You are on page 1of 29

LAPORAN KASUS

ANESTESI UMUM PADA KISTA OVARIUM

Pembimbing:
dr. Ade Nurkacan, Sp.An

Disusun Oleh :
1. Mecca Lestina Arsy 030.11.183
2. Tri Wira Almunqis SP 030.12.271

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB 1
PENDAHULUAN

Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang banyak
menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatatakan
adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium yang jinak. Walaupun demikian tidak
menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas atau kanker. Perjalanan penyakit yang
sillint killer atau secara diam-diam menyebabkan banyak wania yang tidak menyadari bahwa
dirinya sudah terserang kista ovarium dan hanya mengetahui pada saat kista sudah dapat
teraba dari luar atau membesar. Kista ovarium juga dapat berubah menjadi ganas dan berubah
menjadi kanker ovarium. Untuk mengetahui dan mencegah agar tidak terjadi kanker ovarium
maka seharusnya pendeteksian dini kanker ovarium dengan pemeriksaan yang lebih lengkap
sehingga dengan ini pencegahan terjadinya keganasan dapat dilakukan.
Kista ovarium permagna masih sering ditemukan karena kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya pemeriksaan dan evaluasi sejak dini masih kurang, sebagian besar
masyarakat baru berobat setelah mengetahui tumor nya sudah besar dan sebelumya telah
mencoba pengobatan-pengobatan alternatif.(1)
Anesteia muncul sebagai salah satu ilmu yang paling bekembang di dunia
kedokteran. Tindakan anestesia yang pertama kali dilakukan di dunia modern dan ditujukan
untuk mengurangi rasa nyeri. Perkembangan anestesia selalu selaras dengan perkembangan
dunia bedah, keduanya saling mendukung, tanpa bisa meninggalkan satu sama lain.
Anestesi dalam bahasa Yunani berarti an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa", yang berarati suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang diberikan analgetik akan tetap berada dalam keadaan sadar. Anestesi umum
(general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi
umum adalah tindakan untuk menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
Penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan kista ovarii permagna merupakan
suatu tantangan karena membutuhkan persiapan yang matang dan memiliki resiko tinggi
selama peripode perioperatif.(1)

BAB I
1
ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


No. RM : 00651922
Nama : Ny. E
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Turi Mulya II RT 02 RW04 kel Waringin Karya
Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Karawang
Pendidikan Terakhir : SMP
Tanggal Masuk : 17 Oktober 2016 pukul 14.00 WIB

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada : 25 Oktober 2016 pukul 14.00 WIB

Keluhan utama : Pasien datang ke poli ginekologi RSUD karawang dengan


keluhan perut membesar.

Keluhan tambahan : nyeri pada perut.

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke poli ginekologi RSUD karawang


dengan keluhan perut membesar di sertai nyeri sejak 5 bulan yang lalu, di rasakan
semakin hari semakin membesar. Pasien mengaku sudah tidak haid lagi sejak 15
tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
- Asma dan alergi tidak ada
- Trauma perut tidak ada
- Darah tinggi dan Penyakit Jantung tidak ada
2
- Kencing manis ada
- Riwayat Operasi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


- Asma dan alergi tidak ada
- Darah tinggi dan Penyakit Jantung tidak ada
- Kencing manis tidak ada

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : TB 156 cm
BB 75 kg
BMI 30,82 (Kesan: obesitas)
Tanda vital : Tekanan Darah 150/ 90 mmHg
Nadi 80 x / menit
RR 20 x / menit
Suhu 36,5oC
Status generalis
o Kepala : Normochepali, rambut hitam, distribusi merata.
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
o Mulut : Tidak terdapat gigi goyang, gigi palsu, malampati
grade I
o Leher : KGB leher tidak teraba membesar
o Thorax
Paru-paru :
Paru : SN Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (+)
Jantung: BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen : Asites
o Extremitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
Riwayat menarche : 12 th, teratur, nyeri + , 3x1 ganti pembalut, haid selama 10
hari

3
Riwayat pernikahan : 12 tahun, 1 x
Riwayat sosialekonomi : istri ( tidak bekerja ), suami ( tukang urut )
Riwayat KB : tidak ada
Status ginekologi : perdarahan tidak ada.

HASIL LABORATORIUM tanggal 18 oktober 2016 pukul 08.39


Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hb 11,8 g/dl 12,0 16,0
Ht 36,7 % 35,0 47,0
Leukosit 7,05 Ribu/ul 3,80 10,60
Trombosit 256 Ribu/ul 150 440
Eritrosit 4,1 Juta/ul 3,80 10,60
MCV 90 fL 80 100
MCH 29 pg 26 34
MCHC 32 g/dl 35 36
RDW-CV 14,6 % 12,2 - 15,3
Hbsag Non reaktif - Non raektif
GDS 179 Mg/dl <140

1.4. DIAGNOSIS
Pasien didiagnosis kista ovarium permagna

1.5. KESIMPULAN
Status fisik pasien : ASA III (DM,Asites)
Perencanaan anastesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan Laparatomi, Histerectomy
total dan Salfingooforektomy bilateral (HTSOB). Anestesi yang
dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik intubasi.

1.6. PRE-OPERASI
Diagnosa pre operasi : kista ovarium permagna

Cek persetujuan operasi


Persiapan obat dan alat anastesi umum
Tanda vital : TD : 131/94 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Suhu : 36,5o C
4
RR : 16x/menit

1.7. INTRA OPERATIF


Diagnosa Pra Bedah : kista ovarium permagna
Jenis Anestesi : Anestesi umum
Jenis Operasi : Laparatomi Histerectomy total dan Salfingooforektomy bilateral
Lama Anestesi : 11.00 13.30 ( 2 jam 30 menit )
Lama Operasi : 11.15 13.30 ( 2 jam 45 menit )
Induksi dengan : Propofol 150 mg i.v
N2O +O2 + Isoflurane
Relaksasi dengan : Notrixum 25mg i.v
Teknik anestesi : General Anestesi Closed Circulation Sircuit
Intubasi : Laringoskop no. 4
ETT kinking no.7 + stillet , cuff (+), guedel (+)
Maintenance = O2 : N20 (2 L/menit : 2 L/menit)
Respirasi : Ventilator (TV: 420, RR: 16 x/menit)
Posisi : Supine, kepala ekstensi
Infus : Asering di tangan kiri dan tangam kanan gelofusine dengan abocath
no.18G
Premedikasi : Sedacum 2,5mg i.v
Fentanyl 75 mcg i.v
Medikasi : Propofol 150 mg i.v.
Asam tranexamat 1000mg i.v
Jumlah cairan : Asering 2000 cc
Gelofusine 500cc
Perdarahan : 2800 cc
Urine : 300 cc
Keadaan Akhir Bedah : TD : 98/58 mmhg
N : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,7oC
Saturasi O2: 99%
Kesadaran : Belum sadar

5
Teknik Anestesi
Pasien masuk ruang operasi dengan hanya mengenakan baju operasi. Kemudian di
posisikan di atas meja operasi, dipakaikan topi opersi, dan dipasang alat monitoring.
Pasien diminta untuk berbaring dengan nyaman dan tenang. Kemudian diberikan
sedacum 2,5 mg, Fentanyl 75 mcg, propofol 150 mg, notrixum 25mg. Setelah refleks
bulu mata menghilang, pasien diberikan O2 sebanyak 2 L/menit dengan menggunakan
sungkup muka dan di bagging selama 5 menit.
Setelah itu segera dipasangkan laringoskop ukuran 4 dan dimasukkan alat intubasi ETT
kingking ukuran 7 dengan stilet. Kemudian ETT dihubungkan dengan connector ke bag
valve, dan diperiksa dengan stetoskop.
Setelah dipastikan dada mengembang dengan simetris, maka 0 2 dipastikan masuk
melalui trakea ke paru-paru. ETT dapat difiksasi dengan plester.
Kemudian, dipasang pula N2O sebayak 2 L/menit dan isoflurane sebanyak 1,8%
sebagai induksi dan 1-2,5% dengan N2O sebagai maintenance

KRONOLOGIS ANESTESI

Jam Tindakan Tek. Darah Nadi Saturasi


(mmHg) (x/menit) O2 (%)

10.50 Pasien masuk ruang operasi, 131/94 74 99


ditidurkan telentang diatas
meja operasi, dipasangkan
manset tekanan darah di
tangan, dan pulse oksimeter di
tangan kiri. Dipasang infus 2
i.v line Assering 500 cc di
tangan kiri dan tangan kanan

11.00 Dilakukan tindakan 128/105 80 99


premedikasi dengan sedacum
2,5 mg, Fentanyl 75 mcg, Lalu
dilakukan induksi anestesi
dengan propofol 150 mg,
notrixum 25mg.

11.15 Operasi dimulai

6
11.30 Diberikan efedrin 2mg dan 121/79 85 99
cairan infus gelofusine di
tangan kanan

11.45 125/78 90 99

12.00 Diberikan cairan infus asering 110/76 88 99


di tangan kanan dan tangan kiri

12.15 112/78 89 99

12.30 98/68 76 99

12.45 Diberikan efedrin 2mg 96/60 78 99

13.00 Diberikan cairan infus asering 96/60 80 99


tangan kiri

13.15 Diberikan asam tranexamat 98/61 81 99


1000mg

13.30 100/61 81 99

1.8. POST-OPERASI
Operasi berakhir pada pukul 13.30 WIB tanggal 19 oktober 2016. Diagnosa post
operasi :kista ovarium premagna. Adapun instruksi post operasi sebagai berikut:
- Rawat Intermediet
- Observasi keadaan umum, tanda vital nyeri, tanda akut abdomen
- Cek DPL post operasi
- Pantau produksi urin
- Transfusi PRC jika Hb.<10g/dl
- AFF drain jika produksi <50cc
- Ceftriaxone 1x2g IV
- Profenid 3x1 supp
- Alinamin ap 3x1
- Metoklopramide 3x1
- Mobilisasi bertahap
- Puasa hingga BU (+)
Selesai operasi pasien dalam kondisi tidak sadar lalu dipindahkan ke ruang
pemulihan, melanjutkan pemberian cairan dan di observasi pernafasan, tekanan darah serta
nadi setiap 15 menit. Sesuai intruksi pasca anestesi, apabila pasien kesakitan diberikan

7
ketorolac 30 mg IV, dan jika mual atau muntah diberikan ondansentron 4 mg IV. Lalu pasien
dimasukan ke ruang Intermediet.

1.9. FOLLOW-UP
Ruangan Intermediet (20/10/2016)
S : nyeri post op (+) vas 3 , mual (-), muntah (-), BAB (-), sesak (-)
O:
o Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang.
o Tanda vital : TD: 136/72, N: 121 x/menit, RR: 21 x/menit, S: 37,2oC
o Status Generalis :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik ()
Paru : Vesikular, rhonki +/+ , wheezing -/-
Jantung : BJ I dan II N , Murmur (), Gallop ()
Abdomen : BU (+) N, Nyeri Tekan ()
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik , oedem (-)
o Laboratorium (Hematologi) 20/08/2016 pukul 15:56

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hb 8,4 g/dl 12,0 16,0
Ht 25,4 % 35,0 47,0
Leukosit 9,69 Ribu/ul 3,80 10,60
Trombosit 266 Ribu/ul 150 440
Eritrosit 2,9 Juta/ul 3,60 5,80
MCV 88 fL 80 - 100
MCH 29 pg 26 - 34
MCHC 33 g/dl 35 - 36
RDW-CV 13,8 % 12,2 - 15,3
KIMIA
Albumin 2,19 g/dl 3,50-5,00
Natrium 142 mol/l 135-145
Kalium 4,5 mol/l 3,5-5,6
Klorida 110 mol/l 98-108
Kalsium 7,5 mg/dl 8,0-10,40

A : Post laparatomi HT total + SOB ec kista ovarium premagna , hipoalbuminemia


P:
8
o Cek tanda vital,observasi perdarahan, produksi drain dan pertahankan
o Cek DPL, PT/APTT, Ureum/Kreatinin, albumin, bebat perut (korset)
o Ceftriaxone 1x2g IV
o Profenid 3x1 supp
o Alinamin ap 3x1
o Metoklopramide 3x1
o Captopril 3x25mg oral
o Ranitidin 3x1 amp
o Mobilisasi bertahap
o Sfeeding diet bertahap
Pada tanggal 20-10-2016 jam 04.20 , pasien sesak nafas , tensi 160/80 mmhg, suhu
afebris , pernafasan 25x/menit, nadi 123x/menit. Transfusi hingga Hb 10g/dl.
Transfusi albumin 25 % ,rontgen thorax O2 nasal kanul 4L/menit.
Terapi di lanjutkan sampai tanggal 22-10-2016 dan diberikan orbumin 3x1.
Hasil laboratorium tanggal 23-10-2016 :
Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hb 13,5 g/dl 12,0 16,0
Ht 41,2 % 35,0 47,0
Leukosit 12,42 Ribu/ul 3,80 10,60
Trombosit 233 Ribu/ul 150 440
Eritrosit 4,82 Juta/ul 3,80 10,60
MCV 86 fL 80 100
MCH 28 pg 26 34
MCHC 33 g/dl 35 36
RDW-CV 14 % 12,2 - 15,3

Pada tanggal 25-10-2016 pasien pindah ke ruangan cilamaya lama :


S :nyeri post op (+) vas 1 , mual (-), muntah (-), BAB (-), sesak (-)
O:
o Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang.
o Tanda vital: TD: 140/90, N: 108 x/menit, RR: 17 x/menit, S: 37,2oC
o Status Generalis:
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik ()
Paru: Vesikular, rhonki -/- , wheezing -/-
9
Jantung : BJ I dan II N , Murmur (), Gallop ()
Abdomen: BU (+) N, Nyeri Tekan ()
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik , oedem (-)
A : Post laparatomi HT total + SOB ec kista ovarium premagna dengan permasalahan
anemia post transfusi (hb 13,5), hipoalbunemia on koreksi.
P:
o Cek tanda vital,observasi perdarahan, produksi drain dan pertahankan
o Cek DPL, PT/APTT, Ureum/Kreatinin, albumin, bebat perut (korset)
o Ceftriaxone 1x2g IV
o asam mefenamat 3x500 mg
o orbumin 3x1
o Metoklopramide 3x1
o Captopril 3x25mg oral
o Ranitidin 3x1 amp
o balance seimbang , diet TKTP , cek DPL ulang
o pindah ruangan cilamaya lama

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ovarium

Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentuk seperti buah
almond,. Ukuran ovarium cukup bervariasi, selama masa reproduksi panjang ovarium 2,5
cm sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm dan tebal 0,6 sampai 1,5 cm. Berat dari
ovarium adalah 5 sampai 6 gram, ovarium terletak di bagian atas rongga panggul dan
bersandar pada lekukan dangkal dinding lateral pelvis diantara pembuluh darah iliaka
eksterna dan interna yang divergen.

2.1.1 Kista ovarium

Kista ovarium adalah kantung atau kantong yang diisi dengan jaringan cairan
(bahan cairan) atau semiliquid yang muncul di indung telur (ovarium). Sebagian bersifat
jinak dan jarang, beberapa kista berubah menjadi ganas(2,3)

2.1.2 Jenis kista

Berdasarkan tingkat keganasannya, kista dibedakan menjadi dua macam,yaitu kista


non-neoplastik dan kista neoplastik.

1. Kista ovarium non neoplastik

a. Kista folikel

Kista ini berasal dari folikel de graff yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh
terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh di
11
bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yanglazim, melainkan membesar
menjadi kista.bisa di dapati satu kista atau beberapa dan besarnya biasanya berdiameter 1-1
cm.

Dalam menangani tumor ovarium timbul persoalan apakah tumor yangdihadapi itu
neoplasma atau kista folikel. Umumnya jika diameter tumor tidak lebih dari 5 cm, dapat di
tunggu dahulu karena kista folikel dalam 2 bulan akan hilang sendiri.

b. Kista korpus lutein

Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus
albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri (korpus luteum
persisten); perdarahan yang terjadi di dalamnya akan menyebabkan kista, berisi cairan
berwarna merah coklat karena darah tua. Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum
memberi gambaran yang khas. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas
sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka.

c. Kista teka luteinKista biasanya bilateral dan sebesar tinju. Pada pemeriksaan
mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel teka.Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh
hormone koriogonadrotropin yang berlebihan.

d. Kista inklusi germinal

Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian terkecil dari epitel germinativum
pada permukaan ovarium. Biasanya terjadi pada wanita usia lanjut dan besarnya jarang
melebihi 1 cm. Kista terletak di bawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri atas satu
lapisan epitel kubik atau torak rendah, dan isinya cairan jernih dan serous.

e. Kista endometriumKista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium.

2. Neoplasti jinak

1). Kistik:

a.Kistoma ovari simpleks

12
Kista ini mempunyai permukaan yang rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali
bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serous
dan berwarna kuning.pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik.

Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan
yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada
keganasan.

b. Kistadenoma ovarii serosum

Berasal dari epitel permukaan ovarium, umumnya jenis ini tak mencapai ukuran yang
sangat besar, di bandingkan dengan kistadenoma muscinosum. Pertumbuhan menjadi ganas
apabila di temukan pertumbuhan papilifer, proliferasi dan stratifikasi epitel, serta anaplasia
dan mitosis pada sel-sel. Secara mikroskopik di golongkan dalamkelompok tumor ganas.

c. Kistadenoma ovarii musinosum

Asal tumor belum diketahui dengan pasti. Menurut meyer, berasal dari teratoma
dimana di dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen. Penulis lain
menyebutkan bahwa tumor ini berasal yangsama dengan tumor Brenner. Umumnya
berbentuk multilokuler, ukurannya dapat mencapai ukuranyang amat besar

d. Kista endometroid

Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan
terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada
dinding luar ovarium. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilkan
darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua
indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/sexsuale
intercourse.

e.Kista dermoid

Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi
beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur
dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.

2). Solid:

13
Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma. Akan tetapi, ini tidak berarti
bahwa termasuk suatu neoplasma yang ganas, meskipun semuanya berpotensi maligna.
Potensi menjadi ganas sangat berbeda pada berbagai jenis, umpamanya sangat rendah pada
fibroma ovarium dan sangat tinggi pada teratoma embrional yang padat.(4)

2.2 ANESTESI UMUM

Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilangnya rasa. Tindakan dan
usaha menghilangkan rasa sakit ini sudah ada sejak dahulu kala pada setiap bangsa, etnik
juga suku di dunia. Anestesia tidak dapat dipisahkan dari pembedahan dan berbagai prosedur
medis lain yang menimbulkan rasa sakit. Anestesia umum pun kini diaplikasikan pada
berbagai prosedur medis non bedah seperti prosedur pemindaian (CT SCAN, MRI, dan
sebagainya) pada pasien yang tidak kooperatif.

Dahulu dikenal Trias Anestesia, yaitu hipnosis, analgesia dan arefleksia. Sekarang
anestesia umum tidak hanya memiliki tiga komponen tersebut tetapi lebih luas. Secara umum
komponen anestesia umum mencakup:

1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)


2. Analgesia (hilangnya rasa sakit)
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh)
4. Relaksasi otot (memudahkan prosedur bedah dan fasilitasi intubasi trakeal)
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)

Dalam praktik sehari-hari tidak semua komponen diatas harus dipenuhi. Sebagai
contohnya tindakan endoskopi yang hanya memerlukan hipnosis, analgesia dan imobilisasi.
Pada sebagian besar tindakan bedah, analgesia merupakan komponen teratas yang harus
dipenuhi. Terkadang analgesia ini bukan untuk mengantisipasi prosedur pembedahannya,
namun untuk prosedur anestesia itu sendiri, seperti tindakan kateterisasi jantung yang tidak
terlalu menimbulkan nyeri tetapi analgesia tetap dibutuhkan untuk melawan rangsang
nosiseptif tindakan intubasi atau pemasangan sungkup laring. Pada intinya, anestesia umum
merupakan suatu tindakan yang menyebabkan perubahan fisiologis reversibel yang
dikondisikan untuk memungkinkan pasien menjalani berbagai prosedur medis.(5)
14
2.3 KEUNTUNGAN ANESTESI UMUM


Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur berlangsung

Efek amnesia meniadakan ingatan buruk pasien yang didapat akibat ansietas
dan berbagai kejadian intraoperatif yang bisa menyebabkan trauma psikologis

Memungkinkan dilakukannya tindakan yang butuh waktu lama

Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.(5)

2.4 KERUGIAN ANESTESI UMUM


Memerlukan pemantauan yang lebih luas dan kompleks

Sangat memengaruhi fisiologi, hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul
dibawah anestesia umum

Tidak dapat mendeteksi gangguan susunan saraf pusat, misalnya perubahan
kesadaran

Risiko komplikasi pasca bedah lebih besar

Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama.(5)

2.5 STADIUM ANESTESIA

Stadium anestesia dibuat berdasarkan efek ether. Ether merupakan zat anestetik volatil
yang poten dan digunakan luas pada jamannya. Klasifikasi Guedel dibuat oleh Arthur Ernest
Guedel pada tahun 1937 yang meliputi:

1. Stadium (stage) 1: disebut juga stadium induksi, periode sejak masuknya obat induksi
hingga hilangnya kesadaran
2. Stadium (stage) 2: disebut juga stadium eksitasi
3. Stadium (stage) 3: disebut juga stadium pembedahan yang dibagi atas empat plana,
yaitu:
- Plana 1: mata berputar, kemudian terfiksasi
- Plana 2: refleks kornea dan refleks laring hilang
- Plana 3: dilatasi pupil, refleks cahaya hilang
- Plana 4: kelumpuhan otot interkostal, pernapasan menjadi abdominal dan
dangkal
4. Stadium (stage) 4: merupakan stadium overdosis obat anestesi, anestesi menjadi
terlalu dalam dan terjadi depresi berat semua sistem tubuh termasuk batang otak.

15
Potensi bahaya yang demikian besar mendorong usaha-usaha untuk memperbaiki
teknik anestesia. Anestesia modern telah berkembang menjadi prosedur yang mengutamakan
keselamatan pasien. Obat induksi masa kini bekerja cepat dan melampaui stadium 2.
Sekarang hanya dikenal tiga stadium dalam anestesi umum, yaitu induksi, rumatan
(maintenance) dan emergence.(5)

2.6 MANAJEMEN PERIOPERATIF

Prosedur anestesi secara keseluruhan dimulai sejak periode pra-anestesi/prabedah


hingga pasca anestesi. Ketiga periode ini dikenal dengan periode perioperatif. Tujuan utama
manajemen perioperatif adalah untuk mempersiapkan pasien seoptimal mungkin serta
meminimalkan komplikasi anestesi dan/atau pembedahan yang akan dijalankan.

2.6.1 PERIODE PRABEDAH

Tujuan utama periode ini adalah mencari kemungkinan penyulit-penyulit anestesi atau
tindakan pembedahan. Secara garis besar, dibawah ini adalah hal-hal yang dapat dilakukan
pada kunjungan pra-anestesi:

-
Anamnesis
Identitas pasien penting untuk menghindari kesalahan pasien
Riwayat penyakit yang diderita, termasuk riwayat pengobatan. Perlu juga
ditanyakan riwayat alergi yang dimiliki dan pencetus serta obat yang biasa
digunakan untuk mengatasinya
Gaya hidup dan kebiasaan, misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol atau
penggunaan obat-obatan seperti heroin atau kokain
Riwayat kematian anggota keluarga diatas meja operasi yang berkaitan dengan
penggunaan anestesia inhalasi, dengan gejala kekakuan otot disertai panas
tinggi (hipertermia maligna)
-
Pemeriksaan fisik
Bentuk anatomi pasien seperti bentuk wajah, leher pendek dan kaku, jarak
tiro-mental, lidah besar dan lain sebagainya dapat digunakan untuk
memperkirakan tingkat kesulitan intubasi dan ventilasi.
Pasien sesak napas dapat dilihat dari posisi berbaring, frekuensi napas dan
tingkat saturasi O2. Hal ini perlu dilakukan karena terkadang pasien mengaku
tidak sesak.

16
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi napas atau bunyi napas tambahan
dan mendeteksi murmur jantung serta bunyi abnormal lain
-
Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dinilai seperti lab darah, foto rontgen
thorak, EKG, CT SCAN dan lain sebagainya.
-
Status fisis(5-8)
Setelah semua data telah didapatkan, dokter anestesiologis menentukan status
fisis pasien. Klasifikasi status fisis yang disusun oleh American Society of
Anesthesiologists (ASA) telah dikenal dan digunakan secara luas.
Status fisis menurut klasifikasi ASA:
Kelas I : Pasien sehat yang akan menjalani operasi
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang, tanpa
pembatasan aktivitas
Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasi aktivitas rutin
Kelas IV : pasien dengan kelainan sistemik berat yang menyebabkan
ketidakmampuan melakukan aktivitas rutin, yang mengancam nyawanya setiap waktu
Kelas V : pasien yang dengan atau tanpa pembedahan diperkirakan meninggal
dalam 24 jam
Kelas VI : pasien mati batang otak yang ingin mendonorkan organnya (5-8)
-
Puasa
Lamanya waktu puasa hendaknya ditentukan berdasarkan umur pasien,
kondisi fisis dan rencana operasi. Pada umumnya pasien dewasa perlu waktu 6-8 jam
untuk mengosongkan lambungnya, anak besar perlu 4-6 jam, sedangkan anak kecil
dan bayi 4 jam. Cairan bening boleh diminum sedikit-sedikit hingga 2 jam prabedah.
Sangat perlu juga menjelaskan tujuan puasa adalah demi keselamatan pasien karena
dapat mencegah penumonia aspirasi yang berakibat fatal.
-
Premedikasi
Premedikasi termasuk hal yang dapat menjadi rutinitas selama periode
prabedah. Tidak semua pasien memerlukan premedikasi sehingga pemberian obat-
obatan premedikasi harus didasari tujuan, indikasi dan pilihan yang tepat. Tujuan
premedikasi adalah sebagai berikut:
-
Menghilangkan kecemasan (diazepam, lorazepam, midazolam)
-
Mendapatkan sedasi (opioid, fenotiazin)
-
Mendapatkan analgesi (tramadol, ketorolac)
-
Mendapatkan amnesi (benzodiazepin)
-
Mendapatkan efek antisialogoque (atropin, difenhidramin)
Disamping itu pada keadaan tertentu juga :
-
Anti emetik (ondansentron, metoklopramid)
-
Mengurangi volume cairan lambung (omeprazol)
-
Mencegah terjadinya reaksi alergi (antihistamin)(5,6)

17
2.6.2 PERIODE INTRABEDAH

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat
induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindak
pembedahan selesai.
Sebelum memulai induksi diperlukan pengecekan kelengkapan alat sehingga
seandaninya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Berikut
adalah akronim untuk memudahkan dalam proses persiapan:
S : Scope Stetoskop, untuk mendengar suara paru dan jantung. laringo-scope. Pilih bilah atau
daun yang sesuai dengan usia pasien. lampu harus cukup terang.
T : Tubes Pipa trakea. pilih sesuai usia,
A : Airway Pipa mulut-faring ( Guedel, orotracheal airway ) atau pipa hidung-faring ( naso-
tracheal airway ). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya
lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introduser Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik ( kabel) yang mudah
dibengkokan untuk memandu supaya pipa trachea mudah dimasukan.
C:Conector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S : Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainya.(5,6)

INDUKSI INTRAVENA
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi bila sudah
terpasang jalur vena ( infus ). Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati,
pelan-pelan dan terkendali. Obat induksi disuntikan dalam kecepatan antara 30 - 60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Jenis - jenis Obat induksi intravena :
1. Tiopental ( tiopenton, pentotal) diberikan sacara intravena dengan kepekatan 2,5% dan
dosis antara 3 - 7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri. Pada anak dan manula
digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi.

18
2. Propofol ( Recofol, diprivan ) intravena dengan kepekatan 1 % menggunakan dosis 2 - 3
mg/kgBB, suntikan Propofol intavena sering menyebabkan nyeri, sehingga satu menit
sebelumnya sering diberikan analgetik intravena.
3. Ketamin ( Katalar ) intravena dengan dosis 1 - 2 mg/kgBB. Pasca anestesia dengan
ketamin sering menimbulakan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan
sedatif seperti midazolam ( dormikum ). Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan
tekanan darah tinggi ( tekanan darah > 160 mmHg. Ketamin menyebabkan pasien tidak sadar,
tetapi dengan mata terbuka.(5-10)

INDUKSI INHALASI
Induksi inhalasi biasa dikerjakan dengan halotan ( fluotan ) atau sevofluran. Cara
induksi ini biasa dikerjakan pada bayi atau anak-anak yang belum terpasang jalur vena atau
pada orang dewasa yang takut dengan suntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2 induksi
dimilai dengan aliran O2> 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3 : 1 aliran > 4 liter,
dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk
konsentrasi halotan diturunkan hingga pasien tenang lalu dinaikan lagi sampai konsentrasi
yang diperlukan.
N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah,. Pemberian anestesi dengan
N2O harus disertai O2 minimal 25 % untuk menghindari hipoksia difusi.
Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas spontan rumatan
anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada afas kendali sekitar 0,5 1 vol %. Kontraindikasi
pemakaian halotan adalah penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu
kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.
Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih iritatik
dibanding halotan.
Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial,
serta efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal.
Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil dan jarang
menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihhentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh
tubuh.(5-10)

RUWATAN (MAINTENANCE) ANESTESI


19
Ruwatan anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena atau dengan campuran
intravena inhalasi. Ruwatan anestesia biasanya mengacu pada Trias anestesia yaitu Tidur
ringan ( hipnotis ), analgesia cukup, diusahakan agar selama pembedahan tidak
menimbulakan nyeri dan relaksasi otot yang cukup.
Ruwatan anestesi intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10 - 50 microgram/ kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan
analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot, ruwatan intravena
dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus propofol 4
-12 mgkbBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena menggunakan opioid,
pelumpuh otot dan ventilator, untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara
dengan O2 atau N2O dengan O2.(5-10)

2.6.3 PERIODE PASCABEDAH


Pasien yang sejak prabedah sudah direncanakan menjalani perawatan di ICU/PACU,
begitu operasi usai harus segera dibawa meuju ruang tersebut. Semua pasien yang tidak
memerlukan perawatan intensif harus segera diobservasi diruang pemulihan. Pemantauan
standar dilakukan sesuai kriteria Aldrette yang dimodifikasi, yaitu:
Kriteria Skor Kondisi

Aktivitas 2 Mampu menggerakan 4 ekstremitas, dengan/tanpa perintah


1 Mampu menggerakan 2 ekstremitas, dengan/tanpa perintah
0 Tidak mampu menggerakan semua ekstremitas

Respirasi 2 Mampu bernapas dalam dan batuk dengan bebas


1 Bernapas dangkal atau terbatas
0 Apnea

Sirkulasi 2 TD 20 mm dari nilai pra anestesia


1 TD 20-50 mm dari nilai pra anestesia
0 TD 50 mm dari nilai pra anestesi

Kesadaran 2 Sadar penuh


1 Bangun jika dipanggil
0 Tidak berespon

Saturasi O2 2 Mampu pertahankan saturasi O2 > 92 % dengan udara kamar

20
1 Memerlukan inhalasi O2 untuk pertahankan saturasi >90%
0 Saturasi O2 <90% meski dengan inhalasi O2

Untuk dapat keluar dari ruang pemulihan dibutuhkan skor 9.(7,8)

2.7 EFEK SAMPING ANESTESI UMUM


Anestesi umum dapat menekan seluruh fungsi tubuh, termasuk pernapasan, denyut
jantung, aliran darah, saluran cerna, serta refleks menelan, batuk, atau memuntahkan benda
asing yang masuk ke dalam paru-paru. Karena itu, dokter anestesi harus mengawasi kondisi
secara seksama selama pembedahan berlangsung. Beberapa efek samping anestesi umum di
antaranya:(5)

Mual dan muntah segera setelah Gangguan berkemih, baik sulit buang
operasi. air kecil atau mengompol.

Kedinginan dan menggigil hingga 30 Pusing berputar.


menit setelah operasi.
Nyeri tenggorok atau cedera bibir dan
Bingung, sulit berpikir jernih, dan gigi akibat intubasi
amnesia. Gangguan ini bersifat
sementara dan biasanya terjadi pada
lansia.

Selain efek samping di atas, ada beberapa efek samping serius tetapi jarang terjadi, yaitu:(5)

Serangan jantung, gagal jantung, atau Kegagalan pemasangan selang


stroke. pernapasan.
Tekanan darah meningkat atau
menurun. Alergi atau reaksi yang tidak
diinginkan terhadap obat-obatan
Pneumonia alias infeksi paru-paru anestesi.
atau gangguan pernapasan lainnya.
Kerusakan otot dan peningkatan suhu
Kematian tubuh secara mendadak

21
Karena sifatnya yang memengaruhi seluruh tubuh, kemungkinan timbulnya efek
samping pada anestesi umum akan lebih besar dibanding anestesi lokal ataupun regional.
Meski demikian, efek samping ini umumnya bersifat ringan dan dapat diatasi dengan mudah.
Efek samping yang serius juga sangat jarang terjadi pada orang yang secara secara umum
sehat.(5)

2.8 KOMPLIKASI ANESTESI UMUM

Beberapa komplikasi anestesi umum di bawah ini termasuk jarang terjadi.


Kemungkinan komplikasi dari anestesi umum antara lain:(5,6,11)

Cedera di lokasi penyuntikan Kerusakan paru-paru

Gangguan pernapasan Serangan jantung

Reaksi alergi, serangan asma Kerusakan otak, misal stroke

Masih memiliki kesadaran atau rasa Gagal ginjal


sakit selama operasi Gagal hati
Infeksi
Paraplegia
Cedera pada mulut, gigi, bibir atau
Quadriplegia
lidah

Kerusakan pita suara atau laring

2.9 PROSEDUR ANESTESIA UMUM PADA BEDAH BESAR


1. Berikan antasid untuk meningkatkan pH lambung. Diharapkan ini dapat menurunkan
insidens dan keparahan pneumonitis yang terjadi bila terjadi aspirasi.

2. Pasang alat-alat pemantau, pastikan kelengkapan anestesia tersedia dan berfungsi baik,
termasuk perlengkapan untuk difficult airway management.

3. Pastikan pasien untuk left uterine displacement

4. Denitrogenisasi dengan O2 aliran tinggi 2-5 menit atau 4 kali nafas dalam.

5. Setelah lokasi operasi siap, inisiasi rapid sequence induction dengan tiopental 4-5mg/kg
dengan suksinilkolin 1-1,5mg/kg. Induksi dapat juga dengan propofol, sedangan pelumpuh
otot lain sebagai alternatif adalah rokuronium yang memiliki awitan cepat. Pemberian
22
propofol di curigai dapat mengakibatkan rendahnya skor apgar dan perubahan
neurobehavioral neonatus, meski hal ini masih kontroversial. Pada pasien dengan
hemodinamika yang tidak stabil (cenderung hipotensi) dapat juga diberikan ketamin.
Pemberian pelumpuh otot nondepolarisasi sebelum induksi harus di hindari karena dapat
menyebabkan kelemahan LES sehingga meningkatkan kejadian aspirasi. Pelumpuh otot tidak
melalui sawar darah plasenta karena molekulnya terionisasi dan berat molekul yang tinggi.
Segera setelah kesadaran pasien hilang, lakukan manuver sellick hingga prosedur intubasi
selesai sempurna.

6. Pemeliharaan anestesia dilakukan dengan 50% n2O dan 50% O2, menggunakan isofluran
0,3-0,5% atau enfluran 0,5-0,7%. N2O melewati sawar darah plasenta namun tidak
menyebabkan depresi janin, karena uptake jaringan yang tinggi asalkan pemberian tidak
melebihi 20 menit. Pemberian konsentrasi anestetika inhalasi sub-MAC sebelum pengeluaran
bayi dapat menurunkan kejadian matenal recall tanpa menyebabkan depresi janin dan
relaksasi uterus

7. setelah bayi lahir, tingkatkan konsentrasi N2O hingga 70%, hindari anestetika volatil dan
brikan opioid. Tambahkan oksitosin pada intravena.

Pada akhir operasi, jika perlu dapat diberikan obat untuk reversal pelumpuh otot.
Ekstubasi dilakukan dalam keadaan sadar penuh. Jika perlu, gunakan pipa nasogastrik untuk
mencegahaspirasi.(5)

23
BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien perempuan berusia 56 tahun datang ke poli ginekologi RSUD karawang


dengan keluhan perut membesar di sertai nyeri sejak 5 bulan yang lalu, di rasakan
semakin hari semakin membesar. Pasien mengaku sudah tidak haid lagi sejak 15
tahun yang lalu.
. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, tidak
terdapat asma, alergi, trauma perut, hipertensi, penyakut jantung dan terdapat
Diabetes melitus. Riwayat operasi tidak ada. Tidak terdapat riwayat penyakit dalam
keluarga.
Dalam status anestesi pada pre-operasi yang pertama, pasien dinyatakan dalam
golongan ASA III. Saya setuju bahwa dengan hal tersebut sebab, pasien mengalami
DM dan Ascites dan terdapat keterbatasan aktivitas. Pada pasien ini, saya setuju
bahwa jenis anesthesia yang dipilih adalah anesthesia umum, karena rencana operasi
yang akan dilakukan adalah laparotomy + Histerektomi total dan salfingoovorectomi
bilateral (HTSOB) dengan teknik intubasi yang tergolong operasi besar dan
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Untuk premedikasi diberikan fentanyl 75 mcg. Saya setuju dengan pemilihan
fentanyl sebagai premedikasi karena merupakan obat analgesik yang sangat kuat
berupa cairan isotonik steril untuk penggunaan i.v. Sehingga sangat membantu untuk
memberikan rasa nyaman bagi pasien selama melewati proses pembedahan. Dosis
fentanyl adalah 1 mcg/kgBB dimana berat badan pasien ini adalah 75 sehingga dosis
yang diberikan 75 mcg. Diberikan bertahap pada awal dan ditengah operasi.
Midazolam (Sedacum) digunakan pula sebagai premedikasi. Saya setuju
karena sedacum merupakan obat anti cemas dan memiliki efek sedatif. Sehingga
dapat memberikan ketenangan bagi pasien sebelum dilakukan induksi. Dosis sedacum
untuk premedikasi adalah 0,03 0,04 mg/KgBB sehingga dosis yang diberikan adalah
2,5 mg.
Propofol digunakan sebagai obat induksi karena propofol dapat menurunkan
tekanan darah (inhibisi aktivitas simpatis dari vasokonstriktor) dan menyebabkan
depresi pernapasan Dosis propofol adalah 2 2.5 mg/kgBB, dan pada orang yang
memiliki BB 75 kg adalah 150 mg. Dosis pada pasien ini sesuai dengan range dosis
yang dianjurkan yang dapat diberikan pada pasien.
Atracurium (notrixum) digunakan pada pasien ini karena akan dilakukan
pemasangan endotracheal tube, sehingga dibutuhkan pelumpuh otot guna mencegah
terjadinya spasme laring. Saya setuju dengan pemberian atracurium tersebut, dan
dosisnya pun sesuai yaitu 0,5 mg/kgBB dimana pada pasien ini seharusnya diberikan
37,5 mg tapi pada pelaksanaannya diberikan sebanyak 25 mg.
Asam Tranexamat digunakan pada pasien ini sebagai preventive untuk
meminimalisir perdarahan. diberikan pada pasien ini sebanyak 1000 mg. saya setuju
dengan ini karena ini merupakan operasi besar yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan yang banyak.
Penggunaan inhalasi O2 2 liter/menit, N2O 2 liter/menit, Isoflurane 2 vol%
sebagai maintenance anesthesia. Saya setuju dengan pemberian gas gas tersebut
karena pada pemberian N2O harus disertai pemberian O2 minimal 25%. Isoflurane
memiliki nilai 1 MAC pada pemberian 1,2 vol%. Dimana pada pemberian 1 MAC
akan mencegah gerakan respon terhadap insisi pertama pada 50% orang. Pada kasus
ini diberikan 1 vol % yaitu antara 1 MAC. Saya setuju dengan pemberian tersebut.

Pemberian Cairan

Kebutuhan Cairan Basal (M): 4 x 10 kg = 40 cc


2 x 10 kg = 20 cc = 115 cc
1 x 55 kg = 55 cc

Kebutuhan Cairan Operasi (O): Operasi berat x Berat badan


8 x 75 kg = 600 cc

Kebutuhan Cairan Puasa (P): Lama jam puasa x Kebutuhan Cairan Basal
6 jam x 115 cc = 610 cc

Pemberian Cairan Jam Pertama: M + O + 1/2P


115+ 600 + 305 = 1020 cc

Pemberian Cairan Jam Kedua: M + O + 1/4P


115 + 600 + 152,5 = 867,5 cc
Pemberian Cairan Jam Ketiga: M + O + 1/4P
115 + 600 + 152,5 = 867,5 cc
Kebutuhan cairan : Jam I + Jam II + Jam III
: 1020 + 867,5 + 867,5
: 2755 cc
Cairan yang masuk selama operasi = Assering 2000cc + Gelofusine 500cc
Kehilangan darah = darah di suction + kassa yang digunakan
= 2000 cc + (40 x 20 cc)
= 2800 cc
Allowed Blood Loss (ABL) = 20 % x Estimated Blood Volume (EBV)
= 20 % x (70ml/kgBB)
= 20 % x (70 ml x 75 kg)
= 20 % x 5250 ml
= 1050 ml
Blood Loss (%) = (2800cc : 5250cc) x 100%
= 53,3%
Perdarahan yang terjadi > 20 % ABL maka pada pasien diperlukan trasnfusi
darah. Pada pasien ini tidak dilakukan tranfusi darah tetapi pasien ini diberikan terapi
cairan yaitu asering dan gelofusine yang merupakan koloid.

Masuk ruang Intermediet Setuju, karena hemodinamik pasien stabil ketika


di ruang pemulihan. Selain itu, aldrete score dari pasien juga <9.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinantantya H, Sujana IBG. Manajemen Anestesi pada Pasien dengan kistoma


ovarii permagna. Jurnal Anestesi Indonesia. Volume V Nomor 3. 2013

2. Grabosch SM. Ovarian Cysts. http://emedicine.medscape.com/article/255865-


overview

3. American College of Obstetricians and Gynecologists. Ovarian cysts.


Womens Health care physician. 2015

4. American cancer society. Ovarian cancer. 2014.


http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003130-pdf.pdf

5. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi


dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Jakarta. 2012
6. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan M. 2001. Petunjuk Klinis Anestesiologi.
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universits Indonesia. Ed 2.

7. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. 5th ed. Mc Graw Hill education. 2013
8. Miller DR, Pardo MC. Basic Of Anesthesia. 6th ed. USA: ELSEVIER; 2011.

9. Werth M, Wrobel M. Pokok-Pokok Anestesi: Kompendium untuk Praktik


Sehari-hari. EGC. 2011

10. Soerasdi E, Satriyanto D. Obat-obat anesthesia sehari-hari. Keperawatan


Anestesi dan Gawat Darurat Medik. Bandung. 2010

11. Pengertian Teknik dan Komplikasi Anestesi Umum. available at:


http://www.medkes.com/2014/04/pengertian-teknik-dan-komplikasi-anestesi-
umum.html accessed August 19

You might also like