Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) merupakan gangguan
fungsi ginjal yang menyebabkan tubuh tidak dapat mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang berakibat fatal
dengan ditandai adanya uremia. Kondisi ketidakmampuan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit jika terjadi terus
menerus akan menyebabkan gangguan gagal ginjal kronik stadium akhir
(ESRD) ( Cyntia dan Aurora 2011, sholeh 2012).
Menurut badan kesehatan dunia/WHO (2010) yang dikutip oleh
Dwi Ana L dan Eva N (2015) mengatakan lebih dari 500 juta orang
mengalami gangguan ginjal dan sebanyak 1,5 juta orang yang bergantung
pada hemodialisa. Data penderita gagal ginjal kronik meningkat 8% setiap
tahunya di amerika serika. Menurut United State Renal Data System di
Amerika Serikat prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat 20-25%
setiap tahun. Menurut Rikesdas gagal ginjal kronik di Indonesia pada
umur 15 tahun 2013 yaitu antara 0,1% hingga 0,5%. Data tertinggi
terdapat pada Provinsi Sulawesi Tengah, dan yang terendah di Provinsi
Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, dan Sumatera selatan. WHO memperkirakan di
Indonesia akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal pada tahun 2025
sebesar 41,4% dan menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di
Indonesia, angka ini akan terus meningkat sekita 10% setiap tahunnya.
(Kemenkes RI, 2014).
Seseorang dengan masalah gagal ginjal kronik yang sudah
mengalami gangguan fungsi ginjal biasanya harus menjalani terapi
pengganti ginjal atau hemodialisi. Hemodialisa merupakan terapi jangka
panjang yang biasa dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis.
Hemodialisis berperan sebagai penyaring untuk membuang toksin yang
ada dalam darah. Namun demikian, terapi hemodialisa tidak dapat
menyembuhkan gangguan ginjal pada pasien. Oleh karena itu, pada pasien
dengan gagal ginjal kronik masih sering terjadi komplikasi yaitu hipotensi,
nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot, mual muntah, dan
gangguan tidur. (Cyntia dan Aurora 2011)
Gangguan tidur merupakan keadaan ketidakmampuan seseorang
dalam memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur. Seseorang
dengan gangguan tidur akan berpengaruh terhadap ketidakmampuan dalam
memperoleh baik secara kualitas maupun kuantitas tidur. Gangguan tidur
ada beberapa macam yaitu hipersomnia, parasomia, narkolepsi,
mendengkur, mengigau dan salah satu yang sering terjadi pada pasien
dengan hemodialisa yaitu insomnia (Cyntia dan Aurora 2011, tarwoto
2015).
Insomnia juga bisa dipengaruhi oleh berbagai hal seperti penyakit
yang diderita oleh seseorang, ketidakmampuan fisik, cemas yang berlebih,
lingkungan yang kurang nyaman, motivasi yang dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap terjaga/bangun, kelelahan, rasa cemas yang
berlebihan, terlalu banyak mengkonsumsi alkohol dan konsumsi obat-
obatan juga dapat mempengaruhi terjadinya ganguan tidur atau insomnia.
Menurut Sabry, et al, 2010 dalam ida 2010 Gangguan tidur dialami
oleh 50-80% pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan
penjelasan tersebut terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pola tidur/insomnia seperti faktor demografi (usia,
jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status perkawinan, suku/ras,
spiritual), faktor gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi kopi), faktor
psikologis (kecemasan), faktor biologis (penyakit penyebab gagal ginjal
kronik, anemia), faktor lingkungan (kenyamanan, lingkungan
fisik/nyeri),dan faktor terapi dialisis (shift hemodialisa, lamanya waktu
hemodialisa) (Tarwoto dan Wartonah 2015, Elder SJ, et al, 2008 dalam ida
2010).
Gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisa bisa mempengaruhi fisiologis diakibatkan oleh stress
(peningkatan noradrenalin serum, peningkatan kortisol, penurunan
produksi melatonin), psikologis ( gangguan memori, gangguan
konsentrasi, kehilangan motivasi serta depresi), fisik/somatik (kelelahan,
nyeri otot, hipertensi, tidak punya kekuatan), sosial (kuslitas hidup
terganggu, kurang menikmati aktivitas sosial), dan kematian (seseorang
yang tidur kurang dari lima jam memiliki angka harapan hidup lebih
sedikit dibandingkan dengan seseorang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal
ini mungkin disebabkan oleh penyakit yang timbul akibat gangguan pola
tidur (Turana 2007 dalam ida 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan dari hasil
laporan di ruang hemodialisa RS PUSRI Palembang jumlah penderita
yang menjalani terapai hemodialisa tahun 2016 terdapat 60 klien yang
menjalani terapi hemodialisa dan selama tiga bulan terakhir dari bulan
oktober hingga desember 2016 sebanyak 57 klien. Dari hasil wawancara
yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 januari 2017, terhadap 7 klien
yang sedang menjalani terapi hemodialisa mengatakan bahwa telah lama
menjalani terapi hemodialisa mulai lebih dari 7 bulan hingga lebih dari 6
tahun yang lalu. Dari hasil yang di dapatkan dari 7 klien ada 2 klien yang
mengatakan tidak punya masalah dengan masalah gangguan tidur dan 5
klien lainnya mengatakan mempunyai masalah dengan gangguan tidur
seperti sering terbangun saat malam hari.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih dalam tentang hubungan karakteristik individu responden dengan
gangguan pola tidur pada pasien gagal ginjal kronik di rawat jalan selama
menjalani terapi ruang hemodialisa Rumah Sakit PUSRI Palembang.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan
masalah yaitu hubungan karakteristik individu responden dengan
gangguan pola tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa di Rumah Sakit PUSRI Palembang.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Di ketahui adanya hubungan karakteristik individu responden
dengan gangguan pola tidur pada pasien gagal ginjal kronik di ruang
hemodialisa Rumah Sakit PUSRI Palembang.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui faktor penyebab gangguan pola tidur pada pasien gagal
ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit PUSRI
Palembang.
b. Diketahui adanya hubungan karakteristik individu responden
dengan gangguan pola tidur pada pasien gagal ginjal kronik di
ruang hemodialisa Rumah Sakit PUSRI Palembang.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi
ilmiah yang bermanfaat dan menerapkan pengetahuan serta
keterampilan dalam pengembangan pembelajaran yang berhubungan
dengan karakteristik individu responden dengan gangguan pola tidur
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa,
serta referensi bagi mahasiswa serta sebagai bahan kajian untuk
peneliti lebih lanjut.
2. Manfaat Praktik
a. Bagi Perawat
Di dapat memeberikan informasi atau masukan kepada
perawat tentang hubungan karakteristik individu responden dengan
kejadian gangguan pola tidur pada gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa. Sehingga dapat dijadikan bahan
kajian dalam merumuskan asuhan keperawatan yang sesuai dengan
masalah dan kebutuhan pasien di ruang hemodialisa rumah sakit
PUSRI palembang.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian