You are on page 1of 30

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Christine Nathalia Loupatty

NIM : 406151015

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Tarumanagara, Jakarta

Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan : 13 Februari 2017 18 Maret 2017

Judul : Seorang laki-laki dengan Hidronefrosis

Diajukan : Maret 2017

Pembimbing : dr. Luh Putu E. Santi M., Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan tanggal: ...........................................

Mengetahui,

Pembimbing Ketua SMF

(dr. Luh Putu E. Santi M., Sp. Rad) (dr. Luh Putu E. Santi M., Sp. Rad)

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, yang
memungkinkan laporan kasus berjudul Seorang laki-laki dengan Hidronefrosis ini dapat diselesaikan
tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di RSUD
Semarang pada periode 13 Februari 2017 18 Maret 2017, dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan,
serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat kuliah pra-klinik.

Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1 dr. Luh Putu E. Santi M., Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus
2 dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad
3 Pimpinan dan staff RSUD Semarang
4 Rekan ko-asisten selama kepaniteraan Ilmu Radiologi di RSUD Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis menyadari
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa mendatang, sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii

KATA PENGANTAR............................................................................................... iii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2

1 Anatomi Ginjal.................................................................................................. 2

2 Fisiologi Ginjal.................................................................................................. 6

3 Ureter................................................................................................................. 8

4 Hidronefrosis..................................................................................................... 9

2.4.1 Etiologi...................................................................................................... 9

2.4.2 Manifestasi klinis...................................................................................... 10

2.4.3 Diagnosis .................................................................................................. 10

2.4.4 Penatalaksanaan......................................................................................... 17

2.4.5 Prognosis .................................................................................................. 17

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................... 18

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh,
elektrolit, dan asam-asam dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan
non elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urin. Fungsi ekskresi ginjal
seringkali terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih yang berdasarkan tempat
terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis, vesikolitiasis, batu prostat, dan batu
uretra. Batu saluran kemih terutama dapat merugikan karena obstruksi saluran kemih dan
infeksi yang ditimbulkannya.1

Obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang dikenal
sebagai hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal
karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan
mengalir balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan
menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan
ginjal.1 Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang berkepanjangan
akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini
dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen,
seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan urosepsis.2

Proses ini umumnya berlangsung lama sekali. Tapi juga bisa mendadak (akut) bila
sumbatan secara total. Kasus hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika Serikat,
insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 % pada wanita dan 3,3 % pada pria. Penyebabnya
dapat bermacam macam dimana obstruksi merupakan penyebab yang tersering.3

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Ren

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang pada orang
dewasa berukuran panjang 10-13 cm (4 -5 inci), lebar: 5-7,5 cm (2-3 inci), dan berat +
150 gram. Persentase berat ginjal: 0,5% dari berat tubuh. Terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah
pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan
posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.4

Tabel 1. Batas-batas Ginjal

Batas Ginjal Ginjal Kanan Ginjal Kiri

Anterior Lobus kanan hati Dinding dorsal gaster

Duodenum pars descendens Pankreas

Fleksura hepatica Limpa

Usus halus Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m.


transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3), iga

5
12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Gambar 1. Batas-batas Ginjal5

Tabel 2. Bagian-bagian Ginjal4

Korteks Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus

6
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
Medula
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis Bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
Hilus renalis
memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.
Calix minor Percabangan dari calix major.
Calix major Percabangan dari pelvis renalis.
Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
Pelvis renalis
major dan ureter.
Ureter Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

7
Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal5

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi
(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus
ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal)
Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di
mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya
sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta
medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta4.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang
akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

8
Gambar 3. Perdarahan Ginjal5

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis


ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus.4

2.2. Fisiologi Ren

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan


keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;
mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

Tiga tahap pembentukan urin5:

a. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,


seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar

9
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula
Bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan
yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
Bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.

b. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

c. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran


darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan


ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa

10
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti
mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
teurapeutik.

2.3. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin
dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh
sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan
gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke buli-buli.4

Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis


terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat
lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut
ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter menyilang
arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke
buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural) ; keadaan ini
dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-
ureter pada saat buli-buli berkontraksi.4

Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi


dua bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam
tiga bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas
sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah
sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.4

2.4. Hidronefrosis

11
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi kalau obtruksi terjadi di salah satu
ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak7.

Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih


dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang
dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal8.

Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hidronefrosis adalah


bendungan dalam ginjal yang di sebabkan oleh obstruksi yang terdapat pada ureter yang
di sebabkan karena adanya batu ureter, sehingga terjadi tekanan balik ke ginjal.

2.4.1 Etiologi
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu
tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
c. Batu di dalam pelvis renalis
d. Penekanan pada ureter oleh:
Jaringan fibrosa
Arteri atau vena yang letaknya abnormal
Tumor.
Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan
ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih:
a. Batu di dalam ureter
b. Tumor di dalam atau di dekat ureter
c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran atau
pembedahan

12
d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pembedahan,
rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)
f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih)
g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat
pembesaran prostat, peradangan atau kanker
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera
j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi kontraksi
ureter.

2.4.2 Manifestasi klinis


Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut
dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria,
menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin
juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul,
seperti:9
Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
Gagal jantung kongestif.
Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
Pruritis (gatal kulit).
Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Amenore, atrofi testikuler.

2.4.3 Diagnosis
Diagnosa penyakit hidronefrosis bisa merasakan adanya massa di daerah antara
tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar. Pemeriksaan

13
darah bisa menunjukkan adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal tidak mampu
membuang limbah metabolik ini.10
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih

Gambar 4. USG Ginjal Klasifikasi Hidronefrosis14

a. Ginjal normal

b. Mild hidronefrosis

c. Moderate hidronefrosis

d. Severe hidronefrosis

Pielografi Intra Vena (PIV) atau intravenous Pyelography (IVP)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau intravenous Pyelography (IVP) atau dikenal
dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat
menggambarkan keadaan system urinaria melalui bahan kontras radio-opak.
Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi
ginjal.11

14
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk mendapatkan
gambaran radiologi, anatomi dan fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis
dari ginjal, ureter, dan buli-buli. Pemeriksaan ini juga bertujuan menilai keadaan
anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu BNO-IVP dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika BNO-IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih
akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan
pielografi retograde.
BNO-IVP mampu mendokumentasikan aliran kontras pada batu ginjal atau BSK
dan juga dapat melihat aliran kontras pada saluran kemih bagian atas. Hasil foto
radiologi tersebut dapat diinterpretasikan oleh dokter ahli radiologi.
Ketidaksiapan dalam mempersiapkan foto BNO-IVP dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan prosedur dan menghasilkan hasil foto radiologi yang tidak
diharapkan.11
Bahan kontras yang dipakai:
a. Conray (Meglumine iothalamat 60%)
b. Hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%
c. Urografin76% (methyl glucamine diatrizoat)
d. Urografin 60-70%
Saxton (1969) membagi dosis untuk orang dewasa dengan berat badan 70 kg dan
sesuai kadar ureum kreatinin menjadi 3 yaitu
1. Dosis rendah : 12 gr lod
2. Dosis menengah : 12-13 gr lod
3. Dosis tinggi : 30 gr lod

Untuk medapatkan hasil yang maksimal perlu dilakukan persiapan yaitu puasa,
yang dimaksudkan agar usus besar dan kecil bersih dari fecalit dan gas sehingga
tidak menutup kontur ginjal atau kontras dalam traktus urinaria.

Pada menit-menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan tubuli ginjal
sehingga terlihat pencitraan dari parenkim (nefrogram) ginjal. Fase ini disebut
sebagai fase nefrogram. Selanjutnya kontras akan mengisi system pelvikalises
pada fase pielogram. Tujuan dari fase ini adalah untuk mengetahui apakah fungsi
ekskresi dari ginjal masih baik atau tidak.

15
Perlu diwaspadai bahwa pemberian bahan kontras secara intravena dapat
menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria, syok anafilaktik, sampai timbulnya
laringospasmus. Disamping itu IVP tidak boleh dikerjakan pada pasien gagal
ginjal, karena pada keadaan ini bahan kontras tidak dapat diekskresi oleh ginjal
dan menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah karena bersifat nefrotoksik.11

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni:

Tidak memiliki riwayat alergi

Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur


kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan
dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan
sangat berbahaya bagi pasien.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan fungsi
dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi:

Kelainan congenital

Radang atau infeksi

Massa atau tumor

Trauma

Persiapan pemeriksaan IVP :

1. Sehari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk makan-makanan


lunak yang tanpa serat (seperti bubur kecap) maksudnya supaya makanan
tersebut mudah dicerna oleh usus sehingga faeces tidak keras.

2. Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan) supaya tidak ada
lagi sisa makanan diusus, selanjutnya puasa sampai pemeriksaan berakhir.

16
3. Malam hari pukul 21.00, pasien diminta untuk minum laksatif (dulcolax)
sebanyak 4 tablet.

4. 8 Jam sebelum pemeriksaan dimulai, pasien tidak diperkenankan minum


untuk menjaga kadar cairan.

5. Pagi hari sekitar pukul 06.00 (hari pemeriksaan), pasien diminta untuk
memasukkan dulcolax supossitoria melalui anus, supaya usus benar-benar
bersih dari sisa makanan / faeces.

6. Selama menjalani persiapan, pasien diminta untuk tidak banyak bicara dan
tidak merokok supaya tidak ada intestinal gas (gas disaluran pencernaan).11

Membaca Hasil Pemeriksaan BNO-IVP

Setiap pemeriksaan saluran kemih sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto polos
abdomen. Yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen ini adalah
bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat
kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam
ginjal. Harus diperhatikan batas otot Psoas kanan dan kiri.

Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior abdomen setelah


penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-posterior abdomen dengan jarak
waktu setelah disuntik kontras intravena,masing-masing adalah :
1. Lima menit:
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada
pertengahan proccecus xyphoideus dan pusat. Foto ini untuk melihat
perjalanan kontras mengisi sistem kalises pada ginjal. Memakai
ukuran kaset 24 x 30 cm dengan posisi antero-posterior sama seperti
foto abdomen. Penekanan ureter dilakukan dengan tujuan untuk
menahan kontras media tetap berada pada sistem pelvikalises dan
bagian ureter proksimal.Penekanan ureter diketatkan setelah dilakukan
pengambilan foto menit kelima.

17
2. Lima belas menit
Bila pengambilan gambar pada pelvikalises di menit ke lima kurang
baik, maka foto diambil kembali pada menit ke 10 dengan tomografi
untuk memperjelas bayangan. Menggunakan kaset 24 x 30 cm
mencakup gambaran pelviokaliseal, ureter dan buli-buli mulai terisi
media kontras dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen, pertengahan di antara proccesus xyphoideus dengan
umbilicus.
3. Tiga puluh menit
Setelah menit ke- 30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan
menggunakkan kaset ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa Rumah Sakit
setelah menit ke -30 diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini
digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal mensekresikan
bahan kontras, tapi di beberapa Rumah Sakit tidak dengan posisi
antero-posterior sama seperti foto abdomen.
4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang pada 1-8 jam.
Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset 30 x 40 cm.
Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada dokter ahli radiologi dan
dinyatakan normal maka pasien diharuskkan berkemih kemudian di foto
kembali. Jika dokter ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya
dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.
5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih / Post Void.
Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah buli-buli. Dengan posisi
erect dapat menunjukan adanya ren mobile (perpindahan posisi ginjal yang
tidak normal) pada kasus posthematuri.

18
Gambar 5. Foto Tahapan BNO-IVP15

Ada 4 grade hidronefrosis:

Gambar 6. Grade Hidronefrosis16

I. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks.


Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
II. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor.
Kaliks berbentuk flattening, alias mendatar.
III. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan
kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk
clubbing, alias menonjol.
IV. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan
kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk
ballooning alias menggembung.

19
2.4.4 Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari
hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi
ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau
tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam
kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan
mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal
rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan.9
Pada hidronefrosis akut:
Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air
kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui
sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa
dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Pada Hidronefrosis kronis :
Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih. Ureter
yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya
disambungkan kembali. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter
dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka
dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi
kandung kemih yang berbeda.9

2.4.5 Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat
dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik. Prognosis untuk hidronefrosis kronis
belum bisa dipastikan.9

20
BAB III

LAPORAN KASUS

1 Identitas pasien

Nama : Tn. M
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Masuk : 18 Februari 2017
No. RM : 389***

2 Anamnesis

Data anamnesa diperoleh pada tanggal 20 Februari 2017 di ruang rawat inap
Prabu Kresna Rumah Sakit Umum Daerah Semarang dan didukung oleh rekam medik
pasien.

3 Keluhan Utama

Nyeri pinggang kanan.

4 Riwayat Penyakit Sekarang

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang ke IGD RSUD Semarang


dengan keluhan nyeri pinggang kanan sejak 1 tahun belakangan sebelum dirawat di
RSUD. Nyeri pinggang yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengatakan nyeri
pinggang bertambah parah ketika melakukan aktivitas dan berkurang saat pasien dalam
posisi tidur. Pasien juga merasakan mual tapi tidak sampai muntah. Pasien juga
mengeluh BAK kadang susah dan tidak tuntas, tetapi tidak merasakan nyeri saat BAK

21
dan warna urin kuning jernih. Pasien mengaku jarang minum air putih dan lebih sering
mengkonsumsi kopi atau teh.

5 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat trauma di perut dan pinggang,


riwayat hipertensi, riwayat diabetes melitus, alergi, dan asma disangkal.

6 Riwayat Pengobatan Dahulu

Pasien mengatakan 3 bulan yg lalu sudah melakukan pemeriksaan USG


Abdomen di salah satu RS di Semarang tetapi belum menjalani pengobatan medis
Karena pasien memutuskan untuk mencoba pengobatan herbal.

7 Riwayat Keluarga

Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit serupa disangkal. Riwayat


hipertensi, diabetes melitus, alergi, dan asma pada anggota keluarga disangkal.

8 Riwayat Sosioekonomi
Pasien bekerja sebagai karyawan. Kesan ekonomi cukup.

9 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,7 C
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

Kepala :

22
Normocephal, rambut berwarna hitam keabu-abuan, tidak mudah dicabut.
Mata :
Bentuk simetris, pupil anisokor, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Hidung :
Bentuk normal, sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga :
Normooti, discharge (-/-)
Mulut :
Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1,
Thorax :
- Jantung :
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba
- Perkusi :
Batas atas jantung di ICS II midclavicula line sinistra
Batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra .
- Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
- Paru :
- Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,
- Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
- Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas
- Edem ekstremitas atas (-/-) bawah (-/-),
- Kelemahan anggota gerak kanan dan kiri :
Kekuatan otot : ekstremitas atas 5, bawah 5
Abdomen
- Inspeksi : datar

23
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen. Nyeri ketuk CVA +/-
- Palpasi : supel, nyeri tekan supra pubik (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar.

10 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hematologi (18 Februari 2017)


- Hemoglobin : 13,8 g/dL (13,2 - 17,3)
- Hematokrit : 40,60 % (40 - 52)
- Jumlah leukosit : 10,2/uL (3,8 10,6)
- Jumlah trombosit : 235/uL (150 400)

Pemeriksaan Kimia Klinik (18 Februari 2017)


- GDS : 96 (70-115 mg/dL)
- Ureum : 36.3 (17.0-43.0 mg/dL)
- Creatinine : 0.7 (0.6-1.1 mg/dL)
- SGOT : 20 (0-50 U/L)
- SGPT :7 (0-5- U/L)
- Natrium : 135.0 (135-147 mmol/L)
- Kalium : 4.7 (3.5-5.0 mmol/L)
- Calcium : 1.20 (1.12-1.32 mmol/L)

Pemeriksaan Urin (19 Februari 2017)


Urin rutin
Makroskopis
- Warna : kuning
- Kekeruhan : jernih
- pH :6 (4,6- 7,8)
- Jamur : negatif (negatif)
- Protein : negatif (negatif)
- Reduksi : negatif (negatif)

24
Mikroskopis
- Lekosit : 8-10
- Eritrosit : 1-3
- Silinder : Negatif
- Epithel : 6-8
- Kristal : negatif
- Amorf : negatif
- Bakteri : PO3 (2+) Bakteri
- Trikomonas : negatif
- Lain-lain : negatif

Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan USG Abdomen
Pasien mengaku sudah pernah melakukan USG Abdomen di RS lain dengan hasil
batu ginjal. Hasil USG Abdomen tidak ada.

2. Pemeriksaan BNO-IVP

25
26
Foto Polos:
Tampak opasitas multiple pada paravertebral kanan setinggi VL 1 dan VL 2
Ginjal Kanan:

27
Ukuran, letak dan bentuk normal, kontras tampak pada menit ke-15, PCS
tampak melebar, kaliks minor clubbing, tak tampak filling defect maupun
distorsi kaliks.
Ureter Kanan:
Tak melebar, tak tampak kinking, tak tampak pelebaran maupun bendungan.
Ginjal Kiri:
Ukuran, letak dan bentuk normal, kontras sudah tampak pada menit ke-5, PCS tak
melebar, kaliks minor cupping, tak tampak filling defect maupun distorsi kaliks.
Ureter Kiri:
Tak melebar, tak tampak kinking, tak tampak pelebaran maupun bendungan
Vesika Urinaria:
Dinding regular, tak tampak filling defect, tak tampak additional shadow maupun
indentasi
Post Miksi:
Tampak sisa urin pada kedua PCS dan ureter dan vesika urinaria.
KESAN:
Delayed function ginjal kanan
Hidronefrosis kanan grade III ec multiple nefrolithiasis
Fungsi eskresi ginjal kiri baik

11 Tatalaksana
Obat injeksi :
- Infus RL 20 tetes per menit
- Inj. Cefotaxime 2 x 1 amp
- Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

12 Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Manifestasi dari hidronefrosis adalah asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maka
disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Namun dalam kasus ini,
pasien hanya mengeluhkan nyeri di pinggang kanan, sehingga proses infeksi dapat disingkirkan.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 110/70 mmHg, suhu 36,7 C , RR : 20


kali/menit , nadi : 80 kali/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis,
pemeriksaan abdomen: datar, nyeri ketok CVA (+).

Pada pemeriksaan foto polos tampak opasitas multiple pada paravertebral kanan setinggi
VL 1 dan VL 2. Sedangkan pada pemeriksaan IVP, ginjal kanan PCS tampak melebar, kaliks
minor clubbing. Kesan: hidronefrosis kanan grade III ec multiple nephrolithiasis. Hal ini sejalan
dengan riwayat kebiasaan pasien yg sering mengkonsumsi kopi atau teh dan jarang minum air
putih yang menyebabkan resiko terbentuknya batu ginjal dan sesuai dengan gejala klinis yang
dialami pasien tersebut.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2005. Hal: 1052-1064

2. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasional


republik Indonesia. 2003. Hal: 64-69
3. Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. Hal: 1046-1049
4. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal: 245-251
5. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd
Edition. USA: McGraw-Hill. 2007. Hal: 67-69
6. Price S.A., Wilson L.M. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6
Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal: 152-155
7. Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New York : Lange
Medical Book. 2004. Hal:77-83
8. Wein, Alan J. Et Al. Campbell-Walsh Urology. Ninth Edition. Volume 1. Philadelphia:
Saunders. 2007. Hal: 121-127
9. McAninch, Jack W. Disorder Of The Kidney, from Smiths General Urology 17th edition.
USA: Mc Graw-Hill. 2008. Hal: 89-90
10. Rasad, Sjahriar, Kartoleksono, Sukonto, Ekayuda, Iwan, Radiologi Diagnostik, Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. 2006. Hal: 33-35
11. Dermroredjo, Sutaryan, Pemeriksaan IVP pada Hidronefrosis, Yogyakarta: Laboratorium
Radiologi RSUP Sardjito. 2006. Hal: 17-23
12. Palmer, PES, Cockshott, WP, Hegedus, V, Samuel,E, Petunjuk Membaca Foto Untuk
Dokter Umum, Jakarta: EGC. 2005. Hal: 53-54
13. Malueka R. G. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cenedekia Press. 2008. Hal: 23-24
14. Rivera, Rodolfo., 2014, Renal Ultrasound in Acute Kidney Disease, [online],
(https://www.esciencecentral.org/ebooks/ultrasound-approach/renal-ultrasound-in-acute-
kidney-disease.php, diakses tanggal 12 Maret 2017)
15. Gamal, Abdalla M., 2014, Intravenous Urography, [online],
(https://www.slideshare.net/abdallamutwakil/intravenous-urography-ivu-35107052,
diakses tanggal 12 Maret 2017)
16. Gleason, P. E.; Kelalis, P. P.; Husmann, D. A. & Kramer, S. A. Hydronephrosis in renal
ectopia: incidence, etiology and significance J Urol, 1994, 151, 1660-1

30

You might also like