You are on page 1of 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalium adalah kation intraseluler sangat penting untuk kehidupan organisme dan
dapat diperoleh lewat makanan sehari-hari. Penyerapan kalium dari saluran cerna sangat baik
dan menghasilkan kelebihan asupan sekitar 1 meq/kg/24 jam (60-100 mEq). Sebagian besar
kelebihan ini (90%) lewat saluran cerna. Keseimbangan kalium dipertahankan terutama lewat
regulasi eksresi ginjal. Lokasi regulasi paling penting berada di duktus koledokus, di mana
terdapat aldosteron.
Ekskresi kalium ditingkatkan oleh aldosteron, peningkatan hantaran natrium ke ductus
koledokus (seperti pada penggunaan diuretic), aliran urin (dieresis osmotik) dan kadar kalium
darah tinggi serta juga hantaran ion-ion negatif ke dalam duktus koledokus (misalnya
bikarbonat), sedangkan ekskresi diturunkan oleh ketiadaan relatif atau absolute aldosteron,
hantaran natrium ke duktus koledokus, aliran urin dan kadar rendah serta juga gagal ginjal.
Ginjal dapat beradaptasi terhadap perubahan asupan kalium akut dan kronik. Pada saat
asupan kalium tinggi secara kronik, eksresi kalium ditingkatkan, namun bila tidak ada asupan
kalium tetap ada keadaan kehilangan kalium sebesar 10-15 mEq/ hari. Oleh karena itu,
kehilangan kalium kronik timbul pada keadaan kekurangan asupan kalium tipe apapun. Ginjal
mempertahankan peranan penting dalam keseimbangan homeostasis ginjal sampai laju filtrasi
ginjal di bawah 15-20 ml/menit. Kemudian pada keadaan gagal ginjal, terjadi peningkatan
proporsi kalium yang dieksresikan lewat saluran cerna. Usus besar merupakan tempat utama
regulasi eksresi kalium di saluran cerna. Faktor-faktor di atas membuat kadar kalium tetap
normal pada keadaan-keadaan stabil, bahkan dengan adanya insufisiensi ginjal lanjut.
Meskipun demikian, dengan adanya perburukan ginjal, asupan kalium dalam jumlah besar
mungkin tidak dapat ditangani dengan baik.
Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan, namun
kemungkinan besar berkurang dari 1% subyek sehat mempunyai kalium lebih rendah dari 3,5
mEq/L. Asupan kalium berbeda-beda tergantung usia, jenis kelamin, latar belakang etnis dan
status sosioekonomik. Apakah perbedaan asupan ini menghasilkan perbedaan sensitivitas
terhadap gangguan hipokalemia tidak diketahui. Diperkirakan sampai 21% pasien rawat inap
memiliki kadar kalium lebih rendah dari 3,5 meq/L, dengan 5% pasien memiliki kadar kalium
lebih rendah dari 3 meq/L.
2

Pasien yang menggunakan diuretik non-hemat kalium, hipokalemia dapat ditemukan


pada 20-50% pasien. Pasien keturunan Afrika dan wanita lebih rentan, risiko juga
ditingkatkan dengan penakit seperti gagal jantung dan sindroma nefrotik.Kelompok lain
dengan insidens tinggi menderita hipokalemia termasuk kelompok dengan gangguan pola
makan, insidens berkisar antara 4,6% sampai 19,7%, pasien dengan AIDS di mana sampai
23% pasien rawat inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik yang berkisar sampai
12,6% dan diduga disebabkan oleh penurunan readsorbsi kalium pada tubulus ginjal terkait
hipomagnesemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1 Definisi
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 meq/L.
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik.
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran
hormon, transpor cairan, perkembangan janin. Untuk menjaga kestabilan kalium di intrasel
diperlukan keseimbangan elekrokimia yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan negatif
dalam sel untuk mengikat kalium dan kemampuan kekuatan kimiawi yang mendorong kalium
keluar dari sel. Keseimbangan ini menghasilkan suatu kadar kalium yang baku dalam plasma
yaitu antara 3-3,5 meq/L.

2.2 Epidemiologi
Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan, namun
kemungkinan besar berkurang dari 1% subyek sehat mempunyai kalium lebih rendah dari 3,5
meq/L. Asupan kalium berbeda-beda tergantung usia, jenis kelamin, latar belakang etnis dan
status sosioekonomi. Diperkirakan sampai 21% pasien rawat inap memiliki kadar kalium
lebih rendah dari 3,5 meq/L, dengan 5% pasien memiliki kadar kalium lebih rendah dari 3
meq/L.
Pasien yang menggunakan diuretik non-hemat kalium, hipokalemia dapat ditemukan
pada 20-50% pasien. Pasien keturunan Afrika dan wanita lebih rentan, risiko juga
ditingkatkan dengan penyakit seperti gagal jantung dan sindroma nefrotik. Kelompok lain
dengan insidens tinggi menderita hipokalemia termasuk kelompok dengan gangguan pola
makan, insidens berkisar antara 4,6% sampai 19,7%, pasien dengan AIDS di mana sampai
23% pasien rawat inap menderita hipokalemia dan juga pasien alkoholik yang berkisar sampai
12,6% dan diduga disebabkan oleh penurunan readsorbsi kalium pada tubulus ginjal terkait
hipomagnesemia.

2.3 Etiologi
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :
1. Asupan kalium yang kurang
2. Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat
3. Kalium masuk ke dalam sel
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain :
Muntah
Selang nasogastrik
Diare
4

Pemakaian pencahar
Pada keadaan muntah atau pemakaian selang nasogastrik, pengeluaran kalium bukan
melalui saluran cerna atas karena kadar kalium dalam cairan lambung hanya sedikit (5-10
meq/L), akan tetapi kalium banyak ke luar melalui ginjal. Akibat muntah atau selang
nasogastrik, terjadi alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di
glomerulus yang akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga
dibantu dengan adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia akibat muntah.
Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi hipokalemia.
Pada saluran cerna bagian bawah, kalium keluar bersama bikarbonat (asidosis metabolik).
Kalium dalam saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L).
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada pemakaian
diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma
kelenjar adrenal). Anion yang tak dapat di reabsorbsi yang berikatan dengan natrium
berlebihan dalam tubulus menyebabkan lumen duktus koligentes lebih bermuatan negatif dan
menarik kalium masuk ke dalam lumen lalu dikeluarkan dengan urin, pada hipomagnesemia,
poliuria dan Salt-wasting nephropathy (sindrom Bartter atau Gitelman, hiperkalsemia).
Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan
berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi keringat mencapai 10 L.
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin,peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian 2-agonis), paralisis periodik
hipokalemik, hipotermia.

2.4 Patofisiologi Hipokalemia


a. Perpindahan Trans-seluler
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-
faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara
lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dan sebagainya. Insulin dan
obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel
otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi
sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan
sekresi kalium.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang
pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase.
Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan teofilin.
5

Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium sebesar 0,4 mmol/L.
Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu
menyebabkan penurunan sementara dari kadar kalium serum. Namun, ini jarang
merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama
penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

Gambar 2.1 Perpindahan Trans-seluler Kalium


(Sumber : Pepin, Jeffrey and Christopher Shields. Emergency Medicine Practice
Volume 14)

b. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.
Dalam keadaan normal, kalium tubuh total diperkirakan 50 meq/kgBB dan kalium
plasma 3,5-5 meq/L. Asupan kalium yang sangat kurang dalam diet menghasilkan
deplesi cadangan kalium dalam tubuh. Walaupun ginjal memberikan tanggapan yang
sesuai dengan mengurangi ekskresi kalium, melalui mekanisme regulasi ini hanya
cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan
kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan
sampai <10 meq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250-300 meq (kira-kira
7-8 % kalium total tubuh) dalam 7-10 hari. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih
lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa bisa mengonsumsi sampai 85 mmol kalium
per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat
cukup kalium dalam diet.
c. Kehilangan kalium melalui jalur ekstrarenal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien
yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan
6

deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, dan transfusi


eritrosit.
d. Kehilangan kalium melalui ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras
cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak
dilaporkan melalui hipokalemia.

2.5 Klasifikasi Hipokalemia


Hipokalemia dapat dibagi menjadi :
1. Hipokalemia ringan, yaitu kadar kalium dalam plasma antara 3,0-3,5 meq/L
2. Hipokalemia sedang, yaitu kadar kalium dalam plasma antara 2,5-3,0 meq/L
3. Hipokalemia berat, yaitu kadar kalium dalam plasma < 2,5 meq/L
Hipokalemia dengan kadar kalium < 2,0 meq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung
dan mengancam jiwa.

2.6 Gejala Klinis


Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome merupakan
gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 meq/L. Penurunan yang
lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis.
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardia ventrikuler merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel
pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan arus re-entry.
Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang
tidak jelas.
Hipokalemia dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan
metabolisme protein.
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal
dan distal. Juga terjadi pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia.
Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di
tubulus proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolik. Meningkatnya NH4
(amonia) dapat mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
7

Gambar 2.2 Etiologi dan Gejala Klinis Hipokalemia

2.7 Diagnostik pada Hipokalemia


Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal
turun hingga kurang dari 25 meq per hari sedangkan ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40
meq per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.
Ekskresi kalium yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik
merupakan pertanda adanya pembuangan kalium yang berlebihan melalui saluran cerna
seperti diare akibat infeksi atau penggunaan pencahar.
Ekskresi kalium yang berlebihan melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik
merupakan pertanda adanya ketoasidosis diabetik atau adanya RTA (Renal Tubular Acidosis)
baik yang distal atau proksimal.
Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolik, petanda dari muntah
kronik atau pemberian diuretik lama.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah yang
rendah, petanda dari Sindrom Bartter.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolik dan tekanan darah
tinggi, petanda dari hiperaldosteronisme primer.
Manifestasi yang berat sebagai akibat dari hipokalemia adalah aritmia, eksitabilitas
neuromuskuler (hipofleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus). EKG adalah
pemeriksaan yang bisa memperkirakan gangguan kalium intraseluler, yang mana akan
8

didapatkan gelombang T datar, pemendekan PR dan QRS, dan akhirnya terdapat gelombang
U.

2.8 Penatalaksanaan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam :
Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan :
1. Pasien sedang dalam pengobatan digitalis
2. Pasien dengan ketoasidosis diabetic
3. Pasien dengan kelemahan otot pernapasan
4. Pasien dengan hipokalemia berat (K <2 meq/L)
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada
keadaan :
1. Insufisiensi koroner / iskemia otot jantung
2. Ensefalopati hepatikum
3. Pasien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstrasel ke intrasel
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia ringan
(K antara 3-3,5 meq/L)
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang pemberian
135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L. Pada hipokalemia ringan,
diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang
mengandung kalium. KCl oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Diet yang
mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 meq/hari. Contoh makanan
yang tinggi kalium adalah kismis, pisang, aprikot, jeruk, avocado, kacang-kacangan dan
kentang).
Pemberian KCl melalui intravena sebaiknya diberikan jika pasien tidak bisa makan
dan mengalami hipokalemia berat. Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl
disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia
yang berbahaya atau kelumpuhan otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100
meq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik. Pemberian dekstrosa
bisa menyebabkan penurunan sementara kalium serum sebesar 0,2-1,4 mmol/L, karena
stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa. Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 meq
dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000 cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa
nyeri dan menyebabkan sklerosis vena. Pemantauan teratur dari kadar kalium serum
9

diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi. Kadar kalium dipantau tiap 2-4 jam
jika diberikan secara intravena untuk menghindari hiperkalemia.

2.9 Prognosis
Dengan mengonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengoreksi hipokalemia. Pada
hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat, penurunan kadar kalium secara drastis
dapat menyebabkan masalah jantung yang serius dan dapat berakibat fatal.

ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPOKALEMIA

HYPOKALEMIA

CRITICAL SEVERE MODERATE MILD


DEFICIT DEFICIT DEFICIT DEFICIT
(<400 mmol (400 mmol (200-300 (150 mmol
deficit) deficit) mmol deficit) deficit)
Serum K+ Serum K+ 2.0 Serum K+ 2.5 Serum K+ 3.0
<2.0 mmol/L 2.5 mmol/L 3.0 mmol/L 3.5 mmol/L

Consider : admit Consider :


to ICU/HDU/CCU admit to
with ECG ICU/HDU/CCU oral (preferred) Oral : 2
monitoring. Use IV with ECG or IV Chlorvescent
and oral monitoring. Use replacement tablets
replacement (if IV and oral Oral : 2 (28mmol K+)
possible) replacement Chlorvescent three times
IV : 40 mmol K+ IV : 20 30 tablets (28mmol in a day
ion (usually mmol K+ ion K+) three times (dissolved in
chloride) in 100 (chloride) in 100 in a day 100-150mL
mL fluid over 1 mL fluid over 1 (dissolved in water)
hour via central hour via central 100-150mL
vein vein water)
Oral : 28-42 Continues to IV : 30 mmol
mmol K+ (if measure serum K+/L IV premixed
possible) every 2 potassium every bag at rate of 5-
to 4 hours if 1 to 2 hours 10 mmol per
tolerated until K+ > 2.8
(dissolved in 100- mmol/L
150mL water) Oral : 2
Continue to Chlorvescent
measure serum tablets (28
10

BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Anamnesa Pribadi
Nama : Sri Hartati
Umur : 45 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Status Kawin : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln.Tangguk Bongkar X No.59, Kec. Medan Denai
Suku : Batak

Diagnosa Masuk / Diagnosa Ruangan


- Hipokalemia
- Gastroenteritis Acute dengan Dehidrasi Ringan dan Sedang
- Pneumonia dd TB Paru
- Hiponatremia

Resume Dinamika Rawatan (Autoanamnesis)


Pasien perempuan 45 tahun datang dengan keluhan mual muntah dialami kurang lebih
10 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah dialami dengan frekuensi 5 kali dalam sehari, isi
muntah apa yang dimakan dan diminum, volume gelas aqua. Muntah darah tidak dijumpai
(-). Muntah hitam tidak dijumpai (-).
Os juga mengalami diare dengan frekuensi 4 kali dalam sehari sebelum masuk masuk
rumah sakit, diare dengan jenis air lebih banyak daripada ampas. BAB berlendir tidak
11

dijumpai (-), BAB berdarah tidak dijumpai (-), BAB seperti dempul tidak dijumpai (-), BAB
hitam tidak dijumpai (-). BAK dalam batas normal dijumpai (+). Os mengalami penurunan
berat badan kurang lebih 10 kg sejak 1 bulan terakhir. Penurunan nafsu makan dijumpai (+).
Os juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati (+), yang terkadang hilang timbul. Nyeri
bersifat seperti ditusuk-tusuk dijumpai (+), rasa panas di ulu hati tidak dijumpai (-), rasa perut
seperti kembung dijumpai (+).
Batuk dijumpai (+), batuk berdahak tidak dijumpai (-), batuk darah tidak dijumpai (-).
Sesak napas tidak dijumpai (-). Riwayat demam dijumpai (+), dengan temperatur 38C,
demam bersifat hilang timbul, turun bila diberi obat penurun panas. Keringat malam tidak
dijumpai (-). Riwayat minum obat Tb selama 6 bulan tidak dijumpai (-).
Saat ini Os mengalami kebas-kebas pada tangan dan kaki dijumpai (+), kepala pusing
dijumpai (+), lemas-lemas dijumpai (+). Muka pucat dijumpai semenjak keluhan ini
berlangsung. Kaki bengkak tidak dijumpai, sianosis tidak dijumpai.Riwayat minum obat
sebelumnya ada tetapi Os tidak mengetahui jenis obat apa yang diminum.Riwayat menderita
penyakit hipertensi, diabetes melitus tidak dijumpai dan disangkal oleh Os.

Status Presens
Sensorium : Compos Mentis Anemis : Tidak Dijumpai
Tek. Darah : 90/60 mmHg Ikterus : Tidak Dijumpai
Nadi : 104 x/i Sianosis : Tidak Dijumpai
Pernafasan : 22 x/i Dyspnoe : Tidak Dijumpai
Suhu : 36,5 C Edema : Tidak Dijumpai
Pancaran Wajah: Lemas
Sikap Paksa : Tidak Dijumpai
Ref. Fisiologis : (+) / (+)
Ref. Patologis : (-) / (-)
BB : 37 Kg, TB :150 cm, IMT : 74 % (Kesan :
Under weight)

PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Turgor kulit menurun
Kepala : Wajah : Anemis tidak dijumpai (-)
12

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat tidak dijumpai (-)/(-), skelera ikterik
tidak dijumpai (-)/(-), pupil isokor o 3 mm
Telinga/Hidung/Mulut : Dalam batas normal / dalam batas normal / Bibir pucat
Leher : TVJ 2 cmH2O, trakhea medial, pembesaran KGB tidak dijumpai (-), Pembesaran
struma tidak dijumpai (-)
Thoraks Depan : Inspeksi : Simetris
Palpasi : SF Kanan = Kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
BPH R/A : ICR V/VI dextra
BPJ atas : ICR III sinistra
BPJ kanan : LSD
BPJ kiri : LMSC ICR
Auskultasi : SP : Bronkial
ST : Ronkhi (+/+)
Jantung : HR = 104 x/i, regular, desah (-);
M1>M2, P2>PI, A2>A1, A2>P2
Thoraks Belakang : Inspeksi : Simetris
Palpasi : SF Kanan = Kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : SP : Bronkhial
ST : Ronkhi (+/+)
Abdomen : Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri tekan epigatrik
dijumpai (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Oedem tidak dijumpai (-/-), deformitas (-/-), nyeri sendi (-/-), kebas-kebas (+/
+)

Pemeriksaan Laboratorium Rutin :


Darah Urine Tinja
13

Hb : 14,00 gr/dl Warna : Kuning Warna :Kuning


Leukosit: 12.90 [10/uL] Reduksi : Negatif Konsistensi : Encer
Eritrosit : 4,59 [10/uL] Protein : Negatif Eritrosit : negatif
Plt : 328 [10/uL] Bilirubin : Negatif Leukosit : negatif
MCV : 81,7 fL Urobilinogen : Positif Amuba/kista : negatif
MCH : 30,5 pg Sedimen Telur cacing : negatif
MCHC : 37,3 gr/dL -Eritrosit : 0/ lbp Askaris : negatif
KGD adr : 121 mg/dl -Leukosit : 0-1 /lbp Ankilosis : negatif
Natrium : 129,00 mmol/L -Silinder : 0/lbp T.Trichuria : negatif
Kalium : 1,20 mmol/L -Epitel : negatif /lbp Kremi : negatif
Chlorida:108,00 mmol/L Kista: negatif
Ureum : 34 mg/dl
Creatinin: 1,20 mg/dl
Uric Acid : 3,20 mg/dl

Resume:
- Seorang wanita, 45 tahun datang dengan keluhan mual muntah (+), diare (+), nyeri ulu
hati (+), batuk (+), pusing (+), demam (+), lemas (+), kebas-kebas (+).
- Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai : Turgor kulit menurun (+), suara pernafasan
bronkhial, suara tambahan ronkhi pada kedua lapangan paru (+)
- Dari hasil pemeriksaan laboratorium : Leukositosis, Hipokalemi, Hiponatremi.
- Foto Thorax : Tampak infiltrat dan perselubungan pada kedua apeks paru.

Differential Diagnosa (Diagnosa Banding) :


1. Hipokalemia
2. GE Acute Dehidrasi Ringan Sedang
3. Susp. Tb Paru
4. Hiponatremi

Terapi :
- Tirah baring
- Diet MB
- IVFD NaCl0,9% 20 gtt/i
- KCL 2 flc dalam 500 cc NaCl 0,9%
- IVFD Aminofluid 1 fls/hari
- Domperidone 2x1 tab
- Omeprazole 2x1 tab
14

- Sucralfat syrup 3xCII


Rencana Pemeriksaan Anjuran :
- Foto thoraks
- Cek DR, RFT, Elektrolit Post Koreksi, Anemia profile, Viral marker
- Cek sputum 3x DS

Follow-Up ( 19 Juli 2016)


Identitas Keluhan Pemeriksaan Diagnosa Terapi
Nama : Sri Mual dan Sens : CM - GE Akut tirah baring
Hartati muntah TD : 100/70 dengan Diet MII

RM : (+) mmHg Dehidrasi TKTP


Cor 1 flsRL
01.00.37.42 HR : 104 x/i Ringan- Sedang
IVFD KCL 2
Bed : 27 RR : 22x/i -Pneumonia dd
fls dalam
PPDS : dr. Temp : 36,5 C Tb Paru
500 cc NaCl
Fuji Pem.fisik -Hipokalemi
0,9% 30gtt/i
Sup : dr.Ida KULIT : -Hiponatremia IVFD
Nency,Sp.P turgor Aminofluid
D menurun 1 fls/24 jam
KEPALA Inj.Metocloper

DAN LEHER amid 1


- mata amp/8 jam
Inj.
:conj.palp
Ceftriaxone
anemis (-/-),
2 gr/24 jam
sclera ikterik
Omeprazole
(-/-)
2x1
-T/H/M : dbn Donperidone
-Leher: TVJ R- 2x1
2 cm, Sucralfat
pembesaran 3xCII
KGB (-),
trakea medial
THOTAKS
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi :
15

simetris
Palpasi : SF
ka=ki
Perkusi : sonor
di kedua lap
Paru
Auskultasi : SP
: bronkial, ST
: ronki
Jantung
Inspeksi : ictus
cordis tampak
(-)
Palpasi : ictus
cordis teraba
(-)
Perkusi : redup
(+)
Auskultasi : S1
S2 reguler,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspekesi :
simetris
Palpasi
:Soepel,
H/L/R: Ttb,
nyeri tekan (-),
Peristaltik (+)
N.

Ektremitas
Superior/inferi
16

or edema (-/-),
lemah (+/+)
Alat kelamin
dan rektum :
TDP

DARAH
RUTIN
RBC 4,59 +
HGB 14
WBC 12,90 +
HCT 37,5
MCV 81,7
RDW-CV 14,2
%
RDW-SD 41,5
MPV 8.8
Ureum 34,00
mg/dl
Creatinin 1,2
mg/dl
Uric Acid 3,20
mg/dl
KGD Ad
nRandom 121
mg/dl
Chlorida
108,00
mmol/L +
Kalium : 1,2
mmol/dl -
Natrium : 129
mmol/dl -
17

Follow Up Tanggal 26 Juli 2016


Identitas Keluhan Pemeriksaan Diagnosa Terapi
Nama : Sri - Sens : CM - GE Akut tirah baring
Hartati TD : 110/70 dengan Diet MII TKTP
Cor 1 flsRL
RM : mmHg Dehidrasi
IVFD KCL 2 fls
01.00.37.42 HR : 92 x/i Ringan-
dalam 500 cc
Bed : 27 RR : 20 x/i Sedang
NaCl 0,9%
PPDS : dr. Temp : 36,5 C -Pneumonia
30gtt/i aff
Fuji Pem.fisik dd Tb Paru IVFD
Sup : dr.Ida KULIT : turgor -Hipokalemi Aminofluid 1
Nency,Sp.P menurun - fls/24 jam
D KEPALA DAN Hiponatremia aff
LEHER Inj.Metoclopera
- mata :conj.palp mid 1 amp/8
anemis (-/-), jam
Inj. Ceftriaxone
sclera ikterik (-/-)
2 gr/24 jam
-T/H/M : dbn
Omeprazole 2x1
-Leher: TVJ R-2 Donperidon 3x2
cm, pembesaran Sucralfat 3xCII
KGB (-), trakea
medial
THOTAKS
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF ka=ki
Perkusi : sonor di
kedua lap Paru
Auskultasi : SP :
bronkial, ST :
ronki
Jantung
18

Inspeksi : ictus
cordis tampak (-)
Palpasi : ictus
cordis teraba (-)
Perkusi : redup
(+)
Auskultasi : S1
S2 reguler,
murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspekesi :
simetris
Palpasi :Soepel,
H/L/R: Ttb, nyeri
tekan (-),
Peristaltik (+) N.
Ektremitas
Superior/inferior
edema (-/-),
lemah (+/+)
Alat kelamin
dan rektum :
TDP

DARAH RUTIN
RBC 4,59 +
HGB 14
WBC 12,90 +
HCT 37,5
MCV 81,7
RDW-CV 14,2 %
RDW-SD 41,5
MPV 8.8
19

Ureum 34,00
mg/dl
Creatinin 1,2
mg/dl
Uric Acid 3,20
mg/dl
KGD Ad
nRandom 121
mg/dl
Chlorida 120,00
mmol/L
Kalium : 3,8
mmol/dl
Natrium : 135
mmol/dl -

BAB IV
TABEL DISKUSI

No Teori Kasus
20

1. Definisi
Hipokalemia bila kadar kalium dalam Pasien perempuan, usia 45 tahun,
plasma kurang dari 3,5 meq/L. dengan kadar kalium 1,2 meq/L.

2. Etiologi
1. Asupan kalium yang kurang Pasien perempuan 45 tahun datang
2. Pengeluaran kalium yang
dengan keluhan mual muntah
berlebihan melalui saluran
dialami kurang lebih 10 hari
cerna atau ginjal atau keringat :
sebelum masuk rumah sakit.
Muntah
Selang nasogastrik Muntah dialami dengan frekuensi 5
Diare kali dalam sehari, isi muntah apa
Pemakaian pencahar
yang dimakan dan diminum,
3. Kalium masuk ke dalam sel
Pemberian insulin, volume gelas aqua.
Peningkatan aktivitas beta- Os juga mengalami diare dengan
adrenergik (pemakaian 2- frekuensi 4 kali dalam sehari
agonis), sebelum masuk masuk rumah sakit,
Hipotermia.
diare dengan jenis air lebih banyak
daripada ampas.
3. Klasifikasi
Hipokalemia dapat dibagi menjadi : Pasien perempuan 45 tahun, setelah
a. Hipokalemia ringan, yaitu dilakukan pemeriksaan darah
kadar kalium dalam plasma lengkap didapati hasil kadar kalium
antara 3,0-3,5 meq/L dalam plasma sebesar 1,2 meq/L.
b. Hipokalemia sedang, yaitu
Tergolong ke dalam hipokalemia
kadar kalium dalam plasma
berat.
antara 2,5-3,0 meq/L
c. Hipokalemia berat, yaitu kadar
kalium dalam plasma < 2,5
meq/L
21

4. Penegakan Diagnosa Pasien mengalami gejala lemas (+)


Gejala : Lelah (+)
Kelemahan pada otot, kebas-kebas, Kebas-kebas (+)
perasaan lelah, nyeri otot, restless
Turgor kulit menurun
legs syndrome
Demam (+)
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi
atrium,
Hipertensi
Gangguan toleransi glukosa dan
gangguan metabolisme protein.
Poliuria dan polidipsia.
Alkalosis metabolik
5. Pemeriksaan Penunjang: Hasil laboratorium kalium pasien :
Pemeriksaan Laboratorium : 1,2 meq/L.
Kalium : 3,50 5,50 meq/L

6. Penatalaksanaan
Pemberian 40-60 meq dapat Pengobatan dalam ruangan :
menaikkan kadar kalium sebesar 1- - Tirahbaring
- Diet MB
1,5 meq/L. - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
Sedang pemberian 135-160 meq - KCL 2 flc dalam 500 cc NaCl
dapat menaikkan kadar kalium 0,9 %
sebesar 2,5-3,5 meq/L. - IVFD Aminofluid 1 fls / hari
Pemberian kalium intravena dalam - Domperidone 2 x 1 tab
- Omeprazole 2 x 1 tab
bentuk larutan KCl disarankan - Sucralfat syrup 3 x CII
melalui vena yang besar dengan
kecepatan 10-20 meq/jam

BAB V
KESIMPULAN
22

Hipokalemia yaitu bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 meq/L.
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik. Kalium berfungsi
dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon dan transpor
cairan. Pada populasi umum, data mengenai hipokalemia sukar diperkirakan. Sekitar 21%
pasien rawat inap memiliki kadar kalium lebih rendah dari 3,5 meq/L, dengan 5% pasien
memiliki kadar kalium lebih rendah dari 3 meq/L.
Penyebab hipokalemia antara lain, asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium
yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat (contohnya pada keadaan
muntah, diare, selang nasogastrik, pemakaian pencahar), kalium masuk ke dalam sel
(contohnya pada pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik). Klasifikasi
hipokalemia dapat dibagi menjadi hipokalemia ringan (3-3,5 meq/L), hipokalemia sedang
(2,5-3,0 meq/L), dan hipokalemia berat (<2,5 meq/L).
Gejala yang dapat timbul pada hipokalemia adalah kelemahan pada otot, lelah, nyeri
otot, aritmia, tekanan darah dapat meningkat, gangguan toleransi glukosa dan gangguan
metabolisme protein, poliuria, polidipsia, dan lain-lain. Manifestasi yang berat sebagai akibat
dari hipokalemia berat adalah aritmia, eksitabilitas neuromuskular. EKG adalah pemeriksaan
yang bisa memperkirakan gangguan kalium intraseluler.
Hipokalemia dapat dikoreksi dengan pemberian KCl secara oral maupun intravena.
Pemantauan teratur dari kadar kalium serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit
terkoreksi. Kadar kalium dipantau tiap 2-4 jam jika diberikan secara intravena untuk
menghindari hiperkalemia. Pada hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat,
penurunan kadar kalium secara drastis dapat menyebabkan masalah jantung yang serius dan
dapat berakibat fatal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Am J Pyschiatri. Hypocalemia in out patients with eating disorder . 152(1):60-3


2. Australian Council for Safety and Quality in Health Care. 2003. Potassium Guidelines
for Adult Prescribing and Administration. In : Royal Hobart Hospital
23

3. Darmawan, Iyan. Hipokalemia. Medical Department of PT Otsuka Indonesia


4. Juffrie, M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran
Cerna. In : Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement). P. 52-59
5. Malluche et. Al. Hypokalemia and Methabolic Alkhalosis. In Clinical Nephrology,
Dialisys and Transplantation Ch. I-2, Lexington, 1999, pp. 1-44
6. Pepin, Jeffrey and Christopher Shields. 2012. Advanced in Diagnosis and Management of
Hypokalemic and Hyperkalemic Emergencies. In : Emergency Medicine Practice Volume
14 Number 2
7. Siregar, Parlindungan. 2009. Hipokalemia : Gangguan Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrat M, Setiati S, Eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam 5th Ed. Jakarta : Interna Publishing.P.181-182
8. Sumantri, Steven. 2009. Pendekatan Diagnostik Hipokalemia. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
9. Yaswir, Rismawati & Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan
Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. In Jurnal Kesehatan
Andalas 2012 1(2). Padang

You might also like