You are on page 1of 12

TUGAS ILMU BEDAH PLASTIK

LITERATURE TRANSLATE

Handbook of Plastic Surgery

Chapter 79 Hand Arthritis

Perceptor:

dr. Bobby Swadharma Putra, Sp. BP-RE

Oleh :

Kurnia Fitri Aprilliana, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD DR H ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun literatur translate ini yang berjudul
Chapter 79 Hand Arthritis
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung. Kepada dr. Bobby Swadharma Putra, Sp. BP-RE sebagai
pembimbing kami, kami mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan
sehingga dapat menyusun tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini, baik dari segi
isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan
tersebut. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan
kami. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan
laporan ini dan perbaikan bagi kita semua.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan untuk kita semua.

Wassalammualaikumwr.wb

Bandar Lampung, Januari 2017

Penyusun

79
Arthritis Tangan

Alidad Ghiassi, M.D., Prosper Benhaim, M.D., dan Roy A. Meals, M.D.

David Geffen School of Medicine at UCLA, Los Angeles, California, USA

I. OSTEOARTRITIS (OA)

A. Pertimbangan Umum

1. OA adalah suatu kondisi degeneratif sendi yang ditandai dengan gangguan utama pada
kartilago hialin.
2. Ditemukan perbedaan populasi dalam prevalensi penyakit.
3. OA adalah kelainan sendi yang paling umum pada manusia.
4. Usia merupakan faktor penentu yang paling konsisten dalam studi epidemiologi.
5. Ada juga faktor jenis kelamin, suku, dan kerentanan geografis.
6. Faktor teknik berhubungan dengan beban dan kerusakan pada sendi.

B. Patofisiologi

1. Sintesis metalloprotein oleh interleukin-1 terlibat dalam perubahan matriks tulang rawan.
2. Perubahan sintesis subtipe kolagen terjadi dengan peningkatan pembentukan kolagen tipe
II.
3. Pembentukan tulang subchondral yang baru terjadi pada fase awal OA.
4. Pembesaran sendi dengan pembentukan osteofit.
5. Perkembangan tidemark dengan pembentukan tulang baru di lapisan basal dari zona
kalsifikasi.
6. Tulang rawan yang abnormal terkelupas di daerah dengan tekanan yang tinggi dan
seringkali tulang subchondral terkena.
7. Kista subchondral yang terus menerus dengan defek tulang rawan sering dikaitkan
dengan OA. Kista ini dapat melemahkan tulang dan menyebabkan tulang rawan kolaps.
8. Hasil akhirnya adalah kaku, deformitas, pembesaran, dan nyeri sendi.
9. Biasanya, OA mempengaruhi sendi interphalangeal distal (Heberden node) dan, untuk
tingkat lebih rendah, sendi interphalangeal proksimal (Bouchard node).
C. Terapi Non Bedah

1. Manajemen awal di tangan terdiri dari istirahat, modifikasi aktivitas, dan bidai.
2. Obat anti-inflamasi dan program memperkuat dapat membantu dalam menghilangkan
rasa sakit sebelum dimulainya kembali aktivitas.
3. Obat anti-inflamasi nonsteroid tidak mengubah perjalanan penyakit, tapi mengurangi rasa
nyeri.
4. Kadang-kadang, injeksi selektif sendi dengan steroid dapat mengurangi rasa nyeri
sementara.

D. Terapi Bedah

1. Pembedahan disesuaikan dengan kebutuhan dan gejala individual pasien.


2. Pembedahan umumnya diindikasikan untuk pasien dengan nyeri yang refrakter terhadap
obat-obatan, deformitas yang mengganggu fungsi, dan ketidakstabilan.
3. Keterlibatan sendi distal interphalangeal (DIP) dapat menyebabkan nyeri hebat,
ketidakstabilan, dan pembentukan kista mukosa yang bermasalah di sepanjang aspek
dorsal sendi DIP.
4. Heberden node adalah pembesaran nodular yang biasanya tidak nyeri di sekitar sendi
interphalangeal distal
5. Intervensi bedah untuk perbaikan kosmetik dari sendi DIP sering dipenuhi dengan
masalah.
6. Fusi sendi DIP dalam posisi fungsional untuk ketidakstabilan yang terasa nyeri dapat
meningkatkan fungsi pinch utama.
7. Ketidakstabilan yang terasa nyeri dari sendi proksimal interphalangeal (PIP) diatasi
dengan fusi dalam posisi fungsional atau artroplasti sendi.
8. Nyeri sendi trapeziometacarpal diterapi secara bedah dengan eksisi trapezium dengan
atau tanpa rekonstruksi ligamen, arthroplasties interpositional, atau arthrodesis.

II. Rheumatoid arthritis (RA)

A. Pertimbangan Umum

1. RA adalah penyakit autoimun kronis sistemik dengan etiologi tidak diketahui.


2. RA mempengaruhi lebih dari 1% dari populasi dunia.
3. Insiden tahunan 2-4 per 10.000 penduduk dewasa.
4. Wanita terkena dua kali lebih sering daripada pria.
5. Bentuk juvenile biasanya parah dan dapat berkembang hingga dewasa.
1. Berbeda dengan osteoarthritis, sendi proksimal lebih sering terlibat (siku, pergelangan
tangan, dan sendi metakarpal-phalangeal).

B. Patofisiologi

1. 80% pasien dengan RA memiliki faktor reumatoid (RF) dalam sirkulasi.


2. Beberapa jenis HLA terkait dengan penyakit (HLA-DR4 dan HLA-DR1).
2. Sel penyaji antigen (Antigen-presenting cells/APC), makrofag, dan sel T adalah komponen
utama dari RA.
3. Sel T (CD4) adalah sel dominan dalam kerusakan sendi yang terkait dengan
pembentukan pannus
4. Aktivasi sel B juga terjadi dengan produksi imunoglobulin (IgG, IgM), yang
menyebabkan mayoritas RF.
6. Cartilage-bound immunoglobulins dapat memperantarai peradangan dan kerusakan sendi.
7. Pada awal proses, terdapat luka pada jaringan sinovial dengan proliferasi sinovial.
8. Dalam perkembangannya, sinovium menjadi edematous dan hipertrofi.
9. Distensi vena, obstruksi, dan trombosis menyebabkan perdarahan perivaskular.
10. Kerusakan tulang rawan langsung berhubungan dengan pelepasan kolagenase dan
pembentukan prostaglandin.

C. Etiologi

1. Penyakit ini terjadi pada individu dengan predisposisi genetik dalam respon terhadap
agen patogen atau antigen.
2. Faktor lingkungan, seperti infeksi, dapat menyebabkan pembentukan penyakit.
3. Mycobacteria mungkin merupakan komponen infeksius yang terlibat. Protein heat-shock
Mikobakteri meningkat pada rheumatoid arthritis. Namun, tidak ada mycobacteria yang
pernah diisolasi dari pasien.

D. Riwayat Alami

1. Kebanyakan pasien mengalami penyakit progresif dengan kehilangan fungsional yang


signifikan dan morbiditas.
2. Lebih dari 90% pasien mengalami perkembangan penyakit 3-5 tahun setelah diagnosis.
3. Kadar titer RF memiliki makna prognostik yang buruk dan tidak berkorelasi dengan baik
dengan keparahan klinis penyakit.
4. Harapan hidup rata-rata dikurangi dengan 7 tahun untuk laki-laki dan 3 tahun untuk
wanita.
5. Komorbiditas sistemik (vaskulitis, neuritis, pneumonitis, pleuritis, perikarditis) juga
memiliki efek yang signifikan pada kematian.

E. Terapi Nonbedah

1. Tujuan dari terapi non bedah meliputi pengurangan nyeri, peradangan, dan
mempertahankan fungsi sendi dan otot.
2. Obat anti-inflamasi nonsteroid yang digunakan pada awal terapi: salisilat (aspirin),
ibuprofen, ketoprofen, naproxen, diklofenak, dan yang lebih baru cyclooxygenase-2
inhibitor (Vioxx, Celebrex).
3. Hydroxychloroquine (Plaquenil) adalah obat antimalaria dengan sifat anti-inflamasi;
toksisitas signifikan yang memerlukan pemantauan secara cermat.
4. Garam emas memiliki efek anti-inflamasi yang dapat menghasilkan remisi pada beberapa
pasien; toksisitas yang signifikan memerlukan pemantauan secara cermat.
5. Penisilamin adalah agen chelating dengan efek imunosupresif, meskipun mekanisme
aksinya pada rheumatoid arthritis masih belum diketahui. Obat ini disediakan untuk kasus
berat.
6. Methotrexate adalah salah satu imunosupresan paling efektif yang digunakan untuk
pasien arthritis. Obat ini diberikan untuk kasus yang berat karena memiliki toksisitas
yang signifikan.
6. Kortikosteroid (prednison) memiliki agen anti-inflamasi yang kuat. Karena efek samping
yang signifikan, obat ini dicadangkan untuk kasus yang parah.
7. Infliximab (Remicade) adalah antibodi kuat yang menghalangi efek tumor necrosis factor
alpha (TNF-). Perbaikan dramatis telah dicatat, tetapi efek samping dapat menjadi
serius pada pasien tertentu.
8. Etanercept (Enbrel) adalah reseptor larut untuk TNF- dan TNF- yang menghambat
efek TNF. Seperti infliximab, peningkatan yang signifikan telah diamati pada pasien yang
dapat mentolerir obat.

F. Terapi Bedah
1. Tujuan terapi bedah untuk keterlibatan tangan adalah mengontrol rasa sakit, pencegahan
perkembangan penyakit, restorasi atau perbaikan fungsi, dan kadang-kadang perbaikan
kosmetik.
2. Pilihan bedah adalah preventif, korektif, atau menyelamatkan secara alami.
3. Synovectomies adalah pencegahan, sementara arthroplasties dan fusi sendi adalah
prosedur penyelamatan

G. Nodul Rheumatoid

1. Terjadi pada 20-25% pasien RA.


2. Dihubungkan dengan penyakit seropositif agresif.
3. Nodul dapat simtomatik karena lokasinya (olecranon, permukaan posterior lengan
bawah).
4. Injeksi steroid dapat menyebabkan regresi atau ulserasi yang bermasalah.
5. Reseksi bedah umumnya diperlukan jika terdapat gejala.
6. Nodul bisa kambuh setelah reseksi.

H. Rheumatoid Wrist

1. Sinovitis dari sendi radioulnar distal melemahkan ligamen yang menahan distal radius
dan ulna bersama-sama. Hal ini menyebabkan supinasi karpus dan subluksasi dorsal ulna.
2. Ekstensor karpi ulnaris mengalami subluksasi ke volar, meningkatkan keuntungan
mekanik ekstensor pergelangan tangan radial.
3. Hal ini menyebabkan deviasi radial dari metakarpal dan deviasi ulnar dari sendi
metakarpofalangeal.
4. Kolapsnya karpal menurunkan efisiensi fleksor dan ekstensor jari ekstrinsik,
mengakibatkan ketidakseimbangan dan deformitas pada jari.
5. Pembedahan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan deformitas.
6. Pilihan bedah termasuk transfer tendon, synovectomies, stabilisasi jaringan lunak, fusi
pergelangan tangan parsial, fusi pergelangan tangan lengkap, implan silikon, dan
artroplasti pergelangan tangan total
.

I. Sendi Radioulnar Distal

1. Sinovitis dari sendi radioulnar distal meregangkan kapsul dan struktur pendukung
sehingga terjadi ketidakstabilan sendi.
2. Ketidakstabilan dan erosi sendi dapat menyebabkan ekstensor tendon pecah.
3. Rekonstruksi termasuk reseksi artroplasti atau fusi dan reseksi segmental ulna (prosedur
Sauv-Kapandji).

J. Tenosinovitis

1. Tenosinovitis biasanya terdapat pada tangan rheumatoid.


2. Lokasi yang paling umum adalah di bawah ekstensor retinakulum.
3. Tenosynovectomy efektif ketika kontrol medis sinovitis tidak dapat diperoleh.
4. Tenosynovectomy juga dapat dilakukan karena pecahnya tendon ekstensor.
5. Pada jari, tenosinovitis dapat menyebabkan triggering of digits dan juga langsung
menyerang tendon.

K. Ruptur Tendon Fleksor

1. Terjadi kurang umum dibandingkan ruptur tendon ekstensor.


2. Ruptur tendon mungkin sulit untuk dideteksi dan harus dicurigai jika pasien mengeluh
kelemahan dan rasa penuh pada volar pergelangan tangan.
3. Ruptur attritional juga dapat terjadi akibat osteofit pergelangan volar.
4. Ruptur tendon fleksor polisis longus di atas osteofit skafoid adalah ruptur tendon yang
paling umum (sindrom Mannerfelt).
5. Terapi termasuk tenosynovectomy, pembuangan sumber attritional, dan rekonstruksi
tendon.
L. Ruptur Tendon Ekstensor

1. Erosi sendi radioulnar distal (distal radioulnar joint /DRUJ) dan sharp bony spike pada ulna
menyebabkan ruptur tendon ekstensor.
2. Penting untuk mengenali sindrom caput ulnae (kaput ulnaris) Vaughn-Jackson sebelum
terjadi ruptur attritional tendon.
3. Ruptur quinti ekstensor digitorum mungkin merupakan tanda pertama dari ruptur tendon.
4. Terapi termasuk perbaikan langsung, transfer side-to-side, bridge grafting, dan transfer
tendon

M. Deformitas Jari

1. Terapi kelainan bentuk jari tergantung pada sendi yang terlibat.


2. Sendi DIP biasanya dapat menyatu.
3. Sendi PIP dapat diobati dengan sinovektomi, artroplasti, atau fusi.
4. Deformitas Boutonniere (fleksi sendi PIP dengan hiperekstensi sendi DIP) terjadi karena
sinovitis sendi PIP.
5. Deformitas Swan-neck (hiperekstensi sendi PIP dan fleksi sendi DIP) yang disebabkan
oleh ruptur tendon ekstensor digitorum communis terminal dan hiperekstensi sekunder
sendi PIP. Ruptur tendon fleksor digitorum superfisialis, subluksasi dorsal dari berkas
(fascia) lateral, dan inkompetensi bidang volar pada sendi PIP juga dapat mengakibatkan
hilangnya stabilitas dinamis jari dan perkembangan deformitas leher angsa.
III. RHEUMATOID ARTHRITIS JUVENILE

A. Arthritis inflamatorik mempengaruhi kelompok usia prapubertas.


B. Ditandai dengan peradangan dan hiperplasia sinovial kronis.
C. Tiga subkelompok klinis:
Sistemik (penyakit Still)
Polyarticular
Pauciarticular
D. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium.
E. 20% pasien memiliki faktor reumatoid positif, dan 30-40% memiliki antibodi antinuclear
(ANA) positif
F. Tingkat sedimentasi eritrosit (Erythrocyte sedimentation rate /ESR) biasanya meningkat dan
dapat digunakan untuk memantau perjalanan penyakit.
G. Keterlibatan tangan adalah yang paling umum pada varian polyarticular.
H. Pasien dengan gejala klinis yang khas menampilkan fleksi pergelangan tangan dengan
deviasi ulnar.
I. Tindakan non-operatif sering direkomendasikan untuk pasien dengan open growth plates.
J. Teknik mobilisasi terapi tangan, bidai, dan terapi medis seringkali direkomendasikan.
K. Sinovektomi dapat mengurangi nyeri tetapi tidak memperbaiki fungsi atau gerak.

IV. SCLERODERMA

A. Penyakit multisistem yang sering mempengaruhi tangan.


B. Fenomena Raynaud, deformitas fleksi sendi PIP, deposit kalsifikasi simtomatik di
jaringan lunak, ulkus kulit, dan arthritis septik adalah manifestasi klinis dari penyakit ini.
C. Fenomena Raynaud terlihat pada 90% pasien.
D. Sindrom CREST (Calcinosis, Raynaud, Esophageal involvement, Sclerodactyly,
Telangiectasia) dikaitkan dengan antibodi anticentromeric pada 80% pasien.
E. Terapi fenomena Raynaud meliputi terapi suportif seperti sarung tangan, sarung tangan,
topi, dan syal.
F. Simpatektomi digital dapat bermanfaat pada pasien tertentu dengan iskemia tangan yang
signifikan dan / atau ulserasi jari yang tidak sembuh.
G. Deposit kalsifikasi harus di-debridement jika terasa nyeri dan terkikis melalui kulit,
dengan atau tanpa infeksi.

V. GOUT
A. Gout adalah artropati akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU) pada jaringan.
B. Gout adalah hasil dari hiperurisemia berkelanjutan.
C. 20% pasien dengan hiperurisemia berkembang menjadi gout.
D. Hiperurisemia adalah hasil dari peningkatan sintesis atau ambang eliminasi asam urat
ginjal yang meningkat.
E. Terapi hiperurisemia tenang tidak dibenarkan.
F. Deposisi jaringan MSU diperlukan pada serangan akut.
G. Kristal di sendi menyebabkan reaksi inflamasi akut dengan lisis sel dan pelepasan enzim
lisosom.
H. Aspirasi dan pemeriksaan cairan sendi di bawah mikroskop polarisasi sangat penting
untuk diagnosa.
I. kristal berbentuk jarum birefringent negatif intraselular merupakan temuan diagnostik.
J. Arthritis gout kronis mungkin mirip dengan rheumatoid arthritis.
K. Terapi gout akut dilakukan dengan colchicine oral.
L. Profilaksis dicapai dengan allopurinol atau probenicid.
M. Manajemen bedah hanya dilakukan ketika terapi non-operatif telah gagal.
N. Pembedahan terdiri dari debridement sendi, tenosynovectomy, dan mungkin
rekonstruksi / transfer tendon untuk ruptur tendon.
O. Fusi dan artroplasti dapat dilakukan untuk arthropathy destruktif.

VI. PSEUDOGOUT (PENYAKIT DEPOSISI KALSIUM PIROFOSFAT)

A. Penyakit deposisi kalsium pirofosfat (Calcium pyrophosphate deposition disease /CPPD) adalah
hal yang menarik untuk ahli bedah tangan karena dapat menyerupai arthritis septik.
B. Tidak seperti gout, tidak ada kelainan biokimia yang ditemukan.
C. Umumnya terdapat edema pergelangan tangan dorsal difus.
D. Radiografi menunjukkan kondrokalsinosis. Kalsifikasi dari kompleks fibrokartilago
segitiga adalah patognomonik untuk CPPD.
E. Diagnosis dikonfirmasi dengan aspirasi sendi dengan kristal birefringent positif lemah.
F. Pasien diobati dengan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan bidai; jarang
memerlukan intervensi bedah.
VII. ARTHRITIS PSORIATIK

A. Arthritis psoriatik, dianggap sebagai salah satu spondiloartropati seronegatif, berkembang


pada 5-7% pasien dengan psoriasis.
B. Keterlibatan sendi perifer ditemukan pada 95% pasien dengan arthritis psoriatik.
C. Arthritis dapat terjadi sebelum atau setelah timbulnya manifestasi kulit psoriasis.
D. Telah diamati adanya hubungan yang signifikan antara arthritis dan perkembangan
manifestasi kuku psoriatik klasik (misalnya, ridging, pitting). Jari-jari juga cenderung
mengalami pembengkakan fusiform.
E. Temuan utama di tangan adalah arthritis sendi DIP dengan kuku yang terkait dan patologi
kulit di jari. Beberapa sendi mungkin terlibat pada ekstremitas atas, ekstremitas bawah,
dan tulang belakang (penyakit oligoartikular).
F. Temuan X-ray meliputi periostitis dan pola artritis sendi dari erosi tulang proksimal
dengan pembentukan osteofit tulang distal (pensil-in-cup appearance).). Destruksi sendi
berat mungkin juga ditemukan (arthritis mutilans).
G. Terapi utama terdiri dari NSAID. Kasus yang parah mungkin memerlukan terapi dengan
metotreksat, emas, hidroksiklorokuin, siklosporin, sulfasalazine, atau TNF blocker.

You might also like