You are on page 1of 33

BERMAIN SEBAGAI TERAPI PSIKIS

Oleh: Agus Budi Susanta

ABSTRAK

Kata kunci:

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kondisi sosial dan masyarakat yang semakin beragam, bisa

mengakibatkan dampak kurang baik terutama bagi perkembangan anak. Salah

satu contohnya adalah internet sebagi media audiovisual. Internet memberikan

banyak kemudahan kepada masayarakat untuk mendapatkan informasi dari segala

penjuru dunia. Selain itu internet juga banyak memberikan hiburan di antaranya

berupa film, pertandingan olahraga, seni, dll. Hiburan dengan porsi yang cukup

bisa membuat pikiran menjadi segar, tetapi apabila hiburan tersebut terlalu banyak

maka akan sangat membahayakan terutama bagi anak-anak.


Perkembangan permainan tergeser dengan permainan modern yaitu games

aplikasi pada handphone atau gadget dan internet. Penggunaan gadget yang

berlebihan pada anak akan berdampak negatif karena dapat menurunkan daya

konsentrasi dan meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat mengerjakan

berbagai hal yang semestinya dapat dilakukan sendiri. Dampak lainnya adalah

semakin terbukanya akses internet dalam gadget yang menampilkan segala hal

yang semestinya belum waktunya dilihat oleh anak-anak. Menurut sudut pandang

ilmu kesehatan jiwa, pengunaan gadget usia dini tidak disarankan, akibat hal ini

anak tidak dapat belajar dengan cara alami bagaimana berkomunikasi dan

sosialisasi. Anak juga tidak mampu mengenali dan berbagi aneka emosi, misal

simpati, sedih, atau senang, alhasil anak tidak dapat meresponi hal yang ada di

sekelilingnya baik secara emosi maupun verbal. Terbatasnya respon anak akan

mengganggu perkembangan kemampuannya untuk bergaul dan beradaptasi.

2
Permasalahan yang terjadi pada generasi saat ini adalah pemberian gadget yang

terlalu dini di era globalisasi ini menyebabkan dampak negatif terhadap

perkembangan anak di usia dini. Banyak anak yang mulai kecanduan gadget dan

lupa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang berdampak psikologis

terutama krisis percaya diri, juga pada perkembangan fisik anak.


Banyaknya waktu yang dihabiskan oleh anak di depan internet, otomatis

kesempatan mereka untuk bergerak, berinteraksi dengan teman-teman mereka

menjadi menurun intensitasnya, terutama pengalaman fisik, sehingga secara

langsung akan menurunkan tingkat keterampilan anak terutama koordinasi gerak

dasar mereka di antaranya gerak lokomotor, non lokomotor dan manipulatif.

Dampak lain yang bisa muncul diakibatkan karena teknologi tersebut adalah

perubahan sikap sosial anak. Anak lazimnya banyak berinteraksi dengan teman-

temannya secara langsung, akan tetapi sikap ini akan berubah apabila anak sudah

merasa puas dengan dunianya yaitu dunia maya. Anak bisa saja merasa sangat

kehilangan serta kecewa apabila dipisahkan dengan dunia barunya. Dampak nyata

yang bisa dilihat, bisa saja anak merasa menjadi rendah diri serta stress, sehingga

bisa dikatakan bahwa kondisi kesehatan psikis anak tersebut mengalami gangguan

dan memerlukan terapi. Salah satu bentuk terapi kesehatan psikis yang dapat

dilakukan bermain.
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan

bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu

prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar.

Pada usia anakanak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi perkembangan

3
anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya diarahkan pada

pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan kerja, maka kegiatan anak

sebagian besar dalam bentuk bermain. Bermain adalah kegiatan untuk bersenang-

senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain,

tetapi mereka akan memperoleh kesenangan, kanikmatan, informasi, pengetahuan,

imajinasi, motivasi, dan bersosialisasi. Dengan bermain dapat mengembangkan

fisik, motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta (kreativitas), bahasa, perilaku,

ketajaman pengindraan, melepaskan ketegangan, dan terapi bagi fisik, mental

ataupun gangguan perkembangan lainnya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut: bagaimana peranan bermain sebagai terapi psikis anak?.

3. Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengkaji bagaimana peranan

bermain sebagai terapi psikis anak.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

4
1. Pengertian Bermain

Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah

kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan

pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam

kehidupan selanjutnya. Para ahli pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai

kegiatan yang memiliki nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media

untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain

merupakan jembatan bagi anak dari belajar informal menjadi formal. Dengan

bermain, anak dapat melakukan kegiatan sehingga semua aspek perkembangan

dapat berkembang secara maksimal. Bermain bukan hanya menjadi kesenangan

saja, tetapi juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi. Menurut

Cony Semiawan (dalam Ismatul Khasanah dkk,2011:94) dalam kegiatan bermain,

seluruh tahapan perkembangan anak dapat berfungsi dan berkembang dengan baik

dan hasil dari perkembangan yang baik itu akan muncul dan terlihat pada saat si

anak menginjak masa remaja. Bermain, atau permainan sebagai aktivitas terkait

dengan keseluruhan diri anak, bukan hanya sebagian, namun melalui permainan

(pada saat anak bermain) anak akan terdorong mempraktekkan keterampilannya

yang mengarahkan perkembangan kognitif anak, perkembangan bahasa anak,

perkembangan psikomotorik, dan perkembangan fisik. Pengalaman bermain akan

mendorong anak untuk lebih kreatif. Mulai dari perkembangan emosi, kemudian

mengarah ke kreativitas bersosialisasi.

Menurut Moeslichatoen (dalam Simatupang, 2005), bermain merupakan

suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan

5
tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap

hidup. Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang

ditimbulkannya, tanpa pertimbangan hasil akhir. Bermain dilakukan secara

sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau takanan dari luar atau kewajiban. Piaget

menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk

kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah kegiatan

yang tidak memiliki peraturan kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan ada

hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar. (Hurlock, 1995; 320 dalam

zulvia Trinova, 2012:210). Bermain diartikan sebagai suatu kegiatan atau tingkah

laku yang dilakukan anak secara sendirian atau berkelompok dengan

menggunakan alat atau untuk mencapai tujuan tertentu (Soegeng Santoso dalam

Rani Yulianti, 2012: 7). Dengan bermain anak-anak akan berusaha untuk memiliki

keinginan dan mencapai keinginannya. Melalui bermain, semua aspek

perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat

berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui

dan menemukan hal-hal baru. Bermain juga dikatakan suatu kegiatan yang

dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian

atau memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan

imajinasi yang lebih mendominan pada belahan otak kiri anak usia dini (Anggani

Sudono, 2000:5).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah

kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna mengembangkan

kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan motorik.

6
2. Fungsi dan Manfaat Bermain

Menurut Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo & Ellya Rakhmawati

(2011:94-95), bermain memiliki fungsi yang sangat luas bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak, baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, maupun

psikomotorik. Perkembangan secara fisik, seperti keterampilan motorik kasar,

menjadi lebih fleksibel dalam berlari, melompat, memanjat, berguling, berputar,

dan lain sebagainya. Keterampilan motorik halusnya meningkat, pada saat anak

menyentuh, meraba, memegang suatu benda (alat permainan), secara spontan hal

ini akan mengantarkan anak dalam kesiapan menggambar, mewarnai, memegang

pensil atau krayon, menyuap makanan sendiri, mengikat tali sepatu dan lain-lain.

Perkembangan kognitif, yaitu keterampilan anak dalam berfikir. Pada saat

bermain dengan teman sebaya, anak akan belajar membangun pengetahuannya

sendiri dari interaksi. Mereka dapat menyelesaikan masalah yang ditemukan pada

saat bermain, sehingga anak dapat terlatih untuk berfikir logik. Bermain penting

untuk Perkembangan bahasa anak. Pada saat anak bermain, ketika kemampuan

kognitifnya tumbuh dan berkembang, anak mulai berfikir secara simbolik melalui

pemerolehan dan penggunaan bahasa. Perkembangan psikologis yaitu pemahaman

diri, ketika anak tumbuh secara kognitif dan fisik, ia akan mulai menyadari

keberadaan dirinya. Dalam sosial emosional, yaitu kemampuan anak berbagi rasa,

secara psikologis anak telah melewati masa-masa sulit (bereaksi dengan

menangis) dan dapat menyampaikan pesan dan perasaannya, keinginannya,

kemauannya dengan tepat. Dengan bermain anak dapat bersosialisasi dengan

7
lingkungan sekitar, baik teman sebaya, ataupun orang dewasa. Keterampilan

sosial ini akan terus bertambah ketika ia mulai berhubungan dengan lebih banyak

orang lagi di lingkungan yang lebih luas.

Ada 5 (lima) manfaat nyata dari bermain, yaitu manfaat motorik, afektif,

kognitif, spiritual, dan keseimbangan. Manfaat motorik adalah manfaat yang

berhubungan dengan nilainilai positif mainan yang terjadi pada fisik/jasmaniah

anak. Biasanya hal ini berhubungan dengan unsur-unsur kesehatan, keterampilan,

ketangkasan, maupun kemmpuan fisik tertentu. Manfaat afeksi yaitu manfaat

mainan yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak. Unsur-unsur

yang mencakup dalam kelompok ini, antara lain naluri/insting, perasaan, emosi,

sifat/karakter/ watak, maupun kepribadian seseorang. Manfaat kognitif adalah

mannfaat mainan untuk perkembangan kecerdasan anak. Biasanya, ini

berhubungan dengan kemampuan imajinasi, pembentukan nalar, logika, maupun

pengetahuan-pengetahuan sistematis (zulvia Trinova, 2012:211).

Menurut Allice Zellawati (------:166-167), beberapa manfaat bermain pada

anak-anak yaitu:

1) Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh mendapat kesempatan untuk

digerakkan, anak dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan,

sehingga ia tidak merasa gelisah. Dengan demikian otot-otot tubuh akan

tumbuh menjadi kuat.


2) Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
3) Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai,

kebiasaan-kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat


4) Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat kesempatan

untuk melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan tertekan dan

8
menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam dirinya. Setidaknya

akan membuat anak relaks.


5) Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep dasar, mengembangkan

daya cipta, memahami kata-kata yang diucapkan oleh teman-temannya.


6) Mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis dan

bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian disekelilingnya.


7) Sebagai media terapi, selama bermain perilaku anak-anak akan tampil

bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki oleh

seorang anak.
8) Sebagai media intervensi, untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu

dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas tertentu,

melatih konsep dasar.

3. Ciri-ciri Bermain dan Karakteristik Bermain

Bermain memiliki ciri-ciri yang khas yang membedakannya dari kegiatan

lain. Kegiatan bermain pada anak-anak memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a) Bermain selalu menyenangkan (pleasurable), menikmatkan atau


menggem-birakan (enjoyable).
b) Bermain tidak bertujuan ekstrinsik, motivasi bermain adalah intrinsik dari
diri anak.
c) Bermain bersifat spontan dan sukarela, bukan karena terpaksa.
d) Bermain melibatkan peran aktif semua peserta sesuai peran dan gilirannya
masingmasing.
e) Bermain bersifat fleksibel, anak dapat dengan bebas memilih dan beralih
ke kegiatan bermain apa saja yang mereka inginkan. Adakalanya anak
berpindah-pindah dari satu kegiatan bermain ke kegiatan bermain lainnya
yang tidak terlalu lama (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 6 8).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanna Miliar et al; Garvey;

Rubin; Fein; dan Vendenberg (dalam Rahardjo, 2007) mengungkapkan adanya

beberapa ciri kegiatan permainan, yaitu : a.) Dilakukan berdasarkan motivasi

9
instrinstik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan

sendiri. b) Perasaan dari orang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh

emosi-emosi positif. c). Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih

dari satu aktifitas ke aktivitas lain. d). Lebih menekankan pada proses yang

berlangsung dibandingkan hasil akhirnya. e) Bebas memilih, cirri ini merupakan

elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak kecil f.) Mempunyai

kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang

memisahkan dari kehidupan nyata sehari-hari.

Bermain pada masa anak- anak mempunyai karakteristik tertentu yang

membedakannya dari permainan orang dewasa. Menurut Hurlock (1995: 322-

326) karakteristik permainan pada masa anak- anak adalah sebagai berikut:

a) Bermain dipenguhi tradisi. Anak kecil menirukan permainan anak yang

lebih besar, yang menirukan dari generasi anak sebelumnya. Jadi dalam

setiap kebudayaan, satu generasi menurunkan bentuk permainan yang

paling memuaskan kegenerasi selanjutnya.


b) Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan. Sejak masa bayi hingga

masa pematangan, beberapa permainan tertentu populer pada suatu tingkat

usia dan tidak pada usia lain, tanpa mempersoalkan lingkungan, bangsa,

status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Kegiatan bermain ini sangat

populer secara universal dan dapat dirmalkan sehingga merupakan hal

yang lazim untuk membagi masa tahun kanak-kanak kedalam tahapan

yang lebih spesifik. Berbagai macam permainan juga mengikuti pola yang

dapat diramalkan. Misal, permainan balok kayu dilaporkan melalui empat

tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang, menjelajah, membawa

10
balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur; kedua, membangun

deretan dan menara; ketiga, mengambangakan teknik untuk membangun

rancanganyang lebih rumit; keempat, mendramatisir dan menghasilkan

bentuk yang sebenarnya.


c) Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia. Ragam

kegiatan permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap berkurang

dengan bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah

alasan. Anak yang lebih besar kurang memiliki waktu untuk bermain dan

mereka ingin menghabiskan waktunya dengan cara menimbulkan

kesenangan terbesar. Dengan meningkatnya lingkungan perhatian, mereka

dapat memusatkan perhatiannya pada kegiatan bermain yang lebih panjang

ketimbang melompat dari satu permainan kepermainan lain seperti yang

dilakukan seperti usia yang lebih muda. Anak-anak meninggalkannya

dengan alasan karena telah bosan atau menganggapnya kekanak-kanakan.


d) Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia. Dengan

bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permaianan anak-anak

menjadi lebih sosial. Pada saat anak-anak mencapai usia sekolah,

kebanyakan mainan mereka adalah sosial, seperti yang ada dalam kegiatan

bermain kerja sama, tetapi hal ini dilakukan apabila mereka telah memiliki

kelompok dan bersamaan dengan itu, timbul kesempatan untuk belajar

berteman dengan cara sosial.


e) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia. Pada fase

prasekolah, anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman

bermain, setelah menjadi anggota gang, semua beruabah. Mereka ingin

bermain dengan kelompok kecilnya itu dimana anggotanya memiliki

11
perhatian yang sama dan permianannya menimbulkan kepuasan tertentu

bagi mereka.
f) Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin. Anak laki-laki tidak

saja menghindari teman bermain perempuan pada saat mereka masuk

sekolah, tetapi juga menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang

tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.


g) Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal.

Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain

kapan saja dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa

memperhattikan tempat dan waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan

atau pakaian khusus untuk bermain. Secara bertahap menjadi semakin

formal.
h) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia. Perhatian

anak dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber

awal. Anak-anak tidak saja menarik diri untuk bermain aktif, tetapi juga

menghabiskan sedikit waktunya untuk membaca, bermain dirumah atau

menonton televisi. Kebanyakan waktunya dihabiskan dengan melamun -

suatu bentuk bermain yang tidak membutuhkan tenaga banyak.


i) Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak. Jenis permainan, variasi

kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain

secara keseluruhan merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial

anak.
j) Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak. Walau semua anak

melalui tahapan bermain yang serupa dan dapat diramalkan, tidak semua

anak bermaian dengan cara yang sama pada usia yang sama. Variasi

permainan anak dapat ditelusuri pada sejumlah faktor.

12
4. Pengertian Anak dan Pekembangannya
Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang serta

mempunyai kebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual yang harus dipenuhi

(Adang Suherman, 2000). Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang

progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir

sampai mati atau perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme

menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yan berlangsung secara sistematis,

progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis (Syamsu

Yusuf, 2004: 15). Menurut Endang Rini Sukamti (2007: 2), perkembangan adalah

proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh

ke arah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi. Makin terorganisasi

artinya organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan, dan

makin terspesialisasi artinya organ-organ tubuh semakin bisa berfungsi sesuai

dengan fungsinya masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa, perkembangan anak

adalah suatu individu unik yang mengalami perubahan berkesinambungan dimulai

dari lahir hingga usia dewasa dengan perubahan pada fisik dan psikis serta

berkebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual.

Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif.

Perkembangan bisa terjadi dalam bentuk perubahan kuantitatif, perubahan

kualitatif, atau kedua-duanya secara serempak. Perubahan kuantitatif adalah

perubahan yang bisa diukur atau dihitung. Sedangkan perubahan dalam bentuk

semakin baik, semakin teratur, semakin lancar, dan sebagainya yang pada

dasarnya merupakan perubahan yang tidak bisa atau sukar diatur. Menurut

13
Syamsu Yusuf (2004: 17-20), prinsip-prinsip perkembangan antara lain sebagai

berikut:

1) Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti;

manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang

dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya yakni

sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua.


2) Semua aspek perkembangan saling berpengaruh; setiap aspek

perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi, maupun sosial

saling berpengaruh. Sebagai contoh, jika seorang anak mengalami

gangguan dalam pertumbuhan fisiknya (sakit-sakitan), maka anak

akan mengalami kemandegan dalam perkembangan apek lainnya,

seperti kurang berkembangnya kecerdasan dan kelabilan emosional.


3) Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu; setiap tahap

perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya

yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.

Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak harus dapat berdiri

terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan

selanjutnya, yakni berlari dan meloncat.


4) Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan; perkembangan

fisik dan mental mencapai kematangan pada waktu yang berbeda (ada

cepat dan lambat), misalnya otak mencapai bentuk ukuran yang

sempurna pada usia 6-8 tahun.


5) Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas; contohnya, (1) anak

memusatkan untuk mengenal lingkungan, menguasai gerak-gerik, dan

belajar bicara sampai usia 2 tahun, (2) pada usia 3-6 tahun

14
perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar

bergaul dengan orang lain).


6) Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase

perkembangan; artinya dalam menjalani hidup yang normal dan

berusia panjang, individu akan mengalami fase-fase perkembangan:

bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa, dan tua.

Alasan memahami perkembangan anak adalah hal yang penting yaitu:

1) Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan

terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan.


2) Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap

perkembangan berikutnya.
3) Pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu anak

mengembangkan diri, dan memecahkan masalah yang dihadapi anak.


4) Melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan anak, dapat diantisipasi tentang berbagai upaya untuk

memfasilitasi perkembangan tersebut, baik di lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat, serta dapat mengantisipasi berbagai

kendala atau faktor yang mungkin akan mengkontaminasi (meracuni)

perkembangan anak.

Aspek-aspek perkembangan anak dapat dilihat dari perkembangan fisik,

perkembangan motorik, perkembangan bicara, dan perkembangan emosi yaitu:

1) Perkembangan fisik
Perkembangan fisik penting untuk dipelajari karena baik secara langsung

ataupun tidak langsung akan mempengaruhi prilaku anak sehari-hari. Secara

langsung, perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan anak

dalam bergerak, misalnya anak usia 6 tahun yang mengalami hambatan atau

15
cacat tertentu maka jelas tidak mungkin mengikuti permainan yang dilakukan

teman sebayanya. Secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembanga fisik

anak akan mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan

bagaimana dia memandang orang lain. Misalnya, anak yang gemuk akan

menyadari bahwa dia tidak bisa mengikuti permainan yang dilakukan oleh

teman sebayanya, dan dilain pihak teman-temannya akan menganggap anak

gemuk terlalu lamban dan tidak pernah diajak bermain lagi. Perasaan tidak

mampu dan merasa tertimpa nasib buruk ini akan memberikan warna

tersendiri bagi perkembangan kepribadian anak.


2) Perkembangan motorik
Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat

penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan (Syamsu Yusuf,

2004:104). Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerak

jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang

terkoordinasi.
3) Perkembangan bicara
Kemampuan berbicara memenuhi kebutuhan penting lainnya dalam

kehidupan anak, yakni kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial.

Landasan untuk perkembangan bicara anak diletakkan pada masa anak-anak.

Bicara merupakan keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya

melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi

juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan

bunyi yang dihasilkan.


Selama tahun awal masa kanak-kanak, tidak semua bicara digunakan

untuk berkomunikasi. Pada waktu sedang bermain, anak sering kali berbicara

dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya. Tetapi, pada saat minat untuk

16
menjadi bagian dari kelompok sosial berkembang, anak sebagaian besar bicara

untuk berkomunikasi dengan temannya dan hanya sewaktu-waktu berbicara

sendiri.
4) Perkembangan emosi
Mempelajari emosi anak-anak tergolong sulit karena informasi tentang

aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi,

sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik

karena anak-anak masih berusia sangat muda. Emosi mempengaruhi

penyesuaian pribadi dan sosial anak karena:


a) emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari
b) emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan
c) ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik
d) emosi merupakan suatu bentuk komunikasi
e) emosi mengganggu aktivitas mental
f) emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial
g) emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan
h) emosi mempengaruhi interaksi sosial
i) emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah
j) emosi mempengaruhi suasana psikologis
k) reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi
kebiasaan.

5. Pengertian Terapi Bermain

Landreth (2001) berpendapat bahwa bermain sebagai terapi merupakan

salah satu sarana yang digunakan dalam membantu anak mengatasi masalahnya,

sebab bagi anak bermain adalah simbol verbalisasi. Terapi bermain dapat

dilakukan didalam ataupun diluar ruangan. Terapi yang dilakukan didalam

ruangan sebaiknya dipersiapkan dengan baik terutama dengan alat-alat permainan

yang akan digunakan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa terapi bermain

adalah terapi yang menggunakan alat-alat permainan dalam situasi yang sudah

17
dipersiapkan untuk membantu anak mengekspresikan perasaannya, baik senang,

sedih, marah, dendam, tertekan, atau emosi yang lain.

Terapi bermain bisa membantu bagi anak karena bermain merupakan

aktivitas natural untuk anak bisa mengenal dunianya, mengungkapkan pemikiran

dan perasaannya, mengembangkan keterampilan sosial dan pembelajaran bagi

dirinya. Terapi bermain yang berpusat pada siswa merupakan media bagi anak

untuk mengungkapkan perasaan, menggali hubungan dengan teman-temannya,

serta menyatakan pengalaman dan harapannya. Anak-anak terkadang ,mengalami

kesulitan engungkapkan perasaan dalam kata-kata terhadapa apa yang mereka

rasakan serta alami. Menurut Tedjasaputra (2005: 48) contoh anak yang

memerlukan terapi adalah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) anak

agresif, suka menyerang orang lain, (2) anak yang mempunyai kebiasaan

mencabut rambutnya sendiri, (3) anak yang sulit bergaul. Suyanto (2005: 202)

menambahkan, karakteristik anak yang memerlukan terapi adaah sebagai berikut:

(1) autisme, (2) hiperaktif, (3) phobia (korban bencana, penculikan,dll). Inti dari

sebuah terapi adalah mengembalikan kondisi anak pada kondisi yang senyatanya

dijalani (normal).

6. Macam-Macam Pendekatan Terapi Bermain

LaBauve, dkk (2001) macam-macam model dalam terapi bermain adalah :

a) Model Adlerian, Model ini menggunakan dasar teori Psikologi Individual

Adler, dengan dasar filosofi yaitu kehidupan sosial perlu untuk dimiliki,

perilaku adalah tujuannya, melihat hidup secara subyektif dan hidup

18
adalah sesuatu yang khusus dan kreatif. Model ini digunakan untuk anak

dengan kegagalan dalam berinteraksi sosial dan salah dalam mempercayai

gaya hidupnya.
b) Model Terapi Client-Centered, Teori yang mendasari adalah teori Rogers,

yang berpandangan bahwa motivasi internal yang dimiliki anak-anak

mendorong pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi bermain dengan

pendekatan Client Centered Non Directive (terapi yang berpusat pada anak

secara tidak langsung), ini sesuai untuk anak-anak yang mengalami

ketidaksesuaian antara kejadian hidup dengan dirinya.


c) Model Kognitif-Behavioral, Model ini berpandangan bahwa anak

memiliki pikiran dan perasaan yang sama seperti orang dewasa yaitu

ditentukan melalui bagaimana anak berfikir tentang diri dan dunianya.

Model ini digunakan untuk menangani anak dengan kepercayaan irrasional

yang membawanya keluar dari perilaku maladaptif.


d) Model Ekosistemik, Dasar yang digunakan adalah teori dari terapi realitas,

yang mempunyai pandangan bahwa berada dalam interaksi terhadap

lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan.


e) Model Eksistensialisme, Memiliki pandangan bahwa anak-anak adalah

manusia berguna, unik, ekspresi diri dan pertolongan terhadap diri sendiri

mendorong aktualisasi diri. Pendekatan ini menangani anak-anak yang

mengalami kesulitan untuk berkembang sesuai dengan keunikannya yang

melemahkan pertumbuhandirinya sehingga mengalami penolakan dalam

menjalin hubungan dengan teman-temannya.


f) Model Gestalt, Model Gestalt melihat manusia secara total, dilahirkan

dengan fungsi utuh. Pendekatan ini untuk terapi anak yang mengalami

kesulitan bertumbuh secara alami, anak yang mencoba untuk memenuhi

19
kebutuhan dengan cara yang tidak biasa, dan memiliki pengalaman luka

baik secara fisik maupun psikologis.


g) Model Jungian, Didasarkan pada teori analitik Jung, yang melihat bahwa

psikis terdiri dari ego, ketidaksadaran diri, dan ketidaksadaran kolektif,

kekuatan menyembuhkan adalah bawaan. Pendekatan ini biasanya

digunakan untuk membantu anak yang mengalami ketidakseimbangan

psikis, ego tidak dapat menjebatani antara dunia luar dan dalam dirinya.
h) Model Psikoanalitik, Pendekatan ini menggunakan teori psikoanalisa

tradisional, yang memiliki dasar filosofi tentang anak yaitu anak memiliki

rasa takut, memerlukan rasa aman, berusaha berhubungan dengan tuntutan

lingkungan. Pendekatan ini sesuai untuk anak yang mengalami konflik

internal, kekawatiran, represi, hambatan perkembangan, dan agresivitas.

Terap bermain mempunyai akar dalam model psikoanalisis tradisional.

Pioner-pioner awal seperti Melanie Klein dan Anna Freud

menginterpretasikan bermain sebagai simbol dari konflik anak.

7. Tujuan Terapi Bermain

Menurut Allice Zelawati (2011: 168-169), Tujuan terapi bermain adalah:

a) Menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri

mereka.
b) Memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan

mengatasi masalah mereka.

20
c) Memberi kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba

sesuatu yang baru.

8. Prinsip Pelaksanaan Terapi

Terapi bermain umumnya dilaksanakan dalam ruangan, dengan demikian

pada jarak tertentu benda yang menjadi mainan anak dapat terkontrol dengan baik.

Pendamping mesti merancang bentuk-bentuk aktivitas yang akan diberikan pada

anak atau kelompok anak. Dalam merancang beberapa hal yang perlu diperhatikan

oleh pendamping adalah karakteristik anak yang diberi terapi dan bentuk terapi itu

sendiri, dalam hal ini bentuk terapi yang akan disampaikan adalah aktivitas

akuatik yang dikemas dalam bentuk bermain. Selain itu pemahaman pendamping

terhadap karakteristik anak secara umum sangat diperlukan. Hal ini akan

berpengaruh terhadap berbagai macam permasalahan yang muncul dari proses

perkembangan anak sesuai dengan tahapannya.

9. Materi Terapi Bermain

Materi bermain dalam terapi bermaian dapat diklasifikasikan menjadi 4,

yaitu:

a) Mainan untuk memudahkan ekspresi, Mainan adalah kata-kata anak-anak

dan bermain adalah bahasa mereka. Oleh karena itu dalam terapi bermain

harus tersedia mainan yang memudahkan anak untuk mengekspresikan

21
pikiran dan perasaannya. Misalnya keluarga boneka manusia, keluarga

boneka binatang, mobil, truk, bis dll.


b) Mainan yang mendorong kreativitas, Beberapa mainan, sudah menjadi

sifat dasarnya mendorong kreativitas. Sebuah kotak di pojok bisa menjadi

rumah. Contoh lain seperti krayon, malam, kertas lipat, balok kayu dll.
c) Mainan untuk menyalurkan emosi, Anak dapat menggunakan cat, pasir,

tanah liat untuk menyalurkan perasaannya yang kuat dimana dia tidak

berani mengkomunikasikan dengan lebih terbuka.


d) Mainan yang dapat mengekspresikan sifat agresi, Mainan senjata, pisau

karet, pedang plastik, perisai dari kayu, palu, catut menggambarkan

kepada anak suatu arti yang mengekspresikan permusuhan dan agresif.

Menembak, menusuk, memukul, dan meninju dengan keras adalah

ekspresi simbolik dari kemarahan, dan jika diberi kebebasan bermain akan

memberikan terapeutik katarsis, konsentrasi dan koordinasi.

10. Proses Terapi Bermain bagi Anak

Adapun proses terapi bagi anak melewati beberapa tahapan sebelum anak

diberikan terapi bermain. Berikut proses pemberian terapi psikis pada anak:

1) Pelaksanaan Sesi Terapi Bermain


Pelaksanaan sesi terapi bermain pada subjek dimulai dengan langkah-

langkah yang berurutan yaitu:


a. Pembuatan rancangan treatmen
Pembuatan rancangan treatmen dilakukan pada tahap awal setelah

penggalian data mengenai latar belakang keluarga dan anak, kebutuhan

22
anak serta dukungan orangtua. Untuk mendapatkan rancangan

treatmen yang tepat, perlu menciptakan hubungan yang baik/ rapport

antara terapis dengan anak, sehingga anak dapat mengeksplorasi secara

optimal dalam bermain dan mempunyai perasaan senang dalam

melakukan sesuatu, hasil observasi selama awal sesi merupakan

sumber informasi (Mc. Mahon). Setelah semua informasi terkumpul

dapat disimpulkan kebutuhan anak sehingga rancangan treatmen

beserta tujuannya dapat dibuat dengan tepat. Setelah rancangan

treatmen selesai dibuat maka perlu diinformasikan pada orangtua

untuk mendapat persetujuan dan dukungan.


b. Pelaksanaan treatment
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan. Dalam tahap ini terapis

melaksanakan rancangan treatment yang sudah dibuat dengan menjaga

sikap profesional, kejujuran dan kerahasiaan. Selain itu terapis juga

perlu menciptakan rasa aman dan kebebasan pada diri anak untuk

menentukan pilihan dan mengekspresikan diri. Seringkali anak dapat

memulai permainan dengan spontan, namun ada beberapa anak yang

hanya diam saja di ruang terapi bermain, oleh sebab itu sangat

diperlukan terapis yang mampu membuat anak nyaman dan aman.

Menurut Mc. Mahon (2001), ada beberapa cara untuk mengajak anak

terlibat aktif dalam bermain, misalnya : Terapis memainkan boneka

tangan, bermain Teddy Bear atau boneka lain, atau membuat hal-hal

yang lucu. Hal ini dilakukan untuk membuat anak mau bermain, bukan

mengarahkan permainan anak. Ada kontrol dan batasan dalam

23
pelaksanaan treatment, yaitu : pastikan bahwa alat-alat permainan

aman dimainkan anak-anak, sehingga tidak membahayakan bagi anak

tersebut, bagi terapis atau orang lain yang terlibat. Kemudian pada saat

anak marah dan merusak mainan atau melakukan agresivitas, terapis

memberikan toleransi sampai batas tertentu dan berhak menghentikan

mainan dengan menggantikan mainan yang lain atau menghentikan

sesi treatmen. Hasil observasi segera dicatat setelah sesi selesai, bila

dimungkinkan gunakan recorder sebagai perekam atau camera

perekam, sehingga mudah untuk menentukan treatmen selanjutnya.

Secara garis besar, tujuan dari terapi ini adalah menolong anak untuk

mampu berhadapan dan hidup dengan kondisi emosinya yang terluka

(Mc. Mahon). Oleh sebab itu ada beberapa tahap kemajuan yang

biasanya dilewati oleh anak, yaitu:


Tahap 1 : perasaan marah, cemas atau emosi yang tidak mengenakan.

Tingkah laku yang muncul anak nampak destruktif/ merusak mainan

atau sebaliknya nampak ketakutan pada sesuatu.


Tahap 2: perasaan marah sudah terarah pada orang tertentu, bisa

terapisnya atau permainan simbol.


Tahap 3 : nampak ekspresi positif dan negatif berjalan bersama.

Misalnya: suatu saat anak menyuapi boneka, disaat yang lain dia

memukuli boneka tersebut.


Tahap 4 : anak sudah dapat memilih dan memisahkan perasaan positif

dan negatif tentang orang dan situasi dalam realitas.


c. Evaluasi treatment
Pada evaluasi akhir, dinilai apakah terapi efektif atau kurang efektif?

Apakh treatment dilanjutkan atau dihentikan? Terapi bermain kurang

24
efektif jika dilakukan pada anak yang pendiam atau pasif karena

mereka akan sangat sulit untuk diajak bermain oleh terapis. Proses dan

lamanya terapi bervariasi tiap anak dan kasus, dari beberapa minggu

sampai 1 atau 2 tahun. Untuk mengakhiri treatmen, alangkah baiknya

terapis mengajak anak membuat suatu acara khusus sehingga anak

tidak mengalami kesedihan atau kekecewaan karena kehilangan

suasana yang sudah dia dapatkan. Terapis juga dapat memberikan

bingkisan dari hasil treatment, atau foto bersama.

2) Pendekatan Terpadu dalam proses terapi bermain meliputi :


a. Relating Terapis hendaknya dapat mengembangkan suasana yang

hangat dan permisif, namun tetap dapat membantu anak

bertanggungjawab terhadap tingkah lakunya dan mengajar anak

bagaimana cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhannya. Sebab

terapi bermain harus dapat menciptakan suatu pengalaman yang

membantu anak menghubungkan pikiran dan perasaan terhadap

tingkah laku seseorang.


b. Releasing Dalam terapi bermain yang aman dan dijaga, anak dapat

mengekspresikan pikiran dan emosinya yang selama ini

disembunyikan. Beberapa anak dengan sangat garang memukulmukul

tanah liat membentuk orang dan kemudian merobeknya dll. Kegiatan

ini merupakan cara anak untuk melepaskan emosi mereka dan

mengekspresikan perasaan mereka melalui bermain. Karena katarsis

ini memungkinkan anak untuk mengurangi ketegangan, katarsis ini

dapat merupakan terapeutik. Dalam sebagian besar kasus,

25
bagaimanapun juga terapis memerlukan katarsis untuk membantu anak

menghadapi perasaannya.
c. Re-creating Yang dimaksud dengan re-creating adalah menciptakan

kembali kejadian-kejadian yang signifikan. Dalam tahap ini anak

menciptakan kembali kejadian-kejadian yang lalu, kejadian-kejadian

sekarang dan pengalaman-pengalaman perasaan yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian tersebut.


d. Reexperiencing Pada tahap ini anak mengalami kembali kejadian-

kejadian melalui proses bermain. Anak-anak mulai mengembangkan

pengertian kejadian-kejadian masa lalu dan menghubungkan

pengertian itu dengan pikiran, perasaan dan tingkah laku sekarang .


e. Resolving Resolving merupakan tahap pemecahan. Dalam tahap ini

anak memperoleh pengertian bahwa dia mempunyai masalah dan

bereksperimen dengan berbagai pemecahan Karena tidak semua

masalah dapat dipecahkan, anak dapat mengembangkan ketrampilan

penting untuk menghadapi masalah.


3) Bermain di kontrol versus bermain bebas
Ada perbedaan pendapat apakan bermain seharusnya dikontrol atau bebas.

Menurut Levy mengontrol mainan dengan menyeleksi mainan-mainan

tertentu dapat digunakan untuk memecahkan konflikkonfliknya. Namun,

Axline dan Moustakas berpegang pada anak boleh memilih mainannya

secara bebas. Mereka mengatur ruangan dengan cara yang sama untuk

semua anak. Menurut pendapat mereka memilih mainan secara spontan

mengurangi kepalsuan. Baik bermain di kontrol maupun bermain bebas

memiliki keunggulan tersendiri untuk membantu anak memecahkan

masalahnya.

26
BAB III

PEMBAHASAN

Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah

kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan

pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam

kehidupan selanjutnya. Saat ini penggunaan gadget pada anak lebih dominan

diberikan sebagai sarana bermain anak tanpa ada pengawasan dari orang tua

langsung. Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif

karena dapat menurunkan daya konsentrasi dan meningkatkan ketergantungan

anak untuk dapat mengerjakan berbagai hal yang semestinya dapat dilakukan

sendiri. Dampak lainnya adalah semakin terbukanya akses internet dalam gadget

yang menampilkan segala hal yang semestinya belum waktunya dilihat oleh anak-

anak. Menurut sudut pandang ilmu kesehatan jiwa, pengunaan gadget usia dini

tidak disarankan, akibat hal ini anak tidak dapat belajar dengan cara alami

bagaimana berkomunikasi dan sosialisasi. Anak juga tidak mampu mengenali dan

berbagi aneka emosi, misal simpati, sedih, atau senang, alhasil anak tidak dapat

meresponi hal yang ada di sekelilingnya baik secara emosi maupun verbal.

Terbatasnya respon anak akan mengganggu perkembangan kemampuannya untuk

27
bergaul dan beradaptasi. Ganguan psikis pada anak tidak hanya disebabkan oleh

penggunaan gadget yang berlebihan, masih banyak lagi penyebab psikis.

Setiap anak yang mengalami gangguan psikis untuk treatment bermainnya

tidak sama. Hal tersebut disampaikan Ahmad (----:12), aktivitas bermain akan

merangsang psikis anak untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sesuai dengan

tahap perkembangan anak. Model-model pendekatan untuk menangani ganguan

psikis anak yaitu:

a) Model Adlerian, Model ini menggunakan dasar teori Psikologi

Individual Adler, dengan dasar filosofi yaitu kehidupan sosial perlu

untuk dimiliki, perilaku adalah tujuannya, melihat hidup secara

subyektif dan hidup adalah sesuatu yang khusus dan kreatif. Model ini

digunakan untuk anak dengan kegagalan dalam berinteraksi sosial dan

salah dalam mempercayai gaya hidupnya.


b) Model Terapi Client-Centered, Teori yang mendasari adalah teori

Rogers, yang berpandangan bahwa motivasi internal yang dimiliki

anak-anak mendorong pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi

bermain dengan pendekatan Client Centered Non Directive (terapi

yang berpusat pada anak secara tidak langsung), ini sesuai untuk anak-

anak yang mengalami ketidaksesuaian antara kejadian hidup dengan

dirinya.
c) Model Kognitif-Behavioral, Model ini berpandangan bahwa anak

memiliki pikiran dan perasaan yang sama seperti orang dewasa yaitu

ditentukan melalui bagaimana anak berfikir tentang diri dan dunianya.

28
Model ini digunakan untuk menangani anak dengan kepercayaan

irrasional yang membawanya keluar dari perilaku maladaptif.


d) Model Ekosistemik, Dasar yang digunakan adalah teori dari terapi

realitas, yang mempunyai pandangan bahwa berada dalam interaksi

terhadap lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan.


e) Model Eksistensialisme, Memiliki pandangan bahwa anak-anak adalah

manusia berguna, unik, ekspresi diri dan pertolongan terhadap diri

sendiri mendorong aktualisasi diri. Pendekatan ini menangani anak-

anak yang mengalami kesulitan untuk berkembang sesuai dengan

keunikannya yang melemahkan pertumbuhandirinya sehingga

mengalami penolakan dalam menjalin hubungan dengan teman-

temannya.
f) Model Gestalt, Model Gestalt melihat manusia secara total, dilahirkan

dengan fungsi utuh. Pendekatan ini untuk terapi anak yang mengalami

kesulitan bertumbuh secara alami, anak yang mencoba untuk

memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak biasa, dan memiliki

pengalaman luka baik secara fisik maupun psikologis.


g) Model Jungian, Didasarkan pada teori analitik Jung, yang melihat

bahwa psikis terdiri dari ego, ketidaksadaran diri, dan ketidaksadaran

kolektif, kekuatan menyembuhkan adalah bawaan. Pendekatan ini

biasanya digunakan untuk membantu anak yang mengalami

ketidakseimbangan psikis, ego tidak dapat menjebatani antara dunia

luar dan dalam dirinya.


h) Model Psikoanalitik, Pendekatan ini menggunakan teori psikoanalisa

tradisional, yang memiliki dasar filosofi tentang anak yaitu anak

memiliki rasa takut, memerlukan rasa aman, berusaha berhubungan

29
dengan tuntutan lingkungan. Pendekatan ini sesuai untuk anak yang

mengalami konflik internal, kekawatiran, represi, hambatan

perkembangan, dan agresivitas. Terap bermain mempunyai akar dalam

model psikoanalisis tradisional. Pioner-pioner awal seperti Melanie

Klein dan Anna Freud menginterpretasikan bermain sebagai simbol

dari konflik anak.

Sebagai salah satu contoh misalnya anak mengalami ganguan psikis

berupa memiliki rasa takut yang berlebihan akibat pernah jatuh ketika bermain.

Model pendekatan dapat menggunakan pendekatan psikoanalisis. Pada model

psikoanalisis lebih menenkankan pada ganguan rasa takut, khawatir, dan cemas.

Untuk model permainan yang dapat diberikan yaitu permainan-permainan yang

mengandung unsur keberanian, seperti lompat tali.

30
BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah aktivitas bermain dapat menjadi terapi

psikis anak. Hal ini di dukung penenlitian oleh Ahmad Rithaudin dengan judul

penelitian aktivitas akuatik sebagai terapi psikis bagi anak, dan penelitian oleh

Alice Zellawati dengan judul penelitian Terapi Bermain Untuk Mengatasi

Permasalahan Pada Anak. Setiap orang tua seharusnya selalu memberikan

pengawasan ketika anak bermain, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya

hal-hal yang tidak di inginkan.

31
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Adang Suherman. (2000). Dasar-dasar penjaskes. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ahmad rithaudin.-----. Aktivitas akuatik sebagai terapi psikis bagi anak. Uny:
universitas negeri yogyakarta.

Alice Zellawati. 2011. Terapi Bermain Untuk Mengatasi Permasalahan Pada


Anak. Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 2 No. 3, September 2011.
Fakultas Psikologi Universitas AKI

Anggani Sudono. (2000). Sumber belajar dan alat permainan untuk PAUD.
Jakarta: Grasindo.

Conny R. Semiawan. (2008). Belajar dan pembelajaran prasekolah dan sekolah


dasar. Jakarta: Indeks.

E. B. Hurlock. (1995). Psikologi perkembangan edisi ke-5. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Ending Rini Sukanti. (2007). Perkembangan motorik. Diktat. Yogyakarta: FIK


UNY.

Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, & Ellya Rakhawati. (2011). Permainan


tradisional sebagai media stimulasi perkembangan aspek anak usia dini.
Jurnal penelitian PAUDIA, volume 1 nomor 1.

Landreth, Garry L. 2001. Innovations in play therapy. Taylor & Francis Group.

Mc.Mahon, Linnet. The Handbook of Play Therapy. London and New York.

Rahadjo, Budi. (2007). Aplikasi teori bermain untuk anak usia sekolah. didaktika
Vol 8, september 07.

Rani Yulianti. (2012). Permainan yang meningkatkan kecerdasan anak. Jakarta:


Laskar Aksara

Simatupang, Nurhayati. (2005). Bermain sebagai upaya dini menanamkam aspek


sosial bagi siswa sekolah dasar. Jurnal Pendidlkan Jasmani Indonesia,
Volume 3, Nomor 1.

32
Suyanto, Slamet.(2005). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.

Syamsu Yusuf. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Tadkiroatun Musfiroh. 2005. Bermain sambil belajar dan mengasah kecerdasan.


Jakarta: Depdiknas.

Tedjasaputra, Mayke S. (2005). Bermain, mainan dan permainan (untuk


pendidikan usia dini). Jakarta: Grasindo.

Zulvia Trinova. (2012). Hakikat belajar dan bermain menyenagkan bagi peserta
didik. Jurnal Al-Talim, Jilid 1, Nomor 3 November 2012.Padang:
Universitas IAIN Iman Bonjol.

33

You might also like