You are on page 1of 57

Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.

K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di


Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kedokteran keluarga adalah upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang


memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin
pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. Dokter keluarga adalah
dokter yang memberikan pelayanan kesehatan berorientasi komunitas dengan titik berat pada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai
bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya. (Azwar, 1997)

Gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda
berikut a) sangat kurus; b) edema, minimal pada kedua punggung kaki; c) BB/TB < -3 SD; d)
LiLA <11,5 cm. (Kemenkes, 2011)

Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2013, sekitar 52 juta anak dibawah 5 tahun
yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Lebih dari 29 juta anak dibawah 5 tahun
mengalami gizi buruk. Prevalensi tertinggi terdapat di Asia Selatan, sekitar 1 dari 6 anak atau
16% mengalami gizi buruk. India merupakan negara dengan angka gizi buruk tertinggi yaitu
lebih dari 25 juta. Negara tertinggi kedua adalah Nigeria, dan tertinggi ketiga adalah Pakistan.
Indonesia merupakan negara tertinggi keempat di dunia gizi buruk, sekitar 13% penduduknya
mengalami gizi buruk. (UNICEF, 2013)

Jumlah anak dibawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di
Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah sekitar 4.646.933 anak (19,6%)
dan terjadi peningkatan dari tahun 2010 yang hanya sekitar 17,8%. Nusa Tenggara Timur
merupakan provinsi dengan angka gizi kurang dan buruk yang tertinggi yaitu sekitar 208.549
anak (33%). Provinsi Banten memiliki presentase anak dibawah 5 tahun dengan gizi kurang
dan gizi buruk sekitar 17,2 %. (Riskesdas, 2013)

Menurut data yang didapat dari profil kesehatan Kabupaten Tangerang 2014,
dilaporkan presentase kasus gizi buruk tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 masih tetap.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 1
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Pada tahun 2014, presentase kasus gizi buruk sebesar 0,45%. (Dinkes Kabupaten Tangerang,
2014) Angka kasus gizi buruk pada tahun 2014 pada Puskesmas Legok sebanyak 10 kasus
(0,16%). (Puskesmas Legok, 2014)
Gizi buruk dapat terjadi karena berbagai sebab, namun penyebab utama yang paling
sering adalah salah dalam merawat dan memberi makan anak sejak dilahirkan, hal ini
mengakibatkan pola dan kebiasaan makan anak menjadi tidak tepat, pada akhirnya
menyebabkan anak sulit makan, mudah sakit, dan menderita gizi kurang bahkan gizi buruk.
(Pergizi, 2011)

Alasan dipilihnya An.K (12 bulan) untuk dilakukan kunjungan rumah adalah karena
pasien pada usia 10 bulan terdeteksi mengalami gizi kurang oleh bidan desa, namun satu
bulan kemudian ketika berobat ke Puskemas Legok, didapatkan pasien mengalami gizi buruk.
Orang tua pasien jarang mengikuti acara pos gizi yang diadakan di desanya. Dan sampai saat
ini anak masih dalam status gizi buruk. Menurut ibu pasien anaknya dirasakan cukup aktif
dan tidak tampak sakit sehingga ibu pasien tidak terlalu mengkhawatirkan penurunan berat
badan pasien. Oleh karena itu penulis khawatir, apabila pasien tidak dikunjungi, pertumbuhan
pasien akan terus berada dalam status gizi buruk, atau bahkan memburuk sehingga
perkembangannya juga akan ikut terganggu.

I.2. Perumusan Masalah

I.2.1. Pernyataan Masalah

Tidak tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan).

I.2.2. Pertanyaan Masalah

1. Apa saja faktor risiko yang menyebabkan tidak tercapainya peningkatan status gizi
pada An.K (12 bulan)?

2. Apa saja faktor internal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak
tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan)?

3. Apa saja faktor eksternal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak
tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan)?

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 2


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

4. Apa saja alternatif jalan keluar yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh An.K (12 bulan)?

I.3. Tujuan

I.3.1. Tujuan Umum

Tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan).

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya faktor risiko yang dapat menyebabkan tidak tercapainya peningkatan


status gizi pada An.K (12 bulan).

2. Diketahuinya faktor internal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan tidak


tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan).

3. Diketahuinya faktor eksternal berdasarkan Mandala of Health yang menyebabkan


tidak tercapainya peningkatan status gizi pada An.K (12 bulan).

4. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk menangani masalah kesehatan An.K (12
bulan).

BAB II

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kedokteran Keluarga (Azwar A,1997)


II.1.1. Definisi
Kedokteran keluarga adalah upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin
pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.
Ilmu kedokteran keluarga adalah cabang ilmu kedokteran, yang dalam memberikan
layanan pengobatan kepada individu sakit, menerapkan cara pendekatan menyeluruh
(holistic), paripurna (comprehensive), sinamibung (continue), terpadu (integrated) dengan
berbasis keluarga (family based) dan berorientasi komunitas (community oriented) serta
menekankan pada upaya pencegahan.
Aspek holistic mengandung tiga unsur yang harus berada dalam keseimbangan yaitu
Agent, Host, dan Environment juga secara keseluruhan pribadi, fisik, psikologis. Aspek
comprehensive, continue, integrated menekankan pada pencegahan, memperhatikan proses
penyakit, mulai dari Health Promotion, Specific Protection, Early Diagnosis and Prompt
Treatment, Disability Limitation, Rehabilitation, Care of The Dying Patient, dan tahap
pencegahannya, serta tingkat layanan kesehatannya.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 prinsip dasar pelayanan dokter keluarga, yaitu :

1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif


2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja dan lingkungan
tempat tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu
II.1.2. Karakteristik Pelayanan
Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke 18 yang dilaksanakan di Surakarta
pada tahun 1982 telah merumuskan karakteristik pelayanan dokter keluarga sebagai berikut :

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 4


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan


sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitar.
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi
jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal
serta mengobati penyakit sedini mungkin.
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

II.1.3. Tujuan Pelayanan


Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
1. Tujuan Umum : terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
2. Tujuan Khusus :
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efektif.
Pelayanan dokter keluarga dalam menangani suatu masalah kesehatan,
perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi
pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari
anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien.
Pelayanan dokter keluarga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan
penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.

II.1.4. Manfaat Pelayanan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Manfaat dari pelayanan dokter keluarga menurut Cambridge Research Institute


adalah:
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah,
terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan
suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan pelbagi masalah lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan
tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan
sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,
termasuk faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih
sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.

II.1.5. Kunjungan dan Perawatan Pasien di Rumah


Untuk dapat mewujudkan pelayanan kedokteran menyeluruh, salah satu upaya yang
dipandang mempunyai peranan penting adalah melakukan kunjungan rumah, seta melakukan
perawatan pasien di rumah terhadap keluarga yang membutuhkan.
Kunjungan rumah adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah pasien untuk lebih
mengenal kehidupan pasien dan atau memberikan pertolongan kedokteran sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan pasien.
Alasan mengapa pertolongan kedokteran perlu dilakukan melalui kunjungan dan atau
perawatan di rumah pasien yakni karena keadaan kesehatan pasien tidak memungkinkan
untuk datang ke tempat praktek atau sebagai tindak lanjut pelayanan rawat inap di rumah
sakit.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 6


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Manfaat kunjungan dan perawatan pasien di rumah adalah dapat meningkatkan


pemahaman dokter tentang pasien, dapat lebih meningkatkan hubungan dokter-pasien, dapat
lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien serta dapat lebih
meningkatkan kepuasan pasien.

II.2. Gizi Buruk

II.2.1. Definisi

Gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda
berikut a) sangat kurus; b) edema, minimal pada kedua punggung kaki; c) BB/TB < -3 SD; d)
LiLA <11,5 cm. (Kemenkes, 2011)

II.2.2. Epidemiologi

Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2013, sekitar 52 juta anak dibawah 5 tahun
yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Lebih dari 29 juta anak dibawah 5 tahun
mengalami gizi buruk. Prevalensi tertinggi terdapat di Asia Selatan, sekitar 1 dari 6 anak atau
16% mengalami gizi buruk. India merupakan negara dengan angka gizi buruk tertinggi yaitu
lebih dari 25 juta. Negara tertinggi kedua adalah Nigeria, dan tertinggi ketiga adalah Pakistan.
Indonesia merupakan negara tertinggi keempat di dunia gizi buruk, sekitar 13% penduduknya
mengalami gizi buruk. (UNICEF, 2013)

Jumlah anak dibawah 5 tahun yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di
Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah sekitar 4.646.933 anak (19,6%)
dan terjadi peningkatan dari tahun 2010 yang hanya sekitar 17,8%. Nusa Tenggara Timur
merupakan provinsi dengan angka gizi kurang dan buruk yang tertinggi yaitu sekitar 208.549
anak (33%). Provinsi Banten memiliki presentase anak dibawah 5 tahun dengan gizi kurang
dan gizi buruk sekitar 17,2 %. (Riskesdas, 2013)

Gambaran kondisi gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia menurut berat
badan per umur (BB/U) dapat dilihat dari hasil Riskesdas sebagai berikut:

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 7


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Gambar 1. Persentase Gizi Buruk dan Gizi kurang Menurut BB/U di Indonesia

Menurut data yang didapat dari profil kesehatan Kabupaten Tangerang 2014,
dilaporkan presentase kasus gizi buruk tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 masih tetap.
Pada tahun 2014, presentase kasus gizi buruk sebesar 0,45%. (Dinkes Kabupaten Tangerang,
2014) Angka kasus gizi buruk pada tahun 2014 pada Puskesmas Legok sebanyak 10 kasus
(0,16%). (Puskesmas Legok, 2014)

II.2.3. Etiologi

Gizi buruk dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain kondisi penyakit yang
sedang diderita oleh pasien itu sendiri, asupan makanan yang tidak adekuat, adanya stress
dari manifestasi klinik yang timbul dan ketakutan pasien akan tindakan medis yang dilakukan
atau ketika berhadapan dengan dokter, paramedik dan lain-lain. (IDAI, 2011)

Selain itu, penyakit yang menyerang daerah wajah, mulut, faring, atau esofagus juga
dapat memberikan dampak langsung terhadap status nutrisi seseorang karena adanya
gangguan proses makan. Anak yang pernah megalami penggunaan prosedur invasif pada
mulut, seperti suction, nasogastric tube (NGT), atau endotracheal tube (ETT) dapat menjadi
intoleran terhadap suatu stimulasi di daerah mulut, mereka merasa proses makan merupakan
suatu kondisi yang mengancam. (IDAI,2011)

Penyakit kronik umumnya akan mempengaruhi status nutrisi seorang anak seperti
penyakit jantung bawaan, penyakit kronis ( paru, hati, ginjal, dan saluran cerna), HIV/AIDS,
trauma/luka bakar, keganasan dan kelainan metabolisme bawaan. (IDAI, 2011)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 8


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Ada juga yang membagi penyebab gizi buruk dan gizi kurang menjadi dua, yaitu
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. (Pergizi, 2011)

Tabel 1. Penyebab anak gizi buruk (Pergizi,2011)

Penyebab Langsung Penyebab Tidak Langsung

Cara merawat dan memberi makan yang Pendapatan rumah tangga terbatas dan
tidak tepat. daya beli rendah.
Saat sakit tidak segera berobat. Kebersihan diri dan lingkungan kurang
Pemberian ASI tidak tepat atau tidak baik.
optimal. Pengetahuan gizi dan kesehatan kurang
Pemberian MP-ASI terlalu dini. serta kurang penyuluhan.

Penyapihan ASI terlalu dini. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga

Porsi makan terlalu sedikit tetapi kurang baik.

dianggap sudah cukup. Orang tua tidak sabar dan telaten

Anak menderita sakit akut dan berat memberi makan anak.

seperti diare, campak, atau menderita Anak sering sakit, sulit makan atau tidak

penyakit kronis seperti TBC. mau makan.

Anak menderita penyakit yang Kemampuan dan kegigihan orang tua

pemanfaatan zat gizinya terganggu terutama ibu dalam merawat, mengasuh,

seperti kelainan jantung bawaan, dan memberi makan anak, kurang.

kelainan neurologis, atau metabolisme Petugas kesehatan sering menganggap

lainnya. bukan masalah meskipun berat badan


anak menurut umur rendah atau kurus.

II.2.4. Faktor Resiko

Faktor risiko yang melatar belakangi gizi buruk

1. Sosial

Ketidaktahuan yang menimbulkan tentang cara merawat bayi dan anak yang benar,
salah mengerti penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberikan makanan
bagi anggota keluarga yang sakit. (Arisman,2009)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

2. Ekonomi

Kemiskinan yang merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang
berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas
kesehatan. (Arisman, 2009)

3. Biologi

Ibu yang malnutrisi baik sebelum hamil dan menyusui, penyakit infeksi, diet rendah
protein. (Arisman, 2009)

4. Lingkungan

Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi,
produk hasil panen yang disimpan secara buruk mengakibatkan pangan cepat rusak,
bencana alam, perang atau migrasi yang mengganggu distribusi pangan.
(Arisman,2009)

II.2.5. Kriteria Anak Gizi Buruk

1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi (Kemenkes, 2011)

a BB/TB: < -3 SD dan atau;


b Terlihat sangat kurus dan atau;
c Adanya Edema dan atau;
d LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

2) Gizi Buruk dengan Komplikasi (Kemenkes, 2011)

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari
tanda komplikasi medis berikut:

a Anoreksia;
b Pneumonia berat;
c Anemia berat;
d Dehidrasi berat;
e Demam sangat tinggi;
f Penurunan kesadaran.

II.2.6. Patogenesis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 10


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Mekanisme dimana infeksi kemudian menyebabkan kondisi malnutrisi melibatkan


keadaan-keadaan: 1) anoreksia; 2) Penggantian makanan dengan makanan khusus; 3)
Penurunan kemampuan absorbs zat gizi akibat diare dan parasit usus; 4) Peningkatan
kehilangan nitrogen, kalium, magnesium, zinc, fosfat, sulfur, dan vitamin A, C dan B 2 melalui
urin. (IDAI, 2011)

Setelah terpapar pada penyebab infeksi maka akan terjadi penurunan kadar asam
amino dalam darah. Hal tersebut memicu peningkatan glukoneogenesis di hati dan
penguraian asam amino dari otot yang kemudian diekskresi dalam bentuk urea di urin. Jika
tidak dikompensasi dengan meningkakan asupan makanan maka akan terjadi keseimbangan
nitrogen yang negatif dan dapat berakibat tejadinya kondisi malnutrisi. Pada infeksi juga
terjadi penyimpangan metabolisme zat besi. (IDAI, 2011)

II.2.7. Klasifikasi

Klasifikasi Gizi buruk / Malnutrisi Energi Protein (MEP)

1. Derajat ringan sedang : ditandai dengan adanya hambatan pertumbuhan

Istilah lainnya adalah gizi kurang atau undernutrition, keadaan ini seringkali
terjadi setelah masa penyapihan, yang umumnya berkisar antara 9 bulan dan 2 tahun.,
walaupun dapat juga terjadi pada berbagai usia. Gambaran yang mencolok adalah
gagal tumbuh, seringnya terkena infeksi, adanya anemia, berkurangnya aktivitas
jasmani, serta hambatan perkembangan mental dan psikomotor, sedangkan perubahan
pada rambut dan kulit jarang ditemukan. (Markum, 1991)

2. Derajat berat :

1. Marasmus

Gambaran klinis akan jelas memperlihatkan penampilan seorang anak yang


kurus kering. Semula anak rewel, cengeng walaupun telah diberi minum, dan
sering bangun malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan
nafsu makan menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang akan
terlihat berat badan menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga turgor kulit
menjadi jelek dan dan kulit berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat jaringan
lemak pipi pun menghilang, sehingga wajah anak menyerupai orang usia lanjut.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 11
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu
terlihat menonjol, mata nampak lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit
atau mencekung dengan gambaran usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan
hipotonia. Kadang-kadang terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada
muka. Suhu tubuh umumnya subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal
menurun, sehingga ujung tangan dan kaki dingin dan nampak sianosis. (Markum,
1991)

2. Kwashiorkor

Secara umum anak nampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah


terangsang, anak menjadi apatik, sopor dan koma. Gejala terpenting adalah
pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan
dengan BB ideal. Penurunan BB tidak mencolok apabila ditemukan edema
anasarka. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam,
kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin
diseluruh tubuh (edema anasarka). Jaringan otot mengecil dengan tonusnya
menurun, jaringan subkutan tipis dan lembek. Kelainan gastrointestinal yang
mencolok adalah anoreksia dan diare. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar
dan kaku, kusam, jarang, kering , serta mudah dicabut tanpa reaksi sakit. Warna
rambut seringkali nampak berbagai warna secara selang seling antara warna
gelap, pirang,dan pucat yang menyerupai bendera dan dikenal sebagai signo de
bandero. Perubahan rambut pada kelopak mata tidak nyata, bahkan bulu mata
sering menjadi lebih panjang. Kelainan kulit tahap awal berupa kulit yang kering,
bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebar, disertai defisiensi vitamin
B kompleks, defisiensi eritropoetin, dan kerusakan hati. Anak mudah terjangkit
infeksi akibat defisiensi imunologik, penyakit campak pada anak kwashiorkor
dapat menjadi serius dan berakibat fatal. Penyakit infeksi ini sering
bermanifestasi sebagai diare, bronkopneumonia, faringotonsilitis, atau
tuberculosis. Penyakit kwashiorkor sering disertai oleh defisiensi vitamin dan
mineral lain, karena itu bisa dijumpai tanda defisiensi vitamin A, riboflavin,
anemia defisiensi besi, dan anemia megaloblastik. (Markum, 1991)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 12


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

3. Marasmik Kwashiorkor

Kelainan gizi ini menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh-kembang. (Markum,
1991)

II.2.8. Alur Pemeriksaan / Penemuan Kasus Anak Gizi Buruk

1. Penemuan anak gizi buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta),
hasil laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan
lainnya) dan skrining aktif (operasi timbang anak). (Kemenkes, 2011)

2. Penapisan anak gizi buruk, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan hasil penapisan Lila < 12,5 cm, atau semua anak yang dirujuk dari
posyandu maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua
anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran), semua anak
diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah anak mau
makan/tidak mau makan minimal dalam 3 hari terakhir berturut-turut.
(Kemenkes, 2011)

3. Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
tampak sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa
edema, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59
bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi
dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan. (Kemenkes, 2011)

4. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm
(untuk anak usia 6-59 bulan) dan disertai dari salah satu atau lebih tanda
komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 13


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara


rawat inap. (Kemenkes, 2011)

5. Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: BB/TB < -2
s/d -3 SD, LiLA 11,5 s/d 12,5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan. (Kemenkes, 2011)

6. Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik (edema kedua punggung tangan atau
kaki), dan nafsu makan membaik maka penanganan anak tersebut dilakukan
melalui rawat jalan. (Kemenkes, 2011)

7. Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka
penanganan anak dengan pemberian PMT pemulihan. (Kemenkes, 2011)

8. Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan ditemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ke tiga berat
badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada
nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap. (Kemenkes, 2011)

Gambar 2. Alur Pemeriksaan

II.2.9. Tatalaksana (Kemenkes, 2011)

Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi
kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi
sebagai berikut:

3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu.
Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 14


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan tidak
ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses pemulihan,
dengan ketentuan, jika:
Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG).
Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian makanan
tambahan dan konseling.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 15


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan:

1. Pendaftaran

Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan (rekam) medis.

2. Pengukuran antropometri

Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu.

Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan.

Pengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan hasilnya dicatat


pada kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik dengan tiga
indikator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB).

3. Pemeriksaan klinis

Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit, pemeriksaan


fisik dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada atau tidak penyakit
penyerta, tanda klinis atau komplikasi.

4. Pemberian konseling

Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian


pertumbuhan anak.

Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi.

Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi.

Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau
mengganti makanan.

5. Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 16


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

a. Obat

Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat.

Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan.

b. Makanan untuk Pemulihan Gizi Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa
makanan lokal atau pabrikan.

1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100
atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin).

2. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa


pemulihan (rehabilitasi) :

1 minggu pertama pemberian F 100;

Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan


penambahan makanan keluarga.

3. Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada


orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai kebutuhan hingga
kunjungan berikutnya.

6. Rujukan, dilakukan apabila ditemukan :

a. Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta.

b. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak dengan
edema).

c. Timbul edema baru.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 17


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Makanan untuk Pemulihan Gizi

a. Prinsip

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral.

2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan.

3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi


siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan
bentuk cair, lumat, lembik, padat.

4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacang-kacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.

5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari
lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.

6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal


(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

b. Jumlah dan Frekuensi

Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan
khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:

1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:

Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).

Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan
200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula
100).

Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan


secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah
frekuensi makanan padat.

a. Pemberian makanan rehabilitasi lanjutan dapat diteruskan bila kondisi anak


gizi buruk masih memerlukan makanan formula.

b. Bagi anak yang status gizinya pulih ( -2 SD) maka berangsur menuju ke
makanan anak sehat sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok umur
(besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).

c. Cara pemberian makanan untuk pemulihan gizi kepada anak di rumah :

Sebelum menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan sabun.

Berilah makanan pada anak dengan memperhatikan jarak waktu


makan.

Usahakan makanan tersebut dihabiskan sesuai porsi yang ditentukan.

Berikan makanan dalam bentuk cair dengan menggunakan gelas,


hindari menggunakan botol atau dot.

d. Cara penyimpanan

Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk cair (formula 100) harus
segera diberikan dan dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut
hanya dapat disimpan dalam suhu ruang maksimal 2 jam.

Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk kering yang diracik


secara terpisah oleh tenaga kesehatan Puskesmas dapat disimpan
maksimal 7 hari, dan disimpan pada tempat sejuk, kering, aman,

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 19


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

tertutup, dan terhindar dari bahan cemaran dan binatang pengganggu


(semut, tikus, kecoa, cicak, kucing, anjing, dll).

Makanan untuk pemulihan gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa


kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

Catatan :

Bila BB anak < 7 kg : diberikan makanan bayi (lumat).

Bila BB anak 7 kg : diberikan makanan anak (lunak).

Tatalaksana Gizi Buruk

10 Langkah Utama: (Kemenkes, 2011)

Tabel 2. 10 langkah utama tatalaksana anak gizi buruk (Kemenkes,2011)

Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindak Lanjut

(H 1 2) (H 3 7)` (mg 2 6) (mg 7 26)

1. Atasi/cegah
hipoglikemia
2. Atasi/cegah
hipotermia
3. Atasi/cegah
dehidrasi
4. Perbaiki
gangguan
elektrolit
5. Obati infeksi

6. Perbaiki
(-) (+)
defisiensi Fe Fe
mikronutrien

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

7. Makanan
stabilisasi dan
transisi
8. Makanan tumbuh
kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak


lanjut

1. Langkah 1: Atasi / cegah hipoglikemia

Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/dl atau 54 mg/dl), yang seringkali merupakan penyebab kematian pada 2 hari
pertama perawatan. (IDAI, 2011)

Hipoglikemia dapat terjadi karena adanya infeksi berat atau anak tidak
mendapat makanan selama 4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali terjadi
bersamaan dan biasanya merupakan pertanda infeksi. Carilah tanda hipoglikemia bila
menemukan tanda hipotermia (suhu aksila < 35 oC, rektal < 35,5oC). Pemberian
makanan dengan frekuensi sering (setiap 2-3 jam) sangat penting dalam mencegah
dua kondisi tersebut). (IDAI, 2011)

Bila pengukuran kadar glukosa darah tidak dapat dilakukan, anggaplah semua
anak dengan malnutrisi berat mengalami hipoglikemia dan lakukan penanganan.
(IDAI, 2011)

Tabel 3. Terapi hipoglikemi pada anak gizi buruk (IDAI,2011)

Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar

- Bolus 50 ml larutan glukosa 10% atau - Glukosa 10% intravena (5mg/ml), diikuti
sukrosa 10% (1 sendok the penuh gula dengan 50 ml glukosa 10% atau sukrosa
dengan 50 ml air), baik per oral maupun lewat pipa NGT. Kemudian mulai
dengan pipa nasogastrik. Kemudia mulai pemberian F75 (langkah 7) setiap 2 jam,
pemberian F75 (lihat langkah 7) setiap 2 untuk 2 jam pertama berikan dari dosis
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

jam, untuk 2 jam pertama berikan dari makanan dari dosis makanan setiap 30
dosis makanan setiap 30 menit) menit)
- Antibiotik spektrum luas (lihat langkah 5) - Antibiotik spektrum luas
- Pemberian makan per 2 jam, siang dan -Pemberian makanan per 2 jam, siang dan
malam (lihat langkah 7) malam
Monitor:

- Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan kadar gula darah
(menggunakan darah dari jari atau tumit). Selama terapi, umumnya anak akan stabil
dalam 30 menit. Bila gula darah masih rendah ulangi pemberian 50 ml bolus glukosa
10% atau larutan sukrosa, kemudian lanjutkan pemberian makan F-75 setiap 2 jam
hingga anak stabil. (IDAI, 2011)

- Suhu rektal : jika turun hingga < 35,5oC, ulang pengukuran kadar gula darah.

- Tingkat kesadaran : bila belum pulih, ulang pengukuran kadar gula darah sambil
mencari penyebabnya.

Pencegahan: (IDAI, 2011)

- Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung (lihat langkah 7) atau
bila perlu lakukan rehidrasi lebih dahulu.

- Selalu berikan makanan pada malam hari.

2. Langkah 2: Atasi / cegah hipotermia

Jika Suhu aksila < 35oC, lakukan pemeriksaan suhu rektal menggunakan
termometer air raksa. Jika suhu rektal <35,5oC: (IDAI, 2011)

- Berikan makanan secara langsung (atau mulai rehidrasi apabila diperlukan).

- Hangatkan anak: selain memakaikan pakaian, tutupi dengan selimut hangat hingga
kepala (kecuali wajah) atau tempatkan didekat penghangat atau lampu (jangan
gunakan botol air panas), atau letakkan anak pada dada ibu (skin to skin, cara
kanguru) lalu tutupi selimut keduanya.

- Berikan antibiotik spektrum luas (lihat langkah 5).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 22


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Bila termometer suhu untuk mengukur suhu rendah tidak tersedia dan suhu
tubuh anak terlalu rendah untuk tercatat pada termometer, anggaplah bahwa anak
mengalami hipotermia.

Monitor: (IDAI, 2011)

- Suhu tubuh : selama menghangatkan anak, lakukan pemeriksaan suhu rektal setiap
30 menit hingga mencapai suhu > 36,5oC.

- Yakinkan bahwa anak telah tertutupi seluruh permukaan tubuhnya, terutama di


malam hari.

- Kadar gula darah: ukur kadar gula darah ketika didapatkan hipotermia.

Pencegahan: (IDAI, 2011)

- Berikan makanan setiap dua jam, langsung dimulai pemberian makan (lihat langkah
7).

- Selalu berikan makanan (F75 atau F100), baik siang maupun malam hari.

- Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara (contoh: mandi,
pemeriksaan fisik yang terlalu lama).

- Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur anak
apabila basah.

- Hindari paparan langsung dengan udara (contoh: mandi, pemeriksaan fisik yang
terlalu lama).

- Biarkan anak tidur dengan ibu / pengasuh pada malam hari agar kehangatan tetap
terjaga.

3. Langkah 3: Atasi / cegah dehidrasi

Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk karena tanda
dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering didapati pada gizi
buruk walaupun tidak dehidrasi. Di sisi lain, anak dengan gizi buruk dengan
dehidrasi walaupun ringan dapat menimbulkan komplikasi lain (hipoglikemia,
letargi) sehingga memperberat kondisi klinis. (IDAI, 2011)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 23
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Karenanya perlu diantisipasi terjadinya dehidrasi pada anak gizi burk dengan
riwayat diare atau muntah dan perlu dilakukan tindakan pencegahan. Diagnosis pasti
adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin (>1030) selain tanda
dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut kering.
(IDAI, 2011)

Terapi :

Larutan gula garam standar untuk rehidrasi oral (75 mmol Na/L) mengandung
terlalu banyak natrium dan terlalu sedikit K bagi anak dengan malnutrisi berat. Oleh
karena itu diberikan larutan rehidrasi khusus yaitu rehydration solution for
malnutrition (ReSoMal). (IDAI, 2011)

Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada kasus syok
dan lakukan hidrasi dengan sangat hati-hati, tetesan infus lambat untuk mencegah
beban pada sirkulasi dan jantung. (IDAI, 2011)

Sulit untuk memperkirakan statu dehidrasi dengan melihat klinis saja pada
anak malnutrisi berat. Maka diasumsikan bahwa setiap anak dengan diare cair dapat
mengalami dehidrasi dan diberikan: (IDAI, 2011)

- ReSoMal 5 ml/kg/jam setiap 30 menit selama dua jam pertama, baik per oral
maupun lewat NGT.

- Kemudian, 5-10 ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya: jumlah yang sama
seharusnya diberikan pada anak ditentukan oleh berapa banyak anak mau minum,
dan jumlah diare dan muntah. Ganti dosis ReSoMal pada jam 4, 6, 8 dan 10
dengan F-75 bila rehidrasi masih dibutuhkan.

- Selanjutnya, bila sudah terhidrasi, hentikan pemberian ReSoMal dan lanjutkan


F75 setiap 2 jam. (lihat langkah 7)

- Bila masih diare, beri ReSoMal setiap anak diare: anak <2 tahun: 50 100 ml dan
anak > 2 tahun: 100 200 ml.

Monitor kemajuan rehidrasi: (IDAI, 2011)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 24


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Observasi tiap 30 menit selama dua jam pertama, kemudian tiap satu jam
untuk 6-12 jam selanjutnya, catatlah: (IDAI, 2011)

- Denyut jantung

- Frekuensi napas

- Frekuensi miksi

- Frekuensi defekasi / muntah

Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang sudah
tidak cekung dan perbaikan turgor kulit, merupakan tanda-tanda keberhasilan
rehidrasi. Harus diperhatikan bahwa banyak anak dengan malnutrisi berat tidak
menunjukkan tanda-tanda tersebut walaupun sudah tercapai rehidrasi. (IDAI, 2011)

Frekuensi napas dan nadi yang tetap cepat selama rehidrasi mengindikasikan
adanya infeksi atau over rehidrasi. Tanda kelebihan cairan (overhidrasi) antara lain
meningkatnya frekuensi napas, nadi, timbul/bertambahnya edema dan palpebra
bengkak. Jika tanda tersebut muncul, maka hentikan pemberian cairan secepatnya
dan lakukan penilaian ulang setelah satu jam. (IDAI, 2011)

Pencegahan

Untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair: (IDAI, 2011)

- Tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75 (lihat langkah 7).

- Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan ReSoMal.
Sebagai panduan berikan 50-100 ml setiap kali diare cair untuk anak < 2 tahun
dan 100-200 ml bagi anak > 2 tahun (catatan: anak dengan malnutrisi berat
biasanya feses seperti bubur, lebih sering tetapi lebih sedikit jumlahnya dan untuk
ini tidak dibutuhkan penggantian cairan).

- Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan untuk melanjutkan pemberian ASI
diantara pemberian F75 atau F100.

4. Langkah 4: Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 25


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Semua anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan natrium (Na)


walaupun kadar Na darah rendah. Kadar Na darah lebih mencerminkan kadar Na
ekstraseluler, bukan Na total yang meliputi Na intraseluler. Keberadaan Kalium (K)
dan Na intraseluler dikendalikan oleh pompa Na-K. Secara normal (cukup energi, K
dipertahankan berada di intrasel). Jika tubuh kekurangan energi, maka Na akan
berada pada intra sel. Asupan Na yang berlebihan akan dapat menyebabkan
kematian oleh karena adanya kelebihan Na intrasel yang berakibat terjadinya edema
seluler. Defisiensi K dan Magnesium (Mg) juga terjadi dan membutuhkan waktu
minimal dua minggu untuk melakukan koreksi. Edema yang muncul disebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. Jangan memberikan diuretik sebagai terapi edema.
(IDAI, 2011)

Berikan: (IDAI, 2011)

- Ekstra Kalium 3-4 mmol/kg/hari;

- Ekstra Magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari;

- Saat rehidrasi, berikan cairan rendah Natrium (misalnya ReSoMal);

- Siapkan makanan tanpa garam.

5. Langkah 5: Obati / cegah infeksi

Pada malnutrisi berat, tanda umum adanya infeksi, speerti demam, sering tidak
dijumpai, dan infeksi sering tersembunyi. (IDAI, 2011)

Oleh karena itu beri secara rutin saat rawat inap: (IDAI, 2011)

- Antibiotik spektrum luas.

- Vaksin campak jika anak >6bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda jika
kondisi klinis buruk atau dalam keadaan syok).

Beberapa ahli secara rutin memberikan tambahan untuk antibiotik spektrum


luas, metronidazole (7,5mg/kg tiap 8 jam untuk 7 hari) untuk mempercepat
perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan timbulnya

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 26


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

infeksi sistemik akibat pertumbuhan berlebih bakteri anaerob pada usus halus.
(IDAI, 2011)

Pilihan antibiotik spektrum luas: (IDAI, 2011)

a. Jika pada anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri:
kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari
(2,5ml jika berat <6 kg);

b. Jika anak terlihat sangat sakit (apatis , letargi) atau terdapat komplikasi
(hipoglikemi, hipotermia, dermatosis, infeksi traktus respiratorius atau
urinarius), beri: ampisilin 50 mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika
amoksisilin tidak tersedia, lanjutkan dengan ampisilin per oral 50 mg/kg
per 6 jam.

Dan ditambah dengan:

Gentamisin 7,5 mg/KgBB Im/IV sekali sehari selama 7 hari.

Jika anak tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 48 jam, tambahkan:
kloramfenikol 25 mg/Kg IM/IV per 8 jam selama 5 hari.

Jika infeksi spesifik teridentifikasi, tambahkan: (IDAI, 2011)

a. Antibiotik spesifik yang sesuai;

b. Terapi anti malaria jika pemeriksaan parasit pada daerah perifer


menunjukkan hasil positif.

Jika anoreksia tetap ada setelah 5 hari pemberian antibiotik, lanjutkan sampai
10 hari. Selain itu, evaluasi ulang anak seutuhnya, periksa fokal infeksi dan
organisme yang potensial untuk resisten dan pastikan bahwa suplemen vitamin dan
mineral telah diberikan secara benar. (IDAI, 2011)

6. Langkah 6: Koreksi defisiensi mikronutrien

Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun anemia seringkali terjadi, pada periode awal (stabilisasi, transisi) tidak
boleh diberikan preparat besi tetapi ditunggu sampai anak memiliki nafsu makan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

yang baik dan dimulai saat berat badan bertambah (biasanya minggu kedua/ pada
fase rehabilitasi). Pemberian preparat besi dapat memperburuk keadaan infeksi serta
terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak membran sel dan
berakibat fatal. (IDAI, 2011)

Pemberian pada hari 1: (IDAI, 2011)

- Vitamin A per oral (dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan
100.000 SI, untuk anak 0-5 bulan 50.000 SI), ditunda bila kondisi buruk;

- Asam folat 5 mg, oral.

Pemberian harian selama 2 minggu:

- Suplemen multivitamin

- Asam folat 1 mg/hari

- Zinc 2 mg /KgBB/hari

- Copper 0,3 mg/KgBB/hari

- Preparat besi 3mg/KgBB/hari (fase rehabilitasi)

- Mineral Mix (penambahan 20ml larutan ini kedalam 1 liter makanan akan
memenuhi kebutuhan seng (Zn) dan tembaga (Cu), juga kalium dan magnesium.
Larutan ini juga digunakan dalam pembuatan ReSoMal dan formula.

7. Langkah 7: Pemberian makanan

Pemberian makan dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk. Gambaran


hal-hal penting dalam pemberian makan fase stabilisasi adalah sebagai berikut:
(IDAI, 2011)

- Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah
dan rendah laktosa (F75);

- Pemberian makan secara oral atau lewat pipa nasogastrik ( jangan memberikan
secara parenteral);

- Energi: 80-100 kkal/KgBB/hari;


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 28
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Protein : 1-1,5 g/KgBB/hari;

- Cairan : 130 ml/KgBB/hari (100 cc/KgBB/hari bila anak mengalami edema


berat);

- Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah formula
dihabiskan.

Jadwal yang direkomendasikan, dimana volume secara bertahap ditingkatkan dan


frekuensi secara bertahap dikurangi adalah sebagai berikut: (IDAI, 2011)

Tabel 4. Jadwal pemberian makan yang direkomendasikan pada fase stabilisasi

Hari Frekuensi Volume/KgBB/pemberian Volume /Kg/hari

1-2 Tiap 2 jam 11 cc 130

3-5 Tiap 3 jam 16 cc 130

6-7+ Tiap 4 jam 22 cc 130

Perubahan frekuensi makan dari tiap 2 jam menjadi tiap 3 jam dan 4 jam
dilakukan bila anak mampu menghabiskan porsinya. Untuk anak dengan nafsu
makan baik dan tanpa edema, jadwal ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari (contoh
24 jam untuk tiap tahap). (IDAI, 2011)

Jika karena sesuatu sebab (muntah, diare, letargis, dll) asupan tidak dapat
mencapai 80 kkal/KgBB/hari (jumlah minimal yang harus dicapai), makanan harus
diberikan melalui NGT untuk mencukupi jumlah asupan. Jangan melebihi 100
kkal/kg/hari pada fase ini. Selama fase stabilisasi, diare seharusnya berkurang dan
juga edema bila ada yang menyebabkan berat badan berkurang. (IDAI, 2011)

Monitor dan catat: (IDAI, 2011)

- Jumlah yang diberikan dan yang dikeluarkan (muntah) atau tersisa;

- Frekuensi muntah;

- Frekuensi BAB cair;

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 29


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Berat badan harian (ditimbang pada waktu dan kondisi yang sama).

8. Langkah 8: Mencapai kejar-tumbuh

Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100. Untuk mengubah dari pemberian
makanan awal ke makanan kejar tumbuh (transisi): (IDAI, 2011)

- Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam;

- Volume dapat ditambah sebanyak 10-15 ml per kali (bila sulit dalam
pelaksanaannya, kenaikan volume ini dapat dilakukan per hari) hingga mencapai
150 kkal/KgBB/hari (volume minimum pada tabel pemberian F-100);

- Energi: 100-150 kkal/ KgBB/hari;

- Protein: 2-3 g/KgBB/hari;

- Bila anak masih medapat ASI, tetap berikan pemberian formula.

Monitor selama fase transisi terhadap gagal jantung: (IDAI, 2011)

- Frekuensi napas

- Frekuensi nadi

Bila frekuensi napas meningkat lima kali atau lebih/menit dan frekuensi nadi
25 atau lebih/menit selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut, kurangi
volume per kali makan (berikan tiap 4 jam F100 16 ml/KgBB/makan selama 24
jam, kemudian 19 ml/KgBB/makan selama 24 jam, kemudian 22 ml/KgBB/makan
selama 48 jam, kemudian tingkatkan jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali
pemberian seperti diatas. (IDAI, 2011)

Setelah fase transisi, anak masuk ke fase rehabilitasi: (IDAI, 2011)

- Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makanan sisa yang
tidak termakan oleh anak (anak tidak mampu menghabiskan porsinya).
Tahapan ini biasanya terjadi saat pemberian makanan mencapai 30
ml/KgBB/makan (200 ml/KgBB/hari);

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 30


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula
tumbuh kejar;

- Energi : 150-220 kkal/kg/hari;

- Protein : 4-6 gram protein/kg/hari;

- Bila anak kmasih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
(catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup untuk mendukung
tumbuh-kejar yang cepat).

Monitor Kemajuan setelah transisi dengan menilai peningkatan berat badan: (IDAI,
2011)

- Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pemantauan
berat badan;

- Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari.

Bila kenaikan berat badan: (IDAI, 2011)

- Buruk (<5 g/kgbb/hari), anak perlu dilakukan penilaian ulang secara


menyeluruh, apakah target supan makanan memenuhi kebutuhan atau cek
apakah ada tanda-tanda infeksi;

- Sedang (5-10 g/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana;

- Baik (>10 g/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana.

9. Langkah 9: Memberikan stimuli fisik, sensorik dan dukungan emosional

Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang terlambat,
sehingga perlu diberikan: (IDAI, 2011)

- Perawatan dengan kasih sayang.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 31


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Kegembiraan dan lingkungan nyaman.

- Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari.

- Aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak.

- Keterlibatan ibu (contoh kenyamanan, makan, mandi, bermain).

10. Langkah 10: Persiapan tindak lanjut setelah perawatan

Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak
sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupun mungkin BB/U masih rendah karena
umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan stimulasi fisik
dan sensoris dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang tua atau pengasuh
bagaimana: (IDAI, 2011)

- Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrien memadai;

- Berikan terapi bermain yang terstruktur.

Saran untuk orang tua atau pengasuh (IDAI, 2011).

- Membawa anak kontrol secara teratur;

- Memberikan imunisasi booster;

- Memberikan Vit A setiap 6 bulan.

Kriteria sembuh: (IDAI, 2011)

- Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.

Kriteria pulang sebagai berikut:

a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif;

b) BB/PB atau BB/TB > -3 SD;

c) Komplikasi sudah teratasi;

d) Ibu telah mendapat konseling gizi;

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 32


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgbb/minggu selama 2 minggu berturut-turut;

f) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

II.2.10. Komplikasi Gizi Buruk (Kemenkes, 2011)

Tanda komplikasi medis gizi buruk sebagai berikut:

a. Anoreksia;

b. Pneumonia berat;

c. Anemia berat;

d. Dehidrasi berat;

e. Demam sangat tinggi;

f. Penurunan kesadaran.

II.2.11. Prognosis

1. Anak-anak yang mengalami malnutrisi ringan sedang umumnya tidak meninggalkan


sisa. Perkembangan intelektual umumnya tidak terpengaruh karena masa rawan
pertumbuhan jaringan otak sudah dilampaui, yaitu sebelum umur 2 tahun. (Markum,
1991)

2. Sedangkan untuk anak yang mengalami malnutrisi berat, apabila mendapatkan


pengobatan yang adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan
waktu sekitar 2-3 bulan untuk tercapainya berat badan yang lumayan. Pada tahap
penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 33


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

dibandingkan dengan anak seusianya. Namun perkembangan intelektual akan


mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi
persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita
sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proses proliferasi, mielinisasi,
dan migrasi sel otak. (Markum, 1991)

Kerangka Teori

Kurang Lingkungan Sekitar


Pengetahuan Ibu Malnutrisi Asupan Kurang
Tidak Bersih

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 34


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Gizi Buruk

Penyakit Pemberian ASI dan MP-ASI yang


Ekonomi Rendah
Tidak Tepat

Gambar 3. Kerangka Teori

BAB III

DATA KLINIS

III.1. Identitas Pasien

Nama Pasien : An. K

Umur Pasien : 1 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Rancagong, kp Kedaung, RT 01/RW06

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 35


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Agama : Islam

Kewargenaraan : Indonesia

Suku : Sunda

Pendidikan : Belum sekolah

III.2. Anamnesis

Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada hari Kamis, tanggal 3 Desember
2015, jam 15.30 WIB di rumah pasien.

Ibu pasien, Ny. Sj, dengan pendidikan terakhir SMP.

III.2.1.Keluhan utama

Berat badan anak turun sejak 2 bulan terakhir dan tidak kunjung naik.

III.2.2.Keluhan tambahan

Anak sering batuk, pilek, dan panas.

III.2.3.Riwayat perjalanan penyakit

Sejak 10 bulan yang lalu, pasien terdeteksi mengalami berat badan yang kurang oleh
bidan desa. Bidan desa menyarankan pasien untuk dibawa ke pos gizi, namun ibu pasien
jarang membawa anaknya ke pos gizi. Ibu pasien hanya datang untuk mengambil PMT.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan melanjutkan dengan MP-ASI. MP-
ASI yang di berikan oleh ibu pasien berupa bubur ayam, bubur kacang hijau, nasi tim, atau
biskuit SUN . ASI yang diberikan 6-8 kali perhari tapi sebentar-sebentar. Menurut cerita
ibu, nafsu makan pasien memang kurang baik. Ibu pasien hanya memberikan anaknya makan
bila mau dan berhenti bila anaknya sudah tidak mau lagi. Pada malam hari, kalau pasien

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 36


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

sudah tidur ibu pasien membiarkan pasien tidur sampai pagi dan tidak memberikan selingan
malam.

Menurut ibu pasien, saat pasien baru lahir, berat badan pasien hanya seberat 2,4 kg.
Pasien lahir cukup bulan, lahir dibantu bidan desa di rumah pasien. Riwayat imunisasi pasien,
tidak lengkap. Saat hamil, Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke bidan desa dan
selama hamil ibu pasien didiagnosa mengalami KEK pada kehamilan.

Sehari-hari pasien makan tiga kali sehari dengan tiga kali selingan. Sekali makan
pasien hanya makan 5-6 sendok. Selingan malam terkadang tidak diberikan karena anak
sudah tidur. ASI hanya sebentar-sebentar dan susu formula yang diberikan hanya diminum
kurang lebih seperlima botol (20cc). Setiap selingan hanya makan 1 buah biskuit ditambah
sedikit susu atau bubur kacang hijau 5-6 sendok. Menurut ibu pasien, anaknya juga tidak suka
makanan cair atau lumat yang seharusnya dikonsumsi oleh anak seusianya. Pasien lebih suka
makanan rumah tangga biasa atau terkadang sedikit lunak.

Berat badan pasien susah untuk naik, bahkan 2 bulan terakhir mengalami penurunan
berat badan. Oleh karena itu, bidan desa menyarankan An. K untuk dibawa ke klinik gizi di
Puskesmas Legok. Ketika kunjungan kedua di Puskesmas Legok, berat badan pasien
mengalami penurunan lagi. Oleh Puskesmas, ibu diberi edukasi, PMT dan diminta kontrol
berat badan setiap minggu, namun ibu pasien sampai sekarang belum membawa anaknya
kembali ke Puskesmas. Alasan ibu pasien tidak kembali ke puskesmas karena ibu pasien
merasa anaknya cukup aktif dan tidak tampak sakit sehingga ibu pasien tidak terlalu
mengkhawatirkan penurunan berat badan pasien.

Pada saat pertama kali kami berkunjung, pasien sedang panas yang naik turun dan
disertai dengan batuk berdahak berwarna putih juga pilek. Pasien menjadi rewel dan mudah
menangis. Ibu pasien menyangkal adanya mual, muntah, diare, cacingan, batuk lama, dan
riwayat pasien kejang. Pasien tidak memiliki riwayat sakit berat. Sesekali pasien mengalami
demam, batuk dan pilek ringan.

III.2.4.Riwayat penyakit dahulu

Pasien sudah mengalami gizi kurang sejak usia 10 bulan, namun mengalami
perburukan status gizi pada saat kontrol kedua kali di klinik gizi, Puskesmas Legok.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 37


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Riwayat ISPA : diakui

Riwayat kelainan di sekitar mulut : disangkal


Riwayat alergi : disangkal
Riwayat cacingan : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat penyakit kulit : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit jantung bawaan : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat asma : disangkal

III.2.5.Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.


Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riawayat asma : disangkal

III.2.6.Riwayat imunisasi

BCG : 1x (usia 2 bulan), scar (+) di lengan kanan atas


Hep B : 2x (diberikan saat pasien usia 0, 2 bulan)
Polio : 2x (diberikan saat pasien usia 0, 2 bulan)
DPT : 1x (diberikan saat pasien usia 0 bulan)
Campak :-
Riwayat imunisasi tambahan: tidak pernah dilakukan
Kesan : Imunisasi tidak lengkap sesuai dengan jadwal KMS.
III.2.7. Riwayat pemeriksaan prenatal

Ibu memeriksakan kandungannya setiap bulan ke bidan desa sampai ia hamil 9 bulan.
Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 1x di bidan. Menurut bidan
desa Rancagong, ibu pasien selama hamil menderita kurang energi kronis. Riwayat
anemia, kencing manis, dan darah tinggi selama kehamilan disangkal. Riwayat
perdarahan saat hamil disangkal, riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat
minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal. Obatobat yang
diminum selama kehamilan adalah vitamin dan tablet tambah darah.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 38


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Kesan :
Riwayat pemeliharaan prenatal cukup.
Ibu pasien selama kehamilan menderita kurang energi kronis.

III.2.8. Riwayat kehamilan dan persalinan

Pasien seorang anak perempuan dari ibu berusia 22 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu,
lahir secara normal pervaginam dibantu oleh bidan desa di rumah pasien. Pasien lahir
menangis, kulit kemerahan, berat badan lahir 2400 gram, panjang badan 46 cm,
lingkar kepala dan lingkar dada An. K ketika lahir ibu mengaku lupa.

Kesan : Neonatus aterm, BBLR, vigorous baby, sesuai masa kehamilan

III.2.9.Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dengan anak dalam keadaan sehat.

Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik

III.2.10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2400 gram. Panjang badan lahir 46 cm. Berat badan saat ini 5,7
kg, tinggi badan saat ini 72 cm.
Kesan: Pertumbuhan anak sesuai dengan umur.

Perkembangan :
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Angkat kepala : 4 bulan
Gigi keluar : 6-8 bulan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 39


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Kesan: Perkembangan anak sesuai dengan umur.

III.2.11. Riwayat Makan dan Minum Anak

Anak mendapat ASI eksklusif, ASI diberikan hingga saat ini, namun dalam jumlah
yang sedikit.
Pada usia 6 bulan baru ditambahkan dengan makanan tambahan.
Anak makan 3 kali sehari dengan jumlah yang kurang.
Kesan: Kualitas makanan dan minuman tidak baik

III.2.12. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu mengikuti program KB suntik.

III.2.13. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai di perusahaan sepatu, ibu pasien tidak bekerja.
Menanggung 1 orang anak. Keluarga pasien tinggal bersama dengan orangtua dari
ibu pasien. Biaya pengobatan memiliki BPJS.

Kesan: Sosial ekonomi kurang

III.3. Pemeriksaan Fisik

Tanggal : 7 Desember 2015

Pukul : 15.00 WIB

Tempat: Rumah pasien

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Anak tampak rewel

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 40


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)

Status Generalis

Tanda Vital:

- HR : 140 kali /menit, regular, isi dan tegangan cukup

- RR : 27 kali / menit

- Suhu : 37,7oC

- TD : 90/60 mmHg

Status Internus
Kepala : normocephale, rambut kemerahan terdistribusi
merata,tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak
ada kelainan.

Mata : pupil bulat, isokor, diameter 3mm/ 3mm, mata


cekung (-), Konjuntiva anemis (-)

Hidung : bentuk hidung normal, simetris, sekret (+)

Telinga : bentuk telinga normal, discharge (-/-), serumen


(-/-), sekret (-/-)

Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), sariawan (-)

Leher : Simetris, tidak ada pembesaran KGB

Tenggorokan : T1-T1 mukosa hiperemis (-), mukosa faring


hiperemis (+)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 41


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Thorax Jantung:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS
V, 1 cm medial dari linea midklavikula
sinistra
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I - II (N), regular,
murmur (-), gallop (-)
Paru-paru:
Inspeksi : Gerakan hemithorax dalam
keadaan statis dan dinamis simetris,
retraksi (-/-)
Palpasi : Gerakan nafas simetris pada saat
statis dan dinamis
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi
-/-, Whezzing -/-

Abdomen Inspeksi : datar


Auskultasi : bising usus ( + ) normal
Perkusi : timpani (+) pada empat kuadran
abdomen
Palpasi : supel, turgor kembali cepat, nyeri
tekan (-)

Alat Kelamin : Perempuan, dalam batas normal

Anus : Dalam batas normal, merah daerah perianal (-)

Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianotik -/- -/-

Status neurologis:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 42
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4M6V5)


Rangsang meningeal : (-)
Peningkatan TIK : (-)
Nervus cranialis : Normal
Sensorik : Baik
Motorik : Baik
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-

Pemeriksaan Khusus :
Pemeriksaan Antropometri:

Anak laki- laki usia 12 bulan, BB: 5,7 kg PB: 72 cm

BB/U : < -3 SD ( Gizi buruk, Lihat Catatan 3)

TB/U : Antara 0 sampai dengan -2 (Normal)

BB/TB : < -3 SD (Sangat kurus)

Kesan gizi : Gizi buruk dengan perawakan normal

III.4. Diagnosis

Diagnosis Kerja : Gizi buruk

Diagnosis tambahan : ISPA

III.5. Terapi yang diberikan:

Pemberian makanan tambahan berupa biskuit SUN dan susu formula.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 43


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

BAB IV

DATA KELUARGA DAN LINGKUNGAN

IV.1. Struktur Keluarga

Pasien merupakan anak perempuan berusia 12 bulan dengan status anak tunggal. Saat
ini pasien tinggal serumah bersama kedua orangtua, kakek, nenek, dan kedua pamannya.

Tabel X. Daftar Anggota Keluarga An.K

No Nama L/P Umu Pekerjaan Pokok Pendidika Hub Dengan Ket


. r n Terakhir Pasien
(thn)
1. Tn. Ma L 50 Kuli Bangunan SD Kakek
2. Ny. Mi P 40 Pegawai Swasta SD Nenek
3. Tn. Ad L 28 Kuli Bangunan SD Paman Kakak ibu
pasien dan
ada kelainan
tulang
belakang
4. Tn. As L 26 Pegawai Katering SMA Paman Kakak ibu
pasien
5. Tn. Su L 26 Pegawai Pabrik SMA Ayah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 44


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Sepatu
6. Ny. Sj P 22 Ibu Rumah SMP Ibu
Tangga
7. An. K P 1 Tidak bekerja Belum Pasien
sekolah
Sumber: hasil wawancara dengan ibu pasien, Ny.Sj

IV.2. Genogram Keluarga

Keterangan gambar:

Gambar X. Genogram Keluarga An.K

IV.3. Riwayat Imunisasi Keluarga

Tabel X. Riwayat Imunisasi Keluarga An.K

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 45


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Daftar J Umu Vaksinasi


BCG HB Polio DPT Campak
Keluarga K r
(thn)
Tn. Ma L 50 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
Ny. Mi P 40 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
Tn. Ad L 28 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
Tn. As L 26 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
Tn.Su L 26 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
Nn. Sj P 22 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
An. K P 1 1x 2x 2x 1x (-)
Keterangan :

JK = Jenis Kelamin HB = Hepatitis B

L = Laki-laki BCG = Bacillus Calmette-Guerin

P = Perempuan DPT = Diphtheria Pertussis Tetanus

IV.4. Status Pendidikan Pasien dan Keluarga

Tabel X. Status Pendidikan Pasien dan Keluarga

Anggota Keluarga Pendidikan Terakhir


Tn. Ma Lulus SD
Ny. Mi Lulus SD
Tn. Ad Lulus SD
Tn. As Lulus SMA
Tn. Su Lulus SMA
Ny. Sj Lulus SMP
An. K Belum Sekolah
Sumber: Hasil wawancara dengan ibu pasien, Ny.K.

IV.5. Kondisi Ekonomi

Penghasilan keluarga hanya berasal dari ayah pasien, yaitu Tn. Su yang
bekerja sebagai pegawai pabrik sepatu, dengan pendapatan kurang lebih
Rp.2.700.000,- perbulannya dengan jam kerja sebagai pegawai 12 jam perharinya.

Perincian pengeluaran rutin setiap bulan:

Biaya untuk rumah (biaya listrik dan air) : Rp. 150.000,-


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 46
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Makanan : Rp. 800.000,-

Minuman (air galon) : Rp. 100.000,-

Biaya transportasi : Rp. 80.000,-

Pulsa : Rp. 250.000,-

Biaya lain-lain : Rp. 700.000,-


+
Total : Rp. 2.080.000,-

Terdapat sisa uang setiap bulannya untuk ditabung oleh keluarga pasien setiap
bulannya. Seluruh keluarga telah terdaftar sebagai anggota BPJS, sehingga tidak ada
biaya tambahan untuk pengobatan.

IV.6. Pola Berobat

Ketika sakit, keluarga pasien seringkali berobat ke Puskesmas Legok dengan


BPJS atau ke bidan desa dengan biaya sendiri (Rp.40.000,-/kali).

IV.7. Pola Makan Sehari-hari

Pasien seringkali makan makanan yang dibeli ibunya dari orang yang jualan di
sekitar rumah pasien, sesekali ibu pasien memasak yang bahannya dibeli oleh ibu
pasien di pasar.

Pola makan keluarga dan variasi makanan

Makan pagi : Nasi putih / Bubur + ayam / telur.


Makan siang : Nasi putih / nasi tim+ ayam/ikan/telur/tahu/tempe + sayur
bayam/kangkung/sawi
Makan malam : Nasi putih/nasi tim + ayam/ikan/telur/tahu/tempe + sayur
bayam/kangkung/sawi
Selingan : Biskuit/bubur kacang hijau/ASI/susu formula /buah (pepaya,
pisang)

Tabel X. Pola makan Keluarga An.K

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 47


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

MENU
Sumber Sumber Sayur- Buah- Susu
karbohidrat Protein sayuran buahan
Makan Pagi Nasi putih / Ayam / telur
bubur
Makan Siang Nasi putih / Ayam / ikan Bayam /
nasi tim / telur / tahu kankung /
/ tempe sawi
Makan Nasi putih / Ayam / ikan Bayam /
Malam nasi tim / telur / tahu kankung /
/ tempe sawi
Makan Biskuit Bubur Pepaya / ASI /
Selingan kacang pisang susu
hijau formula

Menu makan An.K sehari-hari

Makan pagi : Nasi putih (5 - 6 sendok makan) / Bubur (6 sendok makan)+


ayam suwir (1/4 potong) + ASI / susu formula (20 cc)
Selingan : Bubur kacang hijau (1/2 gelas belimbing) + ASI / susu
formula (20 cc)
Makan siang : Nasi putih (5 - 6 sendok makan) / nasi tim (6 sendok makan)
+ ayam rebus (1/4 potong) + ASI / susu formula (20 cc)
Selingan : Biskuit marie 1 potong + ASI / susu formula (20 cc)
Makan malam : Nasi putih (5 - 6 sendok makan) / nasi tim (6 sendok makan)
+ ikan goreng (1/2 potong sedang) + sawi (1/4 gelas belimbing)
+ ASI / susu formula (20 cc)
Selingan : ASI / susu formula (40 cc)

Tabel 9. Pola Makan An.S Sehari-hari


(Perhitungan nilai gizi diambil dari Daftar Analisis Bahan Makanan, Oey Kam Nio,
2012)

Makan pagi: Nasi Putih (2 3 sendok makan) + tempe goreng


Berat (g) Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidra
(kkal) t (g)
Beras 20 69,8 1,36 0,14 15,78

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 48


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Tempe 25 40 4,575 1 3,175


Minyak 10 90 0 10 0
Jumlah 199,8 5,935 11,14 18.955
Makan siang: Nasi putih (3 sendok) + ikan goreng (1 potong kecil)
Berat (g) Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidra
(kkal) t (g)
Beras 25 87,25 1,7 0,175 19,725
Ikan 30 32,7 5,1 1,35 0
Minyak 10 90 0 10 0
Jumlah 209,95 6,8 11,525 19,725
Makan Selingan : Biskuit marie susu (2 buah)
Berat (g) Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidra
(kkal) t (g)
Biskuit 8 40 0,667 1 6
Jumlah 40 0,667 1 6
Berat (g) Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidra
(kkal) t (g)
Total 449,75 13,402 23,665 44,68
Sumber: Hasil wawancara dengan ibu pasien, Ny.M

Penilaian Status Gizi:

BB : 9,2 kg , TB: 86,5 cm

Kurva WHO:

BB/U = < -3 SD (Gizi Buruk, lihat catatan 3)

TB/U = < -3 SD (Sangat pendek)

BB/TB = < -3 SD (Sangat kurus)

Kesimpulan: Gizi buruk dengan perawakan sangat pendek.

Kebutuhan nutrien:

An. S, umur: 3 tahun 4 bulan, berat badan: 9,2 kg.

Kebutuhan energi : 100 kkal/ KgBB/hari : 100 x 9,2 = 920 kkal/hari.

Protein : 2 g /KgBB/hari : 2 x 9,2 = 18,4 g/hari.

P/E ratio = ((18,4 x 4) / 920) x 100% = 8%

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 49


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Lemak: 35 % dari total energi : (35/100) x 920 = 322 kkal/hari = 35,78 g/hari.

Karbohidrat: (920 ( 18,4 x 4) (35,78 x 9)) / 4 = 131,095 g/hari.

Tabel 10 . Selisih Kebutuhan An.S dengan Pola Makan Sehari-hari

Yang dikonsumsi Yang dibutuhkan Selisih


Energi (kkal) 449,75 920 -470,25
Protein (g) 13,402 18,4 -4,998
Lemak (g) 23,665 35,78 -12,115
Karbohidrat (g) 44,68 131,095 -86,415

IV.8. Kondisi Rumah

Perumahan

a. Status rumah : Milik orang tua dari Ibu pasien.

b. Lokasi rumah : kurang lebih 1,4 km dari puskesmas, akses menuju kampung
pasien masih dapat dilewati oleh mobil, dan rumah pasien terletak di pinggir
jalan. Terdapat transportasi umum yang melewati rumah pasien. Letak rumah
pasien berdempetan dengan rumah tetangga kanan, kiri, dan belakang.

c. Kondisi bangunan

- Luas bangunan : 9,8 m x 5,75 m = 56,35 m2

- Rumah terdiri dari : 1 lantai.

- Jumlah ruangan : 6 ruangan (1 ruang tamu sekaligus


ruang tidur, 2 ruang tidur, 1 dapur dan 2 gudang).

- Kebersihan rumah : Terjaga dengan baik.

- Dinding rumah : Terbuat dari batu bata yang disemen.

- Atap rumah : Terbuat dari genteng.

- Langit-langit : Ruang tamu, kamar tidur orangtua


pasien dan gudang terbuat dari triplek, sedangkan kamar mandi dan dapur
terbuat dari asbes, dan kamar tidur kakek-nenek terbuat dari tembikar.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 50


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Lantai rumah : Sebagian besar ruangan terbuat dari


keramik (ruang tamu, kamar tidur orangtua pasien, dapur, dan kamar
mandi), hanya gudang dan kamar kakek-nenek pasien yang terbuat dari
semen.

Jumlah orang dalam rumah : 7 orang.

Jumlah keluarga dalam rumah : 2 keluarga.

Alat kesejahteraan pasien

Keluarga pasien memiliki 2 buah televisi tabung berukuran 21 inch, 1 buah


spring bed ukuran queen size,1 buah kasur kapuk ukuran queen size dan, 4 buah
kasur busa (3 buah ukuran single dan 1 buah ukuran queen size), 2 buah kipas
angin, 2 buah setrika, 1 buah kulkas,1 buah mesin cuci, 1 buah kompor gas, 1
buah rice cooker dan 1 buah sepeda motor.

Ventilasi

Terdapat 1 buah pintu depan, 2 buah pintu didalam rumah, dan 4 buah jendela
berbentuk persegi, dan rumah pasien memiliki plafon.

Insidentil :
Pintu depan (1 buah) = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu belakang (1 buah) = 1 m x 1,5 m = 1,5 m2
Pintu kamar 1 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu kamar 2 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Tirai Gudang 1 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Tirai Gudang 2 = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Pintu WC = 0,5 m x 1,8 m = 0,9 m2
Jendela ruang tamu I = 1,5 m x 1 m = 1,5 m2
Jendela ruang tamu II = 0,5 m x 0,8 m = 0,4 m2
Jendela kamar 1 = 1 m x 0,8 m = 0,8 m2
Jendela kamar 2 =2mx1m = 2 m2
Jendela Gudang 1 = 0,4 m x 0, 3 m = 0,12 m2
Jendela Gudang 2 I =2mx1m = 2 m2
Total ventilasi insidentil = 18,22 m2

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 51


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Permanen :
Sekat antara ruang keluarga dan dapur = 1 m x 1,8 m = 1,8 m2
Lubang angin kamar mandi = 1,5 m x 0,2 m = 0,04 m2
Lubang angin di atas pintu depan (3) = (0,4 m x 0,8 m) x 3 = 0,96 m2
Lubang angin di atas jendela ruang tamu I (2) = (0,4 m x 0,8 m) x 2 = 0,64 m2
Lubang angin di atas jendela ruang tamu II (2) = (0,4 m x 0,8 m) x 2 = 0,64 m2
Lubang angin di atas jendela kamar 1 = 1 m x 0,8 m = 0,8 m2
Lubang angin di atas jendela kamar 2 =2mx1m = 2 m2
Total ventilasi permanen = 6,88 m2

Presentase Ventilasi total : 25,1 m2 x 100% = 44,54 %


56,35 m2
Presentase Ventilasi insidentil : 18,22 m2 x 100% = 32,33%
56,35 m2
Presentase Ventilasi permanen : 6,88 m2 x 100% = 12,20 %
56,35 m2

Karena ventilasi total rumah yang ideal minimal 15% dari luas lantai, maka
ventilasi rumah pasien sebesar 44,54 % telah memenuhi kriteria ventilasi rumah
yang ideal, dan secara fungsional karena lubang angin selalu terbuka. Ventilasi
insidentil juga telah memenuhi kriteria dengan jumlah minimal 10%. Sedangkan
ventilasi permanen juga memenuhi kriteria dengan jumlah minimal 5%. Rumah
pasien juga menggunakan plafon, sehingga ventilasi dirumah pasien baik. Namun
pasien jarang sekali membuka ventilasi yang ada di rumahnya, sehingga udara
terkesan tidak mengalir sebagaimana mestinya.

Pencahayaan

Pencahayaan rumah kurang baik, cahaya matahari tidak dapat masuk


kedalam ruangan melalui pintu(pintu depan selalu tertutup). Di dalam rumah
terdapat 5 buah fluorescent lamp dan 2 buah incadescent lamp dengan daya
masing-masing 15 watt. Lampu tidak dinyalakan sepanjang hari.

Air bersih

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 52


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Keperluan minum dan memasak sehari-hari didapat dari isi ulang galon,
kurang lebih 1 galon untuk minum dan memasak selama 3 hari. Kriteria air bersih
: kualitas air jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penggunaan air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air tanah yang di
pompa dengan jet pump dan digunakan untuk mandi, mencuci pakaian, dan
mencuci motor.

Kamar mandi

Kamar mandi terdapat didalam rumah tepatnya disamping dapur, berjumlah


1 buah. Kamar mandi terdiri dari 3 buah baskom berisi air, 1 buah jamban
jongkok leher angsa, 1 buah ember (berisi sikat gigi dan pasta gigi) dan 1 buah
mesin cuci. Terdapat 1 buah incadescent lamp dengan daya 15 watt didalam
kamar mandi. Lantai kamar mandi terbuat dari dari keramik dan tidak licin.
Kebersihan kamar mandi terjaga namun pencahayaan kurang terang.

Jamban

Jamban berupa jamban jongkok leher angsa berada dalam kamar mandi
yang berukuran 60 cm x 60 cm dan dialirkan ke septic tank. Septic tank berjarak
kurang lebih 30 m dari sumber air.

Pembuangan sampah

Sampah rumah tangga dikumpulkan didalam bak sampah dan dibakar


seminggu sekali.

Pembuangan limbah

Air kotor yang dari kamar mandi dan dapur dialirkan melalui pipa yang
berada di dalam tanah dan mengalir sampai ke selokan di dekat rumah pasien.
Selokan tidak mengalir dengan lancar, tetapi tidak ada sampah yang menumpuk.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 53


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

IV.9. Denah Lokasi

IV.10. Denah Rumah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 54


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

IV.11. Mandala of Health

Body:

An.K, 12 bulan, dengan gizi buruk dan perawakan sangat pendek.

Mind:

An.K. tidak tahu kalau dirinya sedang sakit

Spirit:

An.K tidak mau bermain dan terus minta digendong oleh ibunya.

Level 1

Human Biology: Tidak diketahui adanya faktor genetik pada An.K.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 55


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

Family:

An. K tinggal bersama kedua orang tuanya, kakek, nenek, dan kedua pamanya.

Personal behaviour:

An. K makan tiga kali sehari tetapi dalam jumlah yang sedikit.
An.K sering rewel dan sering menangis
Nafsu makan An.K kurang baik

Psycho-socio-economic- environment

Lingkungan psikososial:

- An. K sering ditertawakan tetangganya akibat gizi buruk dan tampak kurus

Lingkungan sosial ekonomi:

- An.K tidak bermain dengan tetangganya

- An.K berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah.

Physical environment

- An.K tinggal di lingkungan rumah yang kotor.

- Rumah tetangga An.K juga kotor.

Level 2

Sick care system

- Puskesmas sudah memiliki klinik gizi yang diadakan di puskesmas dua kali
dalam seminggu.

- Puskesmas juga sudah memiliki pos gizi yang ada di desa.

Work : An. K belum sekolah.

Lifestyle :

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 56


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016
Laporan Kunjungan Kasus Gizi Buruk pada An.K (12 bulan) dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Legok, di Desa Rancagong, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten
Periode 3 Desember 2015 28 Desember 2015

- Kurangnya pengetahuan keluarga An.K mengenai gizi.

- Ibu An.K yang tidak merasa khawatir dengan berat badan anaknya karena An.K
menurut ibunya masih aktif dan tidak tampak sakit.

- Ibu memberi makan hanya ketika anak mau makan.

- Ibu jarang masak untuk makanan di rumah dan membeli untuk makan An.K.

Level 3

The Community

- An.K berasal dari masyarakat sosial ekonomi menengah kebawah.

- Kebanyakan warga tidak mengetahui dengan baik mengenai gizi buruk dan apa
penyebab gizi buruk.

- Masyarakat pergi berobat hanya ketika merasa sakit.

The human made environment

- Lingkungan rumah pasien sangat padat, dan banyak sampah bertebaran.

Culture : Masyarakat menganggap, anak tidak boleh diberi makan malam, karena
akan menyebabkan anak menjadi cacingan.

Biosphere: Global warming.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat 57


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumangara
Periode 23 November 2015 16 Januari 2016

You might also like