfat, efedrin hidroklorida.

2.2.7. Obat-obat batuk

Antitussiva (L . tussis = batuk) digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat
di bagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam, yaitu :

1. Zat pelunak batuk (emolliensia, L . mollis = lunak ), yang memperlunak rangsangan batuk,
melumas tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan mukosa yang teriritasi. Banyak digunakan
syrup (thyme dan althea), zat-zat lender (infus carrageen)
2. Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus = dada) : minyak terbang, gualakol, radix ipeca (dalam
tablet / pelvis doveri) dan ammonium klorida (dalam obat batuk hitam) zat-zat ini memperbanyak
produksi dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah pengeluarannya dengan batuk.

3. Mukolotika : asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol, zat-zat ini berdaya merombak dan
melarutkan dahak ( L . mucus = lender, lysis = melarutkan), sehingga viskositasnya dikunrangi dan
pengeluarannya dipermudah.

4. Zat pereda : kodein, naskapin, dekstometorfan, dan pentoksiverin (tucklase), obat-obat dengan
kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk kering yang mengelitik.

5. Antihistaminika : prometazin, oksomomazin, difenhidramin, dan alklorfeniaramin. Obat ini dapat


menekan perasaan mengelitik di tenggorokan.

6. Anastetika local : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk ke pusat
batuk.

Penggolongan lain dari antitussiva menurut titik kerjanya, yaitu :

1. Zat-zat sentral SSP

Menekan rangsangan batuk di pusat batuk (modula), dan mungkin juga bekerja terhadap
pusat saraf lebih tinggi (di otak) dengan efek menenangkan.

1. Zat adiktif : doveri , kodein, hidrokodon dan normetadon.

2. Zat nonadiktif : noskopin, dekstrometorfan, pentosiverin.

2. Zat-zat perifer di luar SSP

Emollionsia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika local dan zat-zat pereda.


PENGOBATAN PADA ASMA BRONKHIAL
PENGOBATAN SIMPTOMATIK

Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :

a. Mengatasi serangan asma dengan segera.


b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
c. Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah :

a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)

Adrenalin (Epinefrin) injeksi.


Obat ini tersedia di Puskesmas dalam kemasan ampul 2 cc
Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi subcutan.
Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc.
Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit.

Efedrin
Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg.
Aktif dan efektif diberikan peroral.
Dosis :

Salbutamol
Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg.
Bersama Terbutalin (tidak tersedia di Puskesmas) Salbutamol merupakan
bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal.
Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB

b. Bronkodilator golongan teofilin

Teofilin
Obat ini tidak tersedia di Puskesmas.
Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.

Aminofilin
Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.
Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam
kemudian , bila tidak ada perbaikan.
Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB
c. Kortikosteroid

Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan :

Pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus)

Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam
dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off.
Obat pilihan :

Hidrocortison
Dosis : 4 X 4-5 mg/kg BB
Dexamethason
Dosis :

d. Ekspektoran

Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan


menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan
dikeluarkan.
Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian
yang ada di Puskesmas adalah :

Obat Batuk Hitam (OBH)


Obat Batuk Putih (OBP)
Glicseril guaiakolat (GG)

e. Antibiotik

Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif untuk saluran pernafasan dan ada di Puskesmas adalah :

2. PENGOBATAN PROFILAKSIS
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional,
karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan
bronkospasme.
Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan
cara kerja obat sebagai berikut :

a. Menghambat pelepasan mediator.


b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.


b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :

a. Steroid dalam bentuk aerosol.


b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.

Sangat disayangkan hingga saat ini obat-obatan tersebut belum tersedia di


Puskesmas, sehingga untuk memenuhi terapi tersebut dokter Puskesmas harus
memberikan resep luar (ke Apotik), di mana hal ini akan menjadi problem tersendiri
bagi penderita dari keluarga miskin.
B. Pembagian Obat-Obatan dan Mekanisme Kerja Obat
Berdasarkan mekanismenya, kerja obat obat asma dapat dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
a.Antialergika
Adalah zat zat yang bekerja menstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan melepaskan
histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma dan rhinitis alergis (hay fever).
Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat.
Kromoglikat merupakan obat profilaksis dan tidak mempunyai kegunaan pada serangan
akut. Kromoglikat mempunyai aksi antiinflamasi pada beberapa pasien (terutama anak-anak),
tetapi tidak mungkin memperkirakan pasien mana yang akan mendapatkan manfaatnya.
Kromoglikat harus diberikan secara teratur dan bisa membutuhkan waktu beberapa minggu
sebelum timbul efek yang menguntungkan. mekanisme kerja kromoglikat tidak jelas.
kromoglikat mungkin bekerja dengan menurunkan sensitivitas saraf sensoris bronkus,
menghilangkan refleks lokal yang menstimulasi inflamasi .
b. Bronchodilator
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergik sehingga memberikan
efek bronkodilatasi. Termasuk kedalamnya adalah :
Adrenergika
Khususnya -2 simpatomimetika (-2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap reseptor
-2 (bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor -1 (stimulasi jantung). Aktivitas
adrenoseptor merelaksasikan otot polos melalui peningkatan cAMP intraselular yang
mengaktivasi suatu protein kinase. Kelompok -2-mimetik seperti Salbutamol, Fenoterol,
Terbutalin, Rimiterol, Prokaterol dan Tretoquinol. Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor -2
dan -1 adalah Efedrin, Isoprenalin, Adrenalin, dan lain-lain.
Antikolinergika (Oksifenonium, Tiazinamium dan Ipratropium)
Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Bila
reseptor -2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik menjadi dominan, segingga
terjadi penciutan bronchi. Antikolinergik bekerja memblokir reseptor saraf kolinergik pada otot
polos bronchi sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan, dengan efek bronchodilatasi.
Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering, obstipasi, sukar kencing, gangguan
akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian inhalasi.
Derivat xantin (Teofilin, Aminofilin dan Kolinteofinilat)
Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim fosfodiesterase dan
meningkatkan kadar cAMP selular. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengingkatan
hiperaktivitas, sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis.
c. Antihistamin (Loratadin, cetirizin, fexofenadin)
Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga mencegah bronchokonstriksi. Banyak
antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif. Antagonis yang mblok reseptor histamin
H1 digunakan pada terapi alergi seperti demam hay, urtikaria, ruam akibat sensitivitas terhadap
obat, pruritus, serta gigitan dan sengatan serangga.
d. Kortikosteroida (Hidrokortison, Prednison, Deksametason, Betametason)
Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan reseptor -2, melawan
efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada serangan asma akibat infeksi
virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama hendaknya dihindari, berhubung efek sampingnya,
yaitu osteoporosis, borok lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping dapat dikurangi
dengan pemberian inhalasi.
e. Ekspektoransia (KI, NH4Cl, Bromheksin, Asetilsistein)
Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat ini
berguna terutama bila lendir sangat kental dan sukar dikeluarkan.
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran napas
sehingga menurunkan viskositas lendir. Sedangkan Asetilsistein mekanismenya terhadap mukosa
protein dengan melepaskan ikatan disulfida sehingga viskositas lendir berkurang.
Sumber
http://nursecerdas.wordpress.com/2009/01/12/sistem-pernapasan
http://meikyphantom.blogspot.co.id/2010/06/makalah-obat-saluran-pernafasan.html
http://medlinux.blogspot.co.id/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html
http://kelompokasma.blogspot.co.id

You might also like