Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda
berikut a) sangat kurus; b) edema, minimal pada kedua punggung kaki; c) BB/TB < -3 SD; d)
LiLA <11,5 cm. (Kemenkes, 2011)
Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2013, sekitar 52 juta anak dibawah 5 tahun
yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Lebih dari 29 juta anak dibawah 5 tahun
mengalami gizi buruk. Prevalensi tertinggi terdapat di Asia Selatan, sekitar 1 dari 6 anak atau
16% mengalami gizi buruk. India merupakan negara dengan angka gizi buruk tertinggi yaitu
lebih dari 25 juta. Negara tertinggi kedua adalah Nigeria, dan tertinggi ketiga adalah Pakistan.
Indonesia merupakan negara tertinggi keempat di dunia gizi buruk, sekitar 13% penduduknya
mengalami gizi buruk. (UNICEF, 2013)
Jumlah anak dibawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di
Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah sekitar 4.646.933 anak (19,6%)
dan terjadi peningkatan dari tahun 2010 yang hanya sekitar 17,8%. Nusa Tenggara Timur
merupakan provinsi dengan angka gizi kurang dan buruk yang tertinggi yaitu sekitar 208.549
anak (33%). Provinsi Banten memiliki presentase anak dibawah 5 tahun dengan gizi kurang
dan gizi buruk sekitar 17,2 %. (Riskesdas, 2013)
Menurut data yang didapat dari profil kesehatan Kabupaten Tangerang 2014,
dilaporkan presentase kasus gizi buruk tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 masih tetap.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015
Pada tahun 2014, presentase kasus gizi buruk sebesar 0,45%. (Dinkes Kabupaten Tangerang,
2014) Angka kasus gizi buruk pada tahun 2014 pada Puskesmas Legok sebanyak 10 kasus
(0,16%). (Puskesmas Legok, 2014)
Gizi buruk dapat terjadi karena berbagai sebab, namun penyebab utama yang paling
sering adalah salah dalam merawat dan memberi makan anak sejak dilahirkan, hal ini
mengakibatkan pola dan kebiasaan makan anak menjadi tidak tepat, pada akhirnya
menyebabkan anak sulit makan, mudah sakit, dan menderita gizi kurang bahkan gizi buruk.
(Pergizi, 2011)
Alasan dipilihnya An.K (12 bulan) untuk dilakukan kunjungan rumah adalah karena
pasien pada usia 10 bulan terdeteksi mengalami gizi kurang oleh bidan desa, namun satu
bulan kemudian ketika berobat ke Puskemas Legok, didapatkan pasien mengalami gizi buruk.
Orang tua pasien jarang mengikuti acara pos gizi yang diadakan di desanya. Dan sampai saat
ini anak masih dalam status gizi buruk. Menurut ibu pasien anaknya dirasakan cukup aktif
dan tidak tampak sakit sehingga ibu pasien tidak terlalu mengkhawatirkan penurunan berat
badan pasien. Oleh karena itu penulis khawatir, apabila pasien tidak dikunjungi, pertumbuhan
pasien akan terus berada dalam status gizi buruk, atau bahkan memburuk sehingga
perkembangannya juga akan ikut terganggu.
1. Apa saja faktor risiko yang menyebabkan tidak tercapainya peningkatan status gizi
pada An.K (12 bulan)?
2. Apa saja faktor internal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak
tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan)?
3. Apa saja faktor eksternal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak
tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan)?
4. Apa saja alternatif jalan keluar yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh An.K (12 bulan)?
I.3. Tujuan
4. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk menangani masalah kesehatan An.K (12
bulan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.2.1. Definisi
Gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda
berikut a) sangat kurus; b) edema, minimal pada kedua punggung kaki; c) BB/TB < -3 SD; d)
LiLA <11,5 cm. (Kemenkes, 2011)
II.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2013, sekitar 52 juta anak dibawah 5 tahun
yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Lebih dari 29 juta anak dibawah 5 tahun
mengalami gizi buruk. Prevalensi tertinggi terdapat di Asia Selatan, sekitar 1 dari 6 anak atau
16% mengalami gizi buruk. India merupakan negara dengan angka gizi buruk tertinggi yaitu
lebih dari 25 juta. Negara tertinggi kedua adalah Nigeria, dan tertinggi ketiga adalah Pakistan.
Indonesia merupakan negara tertinggi keempat di dunia gizi buruk, sekitar 13% penduduknya
mengalami gizi buruk. (UNICEF, 2013)
Jumlah anak dibawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di
Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah sekitar 4.646.933 anak (19,6%)
dan terjadi peningkatan dari tahun 2010 yang hanya sekitar 17,8%. Nusa Tenggara Timur
merupakan provinsi dengan angka gizi kurang dan buruk yang tertinggi yaitu sekitar 208.549
anak (33%). Provinsi Banten memiliki presentase anak dibawah 5 tahun dengan gizi kurang
dan gizi buruk sekitar 17,2 %. (Riskesdas, 2013)
Gambaran kondisi gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia menurut berat
badan per umur (BB/U) dapat dilihat dari hasil Riskesdas sebagai berikut:
Gambar 1. Persentase Gizi Buruk dan Gizi kurang Menurut BB/U di Indonesia
Menurut data yang didapat dari profil kesehatan Kabupaten Tangerang 2014,
dilaporkan presentase kasus gizi buruk tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 masih tetap.
Pada tahun 2014, presentase kasus gizi buruk sebesar 0,45%. (Dinkes Kabupaten Tangerang,
2014) Angka kasus gizi buruk pada tahun 2014 pada Puskesmas Legok sebanyak 10 kasus
(0,16%). (Puskesmas Legok, 2014)
II.2.3. Etiologi
Gizi buruk dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain kondisi penyakit yang
sedang diderita oleh pasien itu sendiri, asupan makanan yang tidak adekuat, adanya stress
dari manifestasi klinik yang timbul dan ketakutan pasien akan tindakan medis yang dilakukan
atau ketika berhadapan dengan dokter, paramedik dan lain-lain. (IDAI, 2011)
Selain itu, penyakit yang menyerang daerah wajah, mulut, faring, atau esofagus juga
dapat memberikan dampak langsung terhadap status nutrisi seseorang karena adanya
gangguan proses makan. Anak yang pernah megalami penggunaan prosedur invasif pada
mulut, seperti suction, nasogastric tube (NGT), atau endotracheal tube (ETT) dapat menjadi
intoleran terhadap suatu stimulasi di daerah mulut, mereka merasa proses makan merupakan
suatu kondisi yang mengancam. (IDAI,2011)
Penyakit kronik umumnya akan mempengaruhi status nutrisi seorang anak seperti
penyakit jantung bawaan, penyakit kronis ( paru, hati, ginjal, dan saluran cerna), HIV/AIDS,
trauma/luka bakar, keganasan dan kelainan metabolisme bawaan. (IDAI, 2011)
Ada juga yang membagi penyebab gizi buruk dan gizi kurang menjadi dua, yaitu
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. (Pergizi, 2011)
Cara merawat dan memberi makan yang Pendapatan rumah tangga terbatas dan
tidak tepat. daya beli rendah.
Saat sakit tidak segera berobat. Kebersihan diri dan lingkungan kurang
Pemberian ASI tidak tepat atau tidak baik.
optimal. Pengetahuan gizi dan kesehatan kurang
Pemberian MP-ASI terlalu dini. serta kurang penyuluhan.
seperti diare, campak, atau menderita Anak sering sakit, sulit makan atau tidak
1. Sosial
Ketidaktahuan yang menimbulkan tentang cara merawat bayi dan anak yang benar,
salah mengerti penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberikan makanan
bagi anggota keluarga yang sakit. (Arisman,2009)
2. Ekonomi
Kemiskinan yang merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang
berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas
kesehatan. (Arisman, 2009)
3. Biologi
Ibu yang malnutrisi baik sebelum hamil dan menyusui, penyakit infeksi, diet rendah
protein. (Arisman, 2009)
4. Lingkungan
Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi,
produk hasil panen yang disimpan secara buruk mengakibatkan pangan cepat rusak,
bencana alam, perang atau migrasi yang mengganggu distribusi pangan.
(Arisman,2009)
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari
tanda komplikasi medis berikut:
a Anoreksia;
b Pneumonia berat;
c Anemia berat;
d Dehidrasi berat;
e Demam sangat tinggi;
f Penurunan kesadaran.
II.2.6. Patogenesis
Setelah terpapar pada penyebab infeksi maka akan terjadi penurunan kadar asam
amino dalam darah. Hal tersebut memicu peningkatan glukoneogenesis di hati dan
penguraian asam amino dari otot yang kemudian diekskresi dalam bentuk urea di urin. Jika
tidak dikompensasi dengan meningkakan asupan makanan maka akan terjadi keseimbangan
nitrogen yang negatif dan dapat berakibat tejadinya kondisi malnutrisi. Pada infeksi juga
terjadi penyimpangan metabolisme zat besi. (IDAI, 2011)
II.2.7. Klasifikasi
Istilah lainnya adalah gizi kurang atau undernutrition, keadaan ini seringkali
terjadi setelah masa penyapihan, yang umumnya berkisar antara 9 bulan dan 2 tahun.,
walaupun dapat juga terjadi pada berbagai usia. Gambaran yang mencolok adalah
gagal tumbuh, seringnya terkena infeksi, adanya anemia, berkurangnya aktivitas
jasmani, serta hambatan perkembangan mental dan psikomotor, sedangkan perubahan
pada rambut dan kulit jarang ditemukan. (Markum, 1991)
2. Derajat berat :
1. Marasmus
Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu
terlihat menonjol, mata nampak lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit
atau mencekung dengan gambaran usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan
hipotonia. Kadang-kadang terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada
muka. Suhu tubuh umumnya subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal
menurun, sehingga ujung tangan dan kaki dingin dan nampak sianosis. (Markum,
1991)
2. Kwashiorkor
3. Marasmik Kwashiorkor
Kelainan gizi ini menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh-kembang. (Markum,
1991)
1. Penemuan anak gizi buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta),
hasil laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan
lainnya) dan skrining aktif (operasi timbang anak). (Kemenkes, 2011)
2. Penapisan anak gizi buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua
anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
(Kemenkes, 2011)
3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa
edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59
bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi
dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan. (Kemenkes, 2011)
4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda
komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak
5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2
s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan. (Kemenkes, 2011)
6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau
kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan
melalui rawat jalan. (Kemenkes, 2011)
7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka
penanganan anak dengan pemberian PMT pemulihan. (Kemenkes, 2011)
8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada
nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap. (Kemenkes, 2011)
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi
kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi
sebagai berikut:
3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu.
Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu.
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak
ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan,
dengan ketentuan, jika:
Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG).
Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan
tambahan dan konseling.
1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis.
2. Pengukuran antropometri
3. Pemeriksaan klinis
4. Pemberian konseling
Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau
mengganti makanan.
a. Obat
Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat.
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan.
b. Makanan untuk Pemulihan Gizi Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa
makanan lokal atau pabrikan.
1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100
atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin).
b. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak dengan
edema).
a. Prinsip
1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral.
2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan.
4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari
lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan
khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:
Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100).
2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan
200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula
100).
b. Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok umur
(besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).
d. Cara penyimpanan
Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk cair (formula 100) harus
segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut
hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.
Catatan :
1. Atasi/cegah
hipoglikemia
2. Atasi/cegah
hipotermia
3. Atasi/cegah
dehidrasi
4. Perbaiki
gangguan
elektrolit
5. Obati infeksi
6. Perbaiki
(-) (+)
defisiensi Fe Fe
mikronutrien
7. Makanan
stabilisasi dan
transisi
8. Makanan tumbuh
kejar
9. Stimulasi
Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/dl atau 54 mg/dl), yang seringkali merupakan penyebab kematian pada 2 hari
pertama perawatan. (IDAI, 2011)
Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak tidak
mendapat makanan selama 4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali terjadi
bersamaan dan biasanya merupakan pertanda infeksi. Carilah tanda hipoglikemia bila
menemukan tanda hipotermia (suhu aksila < 35 oC, rektal < 35,5oC). Pemberian
makanan dengan frekuensi sering (setiap 2-3 jam) sangat penting dalam mencegah
dua kondisi tersebut). (IDAI, 2011)
Bila pengukuran kadar glukosa darah tidak dapat dilakukan, anggaplah semua
anak dengan malnutrisi berat mengalami hipoglikemia dan lakukan penanganan.
(IDAI, 2011)
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
- Bolus 50 ml larutan glukosa 10% atau - Glukosa 10% intravena (5mg/ml), diikuti
sukrosa 10% (1 sendok the penuh gula dengan 50 ml glukosa 10% atau sukrosa
dengan 50 ml air), baik per oral maupun lewat pipa NGT. Kemudian mulai
dengan pipa nasogastrik. Kemudia mulai pemberian F75 (langkah 7) setiap 2 jam,
pemberian F75 (lihat langkah 7) setiap 2 untuk 2 jam pertama berikan dari dosis
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015
jam, untuk 2 jam pertama berikan dari makanan dari dosis makanan setiap 30
dosis makanan setiap 30 menit) menit)
- Antibiotik spektrum luas (lihat langkah 5) - Antibiotik spektrum luas
- Pemberian makan per 2 jam, siang dan -Pemberian makanan per 2 jam, siang dan
malam (lihat langkah 7) malam
Monitor:
- Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah
(menggunakan darah dari jari atau tumit). Selama terapi, umumnya anak akan stabil
dalam 30 menit. Bila gula darah masih rendah ulangi pemberian 50 ml bolus glukosa
10% atau larutan sukrosa, kemudian lanjutkan pemberian makan F-75 setiap 2 jam
hingga anak stabil. (IDAI, 2011)
- Suhu rektal : jika turun hingga < 35,5oC, ulang pengukuran kadar gula darah.
- Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darah sambil
mencari penyebabnya.
- Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung (lihat langkah 7) atau
bila perlu lakukan rehidrasi lebih dahulu.
Jika Suhu aksila < 35oC, lakukan pemeriksaan suhu rektal menggunakan
termometer air raksa. Jika suhu rektal <35,5oC: (IDAI, 2011)
- Hangatkan anak: selain memakaikan pakaian, tutupi dengan selimut hangat hingga
kepala (kecuali wajah) atau tempatkan didekat penghangat atau lampu (jangan
gunakan botol air panas), atau letakkan anak pada dada ibu (skin to skin, cara
kanguru) lalu tutupi selimut keduanya.
Bila termometer suhu untuk mengukur suhu rendah tidak tersedia dan suhu
tubuh anak terlalu rendah untuk tercatat pada termometer, anggaplah bahwa anak
mengalami hipotermia.
- Suhu tubuh : selama menghangatkan anak, lakukan pemeriksaan suhu rektal setiap
30 menit hingga mencapai suhu > 36,5oC.
- Kadar gula darah: ukur kadar gula darah ketika didapatkan hipotermia.
- Berikan makanan setiap dua jam, langsung dimulai pemberian makan (lihat langkah
7).
- Selalu berikan makanan (F75 atau F100), baik siang maupun malam hari.
- Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara (contoh: mandi,
pemeriksaan fisik yang terlalu lama).
- Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur anak
apabila basah.
- Hindari paparan langsung dengan udara (contoh: mandi, pemeriksaan fisik yang
terlalu lama).
- Biarkan anak tidur dengan ibu / pengasuh pada malam hari agar kehangatan tetap
terjaga.
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena tanda
dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering didapati pada gizi
buruk walaupun tidak dehidrasi. Di sisi lain, anak dengan gizi buruk dengan
dehidrasi walaupun ringan dapat menimbulkan komplikasi lain (hipoglikemia,
letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. (IDAI, 2011)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 23
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015
Karenanya perlu diantisipasi terjadinya dehidrasi pada anak gizi burk dengan
riwayat diare atau muntah dan perlu dilakukan tindakan pencegahan. Diagnosis pasti
adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin (>1030) selain tanda
dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut kering.
(IDAI, 2011)
Terapi :
Larutan gula garam standar untuk rehidrasi oral (75 mmol Na/L) mengandung
terlalu banyak natrium dan terlalu sedikit K bagi anak dengan malnutrisi berat. Oleh
karena itu diberikan larutan rehidrasi khusus yaitu rehydration solution for
malnutrition (ReSoMal). (IDAI, 2011)
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada kasus syok
dan lakukan hidrasi dengan sangat hati-hati, tetesan infus lambat untuk mencegah
beban pada sirkulasi dan jantung. (IDAI, 2011)
Sulit untuk memperkirakan statu dehidrasi dengan melihat klinis saja pada
anak malnutrisi berat. Maka diasumsikan bahwa setiap anak dengan diare cair dapat
mengalami dehidrasi dan diberikan: (IDAI, 2011)
- ReSoMal 5 ml/kg/jam setiap 30 menit selama dua jam pertama, baik per oral
maupun lewat NGT.
- Kemudian, 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya: jumlah yang sama
seharusnya diberikan pada anak ditentukan oleh berapa banyak anak mau minum,
dan jumlah diare dan muntah. Ganti dosis ReSoMal pada jam 4, 6, 8 dan 10
dengan F-75 bila rehidrasi masih dibutuhkan.
- Bila masih diare, beri ReSoMal setiap anak diare: anak <2 tahun: 50 100 ml dan
anak > 2 tahun: 100 200 ml.
Observasi tiap 30 menit selama dua jam pertama, kemudian tiap satu jam
untuk 6-12 jam selanjutnya, catatlah: (IDAI, 2011)
- Denyut jantung
- Frekuensi napas
- Frekuensi miksi
Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang sudah
tidak cekung dan perbaikan turgor kulit, merupakan tanda-tanda keberhasilan
rehidrasi. Harus diperhatikan bahwa banyak anak dengan malnutrisi berat tidak
menunjukkan tanda-tanda tersebut walaupun sudah tercapai rehidrasi. (IDAI, 2011)
Frekuensi napas dan nadi yang tetap cepat selama rehidrasi mengindikasikan
adanya infeksi atau over rehidrasi. Tanda kelebihan cairan (overhidrasi) antara lain
meningkatnya frekuensi napas, nadi, timbul/bertambahnya edema dan palpebra
bengkak. Jika tanda tersebut muncul, maka hentikan pemberian cairan secepatnya
dan lakukan penilaian ulang setelah satu jam. (IDAI, 2011)
Pencegahan
Untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair: (IDAI, 2011)
- Tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75 (lihat langkah 7).
- Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan ReSoMal.
Sebagai panduan berikan 50-100 ml setiap kali diare cair untuk anak < 2 tahun
dan 100-200 ml bagi anak > 2 tahun (catatan: anak dengan malnutrisi berat
biasanya feses seperti bubur, lebih sering tetapi lebih sedikit jumlahnya dan untuk
ini tidak dibutuhkan penggantian cairan).
- Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan untuk melanjutkan pemberian ASI
diantara pemberian F75 atau F100.
Pada malnutrisi berat, tanda umum adanya infeksi, speerti demam, sering tidak
dijumpai, dan infeksi sering tersembunyi. (IDAI, 2011)
Oleh karena itu beri secara rutin saat rawat inap: (IDAI, 2011)
- Vaksin campak jika anak >6bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda jika
kondisi klinis buruk atau dalam keadaan syok).
infeksi sistemik akibat pertumbuhan berlebih bakteri anaerob pada usus halus.
(IDAI, 2011)
a. Jika pada anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri:
kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari
(2,5ml jika berat <6 kg);
b. Jika anak terlihat sangat sakit (apatis , letargi) atau terdapat komplikasi
(hipoglikemi, hipotermia, dermatosis, infeksi traktus respiratorius atau
urinarius), beri: ampisilin 50 mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika
amoksisilin tidak tersedia, lanjutkan dengan ampisilin per oral 50 mg/kg
per 6 jam.
Jika anak tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 48 jam, tambahkan:
kloramfenikol 25 mg/Kg IM/IV per 8 jam selama 5 hari.
Jika anoreksia tetap ada setelah 5 hari pemberian antibiotik, lanjutkan sampai
10 hari. Selain itu, evaluasi ulang anak seutuhnya, periksa fokal infeksi dan
organisme yang potensial untuk resisten dan pastikan bahwa suplemen vitamin dan
mineral telah diberikan secara benar. (IDAI, 2011)
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun anemia seringkali terjadi, pada periode awal (stabilisasi, transisi) tidak
boleh diberikan preparat besi tetapi ditunggu sampai anak memiliki nafsu makan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015
yang baik dan dimulai saat berat badan bertambah (biasanya minggu kedua/ pada
fase rehabilitasi). Pemberian preparat besi dapat memperburuk keadaan infeksi serta
terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak membran sel dan
berakibat fatal. (IDAI, 2011)
- Vitamin A per oral (dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan
100.000 SI, untuk anak 0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi buruk;
- Suplemen multivitamin
- Zinc 2 mg /KgBB/hari
- Mineral Mix (penambahan 20ml larutan ini kedalam 1 liter makanan akan
memenuhi kebutuhan seng (Zn) dan tembaga (Cu), juga kalium dan magnesium.
Larutan ini juga digunakan dalam pembuatan ReSoMal dan formula.
- Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah
dan rendah laktosa (F75);
- Pemberian makan secara oral atau lewat pipa nasogastrik ( jangan memberikan
secara parenteral);
- Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah formula
dihabiskan.
Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam
dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu
makan baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari (contoh
24 jam untuk tiap tahap). (IDAI, 2011)
Jika karena sesuatu sebab (muntah, diare, letargis, dll) asupan tidak dapat
mencapai 80 kkal/KgBB/hari (jumlah minimal yang harus dicapai), makanan harus
diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan melebihi 100
kkal/kg/hari pada fase ini. Selama fase stabilisasi, diare seharusnya berkurang dan
juga edema bila ada yang menyebabkan berat badan berkurang. (IDAI, 2011)
- Frekuensi muntah;
- Berat badan harian (ditimbang pada waktu dan kondisi yang sama).
Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100. Untuk mengubah dari pemberian
makanan awal ke makanan kejar tumbuh (transisi): (IDAI, 2011)
- Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam;
- Volume dapat ditambah sebanyak 10-15 ml per kali (bila sulit dalam
pelaksanaannya, kenaikan volume ini dapat dilakukan per hari) hingga mencapai
150 kkal/KgBB/hari (volume minimum pada tabel pemberian F-100);
- Frekuensi napas
- Frekuensi nadi
Bila frekuensi napas meningkat lima kali atau lebih/menit dan frekuensi nadi
25 atau lebih/menit selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut, kurangi
volume per kali makan (berikan tiap 4 jam F100 16 ml/KgBB/makan selama 24
jam, kemudian 19 ml/KgBB/makan selama 24 jam, kemudian 22 ml/KgBB/makan
selama 48 jam, kemudian tingkatkan jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali
pemberian seperti diatas. (IDAI, 2011)
- Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makanan sisa yang
tidak termakan oleh anak (anak tidak mampu menghabiskan porsinya).
Tahapan ini biasanya terjadi saat pemberian makanan mencapai 30
ml/KgBB/makan (200 ml/KgBB/hari);
- Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula
tumbuh kejar;
- Bila anak kmasih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
(catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup untuk mendukung
tumbuh-kejar yang cepat).
Monitor Kemajuan setelah transisi dengan menilai peningkatan berat badan: (IDAI,
2011)
- Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pemantauan
berat badan;
- Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari.
Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang terlambat,
sehingga perlu diberikan: (IDAI, 2011)
Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak
sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupun mungkin BB/U masih rendah karena
umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan stimulasi fisik
dan sensoris dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang tua atau pengasuh
bagaimana: (IDAI, 2011)
- Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrien memadai;
- Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.
a. Anoreksia;
b. Pneumonia berat;
c. Anemia berat;
d. Dehidrasi berat;
f. Penurunan kesadaran.
II.2.11. Prognosis
Kerangka Teori
Gizi Buruk
BAB III
DATA KLINIS
Agama : Islam
Kewargenaraan : Indonesia
Suku : Sunda
III.2. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada hari Kamis, tanggal 3 Desember
2015, jam 15.30 WIB di rumah pasien.
III.2.1.Keluhan utama
Berat badan anak turun sejak 2 bulan terakhir dan tidak kunjung naik.
III.2.2.Keluhan tambahan
Sejak 10 bulan yang lalu, pasien terdeteksi mengalami berat badan yang kurang oleh
bidan desa. Bidan desa menyarankan pasien untuk dibawa ke pos gizi, namun ibu pasien
jarang membawa anaknya ke pos gizi. Ibu pasien hanya datang untuk mengambil PMT.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan melanjutkan dengan MP-ASI. MP-
ASI yang di berikan oleh ibu pasien berupa bubur ayam, bubur kacang hijau, nasi tim, atau
biskuit SUN . ASI yang diberikan 6-8 kali perhari tapi sebentar-sebentar. Menurut cerita
ibu, nafsu makan pasien memang kurang baik. Ibu pasien hanya memberikan anaknya makan
bila mau dan berhenti bila anaknya sudah tidak mau lagi. Pada malam hari, kalau pasien
sudah tidur ibu pasien membiarkan pasien tidur sampai pagi dan tidak memberikan selingan
malam.
Menurut ibu pasien, saat pasien baru lahir, berat badan pasien hanya seberat 2,4 kg.
Pasien lahir cukup bulan, lahir dibantu bidan desa di rumah pasien. Riwayat imunisasi pasien,
tidak lengkap. Saat hamil, Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke bidan desa dan
selama hamil ibu pasien didiagnosa mengalami KEK pada kehamilan.
Sehari-hari pasien makan tiga kali sehari dengan tiga kali selingan. Sekali makan
pasien hanya makan 5-6 sendok. Selingan malam terkadang tidak diberikan karena anak
sudah tidur. ASI hanya sebentar-sebentar dan susu formula yang diberikan hanya diminum
kurang lebih seperlima botol (20cc). Setiap selingan hanya makan 1 buah biskuit ditambah
sedikit susu atau bubur kacang hijau 5-6 sendok. Menurut ibu pasien, anaknya juga tidak suka
makanan cair atau lumat yang seharusnya dikonsumsi oleh anak seusianya. Pasien lebih suka
makanan rumah tangga biasa atau terkadang sedikit lunak.
Berat badan pasien susah untuk naik, bahkan 2 bulan terakhir mengalami penurunan
berat badan. Oleh karena itu, bidan desa menyarankan An. K untuk dibawa ke klinik gizi di
Puskesmas Legok. Ketika kunjungan kedua di Puskesmas Legok, berat badan pasien
mengalami penurunan lagi. Oleh Puskesmas, ibu diberi edukasi, PMT dan diminta kontrol
berat badan setiap minggu, namun ibu pasien sampai sekarang belum membawa anaknya
kembali ke Puskesmas. Alasan ibu pasien tidak kembali ke puskesmas karena ibu pasien
merasa anaknya cukup aktif dan tidak tampak sakit sehingga ibu pasien tidak terlalu
mengkhawatirkan penurunan berat badan pasien.
Pada saat pertama kali kami berkunjung, pasien sedang panas yang naik turun dan
disertai dengan batuk berdahak berwarna putih juga pilek. Pasien menjadi rewel dan mudah
menangis. Ibu pasien menyangkal adanya mual, muntah, diare, cacingan, batuk lama, dan
riwayat pasien kejang. Pasien tidak memiliki riwayat sakit berat. Sesekali pasien mengalami
demam, batuk dan pilek ringan.
Pasien sudah mengalami gizi kurang sejak usia 10 bulan, namun mengalami
perburukan status gizi pada saat kontrol kedua kali di klinik gizi, Puskesmas Legok.
III.2.6.Riwayat imunisasi
Ibu memeriksakan kandungannya setiap bulan ke bidan desa sampai ia hamil 9 bulan.
Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 1x di bidan. Menurut bidan
desa Rancagong, ibu pasien selama hamil menderita kurang energi kronis. Riwayat
anemia, kencing manis, dan darah tinggi selama kehamilan disangkal. Riwayat
perdarahan saat hamil disangkal, riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat
minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal. Obatobat yang
diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet tambah darah.
Kesan :
Riwayat pemeliharaan prenatal cukup.
Ibu pasien selama kehamilan menderita kurang energi kronis.
Pasien seorang anak perempuan dari ibu berusia 22 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu,
lahir secara normal pervaginam dibantu oleh bidan desa di rumah pasien. Pasien lahir
menangis, kulit kemerahan, berat badan lahir 2400 gram, panjang badan 46 cm,
lingkar kepala dan lingkar dada An. K ketika lahir ibu mengaku lupa.
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2400 gram. Panjang badan lahir 46 cm. Berat badan saat ini 5,7
kg, tinggi badan saat ini 72 cm.
Kesan: Pertumbuhan anak sesuai dengan umur.
Perkembangan :
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Angkat kepala : 4 bulan
Gigi keluar : 6-8 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Kesan: Perkembangan anak sesuai dengan umur.
Anak mendapat ASI eksklusif, ASI diberikan hingga saat ini, namun dalam jumlah
yang sedikit.
Pada usia 6 bulan baru ditambahkan dengan makanan tambahan.
Anak makan 3 kali sehari dengan jumlah yang kurang.
Kesan: Kualitas makanan dan minuman tidak baik
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai di perusahaan sepatu, ibu pasien tidak bekerja.
Menanggung 1 orang anak. Keluarga pasien tinggal bersama dengan orangtua dari
ibu pasien. Biaya pengobatan memiliki BPJS.
Pemeriksaan Umum
Status Generalis
Tanda Vital:
- RR : 27 kali / menit
- Suhu : 37,7oC
- TD : 90/60 mmHg
Status Internus
Kepala : normocephale, rambut kemerahan terdistribusi
merata,tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak
ada kelainan.
Thorax Jantung:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS
V, 1 cm medial dari linea midklavikula
sinistra
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I - II (N), regular,
murmur (-), gallop (-)
Paru-paru:
Inspeksi : Gerakan hemithorax dalam
keadaan statis dan dinamis simetris,
retraksi (-/-)
Palpasi : Gerakan nafas simetris pada saat
statis dan dinamis
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi
-/-, Whezzing -/-
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianotik -/- -/-
Status neurologis:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 42
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015
Pemeriksaan Khusus :
Pemeriksaan Antropometri:
III.4. Diagnosis
BAB IV
Pasien merupakan anak perempuan berusia 12 bulan dengan status anak tunggal. Saat
ini pasien tinggal serumah bersama kedua orangtua, kakek, nenek, dan kedua pamannya.
Sepatu
6. Ny. Sj P 22 Ibu Rumah SMP Ibu
Tangga
7. An. K P 1 Tidak bekerja Belum Pasien
sekolah
Sumber: hasil wawancara dengan ibu pasien, Ny.Sj
Keterangan gambar:
Penghasilan keluarga hanya berasal dari ayah pasien, yaitu Tn. Su yang
bekerja sebagai pegawai pabrik sepatu, dengan pendapatan kurang lebih
Rp.2.700.000,- perbulannya dengan jam kerja sebagai pegawai 12 jam perharinya.
Terdapat sisa uang setiap bulannya untuk ditabung oleh keluarga pasien setiap
bulannya. Seluruh keluarga telah terdaftar sebagai anggota BPJS, sehingga tidak ada
biaya tambahan untuk pengobatan.
Pasien seringkali makan makanan yang dibeli ibunya dari orang yang jualan di
sekitar rumah pasien, sesekali ibu pasien memasak yang bahannya dibeli oleh ibu
pasien di pasar.
MENU
Sumber Sumber Sayur- Buah- Susu
karbohidrat Protein sayuran buahan
Makan Pagi Nasi putih / Ayam / telur
bubur
Makan Siang Nasi putih / Ayam / ikan Bayam /
nasi tim / telur / tahu kankung /
/ tempe sawi
Makan Nasi putih / Ayam / ikan Bayam /
Malam nasi tim / telur / tahu kankung /
/ tempe sawi
Makan Biskuit Bubur Pepaya / ASI /
Selingan kacang pisang susu
hijau formula
Kurva WHO:
Kebutuhan nutrien:
Lemak: 35 % dari total energi : (35/100) x 920 = 322 kkal/hari = 35,78 g/hari.
Perumahan
b. Lokasi rumah : kurang lebih 1,4 km dari puskesmas, akses menuju kampung
pasien masih dapat dilewati oleh mobil, dan rumah pasien terletak di pinggir
jalan. Terdapat transportasi umum yang melewati rumah pasien. Letak rumah
pasien berdempetan dengan rumah tetangga kanan, kiri, dan belakang.
c. Kondisi bangunan
Ventilasi
Terdapat 1 buah pintu depan, 2 buah pintu didalam rumah, dan 4 buah jendela
berbentuk persegi, dan rumah pasien memiliki plafon.
Insidentil :
Pintu depan (1 buah) = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu belakang (1 buah) = 1 m x 1,5 m = 1,5 m2
Pintu kamar 1 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu kamar 2 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Tirai Gudang 1 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Tirai Gudang 2 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu WC = 0,5 m x 1,8 m = 0,9 m2
Jendela ruang tamu I = 1,5 m x 1 m = 1,5 m2
Jendela ruang tamu II = 0,5 m x 0,8 m = 0,4 m2
Jendela kamar 1 = 1 m x 0,8 m = 0,8 m2
Jendela kamar 2 =2mx1m = 2 m2
Jendela Gudang 1 = 0,4 m x 0, 3 m = 0,12 m2
Jendela Gudang 2 I =2mx1m = 2 m2
Total ventilasi insidentil = 18,22 m2
Permanen :
Sekat antara ruang keluarga dan dapur = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Lubang angin kamar mandi = 1,5 m x 0,2 m = 0,04 m2
Lubang angin di atas pintu depan (3) = (0,4 m x 0,8 m) x 3 = 0,96 m2
Lubang angin di atas jendela ruang tamu I (2) = (0,4 m x 0,8 m) x 2 = 0,64 m2
Lubang angin di atas jendela ruang tamu II (2) = (0,4 m x 0,8 m) x 2 = 0,64 m2
Lubang angin di atas jendela kamar 1 = 1 m x 0,8 m = 0,8 m2
Lubang angin di atas jendela kamar 2 =2mx1m = 2 m2
Total ventilasi permanen = 6,88 m2
Karena ventilasi total rumah yang ideal minimal 15% dari luas lantai, maka
ventilasi rumah pasien sebesar 44,54 % telah memenuhi kriteria ventilasi rumah
yang ideal, dan secara fungsional karena lubang angin selalu terbuka. Ventilasi
insidentil juga telah memenuhi kriteria dengan jumlah minimal 10%. Sedangkan
ventilasi permanen juga memenuhi kriteria dengan jumlah minimal 5%. Rumah
pasien juga menggunakan plafon, sehingga ventilasi dirumah pasien baik. Namun
pasien jarang sekali membuka ventilasi yang ada di rumahnya, sehingga udara
terkesan tidak mengalir sebagaimana mestinya.
Pencahayaan
Air bersih
Keperluan minum dan memasak sehari-hari didapat dari isi ulang galon,
kurang lebih 1 galon untuk minum dan memasak selama 3 hari. Kriteria air bersih
: kualitas air jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penggunaan air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air tanah yang di
pompa dengan jet pump dan digunakan untuk mandi, mencuci pakaian, dan
mencuci motor.
Kamar mandi
Jamban
Jamban berupa jamban jongkok leher angsa berada dalam kamar mandi
yang berukuran 60 cm x 60 cm dan dialirkan ke septic tank. Septic tank berjarak
kurang lebih 30 m dari sumber air.
Pembuangan sampah
Pembuangan limbah
Air kotor yang dari kamar mandi dan dapur dialirkan melalui pipa yang
berada di dalam tanah dan mengalir sampai ke selokan di dekat rumah pasien.
Selokan tidak mengalir dengan lancar, tetapi tidak ada sampah yang menumpuk.
Body:
Mind:
Spirit:
An.K tidak mau bermain dan terus minta digendong oleh ibunya.
Level 1
Family:
An. K tinggal bersama kedua orang tuanya, kakek, nenek, dan kedua pamanya.
Personal behaviour:
An. K makan tiga kali sehari tetapi dalam jumlah yang sedikit.
An.K sering rewel dan sering menangis
Nafsu makan An.K kurang baik
Psycho-socio-economic- environment
Lingkungan psikososial:
- An. K sering ditertawakan tetangganya akibat gizi buruk dan tampak kurus
Physical environment
Level 2
- Puskesmas sudah memiliki klinik gizi yang diadakan di puskesmas dua kali
dalam seminggu.
Lifestyle :
- Ibu An.K yang tidak merasa khawatir dengan berat badan anaknya karena An.K
menurut ibunya masih aktif dan tidak tampak sakit.
- Ibu jarang masak untuk makanan di rumah dan membeli untuk makan An.K.
Level 3
The Community
- Kebanyakan warga tidak mengetahui dengan baik mengenai gizi buruk dan apa
penyebab gizi buruk.
Culture : Masyarakat menganggap, anak tidak boleh diberi makan malam, karena
akan menyebabkan anak menjadi cacingan.