You are on page 1of 7

PENGERTIAN EKSTRASI DAN JENIS EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah jenis pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses
ekstraksi bermula dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi kontak antara
bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi.
Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam
suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian
dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan
larutan di luar bahan (Sudjadi, 1988).
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Jenis-jenis
ekstraksi tersebut sebagai berikut:
1. Ekstraksi secara dingin
Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan
terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin(Sudjadi, 1988).
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain
waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan
lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti
benzoin, tiraks dan lilin.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :
Modifikasi maserasi melingkar
Modifikasi maserasi digesti
Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
Modifikasi remaserasi
Modifikasi dengan mesin pengaduk(Sudjadi, 1988).
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air
oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Sudjadi, 1988).
Keuntungan metode ini adalah :
- Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung.
- Digunakan pelarut yang lebih sedikit
- Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

Kerugian dari metode ini :


- Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-
menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
- Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam
pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang
lebih banyak untuk melarutkannya.
- Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di
bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif (Sudjadi, 1988).
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak
dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 :
1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang
berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah(Sudjadi, 1988).
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia
yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu
sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat
tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Sutriani,L . 2008).
2. Ekstraksi secara panas
Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari
operator (Sutriani,L . 2008).
Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial)
dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan udara normal (Sutriani,L . 2008).
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkanyang tinggi
terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran
pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa
polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya (Sutriani,L . 2008).

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:


Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar.
Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh larut dalam
bahan ekstraksi.
Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dengan
bahan ekstraksi.
Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen
bahan ekstraksi.
Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan pelarut
dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak
mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak korosif, buaka emulsifier, viskositas
rendah dan stabil secara kimia dan fisik(Sutriani,L . 2008).

KASUS-KASUS EKSTRAKSI
Teknik melahirkan bayi menggunakan alat vakum yang telah diperkenalkan sejak tahun 1840
oleh Simpson, dan model alat ini terus berubah demi mengurangi resiko pada bayi yang
diperkenalkan Malmstrom tahun 1954.alat ekstraksi vakum dibuat dalam 2 bentuk. Ada yang
terbuat dari bahan stainless dan silastic yang masing-masing punya keunggulan.Prinsip kerja
alat ekstraksi vakum adalah dengan memberikan tekanan negatif, sehingga akan membentuk
kaput dikulit kepala bayi yang berguna sebagai tempat tarikan saat ibu mengejan (Cuningham F,
2002).
Adanya beberapa faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi vakum
dilakukan yaitu ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung, section secarea pada
persalinan sebelumnya, kala II yang lama, dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput
transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Maka perlu tindakan
ekstraksi vakum. Ekstraksi vakum dapat mengakibatkan terjadinya toleransi pada servik uteri
dan vagina ibu sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat meningkatkan angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang
dapat mengakibatkan pendarahan intrakranial.(Depkes RI,2005)
Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau
kelahiran yang terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di Negara-negara
bekembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup
jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran.
Dr. Ieke menegaskan bahwa 90% kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh pendarahan (30%),
infeksi (12%), eklampsia (25%), partus lama (11%), komplikasi abortus (12%) dan penyebab
lainnya (Depkes RI, 2001). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan AKI dari 307 menjadi 390 per 100.000 kelahiran
hidup (Depkes RI, 2005).
persalinan yang didapat dari WHO kejadian ekstraksi vakum berkisar antara 38% dan
pervaginam berkisar 62% pada presentase belakang-kepala. Sekalipun kejadian kecil tetapi
mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian ibu 90% disebabkan oleh perdarahan
yaitu (Mochtar 1998) atonia uteri 50% - 60 %, retensio plasenta 16% -17 %, laserasi jalan lahir
4% - 5%, kelainan darah 0,5% - 0,8%, infeksi, partus lama dan komplikasi lain (Depkes RI,
2002).
Alasan pemilihan alat ekstraksi vakum (alat bantu persalinan pervaginam) adalah untuk
menghindari tingginya angka operasi caesar yang sudah membutuhkan biaya relatif lebih besar
dan resiko dari tindakan operasi terhadap ibu bila dibandingkan dengan tindakan ekstraksi
vakum, selain itu komplikasi yang terjadi pada partus buatan dengan ekstraksi vakum biasanya
timbul akibat terlalu lama dan terlalu kuatnya tarikan kadang juga operator sering menemukan
kendala dari pihak keluarga akibat sikap keluarga yang tidak siap operasi dan meminta dokter
untuk mencoba tetap lahir pervaginam.

A. Ekstraksi Vakum
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi
vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002).
Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup)
vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang
bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan
ekstraksi pada bayi (CuninghamF2002).

B. Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi
porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung
(eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan
posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat
dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi
vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina
ibu. Di samping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan
intracranial (Mansjoer Arif, 1999).
C. Syarat dari Ekstraksi Vakum:
a. Janin aterm
b. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
c. Pembukaan serviks sudah lengkap
d. Kepala janin sudah enganged.
e. Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan.
f. Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.

D. Komplikasi Ekstraksi Vakum


Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi.
Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma,
subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai
fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit
kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia (Mansjoer Arif, 1999).

E. Prosedur Ekstraksi Vakum


Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu
pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve
block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya
terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum
terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).

Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan
ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi
ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.
Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2
menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu
kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar, 1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum
arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada
bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh
mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999).
Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan
tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan
kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan
mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk
lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama
ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah
simfisis (Rustam Mochtar, 1999).
Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara
intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah
atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion
dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan
perineum. Setelah kepala lahir, pintu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif
menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum
pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva. Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal
waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi,
kemungkinan disebabkan:
1. Tenaga vakum terlalu rendah
2. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna
yang mengisi seluruh mangkuk.
3. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat
mencengkram dengan baik.
4. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
5. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
6. Traksi terlalu kuat
7. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
8. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti
satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi. Dalam
waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

F. Keunggulan Ekstraksi Vakum


1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
2. Tidak diperlukan narkosis umum
3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum
lengkap
5. Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).
G. Kerugian Ekstraksi Vakum
1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai
keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
3. Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus
selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).

You might also like