Professional Documents
Culture Documents
Sri Muryati
Dewi Kusumaningsih, S.S.,M.Hum.
STRATEGI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA
Diterbitkan Oleh:
Univet Bantara Press
2011
2
KATA PENGANTAR
Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar
melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan
hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara mendalam
tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan pembelajaran yang
dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah dan tepat sasaran. Hal ini penting
karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana dia sebagai manusia yang
memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan yang berbeda dari yang lain.
Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai pola
umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum)
agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
Guna memenuhi tugas guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta
didik tersebut, maka disusunlah buku ini. Buku yang diberi judul Strategi
Pembelajaran Bahasa Indonesia ini berisikan sejumlah materi yakni pengertian
strategi pembelajaran, pendekatan dan metodologi pembelajaran, pemilihan strategi
pembelajaran, dan model pembelajaran. Harapan Penulis buku ini mampu
memberikan pencerahan pembelajaran bagi guru dan murid dalam proses
pembelajaran.
Akhirnya segala kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan
penyusunan buku ini pada edisi mendatang.
Setting : Abimanyu
Desain Cover : Bete
Percetakan TUGU
Jl. Tentara Pelajar No 5B Jebres 57126 Telp (0271)669461
iv
4
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB I. PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI
PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan 1
B. Pengertian Strategi 1
C. Pengertian Belajar 3
D. Pengertian Mengajar 6
E. Strategi Belajar 8
F. Pemilihan Strategi Pembelajaran 12
G. Jenis Strategi Pembelajaran 13
vi
6
BAB I
PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN
H. Pendahuluan
Tugas utama guru adalah memberikan kemudahan bagi peserta didik agar
melakukan kegiatan pembelajaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik dan tepat, seorang guru harus memahami dan menyelami hakikat belajar dan
hakikat mengajar, serta hakikat strategi pembelajaran. Pemahaman secara
mendalam tersebut diperlukan agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan
pembelajaran yang dipimpin guru tidak salah jalan, tidak salah arah dan tepat
sasaran. Hal ini penting karena peran guru sebagai pengelola peserta didik di mana
dia sebagai manusia yang memiliki potensi, keinginan, kemauan, kemampuan
yang berbeda dari yang lain.
Guru sebagai profesi mempunyai berbagai peran yang harus dilaksanakan
sesuai dengan tugasnya di antaranya adalah sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, petugas administrasi, penilai, pemberi motivasi, dan pemberi
kemudahan. Peran-peran tersebut harus dapat dilaksanakan secara serentak dan
seimbang agar mendapatkan hasil yang diharapkan berupa tercapainya tujuan
pendidikan, dikuasainya kompetensi yang sudah ditetapkan. Luas dan
kompleksnya pelaksanaan pembelajaran menuntut guru dapat menguasai berbagai
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan eret dengan peran-peran
tersebut.
I. Pengertian Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang berarti ilmu perang
atau panglima perang. Panglima perang inilah yang bertanggung jawab
merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai
kemenangan. Sherly mengemukakan pengertian strategi sebagai keputusan-
keputusan bertindak yang diarahkan dan keseluruhannya diperlukan untuk
mencapai tujuan. Sedangkan menurut Gagne, strategi adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Di sisi
lain Salusu mengatakan bahwa strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan
dan sumber daya untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif
dengan lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.
Dalam konteks pembelajaran berdasar KBK, strategi dapat dikatakan sebagai
pola umum yang berisi rentetan kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk
7
PENDEKATAN
MODEL
STRATEGI
METODE
TEKNIK
TAKTIK
J. Pengertian Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan manusia yang dilakukan sejak
lahir sampai meninggal dunia. Perbuatan atau aktivitas belajar menghasilkan
9
Meaningful practicing
Non-judgemental
Continuous
Making mistake
Risk-taking
Trust
Trying.
K. Pengertian Mengajar
Pengertian mengajar sebenarnya tidak hanya menyangkut persoalan
penyampaian pesan kepada peserta didik. Tetapi lebih merupakan persoalan
bagaimana guru membimbing dan melatih peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini
membutuhkan kemampuan professional dari guru. Menurut Gagne, mengajar
merupakan usaha membuat siswa belajar. Selanjutnya menurut T Raka Joni,
bahwa mengajar merupakan upaya menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar
Aktivitas mengajar membutuhkan kemampuan tingkat tinggi karena pengajar
harus dapat mengatur berbagai komponen dan menyelaraskannya untuk terjadinya
proses belajar-mengajar yang efektif. Hal ini sesuai pendapat Davis yang
mengungkapkan bahwa mengajar merupakan aktivitas profesional yang
memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan.
Mengajar pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Ada empat strategi
dasar dalam proses pembelajaran yaitu (1) mengidentifikasi serta menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik
sebagaimana yang diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan pembelajaran
berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan
menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap paling
tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pengajar dalam
menunaikan tugas mengajarnya, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas
minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat
dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan system instruksional yangb
bersangkutan secara keseluruhan.
Beberapa pandangan tentang mengajar dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Mengajar dipandang sebagai ilmu, artinya terdapat landasan yang mendasari
kegiatan mengajar baik dari segi filsafat maupun teorinya yang bersifat
metodologis dan prosedural.
12
b. Mengajar sebagai teknologi, yaitu penggunaan perangkat alat yang dapat dan
harus diuji secara empiris.
c. Mengajar sebagai seni, yang mengutamakan penampilan guru secara khas,
unik yang berasal dari sifat-sifat guru, perasaan, serta nalurinya.
d. Mengajar sebagai pilihan nilai, bersumber dari nilai dan wawasan
kependidikan yang dianut guru.
e. Mengajar sebagai keterampilan, yaitu suatu proses penggunaan seperangkat
keterampilan secara terpadu.
Dalam konteks pembelajaran bahasa, seorang guru bahasa selain memenuhi
persyaratan sebagai guru profesional yang memiliki kompetensi kepribadian,
kompetensi professional, kompetensi social kemasyarakatan juga dituntut untuk
memiliki kompetensi berkaitan dengan bahasa. Kompetensi dimaksud adalah
kompetensi kebahasaan, kompetensi linguistik, kompetensi bidang budaya, dan
kompetensi di bidang teknik mengajar serta kompetensi di bidang laboratorium
bahasa.
Kompetensi pribadi di antaranya (1) kemampuan yang berhubungan dengan
pengamalan ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, (2)
kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama, (3)
kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan system nilai
yang berlaku di dalam masyarakat, (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai
seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma, dan (5) bersikap demokratis
dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang
berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini
merupakan kompetensi yang sangat penting karena langsung berhubungan dengan
kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan guru dapat
dilihat dari kompetensi ini. Beberapa kemampuan yang berhubngan dengan
kompetensi ini di antaranya (1) kemampuan dalam menguasai landasan
kependidikan, (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, (3)
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya, (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan
strategi pembelajaran, (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai
media dan sumber belajar, (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi
pembelajaran, (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran, (8)
kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, dan (9) kemampuan
melaksanakan bimbingan, (10) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan
berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
13
L. Strategi Belajar
Strategi belajar dan tipe belajar merupakan bidang garapan yang kini banyak
menarik minat para pengkaji pembelajaran bahasa kedua. Strategi belajar
dipersepsi dan diartikan berbeda-beda. Ada yang menggambarkan strategi belajar
sebagai sifat, tingkah laku yang tidak teramati, atau langkah nyata yang dapat
diamati. Dari segi ruang lingkupnya, sebagian ahli beranggapan bahwa strategi
belajar hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan proses internalisasi system
14
bahasa, namun ada sebagian yang beranggapan bahwa strategi belajar juga
mencakup proses pemakaian bahasa untuk berkomunikasi.
Strategi belajar dapat digambarkan sebagai sifat dan tingkah laku. Rubin
melakukan kajian tentang perbedaan antara sifat-sifat pembelajar bahasa yang
berhasil dan sifat-sifat pembelajar bahasa yang tidak berhasil. Oxford
mendefinisikan strategi belajar sebagai tingkah laku dan tindakan yang dipakai
oleh pembelajar bahasa agar pembelajaran bahasa lebih berhasil, terarah, dan
menyenangkan.Definisi ini menekankan bahwa strategi lebih merupakan proses
dan tindakan yang teramati walaupun juga mencakup tindakan kognitif yang tidakl
teramati.
Pengertian yang dikemukakan oleh Brown bahwa strategi belajar merupakan
tingkah laku yang tidak teramati dibedakan dengan strategi komunikasi. Strategi
belajar berkaitan dengan pemrosesan, penyimpanan, dan pengambilan masukan
pemerolehan bahasa, sedangkan strategi komunikasi berkenaan dengan keluaran
pemerolehan bahasa. Kedua terminologi tersebut kadang dipakai untuk
menyatakan konsep yang sama.
Sern (dalam Iskandarwassid, 2008: 30) juga menekankan bahwa strategi
belajar merupakan aspek kognitif yang tidak teramati. Sern memandang bahwa
strategi belajar merupakan kecenderungan atau sifat-sifat umum dari pendekatan
yang digunakan pembelajar bahasa kedua. Sedangkan Nunan menafsirkan strategi
belajar sebagai proses mental yang digunakan pembelajar untuk mempelajari dan
menggunakan bahasa sasaran.
Dengan demikian, strategi pembelajaran sifatnya sangat personal, berbeda dari
satu individu ke individu lainnya karena merupakan proses mental yang tidak
tampak. Strategi pembvelajaran hanya bias diidentifikasi melalui manifestasi
perilakunya.
Strategi pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli meliputi kegiatan atau
pemakaian teknik yang dilakukan oleh pengajar mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan sampai ke tahap evaluasi serta p[rogram tindak lanjut yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi
pembelajaran bahasa merupakan tindakan pengajar mel;aksanakan rencana
mengajar bahasa Indonesia. Dalam pengertian lain, strategi pembelajaran bahasa
Indonesia adalah pola keterampilan pembelajaran yang dipilih pengajar untuk
melaksankan program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia.
Penggolongan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dibedakan antara strategi utama dan strategi
pendukung, atau strategi langsung dan tidak langsung.Strategi utama digunakan
15
3) Strategi kompensasi
a. menerka secara cerdas
b. mengatasi keterbatasan dalam berbicara dan mengarang..
Strategi Tak Langasung
1) Strategi Metakognitif
a. Memprioritaskan kegiatan belajar
b. Mengatur dan merencanakan kegiatan belajar
2) Strategi Afektif
a. Mengurangi kecemasan
b. Mendorong diri sendiri
c. Mengontrol ketegangan emosi
3) Strategi Sosial
a. Bertanya
b. Bekerjasama dengan orang lain
c. Memahami masalah orang lain (empati).
Ada faktor yang berperan dalam pemakaian strategi yaitu motivasi, jenis
kelamin, latar belakang budaya, jenis tugas, umur, tahapan belajar berbahasa, dan
gaya belajar.Pembelajar yang bermotivasi tinggi menggunakan lebih banyak
strategi dibandingkan yang bermotivasi rendah. Wanita lebih banyak
menggunakan strategi daripada pria, kelompok etnis berbeda menggunakan
strategi yang berbeda misalnya bangsa Asia lebih banyak menggunakan strategi
hafalan. Pembelajar yang lebih tua cenderung menggunakan strategi belajar yang
lebih rumit.
berorientasi sikap tentu tidak akan dapat dicapai dengan strategi pembelajaran
yang berorientasi pada dimensi kognitif.
b. Pengajar
Setiap pengajar dituntut memiliki kemampuan profesional dalam
bidangnya. Ia tidak hanya menjalankan proses pembelajaran secara teknis
mekanis sesuai ketentuan yang ada, tetapi harus melaksanakan tugas secara
bertanggung jawab. Ia melaksanakan tugas yang dipengaruhi oleh sikap dan
pandangannya secara pribadi serta wawasan kependidikannya.Wawasan
kependidikan pada hakikatnya menunjuk pada cara seorang pengajar melihat
dirinya dan tugas-tugasnya yang bersumber pada pandangan hidup yang
dimilikinya.
Pemilihan strategi pembelajaran dipengaruhi oleh pengetahuan,
pengalaman, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan
hidup, dan wawasan pengajar.
c. Peserta Didik
Peserta didik memiliki perbedaan latar belakang seperti lingkungan sosial,
lingkungan budaya, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Makin tinggi
kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasinya dalam
kelas.
d. Materi Pelajaran
Materi pembelajaran dapat dibedakan atas materi formal, yang terdapat dalam
buku teks; dan materi informal yang bersumber dari lingkungan sekolah yang
bersangkutan. Materi yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran
lebih relevan dan aktual.
e. Media Pengajaran
Dewasa ini tersedia berbagai macam media pembelajaran, tetapi perlu diingat
bahwa keberhasilan program pembelajaran tergantung pada ketepatan dan
keefektifan media yang digunakan oleh pengajar.
f. Faktor Administrasi dan Finansial
Faktor-faktor administrasi seperti jadwal pelajaran, kondisi gedung, dan ruang
belajar diharapkan menjadi factor penunjang yang benar-benar berfungsi
selama proses pembelajaran berlangsung.
BAB II
PENDEKATAN DAN METODOLOGI PEMBELAJARAN
E. Pendahuluan
Dalam proses pembelajaran, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dalam pengertian
yang sama; artinya orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang
sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan istilah metode
dengan pengertian yang sama dengan pendekatan. Demikian pula dengan istilah
teknik dan metode..
Sebenarnya ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda,
walaupun dalam penerapannya saling berkaitan. Anthony berpendapat bahwa
pendekatan mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan
berhubungan dengan sifat bahasa serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan
dasar teoritis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam,
antara lain asumsi yang mengenggap bahasa sebagai kebiasaan; ada asumsi bahwa
bahasa sebagai seperangkat kaidah, dan ada asumsi bahwa bahasa adalah alat
komunikasi.
Setiap asumsi teraktualisasikan dalam sebuah pendekatan, dengan
demikian asumsi yang berbeda akan berkonsekuensi pada pendekatan yang
berbeda pula. Pendekatan bersifat aksiomatis, artinya tidak perlu dibuktikan
kebenarannya. Dapat dikatakan bahwa pendekaan merupakan pandangan, filsafat,
atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa yang
diyakini dan tidak perlu dibuktikan kebenarannya.
Metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pengertian metode tersebut menekankan pada langkah-langkah
pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa metode pembelajaran bahasa
adalah rencana pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan. Definisi ini menekankan
pada sajian materi yang sistematis. Pengertian yang pertama lebih tepat diterapkan
dalam pembelajaran, sebab metode lebih menekankan pada cara-cara yang
ditempuh peserta didik dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran bahasa,
metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses
pembelajaran. Proses itu tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis,
tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat sebuah
metode adalah prosedural.
24
Teknik adalah sebuah cara khas yang operasional, yang dapat digunakan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berpegang pada proses yang
sistematis yang terdapat dalam metode.Penggunaan teknik pembelajaran perlu
mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan
kondisi lain. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha
atau upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dari hal ini dikatakan bahwa
teknik pembelajaran bersifat implementasional.
F. Pendekatan Pembelajaran
Dalam pembelajaran bahasa, dikenal beberapa pendekatan yang dapat
diterapkan antara lain pendekatan formal, pendekatan, struktural, pendekatan
mekanis, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan terpadu,
pendekatan integral, pendekatan sosiolinguistik, pendekatan psikologi,
pendekatan psikolinguistik dan pendekatan komunikatif. Dalam setiap pendekatan
menerapkan asumsi tertentu dalam pembelajarannya.
1. Pendekatan Formal
Pendekatan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional dalam
pembelajaran bahasa. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa
pembelajaran bahasa merupakan kegiatan rutin yang konvensional, dengan
mengikuti cara-cara yang telah biasa dilakukan berdasar pengalaman. Oleh
karena itu, pendekatan ini tidak memiliki latar belakang teoritis. Prosedur
pembelajarannya pun hanya mendasarkan pada pengalaman pengajar dan apa
yang dianggap baik oleh umum.
Menurut pendekatan ini, yang dikemukakan oleh Semi, pembelajaran dimulai
dengan rumusan-rumusan teoritis kemudian diaplikasikan dengan contoh-
contoh pemakaiannya. Metode pembelajaran bahasa yang relevan dengan
pendekatan ini adalah metode terjemahan tatabahasa dan metode membaca.
2. Pendekatan Empirik
Pendekatan empirik ini sering disebut dengan pendekatan atau aliran
behavioris, pendekatan mekanis. Disebut pendekatan empirik karena didasarkan
pada pengalaman, dan disebut pendekatan behavioris karena mendapat
masukan dari psikologi behavioristik. Disebut pendekatan mekanik karena sifat
dari tingkah laku dalam psikologi behavioristik adalah mekanis. Tokoh aliran
ini misalnya Skinner.
Adapun asumsi-asumsi dalam pendekatan ini meliputi
1) Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan
2) Bahasa adalah rangkaian kebiasaan
25
d. Bertanya
e. Mengarang
f. Bermain peran
g. melaporkan
6) Mengendalikan variabel
Dalam melakukan penelitian diperlukan langkah-langkah yang
objektif, sistematis, dan pasti untuk memutuskan penyelesaian suatu
masalah.
5. Pendekatan Rasional
Pendekatan rasionalis dikenal sebagai aliran mentalis yang dipelopori
oleh Chomsky. Aliran ini muncul dalam bidang bahasa dan pengajaran bahasa
pada tahun 1960-an. Adapun asumsi-asumsinya adalah
1) Manusia adalah satu-satunya yang dapat belajar bahasa
2) Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan dalam berpikir
3) Bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan
tatabahasa
4) Aturan-aturan tatabahasa bertalian dengan tingkah laku kejiwaan.
Dengan pendekatan ini muncul metode verbal aktif yang merupakan
perbaikan dari metode langsung.
Kaum rasionalis berpendapat bahwa: (1) kemampuan berbahasa telah dimiliki
seseorang sejak lahir tetapi kemampuan berbahasa itu baru dapat dicapai
dengan belajar; (2) dalam belajar berbahasa, anak harus aktif. Kemampuan
berbahasa tidak hanya dikuasai dengan pembiasaan, anak harus mampu
menciptakan kalimat-kalimat baru yang sesuai kaidah tatabahasa; (3) melatih
berulang-ulang kalimat-kalimat yang lepas dari hubungan pemakaiannya tidak
banyak manfaatnya; (4) tatabahasa perlu diajarkan secara fungsional; dan (5)
karena bahasa yang hidup adalah bahasa yang dapat digunakan untuk berpikir,
penguasaan bahasa dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat
berpikir dengan kegiatan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.
6. Pendekatan Fungsional
Pembelajaran bahasa dengan pendekatan fungsional dilakukan dengan
mengadakan kontak langsung dengan masyarakat pemakai bahasa. Dengan
demikian peserta didik langsung menghadapi bahasa yang hidup dan mencoba
memakainya sesuai dengan keperluan komunikasi. Mereka dengan sendirinya
merasakan fungsi bahasa tersebut dalam komunikasi langsung.
28
juga ditentukan oleh strategi berpikir. Dalam konsep kompetensi berbahasa, hal
ini disebut dengan kpompetensi strategi. Kompetensi ini berkaitan dengan
keterkaitan antara kemampuan berbahasa dengan berpikir.
Kaitan antara bahasa dengan berpikir dapat dijelaskan secara
psikolinguistik. Menurut Ali (dalam Hairudin, 2007: 4-18) terdapat tiga
pendapat tentang hubungan antara berbahasa dengan berpikir yaitu (1)
kemampuan berbahasa tidak memiliki hubungan dengan kemampuan berpikir.
Bahasa hanyalah merupakan alat membantu pikiran, membedakan, dan
mempertajam konsep-konsep; (2) kemampuan berbahasa pada dasarnya identik
dengan kemampuan berpikir. Manusia tidak hanya berpikir menggunakan
otaknya etapi juga enggan bahasanya. Tidak ada penalaran tanpa dan tidak ada
bahasa tanpa penalaran.; (3) kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir
memiliki keterkaitan, akan tetapi tidak identik. Pendapat ini didukung oleh ahli
psikologi dan psikolinguistik. Bullock menyimpulkan hasil penelitiannya
bahwa bahasa merupakan faktor utama dalam proses pembelajaran dan
pengembangan kemampuan kognitif. Bahasa dipandang sebagai sarana
aktivitas simbolik. Dengan bahasa seseorang dapat merefleksikan
kehidupannya, menerjemahkan dan mentransformasikan pengalamannya.
Sedangkan asumsi/prinsip pendekatan komunikatif secara rinci
dideskripsikan seperti berikut (Suyono, 1990: 45):
1) Fungsi utama bahasa adalah alat komunikasi, karena itu pengajaran bahasa
didasarkan pada fungsi komunikatif bahasa;
2) Tujuan utama pengajaran bahasa adalah penguasaan kompetensi dan
performansi komunikatif;
3) Pengajaran bahasa harus didasarkan pada dan menjawab kebutuhan-
kebutuhan komunikatif peserta didik;
4) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil bagian dalam
peristiwa komunikat yang bemakna, dengan penutur asli;
5) Dalam proses belajar mengajar dan di luar proses belajar mengajar
mengoptimalkan pemakaian bahasa dalam peristiwa komunikatif;
6) Memberikan informasi, latihan, praktik dan pengalaman-pengalaman
berbahasa yang dihubungkan dengan peristiwa komunikatif;
7) Diarahkan pada penggunaan bahasa dan bukan pengetahuan bahasa;
8) Semua ragam bahasa berguna, di antaranya untuk menyampaikan informasi;
9) Buku teks atau bahan pengajaran yang paling baik adalah yang memberikan
bahan latihan komunikatif yang bermanfaat;
34
17. Guru mendorong peserta didik agar dapat bekerjasama dengan menggunakan
bahasa;
18. Bahasa diciptakan oleh peserta didik melalui mencoba dan mencoba;
19. Kefasihan dan bahasa yang berterima merupakan tujuan utama, ketepatan
dinilai dalam konteks bukan dalam keabstrakan;
20. Peserta didik diharapkan berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok
atau pasangan, lisan dan tulis;
21. Guru tidak bisa meramal bahasa apa yang akan digunakan peserta didiknya;
22. Motivasi intrinsik akan timbul melalui minat terhadap hal-hal yang
dikomunikasikan.
Peran Peserta Didik dalam pembelajaran
Robin dan Thompson (dalam Tarigan, 1999: 201) mengemukakan cirri
peserta didik yang sesuai dengan konsep pendekatan komunikatif adalah (1)
selalu berkeinginan untuk menafsirkan tuturan secara tepat, (2) berkeinginan agar
bahasa yang digunakan selalu komunikatif, (3) tidak merasa malu jika berbuat
kesalahan dalam berkomunikasi, (4) selalu menyesuaikan bentuk dan makna
dalam berkomunikasi, (5) frekuensi ;latihan berbahasa lebih tinggi, dan (6) selalu
memantau ujaran diri dan ujaran mitra bicaranya untkmengetahui apakah pola-
pola bahasanya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Peran Guru dalam Pembelajaran
Peran guru dalam pembelajaran bahasa yang berpendekatan komunikatif
adalah sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dilengkapi dengan sumber
belajar dari peserta didik, dan lingkungan.
Chandlin (dalam Tarigan, 1999: 201) menyatakan peran guru dalam
pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif adalah (1) pemberi kemudahan
dalam belajar berbahasa, (2) sebagai partisipan mandiri dalam kelompok belajar
mengajar.
13. Pendekatan Whole Language
Pendekatan whole language (dalam Suratinah, 2003: 2.1) merupakan salah
satu pendekatan pembelajaran bahasa yang sudah banyak dibuktikan
keampuhannya di beberapa Negara. Pendekatan ini mendasarkan pelaksanaan
pembelajaran bahasa sebagai materi pelajaran, isi pelajaran, dan proses
pembelajaran. Whole language dilandasi konsep konstruktivisme, language
experience approach (LEA), dan progresivisme dalam pendidikan. Wawasan
yang dikembangkan sehubungan dengan bahasa sebagai materi pelajaran dan
penentuan isi pembelajarannya diwarnai oleh fungsionalisme dan semiotika.
Sementara itu, prinsip dan penggarapan proses pembelajarannya diwarnai oleh
36
3. Shared Reading
Shared reading merupakan kegiatan membaca bersama antara guru dan
siswa dengan tujuan dapat saling belajar dalam cara membaca terutama sikap
membaca, jarak bacaan, intonasi, volume suara membaca, pelafalan dan
kecepatan membaca.
4. Journal Writing
Salah satu cara yang fektif untuk meningkatkan keterampilan menulis
adalah menulis jurnal. Melalui menulis jurnal, siswa dilatih untuk
mencurahkan gagasan, dan menceritakan kejadian di sekitar tanpa
memikirkan hal-hal yang bersifat mekanik. Tompson (dalam Hairudin, 2007:
2-13) menyatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang mekanik membuat
tulisan mati karena tidak mengizinkan gagasan siswa tercurah secara alami.
Banyak manfaat yang dapat dperoleh dari kegiaan menulisjurnal, antara
lain:
1. Meningkatkan kemampuan menulis, terutama dalam hal mengungkapkan
pikirannya.
2. Meningkatkan kemampuan membaca, karena siswa akan membaca hasil
tulisannya sendiri setelah menulis.
3. Menumbuhkan keberanian menghadapi risiko, yaitu keberanian
mencurahkan gagasan dan pikirannya.
4. Memberi kesempatan untuk membuat refleksi, karena menulis jurnal pada
hakikatnya merfleksikan apa yang telah dilakukannya dalam kehidupannya.
5. Memvalidasi pengalaman dan perasaan pribadi, karena menuliskan
pengalaman entah menyenangkan atau tidak merupakan bentuk pengakuan
tentang apa yang telah dialaminya.
6. Memberikan tempat yang aman dan rahasia untuk menulis, karena hasil
tulisan siswa bias saja tidak boleh dibaca oleh orang lain termasuk guru.
Menulis jurnal ini sering disebut diary.
7. Meningkatkan kemampuan berpikir, karena menulis jurnal juga merupakan
bentuk berpikir, mengingat kembali, menyusun informasi, memilih ejadian
yang akan diceritakan.
8. Meningkatkan kesadara akan peraturan menulis,
9. Menjadi alat evaluasi, artinya siswa dapat menilai diri sendiri tentang
kemampuan menulisnya.
10. Menjadi dokumen tertulis, terutama dalam perkembangan kemampuan,
cara berpikir, sikap, dan melihat hal-hal yang dulu diangap penting dalam
hidupnya.
38
5. Guided Reading
Guided reading sering disebut dengan membaca terbimbing. Dalam
kegiatan ini, guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Materi yang
dibaca siswa sama dan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
didiskusikan oleh kelas dan siswa menanggapi secara kritis.
6. Guided Writing
Seperti halnya dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing
ini guru berperan sebagai pengamat dan fasilitator. Guru membantu siswa
tentang apa yang akan ditulisnya dan bagaimana menulisnaya dengan jelas,
logis, sistematis dan menarik. Selanjutnya guru dapat mendorong siswa untuk
giat menulis, member petunjuk dan mengarahkan siswa.
7. Independent Reading
Independent reading juga disebut degan membaca bebas, dalam
pengertian bebas dalam memilih materi bacaan namun siswa dituntut untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan membacanya. Dalam hal ini, guru dapat
menyediakan buku-buku yang memadai untuk dibaca siswa baik fiksi maupun
nonfiksi. Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan portofolio membaca untuk
siswa.
8. Independent Writing
Independent writing dapat diartikan sebagai menulis bebas bertujuan
yaitu meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis,
dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Ciri-ciri kelas whole language meliputi (1) kelas penuh dengan barang
cetakan baik buku teks, majalah, bulletin, Koran, kamus dan bulletin board;
(2) guru bereran sebagai model aktivitas berbahasa yang ideal; (3) siswa
bekerja dan belajar sesuai dengan kemampuanna; (4) siswa bebas melakukan
tugas yang sudah direncanakan, misalnya ada pembagian tugas di bulletin
board; (5) siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran; (6) siswa berani
mengambil resiko dan bebas bereksperimen; (7) siswa mendapat feedback
positif dari teman maupun guru.
Penilaian yang dapat dilakukan guru adalah observasi, catatan anekdot, dan
portofolio.
G. Metode Pembelajaran
Seperti telah diungkapkan di bagian awal bahwa metode diartikan sebagai
sebuah prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Di sisi lain metode
diartikan sebagai rencana pembelajaran yang mencakup pemilihan bahan,
39
pada materi yang mudah dipelajari; (5) diperlukan alat peraga yang memadai
dan biayanya juga besar.
5. Metode Pembatasan Bahasa
Penggunaan metode pembatasan bahasa berdasar asumsi mencari jalan
paling efisien agar dalam waktu singkat dan mudah siswa0-siswa dapat
menguasai sejumlah kata-kata dan pola-pola kalimat yang terbatas, tetapi
mempunyai kegunaan tinggi dalam kehidupan.
Untuk mencapai hal itu ditempuh langkah-langkah pembelajarannya (1)
kata-kata dan pola kalimat yang dipilih yang frekuensi pemakaiannya tinggi, (2)
kata-kata dan p[ola kalimat yang diajarkan diambil dari bacaan, (3) pemilihan
kata-kata dan struktur kalimat didasarkan pada nilai struktuernya, keumuman
pemakaiannya secara geografis, nilai dalam pembentiukan kata baru dan fungsi
stilistikanya
6. Metode Oral
Metode oral disebut juga dengan the Reform Method atau Fonetic
Method. Metode ini merupakan perbaikan metode langsung. Prionsip dasar
yang digunakan dalam metode ini bahwa pengajaran bahasa dilaksanakan
melalui bicara, apa pun tujuan yang ingin dicapai..
Titik berat pembelajaran pada penggunaan bahasa yang benar-benar
digunakan oleh masyarakat penutur bahasa itu. Menghafal kata-kata dihindari,
tetapi penggunaan pola-pola penggunaan bahasa yang digunakan penutur
bahasa itu diintensifkan. Latihan-latihan mendengarkan, latihan ucapan
dilakukan secara teratur. Latihan itu dilakukan dengan urutan latihan ucapan
kata, ungkapan-ungkapan, pemakaian kata-kata dalam kalimat dengan
intonasinya.
Pembelajaran bahasa tulis digunakan buku-buku yang disertai tanda-tanda
ucapan. Namun penekanannya pada bahasa lisan yaitu mendengarkan dan
berbicara.
7. Metode Realis
Penggunaan metode ini didasarkan pada prinsip bahwa mempelajari
bahasa harus sebaaimana tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya. Adapun
cirri-ciri metode ini (1) sejak awal siswa belajar berbahasa sesuai tingkah laku
berbahasa sesungguhnya, (2) bahas dipandang sebagai reaksi terhadap alam
sekitar. Reaksi itu seperti kata-kata, gerakgerik, intonasi, tekanan suara, dan
pernyataan yang lain; (3) tingkah laku merupakan bagian dari keseluruhan
berbahasa itu sendiri; (4) penggunaan bahasa sesuai tingkah laku berbahasa
42
pada analisis deskriptif dan analisis kontrastifnya dengan bahasa ibu siswa, (2)
sistem bunyi bahasa diajarkan terlebih dahulu, (3) pola struktur kalimat
diajarkan setelah siswa memahami system bunyi, (4) pelajaran tentang kata
dipadukan dengan pembelajaran bunyi dan pola strukltur kalimat, (5) pelajaran
tata bahasa dapat dikjelaskan dengan bantuan bahasa ibu siswa dan dijalinkan
dalam latihan pemakaian bahasa, (6) pembelajaran bahasa ditekankan pada
penguasaan bahasa lisan, (8) latihan-latihan dilakukan secara intensif agar siswa
terbiasa menggunakan bahasa baru yang diajarkan.
Dalam metode linguistic semua bahasa diperlakukan sama, artinya tidak
ada bahasa yang lebih baik/lebih maju daripada bahasa lain. Kelemahan metode
linguistic yaitu (1) mempelajari bahasa lisan telbih dahulu tidak memberikan
jaminan pada kelancaran kemampuan membaca dan mengarang, (2) latihan-
latihan intensif sering menjemukan.
13. Metode Pilihan
Prinsip dasar metode pilihan berdasarkan gabungan antara metode
langsung dan metode tak langsung. Bahasa ibu murid dapat digunakan untuk
menjelaskan dan menerjemahkan agar tidak terjadi pemborosan waktu dan
mencegah salah paham.
Urutan bahan pembelajaran yan sering ditempuh adalah berbicara-
menulis-membaca pemmahaman. Kegiatan pembelajaran mencakup latihan
bercakap-cakap, membaca bersuara,dan Tanya jawab. Tata bahasa diajarkan
secara dedsuktif. Media pembelajaran yang digunakan midsalnya audio visual.
Kebaikan metode pilihan (1) metode ini luw3ers, mudah disesuaikan
dengan kebutuhan, (2 ) guru lebih mudah melaksanakan karena tidak terlalu
terikat jioka dibandingkan dengan metode murni, (3) kelemahan metode
langsung/metode tatabahasa dapat dihilangkan.
14. Metode Tatabahasa Terjemahan
Metode ini merupakan gabungan antara metode tata bahasa dan metode
terjemahan. Penggunaan metode ini dapat dideskripsikan cirri-cirinya yaitu
910 tata bahasa yang diajarkan adalah tata bahasa formal, (2) kata-kata yang
diajarkan diambil dari teks, (3) pembelajaran dimulai dari aturan-aturan tata
bahasa dan kata-kata yang berdiri sendiri (lepas konteks), (4) ucapan kata
diajarkan bila perlu, (5) aturan-aturan tata bahasa dihafalkan siswa sebagai satu
unit dalam contoh-contoh kalimat.
15. Metode Unit
Pembelajaran bahasa dengan metode ini menggunakan 5 langkah yaitu (1)
peersiapan, (2) penyajian bahan, (3) bimbingan, (4) generalisasi, dan (5)
45
1. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang digunakan paling awal karena
sejak dimulainya pendidikan sudah digunakan metode iniCerama adalah
penerangan atau penjelasan secara lisan oleh guru kepada kelas. Dalam
ceramah mungkin guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi
kegiatan siswa yang tama mendengarkan dan mencatat pokok-pokok penting
yang dikemukakan guru
Penggunaan metode ceramah di antaranya: (1) jika guru ingin
menyampaikan fakta tetapi tidak ada buku yang mendukung bahan tersebut, (2)
jika guru mengajar dengan jumlah siswa besar (misalnya 50 orang atau lebih),
(3) bila guru bersemangat dan mampu memberi motivasi kepada siswa untuk
melakukan tugas, menggerakkan hati siswa untuk belajar, (4) kalau guru akan
menyimpulkan pokok-pokok enting yang telah diajarkan, (5) bila guru
menjelaskan hal-hal baru dalam pembelajaran.
Kelebihan metode ceramah antara lain guru dapat menguasai arah
pelajaran kelas, organisasi kelas sederhana serhingga pengelolaannya juga
relative sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah guru tidak dapat
mengontrol pemahaman siswa terhadap pembelajaran, kata-kata yang
diucapkan guru mungkin ditafsirkan berbeda oleh siswa sehinga erjadi
kesalahmengertian.
Mengingat penggunaan metode ceramah banyak menimbulkan
kelemahan, perlu dipersiapkan penggunaan metode ibi sehingga pembelajaran
lebih efektif. Caranya (1) tujuan ceramah dirumuskan dengan jelas, (2)
penggunaan ceramah apakah sudah tepat dengan tujuan tersebut, (3) menyusun
ceramah denan memeperhatikan kejelasan penerangannya bagi siswa, dapat
menangkap perhatian siswa-siswa, memberikan pengertian bahwa materi sangat
bermanfaat bagi siswa, (3) menanamkan pengertian yang jelas, (5)
menunjukkan kegunaan materi tersebut dalam kehidupan siswa.
2. Metode Tanya jawab
Pada hakikatnya metode Tanya jawab berusaha menanyakan kepada
siswa tentang pemahamannya terghadap hal-hal yang sudah diajarkan serta
siswa mampu menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang
belum dikuasainya kepada guru.
Metode Tanya jawab digunakan pada kondisi (1) untuk melanjutkan
pelajaran yang lalu sehingga perhatian siswa terpusat pada materi yang
ditanyakan guru, siswa juga mengingat , (2) menyelingi pembicaraan untuk
47
Jenis-jenis diskusi meliputi buzz group, fish bowl, whole group, syndicate
group, brainstorming, informal debate, colloquium, panel, symposium, dan
seminar. Pada buzz group siswa dalam kelas besar dibagi dalam kelompok kecil
terdiri atas 4 atau 5 orang. Tempat duduk dizatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan pertukaran pendapat. Pada fish bowl siswa diatur duduknya
membentuk lingkaran dengan memberi 3 kursi kosong di tengah untuk
memberi kesempatan yang akan menyampaikan gagasannya duduk di kursi
tersebut setelah selesai kembali ke tempat duduk semula. Pada whole group
kelas berdiskusi dengan jumlah siswa tidak lebih dari 15 orang. Pada syndicate
group; suatu kelas dibagi dalam kelompok kecil terdiri atas 3-6 anggota
mendiskusikan masalah dan aspek-aspeknya. Kemudian kelompok
menyimpulkan hasilnya dan melaporkannya kepada kelasn dalam siding pleno.
Pada brainstrorming, merupakan bentuk diskusi di mana setiap anggota bebas
menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah. Semua ide dicatat untuk
diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Dari beberapa ide tersebut
mungkin ada ide yang menarik untuk dikembangkan. Pada informal debate,
kelas dibagi dalam 2 tim sama besar untuk memperdebatkan masalah yang
kontradiktif. Dua tim dimaksud adalah tim pro dan tim kontra terhadap sebuah
masalah. Colloqium merupakan suatu kegiatan di mana siswa dihadapkan pada
nara sumber untuk mengajukan pertanyaan terhadap suatu masalah. Dan pada
panel, dilaksanakan dengan cara kelompok kecil 3-6 orang mendiskuasikan
suatu topic di hadapan kelompok peserta yang dapat berpartisipasi dalam
diskusi. Kelompok kecil tadi disebut panelis yaitu orang yang ahli dalam
bidangnya. Agar diskusi panel berjalan lancer dan efektif, ada hal-hal yang
harus diperhatikan (1) menentukan pokok persoalan yang dibahas, menentukan
panelisnya,masalahnya actual sehingga menarik, panelis orang yang ahli dalam
bidangnya. Pada pelaksanaan panel, pembicaraan seorang panelis didengarkan
baik kelompok panelis maupun pendengar, moderator memperkenalkan panelis
kepada pendengar dan mengemukakan setiap persoalan yang akan dibahas serta
dapat menyimpulkan pembicaraan dan tidak harus terdapat kesatuan pendapat.
Simposium merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal.
Pembahasan dilakukan minimal 2 orang, yang pertama mengajukan prasaran
dan yang kedua mengemukakan prasaran banding/penyanggah. Satu
masalahdisoroti dari beberapa aspek yang masing-masing dibacakan oleh
pemrasarankemudian diikuti sanggahan dan pandangan umum pendengar.
Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok
masalah dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka pandangan umum.
49
6. Metode resitasi
50
dirumuskan, (4) menimbulkan rasa puas, (5) biasanya diikuti demonstrasi, (6)
melatih siswa menggunakan metode ilmiah..
9. Metode karya wisata
Dengan karyawisata diharapkan siswa memperoleh pengalaman langsung
dari objek yang dilihat, dan diamati. Selain itu juga dapat menghayati tugas
pekerjaan milik orang lainserta dapat bertanya jawab dengan pelaksana
sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pengetahuannya,
dan praktik yang dilakukannya. Pelaksanaan metode ini harus didahului
perencanaan yang matang karena menyangkut biaya, sarana, tenaga, waktu dan
pengelolaan yang matang. Setelah karya wisata selesai diadakan diskusi,
menyusun laporan dan diadakan tindak lanjut.
Kelebihan penggunaan metode karyawisata adalah (1) siswa dapat
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh petugas pada objek
serta mengalami dan menghayati pekerjaan, (2) siswa dapat mengamati
berbagai kegiatan sehingga memperluas pengetahuan dan pengalaman mereka,
(3) dapat memecahkan masalah yangdihadapi dengan inspirtasi dari sumber
informasi orang pertama, (4) siswa mendapat pengetahuan dan pengalaman
terintegrasi.
Penggunaan istilah metode mengajar tersebut oleh sementara ahli
pengajaran disebut dengan teknik penyajian. Sehinga dikenal teknik penyajian
ceramah, teknik diskusi, kerja kelompok, simulasi, pengajaran unit, sumbang
saran/brainstorming, inkuiri, eksperimen, demonstrasi, karya wisata, kerja
lapangan, sosiodrama dan bermain peran, Tanya jawab, penugasan, teknik
nondirektif (Roestiyah, 1991: 5-147).
H. Teknik Pembelajaran
Pengertian teknik pembelajaran menekankan pada pemberian latihan-latihan
untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang telah dimilik.
Penerapan teknik pembelajaran ini menekankan kegiatan dan kreativitas siswa.
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah
disusun dan bergantung pada kemampuan guru dalam mencari siasat agar
pembelajaran berjalan lancar dan berhasil maksimal. Dalam menentukan teknik
pembelajaran ini, guru perlu mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi
siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi lainnya.
Berikut dijelaskan teknik-teknik pembelajaran keterampilan berbahasa mulai
dari menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
1. Teknik Pembelajaran Menyimak
52
d) Dengar-terka
Pembelajaran menyimak dengan teknik ini, siswa diminta
mendengarkan pendeskripsian sesuatu benda, objek, atau konsep kemudian
siswa menerka objek atau benda atau konsep yang dimaksud.
e) Menemukan benda/konsep
Penggunaan teknik ini dilakukan dengan cara guru mengumpulkan
benda-benda dalam suatu tempat tertentu. Guru mendeskripsikan benda yang
dimaksud kemudian siswa mengambil bendanya. Atau benda dapat diganti
dengan nama konsep tertentu dalam bidang tertentu juga. Guru
mendefinisikan atau menyebut cirri-ciri suatu konsep kemudian siswa
mengambil tulisan tentang konsep dimaksud. Misalnya guru menyebut cirri-
ciri (1) kalimat yang subjeknya melakukan pekerjaan, (2) predikatnya diikuti
objek. Siswa mengambil sebuah tulisan dari beberapa konsep yang tersedia
yaitu kalimat aktif transitif.
f) Siman bilang
Teknik pembelajaran ini sering disebut dengan permainan bahasa yang
bertujuan untuk melatih kemampuan menyimak siswa. Pelaksanaan
pembelajaran dengan teknik ini mula-mula siswa dibagi dalam dua
kelompok. Masing-masing kelompok mempersiapkan delapan perintah yang
harus diikuti oleh kelompok lawan dengan kriteria tertentu. Misalnya
perintah berupa aktivitas menggerakkan anggota tubuh, terdiri atas 5-8 kata
dalam sebuah kalimat, perintah merupakan gerakan yang sopan. Setelah
perintah disusun permainan dimulai dengan setiap siswa dalam satu
kelompok menjadi yuri untuk satu siswa pada kelompok lawan. Jika gerakan
benar skornya 1 dan jika salah skornya 0. Skor perolehan untuk satu gerakan
tergantung jumlah siswa, jika jumlah siswa dalam satu kelompok 10, sedang
yang melakukan gerakan benar untuk satu perintah 6 maka skornya 6. Skor
tersebut dijumlah sesuai jumlah perintahnya. Kelompok pemenang adalah
kelompok yang jumlah skornya terbanyak.
g) Bisik berantai
Teknik pembelajaran ini dilakukan dengan kelas dibagi dalam dua
kelompok. Setiap kelompok menyiapkan kalimat-kalimat yang akan
dsibisikkan oleh setiap anggota kelompok lawan. Kalimat yang dibuat harus
memenuhi criteria tertentu misalnya dalam sebuah kalimat terdapat diftong,
suku kata berpola kompleks, memiliki fungsi SPOK.Setelah kalimat selesai
disusun diberitahukan kepada guru untuk dilihat sudah memenuhi criteria
tersebut atau belum. Jika sudah memenuhi, permainan dimulai dengan setiap
54
g) Memparafrasekan
Puisi merupakan salah satu tipe bacaan yang harus dipahami dan
ditafsirkan maknanya. Sebagai indicator bahwa siswa telah memahami puisi
adalah dapat memparafrasekannya secara tepat. Dalam hal ini guru dapat
membantu memberikan penjelasan dan informasi yang memudahkan siswa
dalam memparafrasekan puisi.
h) SQ3R
Teknik SQ3R (survey, question, read, recite, and review) merupakan
salah satu teknik membaca untk studi. Untuk memahami wacana dibutuhkan
langkah-langkah ini agar pemahaman siswa secara mendalam terhadap teks
bacaan terpercaya. Pada langkah survey, siswa melakukan kegiatan
membaca secara sekilas bacaan untuk mendapatkan gambaran umum isi
bacaan. Pada langkah question siswa menyusun pertanyaan yang berkaitan
dengan isi bacaan. Pada langkah read, siswa membaca secara paragraph
demi paragraf untuk mendapatkan pemahaman terhadap isi bacaan secara
mendalam. Pada langkah recite, siswa menceritakan kembali isi bacaan, dan
pada review siswa mengkaji ulang isi bacaan dengan mermberikan umpan
balik terhadap penceritaan kembali.
i) Melanjutkan cerita
Siswa diminta untuk melanjutkan bacaan yang disajikan belum selesai.
Apabila siswa dapat menyelesaikan cerita secara lengkap maka siswa telah
memahami cerita (bacaan) dengan baik.
4. Teknik Pembelajaran Menulis
a) Baca-tulis
Teknik baca-tulis sebagai teknik pembvelajaran menulis dilakukan
dengan cara siswa diminta untuk membaca teks kemudian menuliskan
kembali apa yang telah dibacanya dengan kalimat-kalimat siswa.
b) Dengar-tulis
Teknik dengar-tulis juga disebut sebagai dikte. Pelaksanaan
pembelajaran dengan teknik ini sama dengan teknik dengar-tulis pada teknik
pembelajaran menyimak. Perbedaannya pada aspek yang dinilai yaitu hasil
tulisan siswa.
c) Meniru model
Pembelajaran m,enulis dengan teknik ini, siswa diminta untuk
membaca model tulisan dari guru, kemudian siswa menulis berdasar tema
lain seperti model yang dibacanya.
d) Mengarang bersama
60
k) Menyusun dialog
Teknik pembelajaran menulis ini membutuhkan kemampuan penulis
dalam mengatur peran-peran dalam dialog, menjabarkan maksud percakapan
lewat peran, menjaga konsistensi topik, karakter tokoh, dan penyelesaian
masalah yang dipercakapkan.
l) Catatan harian
Teknik ini meminta siswa menuliskan kejadian yang dialaminya
berikut refleksinya dalam kehidupan siswa.
m) Elaborasi
Dengan teknik elaborasi, siswa diminta untuk mendiskusikan suatu
permasalahan secara mendalam sehingga memperoleh simpulan yang benar
informasi yang didengar. Setelah itu siswa dapat menuliskan kembali
kajiannya secara terperinci dengan melengkapinya dengan informasi yang
sudah dimiliki sehingga pemahaman siswa lebih bermakna.
n) Biografi
Dengan teknik ini siswa diminta untuk menuliskan biografi seseorang
yang dikenal dan memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Cara yang dapat
ditempuh adalah mengumpulkan data dan fakta berkaitan dengan seseorang
yang akan ditulis biogafinya. Pengmpulan data-data tersebut apat dilakukan
dengan wawancara, membaca dokumen, observasi, dan membuat catatan
lapangan tentang orang yang akan ditulis biografinya.
o) Catatan harian
Dengan teknik ini, siswa diminta untk membuat catatan harian yang
berisi tentang kejadian-kejadian yang dialami dan dirasakan dalam
kesehariannya. Diharapkan dengan cara tersebut siswa terlatih menulis untuk
mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan sikapnya terhadap suatu
kejadian, seseorang, atau sesuatu yang ada.
p) Mengisi formulir
Mengisi formulir sering dilakukan oleh seseorang ketika akan
mendaftarkan diri untuk menjadi siswa baru, meminjam uang di bank,
mengikuti lomba dan sebagainya. Dalam mengisi formulir perlu dipahami
tujuan pengisian, respon yang diharapkan, petunjuk pengisian, dan harapan
pengisi. Hal ini perlu ditempuh agar dalam pengisian formulir tidak terjadi
salah pemahaman.
62
BAB III
PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN
E. Pendahuluan
Pembelajaran merupakan proses kompleks dalam diri peserta didik dan
terkait dengan berbagai aspek dalam diri maupun luar dirinya. Guru sebagai
pemberi fasilitas belajar dituntut memiliki kemampuan dalam memilih dan
menerapkan strategi pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut guru dapat
melaksanakan fungsi pemberi fasilitas dengan baik sehingga peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar secara efektif. Kemampuan ini merupakan salah satu
persyaratan kemampuan guru profesional. Hal ini juga berkaitan dengan
pemahaman guru tentang berbagai jenis strategi pembelajaran dan penggunaannya
seperti yang telah diuraikan pada bab II.
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli berkaitan dengan pemilihan
strategi instruksional ini, sehingga guru dapat belajar, membuat pertimbangan dan
membuat keputusan tentang strategi pembelajaran yang diterapkan pada peserta
didik. Strategi pembelajaran yang dipilih tentu perlu dipertimbangkan dalam
beberapa segi mengingat bahwa konteks pembelajaran yang berbeda-beda untuk
setiap proses pembelajaran yang dipandunya.
Di samping itu, dikenal beragamnya pendekatan, metode, teknik, dan model
pembelajaran yang dikemukakan beberapa ahli mendorong guru untuk memilih
salah satu atau beberapa yang sesuai dengan kondisi pemelajaran. Perlu diingat
juga bahwa beberapa strategi yang ditawarkan ahli tersebut tidak ada jaminan
adanya salah satu strategi pembelajaran yang paling baik. Setiap jenis strategi
memiliki kelebihan dan kekurangannya dan memiliki kecocokan penggunaannya
masing-masing.
Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu srategi saja?
Apakah strategi yang diterapkan dianggap satu-satunya startegi yang dapat
digunakan?
Apakah strategi itu memiliki memiliki nilai efektifitas dan efisiensi?
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan dalam
menetapakan startegi yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif akan memiliki strategi yang
berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif dan psikomotorik.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pemilihan strategi
pemelajaran. Peter F Oliva (1997: ))dalam bukunya yang berjudul Developing the
Curriculum menyatakan beberapa sumber pemilihan strategi pembelajaran yaitu
tujuan, pokok masalah, siswa, guru, dan masyarakat. Sedangkan Esef (dalam
Gafur, 1974: 98-100) dinyatakan bahwa dalam memilih strategi instruksional perlu
memperhatikan (1) faktor belajar, lingkungan belajar dan besar kecinya kelompok
belajar, (2) tujuan instruksional, dan (3) pola-pola kegiatan belajar mengajar.
Termasuk dalam faktor belajar meliputi stimulans (penyampaian materi pelajaran
oleh guru), respons (reaksi siswa terhadap stimulans), dan feedback (umpan balik
yang diberikan kepada siswa untuk menunjukan tepat tidaknya respon tersebut..
Faktor lingkungan belajar mencakup tempat terjadinya proses pembelajaran
termasuk di dalamnya konteks pembelajaran. Pola kegiatan pembelajaran dapat
dibagi menjadi 3 (Kemp) yaitu presentasi, studi independen, dan interaksi guru-
siswa.
Pemilihan strategi pembelajaran perlu mempertimbangkan faktor-faktor:
1. Peserta didik
Peserta didik merupakan sujbek pembelajaran sehingga strategi
pembelajaran harus mempertimbangkan faktor peserta didik. Faktor ini
terutama berkaitan dengan karakteristik peserta didik yang meliputi (a)
kematangan mental dan kecakapan intelektual. (b) kondisi fisik dan kecakapan
psikomotorik, (c) umur, dan (d) jenis kelamin. Kematangan mental berkaitan
dengan kesiapan peserta didik secara psikologis dalam mengikuti pembelajaran
bahasa. Kondisi fisik yang sehat dari peserta didik dapat menunjuukkan
kesiapannya dalam pembelajaran. Umur berkaiatan dengan tugas-
tugasperkemangan dalam beajar bahasa seperti dikemukakan oleh Piaget.
Faktor peserta didik, oleh Oliva dijelaskan adanya faktor minat,
kemampuan, kecakapan intelektual dan motivasinya dalam belajar bahasa.
Juga tidak dapat ditinggalkan gaya belajar peserta didik yang perlu disesuaikan
dengan gaya mengajar guru.Selain itu juga adanya fator kondisi fisik peserta
65
materi konkret. Beberapa dapat bekerja dalam tekanan beberapa lagi tidak.
Beberapa membutuhkan petunjuk, yang lain sedikit.
Gaya bukan sesuatu yang setiap saat dapat diubah. Pemberian harapan untuk
berubah, ketepatan latihan, konseling, atau terapi guru dapat mengubah gaya
mengajarnya. Kadang-kadang personalitas berubah dicontoh dari perilaku orang
lain yang penting.Perubahan adalah mungkin tetapi tidak mudah.
Ada 3 alasan guru perlu mengubah gaya mengajarnya yakni: (1) sekolah
mengharapkan gaya mengajar guru cocok dengan gaya belajar siswa. (2) sekolah
berharap mengungkap variasi gaya belajar siswa selama di sekolah sehingga
mereka akan belajar bagaimana berinteraksi dengan berbagai tipe orang. Akhirnya
siswa yang termasuk sedikit terstruktur, informal, rileks pada tingkat sekolah
menengah dilengkapi dengan gaya terpusat pada tugas, (3) guru dapat mengubah
gaya mengajarnya jika guru menjadi fleksibel, memanfaatkan lebih dari satu gaya
yang memiliki kesamaan dengan kelompok siswa.
Jika gaya mengajar adalah seperangkat tingkah laku guru secara personal,
model mengajar adalah seperangkat tingkah laku umum yang menekankan pada
strategi khusus. Buce Joyce dan Marsha Weil mendefinisikan model mengajar
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain materi
instruksional, menentukan pembelajaran di kelas.
Di LPTK para siswa diperkenalkan dengan model mengajar seperti
pengajaran ekspositorik, diskusi kelompok, bermain peran, demonstrasi, simulasi,
diskoveri, belajar di laboratorium, pengajaran terprogram, tutorial, problem
solving, dan pengajaran bermedia.
Bruce Joyce mengidentifikasi ke dalam dua puluh lima model mengajar,
yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu; (1) model sosial, contohnya
model inkuiri social, (2) model pemrosesan informasi, contohnya model induktif
Hilda Taba, dan model latihan inkuiri Richard Suchman, (3) model personal,
contohnya pengajaran nondirektif Carl Rogers, dan model pertemuan kelas
William Glasser, (4) model perilaku contohnya manajemen kontingensi, dan
kontrol diri.
Variasi model penting dalam pengajaran yang sukses. Penggunaan satu
model dapat membuat kelelahan dan kebosanan siswa. Ini membuat situasi sangat
tidak menyenangkan. Sebuah model harus sesuai dengan gaya guru maupun gaya
belajar siswa. Berpikir deduktif , membutuhkan waktu untuk mengaplikasikannya,
sedikit waktu menggunakan sehingga efisien untuk beberapa siswa daripada
berpikir induktif, di mana aplikasinya dilakukan lebih dahulu dan siswa
72
menentukan kaidah darinya. Penggunaan model yang sama untuk semua guru
tidak menyenangkan.
Dalam memilih strategi instruksional masih ada lagi hal yang
dipertimbangkan adalah kecakapan mengajar. Memilih pengajaran terprogram
misalnya, guru yang memainkan peran sebagai perencana (model), seperti
seseorang yang terpusat p[ada subjek mementingkan perincian , mempercayai
siswa belajar terbaik (gaya) dan memiliki kecakapan memilih materi,
mengurutkan, menulis program, dan menilai (kecakapan).
Pendidik telah menncurahkan perhatiannya untuk mengidentifikasikan
kecakapan umum mengajar (kompetensi). Diidentifikasi ada 23 kompetensi umum
yang dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu kecakapan berkomunikasi,
pengetahuan dasar, dan kecakapan teknis, kecakapan administratif, dan kecakapan
interpersonal. Dengan pelatihan yang tepat guru dapat menguasai kecakapan
umum mengajar.
Strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada siswa dalam menuju tercapainya tujuan
instruksional (Kozma dalam Gafur, 1984: 95). Sedangkan Dick dan Carey (dalam
Gafur, 1984: 95) menyatakan strategi instruksional ialah semua komponen materi,
paket pelajaran, dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa
mencapai tujuan yang diharapkan. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa strategi instruksional ialah setiap kegiatan yang dipilih menyangkut
pemilihan materi, kegiatan pembelajaran, prosedur pembelajaran yang dapat
membantu siswa mencapai tujuan (kompetensi).
Pembelajaran yang menerapkan strategi instruksional secara tepat ditandai
oleh kondisi siswa yang dapat belajar secara efektif dan efisien mengena pada
tujuan yang telah ditentukan. Di samping itu proses pembelajaran akan
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, antusias, ikhlas, dan menyenangkan.
Selanjutnya komponen satrategi instruksional meliputi: (1) kegiatan
instruksional pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4)
evaluasi, dan (5) kegiatan lanjutan. Dalam penyampaian informasi dapat
digunakan metode ceramah dan tanya jawab, sedangkan dalam partisipasi siswa
dapat digunakan metode penugasan, diskusi, role playing, demonstrasi dan
sebagainya tergantung pada karakteristik kompetensi yang hendak dipelajari.
Menurut Oemar Hamalik (2008: 207-208) strategi instruksional terbagi dalam
4 komponen dan tahapannya meliputi: (1) pendahuluan, (2) presentasi, (3) latihan
transisi, (4) bimbingan, (5) umpan balik, (6) praktik, dan (7) tes formatif.
73
BAB IV
MODEL PEMBELAJARAN
a. Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja?
b. Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya
model yang dapat digunakan?
c. Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi?
Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa berkelompok kecil 2-5 dengan aturan
main tertentu, adanya ketergantungan positif, pertanggungjawaban secara
individual, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, tatap muka dan evaluasi
proses kelompok. Pembelajaran kooperatif (Slavin dalam Komalasari, 2010: 62)
adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan berkerja secara
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2-5 dengan struktur
kelompok yang heterogen.
Pembelajaran kooperatif ini dilatarbelakangi oleh situasi belajar individual
yang dibarengi dengan menonjolnya aspek-aspek yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan siswa seperti kecenderungan berkompetisi, bersikap tertutup pada
teman, kurang memberi perhatian kepada teman sekelas, bergaul hanya dengan
orang tertentu, ingin menang sendiri, Bila hal ini dibiarkan akan menghasilkan
warga Negara yang egois, introvert, inklusif, kurang bergaul dalam masyarakat,
acuh-tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain,
tidak mau menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Gejala seperti ini
dampaknya sudah menjalar pada masyarakat kita dengan adanya demonstrasi,
main keroyok, saling sikut, dan mudah terprovokasi.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan hasil penelitian Slavin (dalam Rusman, 2011:
205) bahwa (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif
dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif yaitu (1) cooperative task atau
tugas kerjasama, dan (2) cooperative incentive structure atau strukturinsentif
kerjasama. Tugas kerjasama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan
kelompok bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan
struktur insentif kerjasama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi
siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2)
guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin
menanamkan tutor sebaya, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi
aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan (Sanjaya dalam Rusman, 2011: 206).
87
kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi
merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavin dalam
Rusman, 2011: 221). Karena itu, GI tidak dapat diimplementasikan ke dalam
lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog
interpersonal (yang mengacu pada dimensi sosial afektif). Aspek sosial afektif
kelompok, pertukaran intelektual, dan materi yang bermakna merupakan
sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap
usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di
antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik jika pembelajaran
dilakukan lewat kelompok-kelompok kecil dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif model GI sangat cocok untuk bidang kajian yang
memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi yang mengarah pada kegiatan
perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya memecahkan masalah.
Adapun implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran secara
umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu
(1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
yang terdiri 4-5 orang (para siswa menelaah sumber-sumber informasi,
memilih topik, dan mengategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke
dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi
kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru
membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi);
(2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama
dalam kelompoknya, yang melipputi apa yang diselidiki, bagaimana
melakukanna, siapa sebagai apa-pembagian kerja, untuk tujuan apa topik ini
dinvestigasi)
(3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada
usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi,
dan mensintesis ide-ide);
(4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan
esensial proyeknya, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan
bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk
mengoordinasikan rencana presentasi);
(5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas
dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif
dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi
92
e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
5. Model Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif TGT adalah tipe pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-
6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku berbeda.
Dalam permainan dengan TGT , setiap siswa yang bersaing merupakan
wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing
ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5
sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari
kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta
homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan memberitahukan aturan permainan.
Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk
bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan
kunci tidak terbaca).
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya, akan mengambil
sebuah kartu yang dberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua
siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan poin bagi
keompoknya. Prisipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurng pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak
mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang
dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif
atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran.
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai
berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca
soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang
menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan
kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan
nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara
mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah
jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor
94
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang
pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, di mana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta
dalam satu meja turnamen dapat bermain sebagai pembaca soal, penantang, dan
pemain.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal
dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan
jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain
dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan
berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.
Selanjutnya setiap pemain kembali ke kelompok asalnya dan melaporkan poin
yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin
yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan,
kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
6. Model Struktural
Menurut Spencer dan Miguel (dalam Rusman, 2011: 225-226) terdapat
enam komponen utama pembelajaran kooperatif tipe pendekatan struktural,
yaitu:
a. struktur dan konstruk yang berkaitan
Prinsip dasar dalam pendekatan struktural adalah bahwa ada hubungan
kuat antara yang dilakukan siswa dengan yang dipelajarinya. Interaksi di
dalam kelas telah memberi pengaruh besar pada perkembangan siswa pada
sisi sosial, kognitif, dan akademisnya. Konstruksi dan pemerolehan
pengetahuan, perkembangan bahasa dan kognisi, perkembangan
keterampilan sosial merupakan fungsi dari situasi di mana siswa
berinteraksi.
b. prinsip-prinsip dasar
Ada empat prinsip pembelajaran kooperatif dengan model struktural yaitu
interaksi serentak, partisipasi sejajar, interdependensi positif, dan
akuntabilitas perseorangan.
c. pembetukan kelompok dan pembentukan kelas
Kagan (dalam Rusman, 2011: 225) membedakan lima tujuan pembentukan
kelompok dan memberikan struktur yang tepat untuk masing-masing.
Kelima tujuan pembentukan kelompok itu adalah (1) agar dikenal, (2)
95
identitas kelompok, (3) dukungan timbal balik, (4) menilai perbedaan, dan
(5) mengembangkan sinergi.
d. Kelompok
Kelompok belajar kooperatif memiliki identitas kelompok yang kuat, yang
idealnya terdiri dari empat anggota yang berlangsung lama. Ada empat tipe
kelompok yakni (1) kelompok heterogen, (2) kelompok acak, (3) kelompok
minat, (4) kelompok bahasa homogen.
e. tata kelola
Dalam kelas kooperatif ditekankan adanya interaksi siswa dengan siswa,
untuk itu manajemen melibatkan berbagai keterampilan. Beberapa di
antaranya adalah tipe kelompok, pengaturan tempat duduk, tingkat suara,
pemberian arahan, distribusi dan penyimpanan materi kelompok, serta
metode pembentukan sikap kelompok.
f. keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif tipe structural (the structural natural approach)
untuk pemerolehan keterampilan sosial menggunakan empat alat yaitu (1)
peran dan gerakan pembuka, (2) pemodelan dan penguatan, (3) struktur
dan penstrukturan, dan (4) refleksi dan waktu perencanaan.
7. Model Cooperative Integrated Reading and Composition
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC bertujan untuk melatih
kemampuan siswa secara terpadu antara membaca dan menemukan ide pokok
suatu wacana tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana/kliping
secara tertulis. Adapun langkah-langkah pembelajarannya mencakup:
a. membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen,
b. guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topic pembelajaran.
c. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok
selanjutnya memberi tanggapan terhadap wacana/kliping yang ditulis
dalam lembar kertas.
d. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
e. Guru membuat kesimpulan
f. Penutup.
8. Two stay two stray
Pada prinsipnya pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (dua
tinggal dua tamu) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Caranya:
a. Siswa bekerjasama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
96
dapat memberi lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, merespon,
dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian
singkat atau siswa membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang
telah dijeaskan dan dialami. Guru melaksanakan pembelajaram dengan TPS
menggunakan langkah-langkah:
1. Berpikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atas masalah.
2. Berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan
dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan
menyatukan gagasan suatu masalah khusus yang didentifikasi. Secara
normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
3. Berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif
untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan
sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan
(Arends dalam Komalasari, 2010: 64-65).
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan
bekerja sama dengan orang lain. Keunggulannya adalah adanya optimalisasi
partisipasi siswa .
11. Cooperative script
Cooperative script (skrip kooperatif) dikembangkan oleh Dansereau.
Model pembelajaran kooperatif ini dilaksanakan dengan cara dimana siswa
bekerja berpasangan, dan secara lisan bergantian mengikhtisarkan bagian-
bagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah pembelajarannya adalah:
1. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan pasangan.
2. Guru membagikan wacana/materi kepada tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
98
masalah, (3) bagaimana agar siswa memandang diri sebagai pemecah masalah
yang aktif. Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada (1)
memfasilitasi proses PBM, mengubah cara berpikir, mengembangkan
keterampilan inkuiri, menggunakan pembelajaran kooperatif; (2) melatih siswa
tentang strategi pemecahan masalah, pemberian alasan yang mendalam,
metakognisi, berpikir kritis, berpikir secara sistem, dan (3) menjadi perantara
proses penguasaan informasi yang beragam, dan megadakan koneksi.
Masalah yang dijadikan sebagai dasar pembelajaran didesain dan memiliki
cirri-ciri (1) dari segi karakteristik; masalah bersifat nyata dalam kehidupan ,
relevan dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan kompleksitasnya sesuai dengan
perkembangan siswa, memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan
masalah, produk akhir; (2) dari segi konteks: masalah tidak terstruktur, menantang,
memotivasi, memiliki elemen baru; (3) dari segi sumber dan lingkungan belajar:
memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, indpenden untuk
bekerja sama, ada bimbingan, adanya sumber nformasi; (4) dari segi presenasi:
penggunaan scenario masalah, video klip, audio, jurnal, majalah, web site.
Suatu masalah dapat dpecahkan dengan memadukan berbagai pengetahuan
dan pegalaman sehingga ada beberapa teori belajar yang melandasinya yaitu:
1. Teori belajar bermakna dari Ausubel, I mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur oengertian yang sudah dimiliki.
2. Teori belajar Vigotsky, bahwa perkembangan intelektual terjadi saaaat individu
berhadapan deeengan pengalaman baru dan menantang serta ketika
memecahkan masalah. Vigostky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual.
3. Teori belajar Jerome Bruner, bahwa metode penemuan memberikan
pengalaman kepada siswa untuk menemukan kembali (bukan menemukan
sesuatu yang benar-benar baru) yang akan menghasilkan pengetahuan yang
lebih bermakna. Bruner menyarankan penggunaan scaffolding untuk membantu
siswa menuntaskan permasalahan karena melampaui kapasitas
perkembangannya melalui bantuan guru, teman, orang lain yang memiliki
kemampuan lebih.
S. Model Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tema dan melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna pada siswa (Rusman, 20011: 254). Pembelajaran tematik
merupakan salah satu bentuk implementasi pembelajaran terpadu dengan
102
ilmiah sederhana, dan sebab akibat, (4) anak dapat memahami konsep substansi
panjang, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat.
Pembelajaran tematik hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran
ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan pembelajaran yang telah tertuang
dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan SD.
Landasan yuridis pelaksanaan pembelajaran tematik di SD adalah UU no.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Permendiknas No. 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi. Dalam UU Sisdiknas dinyatakan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Selain itu dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dalam struktur kurikulum
SD/MI dinyatakan bahwa pembelajaran di kelas I s.d. III dilaksanakan melalui
pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui
pendekatan mata pelajaran (Mulyasa, 2007: 51).
Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan memperhatikan situasi dan
kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan pelaksanaannya untuk
mencapai hasil yang maksimal.
3. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Rusman, 2011:
258-259):
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik yang berpusat pada siswa sesuai dengan
pendekatan belajar odern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar, sedangkan guru banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu
memberikan kemudahan-kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas
belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada
siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak mutlak
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-
tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat
105
dukungan ketersediaan buku ajar, sarana prasarana, kesiapan guru dan siswa.
Namun masih diperlukan kondisi yang mendukung pelaksanaannya terutama
pengkondisian oleh kepala sekolah dalam memberikan kemudahan
pelaksanaannya.
T. Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Sejarah teknologi pembelajaran merupakan kreasi beberapa ahli dalam
bidang terkait yang pada dasarnya ingin mewujudkan ide-ide praktis dalam
menerapkan prinsip didaktis, yaitu pembelajaran yang ingin menekankan
perbedaan individual baik dalam kemampuan maupun dalam kecepatan.
Perwujudan ide praktis itu juga sejalan dengan teori belajar yang dikembangkan
oleh ahli psikologi. Aliran teori psikologi tingkah laku dan psikologi kognitif
menghasilkan teori model pemrosesan informasi. Teori psikologi persekolahan
yang terkait dengan belajar tuntas dari John B. Carrol, Jerome S. Bruner, dan
Benjamin S.Bloom sangat berpengaruh terhadap teknologi pembelajaran. Di
samping itu, kerangka acu yang berkaitan dengan desain pembelajaran turut
menyemarakkan perkembangan teknologi pembelajaran yang digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan bingkai kerja dalam mengembangkan pembelajaran
berdasarkan komputer.
Sejarah pembelajaran berbasis komputer dimulai dari teori pembelajaran
individual. Demikian juga merupakan kelanjutan dari karya Sydney L. Presseyu
yang menciptakan mesin mengajar. Dalam mesin mengajar digunakan untuk
melakukan tes pilihan ganda yang ditampilkan daqlam layar, testee memencet
tombol jawaban alternatif yang benar, jika jawaban benar akan muncul soal
berikut tetapi jika salah tidak akan muncul soal selanjutnya. Alat ini kemudian
dikembangkan menjadi mesin mengajar
Pada 1964 BF Skinner menciptakan pembelajaran terprogram (programmed
instruction). Dalam sistem ini siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain, guru
secara langsung melalui program yang berbentuk tulisan, rekaman radio, film,
mesin mengajar, dan sebagainya. Prinsip pembelajaran yang dikembangkan sesuai
dengan prinsip yang dikembangkan yaitu conditioning operant adanya stimulus
dan respon. Program yang dikembangkan Skinner ini disebut dengan program
linier dan dapat pula bercabang (branching). Program ini mewarnai
pengembangan perangkat lunak dalam system pembelajaran berasaskan computer.
Pembelajaran berdasar komputer ini juga didasarkan pada teori psikologi
kognitif yang berkaitan dengan model pemrosesan informasi. Komputer
merupakan tiruan proses penyimpanan informasi dalam otak manusia.
112
U. Model PAKEM
Pakem merupakan singkatan dari partisipatif, aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Pakem berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat
pada anak, dan menyenangkan sehingga mereka termotivasi untuk belajar sendiri
tanpa diperintah. Pakem juga merupakan penerjemahan dari empat pilar
pendidikan learning to know, learningto do, learning to be dan learning to life
together.
Pembelajaran partisipasif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada
keterlibatan siswa pada kegiatan sehingga menjadi lebih bermakna. Siswa diberi
kesempatan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sehingga mampu
mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di luar kelas.
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak
melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan
untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas sehingga mereka
mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahanman dan
kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap berbagai peristiwa
belajar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
114
dan (3) guru dapat mempublikasikan dan menyebarluaskan hasil akhir lesson study
yang telah dilakukana. Dengan demikian, lesson study merupakan model
pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning ,
serta membangun learning community.
Pada hakikatnya lesson study bukan strategi atau metode pembelajaran, tetapi
kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai strategi dan metode
p[embelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan ang dihadapi
guru pada setiap satuan pendidikannya masing-masing. Ciri-ciri utama lesson
study menurut Chaterine Lewis adalah (1) tujuan bersama untuk jangka panjang,
misalnya tentang pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan
pembelajaran yang menyenangkan, pengembangan kemampuan individual siswa;
2) materi pembelajaran yang penting, yang menjadi titik lemah pembelajaran
siswa, yang sulit dipelajari siswa; (3) studi tentang siswa secara cermat, bagaimana
siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, bagaimana minat siswa,
bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, dsb; (4) observasi pembelajaran
secara langsung.
Ada dua tipe penyelenggaraan lesson study yaitu yang berbasis sekolah dan yang
berbasis MGMP (Mulyana dalam Rusman, 2011: 387). Sedangkan anggotanya,
menurut Columbia University disarankan 3-6 orang saja.
Tahap-tahap lesson study menurut Bill Cerbin dan Bryan Kopp (dalam Rusman,
2011: 395) adalah:
1. Membentuk tim sebanyak 3-6 orang terdiri atas guru bersangkutan dan pihak
berkompeten;
2. Mendiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil lesson
study;
3. Mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi
bagaimana para siswa akan merespon;
4. Salah seorang melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan
pengamatan, serta mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa;
5. Kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari
tahapan kedua sampai tahapan kelima dan tim melakukan sharing atas temuan-
temuan yang ada.
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, para guru berkolaborasi menyusun RPP yang mencerminkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan diawali dengan kegiatan
menganalisis kebutuhan siswa dan permasalahan yang dihadapi dalam
119
DAFTAR PUSTAKA
Djamara, Saiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hairudin. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sukirno, Suwalni, dan Sri Anitah Wiryawan. 1985. Strategi Belajar Mengajar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zuchdi, Darmiyati dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.