Professional Documents
Culture Documents
Darran rsr
Prakatq n7
Pengantar ta
Daftarlsi a
Bab 1, Penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehatan 1.
.f
vt
J)
vll
dB
.r
vilt
!, tF
Dasar-dasar Metodologi
Penelitian KIinis
Edisi Ke-4
2011
w
SAGUNGSETO
'I
i lt
'.ia
D as ar -D as ar M et o d ol o gi P eneliti an Klinis
Sudigdo Sastfoasmoro
AnggotaIKAPI
IE
.r
ilt
Pnarere
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini literatur tentang metodologi
penelitian kedokteran dan kesehatan lebih marak ketimbang masa
sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri haltersebut dipicu dan dipacu
oleh berkembangnya epidemiologi klinik, yang kemudian
berkembang menjadi euidence-based medicine. Banyak jurnal ilmiah
kedokteran sekarang yang menyediakan halaman yang cukup
untuk diskusi dan debat tentang metodologi penelitian darteaidence-
based medicine. Bukr-buku metodologi penelitian klinis mutakhir
juga telah mengakomodasi perkembangan baru tersebut.
Di tengah perkembangan yang menarik itulah edisi keempat buku
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis hadir. Tidak berbeda
dengan edisi pertama kedua" dan ketiga edisi keempat ini masih
hadir dengan pendekatan praktis. Pembaca yang ingin
memperdalam pengetahuan metodologi penelitian, epidemiologi
klinik, dan eoidence-b ased medicine harus membaca literafu r terbaru.
Kami menyampaikan penghargaan kepada semua penulis edisi
pertama buku ini, yang meskipun sebagian sudah meninggalkan
kita, nama mereka masih kami pertahankan. Nama-nama yarrg
telah wafat kami beri tanda *. Kepada para penulis yang baru
bergabung kami sampaikan terima kasih.
Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para
pembaca yang telah menyampaikan kritik dan masukan kepada
kami. Semoga buku ini tetap dapat mengisi kebutuhan buku
sejenis yang berbahasa hrdonesia.
20 Juni 2011
SS
SI
It
"r
tv
PENceNTAR
Sejak diterbitkan buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis lebih dari 16 tahun yang lalu, Pimpinan Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS
Dr. Cipto Mangunkusumo mendapat banyak masukan dari
berbagai pihak yang umumnya menyatakan bahwa buku ini
bermanfaat untuk membantu pemahaman metodologi penelitian
bagi pemula. Di luar perkiraan kami, buku ini juga diminati oleh
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis selain Ilmu Kesehatan Anak,
bahkan juga dijadikan oleh banyak peneliti klinis yang lebih senior.
Dalam edisi ke-3 banyak ditambahkan perkembangan baru dalam
metodologi penelitian serta epidemiologi klinik, karena jumlah dan
variasi materinya cukup banyak, maka susunan bab-bab berubah
dibandingkan dengan edisi sebelumnya. Dalam edisi ke-4 ini pun
ditambahkan satu bab baru tentang Penelitian Kualitatif.
Beberapa penulis yang berperan aktif dalam edisi sebelumnya sudah
wafat, beberapa lainnya sudah pensiun, dan ada pula yang
mengundurkan diri dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo.
Namun para penyunting masih menyertakan nama-nama tersebut,
dengan niat baik sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap
apa yang telah mereka sumbangkan dalam edisi pertama buku ini.
Akhirnya sebagai Pimpinan Departemen saya menyampaikan
selamat kepada para penulis dan penyunting yar.g telah rela
berjerih payah melakukan revisi buku ini. Semoga aPa yang telah
kita lakukan dapat dipetik manfaatnya oleh semua peminat
penelitian klinis.
i
Bab 1 - Penelitian dalam bidang
kedokteran dan kesehatan
Iskandar Wahidiyat, Sofyan Ismael, Hans E Monintia
i
P enelitian dal am b idan g ke dokter an dan kesehat an
t
Iskan dar W ahidiy at dkk.
.r
P enelitian dalam b idan g ke dokt er an dan kes ehatan
KERANGKA TEORI
KERANGKA KONSEP
j|
trsk an dsr W ahi diy at dkk.
{E
t
6 P eneliti an dal am b idang ke dokt er an dan kesehat an
{R
,
Isknnd ar W ahi diy at dkk. 7
dn
t
P enelitian dal am b id nng kedokter an dan kesehat an
i
I skan dar W ahidiy at dkk.
t
10 P en el itian dalam bidan g kedokter an dan kesehatan
Darran PUSTAKA
1 Feinstein AR. Clinical epidemiology - The architecture of clinical research.
Philadelphia: Saunders, 1985.
Z ]!qg4" MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: College
Hill Press, 1987.
3 lazieh AR. Future of translational research: Why go pragmatic? diunduh
dari www.dovepress.com/getfile.php?filelD=8741.
4 Lo B. Addressing ethical issues. Dalam: Hulley SB, Cummings SR" Browner
WS, Grady D, Newman TB, penyunting. Designing clinical lesearch. Edisi
ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2007.
.r
I skandar Wahidiy at dkk. 11
.t &t
12 Penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehntan
&@a
.r
Bab 2 - Inferensi: dari sampel
ke populasi
Sudigdo Sastoasmoro
i irn
14 Inferensi: dari sampel ke populasi
.i
Sudigdo Snstroasmoro 15
Populosi teriongkou
n
Populosi torgel
I
lltl
Jl=
\/
\-
Subyek terpilih
Subyek yong benor
direliri
i
16 [nfeTensi: dari sampel ke populasi
!, *
Sudigdo Sastroasmoro 17
:|
18 Inferensi: dari sampel ke populasi
MnNCHITUNG NILAI p
Nilai p secara tradisi selalu dihitung pada semua studi analitik, jadi
sudah sangat dikenal oleh para dokter, bahkan oleh mahasiswa.
Namun apakah pemahaman mereka tentang makna ntlaip tersebut
cukup baik? Sayang sekali, ternyata tidak. Pada survei mendadak
yang dilakukan di banyak tempat di duni4 ditemukan fakta bahwa
ternyata pemahaman para dokter (umum maupun spesialis, di
Indonesia maupun di negara maju) tentang konsep-konsep dasar
dan'sederhana dalam biostatistika, termasuk pemahama4 tentang
nllai p, sangat buruk. Biasanya kurang dari 20"/" peserta yang
menjawab benar ke-10 soal pilihan ganda (multiple choice questions)
'i
Sudigdo Sastrossmoro 19
ObotA 4Oo b l0 50
Jumloh 70 32 1O2
.t
20 Inferensi: dari sampel ke populasi
.a {ru
Sudigdo Sastroasmoro 21
.t eo
22 Inferensi: dari sarnpel ke populasi
1g=p+(Z (I x 5E)
rf *u
Sudigdo Sastroasmoro 23
lKgs*=0,3tt,UUff
= dari (0,30-0,09) sampai (0,30+0,09)
i *u
24 Inferensi: dari snmpel ke populasi
SE(rerata)=SB
Jn
t
Sudigdo Sastroasmoro 25
. n=jumlahsubyek
Maka: 7,6
lK957Q,",orol = 48'5+ I
'tot J, *
= antara 47 sampai 50
J)
26 [nferensi: dari sampel ke populasi
j|
Sudigdo Sastroasmoro 27
ll
28 lnferensi: dari sampel ke populasi
SrupuraN
Dengan beberapa contoh sederhana tersebut dapat dipahami bahwa:
r Penelitian selalu dilakukan pada sampel
Dari sampel tersebut diperoleh nilai tertentu yang disebut
statistik
Hasil yang diperoleh pada sampel (statistik) akan digeneralisasi
ke populasi yang diwakili oleh sampel sebagai parameter
In{erensi hasil penelitian dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni
dengan uji hipotesis untuk memperoleh nilai p, dandengan
estimasi untuk memperoleh interval kepercayaan
Nilai p dan IK menyatakan konsep yang sama dengan cara
yang berbeda
Nilai p menunjuk peluang untuk memperoleh hasil yang diob-
servasi (atau hasii yang lebih ekstrem) bila hipotesis nol benar
fi
i rir '
Sudigdo Sastroasmoro 29
Darran PUSTAKA
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
Edisi ke-2 London; 2002
Brennan R Croft P. Interpreting the results of observational research: chance is
not a fine thing. BMJ. 1994;309:727-30.
Essex-Sorlie D. Medical biostatistics & epidemiology. London: Prentice Hall
Int.;1995.
4 Greenhalgh T. How to read a paper: Statistics for non-statistician. II. "Significant"
relation s a n d thei r pitf alls. BMI. 1 997 ;31 5:422-5.
5 Lang TA, Secic M. How to report statistics in medicine. Philadelphia: American
College of Physicians; 1997.
6 Leung WC. Balancing statistical and clinical significance in evaluating treatment
effects. Postgrad Med J. 2000;77 :20'l'-4.
7 Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman & Hall/CRC;1999.
Jl t*"
30 [nferensi: dari sampel ke populasi
S*
trF@M
t&S d S
:, i*u
Bab 3 - Usulan penelitian
t
32 Usulanpenelitian.
-f
Sudigda S astr oasmoro dkk. 33
Judul
I Pendohuluon
o Lqtqr belokong
o Rumuson mosoloh
o Hipotesis
o Tuiuon
o Monfoot
ll Tiniouon Puslqko
Kerongko Konsep
lll Metodologi
o Desoin
o Tempot dqn woktu
o Populosi don sompel
o Kriterio inklusi don eksklusi
o Besor sompel
o Coro kerio
o ldentifikosi voriqbel
o Rencqno monoiemen don onqlisis dotq
o Definisi operosionol
o Mqsoloh etikq
lV Dqftqr Pustokq
V. Lampiron
i ii. u
34 Usulanpenelitian.
.r
S u di g do S astr o asmor o dkk. 35
I PENpIUULUAN
A LNTNN BELAKANG MASALAH
"r)
36 Usulanpenelitian.
ln
i
Sudi gdo S astro asmoro dkk. 37
F - Feqsible
o Tersedio subyek penelition
o Tersedio donq
e Tersediq woktu, olot, don keqhliqn
I - lnleresting
o Mosqloh hendoknyo menorik bogi peneliti
N - Novel
o Mengemukqkon sesuotu yong boru
o Membontoh otou mengkonfirmosi penemuon terdohulu
o Melengkopi otou mengembongkon hosil penelition terdohulu
E - Ethical
o Tidqk bertentongon dengon etiko
R - Relevonf
o Untuk pengembongon ilmu pengetohuo
o Untuk peningkoton toto lqksqno posien otou kebiiokon
kesehqton
o Sebogoi dosqr untuk penelition seloniuinyo
1 Kemampulaksanaan
Kemampulaksanaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Banyak
kesenjangan dalam bidang kedokteran yang dapat dikembangkan
menjadi masalah penelitian yang baik, menjanjikan hal yang baru, dan
relevan dengan pelayanan masyarakat dan pengembangan ilmu,
namun tidak cukup subyek penelitian, dana, sarana, keahlian, atau
waktu. Sebagian kendala tersebut mungkin diatasi dengan modifikasi
desain, penyesuaianbesar sampel, mengurangi jenis pemeriksaan, dan
pelbagai kiat lainnya. Namun bila segala mzuluver yang dilakukan
tersebut sangat mengurangi atau meniadakan nilai penelitian, hendaklah
peneliti mempertimbangkan kembali apakah penelitian dapat
dilanjutkan. Jadi pertimbangan praktislah yang akhirnya menentukan/
apakah masalah kesehatan dapat dijawab dengan penelitian.
I
38 Usulanpenelitian.
2 Menarik
Penelitian yang baik sangat menyita pikiran, tenaga, wakfu, dan
biaya. Pelbagai kendala, baik yang telah diantisipasi maupun yang
muncul kemudian, dapat mengancam dari waktu ke waktu. Di
lain sisi, peneliti juga dituntut untuk selalu jujur dan taat asas dalam
seluruh tahapan penelitian sampai dengan pelaporanhasilnya. Oleh
karena itulah peneliti harus tertarik pada substansi yang ditelitinya.
Bilatidak, maka terdapat duakemungkinannegatif yang dapat terjadi:
mungkin ia akan cepat menyerah apabila dihadapkan pada pelbagai
kendala, atau ia tidak akan taat asas pada penelitian yang dirancangnya
sendiri.
t
Sudigdo S astr oasmoro dlck. 39
4 Etis
Penelitian apa pun, khususnya yang menggunakan manusia sebagai
subyek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Kesulitan mungkin
timbul karena etika bukan hal yang mudah untuk didefinisikan.
Seseorang mungkin mengatakan sesuatu hal secara etis masih
berterima, namun bagi orang lain mungkin hal tersebut sudah
melanggar etika. Oleh karena itulah tiap penelitian yang menggr:nakan
manusia sebagai subyek harus lebih dahulu memperoleh persetujuan
dari komisi etika independen setempat. Uraian lebih lanjut dapat
dibaca dalam Bab 18. Penggunaan plasebo pada uji klinis senantiasa
menjadi bahan diskusi dalam sidang komisi etika. Modifikasi usulan
penelitian mungkin perlu dilakukan atas saran dari komisi etika
tersebut.
i
40 Usulanpenelitian.
5 Relevan
Relevansi merupakan hal utama yang harus dipikirkan pada awal
setiap penelitian. Tiap peneliti harus dapat memprediksi hasil
penelitian yang akan diperoletr, apakah relevan dengan kemajuan
ilmu, tata laksana pasien, kebijakan kesehatan, atau sebagai dasar
untuk penelitian selanjutnya.
Dapat ditambahkan bahwa setelah menentukan topik penelitiary
peneliti harus membatasi diri pada pertanyaan penelitian yang
paling penting. Menjawab satu atau dua pertanyaan penelitian yang
penting secara adekuat lebih baik daripada menjawab banyak
pertanyaan yang remeh-temeh. Hal ini perlu ditekankary karena
terlalu banyak pertanyaan dalam safu penelitian akan menambah
kesulitan dalam pemilihan desain, penghitungan besar sampel,
interpretasi uji statistik4 serta masalah metodologis lainnya, di samping
memerlukan tambahan logistik berupa biaya, waktu, tenaga, fasilitas
lain. Para peneliti muda cenderung untuk memasukkan sebanyak
mungkin pertanyaan dalam satu penelitian; hal ini seyogianya
dihindarkan. Praktik untuk menambahkan satu atau lebih pertanyaan
penelitian setelah data terkumpul (misalnya karena ada data yang
menarik yang sebelumnya tidak terpikirkan), juga tidak selayaknya
dilakukan.
t *o
Su di g do S as tr o asmor o dkk. 41
{;
.i
42 Usulanpenelitian.
.*
Sudigdo S astroasmoro dkk. 43
r Catatan: Seperti banyak hal dalam metodologi, ada kontro,versi di sini. Suatu
-dana
institusi penyandang resmi melarang peggunaan. kalimat tanya untuk
rumusan perianyaan penelitian, sedangkan instutisi resmi lainnya menganggap
bahwa peneliti yang'tidak dapat mefumuskan masalah penelitiannya dalam
kalimat'tanya yang"khas berirti tidak menguasai masalah penelitian yang
direncanakair. Kami setuju dengan pendapat kedua ini.
IE
.,
44 Usulanpenelitian.
atau
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
t
Sudigdo S astroasmor o dkk. 45
Contoh
Apakah bayi yang lahir dari ibu yang suaminya perokok
mempunyai berat lahir lebih rendah dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang suaminya bukan perokok?
C Hrpornsrs
Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah berikut adalah
merumuskan hipotesis penelitian. Hipotesis adalah pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian r lang
harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi hipotesis tidak
dinilaibenar atau salatr, melainkan diuji dengan data empiris apakah
sahih (aalid) atau tidak.
Tidak semua jenis penelitian memerlukan hipotesis. Survei
ataupun studi eksploratif yang tidak mencari hubungan antar-
variabel, jadi hanya bersifat deskriptif, tidak memerlukan hipotesis,
misalnya penelitian tentang prevalens hipertensi pada pasien
obesitas, atau rerata kadar natrium murid sekolah. Perlu atau
tidaknya hipotesis dapat dilihat dari pertanyaan penelitian; apabila
dalam pertanyaan penelitian terdapat kata-kata: lebih besar,lebih
kecil, berhubungan dengan, dibandingkan, menyebabkan,
terdapat korelasi, dan sejenisnya, maka berarti diperlukan (satu
atau lebih) hipotesis. Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan
hipotesis adalah hipotesis peneli tian ( r e s e ar ch hyp o thes is), yang harus
dibedakan dengan hipotesis dalam uji kemaknaan yaitu hipotesis
nol dan hipotesis alternatif. Lihat Bab 15.
i
46 Usulanpenelitian.
,
Sudigdo S astroasmoro dkk. 47
.r
48 Usulanpenelitian.
Contoh
Pada pasien gagal iantung, pemberian infus inotropik Z
dimulai dari 2,5 mikrogram/kg/menit akan meningkatkan
maximal peak flou aelocity pada jalan keluar ventrikel kiri
dari 1,5 m/detik menjadi 2,0 m/detik.
(karena maximal peak flozo uelocity merupakan salah satu
parameter curah jantung, maka cukup disebut meningkatkan
curah jantung saja. Dalam definisi operasional baru dijelaskan
parameter apayang digunakan untuk menyatakan curah jantung.
Demikian pula dosis serta teknik pemberian obat dapat diuraikan
pada cara penelitiary tidak pada hipotesis). Dengan demikian
hipotesis tersebut dapat'dilonggarkan' menjadi:
Pada pasien dengan gagal jantung, pemberian obat infus
inotropik Z berhubungan dengan peningkatan curah
jantung.
.f
Sudigdo S astroasmoro dl<k. 49
D TtryreN PENELTTTAN
Tujuan khusus:
L. Memperoleh data faktor risiko untuk timbulnya renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.
2. Mengetahui manfaat cairan X untuk mencegah renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.
.,
50 Usulanpenelitian.
E MeNrear PENELnAN
Pada bagian ini perlu diuraikan manfaat apa yang diharapkan dari
penelitian yang akan dilakukan. Biasanya disebutkan manfaat dalam
bidang akademik atau ilmiaku bidang pelayanan masyarakat, serta
pengembangan penelitian itu sendiri. Perlu diingat bahwa meskipun
tujuan akhir penelitian dalam bidang kedokteran adalah untuk
peningkatan kualitas tata laksana pasiery namun penelitian dapat
bersifat quick yieliling atau non-quick yielding. Pada penelitian yang
quick-yielding hasll penelitian dapat segera diterapkan dalam
praktik atau kebijakan seperti kebanyakan penelitian klinis; pada
penelitian non-quick yielding hasilnya tidak segera diterapkan,
seperti kebanyakan penelitian ilmu-ilmu kedokteran dasar.
II TIrynuAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka ini harus diuraikan dengan mendalam
pelbagai aspek teoritis yang mendasari penelitian. Hal yang telah
ditulis dalam Latar Belakang Masalah perlu dirinci, dan hubungan
antar-variabel dibahas. Berikut adalah beberapa catatan penting yang
perlu diingat dalam penulisan tinjauan pustaka.
Meskipun tampaknya tinjauan pustaka 'i:.anya' merupakan
ramuan pendapat orang, namun nyatanya tidak mudah untuk
membuat tinjauan pustaka yang baik. Tidak jarang tinjauan pustaka
hanya merupakan mosaik pemyataan atauhasil penelitian terdahulu,
tanpa lebih dahulu dicema, tanpa irtterpretasi yang memadai. Apabila
mosaik tersebut dibuat tanpa kalimat pengantar yang baik, maka
akibatnya akan makin buruk, sehingga maksud untuk menyajikan
informasi yang komprehensif dan akurat yang memperjelas seluruh
aspek penelitian yang direncanakan tidak tercapai.
Kesulitan tidak jarang terjadi bila terdapat hal yang kontroversial
tentang suatu hal. Kajian yang cermat dalam merangkum hal
tersebut biasanya dapat memberikan kejelasan bahwa memang
terdapat kontroversi, namun tidak dapat mencapai simpulan akhir.
Untuk dapat mencapai hal yang terakhir ini terdapat suatu teknik
!)
Sudi gdo S astro asmor o dkk, 51
.r
)
52 Usulanpenelitinn.
KnnaNcKA KoNSEPTUAL
Dalam pustaka metodologi penelitian, istilah kerangka teori dan
kerangka konseptual cukup kontroverial. Meski concept, construct,
dan theory memiliki makna yang berbeda, namun sebagian ahli
menganggap istilah kerangka teori sama saja dengan kerangka
konsep, jadi merupakan sinonim. Di lain sisi sebagian ahli lainnya
membedakan keduanya. Menurut paham kedua, setelah pelbagai
aspek disajikan secara rinci namun terfokus dalam Tinjauan
Pustaka (menggambarkan kerangka teori), selanjutnya dibuat
rangkuman sebagai dasar untuk membuat Kerangka Konseptual.
Lazimnya kerangka konseptual ini dibuat dalambentuk diagram
yang menunjukkan jenis serta hubungan antar-variabel yang diteliti
dan variabel lainnya yang terkait. Karena tidak semua variabel akan
diukur dalam penelitian yang direcanakary pada diagram perlu
digambarkan pula batas-batas lingkup penelitian. Diagram kerangka
konseptual harus menunjukkan keterkaitan antar-variabel. Kerangka
konseptual yang disusun dengan baik dapat memberikan informasi
yang jelas dan akan mempermudah pemilihan desain penelitian.
Salah satu kekeliruan yang sering dilakukan adalah, alih-alih
membuat kerangka konseptual, peneliti menyusun alur atau
kerangka desain penelitian (misalnya diagram yang menunjukkan
populasi terjangkau, sampel, kemudian subyek dirandomisasi,
dilakukan intervensi, jenis-jenis variabel yang diukur, dan lain
t
Sudi gdo S astr oasmo ro dkk. 53
(
I
III Mnropolocr
Setelah pertanyaan penelitian, tujuan, dan hipotesis dirumuskan,
teori yang relevan diuraikan, dan kerangka konsep diformulasikan,
maka peneliti melangkah pada rancangan pelaksanaan penelitian
dengan menguraikan metodologi penelitian. Bab ini harus dibuat
dengan sangat rinci, yang bermanfaat untuk menuntun peneliti
dalam pelaksanaan, analisis, interpretasi hasil penelitian. Bab
Metodologi ini mencakup:
o desain
r tempat dan waktu penelitian
r populasi targef populasi terjangkau, dan sampel
. cara pemilihan sampel (sampling method)
o estimasi besar sampel
o kriteria pemilihan (inklusi dan ekslusi)
. prosedur kerja (pengukurary intervensi, randomisasi atau
penyamaran pada uji klinis, kriteria penghentian
penelitiary dan seterusnya)
o identifikasi variabel (variabel independen, dependen,
perancu dll dengan skala variabel masing-masing)
o definisi operasiona
. rencana manajemen dan analisis data, termasuk program
komputer yang akan dipergunakan
Berikut diuraikan dengan ringkas hal-hal yang harus disertakan
dalam bab Metodologi tersebut.
il
.r
(
54 ) Usulanpenelitian.
A DEs.q.rN PENELmAN
Desain penelitian pada esensinya merupakan wadah untuk
menjawab pertanyaan penelitian atau untuk menguji kesahihan
hipotesis. Seperti diketahui, klasifikasi desain penelitian amat
bervariasi, sehingga seringkali membingungkan. Dalam buku ini
desain penelitian klinis diklasifikasi berdasarkan pada ada atau tidak
adanya intervensi, menjadi penelitian observasional (termasuk studi
cross-sectional, stttdikohort dan studi kasus-kontrol), dan penelitian
eksperimental (termasuk uji klinis). Pembahasan yang rinci tentang
jenis-jenis desain penelitian diuraikan dalam Bab 6.
Dalam usulan penelitian perlu dituliskan secara eksplisit dengan
satu kalimat, desain dipergunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Contoh
Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol untuk menilai
peran pajanan hormon wanita pada wanita hamil muda
terhadap terjadinya kelainan kongenital ekstremitas pada
bayiyang dilahirkan.
Contoh
Penelitian ini dapat dibagi menjadi 2bagian. Bagian yang
pertama merupakan stu di cr o ss- se ctional antak menentukan
prevalens miokarditis pada pasien demam tifoid. Bagian
kedua merupakan uji klinis acak tersamar ganda untuk
mengetahui manfaat obat X dalam tata laksana miokarditis
pada pasien demam tifoid.
.*
S udig do S as tr o as mor o dlck. 55
C Popurnsr PENELTTTAN
.r if"
56 Usulanpenelitian.
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada
populasi target dan pada populasi terjangkau. Peneliti harus berhati-
hati agar kriteria tersebut relevan dengan masalah penelitian. Sering
terdapat kendala untuk memperoleh kriteria yang sesuai dengan
masalah yang diteliti, biasanya menyangkut logistik (ketersediaan
subyek, peralatan, keahlian, biaya). Dalam hal ini maka pertimbangan
ilmiah mungkin sampai tingkat tertentu harus 'dikorbankan' oleh
J)
Suiligdo Sastroasmoro dl&,. 57
Kriteria eksklusi
Sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan
dari studi oleh karena pelbagai sebab. Keadaan yang biasanya
menjadi kriteria eksklusi pada studi klinis antara lain:
1 Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat mengganggu
pengukuran atau interpretasi. Misalnya, dalam studi kasus-
kontrol yang mencari hubungan antara faktor risiko tertentu
dengan kejadian penyakit jantung bawaan, pasien dengan
kelainan kromosom tertentu yang mempunyai prevalens
penyakit jantung bawaan tinggi tidak boleh disertakan dalam
kelompok kasus
2 Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan,
seperti pasien yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap,
hingga dapat dipastikan akan sulit ditindaklanjuti
3 Hambatan etis
4 Subyek menolak berpartisipasi
Kesalahan elementer yang cukup sering dilakukan adalah
menyebutkan dalam kriteria eksklusi hal-hal yang memang tidak
termasuk dalam kriteria inklusi.
Contoh:
Kriteria inklusi: (1) pasien pertusis berusia < L bulan; (2) dst.
Kriteria eksklusi: (1) pasien pertusis berusia 21 bulan; (2) dst.
Nyata sekali, betapa alur pikir penulisnya tidak cerdas!
J|
58 Usulanpenelitinn.
H Cena KERIA
a Alokasi subyek
Dalam setiap penelitian yang membandingkan variabel harus
disebutkan dengan jelas subyek mana yang menjadi kelompok
yang diteliti, mana yang menjadi kelompok kontrol. Pada penelitian
observasional peneliti tidak mengalokasikan subyek yang terpajan
dan tidak terpajary melainkan hanya mengobservasi pajanan yang
terjadi secara alamiah. Pada studi intervensional peneliti mengalokasi
subyek yang akan mendapat perlakuan dan yang tidak. Cara alokasi
ini harus disebutkan dengan eksplisit. Uraian cara alokasi subyek
(randomisasi) dapat dilihat pada Bab 10.
.r
Sudigdo Sastroasmoro ilkk. 59
I IpEvnFIKASI VARIABEL
Semua variabel yang diteliti harus diidentifikasi, variabel apa saja
yang termasuk variabel bebas, variabel terganfung, dan perancu
(confounding). Diagram dalam kerangka konseptual sapat sangat
membantu dalam identifikasi variabel ini. Skala variabel (lihat Bab
4)lrya perlu disebutkaru mengingat perbedaan skala variabel akan
menyebabkan perbedaan uji hipotesis yang digunakan. Perlu
diingatkan bahwa bergantung pada konteksnya dalam penelitian,
.i
60 Usulanpenelitian.
I DErnrsI oPERASIoNAL
t
Sutligdo Sastroasmoro dkk. 61
.r
62 Usutanpmelitian.
PENurup
Pembuatan usulan penelitian sebenarnya merupakan proses
aktivitas intelektual yang mencakup kemampuan menciptakan ide,
kreativitas dan inovasi, kemampuan metodologi, penguasaan
substansi, pemahaman dan aplikasi statistika, kemampuan bahasa,
serta konsistensi berpikir logis. Oleh karenat.:rya, menulis usulan
penelitian bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, dan
membutuhkan latihan terus-menerus, baik dengan membaca
usulan penelitian orang lain, melakukan telaah kritis pustaka, dan
yang paling penting, berlatih membuat usulan sendiri.
Bagian-bagian usulan yang telah diuraikan tidak berdiri terpisakr,
melainkan menyatu dalam urutan yang logis. Peneliti mulai dengan
(1) pembenaran mengapa penelitian perlu dilakukan, kemudian
(2) mengidentifikasi masalah penelitian yang memenuhi syarat,
(3) merumuskan pertanyaan penelitian, (4) menyatakan tujuan
penelitian dalam arti luas dan dalam arti khas, (5) membangun
hipotesis sebagai dasar pembentukan wadah guna menjawab
pertanyaan penelitian, (6) mengemukakan uraian teori secara
komprehensif dan mendalam atas tiap aspek yang relevan dengan
materi, (7) menyusun kerangka konseptual, dan (B) merancang
desain penelitian yang sesuai, lengkap dengan segala komponen
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
.*
Sudigdo Sastroasmoro dlek. 63
.'
64 Usulanpenelitian.
Dnrren PUsTAKA
1 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
Hall;1995.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical BooksMc Graw-Hill; 2001.
Doyal L. Informed consent in medical research: Joumals should not publish
res6arch to which patients have not given fully informed consent-wifrr three
exceptions. BMl. \997 ;31.4:1107.
4 Essex-Sorlie D. Medical biostatistics. Connecticut: Printice-Hall Int.;1995.
5 Greenhalgh T. How to read a PaPer: Statistics for the non-statistician.I-
Different type of data need different statistical tests. BMJ. 1997;315:364-6.
5 Hegde MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: Little,
Brown,1987.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Desigiring clinical research. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2007.
Wingo PA, Higgins ]F, Rubin GL, Zahniser SC. An epidemiologic approach to
reproductive health. Geneva: WHO;1991.
.*
S udigdo S as trmsmaro dkk 65
$fsd-d*sdr"
t
Bab 4-Pengukuran
t
AlanRTumbelakailkk. 67
i
68 Pmgukurnn
Srnrn PENGUKURAN
ll
Alan RTumbelaka dkk. 69
i
70 Pengukuran
Kotegorikol
Nominol bukon peringkot golongon doroh, iumloh, rofe,
ienis kelomin, risiko relotif,
ogomo, suku x2, uii Fischer
Numerik
lntervol peringkot dengon suhu tubuh, somo dengon
inlervol yong koefisien ordinol, ditom-
dopot diukur, inteligensi bch meon,
nomun tidok simpong boku,
mempunyoi uii-t, onovo,
titik
O olomioh reg resi-korelosi
{s
"i
Alan RTumbelaka dkk. 71
,,KERAS, DAN
Dma DATA,,LUNAK,,
Dalam kedokteran moderry banyak alat ukur mempergunakan
mesin yang canggih. Dengan kontrol kualitas yang ketat, mesin
tersebut dapat memberi hasil yang amat cepat dan akuraf banyak
di antaranya yang memberikan hasil dalam skala kontinu dengan
sistem digital atau dengan komputer, sehingga akan mengurangi
kesalahan perhitungan oleh pemeriksa. Data tersebut seringkali
dinamakan data keras (haril data), berlawanan dengan data lunak
(soft data) yang biasanya lebih subyektif (karena memerlukan
interpretasi) yang lebih sering menimbulkan bias atau variabilitas.
Contoh data lunak adalah keluhan pasien (misalnya nyeri), atau
hasil pemeriksaan yang memerlukan interpretasi (misal infiltrat
ringan, sedang, atau berat pada foto paru). Sebagian besar data keras
berskala kontinu (berat dalam gram, suhu dalam derajat), danbanyak
yang dapat diperiksa dengan mesin (kadar kolesterol, saturasi
oksigen). Akan tetapi data keras dapat pula berupa variabel berskala
nominal seperti hidup-meninggal, status perkawinan, suku/ras,
jenis kelamin.
Dalam penelitian dan dalam tata laksana pasien sehari-hari,
dokter seringkali dihadapkan pada data lunak. Contohnya adalah
rasa sakit, nyamary lesu, berdebar, ataupun kemampuan untuk
bekerja, yang bagi pasien sering lebih berharga ketimbang data
keras seperti ukuran tumor atau hasil rekaman elektrokardiografi.
Karenanya penilaian data lunak seringkali lebih manusiawi, dan
kecenderungan dokter untuk mengandalkan data keras dengan
menafikan data lunak menyebabkan penelitian dan juga praktik
kedokteran menjadi kurang manusiawi.
Selain itu, hasil pengukuran yang seringkali dianggap sebagai
data keras, seperti hasil patologi-anatomik juga sering berbeda bila
dibaca oleh dokter yang berbeda (inter-obserzter disagreement),
maupun oleh dokter yang sama yang memeriksa data yang sama
pada waktu yang berbeda (infua-obseraer ilisagreement),
Untuk mempertinggi validitas dan reliabilitas data lunak,
sebagian data lunak mungkin dapat'diperkeras' dengan beberapa
cara, antara lain dengan:
t
72 Pengukuran
Varu,q.sr PENGUKURAN
{m
I
AlanRTumbelakndkk. 73
Sumber Keierungon
Vqriasi pengukuron
lnstrumen Alot don coro pengukuron
Pemeriksq Orong yong mengukur
Vqriosi biologis
Podq sotu subyek Perubohon voriobel korenq
woktudon keodoon
Antor subyek Perbedoon biologis dori sotu
subyek ke subyek loinnyo
Vnnrasr Brolocrs
Variasi biologis sangat memengaruhi hasil pengukuran. Tekanan
darah yang diukur setelah pasien berlari sangat berbeda dengan bila
dilakukan setelah pasien berbaring selama 5 menit. Demikian pula
kadar zat kimia tertentu menunjukkan hasil yang berbeda bila diukur
pada waktu yang berbeda, misalnya siang dan malam hari (irama
sirkadian). Hal serupa bahkan terjadi pada tinggi badan; pada pagi
hari setelah bangun tidur orang lebih tinggi beberapa milimeter
ketimbang pada malam hari.
t
74 Pengukuran
KraNnaraN
Istilah lain untuk keandalan adalah keterandalan, reliabilitas,
reprodusibilitas, presisi, ketepatan pengukuran Suatu pengukuran
disebut andal, apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir
sama pada pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang. Kateter
intrakardiak memberikan nilai tekanan ruang jantung yang lebih
kurang tetap (keandalannya baik), sedangkan kuesioner untuk
mengukur kualitas hidup sering memberikan nilai yang berbeda
bila dilakukan berulang-uiang (keandalannya kurang). Ketepatan
alat ukur ini sangat berpengaruh terhadap kekuatan penelitian.
Pengukuran yang makin tepat pada besar sampel tertenfu mempunyai
nilai yang makin baik untuk memperkirakan nilai rerata (mean) serta
untuk menguji hipotesis.
Keandalan suatu pengukuran dipengaruhi oleh kesalahan acak
(random error);jadi kesalahan yang terjadi bersifattidak sistematis,
berbeda dengan validitas pengukuran yang bersifat sistematis.
Apabila kesalahan acaknya makin besar, berartinpengukuran tersebut
kurang andal. Dalam proses pengukuran terdapat 3 jenis variabilitas
yang berperary yakni aariabilitas pengamat, aariabilitas subyek, dan
o ariabilit as instrumen.
Variabilitas pengamat menunjukkan variabilitas yang terjadi
pada pemeriksa, misalnya pemilihan kata pada wawancara, atau
keterampilan tangan seseorang dalam mengoperasikan alat ukur.
t
AlanRThmbelakadk'k. 75
.i
76 Pengukuran
t
Alan RTumbelakn dkk. 77
Dr. P
Tidok
Normql 9o b7 16
Dr. Q
Tidok 4c d r0 14
Jumloh r3 17 30
im
.r
78 Pengukuran
2 Pelatihan pengukul
Pelatihan yang memadai hampir selalu memperbaiki kinerja para
pengukur. Bila perlu diberikan sertifikat yang menunjukkan bahwa
yang bersangkutan telah dilatih dan cakap melakukan pengukuran.
t
AlanRTumbelakadkk. 79
3 Penyempurnaan instrumen
Banyak peralatan mekanis atau elektrik yang dapat diatur untuk
mengurangi variabilitas pengukuran. Demikian pula kuesioner atau
bahan wawancara perlu ditulis dengan jelas untuk menghindarkan
ketidakpastian makna.
4 Automatisasi
Variasi pada pemeriksaan secara bermakna dapat dikurangi apabila
instiumen dapat dibuat automatis. Harus selalu diingat bahwa
automatisasi sangat mengandalkan presisi pada saat dilakukan
automatisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebih baik daripada bila
dilakukan oleh secara manual.
5 Pengulangan pengukuran
Kesalahan acak dapat dikurangi apabila dilakukan pengulangan
pengukuran; tentu dengan konsekuensi adanya tambahan biaya,
waktu, serta pelaksana penelitiary yang harus diperhitungkan oleh
peneliti. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat suatu fenomena
statistika yang disebtt regression to the lnean, yang dapat dijelaskan
dengan ilustrasi berikut ini.
Apabila seorang pasien diukur tekanan darahnya dan hasilnya
tinggi, maka apabila dilakukan pengukuran ulangan nilai tekanan
darah tersebut cenderung lebih rendah daripada hasil pengukuran
pertama, mendekati nilai rerata pada populasi. Demikian pula
sebaliknya, apabila pada seseorang dilakukan pengukuran dan
hasilnya rendah maka pada pemeriksaan ulang hasilnya akan
cenderung lebih tinggr, yakni mendekati nilai normal.
Fenomena ini merupakan salah satu hal yang harus dihindarkan
pada penelitian klinis apa pun" khususnya pada uji klinis. Pada
pemberian obat untuk menirrunkan tekanan darah, misalnya,
penurunan tekanan darah itu harus dipastikan bukan merupakan
fenomena regression to the meen; hal ini dapat disingkirkan dengan
cara membandingkannya dengan kelompok kontrol yang dipilih
dengan cara yang benar.
il
i
80 Pengukuran
n Kes*ruraN
rf lr"
AlanRTumbelakailkk. 81
J| ico
82 Pengukuran
pembacaan hasil foto Rontgen atau USG. Prosedur ini biasa disebut
dengan istilah penyamaran atau blinding. Pada penelitian uji
diagnostik, satu variabel diukur dengan 2 carayang berbeda (misal
keganasan nodul tiroid ditentukan dengan USG dan pemeriksaan
patologi anatomik pada setiap subyek). Harus diusahakan pemeriksa
USG tidak mengetahui hasil pemeriksaan patologl dan sebaliknya.
Dalam uji klinis, upaya untuk mengurangi bias dapat dilakukan
penyamaran tunggal atau penyamaran ganda; yang terakhir ini
dianggap sebagai cara yang terbaik untuk menilai efektivitas terapi
dalam uji klinis, oleh karenanya sangat dianjurkan bila mungkin.
Penyamaran memang memberi nilai positif, namun sayangnya
tidak pada semua keadaan penyamaran dapat dilakukan. Misalnya
untuk menguji efektivitas terapi medikamentosa dibanding dengan
pengobatan bedah, tentu tidak mungkin dapat dilakukan penyamaran.
3 Kalibrasi alat
Melakukan kalibrasi alat ukur'secara berkala sangat dianjurkan
dalam proses penelitiary khususnya untuk alat ukur yang bersifat
mekanis atau elektrik. Keputusan untuk meningkatkan keandalan
dan kesahihan alat ukur tergantung pada pertimbangan peneliti
atas hal-hal berikut:
rl
AIan RTumbelaka dkk. 83
i
84 Pangukuran
akal sehat (mmmon sense) atau intuisi terhadap variabel yang sulit
diukur. Untuk mengukur kualitas hidup para responden, peneliti
dapat memperkirakan dengan menggunakan hubungan subyek
dengan keluarga dan tetanggt ataudengan cara yang lain. Variabel
yang digunakan sebagai penduga variabel yang sulit diukur ini
dinamakan proxy. Hal tersebut sepenuhnya bergantung pada
peneliti, natnun alasan atau pembenaran unfuk menggunakan alat
ukur proxy tersebut harus dijelaskan atau didiskusikan.
Tingkat sosial-ekonomi sering sulit apabilahanya diukur dengan
jumlah penghasilan resmi per bulan. Dalam masyarakat banyak
pegawai kecil yang mernpunyai gajiyang kecil (yang biasanya
disebut apabila ditanya berapa penghasilannya) namun dapat
hidup layak. Ini berkaitan dengan kegiatan lain di luar pekerjaan
resminya. Bila gaji digunakan sebagai standar, hasilnya tidak
sesuai dengan kenyataan. Untuk mengatasi hal ini dapat dibuat
proxyt misalnya kepemilikan sepeda motor sebagai penanda
tingkat sosial ekonomi sedang, dan seterusnya.
i
AlanRTumbelakadkk. 85
Nildi sebenarnya
trtr trtr
(b)
b
b
an
b
"Ut
b
d
Gambar 4-2 (al dan (b). Ilustrasi hubungan antara keandalan dan
kesahihan pengukuran pada pengukuran yang dilakukan berulang
kali. Pengukuran A yang memberi variasi yang sempit (keandalannya
baik) dan reratanya dekat dengan nilai sebenamya (kesahihannya
baik). Pengukuran B memberikan variabilitas nilai yang lebar
(keandalannya kurang) namun nilai reratanya dekat dengan nilai
sebenamya (kesahihannya baik). Pengukuran C memberi variabilitas
yang sempit (keandalannya baik) namun rerata hasil pengukuran
menyimpang dari nilai yang sebenarnya (kesahihannya kurang).
Pengukuran D memberi variabilitas nilai yang lebar (keandalannya
kurang) namun nilai reratanya menyimpang dari nilai sebenamya
(kesahihannya kurang).
{r
i *u
86 Pengnkurun
Dnrran PUSTAKA
il
J)
AlanRTumbelakadkk. 87
t
Bab 5 - Pemilihansubyek
penelitian
Sudigdo Sastroasmoro
PopurRsl
Istilah populasi dalam bahasa sehari-hari dihubungkan dengan
penduduk atau jumlah penduduk di suatu tempat atau negara.
Dalam penelitian, istilah populasi memiliki pengertian tersendiri.
&
.r
Sudigdo Sastroasmoro 89
Popuresr TARGET
i
90 P emilihan s uby ek p enelitian
Popuresl TERIANGKAU
Populasi terj.angkau (accessible population) disebut pula populasi
sumber (source population) adalah bagian populasi target yang
dapat dijangkau oleh peneliti. Contoh: Pasien morbus Hansen yang
berobat di RS Dwikora pada tahun 1999. Dengan kata lain populasi
terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat
dan waktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel, yang terdiri
atas subyek yang akan langsung diteliti.
Snupnr
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam
kepustakaan sering istilah populasi dipakai secara salah, misalnya:
populasi pasien yang diteliti ini terdiri atas 100 anak berusia di bawah
5 tahun yang berobat di poliklinik XyZ. Dalam hal ini sebenarnya
yang dimaksud adalah sampel. Istilah keliru lainnya adalah "populasi
sampel"; istilah ini agak rancu, karena itu sebaiknya dihindarkan.
i
Sudigdo Sastroasmoro 91
J} *n
92 P emilihan suby ek p enelitian
t
Sudigdo Sastroasmoro 93
KARAKTERISTIK CONTOH
Dibatasi oleh
karakteristik Osteoporosis
klinis dan pasca-menopause
_( demografis
I vutiuitu, I I
IL------------r
etsterna tt I 1
Perempuan pasca-
L Dibatasi oleh menopause di
tempat dan waktu RSCM, tahun 2005
( (100 pasien)
I vrtiai,r, I I
I etsternat I'1
Diplih secara
t random dari
60 pasien
osteoporosis
.( populasi terjangkau
pasca-menopause
I vutioitu, I ']I
I int.,nu |
Subyek yan
t menyelesaikan
54 pasien
osteoporosis
prosedur
pasca-menopause
penelitian
il
.f
94 P emilihan suby ek p enelitian
dipilih dengan cara yang benar, dan tidak banyak subyek yang
menolak berpartisipasi? Cara pemilihan subyek yang dapat
dianggap'mewakili populasi dapat dilihat dalam uraian di bawah.
3. Apakah populasi terjangkau dapat mewakili populasi target? Ini
merupakan pertanyaan yang menyangkut kesahihan eksterna
yang kedua. Bila populasi target adalah pasien pertusis di bawah
1 tahun (di manapun pasien berada), pertanyaannya apakah pasien
pertusis di bawah usia 1 tahun di RSCM dapat dianggap mewakili
pasien pertusis di bawah usia 1 tahun di luar RSCIIA di Jakarta, di
Indonesia, di seluruh dunia? Jawaban terhadap pertanyaan ini
umumnya tidak dilakukan dengan perhitungan, namun dengan
clinicnl judgment serta common sense, yang bergantung kepada
substansi penelitian. Contoh: penelitian tentang kontraksi ventrikel
kiri dengan ekokardiografi pada bayi baru lahir sehat di RSC\A
secara colnmon sense dapat dianggap mewakili bayi baru lahir sehat
di Indonesia. Namun faktor risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner pada pasien di RSCI\A secara common sense trdak
dapat dianggap mewakili populasi pasien yang sama di Amerika
Serikat atau di Iran.
Jadi dalam menginterpretasi hasil penelitian kita tidak hanya
melihat angka-angka, namun juga harus menyertak an clinical
judgment dan akal sehat.
t
Sudigdo Sastroasmoro 95
A Pnonannrrv SAMPLING
.*
96 P emil ihan suby ek p eneliti an
b. Systematic sampling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek
yang dapat dipili[ setiap subyek nomor ke-sekiah dipilih sebigai
.r
Sudigdo Sastroasmoro 97
sampel. Bila ingin diambil 1/n dari populasi, maka tiap pasien ke-
n dipilih sebagai sampel. Jadi, seperti pada random sampling, setiap
subyek yang memenuhi kriteria untuk dipilih diberi bernomor.
Contoh
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling
sistematik; berarti diperlukan 201200 = 1.ll0 bagian dari
populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel, karena
itu setiap pasien ke-10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek
diberi bernomo4, dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien yang
ke-10 diambil sebagai sampel. Penentuan angka awal juga
seyogianya dilakukan secara acak, misalnya dengan cara
menjatuhkan ujung pinsil ke deretan angka pada tabel angka
random. Bila diperoleh adalah angka awal 3, maka yang
diikutsertakan dalam sampel adalah pasien nomor 3,13,23,
33, 43, 53, 63, 73, 83, 93, dan seterusnya.
Contoh
Ingin diketahui insidens miokarditis difterika pada pasien
yang berusia 0 sampai 10 tahun. Dari penelitian terdahulu
diketahui bahwa pada anak di bawah 5 tahun kenaikan
SGOT lebih nyata (330 U) dibandingkan dengan anak di atas
5 tahun (rata-rata 100 U). Bila diambil L00 anak dari 0 sampai
t
98 P emilihan suby ek p enelitt an
d Cluster sampling
Pada cluster snmpling sampel dipilih secara acak pada kelompok
individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misal wilayah
(kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisienbila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh populasi
tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengansimple random sampling
sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Contoh
Ingin diketahui karakteristik bayi dengan atresia bilier di
rumah sakitpendidikan di seluruh Indonesia. Bila diinginkan
hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit
tersebut, dilakukan c/zster sampling, yaitu dengan melakukan
random sampling pada tiap rumah sakit, kemudian baru dalam
analisis akhir data dari semua rumah sakit dijumlahkan.
Pada survai komunitas sering dilakukan tzno stage cluster sampling,
seperti contoh berikut:
Misalnya kita ingin meneliti kejadian karies dentis pada anak
sekolah diJakarta. Dibutuhkan 5000 subyekyang diharapkan
dapat mewakili anak sekolah di |akarta. Dari daftar sekolah
di Kanwil Depdiknas DKI, diambil secara random sejumlah
100 sekolah dasar. Pada ke-100 sekolah dasar tersebut, dari
tiap sekolah dipilih 50 orang siswa dengan cara random
sampling. Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada satu
clusterbiasanya subyeknya lebih kurang homogen. Misalnya,
daerah tertentu cenderung untuk dihuni penduduk dengan
tingkat sosial ekonomi yang tidak terlalu berbeda mencolok,
meskipun biasanya tenfu saja tidak benar-benar homogen.
t
Sudigdo Sastroasmoro 99
B Noru-PRoBABrLny IAMPLTNG
Non-probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang
lebih praktis dan mudah dilakukan daripada probability sampling,
karenanya dalam penelitian klinis lebih sering digunakan daripada
probability sampling. Namun perlu diingaf karena semua prosedur
statistika berdasarkan pada asumsi umum bahwa sampel diambil
secara probability sampling (khususnya random sampling), maka
kesahihan sampel non-probability terletak pada berapa benar
karakteristik sampel yang dipilih dengan cara lain akan menyerupai
karakteristik sampel bila pemilihan dilakukan dengan cara prob ability
sampling.
Consecutiae sampling, conaient sampling, dan judgmental sampling
merupakan 3 jenis non-probability sampling yang paling sering
digunakan dan diuraikan di bawah.
a Consecutioe sampling
Pada cnnsecutiae sampling, semua subyek yang datang secara berurutan
dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Consecutioe sampling ini
merupakan jenis non-probability sampling yar.g paling baik, dan
seringkali merupakan carayang termudah. Faktanya sebagian bes4r
penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan subyeknya dilakukan
dengan teknik ini.
Agar hasil pemilihan subyek dengan consecutiae sampling dapat
menyerupai hasil dengan probability sampling, maka jangka waktu
pemilihan pasien atau subyek penelitian harus tidak terlalu pendek,
terutama untuk penyakit yang dipengaruhi oleh musim. Conlohnya,
pengambilan pasien demam berdarah dengue pada bulan-bulan
Agustus dan September mungkin tidak mewakili karakteristik
pasien demam berdarah dengue pada umumnya, karena puncak
insidens penyakit ini biasanya terjadi antara bulan April-Juni, dan
karakteristik pasien pada puncak insidens biasanya tidak sama
dengan pada bulan-bulan lain. Untuk jenis penyakit yang tidak
dipengaruhi oleh musim hal tersebut dapat diabaikan.
.t
100 P emilihan s uby ek p en eliti an
b Comtenient sampling
Cara ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun
juga sekaligus merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini
sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga jarang dapat
dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apalagi populasi
target penelitian.
Contoh
Ingin diketahui kadar imunoglobulin pasien penyakit jantung
bawaan (PJB). Ditetapkan besar sampel 40. Peneliti, suatu hari
mengambil 8 kasus di poliklinik jantung. Kemudian ia cuti,
dan wakfu masuk kembali, kalau tidak rapat atau memberi
kuliah ia mengumpulkan lagi pasien sampai mencapai 40. Cara
ini mudalv namun subyek terpilih tidak mewakili pasien PIB
yang berobat di poliklinik tersebut. Dalam keadaan tertentu,
bila variabilitas nilai pada subyek penelitian tidak berbeda besa4
maka hasilyang diperoleh dapat dianggap representatif untuk
populasi target, misalnya pada penelitian untuk memperoleh
nilai-nilai normal (contoh: ukuran ginjal pada bayi baru lahi1,
dimensi ruang janfung dengan cara ekokardiografi pada orang
dewasa normal).
tt
!,
Sudigdo Sastroasmoro 101
Dnrrnn PUsTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3.
Boston: Lange Medical Books[VlcGraw Hilf 2001.
Elwood JM. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical
trials. Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1998.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB,
penyrinting. Designing clinical research - an epidemiologic approach.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins, 2007.
Koapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics. Penn
sylvania: Harwal Publishing Co, 1992.
J| L'
102 P emilihan suby ek penelitian
ffi
J}
Sudigdo Sastroasmoro 103
## *"s
s g@##*&@-ffi.ffi
.t 6at
Bab 6 -Desain penelitian
i {|t
Husein alatasdkk 105
.r
106 Desainpenelitian
.t t*u
Huseinalatas dkk 107
u
"* t;i
108 Desainpenelitian
Jt
Husein alatas dkk 109
J)
110 Desainpenelitian
Desoin peneliticn
Observqsionol lnlervensionol
A PENnTmIAN oBSERVASToNAL
j|
Husein alatas dkk 111
dn
J|
112 Desainpenelitian
relaps sering adalah tidak efektif. Keadaan serupa dijumpai pada obat
atau prosedur pengobatan lain. Karenanya pada saat ini dapat dibuat
simpulan umurn bahwa studi observasional atau uji klinis yang tidak
dirandomisasi cenderung untuk melebih-lebihkan efek suatu obat atau
pengobatan dibanding dengan uji klinis dengan randomisasi. Namun
harus diakui terdapat cukup banyak prosedur pengobatan yang tidak
didasarkan atas uji klinis dengan randomisasi, baikkarena jumlahkasus
yang sedikit masalah teknis, atau masalah etika,
t
Husein alatas dkk 113
Srunr KASUS-KoNTRoL
Berbeda dengan studi cross-sectionnl, pada studi kasus,kontrol
observasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel tergantung
tidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuran
variabel tergantung, yakni efek, sedangkan variabel bebasnya dicari
secara retrospektif; karena itu studi kasus-konkol disebut sebagai studi
longitudinaf artinya subyek tidak hanya diobservasi pada satu saat tetapi
diikuti selama periode yang ditentukan.
t
114 Desainpenelitian
Sruor KoHoRT
Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang mulai dengan
identifikasi efek, pada penelitian kohort yang diidentifikasi lebih
dahulu adalah kausa atau faktor risikonya kemudian sekelompok
subyek (yang disebut kohort) diikuti secara prospektif selama
periode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya efek.
i
Husein alatas dkk 115
i ta*
t
116 Desainpenelitian
Cross sectional
: ;..-;.l-lli
i..t::.:lj:,t.t; t:,t:'l::,i,1:.::i::l::,l::l:::::lia:l:.:l:.
i!
l.:. r,
t'.
::.'i.i::,1 :ll:l ll:''l:.:,:,,1i:::.rl :'!:,i;:i;:i:t.ll':1i1..:,;.r::.
-,
-
f t """" r"" ;pktif '>' :.
--]]---
-,,--'t' :
PgNnUTIAN EKSPERIMENTAL
.t arl -
Husein alatas dkk 117
Jl
118 Desainpenelitian
fi
i ,.1 u
Husein alatas dkk 119
t
120 Desainpmelitian
Asmo dini
Yo 80 300 380
Formulo dini
20
.i
Husein alatas dkk 121
Asmq dini
Yo Jumloh
37 'r8 55
Formulo dini
r3 32 45
Jumloh 50 50 r00
Asmq dini
Tidok Jumloh
Yo r00 300
Formulq dini
Tidok 700
sebelum usia 1 tahun. Bila dari 300 bayi yang diberi formula
dini 100 menderita asma (insidens = 100/300), dan dari 700
yang tidak diberi formula 50 menderita asma (insidens 50/
700), dapat dihitung relatif (RR) pemberian formula yakni
sebesar 100/300 :501700 = 4,67 (IK 95% 3,42 sampai 6,97).
Gambar 5-5.
.i
122 Desainpenelitinn
Asmq dini
Tidok Jumloh
40 l0 50
Formulo dini
Tidok 50
46 54 r00
.,
Husein alatas dkk 123
kali lebih besar ketimbang yang tidak diberi formula dini. Rasio
odds sebesar 5,01 ini mempunyai interval kepercayaannya; bila
interval kepercayaan 95"/" antara 1,98 sampai 13,1,3 berarti pada
populasi yang diwakili oleh sampel, risiko pemberian formula dini
pada neonatus untuk kejadian asma dini 95% terletak antara 2
sampai 13. Apabila rasio odds <1 maka faktor yang diteliti justru
merupakan faktor protektif. Baik faktor risiko maupun faktor
protektif, bila interval kepercayaannya mencakup angka 1 berarti
ia bukan merupakan faktor risiko / protektif yang sebenarnya;bila
dilakukan uji hipotesis akan diperoleh nilai p>0,05 - artinya hasil
yang diperoleh tersebut cukup besar kemungkinannya semata-
mata disebabkan oleh faktor peluang.
Tiap desain mempunyai sisi positif dan negatil kelebihan dan
kekurangannya. Pada umumnya, dilihat dari segi biayayangpaling
murah ialah desain cross-sectional, diikuti oleh studi kasus-kontrol,
studi kohort, dan yang termahal adalah studi eksperimental.
Namun bila dilihat dari kuatnya hubungan sebab-akibat, hal yang
sebaliknya terjadi: desain terkuat adalah studi eksperimental,
diikuti oleh studi kohort, kasus-kontrol, dan studi cross-sectional
Hal ini terutama karena pada studi eksperimental pelbagai jenis
variabel yang diukur atau diintervensi dapat dikontrol terhadap
terjadinya pelbagai jenis bias.
Akhir-akhir ini beberapa analisis menyebutkan bahwa studi
non-eksperimental (biasanya studi kohort atau kasus-kontrol) yang
dilakukan dengan baik dengan jumlah subyek yang besar dapat
memberi hasil yang sebanding dengan studi eksperimental. Namun
hal itu tidak meniadakan pernyataan bahwa studi eksperimental
lebih memberikan hasil dengan tingkat kesahihan yang lebih tinggi
daripada desain observasional analitik.
Uraian yang rinci pelbagai jenis desain tersebut, penerapannya
dalam penelitian, perlunya dihitung perkiraan besar sampel dan
lain-lain dapat dipelajari dalam bab-bab berikut. Pada akhirnya
pemilihan desain studi ditentukan oleh banyak hal, terutama pada
hipotesis atau tujuan penelitian, tingkat kesahihan yang akan
dicapai, serta fasilitas, sumber daya manusia, wakfu, serta biaya
yang tersedia.
i
124 Desainpenelitian
Tnal,rs ra rr o N AL REsEAR cH
Selain jenis-jbnis desain yang telah diulas di atas, juga dikenal desain
uji diagnostik (yang pada dasarnya adalah studi cross-sectional -
lihatlah Bab 1\), studi kesintasan (dapat observasional atau
intervensi - Bab L2), dan meta-analisis (Bab 13). Meta-analisis,
meski cikal-bakah:rya sudah lama dikenal,baru berkembang dalam
pustaka kedokteran dalam 2-3 dasawarsa terakhir. Meta-analisis
merupakan suatu rangkuman kuantitatif hasil studi terdahulu
dengan menggunakan teknik statistika khusus. Meta-analisis
digolongkan dalam penelitian observasional analitik yang bersifat
retrospektif. Studi kualitatif, meskipun tidak dilakukan sebanyak
studi kuantitatif dapat dilihat ikhtisarnya pada Bab L4.
Semua jenis penelitian di atas merupakan penelitian terapan,
yang melanjutkan penelitian ilmu dasar baik dalam laboratorium
in aitro maupun penelitian dengan hewan coba. Semua jenis
penelitian kedokteran, baik penelitian dasar, klinis, maupun
komunitas akhirnya harus berujung pada peningkatan kualitas
pelayanan kedokteran. Penjabaran temuan ilmiah dari penelitian
ilmu dasar ke ranah aplikasi klinis, dan akhimyaperbaikankesehatan
masyarakat merupakan tujuan utama penelitian kedokteran. Namun
ini terbukti tidak dapat mudah dicapai. Para penyandang dana,
baik pemerintah maupun perusahaan farmasi, telah menghabiskan
dana luar biasa besar untuk penelitian dasar, namun nilai
pengembalian investasi sangat jauh dari sasaran yang diharapkan.
Sebagai contoh, The National Institute of Health (NIH) USA telah
mengeluarkan dana hampir 15 milyar dolar untuk riset dasar pada
tahun 2009, tetapi laju translasi penelitian ke dalam praktik klinis
sangat lambat dan rendah. Suatu studi menunjukkan bahwa dalam
20 tahun terakhir, kurang dari 25o/" temuan penting riset biomedis
dilanjutkan sebagai uji klinis dan kurang daril}"h yang kemudian
diterapkan dalam praktik klinis. Selain itu, walaupun suatu jenis
terapi telah dibuktiNan memiliki efek positif, penerapannya tidak
lakukan secara universal dalam praktik klinis, seperti pemberian
obat penghambat beta setelah infark miokard atau obat penurun
kolesterol pada penyakit jantung koroner.
Jl
Husein alatas dkk 125
i
126 Desainpenelitian
il
"i i*o
Huseinalatas dkk 127
RlNcrRseu
Secara tradisional, riset dalam bidang kedokteran dan kesehatan
seringkali dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu riset dasar
(disebut juga riset fundamental atau riset murni) dan riset terapan.
Riset dasar bersifat lebih spekulatif dan memerlukan waktu lama
(seringkali dalam hitungan dasawarsa) untuk diterapkan dalam
konteks praktis namun kadang mampu menghasilkan temuan
fenomenal yang menyebabkan pergeseran paradigma praktis.
Sebaliknya riset terapan memiliki implikasi langsung terhadap
praktik tetapi seringkali hanya menghasilkan perbaikan bertahap
dan bukan suatu terobosan radikal.
Dikotomi riset dasar dan terapan ini menyulitkan pembentukan
tim multidisiplin yang diperlukan untuk keberhasilan penelitian
translasional. Riset translasional berusaha membebaskan diri dari
domain dasar dan terapan ini sehingga dapat diterapkan secara
lebih umum. Pada riset translasional interaksi antara riset akademis
dan praktik pelayanan kesehatan/industri ditingkatkan. Para
praktisi dapat membantu pembentukan agenda riset dengan
memberi informasi mengenai masalah apa yang sebenarnya
dihadapi dan memerlukan pendekatan dengan riset translasional.
Seperti telah disebut, pendekatan riset terapan hanya menghasilan
perbaikan masalah kesehatan yang sedikit.
Darrnn PUsTAKA
Abramowics M, Barnett Hl, Edelmann CMIR. Controlled trial of azathioprine
in children with nephrotic syndrome. The report of The Intemational Study
of Kidney Diseases in Children. Lancet. 7970;2:959-6L.
Azwar A, Prihartono, ]. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan
masyarakat. ]akarta: Binarupa Aksara, L987.
Campbell Dl Stanley jC. Experiitrental and quasi-experimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.
4 Doll R, Hill AB. Mortality in relation to smoking: Ten-year observation of
British doctors. BMI 1964; 1399-450.
5 Dougherty D, Conway PH. The "3T's" road. map to transform US health
care: the "how" of high-quality care, iAMA. 20[,8;299:2379-2321.
J) *u
128 Desainpmelitian
.f *u
Husein alatas dkk 129
F,f@
Desoin penalition merupokan rencqno penelition sebagoi
sorono bogi peneliti untuk memperoleh jowobon atas
pertonyoon penelitian otou menguji validitos hipotesis.
.r
Bab 7 - Strrdi cross-sectionsl
fi
.* &u
Muhamad Vin ci Ghaz ali dkk. 131
il
i ,4"
132 Studi cross-secfional
J| t*u
Muh am ad Vin ci Gh az ali dkk. 133
a - efek (+)
b - efek (-)
Faktor risiko
c - efek (+)
d - efek (-)
Yo Tidok Jumloh
o*b
Foklor
risiko Tidok c4d
rf thu
134 Studi crws-sectiannl
&
i
Muham ad Vn ci Gh azali dkk. 135
4 MnrexsArvAra{N PENGUKURAN
Pengukuran'variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung
(efek, atau penyakit) harus dilakukan sesuai denganprinsip-prinsip
pengukuran (lihat uraian dalam Bab a).
Pengukuran faktor risiko. Penetapan faktor risiko dapat dilakukan
dengan pelb agai cara,bergantung pada sifat faktor risiko. Pengukuran
dapat dilakukan dengan kuesioner, rekam medis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan fisis, atau prosedur khusus. Bila faktor
risiko diperoleh dengan wawancara, mungkin diperoleh informasi
yang tidak akurat atau tidak lengkap, yang merupakan keterbatasan
studi ini. Karena itu maka jenis studi ini lebih tepat untuk mengukur
faktor-faktor risiko yang tidak berubah (variabel atribut), misalnya
golongan darah,jenis kelamiry atau F{LA.
Pengukuran efek (penyakit). Terdapatnya efek atau penyakit
tertentu dapat ditenfukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisis, atau
pemeriksaan khusus, bergantung pada karakteristik penyakit yang
dipelajari. Cara apapun yang dipergunakary harus ditetapkan kriteria
diagnosisnya dengan batasan operasional yang jelas. Harus selalu
diingat hal-hal yang akan mengurangi validitas penelitian, termasuk
subyek yang tidak ingat akan timbulnya suatu penyakit terutama
pada penyakit yang timbul secara perlahan-lahan. Untuk penyakit
yang mempunyai eksaserbasi atau remisi, penting untuk menanyai
subyek, apakah pernah mengalami gejala tersebut sebelumnya.
5 Msrcexnusrs DATA
Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang
diteliti dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan
data. Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis
untuk memperoleh risiko relatif: Hal yang terakhir inilah yang lebih
sering dihitung dalam studi cross-sectional untuk mengidentifikasi
faktor risiko.
Yang dimaksud dengan risiko relatif pada studi uoss-sectional
adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada
i
136 Studicross-sectional
Interpretasi hasil
1 Bila nilai rasio prevalens = L berarti variabel yang diduga
sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya
efek, atau dengan kata lain ia bersifat netral. Misalnya semula
diduga bahwa pemakaian kontrasepsi oral pada awal kehamilan
il
.r
Muham ad Vinci Ghaz ali dkk. 137
.t (*o
138 Studi cross-sectional
il
J)
Muhamad Vnci Ghazali dkk. 139
4 Pengukuran
Faktor risiko: ditanyakan apakah di rumah subyek digunakan
obat nyamuk semprot.
Efek: dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subyek
tersebut menderita BKB.
5 Analisis
Hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel 2x2
(Gambar 7-3). Pada Gambar 7-3 terdapat 100 anak yang terpajan
obat nyamuk semprot, 30 anak di antaranya menderita BKB
(prevalens BKB pada kelompok terpajan obat nyamuk = 30/100 =
0,3). Terdapat L50 anak tidak terpajan obat nyamuk, 15 di antaranya
menderita BKB (prevalens BKB kelompok tidak terpajan obat
nyamuk : 15/150 = 0,1). Maka rasio prevalens : 0,310,1= 3.0.
Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan rasio prevalens
(RP) tersebut. Pada data hipotesis kita nilai interval kepercayaan
95% RP tersebut selalu di atas nilai 1 (yakni antara 1,,70 sampar
5,28), artinya dalam populasi 95% RP terletak di antara 1.,70 sampai
5,28 sehingga dapat disimpulkan bahwa benar penggunaan obat
nyamuk semprot merupakan faktor risiko untuk terjadinya BKB
pada anak. Namury meski (pada data lain) RP-nya 3, bila interval
kepercayaan mencakup angka 1 (misalnya antara 0,9 sampai 6,7),
maka penggunaan obat nyamuk semprot belum dapat dikatakan
.*
140 Studi cross-sectional
BKB
Yo Tidok Jumloh
Yo 30 70 100
Obol nycmuk
Tidok l5 r35 150
secara definitif sebagai faktor risiko. Ini dapat disebabkan oleh dua
hal: (1) obat nyamuk semprot memang bukan merupakan faktor
risiko terjadinya BKB pada anak balita, atar (2) jumlah subyek yang
diteliti kurang banyak; bila ini yang terjadi, maka penambahan
jumlah subyek pasti akan mempersempit interval kepercayaan.
Dari contoh tersebut tampaklahbahwa pada rancangan penelitian
cross-sectional flaktor prevalens adalah penting. Prevalens ialah
proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu (kasus lama
dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan
penelitian kohort yang berarti proporsi subyek yang semula sehat
kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam periode tertentu.
Walaupun istilah prevalens sering dihubungkan dengan penyakit,
tetapi dapat juga diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya
prevalens dari faktor risiko, atau faktor lain yang akan diteliti.
Prevalens sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk
mengetahui berapa banyak penduduk yang terkena penyakit
tertentu dan juga penting di klinik untuk mengetahui penyakit yang
banyak terdapat dalam suatu pusat kesehatan.
fi
i a*u
Muham ad Vnci Ghazali dkk. 141
il
J)
142 Studi cross-sectional
Kelebihan
1 Keuntungan yang utama desain cross-sectional adalah desain ini
relatif mudatu murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
2 Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum,
tidak hanya pasien yang mencari pengobatan, dengan demikian
maka generalisasinya cukup memadai.
fi
i
Muham a d Vin ci Ghaz ali dl*. 143
a
J Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
4 Jarang terancam loss to follow-up (drop out).
5 Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian
kohort atau eksperimery tanpa atau dengan sedikit menambah
biaya.
Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang
bersifat lebih konklusif. Misalnya suatu laporan cross-sectional
tentang hubungan antara kadar HDL kolesterol dan konsumsi
alkohol dapat merupakan dasar studi kohort (atau uji klinis)
untuk dapat memastikan adanya hubungan sebab akibat.
Kekurangan
1 Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan
data risiko dan efek dilakukan pada satu saat yang bersamaan
(temporal relationship tidak jelas). Akibatnya seringkali tidak
mungkin ditentukan mana penyebab dan mana akibat (dilema
telur dan ayarn, horse and cart). Misalnya hubungan kausal
antara diare dan malnutrisi tidak dapat ditentukan pada studi
prevalens, karena diare kronik dapat menyebabkan terjadinya
malnutrisi, sebaliknya malnutrisi juga dapat menyebabkan
sindrom malabsorbsi dengan gejala diare kronik.
2 Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek dengan masa
sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit pendek,
karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal
mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring. Bila
karakteristik pasien yang cepat sembuh atau meninggal berbeda
dengan yang mempunyai masa sakit panjang, dapat terjadi bias,
yakni salah interpretasi hasil penelitian.
3 Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila
variabel yang dipelajari banyak.
4 Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun
prognosis.
5 Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya
kanker lambung, karena pada populasi usia 45-59 tahun
J)
144 Studi cross-sectional
Dnrran PUSTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw-Hill, 2001.
Durham WH. Air pollution and student health. Arch Environ Health. 1974;
1 6:853-51.
Fleiss |L. Statistical methods for rates and proportions. Edisi ke-2. New York:
John Wiley,1981.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
5 Lambert PM. Smoking, air pollution, and bronchitis. Lancet. 1970;1:853-7.
5 Sackett DL, Wenberg jE. Choosing the best research design for each
question. BMI. 1997 ;735:1636.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &Hall;1999.
4e
.*
Muhamad Vinci Ghazali dkk. 145
Pf*e-;fu
Secoro umum studi cross-sectional merujuk pado
penelition yong tidok mempunyoi dimensi woktu; pengukunon
pelbogoi voriobel dilokukon sofu kali.
Desoin cross-sectional dapot dipakoi untuk studi deskriptif,
studi komparotif , studi etiologik otau foktor risiko.
Podo studi etilogik, studi cross- sectionalmencari hubungon
ontaro vor iobe I bebos (ris i ko) dzngan var iabel tergontu ng
(ef ek). Bilo foktor risiko serto ef ekberskalo nominol
dikotom, dopat diperoleh rasio prevolens, yaitu
perbondingon ontoro prevolens efekpada kelompok dengon
risiko don poda kelompok tonpo risiko.
Rosio prevolens = 1 menunjukkon bahwo voriobel bebos yong
ditelitibukon merupokan foktor risiko. Rosio pravolens >1
menunj u kkon bohwo vor iobel independen tersebut
merupokon foktor risiko, dan bilo rosio prevolens kurang
dori 1 berorti voriobel tersebut merupakon foktor protektif.
fntervol kepercoyoon horus diserfokon untuk menyingkirkon
kemungkinon intervol rosio prevclens mancakup angko 1,yong
berorti dolom populosi, voriobel independen belum tentu
merupokon foktor risiko otqu foktor protektif.
Hubungon bonyok voriobel independen dengansotu voriobel
dependendopot diperoleh dengan mempergunokon onolisis
multivoriot; yong bonyok dipokoi odoloh persamoon regresi
multipel dan r egresi logisti k.
Keuntungon studi c r o ss - s e ct i o na I adoloh relotif murah,
mudoh, don hos iI nyo cepot d i per ol eh. Ket erbatosannya
odoloh koreno tidok odonyo dimensi woktu, dori desoinnyo
tidok dopot ditentukon mono penyebob don mano okibot.
i tii, "
Bab B - Strrdi kasus-kontrol
i tau
Rulina Suradi dkk. 147
.t
148 P en elit ian kas us -ko n tr ol
il@
F**.d-l
fil'i'ii"o-l
F;-"d-l
f'r.**.,i-l
Gambar 8-L. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus),
dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua
kelompok, kemudian dibandingkan.
{n
i
Rulina Suradi dkk. 149
il
:l
150 P enelitian kasus-kontrol
Faktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap
faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
o Dikotom,yaitu apabila hanya terdapat 2kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak
o Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal
tidak pernatr, kadang-kadang, atau sering terpajan
o Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik,
misalnya umur dalam tahury paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus
o Saat mendapat pajanan pertama
o Bilakah terjadi pajanan terakhir
t
RulinaSuradidk*. 151
.f
152 P enelitian kasus-kontral
i
Rulina Suradi dkk. 153
Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit
yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan dengan tepat
(contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor risiko perlu
diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum
terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah setelah timbulnya efek
atau penyakit yang dipelajari.
t
154 P enelitian kasus -kontrol
Contoh
Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian
kanker'kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet
sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah
mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit.
Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi
memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multipel, perlu
perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama
timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan
terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.
Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena kontrol sematl-mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaan pil KB, maka kriteria
inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanitayangmenikah" dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum
pil kontrasepsi).
Ada beberapa cata untuk memilih kontrol yang baik.
1 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya.
Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah-
ditentukan sebelumny a y angbiasanya lebih kecil (misalnya dari
studi kohort).
2 Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik
ialah dengan cara melakukan matching, yaitu memilih kontrol
dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan denganbaik, maka
la
.*
Rulina Surqdi dkk. 155
Contoh
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan
antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas.
Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
di rumah sakit A. Untuk kelompok kontrol pertama dipilih
secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di
rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh
rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok kontrol kedua
dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan
dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio
odds 9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama lebih
&
.*
156 P enelitian kasus-ko ntrol
f;
.i
Rulina Suradi dkk. 157
5 MErarureN PENGUKURAN
Pengukuran.variabel efek dan faktor risiko merupakan hal yang
sentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering
menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misal rekam
medis, kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencitraan. Namun lebih
sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin
dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).
Contoh sebelumnya, yakni penentuan apakah terdapat pajanan
jamu peluntur atau pil KB pada saat hamil muda, menduduki
tempat sentral pada studi kasus-konkol. Namun data yang penting
tersebut semata-mata hanya didasarkan pada daya ingat seseorang. Bias
yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recall bias.Ibu
yang anaknya cacat (kelompok kasus) lebih bersungguh-sungguh
berusaha untuk mengingat apakah pada waktu hamil muda ia
minum obat atau jamu tertentu. Sebaliknya, Tbu yang anaknya sehat
tidak merasa perlu untuk berupaya mengingat, bahkan cenderung
untuk menjawab "tidak" terhadap pertanyaan yang sama.
J adi recall bias adalahkesalahan sistematik akibat perbedaan lupay a
untuk mengingat hal yang terjadi pada masa lampau antara kelompok
kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat (kesalahan
pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan
utama studi kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus
mempunyai kiat untuk menyiasatinya misabrya dengan membawa
alat peraga fumu peluntur, pil KB) pada wawancara.
i
158 P enelitian kasus-kontr ol
dari satu faktor risiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti,
bagaimana cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan
terdapatnya'variabel yang mengganggu ataupun yang tidak.
hA (proporsikosusdengonrisiko) (proprosikontroldengonrisiko)
(proporsikosusdengonrisiko) (proporsikonlrollonporisiko)
o/(o- c):c/(e _alc qd
c)
b/(brd):d/(b-rd) b/d bc
il
J)
Rulina Suradi dl<k. 159
Konlrol
Risiko + Risiko -
Risiko +
Kosus
Risiko -
RO= !
c
i
160 P enelitian kasus-kontrol
RO, walaupun tidak sama dengan risiko relatif akan tetapi dapat
dipakai sebafai indikator adanya kemungkinan hubungan sebab
akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati
risiko relatif apabila:
1 Insidens penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak
lebih dari 20% populasi terpajan
2 Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari
populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko
3 Kelompok kasus harus representatif
lnterprestasi nilai RO dengan interval kepercayaa nny a (co nfi den ce
intera aI) sama dengan interpretasi pada penehtian cross-sectional, yakni
RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang benar
merupakan faktor risiko, bila RO: 1 atau mencakup angka 1 berarti
bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor
yang melindungi atau protektif.
f,
t
RulinaSuradidkk. 161
Plosenlo previo
Yq Tidqk Jumlqh
Ya 12 21
Riwayat aborsi
Tidok 56 59 115
Jumloh 68 68 136
i .iu
162 P enelitian kasus-kontr ol
Konlrol
Y+ Y - Jumloh
Y+ 10 22 32
Kosus
Jumloh 12 28 40
{G
.r
RulinaSuradidkk 163
fi
i
164 P enelitian kasus-kantr ol
Kelebihan
1 Studi kasus-kontrol dapaf atau kadang bahkan merupakan satu-
satunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya panjang
2 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3 Biaya yang diperlukan relatif murah
4 Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit
5 Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pelbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.
Kelemahan
1 Data mengenai pajanan terhadap faktor risiko diperoleh dengan
mengandalkan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena
responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat
pajanan terhadap faktor risiko dari pada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis
yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
2 Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3 Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kolompok tersebut
benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber
bias lainnya.
4 Tidak dapat memberikan incidence rates.
5 Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari L variabel
dependen" hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
J} e*,
Rulina Suradi dkk. 165
Darren PUSTAKA
Doll R, Vutt"y ME. Evaluation of rare adverse effects of systemic
contraceptives. Br Med Bull 1970;26:33-8
Foxman B, Valdez B, Brook RH. Childhood enuresis; prevalence, perceived
impact, and prescribed treatment. Pediatrics 1986;77 :482-7
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach . Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
KelseyJL, Thompson WD, Evans AS. Methods in observational epidemiology.
New York: Oxpord University Press; 1986.
Kahn HA" Sempos CT. Statistical methods in epidemiology. New York: Oxpord
University Press; 1989
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics.
Pennsylvania: Harwal Publishing Company;'L992.
Schlesselmen JJ. Case-control studies. Design, conduct, analysis. New York:
Oxpord University Press; 1982.
Walter SD. Calculation of attributabel risks from epidemiological data. Int j
Epidemiol 197 8;7 :L7 5-82.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &.Hall, 1999.
il
.* *u
166 P en eI it ian kas us -ka ntr ol
ffi-d * s
# s#ffi#ee-%dw
il
.i
Bab 9-SUdikohon
Taralan Tambunan, Taslim S Soetomenggolo,
fimmy Passat, I Suharti Agusman*
tudi kohort merupakan jenis penelitian epidemiologis non-
eksperimental yang sering digunakan untuk mempelajari
ubungan antara faktor risiko dengan efek atau penyakit.
Perkataan kohort berasal dari kata romawi kuno cohortyang
berarti kelompok tentara yang berbaris maju ke medan perang.
Model pendekatan yang digunakan pada rancangan kohort ialah
pendekatan waktu secara longitudinal atau time-period approach.
Bila hanya diamati satu kelompok subyek untuk memperlihatkan
kejadian tertentu (misalnya insidens penyakit), maka hasil studi
kohort merupakan data deskriptif. Namun studi kohort lebih sering
dipergunakan untuk memperoleh hubungan antara satu atau lebih
faktor risiko dengan penyakit atau kejadian tertentu; dalam hal ini
studi kohort bersifat analitik.
Pada penelitian kohort kausa atau faktor risiko diidentifikasi lebih
dahulu, kemudian tiap subyek diikuti sampaiperiode tertentuuntuk
melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti pada kelompok
subyek dengan faktor risiko dan pada kelompok subyek tanpa faktor
risiko. Hasil pengamatan tersebut dianalisis dengan teknik tertentu,
sehingga dapat disimpulkan apakah terdapat hubungan antara faktor
risiko dengan kejadian penyakit atau efek tertentu yang diselidiki.
Metodologi penelitian bukan ilmu pasti yang kaku dan tidak
dapat berubah; selalu terbuka peluang untuk melakukan variasi
fi
.t ";1 '
168 Studikohort
i n*u
TaralanTambunan dkk. 169
Jukior,,ri*iko,i,(*l
falitor,,risiko t-)
fi
.t ,4"
170 Studikohort
o*b
Foklor risiko
c*d
i
TaralanTambunan dkk. 171
i
172 Studikohort
2 MsNErepraN KoHoRT
Pertimbangan yang dipergunakan dalam penetapan populasi dan
sampel penelitian sama seperti penelitian observasional pada
umumnya. Ciri utama desain kohort adalah tersedianya kelompok
subyek tanpa efek tertentu pada awal studi. Subyek dipilih dari
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan (eligibility
uiteria), dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas.
Syarat umum agar seseorang dapat dimasukkan dalam studi kohort
dengan pembanding internal adalah: (1) subyek tidak menderita efek
yang diteliti: dan (2) belum terpajan faktor risiko yang diteliti. Untuk
identifikasi subyek yang tidak sakit atau belum menderita efek ini
sangat diperlukan kecermatan. Peneliti harus yakin bahwa subyek
yang dipilih benar bebas dari efek yang akan diselidiki sehing ga apablla
pada pengamatan subyek tersebut menjadi sakit atau mengalami efek
maka hal tersebut terjadi akibat terpajan dengan faktor risiko yang
dipelajari. Alat diagnostik yang kurang akurat akan mengakibatkan
efek negatif palsu pada awal studi.
Kadang tidak mudah menetapkan atau menyingkirkan adanya
efek pada subyek yang akan direkrut (inception cohort); pelbagai
cara dapat dipergunakan untuk maksud tersebut, termasuk dengan
anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, sitologi,
pencitraan, dan lain-lainnya. Umumnya prosedur unfuk menetapkan
subyek masuk ke dalam kohort di satu sisi harus bersifat sederhana,
aman, dan murah, di lain sisi harus pula mempunyai keandalan dan
kesahihan yang baik. Namun hal ini tidak mudah, termasuk di
antaranya penentuan masuknya subyek ke dalam studi kohort untuk
menentukan perjalanan penyakit bila awal penyakit sulit ditentukary
seperti pada kebanyakan kasus keganasan. Dalam keadaan tertenfu
saat diagnosis ditegakkan menjadi satu-satunya opsi yang mungkin
untuk memasukkan subyek ke dalam studi kohort yang direncanakan.
Subyek dapat dipilih dari populasi-terjangkau berdasarkan pada
pelbagai alasan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Mungkin
subyek direkrut berdasar pada geografi, dari kelompok tertentu
misalnya kelompok profesi, rumah sakit, masyarakat yang baru
saja terkena bencana, dan lain sebagainya. Penetapan sampel harus
fi
t
TaralanTambunan dkk. 173
.t
174 Studikohort
-*
TaralanTambunan dkk. 175
fi
.*
176 Studikohort
6 MTNIcANALISIS HASIL
Pada penelitian kohort sederhana, besaran efek yang diperoleh
menggambarkan insidens kejadian pada masing-masing kelompok.
Perbandingan insidens penyakit antara kelompok dengan faktor
risiko dengan kelompok tanpa faktor risiko disebut risiko relatif
(relatiae risk) atau rasio risiko (risk ratio), yang dengan mudah dapat
disimak pada skema rancangan studi kohort yang tertera pada
Gambar 9-2. Setelah pengamatan selesai, dari kedua kelompok
penelitian akan diperoleh 4 subkelompok subyek yaitu:
Sel a: subyek dengan faktor risiko, mengalami efek
Sel b: subyek dengan faktor risiko, tidak mengalami efek
Sel c subyek tanpa faktor risiko, mengalami efek
Sel a: subyek tanpa faktor risiko, tidak mengalami efek
.t
TaralanTambunan dkk. 177
fi
t
178 Studikohort
Diikuri 'prospektifn
fi*for,risiko' t-
t 'a/
.| i*
Taralqn Tambunan dkk. 179
.t
180 Studikahort
Gambar 9-4. Studi kohort ganda atau studi kohort dengan kontrol
ekstemal. Kohort I adalah kelompok subyek dengan faktor risiko,
kohort II adalah subyek tanpa risiko. Kedua kohort diikuti sampai
waktu tertentu, lalu dihitung berapa yang mengalami efek. Risiko
relatif dihitung dengan cara yang sama dengan studi kohort dengan
kontrol intemal, yakni rasio antara proporsi kejadian pada kelompok
dengan faktor risiko dengan kejadian pada kelompok tanpa risiko.
i
TaralanTambunan dkk. 181
3 PnNnmeN cAsE-coHoRT
DAN NEST'ED CASE-CONTROL
Dalam metodologi penelitian dikenal desain hibrid, yakni desain
yang menggabungkan dua atau lebih desain dasar. Dua jenis desain
hibrid yang popular adalah case-cohort study dan nested case-
control stuily. Keduanya menggabungkan studi kohort dan studi
kasus-kontrol, dan pada dasarnya merupakan sfudi kasus-kontrol
yang dilakukan dalam studi kohort.
Data yang digunakan ialah data yang diperoleh dari studi kohort.
Saat merancang studi kohort sudah diduga terdapatnya variabel
tertentu sebagai faktor risiko timbulnya penyakit atau efek, namun
karena biaya pemeriksaan terhadap faktor risiko tersebut mahal,
maka pemeriksaannya ditunda sampai studi kohort selesai. Jadi
hanya variabel dalam bahan laboratorium yang dapat disimpan
dengan baik dalam waktu lama yang layak dijadikan data faktor
risiko yang akan diselidiki.
Setelah penelitian kohort selesai maka diperoleh data subyek
dengan efek yang positif yang berasal dari kelompok yang terpajan
dan kelompok kontrol. Subyek dengan efek positif tersebut dijadikan
kasus dalam studi case-cohort. Pada case-cohort study ini pemilihan
kontrol dilakukan secara random pada kelompok awal kohort
(sebagian di antaranya juga mengalami efek). Dengan demikian
terdapat 2 kelompok subyek, yakni subyek yang mengalami efek
-t
182 Studikohort
.r
TaralanTambunan dkk. 183
il
.*
184 Studikohort
Kelebihan
1 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menentukan
insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.
2 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menerangkan
dinamika hubungan temporal antara faktor risiko dengan efek
3 Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progresif.
4 Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek
sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu.
5 Karena pengamatan dilakukan kontinu dan longitudinal, studi
kohort dianggap andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan.
Kekurangan
1 Studi kohort biasanya memerlukan waktu yang lama.
2 Sarana dan biaya biasanya mahal.
fi
t
TaralanTambunan dkk. 185
Derrnn PUSTAKA
1 Bracken MB. Perinatal epidemiology. New York: Oxford University Press;1984.
2 Black C, Kaye JA, jick H. Relation of childhood gastrointestinal disor
ders to autism: nested case-control study using data from the UK General
Practice Research Database. BMI 2002;325:419-21.Dawson B, Trapp RG. Basic
& Clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/Mc Graw-
Hi11,2001.
Fetcher RH, Fletcher SW, Wagner Eh. Clinical epidemilogy - the essentials.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996.
Folsom AR, Nieto Fj, McGovern PG, Tsai Ml Malinow MR" EckfeldtJFI, et al.
Prospective Study of Coronary Heart Disease Incidence in Relation to
Fasting Total Homocysteine, Related Genetic Polymorphisms, and B Vitamins
The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Circulation.
1998;98:204-210.
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Herast N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi
ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.
Matanoski GM, Sletser & Sartwell PE, Elliot EA. The current mortality rates
of radiologists and other physician specialists: deaths from all causes and
from cancer. AM ] Epidemiol 1975;101:188-98.
Nguyen ND, Pongchaiyakul C, CenterJR" EismanJA" Nguyen TV. Abdominal
fat and hip fracture risk in the elderly: The Dubbo Osteoporosis Epidemiology
Study. BMC Musculoskeletal Disorders. 2005, 5:1,'1, doi:10.1186/1471-2474-6-71.
Pratiknya AW. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran kesehatan.
Jakarta: Rajawali; 1986.
Zeka A, Eisen EA, Kriebel D, Gore R, Wegman DH. Riskof upper aerodigestive
tract cancers in a case-cohort study of autoworkers exposed to metalworking
fluids. Occup Environ Med. 2004;61:426431,.
.a
186 Studikohort
Ss6
&-# #s
fl*fffi#$eeffi
t
Bab 1.0-Uiiklinis
.t
188 Ujiklinis
Tahapanl
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut
sebagai uji pra-klinis, dilaksanakan dengan menggunakan hewan
coba. Tujuan penelitian tahapan 1 adalah untuk mengumpulkan
.r
Sri Rezeki Harun dkk. 189
Thhapan2
Dalam tahapan pengembangan obat baru 2 digunakan manusia
sebagai peserta penelitian. Tahapan ke-2 ini berdasarkan tujuannya
dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
Fase I bertujuan unfuk meneliti keamanan serta toleransi terhadap
obat, biasanya dilaksanakan dengan menyertakan 20-100 peserta,
tidak jarang melibatkan relawan karyawan pengembang obat.
Fase II bertujuan menilai sistem atau dosis pengobatan yang paling
efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 peserta penelitian.
Uji klinis fase I maupun fase II tidak mempunyai desain standar,
namun disesuaikan dengan jenis obat dan penyakit yang diobati.
Uji fase I dan II sering dilakukan tanpa randomisasi.
Fase III bertujuan mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru
dibandingkan dengan plasebo atau pengobatan yang ada (terapi
standar). Uji klinis yangbanyak dilaporkan dalam jurnal termasuk
dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak
terkontrol (rnndomized cntrolled trial).
Fase IV bertujuan untuk mengevaluasi obat yang telah dipakai
untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini
penting untuk mendeteksi efek samping yang timbul setelah lebih
banyak pemakai. Efek samping yang fatal namun hanya terjadi pada
1 dari 2000 pasien tidak terdeteksi dalam kebanyakan uji klinis fase
III. Fase ini disebut juga sebagai uji pasca-pemasaran (post-marketing
trial), yanglebih merupakan surveilans, sering dimanfaatkan oleh firma
farmasi untuk mengingatkan kembali manfaat obatkepada para dokter.
fi
.t
190 Ujiklinis
B Setaradalamperlakuan
mungkin harus dengan sungguh-sungguh dilakukan
Segala cara yang
agar perlakuan terhadap peserta dalam kelompok-kelompok yang
dibandingkan sama. Bila peserta pada kelompok perlakuan tahu
.t
SriRezekiHarun dlck. 191
.t
192 Ujiklinis
Desainparalel
Jenis desainini paling banyak digunakan, baik pada penyakit akut
maupun kronik. Pada desain ini disusun 2 kelompok (atau lebih),
dan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukan secara
paralel atau simultan. Jenis yang paling banyak dilakukan adalah desain
paralel dengan 2 kelompok; satu kelompok memperoleh pengobatan
baru (disebut kelompok eksperimental, kelompok perlakuan, kelompok
terapi), sedangkan kelompok lainnya menerima plasebo atau terapi
standar, disebut kelompok kontrol. Lihat Gambar 10-1.
Agar diperoleh hasil yang sahih, maka karakteristik kelompok-
kelompok yang diperbandingkan harus seimbang, terutama dalam
hal perjalanan alamiah penyakit atau faktor prognosis yang penting.
Untuk tujuan tersebut dapat digunakan salah satu dari 2 teknik
berikut:
o dengan melakukan randomisasi
o dengan pemilihan pasangan serasi (matching)
Dengan cara tersebut diharapkan sebelum dilakukan intervensi,
karakteristik kedua kelompok sama atau sebanding. Bila pada akhir
penelitian terdapat perbedaan efek antara kedua kelompok, maka
penyebab perbedaan itu tidak dipengaruhi oleh perbedaan faktor
prognosis atau perjalanan alamiah penyakit antara kedua kelompok.
.* ,ro
Sri Rezeki Hqrun dkk. 193
Gambar 10-1. Skema dasar desain paralel untuk uji klinis dengan dua
kelompok dengan outcome nominal dikotom. Terhadap subyek yang
memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi (R). Kelompok
perlakuan diberikan obat yang diteliti, sedangkan kelompok B diberikan
obat standar. Efek pengobatan dibandingkan.
il
.,
194 Ujiklinis
J|
SriRezekiHarundkk. 195
Periode wash-oul
Gambar 10-2. Skema desain uji klinis menyilang. Setelah
randomisasi, satu kelompok A diberikan obat yang diteliti, kelompok
lain menjadi kontrol. Setelah waktu yang telah ditentukan,
perlakuan dihentikan selama beberapa waktu (periode wash out),
kemudian dilakukan silang: kelompok yang semula mendapat
perlakuan menjadi kontrol, dan sebaliknya.
fr
J|
196 Ujiklinis
Catatan:
Cikal-bakal desain ini adalah desain pra-eksperimental yang oleh
Stanley dan Campbell disebut the one group pretest-posttest design,
atau secara popular dikenal dengan desain before and after. Pada
desain ini terhadap sekelompok peserta dilakukan pemeriksaan
terhadap penyakit (misalnya otitis media) atau keadaan yang diteliti
(misalnya kadar kolesterol), lalu dilakukan intervensi. Setelah kurun
waktu yang cukup diperiksa ulang penyakit atau keadaan tersebut,
hasilnya bandingkan dengan keadaan sebelum intervensi dengan
uji Mc Nemar atau uji-t untuk kelompok berpasangan. Jadi setiap
peserta penelitian menjadi kontrol terhadap dirinya sendiri. Sesuai
dengan namanya (desain pra-eksperimental) maka ia tidak dianggap
uji klinis benar (true experimental design) karena sebenarnya ia tidak
mempunyai kontrol. Mungkin (tidak seorang pun tahu) perjalanan
penyakit tanpa intervensi apa pun sebagian peserta sudah sembuh
sehingga perbaikan atau kesembuhan tersebut tidak dapat diklaim
semata-mata sebagai efek intervensi yang diberikan.
Sebagai contoh ekstrem, peserta infeksi saluran napas akut
(sebagian besar akibat infeksi virus yang self-limiting) diberikan
antibiotik. Bila 5 hari kemudian sebagian besar sembuh, tentu
kesembuhan tersebut tidak dapat dianggap sebagai efek antibiotik
yang diberikan. Dengan melakukan randomisasi dan cross-ozrer
kekuatan desain menjadi bertambah.
.*
Sri Rezeki Harun dkk. 197
"1.
MTNSTAPKAN PERTANYAAN DAN HIPoTESIS
Berdasarkan atas latar belakang masalah, rumusan masalah dan
hipotesis yang sesuai harus ditulis yang memperlihatkan hubungan
antar-variabel (lihat uraian Bab 3). Sangat dianjurkan untuk
merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang mengacu
pada tujuan utama penelitian yang berujung pada primary outome.
Tujuan utama iri y*g paling harus diperhatikan dalam pemilihan
desairy memperkirakan besar sampel, dan seterusnya. Secondary
outcomes seyogianya dibatasi; apabila tidak maka akan mempersulit
setiap langkah selanjukrya dalam keseluruhan proses uji klinis, baik
dalam penghitungan besar sampef rekrutmen peserta" pengukuran,
analisis data, serta interpretasinya.
2 MENEvrurnN DESATN
.t
198 Ujiklinis
.t
SriRezekiHarundkk. 199
.r
200 Ujiklinis
5 MnerurnN RANDoMTsAST
Salah satu aspek lain yang sangat penting dalam uji klinis a alah
proses randomisasi (randomization) atau disebut pula se agal
alokasi acak (random allocation, random assignment). Istilah ter ebut
.r
Sri Rezeki Harun dkk. 201
i
202 Ujiklinis
.r
SriRezekiHarundkk. 203
.t
204 Ujiklinis
6 MnnruxaN TNTERVENST
i 4n
Sri Rezeki Harun dkk. 205
J| t1 u
206 Ujiklinis
jenis ketersamaran
1 Uii klinis terbuka (open triall. uji klinis terbuka ini, baik
Pada
peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan.
Desain ini seringkali dilakukan pada studi pendahuluan, yang
akan dilanjutkan dengan uji klinis acak tersamar ganda. Desain
ini juga dipergunakan apabila ketersamaran tidak mungkin
dilaksanakan (misal penelitian untuk membandingkan hasil
mastektomi sederhana vs. radiasi dengan mastektomi radikal
pada kanker payudara).
2 Tersamar tunggal (single mask). Dalam keadaan ini salah satu
pihak (biasanya peserta penelitiary lebih jarang juga dokter yang
mengobati) tidak mengetahui terapi yang diberikan. Bila dokter
mengetahui obat yang diberikary seperti halnya pada uji klinis
terbuka, dapat terjadi bias (bias perlakuan dan bias pengukuran)
oleh karena peneliti cenderung untuk memberikan perhatian
dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.
3 Tersamar ganda (ilouble mask). Pada desain ini baik peneliti
maupun peserta tidak mengetahui pengobatan yang diberikan;
prosedur ini akan mengurangi terjadinya pelbagai bias, dan
dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.
4 Triple mask. Pada desain ini baik peserta, peneliti, maupun
penilai tidak tahu obat yang diberikan. Namun pada umumnya,
meskipun terdapat 3 komponen ketersamaran, cukup disebut
sebagai tersamar ganda saja.
It
"r
Sri Rezeki Hqrun dkk. 207
8 MeNcaueusrs DATA
Analisis data uji klinis dilaksanakan dengan menggunakan uji
statistika yang sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan penelitian.
Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan pada waktu
merencanakan uji klinis. Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji
hipotesis adalah skala pengukurary distribusi data, besar sampel,
jumlah kelompok, serta jumlah variabel.
1 Pada uji klinis dengan variabel bebas berskala nominal dua
kelompok (obatbaru vs. obat standar) dan variabel efekberskala
nominal (sembuh-tidak sembuh), uji hipotesis dilakukan
dengan uji kai-kuadrat. Perlu diperhatikan bahw a apabilasampel
dipilih secara independen harus dipakai uji kai-kuadrat untuk
2 kelompok independen, sedangkan apabila sampel dipilih
secara serasi (matching) maka harus dipergunakan uji kai-
kuadrat untuk kelompok berpasangan (uji Mc Nemar).
2 Bila variabel bebas berskala nominal 2 kelompok (misalnya
lelaki-perempuan) dan variabel efek berskala numerik (misalnya
kadar kolesterol), maka uji yang digunakan adalah uji-t, yakni
uji-t untuk 2 kelompok independen atau uji-t untuk kelompok
berpasangan. Namun apabila distribusi data tidak normal maka
dipakai uji non-parametrik. atau dapat dilakukan tranformasi
data lebih dahulu (dengan logaritme, akar, atau teknik lain)
sebelum dilakukan uji parametrik seperti uji-t.
3 Bila variabel bebas berskala nominal lebih dari 2 kelompolg dan
variabel efek berskala numerik, digunakan analisis varians (Anova).
.t
208 Ujiklinis
BnsnnnPA cATATAN
il
.t
Sri Rezeki Harun dkk. 209
{t
.r
210 Ujiklinis
.t
Sri Rezeki Harun dlck. 211
4 Analisisinterim
Dalam beberapa keadaan tertentu mungkin teori dan pengalaman
menyarankan bahwa perbedaan yang akan ditemukan antara
kelompok terapi dan kelompok kontrol lebih besar daripada yang
digunakan dalam estimasi besar sampel. Dalam keadaan tersebut,
yakni apabila dengan peserta yang lebih sedikit diduga sudah dapat
diperoleh simpulan definitif, apabila peneliti meneruskan uji klinis
berarti ia membiarkan salah satu kelompok untuk memperoleh
pengobatan yang kurang efektif (inferior); suatu hal yang tidak
dapat diterima secara etika.
Karena itu, apabila terdapat kemungkinan beda efek yang sangat
besar antara kelompok pengobatan dan kelompok kontrol, maka
diperlukan suatu prosedur untuk menilai hasil antara sebelum
semua peserta uji klinis yang direncanakan masuk dalam penelitian.
Prosedur ini disebut sebagai analisis interim. Caranya adalah
sampul randomisasi dibuka, dan dilakukan analisis hasil namun
hasilnya tidak diketahui oleh peneliti, kecuali bila telah memenuhi
kriteria untuk penghentian penelitian.
Bagaimana persyaratan untuk melakukan analisis interim?
Seyogyanya harus ada kriteria obyektif untuk penghentian uji klinis,
yakni kriteria statistika. Untuk itu perlu diperhatikan 2 hal: (a) nilai
kemaknaan yang semula dipilih, (b) berapa kali analisis interim
akan dilakukan. Dengan peserta yang lebih sedikit dari yang
direncanakan, nilai p<0,05 mungkin ditemukan meski sebenarnya
tidak ada perbedaan. Karena itu pada analisis interim kemaknaan
ft
I
212 Ujiklinis
5 Pemantauanselamapenelitian
Pemantauan penting sekali untuk menilai kelanjutan penelitian,
karenanya harus dipersiapkan dengan baik. Hal-hal yang perlu
dipantau adalah:
t
Sri Rezeki Harun dkk, 213
Drop out
Kriteria drop out dan cara mengatasinya harus dijelaskan dalam
usulan. Yang termasuk drop out adalah peserta penelitian yang telah
dirandomisasi tetapi oleh suatu sebab tidak melanjutkan dapat
pengobatan. Calon peserta yang menolak untuk berpartisipasi atau
mengundurkan diri sebelum dilakukan randomisasi tidak dihitung
sebagai drop out namun sebagai 'non-responders'. Peserta yang tidak
datang untuk pemeriksaan tindak lanjut perlu dihubungi dengan
sarana komunikasi yang tersedia, bahkan dikunjungi ke rumah.
Pasien yang berhenti dengan alasan obat tidak berguna atau merasa
penyakitnya memburuk harus dilaporkan sebagai kegagalan,
bukan drop out. Perlu diingat bahwa dalam uji klinis pragmatis
pasiendrop outhants dimasukkan dalam pengolahan data, termasuk
uji hipotesis.
Berapa proporsi drop out yang masih berterima? Tidak seorang
pun dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Angka 10%
untuk setting klinis dan20% untuk setting komunitas sering dikutip.
.r
214 Ujiklinis
Dalam CUKB (cara uji klinis yang baik), setiap kejadian yang
berkaitan dengan kesehatan pasien, baik yang berhubungan dengan
obat yang diuji maupun yang tidak, disebut sebagai adaerse eaent.
Adaerse eaent ini harus dicatat, dan apabila derajatnya berat atau
potensial membahayakan jiwa peserta penelitian harus dilaporkan
kepada komisi etika penelitian pada kesempatan pertama.
6 Pencatatan data
Dalam semua penelitian pencatatan data harus dilakukan secara
cermaf teliti, sistematis, serta terencana dengan baik; karenanya
hal ini bukan merupakan hal istimewa di dalam uji klinis. Kualitas
formulir pencatatan peserta (case record form) sangat berperan dalam
keberhasilan uji klinis. Buatlah duplikat atau'bnck up' untuksemua
data, baik dalam buku ataupun di komputer.
7 Organisasiuiiklinis
Struktur organisasi uji klinis perlu dibuat, terutama pada suatu uji
klinis multisenter, sehingga dapat diketahui dengan jelas tugas dan
tanggung jawab personil yang turut dalam penelitian. Dalam uji
klinis multisenter, misalnya, harus ditetapkan apakah randomisasi
dilakukan secara sentral atau pada tiap senter, jadwal pertemuan
rutin untuk membahas masalah yang mungkin timbul, dan pelbagai
aspek teknik, logistilg serta masalah administratif lainnya. Aspek
administratif sangat menentukan keberhasilan uji klinis.
.r
SriRezekiHarundl<k. 215
&
i
216 Ujiklinis
Kelebihan
Secara epidemiologis sebenarnya uji klinis terasa agak kaku; namun
demikian uji klinis mempunyai banyak keuntungan antara lain:
1, Dengan dilakukan randomisasi maka faktorbias dapat dikontrol
secara efektif, karena faktor confounding akan terbagi seimbang
di antara kedua kelompok peserta.
2 Kriteria inklusi, perlakuan danoutcome telah ditentukan terlebih
dahulu.
3 Dari segi statistika akan lebih efektil oleh karena:
. jumlah kelompok perlakuan dan kontrol sebanding
o kekuatan (power) statistika tinggi
4 Ujlklinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak
metode statistika harus berdasarkan pemilihan peserta secara
random.
5 Kelompok peserta merupakan kelompok sebanding sehingga
intervensi dari luar setelah proses randomisasi tidak banyak
berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi tersebut
mengenai kedua kelompok peserta.
Kekurangan
1 Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal.
2 Uji klinis mungkin harus dilakukan dengan seleksi tertentu
hingga tidak representatif terhadap populasi terjangkau atu
populasi target.
Uji klinis sering dihadapkan pada masalah etika; misalnya
apakah etis bila kita memberikan pengobatan pada kelompok
perlakuan namun tidak mengobati kelompok kontrol?
Kadang-kadang uji klinis sangat tidak praktis.
It
i
Sri Rezeki Harun dlck. 217
Darran Pusrer,q.
1 B-adan Pefiqaw-asan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Cara uji
klinis yang baik. |akarta; 2001.
2 Camplell DT, Stanley JC. Experimental and quasi-experimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.
3 Choonara I. Clinical trial of medicines in children. BMJ 2000; 1093-4.
4 Day SJ, Altman DG. Blinding in clinical trials and other studies. BM]
2000;321.:504.
5 Kunz R, Oxman AD. The unpredictability paradox: review of empirical
comparisons of randomised and non-randomised clinical trials. BMI
1998;3t7:11.85-90.
5 Pocock SJ. Clinical trials - a practical approach. Chichester: ]ohn Wiley &
Sons;1983.
7 Roland M, Torgrson DJ. Understanding controlled trials. What outcomes
should be measured? BMI 1998;317:1,075-80.
8 Roland M, Torgrson DJ. Understanding controlled trials: What are pragmatic
trials? BMf 1998;31.6:285.
9 Troidl H, Spitzer WO, McPeck B, Mulder DS, McKneally MF. Principles and
p-ractice of research. Strategies for surgical investigatois. Berlin: Slringer-
Verlag,1986.
10 Miller J. Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference 1979.
fi
ll
218 Ujiklinis
&* *s
trSw#"M
Podo uji klinis kito mencori balons ontoro efek yong kito
kehendoki ( i nt e nd ed ef f ect ), et ek y ang t dok kita kehendoki
i
il
J*
rf
Bab LL- Uii diagnostik
rf
220 Ujidiagnostik
t
Hardbno D Pusponegoro dkk. 221
jf
222 Ujidiagnostik
il
i
Hardiono D Pusponegoro dlck. 223
il
rf
224 Ujidiagnostik
:l
Hardiono D Pusponegoro dkk. 225
Penyokil
Yo Tidok Jumloh
Yo PB PS PB+PS
Hosiluii
Tidok NS NB NS+NB
.r
226 Uji diagnostik
Beru EMAS
fi
t
H ar diono D P usp one goro dkk. 227
t !ru
228 Ujidiagnostik
Keodoon sebenornyo
Positif 65 30 95
uii
Negotif 35 70 r05
ds
t
H ar diono D P usp one gor o dkk. 229
dan hasil negatif benar sel 4 maka hasil pengamatan dapat disusun
dalam tabel2 x 2 seperti pada Gambar L1,-3. Dari tabel2 x 2 tersebut
dapat diperoleh beberapa nilai statistik yang memperlihatkan berapa
akurat suatu uji diagnostik dibandingkan dengan baku emas.
Dari hasil uji diagnosis harus dapat dijawab dua pertanyaan berikut:
1 Bila subyek benar sakif berapa besarkah kemungkinan bahwa
hasil uji diagnostik positif atau abnormal? Ini adalah pertanyaan
tentang sensitivitas, yang memperlihatkan kemampuan alat
diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit. Sensitivitas adalah
proporsi subyek yang sakit dengan hasil uji diagnostik positif
(positif benar) dibanding seluruh subyek yang sakit (positif benar
+ negatif semu), atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik
positif bila dilakukan pada sekelompok subyek yang sakit. Pada
tabel2 x 2, sensitivitas = a : (a+c). Lihat Gambar 11-3.
2 Bila subyek tidak sakit, berapa besar kemungkinan bahwa hasil
uji negatif? Ini adalah spesifisitas, yang menunjuk kemampuan
alat diagnostik untuk menentukan bahwa subyek tidak sakit.
Spesifi sitas merupakan proporsi subyek sehat yang memberikan
hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan
seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu),
atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik akan negatif bila
dilakukan pada sekelompok subyek yang sehat. Dalam tabel hasil
uji diagnostik, spesifisitas = d : (b+d). Lihatlah skema pada
Gambar 11-3.
Pada contoh limfoma malignum di atas, sensitivitas uji tersebut
adalah 65/(65+35) = 65"/", atau hanya 65% subyek penderita limfoma
dapat dideteksi dengan uji diagnostik tersebut. Spesifisitas uji tersebut
70I 0"/", rnenunjukkan bahwa limfoma malignum dapat
(7 0+30)=7
disingkirkan pada 70"/o pasien pembesaran kelenjar non-limfoma.
Sensitivitas dan spesifisitas tersebut tidak memadai sehingga uji
diagnostik tersebut bukanlah uji yang baik.
Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai nilai uji diagnostik y*g
stabil, oleh karena nilainya (dianggap) tidak berubah pada proporsi
subyek sehat dan sakit yang berbeda atau pada prevalens penyakit
yang rendah maupun yang tingg.
t
230 Ujidiagnostik
Boku emos
Positif o*b
uii
Negotif c*d
fi
-* {f'
Har diono D P uspone gor o dlck. 231
Contoh
Misalnya kita melakukan uji diagnostik untuk menentukan
apakah seorang penderita gagal ginjal ataukah tidak, dengan
memeriksa kadarureum darah. Alternatif titik potong kadar
ureum adalah 40 atau 50 mg/dl. Bila digunakan titik potong
4Om{dL,maka sensitivitas uji diagnostik lebih tinggi (lebih
sedikit diperoleh hasil negatif semu) karena lebih banyak
pasien yang didiagnosis sebagai gagal ginial, sedangkan
spesifisitasnya rendah (banyak positif semu), karena tidak
semua subyek dengan nilai ureum 40 mg/dl sebenarnya
mengalami gagal ginjal. Bila titik potong yang diambil 50
mgldl-, maka sensitivitasnya lebih rendah (lebih banyak hasil
negatif semu) karena sebagian pasien gagal ginjal dengan
nilai ureum belum mencapai 60 mg/dl akan luput dari
diagnosis, sedangkan spesifisitas lebih tinggi karena subyek
memang benar sakit bila kadar ureum 60 mg/dl.
il
:l
232 Ujidiagnostik
s
e
n
S
v
i
t
a
s
1 - Spesifisitas
t
Har diono D P usponegor o dkk. 233
{i
.rl
234 Ujidiagnostik
.rf
236 Ujidiagnostik
Boku emos
Positif 45 l0 55
uii
Negotif 5 40 45
Jumloh 50 50 100
Baku emos
Positif l8 16 34
uii
Nesotif 2 64 66
Jumloh 20 80 100
il
': !
t i*"
Hardiono D Pusponegoro dkk. 237
"rf
238 Ujidiagnostik
Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah misalnya uji yang saat
ini tersedia bersifat invasif, terlalu mahal, sulit, atau memerlukan
keahlian khusus, dan apakah uji diagnostik yang baru dapat
mengatasi kekurangan tersebut.
il
i 4o
Har diono D P usp one goro dkk, 239
Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam tiap penelitian
uji diagnostik. Telah disebut bahwa baku emas merupakan uji
diagnostik terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara
teoritis ideal dipakai sebagai baku emas, namun tidak layak dipakai
karena memberikan hasil salah. Misalnya diagnosis tuberkulosis
paru seharusnya adalah biakan M. tuberculosis yangpositif; namun
dalam praktik sedikit sekali biakan M. tuberculosis yang memberi
hasil positil baik pada dewasa, dan lebih-lebih pada anak. Oleh
karena biakan kuman tuberkulosis banyak memberikan nilai
negatif semu, maka ia tidak dapat digunakan sebagai baku emas.
Di sisi lain seringkali baku emas yang memadai tidak tersedia,
sehingga harus disepakati cara tertentu untuk dipakai sebagai baku
emas, misalnya dengan pengamatan jangka panjang, responsnya
terhadap terapi, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa baku emas tidak
boleh mengandung variabel prediktor yang diuji, dan sebaliknya
variabel prediktor juga bukan merupakan komponen baku emas.
5 MnrersANAKAN PENGUKURAN
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji)
maupun baku emas harus dilakukan dengan cara standar, dan
pengukuran harus dilakukan secara tersamar (masked, blinded),
yakni pemeriksa variabel prediktor (uji) tidak boleh mengetahui
hasil pemeriksaanbaku emas, dan sebaliknya. Karena itu seyogianya
ada 2 peneliti atau lebitu satu untuk menentukan hasil uji positif
atau negatTf, dan lainnya menentukan hasil baku emas. Dapat saja
peneliti hanya satu orang, tetapi harus didesain sedemikian sehingga
ia tidak mengetahui hasil alat diagnostik yang diuji pada saat ia
melakukan pengukuran dengan baku emat dan sebaliknya. Kriteria
positif atau negatif baik untuk uji yang diteliti maupun untuk baku
emas harus telah didefinisikan dengan jelas. Pada setiap subyek yang
diteliti harus dikerjakan dua cara pemeriksaan, yang masing-masing
telah distandardisasi. Apa pun hasil baku emas, uji terhadap alat harus
dilakukan dan sebaliknya, dengan cara yang distandardisasi tersebut.
.*
240 Ujidiagrnstik
6 MSLAKUKAN ANALISIS
il
.rl
H ar diono D P usp one gor o dl<k. 241
.rl
242 Ujidiagnostik
I gonos gonos o
2 iinok iinok d
3 iinok gonos c
4 gonos iinok b
5 gonos gonos o
6 iinok iinok d
7 iinok iinok d
8 gonos iinok b
dsf
Potologiqnqlomi
Posilif 54 12 66
USG
Negotif 17 51 68
Jumloh 71 63 134
.*
Har diono D P usp one gor o dl<k. 243
Derran PUSTAKA
Black WC, Armstrong P. Communicating the significance of radiologic test
result: The likelihood ratio. AIR 1986;1.47:13t3-8.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: lange
Medical Books/McGraw-Hi11,2001.
Department of Clinical Epidemiology and Biostatistics. How to read clinical
joumals: II. To learn about a diagnostic test. Can Med Assoc I 1981';124:703-
10.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Guyatt G, Rennie D. users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
Hennekens CH, Buring JE. Epidemiology in medicine. Boston; Little, Brown
and Company, 19 87 :327 - 47 .
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemio.logic approach. Edisi
ke-2. Phllailelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2001.
Kramer MS. Clinical epidemiology and biostatistics. Berlin: Springer-
Yerlag,1988:20\-19.
il
.rf
24 Ujidiagnostik
Pfdd"ddd"r"
Jl
Bab LZ -Analisis kesintasan
(Suwival analysis)
il
J|
246 Analisisktsintasan
CoNroH DATA
Di bawah diajukan set data hipotesis; akan ditentukan kesintasan
(suraiaal) pasien leukemia limfositik akut (LLA) tipe L1 yang diobati
dengan protokol tertentu. Efek yang dinilai adalah kematian.
.i
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 247
,1,
MENCHITUNG RERATA LAMA HIDUP
Kita dapat menghitung rerata lama pengamatan hanya Pada pasien
yang telah mengalami efek dibagi dengan jumlah Pasien yang
mengalami efek (yakni pasien A, C, D, E, F,I, J, L). Dari Gambar
12-1 diperoleh: 34+20+47+2 +3+2\+23+3 = 188/8 : 23,5 bulan.
Dengan cara ini timbul2 masalah:
il
i
248 Analisiskesintasan
A 34
B 57
c 20
D 47
E 02
F 38
G 14
H ----+----no 23
I 21
J 23
K 12
L 03
M 01
N 03
o 02
4B
"rf
S u di gd o S as tr o asmor o dlek. 249
Pada cara ini dihitung proporsi atau persentase subyek yang masih
hidup pada saat-saat tertentu, misalnya:
o Pada akhir tahun pertama berapa persen yang masih hidup
o Pada akhir tahun ke-2 berapa persen yang masih hidup
o Pada akhir tahun ke-3 berapa persen masih hidup, dst.
Pada cara ini pun ada masalah untuk menentukan penyebutnya:
apakah hanya pasien yang sudah meninggal, atau juga yang masih
hidup. Bagaimana dengan subyek yang tidak diketahui nasibnya?
il
.t
250 Analisiskesintasan
{B
.rl
Sudi gdo S astro asmoro dkk. 251
MnrooE AKTUARTAL
Metode inidikenal dengan nama metode Cutler-Ederer. Pada
metode ini ditentukan interval waktu yang dikehendaki; pemilihan
interval dilakukan dengan memperhitungkan karakteristik penyakit
atau efek yang dipelajari (dapat dalam hari, minggu, bulan, tahun).
Untuk kejelasan, skema pada Gambar T2-l diubah menjadi seperti
Gambar l2-Z,yakridengan cara menggeser awal pengamatan semua
subyek menjadi seolah-olah dimulai pada saat yang sama, yakni pada
awal penelitian. Kalkulasi akturial dilakukan dengan menggunakan
Tabel L2-1.
J|
252 Analisiskesintasan
Jl
S udigdo S astr o asmor o dkk, 253
15 :4 13 2 :O15i0,85: 0,85
I :2 b 3:0,38,0,Si0,53
4 :0 4 1 :0,25:0,75: 0,4O
3
-. :-. 9 5 z ;O,u i0,33 i __o..tC
1 1 o;5 0010,13
:t
A 34
B 5I
G e0
n {T
E It
F 3S
G t{
H l3
I 2l
J 23
It l2
t 03
H 0t
t{ 03
o 0e
dlB
^i
254 Analisiskesintasan
{B
:l
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 255
K 1,0
E
0.8
s
I
0,6
N
T
o14
A
t 0,,
A
MsropE KeprnN-MEIEn
Metode Kaplan Meier merupakan teknik analisis kesintasan yang
sering digunakan. Metode ini sering disebut sebagai product limit
method. Berbeda dengan metode aktuarial, pada cara Kaplan-Meier
tidak dibuat interval tertentu, dan efek atau outcome diperhitungkan
tepat pada saat ia terjadi. Lama pengamatan masing-masing subyek
disusun dari yang terpendek sampai yang terpanjang dengan catatan
subyek yang tersensor diikutsertakan. Metode Kaplan-Meier disusun
berdasarkan pada dua konsep sederhana, yakni:
ffi
i
256 Analisiskesintasan
F, v.lyiy1-i?na F-qearai_ftj
,i
Pasien
,iP-etigl penqamatan
Lama P9ts"?n?19n1
" :Lam-q
j : (bulan) I
"rl
Sudigdo S astro asmoro dlck. 257
pt=1-qt ; st+lxpA$dst i
l(esintasan
:1
!--*--!*.-
t,
:: 20
0,1429 0,8571
1 0,2000
il
.r|
258 Analisiskesintasan
Kolom (4) q,: dtlrt = Denth rate pada saat t, yakni jumlah
kematian pada saat t dibanding dengan jumlah subyek st risk
pada saat I maka qr : 1,11,4 = 0,07\4
Kolom (5) p, = Kesintasan (suruiaal rate, eaent-free rate), yakni
1-qt=1-0,0714:0,9286
Kolom (6) St: Kesintasan kumulatif, yakni perkalian kesintasan
sampai akhir interval; S, = pr x pz x pe dst. Pada contoh, baris
pertama S,= pt : 0,9286. Pada baris kedua, kematian berikut
terjadi pada pasien L pada bulan ke-3, sehingga t = 3, pada saat
itu 1'umlah pasien at risk adalah 12 karena pasien M tersensor
dan pasien E sudah meninggal.
Perhitungan selanjutnya dilakukan dengan cata yang sama.
Hasil kalkulasi dapat disajikan dalam bentuk tabel, atau lebih
sering dalam bentuk kurve. Kurve yang dibuat atas dasar
kalkulasi pada Tabel l2-3 tampak pada Gambar 12-4.
K 1,0
s 0,8
0.6
N
T
o14
A
S O,z
Tahun
.rf
Sudigdo S astro asmoro dkk. 259
Jl
260 Analisiskesintasan
Pnocnau KoMpurER
Penghitungan kesintasan, baik pada metode aktuarial maupun
product limit,lumayan rumit dan memakan waktu, terutama bila
{i
t
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 261
:f
262 Analisiskesintasan
Darrnn PUSTAKA
1 Armitage P, Berry G. Statistical methods ini medical research. Edisi ke-2.
Oxford: Blackwell Scientic Publications, 1987.
2 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood fM. Causal relationship in medicine. Oxford: Oxford University Press,
1988.
Ingelfiner jA, Mosteller F, Thibodeau LA, Ware JH. Biostatistics in clinical
medicine. Edisi ke-2. new York: Macmillan Publ. Co., 1987.
Kleinbaum DG. Survival analysis. New York: Spronger-Verlag:1996.
i
262 Anqlisiskesintasan
Dnrrnn PUSTAKA
1 Armitage P, Berry G. Statistical methods ini medical research. Edisi ke-2.
Oxford: Blackwell Scientic Publications, 1987.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood jM. Causal relationship in medicine. Oxford: Oxford University Press,
1988.
Ingelfiner JA, Mosteller F, Thibodeau LA, Ware JH. Biostatistics in clinical
medicine. Edisi ke-2. new York: Macmillan Publ. Co., 1987.
Kleinbaum DG. Survival analysis. New York: Spronger-Verlag:1996.
.r|
Su di gdo S astr o asmoro dkk. 263
Edd*
&# 6 *
F*FH "d r - #e ^* a.B.
t
Bab 13 - Meta-analisis
Sudigdo Sastroasmoro
fi
i t;1 o
Sudigdo Sastroasmoro 265
PnNcnnrrnu
Banyak definisi meta-analisis yang dikemukakan oleh para ahli.
Kami berpendapat bahwa yang penting bukan definisinya kata
demi kata, namun pengertiannya. Dalam literatur kedokteran
dikenal artikel yang berupaya menggabungkan hasil banyak studi
orisinal, yang dikenal dengan nama integratiae literature. Jenis
integratiae literature yang paling lama dikenal adalah tinjauan
pustaka (literature reaiew, dikenal pula dengan nama reaiew article,
oaerztiew, atau state of the art reaiew). Artikel jenis ini bersifat naratif
dan tidak dibuat dengan sistematis, dalam arti: (1) penelusuran
dan pemilihan artikel yang hendak digabungkan umumnya tidak
dilakukan dengan kriteria yang ditetapkan sebelumnya; (2) kurang
dilakukan telaah kritis dan evaluasi sistematis terhadap kualitas
artikel. Akibatnya oaeraiew ini terancam bias; dapat saja penulis
(sadar atau tidak) memilih artikel yang mendukung pendapatnya
dan tidak menyertakan sumber lain yang bertentangan. Seorang
pemenang hadiah Nobel misalnya, menulis tinjauan pustaka yang
mengutip banyak-banyak makalah yang mendukung pendapatnya
(bahwa satu jenis vitamin dapat mencegah penyakit tertentu), akan
tetapi hanya mengutip 2 daribanyak penelitian yang telah dipublikasi
yang tidak mendukung pendapat tersebut.
Bentuk lain adalah tinjauan pustaka yang dibuat secara sistematis
dan terencana. Penulis (biasanya lebih dari satu) sejak awal telah
merencanakan dengan jelas jenis-jenis artikel yang digabungkary
strategi untuk penelusuran pustaka, serta penelaahan kualitas setiap
artikel. Bila tidak digunakan analisis statistika secara formal, tinjauan
pustaka jenis ini dinamakan sebagai review sistematik (systematic
reaiew), sedangkan apablla dilakukan analisis statistika formal
disebut sebagai meta-analisis.
fi
"rf
266 Meta-qnalisis
{m
^i
Sudigdo Sastroasmoro 267
Tu;unx META-ANALISIS
il
i
268 Meta-analisis
Semua tujuan tersebut dilandasi oleh alasan yang sama, yakni untuk
memperoleh gabungan dari banyak penelitian yang sudah dilakukan.
Sebagian besar penelitiary baik studi intervensi maupun observasi
jumlah subyeknya terbatas (hanya beberapa ratus atau beberapa
puluh saja) sehingga beda klinis yang penting memberi nilai p yang
tidak bermakna atau interval kepercayaan yang lebar.
I Pendahuluan
1 Latar belakang pernyataan yang yang jelas mengapa perlu
dilakukan meta-analisis
2 Pertanyaan penelitian
a
J Hipotesis yang akan diuji
4 Tujuan dan manfaat penelitian
n Metodologi
1 Kriteria pemilihan (kriteria inklusi dan eksklusi) untuk artikel
penelitian yang akan disertakan dalam meta-analisis. Tentukan
apakah akan disertakan hasil penelitian yang tidak dipublikasi,
dan bagaimana cara menemukan hasil penelitian yang tidak
dipublikasi tersebut
t
Sudigdo Sastroasmoro 269
KruTEruN PEMITIHAN
Studi yang akan disertakan dalam meta-analisis bergantung pada
maksud meta-analisis. Karena itulah hipotesis pada proposal studi
meta-analisis amat membantu menentukan kriteria inklusi dan
eksklusi yang harus digunakan untuk mengidentifikasi studi yang
relevan yang akan digabungkan.
"rl
270 Meta-analisis
Jl
Sudigdo Sastroasmoro 271
4;
t
272 Meta-analisis
:l
Sudigdo Sastroasmoro 273
Efek
Yo Tidok Jumlqh
Eksperimen o*b
Kontrol c*d
,f
274 Meta-analisis
.r
Sudigdo Sastroasmo 275
PnNITRnN HETEROGENITAS
:l
276 Meta-annlisis
Studi A (1987)
Studi B (1989)
Studi C (1991)
Studi D (1991)
t-
Studi E (1997)
-{i-
Studi F (1999)
-+
Studi G (2000)
Rasio odds
Eksperimental Kontrol lebih
lebih baik baik
:l
Sudigdo Sastroasmoro 277
Studi A (1987) +
Studi B (1989)
-,F
Studi C (1991) {-r'
Studi D (1991)
Studi E (1997) +L
Studi F (1999)
t
278 Meta-analisis
ANausIS SENSITIVITAS
Untuk menilai apakah suatu hasil meta-analisis 'robust'(relatif stabil
terhadap perubahan) maka perlu dilakukan uji sensitivitas, antara
Iain dengan:
o Diidentifikasi terdapatnya publication bias.Semua penelitian
dinilai; bila memang ada publication bias, penelltian dengan
subyek paling banyak akan memberikan effect size yang
paling kecil. Bila hal ini terjadi, maka penelitian dengan
subyek paling sedikit dicoba untuk tidak diikutsertakan
dalam analisis. Bila hasil akhirnya tetap sama atau identik,
berarti publication bias tidak berperan cukup besar dalam
meta-analisis tersebut.
il
i
Sudigdo Sastroasmoro 279
Mnrn-aNALISIS KUMULATIF
Salah satu bentuk meta-analisis yang relatif baru adalah apa yang
disebut meta-analisis kumulatif. Pada teknik ini hasil meta-analisis
tidak dinyatakan dalam simpulan akhir, tetapi dibiarkan'terbtka',
menunggu eaidence lain dari penelitian serupa yang memenuhi
kriteria. Data baru tersebut dimasukkan ke dalam meta-analisis,
dan dihitung rasio odds-nya; demikian seterusnya setiap kali ada
publikasai terbaru dan memenuhi kriteria pemilihan, data yang
tersedia dimasukkan ke dalam meta-analisis. Teknik ini biasanya
dipergunakan untuk studi meta-analisis terhadap suatu topik yang
tidak banyak dilaporkan dalam literatur.
{r
.r)
280 Meta-analisis
KEIEnrneN
Meta-analisis mendorong pemikiran sistematis tentang metode,
kategorisasi, populasi, intervensi, outcome dan cara untuk
memadukan berbagai bukti. Metode ini menawarkan mekanisme
untuk estimasi besarnya efek dalam pengertian statistika (rasio
odds atau risiko relatif) dan kemaknaannya.
Penggabungan data dari berbagai studi akan meningkatkan
kemampuan generalisasi dan poTner statistika, sehingga dampak
suatu prosedur dapat dinilai lebih lengkap. Namun harus diingat
bahwa peningkatan power.akan memperbaiki nllai p sehingga
perbedaan yang kecil sekali pun dapat menjadi bermakna secara
statistika; padahal perbedaan tersebut belum tentu penting
secara klinis. Seperti telah beberapa kali diingatkan, bagi
klinikus yang lebih penting adalah nilai kemaknaan klinis.
{E
.t
Sudigdo Sastroasmoro 281
KErrnsATAsnN
Karena masih dalam taraf pengembangary masalah metodologi
menjadi salah satu kekurangan yang harus diperhatikan bila kita
membaca artikel meta-analisis. Hal-hal yang masih merupakan
kontroversi dapat dianggap juga merupakan keterbatasan atau
kekurangan meta-analisis, termasuk kesesuaian penggabungan
data berbagai studi, pengembangan model untuk mengukur
variabilitas, serta peran penilaian kualitas studi.
Bias publikasi merupakan masalah yang mengancam pada
meta-analisis. Meta-analisis yang hanya mencakup studi yang
dipublikasi mungkin tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, karena studi yang hasilnya negatif mungkin tidak
dipublikasi. Sebaliknya apabila disertakan data yang tidak
dipublikasi, harus diyakinkan bahwa sumber datanya tidak
mempunyai conflict of interest, dan sumber data yang tidak
dipublikasi tersebut harus ditelusur dengan teliti. Bias publikasi
sulit atau bahkan tidak mungkin dipastikan (bagaimana kita
memastikan bahwa peneliti tidak mengirim hasil penelitiannya?).
Yang dapat dilakukan adalah menduga adanya bias publikasi
dengan funnel plot, yakni diagram yang memperlihatkan
hubungan antara besar sampel dan effect size. Llhatlah Gambar
"t3-4.
.rf
282 Metu-analisis
B
e
s
o
f
s
o
m
p
e
I
Effect size
t
Sudigdo Sastroasmoro 283
Srrupurex
Meta-analisis adalah suatu teknik statistika untuk menggabungkan
secara kuantitatif dua atau lebih penelitian orisinal. Meta-analisis
saat ini telah menjadi teknik yang penting dalam epidemiologi
klinik, meskipun masih menyisakan banyak masalah yar.g
terselesaikan. Termasuk dalam masalah ini adalah, kontroversi
tentang perlu atau tidaknya disertakan data yang tidak dipublikasi,
terutama bila menyangkut pihak yang mempunyai kepentingan
tertentu.
Meta-analisis secara metodologi dianggap sebagai studi
observasional retrospektif. Secara ringkas pembuatan meta-analisis
terdiri dari 4langkah, yakni: (1) identifikasi makalah yang akan
disertakan dalam meta-analisis; (2) seleksi, yakni penilaian kualitas
laporan penelitiary (3) abstraksi, berupa kuantifikasi hasil masing-
masing penelitian untuk digabungkan; dan (4) analisis, yakni
penggabungan dan pelaporan hasil meta-analisis.
Meta-analisis yang dilakukan dengan baik dapat memberi
informasi yang lebih definitif tentang hal-hal yang dilaporkan dalam
penelitian aslinya, termasuk effect size yang lebih pasti, interval
kepercayaan yang lebih sempit, serta analisis terhadap sub-grup.
Sebaliknya meta-analisis yang dilakukan kurang cermat dapat
memberikan informasi yang menyesatkan.
Penggabungan analisis statistika juga masih merupakan bahan
diskusi yang hangat. Seringkali data yang diperlukan untuk menilai
kualitas penelitian tidak lengkap dalam laporan penelitian yang
disertakan dalam meta-analisis. Untuk mengatasi hal ini sebagian
jurnal mensyaratkan peneliti untuk menyertakan data dasar hasil
penelitiannya. Apakah kecenderungan baru ini -yakni setiap
pengirim artikel penelitian harus menyertakan data aslinya- akan
berkembang, masih memerlukan waktu untuk menilainya.
Akhirnya harus diakui bahwa meta-analisis masih kurang
diapresiasi oleh para klinikus. Pada umumnya klinikus lebih
menghargai satu uji klinis yang besar daripada penggabungan data
dari banyak uji klinis kecil yang dilakukan dengan meta-analisis.
il
t
284 Meta-analisis
Darran PUSTAKA
Egger M, Smith GD, Phitips AN. Meta-analysis: principles and procedures.
BMJ. 1997; 315;1533-7 .
Egger M, Smith GD. Meta-analysis: potentials & promise. BMJ.1997;315;1371-
4.
Egger M, Smith GD, Altman DG, Systematic reviews in health care - meta-
analysis in context. Edisi ke-2. London: BMJ Publ. 2001.
Friedman HP, Goldberg JD. Meta-analysis: an introduction and point of view
Hepatolo gy. 199 6 ;23 ;9 17 -28.
I."l TA, Secic M. How to report statistics in medicine. Philadelphia: American
College of Physicians; 1997.
Lyons LC. Meta-analysis: methods of accumulating results across research
domains. http: I lwwwL monumental.com/Solomon/Meta-analysis.html
Riegelman RK, Hirsch RP. Studying a study and testing a test. Edisi ke-3.
Boston: Little, Brown and Co. 1996.
Smith L, Haines A, Ebrahim S. Number needed to treat derived from meta-
analysies - sometimes informative, usually misleading. BMI. t999;318;1548-
51.
Stroup D, Berlin |A, Morton SC, Olokin I, William GD, Rennie D, et al. Meta-
analysis of observational studies in epidemiology. JAMA. 2000;283;2008-12.
10 Sutton AJ, Abrams KR, jones DR, Sheldon TA, Song F. Methods for meta-
analysis in medical research. Chichester: John Wiley & Sons, 2000.
11 Thacker ST, Peterson HB, Stroup DF. Metaanalysis for the obstetrician-
gynecologist. Am J Obstet Gynecol. t996;174;1403-7.
{m
t
Sudigdo Sastroasmoro 285
d^
&lffi
ffi##d
e##FS**
tr sffi@4@@ffiru
it*
Bab L4.Penelitian kualitatif
J|
N astit i Knsw an dani dkk.. 287
&
.t
288 Penelitian kualitatif
il
.a
N as titi Kasw an dani dkk.. 289
i
290 Penelitiankualitatif
PnrucunapurAN DATA
.r|
N as ti t i Kasw an dani dlck, 291
tidak ikut dalam proses diskusi. Pada proses ini peneliti kadang
menyiapkan daftar apa yang ingin diobservasi sebelumya, namun
bisa.juga peneliti membuat catatan-catatan hasil pengamatan setelah
selesai dilakukan observasi.
Axausrs DATA
.*
292 Penelitiankualitatif
Introduksi
Introduksi berisi pandangan singkat tentang naskah, termasuk
pertanyaan penelitian serta latar belakang mengapa memilih
metode kualitatif.
Metode
Metode berisi pernyataan dan alasan yang jelas tentang teknik
pengumpulan data, misalnya mengapa memilih cara wawancara
terstruktur, bagaimana merekrut subyek, termasuk persetujuan
komite etik.
Sampling
Pada bagian ini harus dikemukakan pengambilan sampel subyek
dan setting penelitian. Pengambilan sampel pada studi kualitatif
berbeda dengan pada penelitian kuantitatif yang mengedepankan
probabilitas setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi subyek
t
N astiti Kaswandani dkk.. 293
Analisis data
Bagian ini menerangkan bagaimana data dianalisis, perangkat
lunak yang digunakan serta pendekatan analisis tertentu yang
dipilih.
Diskusi
Seperti halnya penelitian kuantitatif maka pada bagian diskusi
harus dipaparkan temuan serupa penelitian-penelitian lain serta
mengemukakan kemungkinan terjadinya bias yang memengaruhi
hasil penelitian.
Simpulan
Simpulanberisi ringkasan temuan utama penelitian yang menjawab
pertanyaan penelitian. Dalam simpulan diharapkan terjawab
mengapa terjadi perilaku tertentu dan pola pikir yang mendasari,
serta penjelasan tentang korelasinya dengan pengetahuan yang
sudah dimiliki.
i
294 Penelitiankualitatif
Kelebihan
o Permasalahan dapat diteliti secara lebih detil dan mendalam
o Wawancara tidak dibatasi oleh pertanyaan spesifik yang telah
dipersiapkary namun dapat diarahkan ke arah yang lebih
mendalam pada saat wawancara dilaksanakan
il
.l
N astiti Kasw andani dkk.. 295
Keterbatasan
o Kualitas penelitian sangat bergantung pada keterampilan
individu dan lebih mudah dipengaruhi oleh bias personal
dan idiosinkrasi peneliti
r Akurasi penelitian lebih sulit dipertahankary dianalisis dan
disajikan
o Besarnya volume data membuat analisis dan interpretasi
menghabiskan waktu yang lama
o Seringkali penelitian kualitatif tidak dapat dimengerti dan
diterima sebaik penelitian kuantitatif oleh komunitas ilmiah
o Kehadiran peneliti selama pengumpulan data (yang sering
tidak dapat dihindari dalam penelitian kualitatif) dapat
memengaruhi respons subyek.
o Saat menyajikan temuan penelitian, kerahasiaan identitas
subyek dapat menjadi masalah
DAFTAR PUSTAKA
Anderson C. Presenting and Evaluating Qualitative Research. Am J Pharm
Educ.2010;74;'141.
Cooper S, Endacott R, Chapman Y. Qualitative research: specific designs
for Qualitative research in emergency care? Emerg Med J. 2009;26:773-6.
.rl
296 Penelitiankualitatif
Creswell JW, Clark VLP. Designing and conducting mixed methods research.
SAGE Publicatiory Califomia 2007. h.1-19.
4. Greenhalgh T Taylor R. How to read a paper: Papers that go beyond numbers
(q ualitative research). BMl. 1.997 ;315:7 40-3.
5. Lasch KE, Marquis P, Vigneux M, Abetz L, Amould B, Bayliss I\4 dkk. PRO
development: rigorous qualitative research as the crucial {oundation. Qual
Life Res. 2010;19:1087 -96.
6. Pope C, Ziebland S, Mays N. Qualitative research in health care: Analysing
qualitative data. BMJ. 2000;320:114-6.
7. Rabiee F. Focus-group interview and data analysis. Nutrition Society
2004;63:655-60.
Sandelowski M, Voils CI, Barroso J. Defining and designing mixed research
synthesis studies. Res Sch. 2006;1,3:29.
9. Shaw RL, Booth A, Sutton AJ, Miller T, Smith JA, Young B, dkk. Finding
qualitative research: an evaluation of search strategies. BMC Medical
Research Methodology 2004, 4:5. Diunduh dari: http:llwww. biomed-
central. com/ 1 47 l -2288 I 4 I 5
10. Silverman D. Doing qualitative research. Edisi kedua. Sage Publication,
California. 2005. h.1-14.
11. Strauss A" Corbin J. Basics of qualitative research: grounded theory procedures
and technique. Edisi kedua. Sage Publicatiory California 1990.h.1-35
12. Thomas J, Harden A. Methods for the thematic synthesis of qualitative
research in systematic reviews. BMC Medical Research Methodology 2008,
8:45. Diunduh dari http://www.biomedcentral.com/1.471-228818145 doi:10.1186/
1471-2288-8-45
13. Winch Pj, Wagman JA, Malouin RA, Mehl GL. Qualitative research for
improved health programs. A Guide to Manuals for Qualitative and
Participatory Research on Child HealthU Nutrition, and Reproductive Health.
Department of International Health Johns Hopkins University, School of
Hygiene and Public Health.2000.
.*
N as titi Kasw andani dkk., 297
#*
ffi*tr $F "S
ry&ffiffi
Penel ition kuol itotif tidok mengondol kon onol isis statisti ko,
me lo i n kon pado des kr ps i dengon kecenderunqon pendekoton
i
induktif .
il
i
Bab 15 - Variabel dan hubungan
antar-variabel
Sudigdo Sastoasmoro, Asril Aminullah, Yusuf Rukman*,
Zakiudin Munasir
VanrnsEr
Variabel adalah karakteristik subyek penelitianyangberubah dari satu
subyek ke subyek lain. Seperti telah disinggung dalam Bab 4, yang
dimaksud dengan variabel adalah karakteristik suafu subyek, bukan
subyek atau bendanya sendiri. Misalnya, badan, kelamin, darah,
atau hemoglobin bukan merupakan variabel; yang merupakan
variabel adalah tinggi atau berat badan, jenis kelamin, tekanan
darah, atau kadar hemoglobin. Variabel harus diletakkan dalam
dr
.r)
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 299
Srarn vARTABEL
.rf
300 Var i ab el d an hub un g an ant ar -a ar i ab eI
Contoh
1 Pemberian obat A menyebabkan penurunan tekanan
darah.
2 Perbedaan kadar kolesterol pada siswa lelaki dan
peremPuan.
Pada contoh pertama pemakaian obat A merupakan variabel
bebas, sedangkan tekanan darah adalah varibel tergantung. Pada
contoh kedua, kadar kolesterol serum adalah variabel tergantung,
sedang jenis kelamin merupakan variabel bebas.
Perlu dipahami bahwa satu jenis variabel dapat berfungsi berbed4
bergantung kepada konteks penelitian. Misalnya dalam penelitian
tentang faktor risiko terjadinya hipertensi, tekanan darah merupakan
variabel tergantung (dengan variabel bebas misalnya faktor genetik,
konsumsi gararn, merokok, kegemukan, kebiasaan olah raga). Namun
dalam studi penyebab kematian pada manul4 hipertensi adalah (salah
satu) variabel bebas dengan variabel tergantung kematian. Pada studi
hubungan antara diabetes dengan stroke, hipertensi merupakan
variabel perancu (confounder) karena berhubungan dengan diabetes
dan dengan stroke (llhat bawah). Perlu diingatbahwa meski namanya
variabel "bebas-tergantung" atau variabel"kausa-outcome' namun
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung tidak
selalu merupakan hubungan sebab-akibat.
VeruenEL PERANCU
il
i ,*o
S udi gdo S as tr o asm or o dld<. 301
qry9E_l
i
302 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar i ab el
lAl
I I t *'"*,
i. beoas i
[_'".*;-=l
I tergantung
I
\_/
l-**-
t_
p"11__i
E-] Ilrtrrl I
:l
Sudi gdo S astro asmor o dkk. 303
t
304 Var i ab eI d an hub u n g an an t ar -a qr i nb el
ffi
.r
Su di gdo S astr o asmoro dkk. 305
Colrounrnnrc By INDT:ATIIN
Para klinikus harus ekstra hati-hati menafsirkan data retrospektif
tentang hasil pengobatan dalam rangka pelayanan rutin. Data
pelayanan pada umumnya tidak distandardisasi dengan ketat
sehingga perlu kewaspadaan dalam menginterpretasinya. Terdapat
satu jenis faktor perancu yang harus amat diperhatikan bila kita
melakukan analisis retrospektif terhadap hasil terapi. Misalnya akan
dianalisis faktor risiko terjadinya kematiarrpada pasien dengue shock
syndrome (DSS). Selama tahun 2001 dirawat 100 pasien DSS; untuk
mengatasi renjatan (syok), pada 60 pasien diberikan larutan Ringer
laktat (RL) saja, sedangkan pada4} pasien diberikan RL dan plasma.
Ingin dilihat pengaruh pemberian plasma terhadap prognosis DSS.
Dari 40 pasien yang mendapat Rl+plasma, ternyata 20 (50%) pasien
meninggal sedangkan di antara 60 pasien yang hanya memperoleh
plasma hanya 6 (10%) yang meninggal. Tabel 2 x 2 disusun untuk
menghitung uji x2. lihat Tabel 15-1 dan Gambar 15-5.
Uji x'?menunjukkan hubungan yang bermakna antara pemberian
plasma dengan prognosis D55, yakni pasien yang diberikan plasma
secara bermakna lebih banya( yang meninggal daripada pasien
yang tidak diberikan plasma. Simpulan ini tidak sahitu oleh karena
tidak memperhitungkan bahwa indikasi pemberian plasma berkaitan
dengan derajat penyakit; pasien yang lebih berat (renjatan berulang
atau renjatan lama, renjatan dengan pendarahan hebat) lebih sering
diberi plasma daripada pasien yang penyakitnya lebih ringan.
It
.*
306 Var i ab el d an hub un gan an t ar -a ar i ab eI
Hosil
RL 54 60
RL * Plosmo 20 20 40
Jumloh 74 26 r00
x2=7,1 1; df = l, p <0,05
Pemberian
plasma . Prognosis
{;
.f
Sudigdo S astroasmoro.dlck' 307
Menyingkirkan perancu
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan variabel perancu, yakni
dalam desain penelitian (yakni dengan cara restriksi, matching,
atau randomisasi), dan dalam analisis hasil penelitian (dengan
cara stratifikasi atau metode analisis multivariat). Menyingkirkan
perancu dalam desain dipandang lebih baik dan lebih kuat daripada
menyingkirkannya dalam analisis. Dalam analisis multivariat tidak
jarang dipakai pelbagai asumsi (misalnya asumsi distribusi normal)
yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh data yang dianalisis.
{a
ll
308 Var i ab eI d an hub un g an an t ar -a qr i ab eI
1 Restriksi'
Yang dimaksud dengan restriksi adalah menyingkirkan variabel
perancu dari setiap subyek penelitian. Misalnya, pada penelitian
observasional tentang hubungan antara kebiasaan kebiasaan minum
kopi dengan kejadian penyakit jantung koroner; karena kebiasaan
merokok merupakan variabel perancu, maka subyek yang dipilih
@aik pada kelompok peminum kopi atau kelompok kontrol) adalah
mereka yang bukan perokok. Jadi kebiasaan merokok merupakan
salah satu kriteria eksklusi baik untuk kelompok yang diteliti maupun
kelompok kontrol. Teoritis cara ini sangat efektil karena pengaruh
kebiasaan merokok praktis dapat dinafikan dari hasil penelitian,
sehingga bila didapatkan asosiasi antara kebiasaan minum kopi dengan
penyakit jantung koroner, hubungan ini bebas dari peran kebiasaan
merokok. Namun cara ini mempunyai kelemahan yangnyata, yakni:
o sulit memperoleh subyek penelitian, karena dalam dunia
nyata seringkali peminum kopi adalah juga perokok
o generalisasi hasil penelitian menj4di terbatas, oleh karena
dalam alam nyata banyak peminum kopi yang juga perokok
2 Matching
Matching adalah proses menyamakan variabel perancu pada kedua
kelompok. Dikenal dua jenis matching yakni frequency matching
dan indiaidual matching. Pada frequency matching pemilihan subyek
dan kontrol dibatasi oleh faktor yang diduga merupakan perancu
yang nyata. Pada studi tentang pengaruh pil KB terhadap agregasi
trombosit, pemilihan subyek dapat dibatasi kelompok umu{, status
reproduksi, dan jumlah anak. Namun cara ini masih terlalu longgar,
sehingga tidak cukup untuk menyingkirkan perancu. Yang dapat
menyingkirkan peran perancu dengan efektif adalah indioidual
matching. Misalnya, bila subyek dalam kelompok yang diteliti
(peminum kopi) adalah perokok, maka untuk kontrol dicari pasangan
subyek yang tidak minum kopi tetapi perokok; demikian pula bila
subyek bukan perokok, dicari pasangannyayarLg bukan perokok.
.rf
Sudigdo S astroasmoro dkk. 309
3 Randomisasi
Randomisasi dalam uji klinis merupakan cara yang efektif dan
elegan untuk menyingkirkan pengaruh variabel perancu. Dengan
randomisasi (Bab 10), maka variabel perancu terbagi seimbang di
antara 2 kelompok. Kelebihan lain adalah variabel perancu yang
terbagi rata tersebut meliputi baik variabel perancu yang pada saat
penelitian sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Ilustrasi
di bawah ini dapat memperjelas hal tersebut.
Dalam uji klinis untuk menilai manfaat obat tradisional tertentu
dalam menurunkan kadar kolesterol total dilakukan randomisasi;
sebagian subyek diberikan obat tradisional, sebagian diberikan
plasebo. Dengan randomisasi maka semua karakteristik subyek
terbagi rata pada kelompok yang diteliti dan kelompok kontrol. Jika
kebiasaan makan mentimun di kemudian hari temyata mempunyai
hubungan dengan kebiasaan minum obat tradisional dan juga
dengan kadar koiesterol (perancu), maka hal tersebut tidak akan
memengaruhi hasil penelitiaru oleh karena dengan randomisasi ia
sudah terbagi seimbang pada kedua kelompok.
.r|
310 Var i ab el I an hub un gan an t ar -v ai ab el
1 Stratifikasi
Stratifikasi merupakan cara yang lazimuntuk meniadakan variabel
perancu/ bila hanya ada 1 perancu. Bila lebih dari 1 maka stratifikasi
menjadi kompleks dan sulit diinterpretasi. Teknik yang lazirn
digunakan adalah statistika Mantel-Haenszel, baik untuk studi
cross sectional, kasus-kontrol, kohort, atau uji klinis.
ll
S udigdo S astroasmor o dkk. 311
A. Semuo subyek
Minum kopi 50 50 100 5Oxl5O/50x50=3
kopi 50
Tidok minum 150 2OO
Jumloh 100 2OO 300
B. Perokok
kopi
Minum 45 l5 60 45x10/30x15=l
kopi 30
Tidok minum l0 40
Jumlqh 75 25 100
C. Bukon perokok
kopi
Minum 5 35 40 5x14Of35x2}=1
kopi 20
Tidok minum 14O 160
Jumloh 30 170 2OO
RO (Montel-Hcenszel) =
-t
312 Variab eI dan hubungan antar-a ariabel
2 Analisis multivariat
Analisis multivariat bagi sebagian ahli statistika berarti teknik
statistika untuk set data variabel tergantung multipel (lebih dari
satu). Dalam buku ini kami memandang analisis multivariat
termasuk teknik statistika untuk set data dengan variabel bebas yang
lebih dari satu. Terdapat banyak jenis analisis multivariat, dari yang
sederhana sampai yang paling rumit. Dalam penelitian klinis yang
sering dipakai adalah teknik analisis regresi multipel dan model
^i
Sudi gdo S astroasmor o dl<k. 313
A. Semuo (n=6OO)
MS - Yo 95 105 200 = 95/2OO:1O2f 4OO=1,85
MS - Tidok 1O2 298 400
Jumloh 197 403 600
B. Leloki (n-37O)
MSYo 85 32 117 =85/117160/79=0,96
MSTidok 60 19 79
Jumloh 145 501 196
C. Perempuon (n=26O)
MS Yo l0 73 83 =10/83242/321=0,92
i
MS Tidok 42 279 321
Jumloh 52 352 4O4
Regresimultipel
Ingin diteliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat lahir
bayi (variabel tergantung, berskala numerik). Faktor yang diteliti
adalah usia ibu, paritas, lama pendidikan ibu, dan berat ibu sebelum
il
314 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar iab eI
Regresi logistik
Teknik multivariat lain yang sering digunakan adalah model regresi
logistik. Teknik ini dipakai bila variabel bebasnya terdiri atas variabel
berskala numerik dan kategorikal, sedangkan variabel
tergantungnya berskala nominal (biasanya dikotom namun dapat
pula nominal lebih dari 2 nilai). Misalnya pada uji klinis dengan
jumlah subyek 100 pasien, alokasi random ternyata memberikan
hasil 2 kelompok yang amat tidak seimbang dalam beberapa
variabel prognostik penting. Analisis yang direncanakan semula,
yakni uji x2 untuk 2 kelompok independen menjadi tidak sahikr,
karena sebelum perlakuan kedua kelompok tidak sebanding.
{t
.rf
Su di gdn S as tr o asmor o dkk. 31s
Dalam hal ini diperlukan teknik analisis lain. Bila efek yang dinilai
adalah nominal (misalnya sembuh atau tidak) dan variabel
bebasnya berskala kategorikal (jenis kelamin, status gizi) dan
numerik (umur, berat badary tekanan darah), maka analisis yang
sesuai adalah model regresi logistik. Pada akhir analisis, yang hampir
selalu dilakukan dengan program komputer, akan diperoleh
persamaan regresi logistik berikut:
hf-Ll =. tb I +b zxz+b3x3
1x1I ...... +b;x;
Ll-pl
atau D- 1
+brx3.....+bixi)
1 + g-(r*b1x1+b2x2
.*
316 Var i ab eI d an hub un g an ant ar -o ar iab el
A. Semuq subyek
lndomelosin 40 60 r00 RR = 40/60'l O/90=6
Tonpo indometosin r0 90 r00
Jumloh 50 r50 200
B. Premolur
'10
lndometosin 30 40 RR = 30/40:5 /5O=7.5
Tonpo indometosin 5 45 50
iumloh 35 90
C. Cukup bulon
lndometqsin r0 50 60 RR= 10/60:5 /4O=1.33
Tonpo indometosin 5 35 40
Jumloh I5 85 100
il
.*
Sudigdo S astroasmoro dkk. 317
Peluang
Faktor peluang selalu dapat terjadi, sehingga harus kita perhatikan
dan analisis. Bila sampel representatif terhadap populasinya, besar
peluang dapat dihitung dengan pelbagai teknik statistika, yakni
dengan cara menghitung nllai p. Biasanya disepakati besarnya
peluang untuk memperoleh hasil bila kedua kelompok tidak
berbeda < 5% (p < 0,05) dianggap diterima.
t
318 Var i ab eI d an hub u n g an an t ar - v ar i ab eI
Bias
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bias inklusi terjadi apabila
subyek tidak representatif untuk populasi yang diwakili. Misalnya,
pemilihan pasien yang berobat ke rumah sakit rujukan pada
umumnya tidak mewakili keadaan dalam masyarakat. Selain
populasi terjangkau yang dipilih, cara pemilihan sampel (sampling
method)juga sangat menentukan apakah sampel tersebut dianggap
mewakili. Lihatlah kembali cara pemilihan subyek penelitian dalam
Bab 5. Di sini perlu diingat bahwa sedapat mungkin sampel dipilih
berdasar peluang (probability sampling). Bila tidak mungkiry karena
pasien terbatas, untuk penelitian klinis dianjurkan menggunakan
teknik consecutiae sampling. Penggunaan conaenience sampling harus
dihindarkan, sedang cara judgmental sampling maupun purposiae
sampling harus dilakukan dengan amat hati-hati.
Bias pengukuran merujuk pada kesalahan- sistematik akibat
proses pengukuran, yang telah dibahas dalam Bab 4. Perlu selalu
diingat bahwa bias pengukuran berkaitan dengan kesahihan;
peneliti harus senantiasa berusaha menghindarkan 3 sumber bias
pengukurart yakni bias pemeriksa, bias subyek, dan bias alat ukur
serta cara pengukurannyq dengan cara yang telah diuraikan dalam
Bab 4. Termasuk hal yang potensial dapat menyebabkan bias
pengukuran adalah kriteria penetapan outcome atau efek.
il
.*
Sudigdo S astroasmoro dl(k. 319
Hubungan sebab-akibat
Apabila faktor peluang, bias, dan perancu dianggap bukan lagi
masalah, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara
variabel bebas dan tergantung adalah hubungan sebab-akibat. Perlu
diingat bahwa dalam fenomena biologis, yang dimaksudkan dengan
sebab (kausa, cause) tidak selalu satu-satunya faktor yang dapat
menimbulkan efek. Dikenal istilah (a) sufficient cause, dan (b)
necessary cause. Bila logam dipanaskan" ia memuai, di mana pun
dan kapan pury oleh siapa pun. Jadi pemanasan itu sendirilah yang
menyebabkan logam memuai; hal ini disebut sebagai sufficient
cause. Namun M. tuberculosls bukanlah merupakan sufficient cause
untuk penyakit tuberkulosis. Dalam hal ini M. tuberculosls disebut
sebagai necessary cause; untuk terjadi penyakit tuberkulosis,
diperlukan faktor lain seperti ketahanan tubuh rendah, kerentanan
individual, dan lain-lain. Sebagian besar kausa pada fenomena
biologis adalah necessary cause.
Dalam diagnosis hubungan kausal, perlu diperhatikan dan
ditelaah hal-hal berikut, yang merupakan pengembangan dari
postulat Koch oleh Sir Bradford Hill.
il
.r
320 Var i ab el d sn hub un g an ant ar -a ar iab el
2 Kuatnya asosiasi
Bukti adanya hubungan yang kuat antara dua variabel akan lebih
menyokong terdapatnya hubungan sebab-akibat. Bila digunakan
statistik, maka nllai p yang kecil (atau interval kepercayaan yang
sempit) lebih kuat daripada nilai p yang besar (atau interval
kepercayaan yang lebar). Bila yang dihitung adalah rasio, misalnya
risiko relatif, rasio odds, atau rasio prevalens, maka nilai rasio yang
menjauhi angka 1 menunjukkan hubungan yang lebih kuat.
Misalriya RR 11,2 lebih kuat daripada RR 1,8 atau RO 0,2 lebih
kuat daripada RO sebesar 0,85.
4 Konsistensi
Apabila terdapat hasil yang konsisten antara satu penelitian dengan
penelitian lairy atau pada subyek pada satu penelitian, maka asosiasi
sebab-akibat menjadi lebih mungkin. Sebagai contoh sederhana
t
Sudigdo S astro asmor o dlck. 321
5 Koherensi
Asosiasi disebut koheren apabila sesuai dengan gambaran umum
distribusi faktor risiko serta efek pada populasi tertentu. Asosiasi
antara konsumsi garam dengan hipertensi pada suatu penelitian
akan disokongbila pada populasi tertentu dengan konsumsi garam
yang tinggi ditemukan prevalens hipertensi yang lebih tinggi
dibanding dengan prevalens pada populasi umum. Hal ini tentu
tidak tergambar dari data penelitian, namun harus diperoleh dari
studi pustaka.
6 Bi ol o gi c aI p I ausib ility
Agar dapat disebut hubungan kausal, hubungan antara variabel
bebas dan tergantung harus dapat diterangkan dengan teori yang
ada. Apabila ditemukan hubungan antara AIDS pada bayi dengan
pekerjaan orang tua, maka harus ditemukan teori yang dapat
menerangkan hubungan tersebut. Bila teori tersebut ada, asosiasi
kausal menjadi lebih mungkin. Sebaliknya, bila data menunjukkan
ada hubungan antara miokarditis difterika dengan warna baju yang
dipakai pasiery hubungan kausal tidak dapat disimpulkan sebab
tidak ada teori yang dapat menerangkan asosiasi tersebut.
tB
,*
322 Variab eI dan hubungan antar-v ariabel
Dnrran PUSTAKA
Anderson B. Methodologikal errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ; 2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-2. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw Hill, 2001.
4 Elwood |M. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford Uneversity Press, 1998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials,
Edisi ke-3 Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Greefihalgh T. How to read a paper statistics for the non-statistician.I.
Different types of data need different statistical test. BMj. 1997;315:364-6
Guyyat G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based practise. Chicago: AMA press; 2002.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB. Penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi ke-3.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
-t
Sudigdo S astr o asmoro dl<k. 323
s-
s@-s ryg
tr*tr&@#@@
:l
Bab 16 - Pemilihan uii hipotesis
{t
.rf
AIan RTumbelaka dkk. 325
Ug HrrorESIs
Uji hipotesis merupakan prosedur statistika untuk menunjukkan
kesahihan suatu hipotesis. Istilah yang lebih popular namun kurang
tepat adalah uji statistika, atau uji kemaknaan. Uji ini diperlukan
oleh karena penelitian dilakukan pada sampel, tidak pada populasi,
sedangkan peneliti ingin menggeneraliseisi hasil studi ke populasi
yang diwakili oleh sampel. Dengan uji hipotesis dapat ditentukan
apakah ada atau tidak adanya hubungan atau perbedaan yang
diperoleh dari data pada sampel, berlaku pula untuk populasi yang
diwakili oleh sampel yutlg diteliti tersebut dengan tingkat kesalahan
yang ditentukan oleh peneliti.
Uji hipotesis secara tradisional dilakukan dengan pernyataan
hipotesis nol, yaitu hipotesis bahwa tidak ada perbedaan atau tidak
ada hubungan antar-variabel. Kemudian terhadap data pada sampel
dilakukan uji untuk memperoleh angka apakah cukup bukti untuk
menolak hipotesis nol, sel'ingga dapat dibuat simpulan ada atau
tidaknya perbedaan (atau hubungan) di antara dua (atau lebih)
kelompok. Pada akhirnya akan diperoleh nllai p; karena nilai ini
diperoleh dengan pengandaian hipotesis nol, maka interpretasi hasil
uji hipotesis harus selalu disertakan pernyataan'bila hipotesis nol
benar' (aide infra).
t
326 Ujihipotesis
-a
Alan RTumbelaka dkk. 327
Baku emas
Uji diagnostik
Power(1-p) CI
Ujihipotesis
(pada sampel)
p (1-a)
.t
328 Ujihipotesis
t .'a* "
AIan RTumbelaka dkk. 329
.r
3til0 Ujihipotesis
bahwa obat A tidak mungkin lebih buruk dari obat B. Hal ini disebut
hipotesis satu arah. Sebagian besar ahli statistika menganjurkan
untuk selalu mempergunakan uji dua aratr, meskipun untuk ini
diperlukan subyek penelitian lebih banyak. Penentuan uji satu arah
atau dua arah ini sangat penting, oleh karena menyangkut jumlah
subyek yang diperlukary dan juga menyangkut penilaian hasil uji
hipotesis itu sendiri. Suatu uji hipotesis satu arah yang memberikan
nllai p = 0,04 (bermakna), bila diterapkan untuk :uji 2-arah maka
hasilnya p : 0,065 (tidak bermakna).
Nnru p
Dalam setiap uji hipotesis peneliti pada akhirnya akan sampai pada
nllai p, yang biasanya disebut sebagai batas kemaknaan uii
hipotesis. Nilai p tersebut mempunyai makna sangat penting
namun tidak mutlak; ia harus diinterpretasi dengan baik agar tidak
terjadi kesalahan simpulan. Interpretasi nilai p juga harus selalu
dihubungkan dengan data klinis yang dievaluasi.
Seperti telah disebutkan, uji dimulai dengan menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan atau hubungan antara 2 variabel (hipotesis
nol). Dengan dasar asumsi tersebut, dan dengan perhitungan
menggunakan rumus tertentu, pada akhirnya akan diperoleh nilai
p. Bagaimana kita menginterpretasi nllai p secara benar?
Nilai p ini sering sekali disalahtafsirkan" bahkan oleh para senior.
Yang sering adalah kesalahan interpretasi dengan menyatakan
bahwa nilai p adalah besarnya kemungkinan bahwa hipotesis nol
benar (ilengan perkataan lain besarnya kemungkinan bahwa kedua
kelompok tidakberbeda). Hal ini keliru, karena nilai pada populasi
adalah nilai yang tetap, sehingga kemungkinan ia benar atau salah
adalah 0 atau 1. Penafsiran lain yang kurang tepat adalah nilai p
ailalah besarnya kemungkinan bahzaa hasil ynng diperoleh adalah
disebabkan oleh peluang, akibat variasi random.Interpretasi ini
juga kurang tepat oleh karena kalimat tersebut secara implisit
menyebutkan bahwa hipotesis nol benar. Interpretasi nilai p yang
benar adalah:
tt
t
Alan RTumbelaka dkk. 331
Obot X 75 25 100
x2 = 4,467; df = I; p= 0,035
il
i
332 Ujihipotesis
atau
Bila obat standar tidak berbeda dengan obat X, maka faktor
peluang saja pada 3,57o kesempatan dapat menerangkan
terjadinya beda kematian sebesar 15"/" ataalebih.
(Karena anak kalim at'bllahipotesis nol benar' sering dilupakary
maka disarankan unhrk menyebutnya lebih dahulu).
Dalam kalimat yang lebih longgar sering orang menyebutkan:
Kemungkinan bahwa hasil tersebut disebabkan semata-mata
oleh faktor kebetulan adalah 15%.
Istilah'faktor kebetulan' tersebut tidak tepat dan seyogyanya
dihindarkan.
Sebelum era komputer, nilai p dilihat dari tabel pada tiap buku
statistika, sehingga tidak akan diperoleh nilai absolutnya, melainkan
dinyatakan sebagai p>0,05, p<0,05; atau p<0,0L Akibatnya p=0,045
sama dengan p:0,0'1.3, yakni dinyatakan sebagai p<0,05. Kini,
dengan komputer nllai p yang tepat dapat diperoleh, misalnya p :
0,052. Nilai tersebut hendaknya'dicantumkan sebagai hasil uji
hipotesis, hal tersebut akan memberikan peluang kepada pembaca
untuk menafsirkan sendiri maknanya. Pada contoh ini nilai p sebesar
0,052, hingga pada kondisi tertentu dapat ditafsirkan sebagai
bermakna. Bila digunakan tabel, hasil tersebut dinyatakan sebagai p
> 0,05 yang harus ditafsirkan sebagai tidak bermakna.
INrnnval KEPERCAYAAN
il
Jl
AIan RTumbelaka dkk. 333
il
i
334 Ujihipotesis
J|
Alan RTumbelaka dkk. 335
Tqbel l6-2. Jenis dEto don uli hipotesis yong sesuoi (solu
voribel bebos, qnolisis univoriqt)
Voriobel Metode
Tergcnlung
Voriobel Melode
Bebos Tergontung
&
"*
336 Ujihipotesis
{r
.t ;t"
AIan RTumbelaka dkk. 337
il
t
338 Uiihipotesis
Uji kai-kuadrat
Uji kai-kuadrat (uji x2) merupakan jenis uji hipotesis yang paling
sering digunakan dalam penelitian klinis. Seperti halnya pada uji-
t, uji kai-kuadrat ini juga dibedakan menjadi uji x2 untuk kelompok
independen, dan uji x2 untuk kelompok berpasangan.
Contoh uji kai-kuadrat untuk 2 kelompok independen
Peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil pengobatan
miokarditis difterika dengan obat standar dan dengan obat
baru P. Enam puluh pasien miokarditis difterika dilakukan
t
AIan RTumbelaka dkk 339
Regimen slondor l8 12 30
Regimen boru 22 30
20 60
Persyaratan uji x2
Uji untuk 2 kelompok independen sahih apabila persyaratan
x2
berikut dipenuhi:
1. jumlah subyek total > 40, tanpamelihat nilai expected, yaitunllai
yang dihitung bila hipotesis 0 benar
2 jumlah subyek antara 20 dan 40, dan semua nilai expected pada
semua sel > 5
Bila:
(a) jumlah subyek total n< 20, atau
(b) lunrlah subyek antara 20-40 dengan ntlai expected ada yang < 5
maka dipakai uji mutlak Fisher.
.r
340 Ujihipotesis
Contoh
Ingin dibandingkan hasil terapi demam tifoid dengan
kloramfenikol dan obat M. Tiap pasien yang diobati dengan
kloramfenikol dicari pasangan yang sesuai umur, jenis
kelamin, dan derajat sakitnya untukmendapat obat M. Hasil
terapi tampak pada Tabel '!.6-7, selanjutnya disusun dalam
tabel2x2 (Tabel 16-8). Dalam tabel tersebut pada sel (n)=
jumlah pasangan yang sembuh dengan kloramfenikol dan
obat M, sel (b)= jumlah pasangan yang sembuh dengan
kloramfenikol tetapi tidak sembuh dengan M, sel (c) =
pasangan yang tidak sembuh dengan kloramfenikol namun
sembuh dengan M, sel (d) = pasangan yang tidak sembuh
baik dengan kloramfenikol r4aupun M.
i Sembuh Sembuh o
2 Sembuh Tidok b
3 Tidok Sembuh c
4 Tidok Tidok d
5 Sembuh Tidok b
6 Sembuh Tidok o
dst
J| -41
AIan RTumbelqka dkk. 341
Klorcmfenikol
Sembuh Tidqk
Sembuh 22
ObotM
Tidqk 8
Korelasi
Korelasi merupakan suatu metode untuk mencari hubungan
antara 2 variabel numerik, misalnya antara tinggi dan berat badan
anak, atau antara tinggi badan dengan kapasitas vital paru. Tidak
jarang prosedur ini secara salah dipergunakan untuk mencari
kesesuaian antara 2 pengukuran terhadap 1 variabel yang sama
fr
".1
342 Ujihipotesis
(lihat Bab 21). Bila ada 2 set data variabel numerik, maka dapat
dicari korelasi. Contohnya dapat dilihat pada Tabel16-9.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menggamb ar scatter
plot atau diagram baur; apabila dengan diagram baur tidak tampak
hubungan linear, maka tidak perlu untuk dilakukan penghitungan
koefisien korelasi. Bila pada diagram baur tampak ada hubungan
linear, koefisien korelasi perlu dihifung, dapat secara manual atau
dengan program komputer. Perlu diperhatikan bahwa dalam
korelasi tidak dikenal adanya variabel bebas dan tergantung; ia
hanya menunjukkan ada hubungan antara dua variabel numerik.
Hasil penghitungan dinyatakan dalam koefisien korelasi Pearson
(r), dan dapat dihitung pula nilai p-nya.Korelasi mutlak akan
memberikan nilai r = 1, yang nyaris tidak pernah ada dalam
fenomena biologis. Nilai r yang lebih rendah ditafsirkan baik (r>0,8),
sedang (0,6-0,79), lemah (0,4-0,59), sangat lemah (<0,4). Batasan
interpretasi ini dapat berbeda pada beberapa buku.
l. 87 124
2. l04 9,8
3. u I 1,3
4. 222 87
5. 78 10,9
dst
Regresi linear
Korelasi dan regresi linear mempunyai kesamaan dan perbedaan.
Keduanya menunjukkan hubungan antara 2 variabel numerik.
Bedanya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan
"r| ;1 '
AIan RTumbelaka dkk. 343
.
r
o
:::::i;::;:::i;"i;:i""'
odoloh konslqnto
b odoloh koefisien regresi
Y=3*2,6x
bilo kodor ureum = 50 mg/dl
moko kodor tripsin serum =3*2,6 x50= l33unit
Regresi multipel
Regresi multipel digunakan untuk menganalisis set data dengan
satu variabel tergantung berskala numerik dengan lebih dari 1
variabel bebas yang semuanya berskala numerik. Persamaan regresi
multipel mempunyai rumus umum sebagai berikut:
.rl
344 Ujihipotesis
Contoh
Peneliti ingin memperoleh persamaan regresi yang dapat
meramalkan tekanan ventrikel kanan pada pasien stenosis
pulmonal (variabel numerik, mmHg) dengan sumbu QRS
(derajat), tinggi gelombang R di V (mm), dan gelombang S
di \ (mm). Ia melakukan kateterisasi iantung pada semua
pasien stenosis pulmonal, mengukur tekanan ventrikel
kanannya, dan menghitung sumbu QRS, gelombang R di
V., dan gelombang R di V5 pada EKG. Dengan program
komputer diperoleh persamaan regresi:
Regresi logistik
Regresi logistik dipakai apabila variabel bebas berskala numerik,
ordinal, dan nominal, sedangkan variabel tergantung berskala
nominal dikotom. Teknik yang semula banyak dipakai dalam ilmu
ll ,j& n
Alan RTumbelaka dkk. 345
P_
1 _ a-(a+brxr+b,xr-b,x,....+b1x,)
Contoh
Ingin diperoleh persamaan untuk memprediksi peluang
pasien yang masuk ke ICU untuk hidup, berdasarkan usia
(numerik), skor analisis gas darah (numerik) dan skor klinis
(numerik) saat masuk, kategori diagnosis (ordinal), adanya
infeksi (nominal). Dari 100 pasien akan diperoleh persamaan
regresi logistik, yang dapat dipakai untuk meramal peluang
untuk hidup pasien berikutnya yang masuk ICU.
Catatan
1. Regresi multipel dan regresi logistik merupakan statistika lanjut
yang banyak menggunakan asumsi. Misalnya, pernyataan
bahwa variabel bebas pada regresi multipel harus berskala
numerik, dianggap dapat dipenuhi olelt dummy variabel, yakni
variable yang mempunyai dua buah nilai (misalnya lelaki diberi
nilai 0, perempuan nilai 1). Program komputer akan memberi
nllai p untuk koefisien regresi, yang menunjukkan apakah
koefisien tersebut bermakna atau tidak. Pelbagai persyaratan
diperlukan dalam teknik-teknik ini, yang dapat dikaji dalam
buku Afifi dan Clark (1986)
2. Pada saat ini sudah adaprogram komputer yang memungkinkan
penghitungan regresi logistik dengan variabel dependen
nominal lebih dari 2 nilai (regresi logistik polikotom).
il
Jl
346 Ujihipotesis
D^q.rran PUSTAKA
1 Afifi AA" C'lark V. Computer-aided multivariate analysis. New York: VNB,
1986
2 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman &
Hall,L99L.
3 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mf. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMI;2000.
4 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw Hill, 2001.
5 Elwood JM. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. oxford: oxford University Press, 1998.
6 Fleiss JL. Statistical methods for rates and proportions. New York: ]ohn Wiley
& Sons, 1997.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designkng clinical research - an epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 2007.
il
.rl
AIan RTumbelaka dkk. 347
!t-
m#is
ffi@
R#fd
il
:l .*"
Bab L7 - Perkiraan besar
sampel
il
ll
Bambang Madiyono dkk 349
.rf
350 Perkiraanbesar sampel
nx6xo
K-
. zoxzuxSB
K- konstonto
n= iumloh subyek
o- deho oiou effecl size, perbedoon hosil yong diomoti
p= proporsi (unluk dolo nominol)
Z=
d
deviot boku normol unluk 0,
-=
p
.=
deviot boku normol untuk B
SB simpong boku (untuk doto numerik)
Catatan
o Notasi matematika formal deviat baku normal untuk u
adalah Z$-rzo) untuk uii-2 arah, dafl 211,o1 untuk uji 1-arah-
Dalam buku ini penulisan notasi tersebut disederhanakan
menjadi z* dengan memperhatikan apakah uji bersifat satu
atat2 arah.
o Notasi untuk deviat baku normal untuk B (selalu 1 arah)
adalah z,r_u,. Dalam buku ini penulisannya disederhanakan
menjadi zu.
&
i
Bambang Madiyono dkk 3s1
il
i
352 Perkirqsnbesar sampel
d;
.*
BambangMadiyono dkk 353
l'{o: A=B; q: A }B
Ho dit+lak
{r
i .a"
354 Perkiraanbesar sampel
3 PownnPENELmAN
Power suatu penelitiary analog dengan nilai sensitivitas pada uji
diagnostik, adalah kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan
beda yang secara statistika bermakn4 bila dalam populasi tersebut
ada (Tabel 77-l). Artinya power adalah kekuatan untuk menolak
hipotesis nol pada data penelitian, apabila dalam populasi terdapat
perbedaan hasil klinis. Nilai poToer adalah sebesar (1-B), bila P = 20%,
maka berarti power = 80"/", artinya penelitian itu mempunyai peluang
atau kekuatan sebesar 80% untuk mendeteksi perbedaan hasil klinis
(dalam sampel penelitian) apabila perbedaan tersebut dalam populasi
memang ada.
Nilai F (atau 1-B, power) juga ditetapkan oleh peneliti; rilai power
yang seringkali dipergunakan adalah 80% atau 90%. Nilai power yang
diinginkan tersebut memengaruhi besar sampel. Makin besar power
yang diinginkan, makin kecil B atau makin besar zu, dan makin
bertambah besar sampel. Besar sampel berbanding lurus dengan
.rl
BambangMadiyono dkk 355
kuadrat zu. Untuk power sebesar 80% dan 90% diperlukan zu (selalu
satu arah) berturut-turut sebesar 0,842 dan 1,282. Bila pada akhir
penelitian jumlah subyek yang berhasil diteliti kurang dari yang
diperhitungkan, dan bila nilai u dan ffict size yang diperoleh tetap,
makapower penelitian akan berkurang. Daftar nilai z dapat dilihat pada
Tabel lT-2.
4 SupaNc BAKU
Berbeda dengan zo dan 20, simpang baku data variabel berskala
numerik merupakan statistik yang tidak dapat dimanipulasi sesuai
dengan keinginan kit4 oleh karena nilai ini yang diperkirakan akan
ditemukan dalam penelitian. Nilai simpang baku yang diperlukan
untuk digunakan dalam formula besar sampel dapat diperoleh dari
penelitian terdahulu (baik data sendiri ataupun dari pustaka), atau
dari pengalaman atau studi pendahuluan. Nilai simpang baku ini
sangat memengaruhi besar sampel; makin besar simpang baku
(berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan makin
banyak jumlah subyek yang diperlukan. Dalam penghitungan, besar
sampel berbanding lurus dengan varians (yakni kuadrat simpang
baku atau s2).
il
t .4u
356 Perkiraanbesar sampel
6 Iwrnnvar KEPERCAYAAN
il
:l
Bambang Madiyono dkk 357
tl
t
358 P erkir aan b es ar s arnp el
^=[,t]rf'=r,
Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Dalam penelitian klinis perkiraan bbsar sampel paling sering digunakan
pada studi untuk menguji hipotesis terdapatnya perbedaan dua
rerata. Untuk ini perlu diperhatikan apakah kedua kelompok yang
diperbandingkan tersebut bersifat independen atau berpasangan
(paired).
.* Au
BambangMadiyono dkk 359
hr=h2=r[q"=d]'
Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja,
kelompok pertama gemar berolah raga, kelompok lainnya
tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan
diastolik remaja salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan
simpangbaku kedua kelompok sama, L0 mmHg. Bila dipilih
= O,05 dan p otn er = 0,80, b erapakah subyek yang diperlukan?
(1,96+0,842X]0
nt =n, ='[
(85-80) ]'=,,
2 Vii hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan berbeda dengan untuk dua kelompok
independen:
r simpang baku dari rerata selisitr, so [dari pustaka]
o selisih rerata kedua kelompok yang klinis penting, dlclinical
judgmentl
. kesalahan tipe I, cx [ditetapkan]
o kesalahan tipe II, B [ditetapkan]
il
I
I
.rl
360 Perkirannbesar sampel
"=LoI
n_[(zo
+zp)rsa-l'
Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja;
kelompok pertama remaja di perkotaan, kelompok kedua
remaja pedesaan. Subyek dpilih dengan teknik matching
individual. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila
dipilih = 0,05 dan power = 0,80, dan simpang baku selisih
rerata = 10 mmHB, berapa pasang subyek diperlukan?
t -';*
o
BambangMadiyono dkk 361
: r,s6il o::g_:LL,*_9,50) _ eZ
" 0,.l0'
Rumus besar sampel ini paling popular, bahkan seringkali
disalahgunakan dengan memak ainy a, padahal penelitian bukan
(hanya) ingin mengetahui proporsi tunggal, melainkan juga untuk
uji hipotesis terhadap beda 2 proporsibahkanuntuk menguji hipotesis
beda2rerata. Praktik ini tidak selayaknya dilakukan. Apabila suatu
penelitian memiliki lebih dari satu desain, misalnya awalnya ingin
mengetahui proporsi suatu keadaan, kemudian dilanjutkan dengan
studi intervensi (uji klinis) terhadap subyek yan g ada, maka diperlukan
2 penghitungan besar sampel secara terpisah.
il
i
362 Perkiraanbesar sampel
Catatan: Rumus ini sangat sering digunakan pada uji klinis. Perhatikan
bahwa proporsi efek pada terapi standar (P,) harus diketahui (dari
pustaka atau sumber lain), sedang proporsi efek pada terapi yang
diteliti (Pr) ditentukan berdasar clinical judgment, yakni beda klinis
terkecil yang dianggap penting. P, tidak diambil dari pustaka. Bila
pustaka yang dirujuk memberi effect size (P1-Pr) sebesar 50% (0,50)
dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan Pr, maka subyek
.rl
BambangMadiyono dkk 363
Obol slondor
Sembuh Tidok
Sembuh
Obol boru
Tidok
il
.t
364 P erkir a an b es ar s stnp el
n=
p
{r" fi *=u ",1+- a'y'
d2
no=_fz^+zol2f
dr_
Contoh
Dengan teknik matchingindividual peneliti mempelajari beda
efektivitas regimen A dan B untuk pengobatan obesitas.
Proporsi kesembuhan regimen A adalah 50% danbeda klinis
yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang
diskordan adalah 20"h.Dengan kesalahan tipe I5% dan tipe
ll20% berapa pasangan subyek diperlukan?
il
Contoh
,o 'te,/P, + e /P
[r=h2=
iln(1 - e)1'?
il
i
366 Perkiraanbesar sampel
n
_ r ,96'[i /{r - 0,33)10,33)]+ V(r - 0,20) / 0,201_ 830
irn(r - o,2o)]'
Dalam hal ini yang dihadapi sama dengan uji klinis dengan variabel
bebas dan tergantung nominal dikotom. Untuk ini diperlukan
informasi sebagai berikut:
. proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, P, [dari
pustakal
o risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis
lclinical judgmentl; dari Prdan RR dapat dihitung P, dan P =
r/z (P, + Pr)
. Zo [ditetapkan]
. zp [ditetapkan]
Meskipun peneliti menduga kuat bahwa insidens efek lebih
banyak terjadi pada kelompok dengan faktor risiko dibanding
dengan pada kelompok tanpa faktor risiko, namun seyogyanya
tetap dipakai uji hipotesis 2-arah.
Contoh
n.:n^
t 2
(z* "vEPQ+tu ,ffi+ erer;'
(p, -pr)'
&
i dt
-4"
BambangMadiyono dkk 367
_
f _
_f,eo,lz"qzz
t,-
s*qzx+o,erz@f _a
-o,"^
da
i
368 Perkiraanbesar sampel
+ Q-'/P')
hr = h2 -to'(Q'/Pt
iln(1 - e)l'
Contoh
Dengan menggunakan desain studi status kontrol seorang
peneliti ingin mengetahui berapa besar pengaruh diabetes
melitus yang diderita lelaki berumur 40-50 tahun terhadap
penyakit jantung koroner. Diperkirakan OR = 2, proporsi
pada kelompok kontrol 0,20 dan tingkat ketepatan yang
dikehendaki 20"/" dengan nilai kepercayaan sebesar 957".
Berapakah subyek yang diperlukan?
zo = l,g6; oR : 2 ; pz
=o,2o ; p, = (2x o,201/(0,90+ 2x 0,20): Q,l l; s = Q,f Q
il
ll
BambangMadiyono dkk 369
1t../2PQ +ru
hr =[2:
(P, -P?)'
Contoh
Dengan desain kasus kontrol tak berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes melitus yang diderita lelaki
berumur 40-50 tahun terhadap penyakit jantung koroner. OR
yang dianggap bermakna adalah 2, proporsi efek pada
kelompok kontrol sebesar 0,20 dengan nilai kemaknaan
sebesar 0,05 dan pouer sebesar 80%. Berapakah perkiraan
besar sampel minimal yang diperlukan?
- -.i 4 _ I
IIt'a/l rp,,i r I
L')
f,
t
370 Perkiraanbesar sampel
"=lTl
^-l'''04*''"'E*%f'-'
=o'
1,9/r+t,zazWZ
"f /4 -r/
s/ /2
]'=.,
Contoh
Dengan desain kasus kontrol berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes mellitus terhadap penyakit
jantung koroner. Diduga OR = 2, proporsi pada kelompok
kontrol sebesar 0,20 dengan kemaknaan sebesar 0,05 dan
poluer sebesar 80%. Berapakah jumlah subyek diperlukan ?
1,e6/2*0,s42{T*
k =76
"=[ 2/ _1/
/3 /2
n'=(c- 1ln/2c
jumlah kontrol dengan demikian menjadi: c x n'. Formula ini dapat
digunakan untuk desain yang lairy misalnya uji klinis
il
t -1
u
BambangMadiyono dkk 371
Contoh
Pada contoh di atas n = 70. bila akan dipergunakan 3 kontrol
per kadus, maka diperlukan kasus seiumlah 1' = (l+ll x70/
(21 3l = 4 x 70/ 6 = 47, dan jumlah\ kontrolnya = 3 x 47 =
"1.41.
n=
11,96+0,842f :45771
z[o r., i,rr/o,o oo s- o r., i,nu/q-o o o zf
il
Jl
372 Perkiraanbesar sampel
Sampel tunggal
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji
hipotesis dengan menggunakan koefisien korelasi (r) diperlukan
informasi:
1 Perkiraan koefisien korelasi, r [dari pustaka]
2 Tingkat kemaknaan/ cx, [ditetapkan]
3 Pozaer, atau zu [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:
Dua sampel
Uji hipotesis untuk perbedaan dua koefisien korelasi memerlukan
informasi:
1 perkiraan kedua koefisien korelasi, r, dan r, [dari pustaka]
2 tingkat kemaknaan, o [ditetapkan oleh peneliti]
3 power, atau zu [ditetapkan oleh peneliti]
Rumus yang digunakan:
n.
' =n^ - E r,)
'r "2=fo,s[rn1
t=o
I tu
- -l'*a
[ / (t - r, y]- tnft 1+ u) / (l - ', )]l
4A
t
BambangMadiyono dkk 373
Uji klinis negatif adalah uji klinis yang hendak menguji validitas
hipotesis bahwa antara kedua pengobatan tidak terdapat perbedaan
yang bermakna. Untuk ini dapat digunakan rumus dasar sampel
seperti pada uji klinis biasa, namun dapat pula digunakan rumus
lain yang lebih tepat. Bila untuk perkiraan besar sampel untuk uji
klinis dengan 2 kelompok independen (variabel bebas dikotom,
variabel bergantung dikotom):
(+
^lipa+=u .Eor
P,er)'
f,r =h2 =
(P, -Pr)'
fi
ll
374 Perkiraanbesar sampel
Contoh
Ingin diketahui apakah dengan dosis per hari yang sama,
fenobarbital yang diberikan sekali sehari sama baiknya
dengan yang diberikan dua kali sehari. Selama ini terapi
stdndar'adalah fenobarbital 2 kali sehari, dan dapat
mengontrol kejang pada 707o kasus. Bila beda klinis sebesar
5o/" dianggap tidak penting dan dengan menggunakan o=
0,05 dan F = 0,10, berapa subyek diperlukan untuk penelitian
ini?
hr=h2=S$rrI
J)
Bambang Madiyono dkk 375
MSI.IENTUKAN PoI ER
Tidak jarang setelah besar sampel ditentukan dan penelitian
dilaksanakan, saat waktu atau biaya telah habis, jumlah subyek
tidak mencapai seperti yang diharap. Untuk uji hipotesis yang
mencari perbedaan yang bermakna (p<0,05), analisis tetap dapat
dilakukan, namun harus dihitung power penelitian, untuk
mengetahui kesalahan tipe II. Dengan demikian dalam diskusi dapat
dikemukakan peran kurangnya subyek terhadap hasif terutama bila
tidak ditemukan beda yang bermakna antar- kelompok.
Secara umum plwer dapat dihitung setelah penelitian selesai,
dengan cara memasukkan nilai-nilai ke dalam rumus yang semula
digunakan unfuk menghitung besar sampel. Sebagai contoh, suatu
uji klinis ingin menguji hipotesis bahwa obat A lebih baik daripada
B. ditentukan o(: 0,05 (uji 2-arah); B : 0,20, proporsi kesembuhan
dengan obat standar (P,) = 0,60 dan perbedaan klinis yang berarti
adalah 0,20 (P2 = 0,80). Dengan rumus diperoleh besar sampel 60
per kelompok. Temyata sampai waktu dan biaya penelitian habis
diperoleh hanya(} subyek per kelompok, dengan kesembuhan pada
kelompok A= 0,75 dan pada kelompok B = 0,50. nilai-nilai tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rumus semula, dengan n = 40; zo:
L,960, P, : 0,50, Pr: 0,75, sehingga zu dapat dihitung, dan dengan
melihat tabel nilai z maka power penelitian dapat pula ditentukan.
-rl
376 Perkirqanbesar sampel
n=I
(t - f)
.rl
Bambang Madivono dkk 377
.a
378 Perkiraanbesar sampel
|r
ll
BambangMadiyono dkk 379
t ,,;* "
380 Perkiraanbesar sampel
BEnEnNPA CATATAN
Perlu diingat bahwa tidak ada formula besar sampel yang disepakati
oleh secara universal untuk pelbagai desairy seperti sebagai uji non-
parametrik danuji multivariat. Dalamhal ini makapada data ordinaf
untuk perhitungan besar sampel, diubah menjadi skala nominal
dikotom. Sedangkan untuk uji multivariat dapat dipakai rule of thumb
dalam penetapan besar sampel, yang besarnya amat bervariasi
menurut pelbagai pakar (lihat uraian sebelumnya).
Dalam estimasi besar sampel hal-hal berikut perlu diperhatikan:
'1, Be parsimonioas. Peneliti harus berhemat. Subyek penelitian
yang amatbanyak akan membawa konsekuensi logistik, tenaga,
waktu dan etika. Sedapat mungkin dicari upaya memperkecil
besar sampel, dengan berpegang pada pertanyaan penelitian
2 Be ueatiae. Peneliti harus kreatif. Bila desain yang dipilih
ternyata tidak tersedia rumus untuk estimasi besar sampel,
ubahlah variabel penelitian sehingga mendekati keadaan yang
mempunyai rumus.
3 Be logic. Peneliti harus berpikir logis. Jangan t{rlalu banyak
merumuskan pertanyaan penelitian yang membawa akibat
kesulitan menentukan besar sampel (di samping konsekuensi
lain yang serius)
il
.a -4n
BambangMadiyono dkk 381
Dnrran PUsTAKA
L Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman
and Hall;1991
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M]. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMJ;2000
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw-Hill, 2001,.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N. Newman TB.
Penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2
6 Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar j, Lwanga SK. Adequacy of sample size in
health studies Chicester: ]ohn Wiley & Sons, 1990
7 Lwanga SK, Lemeshow S. Sample size determination in health studies,
Geneve: WHO, 1991
Sacket DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology -Abasic science for
clinical medicine. Boston: Little, Bron & Co, 1985.
6A
i
382 Perkiraznbesar snmpel
&
t
Bab 18 - Penerapan etika
penelitian kedokteran
d*
t
384 P ener ap an etika p enelitian ke dokt er an
t
SriOemijatidkk. 385
t
386 P ener ap an etika p enelitian kedokter an
ll
SriOemijatidkk. 387
{;
-t
388 P enerapan et ika pen el itian kedokterqn
-*
SriOemijatidkk. 389
&
.*
390 P ener ap an etika penelitian kedokteran
Darran PUSTAKA
L. Anne-Marie Slowther, Tony Hope. Clinical ethics committees [Editorial). BM]
2000;32'1.:649-650.
2. Ashcroft R, Pfeffer N. Ethics behind close doors: do research ethics
committees need secrecy? BMJ 2001; 322: 1294-1296.
3. Bredy JV, Jonsen AR. The evolution of regulatory influences on research
with human subjects. Dalam : Human subjects research research - A hand
book for institutional Review Board. New York: Plenum Press,L982.
4. Currrant WJ. Evolution of formal mechanism for ethical review of clinical
research. XIIth CIOMS Round Table Conference, 1979.
5. Evans ME. The legal background of the institutional review board XIIth
CIOMS Round Tabel Conference, 1979.
6, Fisher FW,Breuer H. Influences of ethical guidance committees on medical
research- A critical reappraisal. XIIth CIOMS Round Table conference,l979.
7. Giertz G. Scope of review procedures of ethical review board. XIIth CIOMS
Round Table Conference. 1979.
8. Gellhorn A. Medical ethics in the modern world. XIIth CIOMS Round Table
Conference, 1979.
9. Len Doyal, Informed consent in medical research : Journals should not
publish research to which patients have not given fully informed consent -
with three exception. B,\;4] 1997 ;314: 11.07
10. Miller |.Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference 1979.
11. Nicol ).The ethics of research ethics committees.BMJ 2000;320:1217.
12. Ryan MK. General organization of IRB.Dalam: Human subjects research-
A handbook for institutional review boards. New York: Flenum Press, 1982.
Jl
SriOemijatidkk. ,391
&dlt+ trsr--
&#^ -
S*Sffi&effiffi
.a
Bab !9 - Penulisan laporan
penelitian
il
.*
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 393
{l
ll -4'
394 P enulisan lap or an p enelitian
&
.t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 395
&
.;rl
396 P enulis an lap or an p eneliti an
Jl
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 397
il
t
398 P enulis an lap or an p enelittan
Abstrqct
BMJ. 2002;3252419'21
4 PnxoernnuaN
Pendahuluan hendaklah ditulis secara ringkas namun jelas,
biasanya terdiri atas2paragraf atau 1 ParcSraf dengan 2 bagian. Isi
bagian ini adalah alasan atau pembenaran mengaPa penelitian perlu
dilakukan, dan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang akan
dijawab beserta desain yang dipakai. Berbeda dengan pada usulan
i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 399
Bockground
Hip frocture is o public heolth concern, becouse it is ossociqted
wifh increosed mortolity, morbidity. reduced quolity of life, ond
incurs significqnt economic qnd sociol costs [ ]. Bone minerql
densily (BMD), q meosure of bone sirength, is o strong predictor
of hip frocture risk [2], ond is used os q surrogqte meosure of
the severity of osteoporosis [3], the mechonism of BMD-hip
frqcture relotionship isnot well understood. Body weight is
strongly relqted to bone minerol density, such thot higher weight
is qssocioted with both higher BMD V-n, qnd reduced f rocture
risk [8,9]. Body weight is the sum of leqn ond fqt moss, ond the
relqtive importonce of eoch component to hip frocture risk is
contenfious IO-14]. Lower fqt mqss wos ossociqted with qn
increose in the risk of hip frocture ofter odiusting for body
weight ond oge [ 5], but it is not cleor whether the significont
relotionship is independent of BMD.
i
400 P enulis qn I ap or an p enelitian
5 MnropE
Maksud utama penulisan bagian ini adalah menjelaskan bagaimana
peneliti melaksanakan penelitiannya. Penulis harus menguraikan
dengan rinci apa yang telah dilakukan dalam penelitiary sehingga
apabila ada orang yang ingin mengulanginya dapat melakukannya
dengan tepat. Karenanya Metode tidak jarang merupakan bagian
yang terpanjang dalam laporan jurnal, kadang juga ditulis dengan
ukuran huruf yang lebih kecil ketimbang ukuran huruf pada badan
laporan. Persyaratan yang tampaknya sederhana ini (menulis Metode
dengan lengkap dan rinci) dalam praktik mungkin tidak terpenuhi,
apabila penulis tidak berhati-hati melakukannya. Tidak jarang
bagian ini ditulis dengan amat ringkas, seolah menganggap bahwa
pembaca melihat sendiri apa yang dilakukan oleh peneliti; akibatnya
jangankan pembaca memperoleh informasi untuk dapat mengulang
penelitian, mengikuti jalan pikiran peneliti pun sulit. Di lain sisi kadang
penulis mencapur-adukan Cara Kerja dan Diskusi.
Sebagian jurnal masih menggunakan istilah Materials anil
Methods atau Bahan dan Cara Kerja. Hal ini dianggap kurang
manusiawi, kecuali bila hal yang diteliti adalah bahan kimia, alat,
atau mesin. Oleh karena penelitian klinis memakai manusia sebagai
subyek, maka dianjurkan untuk menggunakan istilah Subjects and
Methoils (Subyek dan Cara Keria), Patients anil Methods (Pasien
dan Cara Kerja) atau cukup Methods (Cara Kerja) saja.
Pada umumnya Cara Keria mencakup uraian sebagai berikut:
o Desain penelitian
r Tempat dan waktu penelitian
o Sumber data: primer atau sekunder
r Populasi target dan terjangkau, sampel, cara pemilihan
sampel (sampling method), besar sampel
o Kriteria pemilihan (inklusi dan eksklusi)
o Keterangan khusus sesuai dengan desain yang dipakai
o Teknik pengukuran (pemeriksaan), termasuk pemeriksa,
apakah pengukuran dilakukan tersamar, apakah dilakukan
.r
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 401
6 Hesn
a Teknik penulisan
Hasil merupakan bagian yang sentral pada laporan penelitian,
namun tidak jarang merupakan bagian yang paling pendek. Ia
biasanya disajikan dalam bentuk narasi yang dapat diperjelas dengan
tabel dan I atau gambar. Hal-hal berikut perlu diperhatikan:
ll .A'
402 P enulis an lap or an p enelitian
b Bagian deskriptif
Meski yang dilaporkan merupakan penelitian analitik, namun laporan
tentang hasil penelitian selalu didahului dengan penyajian deskriptif
tentang pasien yang diteliti. Karena itu Tabel 1 pada makalah
biasanya berisi deskripsi pasien serta karakteristiknya. Variabel yang
diteliti dijelaskan paling rinci. Deskripsi data klinis biasanya
mencakup jenis kelamin, umur, variabel lainnya yang relevan.
Rincian dapat diperjelas dengan tabel, grafik, ataupun gambar.
Bila penelitian merupakan perbandingary misalnya uji klinis,
akan sangat bermanfaat bila dilakukan tabulasi variabel sebelum
intervensi antara kelompok yang diperbandingkar; apakah kedua
kelompok memang sebanding. Hal ini tetap dianjurkan meski telah
dilakukan randomisasi, sebab randomisasi tidak menjamin kedua
kelompok mempunyai karakteristik yar.g seimbang. Dalam
perbandingan itu tidak perlu disertakan nilai uji hipotesis (nilai
p); dengan menyajikan secara deskriptif umumnya pembaca tahu
apakah ada ketidak seimbangan yang serius antar kelompok.
Penyertaan nlIai p untuk menunjukkan bahwa pada awal penelitian
tidak ada beda yang bermakna antara kedua kelompok adalah keliru,
sebab (1) dari awal tidak dinyatakan akan dilakukan uji hipotesis
sebelum intervensi; estimasi besar sampel adalah untuk uji hipotesis
setelah intervensi; (2) perhitungan nilai p harus selalu menyertakan
nilai p dan besar sampel. Bila jumlah subyek hanya sedikig maka nilai
p > 0.05 tidak berarti apa-apa. Sebaliknya bila jumlah subyek sangat
banyak, perbedaan yang minimal dapat bermakna secara statistika.
i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 403
c Bagian analitik
Bagian analitik hasil juga harus dikemukakan dengan sekuens yang
logis. Analisis yang bersifat lebih umum dikemukakan lebih dahulu,
disusul dengan analisis yang lebih rinci. Telah menjadi kebiasaan
untuk menulis hasil yang akan dianalisis dalam bentuk tabel,
misalnya tabel2x2 untuk ujix2, tabel uji diagnostik, studi kohort,
kasus kontrol, dan seterusnya.
jl
404 P enulis an lap or an p enelitian
e Statistika
Ketepatannumerik
Ketepatan numerik yang terlalu rinci (misalnya 27.334%;2560.346
gram) tidak menambah informasi, tidak meningkatkan kualitas
makalah, bahkan mungkin dapat menyebabkan makalah tidak
nyaman untuk dibaca. Hasil yang diperoleh dari kalkulator atau
komputer biasanya perlu dibulatkan.
Beberapa patokan:
o Dalam menyajikan nilai rerata, simpang baku (standard
deaiation), dan statistik lain harus diperhatikan ketepatan
pada data aslinya. Umumnya nilai rerata hanya perlu diberi
satu desimal lebih dari nilai pada data aslinya.
Contoh:
Bila data asli:234 gramt 273 gram,406 gram, ... dst., maka
nilai rerata adalah 303.7 gram.
Bila data asli 0,34 mg,0,72 mg, 0,54 m& ... dst., maka nilai
rerata adalah 0.493 mg
o Standard deaiation (SD) dan standard error (SE) cukup ditulis
dengan satu desimal lebih dari nilai aslinya
Rerata 2568 gram, SD = 213,7 gram (atau 213 gram).
o Nilai t, r hanya memerlukan dua desimal
x2, dar.
o Pada penulisan persentase jarang diperlukan lebih dari satu
desimal, kecualibila jumlah subyek sangatbesar. Bila jumlah
i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 405
Nilai p
o Nilai p sering diperlukan dalam penulisan hasil penelitian
yang bersifat analitik.
o Notasi p ditulis pelbagai cara, P, P, p, p) perhatikan in-house
style (gaya selingkung) jurnal apabila kita akan mengirim
manuskrip ke jurnal. Yang penting lakukanlah penulisan
tersebut dengan taat-asas (konsisten).
r Dalam menyajikan hasil uji hipotesis perlu dicantumkan
nilai uji statistik (misal t, xz) jangan hanya nilai p saja.
o Nilai p secara konvensional ditulis sebagai <0,05, <0,01 atau
<0,001. Dengan adanya komputer lebih baik dicantumkan
nllai p berdasarkan perhitungan, misalnya 0,07 atau 0,02
tetapi bila nilai p lebih kecil daripada 0,0001 tidak perlu
ditulis angkanya, tuliskan saja p <0,0001. Hindarkan
penulisan p = 0.0000, tuliskanlah p <0,000L, karena tidak
mungkin probabilitas untuk terjadinya hasil semata-mata
akibat peluang adalah 0.
o Nilai p yangsudah dituliskan pada tabel tidak perlu diulang-
ulang dalam nas.
..f
406 P enulis nn I ap or an p eneliti an
Tabel
Tabel dapat diperlukan di semua bagian makalah, namun tersering
digrrnakan pada Hasil. Dalam penulisan tabel perlu dipertimbangkan:
il
:l
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 407
o Tabel kurang disukai oleh editor oleh karena sulit dan mahal;
karenanya harus dibatasi untuk yang penting saja. Sebagai
patokan kasar yang dianggap layak, adalah 1 tabel untuk
tiap 1,000 kata. Jadi untuk makalah sepanjang B-10 halaman
(kertas kuarto, karakter Times New Roman 12 pt.1,5 spasi)
3 atau 4 tabel cukup memadai.
o gambar) dimaksudkan untuk memperjelas isi
Tabe_1.,(j.uga
makalah: Bila data dapat disajikan dalam kalimat dengan
jelas, tidak perlu dibueit'tabel. Jangan sampai angka-angka
dalam nas tidak sesuai dengan yang ada dalam tabel.
o Tabel yang sangat rumit sering tidak memperjelas penyajian
bahkan membingungkan. Upayakan untuk memecah tabel
yang rumit atau panjang menjadi dua tabel atau lebih.
Kecuali dalam keadaan tertentu, penulisan tabel yang
bersambung ke halaman berikut harus dihindarkan.
o Keberadaan tabel harus ditulis dalam nas; jangan ada'tabel
liar', yakni tabel yang tidak ditunjukkan keberadaannya
dalam nas, seperti yang sering kita lihat di majalah popular.
Diingatkan lagi untuk tidak menulis ulang dengan lengkap hasil
yang telah disajikan dalam tabel. Cukup dikutip hasil yang penting
sebagai pengantar.
Teknikpenulisantabel
o Judul tabel dapat ditulis dengan huruf kecif atau seluruhnya
huruf besar bergantung kepada gaya selingkung jurnal
o Judul tabel tidak diakhiri dengan titik
r Hilangkan garis vertikal dan garis horisontal-dalam (aertical
and inner horizontal lines). Lihat Contoh.
o Catatan-kaki dituliskan segera di bawah tabel, dengan tanda
seperlunya. Bila terdapat singkatan dalam tabel, maka
kepanjangan singkatan harus disertakan dalam catatan kaki.
{r
J|
408 P enulis an I ap or an p eneliti an
I 65 l5 80
il 55 20 75
ill 28 12 40
I 65 l5 80
ll 55 20 75
llt 28 12 40
Irusrnasl
Sama halnya dengan tabel, jumlah ilustrasi juga seringkali dibatasi
oleh editor. Sebagian kecil jurnal menerima ilustrasi berwarna,
sebagian besar hanya menerima gambar atau foto hitam-putih.
Perhatikan persyaratan tiap jurnal yang dapat dilihat pad alnstuction
to Authors. Pada umumnya editor menghendaki agar ilustrasi yang
dikirim sudah digambar secara profesional dan siap untuk dicetak;
sungguh tidak layak untuk'menyuruh' atalt mengharapkan editor
menggambar ulang. Cropping, tanda-tanda, huruf, singkatan, dan
legenda harus diperhatikan dengan cermat. Jangan sampai terdapat
ketidaksesuaian data atau pengertian antara apa yang terfulis dalam
nas dengan yang ada di gambar, sehingga ilustrasi yang seharusnya
memperjelas makalah bahkan membuat pembaca menjadi bingung.
Legenda gambar harus ringkas namun informatif.
4R
t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 409
7 Drcrusr
Dalam makalah hasil penelitian untuk dipublikasi di jurnal, Diskusi
biasanya mencakup pula simpulan penelitian dan saran. Dalam
bagian ini peneliti mengemukakan atau menganalisis makna
penemuan penelitian yang telah dinyatakan dalam Hasil dan
menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian. Ini dilakukan
dengan: (1) membandingkan hasil dengan pengetahuan saat ini,
yakni dengan membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
apakah memperkuat, membantatr, atau memang sama sekali baru,
dan (2) untuk penelitian klinis dihubungkan dengan praktik klinis.
Tiap pemyataan harus dijelaskan, dan didukung oleh pustaka yang
memadai.
Dalam Diskusi perlu dikemukakan keterbatasan penelitian,
baik dalam desain maupun dalam eksekusinya. Tidak jarang desain
penelitian secara inheren mengandung kelemahan, atau penelitian
tidak sesuai dengan yang direncanakan, misalnya banyak loss to
follow-up. Hal-hal tersebut harus dinyatakan dengan jujur dan dibahas
dampaknya terhadap hasil. Peneliti harus juiur; bila ia mengetahui
kelemahan dalam penelitiannya iaharus menyebut dan membahas,
bukan mendiamkan kekurangan tersebut dengan harapan orang
tidak melihatnya. Bila penulis menganggap terdapat kekuatan yang
penting dalam penelitian yang dilaporkary hal tersebut dapat pula
dikemukakan secara wajar.
Dalam Diskusi hendaknya penulis secara wajar menunjukkan
makna hasil penelitiannya; dalam penelitian klinis harus dikaitkan
dengan manfaat dalam praktik. Perlu dihindarkan penggunaan
kalimat-kalimat yang menunjukkan seolah penemuan penelitian
sangat luar biasa dengan berulang-ulang menulis kalimat:
Data kami dengan meyakinkan menunjukkan bahwa......
atau
Hasil yang kami peroleh telah dengan amat jelas.........
jf
410 P enulisan lap or an p enelitian
il
t .1
t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 411
. 9 Coxrrtcr oF rArrEREsr
Akhir-akhir ini makin banyak jurnal yang mensyaratkan adanya
pernyataan conflict of interestbaik secara individual (penulis artikel)
maupun institusional (institusi afiliasi para peneliti). Misalnya salah
satu peneliti adalah penasihat medis perusahaan farmasi tertentu,
.rl
412 P enulis an lap or an penelitian
dr
i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 413
12 Leuprnax
Penyertaan lampiran jarang diperlukan dalam jurnal. Bila
diperlukan (dan diperkenankan oleh editor), rumus statistika tabel
prosedur, dan lain-lain yang relevan dapat disertakan. Daftar nama
subyek penelitian, baik inisial maupun nomor rekam medis tidak
boleh dipublikasikan.
il
ll -;b '
414 P enulis an lap or an p enelitian
BEnsnaPA cATATAN
Menulis bukanlah hal yang mudah, karenanya diperlukan latihan.
Dalam penulisan makalah ilmiah perlu diperhatikan kaidah-kaidah
yang lazim, sementara alur logika sang peneliti harus tergambar
il
.a
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 415
i
416 P enulisan lapor an p enelitian
Dnrrnn PUSTAKA
Browner WS. Publishing and presenting clinical research. Pennsylvania:
Williams & Wilkins; 1999.
pgle DW. lgblsning ygur medical research paper. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 1998.
PuyF. $ow !o write and publlsh a scientific papers. Edisi ke-3. Cambridge:
Cambridge University Press,1989.
Huth E]. How to write and publish papers in the medical science. Edisi ke-2.
Baltimore: Williams & Wilkins,1990.
International Committee of Medical Journal editors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journal;1,997
Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia,1999.
Sastro-asmoro S. Mengurai dan merajut disertasi dan tesis. Jakarta: Sagung
Seto,2010.
i A
Sudigdo Ssstroasmoro dkk. 417
d..
ffi#*g
ffi$ffie^ *#*,**e
# F4ffidffiffiffiffi
.r|
Bab 20 - Penulisanrujukan
tl
t
Sunoto dkk. 419
Suunnn RUIUKAN
Sumber informasi atau rujukan dapat berupa makalah ilmiah
dalam majalah ilmiah, buku (baik secara keseluruhan ataupun
hanya sebagian atau bab dari buku tersebut), laporan atau dokumen
resmi dari suatu instansi pemerintah (misalnya Departemen
Kesehatan, BKKBN) atau dari suatu badan internasional (WHO,
INOCEF). Laporan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan akan
tetapi didokumentasi di perpustakaan instansi yang bersangkutan
kadang-kadang dapat pula dijadikan sumber informasi. Yang
terakhir ini di dalam daftar rujukan sering ditulis dengan kata-kata
"komunikasi prib adi" (p er s o nal co mmuni c ati o n), " hub:urrrgan prlb adi",
"unpublished data", dan sebagainya. Bila tidak terpaksa hal tersebut
sebaiknya dihindarkan karena kesahihannya kurang. Bahkan, tesis
atau disertasi yang belum dipublikasi dalam jumal dianggap sebagai
"unpublished material" bukan sebagai rujukan yang baku.
Sumber informasi yang digunakan seyogyanya berasal dari
jurnal ilmiah atau buku yang benar-benar dlbaca, dan bukan hanya
dari suatu abstrak atau hanya kutipan dari penulis lain. Namun
apabila sumber informasi tidak diperoleh karena sudah kuno atau
majalahnya tidak dapat diperoleh lagi, kadang-kadang masih dapat
digunakan, dengan mencantumkan kata-kata "dikutip dari", atau
"dikutip oleh" (quoted from, cited by), atau mencantumkan kata
[Abstrak] bila hanya dapat diperoleh abstrak karangan tersebut.
Jenis-jenis sumber kutipan tersebut dibatasi, bahkan ini dianggap
tidak layak lagi dilakukan karena pelbagai kemudahan dengan
perkembangan teknologi informasi mutakhir.
It
ll
420 Pmulisanrujuknn
Contoh:
Beyerink MW. Culturversuche mit Zoochlorellen,
Lichenengonidien, und anderen niederen Algen Bot Z.
1930;48:725.
il
:l
Sunoto dkk. 421
il
t ;1 '
422 Penulisanrujukan
atau
Cooke RE. The pathophysiology of body fluids. In: Nelson's
texbook of Pediatrics. 13th ed. Philadephia: WB Saunders;
1990. p. 567-99.
il
.*
Sunoto dkk. 423
I Srsrnna NoMoR
.f
424 Penulisanrujuknn
tl
,t
Sunoto dkk. 425
Majalah
Brozovich, B.; Cattel, W.R.; Cottrall, M. F.; Gwyther, M. M.;
McMillan,I.M.Ir.; Malpas, f. S.; Salisbury, A.; Trotta, N. G.
von: Iron metabolism in patients undergoing regular dialysis
therapy. Br. med. J. ii: 595-598 (1975).
Tesis, Disertssi
Monogram
Dixon, M.; Webb, E. C.: Enzymes; 2"d ed., pp. 43-68
(Longmans Greery London 1976).
il
.rl A'
426 Penulisanrujukan
Symposium
Symposium: Laradiotherapie de lamaladie de Hodkin. Nouv.
Revue fr. Hemat. 6tl-176 (1976).
Tanpa nama
Editorial Classification and nomenclafure of malfonnations.
Lancet ii:798(1974).
4 SrsrEu Veucouvnn
Cara ini disepakati oleh para editor majalah ilmiah berbahasa Inggris
yang terkenal dalam pertemuan di Vancouver, British Columbia,
USA, Januari 1978. Tujuannya menyeragamkan atau membakukan
tata cara penulisan makalah ilmiah di seluruh dunia. Cara ini telah
mengalami revisi beberapa kali, dan yang terakhir adalah revisi bulan
Oktober 20'1.0, yang diterbitkan oleh International Committee of
Medical Journal Editors dengan judul "Uniform requirements for
manuscript submitteil to biomedical journal". Di bawah ini diberikan
beberapa contoh penulisan dengan menggunakan cara Vancouver
tersebut. Perlu dicatat bahwa meskipun suatu jumal menyatakan
menggunakan sistem Vancouver ini, namun tidak melaksanakannya
dengan tepat, sesuai dengan in-house style masine-masing jurnal;
namun semua menuliskannya dengan konsisten (taat asas).
jf
Sunoto dkk. 427
Majalah
ILntuk makalah dengan jumlah pengarang kurang atau sama
dengan 6 orang, nama pengarang ditulis semuany*
Abudu N, MillerJJ, Attaelmannan M, Levinson SS. Vitamins
in human arteriosclerosis with emphasis on vitamin C and
vitamin E. Clin Chim Acta. 2004;339:ll-25.
il
i
428 Penulisanrujukan
Materi elektronik
Artikel di internet
Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes:
the ANA acts in an advisory role. Am f Nurs [serial on the
internetl. 2002 lcited 2002 Aug 121;102(6):Iabout 3 p.l.
Available from: http://www.nursingworls.o rgl AIN I 20021
juneAdawatch.htm.
Homepage/Web site
Cance-Pain. or [homepage on the internet]. New York:
Association of Cancer Online Resources, Inc.; c2000-01
[updated 2002May 1.6; cired 2002 ful 9]. Available from: http:/
/www.cancer-pain.org.
ll
rl i,t, '
Sunoto dkk. 429
i
430 Penulisanrujuknn
Depran Pusrera
l. Anonymous. The Manuscript. 7'h rev. Basel: S Karger; 1981.
2. Cornain S. Berbagai cara penulisan daftar rujukan dan penunjukkannya
didalam makalah ilmiah. Dalam: Tjokronegoro A, setiadji VS, Markam S,
penyunting. Prosiding Kursus Peranan Editor dalam Penerbitan Buku &
Majalah Ilmiah. jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1989;95-1,10.
3. Intertnational Committee of Medical Joumal bditors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journals. Diunduh dari http:ll
www.ICMlE.org. Diakses Februari 2008.
4. O'connor M, Woodford FP. Writing scientific papers in English. An Else-Ciba
Foundation guide for authors. New York: Elsevier;1976.
5. Pringgoadisuryo L. Pedoman tertib menulis dan menerbitkan. ]akarta: Pusat
Dokumentasi Ilmiah Nasional, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, 1982.
6. Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto; 2008.
.rl
Sunoto dkk. 431
M@
Doftor rujukan harus disertokan dolom setioP mokolah
ilmioh.
,*
Bab 2L - Kesaliahan metodologis
dalam penelitian kedokteran
Sudigdo Sastroasmoro
.rr
Sudigdo Sastroasmoro 433
Jumloh
Sebelum r3 27 40
Sesudoh 33 40
Jumloh 20 60 80
Komentar
Tabel di atas adalah tabel analisis untuk uji x2 independerL sedang
desain before and after atau the one group pretest-posttest design memberi
data berpasangan. Untuk ini, uji yang sesuai adalah uji McNemar,
dan tabel disusun dengan memperhatikan bahwa data yang ada
adalah data berpasangan (lihatlah Tabel 2l-2 dan2l-3):
r pasienyang sebelumpengobatanmenderitaAN dan setelah
terapi mengalami AN dimasukkan dalam sel a
o pasien yang sebelum pengobatan menderita AN dan setelah
terapi tidak menderita AN dimasukkan ke dalam sel b
o pasien yang sebelum pengobatan tidak menderita AN dan
setelahnya menderita AN dimasukkan ke dalam sel c
r pasien yang sebelum pengobatan tidak mengalami AN dan
setelahnya tidak mengalami AN dimasukkan ke dalam sel d
Tabel 2\-2 memperlihatkan tabulasi hasil penelitian sebelum
dan setelah dilakukan intervensi.terapi. Jadi total subyek menjadi
40, bukan 80 seperti pada Tabel2l-1. Tabel 21-3 merupakan tabel
,.
434 Kesalahan meto dolo gis dal am p enelitinn
2x2 yarrg benar untuk uji x2 untuk data berpasangan (uji McNemar);
tampak bahwa uji hipotesis menghasilkan perbedaan yang secara
statistika bermakna. Jadi penggunaan uji statistika untuk data
independen padahal datanya adalah berpasangan merupakan 'kerugran'
bagi peneliti karena lebih sulit memperoleh p yang kecil.
^ilri
TABEL 2l-2. Tobvlqsi hqsil penelition efektivitqs obqt A untuk
dsmq noklurnol, doto berposqngdn
I AN+ AN+ o
2 AN+ AN. b
3 AN- AN- d
4 AN- AN+ c
5 AN- AN- d
dst.
Seteloh teropi
AN+ r3
Sebelum
teropi
AN. 24 27
Jumloh 40
x2(McNemor),|=0,048
il
, -,i#
Sudigdo Sastroasmoro 435
Contoh
Peneliti menguji efek obat antihipertensi B kepada 30 pasien
dengan hipertensi esensial. Sebagai kontrol, untuk setiap
pasien dicari pasien lain dengan umur, jenis kelamin, serta
derajat hipertensi yang sama (matchlzg individual). Sebelum
intervensi rerata tekanan diastolik pada kedua kelompok
sebanding (108 mmHg pada kelompok terapi, L10 mmHg
pada kelompok kontrol). Setelah intervensi, pada kelompok
terapi terjadi penurunan rerata tekanan darah dari L08
menJadi 98 mmHg, sedang pada kelompok kontrol tekanan
rerata diastolik turun dari 110 menjadi 102 mmHg. Uji-t
independen memberi nilai p sebesar 0,0743, artinya secara
statistika tidak bermakna.
Komentar
Karena kelompok kontrol dipilih dengan caramatching individual,
maka untuk data numerik uji yang sesuai adalah uji-t untuk 2
kelompok berpasangan. Uji-t untuk kelompok berpasangan lebih
mudah memberikan hasil yang bermakna dibanding uji-t untuk
2 kelompok independen. Dengan uji berpasangan, diperoleh nilai
p = 0.048, jadi secara statistika bermakna.
{;
..1
436 Kesalahan meto dolo gis dalam p enelitian
Komentar
Uji-t baik yang dependen maupun yang independen, hanya sahih
untuk digunakan dalam pengujian perbedaan rerata antara dua
kelompok. Bila jumlah kelompok lebih dari dua, maka uji hipotesis
yang sesuai adalah anova (analisis varians), dengan cara sekaligus
membandingkan rerata antara semua kelompok. Bila anova tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna, maka pengujian
selanjutnya tidak diperlukan. Sebaliknya, apabila anova memberikan
hasil yang bermakna, maka perlu dilakukan pengujian selanjutnya,
dengan maksud untuk menentukan di mana letak perbedaan
tersebut. Untuk uraian yang lebih lengkap lihatlah kembali Bab L5.
il
.a
Sudigdo Sastroasmaro 437
Contoh II
Suatu survei menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di S
menderita askariasis. Untuk menguji efek obat D dalam
memberantas penyakit cacing ini, terhadap 20.000 murid
yang didiagnosis askariasis dilakukan randomisasi untuk
diberi obat D, atau obat standar. Pada akhir penelitian di
antara 10.000 murid yang diberi obat standar 7750 murid
(77,5o/") dinyatakan sembuh, sedang dari 10.000 murid yang
diberi obat D, 7950 (79,5"/0) sembuh. Uji x2 untuk 2 kelompok
independen memberikan nilai p = 0,0006 (sangat bermakna).
Disimpulkanbahwa obat D lebihbaik daripada obat standar
dalam memberantas askariasis.
Komentar
Pada Contoh I, jumlah subyek yang terlalu sedikit menyebabkan
uji mutlak Fischer tidak memberi kemaknaan statistika. Namury
kita tidak dapat menyimpulkan bahwa obat C tidak bermanfaat
hanya karena uji statistika tidak bermakna. Meski hasil uji statistika
tidak bermakna, namun melihat perbedaan hasil yang mencolok,
sambil menunggu hasil yang lebih definitif, tentulah lebih rasional
bagi klinikus untuk memilih obat C untuk pasien leukemia tersebut
dibanding obat standar.
Pada Contoh II, perbedaan kesembuhan antara kedua kelompok
(77,5% vs 79,5o/") secaraklinis tidak penting namun secara statistika
sangat bermakna karena jumlah subyek yang amat banyak. Jadi
berapa pun nilaip yang diperolehpada uji hipotesis tidak mengubah
penerapan pengobatan sehari-hari. Dalam hal ini keputusan untuk
memilih obat tidak didasarkan pada efektivitas melainkan pada hal-
hal lain (harga, rasa, mudahnya diperole[ keamanan, dan lain-lain).
il
t
438 Kes alahan met o dolo gis d alam p enelitian
Contoh
Suatu alat diiklankan dapat mengukur secara non-invasif
.saturasi O, dengan akurat, sehingga dapat menggantikan
pemeriksaan saturasi oksigen konvensional. Dilakukan
pemeriksaan safurasi O, terhadap 40 sampel darah, masing-
masing dengan alat baru dan alat konvensional. Hasilnya
digambarkan sebagai diagram baar (scatter diagram).
Perhitungan koefisien korelasi memberi angka r= 0.98 (kolerasi
sangat kuat) dengan p = O03 (kemungkinan bahwa hasil semata-
mata karena faktor peluang sangat kecil yakni 3%). Disimpulkan
bahwa alat baru tersebut dapat menggantikan cara konvensional
unfuk mengukur saturasi Or.
Komentar
Koefisien kolerasi (Pearson) digunakan untuk menunjukkan hubungan
antara 2 variabel berskala numerik (misalnya hubungan antara
kadar Hb dan feritin, atau antara berat dan tinggi badan), dan tidak
digunakan untuk menyatakan kesesuaian antara 2 carapengukuran
terhadap satu variabel numerik. Bahwa koefisien kolerasi tidak
layak digunakan untuk memperlihatkan kesesuaian antara dua
pengukuran terhadap variabel numerik yang sama dapat dijelaskan
dengan contoh ekstrem berikut.
Misalnya ada alat baru yang menghasilkan data numerik,
namun hasil pengukurannya memberi nilai lebih kurang s/q dari
nilai yang diperoleh dengan cara standar. Apabila pengukuran
il
t -4'
Sudigda Sastroasmoro 439
6 Up ruNrs NEGATTF
Contoh
Peneliti ingin membuktikan bahwa pemberian digoksin 0,01
mg/kglhari dosis tunggal memberi kadar digoksin serum
yang sama dengan dosis 0,01 mg/kg/hari yang diberikan 2
kali sehari. Ia merancang penelitian; jumlah subyek yang
diperlukan adalah 100 pasien per kelompok. Pada waktu
penelitian selesai dilakukan, peneliti hanya memperoleh
masing-masing 60 pasien per kelompok. Pengukuran kadar
digoksin menunjukkan bahwa pada kelompok 2 kali sehari,
kadarnya adalah 0.L6 (SD 0,5) ng/dl, sedang pada kelompok
digoksin dosis tunggal kadarnya adalah 12 (SD 0,72) ngldL.
Uji-t untuk kelompok independen menunjukkan bahwa
kadar digoksin kedua kelompok tidak berbeda bermakna
(p=0,09), dan disimpulkan bahwa kedua cara tersebut sama
baiknya, sehingga pemberian L x perhari dianjurkary karena
lebih mudah dan lebih menyenangkan pasien.
Komentar
Suatu uji klinis biasanya ingin membuktikan adanya perbedaan
variabel efek antara kelompok yang diobati dan kelompok kontrol.
.rl ;*o
440 Kes nlahan me t o dolo gis dalam p enelitian
il
i ;*o
Sudigdo Sasfuoastnoro 441
Komentar
Hipotesis, telah sering disebut, merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan penelitian, yang harus diuji kesahihannya secara empiris.
Hipotesis tersebut harus dirumuskan sebelum penelitian dimulai.
Pada penelitian analitik retrospektif sekali pun, hipotesis harus
dirumuskan sebelum peneliti melihat data yang ada. Syarat-syarat
lain untuk hipotesis yang baik dapat dilihat kembali dalam Bab 3.
Tidak jarang peneliti melihat data retrospektif dan mencoba
mencari-cari hubungan antar-variabel. Setelah peneliti melihat data
dan melihat ada asosiasi antara 2 variabel maka ia merumuskan
hipotesis, dan mengujinya dengan data tersebut. Tindakan ini
secara metodologis salah. Dipandang dari sudut hipotesis, penelitian
dalam ilmu alamiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
hyp otesis testing res earch (penelitian untuk menguji suatu hipotesis),
dan hypotesis generating researck (penelitian untuk membangun
hipotesis). Pada jenis pertama, hipotesis harus dikemukakan sebelum
studi dimulai(apriori) atas dasar pustaka dan penalaran logis ilmiatu
dan pengumpulan data dimaksudkan untuk menguji hipotesis itu
secara empiris. Pada jenis kedua termasuk surval penelitian deskriptif,
atau data sekunder seperti rekam medi+ pengumpulan data merupakan
upaya untuk menyusun hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan berdasar
set data tertentu tidak boleh diuji dengan data tersebut karena terjadi
rasionalisasi sirkular, yang tidak reprodusibel. Hipotesis yang dibangun
berdasar data tertentu harus diuji dengan set data yang lain.
Pada contoh di atas, untuk menguji validitas hipotesisnya maka
peneliti tidak dapat menggunakan data RSS, melainkan harus
mendesain studi baru, dengan subyek yang sama sekali lain. Uji
hipotesis yang dilakukan terhadap data RSS hanya berlaku untuk
kelompok pasien tersebut, tidak berlaku untuk pasien berikutnya.
Tindakan peneliti untuk melakukan pengujian hipotesis setelah
ia melihat data, dan mengujinya dengan data tersebut, seringkali
disebut dengan beberapa julukan, seperti fishing expedition, data
dredging, atau "ekploitasi dan bukan eksplorasi data" . Hal tersebut
mi:mbawa konsekuensi yang serius, karena dapat membawa
peneliti pada simpulan yang salah.
fi
.r
442 Kesalahan metodologis dalam penelitian
Contoh
Pada 200 pasien difteria dengan miokarditis dicari hubungan
pelbagai variabel, apakah ada hubungan dengan terjadinya
miokarditis. Faktor yang dinilai adalah umuq, jenis kelamin,
lama sakit, bullneck, status imunisasi, status gizi, dan tingkat
ekonomi. Dilakukan analisis bivariat (antar2 variabel) yakni
antara masing-masing risiko dengan kejadian miokarditis.
Dari penguiian diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor
risiko, untuk kemudian disimpulkan ada atau tidaknya
hubungan tiap faktor tersebut dengan miokarditis.
ilt
.i
Sudigdo Sqstroasmoro 443
Komentar
Ini adalah contoh hipotesis multipel, yakni uji yang dilakukan
berulang kali pada L set data. Bila ditetapkan batas kemaknaan
untuk satu hipotesis (cx), secara matematis dapat dibuktikan bahwa
dengan bertambahnya uji hipotbsis, makin besar nilai cx (kesalahan
tipe I), atau kesalahan untuk menyatakan ada hubungan padahal
sebenarnya tidak ada. Apabila untuk satu hipotesis ditetapkan batas
kemaknaan sebesar ct, maka untuk n hipotesis nilai cr bertambah
besar, sehingga peluang untuk memperoleh hasil yang bermakna
semata-mata karena peluang makin besar.
Salah satu cara untuk me4gatasi hal ini adalah membagi odengan
jumlah uji yang dilakukan. Bila semula ditetapkanbatas kemaknaan
cr = 0,05, dan dilakukan 10 uji hipotesis, maka nilai cr diturunkan
menjadi a/10 :0,005. Koreksi ini disebut penyesuaian Bonferonni
yang dianggap berlebihan sehingga mengurangi pozuer penelitian.
Sebagai kompromi, nilai crhanya diturunkan menjadi 0,02 atau 0,01.
Kedua, pelbagai faktor risiko tersebut mungkin merupakan
perancu. Status gizi (yang berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi)
akan menyebabkan anak tidak diimunisasi lengkap, jadi status gizi
merupakan faktor perancu dalam asosiasi antara imunisasi dan
miokarditis. Variabel lain mungkin menjadi perancu dalam asosiasi
antara 2 variabel. Makin banyak dilakukan uji hipotesis pada satu set
data, makin besar pula kemungkinan jalinan pelbagai perancu. Untuk
mengatasinya dapat dilakukan analisis multivaria| dalam hal ini regresi
logistik. Cara lain adalah membatasi uji hipotesis hanya yang utama
hingga dapat dibuat desain yang dapat mengurangi perancu.
Contoh
Untuk menyederhanakan penilaian status bayi pascalahir,
dilakukan uji diagnostik guna menilai validitas pemberian
skor dengan menggunakan 3 dari 5 komponen nilai Apg"",
il
.r|
444 Kesqlahan metodologis dalam penelitian
Komentar
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam uji diagnostik adalah
pengamatan harus dilakukan secara independen (pengamatan yang
diuji tidak bergantung kepada pengamatan baku emas). Bila ini
tidak dipenuhi, maka pengertiannya menjadi sirkular. Pada contoh
di atas, akhirnya yang dibandingkan adalah 3 komponen dengan
3 komponen Apgar, bukan antara 3 dengan 5 komponen. Dapat
diduga bahwa sensitivitas dan spesifisitas nilai Apgar Modifikasi
adalah'sangat baik' (namun tidak sahih).
Contoh I
Ingin diketahui apakah bayi yang mendapat ASI eksklusif
(hanya minum ASI saja sampai 6 bulan) berbeda beratnya
dibanding dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Untuk ini dilakukan studi kohort selama l tahun terhadap 300
bayi yang lahir cukup bulan. Dari 300 bayi, 100 oleh
orangtuanya diberi ASI eksklusif, sedang 200 tidak. Peneliti
menimbang bayi tiap bulan, dan menghitung rerata berat
badan bayi baik pada kelompok ASI eksklusif dan yang tidak.
Dari data yang ada ia melakukan uji't untuk kelompok tidak
berpasangan pada saat bayi berusia 't,3,6,9, dan 12 bulan.
Contoh II
Seorang dokterparu inginmeneliti apakah obatA lebih baik
daripada obat B untukpengobatanmaintenance asma kronik.
Ia melakukan alokasi random sekelompok pasien asma
.r)
Sudigdo Sastroasmoro 445
Komentar
Semangat tinggi peneliti ini tidak diimbangi dengan pemahaman
metodologi dan statistika yang cukup. Pengukuran berulang
terhadap nilai numerik subyek menurut perjalanan waktu dan
membandingkan berulang nilai reratanya di antara 2 kelompok
adalah keliru. Tindakan ini menyalahi salah satu syarat uji numerik,
yakni bahwa pengukuran harus dilakukan kepada kelompok subyek
yang independen. Istilah independen di sini bukan berarti bahwa
kedua kelompok dipilih tidak dengan matching, tetapi berarti nilai
pengukuran subyek pada satu kelompok tidak bergantung pada nilai
subyek kelompok lainnya. Dalam Contoh I, pada perbandingan rerata
berat bayi kedua kelompok pada akhir bulary kedua nilai adalah
independen. Namun pada perbandingan kedua dan seterusnya,
pengukuran pada tiap kelompok tidak lagi independery sebab berat
bayi waktu berumur 3 bulan bergantung pada beratnya waktu 1
bulan, dan waktu L bulan sudah dilakukan uji hipotesis. Untuk data
seperti ini tersedia analisis statistika yakni time-series analysis.
Hal yang sama terjadi pada Contoh II. Pengukuran FEV L minggu
setelah awal pengobatan adalah sahih, karena nilai pada kedua
kelompok adalah independen. Akan tetapi untuk minggu-minggu
berikutnya nilai-nilai rerata pengukuran tidak independen, sebab
bergantung pada nilai sebelumnya, y ang no t a b en e sudah dianalisis.
Secara statistika hal ini sama saja dengan melakukan uji hipotesis
multipel, sehingga harus dihindari.
Selain kesalahan prinsip tersebut, peneliti dapat dihadapkan
pada data yang mungkin membingungkan. Pada Contoh II tidak
tertutup kemungkinan bahwa pada akhir minggu pertama pasien
{;
..1
446 Kesalahan meto dolo gis dalam penelitian
Contoh
Dokter Z meneliti kaitan antara kadar HGH(human growth
hormon e) dengan status gizi anak, dengan desain studi cr o s s -
sectional. Awalnya ia sangat bersemangat, setiap hari mencari
pasien dengan gizi kurang atauburuk, kemudian mengukur
kadar HGH-nya. Lama kelamaan ia mulai jemu, datang 2
kali seminggu. Itupun ia memilih pasiennya, yang kira-kira
orangtuanya koperatif. Bulan berikutnya ia pergi kongres
ke Hongkong terus ke Prancis menengok anaknya. Pulang
dari luarnegeri ia kembali mengambil sampel, kali ini dengan
semangat dipaksakan karena waktu penelitian sudah hampir
selesai. Setelah jumlah subyek terpenuhi, ia menganalisis
datanya.
Komentar
Dalam Bab 5 telah ditegaskan bahwa dalam penelitiary sampel harus
dapat mewakili populasinya. Baku emas untuk cara pemilihan
dr
ll
Sudigdo Sastroasmoro 447
sampel ini adalah probability sampling, dalam hal ini simple random
sampling. Mengapa? Karena semua perhitungan matematika I
statistika didasarkan pada asumsi bahwa subyek dipilih dengan
cara random sampling. Dalam penelitian klinis sering cara tersebut
sulit dilaksanakan, karena jumlah subyek yang terbatas. Untuk
itu tersedia cara consecutiae sampling, yakni semua subyek yang
memenuhi kriteria pemilihan dalam kurun waktu tertentu dipilih
menjadi sampel. Bila waktu penelitian cukup lama, 6 bulan atau 1
tahun, maka pasien yang terpilih dapat mewakili pasien yang
berobat. Namun bila peneliti seringkali pergi dan tidak minta
sejawatnya untuk mengumpulkan data, ia kehilangan banyak
subyek yang seharusnya terpilih. Tidak ada cara untuk menjamin
bahwa karakteristik subyek terpilih yang gagal direkrut sama dengan
subyek yang direkrut. Akibatnya, sampel tidak mewakili populasi
sehingga hasil apa pun yang diperoleh pasti tidak dapat digeneralisasi
ke populasi terjangkau, apa lagi ke populasi yang lebih luas.
{t
I
448 Kesalahan meto dolo gis dalam p enelitian
Srupurex
Contoh-contoh di atas menunjukkan betapa kesalahan metodologis
dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman metodologi dan
biostatistika. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kesalahan
metodologis, baik dalam desairy pemilihan subyek, pengukurary
dan analisis serta interpretasi hasil dapat membawa peneliti kepada
simpulan yang keliru. Dengan kata lain ke.salahan metodologis dapat
..f
Sudigdo Sastroasmoro 449
Dnrrnn PUsTAKA
I Afifi AA, Clark V. Computer-aided multivariate analysis. Edisi ke-2 New
York: VNB, 1986.
2 Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
3 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
hall,1991.
4 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardnet Mj. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMI;2000.
5 Norman G& Streiner DL. PDQ statistics. Toronto:Decker, 1989.
6 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/McGraw G Hill, 2001.
il
i
450 Kesalahanmetodologis dalampenelitian -
a{t . . at
Sudigdo Ssstroqsmoro 451
#r
ttl
Bab 22 - Telaah kritis makalah
kedokteran (1)
Sudigdo Sastoasmoro
il
.rf
Sudigdo Sastroaslnoro 453
.a
454 Telaah kritis makalah kedokteran (1)
A Dssxnrpsr UMUM
.rl
Sudigdo Sastroasmoro 455
Catatan
Tabel umum ini dapat dipergunakan untuk menelaah secara kritis
laporan penelitian yang mempelajari hubungan sebab-akibat,
termasuk untuk studi cross sectional, kasus kontrol, kohort, maupun
uji klinis. Beberapa hal yang khusus dan relevan untuk tiap desain
perlu ditambahkan. Dalam telaah kritis keterangan tambahan
tersebut sering justru harus paling diperhatikan, mengingat banyak
nuansa yang khas, baik karakteristik khas desain maupun terdapahrya
modifikasi yang sering dilakukan. Lihat Bab 23.
Identifikasi terhadap studi kohort maupun uji klinis biasanya
tidak sulit, jadi meskipun penulis tidak menyebutkannya secara
implisit pembaca akan dapat mengidentifikasinya. Hanya perlu
diingat, bahwa kendatipun analisis untuk penelitian kohort (Bab
9) lebih sering menggunakan kalkulasi risiko relatif, namun dapat
pula dilakukan analisis dengan uji hipotesis, baik untuk variabel
efek nominal, ordinal, maupun numerik.
il
i
456 Telaah kritis makulah kedokter nn (1 )
Judul makoloh
1 Tidok terlolu poniong otou terlolu pendek
2 Menggomborkqn isi utomo penelition
3 Cukup menorik
4 Tonpo singkoton, seloin yong boku
Abstrok
6 Abstrok sotu porogrof otqu terstruktur (beri tondo yong sesuoi)
7 Mencokup komponen IMRAD
8 Secoro keseluruhon informotif
9 Tonpo singkoton, seloin yong boku
10 Kurong dori 250 koto
Pendohuluon
I1 Ringkos,terdiri otqs 2-3 porogrof
12 Porogrof pertomo mengemukokon oloson dilqkukon penelition
I3 Porogrof berikut menyotokon hipotesis otou fuiuon penelition
I4 Didukung oleh pustoko yong relevon
1 5 Kurong dori I holomon
Metode
I 6 Disebutkon desoin, tempot don woktu penelition
I 7 Disebutkon populosi sumber (populosi teriongkou)
'l 8 Diieloskon kriterio inklusi don ekslusi
&
i
Sudigdo Sastroasmoro 457
Hosil
32 Disertokon tobel korokteristik subyek penelition
33 Korokteristik subyek sebelum intervensi dideskripsi
34 Tidok dilokukon uii hipotesis untuk kesetoroon pro-intervensi
35 Disebutkon iumloh subyek yong diteliti
36 Diieloskon subyekyong drop ouldengon olosonnyo
37 Ketepoton numerik dinyotokon dengon benor
38 Penulison tobel dilokukon dengon tepot
39 Tobel don ilusirosi informotif & memong diperlukon
40 Tidok semuo hosil di dolom tobel disebutkon podo nos
41 Semuo oulcome yong penting disebutkon dolom hosil
42 Subyek yong drop out diikutkon dolom onolisis
43 Anolisis dilokukon dengon uii yong sesuoi
44 Ditulis hosil uii stotistiko, degree of freeedom & niloi p
45 Tidok dilokukon onolisis yong semulo tidok direnconokon
46 Disertokon intervol kepercoyoon
47 Dolom hosil tidok disertokon komentor otou pendopql
Diskusi
48 Semuo hol yong relevon dibohos
49 Tidok sering diulong hol yong dikemukokon podo hosil
50 Dibohos keterbotqson penelition, don dompoknyo terhodop hosil
51 Disebut penyimpongon protokol don dompoknyo terhodop hosil
52 Diskusi dihubungkon dengon pertonyoon penelition
53 Dibohos hubungon hosil dengon teori/penelition terdohulu
54 Dibohos hubungon hosil dengon proktek klinis
55 Efek somping dikemukqkon don dibohos
56 Disebulkon hosil tombohon selomo observosi
57 Hosil tombohon tersebut tidok dionolisis secoro stotistiko
58 Disertokon simpulon utomo penelition
59 Simpulon didosorkon podo doto penelition
60 Simpulon tersebut sohih
61 Disebutkon generolisosi hosil penelition
62 Disertokon soron penelition seloniutnyo
Ucopon Terimo Kosih
63 Ucopon terimo kosih dituiukon kepodo orong yong tepot
64 Ucopon terimo kosih dinyotokon secoro woior
Doftor Puslqko
65 Doftor pustoko disusun sesuqi dengon oturon iurnol
66 Kesesuoion sitosi podo nos don doftor pustoko
Loin-loin
67 Bohoso yong boik don benor, enok diboco, informoiif, don efektif
68 Mokoloh ditulis dengon eioon yong toot osos
&
..f
458 Telaqh kritis makqlah kedokter an ( L)
A. Deskripsiumum
tr Desain apakah yang digunakan
tr Manakah populasi target, populasi terjangkau, sampel
tr Bagaimana cara pemilihan sampel
tr Manakah variabel bebas
tr Manakah variabel tergantung
tr Apakah hasil utama penelitian
D. Validitas eksterna
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada subyek terpilih
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi target
dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Sampel
dan cara pemilihan sampel perlu diidentifikasi, yang antara lain
diperlukan untuk menentukan validitas eksterna penelitian (aide
infra). Untuk uraian yang lebih rinci lihatlah Bab 5. Bila setelah
disimak hal-hal tersebut tidak dapat ditentukan, hal itu berarti
kekurangan pihak penulis.
..f
Sudigdo Sastroqstnoro 459
il
.* ;,* u
460 Telaah kritis makalah kedokter an (1 )
B Vermrrns TNTERNA
i -4n
Sudigdo Sastroasmoro 461
i .*o
462 Telaah kritis makalah kedokter an (1 )
Bias pengukuran
Bias pengukuran telah dibahas dalam Bab 4,dan di sini akan sedikit
diulang beberapa di antarany a, yang dikaitkan dengan contoh pada
penelitian klinis.
Bias prosedur. Bias ini terjadi bila pengukurary prosedur, terapi,
dan lain-lain dilakukan pada kelompok yang dibandingkan tidak
sama. Misalnya, pasien yang diberi obat tertentu lebih mendapat
perhatian,lebih sering ditimbang, diukur tekanan darahnya. Cara
yang efektif untuk peneliti tid;k mengetahui subyek termasuk
kelompok yang mana adalah dengan penyamaran (blinding),yang.
biasa dilakukan pada uji klinis, namun dapat pula dilakukan pada
studi observasional.
Recall bias. Bias ini sangat terkenal, dan harus dipertimbangkan.
Bias ini terutama terjadi pada studi kasus-kontrol. Pada studi yang
mencari hubungan antara pil KB dengan penyakit bawaan tertentu,
ibu yang anaknya menderita cacat bawaan akan berusaha secara
maksimal untuk mengingat apakah dulu pada waktu hamil muda
ia masih meneruskan minum pil KB atau tidak. Sebaliknya ibu
yang anaknya sehat (masuk kelompok kontrol) cenderung untuk
tidak atau kurang optimal berupaya mengingat kembali pajanan
yang diteliti tersebut. Perbedaan ini terjadi secara sistematik oleh
karena itu merupakan salah satu bias.
Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif (insensitie
measuretnent biasl. Apabila alat ukur yang digunakan untuk
menentukan ada atau tidak adanya efek kurang sensitif, maka lebih
sedikit subyek yang digolongkan sebagai menderita efek. Ini amat
berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Untuk mengurangi
bias ini harus diupayakan peningkatan ketepatan pengukuran
(lihatlah kembai Bab 4).
Bias deteksi (detectionbiasl. Berlawanan dengan bias di atas, pada
bias deteksi terjadi perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit. Kesintasan pasien tertentu sering dilaporkan
menjadi makin lama; sebagian mungkin ini disebabkan oleh karena
deteksi yang lebih dini, sehingga masa pengamatan menjadi lebih
panjang dibanding pada subyek yang masuk pada periode awal studi.
.f
Sudigdo Sastroasmoro 463
fr
.rf
464 Telaah kritis makalah kedokter an (1)
i
Sudigdo Sastroastnoro 465
6 Biological plausibility
Penulis seharusnya telah membahas hasil penelitiannya dengan teori
yang ada. Sebagian pembahasan tentang biological plausibility
mungkin bersifat spekulatif atau hipotesis, bila patogenesis yang
lengkap belum diketahui, Justru hal tersebut dapat menimbulkan
masalah baru yang dapat dijadikan masalah penelitian.
D VIUDITAS EKSTERNA
il
.r|
466 Tel s ah kr it is m aknl ah ke dokt er an (1 )
J|
Sudigdo Sastroasmoro 467
Dnrran PUsTAKA
Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ; 2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood |M. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1.998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BM| 1997;315:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
8 Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.Rasio kemungkinary
179
il
.r
468 Tel a ah kr i ti s m aknl ah ke dokt er an ( 1. )
-84-
#!g.S @ #* e &*F "r$r r#&A
&
fi
i
Bab 23 -Telaah lffitis makalah
kedokteran (2)
Sudigdo Sastoasmoro
ll
470 Telaah kritis makalah ke dokter an (2)
{t
ll
Sudigdo Sastroasmoro 471
Boku emos
Positif o b o*b
uii
Negotif c d c*d
dm
i
472 Telaah kritis mskalah ke dokter an (2)
i
Sudigdo Sasfuoasmoro 473
il
.rl
474 Telaah kritis makalah kedokteran (2)
40 l0 50
c 30 20 50
Jumloh 70 30 100
RRR = (CER-EER)/CER
ARR=CER-EER
dalam contotr, ARR = 0,4-0,2=0,2
{k
:l
Sudigdo Sastroasmoro 475
il
ll
476 TeI a qh kr it i s m ak aI ah ke dokt er an ( 2 )
Pada contoh uji klinis di atas, bila selama ini tingkat kegagalan
dalam terapi untuk penyakit tersebut adalah 50%, maka NNT
untuk pasien kita adalah 1l(0,5x0,5) : 4
3 Apakah terapi tersebut tersedi4 terjangkau, dapat diterima pasien?
jl
Sudigdo Sastroasmoro 477
{r
i jta
478 Tel aah kr i t is m akal ah ke dokt er an (2 )
PENurup
Di atas telah diberikan panduan ringkas untuk melakukan telaah
kritis terhadap artikel yang sering diperlukan untuk menjawab
pertanyaan klinis dalam praktik sehari-hari. Masih banyak jenis
artikel yang dapat memberi pelbagai informasi yang diperlukan
oleh para dokter, termasuk artikel tentang etiologi, efek samping
clinical guidelines, economic analysis, ,clinical decision anlysis, dan
sebagainyat yang tidak dibahas dalam buku ini.
il
:l i:* "
Sudigdo Sastroasmoro 479
Dnrran PUSTAKA
L Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M|. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ;2000.
3 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hilf 2001.
Elwood |M. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Ox{ord University Press, 1998.
Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BMJ 1997;31,5:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
i -4"
480 Tel nah kr it i s m ak aI ah ke d okt er an Q )
ffid * s
ffi@-Weea#WWWw
sebogoi VIA.
Validitos penelition terutama dilihot pada lAethods,
'.
pentingnyo hosil podo Resulfs,sedongkon kemompu-
teroponnyo podo Drscuss ion dan kondisi setempot,
termosuk pre{erensi posien don keluorgonya.
Pcdo uji diagnostik perlu dinilai stotistik yang relevan,
termosuk sensitivitos, spesif isitos, niloi prediksi positif
dan negotif , rosio kemungkinon positif don negotif.
Untuk uji klinis pragmotis yang biosonyarelevan dengon
prokt i k sehori- hori par lu d i h itu ng b erapa ex pe r i me nta I
event rate(EER), control event rate(CER), relative risk
reduction (RRR), absolute risk reductron (ARR), serfo
number needed to freaf (NNT).
Telooh kritis dilokukon podo studi yong menyelidiki
etiologi, prognosis, meto-onolisis, clinical guide
lines, economic analysls, don sebogoinyo.
Peneropon podo posien kito didosorkon podo
kemiripon posien kito dengon posien yong menjodi
subyek penelition serto ketersedioan,
keterjongkouon, don penerimoon posien.
il
.a -4
Bab 24- Dari penelitian ke
praktikkedokteran
Dody Firmanda
i
482 D ar i p eneli tian ke pr aktik ke d okt er an
dari satu daerah ke daerah lairu dari provinsi ke provinsi lain dalam
satu negara/ maupun antara negara maju dan negara sedang
berkembang. Akan tetapi ciri dan sifat masalah tersebut tidak jauh
berbeda safu sama lainnya dalamhal yang mendasar yakni semakin
meningkatnya jumlah populasi usia lanjut (perubahan demografi),
meningkatnya tuntutan dan harapan pasien akan pelayanan,
perkembangan ilmu dan teknologi, dan makin terbatasnya sumber
dana yang tersedia untuk pelayanan kesehatan.
{r
.t -a"
DoddyFirmanda 483
ilt
t
484 D ar i p enelitian ke pr aktik kedokter an
.rf
Doddy Firmanda 485
{3
Jl
486 D ari p enelitian ke pr aktik ke dokter an
Dnrrnn PUSTAKA
1. Buetow SA, Roland M. Clinical fovernance: bridging the gap between
managerial and clinical approaches to quality of care. Qual Health Care
1999;184-90.
2. Christakis DA, Davis R" Rivara FP. Pediatric evidence-based medicine: past,
present, and future. J Pediatr 2000;136:383-9.
3. Donabedian A. The quality of cae: how can it assessed? JAMA 1988;260:1743-
8
4. Firmanda D. Profesional continuous quality improvement health care:
standard of procedures, clinical guidelines, pathways of care and evidence-
based medicine. What are they? J Manajemen & Administrasi Rumah Sakit
Indonesia 1999 ; l: 139-1.44.
5. Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones ]
Cardiol Pediatr t999; 1:43-9.
6. Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning,
elements, and implementation. Global Health |ournal 2000;1,(2) http:ll
www.interloq. com/a39vlis2.htm.
7. Firmanda D. Kedokteran berbasis bukti (eoidence-based medicine) I: satu
pendekatan dalam pengambilan keputusan klinis. Medicinal 2000; 1:21-5.
Geyman fP, Deyo RA, Ramsey SD. Evidence-based clinical practice. Boston:
Butterworth Heinemann, 2000.
Guyatt GH. Users'guides to medical literature.]AM A 1993;270(17);1096-7
.*
DoddyEirmandn 487
10. Guyyat GH, Meade MO, Jaeschje RZ, Cook D|, Haynes RB. Practitioners of
evidence based care. BMJ 2000;320:954-955.
11. Rooney G. TQM/CQI in business and health care. AAOHN ]ournal
1992;40;319-25.
12. Sackett DL, Sttaus SE, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence-
based medicine: how to practice and teadr EBM. 2'd ed. Edinburgh: Chuchill
Livingstone, 2000.
13. Scally G, Donaldson f!.-_!!i$c3rl governance and the drive for quality
improvement in the new NHS in England. Bin,fj 1998;317(7150):61-5
14. WHO. The principles of quality assurance.Copenhagen:WHo,1983.
'(
.*
488 D ari p enelitian ke pr aktik ke dokter an
gsdg
s *.es@iw#& *
F ryF Sr -wMaqlg
i
Bab 25- Value-based medicine -
sebuah pengantar
Sudigdo Sastoasmoro
.*
490 Value-based medicine
|l
-rl
Sudigdo Sastroasmoro 491
.l
492 Value-based medicine
PENcUTURAN uALtrE
Dalam pengukuran kualitas hidup dikenal 2 cara yakni:
1 Instrumen yang berdasarkan pada fungsi (function-based
instrument),
2 Instrumen yang berdasarkan pada preferensi pasien (patient
p r efer ence-b as ed ins trument ),
Sekilas tampaknya pengukuran yang berdasarkan fungsi tampak
lebih baik karena lebih obyektif ketimbang yang berdasarkan nilai
yang bersifat subyektif. Namun pengalaman ternyata mengajarkan
yang sebalihyu; apayang dianggapbailg berhasil, oleh dokterbelum
tentu diapresiasi sama oleh pasien dan keluarganya, seperti telah
disinggung di atas. Oleh karena itulah akhir-akhir ini penilaian
kualitas hidup yang berdasarkan pada preferensi pasien lebih.
diunggulkan. Yang merasakan sakit, menderita, sesak, tidak enak
makan adalah pasien, bukan dokter; jadi amat wajar apabila nilai-
nilai yang harus lebih diperhatikan adalah nilai-nilai pada pasien.
Bagaimana kita mengukur kualitas hidup berdasarkan pada
fungsinya? Sudah lama para dokter melakukan penelitian dengan
sejumlahbesar kasus, untuk sampai pada simpulanbahwa penilaian
kualitas hidup pasien tidak ditentukan oleh anatominya namun oleh
fungsinya. Sebagai contotL anak dengan penyakit jantung bawaan
kompleks yang berhasil menjalani rangkaian operasi, akhirnya yang
semula sianosis menjadi tidak sianosis, yang semula sesak menjadi
normal sudah cukup memuaskan ayah-bundanya meskipun mereka
tahu anatomi jantung anaknya sangat tidak normal.
Oleh karena itulah banyak kelompok-kelompok ahli membuat
klasifikasi pelbagai jenis penyakit (terutama penyakit kronik)
berdasarkan fungsinya, yang kemudian dikaitkan dengan kualitas
hidupnya. Salah satu contoh terkenal dan sering dikutip adalah
penilaian kualitas kebugaran berdasarkan klasifikasi fungsional
jantung dari American Heart Association, dari kelas 0 sampai kelas
4. Sampai tingkat tertentu penilaian fungsional tersebut sangat
bermanfaat bagi dokter untuk pegangan dalam memberikan terapi
obat, diet, olahraga, maupun tindakan pembedahan. Penilaian
il
Jl
Sudigdo Sastroasmoro 493
ll -i*u
494 Value-based medicine
|l
.rf
Sudigdo Sastroasmoro 495
fi
.*
496 Value-based medicine
Darrnn PUsTAKA
1. Brown MM, Bown GC, Sharma S. Evidence-based to value-based medicine.
AMA Press; 2005.
.* -i# "
Sudigdo Sastroasmoro 497
Se&
ffi# g #
$ffWffiffi
i dr
-4
498
Kamus istilah
Absolute risk reductioa (ARR). pada Disebut juga analisis per- protokol.
tabel 2 x 2 hasil uji klinis pragmatis, Analisis jenis ini dilakukan pada uji klinis
menunjukkan beda absolut antara explanntory.
proporsi kegagalan pada kelompok Andal Dapat dipercaya; bila pengukuran
eksperimen dengan proporsi kegagalan dilakukan berulangkali akan diperoleh
pada kelompok kontrol (EER-CER). sama atau hampir
Acak, ranilon. Semata-mata berdasar lf*il"*S*yang
peluang, tanpa pola tertentu. Anova Analysis of aariance, uji statistika
Alf4 a Lihat kesalahan tipe I untuk data numerik pada 3 kelompok
Alokasi Proses pemilahan subyek atau lebih.
menjadi kelompok untuk pemberian A portertort seblahnya; istilah ini biasanya
intervensi. dipakai untuk menyatakan hipotesis yang
Alokasi random Lihat randomisasi. dikemukakan setelah data terkumpul.
Sinonim: post hoc.
Analisis bivariat Uji hipotesis antara
variabel yakni satu variabel bebas dan A pfiori Sebelumnya; biasa dipakai
satu variabel tergantung. dalam menyatakan hipotesis; hipotesis
a priori dirumuskan sebelum penelitian
Analisis interim Dalam uji klinis, analisis dimulai.
yang dilaksanakan sebelum semua
subyek masuk dalam penelitian. Analisis
Baku emas (gold standard). Dalam uji
ini dapat dilakukan atas pelbagai alasan, diagnostik; uji yang menunjukkan nilai
nunun terutama diperlukan bila diduga
abnormal pada subyek yang sakit dan
terdapat beda efek yang mencolok antara nilai normal pada subyek yang sehat.
kelompok yang dibandingkan. Batas keperc ayaan (confidence limits)
Analisis multivariat Uji hipotesis terhadap batas-batas interval kepercayaan.
banyak variabel bebas dengan satu Besar sampel Jumlah subyek penelitian
variabel tergantung. yang diperlukan. Istilah lain yang tepat
Analisis univariat Lihat analisis bivariat. adalah jumlah subyek (penelitian).
Beta, p Lihat kesalahan tipe II.
Analysis, intention to treat Cara analisis
dengan mengikutsertakan semua sub- Bias Kesalahan sistematik kecenderungan
yek berdasar alokasi awalnya, terma- kesalahan ke satu sisi.
suk subyek yang drop out, drop in, luga Bias Berkson Bias akibat beda kecepatan
subyek yang sudah dialokasi tetapi atau indikasi rawat antara kelompok
sebelum menerima pengobatan. Cara kasus dan kelompok kontrol.
ini dilakukan pada uji klinis pragmatik. Bias Berkson Bias akibat kecepatan atau
Analysis, on-treatment Analisis data uji indikasi rawat rawat antara kelompok
ktinis yang hanya menyertakan subyek kasus dan kelompok kontrol.
yang selesai mengikuti penelitian.
J|
Kamusistilah 499
Bias deteksi Bias akibat perbedaan Crossooer desain Lihat uji klinis
deteksi faktor risiko maupun efek, misal menyilang.
kemajuan dalam teknologi diagnostik. Cross-sectional Desain penelitian dengan
Bias insidens-prevalens Bias yang terjadi pengukuran variabel yang dilakukan satu
akibat adanya kasus dengan mortalitas saaf hanya satu kali.
tinggi dan kasus dengan mortalitas Data Informasi yang faktual seperti
rendah. Bila dipakai kasus prevalens, pengukuran, observasi, atau statistik
maka banyak kasus dengan mortalitas yang dipakai sebagai dasar penalarary
tinggi tidak dapat dipilij karena sudah pembahasary atau kalkulasi.
meninggal. Disebut juga bias Neyman.
Data dredging Istilah untr,rk menunjukkan
Bias prosedur Bias akibat beda ketaatan tindakan melihat data untuk kemudian
subyek untuk memenuhi prosedur studi dibuat hipotesis, kemudian uji hipotesis
dan kelompok kontrol. dilakukan terhadap data semula. Praktik
Blok, kelompok Jumlah, atau suatu ini tidak dibenarkan
segmen sampel yang dianggap sebagai Data keras Data yang tidak dipengaruhi
kesatuan untuk keperluan tertentu oleh interpretasi subyek; biasa dalam
Benferoni, koreksi Koreksi besamya nilai bentuk numerik atau digital.
cr bila dilakukan uji hipotesis multipel Data lunak Data yang dipengaruhi oleh
terdapat satu set data. interpretasi subyektif.
Buta, pembutaan Lihat tersamar, Data primer Data yang sejak awal
ketersamaran. direncanakan untuk penelitian.
Concored data Lihat tersensor, data. Data sekunder Data yang dikumpulkan
Cluster s ampling Cara pemilihan sampel bukan untuk tujuan penelitiary misal
berdasarkan kelompokan subyek yang data pelayanan masyarakat.
terjadi secara alamiah. Deraiat kebebasan, degree offreedom pa-
Confidence interztal Lihat interval rameter yang digunakan distribusi
kepercayaan peluang misalnya distribusi t atau x2.
C onfounding Lihat perancu Diagram baut (scattered diagram) Dia-
Confounding by indicatioa Keadaan gram dua dimensi yang memperlihatkan
yang rancu pada analisis hasil terapi asosiasi 2 variabel numerik.
secara retrospektif. Dishibusi normal baku Distribusi normal
Consecutitse sampling Pemilihan subyek dengan rerata=O dan simpang baku = z.
sebagai sampel secara berurutan, semua Drop in Dalam uji klinis, keadaan peserta
subyek yang memenuhi kriteria uji klinis yang telah dialokasikan untuk
dipilih sebagai sampel. menerima terapi terterrttl tetapi menerima
Contuol eztent rate (CER). Pada uji klinis terapi yang dibandingkan.
pragmatis, proporsi eaent (misalny a Drop out Subyek penelitian yang tidak
kegagalan) pada kelompok kontrol. mau atau tidak dapat memenuki follow-
C onztenience sampling Metode atau cara up yang direncanakan.
pemilihan subyek penelitian berdasarkan Dua arah Uji yang menyatakan bahwa
kemudahan peneliti semata-mata. perbedaan mungkin ke arah dua sisi.
ll
500 Kamusistilah
Dummy oariable Variabel yang hanya Hipotesis nol Dalam uji hipotesis,
mempunyai 2ntlai. hipotesis yang menunjukkan tidak ada
Eaily stoppingrule Cata atau peraturan beda antara kelompok dalam populasi
untuk menghentikan penelitian (uji yang diwakili oleh sampel.
klinis) sebelum wakfunya. Historical cohort study Llhat kohort
Effe ct m o dif ic ati on Lihat modifi kasi efek. retrospektif.
Effeet size Derajat besamya perbedaan Historical control gtoup Kelompok
antara kelompok pengobatan. kontrol yang diambil dari pasien yang
diobati pada masa yang lalu.
Eksperimental Jenis desain penelitian;
pada desain ini peneliti melakukan Homo sceilasticity Keadaan nilai varians
intervensi dan menilai hasil intervensi. variabel tergantung sama, tidak dipe-
Disebut juga intervensional. ngaruhi oleh variabel bebas.
Estimasi besar sampel Proses perkiraan Independery kelompok/sampel Sampel
jumlah zubyek penelitian yang diperlukan yang nilainya pada satu kelompok tidak
agar zupaya diperolehhasil dengan tingkat menenfukan nilai kelompok lain.
kepercayaan tertentu. Informed consmt Pemyataan persetujuan
Expeimtmtal eztent rate (EER) Pada uji subyek untuk ikut serta dalam penelitian
klinis pragmatis, proporsi event (misal setelah diterangkan maksud, tujuan, car4
kegagalan) pada kelompok kontrol. keuntungan, dan kemungkinan kerugian
bila subyek ikut dalam penelitian.
Eischer Uji non-paramerik untuk tabel 2
x 2 dengan jumlah subyek yang sedikit. Insidens Proporsi zubyek yang mengalami
efek (kasus baru) dalam periode tertentlt
Fishing expedition Istilah dipakai untuk
relatif terhadap jumlah subyek yang
menunjukkan upaya mencari-cari dengan risiko untuk mengalami efek
asosiasi antar-variabel dengan melihat tersebut.
data yang tersedia kemudian melaku-
Inter-rater oariation Variasi hasil oleh
kan uji hipotesis dengan data tersebut.
pemeriksa yang berbeda.
Follow-up Proses penilaian berlanjut
hrterval kepercayaan Rentang nilai pada
dengan mempergunakan dasar data
populasi yang diperoletr dengan menghitung
yang telah diperoleh sebelumnya.
berdasar data sampel, yang menunjukkan
Frekuensi Angka yang menyatakan kemungkinan nilai pada populasi tersebut
berapa kali nilai observasi terjadi. terdapat pada interval yang bersangkutan.
Generalisasi Proses penerapan hasil dan Interval kepercayaan yang sering dipakai
kesimpulan penelitian ke populasi yang adalah%% atauW".
lebih luas; disebut juga inferensi. Intervensi Manuver yang dilakukan
Hipotesis Pemyataan sebagai jawaban pada studi eksperimental; ini mungkin
sementara atas pertanyaan penelitian yang obat atau prosedur. Efek akibat intervensi
harus diuji kesahihannya secara empiris. ini dinilai dan dianalisis.
Hipotesis alternatif Kebalikan hipotesis Intra-rater ztariation Variasi hasil oleh
nof yang akan disimpulkan bila hipote- pemeriksa yang sama
sis nol ditolak.
Judmental sampling Metode pemilihan
jl
Ksmusistilah 501
subyek berdasar judgment peneliti bahwa ini sangat menentukan tingkat keandalan
subyek tersebut mewakili populasi. Cara pengukuran.
ini tidak lebih baik dari conoenience sam- Kesalahan tipe I Dalam uji hipotesis,
pling, dm harus dihindarkan. ialah peluang untuk menyatakan ada
Kai-kuadrat, x2 Uji non-parametik untuk perbedaan (atau hubungan) padahal
data nominal. sebenarnya tidak ada (positif palsu).
Kaplan-Meier jenis metode analisis Sinonim: alfa, a.
kesintasan; kalkulasinya menggunakan Kesalahan tipe II Dalam uji hipotesis, ialah
masa kesintasan yang tepa! disebut pula peluang untuk menyatakan tidak ada
product limit survival. perbedaan (atau hubungan) dalam
Kappa Statistik yang menunjukkan sampel, padahal dalam populasi
derajat keandalan pengukuran dengan sebenamya ada (negatif palsu). Sinonim:
variabel nominal. Teoritis nilai kappa beta, B
berkisar antara 0 sampai 1; makin Ketersamaran Metode atau prosedur
mendekati nilai 1 berarti pengukuran yang membuat pasien, dokter, atau
tersebut makin andal. keduanya tidak tahu jenis pengobatan
Keandalan Dapat diandalkan; dalam yang diberikan.
pengukuran berarti hasil pengukuran Koefisien korelasi (Pearson product mo-
akan sama atau hampir sama apabila ment) Ukuran hubungan linear antara
dilakukan berulangkali. Istilah lain: dua buah variabel numerik.
reliabilitas, keterandalan, reprodusibilitas.
Koefisien variasi Statistik yang menun-
Kerangka konsep Diagram yang juk keandalan pengukutan variabel
menunjuk hubungan antar-variabel numerik, dihitung dengan membagi
dalam penelitiary kerangka ini disertakan simpang baku dengan nilai rerata dari
dalam usulan penelitian. pengukuran berulang-ulang.
Kesahihan (1) Dalam pengukuran: barapa Kohort Kelompok subyek penelitian
benar suafu alat ukur mengukur apa yang yang tetap bersama untuk periode
sebenarnya harus diukur; (2) Dalam tertentu.
desain atau generalisasi: Apakah Kohort retrospektif Modifikasi studi
penelitian bebas dari bias.
kohort yang menilai risiko relatif suatu
Kesahihan ekterna Kesahihan untuk faktor, dengan efek yang sudah terjadi.
generalisasi hasil penelitian ke populasi Kohort, sfudi Penelitian observasional
yang diwakilrrya dan populasi yang lebih yang dimulai dengan kelompok subyek
luas. tanpa faktor risiko dan tanpa efek.
Kesahihan intema Kesahihan pada studi, Mereka diikuti, siapa yang mengalami
apakah pengukuran, observasi bebas pajanan faktor risiko, dan siapa tidak.
bias, dan intervensinya. Dibandingkan insidens efek pada
Kesalahan (error) Istllah menyatakan kelompok yang terpajan dan yang tidak.
terdapatnya penyimpangan terhadap Kontrol Kelompok yang dijadikan
nilai sebenarnya. standar perbandingan untuk dasar
Kesalahan acak Random enor, kesalahan pengujian suatu hipotesis.
akibat variabilitas Kesalahan Korelasi Hubungan antara dua variabel
^i
502 Kamusistilnh
4n
..f
Kamus istilah 503
Nilai prediksi negatif. Dalam uji mungkin ke arah satu sisi (A > B).
diagnostik, besarnya peluang bahwa Ordinal Skala variabel dengan peringkat
subyek benar tidak menderita kelainan kualitatif. Contoh: stadium penyakit.
bila hasil ujinya negatif.
Otulier Nilai yang jauh dari kelompok
Nilai prediksi positif. Dalam uji nilai lain pada set data tertenfu.
diagnostik: besarnya peluang bahwa
subyek benar menderita kelainan bila
Oz:ermatchizg Matching terhadap
variabel yang tidak penting, atau terlalu
hasil ujinya positif.
banyak. Seharusnya matching hanya
Nominal Skala variabel yang menunjuk- dilakukan terhadap variabel prognostik
kan label, tanpa informasi peringlat. yang penting saja. Paralel, desain Lihat
Contoh: Agama Islam, Katolik, Hindu, uji klinis paralel.
jenis kelamin: lelaki, perempuan.
Parameter Karakteristik yang terdapat
Non-probability sampling Cara pemilih- pada populasi.
an subyek dari populasi yang tidak
Pasien krdividu yang membutuhkan jasa
berdasar pada fakator peluang.
medis.
Null hypothesis Pada uji hipotesis:
hipotesis yang menyatakan tidak ada Patient expected eoent rate. Pada tabel 2
beda.
x 2 uji klinis pragmatis, menunjukkan
nilai proporsi kegagalan bila pasien kita
Number needeil to harm. Jumlah pasien menjadi kontrol pada uji klinis yang
yang harus diobati untuk memperoleh ditelaah.
tambahan 1 efek samping.
Pengukuran Proses kuantitatif variabel
Number neeiled to treat. fumlah pasien agar dapat dianalisis secara statistik.
yang harus diobati agar dapat diperoleh
Perancu Faktor atau variabel yang tidak
1 tambahan hasil yang baik, atau
dihindarkan t hasil yang buruk. diteliti namun mempunyai asosiasi
dengan variabel bebas dan variabel
Numetik Skala variabel dengan infor- tergantung. Perancu yang tidak dikontrol
masi peringkat penuh. Skala ini dapat dapat menyebabkan penelitian menjadi
dibagi lagi menjadi skala interval (tidak tidak sahih.
mempunyai angka 0 alamiah), dan skala
Pertanyaan penelitian Masalah yang
rasio (mempunyai nilai 0 alamiah).
akan dipecahkan dengan penelitian.
Observasional. ]enis desain penelitian;
pada desain ini peneliti tidak melakukan
Pilot study Penelitian pendahuluan
intervensi terhadap variabel subyek, yang dilakukan sebelum penelitian
sebenamya, Dimaksud untuk memper-
hanya melakukan pengamatan saja.
oleh pengalaman pengukuran dan lain-
Odds Peluang terjadinya sesuatu dibagi lain.
peluang tidak terjadinya sesuatu. Bila
Plasebo Suatu bahan atau prosedur
Peluang = P, maka odds =Pl(.-P). yang mirip dengan obat atau prosedur
Odds ratio. Lihat rasio odds. lain untuk membuat pengukuran menja-
One-sided uji hipotesis dengan pemya- di tersamar.
taan sebelumnya bahwa beda antar- Populasi Kelompok subyek (orang,
kelompok yang diperbandingkan hanya pasierL data) yang memiliki karakteristik
.rl
504 Kamus istilah
jl
Kamusistilah 50s
tor) berskala numerik dan variabel Sahih Valid, menunjuk bahwa pengu-
tergantung yang juga berskala numerik. kuran benar mengukur apa yang harus
Regresi logistik Teknik statistika untuk diukur.
menganalisis data dengan variabel bebs Sampel Bagian dari populasi.
multipel berskala numerik dan nominal, Sensitivitas Dalam uji diagnostik, adalah
sedangkan variabel tergantungnya kemampuan suafu uji unfuk menemu-
berskala nominal dikotom. Teknik ini kan kelainan bila kelainan tersebut ada
dimaksudkan untuk menyingkirkan (positif benar).
peran variabel perancu.
Sham Prosedur atau tindakan yang
Regresi multipel Teknik regresi dengan mirip dengan prosedur terapi akan
variabel bebas lebih dari 1. tetapi tidak dimaksudkan untuk
Relatizte riskreduction (RRR) Pada tabel memberi efek terapi. Sejenis plasebo
2 x 2 uji klinis pragmatis, angka ini pada uji klinis.
menunjukkan perbandingan antara Simpang baku Statistik yang menunjuk-
beda proporsi kegagalan pada kelom- kan variabilitas nilai terhadap rera-tanya.
pok kontrol dengan kegagalan pada
Single mask Lihat tersamar tunggal.
kelompok eksperimental dibagi dengan
kegagalan pada kelompok. RIU{ = (EER- Single blind Lihat tersamar tunggal.
CER): CER. Skala pengukuran Tingkat ketepatan
Reliability Lihat keandalan. alat ukur. Biasanya diklasifikasi menjadi
skala kategorikal (nominal atau ordinal),
Repro ducibility Lihat keandalan.
dan numerik (interval atau rasio).
Rerata ]umlah nlai pengamatan dibagi
Soft data Data yang dalam interpre-
dengan jumlah pengamatan
tasinya memerlukan judgment atau
Response oariable Lihat variabel tergan- subyektivitas pemeriksa.
tung.
Spearman correlation Korelasi antara
Risikg faktor Istilah untuk menunjukkan dua variabel berskala ordinal.
karakteristik yanglebihbanyak ditemu-kan
pada subyek dengan penyakit dibanding
Spesifisitas Dalam uji diagnostik,
menunjuk pada kemampuan uji untuk
dengan subyek tanpa penya-kit. Faktor
menyingkirkan penyakit bila penyakit
risiko biasanya disebut sebagai kausa
memang tidak ada (negatif benar).
Risiko relatif Dalam penelitian kohort,
Standqrd ileointion Lihat simpang baku.
menyatakan rasio antara indsidens
pada kelompok dengan pajanan dengan Standard enor Simpang baku distribusi
insidens pada kelompok tanpa pajanan. sampling suatu statistik.
Disebut juga rasio risiko. S t an d ar d deo i atio n Lihat simpang baku.
Risk factor Lihat faktor risiko. Standard error Simpang baku distribusi
ROC Receizter operator curce; dalamuji sampling suatu statisfik
diagnostik, diagram yang menggam- Stanilaril errot Simparre baku distribusi
barkan tawar menawar antara sensiti- sampling suatu statistik.
vitas dengan (1-spesifisitas), atau antara Standard treatment Tetapi yang
positif benar dengan positif semu. sekarang sedang digunakan, dalam uji
i
506 Kamusistilah
ilt
.i
Kamusistilah 507
ngan 2 jenis obat, kemudian disilangkan; sering dilakukan adalah logaritme, akar
kelompok kontrol menjadi kelompok kuadrat. Apabila setelah dilakukan
yang diteliti dan sebaliknya. transformasi distribusi nilai observasi
Uji klinis paralel Desainuji klinis dengan menjadi mendekati normaf maka baru
dilakukan uji parametrik, misalnya uji-t.
memakai dua kelompok (atau lebih)
secara simultan dan paralel. Desain Valid Lihat sahih.
paralel ini lebih sering dipergunakan Validitas,validity Lihat kesahihan.
daripada desain klinis menyilang. Variabel Karakteristik yang berubah dari
Uji McNemar Uji x'zuntuk tabel 2 x 2 satu subyek ke subyek lainnya.
antara 2 kelompok berpasangan. Variabel bebas Variabel yang (dianggap)
Uji non-parametik Uji hipotesis yang menentukan variabel tergantung. Dise-
tidak mengasumsi distribusi observasi. but pula dengan nama variabel inde-
Uji-t Uji hipotesis untuk variabel numerik pendery risiko, prediktor, kausa, faktor.
3 kelompok atau lebih. Variabel dependen Lihat variabel
Uji-t berpasangan Uji-t yang digunakan tergantung.
untuk 2 kelompok berpasangary yakni Variabel dikotom Variabel nominal yang
tiap subyek menjadi kontrol untuk hanya mempunyai 2 nilai (misal: ya-
dirinya, atau pemilihan subyek satu tidak, sembuh-meninggal).
kelompok berdasar pada karakteristik Variabel efek Lihat variabel tergantung.
tiap subyek kelompok lainnya.
Variabel independen Lihat variabel
Uji-t independen Uji-t untuk 2 kelompok bebas.
yang subyeknya dipilih secara teri-sah,
Variabel luar Variabel subyek yang tidak
tidak bergantung kepada pemilihan
diteliti dan tidak berpengaruh terhadap
subyek kelompok lainnya.
asosiasi antara variabel bebas dan
Uii zUji hipotesis untuk membanding- dengan variabel tergantung,
kan suatu rerata dengan rerata normal,
Variabel perancu Variabel yang tidak
atau antara 2 rcrata dengan jumlah sub-
yek yang besar (>30).
diteliti, yang berhubungan dengan
variabel bebas dan variabel tergantun&
Usulan penelitian Rancangan penelitian ia akan sangat mempengaruhi hubungan
tertulis formal. antara variabel bebas dan tergantung.
Tabel angka random Tabel yang memuat Variabel tergantung Variabel yang
angka yang diperoleh semata-mata nilainya merupakan hasil penelitian.
karena variasi acak. Disebut pula dengan banyak nama:
Telaah kritis Pendekatan untuk mem- variabel dependen, outcome, eztent, efek,
baca makalah hasil penelitian dengan kiteion, eoent.
melakukan analisis kritis terutama segi Varians Akar simpang baku, merupakan
metodologis. ukuran dispersi distribusi pada populasi
Transfdrmasi data Proses pengubahan atau sampel.
skala variabef biasanya untuk membuat Variasi Variabilitas pengukuran pada
distribusi nilai yang tidak normal subyek yang sama.
menjadi normal. Transformasi yang
fi
.i
508 Kamusistilah
.r| -jfn
;
Innpirmt 509
LAMPIRANI (a)
Rumus intervol kepercoyoon 95o/o untuk proporsi tunggol (p)
lK95s/6",r =F11.96 F
r/;
p = proporsi; q = 1 - (p); n jumlah subyek
lx96%1p,.prr = (pr .
or,- r,,*.F*P
lJnt n2
p, don prodoloh proporsi podo mosing-mosing kelompok
qr = (l -P,);9, = (i -pr); n, don n, odoloh iumloh subyek podo tiop kelompok
lKSS%h! =x t{,9Sx $
{n
x = rerotq; SD = sfondord deviolion (simpong boku); n = iumloh subyek
.rl
510 [nmpiran
LATVTPTRAN r (b)
Jumlqh
q*b
Risiko
Tidak
lK95%1pn1=e sampar e
tEfieguRR| =
eb +_
e{s +c} b{b +d}
log.R0 -1,96xSE(log.R0) log.R0+1,96xSE(logrRO)
lK95%1ps1=e sampai e
$E{loguHS} =
ft1{{
^J-+-+-+-
\|a b c d
.i
Innptrrn 511
LAMPIRANII
Tobel cngko rqndom
ffi
t
512 Lantpiran
TAMPIRAN III
388 A
4 A9 A
5 B r0 A don selerusnyo
ffi
.r
Innpiran 513
IAMPIRAN lV (q)
1P' - Pr)
P' otou P, 0,'l 0 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
yong
terkecil
0.20 293 r 38 8r 54 38 29 22 18 14
392 84 1 108 72 51 38 29 23 19
0.35 375 I 69 96 61 42 3r 23 l8 14
502 226 128 82 56 41 30 23 18
0.55 37 5 162 88 54 35 24 17
502 217 117 72 47 32 22
Sumber: Hulley SB, Cummings SR. Designing clinicol reseorch. Boltimore: Willioms & Wilkins,
r 988.
4e
i
514 Innpiran
IAMPTRAN rV (b)
0,40 86 68 62 47 5l 37
0,50 52 42 38 29 3l 23
0,60 34 27 25 t9 21 l6
0,70 23 t9 t7 '13
t4 II
0,80 l5 t3 t2 9 l0 8
Sumber: Hulley SB, Cummings SR, Designing clinicol reseorch. Boltimore: Willioms & Wilkins,
r 988.
.rl .*
t
Penjurus
il
-t
516 Penjurus
ffi
i
Penjurus 517
Metodologi,53-61 eksperimental,l05
Modifikasi efek 315 Penelitian kasus kontrol,1,46-1.66
besar sampel,156
Negatif benar',225 bias pada,L62
Negatif semtt,227 dengan matching,'16L
N egatae predictiae oalue,234 kelebihan & kekurangan,l64
Nested case control study,L68 langkah-langkah pad4 149
Nilai alfa penentuan 32T pengukuran pada,L57
Nilai bet4 penentuart,32T tanpa matchinglLT
Nilai duga,234 Penelitian, klasifikasi, 1 06
negattf,234 Penelitian kohor t,'1,67 -186
posinf,2M analisis has1l,176
Nllaip,329 berganda,177
Nominal, skal468 dengan faktor multipell84
N on-probability sampling, 93 jenis,168
Number needed to treat,474 langkah-langkah p ada,L7 1,
Numerik, skala,58 kelebihan & kekurangarllS4
modifikasi,177
Ordinaf skala,503 pengertian dasar,130
Oaer-matching,l55 prospektif,1.68
retrospektif,l69
Panitia etika penelitian kedokterary385 skema dasar,'169
Patient expected eaent rate,503 Penelitiaru laboratorium, 188
Perkiraan besar sampel,347 -381. lapangan,175
data nominaf3S9 Pengukurary66-87
nominal sampel tunggaf359 pengertian dasar,67
kelompok berpasangan 362 skala,68
kelompok independen 358 variasi,T2
beda proporsi,355 pengulangan pengukuraryTg
beda rerata,3\7 kesahiharyT4
nilai rerata,357 Penulisan hasil penelitian 3gl
proporsi sangat kecil,370 rujukan 4lT
sampel tlnggal,357 Peran desairy1O5
studi kasus-kontrol,366
studi kohort 363 Periode wash out, 195
uji hipotesis rasio odds.367 Perancu,59
Pelatihan pengukur,T8 Plasebo,205
Pemantauan, uji klinis,212 Populasi, definisi, 15
Pemilihan uji hipotesis,323 populasi target, L6
Penelitian deskriptif vs analitik 6 populasi terjangkau,l6
Penelitiary desair954 Population attributable risk,503
analitilg107 Positif benar,225
dasar,l.10 Positif semq225
deskriptif,l0l P ositio e pr e dicitia e a alue,234
&
.t
518 Penjurus
Predictiae oalue,234
Prevalens,140 Studi intervensi,58,105,115
P r ob ability s amplin g, 9 4 Subyek yang ditelin,T6
Product linit method,2l5 Sumber variasi pengu.kur an,7 2
Publication bias,270 S ur a iz; aI an aly sis,208,245
Standar error, cara penulisan,402
Regresi multipel,313 Sy st emat ic s amplin 9,103
Randomisasi,200
dalam blok 201 Tabel, cara penulisan,405
cara evaluasi,l.56 Telaah kr1ns,45t-454
sederhana,201 Tersamar hnggal,2O 6,218
dalam strata,2O1 Tersamar ganda,2O 6,21.8
Ran domized mntrolle d trial,188 Tim e s er ie s an aly sis,4.44, 445
Rasio kemungkinan,234 Tinjauan pustak430,40,50-52
Rasio odds,'1,48 Titik potong224,230 -232
Rasio prevalens,113 Trjr* penelitian 34, 49,188,409
Rate of suruioal,249
Recall bias,'1.46 Uj i dia gnostik, 219 -240
Re ci ea er op er at or cura e,23'1, analisis pada,24}
Regresi linear,341 besar sampel pada,238
Regresi logistik3l2 lan gkah-langlah p ada,237
Regresi multipef334 ' pengaruh prevalens,222,233
Relatio e risk r e du ction, 472 struktur dasar,225
Risiko relatif, 148,155 tujtan,221..
Rumusan masalah,433,43 Uj i hipotesis, 323,3 42,3 46
Uji hipotesis multipel,444
Sampel,l93,472 Uji kai-kuadr at,17 6,207,334
cara pemilihan,193 berpasangan,339,43t
definisi,55,90 independen,193,313
keuntungan,69 syarat,338
yang dikehendakL 90,91 Uji kemaknaan 323
Sensilivitas,226,228 Uji klinis,187-218
Seri kasus,110 analisis data,197
besar sampel pada,197
S impl e r and om izat ion,20'1. desain,188
S imple r an do m s amplin g, 91,99 desain menyilang,192
Skala variabel,53,59 desain paralel, 192
Sktung22? explanatory,199
Spesifisitas,21,229 acak terkontrol,lS9
Standardisasi, cara pengukuran, 78 negatif,21.0
Statistik dan parameter, 14 pragmatik 20S
Stratifikasi,171,203 menyilang,194
.*
.{;-Fres;. =--'-.*
Putjurus 519
il
t
.F,l