You are on page 1of 3

KRL SIANG INI

Maaf mas, penggemar tulisannya Masgun?

Saya menoleh ke sumber suara, sedikit heran. Kutatap sejenak buku yang sedang aku baca.
Hujan Matahari. Oooh, hehe, iya dek.

Siang ini, di lengangnya KRL ini, Allah memantikkan pertemuan antara dua manusia yang
tidak saling mengenal, melalui buku yang seperti ladang makna. Meskipun saya tidak pernah
menyangka, percakapan bisa dimulai sesederhana ini.

Kerja mas? Dosen? Tanya perempuan berkerudung marun itu lagi.

Dosen? Oh! Tampilanku yang berlagak necis ini bisa membuat orang lain kecele rupanya.
Siang ini, saya masih mengenakan pakaian yang (katanya) smart casual, selepas sebuah interview
yang saya ikuti pagi ini.

Saya menggeleng, wah, saya aminkan saja ya dek. Belum, saya masih nyari kerja, kok.

Dia manggut-manggut, sepertinya kini dia mafhum melihatku berpakaian seperti ini. Dari
Jawa, mas?

Oke, apa dia cenayang? Atau sedang berkeinginan jadi cenayang? Hehe, iya, kok tahu?
Medoknya kedengaran jelas kah?

Oh nggak kok mas, cuma nebak-nebak aja dari barang bawaan mas. Tas ransel super besar,
kotak sepatu, khas perantau banget! Udah daftar mana aja, mas?

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Panjang nih. Wah, banyak
dek, puluhan, tapi yaaa begitulah, mayoritas gagal atau masih belum ada kabar lanjutan. Lama-
lama capek sih, terutama psikis saya. Tapi saya berusaha untuk berjuang terus, apalagi kalau ingat
saya ini anak pertama, tumpuan orang tua yang mulai menua dan panutan adek-adek saya, dan
saya pun sudah punya calon istri yang semoga bisa segera menjadi amanah saya sepenuhnya.

Mata perempuan berkerudung merah itu berbinar, waaah keren, berarti bener-bener
berjuang dari nol ya mas, baik mas sebagai seorang anak dan kakak, ataupun sebagai seorang calon
imam keluarga?
Saya terdiam. Mendapatkan sebuah kata keren justru membuat saya merasa berkecil hati.
Bagaimana menjadi pengangguran yang pontang-panting ke sana ke mari mencari pekerjaan yang
halal dan thoyib ini dianggap keren?

Ah enggak kok dek, saya jauh dari kata keren, apalagi kalau dibandingkan dengan teman-
teman saya yang sudah memperoleh pekerjaan, apalagi jika harus dihitung berapa banyak uang
yang dikeluarkan orang tua untuk membiayai saya, dan sisa waktu target saya untuk menikahi
calon istri saya, ucap saya pelan.

Perempuan itu berdecak-decak, mas, buku yang mas baca itu buku super keren lho, banyak
yang bisa kita ambil dari situ. Ada satu tulisan favoritku, coba deh buka yang judulnya Mimpi,
terus baca.

Aku menurutinya.

Nah itu tuh mas, kalimat pertama di paragraf kedua sebelum terakhir. Impian itu pastilah
sesuatu yang mendebarkan. Mas pasti tegang kan tiap ikut proses rekrutmen? Aku mengangguk.

Nah itu berarti mas punya mimpi yang oke! Perempuan itu semakin antusias, Sekarang
baca paragraf terakhirnya mas!

Dan jika ternyata impian kita tidak juga terwujud sementara kita sudah begitu keras
mewujudkannya. Percayalah. Dia mungkin sedang berencana menggantinya dengan hal yang
jauh lebih baik. Dia melihat usaha dan doamu, kan? Aku menatapnya.

Dia hanya tersenyum, representasi dari kalimat tuh dengerin!

Stasiun Universitas Indonesia.

Oke, aku turun di sini ya mas, semangat terus ya njemput rezeki dari Allah, mas Jawa si
anak tertua dan calon suami si mbak!

Sosoknya berlalu seiring menutupnya pintu KRL. Hanya karena sebuah buku ini, pertemuan
itu terjadi, tanpa perlu harus bertukar nama, tetapi mampu menjadi suatu pengingat yang berharga
bagi laki-laki yang terkadang merasa lelah saat berjuang. Sesederhana itu. Meskipun nyatanya
tidak sesederhana itu, sangat banyak kisah yang terjadi sebagai pendahulu dan pemantik pertemuan
ini.
Saya membuka smartphone yang ada di saku. Tertera kalimat penyemangat dari sosok yang
terus saya perjuangkan. Senyum semakin lebar terkembang, sedangkan mata semakin berkaca-
kaca. Allah selalu memiliki cara yang tak terduga untuk menunjukkan cinta-Nya pada umat-Nya,
dan tak pernah lelah untuk mengingatkan umat-Nya yang mulai lunglai berjuang.

Bogor, 20 Desember 2016

Yang Merajut Pelangi Bersama,

H&E

You might also like