You are on page 1of 14

BED SIDE TEACHING

PTERYGIUM

I. KASUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN:
- Nama pasien : Ny. K
- Umur : 24 tahun
- Jenis kelamin : wanita
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Agama : Islam
- Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
- Alamat : Magelang

II.1. ANAMNESIS :
- Keluhan Utama :
Pasien mengeluh mata kirinya terdapat benjolan, ngganjel.
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
sejak 4 bulan yang lalu pasien merasa ada benjolan pada mata kirinya. Benjolan
terasa mengganjal dan menganggu penglihatannya. Pasien mengaku belum pernah
mengalami sakit yang seupa.
II.2. KESAN :
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan Umum : baik
- OD : tampak tenang, tidak ditemukan tanda-tanda peradangan.
- OS : terasa mengganjal, mata nampak kemerahan dan ada selaput yang
menutupi konjungtiva bulbi dari arah nasal dengan puncak di kornea.

II. HIPOTESIS
Pasien mengalami Pterygium
III. MEKANISME

Pterygium adalah sebuah massa okular eksternal yang meninggi dan terletak
superficial yang biasanya terbentuk diatas konjungtiva perilimbus dan meluas hingga
ke permukaan kornea, bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah
kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman
karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah
kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil,
jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Pterygia ini bisa
sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai
yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang
bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini
kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Gambar pterygium :

Penyebab
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.
Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar
UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor
p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis
(program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi
berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase,
migrasi seluler dan angiogenesis.
Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan
timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan
epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan displasia.
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan
iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang
yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan
lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang
melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena
pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun.
Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk
kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter) .
Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya
pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan
disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa
menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal
tersebut. Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang
menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah
dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit).
Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada
pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan yang mengacu pada
proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degeneratif.

Gejala

Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium dapat hanya terdiri
atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Pterygium dapat aktif
dengan tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh dengan cepat.

Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun


(asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan berupa iritasi,
perubahan tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan
tajam penglihatan dapat timbul bila pterygium menyeberang axis visual atau
menyebabkan meningkatnya astigmatisme. Efek lanjutnya yang disebabkan
membesarnya ukuran lesi menyebabkan terjadinya diplopia yang biasanya timbul
pada sisi lateral. Efek ini akan timbul lebih sering pada lesi-lesi rekuren (kambuhan)
dengan pembentukan jaringan parut.

Pterygium memiliki tiga bagian :


a. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang
kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan
Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron line/Stockers line) dapat dilihat pada
bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.
b. Bagain whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan vesikuler
tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
c. Bagian badan atau ekor. Merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak), lembut,
merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung.
Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya koreksi
pembedahan

Faktor Resiko
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada
usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak 2. Tan berpendapat
pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga 5. Di RSUD AA tahun 2003-
2005 didapatkan usia terbanyak 31 40 tahunyaitu 27,20% 6
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar
UV
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.
Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah
abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian
pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang
menghabiskan 5 tahun pertamakehidupannya pada garis lintang kurang dari 300
memiliki risiko penderita pterygium 36 kalilebih besar dibandingkan daerah yang
lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu
seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium
IV. MORE INFO
II.3. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
PEMERIKSA OD OS
AN
Visus Jauh
5/5 5/6

Refraksi
5/5 5/5

Koreksi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Visus Dekat
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Proyeksi Sinar
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Proyeksi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna

II.4. PEMERIKSAAN OBYEKTIF


PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
1. Sekitar mata N N Kedudukan alis baik,
(supersilia) jaringan parut (-),
simetris
2. Kelopak mata
- Pasangan
N N Simetris

- Gerakan
N N Gangguan gerak (-),
blefarospasme(-)

- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-13 mm

- Kulit
N N Tidak ada kelainan
pigmentasi

- Tepi N N trikiasis (-)


kelopak
entropion (-)

ektropion (-)

Tanda peradangan(-)

- Margo N N Tanda peradangan(-)


intermargina
lis

3. Apparatus Lakrimalis

Dakrioadenitis (-)
- Sekitar N N
gland.lakrim
alis

- Sekitar N N
sakus
lakrimalis

Tidak Dilakukan
-Uji - -
flurosensi

-Uji - - Tidak Dilakukan


regurgitasi

4. Bola mata

- Pasangan
N N Simetris

- Gerakan
N N Tidak ada gangguan
gerak (syaraf dan
+ +
otot penggerak bola
mata normal)
+ +
+
+

- Ukuran N N Makroftalmos (-)

Mikroftalmos (-)

5. TIO N N Palpasi kenyal (tidak


ada peningkatan dan
penurunan TIO)
6. Konjungtiva

- Palpebra Hiperemi(-) Hiperemi (-)


superior

- Forniks
Hiperemi (-) Hiperemi (-)

- Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)


inferior

- Bulbi
Hiperemis(-) Hiperemis(+)

Terdapat
selaput putih
dengan
puncak di
kornea dari
arah nasal ke
limbus
kornea

7. Sclera N N Sklera ikterik


(-)

8. Kornea
-Ukuran
N N 12 mm
horizontal

-Kecembungan
N N Lebih
cembung dari
sklera

-Limbus
Limbus arah nasal N
tertutup selaput
tipis kemerahan
berbentuk segitiga
sekitar 1 mm

-Permukaan
Tertutup puncak Rata
selaput tipis
sekitar 1mm

-Medium
Jernih jernih

-Dinding Jernih jernih


Belakang

-Uji flurosensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reguler
-Placido N N
konsentris

9.Kamera Okuli anterior

-Ukuran
N N COA dalam

-Isi N N Jernih, Fler (-),


hifema(-),
hipopion (-)

10.Iris

-Warna
Cokelat Cokelat

-Pasangan
Simetris Simetris

-Gambaran N N Gambaran
kripti baik

Bulat
-Bentuk N N

11.Pupil

-Ukuran
4 mm 4 mm

-Bentuk
Bulat bulat isokor

-Tempat Sentral
N N

-Tepi Regular reguler


-Refleks direct + (positif) + (positif)

-Refleks indrect + (positif) + (positif)

12.Lensa

-Ada/tidak Ada Ada

-Kejernihan Jernih Jernih

-Letak Di tengah Di tengah


belakang iris belakang iris

-Warna Tidak ada Tidak ada


kekeruhan

13.Korpus Jernih Jernih


Vitreum

14.Refleks fundus (+) orange (+) orange Refleks fundus


positif jika
terlihat warna
orange terang
dibelakang
korpus
vitreum.
II.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Emetrop, sehat
Konjungtiva bulbi hiperemis,

Terdapat selaput putih dengan


puncak di kornea dari arah nasal ke
limbus kornea

V. DONT KNOW
1. Bagaimana derajat pertumbuhan pterygium?
2. Bagaimana penegakan diagnosis pterygium?

VI. LEARNING ISSUE


1. Derajat pertumbuhan:

Gambar pterigium tipe 1

Tipe 1: meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan


dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan
pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang
(intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense, gejala dapat timbul
lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala
pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat menyebabkan iritasi.
Gambar
pterigiu kiri tipe 2,
kanan tipe 3

Tipe 2:
melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu
tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan
astigmatisme.
Tipe 3: meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual
axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan
fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat
menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.
2. Pemeriksaan Dalam Penegakan Diagnosis :
Anamnesis
Pasien dengan pterigium datang dengan keluhan yang bermacam, mulai dari tak
ada. Gejala hingga keluhan seperti mata kemerahan, membengkak, gatal, iritasi,
pandangan kabur yang berhubungan dengan lesi yang meninggi pada satu atau
kedua mata
Pemeriksaan Fisik
Pterigium muncul dengan perubahan fibrovaskular yang beragam pada permukaan
konjungtiva dan kornea. Lebih sering muncul dari daerah konjungtiva nasal dan
meluas hingga ke kornea nasal, walaupun bisa juga bisa dari lokasi lain misal
temporal. Tampilan klinis bisa dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu:
- Pasien dengan proliferasi minimal dan tampilan atrofik. Pterigia pada grup ini
tampak lebih datar dan tumbuh lambat dan memiliki insidensi kekambuhan
yang lebih rendah setelah dieksisi.
- Grup kedua datang dengan riwayat pertumbuhan cepat dan komponen
fibrovaskular yang meninggi secara signifikan. Pterigium pada grup ini
memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi setelah dieksisi.
VII. PROBLEM SOLVING
DIAGNOSIS :
OD: emetrop, sehat
OS: pterygium
TERAPI :

You might also like