You are on page 1of 528

V

Darran rsr

Prakatq n7

Pengantar ta
Daftarlsi a
Bab 1, Penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehatan 1.

Iskandar Wahidiya! Sofyan Ismael, Hans E Monintja


Bab 2 Inferensi: dari sampel ke populasi L3
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 3 Usulanpenelitian 3L
Sudigdo Sastroasmoro, Djajadimhn Gatot, Nartono
Kadri, Purnamawati S Pudjiarto
Bab 4 Pengukuran dalam penelitian 66
AIan R Tumbelaka, M Hardjono Abdoerrachmann,
Abdul Latiel Maria Abdulsalam, Darlan Darwis
' Bab 5 Pemilihansubyekpenlitian 88
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 6 Desain penelitian 'l'04
Husein Alatas, WT Karyomanggolo, Dahlan Ali
Musa, Aswitha Boediarso, Ismet N Oesman
Bab 7 Studi cross- sectionfll 130
Muhamad Vinci Ghazali, Suharyono Sastromihardjo,
Sri Rochani $ Titi Soelaryo, Hariarti Pramulyo
Bab 8 Penelitian kasus-kontrol 146
Rulina Suradi, Corry M Siahaary Rachma F Boedjang,
Sudiyanto, Iswari Setyaningsih, Soepardi Soedibjo
Bab 9 Studikohctrt 167
Taralan Tambunan, Taslim S Soetomenggolo,
Jimmy Passat, I Suharti Agusman
Bab 10 Ujiklinis 187
Sri Rezeki Harury Sukman T Putra
Adnan S Wiharta, Imral Chair

.f
vt

Bab 1L Uii diagnostik 219


Hardiono D Pusponegoro, I G N WiIa Wirya
'Anton H Pudjiadi, fulfina Bisanto, Siti Z Zulkamain
Bab 12 Analisis kesintasan 245
Sudigdo Sastroasmoro, Agus Firmansyatr,
Mardjanis Said, Arwin P Akib Syawitri P Siregar
Bab 13 Meta analisis 265
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 1.4 Penelitian kualitatif 287
Nastiti Kaswandanl Sudigdo Sastroasmoro
Bab 15 Variabeldanhubunganantar-variabel 298
Sudigdo Sastroasmoro, Asril Aminullah,
Yusuf Rukman, Zakiudin Munasir

Bab 16 Pemilihanuiihipotesis 324


Alan R Tumbelaka, Pandu Riono, Muljono
WirjodiardjO Partini Pudjiastuti, Kemas Firman
Bab 17 Perkiraan besar sampel 348
Bambang Madiyono, S Moeslichan Mz,
Sudigdo Sastroasmoro, I Budiman, S Harry Purwanto

Bab L8 Penerapan etika dalam penelitian 383


Sri Oemijati, Samsudiru M Sutan Assin
LA Tamaela, Sri S Nasar
Bab L9 Penulisan hasil penelitian 392
Sudigdo'Sastroassmoro, Yani A Kasim
Bab 20 Penulisanrujukan 418
Sunoto, jose RL Batubara, EM Dadi Suyoko

Bab 21 Kesalahan metodologis dalam penelitian 432


Sudigdo Sastroasmoro
Bab 22 Telaah kritis makalah kedokteran (1) 452
Sudigdo Sastroasmoro
Bab 23 Telaah kritis makalah kedokteran (2) 469
Sudigdo Sastroasmoro

J)
vll

Bab 24 Dari penelitian ke praktik kedokteran 481


Dody Firmanda
Bab 25 'Value-basedmedicine 48g
Sudigdo Sastroasmoro
istilah
Kamus 498
Lampiran 509
Penjurus 515

dB

.r
vilt

!, tF
Dasar-dasar Metodologi
Penelitian KIinis

Edisi Ke-4
2011

Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp.A (K)


Prof. Dr. Sofyan lsmael, Sp.A (K)

w
SAGUNGSETO

'I

i lt
'.ia
D as ar -D as ar M et o d ol o gi P eneliti an Klinis

Sudigdo Sastfoasmoro

O 2011 CV. Sagung Seto


P.O. Box 4661. lJakarta 10001
Telp. (021) 8577251.
Email : admsagung@sagung'co.id

AnggotaIKAPI

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Rancangan kulit dan tata letak: Siszaanto BW, Sudigdo Sastroasmoro

Edisi pertama tahun 1995


Edisi kedua tahun 2002
Edisi kedua tahun 2002 cetakan kedua tahun 2006
Edisi ketiga tahun 2008
Edisi keempat tahun 201L

ISBN : 978-602-867 4-54-6


Kutipan pasalT2:.
Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (Undang-Undang
No.19 Tahun 2002)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagJimina dimiksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjira masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
ifp.s.OOO.OOO,00 (lima miliar rupiah)' Barangsiapa dengan- sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)'

IE

.r
ilt

Pnarere
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini literatur tentang metodologi
penelitian kedokteran dan kesehatan lebih marak ketimbang masa
sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri haltersebut dipicu dan dipacu
oleh berkembangnya epidemiologi klinik, yang kemudian
berkembang menjadi euidence-based medicine. Banyak jurnal ilmiah
kedokteran sekarang yang menyediakan halaman yang cukup
untuk diskusi dan debat tentang metodologi penelitian darteaidence-
based medicine. Bukr-buku metodologi penelitian klinis mutakhir
juga telah mengakomodasi perkembangan baru tersebut.
Di tengah perkembangan yang menarik itulah edisi keempat buku
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis hadir. Tidak berbeda
dengan edisi pertama kedua" dan ketiga edisi keempat ini masih
hadir dengan pendekatan praktis. Pembaca yang ingin
memperdalam pengetahuan metodologi penelitian, epidemiologi
klinik, dan eoidence-b ased medicine harus membaca literafu r terbaru.
Kami menyampaikan penghargaan kepada semua penulis edisi
pertama buku ini, yang meskipun sebagian sudah meninggalkan
kita, nama mereka masih kami pertahankan. Nama-nama yarrg
telah wafat kami beri tanda *. Kepada para penulis yang baru
bergabung kami sampaikan terima kasih.
Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para
pembaca yang telah menyampaikan kritik dan masukan kepada
kami. Semoga buku ini tetap dapat mengisi kebutuhan buku
sejenis yang berbahasa hrdonesia.

20 Juni 2011

SS
SI

It

"r
tv

PENceNTAR
Sejak diterbitkan buku Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis lebih dari 16 tahun yang lalu, Pimpinan Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS
Dr. Cipto Mangunkusumo mendapat banyak masukan dari
berbagai pihak yang umumnya menyatakan bahwa buku ini
bermanfaat untuk membantu pemahaman metodologi penelitian
bagi pemula. Di luar perkiraan kami, buku ini juga diminati oleh
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis selain Ilmu Kesehatan Anak,
bahkan juga dijadikan oleh banyak peneliti klinis yang lebih senior.
Dalam edisi ke-3 banyak ditambahkan perkembangan baru dalam
metodologi penelitian serta epidemiologi klinik, karena jumlah dan
variasi materinya cukup banyak, maka susunan bab-bab berubah
dibandingkan dengan edisi sebelumnya. Dalam edisi ke-4 ini pun
ditambahkan satu bab baru tentang Penelitian Kualitatif.
Beberapa penulis yang berperan aktif dalam edisi sebelumnya sudah
wafat, beberapa lainnya sudah pensiun, dan ada pula yang
mengundurkan diri dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo.
Namun para penyunting masih menyertakan nama-nama tersebut,
dengan niat baik sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap
apa yang telah mereka sumbangkan dalam edisi pertama buku ini.
Akhirnya sebagai Pimpinan Departemen saya menyampaikan
selamat kepada para penulis dan penyunting yar.g telah rela
berjerih payah melakukan revisi buku ini. Semoga aPa yang telah
kita lakukan dapat dipetik manfaatnya oleh semua peminat
penelitian klinis.

Dr. Bambang Supriyatno, SpA(K)

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

i
Bab 1 - Penelitian dalam bidang
kedokteran dan kesehatan
Iskandar Wahidiyat, Sofyan Ismael, Hans E Monintia

Jmu pengetahuan selalu berkembang oleh karena manusia


I dianugerahi akal oleh Tuhan dan mempunyai sifat selalu ingin
I tahu, suatu hal yang membedakan manusia dari hewan.
LManusia selalu berpikir dan selalu ingin mencoba mengaitkan
antara fakta atau fenomena dengan teori yang diketahuinya. Makin
banyak teori yang dimiliki oleh manusia dengan makin banyaknya
membaca dan makin banyak fakta yang diperolehnya, akan makin
tinggi pula pengetahuannya, dan makin besar pula rasa ingin
tahunya. Setiap fakta baru yang diperoleh akan mempertinggi
tingkat teori yang dibuatnya; dengan demikian ilmu pengetahuan
akan senantiasa berkembang tidak ada hentinya.

PnnxnuBANGAN ILMU PENGETAHUAN


Ilmu pengetahuan yang tertulis mula-mula berasal dari kitab-kitab
suci. Dalam Al Qur'anul Karim kita temukan banyak sekali sumber
ilmu yang menjadi cikal-bakal pbbagai ilmu pengetahuan seperti
filsafat biologi, ilmu-ilmu sosial, hukum, antropologl kesehatan, obat-
obatan, astronomi, dan lain-lain. Pengetahuan tersebut lambat-laun
berkembang serta bercabang menjadi 2 kelompok besar ilmu, yakni
kelompok ilmu alamiah serta kelompok ilmu pengetahuan budaya.

i
P enelitian dal am b idan g ke dokter an dan kesehat an

Ilmu-ilmu alamiahberkembang antara lain menjadi ilmu kimia


fisika, dan kedokteran. Pengetahuan budaya berkembang menurut
norma-norma yang berlaku (yakni bersifat normatif). Di antara
kedua sifat ini kemudian muncul ilmu-ilmu sosial, yang sebagian
memiliki karakteristik ilmu alamiah (empiris) dan sebagian bersifat
normatif. Baik ilmu alamiah maupun ilmu budaya mempunyai
sifat terbuka,benat, dan dapat dipercaya.

PnNnuuAN DArAM BTDANG KEDoKTERAN


DAN KESEHATAN
\

Skema pada Gambar l-1 secara umum memperlihatkan pola


perkembangan pelbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alamiatr,
sosial, maupun budaya, yang bersumber pada pengetahuan agama
yang telah berlangsung selama ber ab ad- ab ad, sesuai dengan tingkat
kemajuan umat manusia pada tiap kurun zarr.att. Pada Tabel 1-1
dapat dilihat rangkuman pelbagai jenis karakteristik dasar cabang-
cabang ilmu alamiatL sosial, dan budaya.

Gambar 1-1.. Pohon pengetahuan, melukiskan secara umum perkembangan


dan percabangan ilmu yang bersumber pada pengetahuan agama.

t
Iskan dar W ahidiy at dkk.

Tqbel l-1. Korokteristik umum pelbogoi disiplin ilmu

llmu-ilmu olomioh llmu sosiol Pengelohuon budoyo

Pendekoiqn: Pendekoton: Pendekoion:


Empiris (Sesungguhnyo) Empiris-Normotif Normoiif (Seboiknyo)

Tuluon: Tuiuon: Tuiuon:


Mempeloiori keleroluron Mempeloiori keleroturon Mempeloiori peristiwo
/ kelerongon dolom olom dolom hubungon qntor- don pernyotoon budoyo
semesto monusio yong dionggop unik

Contoh: Conloh: Conloh:


Anotomi, fisiko, ilmu llmu politik, sosiologi, Pengelohuon ogomo,
posli, ilmu kedokteron, ekonomi, ontropologi, folsofoh, hukum, seni sostro,
kimio, geologi demogrofi, psikologi seni musik, seni lori

ITuu DAN PENELITIAN


Secara umum penelitian bertujuan untuk mengembangkan
khazanah ilmu dengan memperoleh pengetahuan berupa fakta baru,
sehingga kemudian dapat disusun teori, konsep, hukum, kaidah
atau metodologi yang baru. Dari sini pula dapat diperoleh masalah
baru yang kelak harus dipecahkan dengan penelitian. Fakta memang
menunjukkan bahwa setiap hasil sebagai jawaban atas masalah yang
diperoleh dengan cara melakukan penelitian akan mengundang
pertanyaan atau masalah baru.
llrnu (science) dan penelitian (research) tidak dapat dipisahkan.
Ilmu tidak akan berkembang tanpa penelitian, sebaliknya penelitian
tidak akan ada apabila tidakberada di dalam kerangka ilmu tertentu.
Meskipun banyak sekali definisi tentang ilmu dan penelitian, narnun
secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan filosofi,
sedang penelitian merupakan tindakan (action) yang berguna untuk
membangun serta mengembangkan ilmu penletahuan.

.r
P enelitian dalam b idan g ke dokt er an dan kes ehatan

KERANGKA TEORI
KERANGKA KONSEP

Gambar 1-2. Alur penelitian ilmu empiris. Aktivitas penelitian dimulai


dari kejelian peneliti dalam mengidentifikasikan kesenjangan antara apa
yang seharusnya ada (teori) dengan apa yang sekarang ada (fakta).
Peneliti kemudian merumuskan masalah serta membangun hipotesis.
Awal penelitian merupakan proses deduksi, yakni peneliti menerapkan
apa yang ada dalam teori (yang bersifat umum) kepada masalah khusus.
Unfuk menguji hipotesis, ia harus menyusun rancangan penelitian dengan
metodologi penelitian yang sesuai. Hasil penelitiary yang bersifat khusus,
digeneralisasi sebagai pernyataan umum yang akan memperkaya teori
baru; generalisasi ini merupakan proses induksi. Hasil penelitian dapat
digunakan untuk menyusun hipotesis baru yang timbul sebagai tindak
lanjut penelitian, sehingga ilmu pengetahuan akan selalu bertambah
melalui proses siklus deduksi-induksi ini.

j|
trsk an dsr W ahi diy at dkk.

Ilmu pengetahuan merupakan akumulasi proses pengembangan


ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan metode ilmiah, dengan
menggunakan teori baru yang terus berkembang. Meski kemajuan
ilmu-ilmu alamiah yang dilandasi oleh penelitian empiris telah
menunjukkan tingkat yangcanggih, seringkali dengan metode dan
teknologi yang canggih pula namun hakikat perkembangan ilmu
mengikuti pola yang sama. Para peneliti melihat kesenjangan antara
teori yang berdimensi umum dan fenomena alamiah yang bersifat
khusus (metode deduktif). Kesenjangan ini lalu dikembangkan
menjadi masalah penelitian, dan dirumuskan dalam hipotesis.
Peneliti kemudian membuat desain penelitiary dan dengan metode
yang sesuai dilakukan pengumpulan data. Data yang diperoleh yang
bersifat khusus diolah atau dianalisis, kemudian dilakukan inferensi
sebagai pernyataan umum (metode induktif) sehingga menjadi
teori baru. Dari teori ini peneliti memperoleh masalah penelitian
baru, dan kembali kepada metode deduksi. Dengan demikian jelas
bahwa perkembangan ilmu-ilmu merupakan akumulasi dari
sirkulus metode berpikir deduktif dan induktif yang berjalan terus-
menerus, berkesinambungan. Lihat Gambar 1-2.

RnNau PENELITIAN KEDoKTERAN DAN


KESEHATAN
Bagi dokter yang berkecimpung dalam bidang kedokteran dan
kesehatan, penelitian pada umumnya bertujuan mengumpulkan
informasi atau data yang diperlukan untuk rencana kegiatan medis-
klinis atau medis-sosial. Di samping itu penelitian juga berguna
untuk pengembangan ilmu kedokteran sendiri yang akan bermuara
pada peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Berdasarkan ranahnya, penelitian dalam bidang ilmu kedokteran
dan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi penelitian kedokteran
dasar, kedokteran klinis, serta kedokteran komunitas. Ketiga ranah
(domain) penelitian tersebut dalam langkah-langkahnya memiliki
perbedaan karakteristik, namun sekaligus juga mempunyai saling
keterkaitan yang sangat erat, serta tetap berada dalam satu kerangka

{E

t
6 P eneliti an dal am b idang ke dokt er an dan kesehat an

keilmuan yakni ilmu kedokteran. Keterkaitan tersebut dewasa ini


memunculkan suatu konsep baru yang kini dikenal dengan nama
translationnl'res e srch. Apabila selima ini ketiga ranah ftJdokteran
dasar, klinis, dan kornunitas seolah masing-masing berjalan sendiri-
sendiri), keterkaitan tersebut kini telah dipertegas menjadi kegiatan
berkesinambungan, dan dikenal sebagai "frombench tobed, frombed
to practice". Pembahasan selanjutnya tentang penelitian translasional
dapat dilihat dalam Bab 5.
Berdasarkan pada ada atau tidaknya analisis statistika, penelitian
dalam bidang ilmu kedokteran atau kesehatan dapat dibagi ke
dalam 2 golongan besar, yakni penelitian yang bersifat deskriptif
dan analitik. Dalam penelitian deskriptif peneliti melakukan
eksplorasi fenomena kedokteran tanpa berupaya untuk mencari
hubungan antar-variabel pada fenomena tersebut. Sedangkan
dalam penelitian analitik, di samping melakukanidentifikasi serta
pengukuran variabel, peneliti juga mencari hubungan antar-
variabel untuk menerangkan kejadian atau fenomena yang diamati.
Dalam penelitian analitik ini, peneliti dapat hanya mengukur
fenomena saja tanpa melakukan intervensi terhadap variabel (yakni
bersifat analitik observasional), tetapi ia dapat pula melakukan
intervensi terhadap variabel bebas dan menilai efek intervensi atau
manipulasi tersebut terhadap variabel tergantung (penelitian
eksperimental atau intervensional). Hal yang perlu diingat bahwa
tidak selalu penelitian deskriptif (yang secara metodologis dapat
dikatakan desainnya sederhana) nilainya rendah atau lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian analitik; banyak hadiah Nobel dalam
pelbagai bidang ilmu diterima oleh peneliti yang'hanya'melakukan
penelitian deskriptif saja. Jadi substansi, selain desain, memegang peran
yang penting dalam menentukan kualitas suatu penelitian.
Penelitian dilakukan sejalan dengan sifat dasar manusia yang
selalu ingin tahu terhadap pelbagai fenomena di sekelilingnya.
Tujuan seseorang melakukan penelitian pada umumnya adalah:
(1) Untuk mengetahui deskripsi pelbagai fenomena alam; (2) Untuk
menerangkan hubungan antara pelbagai kejadian; (3) Untuk
memecahkan pelbagai masalah yang ditemukan dalam kehidupan;
(4) Untuk memperlihatkan efek tertentu.

{R

,
Isknnd ar W ahi diy at dkk. 7

Kembali ke masalah penelitian dalam bidang kedokteran dan


kesehatary masalah timbul bila orang bertanya "mengapa begini,
mengapa begita?" - artinya terdapat kesenjangan antara fenomena
kedokteran biologis, klinis, atau sosial dengan teori yang sudah ada.
Dalam ilmu alamiah tidak semua kesenjangan dapat dikembangkan
menjadi masalah penelitiary atau merupakan masalah yang perlu
diteliti. Agar suatu kesenjangan dapat diangkat atau dikembangkan
menjadi penelitian maka ia harus dapat dijawab secara empiris,
dan kemungkinan iawabannya lebih dari satu. Pertanyaan
'Mengapa Tuhan menciptakan manusia' bukanlah merupakan
pertanyaan penelitiar; oleh karena ia tidak dapat dijawab dengan
observasi empiris. Demikian pula masalah kesehatan bahwa sebagian
besar pasien penyakit jantung bawaan di Indonesia tidak mendapat
pengobatan yang adekuat bukanlah merupakan suatu pertanyaan'
penelitiary oleh karena kita sudah tahu jawab annya, yakni ketiadaan
biaya dan fasilitas.
Bila suatu kesenjangan memang merupakan masalah penelitiary
maka masalah terse'but dapat dipecahkan dengan berbagai cara,
yakni dengan: (a) trial and error; (b) spekulasi; (c) autoritas atau
tradisi; (d) penelitian ilmiah. Tentu untuk kita para sarjana, cara
yang terakhirlah yang merupakan cara terbaik. Untuk melakukan
suatu penelitian, kita harus mempersiapkan strategi yang baik, baik
daribekal ilmu maupun dari sarana penelitiannya sehingga dengan
metodologi yang benar kita akhirnya dapat memperoleh fakta-fakta
baru yang dapat dipercaya pula. Metodologi penelitian yang sesuai
untuk menjawab pelbagai pertanyaan penelitian yang dirumuskan
akan diuraikan dalam bab-bab berikut.
Sesungguhnya masalah penelitian kedokteran tidak akan pemah
habis. Ia akan selalu ada, sejalan dengan kebutuhan serta tuntutan
masyaraka t y ang senantiasa berkembang. Lingkaran ilmiah berupa
siklus deduksi dan induksi berjalan terus. Sesuatu yang dahulu
dianggap sudah tuntas sekarang ternyata dapat diteliti lebih jauh
dan lebih dalam. Demikian seterusnya, sehingga keluasan dan
kedalaman ilmu makin lama makin bertambah.
Dalam penelitian klinis, seperti yang diuraikan dalam bab-bab
berikut, pelbagai masalah klinis dapat dan perlu diangkat serta

dn

t
P enelitian dal am b id nng kedokter an dan kesehat an

dikembangkan menjadi masalah penelitian. Dalam hal substansi


serta kecanggihannya tentu terdapat tahapan atau tingkatan. Untuk
para mahasiswa 51, baik substansi atau metodologinya mungkin
digunakan yang sederhana. Penelitian mahasisw a S2diharapkan baik
substansi maupun metodologinya harus lebih tinggi tingkatannya.
Sedangkan untuk disertasi Doktor penelitian harus lebih canggih,
terutama dari segi metodologi serta analisisnya. Bagi para staf pengajaq,
serta para peneliti yang bekerja di institusi penelitian pada umumnya,
terbuka lebar kesempatan untuk melakukan penelitiary dari yang
sederhana sampai yang paling canggih, sesuai dengan relevansi
masalah dalam bidang ilmu kedokteran itu sendiri, dalam masyarakat
Indonesi4 maupun umat manusia pada umufirnya.

METnvTBAIANI PENELITI DAN PRAKTISI


Dewasa ini diperkirakan laporan hasil penelitian tidak kurang dari
2 juta pertahury yang dimuat dalam puluhan ribu jurnal ilmiah
kedokteran di seluruh dunia dalam pelbagai bahasa. Haruslah
diakui bahwa jumlah penelitian yang berkualitas tinggi lebih
banyak dilakukan di negara-negara maju ketimbang di negara
sedang berkembang. Karena tujuan akhir penelitian kedokteran
adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakaf maka keadaan
tersebut memperbesar kesenjangan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat antara negara maju dan negara sedang berkembang.
Keadaan yang tidak menggembirakan ini harus segera diakhiri dan
dicari cara yang baik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
penelitian di negara-negara yang sedang berkembang. Kerja sama
antara para ilmuwan di negara maju dan negara Dunia Ketiga
mutlak diperlukan dalam masa mendatang.
Dengan kemajuan teknologi informasi yang amat pesat selama
empat dasawarsa ini, maka hasil-hasil penelitian yang dilakukan
dapat segera disebarluaskan, antara lain melalui media internet.
Idealnya pengetahuan baru tersebut dapat segera diterapkan dalam
tata laksana pasien. Namun tidak mungkin diharapkan seorang
dokter dapat membaca demikian banyak hasil penelitian. Bahkan

i
I skan dar W ahidiy at dkk.

seorang spesialis, atau sub-spesialis pun tidak mungkin dapat


mengikuti semua perkembangan ilmu pengetahuan di dalam
bidangnya inasing-masing. Agar dokter dapat memanfaatkan hasil
penelitian yang relevan dengan tugasnya, seyogyanya ia mencari
sumber ilmiah setiap kali menjumpai masalah dalam tugas profesinya.
Sumber ilmiah terbaru tersebut makin lama makin mudah diperoletr,
antara lain dengan intemet. Meski demikian sumber ilmiah iersebut
harus dinilai apakah sahih, penting, dan dapat diterapkan pada pasien.
Dengan melaksanakan hal tersebut, dokter dapat melaksanakan
perilaku belajar mandiri seumur hidup. Pendekatan ini disebut sebagai
eztidence-based medicine, paradigma baru yang menjembatani
peneliti sebagai'produsen ilmu', dan petugas pelayan kesehatan
sebagai'pengguna ilmu'. Lihat Bab 24.

TANCCUNG IAWAB PENELITI


Para peneliti, termasuk peneliti dalambidang kedokteran, memiliki
hak seluas-luasnya untuk mengembangkan rasa ingin tahunya; hak
yang besar ini harus diimbangi dengan tanggung jawab yang besar
pula. Pengembangan ilmu harus mengacu pada kesejahteraan umat
manusia; tidaklah layak bila peneliti bersikap membabi buta, yakni
mengembangkan ilmu untuk ilmu itu sendiri. Sikap 'ilmu untuk
ilmu' dengan mengabaikan hakikat pengembangan ilmu justru
mengancam hakikat kemanusiaan.
Masalah lain yang juga perlu diperhatikan dalam penelitian
adalah kemungkinan terjadi conflict of interest (konflik kepentingan)
peneliti, yang dapat mengganggu obyektivitas penelitian. Hal ini
dapat terjadi oleh karena para peneliti sering juga berperan sebagai
praktisi, sehingga kadang sulit baik bagi peneliti maupun pasien
untuk memisahkan suatu tindakan sebagai upaya pengobatan atau
sebagai prosedur penelitian.'Konflik kepentingan juga acapkali
terkait dengan masalah finansial, terutama dalam pengembangan
obat baru yang disponsori oleh perusahaan farmasi atau firma
bioteknologi. Harus diakui bahwa batas antara yang wajar dan tidak
wajar yang berkaitan dengan keuangan tidaklah selalu jelas. Beberapa

t
10 P en el itian dalam bidan g kedokter an dan kesehatan

jurnal kedokteran dalam beberapa tahun terakhir ini mensyaratkan


penulis karangan untuk menyertakan kemungkinan adanya konflik
kepentingan, dengan pemyataan siapa yang memberi sponsor, atau
posisi penulis dalam institusi yang berkepentingan dengan maksud
penelitian. Kredibilitas dan integritas para peneliti dengan demikian
dituntut dengan cara memberikan keterangan yang terbuka dan jujur.
Kemajuan pengetahuan manusia, antara lain yang saat ini sangat
berkembang adalah rekayasa genetik4 membuka peluang yang luar
biasa bagi manusia untuk menciptakan pelbagai hal,yarrgsebenamya
mempunyai sifat indffirent, bebas-nilai, tidak memihak. Kemajuan
pengetahuan tersebut sey o6y ar'y adimanfaatkan unfuk kemaslahatan
umat, namun dapat diselewengkan ke arah yang berseberangan
dengan norma-norma yang berlaku. Antara lain dengan maksud
untuk mengatasi hal tersebut, maka setiap institusi penelitian
sekarang telah membentuk komisi etika penelitian yang di beberapa
institusi dikenal sebagai Clinical Ethics Committee atat Institutional
Reaiew Board (IRB) yang dapat berada di bawah institusi (fakultas
kedokteran, rumah sakit, institusi penelitian), namun harus bersifat
independen dalam melaksanakan tugas. Sampai tingkat tertenfu
cara ini terbukti cukup efektif untuk memberi arah kepada peneliti
dalam melakukan aktivitasnya dengan tujuan serta cara yang tidak
melanggar etika. Lihat Bab 18. Namun sebenamya pembatasanyang
terbaik adalah dari peneliti itu sendiri; peneliti hendaknya tetap
berpegang teguh pada norma yang berlaku, dan tingkat yang tertinggi
dari tanggung jawab peneliti adalah kepada Tuhan Sang Pencipta.

Darran PUSTAKA
1 Feinstein AR. Clinical epidemiology - The architecture of clinical research.
Philadelphia: Saunders, 1985.
Z ]!qg4" MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: College
Hill Press, 1987.
3 lazieh AR. Future of translational research: Why go pragmatic? diunduh
dari www.dovepress.com/getfile.php?filelD=8741.
4 Lo B. Addressing ethical issues. Dalam: Hulley SB, Cummings SR" Browner
WS, Grady D, Newman TB, penyunting. Designing clinical lesearch. Edisi
ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2007.

.r
I skandar Wahidiy at dkk. 11

5 Pratiknya AW. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan


kesehatan. |akarta: Rajawali,1986.
6 Rennie D.AnAmerican perspective on researchintegrity.8M1.1998;316:1728-
JJ.
7 Shamoo AE, Resnik DB. Responsible conduct of research. New York: Oxford
University Press, 2009.
8 Sitthi-anon C, Sumrongthong R. Strengthening health research capacity in
developing countries - a crucial element for achieving health equity. BMJ.
2000;32'J.:813-7.
9 Slowther A-M, Hope T. Clinical ethics committees. BMJ. 2000;321':649-50.
10 sugarman f. The role of institutional support in protecting human research
subject. Acad Med. 2000;75:687-92.
11. Woolf SH. The meaning of translational research and why it matters. JAMA.
299;299:2lI'13.

.t &t
12 Penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehntan

&@a

Seperti semuo cabong ilmu loinnyo, ilmu kedokteron


berkembang dengan bersumber podo ilmu ogomo.
P erkembangon i mu kedo kteron ber longsung
I

seponjong moso. sesuoi dengan perkembongon


perodobon monusio.

Penelition merupokon ujung tombok kemojuan ilmu


kedokteron yong bermuoro perboikon toto loksono
pasien.

Hosil penelifion yong boik secoro longsung otou


tidok longsung okon bermonfoot untuk
kesejohtaroon monusio.
Soot ini penelition dolom bidang kedokteron don
kesehoton berlongsung omot cepot, nomun sebogian
besar penelition yong panting berlongsung di
negara-negaro moju. Untuk itu diperlukon kerjo
somoontor penaliti di negoro moju don negsra
berkembong secoro formol don informol.

Untuk memenuhi hosrot keingintohuannyo panelif i


bebos melokukon penalition seponjong dapot
dipertonggung-jowobkon secono ilmioh don tidok
melanggar etika. Nomun tonggung jowob ferokhir
peneliti odoloh kapodo Song Pencipto.

.r
Bab 2 - Inferensi: dari sampel
ke populasi

Sudigdo Sastoasmoro

azimnya pembahasan tentang inferensi atau generalisasi


hasil penelitian dikemukakan menjelang bagian akhir buku
metodologi penelitian, setelah pembahasan tentang hal-hal
yang mendasar termasuk pengukuran, desain, dan uji
hipotesis. Namun dalam diskusi dengan para (calon) peneliti atau
peneliti muda, terdapat kesan bahwa sebagian besar dari mereka
mengalami kesulitan dengan metodologi oleh karena pemahaman
yang kurang tentang hubungan antara sampel dan populasi. Para
pemula cenderung untuk memandang sampel danpopulasi sebagai
dua hal terpisah; mereka tidak langsung menghubungkan bahwa
setiap hasil yang diperoleh pada sampel sebenarnya merupakan
refleksi dari keadaan di populasi yang diwakili oleh sampel tersebut.
Keadaan ini menyebabkan rentetan kesulitan untuk memahami
mengapa dipergunakan teknik pemilihan subyek yang benar,
mengapa digunakan formula yang berbeda untuk desain yang
berbeda, mengapa harus dihitung perkiraan jumlah subyek yang
diperlukan, mengapa harus dilakukan uji hipotesis dan apa makna
hasil uji hipotesis, apa tujuan menghitung interval kepercayaan
(confidence interuals), dan seterusnya. Contoh kurangnya pemahaman
tersebut adalah adanya kecenderungan untuk menulis persentase
pada sampel dengan sangat rinci misalnya sampai 3 angka di

i irn
14 Inferensi: dari sampel ke populasi

belakang koma (dengan anggapan makin panjang desimal makin


telit|, padahal jumlah subyeknya kurang dari 100. Tidak jarang kita
membaca laporan: "hantya 11 dari 66 pasien (16,667%) termasuk
stadium I dan II, selebihnya 55 pasien (83,333"/") termasuk stadium
lanjut (III dan IV)". Padahal, karena nilai pada sampel hanya
merupakan point estimate nilai pada populasi yang mempunyai
rentang tertenfu, maka penulisan desimal yang'amat sangat teliti'
tersebut sangat berlebihan (lihat uraian selanjutnya di bawah).
Pembahasan tentang sampel dan populasi sendiri akan diuraikan
dalam Bab 4. Dalam bab pendek ini diuraikan pengertian pokok
hubungan antara sampel dan populasi, yang diperlukan sebagai
dasar pemahaman inferensi hasil penelitian. Pemahaman akan hal
ini berguna pula dalam pemilihan desairy estimasi besar sampef
danberbagai aspek lainnya dalam penelitian. Perhitungan statistika
dan angka-angka tidak dihadirkan" kecuali yang sangat sederhana,
untuk memberi gambaran konsep sampel, populasi, dan inferensi
hasil penelitian.

Saupsr DAN PopuLASr:


STATISTIK DAN PARAMETER

Dalam bab ini hanya akan ditekankan bahwa seseorang meneliti


karena ingin meng"tutl.tl sifat, karakteristik, atau efek r..-uto faktor
atau hasil perlakuan pada populasi dengan melakukan pengamatan,
pengukuran, atau intervensi pada sebagian kecil subyek yang dipilih
sebagai sampel penelitian. Observasi, pengukuran, dan intervensi
yang dilakukan pada sampel menghasilkan databerupa angkayang
secara umum disebut sebagai statistik (atau statistic dalambahasa
Inggris). Bedakanlah dengan istilah statistika (atatt statistics dalam
bahasa Inggris) yang berarti ilmu-nya. Nilai pada populasi yang
berkaitan dengan statistik disebut parameter.
Perhatikan Gambar 2-1. Linglaran bergerigi besar merupakan
gambaran populasi umum, atau populasi target (target population),
yakni populasi tempat hasil penelitian diharapkan akan diterapkan.

.i
Sudigdo Snstroasmoro 15

Populosi teriongkou

n
Populosi torgel
I
lltl
Jl=
\/

\-
Subyek terpilih
Subyek yong benor
direliri

Gambar 2.1. Skema memperlihatkan hubungan antara populasi targef


populasi teriangkau, subyek terpilih, dan subyek yang benar-benar
diteliti. Pemilihan populasi terjangkau biasanya tidak dilakukan
dengan sistematika tertentu, melainkan atas alasan praktis. Subygk
terpilih adalah mereka yang memenuhi kriteria penelitian dan dipilih
dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasi terjangkau.
Sebigian subyek yang terpilih mungkin tidak dapat menyelesaikan
p"neiitiun dengan pelbagai alasarg sehingga akhimya data diperoleh
hunya dari subyek yang benar-benar tuntas diteliti. Hasil penelitian
pada subyekyang diteliti ini digeneralisasikan ke populasi terjarrgkau
recatu statistika, sedangkan generalisasi dari populasi terjangkau ke
populasi target tidak dapat dilakukan secara statistika namun secara
logika dan common sense.

i
16 [nfeTensi: dari sampel ke populasi

Beberapa ahli menyebutnya sebagai ran ah (domain). Populasi target


dalam penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik klinis dan
demografis. Tabel 2-L memberikan contoh-contoh populasi target.

Tqbel 2-1. Conloh populosi lorget penelition klinis

Kqrokerislik demogrof is Korokteristik klinis

remoio pengguno norkobo


reonotus sepsis
perempuon posco-monopouse osteoporosis
dewoso mudo infork miokord
boyi < 9 bulon morbili
penduduk pesisir korbon tsunomi

Misalnya peneliti ingin mengetahui sifat dan hasil pengobatan


kanker payudara pada perempuan di Indonesia. Di Indonesia pasien
kanker payudara pada suatu saat ada beberapa puluh ribu, dan jika
dijumlah dengan kasus baru, maka dalam kurun waktu tertentu,
misalnya 10 tahury jumlahnya dapat mencapai ratusan ribu orang.
Mereka iniluh y*g disebut sebagai populasi target. Namun kita tidak
mungkin dapat meneliti semua pasien kanker payudara tersebut.
Oleh karena pelbagai keterbatasary maka kita hanya dapat
memperoleh pasien di Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Pasien di RSCM pun dari waktu ke waktu sangatbanyak, sehingga
kita hanya dapat menjangkau pasien kanker payudara di RSCM
selama kurun tertentu, misal antara 2000-2005. Kelompok pasien
yang dapat dijangkau ini disebut populasi terjangkau (accessible
population) atau populasi sumber (source population). Populasi
terjangkau, selain dibatasi oleh karakteristik klinis dan demo grahs, juga
dibatasi oleh tempat dan waktu. Dengan demikian maka populasi
terjangkau suatu penelitian klinis dibatasi oleh: (1) karakteristik klinis,
(2) demografi, (3) tempat dan (4) waktu.

!, *
Sudigdo Sastroasmoro 17

Tidak semua pasien dalam populasi terjangkau perlu dipilih


menjadi subyek penelitian. Misalnya suatu penelitian berdasarkan
perhitungan besar sampel hanya memerlukan sejumlah 100 pasien,
sedangkan di dalam populasi terjangkau terdapat 800 pasien. Dalam
keadaan tersebut harus dipilih 100 dari 800 pasien yang ada, dengan
suatu cara, sehingga ke-100 pasien yang terpilih dapat dianggap
mewakili (representatif terhadap) populasi terjangkau. Cara pemilihan
sampel dapat dilakukan atas dasar peluang atau bukan atas dasar
peluang (lihat uraian dalam Bab 5). Tidak jarang dari ke-100 subyek
yang terpilih tersebut sebagian tidak dapat mengikuti penelitian sampai
selesai (misalnya 5 orang subyek mangkir karena pelbagai alasan),
sehingga pada akhirnya penelitian secara langsung dilakukan p ada95
pasien kanker pay"rdara di RSCM yang berobat antara tahun 2000-2005.
Hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan generalisasi ke populasi
terjangkau, kemudian dari populasi terjangkau digeneralisasi ke
populasi target.

SanapEr YANG MEWAKILI PoPULASI


Kembali lihatlah Gambar 2-1. Misalnya kita telah memilih sejumlah
subyek dalam kelompok sampel (100 orang) dengan cara tertentu yang
dianggap mewakili populasi terjangkau. Dari jumlah tersebut hanya
95 yang mengikuti penelitian sampai selesai. Penelitian (yakni,
pengukuran, intervensi, dan sebagainya) hanya dilakukan pada ke-95
subyek tersebut. Pertanyaannya adalafu bagaimanakah kita dapat
menerapkan hasil-hasil pada ke-95 orang tersebut pada populasi
terjangkau, dan kemudian ke populasi target? Dengan perkataan lain"
bagaimana kita dapat memperkirakan pelbagai parameter dalam
populasi dengan mengetahui statistik yang diperoleh (diukur) dari
subyek pada sampel?
Untuk dapat menjelaskan hal-hal tersebut di atas maka perlu
dijawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1 Apakah subyek yang benar-benar diteliti dapat mewakili subyek
terpilih? Apabila semua subyek terpilih dapat menyelesaikan
penelitian tentu jawabnya adalah "ya" .Bagaimana kalau terdapat

:|
18 Inferensi: dari sampel ke populasi

subyek yang tidak menyelesaikan penelitian? Secara umum dapat


dikatakan bahwa bila yang tidak menyelesaikan penelitian hanya
sebagian'kecil maka subyek yang diteliti dapat dianggap
mewakili subyek terpilih. Pada penelitian klinisbiasanya drop
out sebanyak 5-10% di-anggap "masih tidak mengganggu hasil
penelitian"; pada penelitian komunitas mungkin angka 15"/" atau
bahkan 20% masih berterima.
2 Apakah subyek yang terpilih dapat (dianggap) mewakili populasi
terjangkau? Bila pemilihan subyek dilakukan dengan cara yang
benar (misalnya dengan teknik random sampling atau consecutioe
sampling, untuk jelasnya lihatlah Bab 5) maka subyek terpilih
dianggap mewakili populasi terjangkau.
Bila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah YA,
maka hasil yang diperoleh pada sampel dapat digeneralisasi (atau
diinferensi) ke populasi tempat subyek tersebut dipilitr, dalam hal
ini adalah populasi terjangkau.
Pertanyaan berikutrya adalah bagaimana kita dapat menerapkan
hasil penelitian yang diperoleh dari sampel tersebut pada populasi
terjangkau? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat diperoleh
dengan dua cara, yakni:
o melakukan uji hipotesis untuk memperoleh nilai p,darr
o membuat estimasi dengan menghitung interval kepercayaan.

MnNCHITUNG NILAI p
Nilai p secara tradisi selalu dihitung pada semua studi analitik, jadi
sudah sangat dikenal oleh para dokter, bahkan oleh mahasiswa.
Namun apakah pemahaman mereka tentang makna ntlaip tersebut
cukup baik? Sayang sekali, ternyata tidak. Pada survei mendadak
yang dilakukan di banyak tempat di duni4 ditemukan fakta bahwa
ternyata pemahaman para dokter (umum maupun spesialis, di
Indonesia maupun di negara maju) tentang konsep-konsep dasar
dan'sederhana dalam biostatistika, termasuk pemahama4 tentang
nllai p, sangat buruk. Biasanya kurang dari 20"/" peserta yang
menjawab benar ke-10 soal pilihan ganda (multiple choice questions)

'i
Sudigdo Sastrossmoro 19

tentang simpang baku (standard deaiation), standard error, nlIai p,


interval kepercayaaru dan sejenisnya. Bukankah ini menyedihkan,
sedangkan pa?a dokter tersebut dari waktu ke waktu membaca
artikel dalam pelbagai jurnal ilmiah?
Contoh sederhana berikut memperlihatkan bagaimana cara
menghitungnilai p.

Pada uii klinis untuk membandingkan apakah obat baru A


lebih efektif ketimbang obat standar B untuk pengobatan
penyakit X diperoleh hasil sebagai berikut. Di antara 50
pasien yang diberikan obat A 40 pasien sembuh, sedangkan
di antara 52 pasien yang diobati dengan B 30 pasien sembuh.
Lihat Tabel2-2.

Tobel 2-2. Hqsil uii klinis terhadop obot A don obql B

Sembuh Tidok sembuh Jumloh

ObotA 4Oo b l0 50

ObotB 30c d22 52

Jumloh 70 32 1O2

Dari data tersebut kita melakukan uji hipotesis, yang


langkah-langkah bakunya adalah sebagai berikut:

1. Tentukan hipotesis nol: obat A dan B sama efektifnya


untuk pengobatan penyakit X:Ho : A=B
2. Tentukan hipotesis alternatif: (obat A tidak sama
efektifnya dengan obat B) untuk pengobatan penyakit
X:l{^: A*B

.t
20 Inferensi: dari sampel ke populasi

3. Tentukan uji hipotesis yang akan digunakan. Karena


datanya adalah nominal, maka digunakan uji x2.

4.Hifung nilai expected,yalni berapa besar masing-masing


sel (sel a,b, c, d) bila obat A dan B sama baiknya, atau dengan
kata lain bila hipotesis 0 benar.

Nilai expected dapat dihitung dengan rumus:


(nilai total kolom x total baris yang sesuai) / nilai total
Jadi nilai expected untuk masing-masing sel dapat dihitung
sebagai berikut:

Selo =(7Ox5Ol / 1O2 =34,31


set b =(32x 5ol/1o2 =15,69
Selc =(7Ox52l / 1O2 =35,69
Seld =(32x52) / 102 = 16,31

Dari nilai-nilai tersebut dapat dihitungnilaix2 denganrumus atau


dengan bantuan komputer. Karena tabel tersebut mempunyai 2baris
dan2kolom, maka derajat kebebasan (degree offreedom)-nya adalah 1.
Pada perhitungan diperoleh nilai x2 :4,76. Pada tabel x2 untuk df :1,
uji2- arah, diperoleh hasllp <0,05; dengan komputer diperoleh hasil
lebih tepat yakni p :0,03.
Perhitungan tersebut disajikan untuk mengingatkan bahwa nilai
p diperoleh dengan perhitungan matematika berdasarkan teori
peluang. Ini dilakukan dengan mengandaikanbahwa hipotesis nol
(Ho) benar, atau bila obat A sama baik dengan obat B. Karena itulah
maka nllaip yang diperoleh harus ditafsirkan sebagai berikut:
Apabila hipotesis 0 benar, maka kemungkinan untuk
memperoleh hasil tersebut (atau hasil yang lebih ekstrem)
adalah 3%. Artinya meskipun obat A dan B sama baiknya,
kita masih dapat memperoleh hasil tersebut, akan tetapi
kemungkinannya hanya 3%.
Hasil tersebut juga dapat dibaca sebagai berikut:
Bila kedua obat sama efektifnya, kemungkinan hasil
tqrsebut (atau hasil yang lebih ekstrem) disebabkan semata-
mata oleh faktor peluang (chance) adalah 3%.

.a {ru
Sudigdo Sastroasmoro 21

Nilai p sebesar 0,03 tidak berarti:


Besarnya kemungkinan bahwa obat A tidak lebih baik dari-
pada obat B, atau

Besarnya kemungkinan bahwa obatA samabaiknya dengan


obat B

Kembali kepada interpretasi nilai p = 0,03, yakni bila obat A dan


obat B sama baiknya, maka kita masih dapat memperoleh hasil
tersebut (atau hasil yang lebih ekstrem) dengan peluang sebesar 3%.
Bila telah ditentukan sebelumnya bahwa nllai 5"/" atau kurang
dianggap secara statistika bermakna, maka hasil tersebut dikatakan
bermakna secara statistika.
Interpretasi yang sama juga dilakukan terhadap semua jenis nilai
p untuk semua uji hipotesis, misalnya uji untuk perbedaan proporsi,
uji perbedaan rerata, korelasi, anova, regresi linear maupun multipef
uji regresi logistik, dan berbagai jenis uji non-parametrik. Untuk
masing-masing uji tersebut digunakan rumus yangberbeda, namun
hasilrrya yakni rilaip, diinterpretasi dengan cara yang sama seperti
telah dijelaskan di atas. Sekali lagi diulang bahwa nilai p = besarnya
peluang untuk mendapatkan hasil yang diobservasi (atau hasil yang
lebih ekstrem) bila hipotesis 0 (yakni hipotesis bahwa tidak ada
perbedaan atau tidak ada hubungan) benar.

MENcSITUNG INTERVAL KEPERCAYAAN


Berbeda dengan uji hipotesis yang menentukan besamya kemungkinan
untuk memperoleh hasil apabila hipotesis 0 benar, pada interval
kepercayaan kita mengestimasi rentang nilai pada populasi dengan
dasar satu nilai yang diperoleh dari sampel y*g mewakili populasi.
Perhitungan matematika dibuat'dengan dasar teori probabilitas;
seandainya penelitian yang sama dilakukan berulang kali sampai tidak
terbatas, berapa rentang nilai yang diperoleh? Dalam generalisasi
pemyataan tersebut dapat diubah menjadi: bila penelitian dilakukan
berulang kali" berapa rentang nilai pada populasi?

.t eo
22 Inferensi: dari sarnpel ke populasi

Gambar 2-2. Skema memperlihatkan hubungan antara satu nilai


statistik yang disebutsebagaipoint estimate(P) pada sampel S dengan
interval kepercayaan, yakni rentang nilai pada populasi yang dihitung
berdasarkan point estimate tersebut. Kata interval menunjuk rentang,
sedangkan batas atas dan bawah rentang disebut sebagai batas
kepercayaan (confidence limits).

Lihat Gambar2-2. Rumus umum interval kepercayaan adalah:

1g=p+(Z (I x 5E)

IK atau interval kepercayaan (confiilence intental) yal<ai


rentang nilai pada populasi yang dihitung dengan dasar satu
statistik yang diperoleh pada sampel. IK yang lazim digunakan
adalah IK95% atau lK99o/".
P adalah point estimate, yakni statistik yang diperoleh dari
sampel yang dapat berupa proporsi, rerata, beda proporsi,
beda rerata, risiko relatif, rasio odds, dan lain-lain..
z deviat baku nonnal untuk c. Nilai cini dipilih sesuai
"adalah
dengan IK yang diinginkan. Bila diinginkan 1K95"/", maka
berarti cr: 0,05, sehingga zo= 1,96. Bila dipilih IK99"/", maka cr
: 0,01 sehingga z o : 2,57 6 (lihat Bab 17, Tab el L7 .2).

rf *u
Sudigdo Sastroasmoro 23

stanilaril ertor, yang besamya dihitung dengan


SE adalah
rumus yang berbeda untuk setiap jenis statistik. Lihat
Lampiran.

A INrsRver KEpERCAyAAN LJNTIIK PRoPoRSI DAN


RERATA TI.JNGGAL

Pada penelitian deskripttf, data deskriptif yang sering digunakan


adalah proporsi (variabel nominal) dan rerata (variabel numerik).
Penghitungan interval kepercayaan kedua jenis data tersebut
diuraikan di bawah ini.

Interval kepercayaan untuk proporsi tunggal

Ingin diketahui berapa persen pasien kanker payudara yang


pernah memakai pil KB. Dari sampel ya.g terdiri atas 100
pasien kanker payudara 30% pernah menggunakan pil KB.
Untuk memperkirakan berapa persen populasi target (semua
pasien kanker payudara) yang pernah menggunakan pil KB,
kita harus menghitung interval kepercayaan (misalnya
rKes%).

Rumus IK untuk proporsi tunggal adalah:


pq
lK =P t zo
n

p= proporsi yang pernah menggunakan pil KB = 0,30


q= (1-p) =l-0,30=0,70
zo= deviat baku normal untuk a; bila o = 0105, makazo=1,96
1= jumlah subyek dalam sampel = 100
Bilanilai-nilaitersebut dimasukkan ke dalam rumus, maka diperoleh:

lKgs*=0,3tt,UUff
= dari (0,30-0,09) sampai (0,30+0,09)

= dari 0,2'l sampai 0,39

i *u
24 Inferensi: dari snmpel ke populasi

Bagaimana kita menginterpretasi hasil ini? Interpretasinya adalah:


o Bila pada populasi terjangkau yang sama dilakukan pemilihan
sublek dengan cara yang sama berulang kali sampai tidak
terhingga, maka proporsi pasien yang pernah menggunakan
pil KB 95"/o terletak antara 0,21 sampai},39 atat2\"/" sampai
39"/", atau
o Kita percaya 95% bahwa proporsi pasien kanker payudara
yang pernah menggunakan pil KB pada populasi terjangkau
terletak antara 0,21 sampai},39 atau antara 21o/o sampaiSg%.
Bila kita menginginkan IK99"h, maka nllai zo menjadi 2,576,
sehingga: IK99% = 0,3 + 0,12:0,18 sampai 0,42, atau 18o/" sampai
42o/". Tampak bahwa bila tingkat kesalahan (o) lebih kecil, maka
rentang nilai IK makin lebar. Apabila ingin diperoleh s yang kecil
dengan rentang IK yang lebih sempit (berarti perkiraan lebih tepat),
maka subyek yang dipilih sebagai sampel (n) harus ditambah.
Karena n merupakan penyebut, maka apabila jumlah subyek (n)
bertambah maka nilai SE menjadi lebih kecil sehingga interval
kepercayaan yang diperoleh menjadi lebih sempi! artinya hasil pada
sampel makin mendekati keadaan pada populasi (orang menjadi lebih
percaya pada data kita). Nilai SE tidak mungkin mencapai 0 kecuali
bila seluruh subyek diambil sebagai sampel (sensus).

Interval kepercayaan untuk rerata funggal


Bila diketahui rerata umur 100 pasien infark miokard yang
berobat ke RSCM selama bulan Juli adalah 48,5 tahun
dengan simpang baku = 7,6 tahlun, berapakah rerata umur
pasien infark miokard yang berobat di RSCM?

Rumus untuk SE (rerata) adalah

SE(rerata)=SB
Jn

Rumus untuk IK rerata adalah:


SB
lK(r".oto) =x+zc[ tT
!n

t
Sudigdo Sastroasmoro 25

SB = simpang baku atau sfandard deviation

. n=jumlahsubyek
Maka: 7,6
lK957Q,",orol = 48'5+ I
'tot J, *
= antara 47 sampai 50

Interpretasi: kita percaya 95"/" bahwa secara keseluruhan dari


waktu ke waktu rerata umur pasien infark miokard yang berobat ke
RSCM adalah antara 47 samfai5O tahun.

Interval kepercayaan untuk beda 2 proporsi


Ingin diketahui apakah ada perbedaan proporsi perempuan
yang pernah minum pil KB pada kelompok muda (<50 tahun)
dan kelompok tua (>50 tahun).

Pada 100 subyek dalam sampel:


o Kelompok muda ada 40 orang, 28 pernah minum pil KB
o Kelompok tua ada 60 orang, 30 pemah minum pil KB
Dengan demikian maka:
o Proporsi pemakai pil KB pada kelompok muda =28140 =0,70
o Proporsi pemakai pil KB pada kelompok tua = 30160 = 0,50
Jadi pada sampel terdapat beda proporsi sebesar = 0,70 - 0,50 =
0,20 antara kedua kelompok. Pertanyaannya adalah berapakah
perbedaan proporsi tersebut pada populasi?
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menggunakan formula IK
untuk perbedaan proporsi (lihat Lampiran; diperoleh hasil IK95%
untuk perbedaan proporsi antara -0,12 sampai + 0,52).IK tersebut
mencakup angka 0; perbedaan proporsi 0 menunjukkan kedua proporsi
tersebut sama (bila X = Y maka X-Y = 0). Untuk perbedaan proporsi
(dan juga perbedaan rerata), IK yang mencakup angka 0 menunjukkan
bahwa dalam populasi tidak ada perbedaan. Apabila pada data
tersebut dilakukan uji hipotesis maka akan diperoleh nilai p>0,05.

J)
26 [nferensi: dari sampel ke populasi

Interval kepercayaan unhrk beda 2tetata


Dalam suatu penelitian diperoleh data sebagai berikut:
Rerata tekanan diastolik 50 dokter ahli anestesi adalah 87
(SD 5,2) mmHg, sedangkan rerata tekanan diastolik 50 dokter
ahli kulit dan kelamin adalah 82 (SO 4,7) mmHg.
Pertanyaannya adalah berapakah beda rerata tekanan darah
diastolik pada populasi dokter anestesi dan dokter penyakit
kulit bila sampel tersebut dianggap mewakili populasinya?

Beda tekanan darah diastolik antara kedua kelompok dokter pada


sampel adalah sebesar (87-82) = 5 mmHg. Pertanyaan di atas dapat
dijawab dengan menghitung IK untuk beda rerata (lihat Lampiran).
Bila hasil penghitungan menunjukkan IK95% beda rerata adalah
antara 1 sampai 9 mmHg, jadi rentang tersebut tidak mencakup angka
O berarti dalam populasi terdapatbeda rerata tekanan darah diastolik
antara dokter ahli anestesi dan dokter kulit. Bila dilakukan
penghitungan nilai p pada data tersebut akan diperoleh p<0,05.

Interval kepercayaan unfuk risiko relatif danrasio odds


Pada studi kohort (lihat Bab 9) diamati 100 pekerja pabrik
tekstil dan 100 pekerja pabrik batere selama periode tertentu.
Pada awal pengamatan tidak ada yang menderita bronkitis.
Pada akhir pengamatan dinilai outcome-nya yakni ada atau
tidaknya bronkitis. Pada kelompok pekerja tekstil terdapat
10 yang menderita bronkitis, sedangkan pada kelompok
pekerja batere terdapat 6 yang menderita bronkitis. Hasil
tersebut disusun dalam tabel2 x 2 sebagai berikut:

Bronkilis Tidqk Jumloh

Pobriktekstil lOo b90 r00

Pqbrik bolere 6c d94 r00

Jumloh r6 184 200

j|
Sudigdo Sastroasmoro 27

Data studi kohortbiasanya dianalisis dengan menghitung risiko


relatii yakni perbandingan antara risiko (dalam hal ini insidens)
terjadinya penyakit pada kelompok terpajan (bahan tekstil) dengan
insidens pada kelompok yang tidak terpajan, dengan rumus:

Insidens pada kelompok terpajan= a/(a+b) = 10/100.


Insidens pada kelompok tidak terpaian = c/(c+d) = 6/L00.
Maka RR = 10/100 : 6/100 =10/6 =1,67

Dengan formula untuk menghitung IK risiko relatif (lihat Lampiran)


diperoleh hasil IK95% antara 0,96 sampai 4,32. Tampak bahwa IK
untuk risiko relatif adalah tidak simetris terhadap point estimate-nya,
berbeda dengan IK untuk proporsi atau rerata tunggal maupun IK
untuk beda proporsi atau beda rerata, oleh karena penghitungan IK
untuk risiko relatif dilakukan dengan formula yang menggunakan
logaritme.
Analog dengan uraian di atas, interval kepercayaan unfuk rasio
odds (RO) pada studi kasus-kontrol (Bab 8) dihitung dengan formula
yang serupa akan tetapi tidak sama (lihat Lampiran) yang
menghasilkan interval kepercayaan yang asimetris terhadap point
estimate-nya. Karena RR dan RO keduanya merupakan perbandingan
kejadian, maka nilai 1 menunjukkan tidak ada perbedaan kejadian
kelainan atau penyakit antara kelompok terpajan dan tidak terpajan
(bila X - Y, maka VY =1). Jadi bila IK mencakup angka L, berarti
dalam populasi tidak terdapat perbedaan kejadian penyakit pada
kelompok terpajan dan tidak terpajan. Lebih jautr, apabila RR atau
RO lebih dari 1, berarti pajanan yang diteliti merupakan penyebab
atau faktor risiko, sedangkan bila kurang dari 1 berarti merupakan
faktor protektif. Namun seperti telah disebut di atas, apabila IK95%
mencakup angka 1 maka berarti dalam populasi hal tersebut tidak
terjadi, dan bila dilakukan uji hipotesis akan diperoleh nilai p>0,05.
Interval kepercayaan dapat dihitung untuk pelbagai statistik lairy
seperti sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi, likelihood ratio uLntuk
uji diagnostik, relatiae dan absolute risk reduction sefta number needed
to treat untuk uji klinis pragmatis, dan sebagainya. Namun interval
kepercayaan sulit dihitung untuk data ordinal.

ll
28 lnferensi: dari sampel ke populasi

KETETmAN INTERVAL KEPERCAYAAN


, KETIMBANG NILAI P
Penghitungan nilai p maupun interval kepercayaan (IK) merupakan
langkah untuk generalisasi atau inferensi hasil penelitian dari sampel
ke populasi. IK lebih unggul ketimbang nilaip, karena:
1 IK dapat dihitung untuk penelitian deskriptif maupun analitik,
sedang nilaip hanya dapat dihitung pada penelitian analitik.
2 IK menunjukkan arah (direction) dan besaran (magnitude) beda
antar-kelompok, sedangkan p tidak memberi informasi besaran dan
arah perbedaan, ia hanya menunjuk besarnya kemungkinan untuk
memperoleh hasil berdasar peluang bila hipotesis 0 benar.
3 Nilai IK sendiri secara tidak langsung memberikan informasi nilai
p;blla IK untuk perbedaan tidak mencakup angka 0 maka nilai
p lebih kecil dari tingkat kemaknaan yang dipilih" dan apabila
IK untuk perbandingan tidak mencakup angka L berarti nllaip
lebih kecil dari tingkat kemaknaan yang dipilih.

SrupuraN
Dengan beberapa contoh sederhana tersebut dapat dipahami bahwa:
r Penelitian selalu dilakukan pada sampel
Dari sampel tersebut diperoleh nilai tertentu yang disebut
statistik
Hasil yang diperoleh pada sampel (statistik) akan digeneralisasi
ke populasi yang diwakili oleh sampel sebagai parameter
In{erensi hasil penelitian dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni
dengan uji hipotesis untuk memperoleh nilai p, dandengan
estimasi untuk memperoleh interval kepercayaan
Nilai p dan IK menyatakan konsep yang sama dengan cara
yang berbeda
Nilai p menunjuk peluang untuk memperoleh hasil yang diob-
servasi (atau hasii yang lebih ekstrem) bila hipotesis nol benar

fi

i rir '
Sudigdo Sastroasmoro 29

IK menunjukkan estimasi rentang nilai pada populasi yang


dihitung dengan 1 nilai yang diperoleh pada sampel
a Nilai p sebesar 0,05 (uji 2 arah) setara dengan IK95%
a IK beda proporsi dan beda rerata simetris terhadap point
estimate. Bila IK mencakup angka 0, berarti nlIai p tidak
bermakna. Bila tidak mencakup angka 0, berarti terdapat
beda yang bermakna
IK untuk perbandingan - misalnya risiko relatif (RR) atau
rasio odds (RO) asimetris terhadap point estimate.IK untuk
RR atau RO yang mencakup angka 1 menunjukkan bahwa
pajanan yang diteliti bukan merupakan penyebab atau faktor
risiko. Bila IK RR atau RO tidak mencakup angka 1, maka uji
hipotesis akan memberikan nllaip yang bermakna
Bagi klinikus nilai IK memberi informasi lebih banyak
dibanding nllai p, karena menunjukkan arah dan besaran
selisih atau risiko
Bila mungkin hasil penelitian disertakan nilai IK terutama
untuk hasil utama penelitian

Darran PUSTAKA
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
Edisi ke-2 London; 2002
Brennan R Croft P. Interpreting the results of observational research: chance is
not a fine thing. BMJ. 1994;309:727-30.
Essex-Sorlie D. Medical biostatistics & epidemiology. London: Prentice Hall
Int.;1995.
4 Greenhalgh T. How to read a paper: Statistics for non-statistician. II. "Significant"
relation s a n d thei r pitf alls. BMI. 1 997 ;31 5:422-5.
5 Lang TA, Secic M. How to report statistics in medicine. Philadelphia: American
College of Physicians; 1997.
6 Leung WC. Balancing statistical and clinical significance in evaluating treatment
effects. Postgrad Med J. 2000;77 :20'l'-4.
7 Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman & Hall/CRC;1999.

Jl t*"
30 [nferensi: dari sampel ke populasi

S*
trF@M
t&S d S

Penelition selolu diloksonokon podo sompel, don


hosilnyo okon digenerqlisasi ke populasi terfentu yong
diwokili oleh sompel tersebut. Nilaiyong diperolah podo
sompel disebut sebogoi stotistik, sedongkan niloi yong
soma podo populasi disebut porometer
Penelition podo hokekatnyo odaloh observosi don
pengukuron terhodop porometer pado populosi yong luos
dengan melokukon observosi don pengukuron podo
sompel yong terbotos.
Generahsasi otou inferensi dori sompel ke populosi honyo
sohih bilo sompel representalif terhodop populosi.
Tnferensi dopot dilqkukon denganZ cara, yokni dengonuji
hipotasis untuk menghitung nilai p don estimosi untuk
memperoleh niloi intervol kepercoyoon-
Niloi p honyo manunjukkan besornyo peluong untuk
memperoleh hosil otou hosilyong lebih ekstrem bilo
hipotasis nol benor. fo tidok secoro longsung
menunjukkon oroh moupun kekuoton hubungon ontar
voriobel.
fntervol kepercayaon memberikon estimosi rentong niloi
porometer podo populosi dengon point estimote stotistik
podo sompel; io memberikan oroh don besarnyo
hubungon ontor-voriobel.
fntervol kepercoyoon dopot dihitung untuk proporsi otou
rerata tunggol, bedo proporsi otou bedo reroto, niloi
risiko relotif , rasio odds, don pelbogai statistik loin.
fntarvol kepercoyaan lebih informotif bogi klinikus
ketimbong niloi p. korenonyo songot dionjurkon untuk
mencantumkon niloi intarvol kepercoyoon khususnyo
untuk hosil utomo penelition.

:, i*u
Bab 3 - Usulan penelitian

Sudigdo Sasffoasmoro, Diaiadiman Catot, Nartono Kadri,


Purnamawati S Pudiiarto

ila peneliti telah menetapkanuntuk melakukan penelitiary


maka sebelum melaksanakannya ia harus membuat
gan penelitian. Rancangan penelitian tertulis yang
bersifat formal dinamakan sebagai usulan penelitian
(r esear ch pr op osal, study protocol). Usulan penelitian mungkin dapat
diperlukan oleh (calon) peneliti untuk memenuhi persyaratan
pendidikan, untuk memperoleh persetujuan penelitian dari institut
tempat penelitian akan dilakukary atau untuk permintaan dana.
Namun secara esensial usulan penelitian dimaksudkan sebagai
penuntun bagi peneliti dalam seluruh rangkaian proses penelitian.
Usulan penelitian yang baik akan mempermudah peneliti dalam
melaksanakan seluruh proses penelitian.
Sistematika usulan penelitian sangat bervariasi dari lembaga
yang satu ke lembaga yanglain, meski substansinya sama. Calon
peneliti, khususnya yang akan mengajukan permintaan dana
penelitian kepada penyandang dana, harus menuliskan usulan
dengan format seperti yang dikehendaki oleh lembaga tersebut.
Suatu usulan penelitian dengan materi serta sistematika yang baik
menurut suatu lembaga, belum tentu dianggap baik oleh lembaga
yang lain. Oleh karena itulah tidak jarang suatu usulan untuk
mengajukan permintaan dana penelitian tidak disetujui oleh

t
32 Usulanpenelitian.

penyandang dana hanya karena format usulan yang diajukan tidak


sesuai dengan format yang dikehendaki oleh lembaga tersebut.
Sesuatu yang nampaknya bersifat teknis dan tidak substantif ini
harus diperhatikanbenar-benar oleh setiap peneliti apabila ia ingin
memperoleh dukungan dari penyandang dana.
Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang pada umumnya diperlukan
dalam protokol. Uraian disajikan secara praktis, agar dapat digunakan
sebagai panduan bagi pemula. Landasan teori yang lengkap dapat
dibaca pada pelbagai buku, di antaranyayang tercantum di dalam
daftar pustaka pada akhir bab ini. Sistematika yar.g dipakai dalam
format ini tertera pada Tabel 3-L.
Meskipun setiap komponen usulan penelitian penting, namun
nilai usulan penelitian terutama terletak dalam bab Pendahuluan,
khususnya pada Latar Belakang Masalah, karena ia merupakan
dasar utama suatu usulan. Pada bagian ini peneliti harus dapat
memperlihatkan pemahaman serta pengetahuannya mengenai
substansi penelitian yang dirancang, merumuskan alasan mengapa
penelitian harus dilakukaru dan garis besar bagaimana penelitian
akan dilaksanakan. Bagian-bagian selanjutnya pada dasarnya
merupakan konsekuensi logis dari uraian yang telah dikemukakan
dalam Latar Belakang Masalah tersebut.

|uour usuLAN PENELTTTAN


Membuat judul usulan penelitian bukan hal yang mudah. Judul
penelitian memerlukan beberapa persyaratan, yakni:
o Harus menggambarkan keseluruhan isi rencana penelitian
o Ditulis dalam kalimat atau frase yang sederhana dan tidak
terlalu panjang, meski tidak dapat ditentukan batas jumlah
katanya. Mungkin sifat atau isi penelitian memerlukan judul
panjang; apabila perlu dapat disertakan subjudul
. Tidak menggunakan singkatarL kecuali yang baku
o Judul seringkali bukan berupa kalimat lengkap, namun
hanya merupakan label saja

-f
Sudigda S astr oasmoro dkk. 33

Tqbel 3-1. Sistemalikq usulqn penelition

Judul

I Pendohuluon
o Lqtqr belokong
o Rumuson mosoloh
o Hipotesis
o Tuiuon
o Monfoot

ll Tiniouon Puslqko
Kerongko Konsep

lll Metodologi
o Desoin
o Tempot dqn woktu
o Populosi don sompel
o Kriterio inklusi don eksklusi
o Besor sompel
o Coro kerio
o ldentifikosi voriqbel
o Rencqno monoiemen don onqlisis dotq
o Definisi operosionol
o Mqsoloh etikq

lV Dqftqr Pustokq
V. Lampiron

]udul dalam kalimat interogatif


Seringkali dipertanyakan apakah judul usulan Penelitian dalam
kalimat tanya dibenarkan. Dalam jumal ilmiah memang tidak jarang
ditemukan judul dalam bentuk kalimat tanya seperti: Benarkah

i ii. u
34 Usulanpenelitian.

fenobarbital kurang efektif dibanding dengan obat anti-kejang


yang lebih baru? Kendatipun hal tersebut tidak mutlak salah, namun
lebih disarankan untuk tidak menulis judul dalam kalimat tanya atau
interogatif. Judul usulan dalam kalimat positif yang netral dan ringkas
lebih berterima ( acceptable).
Demikian pula tidak jarang kita baca judul laporan penelitian
yang memberi kesan bahwa judul tersebut dibuat setelah penelitian
selesai, misalnya: Pemberian antibiotik rutin pada diare akut
pada anak tidak memperpendek lama sakit. Judul seperti ini
tentunya tidak sesuai untuk judul usulan penelitian. Dengan asumsi
bahwa sebelum penelitian selesai dilakukan kita tidak mengetahui
hasilnya, maka seyogyanya judul usulan penelitian dirumuskan
dalam "kalirr.at" yang netral.

Nama tempat dan wakfu penelitian


Hal lain yang sering ditanyakan adalah apakah nama tempat serta
waktu penelitian harus disertakan dalam judul usulan. Seseorang
misalnya menuliskan judul usulan penelitian sebagai berikut:
Gambaran elektroensefalografi pasien ensefalopati-dengue di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, lakafia, 1995-2000. Apakah
pencantuman nama rumah sakit dan tahun itu perlu? Jawabnya
terletak pada tujuan penelitian. Apabila peneliti ingin memperoleh
deskripsi gambaran elektroensefalografi pasien ensefalopati-dengue
pada umumnya (dengan populasi terjangkau pasien yang berobat
ke RSCM), maka nama tempat penelitian dan tahunnya tidak perlu
dicantumkan.
Sebagian peneliti mencantumkan nama tempat (misalnya
RSCM) karena khawatir pasien ensefalopati-dengue di RSCM tidak
mewakili populasi pasien ensefalopati-dengue pada umumnya.
Sikap tersebut terlalu berhati-hati, karena meskipun populasi
pasien di RSCM tidak representatif untuk pasien pada umumnya,
tetapi mereka tetap dapat mewakili pasien lain yang mempunyai
karakteristik yang sama dengan pasien di RSCM yang menjadi
sampel penelitian. Lebih-lebih apabila penelitian yang dirancang
merupakan suatu uji klinis, yang hasilnya diharapkan dapat

.r
S u di g do S astr o asmor o dkk. 35

diterapkan di populasi secara luas, penyebutan tempat dan waktu


penelitian dalam judul sama saja dengan mempersempit ranah
penelitian. Tidak berlebihan menyebutnya sebagai mengebiri nilai
penelitiannya sendiri.
Lain halnya apabila peneliti ingin mengetahui hal yang memang
khas atau spesifik untuk tempat dan periode waktu tertentu,
misalnya: Keberhasilan operasi jantung terbuka di RSCM,2000-
2010, maka hasil tersebut adalah khas untuk RSCM, dan tidak dapat
dianggap mewakili keadaan di tempat lain mana pun. Demikian
pula apabila penelitian yang akan dilakukan terbatas untuk tempat
serta kurun waktu yang yang tertenfu, misalnya: Ptofil penderita
infeksi HIV-AIDS di Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular
"Sumber Sehat", 2005-2000.

I PENpIUULUAN
A LNTNN BELAKANG MASALAH

Latar belakang masalah merupakan bagian yang paling penting


dari setiap usulan penelitian. Dalam penilaian suatu usulan untuk
memperoleh dana, banyak penyandang dana memberikan bobot
tertinggi untuk latar belakang masalah ini. Ini dapat dimengerti,
karena latar belakang masalah merupakan inti usulary sedangkan
isi usulan selebihnya hanya menguraikan lebih lanjut apa yang telah
dikemukakan dalam latar belakang tersebut.
Agar mudah diikuti dan dipahami pembaca,uraian dalam Latar
Belakang Masalah hendaknya mencakup 4halyang lebih mudah
diikuti bila disusun dalam urutan sebagai berikut:
1 Pernyataan tentang masalah penelitian serta besaran masalah
2 Apa yang sudah diketahui (zahat is known)
3 Apa yang belum diketahui (what is not known - knowledge gap)
4 Apa yang dapat diharap dari penelitian yang direncanakan untuk
menutup knowledge gap tersebut

"r)
36 Usulanpenelitian.

L MesarAH DAN BESARAN MASALAH

Identifikasi masalah penelitian merupakan hal pertama yar:rg harus


dilakukan oleh tiap peneliti. Masalah kesehatan terjadi bila terdapat
kesenjangan antara apayang seharusnya ada (das Sollen) dengan
yang sekarang ada (ilas Sein). Masalah dalam bidang kedokteran
dan kesehatan amat banyak; namun, apakah semua masalah
tersebut layak untuk diangkat menjadi masalah penelitian?
Jawabnya adalah 'Tidak'; tidak setiap masalah kesehatan layak
dikembangkan menjadi masalah penelitian. Masalah penelitian harus
dapat dipecahkan sebagian atau seluruhnya dengan penelitiaru dan
kemungkinan jawabannya harus lebih dari satu. Misalnya, masalah
kesehatan yang cukup besar bahwa "sebagian besar pasien anak
denganpenyakit jantungbawaan di Indonesia tidak ditangani dengan
memadai" bukanlah merupakan masalah penelitiary oleh karena
jawabannya sudah ada dan hanya ada satrt yakni kekurangan uang
dan fasilitas yang diperlukan.
Selain jenis masalah, besaran masalah (magnitude of the problem)
juga harus diuraikan. Pengetahuan tentang epidemiologi penyakit
atau masalah kesehatan diperlukan agar pembaca dapat diyakinkan
bahwa masalah tersebut memang penting untuk dicari pemecahanrrya
melalui penelitian. Insidens atau prevalens suatu penyakit yang tinggi
merupakan masalah kesehatan bila menyebabkan kesakitan atau
kematian yang tinggi. Namun insidens penyakit yang rendakr, bila
menyebabkan kematian atau kecacatan yang bermakna juga
merupakan masalah yang perlu diteliti. Dimensi waktu, apakah
masalah tersebut sekarang masih berlangsung, serta area geografik
dan demografik perlu dikemukakan untuk mempertegas betapa
pentingnya masalah.
Agar suatu masalah kesehatan layak untuk diangkat menjadi
masalah penelitian diperlukanbeberapa syarat. Di antara syarat yang
diajukan oleh para ahli, rumusan Hulley dan Cummings cukup
komprehensif, informatil dan mudah untuk diingat yakni: mampu
laksana, menarik, memberikan sesuafu yang baru, selaras dengan
etika, serta relevan. Ini dirumuskan dengan baik sebagai FINER
(F e asible, lnt ere sting, N ozt eI, Ethical, Releo ant).

ln

i
Sudi gdo S astro asmoro dkk. 37

F - Feqsible
o Tersedio subyek penelition
o Tersedio donq
e Tersediq woktu, olot, don keqhliqn
I - lnleresting
o Mosqloh hendoknyo menorik bogi peneliti
N - Novel
o Mengemukqkon sesuotu yong boru
o Membontoh otou mengkonfirmosi penemuon terdohulu
o Melengkopi otou mengembongkon hosil penelition terdohulu
E - Ethical
o Tidqk bertentongon dengon etiko
R - Relevonf
o Untuk pengembongon ilmu pengetohuo
o Untuk peningkoton toto lqksqno posien otou kebiiokon
kesehqton
o Sebogoi dosqr untuk penelition seloniuinyo

1 Kemampulaksanaan
Kemampulaksanaan merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Banyak
kesenjangan dalam bidang kedokteran yang dapat dikembangkan
menjadi masalah penelitian yang baik, menjanjikan hal yang baru, dan
relevan dengan pelayanan masyarakat dan pengembangan ilmu,
namun tidak cukup subyek penelitian, dana, sarana, keahlian, atau
waktu. Sebagian kendala tersebut mungkin diatasi dengan modifikasi
desain, penyesuaianbesar sampel, mengurangi jenis pemeriksaan, dan
pelbagai kiat lainnya. Namun bila segala mzuluver yang dilakukan
tersebut sangat mengurangi atau meniadakan nilai penelitian, hendaklah
peneliti mempertimbangkan kembali apakah penelitian dapat
dilanjutkan. Jadi pertimbangan praktislah yang akhirnya menentukan/
apakah masalah kesehatan dapat dijawab dengan penelitian.

I
38 Usulanpenelitian.

2 Menarik
Penelitian yang baik sangat menyita pikiran, tenaga, wakfu, dan
biaya. Pelbagai kendala, baik yang telah diantisipasi maupun yang
muncul kemudian, dapat mengancam dari waktu ke waktu. Di
lain sisi, peneliti juga dituntut untuk selalu jujur dan taat asas dalam
seluruh tahapan penelitian sampai dengan pelaporanhasilnya. Oleh
karena itulah peneliti harus tertarik pada substansi yang ditelitinya.
Bilatidak, maka terdapat duakemungkinannegatif yang dapat terjadi:
mungkin ia akan cepat menyerah apabila dihadapkan pada pelbagai
kendala, atau ia tidak akan taat asas pada penelitian yang dirancangnya
sendiri.

3 Memberikan nilai baru


Nilai baru dalam penelitian sering dihubungkan dengan orisinalitas
suatu penelitian, hal yang seringkali membuat gamang peneliti.
Penelitian yang sama sekali baru disebut sebagai penelitian orisinal,
sedangkan yang mengulang penelitian terdahulu disebut replikatif.
Di antara pelbagai kelompok peneliti, para peserta program doktor
paling khawatir kalau-kalau rencana penelitiannya'tidak orisinal'.
Penelitian yang semata-mata mengulang penelitian terdahulu yang
hasilnya telah jelas (established), memang berarti membuang banyak
sumber daya secara sia-sia. Namun bukan berarti semua penelitian
harus sama sekali baru. Pada umumnya penelitian ulangan dapat
dibenarkan apabila:
r Peneliti ingin menguji konsistensi hasil penelitian terdahulu,
apakah hal yang sama terjadi bila diterapkan pada kondisi
atau populasi yang berbeda (beda ras, usi4 kondisi klinis, dan
sebagainya)
o Peneliti melihat kekurangan pada metodologl pelaksanaary
analisis, atau simpulan penelitian sejenis yang dipublikasi
sebelumnya. Ini juga berarti bahwa penelitian ulang yang
validitasnya lebih rendah daripada penelitian terdahulu
tidak layak dilakukan. Alasan pengulangan penelitian harus
dijelaskan secara spesifik dan eksplisit dalam latar belakang
usulan penelitian.

t
Sudigdo S astr oasmoro dlck. 39

Dari literatur dapat disimpulkan bahwa butir-butir berikut ini


merupakan penelitian yang dapat dianggap orisinal:
1 Melakukan penelitian belum pernah dilakukan sebelumnya
2 Meneruskan hasil penelitian orisinal yang sudah ada
3 Mengembangkan ide orisinal milik orang lain dan kemudian
melaksanakannya
4 Menggunakan teknik baru untuk memperoleh data empiris
5 Merancang penelitian orisinal untuk dilaksanakan orang lain
6 Menguji ide orang lain dengan metode yang belum pernah
digunakan
7 Menemukan data empiris yang belum pernah dilaporkan
8 Melakukan penelitian serupa denganyang dilakukan di luar
negeri
9 Menggunakan teknik lama untuk area baru
10 Memberi eaidence baru untuk masalah lama
1 1 Melakukan studi lintas disiplin yang baru untuk masalah lama

L2 Menerapkan hasil studi orang lain pada populasi yang


berbeda
Biasanya usulan penelitian yang baik dapat mengandung lebih
dari satu aspek orisinalitas tersebut.

4 Etis
Penelitian apa pun, khususnya yang menggunakan manusia sebagai
subyek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Kesulitan mungkin
timbul karena etika bukan hal yang mudah untuk didefinisikan.
Seseorang mungkin mengatakan sesuatu hal secara etis masih
berterima, namun bagi orang lain mungkin hal tersebut sudah
melanggar etika. Oleh karena itulah tiap penelitian yang menggr:nakan
manusia sebagai subyek harus lebih dahulu memperoleh persetujuan
dari komisi etika independen setempat. Uraian lebih lanjut dapat
dibaca dalam Bab 18. Penggunaan plasebo pada uji klinis senantiasa
menjadi bahan diskusi dalam sidang komisi etika. Modifikasi usulan
penelitian mungkin perlu dilakukan atas saran dari komisi etika
tersebut.

i
40 Usulanpenelitian.

5 Relevan
Relevansi merupakan hal utama yang harus dipikirkan pada awal
setiap penelitian. Tiap peneliti harus dapat memprediksi hasil
penelitian yang akan diperoletr, apakah relevan dengan kemajuan
ilmu, tata laksana pasien, kebijakan kesehatan, atau sebagai dasar
untuk penelitian selanjutnya.
Dapat ditambahkan bahwa setelah menentukan topik penelitiary
peneliti harus membatasi diri pada pertanyaan penelitian yang
paling penting. Menjawab satu atau dua pertanyaan penelitian yang
penting secara adekuat lebih baik daripada menjawab banyak
pertanyaan yang remeh-temeh. Hal ini perlu ditekankary karena
terlalu banyak pertanyaan dalam safu penelitian akan menambah
kesulitan dalam pemilihan desain, penghitungan besar sampel,
interpretasi uji statistik4 serta masalah metodologis lainnya, di samping
memerlukan tambahan logistik berupa biaya, waktu, tenaga, fasilitas
lain. Para peneliti muda cenderung untuk memasukkan sebanyak
mungkin pertanyaan dalam satu penelitian; hal ini seyogianya
dihindarkan. Praktik untuk menambahkan satu atau lebih pertanyaan
penelitian setelah data terkumpul (misalnya karena ada data yang
menarik yang sebelumnya tidak terpikirkan), juga tidak selayaknya
dilakukan.

Sumber masalah penelitian


Masalah penelitian dapat dikembangkan dari pelbagai sumber,
termasuk:
1 Kepustakaan (buku ajar, karangan asli dalam jurnal, telaah
sistematik / meta-analisis, abstrak). Pertanyaan dalam artikel
ilmiah bahwa terdapat suatu hal belum disepakati oleh para ahli
merupakan petunjuk bahwa hal tersebut perlu diteliti. Tinjauan
pustaka yang baik sering diakhiri dengan saran tentang hal atau
aspek yang perlu diteliti lebih lanjut. Reaiew sistematik atau meta-
analisis merupakan sumber informasi yang amat berharga unfuk
memperoleh sumber masalah penelitian. Setiap calon peneliti harus
berupaya untuk mencari publikasi ilmiah terbaru, teristimewa
dengan menggunakan internet.

t *o
Su di g do S as tr o asmor o dkk. 41

Bahan diskusi dan materi konferensi, seminar, simposium,


lokakarya, dan sebagainya. Banyak hal yang muncul dalam
diskusi resmi, ataupun dalam pembicaraan informal dengan
pakar saat rehat kopi, dapat memunculkan masalah yang mungkin
bagus untuk dikembangkan menjadi masalah penelitian.
Masalah dalam pengalaman sehari-hari seringkali dapat
dikembangkan menjadi masalah penelitian. Kontroversi antara
yang tertulis dalam buku dengan fakta dalam praktik merupakan
sumber masalah yang tidak akan pernah habis. Dikatakan bahwa
cara terbaik untuk menjadi peneliti yang mandiri ialah mencari
masalah penelitian yang bersumber dari praktik sehari-hari.
Pendapat pakar yang masih bersifat spekulatif seringkali dapat
dicari landasan teorinya untuk dikembangkan menjadi masalah
penelitian.
Sumber non'ilmiah dapat pula merupakan sumber masalah
penelitian. Berita surat kabar, misalnya'penyakit aneh'di suatu
daerah yang merenggut banyak korban dapat dijadikan dasar
dan dikembangkan menjadi masalah penelitian.

2 ApA YANG SUDAH DIKETAHUI

Setiap masalah kedokteran atau kesehatan hampir pasti sudah ada


upaya pemecahan, baik dengan dasar bukti yang sahih melalui
penelitian (euidence-based) rr.aup:un langsung dilaksanakan oleh para
praktisi. Dengan studi literatur yang komprehensif dapat dijelaskan
hal-hat apa saja yang telah dilakukan orarrg, khususnya penelitian
yang bermaksud mengatasi masalah tersebut. Pemilihan literatur
yang relevan dan cukup mutakhir diperlukan agar batas-batas yang
sudah diketahui menjadi jelas.
Uraian tentang apa yarrg sudah diketahui ini harus ringkas,
namun lengkap dan kritis. Semua sumber pustaka yang dirujuk
harus telah ditelaah dengan kritis, sehingga dapat diidentifikasi
sumber mana yang sahih, mana yang kurang sahitr, dan mana yang
tidak sahih. Hal-hal yang memerlukan uraian lebih lanjut dapat
dikemukakan dalam Bab 2 usulan penelitian yakni Bab Tinjauan

{;

.i
42 Usulanpenelitian.

Pustaka. Kebiasaan lama unfuk membuat tinjauan dengan hanya


membaca sumber sekunder tanpa melakukan telaah kritis harus
ditinggalkan. Dengan demikian maka dapat diambil simpulanyang
mantap yang menggarisbawahi pentingnya penelitian dilakukan.

3 ApI YANG BELUM DIKETAHUI

Hal yang belum diketahui dalam pemecahan masalah merupakan


kesenjangan pengetahuan (knowledge gap) yang seyogianya ditutup
dengan penelitian. Kita tahu bahwa hasil penelitian yang berupaya
menjawab masalah dapat menimbulkan masalah baru yang harus
pula dijawab dengan penelitian. Identifikasi apa yang sudah diketahui
dalam juga sekaligus dapat mengidentifikasi yang belum diketahui.
Mungkin terdapat laporan penelitian yang sudah dipublikasi, namun
hasilnya kontroversial atau tidak konsisten; ini menandakan bahwa
penelitian sejenis layak dan harus dilakukan kembali, dengan catatan
kualitasnya harus lebih baik daripada yang sudah dipublikasi.
Di lain sisi mungkin sudah cukup banyak penelitian dianggap
dapat menjawab pertanyaan sejenis di negara maju, namun data
di negara berkembang atau di Indonesia belum ada, padahal cukup
alasan untuk menduga bahwa situasinya besar kemungkinan
berbeda. Keadaan yang sering ditemukan adalah kebiasaan untuk
mengekstrapolasi hasil penelitian ke dalam populasi yang berbeda.
Misalnya euidencerntuk pasien dewasa tersedia, namun unfuk anak
tidak tersedia sehingga para dokter anak menggunakan euidence
pada orang dewasa tersebut untuk populasi anak. Banyak hal dalam
praktik (di semua disiplin dalam kedokteran klinik) Iazim dilakukan
padahal belum ada eaidence yang kuat. Hal ini juga menjadi area
yang perlu untuk diverifikasi dengan penelitian.

4 Apn. YANG DIHARAP DARI PENELITIAN

Ketiga uraian di atas (masalah dan besarnya masalah, apa yar:g


sudah diketahui, dan apa yang belum diketahui) kemudian diakhiri
dengan pernyataan pentingnya penelitian dilakukaru bagaimana
penelitian akan dilakukan, serta hasil apa yang dapat diharapkan

.*
Sudigdo S astroasmoro dkk. 43

dari penelitian yang direncanakan. Apabila disusun dengan baik,


maka latar belakang masalah akan mengawali "benang merah"
yang kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, pertanyaan
penelitian, hipotesis, tujuan, serta manfaat penelitian (lihat bawah).
Jadi untuk mengidentifikasi masalah penelitian yang laik teliti
diperlukan penguasaan substansi. Karenanya, sebelum menulis
masalah penelitian, peneliti harus melakukan penelusuran pustak4
diskusi mendalam dengan senior atau sejawat lain, apabila diperlukan
korespondensi dengan pakar dalam dan luar negeri. Karena itu sering
dikatakan bahwa penelitian adalah pekerjaan otak dan sebagian
besar dilakukan di perpustakaan, bukan sekedar pekerjaan
teknis di lapangan atau laboratorium.

B Ionurmrrasl DAN RuluusnN Mnsnuln


Identifikasi masalah pada umumnya merupakan ringkasan uraian
dalam Latar Belakang yang dibuat secara padat, tajam, spesifik.
Dengan ringkasan ini maka masalah penelitian menjadi jelas dan
terlokalisasi, yangsekaligus menjadi dasar bagi Rumusan Masalah
atau Pertanyaan Penelitian. Rumusan masalah penelitian ini
mempunyai syarat sebagai beikut:
1 Rumusan masalah hendaknya disusun dalam kalimat tanya
(interogatif). Rumusan masalah dalam kalimat tanya ini sangat
dianjurkan, karena dapat lebih bersifat khas dan tajam; karena
itu rumusan masalah disebut pula sebagai pertanyaan penelitian
(research question).* Dengan rumusan dalam bentuk kalimat
tanya, masalah penelitian lebih terfokus, spesifik, dan tajam.
2 Substansi yang dimaksud hendaknya bersifat khas, tidak
bermakna ganda. Pertanyaan penelitian "Bagaimana pengaruh
pemberian obat A pada fungsi ventrikel kirl?" tidak bersifat khas,

r Catatan: Seperti banyak hal dalam metodologi, ada kontro,versi di sini. Suatu
-dana
institusi penyandang resmi melarang peggunaan. kalimat tanya untuk
rumusan perianyaan penelitian, sedangkan instutisi resmi lainnya menganggap
bahwa peneliti yang'tidak dapat mefumuskan masalah penelitiannya dalam
kalimat'tanya yang"khas berirti tidak menguasai masalah penelitian yang
direncanakair. Kami setuju dengan pendapat kedua ini.

IE

.,
44 Usulanpenelitian.

karena fungsi ventrikel kiri terdiri atas banyak parameter. Pertanyaan:


'Apakah penambahan obat A berhubungan dengan peningkatan
curah jantung?" Lebih khas, tidak dapat ditafsirkan lain.
3 Bila terdapat banyak pertanyaan penelitiary maka masing-masing
pertanyaan harus diformulasikan terpisah, agar tiap pertanyaan
dapat dijawab secara terpisah pula. Contoh penggabungan
pertanyaan berikut tidak dapat dijawab dengan satu uji hipotesis:
'Apakah pemberian kalium intravena akan menurunkan tekanan
darah, mempercepat laju nadi, serta tidak berpengaruh terhadap
kinerja global miokardium?" Pertanyaan kompleks tersebut
harus diuraikan menjadi 3, sehingga tiap pertanyaan dapat
dijawab dengan uji hipotesis yang sesuai secara terpisah.
Masalah yang seringkali timbul adalah apabila pertanyaan
penelitian sangatbanyak, sehingga bila dipertanyakan satu per satu
menjadi amat berlebihan. Misalnya ingin diketahui hubungan
antara penerimaan KB dengan beberapa karakteristik demografi
dan sosial-ekonomi suami-isteri. Tentu akan berlebihan bila dibuat
pertanyaan terpisah tentang hubungan antara penerimaan KB
dengan usia isteri, usia suami, suku, agam4 tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, usia saat menikah, dan sebagainya. Dalam hal ini maka
penggabungan menjadi karakteristik demografi dan sosial-ekonomi
keluarga yang dapat dibenarkan, asal dalam definisi operasional
dijelaskan semua yang dimaksud.
Biasanya rumusan masalah diawali dengan pengantar seperti:
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas,
dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
atau
Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberi dasar
bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut: .

atau
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

t
Sudigdo S astroasmor o dkk. 45

Contoh
Apakah bayi yang lahir dari ibu yang suaminya perokok
mempunyai berat lahir lebih rendah dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang suaminya bukan perokok?

Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu


dengan keberhasilan program KB di suatu daerah urban?

C Hrpornsrs
Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah berikut adalah
merumuskan hipotesis penelitian. Hipotesis adalah pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian r lang
harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi hipotesis tidak
dinilaibenar atau salatr, melainkan diuji dengan data empiris apakah
sahih (aalid) atau tidak.
Tidak semua jenis penelitian memerlukan hipotesis. Survei
ataupun studi eksploratif yang tidak mencari hubungan antar-
variabel, jadi hanya bersifat deskriptif, tidak memerlukan hipotesis,
misalnya penelitian tentang prevalens hipertensi pada pasien
obesitas, atau rerata kadar natrium murid sekolah. Perlu atau
tidaknya hipotesis dapat dilihat dari pertanyaan penelitian; apabila
dalam pertanyaan penelitian terdapat kata-kata: lebih besar,lebih
kecil, berhubungan dengan, dibandingkan, menyebabkan,
terdapat korelasi, dan sejenisnya, maka berarti diperlukan (satu
atau lebih) hipotesis. Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan
hipotesis adalah hipotesis peneli tian ( r e s e ar ch hyp o thes is), yang harus
dibedakan dengan hipotesis dalam uji kemaknaan yaitu hipotesis
nol dan hipotesis alternatif. Lihat Bab 15.

Syarat hipotesis yang baik


Formulasi hipotesis yang baik harus memenuhi persyaratan
berikut:
1 Dinyatakan dalam kalimat dekralatif yang jelas dan sederhana,
tidak bermakna ganda.

i
46 Usulanpenelitian.

Mempunyai landasan teori yang kuat. Hipotesis tidak serta-


merta datang dengan sendirinya, namun harus dibangun atas
dasar teori, pengalaman, serta sumber ilmiah lain yang sahih.
Menyatakan hubungan antara satu variabel tergantung dengan
satu atau lebih variabel bebas. Kadang hipotesis menyatakan
hubungan antara beberapa variabel bebas dengan satu variabel
tergantung, misalnya pada studi faktor-faktor risiko dengan
analisis multivariat. Namun dalam satu hipotesis hanya boleh
terdapat satu variabel tergantung. Hipotesis yang menyebutkan
lebih dari satu variabel tergantung (disebut sebagai hipotesis
yang kompleks) harus dipecah menjadi dua atau lebih hipotesis
sederhana.

Contoh hipotesis yang kompleks:


Tingkat pendidikan ibu berperan dalam tumbuh-kembang
anak

Meski kalimatnya pendek dan mudah dimengerti, namun hipotesis


tersebut tidak dapat diuji dengan satu uji hipotesis, dan harus dipecah
menjadi:
Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan pertumbuhan
anak
dan
Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan perkembang-
an anak

Sebaliknya hipotesis yang dinyatakan dalam kalimat panjang


dapat disebut sebagai sederhana apabila memenuhi ketiga syarat
di atas.
Contoh:
Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 32 minggu yang
mendapat oksigen lebih dari 60% dalam minggu pertama
hidupnya mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
menderita displasia bronkopulmoner dibandingkan dengan
bayi yang tidak memperoleh oksigen 60%.

,
Sudigdo S astroasmoro dkk. 47

Hipotesis memungkinkan diuji secara empiris. Hal ini mutlak


dalam semua studi empiris; suatu hipotesis, meski mempunyai
dasar yang kuat, tidak dapat disebut memenuhi syaratbila tidak
dapat diuji secara empiris.
Contoh
Anak yang sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan
orang dewasa akan mengalami hambatan mental yang berat.
(Pengujian empiris mustahil dilakukan, karena praktis tidak
akan ada anak yang tidak pernah berkomunikasi dengan
orang dewasa).
Rumusan hipotesis harus bersifat khas dan menggambarkan
variabel-variabel yang diukur. Di sisi lain rumusannya juga harus
cukup longgar sehingga membuka peluang untuk dilakukan
generalisasi. Rumusan yang bersifat terlalu umum atau yang
bermakna gand4 harus dihindarkan.
Contoh
Pemberian obat X dapat memperbaiki gangguan fungsi
pencernaan. (Fungsi apa? Apakah fungsi digesti, absorbsi,
atau fungsi ekskresi?)

Kesulitan mungkin timbul karena dalam latar belakang masalah


belum diuraikan secara rinci hal-hal yang dikemukakan dalam
hipotesis. (Oleh karenanya sebagian ahli berpendapat bahwa
rumusan hipotesis sebaiknya tidak ditulis dalam Pendahuluan,
melainkan dituliskan setelah Tinjauan Pustaka). Untuk mengatasi
hal ini, maka variabel-variabel yang diperlukan untuk perumusan
hipotesis harus dijelaskan dengan rinci di dalam latar belakang
masalah, seperti pada usulan penelitian untuk penyandang dana
yang tidak memerlukan tinjauan pustaka secara terpisah. Untuk
keperluan skripsi, tesis, atau disertasi, hal-hal tersebut kemudian
diuraikan lebih rinci dalam tinjauan pustaka.
Hal yang sebaliknya terjadi, hipotesis penelitian yang terlalu rinci
akan menjadi sulit untuk digeneralisasikan ke populasi oleh
karena tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam
praktik sehari-hari.

.r
48 Usulanpenelitian.

Contoh
Pada pasien gagal iantung, pemberian infus inotropik Z
dimulai dari 2,5 mikrogram/kg/menit akan meningkatkan
maximal peak flou aelocity pada jalan keluar ventrikel kiri
dari 1,5 m/detik menjadi 2,0 m/detik.
(karena maximal peak flozo uelocity merupakan salah satu
parameter curah jantung, maka cukup disebut meningkatkan
curah jantung saja. Dalam definisi operasional baru dijelaskan
parameter apayang digunakan untuk menyatakan curah jantung.
Demikian pula dosis serta teknik pemberian obat dapat diuraikan
pada cara penelitiary tidak pada hipotesis). Dengan demikian
hipotesis tersebut dapat'dilonggarkan' menjadi:
Pada pasien dengan gagal jantung, pemberian obat infus
inotropik Z berhubungan dengan peningkatan curah
jantung.

Dikemukakan a priori. Hipotesis harus dikemukakan sebelum


penelitian dimulai, sebelum data terkumpul. Hipotesis yang
dirumuskan setelah peneliti melihat data, yang disebut sebagai
hipotesis a posteriori atau posthoc hypothesis, pada dasarnya
merupakan hipotesis multipel yang mempunyai konsekuensi
dalam uji hipotesis (Kemungkinan bahwa kemaknaan yang
diperoleh disebabkan semata-mata karena faktor peluang, atau
kesalahan tipe I akan menjadi makin besar dengan bertambah
banyaknya hipotesis). Sebagian ahli menyebut prosedur ini
sebagaifishing expedition, atau data dredging, danbahkan dapat
dituduh 'curang' , bagaikan menebak lotere setelah nomornya
diundi. Banyak contoh hasil penelitian sebagai akibat hipotesis
yang disusun setelah melihat data ternyata tidak valid dan tidak
tervalidasi saat dilakukan penelitian dengan hipotesis a priori.
Akhirnya perlu dikemukakan bahwa studi dengan banyak
pertanyaan penelitian dapat memerlukan banyak hipotesis, yang
mempersulit desain. Bila memang diperlukan banyak hipotesis,
lebih baik ditentukan hipotesis utama (hipotesis mayor), dan
hipotesis lainnya sebagaihipotesis minor. Dalam rencana Penelitian,
perhatian utama peneliti harus terarah pada hipotesis utama.

.f
Sudigdo S astroasmoro dl<k. 49

D TtryreN PENELTTTAN

Satu materi penelitian yang sama mungkin dapat digunakan untuk


menjawab pelbagai pertanyaan penelitian yang berbeda; karenanya
dalam usulan perlu disebutkan fujuan penelitian tersebut secara
jelas dan eksplisit. Biasanya uraian tentang tujuan penelitian ini
mencakup tujuan umum serta tujuan khusus.
Didalam tujuan umum (ultimate objectiael dinyatakan tujuan
akhir penelitian. Tujuan umum biasanya mengacu pada aspek yang
lebih luas atau tujuan jangka panjang penelitian, tidak terbatas pada
hal-hal yang langsung diteliti atau diukur. Dalam tujuan khusus
(specific objectioes) disebutkan secara jelas dan tajam hal-hal yang
akan langsung diukur, dinilai, atau diperoleh dari penelitian. Ttlt*
umum dan khusus yang hanya terdiri atas satu atau dua butir saja
mungkincukup dihrlis secaranaratif dalam satu kalimat. Tetapi apabila
terdapat banyak butir dan sub-butir maka fujuan umum dan khusus
perlu dipisahkan, agar lebih jelas dan mudah dimengerti pembaca.
Contoh
Dari penelitian ini dapat diketahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pemberian ASI pada masyarakat urban/ yang
dapat dipakai sebagai masukan untuk upaya penggalakan
pemakaian ASI.

(Pada contoh tersebut secara implisit tujuan khusus ditulis lebih


dahulu, kemudian diikuti tujuan umum yaitu menunjang program
penggalakan pemakaian ASI).
Pada contoh berikut tujuan umum dan khusus ditulis terpisah:
Tujuan umum: Menurunkan angka kematian pasien demam
berdarah dengue.

Tujuan khusus:
L. Memperoleh data faktor risiko untuk timbulnya renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.
2. Mengetahui manfaat cairan X untuk mencegah renjatan
berulang pada pasien demam berdarah dengue.

.,
50 Usulanpenelitian.

E MeNrear PENELnAN
Pada bagian ini perlu diuraikan manfaat apa yang diharapkan dari
penelitian yang akan dilakukan. Biasanya disebutkan manfaat dalam
bidang akademik atau ilmiaku bidang pelayanan masyarakat, serta
pengembangan penelitian itu sendiri. Perlu diingat bahwa meskipun
tujuan akhir penelitian dalam bidang kedokteran adalah untuk
peningkatan kualitas tata laksana pasiery namun penelitian dapat
bersifat quick yieliling atau non-quick yielding. Pada penelitian yang
quick-yielding hasll penelitian dapat segera diterapkan dalam
praktik atau kebijakan seperti kebanyakan penelitian klinis; pada
penelitian non-quick yielding hasilnya tidak segera diterapkan,
seperti kebanyakan penelitian ilmu-ilmu kedokteran dasar.

II TIrynuAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka ini harus diuraikan dengan mendalam
pelbagai aspek teoritis yang mendasari penelitian. Hal yang telah
ditulis dalam Latar Belakang Masalah perlu dirinci, dan hubungan
antar-variabel dibahas. Berikut adalah beberapa catatan penting yang
perlu diingat dalam penulisan tinjauan pustaka.
Meskipun tampaknya tinjauan pustaka 'i:.anya' merupakan
ramuan pendapat orang, namun nyatanya tidak mudah untuk
membuat tinjauan pustaka yang baik. Tidak jarang tinjauan pustaka
hanya merupakan mosaik pemyataan atauhasil penelitian terdahulu,
tanpa lebih dahulu dicema, tanpa irtterpretasi yang memadai. Apabila
mosaik tersebut dibuat tanpa kalimat pengantar yang baik, maka
akibatnya akan makin buruk, sehingga maksud untuk menyajikan
informasi yang komprehensif dan akurat yang memperjelas seluruh
aspek penelitian yang direncanakan tidak tercapai.
Kesulitan tidak jarang terjadi bila terdapat hal yang kontroversial
tentang suatu hal. Kajian yang cermat dalam merangkum hal
tersebut biasanya dapat memberikan kejelasan bahwa memang
terdapat kontroversi, namun tidak dapat mencapai simpulan akhir.
Untuk dapat mencapai hal yang terakhir ini terdapat suatu teknik

!)
Sudi gdo S astro asmor o dkk, 51

statistika yang akhir-akhir ini makin berkembang, yaitu meta-


analisis. Dengan teknik tersebut dapat dibuat simpulan yang sahih
tentang pelbagai hasil penelitian, khususnya uji klinis yang hasilnya
kontroversial atau tidak konklusif (biasanya karena jumlah subyek
yang tidak memadai).
Dalam Tinjauan Pustaka tidak perlu seluruh aspek penyakit
yang diteliti dibahas dengan proporsi yang seimbang, bak membuat
suatu buku ajar, seperti yang sering dilakukan oleh pemula. Yang
diperlukan adalah tinjauan komprehensif terhadap aspek yang
diteliti, dengan penekanan utama pada hubungan antar variabelyang
diteliti dan variabel lain yang mungkin berperan. Beberapa pengertian
dasar yang esensial tentu perlu dikemukakan, namun uraian panjang
lebar dengan sistematika seperti menulis buku ajar tidak diperlukan.
Sumber pustaka seyogyanya cukup 'bat:u', mungkin 3-5 tahun
terakhir, agar informasi yang disampaikan tidak kedaluwarsa. Buku
ajar memberikan informasi yang terlambat beberapa tahun; artikel
(baik artikel asli atau tinjauan pustaka) di dalam jurnal kedokteran
merupakan sumber informasi yang cukup baru. Sumber informasi
terkini dapat diperoleh darion-line databnses melalui intemet. Karena
itu sering ditekankan agar peneliti dalam era cyber-medicine ini bebas
'buta huruf komputer' (computer illiteracy) sehingga ia dapat mengikuti
informasi terbaru tentang materi yang akan diteliti. Makalah atau
ceramah dalam pertemuan ilmiah juga sering memberikan informasi
terkini tentang aspek yang relevan dengan penelitian.
Teknik penulisan akademik harus diperhatikan benar. Kalimat
yang terlalu panjang, kalimat tanpa subyek, atau ejaan yang tidak
benar atau tidak taat-asas harus dihindarkary sementara alur pikiran
yang logis harus tetap dijaga. Penulisan paragraf yang tidak tepat
akan dapat mengurangi kejelasan informasi yang disampaikan.
Penulisan rujukan harus amat diperhatikary karena hal tersebut
merupakan salah satu kriteria tinjauan pustaka yang baik. Teman
yang diminta tolong untuk membaca ulang tinjauan pustaka
seringkali dapat memberi masukan yang berharga, karena sesuatu
yang menurut penulis sudah jelas, mungkin masih sulit dipahami
oleh orang lain (jangan lupa bahwa kita menulis untuk dibaca serta
dimengerti oleh orang lain).
I

.r
)
52 Usulanpenelitinn.

Perlu dikemukakan bahwa pembuatan Tinjauan Pustaka secara


terpisah biasanya diperlukan pada usulan penelitian untuk keperluan
pendidikan (pembuatan skripsi untuk mahasiswa 51, tesis untuk
mahasiswa 52, atau disertasi untuk mahasiswa S3). Untuk usulan
permintaan dana dari penyandang dana, Tinjauan Pustaka yang
terpisah tidak diperlukan. Dalam hal ini, maka semua informasi yang
diperlukan harus telah dikemukakan di dalam Latar Belakang.
Karenanya rangkuman pustaka dalam usulan penelitian untuk
tujuan non-pendidikan biasanya lebih ringkas dan terfokus pada
aspek yang berkaitan langsung dengan materi penelitian.

KnnaNcKA KoNSEPTUAL
Dalam pustaka metodologi penelitian, istilah kerangka teori dan
kerangka konseptual cukup kontroverial. Meski concept, construct,
dan theory memiliki makna yang berbeda, namun sebagian ahli
menganggap istilah kerangka teori sama saja dengan kerangka
konsep, jadi merupakan sinonim. Di lain sisi sebagian ahli lainnya
membedakan keduanya. Menurut paham kedua, setelah pelbagai
aspek disajikan secara rinci namun terfokus dalam Tinjauan
Pustaka (menggambarkan kerangka teori), selanjutnya dibuat
rangkuman sebagai dasar untuk membuat Kerangka Konseptual.
Lazimnya kerangka konseptual ini dibuat dalambentuk diagram
yang menunjukkan jenis serta hubungan antar-variabel yang diteliti
dan variabel lainnya yang terkait. Karena tidak semua variabel akan
diukur dalam penelitian yang direcanakary pada diagram perlu
digambarkan pula batas-batas lingkup penelitian. Diagram kerangka
konseptual harus menunjukkan keterkaitan antar-variabel. Kerangka
konseptual yang disusun dengan baik dapat memberikan informasi
yang jelas dan akan mempermudah pemilihan desain penelitian.
Salah satu kekeliruan yang sering dilakukan adalah, alih-alih
membuat kerangka konseptual, peneliti menyusun alur atau
kerangka desain penelitian (misalnya diagram yang menunjukkan
populasi terjangkau, sampel, kemudian subyek dirandomisasi,
dilakukan intervensi, jenis-jenis variabel yang diukur, dan lain

t
Sudi gdo S astr oasmo ro dkk. 53
(
I

sebagainya). Hal ini bukan merupakan kerangka konseptual, dan


tidak sesuai dengan tujuan pembuatan kerangka konsep penelitian,
karenanya harus dihindarkan. Alur penelitian mungkin memang
perlu dibuat untuk memperjelas cara rekrutmen dan perlakuan
terhadap subyek, namun ia merupakan bagian dari Metodologi
Penelitian, bukan merupakan kerangka konseptual.

III Mnropolocr
Setelah pertanyaan penelitian, tujuan, dan hipotesis dirumuskan,
teori yang relevan diuraikan, dan kerangka konsep diformulasikan,
maka peneliti melangkah pada rancangan pelaksanaan penelitian
dengan menguraikan metodologi penelitian. Bab ini harus dibuat
dengan sangat rinci, yang bermanfaat untuk menuntun peneliti
dalam pelaksanaan, analisis, interpretasi hasil penelitian. Bab
Metodologi ini mencakup:
o desain
r tempat dan waktu penelitian
r populasi targef populasi terjangkau, dan sampel
. cara pemilihan sampel (sampling method)
o estimasi besar sampel
o kriteria pemilihan (inklusi dan ekslusi)
. prosedur kerja (pengukurary intervensi, randomisasi atau
penyamaran pada uji klinis, kriteria penghentian
penelitiary dan seterusnya)
o identifikasi variabel (variabel independen, dependen,
perancu dll dengan skala variabel masing-masing)
o definisi operasiona
. rencana manajemen dan analisis data, termasuk program
komputer yang akan dipergunakan
Berikut diuraikan dengan ringkas hal-hal yang harus disertakan
dalam bab Metodologi tersebut.

il

.r
(
54 ) Usulanpenelitian.

A DEs.q.rN PENELmAN
Desain penelitian pada esensinya merupakan wadah untuk
menjawab pertanyaan penelitian atau untuk menguji kesahihan
hipotesis. Seperti diketahui, klasifikasi desain penelitian amat
bervariasi, sehingga seringkali membingungkan. Dalam buku ini
desain penelitian klinis diklasifikasi berdasarkan pada ada atau tidak
adanya intervensi, menjadi penelitian observasional (termasuk studi
cross-sectional, stttdikohort dan studi kasus-kontrol), dan penelitian
eksperimental (termasuk uji klinis). Pembahasan yang rinci tentang
jenis-jenis desain penelitian diuraikan dalam Bab 6.
Dalam usulan penelitian perlu dituliskan secara eksplisit dengan
satu kalimat, desain dipergunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Contoh
Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol untuk menilai
peran pajanan hormon wanita pada wanita hamil muda
terhadap terjadinya kelainan kongenital ekstremitas pada
bayiyang dilahirkan.

Desain uji klinis acak tersamar ganda digunakan dalam studi


ini untqkmengetahui manfaatpenambahan obatX pada terapi
standar Y dalam pengobatan sindrom Alice in Wondeiland,

Dalam satu penelitian dapat diperlukan dua atau lebih desain;


misalnya bagian pertama dilakukan studi untuk menentukan
prevalens penyakit, kemudian terhadap subyek yang menderita
penyakit dilakukanpenelitian intervensi. Untuk ini harus dinyatakan
desain apa yang digunakan untuk bagian penelitian yang mana.

Contoh
Penelitian ini dapat dibagi menjadi 2bagian. Bagian yang
pertama merupakan stu di cr o ss- se ctional antak menentukan
prevalens miokarditis pada pasien demam tifoid. Bagian
kedua merupakan uji klinis acak tersamar ganda untuk
mengetahui manfaat obat X dalam tata laksana miokarditis
pada pasien demam tifoid.

.*
S udig do S as tr o as mor o dlck. 55

Penelitian ini merupakan studi cross-sectional untuk


mengetahui prevalens hipertensi di masyarakat perkotaan,
dilanjutkan dengan studi intervensi untuk menilai peran
konsumsi nutrisi tertentu terhadap prevalens hipertensi.

B Tsrupnr DAN wAKTU PENELTTTAN

Disebutkan rencana tempat dan waktu dilakukannya penelitian.

C Popurnsr PENELTTTAN

Yang dimaksudkan dengan populasi dalam penelitian adalah


sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu. Populasi dapat
dibagi menjadi 2 yakni:
7. Populasi target (target population) ditandai oleh karakteristik
klinis dan demografis, misalnya pasien karsinoma paru berumur
di bawah 40 tahun, atau remaja pengguna narkoba, perempuan
pascamenopause dengan osteoporosis.
2. Populasi terjangkau (accessible population, source populasion)
yakni bagian dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan
waktu, misalnya pasien karsinoma paru berusia dibawah 40
tahun yang berobat ke RSCM selama tahun 1996-2000. Peneliti
tentu akan berharap agar hasil studinya dapat diterapkan pada
pasien lain yang mempunyai ciri-ciri klinis dan demografis yang
sama atau hampir sama dengan pasien yang berobat di RSCM.
Dalam praktik pembuatan usulan penelitian, populasi yang
dimaksud biasanya ialah populasi terjangkau, kecuali apabila
disebutkan lain.
Contoh
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien koksitis
tuberkulosa yang dirawat di Bagian Ortopedi RS Reformasi
tahun 1998-2000.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua perempuan
usia subur di Kelurahan Kebun Bunga selama tahun 2000.

.r if"
56 Usulanpenelitian.

D Saupnr DAN cARA PEMILIHAN sAMPEL

Sampel adalahsubsef (bagian) populasi yang diteliti. Cara pemilihan


sampel bermacam-macam, misalnya pemilihan secara random atau
acak, sistematik, berurutan (consecutioe sampling), cluster, conaenience,
dan seterusnya (lihat uraian dalam Bab 5). Dalam usulan penelitian
cara pemilihan subyek harus ditegaskan secara eksplisit dan rinci.

E Esnuasr BESAR sAMPEL


Usulan penelitian yang baik harus memuat perkiraan besar sampel
(bukan jumlah sampel) yang diperlukan. Estimasi besar sampel
selalu diperlukary dengan maksud:
. agar simpulan penelitian yang diperoleh mempunyai tingkat
kepercayaan yang dikehendaki
o bila digunakan uji hipotesis, agar kemaknaan statistik juga
berarti kemaknaan klinis. Uraian lengkap tentang perkiraan
besar sampel ini dibicarakan dalam Bab 17.
Rumus besar sampel sebaiknya disertakan, narnun bila rumus yang
sama dipakai untuk menetapkan dua atau lebih besar sampef tidak
perlu diulang. Penghitungan matematika sebaiknya disertakan. Bila
besar sampel diperkiraan dengan menggunakan tabel tertenfu, harus
disertakan rujukan yang sesuai.

F KnTTErun INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada
populasi target dan pada populasi terjangkau. Peneliti harus berhati-
hati agar kriteria tersebut relevan dengan masalah penelitian. Sering
terdapat kendala untuk memperoleh kriteria yang sesuai dengan
masalah yang diteliti, biasanya menyangkut logistik (ketersediaan
subyek, peralatan, keahlian, biaya). Dalam hal ini maka pertimbangan
ilmiah mungkin sampai tingkat tertentu harus 'dikorbankan' oleh

J)
Suiligdo Sastroasmoro dl&,. 57

karena alasan praktis. Misalnya pada penelitian tentang tukak


lambung yang diagnosis pastinya harus dengan endoskopi namun
tidak tersedia alat tersebut, maka diagnosis ditegakkan dengan
manifestasi klinis dan radiologis. Sepanjang hal tersebut dipahami
dan disebutkan dalam usulan penelitian, tawar-menawar antara yang
ideal dan yang mampu laksana dapat dibenarkary tentunya dengan
konsekuensi berkurangnya (sedikit atau banyak) validitas penelitian
yang harus dibahas pada saat melakukan analisis dan melaporkan
hasil penelitian.

Kriteria eksklusi
Sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan
dari studi oleh karena pelbagai sebab. Keadaan yang biasanya
menjadi kriteria eksklusi pada studi klinis antara lain:
1 Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat mengganggu
pengukuran atau interpretasi. Misalnya, dalam studi kasus-
kontrol yang mencari hubungan antara faktor risiko tertentu
dengan kejadian penyakit jantung bawaan, pasien dengan
kelainan kromosom tertentu yang mempunyai prevalens
penyakit jantung bawaan tinggi tidak boleh disertakan dalam
kelompok kasus
2 Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan,
seperti pasien yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap,
hingga dapat dipastikan akan sulit ditindaklanjuti
3 Hambatan etis
4 Subyek menolak berpartisipasi
Kesalahan elementer yang cukup sering dilakukan adalah
menyebutkan dalam kriteria eksklusi hal-hal yang memang tidak
termasuk dalam kriteria inklusi.
Contoh:
Kriteria inklusi: (1) pasien pertusis berusia < L bulan; (2) dst.
Kriteria eksklusi: (1) pasien pertusis berusia 21 bulan; (2) dst.
Nyata sekali, betapa alur pikir penulisnya tidak cerdas!

J|
58 Usulanpenelitinn.

G PnnsnrulueN SETELAH PENIELASAN


(PSR INFIRMED coNsENr)
Semua penelitian dengan subyek manusia baru dapat dilaksanakan
apabila telah diperoleh persetuiuan setelah penjelasan (PSP) atau
iiformed consent dari calon subyek penelitian atau keluarga. Banyak
peneliti yang enggan untuk minta izin tersebut, padahal apabila
dilakukan dengan baik, umumnya tidak banyak masalah. Formulir
persetujuan penelitian harus disertakan pada Lampiran suatu
usulan penelitian.

H Cena KERIA
a Alokasi subyek
Dalam setiap penelitian yang membandingkan variabel harus
disebutkan dengan jelas subyek mana yang menjadi kelompok
yang diteliti, mana yang menjadi kelompok kontrol. Pada penelitian
observasional peneliti tidak mengalokasikan subyek yang terpajan
dan tidak terpajary melainkan hanya mengobservasi pajanan yang
terjadi secara alamiah. Pada studi intervensional peneliti mengalokasi
subyek yang akan mendapat perlakuan dan yang tidak. Cara alokasi
ini harus disebutkan dengan eksplisit. Uraian cara alokasi subyek
(randomisasi) dapat dilihat pada Bab 10.

b Pengukuran dan intervensi


Dalam bagian ini diuraikan secara rinci dengan bahasa teknis semua
metode pengukuran yang digunakan. Teknik pengukuran yang
sudah lazim (misalnya pengukuran kadar hemoglobiry klirens
kreatinin) tidak perlu dirinci, cukup disebut teknik yang digunakan.
Cara pengukuran yang baru atau relatif baru misalnya pengukuran
waktu pengisian diastolik dengan cara Doppler perlu diuraikan
atau diberikan rujukannya. Bila uraian dianggap cukup penting
namun terlalu panjang bila dituliskan dalam badan usulan, dapat
disertakan dalam Lampiran Setiap alat yang dipergunakan harus

.r
Sudigdo Sastroasmoro ilkk. 59

disebutkan dengan jelas, termasuk nama, tipe, dan perusahaan


pembuatnya, demikian pula pelbagai reagens atau kit untuk
pemeriksaan laboratorium. Obat-obat yang digunakan, baik yang
diteliti atau tidak, perlu disebut nama generik, nama dagang serta
pembuatnya.
Hal-hal teknis yang memakan banyak tempat, seperti formulir,
rumus, kuesioner, tabel nomogram, dan lain-lain dapat ditulis pada
Lampiran.

c Kriteria penghentian penelitian


Dalam uji klinis perlu diperhitungkan masak-masak apakah akan
dilakukan analisis interim, yakni analisis yang dilakukan sebelum
semua subyek yang direncanakan masuk dalam penelitian. Hal ini
kadang diperlukan oleh pelbagai sebab, seperti kendala biaya,
waktu, ataupun jumlah subyek, namun yang paling penting ialah
untuk menghindarkan kemungkinan terdapatnya perbedaan yang
amat mencolok antara 2 kelompok yang dibandingkan. Misalnya
besar sampel diperkirakan atas dasar perbedaan kesembuhan
sebesar 20%; blla ternyata ditemukan perbedaan kesembuhan
sebesar 60% tentunya dengan jumlah subyek yang lebih sedikit
telah dapat dideteksi perbedaan yang secara statistika bermakna.
Bila kemungkinan ini telah diantisipasi, maka kriteria penghentian
penelitian atas dasar analisis interim tersebut harus dikemukakan
dalam usulan penelitian. Untuk uraian lebih rinci tentang hal ini
lihatlah pada uraian Uji Klinis (Bab 10).

I IpEvnFIKASI VARIABEL
Semua variabel yang diteliti harus diidentifikasi, variabel apa saja
yang termasuk variabel bebas, variabel terganfung, dan perancu
(confounding). Diagram dalam kerangka konseptual sapat sangat
membantu dalam identifikasi variabel ini. Skala variabel (lihat Bab
4)lrya perlu disebutkaru mengingat perbedaan skala variabel akan
menyebabkan perbedaan uji hipotesis yang digunakan. Perlu
diingatkan bahwa bergantung pada konteksnya dalam penelitian,

.i
60 Usulanpenelitian.

suatu jenis variabel dapat berupa aariabel bebas, tergantung, atau


perancu. Misabrya tekanan darah berfungsi sebagai aariabel bebas
untuk penyebab kematian pada golongan manula, sebagai variabel
tergantung untuk pengaruh derajat konsumsi gararr., sebagai uariabel
perancu dalam studi tentang kematian akibat diabetes. Identifikasi
variabel adalah hal yang amat penting dan menyangkut seluruh bagian
penelitiary terutama dalam manajemen serta analisis data penelitian.

I DErnrsI oPERASIoNAL

Semua konsep yang ada dalam penelitian harus dibuat batasan


dalam istilah yang operasional. Maksudnya adalah agar tidak ada
makna ganda dari istilah yang digunakan dalam penelitian tersebut,
karena pelbagai pengertian dalam ilmu kedokteran sangat bervariasi.
Sebagai contoh konsep dan pengertian gagal g*jul akut dan kronik,
derajat pelbagai jenis penyakif bayi berat lahir rendah, kejang demam,
anemia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, status gizi,
hipertensi, kebiasaan minum kopi, dan sebagainya mungkin tidak
sama untuk orang yang berbeda. Oleh karena itu maka semua
konsep dan variabel yang digunakan harus didefinisikan dengan
jelas sehingga kemungkinan untuk terjadinya kerancuan dalam
pengukuran variabel, analisis data, interpretasi hasil serta simpulan
dapat dihindarkan.
Dalam banyak hal definisi operasional ini mengacu pada pustaka
yang ada, akan tetapi tidak diharamkan untuk membuat definisi
sendiri asalkan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, untuk
derajat penyakit demam berdarah dengue kita dapat mengacu
pada klasifikasi WHO, namun untuk klasifikasi tingkat sosial
ekonomi, karena dampak krisis moneter yang berkepanjangan,
peneliti dapat membuat klasifikasi sendiri ataupun membuat
modifikasi dari klasifikasi yang ada, tentu atas dasar yang masuk
akal dan dapat dipertanggungjawabkan. Perlu ditegaskan bahwa
definisi yang telah ditetapkan harus digunakan secara taat asas
dalam keseluruhan usulan penelitian (juga dalam laporan hasil
penelitian kelak).

t
Sutligdo Sastroasmoro dkk. 61

K REr{cnNn pENGoLAHAN DAN ANALrsrs DATA


Pada bagian ini disebutkan secara ringkas bagaimana data yang
terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan. Sebutkan jenis
analisis statistika yang akan dipergunakan. Bila terdapat beberapa
set variabel yang akan dianalisis, dirinci cara analisis yang akan
dipakai untuk tiap set variabel. Demikian pula bila terdapat lebih
dari satu desain. Ditentukan pula batas kemaknaan yang dipakai,
apakah interval kepercayaan (confidence interaal) akan disertakary
dan tingkat kemaknaan statistika yang dipilih.
Rumus uji hipotesis yang telah lazim digunakary seperti x2 atau
uji-t tidak perlu disertakaru namun untuk rumus-rumus yang lebih
kompleks dianjurkan untuk ditulis lampiran" atau dicantumkan
rujukannya. Program komputer yang direncanakan qntuk analisis
perlu disebut namun perlu diperhatikan relevansi program dengan
data yang ada. Jangan sampai hanya suatu studi deskriptif dengan
beberapa puluh subyek dicantumkan program canggih versi
mutakhir untuk keperluan pengolahan data.

IV Dnrrnn PUsTAKA DAN LeuprnaN


Daftar pustaka harus disertakan dengan sistem yang dipilitr, dan
dilakukan secara taat asas; pada umumnya sistem yang digunakan
sekarang adalah sistem Vancouver (Lihat Bab 20). Penulisan daftar
pustaka harus cermat, temasuk memperhatikan spasi dan tanda
baca (kom4 titik-kom4 titik), huruf biasa atau kapital, huruf miring
(italic) dan seterusnya. Perhatikan kesesuaian antara kutipan dalam
nas dan dalam daftar pustaka. Dalam usulan penelitian, daftar
pustaka yang harus dicantumkan tidak hanya yang bersangkutan
dengan substansi yang diteliti, tetapi juga mencakup pustaka yang
berkaitan dengan metodologi dan teknik statistika yang digunakan.
Dalam Lampiran disertakan semua hal yang relevan namun
tidak ditulis dalam badan usulan. Aspek logistik dan administrasi
juga dapat disertakan. Hal-hal berikut sering disertakan dalam
lampiran:

.r
62 Usutanpmelitian.

o Organisasi atau susunan peneliti, bila merupakan tim


o Riwayat hidup peneliti, termasuk publikasi ilmiahnya
o Rencana anggaran penelitian dengan sumber dananya
o Jadwal pentahapan penelitian
e Naskah penjelasan kepada subyek peneitian
o Formulir persetujuan dari subyek penelitian
o Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian
o Rumus-rumusstatistika
o Formulir / kuesioner
o Dummy table dan lain-lain hal yang relevan

PENurup
Pembuatan usulan penelitian sebenarnya merupakan proses
aktivitas intelektual yang mencakup kemampuan menciptakan ide,
kreativitas dan inovasi, kemampuan metodologi, penguasaan
substansi, pemahaman dan aplikasi statistika, kemampuan bahasa,
serta konsistensi berpikir logis. Oleh karenat.:rya, menulis usulan
penelitian bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, dan
membutuhkan latihan terus-menerus, baik dengan membaca
usulan penelitian orang lain, melakukan telaah kritis pustaka, dan
yang paling penting, berlatih membuat usulan sendiri.
Bagian-bagian usulan yang telah diuraikan tidak berdiri terpisakr,
melainkan menyatu dalam urutan yang logis. Peneliti mulai dengan
(1) pembenaran mengapa penelitian perlu dilakukan, kemudian
(2) mengidentifikasi masalah penelitian yang memenuhi syarat,
(3) merumuskan pertanyaan penelitian, (4) menyatakan tujuan
penelitian dalam arti luas dan dalam arti khas, (5) membangun
hipotesis sebagai dasar pembentukan wadah guna menjawab
pertanyaan penelitian, (6) mengemukakan uraian teori secara
komprehensif dan mendalam atas tiap aspek yang relevan dengan
materi, (7) menyusun kerangka konseptual, dan (B) merancang
desain penelitian yang sesuai, lengkap dengan segala komponen
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

.*
Sudigdo Sastroasmoro dlek. 63

Rangkaian bagian-bagian usulan penelitian harus berjalan


mulus, logis, terangkai dengan'benang merah' yang jelas. Dalam
tiap langkah tersebut tidak jarang peneliti dihadapkan pada posisi
melakukan tawar-menawar antara keinginan untuk memperoleh
sesuatu yang ideal di satu sisi dan kenyataan terdapatnya kendala di
sisi yang lain. Sesuai dengan tuntutan bahwa peneliti harus
mempunyai kreativitas, maka ia tidak harus terjebak pada aturan yang
mati; ia harus berupaya mencari jalan untuk mengatasinya. Semuanya
harus dilakukan dalam kerangka scientific exercise yang logis.
Karena posisi usulan penelitian yang sangat strategis dalam
rangkaian proses penelitian, maka draft usulan penelitian perlu dikaji-
ulang serta direvisi berkali-kali dengan bantuan pembimbing, senior,
sejawat sebaya bahkan sejawat yang lebih yunior. Dengan demikian
dapat diperoleh saran dan masukan untuk penyempumaan isi, cara
penulisan, kelengkapary dan kejelasan tiap aspek usulan penelitian.
Hal-hal tersebut sangat diperlukary mengingat setelah penelitian
mulai, tidak ada tempat untuk mengubah metode penelitian
dengan seenaknya. Modifikasi atau amandemen terhadap usulan
dapat dilaksanakan bila keadaan menghendaki, namun tetap
dengan langkahJangkah yang memadai, termasuk di antaranya
berkomunikasi dengan pembimbing, sponsor, serta komisi etika.
Dalam praktik kadang peneliti telah mulai merekrut pasien dan
mengumpulkan data sebelum usulan penelitian formal dibuat. Hal
tersebut bertentangan dengan kaidah keilmuan dan etika penelitian.
Keadaan yang'sedikit lebih baik' adalah peneliti telah membuat
usulan penelitian dan langsung melakukan pengumpulan data
meskipun belum diperoleh persetujuan komisi etika. Hal ini juga
seyogyanya tidak dilakukan. Dewasa ini masalah hak-hak asasi
manusia, termasuk hak asasi subyek penelitian memperoleh tempat
yang sangat penting dalam pergaulan intemasional. Karena penelitian
pada dasamya adalah aktivitas yang berdimensi universal, maka
semua langkahnya harus menaati aturan dan kelaziman yang
berlaku secara universal. Dalam konteks ini, maka sebelum usulan
penelitian dibuat dengan sebaik-baiknya, dan sebelum diperoleh
hasil telaah serta persetujuan dari komisi etika, rekrutrnen pasien
sama sekali belum dapat dilaksanakan.

.'
64 Usulanpenelitian.

Dnrren PUsTAKA
1 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
Hall;1995.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical BooksMc Graw-Hill; 2001.
Doyal L. Informed consent in medical research: Joumals should not publish
res6arch to which patients have not given fully informed consent-wifrr three
exceptions. BMl. \997 ;31.4:1107.
4 Essex-Sorlie D. Medical biostatistics. Connecticut: Printice-Hall Int.;1995.
5 Greenhalgh T. How to read a PaPer: Statistics for the non-statistician.I-
Different type of data need different statistical tests. BMJ. 1997;315:364-6.
5 Hegde MN. Clinical research in communicative disorders. Boston: Little,
Brown,1987.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Desigiring clinical research. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins;2007.
Wingo PA, Higgins ]F, Rubin GL, Zahniser SC. An epidemiologic approach to
reproductive health. Geneva: WHO;1991.

.*
S udigdo S as trmsmaro dkk 65

$fsd-d*sdr"

Usulon penelition merupokon rencono panelition fertulis


yong disusun secoro sistemotis, yong ferutomo berfungsi
sebagai penuntun bogi penelitiselomo proses penelition.
Formot usulon penelitian songot bervoriosi; calon peneliti
horus memperhotikon format yong digunokon podo
institusi otou orgonisasi penyondong dono.
Secora umum usulon penelitian terdiriotas pendohuluon
(mencokup Lqtor Belokong, Perumuson Masoloh, Hipotesis,
Tujuon don Monfoot penelition), Tinjouon Pustako don
Kerongko Konsep, Metodologi, Dqftor Pustoka, don
Lompiron.
Semuo bogion usulon penelition odolah panting, nomun
yangterpenting odoloh Lotor Belokong Mosolah
penalition, korena merupokon dosor bogi bogion-bogion
loinnyo. Mosoloh penalition yong boik memiliki sifot FINER
(feasible, interesting, novel, ethical, relevant).
Dolom metodologi horus diuroikon secoro rinci semuo caro
penelitian, sehinggo bilo ado peneliti loin yong ingin
mengulong io dapot melokukonnyo dengon tepot.
Pembuoton usulon penelition merupokon suotu proses
rongkumon oktivitos intelektual yong mencokup
kemompuon untuk menciptakan ide, kretivitos, don inovosi,
kemompuon metodologi, penguosoon substonsi,
pemohamon don aplikasi stotistiko, kemompuan
berbohoso, serto konsistensi berpikir lo9is.
Diperlukon lotihon terus-menerus secora
berkesinombungon sebelum seseo?angdopot membuot
usulon penel ition yong berkual itos.

t
Bab 4-Pengukuran

Alan R Tumbelaka, M Hardiono Abdoerrachman,


Abdul Latief, Maria Abdulsalam, Darlian Darwis

bservasi dan pengukuran merupakan aktivitas dasar ilmu


huan. Awal suatu observasi adalah pengalaman
terhadap fenomena alam. Apabila seseorang
melihat, mendengar, meraba, atau mencium sesuatu, ia
mungkin bertanya tentang kualitas dan penyebabnya. Ia mungkin
akan mengamati secara sistematik. Proses mengamati dan mengurai
fenomena inilah yang disebut sebagai observasi, yang merupakan
aktivitas rutin kita sehari-hari, bukan monopoli penelitian.
Observasi ilmiah memiliki kelebihan yaitu sifat lebih sistematik,
objektif, dan langsung. Hasil observasi ilmiah harus terorganisasi
dan dicatat dengan baik. Observasi ilmiah sangat diperlukan dalam
mengukur suatu fenomena. Pada penelitian eksperimental, hal
yang terpenting dilakukan adalah pengukuran sebelum, selama,
serta sesudah suatu pajanan variabel bebas terhadap variabel
tergantung. Perubahan yang terjadi kemudian diukur dengan cara
tertentu dan dicatat.
Pengukuran merupakan proses kuantifikasi hasil observasi
dengan memperhatikan referensi tertentu dan dinyatakan dalam
unit yang baku atau dianggap baku. Keadaan serta karakteristik
subyek penelitian dikuantifikasi yang dinyatakan dalam unit
pengukuran. Dari sudut teknis, yang diukur bukan kejadiannya
(sakit), atau obyeknya (pasien), melainkan dimensi kualitas atau

t
AlanRTumbelakailkk. 67

kuantitasnya, misalnya derajat sakit, usia pasiery atau frekuensi


kejang. Hal tersebut sejalan dengan pengertian variabel;badan, jantung,
kulit, atau ureum bukanlah variabel; yang merupakan variabel adalah
berat badan, laju jantung, warna kulit, atau kadar ureum.
Dalam ilmu empiris hipotesis harus diuji kesahihannya dengan
observasi empiris yang diawali dengan observasi, pengukuran, dan
pengumpulan data. Data didefinisikan sebagai hasil observasi yang
diperoleh secara sistematik. Suatu fenomena dapat diobservasi dan
diukur dalam tingkat yang berbeda, dan data yang diperoleh dapat
berbeda kesahihan dan relevansinya untuk menunjang suatu teori.

PENcnnTIAN DASAR PENGUKURAN


Yang dimaksud dengan pengukuran dalam penelitian ilmiah
adalah observasi fenomena dengan maksud agar fenomena tersebut
dapat dianalisis menurut aturan tertenfu. Hasil analisis tersebut
memberikan informasi baru tentang objek yang diukur. Konsep
pengukuran sefia alat ukur dalam penelitian mempunyai makna
yang luas, bukan hanya pengukuran sehari-hari yang biasanya
berkonotasi kuantitatif, misalnya pengukuran tekanan daralu berat
badan, luas tanatL dan lain sebagainya, melainkan termasuk juga
pengukuran kualitatif. Dalam konsep ini maka anamnesis dan
pemeriksaan jasmani dalam penelitian klinis, kuesioner dalam studi
epidemiologis, serta semua jenis pemeriksaan penunjang, baik yang
berdimensi kuantitatif, semi-kuantitatil maupun kualitatil termasuk
dalam pengertian pengukuran.
Peran pengukuran dalam penelitian sangat menentukary karena
dasar semua hasil penelitian adalah data yang diperoleh dengan cara
pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran dengan sendirinya akan
menyebabkan rentetan kesalahan sehingga hasil penelitian tidak
menunjukkan keadaan sebenarnya. Hanya dengan pengukuran
yang sahih maka hasil suatu penelitian dapat dipercaya. Dalam kaitan
ini terdapat pemeo 'GIGO' (garbage in garbage outl; artinya, bila
data yang dikumpulkan buruk kualitasnya (sampah), maka hasil
analisis yang diperoleh pastilah akan berupa sampah pula.

i
68 Pmgukurnn

Srnrn PENGUKURAN

Skala pengukuran dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu skala


kategorikal dan skala numerik. Skala kategorikal dapat dibagi lagi
menjadi skala nominal dan ordinal, sedangkan skala numerik dibagi
menjadi skala interaal dan rasio.
Skala nominal hanya merupakan nama atau label variabel, dan
tidak mengandung informasi peringkat. Contoh: golongan darah
(A, B, AB, O), suku bangsa (Jaw4 Dayak, Bugis). Skala nominal
yang mempunyai 2 nilai disebut dikotom atau binomial (sembuh
- tidak sembuh), sedangkan yang mempunyai lebih dari 2 nllai
disebut politokom (Islam, Hindu, Kristery Katolik). Skala nominal
ini tidak dapat dimanipulasi secara matematis, misalnya dihitung
nilai rerata (mean)-nya, tetapi dapat dihitung proporsi, persentase,
risiko absolut atau risiko relatif. Uji hipotesis yang sering digunakan
untuk variabel nominal adalah uji*; selain itu untuk desain tertentu
dapat dihitung risiko relatif (pada studi kohort) atau rasio odds (pada
studi kasus-kontrol) yakni untuk variabel berskala binomial. Pada
uji diagnostik, baik uji yang diteliti maupun baku emas selalu
berskala binomial. Lihat Bab 11.
Pada skala ordinal terdapat informasi peringkat, tetapi jarak antara
dua peringkatnya tidak dapat dikuantifikasi. Contohnya adalah derajat
penyakit (ringan, sedang, berat), tingkat sosial ekonomi (rendatr,
menengah, ti.ggt), status gizi (buruk, kurang cukup,lebih). Meskipun
mempunyai informasi peringkaf nilai variabel ordinal tidak dapat
dimanipulasi secara matematis (ditambah, dibagi, dikalikan). Misahrya
pasien yang menderita penyakit tertentu derajat II bukan berarti 2
kali lebih parah daripada penderita derajat I. Statistika yang digunakan,
selain yang berlaku untuk skala nominal, juga termasuk mediary
korelasi peringkat (Spearman) dan banyak uji non-parametrik.
Pada skala numerik terdapat informasi peringkat kuantitatif
yang lengkap dan dapat diukur. Contoh: berat badao penghasilary
kadar ureum, berat lahir. Nilai skala numerik dapat dimanipulasi
secara matematika (ditambatr" dikurang, dlbagi, dikalikan). Skala
numerik dapat dibedakan lagi menjadi:

ll
Alan RTumbelaka dkk. 69

o skala interval, yakni skala numerik yang tidak mempunyai


nilai 0 alami (misalnya suhu: 0" Celcius tidak sama dengan
0" Fahrenheit, oleh karena nilai 0 tersebut adalah arbitrer,
ditenfukan oleh manusia, bukan nilai alami), dan
o skala rasio, yang mempunyai nilai 0 alami (misalnya berat
badary kadar kolesterol).
Skala numerik dapat pula dibagi menjadi:
o skala kontinu (mempunyai nilai desimal, misalnya kadar
ureum, berat badan), dan
o skala diskret (tidak ada desimaf misalnya jumlah anak).
Dasar klasifikasi pengukuran tersebut adalah jenis variabel yang
diukur. Skala pengukuran penting dibedakan karena skala yang
satu memberikan lebih banyak informasi daripada skala lairy selain
analisis serta uji hipotesis untuk masing-masing skala variabel
berbeda. Dikatakan bahwa skala numerik 'lebih kuat' daripada skala
ordinaf sedangkan skala ordinal'lebih kuat' daripada skala nominal.
Istilah tersebut dapat saja digunakan hanya dengan pengertian
bahwa skala numerik dapat diubah menjadi skala ordinal dan
nominal (namun tidak sebaliknya). Sebab, dalam kehidupan sehari-
hari justru skala nominal (YA atau TIDAK) lebih sering digunakan
sebagai ukuran oleh dokter maupun pasien (misal sembuh atau
tidak, membaik atau tidak, aman atau tidak) ketimbang ukuran
tumor, depresi segmen ST pada EKG, atau perkiraan volume efusi
pleura. Karena itu pada simpulan akhir penelitian, skala numerik
sering diubahmenjadi skala nominal untuk dapat disimpulkan secara
kualitatif sebagai YA atau TIDAK. Tabel 4-1, merangkum karakteristik
umum skala pengukuran serta contoh uji statistika yang sesuai untuk
tiap-tiap skala pengukuran.
Dalam pengukuran atau pengumpulan data, bilamana mungkin
harus diusahakan untuk mengukur variabel dalam skala numerik,
meski penelitian hanya memerlukan skala ordinal atau nominal.
Variabel yang berskala numerik tersebut kemudian dapat diubah
menjadi berskala ordinal atau nominal dengan titik potong (cut-
off poinD tertentu. Misalnya ingin diketahui prevalens hipertensi
pada kelompok dokter, dengan cara membagi status tekanan darah

i
70 Pengukuran

Tqbel 4-1. Kcrqkteristik skalc voriqbel

Skolo Sifqt Contoh Stqtislik


Voriobel yong lczim

Kotegorikol
Nominol bukon peringkot golongon doroh, iumloh, rofe,
ienis kelomin, risiko relotif,
ogomo, suku x2, uii Fischer

Ordinol peringkot dengon deroiol penyokit, somo dengon


intervol yong stolus sosiol- nominol,
tidok dopot ekonomi medion,
diukur uii non-
porometrik

Numerik
lntervol peringkot dengon suhu tubuh, somo dengon
inlervol yong koefisien ordinol, ditom-
dopot diukur, inteligensi bch meon,
nomun tidok simpong boku,
mempunyoi uii-t, onovo,
titik
O olomioh reg resi-korelosi

Rosio somo dengon penghosilon, somo dengon


skolo intervol, berot bodon, skolo intervol
mempunyoi kodor ureum
tilik 0 olomioh

dalam 4 kelompok (normotensi, hipertensi ringan, sedan& berat).


Pada saat dilakukan pengukuran, yar.g dicatat hendaknya bukan
apakah seseorang menderita hipertensi ringart sedan& atau berat,
melainkan dicatat tekanan darahnya dalam mmHg. Nilai numerik
tersebut kemudian dapat dengan mudah diubah apabila ingin
dilakukan pengelompokan subyek menjadi normotensi dan lain-
lainnya. Keuntungan cara ini adalah: (1) lebih mudah menelusur
bila ada data yang hilang; (2) kita mempunyai kata dasar yang dapat
dipakai sebagai bahan atau latar belakang penelitian lain.

{s

"i
Alan RTumbelaka dkk. 71

,,KERAS, DAN
Dma DATA,,LUNAK,,
Dalam kedokteran moderry banyak alat ukur mempergunakan
mesin yang canggih. Dengan kontrol kualitas yang ketat, mesin
tersebut dapat memberi hasil yang amat cepat dan akuraf banyak
di antaranya yang memberikan hasil dalam skala kontinu dengan
sistem digital atau dengan komputer, sehingga akan mengurangi
kesalahan perhitungan oleh pemeriksa. Data tersebut seringkali
dinamakan data keras (haril data), berlawanan dengan data lunak
(soft data) yang biasanya lebih subyektif (karena memerlukan
interpretasi) yang lebih sering menimbulkan bias atau variabilitas.
Contoh data lunak adalah keluhan pasien (misalnya nyeri), atau
hasil pemeriksaan yang memerlukan interpretasi (misal infiltrat
ringan, sedang, atau berat pada foto paru). Sebagian besar data keras
berskala kontinu (berat dalam gram, suhu dalam derajat), danbanyak
yang dapat diperiksa dengan mesin (kadar kolesterol, saturasi
oksigen). Akan tetapi data keras dapat pula berupa variabel berskala
nominal seperti hidup-meninggal, status perkawinan, suku/ras,
jenis kelamin.
Dalam penelitian dan dalam tata laksana pasien sehari-hari,
dokter seringkali dihadapkan pada data lunak. Contohnya adalah
rasa sakit, nyamary lesu, berdebar, ataupun kemampuan untuk
bekerja, yang bagi pasien sering lebih berharga ketimbang data
keras seperti ukuran tumor atau hasil rekaman elektrokardiografi.
Karenanya penilaian data lunak seringkali lebih manusiawi, dan
kecenderungan dokter untuk mengandalkan data keras dengan
menafikan data lunak menyebabkan penelitian dan juga praktik
kedokteran menjadi kurang manusiawi.
Selain itu, hasil pengukuran yang seringkali dianggap sebagai
data keras, seperti hasil patologi-anatomik juga sering berbeda bila
dibaca oleh dokter yang berbeda (inter-obserzter disagreement),
maupun oleh dokter yang sama yang memeriksa data yang sama
pada waktu yang berbeda (infua-obseraer ilisagreement),
Untuk mempertinggi validitas dan reliabilitas data lunak,
sebagian data lunak mungkin dapat'diperkeras' dengan beberapa
cara, antara lain dengan:

t
72 Pengukuran

membuat skor yang didasarkan pada data obyektif, sehingga


akan dapat diulang oleh peneliti yang sama ataupun oleh
peneliti lain dengan tepat
membuat definisi operasional yang jelas terhadap metode
pengukuran data lunak sehingga dapatmenghilangkan atau
mengurangi terjadinya interpretasi ganda.

VnnnSI DALAM PENGUKURAN


Seperti dalam semua fenomena biologis, pada setiap pengukuran
selalu terbuka kemungkinan untuk terdapatnya variabilitas hasil.
Peneliti harus waspada terhadap hal tersebut, dan menentukan
apakah variasi yang terjadi masih dapat diterima (tidak berakibat
menghasilkan simpulan yang salah), ataukah harus dikoreksi oleh
karena dapat memberikan hasil atau simpulan yang salah. Untuk
ini peneliti harus memahami sumber variasi pengukuran dan
strategi guna mengeliminasi atau mengurangi kesalahan.

Sunasnn vARrASr PENGUKURAN

Fletcher dan Fletcher membagi sumber variabilitas pengukuran


menjadi dua kelompok besar, yakni variasi pengukuran dan variasi
biologis (lihat Tabel 4-2). Variasi pengukuran terdiri atas 2 unsur
yaitu unsur alat ukur (instrumen) dan unsur orang (yakni peneliti,
pemeriksa), sedangkan variasi biologis mengacu pada variabilitas
yang terjadi pada satu subyek dan variabilitas yang terjadi antar
subyek.

Varu,q.sr PENGUKURAN

Variasi pengukuran mencakup variabilitas pada instrumen yang


dipakai untuk melakukan pengukuran maupun pada pemeriksa
atau orang yar.g melaksanakan pengukuran. Sebagai contoh
sederhana, timbangan berat badan yang biasa kita pakai sehari-hari,
bila digunakan untuk menimbang berulang-ulang sering memberi

{m

I
AlanRTumbelakndkk. 73

Tqbel 4-2. Sumber voricsi dolam pengukuron

Sumber Keierungon

Vqriasi pengukuron
lnstrumen Alot don coro pengukuron
Pemeriksq Orong yong mengukur

Vqriosi biologis
Podq sotu subyek Perubohon voriobel korenq
woktudon keodoon
Antor subyek Perbedoon biologis dori sotu
subyek ke subyek loinnyo

hasil yang bervariasi; kadang sama, kadang sedikit lebih berat,


kadang sedikit lebih ringan daripada berat sebenamya. Demikian
pula pengukuran yang dilakukan oleh 2 orang yang berbeda sering
memberikan hasil yang berbeda (inter-obseraer uariation); bahkan
variasi juga terjadi pada pemeriksa yang sama (intra-obseraer
aariation) yang melakukan pemeriksaan pada subyek yang sama
pada saat yang berbeda.

Vnnrasr Brolocrs
Variasi biologis sangat memengaruhi hasil pengukuran. Tekanan
darah yang diukur setelah pasien berlari sangat berbeda dengan bila
dilakukan setelah pasien berbaring selama 5 menit. Demikian pula
kadar zat kimia tertentu menunjukkan hasil yang berbeda bila diukur
pada waktu yang berbeda, misalnya siang dan malam hari (irama
sirkadian). Hal serupa bahkan terjadi pada tinggi badan; pada pagi
hari setelah bangun tidur orang lebih tinggi beberapa milimeter
ketimbang pada malam hari.

t
74 Pengukuran

KneNpALAN DAN KESAHIHAN PENGUKURAN


Dua karakteristik alat ukur dan pengukuran yang amat penting
yakni keandalan (reliabilitas) dan kesahihan (validitas). Kedua
karakteristik itu harus selalu diperhitungkan dalam setiap proses
pengukuran. Harus dipahami bahwa tidak ada satu pengukuran
pun yang memiliki keandalan dan kesahihan yang sempurna.
Untuk penilaian akurasi hasil pengukuran diperlukan informasi
tentang populasi penelitian, periode observasi, teknik atau cara
pengukuraru penilaian hasil, keandalan dan kesahihan pengukuran.

KraNnaraN
Istilah lain untuk keandalan adalah keterandalan, reliabilitas,
reprodusibilitas, presisi, ketepatan pengukuran Suatu pengukuran
disebut andal, apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir
sama pada pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang. Kateter
intrakardiak memberikan nilai tekanan ruang jantung yang lebih
kurang tetap (keandalannya baik), sedangkan kuesioner untuk
mengukur kualitas hidup sering memberikan nilai yang berbeda
bila dilakukan berulang-uiang (keandalannya kurang). Ketepatan
alat ukur ini sangat berpengaruh terhadap kekuatan penelitian.
Pengukuran yang makin tepat pada besar sampel tertenfu mempunyai
nilai yang makin baik untuk memperkirakan nilai rerata (mean) serta
untuk menguji hipotesis.
Keandalan suatu pengukuran dipengaruhi oleh kesalahan acak
(random error);jadi kesalahan yang terjadi bersifattidak sistematis,
berbeda dengan validitas pengukuran yang bersifat sistematis.
Apabila kesalahan acaknya makin besar, berartinpengukuran tersebut
kurang andal. Dalam proses pengukuran terdapat 3 jenis variabilitas
yang berperary yakni aariabilitas pengamat, aariabilitas subyek, dan
o ariabilit as instrumen.
Variabilitas pengamat menunjukkan variabilitas yang terjadi
pada pemeriksa, misalnya pemilihan kata pada wawancara, atau
keterampilan tangan seseorang dalam mengoperasikan alat ukur.

t
AlanRThmbelakadk'k. 75

Variabilitas subyek merujuk pada variasi biologis, misalnya


fluktuasi emosi, tekanan darah, irama sirkadian, atau pemakaian obat
oleh subyek; sedangkan variabilitas instrumen merujuk pada hal-
hal yang mempengaruhi ketepatan, misalnya perubahan sensitivitas
alat, suhu atau kelembaban kamar, atau derajat kebisingan sekitar.

Penilaian keandalan pengukuran


a Keandalan pengukuran variabel numerik
Penilaian keandalan pengukuran variabel numerik pada umumnya
dilakukan dengan cara menggunakan simpang baku (standard
dezsiation). Salah satu statistik yang bermanfaat untuk keperluan
ini adalah koefisien variasi, yakni simpang baku dibagi rerata.
Pengukuran yang andal mempunyai koefisien variasi yang sempit,
sedangkan pengukuran yang keandalannya kurang mempunyai
koefisien variasi yang lebih lebar. Interval kepercayaan juga
menunjukkan tingkat keandalan alat ukur atau pengukuran;
makin sempit rentang interval, makin andal pengukuran tersebut.
Contoh:
Pengukuran kadar natrium serum dilakukan dengan alat A
dan alat B. Dilakukan pengukuran pada satu sampel serum
sebanyak masing-masing 20 kali, dengan hasil sebagai
berikut:
Alat A (mEq/L): L36, 132, 133, 137, 134, 135, 134, 135' 138,
132, 134, 136, L38, 133, 134, 135, 135, 135, 132, 136
Alat B (mEq/L): 735, 139, 132, 132, 130, 136, 14O, 135, \36,
135, 129, \36, 134, 133, 133, 136, 136, 134, 137, 136
Pengukuran A: rerata = 134,7; simpang baktu = 1,76;
koefisien variasi = 1,76 I 134,7 = 0,013
Pengukuran B: rerata = 134,7; simpang baku = 2,71i
koefisien variasi = 2,7't 1134,7 = 0,020
Jadi meskipun kedua alat tersebut menghasilkan nilai rerata yang
sama, akan tetapi koefisien variasi pengukuran A lebih kecil, artinya
pengukuran A lebih andal daripada pengukuran B.

.i
76 Pengukuran

b Keandalan pengukuran variabel berskala nominal


Salah satu cara untuk menilai keandalan pengukuran berskala
nominal yang banyak digunakan adalah penentuan nilaikappa (k).
Kappa merupakan suafu statistik yang mengukur kesesuaian antara
variabel berskala nominal dikotom. Perhatikan contoh berikut.
Dua orang dokter (P dan Q) diminta untuk menilai gambar USG
kepala unfuk menentukan adanya perdarahan intrakranial. Mereka
diminta untuk menyatakan apakah gambaran USG kepala tersebut
normal atau tidak. ilasilnya.ru*puipuda Tabel4-3. Hasil tersebut
kemudian disusun didalam tabel 2 x 2 sebagai berikut; subyek
dimasukkan ke dalam sel:
a bila kedua dokter menyatakan USG normal
b bila dokter P menyatakan normal, Q menyatakan tidak normal
c bila dokter P menyatakan tidak normal, Q menyatakan normal
d bila kedua dokter menyatakan tidak normal.
Tobel 4-3. Hosil pemeriksoon USG kepolo oleh 2 dokter

Subyek DokterP Dokter Q Subyek DokterP Dokter Q


No. No.

0l Normol Normol 16 Normol Abnormol


02 Abnormol Abnormol 17 Normol Normol
03 Normol Abnormol l8 Abnormol Normol
U Normol Normol 19 Normol Abnormol
05 Normol Normol 20 Abnormol Abnormol
06 Abnormol Abnormol 21 Normol Abnormol
07 Abnormol Abnormol 22 Normol Normol
08 Abnormql Normol 23 Normol Abnormol
09 Abnormol Abnormol 24 Normql Normol
l0 Normol Abnormol 25 Abnormol Normol
II Normol Normol 26 Abnormol Normol
12 Normol Normol 27 Abnormol Abnormol
13 Abnormol Abnormol 28 Normol Abnormol
14 Abnormol Abnormol 29 Abnormol ,Abnormol
l5 Abnormol Normol 30 Normol Normol

t
Alan RTumbelakn dkk. 77

Nllai kappa merupakan perbandingan antara kesesuaian bukan


akibat peluang dengan kemungkinan terbesar kesesuaian bukan
akibat peluang untuk set data tersebut. NtlarknWa yang ideal adalah L,
narmn hal ini hampir tidak pemah diperoleh. Nilai diatas Q8 biasanya
dianggap sangat baik. Namun jenis data yang dinilai (penelitian
laboratoris, klinis, atau kesehatan masyarakat) perlu dipertimbangkan
dalam menginterprestasi nilar knppa. Lihatlah Gambar &1.

Dr. P

Tidok

Normql 9o b7 16
Dr. Q
Tidok 4c d r0 14

Jumloh r3 17 30

Gambar 4-1. Tabel 2x2 menunjukkan kesesuaian pemeriksaan USG


oleh 2 dokter. Derajat kesesuaian (kappa) dapat dihitung sebagai
berikut:
Kesesuaian nlata = (9+10)/30 = 63,30/0
Kesesuaian karena peluang = [(16x13)/30)+$ax17) I 30] :30= 49,5"/"
Kesesuaian bukan akibat peluang = (63,3 - 49,5)% = 13,8"/" Potensi
kesesuaian bukan peluang : (1000 - 49,5)% = 50,5"/"
Kapp a = 13,8%150,5% = 0,273 = 27,3"/"

Strategi untuk meningkatkan keandalan pengukuran


Mengingat posisi pengukuran yang sentral dalam penelitian, maka
peneliti harus mengupayakan semua hal yang mungkin untuk lebih
dapat meningkatkan keandalan pengukuran. Keadaan ini harus

im

.r
78 Pengukuran

dirancang dengan cermat sebelum penelitian dilakukaru sehingga


pada saat penelitian telah mulai, tidak ada lagi hal meragukan yang
berkaitan dengan pengukuran. Hal-hal yang perlu dan dapat
diupayakan untuk meningkatkan keandalan pengukuran (atau
mengurangi kesalahan acak) adalah (lihat juga Tabel 4-4):

1 Standardisasi cara pengukuran


Hal ini harus dikemukakan dalam protokol penelitian, yaitu aturan
khusus terinci untuk melakukan pengukuran. Apabila pelaksanaan
penelitian dilakukan olehbanyak orang, misalnya pada studi multi-
senter, maka harus dibuat protokol yang rinci, sehingga siapa pun
yang sudah dilatih dapat melakukannya dengan cara yang sama.
Meski direncanakan pengukuran dilakukan oleh satu orang, tetap
dianjuikan untuk menuliskan prosedur pengukuran dengan rinci,
agar pemeriksa tunggal tersebut melakukan hal yang taat-asas
dengan merujuk pada cara pengukuranbaku yang tertulis tersebut.

Tqbel 4-4. Strategi unluk mengurongi random error gund


meningkolkqn keqndolon pengukuron

Coro mengurongi Sumber rondom error


rondom enor

I Stondordisosi cqro pengukuron Pengomot, Subyek


2 Pelotihon Pengomot
3 Penyempurnooninstrumen Alot ukur, Pengomot
4 Automotisosiinstrumen Pengomot, Subyek
5 Mengulong pengukuron Pengomot, Subyek. Alot ukur

2 Pelatihan pengukul
Pelatihan yang memadai hampir selalu memperbaiki kinerja para
pengukur. Bila perlu diberikan sertifikat yang menunjukkan bahwa
yang bersangkutan telah dilatih dan cakap melakukan pengukuran.

t
AlanRTumbelakadkk. 79

3 Penyempurnaan instrumen
Banyak peralatan mekanis atau elektrik yang dapat diatur untuk
mengurangi variabilitas pengukuran. Demikian pula kuesioner atau
bahan wawancara perlu ditulis dengan jelas untuk menghindarkan
ketidakpastian makna.

4 Automatisasi
Variasi pada pemeriksaan secara bermakna dapat dikurangi apabila
instiumen dapat dibuat automatis. Harus selalu diingat bahwa
automatisasi sangat mengandalkan presisi pada saat dilakukan
automatisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebih baik daripada bila
dilakukan oleh secara manual.

5 Pengulangan pengukuran
Kesalahan acak dapat dikurangi apabila dilakukan pengulangan
pengukuran; tentu dengan konsekuensi adanya tambahan biaya,
waktu, serta pelaksana penelitiary yang harus diperhitungkan oleh
peneliti. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat suatu fenomena
statistika yang disebtt regression to the lnean, yang dapat dijelaskan
dengan ilustrasi berikut ini.
Apabila seorang pasien diukur tekanan darahnya dan hasilnya
tinggi, maka apabila dilakukan pengukuran ulangan nilai tekanan
darah tersebut cenderung lebih rendah daripada hasil pengukuran
pertama, mendekati nilai rerata pada populasi. Demikian pula
sebaliknya, apabila pada seseorang dilakukan pengukuran dan
hasilnya rendah maka pada pemeriksaan ulang hasilnya akan
cenderung lebih tinggr, yakni mendekati nilai normal.
Fenomena ini merupakan salah satu hal yang harus dihindarkan
pada penelitian klinis apa pun" khususnya pada uji klinis. Pada
pemberian obat untuk menirrunkan tekanan darah, misalnya,
penurunan tekanan darah itu harus dipastikan bukan merupakan
fenomena regression to the meen; hal ini dapat disingkirkan dengan
cara membandingkannya dengan kelompok kontrol yang dipilih
dengan cara yang benar.

il

i
80 Pengukuran

n Kes*ruraN

Istilah kesahihan, disebut pula sebagai validitas, menunjukkan


berapa dekat alat ukur menyatakan apa yang seharusnya diukur.
Contoh yang ekstrem untuk memperjelas makna kesahihan adalah:
timbangan merupakan alat yang sahih untuk mengukur berat badan,
namun volume air mata bukan alat ukur yang sahih untuk
kesedihan seseorang.
Kesahihan hasil pengukuran dipengaruhi oleh bias pengukuran
(measurement bias); makin besar bias, makin kurang sahih pula
pengukuran. Bias adalah kesalahan sistematik yang berakibat pada
kecenderungan salah ke arah satu sisi. Analog dengan variabilitas
pada keandalan pengukuran, juga terdapat 3 jenis bias pengukuran
berdasarkan pada sumbemya, yaitu bias pengamat, bias subyek,
dan bias instrumen.
Bias pengamat adalah distorsi yang konsisten, baik disadari atau
tidak, yang dilakukan oleh peneliti dalam menilai atau melaporkan
hasil pengukuran. Peneliti mungkin cenderung untuk mencatat hasil
pemeriksaan tekanan darah yang lebih rendah pada pasien yang
diobati dengan obat yang diteliti dibanding pada pasien dengan
obat standar, atar lebih bersungguh-sungguh mencari data rekam
medis apakah penderita kanker paru mempunyai kebiasaan merokok.
Bias subyek adalah distorsi yang konsisten oleh subyek; misalrrya
bila seseorang mengetahui bahwa ia sedang menjadi subyek penelitian,
maka ia cenderung untuk bekerja lebih baik dan lebih serius daripada
biasanya (disebut sebagai efek Hawthome). Termasuk dalambias subyek
adalah recsll bins; misalnya pasien kanker payrdara cenderung untuk
lebih bersungguh-sungguh mengingat berapa lama ia minum pil KB
daripada pasien kontrol (yang tidak menderita kanker payudara).
Bias instrumen adalah kesalahan yang sistematik akibat tidak
akuratnya alat ukur, misab:rya oksimetri untuk mengukur safurasi
oksigen pada laboratorium ftateterisasi, sfigmomameter untuk
mengukur tekanan daratu atau formulir kuesioner untuk skrining
terhadap anak dengan asma bronkial. Bias ini akan memberikan
hasil yang menyimpang dari nilai sebenarnya.

rf lr"
AlanRTumbelakailkk. 81

Penilaian kesahihan alat ukur

a Kesahihin alat ukur berskala numerik


Penilaian kesahihan alat ukur variabel berskala numerik dilakukan
dengan cara membandingkan alat ukur tersebut dengan alat ukur
yang baku sebagai penera. Misalnya timbangan untuk mengukur
berat badan dibandingkan dengan timbangan baku, kemudian
dinyatakan sebagai selisih rerata nilai baku dengan nilai pengukuran
yang diperoletr, dibagi dengan nilai baku.

b Kesahihan alat ukur berskala nominal


Alat ukur untuk variabel berskala nominal dapat dinilai dengan
cara membandingkan dengan alat diagnostik terbaik yang ada (gold
standard). Dengan cara tersebut dapat diperoleh nilai sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediksi, serta rasio kemungkinan. IJraian tentang
hal ini akan dibahas dalam Bab 11 (Uii Diagnostik).

STnaTEcT UNTUK MENINGKATKAN KESAHIHAN PENGUKURAN

Untuk meningkatkan kesahihan pengukuran, perlu diupayakan


empat langkah seperti pada upaya meningkatkan keandalan yakni
s t an dar dis asi, p elatihan, p eny emp urnaan alat ukur, dan automatis asi,

ditambah dengan 3 hal berikut (Tabel 4-5):

1 Melakukan pemeriksaan tanpa setahu subyek


Bias pengukuran dapat dikurangi apabila pemeriksaan dilakukan
tanpa setahu subyek penelitian, misalnya memeriksa kadar obat
dalam urin tanpa memberitahu lebih dahulu kepada pasien bahwa
pemeriksaan tersebut akan dilakukan.

2 Melakukan pemeriksaan tanpa identitas subyek


Unfuk mengurangi bias, dalam keadaan tertentu pemeriksaan dapat
dan perlu dilakukan tanpa disertai dengan identitas pasier; misalnya

J| ico
82 Pengukuran

pembacaan hasil foto Rontgen atau USG. Prosedur ini biasa disebut
dengan istilah penyamaran atau blinding. Pada penelitian uji
diagnostik, satu variabel diukur dengan 2 carayang berbeda (misal
keganasan nodul tiroid ditentukan dengan USG dan pemeriksaan
patologi anatomik pada setiap subyek). Harus diusahakan pemeriksa
USG tidak mengetahui hasil pemeriksaan patologl dan sebaliknya.
Dalam uji klinis, upaya untuk mengurangi bias dapat dilakukan
penyamaran tunggal atau penyamaran ganda; yang terakhir ini
dianggap sebagai cara yang terbaik untuk menilai efektivitas terapi
dalam uji klinis, oleh karenanya sangat dianjurkan bila mungkin.
Penyamaran memang memberi nilai positif, namun sayangnya
tidak pada semua keadaan penyamaran dapat dilakukan. Misalnya
untuk menguji efektivitas terapi medikamentosa dibanding dengan
pengobatan bedah, tentu tidak mungkin dapat dilakukan penyamaran.

Tqbel 4-5. Strqtegi untuk mengurqngi biqs unluk


meningkclkqn kesqhihon pengukurqn

Cqro untuk mengurongi bios

Melokukon pemeriksoon lonpo Anok kecil diwowoncoro


setohu subyek sombil dioiok bermoin
Melokukon pemeriksoon tonpo Pemerikso memboco foto
identitos subyek USG tonpo tohu identitos
posien
3 Kolibrosi olot Kolibrosi olot liop minggu

3 Kalibrasi alat
Melakukan kalibrasi alat ukur'secara berkala sangat dianjurkan
dalam proses penelitiary khususnya untuk alat ukur yang bersifat
mekanis atau elektrik. Keputusan untuk meningkatkan keandalan
dan kesahihan alat ukur tergantung pada pertimbangan peneliti
atas hal-hal berikut:

rl
AIan RTumbelaka dkk. 83

1 pentingnya variabel yang akan diukur dalam konteks penelitian


2 besamya efek keandalan dan kesahihan alat ukur terhadap hasil
3 kemampulaksanaary termasuk biaya yang diperlukan

Kesahihan variabel abstrak


Penentuan kesahihan alat ukur paling sulit dilakukan apabila variabel
yang diukur bersifat abstrak, misalnya derajat nyeri, atau kualitas
hidup. Selain hasil pengukuran bukan berskala numerik melainkan
nominal atau ordinal, penilaian variabel abstrak memPunyai tingkat
subyektivitas yang ti.ggi.
Pertanyaan yang harus diperhatikan dalam penilaian terhadap
variabel abstrak adalah apakah pengukuran yang dilakukan terhadap
variabel abstrak tersebut menggambarkan apa yang sebenarnya
hendak diketahui. Terdapat 3 hal yang termasuk dalam validasi
variabel abstrak ini, yaitu:
1 Kesahihan prediktif (predictizte oaliility), merujuk pada apakah
tingkat keakuratan pengukuran yang dilakukan dapat
memperkirakan variabel tergantung yang dimaksud. Misalnya
dalam faktor risiko bagi yang terjadinya penyakit jantung
koroner dikenal klasifikasi tipe kepribadian seseorang menjadi
dua polayakni pola kepribadian tipeAatau tipe B. Untuk menilai
kesahihan klasifikasi tersebut kita perlu mengetahui berapa
akuratkah klasifikasi yang dipergunakan dapat memperkirakan
besarnya insidens penyakit jantung koroner pada sekelompok
subyek yang diteliti. Kesahihan atau validitas jenis ini disebut
sebagai kesahihan prediktif.
2 Kesahihan kriteria (criterion oalidity) dinamakan pula sebagai
kesahihan konvergen (conaergent ztalidity), menunjukkan
berapa sahih hasil pengukuran tersebut dibanding dengan cara
pengukuran lain untuk variabel yang sama. Misalnya apakah
kesahihan pertanyaan untuk ketaatan minum obat pada suatu
uji klinis sama baiknya bila dibandingkan dengan cara mengukur
kadar obat dalam urin?
3 Kesahihan muka (face aalidity) atau kesahihan isi (content
ztalidity) menunjuk pada keputusan subyektif peneliti berdasarkan

i
84 Pangukuran

akal sehat (mmmon sense) atau intuisi terhadap variabel yang sulit
diukur. Untuk mengukur kualitas hidup para responden, peneliti
dapat memperkirakan dengan menggunakan hubungan subyek
dengan keluarga dan tetanggt ataudengan cara yang lain. Variabel
yang digunakan sebagai penduga variabel yang sulit diukur ini
dinamakan proxy. Hal tersebut sepenuhnya bergantung pada
peneliti, natnun alasan atau pembenaran unfuk menggunakan alat
ukur proxy tersebut harus dijelaskan atau didiskusikan.
Tingkat sosial-ekonomi sering sulit apabilahanya diukur dengan
jumlah penghasilan resmi per bulan. Dalam masyarakat banyak
pegawai kecil yang mernpunyai gajiyang kecil (yang biasanya
disebut apabila ditanya berapa penghasilannya) namun dapat
hidup layak. Ini berkaitan dengan kegiatan lain di luar pekerjaan
resminya. Bila gaji digunakan sebagai standar, hasilnya tidak
sesuai dengan kenyataan. Untuk mengatasi hal ini dapat dibuat
proxyt misalnya kepemilikan sepeda motor sebagai penanda
tingkat sosial ekonomi sedang, dan seterusnya.

HunurrlcAN ANTARA KEANDALAN DAN


KESAHIHAN

Keandalan maupun kesahihan suatu pengukuran bukanlah


merupakan sesuatu yang aII or none, andal (sahih) atau tidak andal
(tidak sahih), namun tetapi lebih merupakan spektrum'daerah
kelabu'. Keandalan dan kesahihan alat ukur atau pengukuran
biasanya dinyatakan secara kualitatif (atau semi-kuantitatif ) sebagai
amat buruk, buruk, kurang, cukup, baik, sangat baik.
Kedua karakteristik pengukuran tersebut hendaknya dipandang
sebagai dua hal yang terpisah. Suatu jenis pengukuran dapat
mempunyai keandalan yang sangat baik namun kesahihannya
kurang baik; di sisi lain ada pengukuran yang kesahihannya cukup
baik sedangkan keandalannya buruk. Hubungan antara kedua
karakteristik pengukuran tersebut dilukiskan secara skematis pada
Gambar 4-2a dan 4-2b.

i
AlanRTumbelakadkk. 85

Nildi sebenarnya

trtr trtr
(b)

b
b
an
b
"Ut
b
d

Gambar 4-2 (al dan (b). Ilustrasi hubungan antara keandalan dan
kesahihan pengukuran pada pengukuran yang dilakukan berulang
kali. Pengukuran A yang memberi variasi yang sempit (keandalannya
baik) dan reratanya dekat dengan nilai sebenamya (kesahihannya
baik). Pengukuran B memberikan variabilitas nilai yang lebar
(keandalannya kurang) namun nilai reratanya dekat dengan nilai
sebenamya (kesahihannya baik). Pengukuran C memberi variabilitas
yang sempit (keandalannya baik) namun rerata hasil pengukuran
menyimpang dari nilai yang sebenarnya (kesahihannya kurang).
Pengukuran D memberi variabilitas nilai yang lebar (keandalannya
kurang) namun nilai reratanya menyimpang dari nilai sebenamya
(kesahihannya kurang).

{r

i *u
86 Pengnkurun

Dnrran PUSTAKA

1 Ahlbohm A, Norrel S. Introduction to modem epidemiology. Edisi ke-2.


Chesnut Hill: Epidemiology Resources Inc;1990.
2 Altman DG. Practical statistics for medical research. New York:
Chaprnan and Hall; 1995.
3 Bland fM, Altman DG. Statistics notes: Measurement error propor
tional to the mean. FMI.1996;31.3:1.A6.
4 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3.
Boston: Lange Medical BooksMcGraw Hill;200L.
5 Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology-the essen
tials. Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
6 Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician.
I. Different types of data need different statistical tests. BMJ. 1997;3L5:364-
366.
7 Hulley SB, Cummings SR" Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman
TB, penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach.
Edisi ke-2. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.
8 Sackett DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology. A basic
science for clinical medicine. Edisi ke-2. Boston: Little, Brown; 1991.
9 Tumbelaka AR, Adisasmita AC, Riono P, Sastroasmoro S,
Rachimhadhi T. Metodologi penelitian kesehatan. ]akarta: Puslitkes
LPUT,1992.

il

J)
AlanRTumbelakadkk. 87

Pengukuran merupakon dosor semuo penelition.


Pengukuran yong tidak akurot okon mengokibotkon
hasil penelition yong tidak okurat pula.
Dolam penelition pengukuron mencokup pengukuron
kual itotif moupun kuontitotif .

Pengukuron dilokukan terhodop voriobel, yang dopot


berskolo kotegorikal atou numerik. Skolo kotegorikol
dibogi menjodi skolo nominol dan ordinol, sedongkon
skalo numerik dibogi menjodiskolo intervol don skola
rosio.
Dori skolo numerik voriobel dopot diuboh menjodi
skolo ordinol otou nominot, nomun seboliknyo tidok.
Tiop skolo voriabel mempunyoi voriobilitos yong dopot
terjodi pado pengomot, olot ukur, don subyek yong
diukur.
Duo karoteristik pengukuron yong harus selolu
diperhatikon odolah voliditos (kesohihon) yong
dipengoruhi bios, dan keondolon (reliobilitos) yong
dipengoruhi peluong.
Soloh sotu aspek pengukuron yong sering diperlukon
dolom pengukuran odoloh kesesuoion (agreement)
pengukuron yong dinyotokon dolom koppo. Stotistik ini
diperlukon ogor diperoleh kesesuoion pengukuran
voriobel nominol ontoro 2 pengamat (inter-observer
agreement) don ontoro 1 pengomot dolom woktu yong
berbedo (i ntra- o b s erve r ag reement).
Segolo upayo yong mungkin horus sungguh-sungguh
dilokukon untuk meningkotkon kesohihon don keondolon
pengukuron

t
Bab 5 - Pemilihansubyek
penelitian

Sudigdo Sastroasmoro

fl"p"rti telah dijelaskan dalam Bab 2, peneliti biasanya ingin


\menggeneralisasikan hasil penelitian yang dilaksanakan
. ]ada populasi yang lebih luas. Ia sangat ingin agar hasil
Vpenelitiannya dapat diterapkan kepada kelompok pasien
lain; jarang orang melakukan penelitian klinis yang menginginkan
hasilnya hanya berlaku untuk pasien yang diteliti saja, tidak berlaku
untuk kelompok pasien yang lain. Namun peneliti tidak mungkin
melakukan penelitian pada seluruh subyek dalam populasi yang
diinginkan, melainkan dengan cara mengambil contoh (sampel),
yang di satu sisi mewakili populasi induknya, dan di lain sisi mampu
laksana ditinjau dari ketersediaan waktu, tenaga, sarana, serta biaya.
Bab ini menguraikan lebih lanjut hal yang telah dikemukakan dalam
Bab 2 tersebut, dengan perhatian pada teknik pemilihan sampel
yang mewakili populasi, dan pembahasan tentang hubungan antara
pemilihan sampel dengan kesahihan penelitian.

PopurRsl
Istilah populasi dalam bahasa sehari-hari dihubungkan dengan
penduduk atau jumlah penduduk di suatu tempat atau negara.
Dalam penelitian, istilah populasi memiliki pengertian tersendiri.

&

.r
Sudigdo Sastroasmoro 89

Yang dimaksudkan dengan populasi dalam penelitian adalah


sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu.
Karena luasnya pengertian tersebut, ada yang secara berlebihan
membuat definisi: "Populasi adalah sejumlah besar subyek.yang
oleh peneliti didefinisikan sebagai populasi". Definisi ini menjadi
rancu karena seharusnya definiens (kata yang menjelaskan) tidak boleh
mengandung definiendum (kata atau konsep yang didefinisikan).
Subyek penelitian dapatberupa manusia" hewan coba, data rekam
medis, data laboratorium, dan lain-lairy dan karakteristik subyek
ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian. Jadi populasi
suatu penelitian dapat saja berupa bayi sehaf dokter yang berkacamata
silinder, atau orang fua yang menderita pneumonia. Populasi penelitian
dapat dibagi menjadi du4 yakni: (1) populasi target (targetpopulation)
atau domain (ranah), dan (2) populasi terjangkau (accessiblepopulation)
atau sering pula disebut populasi sumber (source population).

Popuresr TARGET

Populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian


disebut sebagai populasi target (target population); sementara ahli
menyebutnya ranah atau domain. Populasi target bersifat umum,
yang pada penelitian klinis biasanya ditandai dengan karakteristik
demografis (misalnya kelompok usi4 jenis kelamin) dan karakteristik
klinis (rrlis alnya sehaf o steoporosis, pneumonia). Perhatikan contoh-
contoh populasi target berikut:
o anak sehat
. remaja pengguna narkoba
. pasangan usia subur
. pasien miokard infark berusia di bawah 50 tahun yang
mengalami serangan infark berulang
Pada penelitian yang membandingkan efektivitas antibiotik
baru A dengan antibiotik standar B pada remaja yang m.enderita
sinusitis kronik, maka populasi targetnya adalah para remajayar.g
menderita sinusitis kronik. Pada populasi inilah hasil penelitian
kelak dapat diterapkan.

i
90 P emilihan s uby ek p enelitian

Popuresl TERIANGKAU
Populasi terj.angkau (accessible population) disebut pula populasi
sumber (source population) adalah bagian populasi target yang
dapat dijangkau oleh peneliti. Contoh: Pasien morbus Hansen yang
berobat di RS Dwikora pada tahun 1999. Dengan kata lain populasi
terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat
dan waktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel, yang terdiri
atas subyek yang akan langsung diteliti.

Snupnr
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Dalam
kepustakaan sering istilah populasi dipakai secara salah, misalnya:
populasi pasien yang diteliti ini terdiri atas 100 anak berusia di bawah
5 tahun yang berobat di poliklinik XyZ. Dalam hal ini sebenarnya
yang dimaksud adalah sampel. Istilah keliru lainnya adalah "populasi
sampel"; istilah ini agak rancu, karena itu sebaiknya dihindarkan.

Subyek terpilih atau sampel yang dikehendaki


Subyek terpilih (eligible subiects) atau sampel yang dikehendaki
(intended sample) merupakan bagian dari populasi terjangkau yang
direncanakan untuk diteliti langsung. Mereka adalah subyek yang
memenuhi kriteria pemilihary yakni kriteria inklusi dan eksklusi,
dan terpilih sebagai subyek yang akan diteliti. Uraian mengenai
kriteria inklusi dan eksklusi dapat dilihat dalam Bab 3.

Subyek yang benar diteliti


Subyek yang benar diteliti adalah subyek yang benar mengikuti
penelitian sampai selesai; kelompok ini merupakan bagian dari
subyek terpilih dikurangi dengan drop out, Ioss to follozn-up, dan
lain-lain. Hasil penelitian merupakan hasil pengukuran pada
kelompok ini.

i
Sudigdo Sastroasmoro 91

MENcapn DIGUNAKAN SAMPEL?

Seperti telah disebutkan di atas, penelitian selalu dilakukan pada


sampel, bukan pada populasi. Persyaratan mutlaknya juga telah
disebut, yakni bahwa sampel tersebut harus (dianggap) mewakili
populasi. Bila hal ini tidak dipenuhi, maka generalisasi tidak dapat
dilakukaru sehingga hasil penelitian hanya berlaku utuk subyek
yang diteliti saja. Penggunaan sampel ini mengandung pelbagai
keuntungan, di antaranya adalah:
L Lebih murah. Dengan hanya meneliti sebagian subyek dari
populasi, maka biaya penelitian menjadi jauh lebih murah
dibandingkan dengan bila penelitian dilakukan pada seluruh
populasi.
2 Lebih mudah. Dengan hanya melakukan pengukuran pada
sebagian subyek dari populasi, maka pelaksanaan penelitian juga
menjadi jauh lebih mudah.
3 Lebih cepat. Dengan meneliti lebih sedikit subyek, maka hasil
penelitian yang diharapkan juga lebih cepat diperoleh.
4 Lebih akurat. Dalam banyak hal pemeriksaan atau pengukuran
terhadap sedikit subyek memungkinkan pemeriksaan yang lebih
teliti dan akurat dibandingkan dengan pemeriksaan terhadap
seluruh populasi.
5 Mewakili populasi. Bila dipilih dengan cara yang benar, maka
sampel dapat mewakili populasi, sedangkan inferensi hasilnya
dapat dilakukan dengan tingkat kesalahan yang ditetapkan.
5 Lebih spesifik. Banyak penyakit memiliki manifestasi klinis
yang bervariasi. Dengan memilih sampel, maka dapat direkrut
pasien dengan sifat tertentu, sehingga dapat diperoleh data pada
kelompok pasien yang lebih homogen.
Semua prosedur statistika untuk generalisasi yang dilakukan
sebenarnya hanya sahih bila sampel dipilih dengan simple random
sampling. Namun dalam praktik cara apa pun boleh asal hasilnya
sama atau mirip dengan hasil bila dipilih dengan simple random
sampling. Dalam penelitian klinis cata cansecutiae sampling dianggap
dapat mewakili populasi (lihat bawah).

J} *n
92 P emilihan suby ek p enelitian

HuguNGAN ANTARA PoPULASI, SAMPEL


. SUBYEK YANG DITELITI

Dengan uraian di atas dapat dikemukakan hubungan antara populasi


targef populasi terjangkau, subyek terpililr, serta subyek yang benar
diteliti (lihat Gambar 5-1). Perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1 Pemilihan populasi terjangkau. Pemilihan populasi terjangkau
ini semata-mata didasarkan pada kenyataan praktis atau faktual
bukan merupakan bagian dari suatu proses pemilihan yang
sistematis. Pada studi tentang pemberianAsl di daerah pedesaary
pemilihan ibu-ibu desa Sumber Sehaf misalnya, didasarkan pada
kenyataan mudahnya menghubungi desa tersebut, dan bukan
oleh karena ibu-ibu di desa Sumber Sehat representatif untuk
seluruh ibu di pedesaan. Demikian pula pemilihan pasien stroke
yang dirawat di RSCM semata-mata didasarkan pada alasan
praktis, bukan karena pasien stroke di RSCM mewakili pasien
stroke pada umumnya.
2 Penetapan subyek terpilih. Proses ini dapat, dan seharusnya,
dilakukan dengan prosedur tertentu, sehingga dapat diperoleh
sampel yang representatif terhadap populasi terjangkau.
3 Subyek yang benar diteliti. Disini menyangkut apakah subyek
yang telah dipilih menolak diteliti (non-response), atau terdapat
drop out atau loss to follow-up.
Bila kita lihat proses sebalikny4 yakni pada saat kita menilai
laporan hasil penelitian terhadap subyek yang benar diteliti, maka
kita melihat:
1 Apakah subyek yang benar diteliti sama atau dianggap sama
dengan subyek terpilih? Ini adalah pertanyaan kesahihan
interna. Bila terlalu banyak subyek yang drop out maka subyek
yang diteliti tersebut tidak dianggap sama dengan subyek yang
seharusnya diteliti, sehingga kesahihan intemanya kurang.
2. Apakah sampel yang dipilih (dapat dianggap) mewakili populasi
terjangkau? Inilah pertanyaan tentang kesahihan ekstema yang
pertama. Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan apakah sampel

t
Sudigdo Sastroasmoro 93

KARAKTERISTIK CONTOH

Dibatasi oleh
karakteristik Osteoporosis
klinis dan pasca-menopause
_( demografis
I vutiuitu, I I

IL------------r
etsterna tt I 1
Perempuan pasca-
L Dibatasi oleh menopause di
tempat dan waktu RSCM, tahun 2005
( (100 pasien)
I vrtiai,r, I I

I etsternat I'1
Diplih secara
t random dari
60 pasien
osteoporosis
.( populasi terjangkau
pasca-menopause

I vutioitu, I ']I

I int.,nu |
Subyek yan
t menyelesaikan
54 pasien
osteoporosis
prosedur
pasca-menopause
penelitian

Gambar 5-L. Skema memperlihatkan hubungan antara populasi


target (tar get p opulation), populasi terjangkau (accessible population),
subyek yang dikehendaki(intended sample), dan subyek yang benar-
benar diteliti (nctual study subjecfs). Kesahihan interna penelitian
dinilai baik bila penelitian pada subyek y*g benar-benar diteliti
menggambarkan subyek yang terpilih sebagai sampef yakni bila
tidak ada atau sangat sedikit terjadi drop out atau loss to follow-up.
Kesahihan eksterna I menunjukkan apakah subyek yang dipilih
dapat dianggap mewakili populasi terjangkau, baik dengan teknik
prob ability sarnpling maugtn non-prob ability sampling. Kesahihan ekstema
II menunjukkan apakah populasi terjangkau mewakili populasi
targeti dalam hal ini diperlukan clinical judgement dancommon sense.
Kesahihan eksterna I hanya dapat baik apabila kesahihan intema
baik, demikian pula kesahihan ekstema II hanya mungkin akan baik
apabila kesahihan ekstema I baik.

il

.f
94 P emilihan suby ek p enelitian

dipilih dengan cara yang benar, dan tidak banyak subyek yang
menolak berpartisipasi? Cara pemilihan subyek yang dapat
dianggap'mewakili populasi dapat dilihat dalam uraian di bawah.
3. Apakah populasi terjangkau dapat mewakili populasi target? Ini
merupakan pertanyaan yang menyangkut kesahihan eksterna
yang kedua. Bila populasi target adalah pasien pertusis di bawah
1 tahun (di manapun pasien berada), pertanyaannya apakah pasien
pertusis di bawah usia 1 tahun di RSCM dapat dianggap mewakili
pasien pertusis di bawah usia 1 tahun di luar RSCIIA di Jakarta, di
Indonesia, di seluruh dunia? Jawaban terhadap pertanyaan ini
umumnya tidak dilakukan dengan perhitungan, namun dengan
clinicnl judgment serta common sense, yang bergantung kepada
substansi penelitian. Contoh: penelitian tentang kontraksi ventrikel
kiri dengan ekokardiografi pada bayi baru lahir sehat di RSC\A
secara colnmon sense dapat dianggap mewakili bayi baru lahir sehat
di Indonesia. Namun faktor risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner pada pasien di RSCI\A secara common sense trdak
dapat dianggap mewakili populasi pasien yang sama di Amerika
Serikat atau di Iran.
Jadi dalam menginterpretasi hasil penelitian kita tidak hanya
melihat angka-angka, namun juga harus menyertak an clinical
judgment dan akal sehat.

Cnna PEMILIHAN SAMPEL


Di atas disebutkan bahwa sampel yang diteliti dianggap mewakili
populasi. Untuk dapat memperoleh sampel yang representatif
(mewakili populasi) terdapat banyak cara, dengan kelebihan dan
kekurangannya. Hal ini patut sangat diperhatikan oleh peneliti, karena
bila pemilihan subyek tidakdilakukan denganbaik (sehingga sampel
tidak mewakili populasi), maka apa pun hasilnya tidak akan dapat
digeneralisasi ke populasi.
Cara pemilihan sampel tersebut dapat digolongkan menjadi 2,
yaitu pemilihan berdasarkan peluang (ltrobability sampling) dan
pemilihan tidak berdasarkan peluang (non-prob nbility s ampling).

t
Sudigdo Sastroasmoro 95

Baku emas untuk cara penarikan sampel adalah pemilihan dengan


probability sampling; semua uji statistika dilaksanakan dengan
asumsi bahwa sampel dipilih dengan dasar probability sampling
tersebut, meskipun penarikan sampel yang representatif tidak harus
dilakukan dengan probability sampling'

A Pnonannrrv SAMPLING

Hal yang prinsip pada probability sampling adalah bahwa tiap


subyek dalam populasi (terjangkau) mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel
penelitian. Terdapat banyak sekali ienis probability sampling, antara
iain yang terbanyak digunakan dalam penelitian klinis dan
kesehatan masyarakat adalah:

a Simple random saffipling


Pada simple random sampling kita hitung terlebih dahulu jumlah
subyek dalam populasi (terjangkau) yang akan dipilih subyeknya
sebagai sampel penelitian. Setiap subyek diberi bernomor, dan
dipilih sebagian dari mereka dengan bantuan tabel angka random.
Contoh
Misalnya akan kita pilih 20 dari sejumlah 200 subyek pada
populasi teriangkau den gan can simple random sampling.Ke'
200 subyek kita beri nomor urut, dari 1 sampai dengan 200.
Lihatlah salah satu halaman pada tabel angka random (Tabel
5-1,). Karena ada 200 subyek, maka kita ambil angka yang
terdiri atas 3 digi! jadi dipilih deretan angka yang masing-
masing terdiri atas 3 digit. Pada contoln, misalnya dimulai
pada kolom pertama, baris kedua, dapat kita baca nomor
ilZ, selanjutnya kekanan berturut-turut 895, L45, 311, 649,
853, 487, 431, 815, 949, 584, 836, 738, 250, 141, 546, 096, 283'
018, dan seterusnya. Oleh karena angka tertinggi yang akan
diambil adalah 200, maka setiap angka yang lebih dari 200
diabaikan, jadi hanya diambil angka s200 (dalam contoh kita
adalah angka 145,096,018, ....). Bila ada angka yang sama,

.*
96 P emil ihan suby ek p eneliti an

maka angka yang muncul kemudian diabaikan. Demikian


seterusnya sampai diperoleh 20 nomoL Agar obyektif, maka
pemilihan angka awal dilakukan dengan cara acak, misalnya
dengan cara menjatuhkan pinsil sambil memeiamkan mata;
angka yang terdekat dengan jatuhnya ujung pinsil dipilih
sebagai angka awal. Pembacaan tidak harus dari kiri ke kanan,
namun dapat juga ke kiri, atas, atau bawah, dan sekali telah
ditetapkan arah pembacaan harus tetap taat-asas.

Tqbel 5-1. Tobel random (dolom kelompok 5 digir)

85967 73152 t45l I 8s285 36009 95892 36962 67835 6331 4


50162 07483 514s3 11649 86348 76431 81594 95848 36738
25014 15460 96283 0l 898 61 41 4 83525 04231 13604 75339
11730 85423 60698 49174 12074 9855',I 37895 93547 24769
09404 76548 05393 96770 97336 39941 21225 93629 19574
71 565 3341 3 56087 40875 l 335r

Pemilihan subyek secara acak saat ini dipermudah dengan


tersedianya program komputer. Banyak program komputer yang
menyediakan pemilihan subyek secara random (random sampling
atau random selection). Biasanya komputer meminta input kepada
kita, berupa jumlah subyek penelitian yang tersedra (misalnya200),
berapa banyak yang akan dipilih menjadi sampel (misalnya 40), serta
nomor urut pasien dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk
dipilih (misal dari nomor 1 sampai 200). Dengan perintah khusus,
maka komputer akan menunjuk 40 nomor urut pasien yang harus
dipilih. Blla input yang sama diulang maka komputer akan memberi
40 nomor pasien yang sama sekali berbeda dengan hasil sebelumnya.
Dengan demikian peneliti tidak dapat memprediksi nomor berapa
saja yang akan terpilih bila prosedur pernilihan subyek ini diulang.

b. Systematic sampling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek
yang dapat dipili[ setiap subyek nomor ke-sekiah dipilih sebigai

.r
Sudigdo Sastroasmoro 97

sampel. Bila ingin diambil 1/n dari populasi, maka tiap pasien ke-
n dipilih sebagai sampel. Jadi, seperti pada random sampling, setiap
subyek yang memenuhi kriteria untuk dipilih diberi bernomor.
Contoh
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling
sistematik; berarti diperlukan 201200 = 1.ll0 bagian dari
populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel, karena
itu setiap pasien ke-10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek
diberi bernomo4, dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien yang
ke-10 diambil sebagai sampel. Penentuan angka awal juga
seyogianya dilakukan secara acak, misalnya dengan cara
menjatuhkan ujung pinsil ke deretan angka pada tabel angka
random. Bila diperoleh adalah angka awal 3, maka yang
diikutsertakan dalam sampel adalah pasien nomor 3,13,23,
33, 43, 53, 63, 73, 83, 93, dan seterusnya.

c Stratified random sampling


Dalam penelitian tidak jarang ditemukan keadaan tertentr.r, sehingga
setiap kelompok (kita sebut strata) memberikan nilai yang jelas
berbeda. Blla samplirzg dilakukan terhadap semua subyek sebagai
satu kesatuary akan diperoleh sampel dengan variasi yang sangat
besar terutama bila jumlah subyek tidak banyak, dan simpulan hasil
penelitian menjadi bias. Untuk mengatasi hal tersebut dapat maka
dilakukan stratifikasi dan pemilihan subyek berdasarkan atas strata.
Pada cara ini sampel dipilih secara acak untuk setiap strata, kemudian
hasilnya dapat digabungkan menjadi satu sampel yang terbebas dari
variasi untuk setiap strata. Variabel yang sering digunakan untuk
stratifikasi adalah jenis kelamiry umur, ras, kondisi sosial-ekonomi,
status gizi, tempat penelitian (pada studi multisenter), dan lain-lain.

Contoh
Ingin diketahui insidens miokarditis difterika pada pasien
yang berusia 0 sampai 10 tahun. Dari penelitian terdahulu
diketahui bahwa pada anak di bawah 5 tahun kenaikan
SGOT lebih nyata (330 U) dibandingkan dengan anak di atas
5 tahun (rata-rata 100 U). Bila diambil L00 anak dari 0 sampai

t
98 P emilihan suby ek p enelitt an

10 tahun, dan dipilih sampel yang terdiri atas 20 subyek" maka


nilai yang diambil variabilitasnya sangat besar. Lebih baik
bila dilakukansampling secara terpisah (misal10 orang untuk
yang di bawah 5 tahun dan L0 orang di atas 5 tahun). Dengan
demikian 20 subyek yang diperoleh tidak menunjukkan
varians antar-strata, dan nilai ini lebih baik bila dibandingkan
dengan bila pemilihan dilakukan tanpa stratifikasi.

d Cluster sampling
Pada cluster snmpling sampel dipilih secara acak pada kelompok
individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misal wilayah
(kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisienbila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh populasi
tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengansimple random sampling
sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.

Contoh
Ingin diketahui karakteristik bayi dengan atresia bilier di
rumah sakitpendidikan di seluruh Indonesia. Bila diinginkan
hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit
tersebut, dilakukan c/zster sampling, yaitu dengan melakukan
random sampling pada tiap rumah sakit, kemudian baru dalam
analisis akhir data dari semua rumah sakit dijumlahkan.
Pada survai komunitas sering dilakukan tzno stage cluster sampling,
seperti contoh berikut:
Misalnya kita ingin meneliti kejadian karies dentis pada anak
sekolah diJakarta. Dibutuhkan 5000 subyekyang diharapkan
dapat mewakili anak sekolah di |akarta. Dari daftar sekolah
di Kanwil Depdiknas DKI, diambil secara random sejumlah
100 sekolah dasar. Pada ke-100 sekolah dasar tersebut, dari
tiap sekolah dipilih 50 orang siswa dengan cara random
sampling. Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada satu
clusterbiasanya subyeknya lebih kurang homogen. Misalnya,
daerah tertentu cenderung untuk dihuni penduduk dengan
tingkat sosial ekonomi yang tidak terlalu berbeda mencolok,
meskipun biasanya tenfu saja tidak benar-benar homogen.

t
Sudigdo Sastroasmoro 99

B Noru-PRoBABrLny IAMPLTNG
Non-probability sampling merupakan cara pemilihan sampel yang
lebih praktis dan mudah dilakukan daripada probability sampling,
karenanya dalam penelitian klinis lebih sering digunakan daripada
probability sampling. Namun perlu diingaf karena semua prosedur
statistika berdasarkan pada asumsi umum bahwa sampel diambil
secara probability sampling (khususnya random sampling), maka
kesahihan sampel non-probability terletak pada berapa benar
karakteristik sampel yang dipilih dengan cara lain akan menyerupai
karakteristik sampel bila pemilihan dilakukan dengan cara prob ability
sampling.
Consecutiae sampling, conaient sampling, dan judgmental sampling
merupakan 3 jenis non-probability sampling yang paling sering
digunakan dan diuraikan di bawah.

a Consecutioe sampling
Pada cnnsecutiae sampling, semua subyek yang datang secara berurutan
dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Consecutioe sampling ini
merupakan jenis non-probability sampling yar.g paling baik, dan
seringkali merupakan carayang termudah. Faktanya sebagian bes4r
penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan subyeknya dilakukan
dengan teknik ini.
Agar hasil pemilihan subyek dengan consecutiae sampling dapat
menyerupai hasil dengan probability sampling, maka jangka waktu
pemilihan pasien atau subyek penelitian harus tidak terlalu pendek,
terutama untuk penyakit yang dipengaruhi oleh musim. Conlohnya,
pengambilan pasien demam berdarah dengue pada bulan-bulan
Agustus dan September mungkin tidak mewakili karakteristik
pasien demam berdarah dengue pada umumnya, karena puncak
insidens penyakit ini biasanya terjadi antara bulan April-Juni, dan
karakteristik pasien pada puncak insidens biasanya tidak sama
dengan pada bulan-bulan lain. Untuk jenis penyakit yang tidak
dipengaruhi oleh musim hal tersebut dapat diabaikan.

.t
100 P emilihan s uby ek p en eliti an

b Comtenient sampling
Cara ini merupakan cara termudah untuk menarik sampel, namun
juga sekaligus merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini
sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga jarang dapat
dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apalagi populasi
target penelitian.
Contoh
Ingin diketahui kadar imunoglobulin pasien penyakit jantung
bawaan (PJB). Ditetapkan besar sampel 40. Peneliti, suatu hari
mengambil 8 kasus di poliklinik jantung. Kemudian ia cuti,
dan wakfu masuk kembali, kalau tidak rapat atau memberi
kuliah ia mengumpulkan lagi pasien sampai mencapai 40. Cara
ini mudalv namun subyek terpilih tidak mewakili pasien PIB
yang berobat di poliklinik tersebut. Dalam keadaan tertentu,
bila variabilitas nilai pada subyek penelitian tidak berbeda besa4
maka hasilyang diperoleh dapat dianggap representatif untuk
populasi target, misalnya pada penelitian untuk memperoleh
nilai-nilai normal (contoh: ukuran ginjal pada bayi baru lahi1,
dimensi ruang janfung dengan cara ekokardiografi pada orang
dewasa normal).

c Judgmental sampling ataupurposiae snmpling


Pada judgmental sampling atau purposive sampling ini peneliti
memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan
praktis, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi
yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian. Misalnya,
untuk meneliti pendapat ibu tentang pemberian ASI dan susu
formula, dipilih ibu-ibu yang pemah memberikan ASI dan pemah
pula memberikan susu formula kepada bayinya, atau ibu yang
pendidikannya cukup sehingga dapat memberi keterangan yang
lebih akurat. Cara tersebut rnempunyai kelemahan yang lebih
kurang sama dengan cara conaenient sampling. Pada studi yang
memerlukanfollow-up, misalnya studi kohort atau uji klinis, calon
peserta yang berencana pindah tempat tinggal dalam kurun waktu
penelitian sering juga tidak diikutsertakan dalam penelitian.

tt

!,
Sudigdo Sastroasmoro 101

KEsaUTHAN INTERNA DAN EKSTERNA


Kesahihan'(validitas) interna suatu penelitian menunjukkan
apakah hasil studi bebas dari kesalahan acak, bias, dan perancu
(confounding). Dengan kata lain, apakah asosiasi yang diperoleh
benar-benar hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel yang diteliti.
Suatu penelitian dengan kesahihan interna yang tinggi mempunyai
kesalahan pengukuran (bias, kesalahan acak), serta pengaruh faktor
peranflr yang tidak ada atau minimal. Sebaliknya suatu penelitian
dengan kesahihan interna yang rendah mengandung bias, kesalahan
acak atau perancu, sehingga asosiasi yang didapat mungkin saja
disebabkan oleh hal selain variabel yang diteliti. Aspek ketepatan
desairy seleksi subyek, dan pengukuran berperan penting dalam
validitas interna.
Kesahihan eksterna menunjukkan berapa baik hasil penelitian
tersebut dapat diterapkan pada kelompok yang lebih luas. Dari
sampel yang dikehendaki ke populasi terjangkau seringkali disebut
sebagai kesahihan eksterna pertama, sedangkan dari populasi
terjangkau ke populasi target merupakan kesahihan eksterna yang
kedua. Suatu penelitian baru dapat mempunyai kesahihan eksterna
yang baik apabila ia mempunyai kesahihan interna yang baik.
Penelitian dengan kesahihan interna yang buruk tidak mungkin
mempunyai kesahihan eksterna yang baik. Dalam keadaan
kesahihan interna buruk, maka pertanyaan tentang kesahihan
eksterna penelitian tersebut tidak lagi relevan.

Dnrrnn PUsTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3.
Boston: Lange Medical Books[VlcGraw Hilf 2001.
Elwood JM. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical
trials. Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1998.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB,
penyrinting. Designing clinical research - an epidemiologic approach.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins, 2007.
Koapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics. Penn
sylvania: Harwal Publishing Co, 1992.

J| L'
102 P emilihan suby ek penelitian

5 Kramer MS. Clinical epidemiology and biostatistics. Berlin: Springer-


Verlag, 1988.
5. Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman & Hall;1999.

ffi

J}
Sudigdo Sastroasmoro 103

## *"s
s g@##*&@-ffi.ffi

Penelition selolu diloksonokon podo sompel, don hosilnya


akan drgeneralisosi ke populosi yong diwokili oleh somPel.
'Populosi dopot dibagi menjodi populosi target yong dibotosi
oleh sifot demogrof ik don klinis, don populosi terjongkou
yokni bagian populasi target yang dibotosi tempot don woktu.
Sompel dipilih dari populosi terjongkou.

Kauntungon penggunoon sompel odqloh lebih cepot, lebih


muroh, lebih mudoh, lebih okurot, don lebih spesif ik, dangon
f ingkot kasolohan yong ditetopkon.

Pemilihon subyek untuk sompel dopat dilqkukon dengon coro


berdosorkon peluong (probability sanpling) mouPun bukon
berdosorkon peluong (non-probabi I ity sampl ing).
Termosuk dolom probability samplingadalah simple random
sampling, systematic sanpling, stratif ied random sampling,
cluster sampling dan kombinosi coro-coro tersebut.
Tarmosuk dolom no n- p ro bab i I ity sanp I i ng odoloh
consecutive, convenient, dan judgmental sampling. Dolom
studi klinis consecutive sampling poling sering digunokon.
Semuo uji stotistiko moupun penghitungon intervol
kepercayaan dilokukan dengan osumsi bohwo pemilihon
subyek dilokukon dengon probability sampling, meskiPUn
subyek podo sompelyong mewakili populosi tidok horus
dilokukon secoro probabi I ity sanpl ing.

Hosil penelitian dopatditeropkon podo populosi bergontung


kepodo opokoh sompel tersebut mewokili populosi terjongkou
(dopot dihitung) dan opokoh populasi terjongkou dionggop
dapot mewokili populosi target (secaro common sense).

.t 6at
Bab 6 -Desain penelitian

Husein Alatas, WT Karyomanggolo, Dahlan Ali Musa,


Aswitha Boediarso, Ismet N Oesmana Nikmah S ldris

esain penelitian merupakan rancangan penelitian yang


disusun sedemikian rupa sehingga dapat menuntun
peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap
pertanyaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih luas
desain penelitian mencakup pelbagai hal yang dilakukan peneliti,
mulai dari identifikasi masalafu rumusan hipotesis, operasionalisasi
hipotesis, cara pengumpulan data, sampai akhimya pada analisis data.
Dalam pengertian yang sempit desain penelitian mengacu pada jenis
penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian; karena
itu desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai fujuan penelitian.
Dengan demikian maka pada hakekatnya desain penelitian
merupakan suatu wahana untuk mencapai tujuan penelitiary yang
juga berperan sebagai rambu-rambu yang akan menuntun peneliti
dalam seluruh proses penelitian. Dalam garis besar, desain penelitian
mempunyai 2 kegunaan yang amat penting dalam keseluruhan
proses penelitiary yakni:
o Merupakan sarana bagi peneliti untuk memperoleh jawaban
terhadap pertanyaan penelitian.
r Merupakan alat bagi peneliti untuk dapat mengendalikan
atau mengontrol pelbagai variabel yang berpengaruh atau
berperan dalam suatu penelitian.

i {|t
Husein alatasdkk 105

Desain penelitian membantu peneliti untuk mendapatkan


jawaban atas pertanyaan penelitian dengan sahiFr" obyektif, akurat,
serta hemat. Desain penelitian harus disusun dengan cermat dan
kemudian dilaksanakan dengan penuh perhitungan agar dapat
memperoleh bukti empiris yang kuat relevansinya dengan merujuk
pada pertanyaan penelitian. Desain yang direncanakan dengan baik
sangat membantu peneliti untuk mengandalkan observasi dan
intervensi, serta melakukan inferensi atau generalisasi hasil penelitian
ke popuiasi yang lebih luas.

PEnaru DESAIN DALAM PENELITIAN


Bagaimana desain penelitian dapat berperan seperti tersebut?
Desain merupakan kerangka acuan bagi pengkajian hubungan
antar-variabel. Dalam pengertian tertenfu desain mengatakan jenis
observasi atau pengukuran apa yang harus dilakukan, bagaimana
cara melakukan pengukuran, serta bagaimana melakukan analisis
terhadap hasil pengukuran. Jadi desain mengacu pada pengukuran
dan analisis; misalnya manakah yang terma suk o ariab eI b eb as (u ariab el
independen, prediktor, risiko, atau kausa) dan mana yang merupakan
variabel terganfung (aariabel dependen, ztariabel efek, outcome, eoent).
Dari variabel bebas dapat dilihat mana yang termasuk dalam variabel
aktif (misalnya kebiasaan merokok), dan mana yang merupakan
variabel atribut (misalnya jenis kelamin).
Terdapat beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenis
desain ditentukan. Pertama, sejak awal peneliti harus menentukan
apakah akan melakukan intervensi, yaitu studi intervensional
(eksperimental), atau hanya akan melaksanakan pengamatan saja
tanpa intervensi, yaitu melaksanakan studi observasional. Kedua,
apabila dipilih penelitian observasional, harus ditentukan apakah
akan dilakukan pengamatan sewaktu (yaitu studi cross-sectional)
atau dilakukan follow-up dalam kurun waktu tertentu (studi
longitudinal). Hal ketiga adalah apakah akan dilakukan studi
retrospektif , yaltumengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung
ataukah studi prospektif yaitu dengan mengikuti subyek untuk
meneliti peristiwa yang belum terjadi.

.r
106 Desainpenelitian

Perlu dikemukakan bahwa desain penelitian yang satu tidak


lebih unggul daripada yang lairy oleh karena desain yang dipilih
berhubungan erat dengan tujuan dan pertanyaan penelitian.
Dengan kata lairy pemilihan desain bertujuan untuk memperoleh
jawaban atas pertanyaan penelitian dengan carayangpaling efisien
dan dengan hasil yang memuaskan. Selain itu, satu jenis penelitian
dapat menunjang jenis penelitian yang lain. Hasil suatu penelitian
observasional untuk mencari data awal suatu penyakit, yang sering
disebut sebagai studi deskriptif, misalnya mengenai gambaran klinis
dan laboratorium suatu penyakit, dapat digunakan untuk menyusun
studi analitik mengenai hubungan sebab-akibat beberapa variabel,
misalnya faktor yang meningkatkan terjadinya penyakit. Pada
tahapan berikutnya mungkin dapat dilakukan studi intervensional,
berupa intervensi medis, prosedur, ataupun penyuluhan kesehatao
untuk menilai peran intervensi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas penyakit tersebut.

KTnsmIKASI JENIS PENELITIAN


Seperti tercermin dalam uraian di atas, klasifikasi jenis penelitian
medis sangat bera gam,bergantung pada dasar pembuatan klasifikasi.
Tidak ada satu klasifikasi pun yang memuaskan. Di satu sisi tidak
satu pun klasifikasi yang lengkap, namun di lain sisi banyak yang
tumpang-tindih. Tidak ada klasifikasi desain yang bersif at mutually
exclusiae (kalau sudah termasuk dalam kelompok yang satu tidak
dapat dimasukkan dalam kelompok yang lain). Uraian ringkas di
bawah ini dikemukakan untuk memperlihatkan betapa orang dapat
membuat klasifikasi jenis penelitian kedokteran dan kesehatan dengan
pelbagai dasar, bukannya untuk dihafal atau dianut.
Tabel 6-L memperlihatkan salah satu cara klasifikasi penelitian
di dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan. Tampak bahwa
klasifikasi ini bersifat tumpang-tindih: penelitian dasar mungkin
bersifat deskriptif, dapat pula analitik, penelitian klinis dapat
bersifat transversal atau longitudinal, dan seterusnya. Inilah yang
dimaksud dengan tidak mutually exclusiae.

.t t*u
Huseinalatas dkk 107

Tqbel 5-1. Klqsifikqsi desoin peneliticn kedokteron / kesehoton

I Berdosorkori podo ruong lingkup penelilion


o Penelition klinis
o Penelilion lopongon
o Penelitionloborolorium
2 Berdosorkqn podo woklu
o . Penelition tronsversol (cross-secfiono/): prospektif otou retrospektif
o Penelitiqn longitudinol: prospektif otou refrospektif

3 Berdqsqrkqn podo subslonsi


o Penelition dosor
o Penelition teropon

4 Berdasqrkon podo odo olqu tidoknyo onolisis hubungon onlor-voriobel


o Penelitiondeskriptif
o Penelition onolitik
5 Desqin khusus
o Uii diognostik
o Anolisis kesintoson (survivol ono/ysis)
o Meto-qnolisis

Klasifikasi yang sangat sering dikemukakan adalah penelitian


deskriptif dan penelitian analitik. Pembagian ini menimbulkan
kerancuan oleh karena sering disalahtafsirkary yaitu disebut sebagai
penelitian deskriptif akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan
analisis data. Sebaliknya pada setiap studi analitik selalu diawali
dengan deskripsi data sebelum dilakukan analisis. Arti kedua jenis
penelitian tersebut diuraikan di bawah.
Namun harus diakui bahwa terdapat perbedaan dalam klasifikasi
ini. Kami masih menggunakan pemahaman konvensionaf dengan
mengacu pada ada atau tidaknya hubungan antar-variabel. Studi
yang tidak mempelajari hubungan antar-variabel disebut penelitian
deskriptif, dan semua penelitian yang mencari hubungan antar-

u
"* t;i
108 Desainpenelitian

variabel disebut sebagai penelitian analitik. Pendapat lain memberi


batasan yang lebih ketat untuk menyatakan studi analitik, yakni
penelitian yang mencari hubungan kausaf termasuk uji klinis dan
studi etiologi. Dengan demikian uji diagnostik, misalnya, menurut
paham ini termasuk studi deskriptif.
Pada penelitian deskriptif peneliti hanya melakukan deskripsi
mengenai fenomena yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan
apa adanya, tidak dilakukan analisis mengapa fenomena terjadi.
Pada studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis sehingga tidak
dilakukan uji hipotesis (uji statistika) seperti uji x2 atau uji-t maupun
penghitungan risiko relatif, rasio odds dan sejenisnya. Contohnya
adalah survei morbiditas dan mortalitas, atau gambaran klinis dan
laboratorium sindrom atau penyakit tertentu. Laporan retrospektif
hasil pengobatan (biasanya dalam konteks pelayanan pasien) yang
dilakukan tanpa kontrol adalah contoh lain.
Pada penelitian analitik peneliti berupaya mencari hubungan
antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Pada penelitian
ini dilakukan analisis terhadap data, karena itu pada penelitian
analitik selalu diperlukan hipotesis yang harus diformulasikan
sebelum penelitian dimulai, untuk divalidasi dengan data empiris
yang dikumpulkan. Hubungan antar-variabel dapat dilakukan
dengan pelbagai uji hipotesis (sering disebut secara kurang tepat
sebagai'uji statistika' atani uji'kemaknaan') sesuai dengan data, dan
I atas pelbagai jenis analisis lain yang disebutkan di atas.
Telah disebutkan bahwa data pada penelitian deskriptif sering
dapat dipakai untuk penelitian analitik pada tahapan berikutnya.
|ika kita akan melakukan penelitian tentang penyakit yang datanya
masih sedikit sebaiknya dilakukan penelitian deskriptif terlebih
dahulu. Data tersebut kemudian dipakai untuk menyusun latar
belakang dan hipotesis penelitian analitik. Hal tersebut relevan
untuk penyakit baru seperti flu burung atau flu babi.
Perlu diingat pula bahwa laporan penelitian analitik selalu diawali
dengan deskripsi subyek penelitian lebih dulu, sebelum dilakukan
analisis. Hal ini tidak berarti penelitian tersebut bersifat deskriptif
dan analitik, kecuali bila deskripsi subyek yang terpilih merupakan
salah satu pertanyaan penelitian yang secara khusus perlu dijawab.

Jt
Husein alatas dkk 109

Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi


tiga jenis, yaitu (1) studi cross'sectional, (2) studi kasus-kontrol,
(3) studi kohort. Akhir-akhir ini meta-analisis, suatu desain khusus
yang menggabungkan hasil banyak studi, digolongkan dalam studi
observasional analitik.
Telah dikemukakan bahwa klasifikasi jenis desain penelitian
sangat beragam; setiap ahli membuat klasifikasi sendiri, seringkali
terkesan dengan mengabaikan klasifikasi yang dibuat oleh ahli yang
lain. Klasifikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan banyak
dipakai pada studi epidemiologi maupun penelitian klinis tertera
pada Gambar 6-'1..
Pembagian desain tersebut cukup praktis dan didasarkan pada
ada atau tidak adanya intervensi atau manipulasi yang dilakukan
oleh peneliti terhadap subyek penelitian. Pada studi eksperimental
peneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel
penelitian dan kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut,
sedang pada studi observasional ia melakukan pengamatan atau
pengukuran terhadap pelbagai jenis variabel subyek penelitian
menurut keadaan alamiah, tanpa berupaya melakukan manipulasi
atau intervensi.
Perlu sedikit dijelaskan tentang makna kata interoensi dalam
desain penelitian ini. Yang dimaksud dengan intervensi dalam
konteks ini adalah perlakuan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
subyek penelitiary dan hasil perlakuan tersebut diamati, diukur,
dan dianalisis. Apabila peneliti melakukan tindakan atau intervensi,
namun efek intervensi tersebut tidak diukur dan tidak dianalisis,
maka hal tersebutbukan merupakan suatu studi intervensi. Sebagai
contoh seorang ahli bedah melakukan intervensi bedah untuk
mengambil batu empedu dan meneliti komposisi batu empedu
yang diambilnya, maka ahli bedah tersebut tidak dapat dikatakan
melakukan penelitian intervensional melainkan melakukan studi
observasional. Ciri khas studi intervensional dibanding dengan
studi observasional adalah pada studi intervensional peneliti
menentukan subyek mana yang akan memperoleh perlakuan apa,
sedangkan pada studi observasional pajanan terhadap faktor risiko
atau variabel independen berlangsung secara alamiah.

J)
110 Desainpenelitian

Desoin peneliticn

Observqsionol lnlervensionol

I Loporon kosus* I Uii klinis


2 Seri kosus* 2 lntervensi
3 Studi cross-secfionol lermosuk survoi* pendidikon
4 Studi kosus-kontrol periloku
5 studi kohorr kesehoton mosyorokol
6 Melo-onolisis

Gambar 6-L. Skema memperlihatkan klasifikasi sederhana desain


penelitian.
Catatan: *Sebagian ahli berpendapat bahwa laporan kasus, seri
kasus, dan survai bukan merupakan penelitian yang sebenarnya.
Kami mengacu pada Hegde yang mengatakan bahwa ilmu adalah
suatu filosofi, sedang penelitian adalah tindakan (action) untuk
mengisi ilmu. Sepanjang laporan kasus, seri kasug dan pelbagai survai
tersebut merupakan proses untuk mengisi ilmu, maka ia dapat disebut
sebagai penelitian dengan desain yang sederhana. Banyak penelitian
dasar yang desainrrya sederhana namun membuahkan hasil spektakular
dipandang dari segi ilmu karena substansinya yang berbobot.

A PENnTmIAN oBSERVASToNAL

LaponaN KASUS DAN sERJ KASUS

Banyak yang tidak menganggap laporan kasus dan seri kasus


sebagai suatu penelitian. Dasar pendapat tersebut dapat dipahami,
mengingat pada filosofi dasar penelitian: the essence of research is
coffipdrison. Dari laporan kasus dan seri kasus kita tidak dapat
menilai terdapatnya hubungan sebab-akibat, karena dilakukan
tanpa menggunakan kontrol. Bila pada laporan kasus dikemukakan
adanya gejala efek samping terhadap sejenis obat baru, hal itu harus
ditanggapi secara berhati-hati karena faktor peluang (chance) sangat
besar. Tetapi deskripsi efek samping pada laporan kasus merupakan

j|
Husein alatas dkk 111

dokumentasi yang amat berharga, karena dapat menggugah kita


untuk waspada terhadap kemungkinan efek samping tersebut dan
memberikan stimulasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Cukup banyak laporan kasus atau seri kasus pada masa lampau
yang kemudian membuahkan suatu Penemuan penyakit baru.
Misalnya laporan kasus Richard Bright pada tahun 1827 yang
membuahkan penyakit glomerulonefritis yang pada saat ini
ternyata sangat beragam jenisnya. Laporan William Heberden tahun
1772 mengenai sakit dada pada sejumlah kasus pada akhirnya
membuahkan penyakit angina pektoris. Bahkan akhir-akhir ini
laporan serial kasus yaitu 5 lelaki homoseksual yang menderita
pneumonia akibat Pneumocystis carinii pada tahun 1980-1981,
akhirnya membuahkan penemuan penyakit AIDS, sebagai suatu
penyakit baru dan amat penting, muncul ke permukaan dan
menjadi isu kesehatan global hanya dalam waktu beberapa tahun.
Salah satu bentuk seri kasus yang seringkali dilakukan adalah
pengaruh pengobatan atau prosedur atau tindakan pengobatan
pada sejumlah kasus. Laporan semacam ini meski dilakukan pada
lebih dari 50 kasus, tidak mempunyai nilai yang besar dalam ranah
penelitiary oleh karena tidak dilakukan dengan kontrol. Penelitian
seperti ini hanya memberi petunjuk mengenai kemungkinan
terdapatnya efek terapi obat tersebut, serta efek samping ataupun
komplikasi yang dapat timbul pada pemakaian sesuatu obat atau
prosedur. Seharusnya laporan semacam ini dilanjutkan dengan
studi eksperimental untuk membuktikan ada atau tidaknya efek
obat atau prosedur tersebut.
Tidak jarang suatu laporan kasus yang mengesankan terdapatnya
efek terapi obat atau prosedur pengobatan, setelah diuji dengan
penelitian eksperimental temyata hasilrrya negatif. Contohnya adalah
penggunaan obat imtrnosupresif imuran pada sindrom nefrotik relaps
frekuen; obat tersebut semula dilaporkan cukup efektif, nalnun setelah
dilakukan penelitian eksperimental (uji klinis) oleh ISKDC (International
Study of Kdney Disease in Children) secara kolaboratil temyata pasien
sindrom nefrotik relaps frekuen yang diberi imuran hasilnya sama
dengan kelompok kontrol yang diberi pengobatan standar. Akhimya
disimpulkanbahwa penggunaan imuran pada pasien sindrom nefrotik

dn

J|
112 Desainpenelitian

relaps sering adalah tidak efektif. Keadaan serupa dijumpai pada obat
atau prosedur pengobatan lain. Karenanya pada saat ini dapat dibuat
simpulan umurn bahwa studi observasional atau uji klinis yang tidak
dirandomisasi cenderung untuk melebih-lebihkan efek suatu obat atau
pengobatan dibanding dengan uji klinis dengan randomisasi. Namun
harus diakui terdapat cukup banyak prosedur pengobatan yang tidak
didasarkan atas uji klinis dengan randomisasi, baikkarena jumlahkasus
yang sedikit masalah teknis, atau masalah etika,

PENErrrnN cRoss- sECmoNAL


Dalam penelitian cross-sectional peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Kata satu saat bukan
berarti semua subyek diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapi
artinya tiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran
variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Dengan
demikian maka pada studi cross-sectional peneliti tidak melakukan
tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. Desain cross-
sectional sering digunakanbaik dalam studi klinis danlapangan; desain
ini dapat digunakan pada penelitian deskriptif maupun analitik.
Contoh penelitian cross-sectional deskriptif:
o persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif di komunitas
o prevalens obesitas pada mahasiswa di Jakarta
. indeks tuberkulin pada anak. (Studi ini, meski memerlukan
follow-up 48-72 jamuntuk penilaian hasil uji tuberkulin, tetap
disebut sebagai studi cross-sectional karena penyuntikan dan
penilaian hasil merupakan satu kesatuan).
Contoh penelitian cross-sectional analitik:
r beda proporsi pemberian ASI eksklusif pada pelbagai tingkat
pendidikan ibu
. beda kadar kolesterol dokter anak dan dokter bedah
o Beda prevalens penyakit tertentu antara siswa lelaki dan
perempuan
o Peranpelbagai faktor risiko dalam terjadinya penyakittertentu

t
Husein alatas dkk 113

Dalam studi analittk cross-sectional yang mempelajari hubungan


antara faktor risiko dengan penyakit (efek), pengukuran terhadap
variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) hanya
dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan. Dari pengukuran
tersebut maka dapat diketahui jumlah subyek yang mengalami
efek, baik pada kelompok subyek yang faktor risiko, maupun pada
kelompok tanpa faktor risiko.
Hasil pengukuran biasanya disusun dalam tabel 2 x 2; dari tabel
ini dapat dilihat prevalens penyakit (efek) pada kelompok dengan
atau tanpa faktor risiko, kemudian dapat dihitung rasio preaalens,
yakni perbandingan antara prevalens efek pada kelompok subyek
yang memiliki faktor risiko dengan prevalens efek pada kelompok
subyek tanpa faktor risiko.
Rasio prevalens memberikan gambaran peran faktor risiko
terhadap terjadinya efek atau penyakit. Bila rasio prevalens sama
dengan 1, artinya prevalens penyakit pada subyek dengan faktor
A sama dengan prevalens pada subyek tanpa faktor A, maka faktor
tersebut bukanlah merupakan faktor risiko. Bila nilai rasio prevalens
lebih dari L berarti faktor A tersebut merupakan faktor risikg dan nilai
yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa faktor tersebut merupakan
faktor protektif (mencegah terjadinya efek). Namun dalam menilai rasio
prevalens harus diperhatikan interaal kepercayaan Karena studi
cross-sectional hanya mengukur prevalens (bukan insidens), maka
studi tersebut seringkali disebut pula sebagai studi prevalens.
Untuk uraian selanjutnya lihat Bab 7.

Srunr KASUS-KoNTRoL
Berbeda dengan studi cross-sectionnl, pada studi kasus,kontrol
observasi atau pengukuran variabel bebas dan variabel tergantung
tidak dilakukan pada saat yang sama. Peneliti melakukan pengukuran
variabel tergantung, yakni efek, sedangkan variabel bebasnya dicari
secara retrospektif; karena itu studi kasus-konkol disebut sebagai studi
longitudinaf artinya subyek tidak hanya diobservasi pada satu saat tetapi
diikuti selama periode yang ditentukan.

t
114 Desainpenelitian

Seperti telah disebutkan, pada studi kasus-kontrol dilakukan


identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakit (efek),
kemudian ditelusur secara retrospektif ada atau tidaknya faktor
risiko yang diduga berperan. Untuk kontrol harus dipilih subyek
dari populasi dengan karakteristikyang sama dengan kasus; bedanya
kelompok kontrol ini tidak menderita penyakit atau kelainan yang
diteliti. Pemilihan subyek kontrol ini dapat dilakukan dengan 2
cara, yakni dengan cara serasi (matching) atau tanpa matching.
cross -sectional, hasil pengukuran pada studi kasus-
Seperti pada studi
kontrol disusun dalam tabel}x 2. Hubungan sebab akibat antara faktor
risiko dan efek diperoleh secara tidak langsung, yakni dengan
menghitung risiko relatif, yang dalam studi kasus-kontrol dinyatakan
sebagai lasio odds (odds ratio). Odds adalah perbandingan antara
peluang (probabilitas) untuk terjadinya efek dengan peluang untuk
tidak te4adinya efek; bila peluang terjadinya efek dinyatakan dengan
P, maka odds adalah P/(1-P). Sebagai contoh, bila peluang atau
kemungkinan Muhammad Ali untuk menang melawan Joe Frazier
adalah 75o/o, maka odds Alt' untuk menang adalah = 75% : 25"/o = 3.
Rasio odds menunjukkan berapa besar peran faktor risiko yang
diteliti terhadap terjadinya penyakit (efek), jadi seruPa dengan rasio
prevalens pada studi cross-sectional atau atau risiko relatif pada studi
kohort. Nilai rasio odds:1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti
ternyata bukan merupakan risiko untuk terjadinya efek. Rasio yang
lebih besar dari L menunjukkan bahwa benar faktor yang diteliti
merupakan faktor risiko, sedangkan rasio yang kurang dari 1
menunjukkan bahwa faktor tersebut merupakan faktor protektif
untuk terjadinya efek. Nilai rasio odds ini harus disertai interval
kepercayaannya.

Sruor KoHoRT
Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang mulai dengan
identifikasi efek, pada penelitian kohort yang diidentifikasi lebih
dahulu adalah kausa atau faktor risikonya kemudian sekelompok
subyek (yang disebut kohort) diikuti secara prospektif selama
periode tertentu untuk menentukan terjadi atau tidaknya efek.

i
Husein alatas dkk 115

Pada penelitian kohort murni, yang diamati adalah subyek yang


belum mengalami pa;'anan faktor risiko yang dipelajari serta belum
mengalami'efek.
Sebagian subyek tersebut secara alamiah akan mengalami pajanan
terhadap faktor risiko tertentu, sebagian lainnya tidak. Subyek yang
terpajan faktor risiko menjadi kelompok yang diteliti, sedang subyek
yang tidak terpajan menjadi kelompok kontrol. Dalam keadaan ini,
oleh karena kedua kelompok berangkat dari populasi yang sama,
maka biasanya keduanya sebanding (comparable) kecuali dalam hal
adanya pajanan terhadap faktor risiko. Kedua kelompok tersebut
kemudian diikuti selama masa tertenhr, untuk kemudian ditentukan
apakah telah terjadi efek atau penyakit yang diteliti.
Hasil pengamatan studi kohort juga disusun dalam tabeI Z x 2,
dan dapat ditentukan insidens terjadinya efek pada kelompok
terpajan dan kelompok kontrol. Selanjutnya dapat dihitung risiko
relatif, atau risiko insidens, yakni perbandingan antara insidens
efek pada kelompok dengan faktor risiko dengnn insidens efek pada
kelompok tanpn faktor risiko. Risiko relatif menunjukkan besarnya
peran faktor risiko terhadap terjadinya penyakit; bila risiko relatif
: 1 maka faktor yang diteliti bukanlah merupakan faktor risiko,
nilai yang lebih daripada 1. menunjukkan bahwa faktor tersebut
merupakan risiko, sedangkan nilai yang kurang daripada 1
menunjukkan bahwa faktor yang diteliti tersebut bersifat protektif.
Dalam menilai hasil risiko relatif harus pula diperhatikan interval
kepercayaannya. Uraian selanjutnya dapat dipelajari dalam Bab 9.
Selain studi kohort prospektif juga dikenal studi kohort
retrospektif. Pada desain ini peneliti mengidentifikasi faktor risiko
dan efek pada kohort yang terjadi di masa lalu (penelitian disebut
rerospektif bila pada saat penelitian dilakukan outcome yarrg diteliti
sudah terjadi). Analisis yang digunakan sama dengan pada studi
kohort prospektif. Kesahihan hasil studi ini bergantung pada
kualitas data pada rekam medis atau sumber data lain. Seperti pada
studi kohort prospektil baik faktor risiko maupun efek yang diteliti
harus didefinisikan dengan jelas. Salah satu kelemahan studi kohort
retrospektif ini adalah terdapatnya kemungkinan bahwa pelbagai
pengukuran yang dilakukan pada masa lampau tidak memenuhi

i ta*
t
116 Desainpenelitian

standar, karena data yang ada adalah data pelayanan, data


penelitian. Diagram pada Gambar 6'2 memperjelas perbedaan
desain studi cross-sectional, kasus-kontrol, kohort prospektif, dan
kohort retrospektif.

Cross sectional

: ;..-;.l-lli
i..t::.:lj:,t.t; t:,t:'l::,i,1:.::i::l::,l::l:::::lia:l:.:l:.

i!
l.:. r,
t'.
::.'i.i::,1 :ll:l ll:''l:.:,:,,1i:::.rl :'!:,i;:i;:i:t.ll':1i1..:,;.r::.
-,

-
f t """" r"" ;pktif '>' :.
--]]---
-,,--'t' :

Masa lampau e|""l.SsFl,.,,,,


:*i .

Gambar 6-2. Skema memperlihatkan dimensi waktu dalam desain


observasional. Pada studi uoss-sectional pengukuran faktor risiko dan
efek dilakukdn satu kali pada saat yang sama; studi ini disebut
retrospektif bila kejadian yang diteliti telah te4adi pada masa lalu.
Pada studi kasus-kontrol, efek dinilai sekarang sedangkan faktor
risiko ditelusur retrospektif. Pada studi kohort prospektif penelitian
dimulai sekarang, faktor risiko dan efek dideteksi ke depan secara
prospektif. Pada studi kohort ietrospektif faktor risiko dan efek telah
terjadi di masa lalu, namun kejadian efek ditelusur prospektif dilihat
dari saat pajanan faktor risiko.

PgNnUTIAN EKSPERIMENTAL

Studi eksperimental, sering pula disebut studi intervensional,


adalah salih satu rancangan penelitian yang dipergunakan untuk

.t arl -
Husein alatas dkk 117

mencari hubungan sebab.akib at (cause-effect relationship). Dibanding


studi observasional, studi eksperimental ini mempunyai kapasitas
asosiasi yang lebih tinggi. Simpulan adanya hubungan sebab akibat
pada studi observasional, baik studi cross-sectional, studi kasus-
kontrol, maupun kohort hanya sampai pada ingkatan dugaan atau
dugaan kuat dengan landasan teori atau telaah logis. Pada penelitian
eksperimental asosiasi sebab-akibat yang diperoleh lebih tegas dan
nyata, sehingga simpulan yang dapat diperoleh pun lebih definitif
ketimbang pada studi observasional. Namun studi eksprimental
ini umumnya memerlukan biaya yang mahal dan pelaksanaannya
rumit, hingga penggunaannya lebih terbatas.
Di klinilg studi eksperimental sering dilakukaru dan didominasi
oleh uji klinis untuk mehilai efek terapeutik obat atau prosedur
pengobatan (Bab 10). Di lapangan, studi eksperimental dilakukan
dalam bentuk intervensi komunitas, misalnya penelitian tentang
pengaruh penyuluhan pembersihan air tergenang di sekitar rumah
terhadap insidens demam berdarah dengue di suatu daerah.
Di laboratorium studi eksperimental juga sering dilakukan,
termasuk penelitian dengan hewan coba. Di antara ketiganya,
kondisi yang ideal dapat dibuat di laboratorium, di klinik sampai
batas tertentu lingkungan penelitian dapat dibuat mendekati ideal,
sedang di lapangan studi intervensi dilakukan atas dasar keadaan
faktual di masyarakat. Perbedaan ini tentu berpengaruh terhadap
tingkat kepercayaan kita terhadap hasil masing-masing studi.
Studi eksperimental juga mempunyai tingkatan atau gradasi,
mulai dari studi pra-eksperimental (pre-experimental studies),
studi kuasi-eksperim ental (q u a si - exp erim ent al studi es), dan studi
eksperimental benar (true experimental studies). True experimantal
studies dianggap merupakan desain terkuat untuk memperlihatkan
hubungan sebab-akibat. Desain ini ditandai dengan terdapatnya
randomisasi, yakni alokasi subyek uji klinis yang berdasarkan asas
peluang untuk diberikan obat atau prosedur yang diuji atau
diberikan obat atau prosedur standar. Pembaca yang berminat
dapat mempelajari lebih lanjut dalam buku Campbell & Stanley
(1953) yang kini telah menjadi rujukan klasik dan edisi berikutnya
yang diperluas oleh Shadish, Cook & Campbell (2002).

Jl
118 Desainpenelitian

CoNToH APLIKASI JENIS DESAIN PENELITIAN


Dari uraian di atas tersirat bahwa tiap jenis desain penelitian
mempunyai karakteristik tertentu, yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan desain untuk menjawab pertanyaan penelitiary
atau menguji hipotesis. Ciri-ciri, kelebihary dan kekurangan tiap
desain akan diuraikan dalam bab-bab berikut. Pemahaman akan
karakteristik, kelebihan, dan kelemahan masing-masing desain
penelitian diperlukan agar peneliti dapat menentukan desain yang
paling tepat untuk dipergunakan menjawab pertanyaan penelitian.
Teoritis setiap jenis desain dapat digunakan untuk menjawab
beberapa pertanyaan penelitian, dan teoritis satu pertanyaan
penelitian dapat dijawab dengan pelbagai desain. Jenis desain mana
yang Seharusnya dipilih? Kunci untuk pertanyaan tersebut adalah:
desain yang mampu menjaraab pertanyaan penelitian dengan sshih,
murah, mudah, cepat, dan tidak berlawanan dengan etika. Bila dapat
memberikan hasil yang sama sahihnya, maka studi yang biayanya
lebih murah, lebih aman dan nyaman untuk subyek, lebih cepat dapat
diselesaikary dan lebih sedikit memerlukan subyek lebih disukai.
Untuk memberi gambaran penggunaan desain penelitian, dan
untuk memperlihatkan bahwa secara teoritis pelbagai jenis desain
penelitian dapat digunakan untuk menjawab masalah penelitian
yang sama, berikut diberikan contoh penggunaan pelbagai jenis
desain untuk menjawab satu pertanyaan penelitian.
Masalah yang dihadapi adalah:
Seorang dokter anak mengamati bahwa sebagian besar
pasien yang telah menunjukkan gejala asma sebelum
berumur 1 tahun, pada anamnesis ternyata diberi susu
formula pada masa neonatus. Diperkirakan dalam populasi
persentase bayi yang mendapat formula pada masa neonatus
adalah 50%. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pemberian
formula pada neonatus yang rentan akan mempercepat
timbulnya manifestasi asma. Studi literatur menunjukkan
terdapatnya dugaan bahwa pemberian protein asing dini (susu
formula) pada bayi baru lahir yang rentan akan mempercepat
terjadinya manifestasi alergi pada bayi tersebut.

fi

i ,.1 u
Husein alatas dkk 119

Untuk masalah penelitian tersebut peneliti dapat merumuskan


hipotesis berikut:
Pembeiian susu formula pada masa neonatus (formula dini)
berkaitan dengan peningkatan kejadian asma di bawah usia
L tahun (asma dini).

Untuk menguji kesahihan hipotesis tersebut, dapat digunakan


pelbagai jenis desairt /akni:
o Studi cross-sectional, yakni dengan melakukan pemeriksaan
satu kali pada sekelompok bayi dengan atau tanpa asma.
o Studi kasus-kontrol, dengan mencari bayi dengan asma dan
membentuk kelompok kontrol bayi tanpa asma.
o Studi kohort, yakni dengan mengamati bayi baru lahir,
mencatat yang diberi formula dini dan yang tidak
o Uji klinis, dengan mengalokasi bayi yang mendapat formula
dan yang tidak
I. Desain yang paling sederhana adalah studi cross-sectional.
Selama periode tertentu, misalnya selama 6 bulan, diperiksa
semua bayi yang berumur di bawah 1 tahun pada satu
komunitas. Misalnya terdapat 1000 bayi,100 di antaranya
memberi gejala asma (dengan kriteria yang ditetapkan). Dari
ke-L00 bayi tersebut, ternyata 80 mendapat fonnula dini, yang
20 lainnya mendapat ASI eksklusif. Pada 900 bayi tanpa
gejala asma, 300 bayi diberikan formula dini, 600 lainnya
tidak. Lihat Gambar 6-3. Dengan demikian maka dapat
dihitung rasio prevalens, yaitu perbandingan prevalens bayi
dengan asma yang mendapat formula (80/380) dengan
prevalens bayi tanpa asma yang mendapat formula (201620).
Rasio prevalens dapat dihitung = 397380 :201260 = 6,53 (interval
kepercayaan 95o/o antara 4,07 sampai 10,471.

II. Desain lain yang dapat dipergunakan adalah studi kasus-


kontrol. Misal dapat dikumpulan 50 bayi yang menunjukkan
manifestasi asma pada umur kurang dari l tahun; kelompok
ini merupakan kelompok kasus (mengalami efek). Sebagai
kontrol dicari 50 bayi kurang dari l tahun tanpa asma. Pada

t
120 Desainpmelitian

Asmo dini

Yo 80 300 380
Formulo dini

20

Jumloh r00 r 000

Gambar 5-3. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil observasi pada studi


cross-sectional terdapat 1000 bayi untuk menentukan hubungan
antara pemberian susu formula dini dengan terjadinya manifestasi
asma dini. Pada contoh ini resiko relatif pemberian formula dini
dinyatakan sebagai ratio prevalgns = prevalens asma dini pada bayi
yang diberi formula dini : prevalens asma dini pada bayi tanpa
formula dini = 80/380:201620 = 6,53.

kedua kelompok ditelusuri secala retrospektif dengan


wawancara yang teliti, apakah bayi diberi formula pada masa
neonatus, untuk mengetahui proporsi subyek yang diberi
formula sebelum berumur l bulan pada kelompok kasus dan
kontrol. Data tersebut dianalisis dengan menghitung ratio
odds.Lihat Gambar 5-4.Bila dari 50 bayi asma terdapat 37
yang diberikan formula dini, dan dari 50 bayi tanpa asma 18
diberikan formula dini, maka oddspadakelompok formula
= 37 I 18 sedangkan o d ds p ada kelompok tanpa f ormula dini =
13i32. Rasio odds pada studi ini adalah 37118 : 13132 = 37x32 :
18x13 = 5,06 (IK 95"/o antara L,98 sampai 13,13).

III. Desain lain kohort prospektif dapat pula digunakan.


Misalnya diamati 1000 bayi baru lahir. Sebagian (300 bayi)
secara alamiah diberikan susu formula sebelum usia l bulan,
sisanya (700 bayi) tidak. Kedua kelompok tersebut diamati 1
tahun, dan ditentukan apakah terdapat manifestasi asma

.i
Husein alatas dkk 121

Asmq dini

Yo Jumloh

37 'r8 55
Formulo dini
r3 32 45

Jumloh 50 50 r00

Gambar 6-4. Tabel2x2 menunjukkan hasil observasi pada


studi kasus-kontrol. Risiko relatif (dinyatakan sebagai ratio
odds) dihitung sebagai berikut: RO = (37x32):(18/13) = 5,1.

Asmq dini

Tidok Jumloh

Yo r00 300
Formulq dini
Tidok 700

Jumloh r50 850 r000

Gambar 6-5. Tabel 2x2 menunjukkan hasil observasi pada


studi kohort. Risiko relatif (RR) dihitung dengan
membandingkan insidens efek (asma dini) pada kelompok
dengan faktor risiko (formula dini) dengan insidens efek pada
kelompok tanpa faktor risiko. RR = 100/300 :501700 = 4,7.

sebelum usia 1 tahun. Bila dari 300 bayi yang diberi formula
dini 100 menderita asma (insidens = 100/300), dan dari 700
yang tidak diberi formula 50 menderita asma (insidens 50/
700), dapat dihitung relatif (RR) pemberian formula yakni
sebesar 100/300 :501700 = 4,67 (IK 95% 3,42 sampai 6,97).
Gambar 5-5.

.i
122 Desainpenelitinn

IV. fika faktor etika diabaikan (tentu saf a tidak dibenarkan),


desain eksperimental dapat digunakan untuk menguji sahih
atau tidaknya hipotesis tersebut. Pada 100 bayi baru lahir
dilakukan alokasi acak; 50 diberikan susu formula dini,50
lainnya tidak. Kemudian efeknya dilihat sampai bayi berusia
l tahun. ]adi yang membedakan studi kohort dengan studi
eksperimental adalah adanya intervensi dari peneliti, siapa
yang diberi formula dan siapa yang tidak. Pada studi kohort
peneliti mengelompokkan subyek y.rng secara alamiah diberi
formula dini dan yang tidak. Bila dari 50 bayi yang diberi
formula dini L0 menderita asma dini, dan dari 50 bayi tanpa
formula dini 6 menderita asma dini, maka dapat dilakukan uji
hipotesis, dalam hal ini adalah uji x2. Lihatlah Gambar 6-6.

Asmq dini

Tidok Jumloh

40 l0 50
Formulo dini
Tidok 50

46 54 r00

Gambar 6-5. Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil uji klinis yang


mencari hubungan antara pemberian formula dini dengan
terjadinya asma dini. Dalam desain ini dilakukan uji hipoiesis
dengan x2 untuk 2 kelompok independen; v2 = 4,245; df = 1; p =
0,039.

Nilai rasio prevalens pada studi cross-sectional, rasio odds pada


penelitian kasus kontrol, maupdn risiko relatif pada studi kohort
menunjukkan berapa kali risiko terjadinya efek pada kelompok
dengan faktor risiko dibanding pada kelompok kontrol. Misalnya
r asio o dds sebesar 5, 05 berarti bahwa bahwa bayi yang diberi formula
dini mempunyai risiko untuk terjadinya asma dini sekitar lima

.,
Husein alatas dkk 123

kali lebih besar ketimbang yang tidak diberi formula dini. Rasio
odds sebesar 5,01 ini mempunyai interval kepercayaannya; bila
interval kepercayaan 95"/" antara 1,98 sampai 13,1,3 berarti pada
populasi yang diwakili oleh sampel, risiko pemberian formula dini
pada neonatus untuk kejadian asma dini 95% terletak antara 2
sampai 13. Apabila rasio odds <1 maka faktor yang diteliti justru
merupakan faktor protektif. Baik faktor risiko maupun faktor
protektif, bila interval kepercayaannya mencakup angka 1 berarti
ia bukan merupakan faktor risiko / protektif yang sebenarnya;bila
dilakukan uji hipotesis akan diperoleh nilai p>0,05 - artinya hasil
yang diperoleh tersebut cukup besar kemungkinannya semata-
mata disebabkan oleh faktor peluang.
Tiap desain mempunyai sisi positif dan negatil kelebihan dan
kekurangannya. Pada umumnya, dilihat dari segi biayayangpaling
murah ialah desain cross-sectional, diikuti oleh studi kasus-kontrol,
studi kohort, dan yang termahal adalah studi eksperimental.
Namun bila dilihat dari kuatnya hubungan sebab-akibat, hal yang
sebaliknya terjadi: desain terkuat adalah studi eksperimental,
diikuti oleh studi kohort, kasus-kontrol, dan studi cross-sectional
Hal ini terutama karena pada studi eksperimental pelbagai jenis
variabel yang diukur atau diintervensi dapat dikontrol terhadap
terjadinya pelbagai jenis bias.
Akhir-akhir ini beberapa analisis menyebutkan bahwa studi
non-eksperimental (biasanya studi kohort atau kasus-kontrol) yang
dilakukan dengan baik dengan jumlah subyek yang besar dapat
memberi hasil yang sebanding dengan studi eksperimental. Namun
hal itu tidak meniadakan pernyataan bahwa studi eksperimental
lebih memberikan hasil dengan tingkat kesahihan yang lebih tinggi
daripada desain observasional analitik.
Uraian yang rinci pelbagai jenis desain tersebut, penerapannya
dalam penelitian, perlunya dihitung perkiraan besar sampel dan
lain-lain dapat dipelajari dalam bab-bab berikut. Pada akhirnya
pemilihan desain studi ditentukan oleh banyak hal, terutama pada
hipotesis atau tujuan penelitian, tingkat kesahihan yang akan
dicapai, serta fasilitas, sumber daya manusia, wakfu, serta biaya
yang tersedia.

i
124 Desainpenelitian

Tnal,rs ra rr o N AL REsEAR cH
Selain jenis-jbnis desain yang telah diulas di atas, juga dikenal desain
uji diagnostik (yang pada dasarnya adalah studi cross-sectional -
lihatlah Bab 1\), studi kesintasan (dapat observasional atau
intervensi - Bab L2), dan meta-analisis (Bab 13). Meta-analisis,
meski cikal-bakah:rya sudah lama dikenal,baru berkembang dalam
pustaka kedokteran dalam 2-3 dasawarsa terakhir. Meta-analisis
merupakan suatu rangkuman kuantitatif hasil studi terdahulu
dengan menggunakan teknik statistika khusus. Meta-analisis
digolongkan dalam penelitian observasional analitik yang bersifat
retrospektif. Studi kualitatif, meskipun tidak dilakukan sebanyak
studi kuantitatif dapat dilihat ikhtisarnya pada Bab L4.
Semua jenis penelitian di atas merupakan penelitian terapan,
yang melanjutkan penelitian ilmu dasar baik dalam laboratorium
in aitro maupun penelitian dengan hewan coba. Semua jenis
penelitian kedokteran, baik penelitian dasar, klinis, maupun
komunitas akhirnya harus berujung pada peningkatan kualitas
pelayanan kedokteran. Penjabaran temuan ilmiah dari penelitian
ilmu dasar ke ranah aplikasi klinis, dan akhimyaperbaikankesehatan
masyarakat merupakan tujuan utama penelitian kedokteran. Namun
ini terbukti tidak dapat mudah dicapai. Para penyandang dana,
baik pemerintah maupun perusahaan farmasi, telah menghabiskan
dana luar biasa besar untuk penelitian dasar, namun nilai
pengembalian investasi sangat jauh dari sasaran yang diharapkan.
Sebagai contoh, The National Institute of Health (NIH) USA telah
mengeluarkan dana hampir 15 milyar dolar untuk riset dasar pada
tahun 2009, tetapi laju translasi penelitian ke dalam praktik klinis
sangat lambat dan rendah. Suatu studi menunjukkan bahwa dalam
20 tahun terakhir, kurang dari 25o/" temuan penting riset biomedis
dilanjutkan sebagai uji klinis dan kurang daril}"h yang kemudian
diterapkan dalam praktik klinis. Selain itu, walaupun suatu jenis
terapi telah dibuktiNan memiliki efek positif, penerapannya tidak
lakukan secara universal dalam praktik klinis, seperti pemberian
obat penghambat beta setelah infark miokard atau obat penurun
kolesterol pada penyakit jantung koroner.

Jl
Husein alatas dkk 125

Kendatipun masalah dalam proses penjabaran atau translasi


tersebut telah didiskusikan hampir lebih dari 30 tahun, namun
baru dalam dekade terakhir hal ini menjadi fokus perhatian para
peneliti. Para ahli menyadari bahwa pekerjaan ini merupakan hal
yang vital dalam kemajuan riset biomedis.

Apn YANG DIMAKSUD DENGAN


TRANSTATTONA L RESEARCH?

Secara klasik tr anslational r esear ch didefinisikan sebagai " ...ffictio e


translation of the new knowledge, mechanisms, and techniques generated
by adaances in basic science into nezn approaches for preaention,
diagnotsis, and treatment of disease which are essential for improuing
health.." (Fontanerosa). Lebih jauh lagi beberapa pakar membagi
translational research menjadi dua blok, yaitu T1 dan T2 sebagai
suatu translational continuum atau clinical research enterprise.
Istilah T1 sering dianggap bersinonim atau merujuk kepada
"bench to bedside", yaltu "the bench-to-bedside enterprise of harnessing
knowldege from basic sciences to produce new drugs, deaices, and
treatment optings for patients". The lnstitute of Medicine's Clinical
Research Roundtable mendefinisikan T1 sebagai berikut: "the transfer
of new understanding of disease mechanisms gained in the laboratory
into the derselopment of neza methods for diagnosis, therapy, andpreaention
and their first testing in humans." Artinya area riset ini merupakan
pertemuan antara ilmu dasar dengan kedokteran klinis; target atau
endpointyang dituju adalahproduksi terapi atau obatbaru yang dapat
digunakan secara klinis atau diproduksi secara komersial. Definisi
T1 ini hampir mirip dengan definisi translational research secara
umum yang dikemukakan oleh Fontanerosa.
Apa yang dimaksud dengan T2? Riset T2 dapat dikatakan
merupakan translasi hasil penelitian klinis ke dalam praktik untuk
memastikan bahwa obat atau pendekatan diagnostik yang baru
ditemukan benar-benar menjangkau pasien atau populasi yang
dimaksud. Untuk itu, produksi obat/pendekatan terapi atau

i
126 Desainpenelitian

diagnostik yang merupakan luaran fase bench-to-bedside menjadi


titik awal T2. Ringkasnya T2 menerjemahkan temuan dalam
penelitian klinis ke dalam praktik sehari-hari serta pembuatan
kebijakan kesehatan.
Berdasarkan pemahaman di atas, tampak bahwa T1 dan T2
merupakan continuum. Riset T1 memerlukan Penguasaan biologi
molekular, genetik, dan ilmu dasar lain serta klinikus terlatih yang
bekerja di laboratorium lengkap dengan teknologi canggih serta
infrastruktur yang mendukung. Sebaliknya, laboratorium T2
adalah komunitas dan pelayanan rawat jalary yaitu tempat intervensi
berbasis populasi, tempat riset berbasis praktis membawa hasil
penelitian T1 ke ruang publik. Oleh karena itu, T2 memerlukan
keterampilan riset berbeda, yaitu penguasaan ilmu implementasi
lapangan dan evaluasi intervensi di lingkungan nyata, termasuk
epidemiologi klinis, teori komunikasi, ilmu perilaku, kebijakan
publil keuangan, teori organisasi, desain sistem, informatika, dan
kombinasi riset metodologi/kualitatif.
Penelirian T1 dan T2 menghadapi tantangarryar.g berbeda. TL
berjuang dengan misteri biologi atau teknologi, rekrutmen uji
klinis, dan pengontrolan lingkungan. Adapun riset T2lebihbanyak
menghadapi tantangan perilaku manusia, masalah organisasi,
hambatan infrastruktur dan sumber daya, dengan segala tantangan
yang ada. Mengingat rumitnya proses translasi hasil penelitian
untuk memiliki dampak bagi kesehatan masyarakat, beberapa
kelompok membuat model dengan T1-T2-T3-T4 yang merupakan
kontinuum riset biomedis.
o T1 adalah translasi dari ilmu dasar ke studi penelitian klinis
(dengan subyek manusia),
. T2 menerapkan hasil penelitian klinis ke pasien,
o T3 adalah riset berbasis praktik, dan
o T4 merupakan outcome research yang mengacu pada
komunitas dan kebijakan kesehatan.
Apa pun modelnya, inti konsep penelitian translasional adalah
memastikan bahwa apa yang ditemukan dalam penelitian dasar
diteruskan ke penelitian pada manusai dan komunitas.

il

"i i*o
Huseinalatas dkk 127

RlNcrRseu
Secara tradisional, riset dalam bidang kedokteran dan kesehatan
seringkali dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu riset dasar
(disebut juga riset fundamental atau riset murni) dan riset terapan.
Riset dasar bersifat lebih spekulatif dan memerlukan waktu lama
(seringkali dalam hitungan dasawarsa) untuk diterapkan dalam
konteks praktis namun kadang mampu menghasilkan temuan
fenomenal yang menyebabkan pergeseran paradigma praktis.
Sebaliknya riset terapan memiliki implikasi langsung terhadap
praktik tetapi seringkali hanya menghasilkan perbaikan bertahap
dan bukan suatu terobosan radikal.
Dikotomi riset dasar dan terapan ini menyulitkan pembentukan
tim multidisiplin yang diperlukan untuk keberhasilan penelitian
translasional. Riset translasional berusaha membebaskan diri dari
domain dasar dan terapan ini sehingga dapat diterapkan secara
lebih umum. Pada riset translasional interaksi antara riset akademis
dan praktik pelayanan kesehatan/industri ditingkatkan. Para
praktisi dapat membantu pembentukan agenda riset dengan
memberi informasi mengenai masalah apa yang sebenarnya
dihadapi dan memerlukan pendekatan dengan riset translasional.
Seperti telah disebut, pendekatan riset terapan hanya menghasilan
perbaikan masalah kesehatan yang sedikit.

Darrnn PUsTAKA
Abramowics M, Barnett Hl, Edelmann CMIR. Controlled trial of azathioprine
in children with nephrotic syndrome. The report of The Intemational Study
of Kidney Diseases in Children. Lancet. 7970;2:959-6L.
Azwar A, Prihartono, ]. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan
masyarakat. ]akarta: Binarupa Aksara, L987.
Campbell Dl Stanley jC. Experiitrental and quasi-experimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.
4 Doll R, Hill AB. Mortality in relation to smoking: Ten-year observation of
British doctors. BMI 1964; 1399-450.
5 Dougherty D, Conway PH. The "3T's" road. map to transform US health
care: the "how" of high-quality care, iAMA. 20[,8;299:2379-2321.

J) *u
128 Desainpmelitian

6 Egget M, Smith GD, Philips AN. Meta-analysis: principles and procedures.


BMJ 1.997 ;31.5 :'1533-7 .
Fletcher R, Fetcher S, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins; 1996.
Fontanarosa PB, C.D.DeAngelis CD. Basic science and translational research:
call for papers/ IAMA. 2001,;285:2246.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
10 Katz DL. Clinical epidemiology & evidence-based medicine. Thousand Oaks:
Sage Publications; 2001.
11. Pratiknya AW: Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan
kesehatan. ]akarta: Rajawali; 1986.
12 Sackett DL, Wenberg JE. Choosing the best research design for each
question. BMI 1997 ;135:1636.
13 Zerhouni EA. US biomedical research: basic, translational, and clinical
sciences. JAMA. 2005;294:1352-58.

.f *u
Husein alatas dkk 129

F,f@
Desoin penalition merupokan rencqno penelition sebagoi
sorono bogi peneliti untuk memperoleh jowobon atas
pertonyoon penelitian otou menguji validitos hipotesis.

Klosif ikosi sederhono yong bermonfaot qdaloh pembogion


menjodi studi eksperimentol don observosionol. Podo studi
eksperimentol, peneliti melokukon olokosi subyek untuk diberi
infervensi, don mengukur hosil (efek) intervensi. Podo studi
observosional peneliti honyo melakukon pengomoton terhodop
subyek penelition don menganolisis hosil pengamotan.

Desoin penelitian seringkoli saling menunjong sotu dengon


loinnyo. Bentuk'penalition' yong poling sederhano pun, yoitu
loporon kosus, kodong dapot mambuahkon penemuon penyokit
yong penting don berbohoyo di kemudion hori.

Tiop jenis desoin mempunyoi keunggulon don kekurongon.


Desoin untuk mencori hubungon kousol yong tarkuot odoloh
stud i eksperimentol. Studi o b servas i o nal memi I i ki kopos itos
hubungon sebab-okibot yong lebih lemoh, tatopi lebih bonyok
digunokon koreno relatif muroh don mudoh.
Tidak ado desoin terboik untuk semuo jenis penelition. Untuk
menjowob pertonyoon penelition yong somo, teoritis dopoi
dipergunakon pelbogoi desoin penelition. Desoin terboik
odoloh yang dapot manjowob pertonyoon penelition secoro
okurot, sahih, ef ektif , don ef isien.
Dikotomi penelition dosor don taropon okhir-okhir ini menjodi
bohan diskusi dan harus lebih diintegrosikon dalam konsep
penelition fronsklqsionol, yong menerjemohkan hosil sfudi
dosor ke penelition klinis, komunitos, don akhinryo ke
kebijokon kesehoton.

.r
Bab 7 - Strrdi cross-sectionsl

Muhamad Vinci Ghazali, Suharyono Sasfomihardio*,


Sri Rochani Soediarwo, Titi Soelaryo, Hariarti S Pramulyo

alam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross


sectional merupakan suatu bentuk studi observasional
(non-eksperimental) yang paling sering dilakukan. Kira-
kira sepertiga artikel orisin{ dalam jurnal kedokteran
merupakan laporan studi cross- sectional. Dalam arti kata luas, studi
cross-sectional mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran
variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat. Studi
seperti ini dapat hanya bersifat deskriptif, misalnya penentuan nilai
normal (nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir, kadar imunoglobin
pasien asma). Ia juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi
perbandingan antara kadar asam urat pada manula yang normal
dan yang gemuk, atau studi korelasi antara skor kebugaran tertenfu
dengan kadar kolesterol. Dengan perkataan lain, penelitian yang
pengukurannya dilakukan hanya satu kali, disebut studi cross-
sectional. Berikut ini akan dibahas studi cross- sectional analitik untuk
mempelajari etiologi atau faktor risiko suatu penyakit.
Dalam studi cross-sectional, variabel independen atau faktor
risiko dan tergantung (efek) dinilai secara simultan pada satu saaf
jadi tidak ada follow-up pada studi cross-sectional Dengan studi
cross-sectional diperoleh prevalens penyakit dalam populasi pada
suatu saat; oleh karena itu sfudi cross-sectional disebut pula sebagai
studi prevalens (preualence study), Dari data yang diperolekr, dapat

fi

.* &u
Muhamad Vin ci Ghaz ali dkk. 131

dibandingkan prevalens penyakit pada kelompok dengan faktor


risiko, dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa faktor risiko.
Studi prevalens tidak hanya digunakan untuk perencanaan
kesehatary akan tetapi juga dapat digunakan sebagai studi etiologi.
Yang dibicarakan dalam bab ini lebih untuk mengenal fungsinya
sebagai suatu penelitian etiologi. Pembahasan diawali dengan
tinjauan ringkas tentang pengertian dasar, dan dilanjutkan dengan
langkah-langkah dalam melaksanakan studi cr oss-sectional. Contoh
studi analitlk uoss-sectional dikemukakary sebelum pembicaraan
mengenai studi uoss-sectional yang menilai lebih dari satu faktor
risiko. Akhirnya dibahas pula beberapa kelebihan dan kekurangan
desain cross-sectional

PENcEnuAN DASAR sruDl cRoss- IECTTINAL


Telah dikemukakan bahwa dalam penelitian cross-sectional peneliti
mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan
variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat.
Tentunya tidak semua subyek harus diperiksa pada hari ataupun
saat yang sama, namun baik varibel risiko serta efek tersebut diukur
menurut keadaan atau statusnya pada waktu observasi, jadi pada
desain cross sectional tidak ada prosedur tindak lanjut atau follow-
up. Selain ifii temporal relntionship (hubungan waktu) antara faktor
risiko dan efek tidak selalu tergambar dari data yang terkumpul.
Hasil pengamatan crlss-sectional untuk mengidentifikasi faktor
risiko ini kemudian disusun dalam tabel2x 2. Untuk desain seperti ini
biasanya yang dihitung adalah rasio prevalens, yakni perbandingan
antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subyek kelompok
yang mempunyai faktor risiko, dengan prevalens penyakit atau efek
pada subyek yang tidak mempunyai faktor risiko. Rasio prevalens
menunjukkan peran faktor risiko dalam terjadinya efek pada studi
cross-sectional. Lihatlah susunan tabel 2 x 2 pada Gambar 7-L.
Studi cross-sectional merupakan salah satu sfudi observasional
untuk menentukan hubungan antara faktor risiko dan penyakit.
Studi cross-sectional :untuk mempelajari etiologi suatu penyakit

il

i ,4"
132 Studi cross-secfional

digunakan terutama untuk mempelajari faktor risiko penyakit yang


mempunyai onset yang lama (slow onset) dan lama saklt (duration
of illness) yartg panjang, sehingga biasanya pasien tidak mencari
pertolongan sampai penyakitnya relatif telah lanjut. Contohnya
adalah osteoartritis; bronkitis kronik, dan sebagian besar penyakit
kejiwaan. Studi kohort kurang tepat digunakan pada penyakit-
penyakit tersebut karena diperlukan sampel yang besar, follow-up
yang sangat lama, dan sulit mengetahui saat mulainya penyakit
(sulit untuk menentukan insidens). Sebaliknya jenis penyakit yang
mempunyai masa sakit yang pendek tidak tepat dikaji dengan studi
cross-sectional, karena hanya sedikit kasus yang diperoleh dalam
waktu yang pendek. Sesuai dengan namanya, maka pada studi
cross-sectional yang dinilai adalah prevalens (pasien baru dan lama).
Insidens penyakit (hanya pasien baru) tidak dapat diperoleh pada
studi cross sectional.

LaNcxIH-LANGKAH PADA t'ruor


CROSS-SECTIONAL

Gambar 7-1 melukiskan dengan sederhana rancangan studi cross-


sectional Sejalan dengan skema tersebut dapat disusun langkah-
langkah yang terpenting dalam rancangan studi cross-sectional, yaitu:
1 Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
2 Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantung
3 Menetapkan subyek penelitian
4 Melaksanakan pengukuran
5 Melakukan analisis

't MEnuvrusKAN pERTANyAAN DAN HIpoTESIS


Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan
dengan jelas, dan dirumuskan hipotesis yang sesuai. Dalam sfudi
cr oss- se ctional analltlk hendaklah dikemukakan hubungan antar-

J| t*u
Muh am ad Vin ci Gh az ali dkk. 133

a - efek (+)

b - efek (-)

Faktor risiko

c - efek (+)

d - efek (-)

Gambar 7-1. Struktur studi cross-sectionql menilai peran faktor risiko


dan terjadinya efek. Faktor risiko dan efek diperiksa pada saat yang sama.

Yo Tidok Jumloh

o*b
Foklor
risiko Tidok c4d

Jumloh o*c b+d o*b*c*d

Gambar 7-2.Tabel2 x 2 menunjukkan hasil cross-sectional.


a = subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek
b = subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek
c = subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
d = subyek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek
Rasio prevalens: prevalens efek pada kelompok dengan risiko dibagi
prevalens efek pada kelompok tanpa risiko. RP: a/(a+b) : c/(c+d).

rf thu
134 Studi crws-sectiannl

variabel yang diteliti. Misalnya, pertanyaan yang akan dijawab


adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
orangtua dengan kejadian enuresis pada anaknya.

2 MENcnENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN


Semua variabel dalam studi prevalens harus diidentifikasi dengan
cermat. Untuk ini perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas
mana yang termasuk dalam faktor risiko yang diteliti (variabel
independen), faktor risiko yang tidak diteliti, serta efek yang dipelajari
(variabel dependen). Faktor yang mungkin merupakan risiko
namun tidak diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan atau
paling tidak dikurangi pada waktu pemilihan subyek penelitian.

3 MrrusrepxeN sUBYEK PENELTTTAN

Menetapkan populasi penelitian. Bergantung kepada tujuan


penelitiary maka ditentukan dari populasi-terjangkau mana subyek
penelitian akan dipilifu apakah dari rumah sakitffasilitas kesehatan,
ataukah dari masyarakat umum. Salah safu yang harus diperhatikan
dalam penentuan populasi terjangkau penelitian adalah besarnya
kemungkinan untuk memperoleh faktor risiko yang diteliti. Pada
studi cross-sectional mengenai infeksi HIV/AIDS, populasi yang dipilih
hendaklah kelompok subyek yang sering terpajan oleh virus jenis ini,
misalnya kaum homoseks atau penyalah guna narkotik. Bila subyek
dipilih dari populasi umum, maka kemungkinan untuk memperoleh
subyek dengan HIV menjadi amat sangat kecil, sehingga diperlukan
jumlah subyek yang sangat besar.
Menentukan sampel dan memperkirakan besar sampel. Besar
sampel diperkirakan dengan formula yang sesuai. Berdasarkan
perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens kelainan, dapat
ditentukan apakah seluruh subfek dalam populasi-terjangkau akan
diteliti atau dipilih sampel yang mewakili populasi-terjangkau
tersebut. Penetapan besar sampel untuk penelitian cross-sectional
yang mencari rasio prevalens sama dengan penetapanbesar sampel
untuk studi kohort yang mencari risiko relatif (lihat Bab 17).

&

i
Muham ad Vn ci Gh azali dkk. 135

4 MnrexsArvAra{N PENGUKURAN
Pengukuran'variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung
(efek, atau penyakit) harus dilakukan sesuai denganprinsip-prinsip
pengukuran (lihat uraian dalam Bab a).
Pengukuran faktor risiko. Penetapan faktor risiko dapat dilakukan
dengan pelb agai cara,bergantung pada sifat faktor risiko. Pengukuran
dapat dilakukan dengan kuesioner, rekam medis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan fisis, atau prosedur khusus. Bila faktor
risiko diperoleh dengan wawancara, mungkin diperoleh informasi
yang tidak akurat atau tidak lengkap, yang merupakan keterbatasan
studi ini. Karena itu maka jenis studi ini lebih tepat untuk mengukur
faktor-faktor risiko yang tidak berubah (variabel atribut), misalnya
golongan darah,jenis kelamiry atau F{LA.
Pengukuran efek (penyakit). Terdapatnya efek atau penyakit
tertentu dapat ditenfukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisis, atau
pemeriksaan khusus, bergantung pada karakteristik penyakit yang
dipelajari. Cara apapun yang dipergunakary harus ditetapkan kriteria
diagnosisnya dengan batasan operasional yang jelas. Harus selalu
diingat hal-hal yang akan mengurangi validitas penelitian, termasuk
subyek yang tidak ingat akan timbulnya suatu penyakit terutama
pada penyakit yang timbul secara perlahan-lahan. Untuk penyakit
yang mempunyai eksaserbasi atau remisi, penting untuk menanyai
subyek, apakah pernah mengalami gejala tersebut sebelumnya.

5 Msrcexnusrs DATA
Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang
diteliti dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan
data. Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis
untuk memperoleh risiko relatif: Hal yang terakhir inilah yang lebih
sering dihitung dalam studi cross-sectional untuk mengidentifikasi
faktor risiko.
Yang dimaksud dengan risiko relatif pada studi uoss-sectional
adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek) pada

i
136 Studicross-sectional

kelompok dengan risiko, dengan prevalens efek pada kelompok


tanpa risiko. Pada studi cross-sectional ini, risiko relatif yang diperoleh
bukan risiko'relatif yang murni. Risiko relatif yang mumi hanya
dapat diperoleh dengan penelitian kohorf dengan membandingkan
insidens penyakit pada kelompok dengan risiko dengan insidens
penyakit pada kelompok tanpa risiko.
Pada studi cross-sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan
dengan rasio prevalens (RP), yakni perbandingan antara jumlah
subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan
seluruh subyek yang ada. RP dihitung dengan cara sederhan4 yakni
dengan menggunakan tabel2 x 2 seperti dilukiskan dalam Gambar
7-2. Dari skema tersebut rasio prevalens dapat dihitung dengan
formula berikut:
RP=o/(q+b):c/(c+d)

o /1o+U1 = proporsi (prevolens) subyek yong mempunyoi foktor


risiko yong mengolomi efek
c /(c+d) = proporsi (prevolens) subyek tonpo foktor risiko yong
mengolomi efek

Rasio prevalens harus selalu disertai dengan interval kepercayaan


(confidence interaal) yang dikehendaki, misal interval kepercayaan
95"/". Interval kepercayaan menunjukkan rentang rasio prevalens
yang diperoleh pada populasi terjangkau blla samplirzg dilakukan
berulang-ulang dengan cara yang sama. Cara penghitungan interval
kepercayaan untuk rasio prevalens dapat dilihat dalam Lampiran,
atau dapat dihitung dengan pelbagai program statistika komputer.
Bagi kita yang terpenting adalah pemahaman bahwa interval
kepercayaan tersebut harus dihitung, dan memahami bagaimana
menginterpretasinya. Lihatlah kembali uraian dalam Bab 2.

Interpretasi hasil
1 Bila nilai rasio prevalens = L berarti variabel yang diduga
sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya
efek, atau dengan kata lain ia bersifat netral. Misalnya semula
diduga bahwa pemakaian kontrasepsi oral pada awal kehamilan

il

.r
Muham ad Vinci Ghaz ali dkk. 137

merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung


bawaan pada bayi yang akan dilahirkan. Apabila temyata pada
akhir penelitian ditemukan rasio prevalensnya =1, maka hal
tersebut berarti bahwa pemakaian obat kontrasepsi oral oleh ibu
pada awal kehamilan bukan merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit jantung bawaan padabayi yang kemudian
dilahirkan.
Bila rasio prevalens >1 dan rentang interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor
risiko untuk timbulnya penyakit. Misalnya rasio prevalens
pemakaian KB suntik pada ibu memberikan ASI eksklusif
terhadap kejadian kurang gizi pada anak =2. Ini berarti bahwa
KB suntik merupakan risiko untuk terjadinya defisiensi gizipada
bayi, yakni bayi yang ibunya akseptor KB suntik mempunyai
risiko menderita defisiensi gizi2 kali lebih besar ketimbang bayi
yang ibunya bukan pemakai KB suntik.
Bila nilai rasio prevalens <1 dan rentang interval kepercayaan
tidak mencakup angka 1, berarti faktor yang diteliti merupakan
faktor protektif, bukan faktor risiko. Misalnya rasio prevalens
pemakaian ASI untuk terjadinya diare pada bayi adalah 0,3,
berarti ASI justru merupakan faktor pencegah diare pada bayi,
yakni bayi yang minum ASI memiliki risiko untuk menderita
diare 0,3 kali apabila dibandingkan dengan bayi yang tidak
minum ASI.
Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup
angka L, maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel
tersebut masih mungkin nilai rasio prevalensnya = 1. Ini berarti
bahwa dari data yang ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor
yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor
protektif.
Confoh
Rasio prevalens (RP) sebesar 3, dengan interval kepercayaan
95"/"l,4sarnpai Q8 menunjukkan bahwa dalam populasi yang
diwakili oleh sampel yang diteliti, kita percaya 95% bahwa
rasio prevalensnya terletak antara 1l sampai 6,8 (selalu lebih

.t (*o
138 Studi cross-sectional

dari Namun suatu RP sebesar 3 dengan interval kepercayaan


1).
95o/o antara 0,8 sampai 7, menunjukkan bahwa variabel bebas
yang diteliti belum tentu merupakan faktor risiko, sebab di
dalam populasi yang diwakili oleh sampel,95% nilai RP-nya
terletak di antara 0;8 dan 7, jadi mencakup nilai 1,. RP = L
menunjukkan bahwa variabel yang diteliti bersifat netral. Hal
yang sama juga berlaku untuk faktor protektif (RP kurang
dari 1); apabila nilai interval kepercayaan selalu kurang dari 1
berarti benar bahwa dalam populasi variabel independen
tersebut merupakan faktor protektif. Namun apabila rentang
interval kepercayaan mencakup angka 1, faktor yang diteliti
tersebut belum tentu merupakan faktor protektif.

CoNroH sruDr cRoss-s ECTTINAL


Sruol cRoss-sECTToNAL DENGAN sATU FAKToR RrsrKo
Misalnya peneliti ingin mencari hubungan antara penggunaan obat
nyamuk semprot dengan batuk kronik berulang (BKB) pada balita
dengan desain cr o s s - s e ction al. Langkah-langkah yan diperlukan pad a
penelitian ini adalah:

L Penetapan pertanyaan penelitian dan hipotesis


o Pertanyaan penelitian: Apakah terdapat hubungan antara
kebiasaan memakai obat nyamuk semprot dengan kejadian
BKB pada anak balita?
o Hipotesis yang sesuai adalah: Pemakaian obat nyamuk
semprot berhubungan dengan kejadian BKB pada balita.
2 Identifikasi variabel
o Faktor risiko yang diteliti: penggunaan obat nyamuk semprot
o Efek: BKB pada balita
o Faktor risiko yang tidak diteliti: adanya riwayat asma dalam
keluarga, tingkat sosial ekonomi, jumlah anak, dll.
Semua istilah tersebut harus dibuat definisi operasionalnya
dengan jelas, sehingga tidak bermakna ganda.

il

J)
Muhamad Vnci Ghazali dkk. 139

3 Penetapan subyek penelitian


Populasiterjangkau: misalnya ditetapkan bahwa responden
adalah semua balita pengunjung poliklinik yang tidak
memiliki riwayat asma dalam keluarga, memiliki tingkat
sosial ekonomi tertentu, serta jumlah anak dalam keluarga
tertentu.
Sampel: Dipilih sejumlah anakbalita sesuai dengan perkiraan
besar sampel yang diperlukan (misalnya telah dihitung
diperlukan sejumlah 250 anak). Pemilihan subyek dilakukan
dengan random sampling dengan mempergunakan tabel
angka random.

4 Pengukuran
Faktor risiko: ditanyakan apakah di rumah subyek digunakan
obat nyamuk semprot.
Efek: dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subyek
tersebut menderita BKB.

5 Analisis
Hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam tabel 2x2
(Gambar 7-3). Pada Gambar 7-3 terdapat 100 anak yang terpajan
obat nyamuk semprot, 30 anak di antaranya menderita BKB
(prevalens BKB pada kelompok terpajan obat nyamuk = 30/100 =
0,3). Terdapat L50 anak tidak terpajan obat nyamuk, 15 di antaranya
menderita BKB (prevalens BKB kelompok tidak terpajan obat
nyamuk : 15/150 = 0,1). Maka rasio prevalens : 0,310,1= 3.0.
Selanjutnya perlu dihitung interval kepercayaan rasio prevalens
(RP) tersebut. Pada data hipotesis kita nilai interval kepercayaan
95% RP tersebut selalu di atas nilai 1 (yakni antara 1,,70 sampar
5,28), artinya dalam populasi 95% RP terletak di antara 1.,70 sampai
5,28 sehingga dapat disimpulkan bahwa benar penggunaan obat
nyamuk semprot merupakan faktor risiko untuk terjadinya BKB
pada anak. Namury meski (pada data lain) RP-nya 3, bila interval
kepercayaan mencakup angka 1 (misalnya antara 0,9 sampai 6,7),
maka penggunaan obat nyamuk semprot belum dapat dikatakan

.*
140 Studi cross-sectional

BKB

Yo Tidok Jumloh

Yo 30 70 100
Obol nycmuk
Tidok l5 r35 150

Jumloh 45 205 250

Gambar 7-3. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui


hubungan antara pemakaian obat nyamuk semprot dengan kejadian
BKB pada balita. Rasio prevalens = 30/100 : 15/150 = 3.

secara definitif sebagai faktor risiko. Ini dapat disebabkan oleh dua
hal: (1) obat nyamuk semprot memang bukan merupakan faktor
risiko terjadinya BKB pada anak balita, atar (2) jumlah subyek yang
diteliti kurang banyak; bila ini yang terjadi, maka penambahan
jumlah subyek pasti akan mempersempit interval kepercayaan.
Dari contoh tersebut tampaklahbahwa pada rancangan penelitian
cross-sectional flaktor prevalens adalah penting. Prevalens ialah
proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu (kasus lama
dan baru), yang harus dibedakan dengan insidens pada rancangan
penelitian kohort yang berarti proporsi subyek yang semula sehat
kemudian menjadi sakit (kasus baru) dalam periode tertentu.
Walaupun istilah prevalens sering dihubungkan dengan penyakit,
tetapi dapat juga diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya
prevalens dari faktor risiko, atau faktor lain yang akan diteliti.
Prevalens sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk
mengetahui berapa banyak penduduk yang terkena penyakit
tertentu dan juga penting di klinik untuk mengetahui penyakit yang
banyak terdapat dalam suatu pusat kesehatan.

fi

i a*u
Muham ad Vnci Ghazali dkk. 141

Srupr cRoss-sE crroNAL DENGAN BEBERApA


FAKTOR RISIKO

Tidak jarang peneliti ingin memperoleh pe1.an beberapa faktor


risiko untuk terjadinya sesuatu penyakit sekaligus, atau data yang
dikumpulkan tidak dapat menyingkirkan adanya faktor-faktor lain
yang mungkin merupakan faktor perancu (confounding factorl.
Untuk data ini dapat dilakukan analisis multivariat. Dua jenis
analisis multivariat yang sering digunakan adalah regresi muliipel
dan regresi logistik. Keduanya disinggung sekilas.
1 Bila semua faktor risiko adalah variabel berskala numerik dan
variabel efek juga berskala numerik, maka dipergunakan regresi
multipel.
Contoh
Ingin diketahui peran kadar kolesterol total, trigliserida,
hemoglobin, jumlah konsumsi rokok, dan usia terhadap
tekanan darah diastolik guru lelaki di ]akarta. Desain yang
dipilih adalah cross-sectional. Habungan antara pelbagai
jenis variabel independen (faktor risiko) dengan variabel
dependen (tekanan darah) dinyatakan dalam persamaan
regresi multipel.
2. Bila variabel efek berskala nominal, dan variabel bebas numerik,
ordinal dan nominaf maka yang dipakai adalah regresi logistik.
Contoh
Dengan suatu studi cross-sectional ingin diketahui peran
faktor jenis kelamin, status gizi, asia, kadar gula puasa, dan
kadar trigliserida untuk terjadinya gangren diabetikum.
Karena variabel tergantung berskala nominal dikotom
(gangren-tidak gangren), dan faktor risikonya berskala
numerik (yakni usia, kadar gula, kadar trigliserida) dan
nominal (j enis kelamin, status gizi), maka analisis yang sesuai
adalah regresi logistik.

Baik persamaan regresi multipel maupun regresi logistik


merupakan cara yang kuat untuk menunjukkan peran banyak

il

J)
142 Studi cross-sectional

variabel independen terhadap terjadinya variabel dependery namun


mempunyai pelbagai persyaratan, keterbatasary dan pendekatan
interpretasi tertentu, yang tidak dibahas di sini.
Pertanyaannya adalah mengapa bila teknik multivariat ini baik
serta efisien (karena sekaligus mendeteksi banyak faktor risiko)
tidak selalu digunakan dalam studi kedokteran? Jawabnya adalah
oleh karena meskipun teknik multivariat dapat mendeteksi banyak
variabel independen (biasanya sebagai faktor risiko) sekaligus,
namun dalam penghitungannya banyak digunakan asumsi agar
uji hipotesis tertentu sesuai untuk data tersebut. Misalnya untuk
uji parametrik diasumsikan bahwa data yang ada mempunyai
distribusi yang normal; dalam kenyataannya tidak jarang asumsi
tersebut tidak dipenuhi oleh data.
Padahal dalam studi apa pun, asosiasi yang langsung lebih dapat
diperoleh dengan desain yang lebih sederhana. Makin sederhana
desain yang digunakan, makin sedikit asumsi yang diperlukan,
makin langsung pula asosiasi yang diperoleh. Hasil penelitian yang
menggunakan desain yang sederhana lebih mudah pula untuk
diinterpretasi. Oleh karena itulah maka studi multivariat oleh sebagian
ahli dianggap sebagai penelitian untuk membangun hipotesis
(hypothesis generating research), dan bukan penelitian untuk
menguji hipotesis (hypothesis testing researchl. Artinya hasil
analisis multivariat dapat digunakan sebagai latar belakang untuk
mengembangkan penelitian baru yang menguji asosiasi antara
variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan
desain penelitian yang lebih sederhana dan terarah.

Kelebihan dan kekurangan penelitian cr o ss- sectional

Kelebihan
1 Keuntungan yang utama desain cross-sectional adalah desain ini
relatif mudatu murah, dan hasilnya cepat dapat diperoleh.
2 Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum,
tidak hanya pasien yang mencari pengobatan, dengan demikian
maka generalisasinya cukup memadai.

fi

i
Muham a d Vin ci Ghaz ali dl*. 143

a
J Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
4 Jarang terancam loss to follow-up (drop out).
5 Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian
kohort atau eksperimery tanpa atau dengan sedikit menambah
biaya.
Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang
bersifat lebih konklusif. Misalnya suatu laporan cross-sectional
tentang hubungan antara kadar HDL kolesterol dan konsumsi
alkohol dapat merupakan dasar studi kohort (atau uji klinis)
untuk dapat memastikan adanya hubungan sebab akibat.

Kekurangan
1 Sulit untuk menentukan sebab dan akibat karena pengambilan
data risiko dan efek dilakukan pada satu saat yang bersamaan
(temporal relationship tidak jelas). Akibatnya seringkali tidak
mungkin ditentukan mana penyebab dan mana akibat (dilema
telur dan ayarn, horse and cart). Misalnya hubungan kausal
antara diare dan malnutrisi tidak dapat ditentukan pada studi
prevalens, karena diare kronik dapat menyebabkan terjadinya
malnutrisi, sebaliknya malnutrisi juga dapat menyebabkan
sindrom malabsorbsi dengan gejala diare kronik.
2 Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek dengan masa
sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit pendek,
karena individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal
mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring. Bila
karakteristik pasien yang cepat sembuh atau meninggal berbeda
dengan yang mempunyai masa sakit panjang, dapat terjadi bias,
yakni salah interpretasi hasil penelitian.
3 Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila
variabel yang dipelajari banyak.
4 Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun
prognosis.
5 Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya
kanker lambung, karena pada populasi usia 45-59 tahun

J)
144 Studi cross-sectional

diperlukan paling tidak 10.000 subyek untuk mendapatkan satu


kasus. Kekurangan ini sebagian dapat diatasi dengan cara
memilih populasi dari daerah yang endemik/kelompok risiko
tinggi daripada memilih populasi umum.
Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek
suatu faktor risiko selama periode tertentu dapat disalahtafsirkan
sebagai efek penyakit. Misalnya pada rancangan penelitian cross-
sectional didapatkan frekuensi HLA-A2 yang tinggi pada pasien
leukemia limfositik akut (LLA), memberi kesan bahwa pasien
dengan HLA-A2 mempunyai risiko yang lebih besar untuk
menderita LLA. Namun dalam penelitian lain yang dilakukan
kemudian terbukti bahwa HLA-A2 justru memiliki prognosis
yang baik, yakni umur pasien lebih panjang; akibatnya, pasien
LLA dengan HLA-A2 dijumpai lebih banyak daripada pasien
LLA dengan HLA lain.

Dnrran PUSTAKA
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw-Hill, 2001.
Durham WH. Air pollution and student health. Arch Environ Health. 1974;
1 6:853-51.
Fleiss |L. Statistical methods for rates and proportions. Edisi ke-2. New York:
John Wiley,1981.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
5 Lambert PM. Smoking, air pollution, and bronchitis. Lancet. 1970;1:853-7.
5 Sackett DL, Wenberg jE. Choosing the best research design for each
question. BMI. 1997 ;735:1636.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &Hall;1999.

4e

.*
Muhamad Vinci Ghazali dkk. 145

Pf*e-;fu
Secoro umum studi cross-sectional merujuk pado
penelition yong tidok mempunyoi dimensi woktu; pengukunon
pelbogoi voriobel dilokukon sofu kali.
Desoin cross-sectional dapot dipakoi untuk studi deskriptif,
studi komparotif , studi etiologik otau foktor risiko.
Podo studi etilogik, studi cross- sectionalmencari hubungon
ontaro vor iobe I bebos (ris i ko) dzngan var iabel tergontu ng
(ef ek). Bilo foktor risiko serto ef ekberskalo nominol
dikotom, dopat diperoleh rasio prevolens, yaitu
perbondingon ontoro prevolens efekpada kelompok dengon
risiko don poda kelompok tonpo risiko.
Rosio prevolens = 1 menunjukkon bahwo voriobel bebos yong
ditelitibukon merupokan foktor risiko. Rosio pravolens >1
menunj u kkon bohwo vor iobel independen tersebut
merupokon foktor risiko, dan bilo rosio prevolens kurang
dori 1 berorti voriobel tersebut merupakon foktor protektif.
fntervol kepercoyoon horus diserfokon untuk menyingkirkon
kemungkinon intervol rosio prevclens mancakup angko 1,yong
berorti dolom populosi, voriobel independen belum tentu
merupokon foktor risiko otqu foktor protektif.
Hubungon bonyok voriobel independen dengansotu voriobel
dependendopot diperoleh dengan mempergunokon onolisis
multivoriot; yong bonyok dipokoi odoloh persamoon regresi
multipel dan r egresi logisti k.
Keuntungon studi c r o ss - s e ct i o na I adoloh relotif murah,
mudoh, don hos iI nyo cepot d i per ol eh. Ket erbatosannya
odoloh koreno tidok odonyo dimensi woktu, dori desoinnyo
tidok dopot ditentukon mono penyebob don mano okibot.

i tii, "
Bab B - Strrdi kasus-kontrol

Rulina Suradi, Corry M Siahaan*, Rachma F Boediang,


Sudiyanto, Iswari Setyaningsih, Soepardi Soedibio

enelitian kasus-kontrol (case-control study), sering juga


disebut sebagai case-comparison study, case-compeer study,
case-referent study, atau retrospectiae study, merupakan
penelitian epidemiologis analitik observasional yang
menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan)
tertentu dengan faktor risiko tertentu. Desain penelitian kasus-
kontrol dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah peran
faktor risiko dalam kejadian penyakit (cause-ffict relationship),
seperti hubungan antara kejadian kanker serviks dengan perilaku
seksual, hubungan antara tuberkulosis anak dengan pemberian
vaksinasi BCG, atau hubungan antara status gizibayiusia 1 tahun
dengan pemakaian KB suntik pada ibu.
Dalam kekuatan hubungan sebab-akibat, studi kasus-kontrol
berada di bawah desain eksperimental dan studi kohorf namun
desian ini lebih kuat daripada studi cross-sectional,karena pada studi
kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan pada studi cross-
sectional tidak. Desain kasus-kontrol mempunyai kelemahan
khususnya akibat recall bias, tetapi juga mempunyai beberapa
keuntunga+ sehingga cukup banyak dilakukan dalam penelitian
klinis. Pada keadaan tertentu, yakni pada kasus yang jarang
dftemukan, desain kasus-kontrol bahkan merupakan safu-satunya
yang mungkin digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat.

i tau
Rulina Suradi dkk. 147

Dengan perencanaan yang bark, pelaksanaan yang cermaf dan analisis


dan interpretasi yang tepat, sfudi kasus-kontrol dapat memberikan
sumbangan yang bermakna dalam pelbagai aspek kedokteran klinis,
terutama untuk penyakitpenyakit atau kondisi yang jarang atau amat
jarang ditemukan, seperti kebanyakan kasus keganasan.
Dalam bab ini diuraikan seraca ringkas hal-hal terpenting pada
sfudi kasus-kontrol, yang mencakup pengertian dasar desain kasus-
kontrol, langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian kasus-
kontrol, serta kelebihan dan kekurangannya. Pada akhir bab juga
disajikan contoh studi kasus-kontrcl dengan dan tanpa matching.

PENcnnuAN DASAR sruDr KASUS-KoNTRoL


Seperti telah diuraikan dalam bab terdahulu, pada studi cross-
sectional (Bab 7l yang mempelajari risiko terjadinya efek, faktor
risiko dan efek dinilai pada satu waktu tertentu. Pada penelitian
kohort (Bab 9), studi dimulai dengan subyek tanpa efek yang
terpajan faktor risiko, kemudian diikuti secara prospektif untuk
mengetahui siapa mengalami efek dan siapa yang tidak. Sedangkan
pada studi kasus kontrol, penelitian dimulai dengan identifikasi
pasien dengan efek atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai
kasus) dan kelompok tanpa efek (disebut kontrol); kemudian
secara retrospektif ditelusur faktor risiko yang dapat menerangkan
mengapa kasus terkena efek, sedangkan kontrol tidak. Feinstein
menyebut desain sfudi kasus-kontrol sebagai studitrohoc, kebalikan
dari kata cohort, namun tampaknya istilah ini hanya digunakan
oleh Feinstein sendiri. Skema desain studi kasus-kontrol tampak
pada Gambar 8-1.
Pada studi kasus-kontrol sekelompok kasus (yakni pasien yang
menderita efek atau penyakit yang sedang diteliti) dibandingkan
dengan kelompok kontrol (mereka yang tidak menderita penyakit
atau efek). Dalam studi ini ingin diketahui apakah suatu faktor
risiko tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang
diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko
tersebut pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada
kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan adalah: Pssien penyakit

.t
148 P en elit ian kas us -ko n tr ol

il@
F**.d-l
fil'i'ii"o-l

F;-"d-l
f'r.**.,i-l
Gambar 8-L. Skema dasar studi kasus-kontrol. Penelitian dimulai
dengan mengidentifikasikan subyek dengan efek (kelompok kasus),
dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol).
Faktor risiko yang diteliti ditelusur secara retrospektif pada kedua
kelompok, kemudian dibandingkan.

Kosus Konlrol Jumlqh

Fqktor risiko * o*b

Foktor risiko (-) c*d

Jumloh o*c b+d o*b*c*d

Gambar 8-2. Tabel 2x2 menunjukan hasil pengamatan pada studi


kasus-kontr o7 (tanp a matching).
Sel a = kasus yang mengalami pajanan
Sel b = kontrol yang mengalami pajanan
Sel c = kasus yang tidak mengalami pajanan
Sel d = kontrol yang tidak mengalami pajanan
Risiko relatif yang dinyatakan dalam rasio odds (RO) =
{a(a+b) : b/(a+b)} /{c(c+d): d/(c+d)} = alb cld= ad lbc

{n

i
Rulina Suradi dkk. 149

X lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y dibandingkan dengan


mereks yang tidak berpenyakit X. Pertanyaan yang perlu dijawab
dengan penelitian ini adalah: apakah ada asosiasi antara variabel
efek (penyakit, keadaan lain) dengan variabel lain (yang diduga
memengaruhi terjadinya penyakit tersebut) pada populasi yang diteliti?
Studi kasus-kontrol sering digunakan karena dibanding dengan
studi kohort ia lebih murah, lebih cepat memberi hasil, dan tidak
memerlukan jumlah subyek yang banyak. Seperti telah disebut,
untuk kasus yang jarang desain kasus-kontrol merupakan satu-
satunya desain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor
risiko. Misalnya penelitian ingin menentukan apakah pemberian
estrogen pada ibu di sekitar masa konsepsi mempertinggi risiko
terjadinya penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayinya. Karena
insidens PJB pada bayi lahir hidup dari ibu yang tidak mendapat
estrogen adalah 8 per 1000, pada studi kohort diperlukan 4000
ibu terpajan dan 4000 ibu tidak terpajan faktor risiko untuk dapat
mendeteksi peninggian risiko sebanyak 2kali, sedang dengan studi
kasus-kontrol hanya diperlukan 188 kasus dan LB8 kontrol. Bila
yang diteliti ialah PJB khusus, misalnya malformasi konotrunkus
yang kekerapannya hanya 2 per 1000 kelahiran hidup, maka untuk
studi kohort diperlukan 15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak
terpajan estrogen" sedangkan untuk studi kasus-kontrol tetap hanya
diperlukan sejumlah 188 kasus dan 188 kontrol.

LnNcxeH-tANGKAH PADA PENELITTAN


KASUS-KONTROL
Pada studi kasus-kontrol tahapan yang diperlukan adalah:
1 Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
2 Mendiskripsikan variabel penelitian: faktor risiko, efek
3 Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, kontrol),
,dan cara untuk pemilihan subyek penelitian
4 Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko
5 Menganalisis data

il

:l
150 P enelitian kasus-kontrol

T MEnuvTuSKAN PERTANYAAN PENELITIAN /


HIPOTESIS

Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitiary


kemudian disusun hipotesis yang akan diuji validitasnya.
Misalnya pertanyaannya adalah:
Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur
pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung
bawaan pada bayi yang dilahirkan?
Hipotesis yang ingin diuji adalah:
Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada
ibu
yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan gPlB)
dibanding pada ibu yang anaknya tidak menderita PJB.

2 MENorTINISIKAN VARIABEL PENELITIAN

Faktor risiko
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap
faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
o Dikotom,yaitu apabila hanya terdapat 2kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak
o Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal
tidak pernatr, kadang-kadang, atau sering terpajan
o Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik,
misalnya umur dalam tahury paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
o Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian
AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus
o Saat mendapat pajanan pertama
o Bilakah terjadi pajanan terakhir

t
RulinaSuradidk*. 151

Di antara pelbagai ukuran tersebuf yang paling sering digunakan


adalah variabel independen (faktor risiko) berskala nominal dikotom
(ya atau tidak) dan variabel dependen (efek, penyakit) berskala
nominal dikotom (ya atau tidak) pula.
Untuk masalah kesehatan, terutama kesehatan reproduksi,
apakah pajanan terjadi sebelum, selama, atau sesudah keadaan
tertentu sangatlah penting. Misalnya pemakaian kontrasepsi oral
oleh perempuan yang belum pemah mengalami kehamilan sampai
cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara.
Kita juga yahu pajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu
selama kehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian
kelainan bawaan pada janin.
Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko
yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat.
Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain dari:
o Catatan medis rumah sakif laboratorium patologi anatomi
o Data dari catatan kantor wilayah kesehatan
o Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung,
telepory atau surat)
Cara apa pun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada
kelompok kasus dan kontrol ditanyakan hal-hal yang sama dengan
cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak
mengetahui apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau
kelompok kontrol. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya
juga secara buta atau tersamar, unfuk mencegah peneliti mencari
data lebih teliti pada kasus dibandingkan dengan pada kontrol. Perlu
pula diketahui bahwa informasi yang ingrn diperoleh harus tercatat
sama baiknya pada kelompok kasus maupun pada kontrol. Misalnya
informasi mengenai pemakaian kontrasepsi hormonal lebih lengkap
dicatat pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila
dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk fraktur
tulang. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap, maka data
perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap
muka langsung, hubungan telepon, surat, atau cara komunikasi
yang lain ).

.f
152 P enelitian kasus-kontral

Efek atau outcotne


Karena efek./ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis
atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk
penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudatu misalnya
anensefali, penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak
mengalami efek tidak sukar. Namun pada banyak penyakit lain
sering sulit diperoleh kriteria klinis yang obyektif untuk diagnosis
yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan
laboratorium, pencitraan, pemeriksaan patologi-anatomik, dan lain-
lain. Meskipun demikian kadang diagnosis masih sulit terutama
pada penyakit yang manifestasinya bergantung pada stadiumnya.
Misalnya artritis rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis
dan hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan
lebih dahulu kriteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk
memasukkan seseorang menjadi kasus. Unfuk beberapa penyakit
tertentu telah tersedia kriteria baku untuk diagnosis, namun tidak
jarang kriteria diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi
agar sesuai dengan pertanyaan penelitian.

3 MuxrxruraN sUBYEK PENELTTTAN


Kasus
Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil
secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun
dalam praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakary karena
penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang
jarar'g, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit.
Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif
karena tidak menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien
yang tidak datang ke rumah sakit, yang salah diagnosis, atau yang
meninggal sebelum terdiagno-sis, menjadi tidak terwakili pada
sampel yang diambil dari rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu
dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk
studi kasus-kontrol agar sampel yang dipergunakan mendekati
keadaan dalam populasi.

i
Rulina Suradi dkk. 153

Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)


Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens
(kasus baru). Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama
dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau
mortalitasnya sangat tinggr, kelompok kasus tidak menggambarkan
keadaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya,pada penelitian
kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung
bawaary apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak
menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien
penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi
pada periode neonatus atau masa bayi. Dengan demikian pasien
yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.

Tempat pengumpulan kasus


Bita di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang
baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber
di masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti
tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah
yang benar-benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga
terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit
(hospital based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup
penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat
ke rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang
tidak berobat ke rumah sakit.

Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh dikatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit
yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan dengan tepat
(contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor risiko perlu
diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum
terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah setelah timbulnya efek
atau penyakit yang dipelajari.

t
154 P enelitian kasus -kontrol

Contoh
Ingin diketahui hubungan antara diet dengan kejadian
kanker'kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet
sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah
mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit.
Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi
memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multipel, perlu
perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama
timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan
terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.

Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena kontrol sematl-mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaan pil KB, maka kriteria
inklusi untuk kontrol adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanitayangmenikah" dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum
pil kontrasepsi).
Ada beberapa cata untuk memilih kontrol yang baik.
1 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan kontrol diambil secara acak dari populasi sisanya.
Dapat juga kasus dan kontrol diperoleh dari populasi yang telah-
ditentukan sebelumny a y angbiasanya lebih kecil (misalnya dari
studi kohort).
2 Matching. Cara kedua untuk mendapatkan kontrol yang baik
ialah dengan cara melakukan matching, yaitu memilih kontrol
dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variabel yang diteliti. Bila matching dilakukan denganbaik, maka

la

.*
Rulina Surqdi dkk. 155

pelbagai variabel yang mungkin berperan terhadap kejadian


penyakit (kecuali yang sedang diteliti) dapat disa'makan,
sehingga dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variabel
yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini mempunyai
keuntungan lain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih
sedikit. Namun jangan terjadi oaermatching, yaitu matching pada
variabel yang tidak memengaruhi pajanan faktor risiko, sehingga
diperoleh nilai risiko relatif yang terlalu rendah. Apabila terlalu
banyak faktor yang disamakan juga akan menyebabkan kesulitan
dalam mencari subyek kelompok kontrol. Di lain sisi harus pula
dihindarka n un der mat chin g y akni tidak dilakukan penyetaraan
terhadap variabel-variabel yang potensial menjadi perancu
(confounder) penting.
3. Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dari satu kelompok
kontrol. Karena sukar mencari kelompok kontrol yang benar-
benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok
kontrol. Misalnya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakif
maka satu kontrol diambil dari pasien lain di rumah sakit yang
sama, dan kontrol lainnya berasal dari daerah tempat tinggal
kasus. Apabila ratro odds yang didapatkan dengan menggunakan
2 kelompok kontrol tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut
akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds
antara kasus dengan masing-masing kontrol sangat berbeda,
berarti salah satu atau kedua hasil tersebut tidak sahitr, dengan
kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut.

Contoh
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan
antara penyakit AIDS pada pria dengan homoseksualitas.
Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
di rumah sakit A. Untuk kelompok kontrol pertama dipilih
secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di
rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh
rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok kontrol kedua
dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan
dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio
odds 9,0). Walaupun pada kelompok kontrol pertama lebih

&

.*
156 P enelitian kasus-ko ntrol

banyak penyakit lain dibanding pada konhol kedua, ternyata


pada kedua kelompok kontrol praktik homoseksualitas jauh
lebih sedikit dibanding dengan kelompok kasus, sehingga
rasio odds pada kedua kelompok kontrol hampir sama. Hal
ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara
homoseksualitas dengan terjadinya AIDS.

4 MnwrrepxaN BESAR sAMPEL

Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya


hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan
sebelum penelitian dimulai. Pada dasamya untuk penelitian kasus-
kontrol jumlah subyek yang diteliti bergantung pada:
1 Berapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini
penting terutama apabila kontrol diambil dari populasi. Apabila
densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin
pajanan risiko pada kasus dan kontrol hampir sama'sehingga
diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya.
2 Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).
3 Derajat kemaknaan (cr) dan kekuatan (power: 1-B) yang dipilih.
Biasa dipilih u: 5%, P = 10% atau 20"/o (power = 90% atau 80%).
4 Rasio antara jumlah kasus dan kontrol. Bila dipilih kontrol lebih
banyak, maka jumlah kasus dapat dikurangi. Bila jumlah kontrol
diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapat dikurangi
dari n menjadi (c+lln/Zc. Contoh: Penelitian yang menggunakan
100 kasus dan 100 kontrol mempunyai kekuatan yang sama
dengan rasio kasus/kontrol sebesar 751150, atau 631252, atatt
55/550. Perhatikan bahwa penurunan jumlah kasus yang hanya
sedikit akan menaikkan besar sampel total yang cukup banyak.
Lihatlah uraian lebih rinci dalam Bab 17.
5 Apakah pemilihan kontrol'dilakukan dengan matching aLatt
tidak. Di atas telah disebut bahwa dengan melakukan matching
maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi
lebih sedikit. Formula untuk menghitung besar sampel pada
studi kasus-kontrol dapat dilihat padaBab 77.

f;

.i
Rulina Suradi dkk. 157

5 MErarureN PENGUKURAN
Pengukuran.variabel efek dan faktor risiko merupakan hal yang
sentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefinisikan dengan jelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering
menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misal rekam
medis, kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencitraan. Namun lebih
sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin
dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).
Contoh sebelumnya, yakni penentuan apakah terdapat pajanan
jamu peluntur atau pil KB pada saat hamil muda, menduduki
tempat sentral pada studi kasus-konkol. Namun data yang penting
tersebut semata-mata hanya didasarkan pada daya ingat seseorang. Bias
yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recall bias.Ibu
yang anaknya cacat (kelompok kasus) lebih bersungguh-sungguh
berusaha untuk mengingat apakah pada waktu hamil muda ia
minum obat atau jamu tertentu. Sebaliknya, Tbu yang anaknya sehat
tidak merasa perlu untuk berupaya mengingat, bahkan cenderung
untuk menjawab "tidak" terhadap pertanyaan yang sama.
J adi recall bias adalahkesalahan sistematik akibat perbedaan lupay a
untuk mengingat hal yang terjadi pada masa lampau antara kelompok
kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat (kesalahan
pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan
utama studi kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus
mempunyai kiat untuk menyiasatinya misabrya dengan membawa
alat peraga fumu peluntur, pil KB) pada wawancara.

6 MENcaNNTISIS HASIL PENELITIAN


Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana
yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni
dengan analisis multivariat pada studi kasus-kontrol dengan lebih

i
158 P enelitian kasus-kontr ol

dari satu faktor risiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti,
bagaimana cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan
terdapatnya'variabel yang mengganggu ataupun yang tidak.

Penenfuan ratro odds

A Studi kasus-kontrol tanpa'matching'


Ratro odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan
risiko relatif (RR) pada studi kohort. Marilah kita lihat kembali tabel
2x2 pada Gambar 8-2. Pada penelitian kohort kita mulai dengan
populasi yang terpajan (a+b) dan populasi yang tidak terpajan (c+d).
Dengan perjalanan waktu maka dengan sendirinya akan timbul efek
pada populasi yang terpajan (a) dan pada populasi yang tidak terpajan
(d). Kemudian kita dapat menghitung kejadian e{ek pada populasi
terpajan (a/[a+bl) dan efek pada populasi yang tidak terpajan (c/[c+d]),
sehingga dapat dihitung risiko relatif yaitu:

oo _ (insidens pada kelompok dengan faktor risiko) _ a/(a - b)


(insidens pada kelompok t anpa faktor risiko) c/(c + d)

Pada penelitian kasus-kontrol kita mulai dengan mengambil


kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol (b+d). Oleh karena
kasus adalah subyek yang sudah sakit dan kontrol adalah mereka
yang tidak sakit maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik
pada kasus maupun kontrol. Yang dapat dinilai adalah berapa
sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol;
hal inilah yang menjadi alat analisis pada studi kasus-kontrol, yang
disebut ratio odds (RO).
odds podo kelompok kosus
RO=
odds podo kelompok konlrol

hA (proporsikosusdengonrisiko) (proprosikontroldengonrisiko)
(proporsikosusdengonrisiko) (proporsikonlrollonporisiko)
o/(o- c):c/(e _alc qd
c)
b/(brd):d/(b-rd) b/d bc

il

J)
Rulina Suradi dl<k. 159

B Studi kasus-konfrol dengan'mntching'


Pada studi kasus-kontrol dengan matching individual, harus dilakukan
analisis dengan menjadikan kasus dan kontrol sebagai pasangan-
pasangan. Jadi, bila misalnya terdapat 50 kasus yang masing-masing
berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita lakukan
pengelompokan menjadi 50 pasangan sebagai berikut (lihat
Gambar 8-3). Hasil pengamatan studi kasus-kontrol biasanya
disusun dalam tabel 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut:
Sel a: kasus dan kontrol mengalami pajanan
Sel b: kasus mengalamai pajanan, kontrol tidak
Sel c: kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami
Sel d: kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan

Konlrol

Risiko + Risiko -

Risiko +
Kosus

Risiko -

Gambar 8-3. Tabel2x2 menunjukan hasil pengamatan studi kasus-


kontrol dengan matching individual. Rasio odds =blc

Rasio o d ds p ada studi kasus-kontrol dengan m at chin g ini dihitung


dengan mengabaikan sel a Karen baik kasus maupun kontrol
terpajary dan sel d, karena baik kasus maupun kontrol tidak terajan.
Rasio odds dlhitttng dengan formula:

RO= !
c

i
160 P enelitian kasus-kontrol

RO, walaupun tidak sama dengan risiko relatif akan tetapi dapat
dipakai sebafai indikator adanya kemungkinan hubungan sebab
akibat antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati
risiko relatif apabila:
1 Insidens penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak
lebih dari 20% populasi terpajan
2 Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari
populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko
3 Kelompok kasus harus representatif
lnterprestasi nilai RO dengan interval kepercayaa nny a (co nfi den ce
intera aI) sama dengan interpretasi pada penehtian cross-sectional, yakni
RO yang > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang benar
merupakan faktor risiko, bila RO: 1 atau mencakup angka 1 berarti
bukan faktor risiko, dan bila kurang dari 1 berarti merupakan faktor
yang melindungi atau protektif.

Cowron sruDl r(Asus-KoMrRoL TANpA 'MATCmrrG'

Masalah. Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian


plasenta previa pada kehamilan berikutnya?
Hipotesis. Terdapat asosiasi u.,turu abortus dengan kejadian
plasenta previa pada kehamilan berikutnya
Desain penelitian. Studi kasus-kontrol,. hospital-based
Kasus. Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai
dengan 31 Desemb er 1999 secara bedah kaisar atas indikasi plasenta
previa totalis yang dibuktikan dengan USG dan klinis perdarahan
antepartum (PAP).
Kontrol. Wanita yang melahirkan di RSCM dalam kurun waktu
yang sama tanpa plasenta previa dan dipilih secara acak.
Kontrol.
Faktor risiko yang ingin diteliti. Riwayat terdapatnya abortus
sebelum persalinan sekarang.
Pengumpulan data. Dengan wawancara dan pengisian kuesioner
diperoleh data dari 68 kasus dan 68 kontrol.

f,

t
RulinaSuradidkk. 161

Analisis data. Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval


kepercayaannya mencakup angka L, maka simpulannya adalah
abortus tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya plasenta
previa pada keha*ilutr kemudian, atau diperlukan lebilrbanyak
kasus untuk membuktikannya.

Plosenlo previo

Yq Tidqk Jumlqh

Ya 12 21

Riwayat aborsi
Tidok 56 59 115

Jumloh 68 68 136

Rotio odds - (12 x 59) / (9 x 561 = 1,4


lnternol kepercoyoon 95Yo = 0,5 ; 3,6

Gambar 8-5. Analisis hasil studi kasus-kontrol tanpa matchingyang


meneliti hubungan antara riwayat aborsi sebelumnya dengan
kejadian plasenta previa.

Studi kasus-kontrol dengan'matching'


Bila pemilihan kontrol dilakukan secara matching individual, maka
analisisnya perlu disesuaikan. Misalnya kita ingin meneliti
hubungan antara sindrom X dengan penggunaan obat Y
sebelumnya, dengan desain kasus-kontrol dengan matching.
Kontrol diambil yangmatched te:rhadap beberapa variabel penting,
misalnya umur, jenis kelamin, status gizi. Direkrut 40 kasus
sindrom X. Tiap individu dalam kelompok kasus dicarikan
pasangannya sehingga diperoleh 40 pasang kasus dan 40 kontrol.
Dalam tabulasi hasil, tiap pasang dikelompokkan sebagai berikut:

i .iu
162 P enelitian kasus-kontr ol

Sel a: Kasus dan kontrol menggunakan Y


Sel b: Kasus menggunakan Y, kontrol tidak
. menggunakan Y
Sel c: Kasus tidak menggunakan t kontrol
menggunakan Y
Sel d: Kasus dan kontrol tidak menggunakan Y
Misalnya didapatkan hasil sebagai berikut: a="10,b=22, c=2, d=6;
maka akan didapatkan RO sebesar 11 dengan IK95"/" antara 8,6
dan 25,2. Dapat disimpulkan bahwa Y merupakan faktor risiko
terjadinya sindrom X. Lihat Gambar 8.5.

Konlrol

Y+ Y - Jumloh

Y+ 10 22 32
Kosus

Jumloh 12 28 40

Gambar 8-6. Rasio odds untuk studi-kontrol denganmntchlrg dihitung


dengan melibatkan pasangan-pasangan yang berbeda pajanan
faktor risikonya. Tiap pasangan kasus dan kontrol yang keduanya
terpajan obat Y yakni sel a, atau keduanya tidak terpajan obat Y
yakni sel d diabaikan . RO-4 I c=221 2:17. Intewal kepercay aan 95o/":
8,6 sarnpai 25,2.

Bns DALAM STUDI KASUS-KoNTRoL


Kesahihan suatu penelitian kasus-kontrol sebagian besar tergantung
pada cara menentukan subyek yang (a) terkena efek, (c) terpajan,
dan (d) tidak terpajan dengan faktor risiko yang sedang diteliti.

{G

.r
RulinaSuradidkk 163

Kesalahan pengelompokan subyek ke dalam kategori masing-


masing menyebabkan perhitungan asosiasi antara pajanan dan efek
menjadi tidak benar.
Kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak
sesuai dengan kenyataan disebut bias. Pada penelitian kasus-kontrol
terdapat tiga kelompok bias yang dapat memengaruhi hasil studi,
yakni (a) bias seleksi, (b) bias informasi, dan (c) bias perancu
(confounding bias). Sackett mencatat beberapa hal yang dapat
menyebabkan atau mengancam terjadinya bias dalam studi kasus
kontrol, di antaranya adalah:
1 Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding
factors) mungkin terlupakan oleh subyek penelitian atau tidak
tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias).
2 Subyek yang mengalami efek (kasus), karena ingin mengetahui
penyebab penyakitnya lebih sering untuk melaporkan pajanan
faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena
efek (kontrol).
3 Peneliti kadang sukar untuk menentukan dengan tepat apakah
pajanan sesuatu agen menyebabkan penyakit ataukah justru
terdapatnya penyakit yang menyebabkan subyek menjadi lebih
mudah terpajan oleh agen.
4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun sebagai kontrol yang
representatif seringkali sangat sulit. Penegakan diagnosis memang
merupakan salah satu hal yang harus sangat diperhatikary karena
merupakan data utama untuk analisis.
Seperti dalam tiap penelitian klinis, pada studi kasus-kontrol
bias dapat terjadi pada setiap tahapan penelitian. Bias dapat terjadi
pada waktu penentuan diagnosis, pada saat pemilihan kasus atau
kontrol, penghitungan pajanan faktor risiko, bahkan pada tahapan
analisis hasil pengamatan. Oleh karena itu seyogianya sebelum
penelitian dimulai telah diidentifikasikan dengan tuntas pelbagai
sumber yang memiliki potensi untuk menyebabkan bias sehingga
dapat diambil langkah-langkah yang memadai untuk mencegah
terjadinya kesalahan yang dapat menyebabkan penelitian menjadi
tidak sahih.

fi

i
164 P enelitian kasus-kantr ol

KETESIHAN DAN KELEMAHAN PENETITIAN


KASUS.KONTROL

Kelebihan
1 Studi kasus-kontrol dapaf atau kadang bahkan merupakan satu-
satunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa
latennya panjang
2 Hasil dapat diperoleh dengan cepat
3 Biaya yang diperlukan relatif murah
4 Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit
5 Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan pelbagai faktor
risiko sekaligus dalam satu penelitian.

Kelemahan
1 Data mengenai pajanan terhadap faktor risiko diperoleh dengan
mengandalkan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat
responden ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena
responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat
pajanan terhadap faktor risiko dari pada responden yang tidak
mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam medis
yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
2 Validasi mengenai informasi kadang-kadang sukar diperoleh.
3 Oleh karena kasus maupun kontrol dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kolompok tersebut
benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber
bias lainnya.
4 Tidak dapat memberikan incidence rates.
5 Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari L variabel
dependen" hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.

J} e*,
Rulina Suradi dkk. 165

Darren PUSTAKA
Doll R, Vutt"y ME. Evaluation of rare adverse effects of systemic
contraceptives. Br Med Bull 1970;26:33-8
Foxman B, Valdez B, Brook RH. Childhood enuresis; prevalence, perceived
impact, and prescribed treatment. Pediatrics 1986;77 :482-7
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach . Edisi ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
KelseyJL, Thompson WD, Evans AS. Methods in observational epidemiology.
New York: Oxpord University Press; 1986.
Kahn HA" Sempos CT. Statistical methods in epidemiology. New York: Oxpord
University Press; 1989
Knapp RG, Miller III MC. Clinical epidemiology and biostatistics.
Pennsylvania: Harwal Publishing Company;'L992.
Schlesselmen JJ. Case-control studies. Design, conduct, analysis. New York:
Oxpord University Press; 1982.
Walter SD. Calculation of attributabel risks from epidemiological data. Int j
Epidemiol 197 8;7 :L7 5-82.
Woodward M. Epidemiology - study design and data analysis. Boca Raton:
Chapman &.Hall, 1999.

il

.* *u
166 P en eI it ian kas us -ka ntr ol

ffi-d * s
# s#ffi#ee-%dw

Studi kosus-kontrol marupokon studi observosionol


onolitik yong berdimensi retrospektif .
Penelition dimuloi dengan merekrut sejumloh subyek dangon
ef ek (kelompok kosus), kemudian dicari subyek loin yong
karokteristiknyo sebonding nomun tidok mempunyai ef ek
(kelompok kontrol)

Podo kelompok kosus don kontrol ditelusur retrospektif


opokoh subyak mangolomi pojonon foktor risiko yong ditelifi.
Proporsi pojonon podo kelompok kosus don kontrol
dibondingkon.
Pamilihon kosus horus dengan kriterio yong jelos, demikion
pulo pemilihon kontrol, yong dopot dilokukon secaro
maf ch i ng alou tonpo match i ng.

Anolisis untuk studi kosus-kontrol odoloh penentuon nosio


odds @.A)yokni odds podo kalompok kasus dibonding odds
podo kalompok kontrol. Odds adoloh perbondingon ontoro
peluong terjodinyo ef ekdibagr paluong fidok terjodinyaef ek
(p/(t-p).
Niloi RO = 1 menunjukkon bohwo pojonon bukon merupokon
foktor risiko, niloi RO > 1 menunjukan bohwo pojonon benon
merupokon foktor risko, don nilai RO <1 menunjukkon voriobel
tersebut merupokon foktor protektif, nomun semuo horus
d iIi hot intervol kepercoyoonnyo.
Studi kosus-kontrol dopot merupokon sotu-sotunyo desoin
untuk menentukon atiologi pado kosus-kosus yong jorong
ditemukon.

Kekurongon terpenting poda studi kosus-kontrol odoloh


terdopotny a recal I b ias.

il

.i
Bab 9-SUdikohon
Taralan Tambunan, Taslim S Soetomenggolo,
fimmy Passat, I Suharti Agusman*
tudi kohort merupakan jenis penelitian epidemiologis non-
eksperimental yang sering digunakan untuk mempelajari
ubungan antara faktor risiko dengan efek atau penyakit.
Perkataan kohort berasal dari kata romawi kuno cohortyang
berarti kelompok tentara yang berbaris maju ke medan perang.
Model pendekatan yang digunakan pada rancangan kohort ialah
pendekatan waktu secara longitudinal atau time-period approach.
Bila hanya diamati satu kelompok subyek untuk memperlihatkan
kejadian tertentu (misalnya insidens penyakit), maka hasil studi
kohort merupakan data deskriptif. Namun studi kohort lebih sering
dipergunakan untuk memperoleh hubungan antara satu atau lebih
faktor risiko dengan penyakit atau kejadian tertentu; dalam hal ini
studi kohort bersifat analitik.
Pada penelitian kohort kausa atau faktor risiko diidentifikasi lebih
dahulu, kemudian tiap subyek diikuti sampaiperiode tertentuuntuk
melihat terjadinya efek atau penyakit yang diteliti pada kelompok
subyek dengan faktor risiko dan pada kelompok subyek tanpa faktor
risiko. Hasil pengamatan tersebut dianalisis dengan teknik tertentu,
sehingga dapat disimpulkan apakah terdapat hubungan antara faktor
risiko dengan kejadian penyakit atau efek tertentu yang diselidiki.
Metodologi penelitian bukan ilmu pasti yang kaku dan tidak
dapat berubah; selalu terbuka peluang untuk melakukan variasi

fi

.t ";1 '
168 Studikohort

Tqbel 9-1. Jenis-ienis studi kohort

Studi kohort prospektif dengon kelompok pembonding internol


Studi kohort prospektif dengon kelompok pembonding eksternol
(studi kohort gondo)
Studi kohort retrospektif
Cose-cohorf sfudy
Nesfed cose-confrol sfudy

atau modifikasi. Karenanya, seperti halnya pada semua jenis desain


penelitiary pada desain kohort juga terdapat beberapa jenis varian
atau modifikasi, seperti tampak pada Tabel 9-L.
Pada studi kohort prospektif dengan pembanding internal,
kohort yang dipilih sama sekali belum terpajan oleh faktor risiko
danbelum mengalami efek. Subyek tersebut diikuti; secara alamiah
sebagian dari mereka kemudian terpajan dengan faktor risiko
(kelompok terpajan), sebagian lainnya tidak terpajan faktor risiko
(kelompok kontrol). Selanjutnya dilakukan /ollorn-up selama waktu
yang ditentukan untuk memperoleh insidens terjadinya efek pada
masing-masing kelompok.
Bila subyek terpilih sudah terkena faktor risiko namun belum
mengalami efek, dan kelompok pembanding dipilih dari subyek lain
yang tanpa pajanan faktor risiko dan efek, kita berhadapan dengan
studi kohort prospektif dengan kelompok pembanding ekstemal.
Suatu modifikasi penelitian kohort melakukan penelusuran terhadap
kelompok kohort yang sudah mengalami efek di masa lampau; ini
disebut sebagai studi kohort retrospektif. Modifikasi lain adalah
melakukan studi kasus-kontrol di dalam studi kohort, yang dikenal
sebagai case-cohort study dan neited case-control study. Dalam uraian
berikut ini dikemukakan terlebih dahulu studi kohort prospektif
dengan pembanding internal yang disertai dengan langkah-langkah
pelaksanaannya. Pelbagai jenis modifikasi studi kohort dikemukakan
kemudian.

i n*u
TaralanTambunan dkk. 169

PnNcnnrIAN DASAR sruDl KoHoRT


Prinsip studi kohort tampak pada Gambar 9-l.Sekelompok subyek
diikuti prospektif. Secara alamiah mereka terbagi menjadi: (1) kelompok
dengan faktor risiko, dan (2) kelompok tanpa faktor risiko; keduanya
diikuti sampai waktu tertentu. Pemantauan tersebut sifatrrya deskriptif.
Namun umumnya studi kohort bersifat analitik, yakni mempelajari
hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel
tergantung (efek, penyakit), dengan rasio insidens atauyang lebih dikenal
dengan istilah risiko relatif atau rasio risiko. Lihat Gambar 9-2.

Diikuli prospektif Apokoh


teriodi efek?

Jukior,,ri*iko,i,(*l

falitor,,risiko t-)

Gambar 9-1. Skema dasar penelitian kohort prospektif dengan kontrol


intemal. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi subyek tanpa
efek dan tanpa faktor risiko. Mereka diikuti; sebagian secara alamiah
akan terpajan faktor risiko, sebagian lainnya tidak. Risiko relatif
dihitung dengan cara membandingkan insidens efek pada kelompok
dengan risiko dengan insidens pada kelompok tanpa risiko.

fi

.t ,4"
170 Studikohort

o*b
Foklor risiko
c*d

Jumlqh o+c b+d o*b*c*d

Gambar 9-2. Analisis dasar studi kohort. Subyek dengan faktor


risiko yang mengalami efek dimasukkan ke dalam sel a, subyek
dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek dalam sel b, subyek
tanpa faktor risiko yang mengalami efek dalam sel c, dan subyek
tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek dalam sel d. Risiko
relatif (RR) dihitung dengan formula RR: a/(a+b) : c/(c+d).

Sebagai contoh dikemukakan studi yang mencari hubungan


antara kebiasaan mandi di sungai dengan bakteriuria pada anak
5-10 tahun. Dalam masa 10 tahun didapatkan bakteriuria pada
kelompok yang mandi di sungai 30/1000 anak/tahun pengamatan,
sedangkan pada anak yang tidak pernah mandi di sungai insidens
bakteriuria adalah 1,211,000 anak/tahun pengamatan. Risiko relatif
= 30/1000 : 1211000 = 2,5.

Hastr yANG DrpERorEH pADA sruDr KoHoRT


Dengan melakukan follow-up dapat diketahui kejadian efek pada
kelompok dengan faktor risiko dan pada kelompok tanpa faktor
risiko. Dengan demikian maka pada studi kohort dapat diperoleh
incidence rate penyakit pada kelompok dengan faktor risiko dan
pada merekayangtanpa faktor risiko. Lebih lanjut dari studi kohort
dapat diperoleh risiko relatif, dengan secara sederhana membagi

i
TaralanTambunan dkk. 171

incidence rate pada kelompok dengan faktor risiko dengan incidence


rate pada kelompok tanpa faktor risiko.
Perlu diingat bahwa untuk menyimpulkan bahwa suatu efek
memang terjadi karena faktor risiko, harus diperhatikan adanya
bias perancu. Perancu (faktor yang sekaligus berhubungan dengan
faktor risiko dan dengan efek) disingkirkan pada desain dengan
cara (a) restriksi, yakni dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang
relevan, atau (b) dengan matching, atau pada analisis dengan
melakukan: (a) stratifikasi atau (b) analisis multivariat (lihatlah Bab
16). Bila hal ini tidak dilakukary maka kemungkinan akan terjadi
penarikan simpulan yang salah.

LINcrAH-LANGKAH pADA sruDl rdHonr


kohorf tahapan kegiatan dilakukan sebagai berikut:
Pada penelitian
1 Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2 Menetapkan kohort
3 Memilih kelompok kontrol
4 Menentukan variabel penelitian
5 Mengamati terjadinya efek
6 Menganalisis hasil

I MEnUUUSKAN PERTANYAAN DAN HIPOTESIS


Hal pertama yarrg harus dilakukan peneliti adalah merumuskan
masalah atau pertanyaan penelitian serta hipotesis yang sesuai.
Sebagai contoh suatu studi kohort akan meneliti apakah terdapat
hubungan antara ibu perokok pasif (uyuh merokok) dengan kelahiran
kecil untuk masa kehamilan (KMK) pada bayi yang dilahirkan.
Hipotesis yang sesuai adalah 'kebiasaan merokok pada ayah
berhubungan dengan peningkatan keiadian kelahiran KMK'.
Dari formulasi masalah serta hipotesis itu tercermin bahwa yang
dianggap faktor risiko adalah kebiasaan merokok ayalr, dan efek
yang diteliti adalah kelahiran bayi KMK.

i
172 Studikohort

2 MsNErepraN KoHoRT
Pertimbangan yang dipergunakan dalam penetapan populasi dan
sampel penelitian sama seperti penelitian observasional pada
umumnya. Ciri utama desain kohort adalah tersedianya kelompok
subyek tanpa efek tertentu pada awal studi. Subyek dipilih dari
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan (eligibility
uiteria), dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas.
Syarat umum agar seseorang dapat dimasukkan dalam studi kohort
dengan pembanding internal adalah: (1) subyek tidak menderita efek
yang diteliti: dan (2) belum terpajan faktor risiko yang diteliti. Untuk
identifikasi subyek yang tidak sakit atau belum menderita efek ini
sangat diperlukan kecermatan. Peneliti harus yakin bahwa subyek
yang dipilih benar bebas dari efek yang akan diselidiki sehing ga apablla
pada pengamatan subyek tersebut menjadi sakit atau mengalami efek
maka hal tersebut terjadi akibat terpajan dengan faktor risiko yang
dipelajari. Alat diagnostik yang kurang akurat akan mengakibatkan
efek negatif palsu pada awal studi.
Kadang tidak mudah menetapkan atau menyingkirkan adanya
efek pada subyek yang akan direkrut (inception cohort); pelbagai
cara dapat dipergunakan untuk maksud tersebut, termasuk dengan
anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, sitologi,
pencitraan, dan lain-lainnya. Umumnya prosedur unfuk menetapkan
subyek masuk ke dalam kohort di satu sisi harus bersifat sederhana,
aman, dan murah, di lain sisi harus pula mempunyai keandalan dan
kesahihan yang baik. Namun hal ini tidak mudah, termasuk di
antaranya penentuan masuknya subyek ke dalam studi kohort untuk
menentukan perjalanan penyakit bila awal penyakit sulit ditentukary
seperti pada kebanyakan kasus keganasan. Dalam keadaan tertenfu
saat diagnosis ditegakkan menjadi satu-satunya opsi yang mungkin
untuk memasukkan subyek ke dalam studi kohort yang direncanakan.
Subyek dapat dipilih dari populasi-terjangkau berdasarkan pada
pelbagai alasan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Mungkin
subyek direkrut berdasar pada geografi, dari kelompok tertentu
misalnya kelompok profesi, rumah sakit, masyarakat yang baru
saja terkena bencana, dan lain sebagainya. Penetapan sampel harus

fi

t
TaralanTambunan dkk. 173

dilakukan dengan cara yang benar bila penelitian dilakukan tidak


pada seluruh subyek dalam populasi-terjangkau (lihat Bab 5). Untuk
mengurangi besar sampel, periode penelitian, serta biaya, maka
diperlukan seleksi terhadap sampel dengan cara memilih kelompok
subyek yang menunjukkan insidens efek yang relatif tinggi. Misalnya
j*g* menggunakan studi kohort prospektif bila ingin mengetahui
hubungan antara kebiasaan merokok pasif dengan kejadian kanker
payudara. Insidens kanker payudara sangat rendah, sehingga untuk
menemukan satu orang pasien kanker payudara perlu dilakukan
pengamatan terhadap ribuan subyek penelitian dalam waktu lama.

3 MEvnrur KELoMPoK KoNTRoL


Pada studi kohort prospektif dengan kontrol internal, kelompok
kontrol terbentuk J".utu alamiatr, yaitu bagian dari kohort yang
selarna follou)-up tidak terpajan faktor risiko yang dipelajari. Studi
kohort dengan kelompok pembanding internal ini mempunyai
keuntungart yaitu:
o Kedua kelompok berasal dari populasi yang sama
o Kedua kelompok dilakukan follow-up dengan prosedur
yang sama
Dalam praktik perbedaan antara kelompok dengan dan tanpa
faktor risiko dapat merupakan faktor risiko internal (misalnya akibat
kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit) maupun faktor
risiko eksternal yaitu faktor lingkungan yang mempermudah
seseorang menderita penyakit. Kadang perbedaan antara kelompok
hanya terletak pada derajat pajanary misalnya antara perokok aktif
dengan perokok pasif.
Pada rancangan penelitian kohorf pemilihan subyek umumnya
tidak memerlukan teknik matching dengan kelompok terpajary
terutama apabila jumlah subyek yang diteliti cukup besar atau bila
proporsi subyek dengan faktor risiko jauh lebih besar ketimbang
kelompok kontrol. Dalam beberapa hal tertentu teknik matching
perlu dilakukaru misalnya bila peneliti ingin mengetahui besarnya
pajanan secara akurat. Penelitian denganbesar sampel yang terbatas

.t
174 Studikohort

atau proporsi subyek yang terpajan yang lebih kecil dibanding


dengan kontrol juga membutuhkan teknik matching. Matching
dapat dilakukan terhadap variabel umur, jenis kelamiry ras, keadaan
lingkungan. Namun apabila confounding aariable banyak, teknik
matching sulit dilakukan dan bila dipaksakan, akibatnya diperoleh
beberapa subkelompok dengan jumlah subyek dalam subkelompok
terlalu kecil sehingga tidak dapat diambil simpulan definitif.

4 MpTvcnENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN


Seperti halnya dalam desain penelitian lain untuk mempelajari
etiologi atau faktor risiko, faktor risiko dan efek yang dipelajari
dalam studi kohortharus didefinisikan dengan jelas. Pada penelitian
kohort, faktor risiko dapat berupa faktor internal, yakni faktor yang
menyebabkan predisposisi atau sebagai predileksi timbulnya
penyakit atau efek tertentu. Namun faktor risiko juga dapat berupa
faktor risiko eksternal, yaitu faktor lingkungan yang memudahkan
individu terjangkit penyakit tertentu. Penyakit atau efek yang
terjadi selalu merupakan variabel dependen. Jenis variabel lain yang
tidak diteliti juga harus diidentifikasi, karena mungkin merupakan
variabel perancu (confounding aariables) yang harus diperhatikan
untuk disingkirkan dalam desain atau dalam analisis. Meski dalam
studi kohort dapat diidentifikasi beberapa faktor risiko sekaligus
yakni dengan teknik statistika multivariat, namun sebaiknya jumlah
faktor risiko yang dipelajari dibatasi, untuk meningkatkan potensi
penelitian dalam mencari hubungan antara pajanan (faktor risiko)
dengan kejadian efek.

5 MEruceuarr TTMBULNyA EFEK


Kedua kelompok subyek diobservasi dalam periode tertentu. Lama
waktu yang diperlukan untuk pengamatan prospektif tersebut
bergantung kepada karateristik penyakit atau efek yang diteliti, yang
hanya dapat ditentukan dengan pemahaman yang baik tentang
patogenesis dan perjalanan alamiah penyakit. Untuk jenis penyakit
keganasary misalnya timbulnya kanker hati pada subyek dengan

-*
TaralanTambunan dkk. 175

HBs-Ag positif dibutuhkan pengamatan puluhan tahun. Sebaliknya


hubungan antara merokok dan bayi berat lahir kecil untuk masa
kehamilan hanya merrrcrlukan pengamatan 9 bulan; pengamStan dalam
sfudi kohort dapat hanya beberapa hari" misalnya hubungan antara
trauma lahir derrganhiperbilirubinernia pada bayt yang baru lahir.
Hambatan yang sering terjadi pada penelitian kohort adalah
hilangnya subygk dari pengamatan (los,s to follow-up\, yang lebih
sering terjadi pada studi yrrgmemerlukan pengamatan yang lama.
Makin lama masa.pengamatan makin besar kemungkinan terjadinya
Ioss to follow-up. Karenanya bila dari awal telah diketahui bahwa
subyek akan pindah tempat, sebaiknya ia tidak disertakan. Kiat lain
adalah mencatat alambt kantor, alamat kerabat terdekat, agar bila
subyek pindah tempat dapat ditelusur dengan cara mendatangi,
menulis suraf atau dengan menghubungi lewat telepon.
Pada studi kohort dengan matching, apabila satu subyek hilang
dari pengamatan, maka pasangannya harus dikeluarkan pula dari
penelitian. Bila persentase subyek yang hilang dari pengamatan
tinggi sehingga yang tersisa hanya sedikit, maka penelitian harus
dianggap gagal, tidak dapat diperoleh simpulan definitif. Pada studi
klinis subyek yang hilang dari pengamatan seyogyanya tidak lebih
daril}"/o; untuk penelitian lapangan angka L5"/" atau 20% mungkin
masih berterima. Pendapat yang lebih moderat untuk semua desain
drop out sampai 20"/o maslh dapat diterima.
Pengamatan timbulnya efek yang diteliti dapat dilakukan
dengan pengamatan tunggal atau pengamatan berkala. Pada cara
pertama, pengamatan hanya dilakukan satu kali yaitu pada akhir
masa penelitian. Pada pengamatan berkala, subyek diamati secara
periodik menurut interval waktu tertentu sampai akhir penelitian.
Selain itu dapat pula dilaksanakan perbandingan antara kelompok
terpajan dengan kelompok kontrol dengan memazukkan dimensi waktu
sebagai unit analisis sehingga merupakan perbandingan antara dua
kesintasan. Penilaian terhadap timbulnya efek harus berdasarkan
kriteria pada baku yang telah disusun dalam proposal. Untuk
mengurangi bias, idealnya orang yang menilai terjadinya efek tidak
boleh mengetahui subyek dengan atau tanpa faktor risiko (tersamar,
blinded); namun hal ini seringkali tidak dapat dilaksanakan.

fi

.*
176 Studikohort

6 MTNIcANALISIS HASIL
Pada penelitian kohort sederhana, besaran efek yang diperoleh
menggambarkan insidens kejadian pada masing-masing kelompok.
Perbandingan insidens penyakit antara kelompok dengan faktor
risiko dengan kelompok tanpa faktor risiko disebut risiko relatif
(relatiae risk) atau rasio risiko (risk ratio), yang dengan mudah dapat
disimak pada skema rancangan studi kohort yang tertera pada
Gambar 9-2. Setelah pengamatan selesai, dari kedua kelompok
penelitian akan diperoleh 4 subkelompok subyek yaitu:
Sel a: subyek dengan faktor risiko, mengalami efek
Sel b: subyek dengan faktor risiko, tidak mengalami efek
Sel c subyek tanpa faktor risiko, mengalami efek
Sel a: subyek tanpa faktor risiko, tidak mengalami efek

Risiko relatif (RR) = a/(a+b):c/(c+d)

Seperti halnya studi cross-sectional dan kasus-kontrol, maka


interval kepercayaan risiko relatif perlu disertakan, agar hasil
penelitian dapat diinterpretasi dengan memadai. Interpretasi nilai
RR, dengan nilai interval kepercayaannya sama dengan pada studi
prevalens dan kasus-kontrol.
Bila diinginkan, perbedaan proporsi antara kedua kelompok
dapat dilakukan analisis dengan menggunakanuji kai-kuadrat atau
sejenisnya, akan tetapi hal ini jarang dihitung karena perhitungan
RR dianggap lebih bemilai dan lebih informatif dalam analisis hasil
penelitian. Pada uji kai-kuadrat hanya diperoleh nTlai p, yakni
apakah angka kejadian efek pada kedua kelompok berbeda secara
statistika bermakna, yakni apakah hasil yang diperoleh tersebut
terjadi semata-mata oleh karena faktor peluang. Di sisi lain RR
menunjukkan berapa kali insidens pada subyek dengan faktor risiko
lebih tinggi dibanding insidens pada subyek tanpa faktor risiko.
Pengolahan data dengan memasukkan unsur waktu dapat
diterapkan bila lama observasi antara satu subyek dengan subyek
lainnya tidak sama. Untuk analisis statistika digunakan satuan unit
analisis subyek-waktu (analisis kesintasaru lihat Bab l2).

.t
TaralanTambunan dkk. 177

MopUIKASI RANCANGAN STUDI KoHORT


Di samping studi kohort prospektif dengan pembanding internaf
dikenal pula beberapa jenis modifikasi rancangan penelitian kohort,
antara lain penelitian kohort retrospektif (kohort historik), studi
kohort berganda (double cohort study), case-cohort study, dan nested
case-control study. Pelbagai jenis modifikasi tersebut diuraikan secara
ringkas di bawah.

'1, PnxgrmaN KoHoRT RETRosPEKTIF

Studi kohort retrospektif (historical cohort) pada dasarnya sama


dengan studi kohort propektif. Subyek diamati dalam kurun waktu
tertentu terhadap faktor risiko kemudian dinilai efek yang terjadi.
Bedanya pada studi kohort retrospektif faktor risiko dan efek telah
terjadi pada masa yang lalu. Lihat Gambar 9-3.
Faktor risiko yang terjadi pada masa yang lalu pada umumnya
berasal dari lingkungary dan penelitian dihitung sejak subyek
terpajan dengan faktor risiko tersebut. Bentuk penelitian ini hanya
dapat dilakukan bila data mengenai faktor risiko dan efek tercatat
lengkap pada catatan medik rumah sakit atau sumber lain. Biasanya
data dicatat dan dikumpulkan untuk tujuan lain, jadi merupakan
data sekunder. Analisis dapat dilakukan dengan memasukkan unsur
waktu dengan analisis subyek-bulan, subyek-tahun dan sebagainya.
Contoh
Dari rekam medis di suatu rumah bersalin tercatat 400 bayi
yang lahir normal cukup bulan. Pada/o llow-up ru$n diperoleh
sejumlah 180 bayi melakukan kontrol teratur setiap bulan
sampai berusia 1 tahun. Pada data nedikfollozn-up tercatat
lengkap, termasuk aspek tugrbuh-kembang dan apakah bayi
minum air susu ibu eksklusif atau tidak. Dengan rekam
medis yang lengkap tersebut dapat dibuat penelitian dengan
kohort retrospektif untuk memperoleh hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan berat badan bayi pada usia
1 tahun.

fi

t
178 Studikohort

Diikuri 'prospektifn

fi*for,risiko' t-

Gambar 9-3. Rancangan penelitian kohort retrospektif; prinsip desain


ini sama dengan studi kohort biasa, namun efek yang dinilai sudah
terjadi. jadi, secara retrospektif sekelompok subyek yang terdata
pada masa lampu ditelusur seolah-olah prospektif; sebagian
terpajan faktor risiko sebagian tidak. Kemudian dilihat terjadinya
efek yang (sudah) terjadi pada saat penelitian dilakukan. A,nalisis
sama dengan kohort prospektif.

Pada umumnya keunggulan pada studi kohort prospektif juga


didapatkan pada studi retrospektif ini. Bahkan dari segi biaya dan
waktu, studi kohort retrospektif lebih ekonomis. Studi kohort
retrospektif juga dinilai lebih unggul daripada studi kasus-kontrol
oleh karena kedua kelompok (kelompok studi dan kontrol) berasal
dari populasi penelitian yang sama sehingga bias yang mungkin
muncul akibat pemilihan sampel lebih dapat dihindarkan, selama
pencatatan yang dilakukan akurat.

t 'a/

.| i*
Taralqn Tambunan dkk. 179

Pada kohort retrospektif terdapat kelemahan yang sulit dihindari


misalnya dalam menentukan saat subyek terpajan faktor risiko yang
diteliti. Selain itu peneliti juga tidak dapat mengontrol keadaan dan
kualitas pengukuran yang dilakukan oleh orang lain pada masa lalu.
Memang penelitian yang semata-mata mengandalkan data sekunder
dari rekam medis (data pelayanan) selalu mengandung kekurangan
akibat tidak adanya standardisasi pengukuran, data kurang lengkap,
atau tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peneliti.

2 Sruor KoHoRT BERGAND e, (oounrE coHoRr snrDy)


Pada studi kohort berganda atau studi kohort dengan kelompok
pembanding ekstemal, penelitian dimulai dengan kelompok subyek
dari populasi yangberbeda; yakni satu kelompok dengan faktor risiko
dan kelompok lain tanpa faktor risiko. Semua karakteristik studi
kohort dengan kelompok pembanding internal ada pada desain
kohort berganda ini, dengan catatan selama subyek yang diteliti serta
kontrolnya sebanding selain terdapatnya pajanan terhadap faktor
risiko. Desain kohort berganda ini lebih sering digunakan ketimbang
desain studi kohort dengan kelompok pembanding internaf karena
pada umumnya lebih mudah memilih subyek pada kedua kelompok
(yang terpajan dan yang tidak terpajan) ketimbang memilih subyek
yang belum terpajan dan menunggu terjadinya pajanan pada sebagian
subyek tersebut. Secara skematis jenis desain penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 9-4.
Penelitian kohort berganda dapat dilaksanakan dengan cara
prospektif maupun retrospektif. Meski memakai dua kelompok
subyek yang berbeda, studi kohort berganda tidak sama dengan
studi kasus-kontrol. Pada studi kohort titik tolak penelitian adalah
perbedaan ada atau tidaknya faktor risiko, sedangkan pada studi
kasus-kontrol pemilahan kelompok subyek berdasarkan pada ada
atau tidaknya efek.
Sebagai contoh dikemukakan penelitian Matanoski dkk. terhadap
tiga kelompok profesi dokter, satu di antaranya Perhimpunan Ahli
Radiologi Amerika Utara. Yang diteliti ialah pengaruh radiasi sebagai
faktor risiko terhadap angka kematian pada ketiga kelompok profesi

.t
180 Studikahort

tersebut. Temyata angka kematian pada kelompok profesi radiologi


lebih tinggi dibandingkan dengan dua kelompok profesi lainnya.
Penemuan ini menyokong hipotesis bahwa radiasi merupakan faktor
risiko yang belpotensi meningkatkan mortalitas.
Umumnya bentuk penelitian ini digunakan pada lapangan
kedokteran kerja atau kesehatan lingkungan, biasanya untuk
meneliti faktor risiko yang jarang terjadi atau yang dianggap
berbahaya bagi lingkungan hidup. Data yang digunakan sebagai

Diikuri 'prospeklif' :: :,.r,


:-,
Penelililfn
'" .di{ekukrril:,'.,.
. t.,r,,:t :dii;iini: :,.t
: :

Gambar 9-4. Studi kohort ganda atau studi kohort dengan kontrol
ekstemal. Kohort I adalah kelompok subyek dengan faktor risiko,
kohort II adalah subyek tanpa risiko. Kedua kohort diikuti sampai
waktu tertentu, lalu dihitung berapa yang mengalami efek. Risiko
relatif dihitung dengan cara yang sama dengan studi kohort dengan
kontrol intemal, yakni rasio antara proporsi kejadian pada kelompok
dengan faktor risiko dengan kejadian pada kelompok tanpa risiko.

i
TaralanTambunan dkk. 181

kelompok kontrol (kontrol eksternal) berasal dari sensus atau


statistik kesehatan regional maupun nasional, sehingga biaya
penelitian dapat ditekan menjadi lebih murah; hal ini merupakan
salah satu keunggulan penelitian kohort berganda.
Kelemahan desain ini terletak pada populasi subyek yang
berbeda, yang mungkin saja mengandung satu atau lebih variabel
perancu. Kelemahan lain adalah pemakaian data kelompok kontrol
yang berasal dari data sensus atau statistik kesehatan yang sering
tidak lengkap, pencatatan dan pengukuran tidak distandardisasi,
atau datanya tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3 PnNnmeN cAsE-coHoRT
DAN NEST'ED CASE-CONTROL
Dalam metodologi penelitian dikenal desain hibrid, yakni desain
yang menggabungkan dua atau lebih desain dasar. Dua jenis desain
hibrid yang popular adalah case-cohort study dan nested case-
control stuily. Keduanya menggabungkan studi kohort dan studi
kasus-kontrol, dan pada dasarnya merupakan sfudi kasus-kontrol
yang dilakukan dalam studi kohort.
Data yang digunakan ialah data yang diperoleh dari studi kohort.
Saat merancang studi kohort sudah diduga terdapatnya variabel
tertentu sebagai faktor risiko timbulnya penyakit atau efek, namun
karena biaya pemeriksaan terhadap faktor risiko tersebut mahal,
maka pemeriksaannya ditunda sampai studi kohort selesai. Jadi
hanya variabel dalam bahan laboratorium yang dapat disimpan
dengan baik dalam waktu lama yang layak dijadikan data faktor
risiko yang akan diselidiki.
Setelah penelitian kohort selesai maka diperoleh data subyek
dengan efek yang positif yang berasal dari kelompok yang terpajan
dan kelompok kontrol. Subyek dengan efek positif tersebut dijadikan
kasus dalam studi case-cohort. Pada case-cohort study ini pemilihan
kontrol dilakukan secara random pada kelompok awal kohort
(sebagian di antaranya juga mengalami efek). Dengan demikian
terdapat 2 kelompok subyek, yakni subyek yang mengalami efek

-t
182 Studikohort

(kelompok kasus), dan sebagian subyek dari kohort awal (kelompok


kontrol). Pemeriksaan adanya faktor risiko (misalnya pemeriksaan
laboratorium yang sulit atau mahal) dilakukan pada kedua
kelompok ini saja, dan perhitungan selanjutnya dapat dilakukan
seperti pada studi kasus-kontrol biasa atau dengan teknik lain yang
lebih kompleks.
Desain nested case-control stuily dapat dianggap merupakan
varian studi case-cohort; bedanya hanya pada pemilihan subyek
untuk kontrol. Desain ini digunakan apabila saat terjadinya efek
diketahui. Setiap subyek yang mengalami efek dicari pasangannya
(match) satu atau lebih dari sisa kohort yang tidak mengalami efek
dan yang masih berada dalam pengamatan. Jadi mereka yangloss
to follow-up tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi kontrol.
Seperti pada studi case-hohort, faktor risiko pada studi nested cnse-
control hanya diperiksa pada kelompok kasus dan kontrol, tidak
pada semua subyek pada kohort. Analisis dapat dilakukan seperti
pada studi kasus-kontrol atau teknik lain yang lebih kompleks.
Kelebihan kedua desain hibrid ini adalah:
o jauh lebih efisien karena pengukuran faktor risiko hanya
dilakukan pada subyek yang mengalami efek dan kontrol
yang dipilitu jadi tidak semua subyek pada kohort diperiksa;
o subyek yang mengalami efek (kasus) berasal dari populasi
yang sama dengan kohort secara keseluruhan.
o dapat digunakan untuk meneliti beberapa penyakit sekaligus,
berbeda dengan studi kasus kontrol konvensional yang
hanya dapat meneliti satu jenis penyakt.
Namun baik desain case-cohort maupun nested case-control lebih
terancam kesalahan pengukuran oleh karena faktor risiko baru
diperiksa setelah ditemukan kasus, yang dapat memakan waktu
lama sehingga spesimen darah atau jaringan menjadi rusak.
Kelemahan lainnya terletak pada keterbatasan penggunaannya,
yaitu peneliti memilih faktor risiko dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium yang mahal. Untuk ini harus ada sarana laboratorium
yang dapat menyimpan sejumlah besar Spesimery yang mungkin
dapat mengundang masalah misalnya spesimen rusak atau hilang.

.r
TaralanTambunan dkk. 183

Lagi pula pengambilan spesimen yang hanya dilakukan satu kali


sering belum dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Masalah perancu juga tidak selalu mudah diatasi dalam setiap studi
kohort; hal ini juga akan berimbas pada desain hibrid (case-cohort
maupun nested case-control) di dalamnya.

Sruor KoHoRT DENGAN EFEK BERSKATA oRDrNAr


ATAU NUMERIK
Dalam pembahasan di atas studi kohort berupaya mencari faktor
risiko, yakni apakah suatu faktor risiko tertentu berhubungan
dengan kejadian efek tertentu. Seperti telah dijelaskan, untuk
desain tersebut maka baik faktor risiko maupun efek harus berupa
variabel nominal dikotom.
Namun studi kohort tidak hanya dipakai untuk mengidentifikasi
faktor risiko saja; ia dapat dipakai untuk mencari hubungan antara
variabel bebas berskala nominal dengan efek yang berskala ordinal
atau numerik. Dalam desain ini analisis tidak dilakukan dengan
menghitung risiko relatif, tetapi dengan uji hipotesis yang sesuai.
Bagian ini dapat merupakan desain yang terpisa[ namun dapat
pula merupakan hasil tambahan studi kohort.
Contoh
Peneliti ingin mengetahui apakah pajanan debu semen
berhubungan dengan peningkatan insidens bronkitis. Untuk
ini ia mengamati para pelamar di sebuah perusahaan semen.
Sebagian dari mereka bekerja di kantor, sebagian di pabrik.
Mereka diamati selama periode tertentu, dan ditentukan
berapa pekerja di kantor dan di pabrik yang menderita
bronkitis; dari data ini dapat dihitung risiko relatif pajanan
debu semen terhadap terjadinya bronkitis. Namun peneliti
juga dapat menambahkan pertanyaan penelitian, apakah
terdapat perubahan fungsi paru pemuda tersebut. Fungsi paru
ini dinyatakan dalam skala numerik, misalnya FEV, dalam
satuan mlidetik. Analisisnya dapat menggunakan uji t untuk
kelompok independen, sepertipada uji klinis. Estimasi besar
sampel pada desain ini sama dengan pada uji klinis.

il

.*
184 Studikohort

STUoI KoHoRI DENGAN FAKTOR RISIKO MULIIPEL

Penelitian kohort, baik yang prospektif maupun retrospektil baik


dengan kelompok internal maupun ekstemal, dapat dimanfaatkan
untuk melihat beberapa faktor risiko sekaligus terhadap terjadinya
efek. Uraian mengenai hal ini serupa dengan uraian pada studi
cross-sectional, termasuk jenis analisis yang paling sering digunakary
yaitu analisis regresi multipel atau model regresi logistik.

KETErIHAN DAN KEKURANGAN


STUDI KOHORT

Seperti pada jenis desain penelitian lain, studi kohort mempunyai


beberapa keuntungan dan kekurangan atau kelemahary yang harus
secara cermat dipertimbangkan oleh peneliti dalam pemilihannya
untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Kelebihan
1 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menentukan
insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.
2 Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menerangkan
dinamika hubungan temporal antara faktor risiko dengan efek
3 Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progresif.
4 Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek
sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu.
5 Karena pengamatan dilakukan kontinu dan longitudinal, studi
kohort dianggap andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan.

Kekurangan
1 Studi kohort biasanya memerlukan waktu yang lama.
2 Sarana dan biaya biasanya mahal.

fi

t
TaralanTambunan dkk. 185

3 Studi kohort seringkali rumit.


4 Kurang efisien dari segi waktu dan biaya untuk meneliti kasus
jarang.
Terancam drop out atau terjadinya perubahan intensitas pajanan
atau faktor risiko dapat mengganggu analisis hasil.
Pada keadaan tertentu dapat menimbulkan masalah etika
karena peneliti membiarkan subyek terkena pajanan yang
dicurigai atau dianggap dapat merugikan subyek.

Derrnn PUSTAKA
1 Bracken MB. Perinatal epidemiology. New York: Oxford University Press;1984.
2 Black C, Kaye JA, jick H. Relation of childhood gastrointestinal disor
ders to autism: nested case-control study using data from the UK General
Practice Research Database. BMI 2002;325:419-21.Dawson B, Trapp RG. Basic
& Clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange Medical Books/Mc Graw-
Hi11,2001.
Fetcher RH, Fletcher SW, Wagner Eh. Clinical epidemilogy - the essentials.
Edisi ke-3. Philadelphia: Williams & Wilkins;1996.
Folsom AR, Nieto Fj, McGovern PG, Tsai Ml Malinow MR" EckfeldtJFI, et al.
Prospective Study of Coronary Heart Disease Incidence in Relation to
Fasting Total Homocysteine, Related Genetic Polymorphisms, and B Vitamins
The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study. Circulation.
1998;98:204-210.
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Herast N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research-An epidemiologic approach. Edisi
ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.
Matanoski GM, Sletser & Sartwell PE, Elliot EA. The current mortality rates
of radiologists and other physician specialists: deaths from all causes and
from cancer. AM ] Epidemiol 1975;101:188-98.
Nguyen ND, Pongchaiyakul C, CenterJR" EismanJA" Nguyen TV. Abdominal
fat and hip fracture risk in the elderly: The Dubbo Osteoporosis Epidemiology
Study. BMC Musculoskeletal Disorders. 2005, 5:1,'1, doi:10.1186/1471-2474-6-71.
Pratiknya AW. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran kesehatan.
Jakarta: Rajawali; 1986.
Zeka A, Eisen EA, Kriebel D, Gore R, Wegman DH. Riskof upper aerodigestive
tract cancers in a case-cohort study of autoworkers exposed to metalworking
fluids. Occup Environ Med. 2004;61:426431,.

.a
186 Studikohort

Ss6
&-# #s
fl*fffi#$eeffi

Studi kohort merupokon penelition observosionol ondlitik


yong biosonyo digunokon untuk menentukon pengoruh pojonon
terhodop kajadian ef zk otau penyokit.
Studi kohort dimuloi dengon menentukon subyek tonpo
pojonon, mengamati terjodinyo pojonon don meniloi
terjodinyo penyokit podo kelompok terpojon don tidak
terpojon.
Anolisis yong khas untuk studi kohort odoloh penentuon risiko
relatif (RR) yokni perbondingon ontoro insidens penyokit
podo kelompok terpojon dengon insidens poda kelompok tidok
terpojon.
Niloi RR horus disertoi intervol kepercayoan (IK). RR = I
atou RR dengan IKyong mancokup ongko 1 menunjukkon
bohwa pojonon bukon merupokon faktor risiko, niloi IK yong
>1 menunjukkon bohwo pojonon benor merupakon foktor
risiko, don niloi IK <1 menunjukkon bohwo pojonan merupokon
foktor protektif.
Dikenol beberapavorion studi kohort, termosuk studi kohort
dengan kontrol eksternal, studi kohort retrospektif, don
nested case-control sfudy dan case-cohort study.
Kelebihon studi kohirt odoloh io dapot menentukon insidens
penyokit. Kekurongonnyo, studi kohort sering memerlukan
woktu lomo, mohol, don songot teroncom pada drop ouf. Mokin
lomo maso pengomoton, mokin besar kemungkinon terjodinyo
drop out yonq dopot mengurongi voliditos penelition.
Seperli holnyo podo studi kosus-kontrol, studi kohort dapot
digunokon untuk meneliti beberopa fqktor risiko.

t
Bab 1.0-Uiiklinis

Sri Rezeki Harun, Sukman T Puta, Imral Chain,


Sudigdo Sastoasmoro

ji klinis (clinical trials) merupakan penelitian


eksperimental terencana yang dilakukan pada manusia.
Pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan atau
intervensi pada peserta penelitian, kemudian efek
perlakuan teresebut diukur dan dianalisis. Bila dibandingkan
dengan studi observasionaf uji klinis mempunyai kapasitas yang
lebih tinggi dalam memperlihatkan hubungan sebab-akibat. Dalam
desain ini pelbagai jenis bias dapat ditiadakan atau dikurangi,
termasuk bias akibat variabel perancu.
Uji klinis seringkali dilakukan untuk membandingkan efek satu
jenis pengobatan dengan pengobatan lainnya. Dalam arti kata luas,
pengobatan tidak hanya berarti pengobatan medikamentosa" namun
termasuk tindakan pencegahary tindakan bedatu terapi psikologis,
diet, akupungtur, pendidikan atau intervensi kesehatan masyarakaf
dan lain-laln. Uli klit'rls formal pertama kali dilakukan pada akhir
abad ke-19 untuk menguji efektivitas vaksin difteria. Uji klinis
multisenter yang pertama dilakukan pada pengobatan tuberkulosis
dengan streptomisin. Sejak itu teori dan praktik uji klinis makin
berkembang. Meski randomisasi dan penyamaran, dua konsep penting
dalam uji klinis sudah dikenal beberapa dasawarsa sebelumny4 narnun
baru dalam paruh kedua abad ke-20 kedua hal tersebut amat sangat
ditekankan dalam proses uji klinis.

.t
188 Ujiklinis

Dalam uji klinis dikenal uji klinis acak terkontrol (randomized


controlled trial : RCT), yang merupakan baku emas uji klinis.
Dalam istilah tersebut implisit sudah termasuk aspek ketersamaran
(masking, blinding) selain randomisasi. Uji klinis bervariasi dari uji
efektivitas obat yang sederhana, yang hanya melibatkan beberapa
puluh pasien dan dapat dilaksanakan oleh satu peneliti, sampai uji
klinis multisenter yang menuntut organisasi yang rumi! di samping
jumlah peserta dan peneliti yang banyak, faktor togistik, sistem
informasi, dan manajemen yang kompleks. Hasil uji klinis yang
sahih (aalid) dan penting memberikan informasi kepada praktisi
tentang dua hal utama berikut:
. efek terapi yang dikehendaki (intended fficts)
. efek samping yang tidak dikehendaki (unintended fficts)
Faktor harga, ketersediaan dan kemudahan untuk memperoleh
obat, meski biasanya bukan merupakan isu utama dalam uji klinis,
seringkali menjadi penentu apakah obat akan digunakan dalam
praktik ataukah tidak. Dalam bab ini diuraikanbeberapa dasar cara
untuk merancang uji klinis acak terkontrol yang paling sederhana.
Pembahasan diawali dengan tahapan dan jenis desain uji klinis,
dilanjutkan dengan langkah-langkah pelaksanaannya, kelebihan
dan kekurangan uji klinis, serta beberapa catatan penting dan lampiran.

TaHapaN PENEMUAN oBAT BARU


Dalam arti sempit uji klinis merupakan proses pengembangan
pengobatan baru. Biasanya jenis obat atau cara pengobatan yang
akan diuji diharapkan memberikan hasil yang lebih baik dibanding
dengan pengobatan yang ada. Dalam konteks ini kita mengenal 2
tahapary yakni:

Tahapanl
Pada tahapan ini dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut
sebagai uji pra-klinis, dilaksanakan dengan menggunakan hewan
coba. Tujuan penelitian tahapan 1 adalah untuk mengumpulkan

.r
Sri Rezeki Harun dkk. 189

informasi tentang aspek farmakologi dan toksikologi obat guna


menyiapkan tahapan berikut, yakni studi menggunakan manusia.

Thhapan2
Dalam tahapan pengembangan obat baru 2 digunakan manusia
sebagai peserta penelitian. Tahapan ke-2 ini berdasarkan tujuannya
dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
Fase I bertujuan unfuk meneliti keamanan serta toleransi terhadap
obat, biasanya dilaksanakan dengan menyertakan 20-100 peserta,
tidak jarang melibatkan relawan karyawan pengembang obat.
Fase II bertujuan menilai sistem atau dosis pengobatan yang paling
efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 peserta penelitian.
Uji klinis fase I maupun fase II tidak mempunyai desain standar,
namun disesuaikan dengan jenis obat dan penyakit yang diobati.
Uji fase I dan II sering dilakukan tanpa randomisasi.
Fase III bertujuan mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru
dibandingkan dengan plasebo atau pengobatan yang ada (terapi
standar). Uji klinis yangbanyak dilaporkan dalam jurnal termasuk
dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak
terkontrol (rnndomized cntrolled trial).
Fase IV bertujuan untuk mengevaluasi obat yang telah dipakai
untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini
penting untuk mendeteksi efek samping yang timbul setelah lebih
banyak pemakai. Efek samping yang fatal namun hanya terjadi pada
1 dari 2000 pasien tidak terdeteksi dalam kebanyakan uji klinis fase
III. Fase ini disebut juga sebagai uji pasca-pemasaran (post-marketing
trial), yanglebih merupakan surveilans, sering dimanfaatkan oleh firma
farmasi untuk mengingatkan kembali manfaat obatkepada para dokter.

RasIoNAL PERBANDINGAN EFEK PENGoBATAN


Apabila dokter memberikan obat kepada pasien dan pasien tersebut
sembutr, kesembuhan ini dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh
salah satu atau lebih hal-hal berikut:

fi

.t
190 Ujiklinis

. efek terapeutik obat


o perjalanan alamiah (nntural history) penyakit
o pasien menggunakan obat tambahan, diet dan lain-lain
o kriteria untuk menyatakan kesembuhan yang digunakan
Demikian pula, bila kita membandingkan efektivitas 2 jenis obat
atau prosedur pengobatar! maka perbedaan hasll (outcome) kedua
pengobatan yang diperoletu selain dipengaruhi oleh perbedaan obaf
juga ditentukan oleh beda perjalanan alamiah penyakit, perbedaan
perlakuary atau perbedaan dalam kriteria kesembuhan. Oleh karena
itu maka dalam uji klinis semua hal yang mungkin harus dilakukan
agar antara kelompok pasien yang diobati sama atau sebanding
atau setara dalam 3 hal berikut:
. setara dalam perjalanan alamiah penyakit
o setara dalam perlakuan selama penelitiary serta
r setara dalam kriteria dan pengukuran hasil intervensi.
A Setara dalamperialanan alamiahpenyakit
Mudah dimengerti bila dalam kelompok yang mendapat obat baru
(kelompok perlakuan) sebagian besar pasien.derajat penyakitnya
lebih ringan ketimbang pada kelompok kontrol, maka hasil pada
kelompok perlakuan akan lebih baik. Jadi harus diupayakan agar
perjalanan alamiah penyakit pada kedua kelompok sama atau setara.
Perjalanan alamiah penyakit sendiri dipengaruhi oleh banyak haf
antara lain jenis penyakit, penyebab, derajat penyakit, lama sakit,
usia peserta, jenis kelamiry ras, stafus gizi, faktor genetik, dan lain
sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat pula disebut sebagai faktor
prognostik. Strategi untuk membuat kedua kelompok setara dalam
hal perjalanan alamiah penyakit atau faktor prognostiknya adalah
dengan melakukan randomisasi. Lihat uraian di bawah.

B Setaradalamperlakuan
mungkin harus dengan sungguh-sungguh dilakukan
Segala cara yang
agar perlakuan terhadap peserta dalam kelompok-kelompok yang
dibandingkan sama. Bila peserta pada kelompok perlakuan tahu

.t
SriRezekiHarun dlck. 191

bahwa ia sedang menerima obat yang diuji" maka mungkin ia akan


mengubah pola hidup, lebih hati-hati memilih makanan, berolah raga,
cukup istirahat, minum obat teratur, dan sebagainya. Demikian pula
bila peneliti mengetahui seorang peserta menerima obat yang diuji, ia
mungkin lebih banyak memberi perhatian, nasihat, dan sebagainya.
Untuk mencegah terjadinya bias akibat peneliti atau peserta uji
klinis mengetahui jenis pengobatan yang diberikarL strategi yang
paling ampuh adalah dengan melakukan penyamaran (masking),
sehingga baik peneliti maupun peserta tidak mengetahui jenis obat
atau pengobatan yang diberikan. Lihatlah uraian di bawah.

C Setara dalam pengukuran hasil


Kriteria penentuan outcome atau hasil harus distandardisasi dengan
baik, khususnya bila pengukuran bersifat subyektif atau data lunak.
Bila tidak, maka mungkin akan terjadi, sengaja atau tidak, peneliti
memberikan nilai yang lebih baik kepada peserta yang menerima
obat yang diuji ketimbang kepada peserta kelompok kontrol. Untuk
menghindari hal ini pengukuran tersamar (blinded) sangat dianjurkan.

Dnsam ulr KLrNrs


Pada uji klinis peneliti berupaya menelaah hubungan sebab-akibat
antara variabel bebas yakni perlakuan (misal obat) dengan variabel
tergantung (efek) dalam periode tertentu. Hasil yang diperoleh pada
uji klinis adalah perbedaan efek pada kelompok perlakuan dengan
pada kelompok kontrol. Efek yang dinilai dapat berupa kematiary
kejadian klinis tertentu, atau nilai-nilai fisis atau hasil pemeriksaan
khusus, yang berupa variabel berskala nominal ordinal atau numerik.
Uji klinis sangat mirip dengan studi kohort, karena kelompok
perlakuan dan kontrol diikuti sampai waktu yang ditentukan atau
sampai terjadi efek. Bedanya, pada uji klinis baik alokasi peserta
maupun metode perlakuan ditentukan oleh peneliti, sedangkan
pada studi kohort, peneliti hanya melakukan observasi saja tanpa
memberikan perlakuan; perbedaan pajanan pada kelompok yang
diteliti serta pada kelompok kontrol terjadi secara alamiah.

.t
192 Ujiklinis

Terdapat pelbagai bentuk desain uji klinis, dari yang sederhana


sampai yang rumit. Pembaca yang berminat mendalami pelbagai
desain uji klinis dapat mempelajarinya dalam monogram Stanley
dan Campbell yang telah menjadi acuan klasik. Para penulis
tersebut menguraikan pelbagai jenis desain eksperimental yang
dikelompokkan sebagai desain pra-eksperimental, desain kuasi-
eksperimental, dan desain eksperimental. Dalam bab ini diuraikan
dua jenis desain eksperimental yang paling sering digunakary yakni:
1 Desain paralef merupakan suatu perbandingan antar-kelompok
(group comparison), dapat bersifat perbandingan kelompok
independen ataupun kelompok pasangan serasi (matched pairs).
2 Desain menyilang (cross-oaer design).

Desainparalel
Jenis desainini paling banyak digunakan, baik pada penyakit akut
maupun kronik. Pada desain ini disusun 2 kelompok (atau lebih),
dan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukan secara
paralel atau simultan. Jenis yang paling banyak dilakukan adalah desain
paralel dengan 2 kelompok; satu kelompok memperoleh pengobatan
baru (disebut kelompok eksperimental, kelompok perlakuan, kelompok
terapi), sedangkan kelompok lainnya menerima plasebo atau terapi
standar, disebut kelompok kontrol. Lihat Gambar 10-1.
Agar diperoleh hasil yang sahih, maka karakteristik kelompok-
kelompok yang diperbandingkan harus seimbang, terutama dalam
hal perjalanan alamiah penyakit atau faktor prognosis yang penting.
Untuk tujuan tersebut dapat digunakan salah satu dari 2 teknik
berikut:
o dengan melakukan randomisasi
o dengan pemilihan pasangan serasi (matching)
Dengan cara tersebut diharapkan sebelum dilakukan intervensi,
karakteristik kedua kelompok sama atau sebanding. Bila pada akhir
penelitian terdapat perbedaan efek antara kedua kelompok, maka
penyebab perbedaan itu tidak dipengaruhi oleh perbedaan faktor
prognosis atau perjalanan alamiah penyakit antara kedua kelompok.

.* ,ro
Sri Rezeki Hqrun dkk. 193

Gambar 10-1. Skema dasar desain paralel untuk uji klinis dengan dua
kelompok dengan outcome nominal dikotom. Terhadap subyek yang
memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi (R). Kelompok
perlakuan diberikan obat yang diteliti, sedangkan kelompok B diberikan
obat standar. Efek pengobatan dibandingkan.

Desain paralel tanpa matching (kelompok independen)


Pada desain ini peserta yang memenuhi kriteria pemilihan dilakukan
randomisasi, sehingga terbentuk kelompok eksperimental dan kontrol.
Bila jumlah peserta cukup banyak, maka semua karakteristik pada
kedua kelompok tersebut menjadi sebanding. Pengobatan, perlakuary
dan perawatan pada kedua kelompok harus sama, kecuali terhadap
obat yang diteliti. Analisis yang seringkali digunakan adalah uji x2
(untuk variabel efek berskala nominal), atau uji-t untuk 2 kelompok
independen untuk variabel efek berskala numerik. Apabila hasilnya
variabel berskala ordinal maka dilakukan uji non-parametrik. Pada
uji klinis dengan variabel outcome dikotom (ya atau tidak) dapat pula
dihitung nilai-nilai relatiae risk reduction (RRR), absolute risk reduction
(ARR), serta number needed to treat (NNT). Lihat uraian di bawah.

Desain paralel dengan matching


Pada desain ini tiap peserta dalam kelompok perlakuan dicarikan
padanan, yakni peserta lain yang memiliki karakteristik klinis yang

il

.,
194 Ujiklinis

sama faktor prognosisnya (misalnya umur, jenis kelamiry derajat


penyakit). Karakteristik atau variabel yang diserasikan ini disebut
sebagai matching uariables. Dalam analisis hasil, uji hipotesis yang
digunakan bila variabel efek bersifat nominal adalah uji x2 untuk 2
kelompok berpasangan (disebut sebagai uji Mc Nemar), sedangkan
bila variabel efek berskala numerik digunakan uji-t untuk kelompok
berpasangan. Desain uji klinis paralel dengan matching ini lebih
jarang dipergunakan oleh karena sulit untuk memperoleh kontrol
terutama apabila matching aariables-nya, yakni variabel yang dibuat
serasi, banyak. Uraian selanjutnya yang lebih rinci tentangmatching
ini dapat dilihat dalam Bab 16.

Desain menyilang (cro ss-oa er design)


Pada desain ini setelah dilakukan randomisasi, peserta pada
kelompok A menerima obat yang diteliti, dan peserta kelompok B
menjadi kontrol. Setelah periode waktu tertentu, jenis pengobatan
dipertukarkan; peserta yang semula mendapat obat yang diteliti
diganti menjadi mendapat obat kontrol, dan sebaliknya. Lihatlah
Gambar L0-2. Desain ini sesuai untuk diterapkan pada penyakit
kronik yang relatif stabil seperti hipertensi, asma, rinitis alergika,
atau hiperlipidemia. Syarat lainnya adalah gejala (atau kadar zat
tertentu) harus cepat memberi respons dengan terapi, dan harus
cepat kembali lagi seperti keadaan semula segera setelah terapi
dihentikan.
Desain menyilang apabila dipergunakan pada penyakit yang
perjalanannya tidak stabil atau berfluktuasi, sulit dinilai hasilnya
karena mungkin derajat penyakit berbeda pada saat satu peserta
menerima obat yang diuji dan waktu menerima plasebo atau obat
standar. Keuntungan utama desain ini adalah jumlah peserta yang
diperlukan berkurang (separuh daripada bila digunakan desain
paralel). Namun mungkin waktu penelitian menjadi lebih lama
dengan kemungkinan drop out yang lebih besar. Selain itu desain
ini seperti disebut di atas, membutuhkan persyaratan tertentu; tidak
semua penyakit atau kondisi kesehatan dapat diteliti dengan desain
menyilang ini.

J|
SriRezekiHarundkk. 195

Periode wash-oul
Gambar 10-2. Skema desain uji klinis menyilang. Setelah
randomisasi, satu kelompok A diberikan obat yang diteliti, kelompok
lain menjadi kontrol. Setelah waktu yang telah ditentukan,
perlakuan dihentikan selama beberapa waktu (periode wash out),
kemudian dilakukan silang: kelompok yang semula mendapat
perlakuan menjadi kontrol, dan sebaliknya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desain ulss-laeri


a Terdapatnya efek carry ooer yaittt efek obat pertama belum
hilang pada saat dimulai pengobatan kedua.
b Terdapatnya efek order, yaitu terjadinya perubahan derajat
penyakit atau lingkungan selama penelitian berlangsung.
c Terdapatnya periode wnsh out yaitu waktu yang diperlukan
untuk menghilangkan efek obat pertama sebelum obat kedua
dimulai (efek carry oaer).Lama periode wnsh out ini bergantung
pada farmakokinetik obat; periode wash out dapat berlangsung
hanya beberapa menit (misalnya dobutamin) sampai beberapa
minggu (misal fenobarbital atau digoksin).
Analisis yang dipergunakan pada desain menyilang ini tergantung
pada skala variabel outcome-nya. Bila outcome-nja data nominal

fr

J|
196 Ujiklinis

(sembuh tidak sembuh) digunakan uji McNemar, sedangkan bila


outcoffie-nya data numerik (misal kadar asam urat) digunakan uji-
t untuk data. berpasangan.

Catatan:
Cikal-bakal desain ini adalah desain pra-eksperimental yang oleh
Stanley dan Campbell disebut the one group pretest-posttest design,
atau secara popular dikenal dengan desain before and after. Pada
desain ini terhadap sekelompok peserta dilakukan pemeriksaan
terhadap penyakit (misalnya otitis media) atau keadaan yang diteliti
(misalnya kadar kolesterol), lalu dilakukan intervensi. Setelah kurun
waktu yang cukup diperiksa ulang penyakit atau keadaan tersebut,
hasilnya bandingkan dengan keadaan sebelum intervensi dengan
uji Mc Nemar atau uji-t untuk kelompok berpasangan. Jadi setiap
peserta penelitian menjadi kontrol terhadap dirinya sendiri. Sesuai
dengan namanya (desain pra-eksperimental) maka ia tidak dianggap
uji klinis benar (true experimental design) karena sebenarnya ia tidak
mempunyai kontrol. Mungkin (tidak seorang pun tahu) perjalanan
penyakit tanpa intervensi apa pun sebagian peserta sudah sembuh
sehingga perbaikan atau kesembuhan tersebut tidak dapat diklaim
semata-mata sebagai efek intervensi yang diberikan.
Sebagai contoh ekstrem, peserta infeksi saluran napas akut
(sebagian besar akibat infeksi virus yang self-limiting) diberikan
antibiotik. Bila 5 hari kemudian sebagian besar sembuh, tentu
kesembuhan tersebut tidak dapat dianggap sebagai efek antibiotik
yang diberikan. Dengan melakukan randomisasi dan cross-ozrer
kekuatan desain menjadi bertambah.

LaNcTAH-LANGKAH PELAKSANAAN UII KLINIS


Terdapat B langkah dalam uji klinis, yaitu:
1 Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2 Menentukan desain uji klinis yang sesuai
3 Menetapkan peserta penelitian

.*
Sri Rezeki Harun dkk. 197

4 Mengukur variabel data dasar


5 Melakukanrandomisasi
6 Melaksanakan perlakuan
7 Mengukur variabel efek
8 Menganalisis data

"1.
MTNSTAPKAN PERTANYAAN DAN HIPoTESIS
Berdasarkan atas latar belakang masalah, rumusan masalah dan
hipotesis yang sesuai harus ditulis yang memperlihatkan hubungan
antar-variabel (lihat uraian Bab 3). Sangat dianjurkan untuk
merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang mengacu
pada tujuan utama penelitian yang berujung pada primary outome.
Tujuan utama iri y*g paling harus diperhatikan dalam pemilihan
desairy memperkirakan besar sampel, dan seterusnya. Secondary
outcomes seyogianya dibatasi; apabila tidak maka akan mempersulit
setiap langkah selanjukrya dalam keseluruhan proses uji klinis, baik
dalam penghitungan besar sampef rekrutmen peserta" pengukuran,
analisis data, serta interpretasinya.

2 MENEvrurnN DESATN

Berdasarkan hipotesis yang dibanguru dapat ditetapkan desain yang


dipergunakary apakah desain paralel atau menyilang, atau desain
lain yang lebih kompleks. Dalam praktik, bila mungkin dianjurkan
untuk menggunakan desain yang paling sederhana yang secara
sahih dapat menjawab pertanyaan penelitian, karena: (1") desain
yang sederhana akan memberikan hasil yang lebih langsung dan
mudah dipahami oleh para klinikus, pengguna utama uji klinis;
dan (2) analisisnya tidak banyak menggunakan asumsi. Desain uji
klinis yang lebih kompleks sering memberikan hasil yang tidak
mudah dipahami oleh sebagian besar klinikus, dan pada analisisnya
kerap kali digunakan pelbagai asumsi statistika yang tidak selalu
dapat dipenuhi oleh data yang ada.

.t
198 Ujiklinis

3 MsNnrepKAN PESERTA PENELTTTAN


a Menetapkan populasi terjangkau
Populasi terjangkau atau populasi sumber adalah bagian dari
populasi target yang merupakan sumber peserta yang akan diteliti.
Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, pemilihan populasi
terjangkau ini lebih didasarkan atas alasan praktis, bukan alasan
metodologis. Namun perlu amat diperhatikan bahwa karakteristik
peserta harus sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ingin
dijawab. Pada rencana uji klinis tentang manfaat suatu antibiotik
baru untuk sepsis neonatus, misalnya, maka populasi terjangkau
adalah neonatus yang menderita sepsis yang dirawat dalam kurun
waktu yang tersedia.

b Menentukan kriteria pemilihan (eligibility titeris)


Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi-terjangkau
yang telah memenuhi persyaratan untuk uji klinis. Kriteria ini harus
dijelaskan secara rinci sejak awal perencanaan, oleh karena penting
untuk menyusun desain penelitiary pemilihan peserta, simpulan
penelitian dan generalisasi hasil penelitian ke populasi. Seperti pada
semua desairy kriteria pemilihan pada uji klinis juga terdiri atas
kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi (kriteria penerimaan)


Kriteria inklusi merupakan syarat umum yang harus dipenuhi oleh
peserta agar dapat disertakan ke dalam penelitian. Persyaratan kriteria
inklusi biasanya mencakup karakteristik klinis, demografi s, geografis,
dan waktu. Dalam penerapan kriteria inklusi harus diperhitungkan
kemampulaksanaan, kemungkinan generalisasi, serta spesifisitas
yang diperlukan. Kriteria inklusi jrang longgar mempermudah untuk
mendapatkan peserta penelitian dan lebih mudah generalisasi ke
populasi. Uji klinis jenis ini disebut sebagai uii klinis pragmatis,
karena hasilnya sesuai unfuk diterapkan dalam dunia nyata, yakni
dalam praktik klinis sehari-hari.

.t
SriRezekiHarundkk. 199

Di lain sisi kriteria inklusi dapat dibuat sangat ketat sehingga


diperoleh pasien yang homogen, namun sulit untuk memperoleh
kasus dan melakukan generalisasi. Misalnya pada studi tentang
manfaat obat biru terhadap diabetes melitus dibuat kriteria inklusi:
pasien diabetes melitus usia 40-50 tahun, tanpa hipertensi, tanpa
obesitas, tanpa kelainan fungsi ginjal, dan lain-lainnya. Uji klinis
ini disebut seb agai exp I an at o ry tri al (uj i klinis ekspl an at o ti) kar ena
bermaksud untuk sedapat mungkin memperoleh hubungan antara
obat yang diuji dengan diabetes tanpa banyak dipengaruhi faktor-
faktor lain. Namun akibatnya akan sulit untuk memperoleh kasus
atau peserta untuk diteliti, dan kelak sulit melakukan generalisasi
hasil penelitian oleh karena dalam kenyataan sehari-hari pasien yang
menderita diabetes seringkali juga disertai dengan obesitat kelainan
mata, ginjal, hipertensi dan lain-lain. Uji klinis eksplanatori yang
jauh lebih ketat terdapat pada ranah farmakologi, farmakodinamik,
biokimia, dan sejenisnya.

Kriteria eksklusi (kriteria penolakan)


Kriteria eksklusi adalah tiap keadaan yang menyebabkan peserta
yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam
penelitian. Dalam kriteria eksklusi ini termasuk kontraindikasi,
terdapatnya keadaan atau penyakit lain yang memengaruhi variabel
yang diteliti, kepatuhan pasiery peserta yang menolak diteliti, dan
masalah etika.
Seperti halnya kriteria inklusi, kriteria eksklusi harus dinyatakan
dengan jelas dan logis. Jangan misalnya pada kriteria inklusi sudah
disebutbahw a'yangdimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien
yang berusia di bawah usia 1 tahun', pada kriteria eksklusi ditulis:
'peserta yang berusia L tahun atau lebih tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini'. Lihat kembali uraian dalam Bab 3. Hindarkan pula
menuliskan kriteria eksklusi yang tidak spesifik, misalnya: "kelainan
bawaan" (perlu diingat bahwa anensefah, penyakit jantung bawaan,
labioskisis, atau polidaktili, semua adalah kelainan bawaan namun
derajat dan dampaknya berbeda terhadap penyakit atau variabel
yang diteliti).

.r
200 Ujiklinis

c Menetapkan besar sampel


Salah satu hal yang sangat penting dalam uji klinis adalah menentukan
besar sampel. Di satu sisi jumlah peserta harus cukup banyak agar
dapat mewakili populasi terjangkau serta dapat memperlihatkan
perbedaan bila perbedaan tersebut ada. Namun di lain sisi harus
sesuai dengan subyek yang tersedia, dana, dan waktu. jumlah
peserta yang terlalu sedikit dianggap tidak etis karena meski telah
mengorbankan sejumlah peserta, waktu, biaya, fasilitas, pemikiran
akhirnya hasil penelitian tidak konklusif. Sebaliknya jumlah peserta
yang terlalu banyak juga bertentangan dengan etika terutama oleh
karena menyia-nyiakan pasien (kontrol) untuk menerima obat yang
kurang efektif, padahal dengan jumlah subyek yang lebih sedikit
sudah dapat diambil simpulan.
Umumnya variabel yang diteliti dalam uji klinis adalah variabel
nominal (misalnya proporsi kesembuhan) atau numerik (misalnya
penurunan kadar kolesterol). Skala variabel yang diteliti sangat
penting untuk diperhatikan dalam penetapan besar sampel dan
analisis hasil penelitian. Lihatlah perkiraan besar sampel, Bab 17.

4 MprnruraN pENGUKURAN DATA DASAR

Selain identitas pasiery sebelum dilakukan randomisasi perlu dicatat


data demografis, klinis, dan laboratorium yang relevan dengan
penelitian. Data klinis seperti umur, jenis kelamiry diagnosis, dan
lain-lain yang relevan dengan prognosis harus dicatat, antara lain
untuk penilaian kesetaraan pelbagai variabel di antara kelompok
setelah randomisasi. Jangan lupa dalam tiap prosedur pengukuran,
prinsip dasar pengukuran seperti yang telah diuraikan dalam Bab
4 harus dipatuhi, agar dapat diperoleh hasil pengukuran dengan
validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

5 MnerurnN RANDoMTsAST
Salah satu aspek lain yang sangat penting dalam uji klinis a alah
proses randomisasi (randomization) atau disebut pula se agal
alokasi acak (random allocation, random assignment). Istilah ter ebut

.r
Sri Rezeki Harun dkk. 201

harus dibedakan dari pemilihan subyek penelitian secara acak(random


sampling, random selection). Randomisasi adalah proses untuk
menenfukan.alokasi peserta mana yang akan mendapat perlakuan
dan peserta mana yang merupakan kontrol, berdasarkan pada asas
peluang. Di sisi lain, random sampling adalah cara pemilihan subyek
dari populasi menjadi sampelberdasarkan asas peluang. Tujuanutama
randomisasi adalah untuk mengurangi bias seleksi dan perancu
(confounding), dengan terbaginya secara seimbang variabel-variabel
yang tidak diteliti pada kedua kelompok.
Proses randomisasi yang dilakukan denganbaik, bila melibatkan
cukup banyak peserta, cenderung untuk menghasilkan kelompok-
kelompok dengan variabel-variabel yang sebanding, termasuk
variabel p"run.L, baik yang sudah diketaiui *u.rprrri yang tidak
atau belum diketahui. Dengan demikian maka bila kedua kelompok
diperlakukan sama (kecuali obat yang diteliti) dan terdapat beda
hasil perlakuary maka beda tersebut semata-mata disebabkan oleh
karena perbedaan perlakuary dan bukan karena beda karakteristik
peserta pada kedua kelompok.
Dikenal pelbagai cara randomisasi; berikut dikemukakan cara
randomisasi yang paling sering dipergunakary yakni randomisasi
sederhana (simple rsndomization), randomisasi dalam blok (block
r andomization), dan randomisasi dalam stt ata (stratified randomization).

Randomisasi sederhan a (simple r andomiz ation)


Pada uji klinis paralel dengan dua kelompok, cara alokasi acak
dengan melemparkan mata uang logam dapat dipakai. Namun cara
ini tidak elegan; sehingga para peneliti lebih menganjurkan untuk
menggunakan tabel angka random (lihat Lampiran 2) atau program
komputer. Cara unfuk melakukan randomisasi sederhana dengan
tabel random dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kelebihan randomisasi sederhana ini adalah setiap peserta
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh perl uan
A atau B, dan apabila jumlah peserta cukup banyak maka j mlah
dan karakteristik peserta dalam tiap kelompok. akan sam atau
setara. Bila jumlah peserta hanya sedikit, misalnya 30, aka

i
202 Ujiklinis

randomisasi sederhana mungkin akan memberikan hasil yang tidak


seimbang, misalnya 18 pada kelompok A dan 12 pada kelompok
B. Ketidakseimbangan jumlah tersebut tentu dapat menimbulkan
dugaan ketidakseimbangan pelbagai karakteristik subyek di antara
kedua kelompok.
Kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan jumlah peserta
dalam kelompok terapi dengan kelompok kontrol memang selalu
ada. Hal ini amat tergantung pada besar sampel; makin kecil jumlah
peserta, makin besar risiko untuk memperoleh hasil yang tidak
sebanding. Jumlah peserta dalam kedua kelompok biasanya akan
mendekati seimbang (dengan randomisasi sederhana) bila jumlah
seluruh peserta lebih dari 200 orang.
Apabila proses randomisasi menghasilkan kelompok-kelompok
yang tidak seimbang, sebagian menyebutnya sebagai kegagalan
proses randomisasi (failure of randomization process). Sebenarnya
ini adalah sebuah misnomer (penamaan yang tidak tepat); bila
prosedur randomisasi telah dilaksanakan dengan benar, maka tidak
ada yang gagaI, karena kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan
memang akan selalu ada. Bila ternyata terjadi ketidakseimbangan
faktor-faktor prognostik, maka tidak mungkin lagi untuk dilakukan
pengulangary oleh karena peserta sudah terkumpul. Yang masih
dapat dilakukan adalah melakukan penyesuaian (adjustmenf) untuk
menyingkirkan perancu yang tidak tersingkir dalam randomisasi,
biasanya dengan melakukan analisis multivariat.

Randomisasi blok (block randomization)

Untuk menghindarkan $etidakseimbangan dalam alokasi peserta,


dapat dilakukan cara r/ndomisasi blok. Cara ini bertujuan untuk
membuat setiap saat jumlah peserta dalam kelompok-kelompok
selalu sebanding atau tidak ada beda yang mencolok.
Randomisasi blok dapat mengatasi ketidakseimbangan yang
terjadi bila dilakukan dengan randomisasi sederhana. Iriti prosedur
ini adalah setiap sekian peserta berturut-turut (4 pesertf, berturut-
turut bila ukuran blok adalah 4) akan terbagi menjadi\dua sama
besar, sehingga kapan pun penelitian dihentikan tidak a\te4aai

.r
SriRezekiHarundkk. 203

beda yang mencolok antara kedua kelompok. Cara randomisasi


dalam blok dapat dilihat pada Lampiran 3. Di sini perlu diingat
untuk tidak membuat blok terlalu kecil (misal blok untuk 2 pasien),
karena akan memungkinkan peneliti menebak giliran berikutnya.
Sebaliknya juga jangan menggunakan blok yang terlalu besar, oleh
karena menjadikan tujuan untuk menjaga keseimbangan antar-
kelompok tidak akan tercapai. Selain randomisasi dengan ukuran
blok yang tetap, dapat pula dibuat randomisasi dalam blok dengan
ukuran blok yang berubah-ubah. Teknik randomisasi dalam blok
ini lazim digunakan pada randomisasi pada studi multisenter, yakni
randomisasi dalam strata (stratified randomization).

Randomisasi dalam strata (stratifieil randomization)


Bila pada uji klinis terdapat faktor prognosis yang sangat penting
yang diduga memengaruhi hasil, maka perlu dilakukan stratifikasi
prognosis, sehingga diperoleh subkelompok (strata) yang lebih
homogen. Randomisasi dilakukan pada tiap strata secara terpisatr,
kemudian semua peserta yang terpilih digabungkan kembali dalam
kelompok yang sesuai. Strata yang dimaksud dapat berupa jenis
kelamin, kelompok umur, stadium penyakit, atau lokasi (pada uji
klinis multisenter).

Evaluasi cara randomisasi


Cara randomisasi harus dituliskan secara eksplisit baik pada usulan
penelitian maupun pada laporan penelitian; jadi tidak cukup hanya
disebutkan "dilakukan randomisasi" saja. Pada Tabell0-2 tampak
beberapa cara melakukan randomisasi dan nilainya masing-masing.
Cara randomisasi yang terbaik adalah dengan tabel angka random;
karena tabel tersebut mudah diperoleh, maka sedikit alasan untuk
membenarkan penggunaan cara yang lain.
Randomisasi dengan menggunakan program komputer juga
memberikan hasil yang baik; teknik ini seringkali disefut sebagai
pseudorandomisasi, oleh karena ia disusun bukan berdas\rkan pada
proses random, akan tetapi memberikan hasil yang nila\nya sama
dengan hasil pada proses random.

.t
204 Ujiklinis

Tqbel lO-2. Evoluasi cqrq rqndomisosi dqlom usulon


clou loporon hosil peneliticn

Corq randomisosi Evoluosi

Tidok diieloskon buruk

Mempergunokon tonggol lohir buruk

Menorik nomor undion kurong

Melemporkon uong logom kurong

Memokoi progrom komputer boik sekoli


Memokoi tobel ongko rondom boik sekoli

6 MnnruxaN TNTERVENST

Penyamar an (masking, blitnding)


Alih-alih istilah pembutaan (blinding), kami pilih istilah penyamaran
atau ketersamaran (masking). Tujuan penyamaran ini adalah unfuk
menghindarkan bias, baik yang berasal dari peneliti, peserta, atau
evaluator. Oleh karena bias dapat terjadi di berbagai bagian uji klinis,
maka penyamaran harus diupayakan dalam pelbagai tahapan,
khususnya dalam pelaksanaan intervensi serta pengukuran dan
evaluasi hasil.
Penyamaran mempunyai nilai yang amat penting dalam uji
klinis, karena itu harus selalu diupayakan dengan sungguh-
sunggutr, namun ia bukan merupakan keharusan. Terdapat cukup
banyak keadaan yang menjadikan penyamaran tidak mungkin
dilaksanakan, misalnya uji klinis yang membandingkan strategi
pengobatan antara terapi medikamentosa dan tinda\an bedah.
Dalam keadaan tertentu penyamaran saat pelaksanaan\intervensi
tidak dapat dilakukaru namun dapat dilakukan penyu*\tun pada
saat pengukuran outcome (misal ahli pencitraan atau ahli (ologi-

i 4n
Sri Rezeki Harun dkk. 205

anatomik yang menentukan outcome tidak pernah berhubungan


dengan peserta atau bahkan dengan anggota peneliti yang lain).
Salah satri teknik penyamaran yang cukup banyak dipakai dalam
uji klinis, baik pada desain paralel ataupun menyilang, adalah
penggunaan plasebo, yang diberikan pada kelompok kontrol. Pada
penggunaan plasebo banyak hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkary karena berkaitan dengan substansi dan aspek etika.
. Plasebo dapat dipergunakan selama belum ada terapi standar
untuk penyakit yang diteliti. Plasebo juga dapat digunakan
apabila pengobatan yang diteliti merupakan tambahan pada
regimen standar yang sudah ada (add-on treatment).
o Plasebo diperlukan terutama apabila hasil pengobatan
bersifat subyektif, misal berkurangnya rasa sakit, perubahan
gambaran radiologis, dan lain sebagainya. Apabila efek yang
dinilai bersifat obyektif, misalnya mati atau hidup, kadar
kimia darah (diukur dengan mesin), maka plasebo tidak
penting dalam penilaian hasil, namun masih penting untuk
menghindarkan perlakuan yang berbeda terhadap kedua
kelompok yang diteliti.
o Plasebo lebih aman untuk penyakit yang tidak berat. Pada
penyakit berat, apalagi apabila sudah ada petunjuk bahwa
obat yang diteliti bermanfaat, maka penggunaan plasebo
perlu dipertanyakan.
Maksud penggunaan plasebo adalah untuk menyingkirkan atau
mengurangi bias, baik dari sisi peneliti maupun peserta. Bila peneliti
mengetahui jenis obat yang digunakary maka ia cenderung (disadari
atau tidak) untuk melakukan tindakan atau penilaian yang lebih
menguntungkan pesertayang diberikan obat yang diteliti. Dari sisi
peserta, dengan plasebo dapat dikurangi pengaruh efek plasebo
(placebo effect) karena efek plasebo diharapkan terjadi seimbang
pada kedua kelompok. Efek plasebo adalah perasaan mengalami
efek hanya karena seseorang merasa diobati. Selain itu peserta yang
tahu diberi obat yang kurang berkhasiat mungkin akan melakukan
hal-hal yang memengaruhi perjalanan penyakitnya (misal minum
obat lairu mengubah gaya hidup).

J| t1 u
206 Ujiklinis

jenis ketersamaran
1 Uii klinis terbuka (open triall. uji klinis terbuka ini, baik
Pada
peneliti maupun peserta mengetahui obat yang diberikan.
Desain ini seringkali dilakukan pada studi pendahuluan, yang
akan dilanjutkan dengan uji klinis acak tersamar ganda. Desain
ini juga dipergunakan apabila ketersamaran tidak mungkin
dilaksanakan (misal penelitian untuk membandingkan hasil
mastektomi sederhana vs. radiasi dengan mastektomi radikal
pada kanker payudara).
2 Tersamar tunggal (single mask). Dalam keadaan ini salah satu
pihak (biasanya peserta penelitiary lebih jarang juga dokter yang
mengobati) tidak mengetahui terapi yang diberikan. Bila dokter
mengetahui obat yang diberikary seperti halnya pada uji klinis
terbuka, dapat terjadi bias (bias perlakuan dan bias pengukuran)
oleh karena peneliti cenderung untuk memberikan perhatian
dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.
3 Tersamar ganda (ilouble mask). Pada desain ini baik peneliti
maupun peserta tidak mengetahui pengobatan yang diberikan;
prosedur ini akan mengurangi terjadinya pelbagai bias, dan
dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.
4 Triple mask. Pada desain ini baik peserta, peneliti, maupun
penilai tidak tahu obat yang diberikan. Namun pada umumnya,
meskipun terdapat 3 komponen ketersamaran, cukup disebut
sebagai tersamar ganda saja.

7 MrNcurun vARTABEL EFEK


Variabel tergantung (efel outcome) yang akan diukur harus sudah
direncanakan sejak awal. Demikian pula teknik pemeriksaan yang
digunakan. Sesuai dengan skala variabel (lihat Bab 4) maka variabel
yang dinilai dapat berskala nominal, ordinal, ataunumerik. Kriteria
penilaian juga sudah harus dengan jelas dituliskan pada protokol
penelitian. Sangat dianjurkan agar pemeriksa variabel efek tidak
mengetahui peserta masuk kelompok perlakuan atau kelompok
kontrol.

It

"r
Sri Rezeki Hqrun dkk. 207

Pada uji klinis terhadap obat X untuk meningitis tuberkulosa,


efek yang dinilai adalah kesembuhan. Dalam hal ini skala vaiiabel
tergantung adalah nominal dikotom (sembuh atau tidak sembuh).
Pada penelitian obat Y untuk menurunkan tekanan daratu variabel
yang dinilai adalah berskala numerik (tekanan darah diastolik,
dalam mmHg). Perlu diingat kembali seyogianya fokus penelitian
adalah pada pengukuran terhadap primary outcome aariable yang
merupakan alasan utama mengapa uji klinis perlu dilakukan.

8 MeNcaueusrs DATA
Analisis data uji klinis dilaksanakan dengan menggunakan uji
statistika yang sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan penelitian.
Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan pada waktu
merencanakan uji klinis. Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji
hipotesis adalah skala pengukurary distribusi data, besar sampel,
jumlah kelompok, serta jumlah variabel.
1 Pada uji klinis dengan variabel bebas berskala nominal dua
kelompok (obatbaru vs. obat standar) dan variabel efekberskala
nominal (sembuh-tidak sembuh), uji hipotesis dilakukan
dengan uji kai-kuadrat. Perlu diperhatikan bahw a apabilasampel
dipilih secara independen harus dipakai uji kai-kuadrat untuk
2 kelompok independen, sedangkan apabila sampel dipilih
secara serasi (matching) maka harus dipergunakan uji kai-
kuadrat untuk kelompok berpasangan (uji Mc Nemar).
2 Bila variabel bebas berskala nominal 2 kelompok (misalnya
lelaki-perempuan) dan variabel efek berskala numerik (misalnya
kadar kolesterol), maka uji yang digunakan adalah uji-t, yakni
uji-t untuk 2 kelompok independen atau uji-t untuk kelompok
berpasangan. Namun apabila distribusi data tidak normal maka
dipakai uji non-parametrik. atau dapat dilakukan tranformasi
data lebih dahulu (dengan logaritme, akar, atau teknik lain)
sebelum dilakukan uji parametrik seperti uji-t.
3 Bila variabel bebas berskala nominal lebih dari 2 kelompolg dan
variabel efek berskala numerik, digunakan analisis varians (Anova).

.t
208 Ujiklinis

4 Apabila terjadi perbedaan lama pengamatan dari masing-masing


pesert4 jadi yang dinilai bukan hanya apakah terjadi efek namun
juga saat terjadinya efek, maka digunakan analisis kesintasan
(surairsal analysis), yang dibahas tersendiri dalam Bab 72.

BnsnnnPA cATATAN

1 Peran randomisasi dalam uji klinis


Di atas telah diuraikanbahwa randomisasi menduduki tempatyang
amat penting dalam studi intervensi. Randomisasi yang dilakukan
dengan teknik yang benar, apabila melibatkan jumlah peserta yang
cukup banyak, biasanya akan membagi semua variabel menjadi
seimbang di antara kelompok penelitian. Randomisasi dipandang
sebagai baku emas untuk true experimental design; studi intervensi
tanpa randomisasi bukan termasuk dalam true experimental namun
termasuk quasi-experimental atau pre-experimental.
Lebih dari sekedar nama, true-experimental design memberikan
validitas hasil penelitian yang terbaik. Dalam penilaian validitas
makalah uji klinis, pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah
apakah pada uji klinis tersebut dilakukan randomisasi, apakah
dilakukan dengan cara yang benar, dan apakah hasil randomisasinya
dirahasiakan dalam sampul tertutup. Semua sfudi intervensi dapat
dilakukan randomisasi namun tidak semuanya dapat dilakukan
penyamaran (blinding); oleh karenanya sangat disarankan untuk
melakukan randomisasi pada setiap studi intervensi.

2 Uiiklinis pragmatik vs explanatory


Telah disinggung sebelumnya bahwa bergantung pada tujuan uji
klinis, jenis penelitian ini dapat dibagi menjadi 2,yakni; (1) uji klinis
pragmatik (pragmatic trial), (2) uji klinis eksplanatori (explanatory
trinl).Pada uji klinis pragmatik, peneliti semata-mata hanya ingin
memperlihatkan apakah terdapat perbedaan efek (tanpa ingin tahu
mekanismenya), dengan tujuan untuk menerapkan hasil penelitian
dalam tata laksana pasien sehari-hari. Karena itu sedapat mungkin

il

.t
Sri Rezeki Harun dkk. 209

studi dilakukan seperti keadaan sehari-hari. Khusus dalam desain


dengan variabel outcome nominal dikotom, maka semua peserta
uji klinis, baik yang menyelesaikan penelitian, atau yang mangkir,
drop outs, Ioss to follow-up, drop in (pindah ke regimen lain) harus
tetap dianalisis dan dihitung dalam alokasi awalnya.
Sebagai contoh, pasien nomor 42 menurut hasil alokasi random
harus menerima terapi standar. Apabila setelah menjalani terapi
beberapa hari ia hilang, atau minta pindah ke kelompok lain, maka
pada akhir penelitian ia tetap dimasukkan ke dalam kelompok
aslinya, yakni kelompok terapi standar, dan dianggap mengalami
kegagalan (treatment failure). Bahkary apabila setelah randomisasi
peserta meninggal sebelum dilaksanakan perlakuan, ia pun harus
tetap dianalisis dalam kelompok terapi standar. Aturan ini sekilas
tampak aneh, namun karena hal yang sama diperlakukan pada
semua peserta (baik pada kelompok terapi maupun kontrol) justru
aturan ini yang paling rasional dan adil. Pendekatan ini disebut
aly sis, y ang disepakati seb a gai prosedur standar
intenti on t o tr e at an
untuk uji klinis pragmatik dengan hasil nominal dikotom.
Pada uji klinis explanatory, ingin diketahui mengapa teriadi
perbedaan efek; karenanya penelitian dilakukan dalam keadaan
'ideal'. Peneliti harus berupaya mencegah drop out, karena peserta
yang keluar dari penelitian tidak diikutsertakan dalam analisis. Jadi
analisis hanya dilakukan pada peserta yang menyelesaikan prosedur
penelitian; pendekatan ini disebut sebagai on-treatffient analysis
atau analisis per-protokol. Cara ini dapat dilakukan dalam setting
klinis, namunlebih sering digunakan dilam studi farmakodinamik,
sfudi hewan coba, atau studi laboratorium lain, yang mensyaratkan
bahwa penelitian harus dilaksanakan dalam keadaan yang dibuat
ideal, bukan keadaan keseharian.
Bagi klinikus, hasil uji klinis pragmatis, terutama yang variabel
dependennya nominal dikotom (sembuh - tidak sembuh), paling
relevan untuk diterapkan dalam tata laksana pasien. Daritabel2x2
dapat dihitung absolute risk reducaffon (ARR), yakni perbedaan
proporsi kesembuhan antara kelompok eksperimental dan
kelompok kontrol. Selanjutnya dapat dihitung number needed to
treat (NTT) yakni berapa pasien perlu diobati dengan obat baru

{t

.r
210 Ujiklinis

(obat eksperimental) agar dapat diperoleh tambahan 1 pasien yang


sembuh dibandingkan dengan bila diobati dengan obat standar
(kontrol). Dengan demikian maka dokter dapat memperkirakan
keuntungan pemakaian obat baru tersebut. Uraian lengkapnya
dapat dibaca pada Bab 23.

3 Uii klinis negatif (non-inferiority trials)


Pada umumnya ujiklinis berupaya mengujivaliditas suatu hipotesis
bahwa obat atau prosedur pengobatan yang diuji tebih unggul
daripada obat standar. Namun dapat pula terjadi peneliti ingin
menguji validitas hipotesis bahwa suatu pengobatan tidak lebih
buruk (atau sama baik) dengan terapi standar. Hal ini sangat
dibenarkan apabila peneliti dapat membangun hipotesis yang kuat,
bahwa terdapat pengobatan yang lebih muratr, mudah, atau amary
atau kurang invasif, dengan efektivitas yang lebih-kurang sama
dengan terapi standar. Uji klinis yang ingm memperlihatkan bahwa
antara kedua regimen tidak ada beda, disebut sebagai uii klinis negatif
atau negatits e trial, equia alence studies, atau non-inferiority trial.
Pada uji klinis negatif ini perlu diperhatikan beberapa hal khusus,
agar tidak ditarik simpulan yang keliru. Penjelasan berikut ini
memerlukan pemahaman cara estimasi besar sampel (lihat Bab 17).
o Bila nilai ot" B, dan perbedaan kesembuhan (Pr-Pr) sama
dengan pada uji klinis yang ingin mencari perbedaan ('uji
klinis positif'), maka jumlah peserta yang diperlukan lebih
sedikit (lihat Bab 17). Namun karena yang ingin dibuktikan
adalah tidak ada perbedaan, dengan perkataan lain proporsi
kesembuhan antara obat yang diteliti dan obat kontrol
adalah sama, maka dalam formula dimasukkan nilai (Pr-
Pr) = 0. Karena ini tidak mungkiry maka harus dipilih P,-P,
terbesar yang dianggap tidak berbeda, biasanya diambil5-
10%. Nilai u (kesalahan tipe I, yakni menyatakan bahwa
ada beda padahal sebenarnya di pbpulasi tidak ada) dapat
tetap dipertahankan pada 0,05. Untuk nilai B (kesalahan tipe
II, yakni menyatakan tidak ada beda padahal sebenarnya
di populasi perbedaan tersebut ada) harus lebih kecil daripada

.t
Sri Rezeki Harun dlck. 211

'uji klinis positif'yang lazimnya 0.20; angka yang dianjurkan


adalah Q10, bahkanbila mungkin 0,05. Karena itu'uji klinis
negatif'memerlukan jumlah peserta yang (sangat) banyak.
o Karena yang ingin dibuktikan adalah tidak terdapat beda
yang bermakna, atau p>0,05, maka besar sampel yang telah
ditetapkan harus dipenuhi. Makin sedikit jumlah peserta,
makin mudah untuk memperoleh nilai p >0,05, namun
dengan konsekuensi nilai B (kesalahan tipe II) akan makin
besar. Hal ini harus dihindarkan pada uji klinis negatif.

4 Analisisinterim
Dalam beberapa keadaan tertentu mungkin teori dan pengalaman
menyarankan bahwa perbedaan yang akan ditemukan antara
kelompok terapi dan kelompok kontrol lebih besar daripada yang
digunakan dalam estimasi besar sampel. Dalam keadaan tersebut,
yakni apabila dengan peserta yang lebih sedikit diduga sudah dapat
diperoleh simpulan definitif, apabila peneliti meneruskan uji klinis
berarti ia membiarkan salah satu kelompok untuk memperoleh
pengobatan yang kurang efektif (inferior); suatu hal yang tidak
dapat diterima secara etika.
Karena itu, apabila terdapat kemungkinan beda efek yang sangat
besar antara kelompok pengobatan dan kelompok kontrol, maka
diperlukan suatu prosedur untuk menilai hasil antara sebelum
semua peserta uji klinis yang direncanakan masuk dalam penelitian.
Prosedur ini disebut sebagai analisis interim. Caranya adalah
sampul randomisasi dibuka, dan dilakukan analisis hasil namun
hasilnya tidak diketahui oleh peneliti, kecuali bila telah memenuhi
kriteria untuk penghentian penelitian.
Bagaimana persyaratan untuk melakukan analisis interim?
Seyogyanya harus ada kriteria obyektif untuk penghentian uji klinis,
yakni kriteria statistika. Untuk itu perlu diperhatikan 2 hal: (a) nilai
kemaknaan yang semula dipilih, (b) berapa kali analisis interim
akan dilakukan. Dengan peserta yang lebih sedikit dari yang
direncanakan, nilai p<0,05 mungkin ditemukan meski sebenarnya
tidak ada perbedaan. Karena itu pada analisis interim kemaknaan

ft

I
212 Ujiklinis

yang semula ditetapkan tidak dapat dipakai sebagai batas untuk


menghentikan uji klinis, melainkan harus dipilih nilai yang lebih
rendah. Sebagai batasan umum, bila rencana analisis interim tidak
lebih dari 5 kali, nilai p<0,01 sering dipergunakan sebagai batas
untuk menghentikan uji klinis.
Analisis interim dapat dilakukan atas dasar alasan praktis,
misalnya masalah biaya, waktu, jumlah peserta, dan sebagainya;
namun oleh karena prosedur ini mempunyai konsekuensi yang
penting, uji klinis yang terencana dengan baik seyogyanya tidak
mempergunakan hal-hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan
analisis interim. Analisis interim juga hanya dibenarkan terhadap
efek utama (primary outcome) yang penting, misalnya hidup-mati,
bukan terhadap variabel efek yang tidak berbahaya, misalnya kadar
kolesterol atau kenaikan berat badan.

5 Pemantauanselamapenelitian
Pemantauan penting sekali untuk menilai kelanjutan penelitian,
karenanya harus dipersiapkan dengan baik. Hal-hal yang perlu
dipantau adalah:

Kepatuhan pasien (compliance)


Perlu dipahami, bahwa lebih kurang separuh dari peserta yang
diteliti cenderung untuk tidak mematuhi petunjuk penelitian.
Banyak faktor yang memengaruhi kepatuhan pasien ini, termasuk
di antaranya karakteristik dan derajat penyakif lamanya observasi,
karakteristik obat (rasa, frekuensi pemberiary efek samping), biaya,
penjelasan sebelum penelitian, sikap dan cara pendekatan peneliti
kepada para peserta, pendidikan peserta, lokasi klinik, dan lain-
lain. Untuk mengurangi ketidakpatuhan tersebut, kepada peserta
perlu diberikan pengertian mengenai tujuan dan cara penelitiary
penjelasan dosis dan cara pemberian obat dan untuk pasien rawat
inap diawasi oleh perawat khusus. Kepada peserta juga harus
diberikan kemudahan yang cukup untuk melakukan komunikasi
dengan peneliti sehingga sewaktu-waktu bila diperlukan peserta
dapat menghubungi peneliti.

t
Sri Rezeki Harun dkk, 213

Drop out
Kriteria drop out dan cara mengatasinya harus dijelaskan dalam
usulan. Yang termasuk drop out adalah peserta penelitian yang telah
dirandomisasi tetapi oleh suatu sebab tidak melanjutkan dapat
pengobatan. Calon peserta yang menolak untuk berpartisipasi atau
mengundurkan diri sebelum dilakukan randomisasi tidak dihitung
sebagai drop out namun sebagai 'non-responders'. Peserta yang tidak
datang untuk pemeriksaan tindak lanjut perlu dihubungi dengan
sarana komunikasi yang tersedia, bahkan dikunjungi ke rumah.
Pasien yang berhenti dengan alasan obat tidak berguna atau merasa
penyakitnya memburuk harus dilaporkan sebagai kegagalan,
bukan drop out. Perlu diingat bahwa dalam uji klinis pragmatis
pasiendrop outhants dimasukkan dalam pengolahan data, termasuk
uji hipotesis.
Berapa proporsi drop out yang masih berterima? Tidak seorang
pun dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Angka 10%
untuk setting klinis dan20% untuk setting komunitas sering dikutip.

Efek samping dan ailzterse eaent


Efek samping selalu mungkin terjadi pada setiap penggunaan obat;
secara umum dinyatakan bahwa obat yang tidak mempunyai efek
samping berarti juga tidak ada efeknya. Dalam uji klinis laporan
mengenai efek samping obat sangat penting, karenanya termasuk
hal yang harus dinilai, meski tidak dianalisis secara statistika. Dalam
pemilihan obat para klinikus juga selalu mempertimbangkan efek
samping; obat yang sangat efektif untuk jenis penyakit tertentu,
apabila ternyata mempunyai efek samping yang bermakna sering
tidak digunakan sebagai obat pilihan utama.
Dalam usulan penelitian harus dicantumkan cara mengatasi efek
samping, yang ringan maupun yang berat. Harus pula disebut nama
dan alamat dengan nomor telpon, faksimile, atau email institusi
atau orang yang harus dihubungi setiap saat apabila terjadi efek
samping obat yang pontensial berbahaya pada subyek penelitian.
Peneliti harus mencatat dengan cermat, dan efek samping yang
berbahaya harus dikomunikasikan dengan komisi etika.

.r
214 Ujiklinis

Dalam CUKB (cara uji klinis yang baik), setiap kejadian yang
berkaitan dengan kesehatan pasien, baik yang berhubungan dengan
obat yang diuji maupun yang tidak, disebut sebagai adaerse eaent.
Adaerse eaent ini harus dicatat, dan apabila derajatnya berat atau
potensial membahayakan jiwa peserta penelitian harus dilaporkan
kepada komisi etika penelitian pada kesempatan pertama.

Penyimpangan dari protokol


Dalam usulan sebaiknya dikemukakan bagaimana cara mengatasi
bila terjadi hal yang menyimpang dari protokol (protocol aiolation),
tanpa harus menunggu sampai hal tersebut terjadi. Misalnya
pelajarilah dahulu kepatuhan pasien terhadap obat yang diberikan,
juga modifikasi dosis obat pada pasien yang mengalami efek
samping pada dosis tertentu. Seperti untuk menghindarkan drop
out, peneliti harus senantiasa berupaya untuk menghindarkan
penyimpangan dari proposal.

6 Pencatatan data
Dalam semua penelitian pencatatan data harus dilakukan secara
cermaf teliti, sistematis, serta terencana dengan baik; karenanya
hal ini bukan merupakan hal istimewa di dalam uji klinis. Kualitas
formulir pencatatan peserta (case record form) sangat berperan dalam
keberhasilan uji klinis. Buatlah duplikat atau'bnck up' untuksemua
data, baik dalam buku ataupun di komputer.

7 Organisasiuiiklinis
Struktur organisasi uji klinis perlu dibuat, terutama pada suatu uji
klinis multisenter, sehingga dapat diketahui dengan jelas tugas dan
tanggung jawab personil yang turut dalam penelitian. Dalam uji
klinis multisenter, misalnya, harus ditetapkan apakah randomisasi
dilakukan secara sentral atau pada tiap senter, jadwal pertemuan
rutin untuk membahas masalah yang mungkin timbul, dan pelbagai
aspek teknik, logistilg serta masalah administratif lainnya. Aspek
administratif sangat menentukan keberhasilan uji klinis.

.r
SriRezekiHarundl<k. 215

8 Persetujuan setelah penielasan (informed consent\


Surat ini diperlukan sebelum pengobatan dilakukan. Informed
consent ini berisi penjelasan kepada calon peserta mengenai tujuan,
untung-rugi menjadi peserta uji klinis, dan apa yang dilakukan bila
timbul efek samping. Pada dasarnya informed consent ini dibuat
sebagai bukti pengakuan dari komite etika bahwa uji klinis tersebut
telah direncanakan dengan memperhatikan kode etik penelitian.
Seperti pada semua jenis penelitian yang menggunaan manusia
sebagai subyek, informed consent juga diperlukan dari peserta yang
dalam keadaan tidak kompeten (sakitberat tidak sadar, atau peserta
bayi dan anak) melalui keluarga atau orangtua peserta. Pada anak
yang sudah dapat memahami proses penelitian sangat dianjurkan
untuk memperolehinformed assent dari anak, selain informed consent
dari orangtua.

9 Cara uji klinis yang baik (CUKB, Good Clinical Practice


_GCP)
Keseluruhan uraian dalam bab ini merupakan dasar-dasar uji klinis.
Oleh karena uji klinis menduduki tempat yang amat penting dalam
dunia kedokterary dan khususnya karena uji klinis menggunakan
manusia sebagai peserta percobaan, maka saat ini telah dirumuskan
rincian yang bersifat universal tentang uji klinis yang dikenal dengan
nama cara uji klinis yang baik - CUKB @ood clinical practice -
GCP). CUKB pada dasamya mengatur segala aspek uji klinis obaf
yang dipandang sebagai prosedur standar dalam pengujian obatbaru.
Sekelompok pakar uji klinis di Indonesia, dengan fasilitasi dari
Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah menerbitkan buku
CUKB yang merupakan adopsi (dengan modifikasi) GCP. Para
peneliti yang hendak melakukan uji klinis obat sangat dianjurkan
untuk mempelajari dan menerapkan segala.persyaratan ketat yang
ditetapkan dalam CUKB. Di dunia internasional uji klinis yang tidak
memenuhi kriteria CUKB (GCP) tidak diakui, dan sulit untuk dapat
dipublikasi dalam jurnal kedokteran. Registrasi uji klinis juga salah
satu keharusan di banyak negara; dengan catatan apa pun hasilnya
harus dipublikasi atau setidaknya datanya dapat diakses.

&

i
216 Ujiklinis

KgTnnmAN DAN KEKURANGAN UII KLINIS

Kelebihan
Secara epidemiologis sebenarnya uji klinis terasa agak kaku; namun
demikian uji klinis mempunyai banyak keuntungan antara lain:
1, Dengan dilakukan randomisasi maka faktorbias dapat dikontrol
secara efektif, karena faktor confounding akan terbagi seimbang
di antara kedua kelompok peserta.
2 Kriteria inklusi, perlakuan danoutcome telah ditentukan terlebih
dahulu.
3 Dari segi statistika akan lebih efektil oleh karena:
. jumlah kelompok perlakuan dan kontrol sebanding
o kekuatan (power) statistika tinggi
4 Ujlklinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak
metode statistika harus berdasarkan pemilihan peserta secara
random.
5 Kelompok peserta merupakan kelompok sebanding sehingga
intervensi dari luar setelah proses randomisasi tidak banyak
berpengaruh terhadap hasil penelitian selama intervensi tersebut
mengenai kedua kelompok peserta.

Kekurangan
1 Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal.
2 Uji klinis mungkin harus dilakukan dengan seleksi tertentu
hingga tidak representatif terhadap populasi terjangkau atu
populasi target.
Uji klinis sering dihadapkan pada masalah etika; misalnya
apakah etis bila kita memberikan pengobatan pada kelompok
perlakuan namun tidak mengobati kelompok kontrol?
Kadang-kadang uji klinis sangat tidak praktis.

It

i
Sri Rezeki Harun dlck. 217

Darran Pusrer,q.
1 B-adan Pefiqaw-asan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Cara uji
klinis yang baik. |akarta; 2001.
2 Camplell DT, Stanley JC. Experimental and quasi-experimental designs for
research. Boston: Houghton Mifflin Co.;1963.
3 Choonara I. Clinical trial of medicines in children. BMJ 2000; 1093-4.
4 Day SJ, Altman DG. Blinding in clinical trials and other studies. BM]
2000;321.:504.
5 Kunz R, Oxman AD. The unpredictability paradox: review of empirical
comparisons of randomised and non-randomised clinical trials. BMI
1998;3t7:11.85-90.
5 Pocock SJ. Clinical trials - a practical approach. Chichester: ]ohn Wiley &
Sons;1983.
7 Roland M, Torgrson DJ. Understanding controlled trials. What outcomes
should be measured? BMI 1998;317:1,075-80.
8 Roland M, Torgrson DJ. Understanding controlled trials: What are pragmatic
trials? BMf 1998;31.6:285.
9 Troidl H, Spitzer WO, McPeck B, Mulder DS, McKneally MF. Principles and
p-ractice of research. Strategies for surgical investigatois. Berlin: Slringer-
Verlag,1986.
10 Miller J. Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference 1979.

fi

ll
218 Ujiklinis

&* *s
trSw#"M

Podo uji klinis kito mencori balons ontoro efek yong kito
kehendoki ( i nt e nd ed ef f ect ), et ek y ang t dok kita kehendoki
i

(unintended effect), dan horgo.

Holyong membedakon uji klinis dengondesoin studi loinnyo


odoloh podo uji klinis peneliti mengalokosi subyek yong
menerimo don yong tidok menerimo pengoboton yong diteliti.
Desoin uji klinis yong banyak digunokon odolah desoin
porolel don desoin manyilong. Doridesoin porolel, uji klinis
tersomor gondo merupokon boku emos untuk menguji teropi.
Rondomisosi dopot don horus dilakukon podo semuo uji klinis.
Bilo dilakukon dengon boik don jumloh subyeknyo cukup,
semuo voriobel podo keduo kelompok sebonding. Bilo odo
beda ef ek,beda'lersebut odoloh okibot perlokuon, bukon
oleh foktor lain.

Dolom bonyok keodoon penyqmoron (blinding) dapot


dilokukon, berupo tersomor tunggol otau tersomor gonda.

Uji klinis dopot berupa uji klinis progmatik (untuk meniloi


efektivitas obot) otou uji klinis explonatory(eff icacyobat
secaro formokologis). Podo uji klinis progmatiksetiop subyek
yang teloh dirondomisosi horus diikutsertokon dolom analisis
dqlam kelompok semulo (intention to treat analysis).Pada
uji klinis explanotory onolisis honyo dilokukan podo subyek
y ang meny el eso i kon pana I i t ion (o n t r eat m enf a na I y s is).

Uji klinis merupokan desoin terkuot untuk menentukon


hubungan kousol, nomun biasanyo mohol dan sulit.

Uji klinis obot disyorotkon memenuhi good clinical practice


(6CP) otou coro uji klinis yong boik (CUKB) yong bensifat
universol meski dopot dimodif ikosisesuoi kondisi lokol.

il

J*
rf
Bab LL- Uii diagnostik

Hardiono D Pusponegoro, I G N Wila Wirya*,


Anton H Pudiiadi, Julfina Bisanto, Siti Z Zulkarnain

alam tugasnya sehari-hari salah satu hal yang rutin


dilakukan dokter adalah menentukan diagnosis penyakit
setiap pasien. Penentuan jenis penyakit atau kondisi
kesehatan sangat mutlak, oleh karena dengan diagnosis
inilah kepada pasien akan diberikan pengobatan yang sesuai dan
selanjutnya dapat diramalkan apa yang akan terjadi pada pasien.
Diagnosis yang salah atau tidak tepat dapat membawa rentetan
kesalahan yang dapat berujung pada kerugian bagi pasien maupun
keluarganya, bahkan dapat berakibat fatal.
Secara tradisional diagnosis pada pasien ditegakkan atas dasar
komponen-komponen berikut: (1) anamnesis, (2) pemeriksaan
fisis, (3) pemeriksaan penunjang. Paradigma penegakan diagnosis
tersebut akan berlangsung selamanya; tidak ada pemeriksaan fisis
yang dilakukan tanpa anamnesis, tidak ada pemeriksaan penunjang
tanpa dasar anamnesis dan pemeriksaan fisis, dan hasil pemeriksaan
penunjang tidak dapat dimaknai dengan memadai tanpa informasi
yang cukup yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Uraian di atas sekaligus memberikan ilustrasi bahwa anamnesis
dan pemeriksaan fisis sebenamya adalah alat diagnosis utama. Oleh
karenanya setiap dokter harus mahir dalam melakukan wawancara.
"Listen to them; they are telling you the diagnosis" adalah nasihat yang
patut diikuti. Setiap dokter harus mendengarkan baik-baik keluhan

rf
220 Ujidiagnostik

dan riwayat penyakit yang diutarakan pasien, karena pada dasamya


pasien tersebut sedang menuntun kita unfuk dapat menegakkan
diagnosis dengan benar. Pemeriksaan lain yang diperlukan harus
berdasar pada anamnesis dan pemeriksaan fisis yang akurat.
Dengan demikian maka pada dasarnya uji diagnostik untuk
menentukan ada atau tidaknya penyakit merupakan proses yang
bertingkat. Dapat dikatakan tidak terdapat penyakit atau kondisi
kesehatan yang dapat ditegakkan diagnosisnya hanya dengan satu
pemeriksaan (suatu proses univariat). Uji diagnostik yang banyak
dimuat dalam jurnal-jurnal kedokteran sebenarnya merupakan uji
spesifik untuk penyakit atau kondisi tertentu setelah pendekatan
diagnosis lain (anamnesis, pemeriksaan fisis, serta mungkin juga
pemeriksaan penunjang lain - jadi proses multivariat).
Pada uji diagnostik Rnpid Tesf untuk malaria, misalnya, subyek
penelitian adalah anak dan orang dewasa yang tinggal di daerah
endemik malaria (anamnesis), demam 3 hari atau lebih (anamnesis),
dengan atau tanpa splenomegali (pemeriksaan fisis). Pada uji untuk
menilai kemampuan ultrasonografi membedakan tumor tiroid jinak
afau ganas, subyek yang diteliti adalah penderita tumor soliter di
tiroid yang sudahbelangsung lama (anamnesis), tanpa peradangan
(anamnesis dan pemeriksaan fisis), mudah digerakkan terhadap
dasarnya (pemeriksaan fisis), tidak nyeri tekan (pemeriksaan fisis),
dan seterusnya. Jadi uji diagnostik spesifik yang dipelajari hanya
menambah (memiliki added z,talue) terhadap uji diagnostik yang sudah
dilakukan sebelumnya (sekali lagi: anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
mungkin pemeriksaan penunjang lain yang lebih sederhana).
Memilih pemeriksaan diagnostik yang tepat bukanlah hal yang
mudah. Uji diagnostik dapat dilakukan secara bertahap (serial),
atau sekaligus beberapa uii diagnostik (paralel). Pada uji serial,
pemeriksaan dilakukan secara bertahap; perlu atau tidaknya
pemeriksaan selanjutnya ditentukan hasil pemeriksaan terdahulu.
Misalnya untuk penegakan diagnosis tuberkulosis paru pada anak,
foto toraks baru dikerjakan apabila uji tuberkulin memberi hasil
positif. Pada uji paralel, beberapa pemeriksaan dilakukan sekaligus;
hal ini biasa dilakukan pada kasus yang memerlukan diagnosis
yang cepat atau kasus gawat-darurat; misalnyapadapasien dengan

t
Hardbno D Pusponegoro dkk. 221

kesadaran menurun perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula


daratr, ureum, funduskopi, dan CT-scan kepala bukan dilakukan
satu demi sahr, melainkan secara simultan
Tidak semua uji diagnostik mempunyai kegunaan yang sama.
Uji diagnostik dapat dibagi berdasarkan pada kegunaannya seperrti
untuk skrining pada subyek asimtomatis, atau untuk memastikan
atau menyingkirkan diagnosis, unfuk memantau perjalanan klinis,
untuk menentukan prognosis, dan lain-lain. Perbedaan tersebut
berimbas pada perbedaan karakteristik uji yang digunakan; uji
diagostik yang sesuai untuk skrining tidak sesuai bila digunakan
untuk menegakkan diagnosis atau memantau perjalanan penyakit
selama pengobatan.
Uji diagnostik yang ideal jarang ditemukary yaitu uji yang pasti
memberikan hasil positif pada semua subyek yang sakit, serta
memberi hasil negatif pada semua subyek yang tidak sakit. Karena
itu maka hampir.pada semua jenis penyakit orang terus-menerus
melakukan penelitian untuk memperoleh uji diagnostik baru.
Pertanyaannya adalah apakah penelitian tersebut telah dilaksanakan
dengan baik, hasilnya penting, dan dapat diterapkan dalam tata
laksana pasien? Dalam bahasa eaidence-based medicine pertanyaan
yang harus dijawab adalah apakah penelitian uji diagnostik tersebut
sahih (aalid), hasilnya penting, dan dapat diterapkan dalam praktik?
Dalam bab ini diuraikan prinsip dasar dan langkah-langkah dalam
melakukan uji diagnostik, karakteristik serta manfaat uji diagnoStik.
Pada akhir babdikemukakan satu contoh uji diagnostik sederhana.

Tuluax ulr DrAGNosrrK


Telah disebutkan bahwa sedikit sekali uji diagnostik yang ideaf artinya
uji yang memberikan hasil positif pada 100% subyek yang sakit serta
memberikan hasil negatif pada subyek yang tidak sakit. Pengembangan
uji diagnostik dapat mempunyai beberapa tujuan, temasuk:
1 Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan
penyakit. Meskipun tidak ideal, uji diagnostik untuk keperluan
ini harus sensitif (kemungkinan negatif semu kecil), sehingga

jf
222 Ujidiagnostik

bila didapatkan hasil normal (hasil uji negatif) dapat digunakan


untuk menyingkirkan adanya penyakit. Ia juga harus spesifik
(kemungkinan hasil positif semu kecil), sehingga apabila hasilrrya
abnormal dapat digunakan untuk menentukan adanya penyakit.
Mnemonik ("jembatan keledai") dalam bahasa Inggris yang
sering digunakan adalah SnNOut (with Sensitioe test, Negatizte
result rules Out the disease) dan SpPIn (with Specific test, Positizte
result rules In the disesse).
Untuk keperluan skrining. Skrining dilakukan untuk mencari
penyakit pada subyek yang asimtomatik, untuk kemudian dapat
dilakukan pemeriksaan selanjutnya agil diagnosis dini dapat
ditegakkan. Uji diagnostik untuk keperluan skrining harus memiliki
sensitivitas yang sangat tinggi meskipun spesifisitasnya sedikit
rendah. Penyakit yang perlu dilakukan skrining memiliki syarat-
syarat sebagai berikut:
o Prevalens penyakit harus cukup tinggi, meski kata 'tinggi'
ini sifatnya relatif
. Penyakit tersebut menunjukkan morbiditas dan I atau
mortalitas yang bermakna apabila tidak diobati
o Harus tersedia terapi atau intervensi yang efektif yang dapat
mengubah perjalanan penyakit
. Pengobatan dini harus memberikan hasil yang lebih baik
ketimbang pengobatan pada kasus yang lanjut
Contoh skrining yang baik adalah uji tuberkulin pada anak.
Keempat syarat tersebut terpenuhi, yakni oleh karena prevalens
tuberkulosis di Indonesia tinggi, apablla tidak diobati akan
menyebabkan mordibitas dan mortalitas yang bermakna,
terdapat pengobatan yang efektil dan pengobatan dini akan
memberikan hasil yang jauh lebih baik. Di banyak negara,
skrining juga dilaksanakan terhadap beberapa inborn error of
metabolisms seperti fenilketonuria (PKU) atau hipotiroidisme
pada bayi baru lahir, meski insidens kelainan tersebut, dipandang
dengan kacamata kita saat ini, tidak dapat dikatakan tinggi.
Contoh skrining yang tidak layak dilakukan adalah foto toraks
untuk mendeteksi kanker parr); karena meskipun misalnya

il

i
Hardiono D Pusponegoro dlck. 223

prosedur tersebut sensitif, namun bila kanker Paru sudah


terdeteksi dengan foto rontgeru tidak atau belum tersedia cara
pengobatan'dini' yang memberi kesembuhan yang lebih baik
(dengan kata lain diagnosis dini tidak mengubah prognosis).
Untuk pengobatan pasien. Dalam pengobatan pasien, uji
diagnostik sering dilakukan berulang-ulang untuk:
o Memantau perjalanan penyakit atau hasil terapi
o Mengidentifikasikomplikasi
o Mengetahui kadar terapi suatu obat
o Menetapkan prognosis
o Mengkonfirmasi suatu hasil pemeriksaan yang tak terduga
Untuk hal ini, reprodusibilitas uji diagnostik sangatpenting artinya
bila uji dilakukan terhadap subyek yang sama pada waktu yang
sama, maka uji tersebut harus memberi hasil yang sama pula.
Untuk studi epidemiologi. Uji diagnostik yang memberikan
hasil yang positif atau negatif sering dipakai dalam survai untuk
menentukan prevalens penyakit. Dalam penelitian kohort, uji
diagnostik merupakan alat untuk menentukan terjadinya suafu
efek, sehingga dapat dihitung insidence rate-nya. Kedua hal
tersebut mempunyai nilai yang penting dalam kesehatan
masyarakat, untuk penentuan kebijakan, misalnya apakah
diperlukan intervensi untuk mencegah atau menanggulangi
suatu penyakit yang banyak terdapat dalam masyarakat.

PnINSU, DASAR UII DIAGNOSTIK


Mengapa diperlukan uji diagnostik baru? Ini adalah pertanyaan
yang harus dijawab apablla kita ingin melakukan penelitian uji
diagnostik. Uji diagnostik baru harus memberi manfaat yang lebih
dibanding uji yang sudah ada, dalam hal ini yang utama adalah
memberikan nilai diagnostik yang lebih baik. Namun dapat pula
penelitian dilakukan untuk memperoleh uji diagnostik baru, yang
meskipun nilainya tidak lebih dari uji diagnostik yang sudah ada,
mempunyai beberapa kelebihan, termasuk:

il

rf
224 Ujidiagnostik

o Nilai diagnostiknya tidak jauh berbeda


o Lebih nyaman bagi pasien (misalnya tidak invasif)
o Lebih'mudah atau lebih sederhana
. Lebih murah atau dapat mendiagnosis pada fase lebih dini
Bila uji diagnostik baru tidak mempunyai kelebihan dibanding
dengan uji diagnostik yang sudah ada, maka tidak ada gunanya
dilakukan penelitian baru.

SrnurruR ulr DrAGNosrrK


Seperti telah disebutkan pada awal bab, dalam praktik uji diagnostik
merupakan pemeriksaan berjenjang, suatu proses multivariat,
yakni dari anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium
rutrry dan uji diagnostik yang menentukan. Alur tersebut harusnya
juga dilakukan dalam penelitian uji diagnostik. Namun umumnya
yang diteliti adalah uji diagnostik tunggal yang memberikNr added
aalue terhadap uji diagnostik yang telah dilakukan berupa anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium rutin atau penunjang
yang lebih sederhana.
Secara umum uji diagnostik mempunyai variabel prediktor yaitu
uji diagnostik dan variabel hasil akhir atau outcome yaiht sakit atau
tidaknya seorang pasiery yang ditbntukan oleh pemeriksaan dengan
baku emas (lihat uraian di bawah). Lihat Gambar 11-L. Kedua jenis
pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap semua subyek yang telah
ditetapkan sebagai peserta penelitian. Pada akhir penelitian hasil
kedua pemeriksaan pada semua subyek tersebut dinyatakan dalam
bentuk tabel 2 x 2. Ini berarti bahwa baik hasil uji yang diteliti
maupun baku emas yang digunakan harus dapat memisahkan
subyek menjadi sakit, atau tidak sakit (abnormal ataukah normal).
Dengan kata lain hasil uji harus bersifat nominal dikotom. Bila hasil
uji merupakan variabel berskala numerik, maka harus dibuat titik
potong (cut-off point) untuk menentukan apakah hasil tersebut
normal atau abnormal. Keadaan ini memang sesuai dengan praktik
sehari-hari. Bagi dokter dan pasien, setelah uji diagnostik dilakukan
pertanyaannya adalah apakah pasien sakit atau sehat.

:l
Hardiono D Pusponegoro dkk. 225

Penyokil

Yo Tidok Jumloh

Yo PB PS PB+PS

Hosiluii
Tidok NS NB NS+NB

Jumloh PB+NS PS+N8 Totol

Gambar 11-1. Skema memperlihatkan struktur dasar hasil uji


diagnostik yang menunjukkan hasil terdapatnya penyakit (yang
dinyatakan oleh hasil baku emas). pg = positif benar (true positiue),
artinya hasil uji menyatakan terdapat penyakit, dan kenyataannya
memang terdapat penyakit; PS = positif semtt(falsepositizte), hasil uji
menunjukkan terdapat penyakif padahal sebenarnya subyek tidak
sakit NS = negative semu (false negatiae), hasil uji menunjukkan tidak
terdapat penyakit sedang sebenamya subyek menderita penyakit;
NB : negatif benar (true negatiae), hasil uji menunjukkan tidak
terdapat penyakit dan memang subyek tidak menderita penyakit.

Sxara PENGUKURAN vARTABET

Dalam Bab 4 telah diuraikan skala pengukuran, yang disinggung


lag-i secara ringkas di sini. Hasil pemeriksaan atau pengukuran dapat
dinyatakan dalam berbagai skala:
1 Skala dikotom, yaitu skala nominal yang mempunyai 2 nilai,
misalnya hasil positif-negatif; dalam klinik penilaian ini dikenal
sebagai penilaian kualitatif.
2 Skala ordinal: misahrya hasil pemeriksaan negatif, positif lemah,
positif, positif kuati disebut sebagai penilaian semi-kuantitatif,
misalnya protein dalam urin: -/ L t, #, #.

.r
226 Uji diagnostik

3 Skala numerilt misalnya kadar gula darah 120 mgldL, kadar


kolesterol 225 rngldL, disebut sebagai penilaian kuantitatif.
Karena uji diagnostik selalu berbentuk tabel2 x2, makapelbagai
skala tersebut (skala ordinal atau skala numerik) perlu diubah ke
dalam skala nominal dikotom yaitu normal-abnormaf atau positif-
negatif, dengan cara menetapkan titik potong (cut offpoinf) tertentu.

Beru EMAS

Baku emas (gold standard) merupakan standar untuk pembuktian


ada atau tidaknya penyakit pada pasiery dan merupakan sarana
diagnostik terbaik yang ada (meskipun bukan yang termurah atau
termudah). Baku emas yang ideal selalu memberikan nilai positif
pada semua subyek dengan penyakit, dan selalu memberikan hasil
negatif pada semua subyek tanpa penyakit. Dalam praktik hanya
sedikit baku emas yang ideal, sehingga kita harus memakai uji
diagnostik terbaik yang ada, dengan asumsi bahwa uji diagnostik
tersebut dapat menetapkan diagnosis secara akurat.
Kata 'terbaik' di sini berarti uji diagnostik yang mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas tertinggi. Baku emas dapat berupa uji
diagnostik lain, biopsi dan pemeriksaan patologi-anatomik, operasi,
pemantauan jangka panjang terhadap perjalanan klinis pasien,
kombinasi karakteristik klinis dan hasil pemeriksaan penunjang,
atau baku lain yang dianggap benar.
Dalam kaitan dengan baku emat bila kita ingin menguji suatu uji
diagnostik baru, maka diperlukan beberapa syarat umum berikut:
1 Baku emas yang dipergunakan sebagai pembanding tidak boleh
mengandung unsur atau komponen yang diuji. Misalnya, kita
tidak boleh menguji nilai Apgar 3 komponen dengan nilai Apgar
5 komponen (yang selama ini digunakan) sebagai baku emas.
2. Baku emas tidak boleh memiliki sensitivitas dan / atau spesifisitas
yang lebih rendah daripada uji diagnotik yang diteliti. Sebagai
contotr, kita tidak dapat menilai sensivitas / spesifisitas'magnetic
resonance imaging (MRI) yang baru kita peroleh untuk menegakkan
diagnosis kelainan intrakranial pada bayi dengan ultrasonografi

fi

t
H ar diono D P usp one goro dkk. 227

sebagai baku emat hanya karena selama ini ultrasonografi


digunakan untuk menegakkan diagnosis kelainan intrakranial.
Bila ini dilakukan, maka akan muncul hasil yang'aneh', misalnya
sensitivitas dan spesifisitas MRI untuk menentukan terdapatnya
tumor intraserebral adalah rendah. Dengan kata lain harus ada
inforrhasi a priori bahwa baku emas yang digunakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang lebihbaik atau paling tidak sama
dengan alat diagnostik yang akan diuji.

ANaTTsIS DALAM UII DIAGNoSTIK


Uji diagnostik esensinya merupakan studi cross-sectional anaLitik;
ia mempunyai struktur yangmirip dengan penelitian observasional
lain, misalnya studi kasus-kontrol atau studi kohort. Perbedaannya
ialah pada penelitian observasi tersebut kita menentukan etiologi,
sedangkan pada uji diagnostik kita menentukan bagaimana suatu
uji dapat memisahkan antara subyek yang sakit dari yang tidak.
Hasil uji diagnostik dinyatakan dalam tabel2 x 2, karenanya
dapat saja dilakukan uji hipotesis misalnya uji x2. Namun adanya
hubungan bermakna antara hasil uji diagnostik dengan penyakit
misalnya dengan uji x2 saja tidak cukup, hingga diperlukan
pertimbangan lain untuk interpretasi hasil uji diagnostik.
Contoh
Suatu uji diagnostik terhadap 100 pasien limfoma malignum
yang dibuktikan dengan biopsi, 65 menunjukkan hasil
positif; sedangkan uji diagnostik yang sama terhadap 100
pasien dengan pembesaran kelenjar non-limfoma, hanya 35
yang menunjukkan hasil uji positif. Bila dilakukan uji
hipotesis dengan uji x2, terdapat hubungan yang sangat
bermakna (p <0,001) antara hasil uji positif dengan
terdapatnya limfoma malignum. Lihat Gamb ar 1'1.-2.

Namun sebenarnya analisis statistika yang sangat bermakna itu


tidak banyak memberi informasi. Jumlah pasien yang menderita
limfoma namun memberi hasil negatif pada uji (negatif semu)
1

t !ru
228 Ujidiagnostik

Keodoon sebenornyo

Limfomo Non-limfomo Jumloh

Positif 65 30 95
uii
Negotif 35 70 r05

Jumloh r00 100 200

Gambar 11-2. Tabel 2x2 memperlihatkan hasil pemeriksaan dengan


uji diagnostik yang diteliti dan dengan baku emas. Uji kai-kuadrat
menunjukkan hubungan yang amat bermakna (p <0.001).

sangat besar yakni 35 pasien sehingga tetap diperlukan biopsi;


sebaliknya terdapat sebanyak 30 subyek yang tidak sakit namun
menunjukkan hasil positif (positif semu), sehingga terdapat risiko
mereka akan diobati sebagai limfoma malignum, padahal mereka
tidak sakit. ]adi hasil uji hipotesis yang sangat bermakna (p<0,001)
tidak memberikan informasi apa pun tentang kualitas uji diagnostik.
Karenanya diperlukan cara interpretasi yang lain terhadap hasil
pengamatan dalam uji diagnostik tersebut yang dapat memberikan
informasi kepada para klinikus dalam penegakan diagnosis suatu
penyakit atau kondisi klinis tertentu.

SENsruIVITAS DAN sPESIFIsITAS


Seperti telah disebutkan, penilaian uji diagnostik memberikan
kemungkinan hasil positif benal positif semu, negatif semu, dan
negatif benar. Dalam penyajian hasil penelitian diagnostik, keempat
kemungkinan tersebut disusun dalam tabel 2 x 2. Bila hasil positif
benar disebut sel + hasil positi{ semu sel b, hasil negatif semu sel c,

ds

t
H ar diono D P usp one gor o dkk. 229

dan hasil negatif benar sel 4 maka hasil pengamatan dapat disusun
dalam tabel2 x 2 seperti pada Gambar L1,-3. Dari tabel2 x 2 tersebut
dapat diperoleh beberapa nilai statistik yang memperlihatkan berapa
akurat suatu uji diagnostik dibandingkan dengan baku emas.
Dari hasil uji diagnosis harus dapat dijawab dua pertanyaan berikut:
1 Bila subyek benar sakif berapa besarkah kemungkinan bahwa
hasil uji diagnostik positif atau abnormal? Ini adalah pertanyaan
tentang sensitivitas, yang memperlihatkan kemampuan alat
diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit. Sensitivitas adalah
proporsi subyek yang sakit dengan hasil uji diagnostik positif
(positif benar) dibanding seluruh subyek yang sakit (positif benar
+ negatif semu), atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik
positif bila dilakukan pada sekelompok subyek yang sakit. Pada
tabel2 x 2, sensitivitas = a : (a+c). Lihat Gambar 11-3.
2 Bila subyek tidak sakit, berapa besar kemungkinan bahwa hasil
uji negatif? Ini adalah spesifisitas, yang menunjuk kemampuan
alat diagnostik untuk menentukan bahwa subyek tidak sakit.
Spesifi sitas merupakan proporsi subyek sehat yang memberikan
hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan
seluruh subyek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu),
atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik akan negatif bila
dilakukan pada sekelompok subyek yang sehat. Dalam tabel hasil
uji diagnostik, spesifisitas = d : (b+d). Lihatlah skema pada
Gambar 11-3.
Pada contoh limfoma malignum di atas, sensitivitas uji tersebut
adalah 65/(65+35) = 65"/", atau hanya 65% subyek penderita limfoma
dapat dideteksi dengan uji diagnostik tersebut. Spesifisitas uji tersebut
70I 0"/", rnenunjukkan bahwa limfoma malignum dapat
(7 0+30)=7
disingkirkan pada 70"/o pasien pembesaran kelenjar non-limfoma.
Sensitivitas dan spesifisitas tersebut tidak memadai sehingga uji
diagnostik tersebut bukanlah uji yang baik.
Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai nilai uji diagnostik y*g
stabil, oleh karena nilainya (dianggap) tidak berubah pada proporsi
subyek sehat dan sakit yang berbeda atau pada prevalens penyakit
yang rendah maupun yang tingg.

t
230 Ujidiagnostik

Boku emos

Positif Negotif Jumloh

Positif o*b
uii
Negotif c*d

Jumloh o*c b+d o*b*c*d

Gambar 11-3. Tabel2 x 2 memperlihatkan hasil uji diagnostik, yakni


hasil yang diperoleh dengan uji yang diteliti dan dengan hasil pada
pemeriksaan dengan baku emas. Sel a menunjukkan jumlah subyek
dengan hasil positif benar; sel b = jumlah subyek dengan hasil positif
semu, sel c = subyek dengan hasil negatif semu, sel d : subyek dengan
hasil negatif benar. Dari tabel ini dapat dihitung:
Sensitivitas = a: (a+c)
Spesifisitas = d: @+d)
Nilai prediksi positif = a: (a+b)
Nilai prediksi negatif = d: (c+d)

Ttrrr PoroNG (curorc PorNr)


Titik potong atau cutoff poinf adalah nilai batas antara normal dan
abnormal, atau nilai batas hasil uji positif dan negatif. Apabila
pengukuran variabel prediktor (uji) maupun variabel efek (baku
emas) dilakukan dalam skala dikotom yaitu positif dan negatif,
maka tidak diperlukan titik potong. Apabila skala hasil pemeriksaan
berbentuk ordinal misalnya +, ++, +++, maka dapat ditentukan titik
potongnya, misalnya sampai ++ dianggap normal, dan +++ adalah
abnormal. Demikian pula bila hasil pemeriksaan berskala numerik,
harus ditetapkan terlebih dahulu titik potongnya.

fi

-* {f'
Har diono D P uspone gor o dlck. 231

Langkah untuk mengubah variabel ordinal atau numerik menjadi


variabel dikotom ini mudah dilakukan dan tidak menyalahi prinsip-
prinsip pengukuran (Lihat Bab 4). Pada penentuan titik potong harus
dilakukan tawar-menawar, karena pada data yang sama peningkatan
sensitivitas akan menyebabkan penurunan spesifisitas, dan sebaliknya.

Contoh
Misalnya kita melakukan uji diagnostik untuk menentukan
apakah seorang penderita gagal ginjal ataukah tidak, dengan
memeriksa kadarureum darah. Alternatif titik potong kadar
ureum adalah 40 atau 50 mg/dl. Bila digunakan titik potong
4Om{dL,maka sensitivitas uji diagnostik lebih tinggi (lebih
sedikit diperoleh hasil negatif semu) karena lebih banyak
pasien yang didiagnosis sebagai gagal ginial, sedangkan
spesifisitasnya rendah (banyak positif semu), karena tidak
semua subyek dengan nilai ureum 40 mg/dl sebenarnya
mengalami gagal ginjal. Bila titik potong yang diambil 50
mgldl-, maka sensitivitasnya lebih rendah (lebih banyak hasil
negatif semu) karena sebagian pasien gagal ginjal dengan
nilai ureum belum mencapai 60 mg/dl akan luput dari
diagnosis, sedangkan spesifisitas lebih tinggi karena subyek
memang benar sakit bila kadar ureum 60 mg/dl.

Dalam tawar-menawar ini peneliti harus memperhatikan tujuan


utama uji diagnostik tersebut, apakah lebih dimaksudkan untuk
menegakkan diagnosis penyakit ataukah untuk menyingkirkan
penyakit. Caranya adalah dengan memperhatikan nilai positif semu
dan negatif semu. Bila kita ingin menghindari positif semu, misalnya
untuk menentukan apakah pasien perlu operasi berbahaya, maka
spesifisitas harus t^gg,meski sensitivitasnya menurun. Bila negatif
semu harus dihindari, misal pada skrining hipotiroid, titik potong
direndahkan agar sensitivitas meningkat meski spesifisitasnya menurun.

Rncnrwn IPERATIR ct-tRw (ROC)


ROC merupakan cara untuk menentukan titik potong uji diagnostik
berupa grafik yang menggambarkan tawar-menawar antara

il

:l
232 Ujidiagnostik

s
e
n
S

v
i
t
a
s

1 - Spesifisitas

Gambar 11-4. Receiaer operator curae, memperlihatkan tawar-menawar


antara sensitivitas dan spesifisitas suatu uji diagnostik. Upaya
meningkatkan sensitivitas menyebabkan menurunnya spesifisitas,
dan sebaliknya.

sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas digambarkan pada ordinat


Y sedangkan (1-spesifisitas) digambarkan pada absis X. Makin tinggi
sensitivitas makin rendah spesifisitas, dan sebaliknya (lihat Gambar
\L-4). Graflk dapat dibuat manual, atau dengan program komputer.
Bila titik potong diambil pada titikA, diperoleh spesifisitas sangat
tinggi yaitu 1-0 = 1, tetapi dengan sensitivitas yang rendah, yakni
0,25. Pada ekstrem lain, misal pada titik D, sensitivitas menjadi
sangat ti.gg yaitu 1 atat 100"/" tetapi spesifisitas hanya 1-0,6 = 0,4.
Titik B dan C adalah nilai yang moderat. Pemilihan titik potong ini
bergantung kepada tujuan uji diagnostik. Bila perlu sensitivitas yang
tirggt, geser titik potong ke arah C atau D, sebaliknya bila diperlukan
spesifisitas yangtinggi, geser titik potong ke arah B atau A.
Garis diagonal terdiri atas titik dengan sensitivitas = 1- spesifisitas.
Makin dekat kurva ROC ke garis diagonaf makin buruk hasilnya.
Titik potong terbaik adalah titik terjauh di kiri-atas garis diagonal.
r

t
Har diono D P usponegor o dkk. 233

PnEvnrENS, p o sr-TEST pRoBABrLrry, eRETEST


E posr-TEST IDDS
Prevalens adalah proporsi kasus dalam suatu populasi pada suatu
saat. Bila prevalens suatu keadaan X di area tertenfu adalah5o/o, maka
sebelum kita melakukan pemeriksaan apa pun kita anggap bahwa
kemungkinan tiap orang di daerah tersebut mengalami keadaan X
adalah 5%. Nilai uji diagnostik dilihat dengan kemampuannya untuk
menaikkan kemungkinan tersebuf dari5"/o ke nilai yang lebih tinggi.
Nilai uji diagnostik tidak.hanya tergantungpada sensitivitas dan
spesifisitas, tetapi juga pada prevalens penyakit dalam populasi. Bila
prevalens rendah, kecil kemungkinan subyek dengan hasil uji positif
memang menderita penyakit atau nilai positif semunya sangat tinggi.
Pada prevalens rendah, uji yang spesifik lebih penting dibandingkan
uji yang sensitif, sebaliknya penyakit yang mempunyai prevalens
yang tinggi memerlukan uji yang sensitif. Uji diagnostik untuk
mencari kasus sindrom nefrotik di populasi anak SMP harus spesifik
karena prevalensnya rendah. Sebaliknya untuk mendeteksi tuli pada
populasi pasien meningitis tuberkulosa yang mendapat streptomisin
memerlukan uji yang sensitif karena prevalensnya sangat ti.ggt.
Pada seorang subyek, prevalens penyakit disebut sebagai prior
probability atau pre-test probability, yang menunjukkan besarnya
kemungkinan seseorang menderita penyakit berdasarkan ciri
demografis dan klinis. Prior probability ini diperkirakan sebelum
dilakukan uji diagnostik. Misalny a prior pr ob ability sindrom nefrotik
pada anak sekolah (ciri demografis) yang sehat (ciri klinis) hanya
1%. Sebaliknya prior probability untuk hiperkolesterolemia pada
orang tua (ciri demografis) yang gemuk (ciri klinis) adalah B0%.
Statistik lain yang dapat diperoleh adalah pretest odds, yakni
besarnya kemungkinan seseorang sakit dibanding kemungkinan
ia tidak sakit sebelum dilakukan uji (ingat bahwa odds : probability
I (1-probability).Padatabel2x2pretest odds adala}l.= (a+c) / (b+d).
Dalam analisis hasil uji diagnostik pretest odds ini penting, karena
pretest odds bila dikalikan dengan rasio kemungkinan (likelihood
ratio,lihat bawah) akan menghasilkan post-test oilds,

{i

.rl
234 Ujidiagnostik

Nrrm DUGA (Pnnntcrtlrr rALUES)


Setelah hasil uji diagnostik diketahui normal atau abnormal, maka
tugas klinikus adalah menentukan ada atau tidak adanya penyakit;
untuk itu ia harus menjawab pertanyaan berikut:
L Bila hasil uji diagnostik positif, berapa besarkah kemungkinan
bahwa subyek tersebut menderita penyakit?
2 Blla hasil uji diagnostik negatif, berapa besarkah kemungkinan
bahwa subyek tidak menderita penyakit?
Kedua pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan
statistik lain dari uji diagnostik, yang disebut sebagai nilai duga
(preilictioe aalue) suatu uji diagnostik. Nilai duga ini terdiri atas
dua jenis, yakni nilai duga positif dan nilai duga negatif.
Nilai duga positif (ND+, atau NDP), disebut pula sebagai
predictiae oalue of a positizte test (PV+) ataupositioe preilictiae aalue
(PPV) adalah probabilitas seseorang benar-benar menderita penyakit
bila hasil uji diagnostiknya positif. Dalam tabel2 x 2, NDP adalah
perbandingan antara subyek dengan hasil uji Positif Benar dengan
Positif Benar + Positif Semu, atau NDP = a : (a+b). Lihat Tabel 11-3.
Nilai duga negatif (ND-, NDN) disebut p:ula predictizte oalue
of a n e g atio e t e s t (PY -') atau n e g atizt e p r e di ctio e zt alu e ( NPV) adalah
probabilitas seseorangtidak menderita penyakit bila hasil ujinya
negatif. Dalam tabel2 x 2 (Tabel 11-3) maka NDN = d : (c+d).
Nilai duga ini disebut juga sebagai posterior probability karena
ditetapkan setelah hasil uji diagnostik diketahui. Nilai ini sangat
berfluktuasi, tergantung pada prevalens penyakit, sehingga disebut
sebagai bagian yang tidak stabil dari uji diagnostik (aide infra).
Dalam praktik sehari-hari nilai duga ini (khususnya nilai
duga positif) merupakan statistik yang paling penting dalam
uji diagnostik. Bila dokter melakukan pemeriksaan, misalnya
untuk penyakit infeksi tertentu dan hasilnya positif, pertanyaan
selanjutnya adalah berapa besar kemungkinan bahwa pasien
tersebut benar-benar menderita penyakit infeksi yang dimaksud.
Dalam praktik dokter (apalagi pasien) tidak akan relevan untuk
menanyakan sensitivitas dan spesifisitas suatu uji diagnostik.

.rf
236 Ujidiagnostik

Boku emos

Positif Negotif Jumloh

Positif 45 l0 55

uii
Negotif 5 40 45

Jumloh 50 50 100

Gambar 11-5. Sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga suatu uji


diagnostik pada populasi dengan prevalens penyakit (persentase
subyek yang menderita sakit, atau baku emas positif, terhadap
seluruh subyek) sebesar 50% (50/100). Sensitivitas : 45150 = 90%;
Spesifisitas = 40150= 80%; ND+ : 45155 = 82%;ND - : 40145 = 89%

Baku emos

Positif Negotif Jumloh

Positif l8 16 34

uii
Nesotif 2 64 66

Jumloh 20 80 100

Gambar 11-5. Sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga suatu uji


diagnostik pada populasi dengan prevalens penyakit (persentase
subyek yang menderita sakit atau baku emas positif, terhadap
seluruh subyek) sebesar 20% (2011.00). Sensilivitas: 18/2A = 90%;
Spesifisitas -- 64lAO -- 80%; ND+ = 1,8134 = 55%; ND - = 64166 = 97%.

il

': !

t i*"
Hardiono D Pusponegoro dkk. 237

Rasro KEMUNGKTNAN (LrcnunooD RArra)


Statistik lain yang diperoleh dari studi uji diagnostik adalah rasio
kemungkinan (RK) atau likelihood ratio (LR), yakni besarnya
kemungkinan subyek yang sakit untuk mendapat hasil uji diagnostik
tertentu dibagi kemungkinan subyek tidak sakit akan mendapat hasil
yang sama. Jadi RK positif adalah perbandingan antara proporsi subyek
yang sakit yang memberi hasil uji positif dengan proporsi subyek
yang sehat yang memberi hasil uji positif. Dalam tabel2 x 2 maka:
RK positif = a/(a+c) : b/(b+d) = sensitivitas : (L-spesifisitas)

RK negatif adalah perbandingan antara proporsi subyek yang


sakit dengan hasil uji negatif dengan subyek sehat yang memberi
hasil uji negatif. Dalam tabel2 x 2 maka:
RK negatif = c/(a+c) : d/(b+d) = (1-sensitivitas) : spesifitas

Nilai RK bervariasi antara 0 sampai tidak terhingga. Hasil uji


diagnostik yang positif kuat memberikan nilai RK yang jauh lebih
besar dari 1, hasil uji yang negatif kuat akan memberikan nilai RK
mendekati Q sedang hasil uji yang sedang memberikan RK di sekitar
nilai 1. Nilai RK (positif) yang dianggap penting adalah L0 atau lebih.
Dengan mengetahui pretest probability (kemungkinan adanya
penyakit sebelum dilakukan uji, atau prevalens) dan RK uji diagnostik,
dapat diketahui post-test probability ftemungkinan adanya penyakit
setelah uji diagnostik). Penghitungan ini dapat dilakukan dengan
cara manual atau dengan kalkulator, atau lebih praktis dengan
bantuan nomogram.

LaucxaH-LANGKAH pENELITTAN DrAGNosrrK


Pelaksanaan uji diagnostik memerlukan langkah-langkah berikut:
L Memastikan mengapa diperlukan penelitian diagnostik
2 Menetapkan tujuan uji diagnostik
3 Memilih subyek

"rf
238 Ujidiagnostik

4 Menetapkan baku emas


5 Melaksanakanpengukuran
6 Melakukan analisis

'1, MErucnpe DTrERLUKAN uJI DrAGNosrrK BARU

Dalam hal ini harus diidentifikasi apakah misalnya uji yang saat
ini tersedia bersifat invasif, terlalu mahal, sulit, atau memerlukan
keahlian khusus, dan apakah uji diagnostik yang baru dapat
mengatasi kekurangan tersebut.

2 MrNsrapKAN Tr-rIrJAN UrAMA ulr DrAGNosrrK


Tentukan apakah uji diagnostik yang baru akan digunakan untuk
keperluan skrining, diagnosis, atau untuk menyingkirkan penyakit.
Uji diagnostik untuk skrining memerlukan sensitivitas yang tinggi;
bila uji diagnostik untuk skrining memberikan hasil positif, maka
perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan lainnya. Uji diagnostik
untuk konfirmasi diagnosis juga memerlukan nilai sensitivitas yang
tinggi dengan spesifisitas yang cukup, sedang untuk menyingkirkan
penyakif diperlukan uji dengan spesifisitas yang tinggi.

3 METETaPKAN SUBYEK PENELITIAN

Subyek yang direkrut untuk uji diagnostik sangat ditentukan oleh


tujuan penelitian. Peserta dapat direkrut dari relawan (sk"rining), pasien
yang berobat untuk penyakit lain (case finding), atau pasien dengan
keluhan tertentu (diagnosis). Jelaskan tempat uji diagnostik dilakukan,
apakah di masyarakaf puskesmas, atau rumah sakit rujukan.
Bila tujuan penelitian adalah untuk memperoleh uji diagnostik
guna menetapkan penyakit, maka subyek harus terdiri atas orang
sehat, mereka yang sakit ringan, dan sakit berat seperti yang
ditemukan dalam praktik sehari-hari. Besar sampel perlu ditentukan
agar dapatdiperoleh nilai dengan interval kepercayaan yang sempit.

il

i 4o
Har diono D P usp one goro dkk, 239

4 MrwprepxaN BAKU EMAS

Baku emas merupakan suatu hal yang mutlak dalam tiap penelitian
uji diagnostik. Telah disebut bahwa baku emas merupakan uji
diagnostik terbaik yang tersedia. Kadang suatu alat diagnosis secara
teoritis ideal dipakai sebagai baku emas, namun tidak layak dipakai
karena memberikan hasil salah. Misalnya diagnosis tuberkulosis
paru seharusnya adalah biakan M. tuberculosis yangpositif; namun
dalam praktik sedikit sekali biakan M. tuberculosis yang memberi
hasil positil baik pada dewasa, dan lebih-lebih pada anak. Oleh
karena biakan kuman tuberkulosis banyak memberikan nilai
negatif semu, maka ia tidak dapat digunakan sebagai baku emas.
Di sisi lain seringkali baku emas yang memadai tidak tersedia,
sehingga harus disepakati cara tertentu untuk dipakai sebagai baku
emas, misalnya dengan pengamatan jangka panjang, responsnya
terhadap terapi, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa baku emas tidak
boleh mengandung variabel prediktor yang diuji, dan sebaliknya
variabel prediktor juga bukan merupakan komponen baku emas.

5 MnrersANAKAN PENGUKURAN
Pengukuran terhadap variabel prediktor (alat diagnostik yang diuji)
maupun baku emas harus dilakukan dengan cara standar, dan
pengukuran harus dilakukan secara tersamar (masked, blinded),
yakni pemeriksa variabel prediktor (uji) tidak boleh mengetahui
hasil pemeriksaanbaku emas, dan sebaliknya. Karena itu seyogianya
ada 2 peneliti atau lebitu satu untuk menentukan hasil uji positif
atau negatTf, dan lainnya menentukan hasil baku emas. Dapat saja
peneliti hanya satu orang, tetapi harus didesain sedemikian sehingga
ia tidak mengetahui hasil alat diagnostik yang diuji pada saat ia
melakukan pengukuran dengan baku emat dan sebaliknya. Kriteria
positif atau negatif baik untuk uji yang diteliti maupun untuk baku
emas harus telah didefinisikan dengan jelas. Pada setiap subyek yang
diteliti harus dikerjakan dua cara pemeriksaan, yang masing-masing
telah distandardisasi. Apa pun hasil baku emas, uji terhadap alat harus
dilakukan dan sebaliknya, dengan cara yang distandardisasi tersebut.

.*
240 Ujidiagrnstik

6 MSLAKUKAN ANALISIS

Laporkan seirsitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dannegatif serta


likelihood r atio-ny a, masing-masing dengan interval kepercayaan
yang dipilih. Apabila hasil uji diagnostik berskala ordinal atau
kontinu, harus disertakan ROC.

CoNroH utr DrAGNosrrK


Seorang peneliti i.git menguji kegunaan USG untuk mendeteksi
keganasan nodul tiroid soliter. Langkah yang diperlukan adalah:
1 Memastikan mengapa diperlukan uji diagnostik baru. Dalam
hal ini peneliti misalnya berpendapat bahwa satu prosedur yang
non-invasif diperlukan untuk diagnostik dini keganasan tiroid.
2 Menentukan maksud utama uji diagnostik. Dalam hal ini tujuan
utama uji diagnostik baru adalah untuk menegakkan diagnosis.
3. Menetapkan subyek. Subyek dipilih dari pasien yang datang
dengan pembesaran soliter kelenjar tiroid ke suatu klinik tumor,
dengan menetapkan besar sampel agar studi yang dilakukan
mempunyai tingkat kepercayaan tertentu. Besar sampel untuk uji
diagnostik diperkirakan dengan menggunakan prediksi terhadap
sensitivitas atau spesifisitas, penyimpangan yang masih dapat
diterima, dan interval kepercayaan yang dipilih. Dengan rumus
untuk proporsi tunggal (lihatlah Bab l7), dihitung jumlah
subyek untuk sensitivitas (apabila yang diutamakan adalah
sensitivitas), atau spesifisitas (apabila yang diutamakan spesifisitas
uji diagnostik). Jumlah subyek total yang diperlukan mengikuti
hasil perhitungan tersebut, dengan memperhitungkan prevalens
penyakit di klinik tersebut.
Dalam uji diagnostik USG.untuk tumor tiroid, misalnya dari
pustaka diketahui sensitivitas uji diagnostik adalah 75"/"
(P=0,75). Bila dapat diterima penyimpangan (d) untuk sebesar
+10"/", dan interval kepercay aan 95"/" (cr : 005; zo = L,96), maka
dengan rumus untuk proporsi tunggal (lihat Bab 17):

il

.rl
H ar diono D P usp one gor o dl<k. 241

n = (1,962 x O,75 xO,25)l0,l2 =72


Artinya diperlukan 72 pasien dengan hasil ganas pada biopsi.
Dengan memperkirakan proporsi keganasan pada kasus tumor
di klinik tersebut, (misalrrya 40%), jumlah seluruh subyek yang
diperlukan =100140x72:180 pasien dengan tumor soliter tiroid.
4. Menetapkan baku emas. Baku emas yang dipergunakan adalah
pemeriksaan patologi-anatomik terhadap biopsi kelenjar tiroid.
Baku emas ini dipilih oleh karena memang merupakan modalitas
diagnostik terbaik untuk kelainan yang ditelitr, dan selama ini
selalu digunakan sebagai alat diagnostik untuk maksud tersebut.
5. Melaksanakan pengukuran. Peneliti melakukan pemeriksaan
USG pada semua subyek, menentukan apakah tumor tersebut
bersifat ganas atau tidak, kemudian membuat biopsi tumor serta
mengambil jaringan yang representatif. Pemeriksaan sediaan
patologi-anatomik dilakukan oleh ahli patologi-anatomik yang
tidak mengetahui hasil pemeriksaan USG. Hasil pemeriksaan
dinyatakan sebagai ganas atau jinak.
6. Melakukan analisis. Setelah pengumpulan data dilakukan
tabulasi hasil uji USG dan pemeriksaan baku emas PA untuk
tiap pasien seperti tampak pada Tabel L1-L. Dengan merujuk
kembali pada tabel 2 x 2 Gambar l1-3, perlu diingatkan bahwa
sel a berisi jumlah subyek yang pada pemeriksaan USG memberi
hasil uji positif (ganas) dan hasil PA positif, sel b berisi jumlah
subyek dengan hasil USG positif tetapi PA negatif (jinak), sel c
berisi jumlah subyek dengan hasil USG negatif tetapi PA positif,
dan sel d berisi subyek dengan hasil USG negatif dan PAriegatif.
Hasil tersebut disusun dalam tabel 2 x 2 (Gambar l'1.-71, sehingga
dapat dengan mudah dihitung sensitivitas, spesifisitas, serta nilai
prediksi positif dan negatif, masing-masing dengan interval
kepercayaan. Interpretasi sensitivitas serta interval kepercayaannya
adalah: sensitivitas USG untuk mendeteksi keganasan tiroid adalah
76,1o/", dan kita percaya bahwa 95% nilai sensitivitas pada populasi
yang diwakili oleh sampel tersebut, terletak di antara 64,5 sampai
85,4oh. Hal serupa juga berlaku untuk nilai spesifisitas dan nilai
prediksinya. Nilai rasio kemungkinan juga dapat dihitung.

.rl
242 Ujidiagnostik

Tqbel I l-1. Hqsil pemeriksqqn lumor kelenior tiroid dengon USG


. don pemeriksoonpotologi-qnotomik
Pqsien No. Hosil USG Hosil PA Tempolkon dolom sel

I gonos gonos o
2 iinok iinok d
3 iinok gonos c
4 gonos iinok b
5 gonos gonos o
6 iinok iinok d
7 iinok iinok d
8 gonos iinok b
dsf

Potologiqnqlomi

Positif Negotif Jumloh

Posilif 54 12 66

USG

Negotif 17 51 68

Jumloh 71 63 134

Gambar 11-7. Hasil pemeriksaan USG dan patologi-anatomik pada


134 kasus pembesaran kelenjar tiroid.

Sensitivitas54171 = =76,1"/" (IK95%:64,5 sampai 85,4%)


Spesifisitas5U63 = =81,5"/" (IK95%:69,1sampai 89,8%)
NP + 54166 = =87,8o/" (IK95%:70,4sampai90,2%)
NP - 51.168= =75,0"/" (IK95%: 63,0 sampai 84,7%)
Prevalens =7U1.34 =53,0"/o
RK+ :76,U(1-81,,5) =4,\
RK- =(1.-76,1)187,5 =0,77

.*
Har diono D P usp one gor o dl<k. 243

Derran PUSTAKA
Black WC, Armstrong P. Communicating the significance of radiologic test
result: The likelihood ratio. AIR 1986;1.47:13t3-8.
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: lange
Medical Books/McGraw-Hi11,2001.
Department of Clinical Epidemiology and Biostatistics. How to read clinical
joumals: II. To learn about a diagnostic test. Can Med Assoc I 1981';124:703-
10.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Guyatt G, Rennie D. users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
Hennekens CH, Buring JE. Epidemiology in medicine. Boston; Little, Brown
and Company, 19 87 :327 - 47 .
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemio.logic approach. Edisi
ke-2. Phllailelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2001.
Kramer MS. Clinical epidemiology and biostatistics. Berlin: Springer-
Yerlag,1988:20\-19.

il

.rf
24 Ujidiagnostik

Pfdd"ddd"r"

Uji diognostik merupokon teknik untuk meniloi keokuraton


modolitos diognostik boru dibandingkon dengan modolitos
diagnostik stondor, yang disebut sebogoi boku emos.
Uj i diagnosti k boru horus menjonj i kon keuntungan, misol nyo
lebih muroh, lebih mudah, kurang invasif don sebogainyo
dibonding dengan boku emos, meskipun sensitivitos don
spesif isitosnyo (sedikit) lebih rendoh.

Dolom uji diognostik diperlukon beberapo persyoroton


antoro loin hosil horus dolom skolo nominol dikotom,
komponen yang diuji tidok boleh merupokon komponen boku
emos.

Hosilyong diperoleh dori uji diognostik adqloh sensitivitqs,


spesif isitos, niloi prediksi positif don negotif , serto rosio
kemungkinon positif donnegatif. Untuk setiop stotistik
tersebut seyogyonyd disertokon interval kepercoyaannyo.
Podo sensitivitos dan spesif isitos yong somd, niloi prediksi
positif don negotif sangat dipengoryhioleh prevolens
kelainon yong diteliti.

Perlu ditetopkon maksud penggunoon uji diognostik. Untuk


skrining diperlukan uji diognostik dengon sensitivifos yong
tinggi. Apabilo tujuonnya untuk manyingkirkon keloinon,
diperlukan uji diognostik dengon spesif isitos yang tinggi,
untuk menghindorkon pengobotan otou tindokon terhadop
subyek yang tidok sakit.

Jl
Bab LZ -Analisis kesintasan
(Suwival analysis)

Sudigdo Sastroasmoro, Agus Firmansyah, Mardianis Sai4


Arwin P Akib, Syawitri P Siregar

alam bab-bab terdahulu telah dibahas pelbagai desain,


baik untuk studi sesaat, maupun untuk studi dengan
follow-up. Mengenai penelitian follow-up telah dibahas
penelitian kasus-kontrol yang berdimensi retrospektif,
penelitian kohort yang berdimensi prospektif, dan uji klinis yang
dianggap sebagai bentuk khusus studi kohort. Pada semua jenis
studi follow-up tersebrtt subyek diikuti selama periode tertentu.
Pada studi kohort, misalnya, subyek A yang masuk penelitian pada
tanggal 2Janu,ari1995, apabila pada penelitian ditentukan follow-
up selama 5 tahury maka subyek A akan diikuti sampai 1 januari
2000, kecuali apabila telah terjadi efek, misalnya meninggal. Subyek
B, yang mulai diteliti pada tanggal 6 Mei 1996 diikuti sampai
tanggal5 Mei 2001..Jadi, pada studi kohort semua subyek penelitian
diikuti dengan masa pengamatan yang sama, atau sampai subyek
mengalami efek. Artinya yang diteliti hanya apakah subyek mengalami
efek atau tidak, sedangkan saat ia mengalami efek tidak penting.
Dalam praktik banyak hal tidak dapat diteliti dengan cara tersebut.
Seringkali terjadi subyek masuk penelitian pada saat yang tidak sama,
sedangkan penelitian harus dihentikan pada suatu saat. Dengan
demikian maka diperoleh data follow-up yangtidak seragam. Subyek

il

J|
246 Analisisktsintasan

C telah diikuti selama 5 tahury subyek D 3 tahun, subyek M baru 2


minggu ketika penelitian dihentikan. Lebih lanjuf sebagian subyek
telah mengalami efek, sebagian belum, sebagian lainrrya hilang dari
pengamatan sehingga tidak diketahui nasibnya.
Dalam tata laksana pasien, baik bagi pasien maupun dokter,
saat terjadinya suafu efek merupakan hal yang sangat penting, bukan
hanya terjadinya efeknya saja. Misalnya, meskipun sebagian besar
pasien sindrom nefrotik yang telah remisi akan mengalami relaps
(kambuh), namun obat yang dapat memperpanjang masa remisi
sangat berarti bagi pasiery keluarga, dan dokternya. Demikian pula,
meskipun semua pasien kanker tertentu akan meninggal akibat
penyakitnya, para peneliti terus-menerus sibuk mencari regimen
yang dapat memperpanjang masa hidup. Perbedaan kematian yang
terjadi 1 tahun atau 10 tahun setelah terapi amat penting baik bagi
dokter maupun bagi pasien serta keluarganya. Untuk ini diperlukan
analisis yang melibatkan aspek saat terjadi efek, yang juga disebut time
dependent analysis, yang cukup banyak ditemukan dalam literatur
kedokterary khususnya dalam onkologi (medis maupun bedah).
Dalam bab ini dibahas dasar-dasar teknik analisis untuk data
follow-up yang memperhitungkan waktu terjadinya efek (time
dependent ffict), dengan periode waktu pengamatan terhadap tiap
subyek yang tidak seragam. Analisis ini disebut analisis kesintasan
(suraioal analysis) atau analisis tabel kehidupan (life table
analysis). Untuk ini dikenal beberapa cara; di sini diuraikan2 cara
yang sering digunakan yakni metode aktuarial (Cutler-Ederer) dan
metode product limit (Kaplan-Meier). Dalam buku ini hanya dibahas
pengertian dasar tentang analisis kesintasan beserta prosedur
analisisnya yang paling sederhana. Pembahasan mendalam dapat
dipelajari pada buku rujukan yang membahas khusus desain ini.

CoNroH DATA
Di bawah diajukan set data hipotesis; akan ditentukan kesintasan
(suraiaal) pasien leukemia limfositik akut (LLA) tipe L1 yang diobati
dengan protokol tertentu. Efek yang dinilai adalah kematian.

.i
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 247

Posien A didiognosis 20/01/95, meninssol Ol /12/97


Posien B didiognosis 02/O3/95, podo okhir penelition mosih hidup
Posien C didiognosis 03/O8/95, meningsol 12/O4/97
Posien D didiognosis 12/12/95, meninssol 22/12/99
Posien E didiognosis 17 /04/96, meninssol 22/06/96
Posien F didiognosis 30/1O/96, meninssol 22/12/99
Posien G didiognosis 12/O2/97, hilong dori pengomoton 26/05/98
Posien H didiognosis 25 /O7 , /97 hilong dori pengomoton 21 /06 /99
Posien I didiognosis 09111 /97, meninssol 07 /O8/99
Posien J didiognosis 02/01 /98, meninssol 20/12/99
Posien K didiognosis 20/11/98, podo okhir penelition mosih hiup
Posien L didiognosis 21 /O3/99, meninssol 22/06/99
Posien M didiognosis 29/O3/99, hilong dori pengomoton 22/O4/99
Posien N didiognosis 19 /09 /99, podo okhir penelition mosih hidup
Posien O didiognosis 20/1O/99, podo okhir penelition mosih hidup

Penelitian dimulai pada tanggal 1 Januari 1995, dandiakhiri tanggal


31 Desember 7999. Selama Periode tersebut tercatat 15 pasien LLA
baru yang didiagnosis. Lihat Gambar 12-1'. Bagaimana kita harus
merangkum data tersebuf dengan mengingat hal-hal sebagai berikut:
L pasien tidak masuk pada saat yang sama
2 sebagian pasien mengalami outcome (meninggal),
3 sebagian pasien hilang dari pengamatan dan tidak diketahui
nasibnya,
4 sebagian masih hidup saat Penelitian selesai.
Berikut ini kita lihat beberapa kemungkinan rangkuman data.

,1,
MENCHITUNG RERATA LAMA HIDUP
Kita dapat menghitung rerata lama pengamatan hanya Pada pasien
yang telah mengalami efek dibagi dengan jumlah Pasien yang
mengalami efek (yakni pasien A, C, D, E, F,I, J, L). Dari Gambar
12-1 diperoleh: 34+20+47+2 +3+2\+23+3 = 188/8 : 23,5 bulan.
Dengan cara ini timbul2 masalah:

il

i
248 Analisiskesintasan

A 34
B 57
c 20
D 47
E 02
F 38
G 14
H ----+----no 23
I 21
J 23
K 12
L 03
M 01
N 03
o 02

111195 111199 31112tO0

Gambar 12-L. Skema memperlihatkan saat pasien masuk penelitian


sampai akhir penelitian. Pasien yang mengalami efek diberi tanda kotak
hitam, sedangkan pasien yang tersensor, yakni pasien yang hilang dari
pengamatan atau masih hidup sampai akhir penelitian, diberi tanda
lingkaran. Lajur kanan menunjukkan lama pengamatan tiap pasien
(dalam bulan).

o Pasien yang hilang dari pengamatan atau yang masih hidup


sampai akhir penelitian tidak diperhitungkan.
o Nilai rerata sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrem. Misalnya
bila pasien D meninggal bukan 47 bwlan tetapi 2 b:ulan
setelah awal pengamatary maka nilai rerata yang diperoleh
akan berubah drastis dari 23,5 bulan menjadi 14318 : 17,9
bulan.
Oleh karena itu penghitungan rerata lama hidup hanya dari
pasien yang sudah mengalami efek saja bukan merupakan cara
yang baik untuk merangkum data seperti ini.

4B

"rf
S u di gd o S as tr o asmor o dlek. 249

2 MEruCHM;NG MEDIAN LAMA HIDUP


Median adalah nilai pengamatan yang terletak di tengalu setelah
semua nilai pengamatan disusun dari nilai yang terkecil sampai
terbesar. Penghitungan median lama hidup dapat menyingkirkan
pengaruh buruk nilai ekstrem, karena nilai ekstrem tidak mengubah
nilai median. Namun nilai median ini hanya dapat dihitung apabila
sekurangnya 50o/" pasien yang diamatt telah mengalami efek;bila ndak
maka pasien yang tepat terletak di tengah belum mengalami efek.
Jadi metode median tidak laik untuk merangkum data kesintasan.

3 MsNcHrruNG RATE oF strRvwAL


Pada metode ini sebagai pembilang (numerator) dijumlahkan masa
pengamatan semua subyek. Cara ini juga menimbulkan kesulitan:
o Apa penyebut (denominator)-nya? Bila penyebutnya semua
subyek, maka kesintasan menjadi lebih pendek dari yang
sebenamya; bila penyebutnya hanya subyek yang mengalami
efek, maka kesintasan lebih lama dari yang sebenarnya.
r Cara ini hanya mungkin dipakai untuk kurun waktu tertentu.
Bila dihitungrate of suraiaal l tahury maka lama kesintasan
sangat tinggi, bila dipakai rate of suraiaal L0 tahun semua
pasien mungkin telah meninggal.

4 METEvruKAN KESINIASAN PADA SAAT TERTENTU

Pada cara ini dihitung proporsi atau persentase subyek yang masih
hidup pada saat-saat tertentu, misalnya:
o Pada akhir tahun pertama berapa persen yang masih hidup
o Pada akhir tahun ke-2 berapa persen yang masih hidup
o Pada akhir tahun ke-3 berapa persen masih hidup, dst.
Pada cara ini pun ada masalah untuk menentukan penyebutnya:
apakah hanya pasien yang sudah meninggal, atau juga yang masih
hidup. Bagaimana dengan subyek yang tidak diketahui nasibnya?

il

.t
250 Analisiskesintasan

5 Mrrucrtm;Nc SUBYEK YANG MENGALAMI EFEK


PER UNIT WAKTU

Pada teknik ini dihitung subyek-waktu pengamatary misalnya n-


bulan atau n-tahun. Sebagai contotu bila 3 pasien meninggal dalam
waktu pengamatan 12 tahuru maka person-year eaent-nya menjadi 3
subyek-L2 tahury atau 0,25-subyek-tahun. Sepintas cara ini bagus
oleh karena memperhitungkan waktu, namun 3 pasien yang hidup
5 tahun sama artinya dengan 30 pasien yang hidup 6 bulan. Jadi
analisis jumlah subyek-waktu juga bukan pula cara yang laik untuk
merangkum data kesintasan seperti ini.
Uraian tersebut memperlihatkan bahwa pelbagai metode yang
dibahas dalam bab-bab sebelumnya tidak dapat digunakan untuk
menganalisis data yang mencakup waktu terjadinya efek, lama
pengamatan tidak seragam, dan sebagian subyek tidak diketahui
nasibnya atau hilang dari pengamatan. Keadaan ini menyarankan
suatu metode analisis khusus; metode yang tersedia ini disebut
sebagai analisis kesintasan (suraiaal analysis') atau analisis tabel
kehidupan (life table analysisl. Meskipun namanya (suruiual)
mempunyai konotasi hidup-mati, namun metode analisis ini dapat
diterapkan pula terhadap banyak kejadian klinis yang lain, seperti
reaktivasi pasien demam reumatik, berulangnya kejang, bahkan untuk
sesuatu yang diharapkary misalnya remisi pada leukemia, furunnya
testis pada kriptorkismus, kehamilan pada infertilitas. Syarat umum
adalah bahwa efek yang.diteliti hanya dapat terjadi satu kali; bila
efek dapat berulang, maka yang dinilai adalah efek yang pertama.
Dikenal pelbagai jenis teknik untuk analisis kesintasan ini, yang
dikelompokkan dalam teknik non-Parametrik, semi-parametrik,
dan parametrik. Teknik parametrik merupakan cara yang paling
kuat untuk menganalisis data kesintasan, namun perhitungannya
rumit dan sulit dipahami. Dalam bab ini diuraikan prinsip dua
teknik analisis kesintasan non-Parametrik yang paling banyak
digunakan dalam literatur kedokteran yakni metode aktuarial
(Cutler-Ederer) dan metode Kaplan Meier. Keduanya relatif mudah
dipahami ketimbang teknik semi-parametrik atau parametrik.

{B

.rl
Sudi gdo S astro asmoro dkk. 251

MnrooE AKTUARTAL
Metode inidikenal dengan nama metode Cutler-Ederer. Pada
metode ini ditentukan interval waktu yang dikehendaki; pemilihan
interval dilakukan dengan memperhitungkan karakteristik penyakit
atau efek yang dipelajari (dapat dalam hari, minggu, bulan, tahun).
Untuk kejelasan, skema pada Gambar T2-l diubah menjadi seperti
Gambar l2-Z,yakridengan cara menggeser awal pengamatan semua
subyek menjadi seolah-olah dimulai pada saat yang sama, yakni pada
awal penelitian. Kalkulasi akturial dilakukan dengan menggunakan
Tabel L2-1.

Svanal DAN ASUMSI DALAM ANALISIS AKTURIAL


Pada teknik aktuarial diperlukanbeberapa syarat dan asumsiberikut:
L Saat awal pengamatan harus jelas. Bergantung dari jenis penyakif
awal pengamatan dapat saat mula timbulnya keluhan, saat diagnosis,
atau mulainya terapi. Karena keluhan pada banyak penyakit dapat
salnar-samar, maka waktu yang sering diambil sebagai saat awal
pengamatan adalah saat diagnosis ditegakkan. Untuk pasien
keganasan hal ini dianggap memadai, namun untuk beberapa
kelainan yang diagnosisnya mungkin baru dapat ditegakkan
berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah awal penyakit, maka
metode tersebut tidak sahih. Contoh: artritis reumatoid, penyakit
jantung reumatik.
2 Efek yang diteliti harus jelas. Efek yang diteliti harus berskala
dikotom, hanya mempunyai dua nilai, misal normal- abnormal,
atau meninggal-hidup. Selain itu efek juga harus tidak bersifat
multipel, artinya setiap subyek hanya mengalami efek satu kali.
Bila efek yang diteliti adalah kematiary maka hal ini tidak akan
menjadi masalah. Namun bila efek yang diteliti tersebut bukan
kematiary melainkan kambuh atau remiii, maka harus ada cara
untuk memastikan subyek kambuh atau remisi. Apabila kriteria
sembuh atau remisi tidak jelas, maka dapat dipastikanbahwa data
yang terkumpul tidak sahih. Bila efek dapat terjadi berulang kali,
efek pertamalah yang dihitung dalam analisis.

J|
252 Analisiskesintasan

Keiadian withilrautal atau loss to folloTD-up harus independen


terhadap efek. Bila pasien tidak datang karena ia merasa sudah
sembuh, atau justru oleh karena ia merasa tidak akan tertolong
lagi, maka hal tersebut dapat memengaruhi kesahihan hasil
penelitian secara keseluruhan.
Risiko untuk teriadinya efek tidak tergantung pada tahun
kalender. Misalnya pada penelitian kesintasan yang berlangsung
lama, sepanjang periode penelitian tersebut tidak boleh terjadi
perubahan tata laksana yang signifikan yang dapat mengubah
prognosis. Bila ini terjadi maka pasien yang direkrut pada awal
penelitian tidak memperoleh perlakuan yang sama dengan
pasien yang direkrut pada akhir penelitian, sehingga kurva
kesintasan menjadi tidak valid.
Risiko untuk terjadinya efek pada interval waktu yang
dipilih dianggap sama. Bila dipilih interval pengamatan tiap
tahuru maka peluang untuk mengalami efek pada awal maupun
akhir tahun harus dianggap sama.
Pasien yang tersensor (tidak diketahui nasibnya) dianggap
mengalamiU2 efek. Jadi bila selama interval terdapat 2 pasien
tersensor, dianggap terjadi 1 efek.

PTnHm;NGAN PADA METODE AKTUARIAL


Langkah-langkah kalkulasi kesintasan pada cara aktuarial dilakukan
sebagai berikut (Lihat Tabel LZ-L, dan Gambar l2-2).
o Kolom (1) x: Interval yang dipilih, apakah dalam menit,
jam, hari, minggu, bulary ataukan tahun ditentukan oleh
peneliti, bergantung kepada sifat efek yang diteliti. Pada
contoh interval yang dipilih adalah dalam tahun.
o Kolom (21 l*= jumlah subyek yang hidup pada awal tiap
interval. Pada awal interval pertama semua pasien masih
hidup, yakni 1"5 pasien. Pada interval selanjutnya maka I*=
I*-w*-r-d, -r, yakni jumlah pasien yang hidup pada interval
sebelumnya dikurangi dengan jumlah kematian serta
znithdrawal pada interval sebelumnya.

Jl
S udigdo S astr o asmor o dkk, 253

Tqbel l2-1. Kolkulosi kesinloson podo melode oktuoriol

(1) (2\ (3) (4) (5) (6) FI (8)

q r,ply(C^12) dx q={/r" I p,=1<b,


I S*=p"p"2,dst

,:,:: kqqrgligl h!9 ry19-:kesintasan


lntenal .m aJ Jml ],Gufloql
,
"ni!go,.tmlqenso1,{! 1qk I

(14s) p*.M, g,qL9Te. t. sd-?IF


"
-t- - 999T9 :- lqgtg kumulatif
, "
intenal : intenai r intenal ; intenal :
:r:a,
'
""]gnE
intenat interr,al

15 :4 13 2 :O15i0,85: 0,85
I :2 b 3:0,38,0,Si0,53
4 :0 4 1 :0,25:0,75: 0,4O
3
-. :-. 9 5 z ;O,u i0,33 i __o..tC
1 1 o;5 0010,13
:t

A 34
B 5I
G e0
n {T
E It
F 3S
G t{
H l3
I 2l
J 23
It l2
t 03
H 0t
t{ 03
o 0e

Gambar 12-2. Skema memperlihatkan lama pengamatan bila semua


pasien dianggap masuk penelitian pada saat yang sama yakni awal
penelitian. Pasien yang mengalami efek bertanda kotak hitam. Di sisi
kanan tertera lama pengamatan (bulan) untuk masing-masing pasien.

dlB

^i
254 Analisiskesintasan

o Kolom (3) c, = Subyek yang tersensor selama interval yang


bersangkutan. Istilah tersensor menunjukkan subyek yang
tid ak diketahui nasibn y a, b alk y ang hilang dari pen gamatan
maupun subyek yang masih hidup saat penelitian dihentikan).
Pada contolr, terdapat empat pasien yang tersensor. Keempat
pasien tersebut dianggaP memPunyai risiko mengalami efek
masing-masing 1'12.
r Kolom (4, t, = Subyek yang at risk selama interval : jumlah
pasien pada awal interval dikurangi dengan pasien yang
tersensor; karena pasien tersensor dianggap mengalami 1/2
efek, maka jumlah tersebut dikalikan 1'12, atau: t,=1"-c*12.
Pada interval pertama, t": t$-/=lJ
o Kolom (5) d, = Subyek yang mengalami efek pada interval
bersangkutan; pada interval pertama pasien yang meninggal
adalah 2, sehingga dx = 2.
r Kolom (6) q" : haznrd = eaent rate surrsifal, yakni peluang
seorang subyek untuk mengalami efek bila pada awal
interval ia bebas efek. Jadi q*= d*lr*; pada contoh kita qx =
2113 :0,1538 (0,15).
o Kolom (7, p*, menunjukkan kesintasan pada interval, yakni
1- death rate = 1-0,1538 = 0,8462 (0.85).
o Kolom (8) S,, adalah kesintasan"kumulatif pada akhir
interval, yakni perkalian P*r X P*z X P.; X . . . .. P*j Pada contoh
S*, pada interval pertama adalah sama dengan p,:0, 8462
(0,85).
Dengan cara yang sama, kalkulasi kesintasan dilakukan pada
interval kedua, ketiga, dan seterusnya, sehingga akhirnya diperoleh
kesintasan kumulatif dari semua subyek yang ikut dalam penelitian.
Perhitungan manual ini telah digantikan oleh program komputer.
Meskipun data awal penghitungan analisis kesintasan dilakukan
dengan menggunakan tabel, namun dalam laporan akhir studi
analisis kesintasary hasil penelitian lebih sering dilaporkan dalam
bentuk kurva. Pada contoh, hasil yang diperoleh dari penghitungan
tabel disajikan dalam bentuk kurva kesintasan seperti tampak pada
Gambar 12-3.

{B

:l
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 255

K 1,0

E
0.8
s
I
0,6
N

T
o14
A

t 0,,
A

Gambar 12-3. Kurva tabel kehidupan 15 pasien ALL yang dibuat


berdasarkan data Tabel 12-L. Aksis kurva menunjukkan periode
pengamatan yang terbagi dalam interval yang ditentukan dengan
mempertimbangkan karakteristik penyakit dan efek yang dipelajari,
sedangkan ordinat menunjukkan kesintasan Tampak pada awal
pengamatan kesintasan adalah 100% (1,0); kemudian kesintasan
digambarkan pada tiap akhir interval, sampai akhir tahun ke-5.

MsropE KeprnN-MEIEn
Metode Kaplan Meier merupakan teknik analisis kesintasan yang
sering digunakan. Metode ini sering disebut sebagai product limit
method. Berbeda dengan metode aktuarial, pada cara Kaplan-Meier
tidak dibuat interval tertentu, dan efek atau outcome diperhitungkan
tepat pada saat ia terjadi. Lama pengamatan masing-masing subyek
disusun dari yang terpendek sampai yang terpanjang dengan catatan
subyek yang tersensor diikutsertakan. Metode Kaplan-Meier disusun
berdasarkan pada dua konsep sederhana, yakni:

ffi

i
256 Analisiskesintasan

Tqbel l2-2. Pengomclon l5 posien LLA disusun berdosorkon


insepsi (kolom kiri) dEn berdqsorkon urulon lomo pengcmclon
(kolom konon)

F, v.lyiy1-i?na F-qearai_ftj
,i
Pasien
,iP-etigl penqamatan
Lama P9ts"?n?19n1
" :Lam-q
j : (bulan) I

Tondo* menuniukkon bohwo posien mengolomi efek (meninggol)

o Pasien yang tersensor dihitung sebagai st risk hanya sampai


saat ia tersensor.
o Peluang untuk hidup 2 bulan sama dengan peluang hidup
pada bulan II, dan seterusnya.
Dengan adanya perbedaan asumsi tersebut maka analisis pada
metode Kaplan-Meier berbeda dengan perhitungan metode Cutler-
Ederer. Pada contoh kesintasan ke-15 pasienAl,I, di atas, perhitungan
kesintasan subyek yang diamati dengan cara Kaplan-Meier dilakukan
sebagai berikut: Lihat Tabel l2-2, L2-3, serta diagram Gambar l2-4.

"rl
Sudigdo S astro asmoro dlck. 257

Tcbel l2-3. Anolisis kesintqsqn menurul melode Kcplon-Meier

pt=1-qt ; st+lxpA$dst i

l(esintasan

:1
!--*--!*.-
t,
:: 20

0,1429 0,8571

1 0,2000
il

4 1 0,2500 0,7500 0,3830

Kolom (1) t = masa pengamatan tiap subyek dari insepsi ke


efek, termasuk subyek yang tersensor. Ini disusun dari yang
terpendek (lihat Tabel L2-28).
Kolom (2) r,= jumlah subyek dengan risiko pada saat t, yaitu
jumlah subyek yang masih hidup sesaat sebelum t. pada
baris pertama jumlah subyek yang masih diamati pada saat
pasien E meninggal adalah L4, karena pasien M sudah
tersensor pada saat pasien E meninggal, jadi pasien M tidak
lagi at risk, dan dalam kalkulasi diabaikan.
Kolom (3) d,: Jumlah kematian pada saat t. Dalam contoh,
jumlah pasien yang meninggal pada saat t adalah 1.

.r|
258 Analisiskesintasan

Kolom (4) q,: dtlrt = Denth rate pada saat t, yakni jumlah
kematian pada saat t dibanding dengan jumlah subyek st risk
pada saat I maka qr : 1,11,4 = 0,07\4
Kolom (5) p, = Kesintasan (suruiaal rate, eaent-free rate), yakni
1-qt=1-0,0714:0,9286
Kolom (6) St: Kesintasan kumulatif, yakni perkalian kesintasan
sampai akhir interval; S, = pr x pz x pe dst. Pada contoh, baris
pertama S,= pt : 0,9286. Pada baris kedua, kematian berikut
terjadi pada pasien L pada bulan ke-3, sehingga t = 3, pada saat
itu 1'umlah pasien at risk adalah 12 karena pasien M tersensor
dan pasien E sudah meninggal.
Perhitungan selanjutnya dilakukan dengan cata yang sama.
Hasil kalkulasi dapat disajikan dalam bentuk tabel, atau lebih
sering dalam bentuk kurve. Kurve yang dibuat atas dasar
kalkulasi pada Tabel l2-3 tampak pada Gambar 12-4.

K 1,0

s 0,8

0.6
N

T
o14
A

S O,z

Tahun

Gambar 1.2-4. Kurve Kaplan-Meier menunjukan kesintasan 15


pasien ALL

.rf
Sudigdo S astro asmoro dkk. 259

PEnnaNuNGAN ANTARA METoDE Currnn-EDERER


. DENGAN KAPTNN'MEIEN
Pada metode Cutler-Ederer dibuat interval arbitrer, yakni dengan
menganggap peluang terjadinya efek selama masa interval tersebut
dianggap konstan. Interval disesuaikan dengan karakteristik
penyakit; mungkin dalam hitungan hari, minggu, bulan, atau
tahun. Keadaan tersebut dianggap sebanding dengan pengukuran
dengan skala kategorikal. Pada metode Kaplan-Meier tidak dibuat
interval, dan terjadinya efek dicatat pada saat efek tersebut terjadi
(biasanya dalam tanggl); keadaan ini dianggap sebanding dengan
pengukuran variabel yang berskala numerik.
Metode Cutler-Ederer menyertakan subyek yang tersensor
dalam kalkulasi kesintasary dengan memberikan nilai sebesar 1'12
efek. Pada metode Kaplan-Meier, data pengamatan antara 2 efek
yang berurutan diabaikary dengan kata lain subyek tersensor hanya
bertindak sebagai subyek at risk sampai saat ia tersensor, namun
subyek itu sendiri diabaikan dalam kalkulasi kesintasan. Metode
Kaplan-Meier dapat digunakan pada data dengan jumlah subyek
yang sedikit, oleh karena efek tidak dikelompokkan dalam interval,
melainkan diperhitungkan sesuai dengan saat terjadinya efek pada
tiap subyek.

Inrrgnvar KEpERCAyAAN pADA ANATISIS KESINTASAN

Baik pada metode aktuarial maupun product limit seyogyanya


disertakan pula interval kepercayaan. Pada keduanya, karena
jumlah subyek yang diamati makin lama makin sedikit, maka
interval kepercayaannya makin menjadi lebar. Penyertaan interval
kepercayaan ini sangat dianjurkan, oleh karena dengan demikian
dapat diperkirakan kemungkinan kesalahan data pada sampel
dibandingkan dengan pada populasi. Interval kepercayaan dapat
dihitung dengan pelbagai formula, yang tidak dibahas disini.
Interval kepercayaan kesintasan dapat pula diperoleh dengan
bantuan perangkat lunak komputer.

Jl
260 Analisiskesintasan

PrnnnoaeN Ar\nARA 2 rennr KEHIDUpAN


Sering ingin diketahui apakah perbedaan antara 2 tabel kehidupan
semata-mata disebabkan oleh peluang ataukah perbedaan tersebut
dipopulasi memang ada. Misalkan dari200 pasienkanker dapat dibuat
2 kurve kesintasan terpisah berdasarkan umur pasien, yakni kurve
kesintasan dari 80 pasien yang berusia di bawah 35 tahun" dan kurve
kesintasan dari 120 pasien yang berusia 35 tahun atau lebih. Untuk
menguji hipotesis adanya perbedaan antara dua tabel kehidupan ini
ada beberapa cara, masing-masing dengan kelebihan dan
kekurangannya. Dua cara yang paling banyak dipakai adalah log-rank
test, salah satu aplikasi dari statistik Mantel-Haenszel (karenanya
disebut sebagai uji Mantel-Haenszel), dan cara Kaplan-Meier. Teknik
penghitungan uji tersebut tidak diuraikan disini; pembaca dapat
memeriksanya pada buku-buku daftar pustaka pada akhir bab ini,
sedang untuk pengerjaannya dapat digunakan pelbagai perangkat
lunak program komputer (misalnya Epistaf Stata SPSS).

Bns PADA ANALISIS KESINIASAN

Seperti semua uji komperatif, selalu terdapat kemungkinan


terjadinya bias, termasuk faktor perancu (confounding factor). Oleh
karena itu teknik untuk menyingkirkan pelbagai faktor perancu
(Bab 15) perlu diperhatikan, yakni dalam desairy termasuk inklusi
pasien dengan diagnosis yang akurat, atau dalam analisis. Definisi
operasional yang jelas, serta pengukuran yang sahih dan andal
merupakan hal-hal yang mutlak harus dipenuhi dalam studi analisis
kesintasan. Analisis multivariat yang kompleks mungkin perlu
dilakukan untuk mengontrol variabel perancu yang tidak dapat
disingkirkan dalam desain.

Pnocnau KoMpurER
Penghitungan kesintasan, baik pada metode aktuarial maupun
product limit,lumayan rumit dan memakan waktu, terutama bila

{i

t
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 261

subyek yang diteliti sangat banyak. Beruntunglah kita, karena saat


ini telah terdapat pelbagai program komputer untuk mengerjakan
perhitungan rumit tersebut. Pelbagai perangkat lunak komputer
dilengkapi dengan program analisis kesintasan, termasuk True
Epistat, SPSS, dan Stata. Dengan input data yang akurat sesuai
dengan perintah program komputer, maka hasil penghitungan dan
diagram kesintasan dari ribuan subyek dapat disajikan dalam
hitungan detik atau menit.
Salah satu perangkat lunak yang cukup sederhana namun
bermanfaat adalah True Epistat. Perangkat ini dapat dipergunakan
untuk menghitung analisis kesintasary dengan memberikan output
berupa tabel maupun kurve. Dalam menggunakan program
komputer untuk analisis ini, selain perlu diperhatikan perintah
komputer dan jenis masukan data yang diminta oleh komputer.
Sebagian program menghendaki summary data, yakni berapa lama
pengamatan pada tiap pasiery sebagian lainnya hanya menghendaki
tanggal awal pengamatan serta tanggal terjadinya efek ataupun saat
subyek hilang dari pengamatan. Sebagai ilustrasi berikut disajikan
data yang diperlukan oleh program True-Epistat untuk metode
aktuarial:
o Tanggal penelitian dimulai
r Tanggal masuk insepsi
o Tanggal hilang dari pengamatan
o Tanggal pasien mengalami efek
o Jumlah pasien
o Intervalyang dipilih
r Tanggal penelitian berakhir
Program-program statistika komputer lain yang lebih canggitr,
seperti SPSS atau Stata juga menyediakan perangkat untuk analisis
data kesintasan, baik dengan metode aktuarial maupun metode
Kaplan-Meier. Apabila terdapat 2 tabel kesintasan, tersedia pula
perangkat untuk menguji hipotesis apakah terdapat perbedaan
antara kedua tabel tersebut. Kemudahan yang ditawarkan oleh
pelbagai program komputer tersebut perlu diimbangi oleh peneliti
dengan kualitas data yang akurat karena komputer tidak tahu

:f
262 Analisiskesintasan

apakah data yang diperoleh mempunyai validitas dan reliabilitas


yang baik. Bila data dasarnya memiliki keakuratan yang tinggi,
dapat diharapkan akan diperoleh hasil analisis kesintasan yang
sahih dan andal.

KnTgglHAN ANALISIS KESINTASAN


Dengan analisis kesintasan dapat dihitung kesintasan data
follow-up, meskipun hanya ada satu subyek penelitian yang telah
memenuhi lama follow-up maksimal. Tentunya prediksi
kesintasan tidak dapat dibuat lebih lama dari masa pengamatan
terpanjang.ladi, tidak dapat dibuat kesintasan 6 tahury dengan
mengekstrapolasi data kesintasan 5 tahun.
Dapat dihitung interval kepercayaan yang dapat memberikan
gambaran kesalahan data pada sampel.
Meski semula teknik analisis ini dipergunakan untuk menghitung
masa harapan hidup, namun seperti diuraikan di atas, ia dapat
pula dipakai untuk membuat tabel untuk kejadian klinis lairu
seperti kejadian relaps, rekurens, remisi, komplikasi, dan lain
sebagainya. Terjadinya efek pada uji klinis, di samping dapat
dianalisis dengan uji hipotesis juga dapat dianalisis dengan
analisis kesintasan bila faktor saat terjadinya efek ingin
diperhitungkan.

Darrnn PUSTAKA
1 Armitage P, Berry G. Statistical methods ini medical research. Edisi ke-2.
Oxford: Blackwell Scientic Publications, 1987.
2 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood fM. Causal relationship in medicine. Oxford: Oxford University Press,
1988.
Ingelfiner jA, Mosteller F, Thibodeau LA, Ware JH. Biostatistics in clinical
medicine. Edisi ke-2. new York: Macmillan Publ. Co., 1987.
Kleinbaum DG. Survival analysis. New York: Spronger-Verlag:1996.

i
262 Anqlisiskesintasan

apakah data yang diperoleh mempunyai validitas dan reliabilitas


yang baik. Bila data dasarnya memiliki keakuratan yang tinggi,
dapat diharapkan akan diperoleh hasil analisis kesintasan yang
sahih dan andal.

KETUSIHAN ANALISIS KESINTASAN


1 Dengan analisis kesintasan dapat dihitung kesintasan data
follow-up, meskipun h anya ada satu subyek penelitian yang telah
memenuhi lama follow-up maksimal. Tentunya prediksi
kesintasan tidak dapat dibuat lebih lama dari masa pengamatan
terpanjang. jadi, tidak dapat dibuat kesintasan 6 tahun, dengan
mengekstrapolasi data kesintasan 5 tahun.
2 Dapat dihitung interval kepercayaan yang dapat memberikan
gambaran kesalahan data pada sampel.
3 Meski semula teknik analisis ini dipergunakan untuk menghitung
masa harapan hidup, namun seperti diuraikan di atas, ia dapat
pula dipakai untuk membuat tabel untuk kejadian klinis lain,
seperti kejadian relaps, rekurens, remisi, komplikasi, dan lain
sebagainya. Terjadinya efek pada uji klinis, di samping dapat
dianalisis dengan uji hipotesis juga dapat dianalisis dengan
analisis kesintasan bila faktor saat terjadinya efek ingin
diperhitungkan.

Dnrrnn PUSTAKA
1 Armitage P, Berry G. Statistical methods ini medical research. Edisi ke-2.
Oxford: Blackwell Scientic Publications, 1987.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood jM. Causal relationship in medicine. Oxford: Oxford University Press,
1988.
Ingelfiner JA, Mosteller F, Thibodeau LA, Ware JH. Biostatistics in clinical
medicine. Edisi ke-2. new York: Macmillan Publ. Co., 1987.
Kleinbaum DG. Survival analysis. New York: Spronger-Verlag:1996.

.r|
Su di gdo S astr o asmoro dkk. 263

Edd*
&# 6 *
F*FH "d r - #e ^* a.B.

Anolisis kesintoson diperlukan guno merongkum doto


follow-up dengon moso pengomofon yang tidok serogom. Doto
seperti ini seringkoli ditemukan dalom penelition klinis
moupun epidemiologis. Di dolom tota loksono posien, soot
timbulnya kejodion klinis songot penting disomping
kejodionnyo itu sendiri.
Duo metode onolisis kesintoson yang sering digunokon dolom
pusoko kedokteron yokni metode okfuariol don metode
product limif. Podo keduo metode terdopot babaropo syorot
don osumsi. Kolkulosi dopot dilokukon penghitungan secoro
monuol, nomun dolom proktik boik tabel maupun kurve dopot
dikerjokon dengan bontuon perongkot lunok komputar.
Meskipun nomonyo kesintosan (survival), nomun metode ini
dapot diteropkon untuk fenomeno klinis loin seperti remisi,
kekombuhon, hilongnyo gejolo klinis terfentu, berkurongnyo
ukuron tumor, don sabogoinyo.

Hosil kolkulosi kesintoson lebih sering disojikcn dolom


bentuk kurvo, don seyogyonyo disertokon niloi intervol
kepercoyoon.

Uji hipotesis ontoro duo tobel kahidupon dopot dilokukon


dengon beberapa coro; yong poling bonoyok digunokon
odoloh metode log-rank.

t
Bab 13 - Meta-analisis

Sudigdo Sastroasmoro

eta-analisis akhir-akhir ini makin popular dalam


penelitian biomedis, dan makin banyak ditemukan
dalam literatur kedokteran dan kesehatan. Benih
meta-analisis telah dirintis oleh Karl Pearson pada awal
abad yang lalu. Pertama kali meta-analisis diterapkan terhadap uji
klinis tahun 1955, namun kemudian teknik ini lebih dikembangkan
dalam disiplin ilmu-ilmu sosial pada dasawarsa 1970-an. Dalam
kedokteran klinis meta-analisis diperkenalkan kembali dalam ranah
epidemiologi klinik selama dasawarsa 1980-an, yang dengan cepat
telah memantapkan diri sebagai cabang penting biostatistika.
Sampai kini meta-analisis masih dalam tahapan perkembangan,
dan masih merupakan bahan diskusi di jurnal-jurnal kedokteran.
Masih ada kontroversi dan masalah yang belum terpecahkan dalam
meta-analisis, terutama dalam teknik statistika yang digunakan.
Namun teknik ini menjanjikan banyak hal yang dapat membantu
para dokter dalam memperoleh fakta yang lebih definitif untuk
tata laksana pasien maupun bagi pembuatan kebijakan kesehatan
yang berbasis bukti (euidence-based public health policy).
Dalam bab ini diuraikan secara.ringkas pengertiary prinsip dasar,
serta langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan dan
pelaporan meta-analisis, khususnya terhadap uji klinis. Selain
sebagai pengenalan meta-analisis, bab ini juga dimaksudkan agar
pembaca mampu memahami dan meiakukan telaah kritis terhadap

fi

i t;1 o
Sudigdo Sastroasmoro 265

artikel meta-analisis. Kelebihan dan keterbatasan meta-analisis


disajikan pada akhir bab. Berbagai teknik statistika yang digunakan
dalam meta'analisis, sebagian di antaranya masih kontroversial,
tidak dibahas karena di luar konteks buku ini.

PnNcnnrrnu
Banyak definisi meta-analisis yang dikemukakan oleh para ahli.
Kami berpendapat bahwa yang penting bukan definisinya kata
demi kata, namun pengertiannya. Dalam literatur kedokteran
dikenal artikel yang berupaya menggabungkan hasil banyak studi
orisinal, yang dikenal dengan nama integratiae literature. Jenis
integratiae literature yang paling lama dikenal adalah tinjauan
pustaka (literature reaiew, dikenal pula dengan nama reaiew article,
oaerztiew, atau state of the art reaiew). Artikel jenis ini bersifat naratif
dan tidak dibuat dengan sistematis, dalam arti: (1) penelusuran
dan pemilihan artikel yang hendak digabungkan umumnya tidak
dilakukan dengan kriteria yang ditetapkan sebelumnya; (2) kurang
dilakukan telaah kritis dan evaluasi sistematis terhadap kualitas
artikel. Akibatnya oaeraiew ini terancam bias; dapat saja penulis
(sadar atau tidak) memilih artikel yang mendukung pendapatnya
dan tidak menyertakan sumber lain yang bertentangan. Seorang
pemenang hadiah Nobel misalnya, menulis tinjauan pustaka yang
mengutip banyak-banyak makalah yang mendukung pendapatnya
(bahwa satu jenis vitamin dapat mencegah penyakit tertentu), akan
tetapi hanya mengutip 2 daribanyak penelitian yang telah dipublikasi
yang tidak mendukung pendapat tersebut.
Bentuk lain adalah tinjauan pustaka yang dibuat secara sistematis
dan terencana. Penulis (biasanya lebih dari satu) sejak awal telah
merencanakan dengan jelas jenis-jenis artikel yang digabungkary
strategi untuk penelusuran pustaka, serta penelaahan kualitas setiap
artikel. Bila tidak digunakan analisis statistika secara formal, tinjauan
pustaka jenis ini dinamakan sebagai review sistematik (systematic
reaiew), sedangkan apablla dilakukan analisis statistika formal
disebut sebagai meta-analisis.

fi

"rf
266 Meta-qnalisis

Istilah meta-analisis dan reztiew sistematik sering dianggap sama.


Sebagian mengatakan bahwa ketiga bentuk artikel tersebut secara
umum disebut sebagai tinjauan pustaka (reuiew article); tinjauan
pustaka yang disusun sistematis disebut tinjauan sistem ank ( sy stematic
reaiew| dan tinjauan pustaka sistematik yang menggunakan analisis
statistika formal disebut meta-analisis. Namun ada yang menganggap
bahwa penggabungan hasil2 penelitian atau lebih secara kuantitatif
dapat disebut sebagai meta-analisis, yang tidak harus berupa rersiew
sistematik. Lihat Gambar 13-1.

Meta-analisis Review sistematik

Meta-analisis Review sistematik

Gambar L3-1. Diagram Venn memperlihatkan hubungan antara tinjauan


pustaka naratif, reuiau sistematik, dan meta-analisis. Pada gambar atas
meta-analisis selalu disertai rwieut sistematik; pada gambar bawah meta-
analisis dianggap sebagai penggabungan kuantitatif 2 penelitian atau
lebitr, yang tidak harus disertai dengan reaislt) sisternatik.

{m

^i
Sudigdo Sastroasmoro 267

Meta-analisis didefinisikan sebagai suatu teknik statistika untuk


menggabungkan dua atau lebihhasil penelitianyang dapat digabung,
sehingga diperoleh data baru yang bersifat kuantitatif. Meta-analisis
paling banyak digunakan untuk menggabungkan uji klinis; ini
dapat dimengerti, karena desain uji klinis lebih baku dan memberi
bukti hubungan kausal yang paling kuat. Meta-analisis juga dapat
dilakukan terhadap berbagai jenis studi observasional, namun
mengundang lebih 6anyak masalah baik dalam metodologi maupun
perangkat statistika yang digunakar; karena bias lebih mengancam
pada studi observasional ketimbang pada uji klinis. Dilihat dari
prosesnya, meta-analisis dipandang sebagai studi observasional
retrospektif, dalam arti peneliti melaksanakan rekapitulasi data tanpa
manipulasi eksperimental.

Tu;unx META-ANALISIS

Tujuan meta-analisis pada umumnya tidak berbeda dengan jenis


penelitian klinis analitik lainnya, yaitu:
o Untuk memperoleh estimasi effect size, yaitt kekuatan
hubungan ataupun besarnya perbedaan antar-variabel.
r Melakukaninferensi dari data sampelke populasi, baik dengan
uji hipotesis (nilai p) maupun estimasi (interval kepercayaan).
o Melakukan kontrol terhadap variabel yang potensial bersifat
sebagai perancu (confounding) agar tidak menganggu
kemaknaan statistik dari hubungan atau perbedaan.
Effect size, yakni perbedaan kejadian efek antara kelompok
eksperimen dan kontrol, dalam meta-analisis merupakan gabungan
ffict size masing-masing studi yang dilakukan dengan menggunakan
teknik statistika tertentu. Karena pada umumnya pembuat meta-
analisis tidak memiliki data dasar penelitiary maka praktis dimensi
effect size yang digabungkan dalam meta-analisis sama dengan yang
dilaporkan dalam artikel yang digabungkan. Variabel efek pada
meta-analisis dapat berskala nominaf numerik, atau ordinal, seperti
akan diuraikan di bawah.

il

i
268 Meta-analisis

Semua tujuan tersebut dilandasi oleh alasan yang sama, yakni untuk
memperoleh gabungan dari banyak penelitian yang sudah dilakukan.
Sebagian besar penelitiary baik studi intervensi maupun observasi
jumlah subyeknya terbatas (hanya beberapa ratus atau beberapa
puluh saja) sehingga beda klinis yang penting memberi nilai p yang
tidak bermakna atau interval kepercayaan yang lebar.

LaNcraH-TaNGKAH DALAM pENyusuNAN


META-ANALISIS
Meta-analisis dapat dipandang sebagai suatu penelitian tersendiri,
dan seperti dikemukakan di atas, termasuk dalam desain studi
obseraasional retrospektif. Bila dalam penelitian klinis subyek penelitian
adalah peserta penelitian atau pasiery dalam meta-analisis'subyek
penelitiannya' adalah hasil atau artikel laporan hasil penelitian. Seperti
halnya dengan penelitian lairy peneliti (pembuat meta-analisis) harus
membuat usulan penelitian atau proposal yang rinci. Merujuk pada
format usulan penelitian seperti telah diuraikan dalam Bab 3, maka
usulan penelitian meta-analisis mencakup:

I Pendahuluan
1 Latar belakang pernyataan yang yang jelas mengapa perlu
dilakukan meta-analisis
2 Pertanyaan penelitian
a
J Hipotesis yang akan diuji
4 Tujuan dan manfaat penelitian

n Metodologi
1 Kriteria pemilihan (kriteria inklusi dan eksklusi) untuk artikel
penelitian yang akan disertakan dalam meta-analisis. Tentukan
apakah akan disertakan hasil penelitian yang tidak dipublikasi,
dan bagaimana cara menemukan hasil penelitian yang tidak
dipublikasi tersebut

t
Sudigdo Sastroasmoro 269

2 Metode untuk menentukan atau menelusur penelitiary dan siapa


yang akan melakukan penelusuran pustaka
3 Kriteria yang jelas untuk penilaian kualitas artikel penelitian yang
mencakup aspek desairu pelaksanaary serta analisis
4 Klasifikasi dan kodifikasi unit penelitian untuk digabungkan
5 Abstraksi kuantitatif hasil masing-masing penelitian
6 Rencana penggunaan statistika yang sesuai untuk penggabungan
hasil
7 Rencana interpretasi hasil dan program komputer yang digunakan
B Rencana pelaporan hasil
Perlu dikemukakan bahwa tidak ada baku universal dalam meta-
analisis. Abstraksi, penentuan kualitas, dan statistika yang digunakan
untuk meta-analisis dapat bervariasi, yang antara lain berganfung
pada jenis data dan substansi yang diselidiki. Pertimbangan utama
untuk menyertakan suatu sfudi dalam meta-analisis adalah relevansi
studi terhadap tujuan meta-analisis. Harus diiingat bahwa laporan
penelitian yang dipublikasi dalam jumal dapat merupakan rangkaian
(laporanpendahuluan sampai laporan akhir); kedua laporan ini tidak
boleh dimasukkan bersama karena berarti duplikasi data; hanya
laporan akhir yang disertakan. Pemilihan studi yang disertakan sama
penting dengan pemilihan metode statistika untuk menggabungkan
hasil. Dalam menyusun meta-analisis dituntut keahlian metodologi
maupun substansi, oleh karenanya pembuatan meta-analisis dalam
ranah kedokteran klinis memerlukan kerja sama yang erat antara
klinikus yang menguasai substansi dan ahli statistika yang memahami
teknik meta-analisis .

KruTEruN PEMITIHAN
Studi yang akan disertakan dalam meta-analisis bergantung pada
maksud meta-analisis. Karena itulah hipotesis pada proposal studi
meta-analisis amat membantu menentukan kriteria inklusi dan
eksklusi yang harus digunakan untuk mengidentifikasi studi yang
relevan yang akan digabungkan.

"rl
270 Meta-analisis

Peneliti harus menetapkan jenis dan rincian laporan yang akan


digabungkan. Untuk penggabungan uji klinis, perlu ditetapkan
apakah hanya akan disertakan uji klinis dengan randomisasi saja,
berapa jumlah subyek minimal yang dapat diterima, karakteristik
klinis pasien, intervensi yang dilakukary lama follow-up minimal,
outcome yang diperlukaru rentang umur subyek, dosis obat, serta
lain-lain rincian data yang diperlukan.
Juga harus ditentukan apakah meta-analisis hanya dilakukan
terhadap laporan penelitian yang telah dipublikasi atau mencakup
pula data yang tidak dipublikasi. Bila meta-analisis hanya dilakukan
terhadap laporan penelitian yang telah dipublikasi, maka mungkin
hasilnya tidak akan optimal, karena terdapatnya publication bias.
Telah diketahui bahwa peneliti enggan mengirim hasil penelitian
yang tidak bermakna, demikian pula editor cenderung menolak
laporan hasil penelitian tersebut. Peneliti juga cenderung mengirim
dengan hasil bermakna ke jurnal internasional, sedangkan yang
hasilnya tidak bermakna cenderung dikirim ke jurnal lokal. Jadi
publication bias rr.emang merupakan salah satu kendala yang nyata
dalam meta-analisis. Di lain sisi, apabila disertakan data yang tidak
dipublikasi dari pihak yang mempunyai kepentingain (misalnya
dari perusahaan farmasi), dapat pula mengundang masalah.
Hasil penelitian yang tidak dipublikasi antara lain dapat diperoleh
dengan menghubungi pusat-pusat penelitian tertentu yang biasanya
dikenal oleh peer group bidang studi terkait. Tentu tidak mungkin
bagi penulis meta-analisis untuk memperoleh seluruhhasil penelitian
yang tidak dipublikasi yang ada di seluruh dunia.

Srnr^rgcl pENELUSURAN LApoRAN pENELITIAN

Untuk penelusuran (searching) ba};'an studi harus ditentukan


kualifikasi penelusur (misalnya petugas perpustakaan dan peneliti).
Ini perlu ditekankan, karena kualitas penelusur sangat memengaruhi
jumlah dan jenis pustaka yang diperlukan. Untuk menelusur
artikel yang telah dipublikasi, database elektronik yang dapat
diakses sangat bermanfaat; namun apabila hanya cara ini yang
digunakan, mungkin akan terlewatkan hasil studi lain yang relevan.

Jl
Sudigdo Sastroasmoro 271

Oleh karenanya biasanya disarankan untuk melengkapinya dengan


pencarian manual, misalnya melalui lndex Medicus, daftar pustaka
buku ajar, tinjauan pustak4 publikasi lain. Untuk uji klinis, database
Cochrane Collaboration merupakan sumber rujukan yang amat
membantu.
Harus dijelaskan spesifikasi database yang dipakai, strategi
pencarian, periode waktu yang disertakan dan kata kunci yang
digunakan. Harus dijelaskan cara untuk memasukkan semua sfudi
yang ada yang memenuhi kriteria, termasuk juga kontak dengan
penulis, perangkat lunak yang dipakai (nama dan versi), pencarian
secara manual, bahasa selainbahasa Inggris, serta metode pencarian
hasil studi yang tidak dipublikast.
"

PnNILAIAN KUALIAS ARTIKEL


Artikel yang telah terkumpul harus diteliti satu demi satu. Pada
tahapan pertama harus dipastikan apakah semua artikel sesuai
dengan kriteria pemilihan yang telah ditetapkan. Apabila hasil
penelusuran awal sangat banyak, penyaringan dapat dilakukan
mulai dengan cara menilai judul makalah, kemudian dilanjutkan
dengan meneliti abstrak masing-masing artikel. Setelah dipastikan
sesuai dengan kriteria, kemudian setiap makalah dinilai kualitasnya
oleh peneliti. Pada umumnya penilaian dilakukan oleh dua orang
penilai (reaiewer) secara terpisah (independen), bila diperlukan
dengan menggunakan system score. Blla terdapat ketidaksesuaian
dilakukan diskusi untuk mencapai kesepakatan.
Oleh karena kualitas hasil penelitian yang akan digabungkan
tidak sam4 maka perlu diberikan pembobotan (weighting) terhadap
masing-masing artikel dengan kriteria yang dijelaskan. Misalnya,
studi yang menggunakan 200 subyek dengan teknik randomisasi
yang baik serta menggunakan teknik double blind tentu bobotnya
lain dengan studi yang melibatkan 40 pasien tanpa blinding. Untuk
pembobotan ini, meski tersedia beberapa cara, namun tidak satu
pun yang dapat dianggap sebagai metode standar; semua harus
disesuaikan dengan pertanyaan penelitian atau tujuan dibuatnya
meta-analisis.

4;

t
272 Meta-analisis

Tobel l3-1. Skolq voriqbel yong dopot digobungkan


dalqm mels-anolisis

A Hqsil berskolo numerik


o Perbedoon rerolq {meon difference)
b Perbedoon reroio yong distondordisosi (sfondordoized meon
difference)

B Hosil berskolo nominal


I Dalo nominol rrcn-komparalil
o Odds
b lnsidens
2 Dqtq nominol komporotif
o Rosio odds
b Risiko relotif
c Perbedoon risiko (risk difference)
d Number needed lo lreol

C Hosil berskolo ordinql

PgNccaBUNGAN HASIL STUDI


Penggabungan hasil berbagai studi secara kuantitatif merupakan
langkah yang paling menentukan dalam meta-analisis. Dalam
penggabungan ini diperlukan teknik statistika tertentu yang amat
mengundang beda pendapat. Berikut diuraikan beberapa prinsip yang
perlu untuk diketahui dalam penggabungan hasil banyak penelitian.
Penelitian asli yang digabungkan dapat memberi hasil akhir (outcome)
berupa data nominal, numerik, atat) ordinal. Dalam meta-analisis
penggabungan hasil banyak penelitian tersebut dilakukan sesuai
dengan data pada penelitian aslinya seperti tampak pada Tabel 13-L.
Seperti telah disinggung di atas, dalam penggabungan hasil, studi
dengan jumlah subyek berbeda dan kualitas berbeda tidak dapat
diperlakukan sama. Penelitian dengan jumlah subyek yang banyak

:l
Sudigdo Sastroasmoro 273

dan berkualitas lebih baik harus mendapatkan bobot lebih besar,


sedangkan studi dengan jumlah subyek yang sedikit serta kualitas
yang kurang baik mendapat bobot lebih kecil.
Bila hasil uji klinis yang digabungkanberskala numerik (misahrya
penelitian yang membandingkan obat untuk menurunkan kadar
kolesterol), maka yang digabung adalah beda rerata (mean dffirence)
antara kedua kelompok. Untuk meniadakan peran jumlah subyek,
beda rerata lebihbaik tidak dinyatakan dalam angka absolut, namun
dalam simpang baku (standar deuiation) berupa standardized mean
difference yaknibeda rerata dibagi dengan simpangbakunya. Karena
dalam perhitungan simpang baku telah disertakan jumlah subyel
maka dengan menyatakan hasil dalam standardized mean dffirence
dapat ditiadakan peran jumlah subyek pada masing-masing penelitian.

Efek

Yo Tidok Jumlqh

Eksperimen o*b

Kontrol c*d

iumloh b+d o*b*c*d

Gambar 13-2. Tabel2x2 memperlihatkan hasil uji klinis yang dapat


dilaporkan dalam meta-analisis. Odds untuk terjadinya efek pada
kelompok eksperimental: alb; odds untuk kelompok kontrol = c/d;
rasio odds: alb : cld: adhc; risiko pada kelompok eksperimental = a/
(a+b); risiko pada kelompok kontrol : c/(c+d); risiko relatif : al(a+b)
:a/(c+d); beda odds: ah - cld;beda risiko = a/(a+b) - c(c+d).

,f
274 Meta-analisis

Bila hasil penelitian berupa data nominal dikotom, penggabungan


hasil dapat dinyatakan dalam odds, insidens, beda risiko, rasio odds,
atau risiko relatif. Gambar 13-2 mengingatkan kembali makna
istilah-istilah tersebut yang telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu.
Seperti telah disebutkan" karena besar sampel pada tiap penelitian
tidak sama, maka menjumlahkan hasil masing-masing penelitian
dan menghitung reratanya tidak selayaknya dilakukan. Untuk ini
diperlukan teknik statistika tersendiri, yang jenisnya bermacam-
macam/ namun dapat dikategorikan dalam 2 kelompok, yaktifixed
fficts model dan random fficts model.
P ada fixed fficts mo ilel diasumsikan bahwa variabilitas di antara
berbagai penelitian semata-mata didasarkan oleh faktor peluang;
artinya apabila penelitian dilakukan tak terbatas, akhirnya akan
diperoleh hasil yang sama. Pada model ini uariabilitas antar-studi
diabaikan atau dianggap tidak ada, yang ada hanyalahaariabilitas
intra-studi berupa variabilitas berdasarkan faktor peluang. Dengan
teknik ini akan diperoleh nilai interval kepercayaan yang sempit
(namun mungkin tidak menggambarkan keadaan yang sebenamya).
Pada teknik random effects model, selain variabilitas intra-studi
juga diperhitungkan variabilitas antar-studi. Dengan teknik ini akan
diperoleh interval kepercayaan yang lebih lebar dibanding dengan
bila digunakan fixed fficts model. Namun apabila penelitian yang
digabungkan lebih kurang bersifat homogen, hasil yang diperoleh
dengan kedua model tersebut tidak banyak berbeda. Perbedaan
yang berarti antara hasil analisis dengan fixed effects model dan
random effects model baru terjadi bila hasil-hasil penelitian yang
digabungkan sangat bervariasi atau heterogen. Penulis kadang
menyertakan sekaligus hasil analisis dengan fixed effects model dan
random effects model.
Ahli statistika penganut aliran Bayes menyatakan terdapat
dimensi lain yang juga perlu diperhitungkan, yakni prior probability
distribution yang ditentukan oleh peneliti sebelum melihat data.
Dengan memasukkan dimensi ini maka interval kepercayaan
menjadi lebih lebar lagi. Oleh banyak ahli, teknik Bayes ini dinilai
kontroversial, oleh karena penentuan prior probability merupakan
proses yang bersifat subyektif.

.r
Sudigdo Sastroasmo 275

PnNITRnN HETEROGENITAS

Bagaimana bila hasil pelbagai studi yang akan digabungkan amat


heterogen? Dalam hal ini kita tidak dapat langsung menggabungkan
hasilnya. Yang biasa dilakukan adalah memastikan bahwa terdapat
heterogenitas, dengan cara: (1) teknik eye-balling - lihat legenda
Gambar 13-l; (2) menggunakan uji statisika: uji x2 dan I atau 12').
Bila ternyata pelbagai studi tersebut homogen, maka digunakan
eterogen, maka analisis yang sesuai adalah fixed effects model.
Bila hasil uji menunjukkanbahwa penelitian yang digabungkan
heterogen, maka random effects model yang diterapkan. Kekurangan
cara ini adalah p070er uji statistika menjadi rendah, sehingga gagal
menunjukkan perbedaan yang bermakna meskipun perbedaan
tersebut ada. Hasil yang heterogery asalkan kualitas studi dinilai
baik, tidak boleh diatasi dengan membuang hasil penelitian yang
merupakan outlier (amat berbeda dengan hasil lainnya). Bila yang
memberi hasil berbeda dibuang, maka prosedur yang sama dapat
berbeda hasilnya bila dilakukan terhadap populasi, waktu, tempat,
atau kondisi yang berbeda. Hal tersebut perlu dibahas secara
memadai dalam Diskusi.

PENvIIIAN LAPORAN META-ANALISIS


Seperti pada laporan penelitian lain, penyajian laporan meta-
analisis mencakup Pendahuluan, Metode, Hasil, dan Diskusi.
Prinsip-prinsip yang dikenakan juga sama dengan pada pelaporan
hasil penelitian lain (lihat Bab 19). Penyajian Hasil biasanya diawali
dengan karakteristik subyek penelitian, dalam hal ini berupa rincian
tentang penelitian yang disertakan dalam meta-analisis. Biasanya
disertakan tahun publikasi, karakteristik subyek, jumlah subyek,
rentang usia, randomisasi, lama pengamatan, dan hal lain yang relevan.
Hasil akhir meta-analisis sendiri biasanya disajikan dalam bentuk
grafik seperti pada Gambar 13-2 (untuk hasil berskala nominal
dikotom) dan Gambar 13-3 (untuk hasil berskala numerik). Pada
kedua gambar tampak garis vertikal yang menunjukkan tidak ada

:l
276 Meta-annlisis

Studi A (1987)

Studi B (1989)

Studi C (1991)

Studi D (1991)
t-
Studi E (1997)
-{i-
Studi F (1999)
-+
Studi G (2000)

0,1 0,2 0,5 1,0

Rasio odds
Eksperimental Kontrol lebih
lebih baik baik

Gambar 13-2. Hasil meta-analisis yang disajikan dalam forest plot,


memperlihatkan rasio odds masing-masing studi (kotak hitam)
dengan interval kepercayaannya (garis horizontal). Garis vertikal
menunjukkan rasio odds = 1 artinya tidak ada perbedaan antara
kelompok eksperimental dan kontrol. Rasio odds gabungan digambar
sebagai wai* @inmond). Agar interval kepercayaan simetrii disekitar
r asio odds, diagram dibuat dalam logaritme rasio odds. Pada contoh ini
6 di antara 7 studi yang digabungkan interval kepercayaanrrya hadilrrya
memotong garis vertikal yang dibuat melalui hasil puncak diamond
gabungan; ini adalah cara eye-balling, yang menunjukkanbahwa secara
keseluruhan studi yang digabungkan tersebut bersifat homogen yang
menunjukkan analisis denganfixed effects model memadai.

:l
Sudigdo Sastroasmoro 277

Studi A (1987) +
Studi B (1989)
-,F
Studi C (1991) {-r'
Studi D (1991)

Studi E (1997) +L
Studi F (1999)

-1,0 -0,5 0 0,5

Standardized mean difference


Eksperimental Kontrollebih
lebih baik baik

Gambar L3-3. Hasil meta-analisis yang disajikan dalam forest plot,


memperlihatkan beda rerata yang telah disesuaikan dengan jumlah
subyek atau standardized mean dffirence, SMD, untuk masing-masing
studi (kotak hitam) dengan interval kepercayaanya (garis horizantal).
Garis vertikal menunjukkan beda rerata = 0, artinya tidak ada
perbedaan antara kelompok eksperimental dan kontrol SMD
gabungan digambarkan sebagai wajik (diamond).Pada contoh ini 4
dari 6 studi interval kepercayaannya tidak memotong garis vertikal
dari nilai gabungan, yang menunjukkan bahwa kelima studi yang
digabungkan tidak homogen.

t
278 Meta-analisis

beda antara kedua hal yang diperbandingkan (beda rerata : 0


untuk hasil hasil numerik, rasio odds =I, artinya secara statistika
tidak bermakna (p>0,05); apabila interval tidak memotong garis
vertikal berarti secara statistika bermakna (p<0,05).
Gabungan nilai beda rerata atau rasio odds total seluruh penelitian
dan interval kepercayaannya digambarkan pada bagian akhir
grafik, berupa gambar wajik (diamond),lebar wajik menunjukkan
rentang interval kepercayaan. Interval kepercayaan untuk rasio odds
atau risiko relatif seharusnya bersifat asimetris; untuk membuatnya
simetris dan mudah diinterpretasi, maka interval kepercayaan
tersebut dinyatakan dalam bentuk logaritme. Dengan cara ini maka
interval kepercayaan rasio odds menjadi simetris, dan nilai rasio
odds sebesar 2 sama artinya dengan 0,5 namun dengan arah yang
berlawanan.
Salah satu keuntungan meta-analisis adalah diperolehnya
jumlah subyek yang banyak sehingga dapat dilakukan analisis
terhadap subgrup (misalnya hasil berdasarkan jenis kelamin atau
kelompok usia). Bila subyeknya hanya sedikit, hasil penggabungan
subgrup dapat dimasukkan dalam diagram hasil keseluruhan,
namun bila subgrupnya banyak hasil penggabungan subgrup
sebaiknya digambarkan dalam diagram terpisah.

ANausIS SENSITIVITAS
Untuk menilai apakah suatu hasil meta-analisis 'robust'(relatif stabil
terhadap perubahan) maka perlu dilakukan uji sensitivitas, antara
Iain dengan:
o Diidentifikasi terdapatnya publication bias.Semua penelitian
dinilai; bila memang ada publication bias, penelltian dengan
subyek paling banyak akan memberikan effect size yang
paling kecil. Bila hal ini terjadi, maka penelitian dengan
subyek paling sedikit dicoba untuk tidak diikutsertakan
dalam analisis. Bila hasil akhirnya tetap sama atau identik,
berarti publication bias tidak berperan cukup besar dalam
meta-analisis tersebut.

il

i
Sudigdo Sastroasmoro 279

o Dilakukan uji terhadap keadaan khusus. Misalnya ada


penelitian yang tidak sepenuhnya memenuhi kriteria
inklusi, yakni studi yang dihentikan sebelum seluruh
subyek masuk (interim analysis). Bila studi ini dikeluarkan
dari meta-analisis namun hasilnya tetap sama, berarti studi
yang dihentikan sebelum waktunya itu tidak memengaruhi
hasil secara keseluruhan. Hal yang sama dapat dilakukan
pada studi dengan jumlah subyek sedikit, dan seterusnya.

Mnrn-aNALISIS KUMULATIF
Salah satu bentuk meta-analisis yang relatif baru adalah apa yang
disebut meta-analisis kumulatif. Pada teknik ini hasil meta-analisis
tidak dinyatakan dalam simpulan akhir, tetapi dibiarkan'terbtka',
menunggu eaidence lain dari penelitian serupa yang memenuhi
kriteria. Data baru tersebut dimasukkan ke dalam meta-analisis,
dan dihitung rasio odds-nya; demikian seterusnya setiap kali ada
publikasai terbaru dan memenuhi kriteria pemilihan, data yang
tersedia dimasukkan ke dalam meta-analisis. Teknik ini biasanya
dipergunakan untuk studi meta-analisis terhadap suatu topik yang
tidak banyak dilaporkan dalam literatur.

PnUnNTAATAN META'ANALISIS DALAM TATA


LAKSANA PASIEN
Salah satu hasil yang cukup sering disertakan dalam penghitungan
meta-analisis adalah number needed to treat (NNT), yakni jumlah
pasien yang harus diobati dengan obat atau prosedur baru untuk
menambah satu keberhasilan (lihat Bab 23). NNT dapat dengan
mudah dihitung bila sajian meta-analisis dinyatakan dalam bentuk
beda risiko absolut (absolute risk reduction, ARR); NNT gabungan
adalah 1/ARR gabungan. Namun banyak ahli yang meragukan
manfaat NNT gabungan tersebut. Misalnya, dari banyak penelitian
jarang diperoieh karakteristik pasien yang benar-benar homogen.
Perhitungan statistika akan memaksakan sampel yang tidak

{r

.r)
280 Meta-analisis

homogen tersebut menjadi satu variabel; hal ini menyulitkan


penerapan pada pasien. Untuk itu disarankan agar NNT gabungan
ditelaah memperhatikan karakteristik pasien pada masing-masing
studi, sebelum diterapkan pada pasien. Sebagian ahli berpendapat
NNTyang diperoleh pada satu studi dengan jumlah subyek terbesar
dan secara metodologis paling baiklah yang dipilih untuk
diterapkan dalam praktik.

KnTngIrIAN DAN KETERBATASAN


META-ANALISIS
Setiap desain penelitian tentu implisit mengandung kelebihan dan
kekurangan; demikian pula meta-analisis. Kualitas meta-analisis
terganfung, untuk sebagianbesar, pada kualitas studi yang digabung.
Paduan banyak penelitian yang tidak adekuat sama buruknya
dengan masing-masing studi yang tidak adekuat tersebut. Dengan
demikian, maka studi yang diikutsertakan dalam meta-analisis harus
berkualitas baik. Berikut kelebihan dan keterbatasan meta-analisis.

KEIEnrneN
Meta-analisis mendorong pemikiran sistematis tentang metode,
kategorisasi, populasi, intervensi, outcome dan cara untuk
memadukan berbagai bukti. Metode ini menawarkan mekanisme
untuk estimasi besarnya efek dalam pengertian statistika (rasio
odds atau risiko relatif) dan kemaknaannya.
Penggabungan data dari berbagai studi akan meningkatkan
kemampuan generalisasi dan poTner statistika, sehingga dampak
suatu prosedur dapat dinilai lebih lengkap. Namun harus diingat
bahwa peningkatan power.akan memperbaiki nllai p sehingga
perbedaan yang kecil sekali pun dapat menjadi bermakna secara
statistika; padahal perbedaan tersebut belum tentu penting
secara klinis. Seperti telah beberapa kali diingatkan, bagi
klinikus yang lebih penting adalah nilai kemaknaan klinis.

{E

.t
Sudigdo Sastroasmoro 281

Jumlah individu yang bertambah banyak dalam meta-analisis


memberi kesempatan untuk interpretasi data tentang keamanan
atau bahaya dengan tingkat kepercayaan yang lebih besar.
Jumlah subyek yang besar juga memungkinkan untuk analisis
terhadap sub-grup yang tidak dapat dilakukan pada penelitian
aslinya. Misalnya efek intervensi pada lelaki atau perempuan
secara terpisah, atau efek intervensi pada kelompok usia tertenfu
tidak diperoleh pada uji klinis dengan 80 subyek, namun dapat
diperoleh bila subyek gabungannya menjadi 2000.
Hasil meta-analisis dapat memberi petunjuk penelitian lebih
lanjut, termasuk besar sampel yang diperlukan.

KErrnsATAsnN
Karena masih dalam taraf pengembangary masalah metodologi
menjadi salah satu kekurangan yang harus diperhatikan bila kita
membaca artikel meta-analisis. Hal-hal yang masih merupakan
kontroversi dapat dianggap juga merupakan keterbatasan atau
kekurangan meta-analisis, termasuk kesesuaian penggabungan
data berbagai studi, pengembangan model untuk mengukur
variabilitas, serta peran penilaian kualitas studi.
Bias publikasi merupakan masalah yang mengancam pada
meta-analisis. Meta-analisis yang hanya mencakup studi yang
dipublikasi mungkin tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, karena studi yang hasilnya negatif mungkin tidak
dipublikasi. Sebaliknya apabila disertakan data yang tidak
dipublikasi, harus diyakinkan bahwa sumber datanya tidak
mempunyai conflict of interest, dan sumber data yang tidak
dipublikasi tersebut harus ditelusur dengan teliti. Bias publikasi
sulit atau bahkan tidak mungkin dipastikan (bagaimana kita
memastikan bahwa peneliti tidak mengirim hasil penelitiannya?).
Yang dapat dilakukan adalah menduga adanya bias publikasi
dengan funnel plot, yakni diagram yang memperlihatkan
hubungan antara besar sampel dan effect size. Llhatlah Gambar
"t3-4.

.rf
282 Metu-analisis

Perbedaan mendasar antara meta-analisis dengan jenis penelitian


lain ialah bahwa pada meta-analisis data telah dikumpulkan,
pilihan peneliti terbatas dalam menyertakan atau menyingkirkan
studi-studi yang ada. Dengan demikiary besar sampel dalam
meta-analisis sangat dibatasi oleh studi yang relevan yang ada.
4. Dalam meta analisis peneliti biasanya harus mengikuti metode
yang dipakai oleh peneliti pertama untuk menilai hasil studi.
Keterbatasan meta-analisis lainnya adalah kelengkapan dan
kualitas yang tersedia dan metode statistika yang dipakai dalam
artikel asal.

B
e
s
o
f

s
o
m
p
e
I

Effect size

Gambar 13-4. Funnel plot untuk memperkirakan terdapatnya bias


publikasi. Absis menunjukkan beda hasil klinis (ffict size) tiap studi,
dan ordinat menunjukkan besar sampel. Peneliti diasumsikan akan
melaporkan apa adanya bila jumlah subyek cukup (daerah A dan
B). Studi dengan jumlah subyek'sedikit namun hasilnya positif juga
akan dilaporkan (daerah C). Daerah D menunjukkan studi dengan
besar sampel kecil dan hasil penelitian negatif. Bila daerah D kosong
patut diduga ada bias publikasi. Cara ini baru dapat dipercaya bila
jumlah penelitian cukup banyak, misalnya lebih dari 25.

t
Sudigdo Sastroasmoro 283

Srrupurex
Meta-analisis adalah suatu teknik statistika untuk menggabungkan
secara kuantitatif dua atau lebih penelitian orisinal. Meta-analisis
saat ini telah menjadi teknik yang penting dalam epidemiologi
klinik, meskipun masih menyisakan banyak masalah yar.g
terselesaikan. Termasuk dalam masalah ini adalah, kontroversi
tentang perlu atau tidaknya disertakan data yang tidak dipublikasi,
terutama bila menyangkut pihak yang mempunyai kepentingan
tertentu.
Meta-analisis secara metodologi dianggap sebagai studi
observasional retrospektif. Secara ringkas pembuatan meta-analisis
terdiri dari 4langkah, yakni: (1) identifikasi makalah yang akan
disertakan dalam meta-analisis; (2) seleksi, yakni penilaian kualitas
laporan penelitiary (3) abstraksi, berupa kuantifikasi hasil masing-
masing penelitian untuk digabungkan; dan (4) analisis, yakni
penggabungan dan pelaporan hasil meta-analisis.
Meta-analisis yang dilakukan dengan baik dapat memberi
informasi yang lebih definitif tentang hal-hal yang dilaporkan dalam
penelitian aslinya, termasuk effect size yang lebih pasti, interval
kepercayaan yang lebih sempit, serta analisis terhadap sub-grup.
Sebaliknya meta-analisis yang dilakukan kurang cermat dapat
memberikan informasi yang menyesatkan.
Penggabungan analisis statistika juga masih merupakan bahan
diskusi yang hangat. Seringkali data yang diperlukan untuk menilai
kualitas penelitian tidak lengkap dalam laporan penelitian yang
disertakan dalam meta-analisis. Untuk mengatasi hal ini sebagian
jurnal mensyaratkan peneliti untuk menyertakan data dasar hasil
penelitiannya. Apakah kecenderungan baru ini -yakni setiap
pengirim artikel penelitian harus menyertakan data aslinya- akan
berkembang, masih memerlukan waktu untuk menilainya.
Akhirnya harus diakui bahwa meta-analisis masih kurang
diapresiasi oleh para klinikus. Pada umumnya klinikus lebih
menghargai satu uji klinis yang besar daripada penggabungan data
dari banyak uji klinis kecil yang dilakukan dengan meta-analisis.

il

t
284 Meta-analisis

Di samping itu pemanfaatan hasil meta-analisis dalam tata laksana


pasien juga tidak selalu mudah. NNT (namber needed to treat) yang
dapat dihitung pada hasil akhir meta-analisis juga dinilai oleh
banyak pakar sebagai hal yang dapat menyesatkan.

Darran PUSTAKA
Egger M, Smith GD, Phitips AN. Meta-analysis: principles and procedures.
BMJ. 1997; 315;1533-7 .
Egger M, Smith GD. Meta-analysis: potentials & promise. BMJ.1997;315;1371-
4.
Egger M, Smith GD, Altman DG, Systematic reviews in health care - meta-
analysis in context. Edisi ke-2. London: BMJ Publ. 2001.
Friedman HP, Goldberg JD. Meta-analysis: an introduction and point of view
Hepatolo gy. 199 6 ;23 ;9 17 -28.
I."l TA, Secic M. How to report statistics in medicine. Philadelphia: American
College of Physicians; 1997.
Lyons LC. Meta-analysis: methods of accumulating results across research
domains. http: I lwwwL monumental.com/Solomon/Meta-analysis.html
Riegelman RK, Hirsch RP. Studying a study and testing a test. Edisi ke-3.
Boston: Little, Brown and Co. 1996.
Smith L, Haines A, Ebrahim S. Number needed to treat derived from meta-
analysies - sometimes informative, usually misleading. BMI. t999;318;1548-
51.
Stroup D, Berlin |A, Morton SC, Olokin I, William GD, Rennie D, et al. Meta-
analysis of observational studies in epidemiology. JAMA. 2000;283;2008-12.
10 Sutton AJ, Abrams KR, jones DR, Sheldon TA, Song F. Methods for meta-
analysis in medical research. Chichester: John Wiley & Sons, 2000.
11 Thacker ST, Peterson HB, Stroup DF. Metaanalysis for the obstetrician-
gynecologist. Am J Obstet Gynecol. t996;174;1403-7.

{m

t
Sudigdo Sastroasmoro 285

d^
&lffi
ffi##d
e##FS**
tr sffi@4@@ffiru

Meto-onolisis odoloh teknik stotistiko untuk


menggabungkon dua otou lebih penalitian orisinol yong
dopot digabungkon. Meto-onolisis dopot dipondang sebogoi
bog ion dar r sy s t emaf i c r ev i ew y ang menggunokon onol is is
stotistika formol
Meto-anolisis dipondong sebogoi penelition tersendiri, don
digolongkon dolom penelition observosional retrospekfif.
Subyek penelition podo meta-onolisis odoloh loporan
penelition orisinal, boik yong sudoh dipublikosi mouPun yong
belum.

Panyusunon meto-onolisis diowoli dengon usulon penelition


yang menyebut tujuan hipotesis, serto kriterio inklusi &
eksklusi studi yong hendok dilokukon meto-onolisis.
Penelususron subyek horus dilokukon dengan bontuon
komputer, nomun horus pulo dilengkopi dengan hand
searchimg

Meto-onolisis saot ini lebih banyok dilokukon terhodop uji


klinis, nomun adokecenderungon untuk melokukon teknik
ini podo studi observosionol.
Soloh sotu keuntungan meto-onolisis adoloh diperoleh'studi
boru' dengon jumloh subyek yong besor sehingga dapot
ditorik kesimpulon yong lebih def initif . Kelemohonnyo
terletok podo masoloh teknis yokni panggunoan stotistiko
yong tepot untuk penggobungon doto.

Podo meto-qnolisisuji klinis stotistiko yong sering digunokon


adoloh penghitungon rosio odds untuk doto nominol don
beda reroto untuk dota numerik. Kuolitos penelition
menentukon bobot mosing-mosing studi tidok soma.

it*
Bab L4.Penelitian kualitatif

Nastiti Kaswandani, Sudigdo Sastroasmoro


alam realitas dunia kesehatan, seringkali kita menjumpai
masalah atau pertanyaan yang sulit dijawab oleh
penelitian-penelitian pragmatis. Contohnya adalah
mengapa banyak orang tetap mempunyai kebiasaan
merokok padahal mereka mengetahui bahaya merokok, mengapa
pasien tidak mematuhi aturan minum obat sesuai yang dianjurkary
atau mengapa dokter memilih obat yang bukti efektivitasnya lebih
rendah daripada pengobatan lainnya. Jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan ini dapat diperoleh dengan mempelajari bagaimana
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaary serta motivasi subyek
terhadap aspek yang diteliti. Masalah kesehatan pada seseorang
dapat merupakan fenomena subyektif yang hasil akhimya bergantung
pada misalnya pemahaman pasien terhadap rasa sakit, kepatuhan
menjalankan pengobatan, faktor psikis, stres, adanya dukungan
sosial dari lingkungan dan sebagainya. Fakta-fakta tersebut dapat
dipelajari melalui penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif mempelajari seperti seorang dokter keluarga
mempelajari pasien dalam lingkungan alamiahnya, dengan faktor
persepsi dan sosial yang memengaruhinya. Penelitian kualitatif
berupaya untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang
pengetahuarL persepsi, sikap, kepercayaan, motivasi, serta perilaku
responden. Pada penelitian ini memungkinkan peneliti mendapatkan
hal-hal yang tersiratyang sebelumnya tidak pernah diungkapkan.

J|
N astit i Knsw an dani dkk.. 287

PsNcnnuAN PENELITIAN KUALIiATIF


kualitatif
Strauss and Corbin mendefinisikan pengertian penelitian
sebagai suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistika atau bentuk hitungan lainnya.
Peneliti dalam penelitian kualitatif mencari jawaban atas pertanyaan
mengapa dan bagaimana suatu keputusan diambil oleh subyek,
bukan sekedar apa, dimana, dan bilamana. Peneliti bertujuan untuk
merangkum secara mendalam perilaku subyek dan alasan-alasan
yang mendasari perilaku tersebut. Karena itu, penelitian kualitatif lebih
mengutamakan jumlah subyek yang sedikit namun terfokus daripada
sekedar jumlah subyek yang banyak.
Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Definisi lain
menyatakan bahwa penelitian yang mengkaji kualitas hubungan,
kegiatary situasi, atau material disebut penelitian kualitatif, dengan
penekanan yang kuat pada deskripsi yamg menyeluruh dalam
menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu
kegiatan atau situasi tertentu.

KONSNP DASAR DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Studi kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung


menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan
makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian
kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar
fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan serta memberikan
gambaran umum tentang latar penelitian dan bahan pembahasan
hasil penelitian.
Berikut adalah ciri-ciri pokok penelitian kualitatif
1 Investigasi secara natural (naturalistic inquiry), yaitu mempelajari
situasi dunia nyata secara alamiah, tidak melakukan manipulasi,;
terbuka pada apapun yang timbul.

&

.t
288 Penelitian kualitatif

Analisis secara induktif (inductiue analysis), yaitu mendalami


rincian dan kekhasan data guna menemukan kategori, dimensi,
dan saling keterkaitan.
Perspektif holistik (holistic perspectiae) artinya seluruh gejala yang
dipelajari dipahami sebagai sistem yang kompleks lebih dari
sekedar penggabungan dari bagian-bagiannya.
Data bersifat kualitatif (qualitatiae data) yaitu data disajikan
seca-ra deskriptif terinci, kajian/investigasi dilakukan secara
mendalam.
Kontak personal (personal contact). Peneliti berhubungan
langsung dan bergaul erat dengan orang-orang, situasi dan gejala
yang sedang dipelajari.
Sistem yang dinamrs (dynamic systems). Peneliti memperhatikan
proses serta menganggap perubahan bersifat konstan dan terus
berlangsung baik secara individu maupun budaya.
orientasi kasus bersifat unik (unique case orientation). peneliti studi
kualitatif menganggap setiap kasus bersifat khusus dan unik.'
Sensitivitas konteks (context sensitiaity), f aitu menempatkan
temuan dalam konteks sosial, historis dan waktu
Netralitas empati (emphatic neutrality). penelitian dilakukan
secara netral agar obyektif tapi bersifat empati
10 Fleksibilitas disain (design flexibility). Desain penelitian bersifat
fleksibel, terbuka beradaptasi sesuai perubahan yang terjadi
(tidak bersifat kaku)

PEnnEnAAN ANTARA PENELITIAN KUALITATIF


DAN KUANTITATIF
Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam
penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian
kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan akan
berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang
digunakan. Dalam penelitian kualitatif peneriti bertolak dari data,

il

.a
N as titi Kasw an dani dkk.. 289

memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir


dengan suatu "teori". Tabel 15-1 berikut merangkum perbedaan
antara penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Tobel l5-1. Perbedqqn melode kuonlitqtif dengon kuqlitqlif

No Metode Kuantitatif Metode Kualitatif

Hipotesis dirumuskan sejak Hipotesis dikembangkan sejalan


sebelum penelitian dengan penelitian
Definisi yang jelas dinyatakan Definisi sesuai konteks atau saat
sejak awal penelitian berlangsung
Reduksi data menjadi angka Deskripsi naratif/kata-kata,
ungkapan atau pernyataan
Menekankan reliabilitas skor Lebih suka menganggap cukup
melalui instrumen penelitian dengan reliabilitas penyimpulan
Penilaian validitas dengan Penilaian validitas melalui
berbagai prosedur yang pengecekan silang atas sumber
mengandalkan hitungan statistik informasi
Mengunakan deskripsi prosedur Menggunakan deskripsi prosedur
yang jelas dan terinci secara naratif
Pengambilan sampel secara acak Pengambilan sampel sesuai
(random sampling) tujuan ( p urp o s ia e s amp lin g)
Desain/kontrol statistik atas Analisis logis digunakan untuk
eksternal mengontrol variabel eksternal
Menggunakan desain khusus Mengandalkan peneliti dalam
untuk mengontrol bias prosedur mengontrol bias
10 Menyimpulkan hasil menggunakan Menyimpulkan hasil secara
statistik naratif
r. Memecah gejala-gejala menjadi Gejala-gejala yang terjadi dilihat
bagian-bagian untuk dianalisis dalam perspektif keseluruhan
"12
Memanipulasi aspek, situasi Tidak merusak gejala-gejala yang
atau kondisi dalam mempelajari terjadi secara alamiah /
gejaia yang kompleks membiarkan keadaan aslinya

i
290 Penelitiankualitatif

PnrucunapurAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang paling


sering digunakan adalah wawancara. Meskipun kelihatarurya mudah
dilakukan" namun cara melakukan teknik wawancara merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan mengumpulkan data.
Faktor yang penting dan sekaligus kunci sukses dalam organisasi
penelitian kualitatif adalah komunikasi dengan mengedepankan
kerahasiaan. Responden survei dan wawancara mendalam dan fokus
grup sering diminta untuk memberikan informasi secara terbuka,
jujur dan pribadi tanggapan tentang isu-isu sensitif, kekhawatiran,
persepsi dan pendapat tentang berbagai topik. Untuk mendapatkan
kebenarary peneliti harus benar-benar menjamin, bahwa identitas
peserta penelitian akan dirahasiakan dan dilindungi sepenuhnya.
Ada banyak macam teknik pengumpulan data pada penelitian
kualitatif, namun secara garis besar terdapat 3 metode utama, yaitu:

L Diskusi kelompok terarah (focus group discussion)

Pada metode ini peneliti membentuk kelompok kecil yang terdiri


atas beberapa responden untuk mendiskusikan suatu topik.
Kelompok kecil ini membuat responden merasa nyaman, tidak
terintimidasi sehingga dapat mengemukakan pendapat secara
bebas. Panduan topik diskusi biasanya telah disiapkan oleh peneliti
yang biasanya sekaligus menjadi pemimpin kelompok agar dapat
memastikan bahwa seluruh aspek yang berkaitan dengan topik
sudah didiskusikan. Jalannya diskusi seringkali direkam untuk
kemudian dibuat transkripnya untuk kemudian dianalisis.

2 Observasi langsun g (direct obserc ation)


Pada metode ini peneliti bertisaha untuk tidak terlihat sebagai
seorang pengamat tetapi justru menjadi bagian dari populasi yang
diteliti. Ini dimaksudkan agar mereka dapat menjalin pengertian
tentang nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan anggota populasi
tersebut. Data dapat dikumpulkan oleh pengamat eksternal yang

.r|
N as ti t i Kasw an dani dlck, 291

tidak ikut dalam proses diskusi. Pada proses ini peneliti kadang
menyiapkan daftar apa yang ingin diobservasi sebelumya, namun
bisa.juga peneliti membuat catatan-catatan hasil pengamatan setelah
selesai dilakukan observasi.

3 Wawancara mendahm (in-fupth interttiews)


Pada jenis wawancara ini peneliti menggali data sepertihalnya pada
diskusi terarah, namun subyek diwawancara secara individual.
Wawancara ini biasanya mencakup data secara luas namun
mengarah pada masalah tertetentu secara detil. Peneliti jarang
menggunakan daftar pertanyaan yang sudah menjurus seperti yang
sering digunakan pada penelitian kuantitatif. Peneliti mendorong
subyek untuk mengekspresikan pandangan secara panjang-lebar.
Salah satu teknik disebut dengan "the critical incident study" yaitu
subyek diminta memberikan komentar terhadap suatu kejadian
nyata. Teknik ini memberikan gambaran lebih dalam tentang
kepercayaan, sikap dan perilaku subyek.
Metode lainnya yang juga sering digunakan adalah metode
catatan harian (diary methods), role-play and stimulation, serta studi
kasus (case study).

Axausrs DATA

Pembahasan mengenai analisis data kualitatif layaknya dibahas


dalam bab tersendiri oleh karena menyangkut banyak prosedur
yang berbeda dengan pendekatan analisis data dalam penelitian
kuantitatif. Secara ringkas terdapat lima langkah dalam analisis
data kualitatif, meliputi:
"1. Familiarisation. Menggabungkan data dasar dengan mendengar
rekamary membaca transkrip, mempelajari catatan yang untuk
kemudian bertujuan membuat daftar ide dan tema yang
diperoleh
2 ldentifying a thematic framework. Mengidentifikasi semua
masalah penting, konsep, dan tema dari data yang diperoleh.
Hasil akhir dari tahap ini adalah indeks data secara detil, data-

.*
292 Penelitiankualitatif

data sudah dilabel sesuai dengan sub-kelompok.


J. Indexing. Mengaplikasikan kerangka tematik atau indeks secara
sistematik terhadap seluruh data dalam bentuk tekstular
menjadi kode-kode
4. Charting. Mengatur kembali data sesuai dengan kerangka
tematik dan membuat diagram
5. Mapping anil interpretation. Menggunakan diagram (chart)
untuk mendefinisikan konsep, memetakan fenomena alamiah"
dan menemukan asosiasi antara tema dengan pandangan yang
dapat menjelaskan hasil temuan.

PEwuusnN LAPoRAN STUDI KUALITATIF


Penelitian kualitatif akhir-akhir ini cukup banyak dipublikasi oleh
beberapa jurnal kedokteran terkenal. Urutan pelaporan penelitian
kualitatif tidak berbeda dengan laporan penelitian kuantitatif.

Introduksi
Introduksi berisi pandangan singkat tentang naskah, termasuk
pertanyaan penelitian serta latar belakang mengapa memilih
metode kualitatif.

Metode
Metode berisi pernyataan dan alasan yang jelas tentang teknik
pengumpulan data, misalnya mengapa memilih cara wawancara
terstruktur, bagaimana merekrut subyek, termasuk persetujuan
komite etik.

Sampling
Pada bagian ini harus dikemukakan pengambilan sampel subyek
dan setting penelitian. Pengambilan sampel pada studi kualitatif
berbeda dengan pada penelitian kuantitatif yang mengedepankan
probabilitas setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi subyek

t
N astiti Kaswandani dkk.. 293

penelitian, karena uji hipotesis yang akan dilakukan selalu berdasar


pada asas probabilitas; makinbanyak jumlah subyek padaummnya
makin baik. Di lain sisi, jumlah subyek pada penelitian kualitatif
biasanya hanya sedikit dan subyek dipilih sesuai dengan keinginan
peneliti (purposiae sampling).

Analisis data
Bagian ini menerangkan bagaimana data dianalisis, perangkat
lunak yang digunakan serta pendekatan analisis tertentu yang
dipilih.

Diskusi
Seperti halnya penelitian kuantitatif maka pada bagian diskusi
harus dipaparkan temuan serupa penelitian-penelitian lain serta
mengemukakan kemungkinan terjadinya bias yang memengaruhi
hasil penelitian.

Simpulan
Simpulanberisi ringkasan temuan utama penelitian yang menjawab
pertanyaan penelitian. Dalam simpulan diharapkan terjawab
mengapa terjadi perilaku tertentu dan pola pikir yang mendasari,
serta penjelasan tentang korelasinya dengan pengetahuan yang
sudah dimiliki.

PnNTTInAN CAMPURAN KUALITAIIF DAN KUANTITATIF

Penelitian campuran (mix e d m etho ds r e s e ar ch) ad alah penelitian yang


didesain untuk mengeksplorasi permasalahan secara filosofis
maupun metodologis, sehingga pengumpulan dan analisis data
dilakukan dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif secara
bersamaan. Studi ini biasanya dilakukan untuk mengeksplorasi
masalah yang kompleks, misalnya evaluasi terhadap pelayanan
kesehatan di ruang gawat darurat. Dengan kedua pendekatan

i
294 Penelitiankualitatif

tersebuf kombinasi hasil temuan akan menghasilkan pengertian


yang lebih baik dibandingkan dengan hanya menggunakan satu
metode saja.'
Pendekatan campuran ini memerlukan serial ketetapan yang
harus dibuat oleh peneliti, antara lain:
1 Pembobotan relatif terhadap kedua pendekatan yang berbeda
ini, apakah penelitian tersebut utamanya induktif atau deduktif
2 Langkah-langkah untuk mencampur data, merupakan langkah
penting untuk menghindari ketidak-adekuatan yang mungkin
terjadi jika perlakuan terhadap data kualitatif atau kuantitatif
tidak sejalan dengan prioritas yang ditentukan sesuai dengan
tahap sebelumnya. Data-data dapat diintegrasikan saat
pengumpulan data, interpretasi data atau saat pembahasan.
3 Urutan waktu pengumpulan data, biasanya ditentukan oleh
pada tahapan mana data akan digabung. Jika penggabungan
data dilakukan saat membahas hasil temuan maka tidak akan
menjadi masalah apakah pengumpulan data kualitatif atau
kuantitatif yang lebih dahulu dikerjakan.

KETEnmAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN


KUALITATIF

Meskipun banyak ahli mengkritisi penggunaan wawancara dan


diskusi terfokus secara berlebihan (dibandingkan dengan metode
lain seperti etnografi, observasi, studi kasus dan analisis dokumentasi
serta analisis percakapan) namun penelitian kualitatif yang
dikerjakan secara tepat memiliki beberapa kelebihan.

Kelebihan
o Permasalahan dapat diteliti secara lebih detil dan mendalam
o Wawancara tidak dibatasi oleh pertanyaan spesifik yang telah
dipersiapkary namun dapat diarahkan ke arah yang lebih
mendalam pada saat wawancara dilaksanakan

il

.l
N astiti Kasw andani dkk.. 295

Kerangka pikir dan arah penelitian dapat direvisi dengan


cepat oleh peneliti atas adanya informasi baru
Datd yang terkumpul didasarkan atas pengalaman individu
yang sangat kuat dan kadang lebih meyakinkan ketimbang
data kuantitatif yang bersifat data agregat
Pada penelitian kualitatif memang data seringkali didapat
dari sedikit kasus atau individu sehingga temuan tidak dapat
digeneralisasi ke populasi yang lebih besar. Namun temuan
dapat ditransfer ke situasi I setting yang lain.

Keterbatasan
o Kualitas penelitian sangat bergantung pada keterampilan
individu dan lebih mudah dipengaruhi oleh bias personal
dan idiosinkrasi peneliti
r Akurasi penelitian lebih sulit dipertahankary dianalisis dan
disajikan
o Besarnya volume data membuat analisis dan interpretasi
menghabiskan waktu yang lama
o Seringkali penelitian kualitatif tidak dapat dimengerti dan
diterima sebaik penelitian kuantitatif oleh komunitas ilmiah
o Kehadiran peneliti selama pengumpulan data (yang sering
tidak dapat dihindari dalam penelitian kualitatif) dapat
memengaruhi respons subyek.
o Saat menyajikan temuan penelitian, kerahasiaan identitas
subyek dapat menjadi masalah

DAFTAR PUSTAKA
Anderson C. Presenting and Evaluating Qualitative Research. Am J Pharm
Educ.2010;74;'141.
Cooper S, Endacott R, Chapman Y. Qualitative research: specific designs
for Qualitative research in emergency care? Emerg Med J. 2009;26:773-6.

.rl
296 Penelitiankualitatif

Creswell JW, Clark VLP. Designing and conducting mixed methods research.
SAGE Publicatiory Califomia 2007. h.1-19.
4. Greenhalgh T Taylor R. How to read a paper: Papers that go beyond numbers
(q ualitative research). BMl. 1.997 ;315:7 40-3.
5. Lasch KE, Marquis P, Vigneux M, Abetz L, Amould B, Bayliss I\4 dkk. PRO
development: rigorous qualitative research as the crucial {oundation. Qual
Life Res. 2010;19:1087 -96.
6. Pope C, Ziebland S, Mays N. Qualitative research in health care: Analysing
qualitative data. BMJ. 2000;320:114-6.
7. Rabiee F. Focus-group interview and data analysis. Nutrition Society
2004;63:655-60.
Sandelowski M, Voils CI, Barroso J. Defining and designing mixed research
synthesis studies. Res Sch. 2006;1,3:29.
9. Shaw RL, Booth A, Sutton AJ, Miller T, Smith JA, Young B, dkk. Finding
qualitative research: an evaluation of search strategies. BMC Medical
Research Methodology 2004, 4:5. Diunduh dari: http:llwww. biomed-
central. com/ 1 47 l -2288 I 4 I 5
10. Silverman D. Doing qualitative research. Edisi kedua. Sage Publication,
California. 2005. h.1-14.
11. Strauss A" Corbin J. Basics of qualitative research: grounded theory procedures
and technique. Edisi kedua. Sage Publicatiory California 1990.h.1-35
12. Thomas J, Harden A. Methods for the thematic synthesis of qualitative
research in systematic reviews. BMC Medical Research Methodology 2008,
8:45. Diunduh dari http://www.biomedcentral.com/1.471-228818145 doi:10.1186/
1471-2288-8-45
13. Winch Pj, Wagman JA, Malouin RA, Mehl GL. Qualitative research for
improved health programs. A Guide to Manuals for Qualitative and
Participatory Research on Child HealthU Nutrition, and Reproductive Health.
Department of International Health Johns Hopkins University, School of
Hygiene and Public Health.2000.

.*
N as titi Kasw andani dkk., 297

#*
ffi*tr $F "S
ry&ffiffi

Penelition kuolitotif berupoyo menjawob pertonyoon


mengopo don bagoimono subyek penelition mengombil
keputuson, tidok sekedor opo, di mano, dan bilomano.

Penel ition kuol itotif tidok mengondol kon onol isis statisti ko,
me lo i n kon pado des kr ps i dengon kecenderunqon pendekoton
i

induktif .

Podo studi kuontitatif hipotesis diformulssikan a priori,


sedongkon podo studi kuolitotif hipotesis dikembangkon
seloma penelition. Reduksi doto menjodiongka merupokon
halyong lazim dolom studi kuonitotif , sedongkon deskripsi
norotif lebih mendominosi studi kuolitotif. Simpulon
penelition, yong podo studi kuontitoif mengondolkon
stotistiko, podo studi kuolitotif jugo bersifot norotif
Tigo metode utomo dolom studi kuolitatif qdaloh diskusi
kelompok teroroh, observosi langsung, don wowoncoro
mendolom.
Kelebihan utomo studi kuolitotif qdolah permosolahon dopot
ditelti secoro lebih mendolom don rinci. Keterbotosan
utomanya odoloh ketergantunon yang kot podo kompetensi
penel iti untuk mengumpul kon, menganol isis, don
menyimpulkon doto.

Dikenol pula desoin gobungon studi kuontitotif don


kuolitatif yong mungkin sesuoi untuk menjowob perfonyoon
penelition yang sesuoi.

il

i
Bab 15 - Variabel dan hubungan
antar-variabel
Sudigdo Sastoasmoro, Asril Aminullah, Yusuf Rukman*,
Zakiudin Munasir

Jstilah 'variabel' telah berulang kali disebut dalam bab-bab


I terdahulu, akan tetapi belum diuraikan pengertian tentang
I variabel dan hubungan antar-variabel dalam penelitian. Dalam
J-bab ini variabel dan hubungan variabel diuraikan secara cukup
rinci oleh karena, seperti telah diuraikan dalam Bab 4, penelitian
selalu dilaksanakan dengan pengukuran terfradap variabel, dan
pada penelitian analitik dilanjutkan dengan upaya untuk mencari
hubungan antara 2 atat lebih variabel. Hanya dengan memahami
hubungan antar-variabel kita akan dapat melakukan perencanaan dan
analisis hasil penelitian dengan baik.

VanrnsEr
Variabel adalah karakteristik subyek penelitianyangberubah dari satu
subyek ke subyek lain. Seperti telah disinggung dalam Bab 4, yang
dimaksud dengan variabel adalah karakteristik suafu subyek, bukan
subyek atau bendanya sendiri. Misalnya, badan, kelamin, darah,
atau hemoglobin bukan merupakan variabel; yang merupakan
variabel adalah tinggi atau berat badan, jenis kelamin, tekanan
darah, atau kadar hemoglobin. Variabel harus diletakkan dalam

dr

.r)
Sudigdo S astr o asmoro dkk. 299

konteks penelitian. Misalnya, di sekolah dasar, jenis kelamin adalah


merupakan variabel, karena ia berubah dari satu subyek ke subyek
lainnya; tetapi di asrama perawat putri, jenis kelamin bukanlah
merupakan variabel, karena tidak berubah dari subyek ke subyek
lain, semua perempuan. Juga kelompok umur bukan merupakan
variabel pada neonatus, karena semua ada di kelompok yang sama,
yakni di bawah satu bulan. Identifikasi dan klasifikasi variabel sangat
penting karena berkaitan dengan pengumpulan dan analisis data.

Srarn vARTABEL

Dalam Bab 4 telah dijelaskan dengan rinci pelbagai skala variabel.


Disini perlu diingatkan kembali bahwa variabel dapat berskala
kategorikal (yang dibagi menjadi skala nominal dan ordinal), dan
skala numerik (yang dapat dibedakan menjadi skala interval dan
rasio). Juga telah dijelaskan bahwa pembagian jenis variabel ini
tidak hanya penting dalam proses pengukurary tetapi juga dalam
analisis data. Karena itu jenis-jenis variabel tersebut harus dipahami
dalam setiap tingkat penelitian.

DInagNsI VARIABEL DALAM PENELITIAN


Menurut fungsinya dalam konteks penelitian, khususnya dalam
hubungan antar-variabel, terdapat beberapa jenis variabel.

Va.nIagEL BEBAS DAN VARIABEL TERGANTUNG


Yang dimaksud dengan variabel bebas adalah variabel yang apabila
ia berubah akan mengakibatkan perubahan pada variabel lain;
variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini disebut
sebagai variabel tergantung. Variabel bebas sering disebut dengan
banyak nama lairy seperti variabel independen, predictor, risiko,
determinan, atau kausa. Sinonim variabel tergantung adalah
variabel dependen, efek, hasil, outcome, respons, atau eztent.

.rf
300 Var i ab el d an hub un g an ant ar -a ar i ab eI

Contoh
1 Pemberian obat A menyebabkan penurunan tekanan
darah.
2 Perbedaan kadar kolesterol pada siswa lelaki dan
peremPuan.
Pada contoh pertama pemakaian obat A merupakan variabel
bebas, sedangkan tekanan darah adalah varibel tergantung. Pada
contoh kedua, kadar kolesterol serum adalah variabel tergantung,
sedang jenis kelamin merupakan variabel bebas.
Perlu dipahami bahwa satu jenis variabel dapat berfungsi berbed4
bergantung kepada konteks penelitian. Misalnya dalam penelitian
tentang faktor risiko terjadinya hipertensi, tekanan darah merupakan
variabel tergantung (dengan variabel bebas misalnya faktor genetik,
konsumsi gararn, merokok, kegemukan, kebiasaan olah raga). Namun
dalam studi penyebab kematian pada manul4 hipertensi adalah (salah
satu) variabel bebas dengan variabel tergantung kematian. Pada studi
hubungan antara diabetes dengan stroke, hipertensi merupakan
variabel perancu (confounder) karena berhubungan dengan diabetes
dan dengan stroke (llhat bawah). Perlu diingatbahwa meski namanya
variabel "bebas-tergantung" atau variabel"kausa-outcome' namun
hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung tidak
selalu merupakan hubungan sebab-akibat.

VeruenEL PERANCU

Variabel perancu (confounding aariable) adalah jenis variabel yang


berhubungan dengan variabel bebas dan variabel tergantutg, tetapi
bukan merupakan variabel antara. Keberadaan variabel perancu amat
memengaruhi validitas penelitian. Identifikasi variabel perancu ini
amat penting karena apabila tidak, ia dapat membawa kita pada
simpulan yang salah, misalnya'disimpulkan terdapat hubungan
antar-variabel padahal sebenarnya hubungan tersebut tidak ada,
atau sebaliknya disimpulkan tidak ada hubungan antar-variabel
padahal sebenarnya hubungan tersebut ada. Perhatikan skema
hubungan antara variabel dalam Gambar 15-L.

il

i ,*o
S udi gdo S as tr o asm or o dld<. 301

qry9E_l

Gambar 15-1-. Hubungan antar-variabel. Penelitian mencari


hubungan antara variabel bebas dengan.efek. Variabel perancu
bukanlah variabel yang diteliti, namun dapat memengaruhi hasil
penelitian karena berhubungan dengan variabel bebas dan variabel
tergantung, dan bukan merupakan variabel antara. Variabel lain
yang tidak diteliti, yang hanya berhubungan dengan variabel bebas
saja (A) atau variabel tergantung saja (D) atau yang tidak berhubungan
dengan variabel bebas maupun tergantung (8, C, E) disebut sebagai
variabel luar.

Sebagai contoh kita tinjau penelitian yang mencari hubungan


antara kebiasaan minum kopi dan kejadian penyakit jantung
koroner (PJK) pada lelaki dewasa. Peneliti ingin menguji hipotesis
bahwa PJK lebih sering terjadi pada para peminum kopi ketimbang
pada bukan peminum kopi. Di sini yang bertindak sebagai variabel
bebas adalah kebiasaan minum kopi, dan variabel tergantungnya
adalah insidens PJK. Kebiasaan merokok dapat merupakan variabel
perancu/ oleh karena:

i
302 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar i ab el

lAl
I I t *'"*,
i. beoas i
[_'".*;-=l
I tergantung
I

\_/
l-**-
t_
p"11__i

'rurf l-l r ]--l ,ffffj,


tttl

E-] Ilrtrrl I

Gambar 15-2. Skema umum memperlihatkan hubungan antara


variabel bebas, tergantung, dan perancu.
A. Penelitian mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung; variabel perancu berhubungan dengan variabel bebas
dan dengan variabel tergantung.
B. Variabel M yang berhubungan dengan variabel bebas maupun
tergantung namun merupakan variabel arftara, sehingga bukan
merupakan perancu; ia tidak memengaruhi hubungan antara
variabel bebas dan tergantung.
C. Variabel V y*g berhubungan dengan variabel tergantung tetapi
tidak dengan variabel bebas, atau berhubungan dengan vlriabel
bebas namun tidak dengan variabel tergantung bukanmerupakan
perancu.

:l
Sudi gdo S astro asmor o dkk. 303

Gambar 15-3. Peran variabel perancu (yakni kebiasaan merokok)


dalam hubungan antara variabel bebas (kebiasaan minum kopi)
dan kejadian penyakit jantung koroner (PlK). Bila kebiasaan merokok
mempunyai hubungan positif dengan kebiasaan minum kopi dan
dengan kejadian PII(, maka akan ditemukan asosiasi semu antara
kebiasaan minum kopi dengan kejadian PJK.

o Kebiasaan minum kopi berhubungan dengan kebiasaan


merokok; lelaki perokok lebih sering minum kopi daripada
lelaki bukan perokok
. Kebiasaan merokok diketahui berhubungan dengan PJK

Jadi kebiasaan merokok memenuhi syarat sebagai perancu, oleh


karena ia mempunyai hubungan dengan kebiassan minum kopi
(variabel bebas) dan berhubungan dengan insidens P/K (variabel
tergantung). Lihat Gambar 15-3. Bila kebiasaaan merokok ini tidak
diidentifikasi, maka mungkin akan ditemukan hubungan positif
antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian PJI(, misalnya akan
diperoleh data bahwa subyek yang gemar minum kopi akan lebih
banyak yang menderita PJK dibanding dengan subyek yang tidak
gemar minum kopi. Hal ini mungkin benar, mungkin juga tidak.
Dapat sajayangsebenarnya terjadi adalah sama sekali tidak terdapat
hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian PJK,
namun ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan PJK;
perokok banyak yang minum kopi, jadi seolah kebiasaan minum
kopi berhubungan dengan kejadian PJK.

t
304 Var i ab eI d an hub u n g an an t ar -a qr i nb el

Hal yang sebaliknya dapat terjadi, yakni tidak ditemukan


hubungan antara variabel bebas dan tergantung pada sampel,
padahal sebenarnya hubungan ini ada, akibat pengaruh variabel
perancu yang bersifat negatif. Contoh berikut dapat menjelaskan
pernyataan tersebut.
Suatu penelitian berupaya mencari hubungan antara
kebiasaan makan permen dengan kejadian karies dentis. Bila
anak pemakan permen lebih rajin menggosok gigi daripada
anak jarang makan permen/ mungkin data yang terkumpul
tidak memperlihatkan hubungan antara kebiasaan makan
permen dengan karies dentis, padahal hubungan tersebut
sebenarnya ada. Dalam hal ini rajin menggosok gigi adalah
merupakan variabel perancu yang berhubungan negatif
dengan kejadian karies dentis, yang 'menyembunyikan'
hubungan antara makan permen dengan karies dentis. Lihat
Gambar 15-4.

Gambar L5-4. Hubungan antara kebiasaan makan permen (variabel


bebas) dengan kejadian karies dentis (variabel tergantung) dapat
'tersembunyi' apablla anak yang gemar makan permen lebih rajin
menggosok gigi daripada anak yang tidak gemar makan permen.
Rajin menggosok gigi merupakan perancu karena berhubungan
(positif) dengan kegemaran makan permen dan juga berhubungan
(negatif) dengan kejadian karies dentis.

ffi

.r
Su di gdo S astr o asmoro dkk. 305

Kedua contoh tersebut menunjukkan pentingnya penelusuran


pustaka yang komprehensif serta penggunaan akal sehat (common
sense), agar dapat dikenali kemungkinan adanya variabel perancu
dalam konteks penelitian yang direncanakan. Variabel perancu ini
merupakan sumber bias yang sangat penting, dan dapat terjadi
pada semua desain studi yang mencari hubungan antar-variabel,
baik pada studi cross-sectional, studi kohort, studi kasus kontrol,
maupun uji klinis. Perlu ditekankan bahwa apakah suatu variabel
merupakan perancu atau tidak, bergantung pada materi penelitian.

Colrounrnnrc By INDT:ATIIN
Para klinikus harus ekstra hati-hati menafsirkan data retrospektif
tentang hasil pengobatan dalam rangka pelayanan rutin. Data
pelayanan pada umumnya tidak distandardisasi dengan ketat
sehingga perlu kewaspadaan dalam menginterpretasinya. Terdapat
satu jenis faktor perancu yang harus amat diperhatikan bila kita
melakukan analisis retrospektif terhadap hasil terapi. Misalnya akan
dianalisis faktor risiko terjadinya kematiarrpada pasien dengue shock
syndrome (DSS). Selama tahun 2001 dirawat 100 pasien DSS; untuk
mengatasi renjatan (syok), pada 60 pasien diberikan larutan Ringer
laktat (RL) saja, sedangkan pada4} pasien diberikan RL dan plasma.
Ingin dilihat pengaruh pemberian plasma terhadap prognosis DSS.
Dari 40 pasien yang mendapat Rl+plasma, ternyata 20 (50%) pasien
meninggal sedangkan di antara 60 pasien yang hanya memperoleh
plasma hanya 6 (10%) yang meninggal. Tabel 2 x 2 disusun untuk
menghitung uji x2. lihat Tabel 15-1 dan Gambar 15-5.
Uji x'?menunjukkan hubungan yang bermakna antara pemberian
plasma dengan prognosis D55, yakni pasien yang diberikan plasma
secara bermakna lebih banya( yang meninggal daripada pasien
yang tidak diberikan plasma. Simpulan ini tidak sahitu oleh karena
tidak memperhitungkan bahwa indikasi pemberian plasma berkaitan
dengan derajat penyakit; pasien yang lebih berat (renjatan berulang
atau renjatan lama, renjatan dengan pendarahan hebat) lebih sering
diberi plasma daripada pasien yang penyakitnya lebih ringan.

It

.*
306 Var i ab el d an hub un gan an t ar -a ar i ab eI

Tobel l5-1. Hubungon ontoro pemberion plosmo don


prognosis pasien DSS

Hosil

Sembuh Tidok Jumloh

RL 54 60

RL * Plosmo 20 20 40

Jumloh 74 26 r00

x2=7,1 1; df = l, p <0,05

Pemberian
plasma . Prognosis

Renjatan berat, renjatan lama,


renjatan berulang, perdarahan

Gambar l5-5. Confounding by indication. Skema memperlihatkan


hubungan antara variabel bebas (yakni pemberian plasma) dengan
variabel tergantung (kesembuhan). Hubungan tersebut dirancukan
oleh indikasi pemberian pl.asma (penyakit yang berat), yang selain
berhubungan dengan pemberian plasma juga berhubungan dengan
prognosis. Fenomena ini dapat terjadi pada anilisis retrospektif hasil
pengobatan.

{;

.f
Sudigdo S astroasmoro.dlck' 307

Dalam konteks rni indikasi pemberian plasma merupakan perancu,


karena ia berhubungan dengan pemberian plasma (variabel bebas)
dan juga dengan prognosis (variabel tergantung). Fenomena tersebut
dinamakan sebagai confoundingby indication, yang bila tidak dengan
cermat diperhatikan dapat menjebak klinikus dalam menentukan
kebijakan pengobatan.

Cana MENGoNTRoL pERANCU


Melihat amat besarnya pengaruh variabel perancu terhadap hasil
penelitian, yakni dapat menimbulkan bias yang serius, maka
peneliti harus berupaya untuk:
o Mengidentifikasi setiap variabel perancu
o Menyingkirkan variabel perancu

Mengidentifikasi variabel perancu


Dalam hal ini orang yang paling mengetahui terdapatnya variabel
perancu adalah peneliti (yang menguasai substansi penelitian).
Caranya adalah dengan studi literatur komprehensif selain faktor
pengalaman dan logika. Di sini berperan pen)'usunan kerangka konsep
penelitian dengan mengidentifikasi semua variabel baik yang diteliti
maupun yang tidak, menggolongkannya, kemudian membuat
diagram hubungan antar-variabel dalam diagram yang jelas.

Menyingkirkan perancu
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan variabel perancu, yakni
dalam desain penelitian (yakni dengan cara restriksi, matching,
atau randomisasi), dan dalam analisis hasil penelitian (dengan
cara stratifikasi atau metode analisis multivariat). Menyingkirkan
perancu dalam desain dipandang lebih baik dan lebih kuat daripada
menyingkirkannya dalam analisis. Dalam analisis multivariat tidak
jarang dipakai pelbagai asumsi (misalnya asumsi distribusi normal)
yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh data yang dianalisis.

{a

ll
308 Var i ab eI d an hub un g an an t ar -a qr i ab eI

A Menyingkirkan perancu dalam desain

1 Restriksi'
Yang dimaksud dengan restriksi adalah menyingkirkan variabel
perancu dari setiap subyek penelitian. Misalnya, pada penelitian
observasional tentang hubungan antara kebiasaan kebiasaan minum
kopi dengan kejadian penyakit jantung koroner; karena kebiasaan
merokok merupakan variabel perancu, maka subyek yang dipilih
@aik pada kelompok peminum kopi atau kelompok kontrol) adalah
mereka yang bukan perokok. Jadi kebiasaan merokok merupakan
salah satu kriteria eksklusi baik untuk kelompok yang diteliti maupun
kelompok kontrol. Teoritis cara ini sangat efektil karena pengaruh
kebiasaan merokok praktis dapat dinafikan dari hasil penelitian,
sehingga bila didapatkan asosiasi antara kebiasaan minum kopi dengan
penyakit jantung koroner, hubungan ini bebas dari peran kebiasaan
merokok. Namun cara ini mempunyai kelemahan yangnyata, yakni:
o sulit memperoleh subyek penelitian, karena dalam dunia
nyata seringkali peminum kopi adalah juga perokok
o generalisasi hasil penelitian menj4di terbatas, oleh karena
dalam alam nyata banyak peminum kopi yang juga perokok

2 Matching
Matching adalah proses menyamakan variabel perancu pada kedua
kelompok. Dikenal dua jenis matching yakni frequency matching
dan indiaidual matching. Pada frequency matching pemilihan subyek
dan kontrol dibatasi oleh faktor yang diduga merupakan perancu
yang nyata. Pada studi tentang pengaruh pil KB terhadap agregasi
trombosit, pemilihan subyek dapat dibatasi kelompok umu{, status
reproduksi, dan jumlah anak. Namun cara ini masih terlalu longgar,
sehingga tidak cukup untuk menyingkirkan perancu. Yang dapat
menyingkirkan peran perancu dengan efektif adalah indioidual
matching. Misalnya, bila subyek dalam kelompok yang diteliti
(peminum kopi) adalah perokok, maka untuk kontrol dicari pasangan
subyek yang tidak minum kopi tetapi perokok; demikian pula bila
subyek bukan perokok, dicari pasangannyayarLg bukan perokok.

.rf
Sudigdo S astroasmoro dkk. 309

Kelebihan indiaidualmatching sama dengan restriksi, oleh karena


variabel perancu pada kedua kelompok telah disamakary sehingga
tidak berperan dalam hasil. Namun kelemahannya juga besar, oleh
karena bila perancunya banyak, konsekuensinya harus dilakukan
matching terhadap banyak variabel, sehingga menjadi sulit mencari
kontrolnya. Kekurangan lainnya adalah kemungkin an terjadi oaer -
matching, yakni matching terhadap variabel yang sebenarnya bukan
merupakan perancrl, sehingga di samping sulit mencari subyek
dan kontrol, juga menyebabkan distorsi hasil penelitian. Di lain sisi
mungkin saja terdapat perancu yang cukup kuat namun tidak
diketahui; dalam hal ini maka dengan sendirinya peran perancu tidak
terdeteksi. Pemilihan variabel untuk matching (matching aariables)
bergantung pada jenis penelitian. Pada umumnya sebagai matching
aariables ditentukan beberapa variabel yang berperan penting dalam
prognosis (biasanya 2 ataw 3 variabel, karena makin bany ak matching
aariable makin sulit pula memperoleh subyek).

3 Randomisasi
Randomisasi dalam uji klinis merupakan cara yang efektif dan
elegan untuk menyingkirkan pengaruh variabel perancu. Dengan
randomisasi (Bab 10), maka variabel perancu terbagi seimbang di
antara 2 kelompok. Kelebihan lain adalah variabel perancu yang
terbagi rata tersebut meliputi baik variabel perancu yang pada saat
penelitian sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Ilustrasi
di bawah ini dapat memperjelas hal tersebut.
Dalam uji klinis untuk menilai manfaat obat tradisional tertentu
dalam menurunkan kadar kolesterol total dilakukan randomisasi;
sebagian subyek diberikan obat tradisional, sebagian diberikan
plasebo. Dengan randomisasi maka semua karakteristik subyek
terbagi rata pada kelompok yang diteliti dan kelompok kontrol. Jika
kebiasaan makan mentimun di kemudian hari temyata mempunyai
hubungan dengan kebiasaan minum obat tradisional dan juga
dengan kadar koiesterol (perancu), maka hal tersebut tidak akan
memengaruhi hasil penelitiaru oleh karena dengan randomisasi ia
sudah terbagi seimbang pada kedua kelompok.

.r|
310 Var i ab el I an hub un gan an t ar -v ai ab el

Demikian pula bila setelah randomisasi terjadi pajanan terhadap


variabel lain, asalkan pajanan tersebut mungkin terlad! pada kedua
kelompok by. chance (atas dasar peluang), maka tidak%kan banyak
berpengaruh. Misalnya pada uji klinis untuk terapi sepsis pada
neonatus, setelah randomisasi mungkin terjadi peny"ulit diare, atau
meningitis. Bila komplikasi itu dapat terjadi pada kedua kelompok,
maka ia tidak berpengaruh terhadap hasil. Agar randomisasi dapat
membagi seimbang semua variabel pada kelompok, diperlukan syarat:
1 Prosedur randomisasi dilakukan dengan benar (lihat Bab 10)
2 Jumlah subyek cukup besar, misal lebih dari L00 per kelompok
B Menyingkirkan faktor perancu dalam analisis
Dalam keadaan tertentu perancu tidak mungkin disingkirkan
dalam desain. Restriksi biasanya baru mampu laksana apabila
variabel perancu hanya satu atau dua; bila lebih maka sulit untuk
memilih subyek yang bebas dari 3 variabel perancu atau lebih.
Lagi pula, seperti telah disebut, hasil penelitian menjadi sulit untuk
digeneralisasi dalam praktik sehari-hari. Hal serupa jugaprosedur
matching; dengan satu atau dua variabel matching masih mampu
laksana; namun bila lebih maka sulit untuk mencari subyek. Di
lain sisi prosedur randomisasi tidak dapat dilakukan dalam studi
observasional (termas:uk cross sectionnl, kasus-kontrol, atau kohort).
Dalam keadaan tersebut masih tersedia teknik statistika yang
dapat menyingkirkan pelbagai faktor perancu tersebut dalam
analisis, untuk hanya satu perancu atau untuk banyak perancu.
Dua teknik yang paling sering dipergunakan dalam analisis data,
adalah (1) stratifikasi, dan (2) analisis multivariat.

1 Stratifikasi
Stratifikasi merupakan cara yang lazimuntuk meniadakan variabel
perancu/ bila hanya ada 1 perancu. Bila lebih dari 1 maka stratifikasi
menjadi kompleks dan sulit diinterpretasi. Teknik yang lazirn
digunakan adalah statistika Mantel-Haenszel, baik untuk studi
cross sectional, kasus-kontrol, kohort, atau uji klinis.

ll
S udigdo S astroasmor o dkk. 311

C ontoh str atifikasi p aila studi kasus-kontrol


Kita kembali pada penelitian tentang hubungan antara kebiasaan
minum kopi dengan kejadian penyakit koroner, dengan kebiasaan
merokok sebagai variabel perancu. Hasil stratifikasi tampak pada
Tabel l5-2; Tabel 15-2,4' adalah tanpa stratifikasi. Tabel 15-28
hanya pada subyek perokok, dan Tabel 15-2C hanya subyek bukan
perokok.
Mula-mula semua subyek digabungkan, dan dihitung rasioodds
(RO)-nya. Kemudian dilakukan stratifikasi berdasarkan perancu
(kebiasaan merokok), dan tiap strata dihitung RO-nya. Selanjutnya
dilakukan analisis Mantel-Haenszel, sehingga diperoleh nilai RO

Tobel l5-2. Slrotifikqsi hosil sludi kqsus-konlrol dengon


kebiosqon minum kopi sebogoi risiko, penyokit koroner
sebogo efek, don merokok sebogoi perqncu

Kosus Kontrol Jumloh RO

A. Semuo subyek
Minum kopi 50 50 100 5Oxl5O/50x50=3
kopi 50
Tidok minum 150 2OO
Jumloh 100 2OO 300
B. Perokok
kopi
Minum 45 l5 60 45x10/30x15=l
kopi 30
Tidok minum l0 40
Jumlqh 75 25 100

C. Bukon perokok
kopi
Minum 5 35 40 5x14Of35x2}=1
kopi 20
Tidok minum 14O 160
Jumloh 30 170 2OO

RO (Montel-Hcenszel) =

-t
312 Variab eI dan hubungan antar-a ariabel

kebiasaan minum kopi terhadap terjadinya penyakit koroner yang


bebas dari faktor perancu (kebiasaan merokok). Perhitungan
statistika Mantel-Haenszel ini cukup sederhana sehingga dapat
dilakukan secara manual atau dengan program perangkat lunak
komputer.

Cont oh str atifikasi p ada studi koh ort


Prosedur stratifikasi yang dilakukan setelah semua data terkumpul
juga merupakan cara yang lazim digunakan dalam studi kohort,
untuk menyingkirkan peran perancu. Pada penelitian kohort yang
mencari asosiasi antara kebiasaan mandi di sungai dan bakteriuria,
jenis kelamin subyek mungkin merupakan variabel perancu, karena
dibandingkan dengan anak lelaki, anak perempuan lebih sedikit yang
gemar mandi di kali, dan anak perempuan meskipun tidak mandi
di kali lebih sering menderita bakteriuria ketimbang anak lelaki.
Misalnya pengamatan dilakukan terhadap kohort yang terdiri
atas 630 anak lelaki dan perempuan, yakni subyek yang tidak
mengalami bakteriuria selama satu tahun penuh. Hasil observasi
tersebut pada Tabel 15-3. Tabel 15-3A mencakup semua subyek,
yakni lelaki dan perempuan. Tabel 15-38 hanya mencakup subyek
lelaki, sedangkan Tabel 15-3C hanya subyek perempuan. Risiko
relatif yang dihitung pada Tabel 15-34 tanpa mempertimbangkan
perancu) adalah 1,85, sedangkan risiko relatif berdasarkan jenis
kelamin adalah (hampir) sama, masing-masing 0,96 untuk lelaki
dan 0,92 untuk perempuan. Risiko relatif setelah dibebaskan dari
faktor perancu (dengan statistika Mantel-Haenszel) adalah 0,95.

2 Analisis multivariat
Analisis multivariat bagi sebagian ahli statistika berarti teknik
statistika untuk set data variabel tergantung multipel (lebih dari
satu). Dalam buku ini kami memandang analisis multivariat
termasuk teknik statistika untuk set data dengan variabel bebas yang
lebih dari satu. Terdapat banyak jenis analisis multivariat, dari yang
sederhana sampai yang paling rumit. Dalam penelitian klinis yang
sering dipakai adalah teknik analisis regresi multipel dan model

^i
Sudi gdo S astroasmor o dl<k. 313

Tqbel l5-3. Strotifikosi hosil studi kohorl dengcn kebiosoon


mondi di sungoi sebogoi foktor risiko, bokteriuriq sebogoi efek,
' don ienis kelomin sebcgoi perdncu
BU+ BU-Jumloh RR

A. Semuo (n=6OO)
MS - Yo 95 105 200 = 95/2OO:1O2f 4OO=1,85
MS - Tidok 1O2 298 400
Jumloh 197 403 600
B. Leloki (n-37O)
MSYo 85 32 117 =85/117160/79=0,96
MSTidok 60 19 79
Jumloh 145 501 196
C. Perempuon (n=26O)
MS Yo l0 73 83 =10/83242/321=0,92
i
MS Tidok 42 279 321
Jumloh 52 352 4O4

RR Mqntel-Hoenszel = (85x79/196 + I Ox321 /4041: (60x1 17 /196 + 42x83/


4O4) = 9.95
Kelerongon: MS = mondi di sungoi; BU = bqkteriurio

regresi logistik. Dengan kedua teknik tersebut dapat diketahui


asosiasi antar-variabel dengan menyingkirkan variabel lain (variabel
lain'dibuat' sama atau tetap), termasuk variabel perancu.
Jenis analisis multivariat lain adalah analisis diskriminary analisis
faktor, analisis klaster, dan lain-lainnya. Pembahasan teknik
statistika lanjut metode tersebut di luar lingkup buku ini, namun
sebagai ilustrasi dikemukakan 2 contoh.

Regresimultipel
Ingin diteliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berat lahir
bayi (variabel tergantung, berskala numerik). Faktor yang diteliti
adalah usia ibu, paritas, lama pendidikan ibu, dan berat ibu sebelum

il
314 Var i ab el d an hub un g an an t ar -a ar iab eI

hamil. Karena baik variabel tergantung maupun bebas berskala


numerik, teknik analisis multivariat yang sesuai adalah regresi
multipel. Pada hasil akhir diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut:

Y=o * b't, * br*r* b.r. .... *b.x.


Y odoloh berot lohir boyi dolom grom
X, odoloh usio ibu dolom tohun
x, odoloh iumloh poritos sebelumnyo
X. odoloh lomo pendidikon formol ibu dolom tohun
xo odoloh berol ibu sebelum homil dolom kilogrom
o odoloh konstonto
b,.....b, odolqh koefisien regresi voriobel yong bersongkuton
.

Dengan persamaan tersebut, kita dapat melihat pengaruh


perubahan nilai satu variabel prediktor, misalnya x' terhadap
perubahan nilai Y, bila nilai variabel lain dalam persamaan tidak
berubah. Dengan demikian maka dapat dilihat hubungan di antara
masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung, blla
variabel bebas lainnya konstan. Peran masing-masing variabel
secara mandiri (independen) dalam terjadinya outcome atau efek,
dengan demikian dapat diketahui. Dengan perkataan lain peran
pelbagai faktor perancu dapat disingkirkan.

Regresi logistik
Teknik multivariat lain yang sering digunakan adalah model regresi
logistik. Teknik ini dipakai bila variabel bebasnya terdiri atas variabel
berskala numerik dan kategorikal, sedangkan variabel
tergantungnya berskala nominal (biasanya dikotom namun dapat
pula nominal lebih dari 2 nilai). Misalnya pada uji klinis dengan
jumlah subyek 100 pasien, alokasi random ternyata memberikan
hasil 2 kelompok yang amat tidak seimbang dalam beberapa
variabel prognostik penting. Analisis yang direncanakan semula,
yakni uji x2 untuk 2 kelompok independen menjadi tidak sahikr,
karena sebelum perlakuan kedua kelompok tidak sebanding.

{t

.rf
Su di gdn S as tr o asmor o dkk. 31s

Dalam hal ini diperlukan teknik analisis lain. Bila efek yang dinilai
adalah nominal (misalnya sembuh atau tidak) dan variabel
bebasnya berskala kategorikal (jenis kelamin, status gizi) dan
numerik (umur, berat badary tekanan darah), maka analisis yang
sesuai adalah model regresi logistik. Pada akhir analisis, yang hampir
selalu dilakukan dengan program komputer, akan diperoleh
persamaan regresi logistik berikut:

hf-Ll =. tb I +b zxz+b3x3
1x1I ...... +b;x;
Ll-pl
atau D- 1

+brx3.....+bixi)
1 + g-(r*b1x1+b2x2

P odoloh peluong teriodinyo efek


x, sompoi x.odoloh voriobel prediktor don peroncu
x,sompoi x. odoloh koefisien regresi
o odoloh konsfonlo

Dengan teknik statistika multivariat dapat dilihat peran masing-


masing variabel bebas, termasuk juga variabel perancu, terhadap
kejadian efek. Kelebihan teknik statistika multivariat ini adalah, ia
merupakan teknik yang kuat untuk menyingkirkan pelbagai
variabel perancu sekaligus. Karenanya para peneliti kedokteran dan
kesehatan disarankan untuk lebih banyak menggunakannya dalam
penelitian. Namun teknik multivariat ini juga memiliki sejumlah
keterbatasan sebagai berikut:
o Interpretasinya sering sulit dipahami oleh sebagian besar
dokter, dan tampak tidak natural
o Sulit digeneralisasi dalam keadaan ryyata
o Hasilnya sangat dipengaruhi oleh pemilihan variabel yang
dimasukkan ke dalam persamaan
o Membutuhkan jumlah subyek yang besar, terutama apabila
jumlah variabel independennya banyak
o Seringkali terlalu banyak asumsi

.*
316 Var i ab eI d an hub un g an ant ar -o ar iab el

PnNcusAH EFEK (rrrncr MoDtFtER)


Hal lain yang perlu diperhatikan dalam hubungan antar-variabel
adalah modifikasi efek (effect moilification). Modiflkasi efek (ahli
statistika menyebutnya interaksi) terjadi bila derajat hubungan
antar-variabel ditentukan oleh variabel ketiga (disebut sebagai effect
modifier). Misal efek indometasin untuk menutup duktus arteriosus
persisten (DAP) sangat baik pada bayi prematur, namun tidak pada
bayi cukup bulan. Jadi asosiasi antara indometasin dengan DAP
dimodifikasi oleh masa gestasi, artinya masa gestasi merupakanffict
modifier. Tabel 15-4 memperlihatkan risiko relatif (RR) penutupan
DAP oleh indometasin pada bayi prematur adalah 7 ,5, padabayicukup
bulan L,33, pada semua subyek 6,0. Bandingkan dengan stratifikasi
pada perancu (Tabel 15-2 dan 15-3) yang menghasilkan rasio odds
atau risiko relatif yang sama (atau hampir sama) pada kedua strata.

Tobel l5-4. Strqtifikssi hosil studi lenlong monfoql indomelqsin


dqlqm penulupan duktus srleriosus persislen dengon mqsq
gestasi sebogoi ellect modifier

Menutup Tidok Jumloh RR

A. Semuq subyek
lndomelosin 40 60 r00 RR = 40/60'l O/90=6
Tonpo indometosin r0 90 r00
Jumloh 50 r50 200

B. Premolur
'10
lndometosin 30 40 RR = 30/40:5 /5O=7.5
Tonpo indometosin 5 45 50
iumloh 35 90

C. Cukup bulon
lndometqsin r0 50 60 RR= 10/60:5 /4O=1.33
Tonpo indometosin 5 35 40
Jumloh I5 85 100

il

.*
Sudigdo S astroasmoro dkk. 317

Berbeda dengan variabel perancu yang harus disingkirkan (misalnya


dengan stratifikasi dan statistika Mantel-Haenszel), ffict modifier
tidak perlu dihilangkannamun justru perlu dielaborasi atau diperjelas
maknanya. Variabel yang sering merupakan effect modifier adalah
jenis kelamin, kelompok umu1, keadaan klinis tertentu.

ANaUSIS HUBUNGAN ANTARA VARIABEL


Dalam uraian di atas telah dibahas pengaruh adanya variabel
perancu dalam hubungan antar-variabel. Bila kita menemukan
hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu penelitiary
maka terdapat beberapa kemungkinan yang harus dipikirkan:
1.. hubungan tersebut semata-mata akibat faktor peluang atau
chance akibat pemilihan subyek penelitian ataupun akibat
pengukuran (variabilitas subyek, pemeriksa, atau pemeriksaan).
2. hubungan tersebut disebabkan oleh bias, banyak jenis bias yang
diketahui, yang dikelompokkan dalam bias inklusi, bias
pengukurary dan bias perancu
3. hubungan sebab-akibat
Meskipun perancu sebenarnya termasuk bias, namun karena
perannya yang khas, sebagian ahli memandangnya sebagai sesuatu
hal yang terpisah. Dengan demikian maka hal-hal yang harus
diperhatikan pada hubungan antara variabel adalah: (1) peluang,
(Z)bias, (3) perancu, (4) hubungan kausal atau sebab-akibat. Tentang
perancu sudah diuraikan di atas. Berikut akan dibahas secara ringkas
faktor peluang dan bias, sebelum dibahas hubungan kausal.

Peluang
Faktor peluang selalu dapat terjadi, sehingga harus kita perhatikan
dan analisis. Bila sampel representatif terhadap populasinya, besar
peluang dapat dihitung dengan pelbagai teknik statistika, yakni
dengan cara menghitung nllai p. Biasanya disepakati besarnya
peluang untuk memperoleh hasil bila kedua kelompok tidak
berbeda < 5% (p < 0,05) dianggap diterima.

t
318 Var i ab eI d an hub u n g an an t ar - v ar i ab eI

Besarnya peluang juga dapat dinilai dengan cara menghitung


interval kepercayaan, karenanya penyertaan interval kepercayaan, bila
mungkin, sangat dianjurkan. Lihat kembali Bab 2. Pada umumnya:
o pada uji perbedaan, bila interval kepercayaan perbedaan
mencakup angka O berarti perbedaan yang diperoleh pada
sampel itu dapat disebabkan semata-mata karena faktor
peluang; bila dilakukan uji hipotesis, maka diperoleh nilai
p yang tidak bermakna;
o untuk risiko relatif, rasio odds, serta rasio prevalens, nilai
rentang interval kepercayaan yang mencakup angka 1
menunjukkan bahwa rasio tersebut tidak bermakna, artinya
faktor yang diselidiki tidak dapat disebut merupakan risiko.

Bias
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bias inklusi terjadi apabila
subyek tidak representatif untuk populasi yang diwakili. Misalnya,
pemilihan pasien yang berobat ke rumah sakit rujukan pada
umumnya tidak mewakili keadaan dalam masyarakat. Selain
populasi terjangkau yang dipilih, cara pemilihan sampel (sampling
method)juga sangat menentukan apakah sampel tersebut dianggap
mewakili. Lihatlah kembali cara pemilihan subyek penelitian dalam
Bab 5. Di sini perlu diingat bahwa sedapat mungkin sampel dipilih
berdasar peluang (probability sampling). Bila tidak mungkiry karena
pasien terbatas, untuk penelitian klinis dianjurkan menggunakan
teknik consecutiae sampling. Penggunaan conaenience sampling harus
dihindarkan, sedang cara judgmental sampling maupun purposiae
sampling harus dilakukan dengan amat hati-hati.
Bias pengukuran merujuk pada kesalahan- sistematik akibat
proses pengukuran, yang telah dibahas dalam Bab 4. Perlu selalu
diingat bahwa bias pengukuran berkaitan dengan kesahihan;
peneliti harus senantiasa berusaha menghindarkan 3 sumber bias
pengukurart yakni bias pemeriksa, bias subyek, dan bias alat ukur
serta cara pengukurannyq dengan cara yang telah diuraikan dalam
Bab 4. Termasuk hal yang potensial dapat menyebabkan bias
pengukuran adalah kriteria penetapan outcome atau efek.

il

.*
Sudigdo S astroasmoro dl(k. 319

Hubungan sebab-akibat
Apabila faktor peluang, bias, dan perancu dianggap bukan lagi
masalah, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara
variabel bebas dan tergantung adalah hubungan sebab-akibat. Perlu
diingat bahwa dalam fenomena biologis, yang dimaksudkan dengan
sebab (kausa, cause) tidak selalu satu-satunya faktor yang dapat
menimbulkan efek. Dikenal istilah (a) sufficient cause, dan (b)
necessary cause. Bila logam dipanaskan" ia memuai, di mana pun
dan kapan pury oleh siapa pun. Jadi pemanasan itu sendirilah yang
menyebabkan logam memuai; hal ini disebut sebagai sufficient
cause. Namun M. tuberculosls bukanlah merupakan sufficient cause
untuk penyakit tuberkulosis. Dalam hal ini M. tuberculosls disebut
sebagai necessary cause; untuk terjadi penyakit tuberkulosis,
diperlukan faktor lain seperti ketahanan tubuh rendah, kerentanan
individual, dan lain-lain. Sebagian besar kausa pada fenomena
biologis adalah necessary cause.
Dalam diagnosis hubungan kausal, perlu diperhatikan dan
ditelaah hal-hal berikut, yang merupakan pengembangan dari
postulat Koch oleh Sir Bradford Hill.

L Hubungan waktu (temporal relationship)


Hubungan antar-variabel hanya mungkin merupakan hubungan
sebab-akibat bila telah diyakini bahwa sebab (variabel independen)
mendahului akibat (variabel dependen). Dalam konteks penelitiary
maka variabel bebas (risiko, penyebab, kausa, prediktor) harus
mendahului variabel tergantung (efek, penyakit, eaent, outcome).
Hal ini dapat dipenuhi oleh desain uji klinis, studi kohort, dan studi
kasus-kontrol, dengan urutan kekuatan yang menurun. Pada studi
cross sectional, hubungan waktu tidak tergambar dalam desain,
namun dapat disimpulkan dengan teori atau logika. Bila variabel
tergantungnya merupakan variabel atribut yang konstan (misalnya
jenis kelamin) hal ini tidak merupakan masalah. Misalnya dalam
penelitian kadar kolesterol pada lelaki dan peremPuan, maka
variabel bebas (jenis kelamin) dianggap mendahului variabel
tergantung (kadar kolesterol). Namun dalam mencari asosiasi

il

.r
320 Var i ab el d sn hub un g an ant ar -a ar iab el

antara malnutrisi dengan diare kronik, hubungan waktu sangat


penting karena tidak diketahui apa yang mendahului apa: apakah
malnutrisi rnenyebabkan diare kronik, atau diare kronik yang
menyebabkan malnutrisi.

2 Kuatnya asosiasi
Bukti adanya hubungan yang kuat antara dua variabel akan lebih
menyokong terdapatnya hubungan sebab-akibat. Bila digunakan
statistik, maka nllai p yang kecil (atau interval kepercayaan yang
sempit) lebih kuat daripada nilai p yang besar (atau interval
kepercayaan yang lebar). Bila yang dihitung adalah rasio, misalnya
risiko relatif, rasio odds, atau rasio prevalens, maka nilai rasio yang
menjauhi angka 1 menunjukkan hubungan yang lebih kuat.
Misalriya RR 11,2 lebih kuat daripada RR 1,8 atau RO 0,2 lebih
kuat daripada RO sebesar 0,85.

3 Hubungan yang bergantung dosis (dose dependent)


Bila besamya asosiasi berubah dengan berubahnya dosis atau faktor
risiko, maka asosiasi kausal menjadi lebih mungkin. Bila peminum
kopi sedang mempunyai rasio odds dalam terjadinya penyakit
jantung koroner sebesar 1,8 sedangkan pada peminum kopi berat
rasionya menjadi 3,0 maka asosiasi sebab-akibat antara kebiasaan
minum kopi dan penyakit jantung koroner menjadi lebih mungkin.
Keadaan ini disebut sebagai dose dependent atau biological gradient.
Akan tetapi dengan mengingat konsep necessary cause di atas, bukan
berarti orang yang sama sekali tidak r,ninum kopi terbebas dari
kemungkinan menderita penyakit jantung koroner, karena banyak
faktor selain minum kopi juga dapat menyebabkan terjadinya
penyakit jantung koroner.

4 Konsistensi
Apabila terdapat hasil yang konsisten antara satu penelitian dengan
penelitian lairy atau pada subyek pada satu penelitian, maka asosiasi
sebab-akibat menjadi lebih mungkin. Sebagai contoh sederhana

t
Sudigdo S astro asmor o dlck. 321

adalah efek parasetamol dalam menurunkan demam. Apabila


parasetamol dapat menurunkan demam pada manula, pada orang
dewasa, pada anak-anak, maupun padabayi, maka asosiasi kausal
antara pemberian parasetamol dan menurunnya demam menjadi
makin mungkin.

5 Koherensi
Asosiasi disebut koheren apabila sesuai dengan gambaran umum
distribusi faktor risiko serta efek pada populasi tertentu. Asosiasi
antara konsumsi garam dengan hipertensi pada suatu penelitian
akan disokongbila pada populasi tertentu dengan konsumsi garam
yang tinggi ditemukan prevalens hipertensi yang lebih tinggi
dibanding dengan prevalens pada populasi umum. Hal ini tentu
tidak tergambar dari data penelitian, namun harus diperoleh dari
studi pustaka.

6 Bi ol o gi c aI p I ausib ility
Agar dapat disebut hubungan kausal, hubungan antara variabel
bebas dan tergantung harus dapat diterangkan dengan teori yang
ada. Apabila ditemukan hubungan antara AIDS pada bayi dengan
pekerjaan orang tua, maka harus ditemukan teori yang dapat
menerangkan hubungan tersebut. Bila teori tersebut ada, asosiasi
kausal menjadi lebih mungkin. Sebaliknya, bila data menunjukkan
ada hubungan antara miokarditis difterika dengan warna baju yang
dipakai pasiery hubungan kausal tidak dapat disimpulkan sebab
tidak ada teori yang dapat menerangkan asosiasi tersebut.

7 Kesamaan dengan hasil penelitian lain


Bila hasil penelitian menyokong hal-hal yang ditemukan dalam
penelitian lain maka hubungan kausal menjadi lebih besar. Hal ini
terutama bila desain yang digunakan tidak sama. Bila asosiasi antara
minum kopi dan penyakit jantung koroner ditemukan pada studi
cross-sectional, studi kasus kontrol, dan studi kohort, maka asosiasi
kausal menjadi lebih mungkin. Hal ini merupakan salah satu bagian

tB

,*
322 Variab eI dan hubungan antar-v ariabel

yang harus dikupas dalam pembahasan tiap laporan penelitian,


yakni apakah hasil yang ditemukan sekarang menyokong atau
menolak hasil penelitian yang pernah dilaporkan sebelumnya/
dengan ulasan yang memadai.

Dnrran PUSTAKA
Anderson B. Methodologikal errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ; 2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-2. Boston: Lange
Medical Books/Mc Graw Hill, 2001.
4 Elwood |M. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford Uneversity Press, 1998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials,
Edisi ke-3 Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Greefihalgh T. How to read a paper statistics for the non-statistician.I.
Different types of data need different statistical test. BMj. 1997;315:364-6
Guyyat G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based practise. Chicago: AMA press; 2002.
Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB. Penyunting.
Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi ke-3.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

-t
Sudigdo S astr o asmoro dl<k. 323

s-
s@-s ryg
tr*tr&@#@@

Voriabel menduduki tempot sentrol dolom penelition, sebab


voriobel- loh yong diukur, di intervensi, diobservosi, don
hosilnyo dionolisis.
Voriobel yong dianggop berpengoruh terhodap voriobel loin
disebut sebogoi voriobel bebos (indapenden, prediklor,
nisiko, kouso), sedongkon voriobel yang dipengoruhi oleh
voriobel lain disebut sebogoi voriobel tergontung (dependen,
outcome, efek, evenf).

Voriobel yong berhubungon dengan voriobel bebos don


dengan vor iabel tergontung d isebut variobel peroncu
(confounding). Voriobel ini horus diwospodoi koreno dopot
mempengoruhi hosil penalition.
Paroncu dopat disingkirkon dolam desoin (restriksi,
matching,don rondomisosi), ofou dolam onolisis (strotif ikasi,
onolisis multivoriot). Podo umumnyo menyingkirkon peroncu
dclom desoin lebih boik doripada dolom analisis.

E f f e ct mo d i f i er adoloh voriobe I y ong menguboh derojot


hubungon ontor-variobel. Effect modif ier ini tidok horus
disingkirkon bohkon horus dieloborosi.
Sebelum dipostikon odonyo hubungon sebab-okibot, horus
ditelooh lebih dahulu apokoh syorot-syorot yang mendukung
hubungon kousol dipenuhi, yokni hubungon woktu, kekuoton
hubungon, konsistensi, koherensi, hubungon dosis, kesomoon
dengon penelition lain, don biological plausibility.

:l
Bab 16 - Pemilihan uii hipotesis

Alan R Tumbelaka, Pandu Riono, Sudigdo Sastoasmoro,


Muliono Wiriodiario, Partini Pudiiashrti, Kemas Firman

alam merancang penelitian, salah satu aspek yang harus


iperhitungkan adalah apakah di dalam analisis data
nanti akan dilakukan uji hipotesis (seringkali disebut
dengan nama-nama yang kurang tepat yakni uji
statistika atau uji kemaknaan). Untuk maksud tersebut peneliti
sejak awal harus menetapkan jenis uji hipotesis yang kelak akan
digunakan. Bila penelitian menggunakan lebih dari 1 desairy dalam
usulan harus pula dijelaskan jenis uji apayangakan diterapkan untuk
desain yang mana. Pemilihan uji hipotesis sejak awal ini berkaitan
erat dengan penetapan perkiraan besar sampel (lihat Bab 17).
Dalam bab ini dibahas secara ringkas beberapa jenis uji hipotesis
yang sering digunakan dalam penelitian klinis. Rumus uji hipotesis
dan kalkulasi statistika tidak disajikan; pembahasan lengkap dapat
dipelajari pada rujukan bab ini. Dalam pelaksanaan, uji hipotesis
pada saat ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat dengan
bantuan program statistika komputer, dari yang paling sederhana
sampai yang canggih, yang sekarang amat mudah diperoleh.
Namun kemudahan tersebut dapat menjadi pisau bermata dua,
seperti yang tergambar pada kalimat-kalimat berikut:
"I have one good news and one bad news.
The good one is that statistical analysis is easy to perform today.
The bad one is that statistical analysis is easy to perform today."

{t

.rf
AIan RTumbelaka dkk. 325

Artinya tanpa pemahaman yang memadai, kita dapat'meminta'


komputer untuk melakukan analisis yang secara konseptual keliru,
misalnya melakukan untuk uji-t independen padahal yang tersedia
adalah data berpasangan. Karena itu, meski perhitungan matematis
tidak perlu kita lakukan (bahkan tidak boleh oleh karena hanya
membuang waktu), namun pelbagai jenis uji hipotesis yang sering
digunakan dan konsep yang mendasarinya perlu dipahami. Setelah
mempelajari bab ini diharapkan para pembaca: (1) dapat mengenal
pelbagai jenis uji hipotesis yang sering digunakan dalam penelitian
klinis; (2) mampu memilih jenis uji hipotesis yang sesuai untuk set
data tertentu; (3) mampu menginterpretasi dengan baik pelbagai
hasil uji hipotesis.

Ug HrrorESIs
Uji hipotesis merupakan prosedur statistika untuk menunjukkan
kesahihan suatu hipotesis. Istilah yang lebih popular namun kurang
tepat adalah uji statistika, atau uji kemaknaan. Uji ini diperlukan
oleh karena penelitian dilakukan pada sampel, tidak pada populasi,
sedangkan peneliti ingin menggeneraliseisi hasil studi ke populasi
yang diwakili oleh sampel. Dengan uji hipotesis dapat ditentukan
apakah ada atau tidak adanya hubungan atau perbedaan yang
diperoleh dari data pada sampel, berlaku pula untuk populasi yang
diwakili oleh sampel yutlg diteliti tersebut dengan tingkat kesalahan
yang ditentukan oleh peneliti.
Uji hipotesis secara tradisional dilakukan dengan pernyataan
hipotesis nol, yaitu hipotesis bahwa tidak ada perbedaan atau tidak
ada hubungan antar-variabel. Kemudian terhadap data pada sampel
dilakukan uji untuk memperoleh angka apakah cukup bukti untuk
menolak hipotesis nol, sel'ingga dapat dibuat simpulan ada atau
tidaknya perbedaan (atau hubungan) di antara dua (atau lebih)
kelompok. Pada akhirnya akan diperoleh nllai p; karena nilai ini
diperoleh dengan pengandaian hipotesis nol, maka interpretasi hasil
uji hipotesis harus selalu disertakan pernyataan'bila hipotesis nol
benar' (aide infra).

t
326 Ujihipotesis

KnserernN rrpE I (d, KESALAHAN rrpE II (p),


DAN POWER
Dalam tiap uji hipotesis selalu terdapatkemungkinanbahwa simpulan
yang diperoleh tersebut salah. Mungkin pada sampel ditemukan
perbedaan antara 2 kelompok, atau terdapat hubungan antara
variabel bebas dengan variabel tergantung, akan tetapi hal tersebut
sebenarnya terjadi semata:mata akibat peluang; artinya dalam
populasi yang diwakili oleh sampel, hubungan atau beda tersebut
tidak ada. Dapat pula hal yang sebaliknya yang terjadi, yakni data
pada sampel tidak menunjukkan terdapatnya perbedaan ataupun
hubungary padahal dalam populasi perbedaan atau asosiasi tersebut
sebenarnya ada. Kedua kemungkinan kesalahan tersebut selalu ada
dalam setiap uji hipotesis.
Apabila dalam suatu uji hipotesis diperoleh hubungan atau
perbedaan (yakni hipotesis nol ditolak), sedangkan sebenarnya di
dalam populasi asosiasi atau perbedaan tersebut tidak ada, hal ini
disebut sebagai kiesalahan tipe I, atau positif semu, atau o. Di sisi
lain hal yang sebaliknya dapat terjadi, yakni asosiasi atau perbedaan
tidak ditemukan dalam data pada sampef sedangkan dalam populasi
asosiasi atau perbedaan tersebut ada, maka kita dihadapkan pada
kesalahan tipe II, atau hasil negatif semu, atau p.
Dalam banyak hal uji hipotesis amat mirip dengan uji diagnostik,
yakni membandingkan hasil pemeriksaan dengan sesuatu yang
dianggap sebagai standar. Lihatlah kembali Bab LL, serta Gambar
16-1 dan Gambar 16-2. Dalam uji diagnostik, hasil prosedur
diagnostik yang diteliti dibandingkan dengan hasil prosedur
diagnostik terbaik yang ada (baku emas). Perbandingan tersebut
disajikan dalam tabel 2 x 2 yang masing-masing berisi sel positif
benar (a), positif semu (b), negatif semu (c), dan negatif benar (d).
Bila suatu keadaan memberi hasil positif pada uji diagnostik tertentu,
apakah positif pula apabila keadaan tersebut diperiksa dengan baku
emas? Bagaimana pula apabila hasil uji diagnostik negatif? Untuk
ini perlu diingat kembali pengertian sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif, dan nilai prediksi negatif (lihat Bab 11).

-a
Alan RTumbelaka dkk. 327

Baku emas

Positif benar Positif semu

Uji diagnostik

Negatif semu Negatif benar

Gambar L6-L. Tabel 2x2 menunjukkan hasil uji diagnostik, yang


terdiri atas positif benar (sensitivitas), positif semu, negatif benar
(spesifisitas), atau negatif semu.

Keadaan dalam populasi

Power(1-p) CI

Ujihipotesis
(pada sampel)

p (1-a)

Gambar L6-2. Diagram memperlihatkan analogi uji hipotesis dengan


uji diagnostik. Besarnya peluang untuk menolak Ho bila dalam
populasi terdapat beda disebutpozner,setara dengan sensitivitas pada
uji diagnostik. Besamya pelua4g untuk menolak Ho padahal dalam
populasi tidak ada beda disebut kesalahan tipe I (cr), dan besamya
peluang untuk tidak menolak Ho padahal dalam populasi terdapat
perbedaan disebut kesalahan tipe II (B). Besarnya kemungkinan
untuk tidak menolak Ho dan di populasi memang tidak terdapat
perbedaan (1-a) setara dengan spesifisitas pada uji diagnostik.

.t
328 Ujihipotesis

Analog dengan uji diagnostik, uji hipotesis pada hakekatnya


merupakan perbandingan hasil yang diperoleh dalam sampel, dan
diuji kesahihannya dengan kebenaran yang ada dalam populasi
('baku emas'). Karena keadaan yang sebenarnya dalam populasi
tidak diketahui, maka dengan berdasarkan teori peluang pelbagai
prosedur statistika dapat memberi gambaran apakah hasil pada
sampel tersebut mewakili apa yang terdapat dalam populasi. Bila
pada sampel rerata berat lahir bayi dari ibu perokok pasif adalah
2600 gram, sedang pada ibu bukan perokok 3000 gram, apakah di
populasi terjadi hal yang sama? Apakah beda 400 gram tersebut -
yang secara klinis penting- juga bermakna secara statistika @aca: terjadi
semata-mata akibat peluang karena variasi random pada sampel)?
Dalam uji hipotesis, sel b (dalam sampel ada perbedaan sedang
dalam populasi tidak ada), disebut sebagai kesalahan tipe I atau
oc, analog dengan hasil yang positif semu pada uji diagnostik.
Artinya, terdapat kemungkinan sebesar u untuk menyatakan ada
perbedaan padahal perbedaan tersebut sebenarnya tidak ada.
Sebaliknya, sel c (dalam sampel tidak ada perbedaary sedangkan
dalam populasi ada perbedaan), setara dengan nilai negatif semu
pada uji diagnostik. Artinya, nilai yang diperoleh dalam sampel
tidak dapat menemukan perbedaan yang ada pada populasi;
keadaan ini disebut kesalahan tipe II (p).
Istilah pouer menunjukkan kemampuan suatu uji hipotesis
untuk menemukan beda (atau asosiasi), bila perbedaan (asosiasi)
tersebut dalam populasi memang ada. Nilai power adalah (1-B); bila
ditentukan nilai B sebesar 0,10 maka nllaipower adalah 0,90; artinya
uji hipotesis pada sampel mempunyai peluang sebesar 90% untuk
menemukan perbedaan, apabila perbedaan tersebut ada dalam
populasi. Dalam uji diagnostik power analog dengan sensitivitas.

PnNrNruAN NrLAr c[ DAN p


Telah disebutkan bahwa kemungkinan kesalahan tipe I dan tipe II
selalu ada oleh karena penelitian dilakukan pada sampel, tidak
mencakup semua subyek dalam populasi. Pertanyaan yang timbul

t .'a* "
AIan RTumbelaka dkk. 329

adalatu berapakah besarnya o dan B, dan bagaimanakah nilai-nilai


tersebut ditentukan oleh peneliti?
Dalam kebanyakan penelitian biasanya nilai ssebesar 5o/" dapat
diterima; dengan perkataan lain terjadinya 1 kesalahan tipe I dari
20 kemungkinan masih dapat dianggap memadai. Dalam hal
tertentu, misalnya suatu penelitian tentang dosis letal suatu obat,
diperlukan hasil positif semu (kesalahan tipe I) yang kecil, misalnya
0,01, (1%). Di lain sisi, nilai F yu.g biasanya dipergunakan adalah
antara 5-20% (0,05-0,20) / yang memberikan power uji hipotesis
sebesar 95"/" sampai B0%.
Nilai u dan B, yang ditentukan peneliti, sangat memengaruhi
perkiraan besar sampel. Bila jumlah subyek yang akhirnya diteliti
berbeda dari yang diperhitungkaru diperlukan perhitungan ulang
untuk nilai B atau power (1-B) dengan mempergunakan rumus
semula, namun dengan memasukkan nilai-nilai yang diperoleh
dalam sampel penelitian. Ini terutama diperlukan bila diperoleh
jumlah subyek yang kurang dari yang diperlukary dengan nilai p
yang diperoleh lebih besar daripada oc Untuk uraian leblh lanjut
tentang penghitun gar. p 07Der setelah penelitian selesai lihatlah cara
penghitungan power pada Bab 17.
Seperti telah disebutkan, nilai oyang dipakai biasanya berkisar
antara 0,01 sampai 0,05, sedang nilai B antara 0,05 sampai 0,20.
Untuk studi yang ingin menghindarkan hasil positif semu dipilih
nilai cryang kecil, sedang untuk menghindarkan hasil negatif semu
hendaknya dipilih nilai B yang kecil.

Ug san-r-ARAH DAN DUA-ARAH


Dalam penelitian, meskipun peneliti mempunyai dugaan kuat
(yang dituangkan dalam hipotesis penelitian) bahwa obat A
memberikan angka kesembuhan lebih baik daripada obat B,
namun hendaknya tetap dianggap bahwa hal yang sebaliknya juga
dapat terjadi; obat B mungkin lebih baik daripada obat A. Hipotesis
seperti ini disebut sebagai hipotesis dua arah. Dalam keadaan
tertentu dasar teori telah cukup kuat untuk membangun hipotesis

.r
3til0 Ujihipotesis

bahwa obat A tidak mungkin lebih buruk dari obat B. Hal ini disebut
hipotesis satu arah. Sebagian besar ahli statistika menganjurkan
untuk selalu mempergunakan uji dua aratr, meskipun untuk ini
diperlukan subyek penelitian lebih banyak. Penentuan uji satu arah
atau dua arah ini sangat penting, oleh karena menyangkut jumlah
subyek yang diperlukary dan juga menyangkut penilaian hasil uji
hipotesis itu sendiri. Suatu uji hipotesis satu arah yang memberikan
nllai p = 0,04 (bermakna), bila diterapkan untuk :uji 2-arah maka
hasilnya p : 0,065 (tidak bermakna).

Nnru p
Dalam setiap uji hipotesis peneliti pada akhirnya akan sampai pada
nllai p, yang biasanya disebut sebagai batas kemaknaan uii
hipotesis. Nilai p tersebut mempunyai makna sangat penting
namun tidak mutlak; ia harus diinterpretasi dengan baik agar tidak
terjadi kesalahan simpulan. Interpretasi nilai p juga harus selalu
dihubungkan dengan data klinis yang dievaluasi.
Seperti telah disebutkan, uji dimulai dengan menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan atau hubungan antara 2 variabel (hipotesis
nol). Dengan dasar asumsi tersebut, dan dengan perhitungan
menggunakan rumus tertentu, pada akhirnya akan diperoleh nilai
p. Bagaimana kita menginterpretasi nllai p secara benar?
Nilai p ini sering sekali disalahtafsirkan" bahkan oleh para senior.
Yang sering adalah kesalahan interpretasi dengan menyatakan
bahwa nilai p adalah besarnya kemungkinan bahwa hipotesis nol
benar (ilengan perkataan lain besarnya kemungkinan bahwa kedua
kelompok tidakberbeda). Hal ini keliru, karena nilai pada populasi
adalah nilai yang tetap, sehingga kemungkinan ia benar atau salah
adalah 0 atau 1. Penafsiran lain yang kurang tepat adalah nilai p
ailalah besarnya kemungkinan bahzaa hasil ynng diperoleh adalah
disebabkan oleh peluang, akibat variasi random.Interpretasi ini
juga kurang tepat oleh karena kalimat tersebut secara implisit
menyebutkan bahwa hipotesis nol benar. Interpretasi nilai p yang
benar adalah:

tt

t
Alan RTumbelaka dkk. 331

Besarnya kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang


diperoleh atau hasil yang lebih ekstrem, bila hipotesis nol
benar..
atau:

Besarnya kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh, atau


hasil yang lebih ekstrem, disebabkan semata-mata oleh
faktor peluang apabila hipotesis nol benar.

Agar jelas diberikan contoh berikut. Suatu uji klinis menguji


efektivitas obat X dibanding obat standar pada pasien meningitis.
Tabel 16-1 memperlihatkan tabulasi hasil pengobatan pada masing-
masing kelompok yang terdiri atas 100 pasien.

Tqbel l6-1. Perbondingqn hqsil pengobclon meningitis dengon


obql slqndqr clqu obqt X

Sembuh Meninggol Jumloh

Obol slondqr 60 40 100

Obot X 75 25 100

Jumloh 135 65 2OO

x2 = 4,467; df = I; p= 0,035

Tampak pada tabel bahwa perbedaan kesembuhan antara obat


X dan obat standar sebesar 1,5% (75%-60%) pada uji hipotesis
menghasilkan nilai p sebesar 0,035. apakah artinya? Nilai p ini dapat
diinterpretasi dengan pelbagai cara, dan harus memuat kalimat "bila
hipotesis nol benar".

il

i
332 Ujihipotesis

Bila obat X dan obat standar sama efektifnya, maka terdapat


kemungkinan sebesar 0,035 (3,5"/ol untuk memperoleh beda
kesembuhan l5o/o atau lebih.

atau
Bila obat standar tidak berbeda dengan obat X, maka faktor
peluang saja pada 3,57o kesempatan dapat menerangkan
terjadinya beda kematian sebesar 15"/" ataalebih.
(Karena anak kalim at'bllahipotesis nol benar' sering dilupakary
maka disarankan unhrk menyebutnya lebih dahulu).
Dalam kalimat yang lebih longgar sering orang menyebutkan:
Kemungkinan bahwa hasil tersebut disebabkan semata-mata
oleh faktor kebetulan adalah 15%.
Istilah'faktor kebetulan' tersebut tidak tepat dan seyogyanya
dihindarkan.
Sebelum era komputer, nilai p dilihat dari tabel pada tiap buku
statistika, sehingga tidak akan diperoleh nilai absolutnya, melainkan
dinyatakan sebagai p>0,05, p<0,05; atau p<0,0L Akibatnya p=0,045
sama dengan p:0,0'1.3, yakni dinyatakan sebagai p<0,05. Kini,
dengan komputer nllai p yang tepat dapat diperoleh, misalnya p :
0,052. Nilai tersebut hendaknya'dicantumkan sebagai hasil uji
hipotesis, hal tersebut akan memberikan peluang kepada pembaca
untuk menafsirkan sendiri maknanya. Pada contoh ini nilai p sebesar
0,052, hingga pada kondisi tertentu dapat ditafsirkan sebagai
bermakna. Bila digunakan tabel, hasil tersebut dinyatakan sebagai p
> 0,05 yang harus ditafsirkan sebagai tidak bermakna.

INrnnval KEPERCAYAAN

Dalam melaporkan penelitian, dewasa ini cenderung disarankan


untuk menyertakan interval kepercayaan di samping nllai p,
karena dengan interval kepercayaan dapat diperoleh gambaran
besarnya kemungkinan untuk memperoleh hasil tersebut pada
populasi, dengan statistik yang diperoleh dari sampel (lihatlah

il

Jl
AIan RTumbelaka dkk. 333

kembali Bab 2). Sesuai dengan nilai cq maka interval kepercayaan


yang paling sering digunakan adalah interval kepercayaan 95o/"
(IK95%) untuk u = 0,05 atau interval kepercayaan 99o/" (IK99%)
untuk s = 0,01.
Interval kepercayaan dapat ditetapkan dengan menghitung
standard error, dan.l dapat ditetapkan baik untuk proporsi, rerata,
maupun untuk perbedaan proporsi, perbedaan rerata, dan pelbagai
statistik lainnya. Rasio prevalens pada studi uoss sectional, risiko
relatif pada studi kohort, rasio odds pada penelitian kasus-kontrol,
sensitivitas, spesifitas, serta nilai prediksi pada uji diagnostik dapat
dihitung nilai interval kepercayaannya. Lihat kembali Bab 2, dan
untuk pembahasar. yang lebih lengkap lihatlah Statistics rnith
Confidence (Gardner dan Altmaru 2000).

U;I UnoTESIS YANG SERING DIPAKAI DATAM


STUDI KLINIS

Dengan makin popularnya pendekatan epidemiologi klinik, maka


penelitian klinis makin banyak memanfaatkan prinsip-prinsip
epidemiologi, sehingga uji hipotepis yang banyak digunakan dalam
epidemiologi juga makin banyak dipakai. Metode statistika yang
sering dipergunakan serta jenis data yang sesuai dapat dilihat pada
Tabel 16-2 dan 16-3.
Dalam bab ini diuraikan beberapa jenis uji hipotesis yang sering
dipergunakan dalam studi klinis, dengan penekanan pada uji-t dan
uji x2 yang dipergunakan pada lebih dari 80% penelitian klinis.

ANnusTs UNIVARIAT/ BIVARIAT/ DAN MULTIVARIAT


Berkaitan dengan uji hipotesis, dalam literatur metodologi riset dan
biostatistika sering dijumpai istilah analisis univariat bivariat, dan
multivariat. Pembaca yang belum terbiasa dengan keragaman
penggunaan istilah dalam epidemiologi dan metodologi seringkali
dibuat bingung dengan makna istilah-istilah tersebut. Beberapa

il

i
334 Ujihipotesis

buku menyebut analisis univariat untuk deskripsi data seperti


terata, mediaru mode, proporsi, dan seterusnya, sedangkan analisis
bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap 2variabEl,
yakni 1 variabel bebas dan 1 variabel tergantung. Namun lebihbanyak
pakar yang menyebut analisis univariat adalah sinonim analisis bivariaf
ia dapat disebut analisis univariat karena hanya melibatkan L aariabel
bebas, dapat pula disebut analisi bivariat karena melibatkan 2variabel,
yakni 1 uariabel bebas dan 1 uariabel tergantung. Kami sepakat dengan
pendapat yang terakhir, mengingat istilah analisis univariat untuk
data deskriptif memberi kesan suatu contradictio in terminis, karena
istilah deskriptif pada umumnya bermakna tidak analitik, berlawanan
dengan analisis atau analitik.
Hal serupa juga pada istilah analisis multivariat. Sebagian ahli
menyebut analisis multivariat bila menyangkut lebih dari 1 variabel
tergantung, sebagian besar memberi makna analisis multivariat juga
untuk analisis yang melibatkan lebih dari 1 variabel bebat meski hanya
ada 1 variabel tergantung, seperti pada studi tentang faktor risiko.

U;r HrnorEsrs UNTUK l- vanraBEl, BEBAS


(aNnusrs.BrvARrAr)

PnnnaNprNGAN ArvrARA NILAI RERATA 2 rnroupor


ur-t
Uji-t dipergunakan untuk menganalisis data dengan variabel bebas
nominal (2 nilai) dengan variabel tergantung berskala numerik.
Pada studi yang membandingkan tekanan darah dokter anak
dengan tekanan darah dokterbedah, variabelbebasnya adalah jenis
keahlian dokter (satu variabel nominal 2 n7lai, yakni dokter anak
atau dokter bedah), dan variabel tergantungnya adalah tekanan
darah diastolik (variabel berskala numerik). Untuk menganalisis
hasil pengamatan tersebut uji-t (untuk 2 kelompok independen)
sesuai untuk data penelitian tersebut.

J|
Alan RTumbelaka dkk. 335

Tqbel l6-2. Jenis dEto don uli hipotesis yong sesuoi (solu
voribel bebos, qnolisis univoriqt)

Voriobel Metode
Tergcnlung

Nominol Nominol Koi-kuodrot, uii Fischer


Nominol (dikotom) Numerik Uii-t (independen,
berposongon)
Nominol (>2 niloi) Numerik Anovo
Numerik Numerik Regresi - korelosi*

Catatan: *) Pada korelasi tidak ada variabel yang berfungsi sebagai


variabel bebas dan tergantung, pada regresi satu variabel berfungsi
sebagai variabel bebas, dan lainnya sebagai variabel tergantung.

Tobel l6-3. Metode slqlistiko unluk lebih dEri solu voriobel


bebss (cnolisis multivoriot)

Voriobel Melode
Bebos Tergontung

Nominol Numerik Anovo


Numerik Numerik Regresi multipel
Nominol don numerik Numerik Regresi logistik

Di bedakan 2 jenis uji-t, yaitu uji-t untuk kelompok independen


dan untuk kelompok berpasangan. Pada kelompok independen
cara pemilihan subyek pada kelompok yang satu tidak tergantung
kepada karakteristik subyek kelompok lain. Pada kelompok yang
berpasangan, subyek yang sama diperiksa pra- dan pasca-intervensi
(desain "before and after"), atau pemilihan subyek kelompok yang
satu dilakukan ffiatching dengan subyek kelompok lainnya.

&

"*
336 Ujihipotesis

Misalnya subyek dengan nomor urut L pada kelompok A, dicari


pasangannyayangjenis kelamin serta status giziyang sama untuk
kelompok B.
Contoh uji-t untuk kelompok independen
Ingin diketahui apakah kadar kolesterol siswa SD di daerah
urban berbeda dengan kadar kolesterol siswa SD di daerah
rural. Pada 200 siswa dari masing-masing sekolah diperiksa
kadar kolesterolnya. Hasilnya adalah kadar kolesterol dalam
mg/dl (berskala numerik). Uji yang sesuai untuk data ini
adalah uji-t independen. Hasil uji menunjukkan bahwa kadar
kolesterol pada siswa SD kedua kelompok berbeda. Lihat
'Tabel 16-4.

TABEL I6-4. Perbondingon kqdqr kolesterol siswq 5D


dqeroh rurql dqn urbon

Kodor kolesterol (mg/dl)


Reroto (SB)

SD urbon 200 | 82 (19,21

SD rurol 200 145 (22,4)

Uii-t independen; df = 398, p = 0,032

Contoh uji-t untuk kelompok berpasangan.


Peneliti B ingin mengetahui apakah kadar kolesterol anak
bergizi baik berbeda dengan kadar kolesterol anak bergizi
buruk. Menurut pustaka jenis kelamin dan umur memiliki
pengaruh terhadap kadar kolesterol. Ia memeriksa kadar
kolesterol30 anak bergizi baik, kemudian melakukan teknik
matching dengan mencari anak gizi buruk yang sama umur
dan jenis kelaminnya. Karena pemilihan subyek dilakukan
dengan mel akukan matching terhadap variabel penting yang
mungkin memengaruhi kadar kolesterol (umur dan jenis

{r

.t ;t"
AIan RTumbelaka dkk. 337

kelamin), maka kedua kelompok tersebut merupakan


kelompok berpasangan, dan uji yang sesuai adalah uji-t
berpas4ngan. Tabel 16-5 memperlihatkan tabulasi awal yang
menunjukkan perbedaan kadar kolesterol tiap pasangary
yang harus diselesaikan dengan menggunakan rumus uji-t
berpasangan, atau dengan bantuan komputer.

Tabel l6-5. Kqdqr koleslerol qnok dengcn gizi boik don


gizi buruk

Kodqr kolesterol (mg/dl)

Gizi bqik Gizi kurong Bedq


(A) (B) (A-B)

Posongon I 168 148 +2O


Posongon 2 193 177 +16
Posongon 3 I 84 187 -3
Posongon 4 177 177 0

Uji-t independen dan berpasangan adalah jenis uji parametrik,


sehingga memerlukan beberapa syarat, di antaranya:
1 distribusi nilai adalah normal atau hampir normal
2 varians pada kedua kelompok snma, yang disebut sebagai
homoscednsticity
3 pengukuran variabel harus bersifat independen, artinya nilai
satu subyek tidak mempengaruhi nilai subyek lainnya.
Bila distribusi nilai amat tidak normal, seperti yang terjadi pada
kadar imunoglobin serum, maka perlu dilakukan transformasi
data dengan logaritme atau cara lain sebelum dapat dilakukan uji
hipotesis. Lihat monogram Altman (1991) untuk uraian tentang
transformasi data. Cara lain dalam menghadapi data yang tidak

il

t
338 Uiihipotesis

tidak normal distribusinya adalah mengubah variabel kontinu


menjadi variabel ordinal atau nominal sehingga dapat dilakukan
analisis non;pdrdmetrik yang tidak memerlukan syarat tersebut.

Perbandingan nilai rerata >2 kelompok


Perbandingan nilai rerata tiga kelompok atau lebih tidak dapat
dilakukan dengan uji-t antara kelompok I dan II, antara kelompok
II dan III, dan antara kelompok I dan III. Uji yang sesuai untuk
data tersebut adalah analisis varians (anova, analysis of aariance),
yaitu dengan membandingkan ketiga kelompok sekaligus. Bila
dengan anova diperoleh nilai yang bermakna, barulaah dilakukan
perbandingan dengan metode Tukey, Shaeffe, atau lainnya, untuk
mencari letak perbedaannya. Anova dilakukan 1-jalan (one-way
Anorsa) bila variabel bebas diklasifikasi dengan satu cara (misalnya
status gizi saja), atau anova 2-jalan (two-way anoaa) bila variabel
bebas diklasifikasi dengan 2 cara, misalnya berdasarkan pada status
gizi danjenis kelamin.

U;r HnorEsrs UNTUK PRoPoRST


Uji hipotesis untuk data nominal,(misal proporsi) berbeda dengan
uji hipotesis untuk data numerik. Bila untuk data numerik
digunakan statistika parametrik, pada data nominal biasanya
dipakai statistika non-parametrik.

Uji kai-kuadrat
Uji kai-kuadrat (uji x2) merupakan jenis uji hipotesis yang paling
sering digunakan dalam penelitian klinis. Seperti halnya pada uji-
t, uji kai-kuadrat ini juga dibedakan menjadi uji x2 untuk kelompok
independen, dan uji x2 untuk kelompok berpasangan.
Contoh uji kai-kuadrat untuk 2 kelompok independen
Peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil pengobatan
miokarditis difterika dengan obat standar dan dengan obat
baru P. Enam puluh pasien miokarditis difterika dilakukan

t
AIan RTumbelaka dkk 339

randornisasi, dikelompokkan secara acak menjadi; 30 pasien


diobati dengan obat standar, dan 30 lainnya dengan obat P.
Efek yang dinilai adalah kematian. Pada akhir penelitian
diketahui bahwa pada kelompok terapi standar terjadi 12
kematian, sedang pada kelompok obat P terjadi 8 kematian.
Apakah beda kematian tersebut secara statistika bermakna?
Lihat Tabel 16-6.

Tobel l6-6. Hqsil teropi miokqrditid difterika

Sembuh Meninggol Jumloh

Regimen slondor l8 12 30

Regimen boru 22 30

20 60

x2=0,66,df =l; p=O.1 46

Persyaratan uji x2
Uji untuk 2 kelompok independen sahih apabila persyaratan
x2
berikut dipenuhi:
1. jumlah subyek total > 40, tanpamelihat nilai expected, yaitunllai
yang dihitung bila hipotesis 0 benar
2 jumlah subyek antara 20 dan 40, dan semua nilai expected pada
semua sel > 5
Bila:
(a) jumlah subyek total n< 20, atau
(b) lunrlah subyek antara 20-40 dengan ntlai expected ada yang < 5
maka dipakai uji mutlak Fisher.

.r
340 Ujihipotesis

Uii x'?untuk 2 kelompok berpasangan


Uji x'?untuk dua kelompok berpasangan lebih jarang digunakan
ketimbang uji x2 untuk kelompok independen. Uji x2 berpasangan
digunakan untuk memperbandingkan proporsi kejadian dengan
subyek yang sama atau serasi (indiaidual matched), Uji x'z untuk 2
kelompok berpasangan dikenal sebagai uji Mc Nemar. Penyusunan
tabel2x2 harus dibuat secara berpasangan, seperti menyusun hasil
pengamatan pada uji diagnostik.

Contoh
Ingin dibandingkan hasil terapi demam tifoid dengan
kloramfenikol dan obat M. Tiap pasien yang diobati dengan
kloramfenikol dicari pasangan yang sesuai umur, jenis
kelamin, dan derajat sakitnya untukmendapat obat M. Hasil
terapi tampak pada Tabel '!.6-7, selanjutnya disusun dalam
tabel2x2 (Tabel 16-8). Dalam tabel tersebut pada sel (n)=
jumlah pasangan yang sembuh dengan kloramfenikol dan
obat M, sel (b)= jumlah pasangan yang sembuh dengan
kloramfenikol tetapi tidak sembuh dengan M, sel (c) =
pasangan yang tidak sembuh dengan kloramfenikol namun
sembuh dengan M, sel (d) = pasangan yang tidak sembuh
baik dengan kloramfenikol r4aupun M.

Tqbel l6-7. Hqsil pengobolon demqm lifoid

Posongon No Kloromfenikol ObotM Sel

i Sembuh Sembuh o
2 Sembuh Tidok b
3 Tidok Sembuh c
4 Tidok Tidok d
5 Sembuh Tidok b
6 Sembuh Tidok o
dst

J| -41
AIan RTumbelqka dkk. 341

Tqbel l6-8. Perbqndingon hosil pengobolqn demqm tifoid


dengon kloromfenikol olou obot M

Klorcmfenikol

Sembuh Tidqk

Sembuh 22

ObotM
Tidqk 8

x2 (Mc Nemor): 1 1,1; df = i ; p =O.79O

Uji mutlak Fisher


Uji Fisher adalah hipotesis untuk proporsi 2 kelompok dengan
jumlah subyek yang sedikit. Seperti telah disebut di atas, uji mutlak
Fisher digunakan bila pada tabel2 x 2 didapatkan: (1) jumlah n
total kurang dari 20; (2) atau bila jumlah n total antara 20-40 dan
terdapat nllai expected k:urang dari 5.

B HUSUNCAN ANIARA 2 VARIABEL NUMERIK

Korelasi dan regresi sederhana

Korelasi
Korelasi merupakan suatu metode untuk mencari hubungan
antara 2 variabel numerik, misalnya antara tinggi dan berat badan
anak, atau antara tinggi badan dengan kapasitas vital paru. Tidak
jarang prosedur ini secara salah dipergunakan untuk mencari
kesesuaian antara 2 pengukuran terhadap 1 variabel yang sama

fr

".1
342 Ujihipotesis

(lihat Bab 21). Bila ada 2 set data variabel numerik, maka dapat
dicari korelasi. Contohnya dapat dilihat pada Tabel16-9.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menggamb ar scatter
plot atau diagram baur; apabila dengan diagram baur tidak tampak
hubungan linear, maka tidak perlu untuk dilakukan penghitungan
koefisien korelasi. Bila pada diagram baur tampak ada hubungan
linear, koefisien korelasi perlu dihifung, dapat secara manual atau
dengan program komputer. Perlu diperhatikan bahwa dalam
korelasi tidak dikenal adanya variabel bebas dan tergantung; ia
hanya menunjukkan ada hubungan antara dua variabel numerik.
Hasil penghitungan dinyatakan dalam koefisien korelasi Pearson
(r), dan dapat dihitung pula nilai p-nya.Korelasi mutlak akan
memberikan nilai r = 1, yang nyaris tidak pernah ada dalam
fenomena biologis. Nilai r yang lebih rendah ditafsirkan baik (r>0,8),
sedang (0,6-0,79), lemah (0,4-0,59), sangat lemah (<0,4). Batasan
interpretasi ini dapat berbeda pada beberapa buku.

Tqbel l6-9. Nilqi kodqr hemoglobin don ureum doroh poda


posien gogcl giniol kronik

Kqdor ureum (mg/dl) Kodor Hb (s/dl)

l. 87 124
2. l04 9,8
3. u I 1,3
4. 222 87
5. 78 10,9
dst

Regresi linear
Korelasi dan regresi linear mempunyai kesamaan dan perbedaan.
Keduanya menunjukkan hubungan antara 2 variabel numerik.
Bedanya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan

"r| ;1 '
AIan RTumbelaka dkk. 343

hubungan tanpa adanya variabel bebas atau tergantung; sedangkan


pada regresi, fungsinya adalah untuk prediksi, yaitu meramal nilai
variabel numerik dengan nilai variabel numerik lain. Variabel yang
ingin diprediksi adalah variabel tergantung, sedang yang diukur
adalah variabel bebas, yang biasanya dinilai lebih mudatr, murakr,
atau lebih cepat diukur daripada variabel tergantung yang ingin
diprediksii
Persamaan regresi dengan mudah dapat dihitung dengan
program komputer, yang dinyatakan sebagai:
Y=q+bx

.
r
o
:::::i;::;:::i;"i;:i""'
odoloh konslqnto
b odoloh koefisien regresi

Bila hubungan kadar tripsin serum (variabel tergantung, dalam


unit) dan kadar ureum (variabel bebas, mg/dl,) dinyatakan dalam
persamaan:

Y=3*2,6x
bilo kodor ureum = 50 mg/dl
moko kodor tripsin serum =3*2,6 x50= l33unit

C UII HIPOTESIS DENGAN >1. VARIABEL BEBAS


(eNeusrs MUrrrvARrAr)

Regresi multipel
Regresi multipel digunakan untuk menganalisis set data dengan
satu variabel tergantung berskala numerik dengan lebih dari 1
variabel bebas yang semuanya berskala numerik. Persamaan regresi
multipel mempunyai rumus umum sebagai berikut:

.rl
344 Ujihipotesis

y=o * b, * b,, * b,. + ..... b,r

. 'l odoloh vqriobel tergontung


XzX, Xz
:::i:l;:;:;i".':""oberbebos
b,,br,..... b, odoloh koefisien regresi tiop voriobel

Contoh
Peneliti ingin memperoleh persamaan regresi yang dapat
meramalkan tekanan ventrikel kanan pada pasien stenosis
pulmonal (variabel numerik, mmHg) dengan sumbu QRS
(derajat), tinggi gelombang R di V (mm), dan gelombang S
di \ (mm). Ia melakukan kateterisasi iantung pada semua
pasien stenosis pulmonal, mengukur tekanan ventrikel
kanannya, dan menghitung sumbu QRS, gelombang R di
V., dan gelombang R di V5 pada EKG. Dengan program
komputer diperoleh persamaan regresi:

y = 12 f O,6x, I O,4xz -2Xt

y = tekonqn vertikel konon (mmHg)


X, = sumbu QRS (deroiot)
Xz = gelombongRdi ontoronV,(mm)
X: = gelombongSdi ontoronVo(mm)

Persamaan yang diperoleh dari pengamatan beberapa puluh


pasien tersebut dapat dijadikan pegangan untuk pasien-pasien
berikutnya. Bila seorang pasien dengan stenosis pulmonal datang
kemudian dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan hasilnya
sumbu QRS 1300, gelombang R di V1 :20 mm, dan gelombang R
di V6: L2 mm, dapat diduga tekanan vertikel kanan adalah:
y = 12+( 0,6xl3O)+(0,4x2O1-(2x12) = 74 mmHg.

Regresi logistik
Regresi logistik dipakai apabila variabel bebas berskala numerik,
ordinal, dan nominal, sedangkan variabel tergantung berskala
nominal dikotom. Teknik yang semula banyak dipakai dalam ilmu

ll ,j& n
Alan RTumbelaka dkk. 345

sosial dan kesehatan masyarakat ini kini makin banyak dipakai


dalam penelitian klinis. Persamaan regresi logistik mempunyai
bentuk sebagai berikut:

P_
1 _ a-(a+brxr+b,xr-b,x,....+b1x,)

P = peluong reriodinyo efek


e = bilongon noturol (2,14)
o = konstqnto
b = koefisien regresi
X = voriobel bebos

Contoh
Ingin diperoleh persamaan untuk memprediksi peluang
pasien yang masuk ke ICU untuk hidup, berdasarkan usia
(numerik), skor analisis gas darah (numerik) dan skor klinis
(numerik) saat masuk, kategori diagnosis (ordinal), adanya
infeksi (nominal). Dari 100 pasien akan diperoleh persamaan
regresi logistik, yang dapat dipakai untuk meramal peluang
untuk hidup pasien berikutnya yang masuk ICU.

Catatan
1. Regresi multipel dan regresi logistik merupakan statistika lanjut
yang banyak menggunakan asumsi. Misalnya, pernyataan
bahwa variabel bebas pada regresi multipel harus berskala
numerik, dianggap dapat dipenuhi olelt dummy variabel, yakni
variable yang mempunyai dua buah nilai (misalnya lelaki diberi
nilai 0, perempuan nilai 1). Program komputer akan memberi
nllai p untuk koefisien regresi, yang menunjukkan apakah
koefisien tersebut bermakna atau tidak. Pelbagai persyaratan
diperlukan dalam teknik-teknik ini, yang dapat dikaji dalam
buku Afifi dan Clark (1986)
2. Pada saat ini sudah adaprogram komputer yang memungkinkan
penghitungan regresi logistik dengan variabel dependen
nominal lebih dari 2 nilai (regresi logistik polikotom).

il

Jl
346 Ujihipotesis

D^q.rran PUSTAKA
1 Afifi AA" C'lark V. Computer-aided multivariate analysis. New York: VNB,
1986
2 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman &
Hall,L99L.
3 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mf. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMI;2000.
4 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw Hill, 2001.
5 Elwood JM. Critical appraisal of epidemiological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. oxford: oxford University Press, 1998.
6 Fleiss JL. Statistical methods for rates and proportions. New York: ]ohn Wiley
& Sons, 1997.
7 Hulley SB, Cummings SR, Browner WS, Grady D, Newman TB, penyunting.
Designkng clinical research - an epidemiologic approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 2007.

il

.rl
AIan RTumbelaka dkk. 347

!t-
m#is
ffi@
R#fd

Uji hipotesis (sering disebut sebagoi uji stotistiko)


merupakan prosedur stotistiko untuk menerjemohkon hosil
penelition podo sompel ke populosiyong diwokili oleh sompal
tersebut. Dengon uji hipotesis diperoleh hosil niloip.
Uji hipotesis horus dipondang sebagoi sorono untuk
membontu interpretosi hosil penelition Niloi p menunjukkon
besornyo peluong untuk mendapotkon hosil (atou hasil yang
lebih ekstrem) bilo hipotesis nol benor. Niloi p yong kecil,
yang menunjukkon kemoknoon stotistiko, horus dibedokon
dengon kemoknoon klinis. Artinyo hosilpenelition dopot
secarastotistiko bermokna nomun secora klinis tidok
penting, don saboliknyo. Bogi klinikus yong lebih penting
odolah kemoknoan klinis yong ditunjang oleh kemaknoon
stotistiko.
Uji hipotesis bergantung podo desoin penenlition don jenis
doto yang diperoleh podo sampal. Jenis uji ini harus sudoh
ditetopkon sebelum penelition dilokukon, lengkop dengon
tingkot kesalohon yong ditetapkon.
Uji hipotesis yong poling sering digunokon dalm penelition
klinis odaloh uji x,, uji t, onalisis vorions, korelosi don
r egr esi,serto uj i multivoriot (r egr esi mu lti pel dan r egr esi
logistik).
Pengetohuon jenis uji hipotesis don interpretosinyo yong
tepot akon songot membontu dokter dolom memohomi literatur
kedokteron.

il

:l .*"
Bab L7 - Perkiraan besar
sampel

Bambang Madiyono, S Moeslichan Mz,


Sudigdo Sastroasmoro, I Budiman, S Harry Purwanto

alah satu aspek penting dalam pembuatan rancangan


penelitian adalah menentukan besar sampel. Pertanyaan
yang harus dijawab adalah:'Berapa subyek yang diperlukan
dalam suatu penelitiary agar diperoleh hasil dengan tingkat
kepercayaan tertentu?' Aspek ini sering merupakan'momok' bagi
peneliti pemula, bahkan juga bagi yang berpengalaman. Jumlah
subyek sangat menentukan manfaat penelitian. Penelitian klinis
baru bermanfaat bila diperoleh hasil yang secara klinis penting
(clinically important) dan ditunjang dengan uji statistika yang
bermakna (statistically significant). Perbedaan hasil klinis yang kecil
dapat bermakna secara statistika apabila jumlah subyeknya sangat
banyak. Sebaliknya perbedaan klinis yang amat mencolok dapat
tidak bermakna secara statistika apabila subyeknya terlalu sedikit.
Fenomena tersebut dirumuskan dalam kalimat: Too many subjects
prlae eaerything, too few subjects proae nothing.

Catatan.Istilah yang benar adalah besar sampel (sample size)


bukan iq!dah-a!0pet. Bila ingin digunakan kata jumlah,
gunakan istilah jumlah subyek, atau jumlah pasien bila yang
diteliti adalah pasien.

il

ll
Bambang Madiyono dkk 349

Banyak penelitian yang tidak dipublikasi oleh karena hasilnya


tidak bermakna secara statistika (negatiae result) meskipun secara
klinis hasil tersebut penting. Hal ini menimbulkan apa yang dikenal
sebagai bias publikasi (publication bias). Karena pustaka kedokteran
didominasi oleh data dari penelitianyang dipublikasi, yangbiasanya
bermakna secara statistika, maka dapat diduga terjadi bias publikasi
tersebut. Sebagian studi denganhasil secara statistika tidak bermakna
ini sebenamya semata-mata disebabkan oleh kurangnya subyek yang
disertakan dalam penelitian.
Dalam bab ini dibahas cara penetapan besar sampel untuk
pelbagai jenis desain penelitian klinis. Perhitungan matematika
diusahakan minimal. Sebelumnya akan diulas kaitan besar sampel
dengan pelbagai konsep statistika lainnya. Pada akhir bab diajukan
cara penghifungan pouner statistika dan beberapa catatan yang pelu
diperhatikan yang berkaitan dengan besar sampel. Tabel untuk
beberapa penghitungan besar sampel yang sering digunakan dapat
dilihat pada Lampiran.

Fnxron-FAKToR yANG DTpERLUKAN DALAM


ESTIMASI BESAR SAMPEL

Di dalam setiap penelitian klinis, setelah terbebas dari pelbagai jenis


bias, terdapat 5 data statistik yang saling memengaruhi, yaitu:
o Perbedaan hasil klinis atau ffict size (d)
o Besarnya kesalahan tipe I (u) atau hasil positif semu
o Power yang diperlukan (t-F); F : kesalahan tipe II, atau hasil
negatif semu
. Karakteristik data (simpang baku atau proporsi)
o Besar sampel
Perubahan salah satu faktor tersebut akan memengaruhi 4 faktor
lainnya. Perkalian kelima statistik ini menghasilkan konstanta, yang
menjadi dasarbagi perkiraanbesar sampel dan dapat diformulasikan
sebagai berikut:

.rf
350 Perkiraanbesar sampel

nx6xo
K-
. zoxzuxSB
K- konstonto
n= iumloh subyek
o- deho oiou effecl size, perbedoon hosil yong diomoti
p= proporsi (unluk dolo nominol)
Z=
d
deviot boku normol unluk 0,
-=
p
.=
deviot boku normol untuk B
SB simpong boku (untuk doto numerik)

Catatan
o Notasi matematika formal deviat baku normal untuk u
adalah Z$-rzo) untuk uii-2 arah, dafl 211,o1 untuk uji 1-arah-
Dalam buku ini penulisan notasi tersebut disederhanakan
menjadi z* dengan memperhatikan apakah uji bersifat satu
atat2 arah.
o Notasi untuk deviat baku normal untuk B (selalu 1 arah)
adalah z,r_u,. Dalam buku ini penulisannya disederhanakan
menjadi zu.

'1, PEnnsneeN HASIL KLINIS (nrrccr srzE)

Besar sampel paling dipengaruhi oleh perkiraan perbedaan hasil


klinis atau ffict size atar delta; makin kecil perbedaan hasil yang
diinginkan, makin banyak subyek yang dibutuhkan. Besar sampel
berbanding terbalik dengan kuadrat perbedaan hasil klinis; jadi
perbedaan yang hanya berkurang 50% memerlukan subyek 4 kali
lebih banyak.
Perbedaan hasil klinis ditetapkan oleh peneliti, dan seyogyanya
angka yang digunakan tidak diperoleh dari pustaka, melainkan
didasarkan pada judgment klinis peneliti, yakni perbedaan terkecil
yang secnraklinis dianggap penting, Bila dikaitkan dengan praktik,
'beda klinis terkecil yang secara klinis penting' sama dengan'beda

&

i
Bambang Madiyono dkk 3s1

klinis terkecil yang akan mengubah praktik seorang dokter'.


Misalnya dalam jurnal telah dilaporkan bahwa untuk penyakit
tertentu obat A memberi kesembuhan 60"/" lebih tinggi dibanding
dengan obat standar (dengan obat standar sembuh 30%, dengan
obatAsembuh 90%). Apabila kita akan melakukan penelitian ulang
sebagai konfirmasi untuk pasien kita, maka amat tidak wajar untuk
menggunakan angka 60% itu sebagai perkiraan perbedaan hasil
klinis, oleh karena dua alasan berikut:
o Alasan konseptual: bila telah diperkirakan perbedaan hasil
yang demikian meyakinkary tentunya tidak ada alasan yang
logis lagi untuk melakukan penelitian ulang.
r Alasan teknis: apabila ternyata data penelitian 'hanya'
menghasilkan beda hasil klinis sebesar 50%, maka pada uji
hipotesis akan diperoleh hasil yang tidak bermakna secara
statistika (p>0,05), padahal perbedaan klinis sebesar 50%
tentu sangat luar biasa.
Untuk studi klinis, perbedaan hasil sebesar 10-20% merupakan
angka yang rasional bagi peneliti untuk masih mempertanyakan efek
obat dan menelitinya. Angka-angka tersebut memang paling sering
dipergunakan, khususnya untuk pertanyaan penelitian utama. Namun
bukan berarti bahwa hanya kisaran angka tersebut yang boleh
digunakan) pada penelitian tentang manfaat aspirin dosis rendah
untuk mencegah kejadian kardiovaskular yang berat (stroke, infark
miokard) mungkin angka 5"/o ataubahkan 3% logis untuk digunakan
(oleh karena obahrya murah, mudah diperoletr, relatif aman, target
potensi pemakainya sangat banyak, dan outcome y arrg dicegah sangat
berbahaya). Sebaliknya untuk obat yang mahaf sulit diperoletr, banyak
efek sampingnya, target penggunanya tidak banyak, atau outcome-
nya tidak terlalu berbahaya, peneliti mungkin menganggap beda klinis
yang lebih besar dari 20"/" diperlukan. Untuk pertanyaan tambahan,
yang besar sampelnya juga harus dihitung dalam keadaan tertentu
beda hasil klinis dari pustaka masih berterima.
Jadi besar sampel dapat dengan amat mudah dikurangi dengan
cara memperbesar perkiraan effect size, misalnya dari20"/o menjadi
50"/", tetapi memperbesar risiko hasil penelitian secara statistika

il

i
352 Perkirqsnbesar sampel

menjadi tidak bermakna, meski secara klinis perbedaan tersebut


penting. Di sisi lain pada studi yang mengharap hasil yang tidak
berbeda (uji klinis negatif, misalnya penelitian penyederhanaan
prosedur terapi) perlu sampel yang besar untuk menunjukkan
bahwa beda klinis kurang dari 5 ataull"/" dianggap tidak penting.

2 KEsannnnN DALAM uJr HrporEsrs


Dalam uji hipotesis tidak dapat dihindarkan terjadinya 2 kesalahan,
yang disebut sebaagai kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II (Tabel
f7-L). Untuk pemahaman konsep ini perlu diingat istilah hipotesis
nol (Ho), yakni hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan.
Seperti telah dibahas dalam Bab 16, kesalahan tipe I (a) adalah
besarnya peluang untuk menolak Ho pada sampel, padahal dalam
populasi Ho benar (positif semu). Kesalahan tipe II (F) adalah
besarnya peluang untuk tidak menemukan perbedaan yang
bermakna dalam sampel, padahal dalam populasi perbedaan itu
ada, jadi p adalah besarnya peluang untuk tidak menolak Ho yang
sebenarnya harus ditolak (negatif semu).
Kedua tipe kesalahan ini saling memengaruhi. Pada besar sampel
yang sama, upaya untuk mengurangi B akan memperbesar 0t
sebaliknya usaha mengurangi cr akan memperbesar B. Nilai cr dan B
hanya dapat dikurangi bersama-sama dengan cara menambah
subyek; dengan kata lain kesalahan tipe I dan tipe II akan berkurang
dengan bertambahnya besar sampel.
Besaran kesalahan tipe I atau nilai o ditetapkan oleh peneliti;
dalam studi klinis nilai o yang biasanya digunakan adalah 0,05,
kadang 0,10 atau 0,01. Nilai ini sangat memengaruhi besar sampel.
Makin kecil cr (atau makin besar zo), makin besar pula sampel
yang diperlukan. Besar sampel berbanding lurus dengan kuadrat
z" untuk ini harus diperhatikan apakah uji hipotesis bersifat 2 arah
(two-tailed hypothesis testing) atau 1 arah (one-tailed hypothesis
testing). Pada uji 2 arah perbedaan mungkin terjadi ke 2 sisi (obat
A mungkin lebih baik atau lebih buruk dari obat B). Dalam uji
hipotesis, hal tersebut dirumuskan sebagai:

d;

.*
BambangMadiyono dkk 353

F{: A:B;F{: A*B


. Ho = hipotesis 0; Ho = hipotesisolternotif

Pada uji hipotesis satu arah, sebelum penelitian harus telah


dipastikan bahwa perbedaan yang ditemukan hanya mungkin ke
arah satu sisi (A pasti lebih baik dari B), tidak mungkin sebaliknya.
Keadaan (yang jarang dibenarkan) ini pada uji hipotesis dirumuskan
sebagai:

l'{o: A=B; q: A }B

Nilai cx sebesar 0,05 dan 0,01 rtji2-arahmemberi nilai zoberturut-


turut sebesar 1,960 dan 2,575, sedang untuk uji 1 arah nilai zo
berturut-turut sebesar 1.,640 dan 1.,960 (Tabel 17-2). Jadi jumlah
subyek akan lebih sedikit apabila dipilih hipotesis satu arah; dengan
data yang sama, bila uji 2 arah menghasilkan p : 0,08, bila diuji
dengan uji hipotesis 1 arah akan diperoleh p :0,04.

Tqbel lZ-1. Kesqlqhqn podo uii hipotesis

Keadeen dElE rn p*pulasi

B*rb*ds Tidak berh*da

Ho dit+lak

f{o tidak ditdak

{r

i .a"
354 Perkiraanbesar sampel

Seperti telah disebutkary uji hipotesis satu arah hanya dapat


dilakukan apabila ada pustaka atau logika yang meyakinkanbahwa
perbedaan ke arah sebaliknya tidak mungkin te4adi (misalnya tidak
mungkin tinggi badan anak akan berkurang dengan bertambahnya
usia). Bila syarat ini tidak dipenuhi maka harus digunakan uji dua
arah dalam analisis dan laporan penelitian.
Saat ini banyak jurnal kedokteran terkemuka mengharuskan
pemakaian :uji 2-ara}l dalam laporan ilmiah, dan kecenderungan
untuk penggunaan uji hipotesis 2 arah ini makin popular. Filosofinya
adalah penelitian dilakukan karena terdapat dugaan atau dugaan
kuat (hipotesis) bahwa A lebih baik daripadaB, namun hal yang
sebaliknya dapat terjadi (B lebihbaik daripadaA). Bila peneliti sudah
meyakini bahwa A sudah pasti lebih baik dari B, maka logikanya
penelitian tidak perlu dilakukan. Bila pada awalnya direncanakan
uji 1-arah, misalnya A lebih baik daripadaB, dan ternyata data
menunjukkan B lebih baik daripada A, maka penelitian tersebut
harus dianggap batal.

3 PownnPENELmAN
Power suatu penelitiary analog dengan nilai sensitivitas pada uji
diagnostik, adalah kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan
beda yang secara statistika bermakn4 bila dalam populasi tersebut
ada (Tabel 77-l). Artinya power adalah kekuatan untuk menolak
hipotesis nol pada data penelitian, apabila dalam populasi terdapat
perbedaan hasil klinis. Nilai poToer adalah sebesar (1-B), bila P = 20%,
maka berarti power = 80"/", artinya penelitian itu mempunyai peluang
atau kekuatan sebesar 80% untuk mendeteksi perbedaan hasil klinis
(dalam sampel penelitian) apabila perbedaan tersebut dalam populasi
memang ada.
Nilai F (atau 1-B, power) juga ditetapkan oleh peneliti; rilai power
yang seringkali dipergunakan adalah 80% atau 90%. Nilai power yang
diinginkan tersebut memengaruhi besar sampel. Makin besar power
yang diinginkan, makin kecil B atau makin besar zu, dan makin
bertambah besar sampel. Besar sampel berbanding lurus dengan

.rl
BambangMadiyono dkk 355

kuadrat zu. Untuk power sebesar 80% dan 90% diperlukan zu (selalu
satu arah) berturut-turut sebesar 0,842 dan 1,282. Bila pada akhir
penelitian jumlah subyek yang berhasil diteliti kurang dari yang
diperhitungkan, dan bila nilai u dan ffict size yang diperoleh tetap,
makapower penelitian akan berkurang. Daftar nilai z dapat dilihat pada
Tabel lT-2.

Tqbel l7-2. Tsbel distribusi z

Tingkot kesolqhon Zc l-oroh Zg"2-qrch


otou Zp

0,01 2,326 2,576


O,O2 2,O54 2,326
O,O4 1,751 2,O54
0,05 1,645 1,960
0,10 1,282 1,645
0,15 1,036 1A4O
O,2O 0,842 1,282

4 SupaNc BAKU
Berbeda dengan zo dan 20, simpang baku data variabel berskala
numerik merupakan statistik yang tidak dapat dimanipulasi sesuai
dengan keinginan kit4 oleh karena nilai ini yang diperkirakan akan
ditemukan dalam penelitian. Nilai simpang baku yang diperlukan
untuk digunakan dalam formula besar sampel dapat diperoleh dari
penelitian terdahulu (baik data sendiri ataupun dari pustaka), atau
dari pengalaman atau studi pendahuluan. Nilai simpang baku ini
sangat memengaruhi besar sampel; makin besar simpang baku
(berarti variabilitas nilai numerik lebih besar), maka akan makin
banyak jumlah subyek yang diperlukan. Dalam penghitungan, besar
sampel berbanding lurus dengan varians (yakni kuadrat simpang
baku atau s2).

il

t .4u
356 Perkiraanbesar sampel

5 FnsrcusNSI ATAU PRoPoRST


Seperti halnya simpang baku, maka frekuensi atau proporsi variabel
nominal juga tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti, oleh karena
merupakan nilai yang diperkirakan diperoleh dalam penelitian.
Dalam studi deskriptif, proporsi variabel yang diteliti diperkirakan
dari pustaka. Dalam studi perbandingan (misalnya uji klinis yang
membandingkan proporsi kesembuhan subyek pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan), proporsi kesembuhan kelompok
kontrol diperoleh dari pustaka, pengalaman, atau studi pendahuluary
sedangkan perbedaan proporsi kesembuhan ditentukan berdasar
judgment klinis. Makin kecil beda proporsi antara kedua kelompok,
makin besar sampel diperlukan. Lihat kembali uraian tentang
perbedaan hasil klinis.

6 Iwrnnvar KEPERCAYAAN

Akhir-akhir ini untuk menunjukkan hasil penelitian nllai interasl


kepercayann (confidence interaal) sering digunakan di samping nilai
p.Llhatkembali Bab 2. Beberapa jurnal mensyaratkan pencantuman
interval kepercayaan untuk hasil penelitiary terutama untuk hasil
utamanya. Dalam pemanfaatan hasil penelitian untuk praktik,
dokter juga lebih mudah memanfaatkan nilai yang ditemukan dalam
sampel dengan interval kepercayaarrrya ketimbang merujuk pada
hasil nilai P yang kurang informatif. Dalam Bab 2 telah diuraikan
kelebihan mencantumkan interval kepercayaan ketimbang nilai p
saja. Berikut diulas secara ringkas kaitan antara interval kepercayaan
dengan besar sampel dan parameter statistika lainnya.
Lebar interval kepercayaan bergantung pada 3 faktor:
r Besar sampel
r Karakterstik data (simpang baku atau proporsi)
r Derajat interval kepercayaan yang diinginkan
Lebar interval kepercayaan sangat dipengaruhi oleh besar
sampel. Interval ini akan makin lebar dengan berkurangnya besar

il

:l
Bambang Madiyono dkk 357

sampel yang sekaligus menunjukkan power yang kecil. Sebaliknya


interval kepercayaan akan makin sempit dengan bertambahnya
besar sampel, dan power pun akan bertambah.
Karakteristik data statistik berupa simpang baku (data numerik)
dan proporsi (nominal) memengaruhi lebar interval kepercayaan.
Simpang baku yang lebih besar menunjukkan dispersi data yang
lebar, dan memperlebar interval kepercayaan. Proporsi yang makin
menjauhi nilai 0,50 menghasilkan interval kepercayaan yang makin
asimetris. Pada proporsi yang menjauhi 0,50, makin sedikit jumlah
subyek, memberikan interval kepercayaan yang makin asimetris.
Derajat interval kepercayaan memengaruhi lebar interval
kepercayaan. Pada set data yang sama, interval kepercayaan 99oh
lebih lebar ketimbang interval kepercayaan 95%. Pada penelitian
yang menginginkan interval kepercayaan perbedaan nilai statistik
antara 2 kelompok sebesar 99"/", interval kepercayaannya dapat
melampaui titik nol (tidak ada perbedaan yang bermakna pada uji
hipotesis), sedangkan bila menggunakan interval kepercayaan 95o/o
maka titik nol tidak terlampaui (berarti terdapat perbedaan). Jadi
dalam melakukan interpretasi hasil klinis yang menyertakan interval
kepercayaaru kita tidak hanya melihat rentang interval kepercayaan
namun juga derajat interval kepercayaannya.

PnnrmeAN BESAR sAMpEL


Perkiraan besar sampel dapat dilakukan dengan pelb agai cara; dasar
yang digunakan untuk estimasi bergantung pada tujuan penelitian
serta desain yang dipilih. Saat ini tersedia petunjuk penghitungan
besar sampef dalam benfuk rumus, nomogram, atau tabel. Berikut
diuraikan estimasi berdasarkan rumus yang sering digunakan pada
penelitian klinig dengan tanda I di belakang informasi yang diperlukan:
o [ditetapkan] berarti dipilih nilai yang dikehendaki oleh
peneliti
o [dari pusataka] berartinilai diambil dari pustak4 pengalaman,
atau studi pendahuluan
. [clinical judgment] berarti nilai yang secara klinis penting

tl

t
358 P erkir aan b es ar s arnp el

A BEsan SAMPEL I.INTuK DATA NUMERIK

Sampel tunggal untuk perkiraan rerata


Penetapan besar sampel untuk estimasi mean (rerata) pada studi
deskriptif atau survai) memerlukan 3 informasi, yakni:
o Simpang baku nilai rerata dalam populasi, s [dari pustaka]
o Tingkat ketepatan absolut yang diinginkary d [ditetapkan]
r Tingkat kemaknaan/ cr, [ditetapkan]
Perhatikan bahwa nilai rerata tidak diperlukan dalam estimasi
besar sampel perkiraaan rerata. Rumus yang digunakan:

n = lto "' l'


Lal
Contoh:
Seorang peneliti ingin mengetahui rerata tekanan darah
diastolik remaja normal di daerah A. Menurut pustaka rerata
tekanan diastolik adalah 80 mmHg dan simpang baku 10
mmHg. Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah sebesar 957o
dan ketepatan absolut yang dapat diterima adalah 2 mmHg.
Berapakah besar sampel yang diperlukan?

^=[,t]rf'=r,
Perkiraan besar sampel untuk beda rerata 2 kelompok
Dalam penelitian klinis perkiraan bbsar sampel paling sering digunakan
pada studi untuk menguji hipotesis terdapatnya perbedaan dua
rerata. Untuk ini perlu diperhatikan apakah kedua kelompok yang
diperbandingkan tersebut bersifat independen atau berpasangan
(paired).

.* Au
BambangMadiyono dkk 359

1 Uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen


Untuk memperkirakan besar sampel dari dua kelompok independen
dengan uji hipotesis diperlukan 4 informasi penting yaitu:
o simpang baku kedua kelompok, s [dari pustaka]
o perbedaan klinis yang diinginkan, x.,-x,fclinical judgmentl
r kesalahan tipe I, o [ditetapkan]
. kesalahan tipe II, B [ditetapkan]
Rumus yang digunakan adalah:

hr=h2=r[q"=d]'

Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja,
kelompok pertama gemar berolah raga, kelompok lainnya
tidak. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Tekanan
diastolik remaja salah satu kelompok adalah 80 mmHg dan
simpangbaku kedua kelompok sama, L0 mmHg. Bila dipilih
= O,05 dan p otn er = 0,80, b erapakah subyek yang diperlukan?

zo=1,9 6 ; zU=O,842 i s=l 0; xr =85i xz =80

(1,96+0,842X]0
nt =n, ='[
(85-80) ]'=,,
2 Vii hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan
Informasi yang diperlukan berbeda dengan untuk dua kelompok
independen:
r simpang baku dari rerata selisitr, so [dari pustaka]
o selisih rerata kedua kelompok yang klinis penting, dlclinical
judgmentl
. kesalahan tipe I, cx [ditetapkan]
o kesalahan tipe II, B [ditetapkan]

il

I
I
.rl
360 Perkirannbesar sampel

Rumus yang digunakan:

"=LoI
n_[(zo
+zp)rsa-l'

Catatan: Perlu diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah so,


simpang baku rerata selisih nilai yang berpasangan, bukan simpang
baku rerata. Simpang baku rerata selisih nilai ini lebih sulit diperoleh
dari pustaka daripada simpang baku rerata, karena biasanya tidak
disertakan oleh penulis yang melaporkan hasil penelitiannya ke
jurnal. Bila nilai ini tidak dapat diperolefu maka jalan terbaik adalah
dengan melakukan studi pendahuluan untuk memperoleh nilai
tersebuf dengan catatan akan diperoleh nilai yang kurang mendekati
kebenaran karena hanya melibatkan sedikit kasus.

Contoh
Ingin diketahui beda tekanan diastolik 2 kelompok remaja;
kelompok pertama remaja di perkotaan, kelompok kedua
remaja pedesaan. Subyek dpilih dengan teknik matching
individual. Beda sebesar 5 mmHg dianggap berarti. Bila
dipilih = 0,05 dan power = 0,80, dan simpang baku selisih
rerata = 10 mmHB, berapa pasang subyek diperlukan?

zo=1 ,96; zr=O,842; so= I O; x, -xr=5

('1,96 + 0,842l, xro]'=32


":I 5

Jadi diperlukan 32 pasang subyek

B Bnsnn sAMPEL UNTLIK DATA NoMTNAL

1 Sampel tunggal unhrk estimasi proporsi suatu populasi


Seperti halnya pada estimasi besar sampel untuk data numerik,
estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan
3 informasi yaitu:

t -';*
o
BambangMadiyono dkk 361

. proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P [dari


pustakal
r tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d [ditetapkan]
o tingkat kemaknaan, cx [ditetapkan]
Untuk simple random sampling rumus yang digunakan:
to'PQ
rr- -
d'?
Nilai Q adalah (1-P); jadi bila P = 0,7 rnaka Q = 1-0,7 = 0,3.
Rumus ini hanya berlaku bila proporsi P > 0,10 atau < 0,90 dan
perkalian besar sampel (n) dengan proporsi: n x P dan n x Q
keduanya harus menghasailkan angka > 5.
Seorang peneliti ingin mengetahui berapakah proporsi balita
di daerah A yang telah mendapatkan vaksinasi polio. Tingkat
kepercayan yang dikehendaki sebesar 95"/" dan ketepatan
relatif yang diinginkan sebesar 10%. Berapakah jumlah
subyek diperlukan?

Karena P x Q mempunyai nilai paling tinggi bila P : 0,50, bila


proporsi sebelumnya tidak diketahui, maka pada subyek yang
dipilih secara simple random sampling dipergunakan P = 0,50:
F=0,50; zo =1,96; d=0,]0

: r,s6il o::g_:LL,*_9,50) _ eZ
" 0,.l0'
Rumus besar sampel ini paling popular, bahkan seringkali
disalahgunakan dengan memak ainy a, padahal penelitian bukan
(hanya) ingin mengetahui proporsi tunggal, melainkan juga untuk
uji hipotesis terhadap beda 2 proporsibahkanuntuk menguji hipotesis
beda2rerata. Praktik ini tidak selayaknya dilakukan. Apabila suatu
penelitian memiliki lebih dari satu desain, misalnya awalnya ingin
mengetahui proporsi suatu keadaan, kemudian dilanjutkan dengan
studi intervensi (uji klinis) terhadap subyek yan g ada, maka diperlukan
2 penghitungan besar sampel secara terpisah.

il

i
362 Perkiraanbesar sampel

2 Besar sampel untuk uii hipotesis terhadap 2 proporsi

a Dua kelompok independen


Untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen diperlukan 4 informasi;
. proporsi efek standar P, [dari pustaka]
. proporsi efek yang ditelitiPrlclinical judgmentl
o tingkat kemaknaan, cr [ditetapkan]
. power atau zu [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:
f-z
(2" r/2PQ+zu ./P,Q,+ P2Q2)
[] =f,2 =
(P, -Pr)'

Cqtoton: P ='/, (Pr+Pr)

Peneliti melakukan uji klinis untuk mengetahui apakah


terdapat perbedaan efektivitas obat baru A dengan obat
standar B terhadap penyakit X. Proporsi kesembuhan dengan
obat standar adalah 0,50 dan beda klinis yang dianggap
penting 0,10. Bila c (2 arah)
= 0/05 danpotaer= 0,80, berapakah
subyek yang diperlukan ?

zo =1,9 6 i 4 =0,8 42 ; P, =0,5 O; e --


fx9,6o+0,5 oFo,55

n, =nr =h,s42(o^55.0/a+o,aa@l """


=388

Catatan: Rumus ini sangat sering digunakan pada uji klinis. Perhatikan
bahwa proporsi efek pada terapi standar (P,) harus diketahui (dari
pustaka atau sumber lain), sedang proporsi efek pada terapi yang
diteliti (Pr) ditentukan berdasar clinical judgment, yakni beda klinis
terkecil yang dianggap penting. P, tidak diambil dari pustaka. Bila
pustaka yang dirujuk memberi effect size (P1-Pr) sebesar 50% (0,50)
dan angka itu diambil sebagai dasar menentukan Pr, maka subyek

.rl
BambangMadiyono dkk 363

yang diperlukan sedikit. Namun bila penelitian menunjukkan beda


sebesar 30"/", beda yang secara klinis amat penting tersebut secara
statistika tidak bermakna (p>0,50). Selain itu bila telah diduga efect size
demikian besar (50%), tak ada alasan untuk melakukan penelitian lagi.

b Dua kelompok berpasangan


Untuk proporsi dua kelompok berpasangan diperlukan jumlah
subyek yang lebih sedikit ketimbang untuk kelompok independen.
Estimasi besar sampel untuk menguji hipotesis beda proporsi 2
kelompok berpasangan diperlukan informasi:
. proporsi subyek dengan respons diskordan, yakni jumlah
subyek yang memberi respons berbeda dibagi dengan
jumlah seluruh subyek = (b+c)/n (Gambar \7-7) [dari
pustaka, pengalamaru studi pendahuluan].
. kesalahan tipe I, [ditetapkan]
. power atatt zu [ditetapkan]
. d : beda proporsi yang klinis penting [clinical judgment]

Obol slondor

Sembuh Tidok

Sembuh
Obol boru

Tidok

Gambar l7-1..Tabel2 x 2 memperlihatkan hasil pengobatan dua


kelompok berpasangan terhadap obat standar dan obat baru. Sel a
berisi jumlah pasangan subyek yang sembuh dengan kedua jenis obaf
sel b sembuh dengan obat baru namun pasangannya tidak sembuh
dengan obat standar, sel c berisi subyek y*g tidak sembuh dengan
obat baru namun pasangannya sembuh dengan obat standar, sel d
berisi pasanganyang tidak sembuh dengan obatbaru maupun standar.
Proporsi subyek yang memberi respons diskordan = (b*c)/d.

il

.t
364 P erkir a an b es ar s stnp el

Rumus yang digunakan:

n=
p
{r" fi *=u ",1+- a'y'
d2

atau rumus alternatif:

no=_fz^+zol2f
dr_
Contoh
Dengan teknik matchingindividual peneliti mempelajari beda
efektivitas regimen A dan B untuk pengobatan obesitas.
Proporsi kesembuhan regimen A adalah 50% danbeda klinis
yang dianggap penting 20%. Proporsi pasangan yang
diskordan adalah 20"h.Dengan kesalahan tipe I5% dan tipe
ll20% berapa pasangan subyek diperlukan?

f =O,4,d=0,2,a =0,05rF =0120


rl---l
_ {1.F6.'Jt-1.4 + t:t.84?'!r'rl4 - tf ?-}' _
no=#=75

dengan rumus alternatif:

ll.Fr + il.E4ll ?ff.4


frF : =7F
ll
"r.

BEsen sAMPEL UNTUK sTLJDI KoHoRT


Pada studi kohort peneliti bermaksud mencari perbandingan
insidens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan insidens
efek pada kelompok tanpa risiko. Besar sampel dihitung pada studi
kohort dengan pembanding eksternal (studi kohort ganda). Untuk
studi kohort dengan pembanding internal perlu perkiraan pasien
yang akan terpajan faktor risiko. Bila insidens efek pada kelompok
dengan faktor risiko : P, dan insidens efek pad kelompok tanpa

il

.rl .;e "


BambangMadiyono dkk 365

risiko: Pr, maka RR = Pr/Pr. Dari ketiga parameter tersebut cukup


ditentukan 2 parameter saja.
Contoh:
Bila RR =2,Pr= 0,80, maka P, =0,8012=0,40
Bila RR = 1,75, P r= 0,20, maka P, = 1,75x0,20 = 0,35
P, = PrlRR; P, = RR x P,

Studi kohort sebenarnya sama dengan uji klinis dengan variabel


bebas berskala nominal dikotom dan variabel efekberskala nominal
dikotom. Oleh karena itu perkiraan besar sampel untuk studi kohort
dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni dengan melakukan estimasi
untuk interval kepercayaan risiko relatif, dan untuk uji hipotesis
efek pada dua kelompok.

L Estimasi interval kepercayaall risiko relatif


Untuk estimasi besar sampel suatu studi kohort dengan interval
kepercayaan terhadap risiko relatif diperlukan 3 informasi yaitu:
. perkiraan proporsi efek pada kelompok kontrol, P, [dari
pustakal
o risiko reiatif yang bermakna secara klinis, I7R lclinical i udgmentl;
dengan P, dan RR dapat dihitung proporsi efek pada kelompok
studi" P,
r tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki, e [ditetapkan]
o tingkat kemaknaan o [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:

Contoh
,o 'te,/P, + e /P
[r=h2=
iln(1 - e)1'?

Cototon t Q, = 1'l-P,); Q, = (1-Pr)

il

i
366 Perkiraanbesar sampel

Dengan desain studi kohort ingin diteliti pengaruh diabetes


melitus pada lelaki 40-50 tahun pada kejadian penyakit
jantung koroner (PJK). Diperkirakan RR = 1,75, proporsi PfK
pada kelompok kontrol sebesar 0,20 dan ketepatan yang
dikehendak i 20"/o dengan nilai kepercayaan 95%. B erapakah
subyek yang diperlukan?

zo :1 ,96; RR: l,75;Pr =0,20; ?t=1 .7 SxO,2O=0.35; e=0,20

n
_ r ,96'[i /{r - 0,33)10,33)]+ V(r - 0,20) / 0,201_ 830
irn(r - o,2o)]'

2 Uji hipotesis terhadap risiko relatif

Dalam hal ini yang dihadapi sama dengan uji klinis dengan variabel
bebas dan tergantung nominal dikotom. Untuk ini diperlukan
informasi sebagai berikut:
. proporsi efek pada kelompok tanpa faktor risiko, P, [dari
pustakal
o risiko relatif (RR) yang dianggap bermakna secara klinis
lclinical judgmentl; dari Prdan RR dapat dihitung P, dan P =
r/z (P, + Pr)
. Zo [ditetapkan]
. zp [ditetapkan]
Meskipun peneliti menduga kuat bahwa insidens efek lebih
banyak terjadi pada kelompok dengan faktor risiko dibanding
dengan pada kelompok tanpa faktor risiko, namun seyogyanya
tetap dipakai uji hipotesis 2-arah.
Contoh

n.:n^
t 2
(z* "vEPQ+tu ,ffi+ erer;'
(p, -pr)'

&

i dt
-4"
BambangMadiyono dkk 367

Pada studi kohortingin diketahui pengaruh diabetes mellitus


terhadap terjadinya neuropati diabetika. Bila nilai RR 1,75
dianggap bermakna, proporsi neuropati pada kontrol 0,20,
o = 0,05 danpouer 807o, berapa subyek yang diperlukan?

zo =1 ,96;zg :O,842i RR= l,75


pr=0,2O; pt=1 ,7 5xO,2O=0,35; p:(0,35*0,20) 1Z:O,ZZ S

_
f _

_f,eo,lz"qzz
t,-
s*qzx+o,erz@f _a

-o,"^

Bssan sAMpEL UNTUK sruDr KASUS-KoNTRoL


Pada studi kasus kontrol peneliti menggunakan rasio odds (RO)
sebagai perkiraan hasil yang diinginkan; dengan demikian apabila
P, = proporsi kasus dan P, = proporsi kontrol, maka:

O*_Prx{1-Pz) po= P, ORxpz


P2x(1-P1) ' OR(l-P)+P1 *=
'(1-P2)+(ORxP2)

Dari 3 parameter yang diperlukan cukup ditentukan 2 parameter.


Contoh:
Bila OR = 2; P. = 0,80 maka P2
o'8o = o'8o =o,co
=2(l 0.8O)
- + O,8O l,2O

Bila OR : 3, P, = 0,40 maka q:*#',|o


' (l-O,40)+(3x0,40)
^ .^.=l'lo;o,u,
I,80

Studi kasus-kontrol tidak belpasangan


A. Estimasi interval kepercayan rasio odds
Untuk estimasi inerval kepercayaan rasio odds diperlukan 4
informasi yaitu:

da

i
368 Perkiraanbesar sampel

r Perkiraan proporsi kontrol, P' [dari pustaka]


o Rasio odds yang dianggap bermakna fclinical judgment]
o Tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki, e [ditetapkan]
o Tingkat kemaknaarr, cx [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:

+ Q-'/P')
hr = h2 -to'(Q'/Pt
iln(1 - e)l'
Contoh
Dengan menggunakan desain studi status kontrol seorang
peneliti ingin mengetahui berapa besar pengaruh diabetes
melitus yang diderita lelaki berumur 40-50 tahun terhadap
penyakit jantung koroner. Diperkirakan OR = 2, proporsi
pada kelompok kontrol 0,20 dan tingkat ketepatan yang
dikehendaki 20"/" dengan nilai kepercayaan sebesar 957".
Berapakah subyek yang diperlukan?

zo = l,g6; oR : 2 ; pz
=o,2o ; p, = (2x o,201/(0,90+ 2x 0,20): Q,l l; s = Q,f Q

t ,qo'V-o,zsl/ o.ssl+[lt-o2ol/ opo] _


nr:nr:G
^r,
B Uji hipotesis terhadap rusio odds

Studi kasus-kontrol tidak berpasangan


Untuk uji hipotesis terhadap rasio odds pada dasarnya sama dengan
uji klinis pada variabel bebas berskala nominal dikotom dan
variabel efek berskala nominal dikotom. Untuk ini diperlukan
informasi:
o perkiraan proporsi efek pada kontrol, P, [dari pustaka]
o rasio odds yang dianggap bermakna secara klinis fclinical
judgment); dari 1 dan 2 dapat dihitung proporsi efek pada
kelompok kasus (P,), dan nilai P = tl2 (P, + Pr)
o Tingkat kemaknaary u [ditetapkan]
o Pozner atat zu [ditetapkan]

il

ll
BambangMadiyono dkk 369

Untuk uji hipotesis hendaknya dipilih uji 2-arah. Rumus yang


digunakan adalah seperti pada uji perbedaan 2 proporsi.

1t../2PQ +ru
hr =[2:
(P, -P?)'

Contoh
Dengan desain kasus kontrol tak berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes melitus yang diderita lelaki
berumur 40-50 tahun terhadap penyakit jantung koroner. OR
yang dianggap bermakna adalah 2, proporsi efek pada
kelompok kontrol sebesar 0,20 dengan nilai kemaknaan
sebesar 0,05 dan pouer sebesar 80%. Berapakah perkiraan
besar sampel minimal yang diperlukan?

zo ='1,96;zU -0,84?;0 R- 2 ; ?, =A,2A iP, =QxA,2All {0,8}]_ 2x 0.20F0,3 3

(t,qO ltTr 0,275 r 0,725 + O,gxl t@'


trr =tra = =150
(0,33 -0"20)'?

Studi kasus kontrol berpasangan


Pada studi kasus kontrol yang berpasangan digunakan rumus:
t- ,- 12
1'" , +tu JPQ I

- -.i 4 _ I

IIt'a/l rp,,i r I

L')

Berdasarkan rumus di atas, besar sampel minimal pada studi kasus


kontrol berpasangan hanya bergantung pada OI{ za{ darr z$, tetapi
tidak bergantung pada proporsi kontrol. Bila diketahui cr : 0,05; Bb
: 0,01 dan OR :2 (jadiP :2111 + 2l:213 danQ:1,13), maka:

f,

t
370 Perkiraanbesar sampel

"=lTl
^-l'''04*''"'E*%f'-'
=o'

Bila OR : 3, cr: 0,05 dan B = 0,'1.0, maka:

1,9/r+t,zazWZ
"f /4 -r/
s/ /2
]'=.,

Contoh
Dengan desain kasus kontrol berpasangan peneliti ingin
mengetahui pengaruh diabetes mellitus terhadap penyakit
jantung koroner. Diduga OR = 2, proporsi pada kelompok
kontrol sebesar 0,20 dengan kemaknaan sebesar 0,05 dan
poluer sebesar 80%. Berapakah jumlah subyek diperlukan ?

1,e6/2*0,s42{T*
k =76
"=[ 2/ _1/
/3 /2

Studi kasus-kontrol dengan > 1 konhol per kasus


Bila digunakan c kontrol per kasus, maka dihitung lebih dahulu n
(yakni jumlah subyek per kelompok bila digunakan rasio kasus :
kontrol = 1 :1), artinya kedua kelompok memiliki jumlah subyek
yang sama. Kemudian dihitung n', yakni jumlah kasus apabila ingin
digunakan rasio kasus : kontrol = L : c, sebagai berikut:

n'=(c- 1ln/2c
jumlah kontrol dengan demikian menjadi: c x n'. Formula ini dapat
digunakan untuk desain yang lairy misalnya uji klinis

il

t -1
u
BambangMadiyono dkk 371

Contoh
Pada contoh di atas n = 70. bila akan dipergunakan 3 kontrol
per kadus, maka diperlukan kasus seiumlah 1' = (l+ll x70/
(21 3l = 4 x 70/ 6 = 47, dan jumlah\ kontrolnya = 3 x 47 =
"1.41.

Dengan demikian maka jumlah kasus dapat dikurangi namun


jumlah kontrol menjadi berlipat ganda. Cara ini dipakai bila kasus
sedikit namun cukup mudah mencari kontrolnya.

Bssan sAMpEr UNTIJK pRopoRsr sANGAT KECrL

Untuk penelitian penyakit yang sangat jarang diperlukan informasi:


r Besar masing-masing proporsi (P, dan Pr)
o Tingkat kemaknaan ( )
.' Power, atau zo
"

rcsin J[- orcsin ./r,

Rumus yan digunaan adalsh:


Contoh
Peneliti T ingin melihat manfaat program penapisan baru
suatu penyakit keganasan pada gelombang usia 35 tahun ke
atas. Insidens sekarang diketahui sebesar 50/100000 (0,0005),
diharapkan cara baru ini dapatmenurunkan angka kejadian
menjadi 201100000 (0,0002). Bila digunakan = 0,05 d.anpower
= 80o/o, berapakah jumlah subyek yang diperlukan?

zo :1,9 6 ;zg : O,8 42;Pz= 0,0005R :0,0002

n=
11,96+0,842f :45771
z[o r., i,rr/o,o oo s- o r., i,nu/q-o o o zf

Contoh di atas memperlihatkan bahwa untuk dapat mendeteksi


proporsi yang amatkecil diperlukan jumlah subyekyang amatbesar.

il

Jl
372 Perkiraanbesar sampel

Bnsnn SAMPEL UNTUK KoEFISIEN KoRELASI

Sampel tunggal
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji
hipotesis dengan menggunakan koefisien korelasi (r) diperlukan
informasi:
1 Perkiraan koefisien korelasi, r [dari pustaka]
2 Tingkat kemaknaan/ cx, [ditetapkan]
3 Pozaer, atau zu [ditetapkan]
Rumus yang digunakan:

atau gunakan tabel pada Lampiran.

Dua sampel
Uji hipotesis untuk perbedaan dua koefisien korelasi memerlukan
informasi:
1 perkiraan kedua koefisien korelasi, r, dan r, [dari pustaka]
2 tingkat kemaknaan, o [ditetapkan oleh peneliti]
3 power, atau zu [ditetapkan oleh peneliti]
Rumus yang digunakan:

n.
' =n^ - E r,)
'r "2=fo,s[rn1
t=o
I tu
- -l'*a
[ / (t - r, y]- tnft 1+ u) / (l - ', )]l

Rumus ini jarang digunakan dalam perkiraan besar sampel


untuk rancangan penelitian klinis, karena memang dalam konteks
klinis jarang dipertanyakan apakah terdapat perbedaan yang bermakna
antara dua koefisien korelasi.

4A

t
BambangMadiyono dkk 373

BgsAR SAMPEL UNTLIK UJI KLINIS NEGAIIF


(newanntttcn sruDv)

Uji klinis negatif adalah uji klinis yang hendak menguji validitas
hipotesis bahwa antara kedua pengobatan tidak terdapat perbedaan
yang bermakna. Untuk ini dapat digunakan rumus dasar sampel
seperti pada uji klinis biasa, namun dapat pula digunakan rumus
lain yang lebih tepat. Bila untuk perkiraan besar sampel untuk uji
klinis dengan 2 kelompok independen (variabel bebas dikotom,
variabel bergantung dikotom):

(+
^lipa+=u .Eor
P,er)'
f,r =h2 =
(P, -Pr)'

maka untuk uji klinis negatif rumusnya:


(2PQ(2" +-zP )'?
n. =n^ - (P' -Pr)'

Untuk uji klinis negatif ini hal-hal berikut perlu diperhatikan:


Pada uji klinis yang mencari perbedaan, perhatian tertuju pada
kesalahan tipe I (o); peneliti'ingin memperoleh' nilai cx < 0,05.
meskipun jumlah subyek yang direkrut ternyata kurang dari
yang diperlukary bila nilai o< 0,05, dipandang dari kesimpulan
penelitian tidak terlalu menimbulkan masalah. Dalam uji klinis
negatif kita menghadapi hal yang berlawanan. Yang ingin 'dicari'
adalah p>0,05; ini mudah dicapai dengan memperkecil besar
sampel. Misalnya pada uji klinis negatif ditetapkan cr = 0,05 uji
2-arabs dan B = 0,20, diperlukan minimal sebanyak 60 pasien per
kelompok. Bila hanya diperoleh 40 pasien per kelompok, nilai
o tetap 0,05, maka nilai B berubah, misalnya menjadi 0,55. Bila
pada uji hipotesis ditemukan p>0,05, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa kedua kelompok tidak berbeda. Padahal,
dengan berkurangnya subyek maka power penelitian menjadi
lebih kecil (0,55), atau nilai B menjadi besar, 0,45. Jadi terdapat

fi

ll
374 Perkiraanbesar sampel

kemungkinan sebesar 45"/" untuk menyatakan bahwa tidak


terdapat perbedaan padahal perbedaan tersebut ada. Makin sedikit
jumlah subyek, makin mudah memperoleh nilai p >0,05 dengan
pourer yang makin kecil. Dengan demikian maka untuk uji klinis
negatif besar sampel minimal yang diperlukan harus dipenuhi.
2 Pada uji klinis negatif sebenarnya peneliti ingin membuktikan
bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara kedua kelompok,
dengan kata lain Pr= Pr, atau P, - P, = 0. Apabila ini diterapkan
maka penyebut untuk formula menjadi = 0, sehingga n menjadi
tak terhingga. Oleh karena hal tersebut tidak mungkiry maka
perlu ditetapkan P, - P, sebagai "perbedaan terbesar yang secara
klinis tidak bermakna".
Biasanya untuk uji klinis negatif Pr-P, berkisar antara 5 sampai
L0"/", dengannilai cr: 0,05 danpower sebesar 9}%.Bila hal tersebut
telah ditetapkary dapat dihitung besar sampel yang diperlukan,
dan besar sampel itu harus terpenuhi.

Contoh
Ingin diketahui apakah dengan dosis per hari yang sama,
fenobarbital yang diberikan sekali sehari sama baiknya
dengan yang diberikan dua kali sehari. Selama ini terapi
stdndar'adalah fenobarbital 2 kali sehari, dan dapat
mengontrol kejang pada 707o kasus. Bila beda klinis sebesar
5o/" dianggap tidak penting dan dengan menggunakan o=
0,05 dan F = 0,10, berapa subyek diperlukan untuk penelitian
ini?

hr=h2=S$rrI

P,= O,7O,Pr= 0.65; P,-P, = 0,05;0t = 0,05; B = 0r10


2
2 x0.675 x 0.325(1.96 + 1.282)
nl = n2 = 2 = 1844
o.o5

J)
Bambang Madiyono dkk 375

MSI.IENTUKAN PoI ER
Tidak jarang setelah besar sampel ditentukan dan penelitian
dilaksanakan, saat waktu atau biaya telah habis, jumlah subyek
tidak mencapai seperti yang diharap. Untuk uji hipotesis yang
mencari perbedaan yang bermakna (p<0,05), analisis tetap dapat
dilakukan, namun harus dihitung power penelitian, untuk
mengetahui kesalahan tipe II. Dengan demikian dalam diskusi dapat
dikemukakan peran kurangnya subyek terhadap hasif terutama bila
tidak ditemukan beda yang bermakna antar- kelompok.
Secara umum plwer dapat dihitung setelah penelitian selesai,
dengan cara memasukkan nilai-nilai ke dalam rumus yang semula
digunakan unfuk menghitung besar sampel. Sebagai contoh, suatu
uji klinis ingin menguji hipotesis bahwa obat A lebih baik daripada
B. ditentukan o(: 0,05 (uji 2-arah); B : 0,20, proporsi kesembuhan
dengan obat standar (P,) = 0,60 dan perbedaan klinis yang berarti
adalah 0,20 (P2 = 0,80). Dengan rumus diperoleh besar sampel 60
per kelompok. Temyata sampai waktu dan biaya penelitian habis
diperoleh hanya(} subyek per kelompok, dengan kesembuhan pada
kelompok A= 0,75 dan pada kelompok B = 0,50. nilai-nilai tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rumus semula, dengan n = 40; zo:
L,960, P, : 0,50, Pr: 0,75, sehingga zu dapat dihitung, dan dengan
melihat tabel nilai z maka power penelitian dapat pula ditentukan.

Bnsen SAMPEL UNTUK PELBAGAI DESAIN DALAM SATU


PENELITIAN

Tidak jarang dalam suatu penelitian terdapat beberapa desain.


Misalnya peneliti ingin menguji hipotesis bahwa pemberian obat
C pada bayi segera setelah lahir dapat menurunkan kejadian ikterus
neonatal. Ia merandomisasi bayi baru lahir yang memenuhi
kriteria; satu kelompok tidak diobati, kelompok lainnya diberi obat
C. Ia juga ingin mengetahui kadar bilirubin rerata pada hari ke-3
pada kelompok tidak diobati, dan faktor-faktor yang menyebabkan
ikterus pada bayi.Untuk ini harus dihitung besar sampel untuk:

-rl
376 Perkirqanbesar sampel

1 Menguji perbedaan proporsi ikterus pada bayi yang diobati


dengan obat C dengan pada kelompok kontrol
2 Estimasi kadar rerata bilirubin pada kelompok kontrol
3 Menentukan pelbagai faktor risiko terjadinya ikterus, yakni
dengan analisis multivariat (lihat keterangan di bawah)
Dari ketiga perhitungan tersebut dipilih jumlah subyek terbesar,
dengan catatan bahwa besar sampel untuk beda proporsi ikterus harus
diutamakan, karena merupakan pertanyaan penelitian utama.
Kesalahan yang sering adalah peneliti menghitung besar sampel satu
kali, dan subyek yang tersedia dipakai untuk menguji pelbagai hipotesis,
termasuk uji hipotesis terhadap subgrup. Hal ini membawa peneliti
kepada rentetan analisis yang keliru, sehingga hasil penelitian tidak sahih.

KonErst BESAR sAMpEL uNTUK ANTrsrpASt DRop otrr


Dalam banyak keadaan peneliti telah mengantisipasi kemungkinan
subyek terpilih yang drop out, loss to follow-up, atan subyek yang
tidak taat. Bila dari awal telah ditetapkan bahwa subyek tersebut
tidak akan dianalisis, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar
sampel, dengan menambahkan sejumlah subyek agar besar sampel
tetap terpenuhi. Untuk ini tersedia formula sederhana:

n=I

(t - f)

n = besor sompel yong dihitung


f = perkiroon proporsi drop out
Contoh
Pada suatu uji klinis eksplanatori diperkirakan diperlukan
100 orang subyek per kelompok. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa kira-kira t0"/o (f = 0,1) subyek drop out
atau tidak taat protokol. Bila diinginkan jumlah subyek tetap
L00 per kelompok, berapakah subyek yang harus direkrut ?

Dengan formula di atas, maka dapat dihitung jumlah subyek


yang direncanakan diteliti (n') = 100 I (1-0,1) = 112.

.rl
Bambang Madivono dkk 377

Bnsnn SAMPEL UNTUK STUDI DENGAN


ANATISIS MULTIVARIAT
Analisis multivariat dalam penelitian klinis (dan komunitas) paling
sering digunakan untuk menentuan beberapa (dapat sampai
belasan) faktor risiko sekaligus. Bila variabel independen (faktor
risiko) semuanya berskala numerik dan variabel dependennya juga
berskala numerik, maka yang digunakan adalah regresi multipel.
Misalnya ingin diprediksi kadar kolesterol (dalam mg/dl,) dengan
faktor risiko usia, jenis kelamin (ini adalah variabel nominal yang
dapat dianggap numerik, dummy aariable), berat badan, tinggi
badan,lingkar perut, lingkar lengan atas.
Bila variabel independennya berskala nominal, ordinal, dan
numerik, sedangkan variabel dependennya nominal, digunakan
regresi logistik. Contohnya ingin dicari faktor risiko terjadinya
reaktivasi pasien demam reumatik (ya atau tidak), dengan prediktor
jenis kelamin, usia, lama sakit, pernah atau tidaknya reaktivasi
sebelumnya, adaatau tidaknya kelainan katup, status sosial ekonomi,
kontrol berobat teratur atau tidak.
Dalam pustaka terdapat beberapa formula untuk menentukan
jumlah subyek yang diperlukan untuk penelitian tersebut. Namun
semua formula itu mengharuskan kita untuk memperkirakan
berapa koefisien korelasi antar semua variabel independen; ini tidak
mudah, dan cenderung subyektif. Oleh karenanya banyak ahli
menganjurkan penggunaan rule of thumb dengan patokan jumlah
variabel independen yang diteliti. Dasar penggunaan rule of thumb
tersebut adalah pengalaman para ahli dalam melakukan analisis
multivariat. Salah satu rule of thumb adalah bahwa jumlah subyek
yang diperlukan adalah antara 5 sampai 50 kali jumlah variabel
independen; yarrg paling banyak dianjurkan adalah 10 kali jumlah
variabel independen. Jadi bila jumlah variabel independennya 6,
maka diperlukan antara 30 sampai 300 subyek; suatu rentang
estimasi yang sangat lebar. Dalam menentukan jumlah subyek
berdasar cara ini harus diingat bahwa pemilihan jumlah subyek
yang sedikit akan memperlebar interval kepercayaan hasil studi,

.a
378 Perkiraanbesar sampel

sehingga mungkin akan banyak faktor risiko yang secara statistika


tidak bermakna. Bila digunakan faktor perkalian yang besar (60
kali jumlah variabel independen), maka hasilnya akan amat bagus,
rentang interval kepercayaannya akan sempit dan orang akan lebih
mempercayai hasil penelitian tersebut.
Rekomendasi lain dengan rule of thumb lebih sederhana. Tanpa
melihat jumlah variabel independen, jumlah subyek yang lebih
dari 400 disebut sebagai banyak atau memadai, antara 200 sampai
400 sedang, kurang dari 200 disebut sedikit.

KIAT UNTUK MEMPERKECIL BESAR SAMPEL


Dalam penelitian klinis seringkali peneliti mengharap agar subyek
penelitian tidak terlalu besar, baik oleh karena faktor biaya, waktu,
fasilitas, atau jumlah subyeknya yarrg terbatas. Selain itu secara
etika memang tiap peneliti dituntut untuk menggunakan subyek
sesedikit mungkiry khususnya apabila digunakan plasebo pada uji
klinis. Oleh karena itu sangat wajar bila peneliti cenderung untuk
berupaya agar jumlah subyek penelitian berada dalam jangkauary
tanpa mengurangi kesahihannya dalam menjawab pertanyaan
penelitian. Upaya untuk memperkecil besar sampel ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara, dengan memperhatikan masing-
masing rumus besar sampel.
1 Memperlebar ketepatan yang masih dapat diterima pada studi
deskriptif, misalnya untuk proporsi tunggal. Karena ketepatan
merupakan penyebut atau denominator, maka hasil persamaan
akan lebih kecil apabila ketepatan tersebut lebih besar. Kerugian
cara ini adalahhasil penelitian mempunyai penyimpangan yang
lebar, artinya keakuratan penelitian menjadi berkurang. Analog
dengan uraian tersebut, hal yang sama juga digunakan pada
estimasi rerata.
2 Memperbesar besar nilai a dan atau F, yu.g akan memperkecil
za maupun zu. Pada semua rumus besar sampel zo dan zu
merupakan pembilang (numerator), jadi dengan memperkecii
zoatalu zu maka sampel menjadi lebih kecil. Tetapi ini membawa

|r

ll
BambangMadiyono dkk 379

konsekuensi serius, yakni kesalahan tipe I dan tipe II menjadi


besar, sehingga keakuratan penelitian akan menjadi berkurang.
3 Mempetbesar effect size, baik untuk hipotesis perbedaan 2
proporsi, 2rerata, maupun risiko relatif dan rasio odds.Tindakan
ini mengancam diperolehnya hasil uji hipotesis yang negatif
(secara statistika tidak bermakna atau p>0,05) meskipun secara
klinis perbedaan yang ada cukup penting.
Ketiga langkah di atas tidak dianjurkan, katena konsekuensi
statistika akan mengurangi keakuratan hasil penelitian. Langkah-
langkah tersebut di bawah ini dapat mengurangi besar sampel serta
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip penelitian:
1 Memilih variabel yang berskala numerik, bukan nominal
atau ordinal, baik untuk penelitian deskriptif maupun analitik.
Karena ketepatan pengukuran, maka besar sampel untuk
variabel numerik lebihkecil daripada untukvariabel dengan skala
nominal ataupun ordinal. Misalnya untuk membandingkan beda
proporsi hipertensi antara 2 kelompok dokter diperlukan sampel
yang lebihbesar daripada untuk membandingkan rerata tekanan
darah kedua kelompok tersebut.
2 Melakukan matching individual. Pemilihan kontrol secara
matching akan memperkecil jumlah subyek yang diperlukan,
meskipun juga akan menimbulkan masalah tersendiri, yakni:
(a) pemilihan subyek menjadi jauh lebih sulit; (b) tidak dapat
digunakan untuk uji klinis acak tersamar.
3 Melakukan pengukuran yang variabilitasnya kurang sehingga
simpang bakunya kecil. Perhatikan kembali bahwa pada variabel
numerik, baik untuk studi deskriptif maupun studi analitik
simpang baku merupakan pembilang, sehingga apabila nilainya
dapat diperkecil maka besar sampel pun akan lebih kecil
4 Memilih efek yang lebih sering terjadi; misalnya alih-alih
kematian sebagai efek yang dibandingkar; dapat dipilih variabel
lain yang lebih sering terjadi, misalnya renjatan atau gagal napas;
ini disebut sebagai surrogate outcome. Dalam memilih surrogate
outcome ini perlu dipikirkan apakah ia memang mewakili apa
yang diteliti, karena adanya komplikasi atau variabel lain tidak

t ,,;* "
380 Perkiraanbesar sampel

selalu sejalan dengan kejadian kematian. Misalnya tingginya


titer Widal tidak sejalan dengan prognosis pasien tifoid, hingga
reaksi Widal sebagai surrogate outcome tidak menggambarkan
prognosis pasien tifoid.
5. Penggunaan kelompok studi dan kelompok kontrol yang
tidak sama besar mungkin dapat menolong bila jumlah kasus
sedikit namun mudah mencari kontrolnya (lihat uraian di atas).
Bila dengan semua cara yang mungkin jumlah subyek yang
memadai (atau mendekati memadai) diperkirakan tidak dapat
diperoleh, maka lebih baik kita lupakan penelitian tersebut, karena
tidak memenuhi syarat utama pertanyaan penelitian, yakni
kemampulaksanaan (lihat Bab 3).

BEnEnNPA CATATAN
Perlu diingat bahwa tidak ada formula besar sampel yang disepakati
oleh secara universal untuk pelbagai desairy seperti sebagai uji non-
parametrik danuji multivariat. Dalamhal ini makapada data ordinaf
untuk perhitungan besar sampel, diubah menjadi skala nominal
dikotom. Sedangkan untuk uji multivariat dapat dipakai rule of thumb
dalam penetapan besar sampel, yang besarnya amat bervariasi
menurut pelbagai pakar (lihat uraian sebelumnya).
Dalam estimasi besar sampel hal-hal berikut perlu diperhatikan:
'1, Be parsimonioas. Peneliti harus berhemat. Subyek penelitian
yang amatbanyak akan membawa konsekuensi logistik, tenaga,
waktu dan etika. Sedapat mungkin dicari upaya memperkecil
besar sampel, dengan berpegang pada pertanyaan penelitian
2 Be ueatiae. Peneliti harus kreatif. Bila desain yang dipilih
ternyata tidak tersedia rumus untuk estimasi besar sampel,
ubahlah variabel penelitian sehingga mendekati keadaan yang
mempunyai rumus.
3 Be logic. Peneliti harus berpikir logis. Jangan t{rlalu banyak
merumuskan pertanyaan penelitian yang membawa akibat
kesulitan menentukan besar sampel (di samping konsekuensi
lain yang serius)

il

.a -4n
BambangMadiyono dkk 381

Be realistic. Peneliti harus realistik. Bila pertanyaan penelitian


ternyata tidak mungkin terjawab karena ketiadaan subyek yang
memadai, maka ia harus siap mengambil alternatif, misalnya
mengubah pertanyaan penelitian, atau bahkan yang terburuk
meninggalkan topik penelitian tersebut.
Be stupiil. Peneliti kadang harus berani bertingkah'bodoh'. Bila
memang tidak tersedia rumus yang sesuai dapat dipergunakan
rule of thumb yang disarankan oleh para ahli, yang biasanya
mendasarkan sarannya pada pengalaman dalam menggunakan
teknik analisis tersebut.

Dnrran PUsTAKA
L Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Champman
and Hall;1991
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M]. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMJ;2000
Dawson B, Trapp RG. Basic & clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/ Mc Graw-Hill, 2001,.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1996
Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N. Newman TB.
Penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2
6 Lemeshow S, Hosmer Jr DW, Klar j, Lwanga SK. Adequacy of sample size in
health studies Chicester: ]ohn Wiley & Sons, 1990
7 Lwanga SK, Lemeshow S. Sample size determination in health studies,
Geneve: WHO, 1991
Sacket DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical epidemiology -Abasic science for
clinical medicine. Boston: Little, Bron & Co, 1985.

6A

i
382 Perkiraznbesar snmpel

Soloh sotu ospek penting dolom meroncong penelitian


odoloh menetopkon beropa subyek dipenlukan unfuk
memperoleh jowobon otos pertonoon penelition dengon
tingkot kesolohon yong ditefopkon
Penentuon besor sompel diperlukon boik untuk studi
deskriptif moupun studi anolitik
Bergontung podo desoin penelition, besor sompel dihitung
berdosorkon formulo yong sesuoi.
Besor sompel untuk studi deskriptif memerlukon informasi
tentong kesolohon tipe I(a), sedongkon untuk studi onolitik
jugo diperlukon informasi tantong kesolohon II
(B) Bilo dolom
sofu penelition terdopot lebih dori 1 desoin, moko perlu
dihitung besor sompel untuk tiop desoin. Desoin utomo yong
dimoksudkon untuk menjowob perfonyoon penelition ufomo
horus diprioritoskon bilo terdapot kesuliton untuk memenuhi
besor sompel yong diperlukan.
Perlu dihindorkon kesolohon yong sering terjodi, yokni
memilih effect size dori pustoko; sehorusnyo odolah
clinicol judgment; ef f ect size berupo yong bermokno secara
klinis.
Perhitungon besor sompel yong benor untuk studi deskriptif
menghasilkon studi dengon ketepoton yong diinginkon,
sedong podo studi onolitik okon menyelorqskon kemoknoon
stotistiko dengon kemoknoon kl inis.

&

t
Bab 18 - Penerapan etika
penelitian kedokteran

Sri Oemiiati*, Samsudin*, M Sutan Assin*,


LA Tamaela, Sri S Nasar

brma-norma etika kedokteran sebenarnya telah dipakai


sejak adanya orar.g di masyarakat yang memiliki tugas
untuk mengobati orang sakit. Meskipun tidak tertulis,
norma-norma tersebut menggariskan bagaimana orang
yang mengobati harus bersikap terhadap orang yang diobati. Di
antara norma yang tertua dan yang digariskan dalam peraturan
adalah sumpah dokter Hindu yang ditulis pada tahun 1500 sebelum
Masehi. Tema yang paling dalam sumpah tersebut adalah: 'jangan
merugikan pasien yang sedang diobati.' Lebih-kurang seribu tahun
kemudian lahir Sumpah Hippocrates yang antara lain menyatakan
bahwa seorang dokter harus mengutamakan kepentingan pasien.
Jadi telah lama sekali berlaku panduan bagi dokter yaitu: premium
non nocere (first do no harm).

KEvrnluAN TEKNorocr KEDoKTERAN


Kemajuan teknologi kedokteran terjadi dengan amat pesat sejak
pertengahan abad ke-18, terutama dengan pelbagai penemuan
seperti oleh Louis Pasteur dan Robert Koch dalam etiologi penyakit,

d*

t
384 P ener ap an etika p enelitian ke dokt er an

William Roentgen dalam aspek diagnostik, dan Addisory Charcot,


Billrottr, dan lain-lain dalam bidang klinik. Teknologi kedokteran
menjadi lebih maju lagi selama dan sesudah Perang Dunia II dengan
penemuan obat-obat seperti sulfaniazid, antibiotik, dan insektisida.
Keberhasilan pencangkokan alat-alat tubuh manusia dengan alatbuatan
atau dengan organ donor atau dengan tubuh hewan merupakan
tonggak kemajuan teknologi kedokteran yang amat penting.
Pada saat ini, dengan manipulasi genetik, manusia seolah dapat
'membuat'manusia yang diinginkan dengan teknik kloning yang
kontroversial. Penemuan-penemuan tersebut menyebabkan seolah
manusia merasa dapat'mengalahkan maut', dan merasa memiliki
kekuasaan seperti Tlhan. Oring merasa bahwa jika cukup tersedia
uang untuk percobaan, maka manusia dapat hidup abad| sehingga
hidup seolah dapat dibeli. Karena itulah dana penelitian mengalir
deras, dan dengan pelbagai penemuan terjadi pula spesialisasi,
sehingga tidak jarang manusia hanya ditinjau sebagai kumpulan
organ. Keadaan ini menyebabkan makin kaburnya hubungan jiwa
antara dokter dan pasien. Semua keadaan tersebut mempermudah
timbulnya pelbagai penyimpangan dari etika, yang mungkin sekali
dapat terjadi tanpa disengaja.

ETtrn PENELITIAN KEDoKTERAN

Dengan banyaknya tersedia uang untuk penelitiary meningkat pula


dengan pesat jumlah dan jenis penelitian serta jumlah manusia
yang dipergunakan dalam penelitian. Sebagai contotL University
of California dalam waktu satu tahun peneliti telah menggunakan
IO.OOO sampai 20.000 orang sebagai iubyek penelitian.-D"ngun
banyaknya jumlah penelitian tersebut maka terjadilah pelbagai
penyimpangan terhadap kode etik, sehingga terasa keharusan
adanya badan yang mengawasi penelitian yang memakai manusia
sebagai subyek penelitiannya. Forum Internasional yang pertama
diadakan untuk tujuan ini mengeluarkan Nuremberg Code, sebagai
reaksi terhadap pelbagai eksperimen kejam yang dilakukan oleh
para dokter Nazi terhadap tahanan Perang Dunia II.

t
SriOemijatidkk. 385

Salah satu aspek penting dalam kode tersebut adalah keharusan


adanya informed consent (persetujuan setelah penjelasan) dari
manusia yang digunakan dalam percobaan. Pada tahun L964,
World Medical Association dalam sidangnya ke-18 mengeluarkan
safu rangkaian aturan untuk penelitian pada manusia, yang kini
dikenal sebagai Deklarasi Helsinki I. Rangkaian aturan tersebut
merupakan panduan untuk dokter yang melakukan penelitian
klinis, baik yang bersifat terapeutik mauPun non-terapeutik. Para
editor jurnal kedokteran diimbau untuk tidak memuat artikel
penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tanpa
informed consent kecuali (1,) apabila subyek tidak dapat memberi
persetujuan misalnya bayi, anak, atau pasien yang tidak sadar;
untuk ini seyogianya keluarga diminta persetujuannya; (2) bila
penelitian semata-mata menggunakan rekam medis; (3) bila bahan
penelitian berupa jaringan yang telah diawetkan dan tidak dapat
dilacak subyeknya. Namun pada semua keadaan tersebut harus
diyakini bahwa hasil penelitian akan berdampak positif bagi pasien
lain atau bagi masyarakat luas.

PgNInnnPAN ETIKA PENELITIAN KEDOKTERAN


Baik dalam Nuremberg Code maupun dalam deklarasi Helsinki I,
para peneliti hanya diimbau untuk memperhatikan serta mematuhi
peraturan-peraturan. Jadi kebijaksanaan diserahkan pada peneliti
sendiri, tidak ada keharusan adanya pihak lain yang mengawasi.
Peneliti harus membuat keputusan sendiri, apakah penelitiannya
menyimpang dari norma etika yang telah digariskan atau tidak.
Karena tidak ada pengawasan dari pihak lain, maka pengertian
para peneliti tentang perbedaan suatu tindakan sebagai pengobatan
atau penelitian kadang tidak jelas, sehingga masih terjadi pelbagai
pqryimpangan norma-norma etika. Oleh karena itulah pada sidang
de-20 World Health Assembly di Tokyo tahun 1975 Deklarasi
Helsinki I di revisi, disebut sebagai Deklarasi Helsinki II. Perubahan
penting dalam Deklarasi Helsinki II adalah terdapatnya peraturan
yang mengharuskan protokol penelitian pada manusia ditinjau
lebih dahulu oleh suatu panitia untuk'pertimbangary tuntunan,

t
386 P ener ap an etika p enelitian kedokter an

dan komentar'. Juga harus dicantumkan pada protokol bahwa


telah dilakukan pertimbangan etika dan hasil penelitian tidak boleh
dipublikasi jikalau tidak ada ethical clearence. Dengan demikian
maka mulailah dibentuk Panitia-panitia Etika Kedokteran di semua
lembaga yang menyelenggarakan penelitian.

PaNITn ETIKA PENELITIAN KEDoKTERAN


Sebenarnya di tiap negara selalu terdapat undang-undang yang
melindungi hak asasi manusia. Namun dengan makin pesatnya
kemajuan dalam bidang teknologi, maka makin banyak dilakukan
penelitiary sehingga dirasakan bahwa undang-undang itu saja tidak
mencukupi. Sejalan dengan panitia di tingkat internasionaf maka
pada tingkat nasional di berbagai negara dibentuklah panitia-panitia
dan dibuat peraturan-peraturan etika penelitian kedokteran.
Pada tahun 1966The united states Public Health seraice membuat
perangkat peraturan mengenai penelitian yang menggunakan
manusia sebagai subyek. Peraturan ini direvisi pada tahun 197r
dan 1974 yang mengharuskan peninjauan segi etika pada semua
proyek penelitian pada manusia, terutama yarrg mendapat dana
pemerintah. Hal ini menyebabkan dibentuknya banyak panitia di
hampir semua institusi penelitian. Pada tahun 1974drbentuk suatu
National Commission for the Protection of Human Subjects of
Biomedicnl and Behaoioral Research, yang meninjau semua aspek
penelitian pada manusia. Di Inggris the Royal Collage of physicians
membuat garis besar panduan untuk panitia etika penelitian yang
dibentuk di berbagai institusi. Panitia ini diberi tanggung jawab
dalam segi etika penelitian dalam institusi. Meskipun panitia-panitia
tersebut tidak berhubungan secara langsung, tetapi sewaktu-waktu
the Royal Collage of Physicians mengadakan pertemuan yarrg
dihadlri oleh ketua-ketua panitia etika penelitian sehingga berbagal
masalah dapat dibahas bersama.
Di Kanada, The Medical Research Council of Canada sejak tahun
1956 mengharuskan semua institusi yarrg meyelenggarakan
penelitian mempunyai Lo cal Reaiew committee unfuk mengevaluasi

ll
SriOemijatidkk. 387

semua proyek penelitian pada manusia. Panitia-panitia lokal ini


biasanya dibentuk oleh kepala institusi (dekan untuk fakultas
kedokteran) dan anggotanya terdiri atas dua orang yang faham
akan bidang penelitian itu dan dua orang peneliti lainnya.
Dalam perkembangannya sekarang diharuskan pula untuk
melakukan telaah terhadap desain dan metodologi penelitiary yang
disebut sebagai scientific reaiew. Hal ini dianggap perlu, oleh karena
suatu rencana penelitian dengan metodologi yang keliru akan
membuahkan hasil penelitian yang keliru pula, sehingga tidak etis.
Sebagai contoh adalah perkiraan besar sampel yang diperlukan.
Besar sampel yang berlebihary misalnya sebenarnya hanya cukup
diperlukan 100 pasien namun direkrut 400 atau 600 pasien adalah
tidak etis, karena membuang banyak sumber daya (waktu, uang,
fasilitas, terutama pengorbanan pasien yang harus menerima obat
kontrol yang kurang bermanfaat) secara sia-sia. Sebaliknya besar
sampel yang terlalu sedikit dari yang diperlukan juga tidak etis
karena penelitian tersebut tidak akan dapat memberi simpulan yang
definitif hingga menyia-nyiakan pelbagai sumber daya yang telah
digunakan, khususnya manusia sebagai subyek penelitian.
Pada tahun 1.976 The Medical Research Council of Canada
membentuk suatu Working Group on Human Experimentation, yang
bertugas meninjau peraturan-peraturan yang lama dan membuat
rekomendasi. Dalam laporan ternyata bahwa terdapat variasi yang
luas di antara panitia institusi yang satu dengan yang lain. Ada yang
hanya sekedar membenfuk panitia sebagai suatu keharusan dengan
tugas-tugas yang minimal, tetapi ada institusi yang panitianya
bertugas untuk mengawasi penelitian sampai di luar institusinya,
misalnya sampai di fakultas lairu untuk studi yang menyangkut
manusia. Working Group tersebut merumuskan rekomendasi agar
di tiap institusi dibentuk panitia sentral yang anggotanya terdiri
atas ilmuwan dan bukan ilmuwan yang dapat menilai norma-
,roirrru dalam masyarakat. Orang-oranglni biusunya diambil di
antara staf non-medik institusi tersebut. Working Group itu sendiri
membuat panduan untuk tugas panitia lokal, sedangkan tugas
utama untuk meninjau segi etika penelitian dibebankan pada
panitia lokal sendiri.

{;

-t
388 P enerapan et ika pen el itian kedokterqn

Di Jerman penelitian kedokteran berdasarkan rencana negara


dan disusun oleh para sarjanayangbersangkutary yang dinilai dan
disetujui oleh para pejabat yang bertugas untuk itu (biasanya
pejabat Kementerian Kesehatan). Penilaian juga dilakukan oleh
kepala institusi tempat penelitian dilakukan. usulan penelitian
harus diajukan di hadapan suatu panitia. Penelitian tidak dapat
dilaksanakan tanpa persetujuan panitia ini (scientific board) dan
pemerintah.

Drsxusr DAN srMpuLAN


Forum kedokteran di seluruh dunia setuju bahwa dengan pesatnya
kenaikan jumlah penelitian yang mengunakan manusia sebagai
subyek, dan dengan telah terjadinya pelbagai penyelewengan etika,
seperti percobaan yang kejam terhadap tahanan Perang Dunia II,
diperlukan kode etika kedokteran.
Forum internasional kode etika penelitian kedokteran ini dalam
pelbagai deklarasi seperti Nuremberg Code, kemttdian menyusul
Deklarasi Helsinki I, sebagai hasil World Medical Assembly ke-1g
pada tahun 1964, dan revisinya yang dikeluarkan di Tokyo pada
tahun 1975.
Sehubungan dengan deklarasi intemasional ini maka di berbagai
negara juga di adakan peraturan-peraturan ataupun kode etik
penelitian kedokteran serta panitia-panitia untuk mengelola
penelitian dalam segi etika. Meskipun status serta jangkauan panitia
ini tidak seragam, tetapi dalam garis besarnya tidak banyak berbeda.
Pada umumnya di setiap negara terdapat panitia lokal dan panitia
pusat. Penilaian segi etika penelitian di suatu institusi dibebankan
kepada panitia lokal, sedangkan panitia pusat mempunyai fungsi
memberikan panduan dan menyatukan panitia-panitia lokal, atau
merrt-eicahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh panitia
lokal. Yang lebih penting sebenarnya adalah peran para peneliti
sendiri yang harus menyadari dan memenuhi kode-kode etik yang
digariskan baik dalam Deklarasi Helsinki I ataupun yang dibuat
oleh komisi etika penelitian di negara masing-masing.

-*
SriOemijatidkk. 389

Susunan panitia etika penelitian kedokteran di tiap institusi dan


negara juga tidak ada seragam, namun semua menginginkan agar
di dalam panitia tersebut duduk orang-orang yang ahli dalam
bidangnya. Selain itu cukup banyak yang menginginkan duduk
pula para ahli yang bukan dari bidang kedokteran. Ada yang
menginginkan duduknya orang awam yang dapat menilai etika
dalam masyarakat, ada pula yang menyarankan agar sebagai
anggota panitia etika penelitian disertakan seorang ahli agama, ahli
hukum dan sebagainya.
Di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah lama
terbentuk Panitia Etika Penelitian Kedokteran. Panitia ini kendati
untuk periode pertama semua anggotanya adalah dokter, namun
sebagian dinilai sedikit banyak mengetahui hukum dan agama.
Saat ini panitia etika di FKUI bernama Komite Etika Penelitian,
yang anggota selain para dokter yang berminat dalam etika
kedokteran juga para pakar dalam bidang hukum kedokteran,
metodologi penelitian, ahli statistika kedokteran, serta satu orang
awam. Dengan demikian diharapkan telaah yang dilakukan
terhadap usulan penelitian dapat dilakukan lebih komprehensif,
termasuk dalam aspek metodologi dan desain penelitian yang
direncanakan.
Keberadaan komite etika memang telah disepakati di hampir
semua negara. Namun bukan berarti bukan tidak ada masalah.
Kalangan penelitian" termasuk para peneliti, institusi penyelenggara
penelitian, penyandang dana, serta perusahaan farmasi sering
menyuarakan nada yang tidak puas dengan cara kerja komite etika
ini. Beberapa pihak memandang cara kerja komite etika kurang
transparan. Tidak jarang telaah ilmiah (scientific reaiew) yang
dilakukan oleh komite etika dianggap berlebihan, melampaui
wewenangnya. Dipertanyakan pula tanggung jawab komite etika
terhadap pasien bila terjadi pelanggaran etika dalam pelaksanaan
pefelitian, seperti yang pemah terjadi di Amerika Serikat dan Inggris.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa masalah etika bukanlah
sesuafu hal yang statis; ia selalu berkembang menuruti kemajuan
zaman. Oleh karena itulah ada jurnal ilmiah yang mengkhususkan
diri pada masalah etika penelitia kedokteran. Panitia atau komisi

&

.*
390 P ener ap an etika penelitian kedokteran

etika sendiri, sebagai salah satu unsur pengembangan ilmiah harus


terbuka untuk menerima kritik dari mana pun demi perbaikan di
masa depan.

Darran PUSTAKA
L. Anne-Marie Slowther, Tony Hope. Clinical ethics committees [Editorial). BM]
2000;32'1.:649-650.
2. Ashcroft R, Pfeffer N. Ethics behind close doors: do research ethics
committees need secrecy? BMJ 2001; 322: 1294-1296.
3. Bredy JV, Jonsen AR. The evolution of regulatory influences on research
with human subjects. Dalam : Human subjects research research - A hand
book for institutional Review Board. New York: Plenum Press,L982.
4. Currrant WJ. Evolution of formal mechanism for ethical review of clinical
research. XIIth CIOMS Round Table Conference, 1979.
5. Evans ME. The legal background of the institutional review board XIIth
CIOMS Round Tabel Conference, 1979.
6, Fisher FW,Breuer H. Influences of ethical guidance committees on medical
research- A critical reappraisal. XIIth CIOMS Round Table conference,l979.
7. Giertz G. Scope of review procedures of ethical review board. XIIth CIOMS
Round Table Conference. 1979.
8. Gellhorn A. Medical ethics in the modern world. XIIth CIOMS Round Table
Conference, 1979.
9. Len Doyal, Informed consent in medical research : Journals should not
publish research to which patients have not given fully informed consent -
with three exception. B,\;4] 1997 ;314: 11.07
10. Miller |.Form and funtion of ethical review committed in Canada. XIIth
CIOMS Round Table Conference 1979.
11. Nicol ).The ethics of research ethics committees.BMJ 2000;320:1217.
12. Ryan MK. General organization of IRB.Dalam: Human subjects research-
A handbook for institutional review boards. New York: Flenum Press, 1982.

Jl
SriOemijatidkk. ,391

&dlt+ trsr--
&#^ -
S*Sffi&effiffi

Etiko dolom penelition mokin mendopot perhotion. Praktik


tidok monusiowi dqlom penelition selomo Perang Duino fI
menjodi pemicu utomo perlunyo telooh etiko terhodop usulon
penelition yang menggunokon mqnusio sabogoi subyek.
Kesepokofon globol tentong perlunyo teloah etika dicetuskon
pertomo koli di Helsinki podo tohun 1964, kemudion
beberopa koli revisi untuk penyempurnoon.
Komite etiko penelitian sehorusnyo odo disetiap institusi
yong bonyok melokukon penelition don keonggotoonnyo
menyertakon rohaniwon don orong cwom.
Tujuon utama telooh etiko odoloh memberikon perlindungon
yong memodai kepoda subyek penelition.

Seloin menelooh ospek etiko murni, komite etika jugo wajib


meninjou ospek ilmioh don metodologi. Hol ini didosori oleh
pemohoman bohwa penelition yong tidok dopot dipertong-
gungjowobkon secoro ilmioh juga outomotis tidok etis.

Seyogyanyo rekrutmen subyek tidok dimuloisebelum usulon


penelitian mendopot persetujuon komite etiko.
Komuni kos i yong memodoi ontoro kom ite et i ko dengan penel it i
dopot menjembotoni perbedoon persepsi yong mungkin odo.

.a
Bab !9 - Penulisan laporan
penelitian

Sudigdo Sasffoasmoro, Muslim A Nathin, Yani A Kasim

enulisan laporan penelitian merupakan hal yang tak


terpisahkan dalam rangkaian proses penelitian, yakni
sebagai laporan kepada pemberi dana, untuk diajukan
sebagai disertai atau tesis, atau untuk dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah. Pada umumnya para peneliti telah belajar secara
intuitif cara penulisan dalam bentuk makalah untuk jurnal ilmiafu
namun kurang terbiasa dengan penulisan laporan untuk pihak
sponsor, tesis, atau disertasi. Dalam bab ini akan dibahas hal-hal
penting yang harus diingat oleh peneliti dalam penulisan hasil
penelitiannya. Pertama dibahas secara ringkas format laporan
penelitian berdasarkan target pembacanya. Uraian kemudian
difokuskan pada penulisan makalah untuk jurnal ilmiah; akhirnya
disinggung penulisan tesis dan disertasi.

UNTUT SIAPA LAPoRAN PENELITIAN


DITUIUKAN
Hal yang kadang luput dari perhatian penulis laporan penelitian
adalah target utama pembaca, kepada siapa laporan penelitian
tersebut hendak ditujukan. Terdapat tiga kategori besar kepada
siapa laporan penelitian ditujukan, yaitu (1) untuk masyarakat

il

.*
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 393

akademik, (2) untuk pihak sponsor penelitian, dan (3) untuk


masyarakat umum. Ketiga target pembaca tersebut mengharuskan
pembuat laporan untuk membedakan cara penyajian hasil, baik
dalam hal format, rincian, maupun kedalamannya. Tulisan dengan
sasaran pembaca yang berbeda tersebut masing-masing harus
mempunyai karakteristik tersendiri. Tidak mungkin dibuat satu
format laporan penelitian yang sekaligus dapat memenuhi kriteria
dan persyaratan untuk tim penguji suatu institusi pendidikan,
untuk jurnal ilmiah, dan untuk masyarakat umum.

1 PnxuusnN FIASIL pENELTTTAN UNTuK


MASYARAKAT AKADEMIK

Laporan hasil penelitian untuk masyarakat akademik dapat berupa


salah satu atau lebih dari hal-hal berikut:
o Skripsi (untuk prasarjana), tesis (untuk program magister
atau sejenis), dan disertasi (untuk program Doktor)
o Makalah untuk jurnal kedokteran
o Monogram atau buku tersendiri
Tiap hasil penelitian ilmiah harus dilaporkan kepada masyarakat
ilmiah; untuk ini dikenal pemeo larna "publish or perish", artinya
publikasikan hasil penelitian And4 apabila tidak ia akan menjadi
sampah. Pada penulisan skripsi, tesis, atau disertasi, karena fujuannya
mempertanggungjawabkan penelitian kepada tim penguji yang
ditetapkan institut atau universitas, maka target pembaca yang
utama adalah tim penguji tersebut. Karena itu format laporan dan
pelbagai segi lainnya harus disesuaikan dengan aturan yang berlaku
di institusi setempat, yang dapat sangat perbeda antara satu institusi
dengan yang lain. Pada umumnya format untuk tesis atau disertasi
lebih rinci, lebih tebal, seringkali dapat menjawab lebih banyak
pertanyaan penelitian dan pembahasannya lebih mendalam dan
melebar dibandingkan format untuk jurnal. Namun jangan timbul
persepsi bahwa makin tebal sebuah tesis atau disertasi, makin tinggi
pula mutunya.

{l

ll -4'
394 P enulisan lap or an p enelitian

Bila hasil penelitian akan dipublikasi di jurnal ilmiah, masalah


yang dibahas hendaklah dibatasi, jangan terlampau luas. Rincian
prosedur perlu diuraikan rinci, namun dalam bentuk seringkas-
ringkasnya. Bila penelitian menghasilkan temuan prosedur yang
benar-benar baru yang perlu dikemukakan, mungkin dapat disusun
menjadi makalah tersendiri yang dapat dipublikasi dalam jurnal
yang terpisah. Mungkin satu penelitian yang besar dapat dilaporkan
dalam beberapa makalah untuk jurnal; sepanjang tidak bersifat
tumpang tinditu hal tersebut dapat dibenarkan.
Kadang peneliti ingin membukukan hasil penelitiannya menjadi
buku atau monogram tersendiri. Untuk ini kaidah-kaidah yang
biasa digunakan dalam pembuatan buku harus diperhatikan.

2 PnluusaN LApoRAN UNTUK spoNSoR pENELmAN


Format laporan untuk pihak sponsor, misal Departemen Kesehatan,
WHO, Bank Dunia, dan lain-lain sangat berbeda dengan format
untuk masyarakat akademik. Masing-masing organisasi penyandang
dana mempunyai format khusus laporan yang harus diperhatikan
oleh peneliti. Pada umumnya penulisan laporan tersebut tidak
menjadi masalah sepanjang komunikasi di antara peneliti dan
sponsor sebelum, selama, dan setelah penelitian berlangsung
dengan baik. Biasanya sponsor menginginkan hasil yang dapat
dijadikan landasan untuk pelbagai aktivitas atau program, sesuai
dengan visi dan misi organisasi. Pembicaraan pendahuluan dengan
pihak sponsor perlu dilakukan sejak sebelum penelitian dimulai,
sehinggahasil yang diharapkan dapat dipenuhi seoptimal mungkin.
Berbe{a dengan penulisan untuk masyarakat akademik, dalam
laporari untuk pihak sponsor penelitian, aspek administratif dan
pertanggungjawaban keuangan dan fasilitas yAlg digunakan
menduduki tempat yang sangat penting.
Setelah laporan kepada pihak sponsor dilaksanakan, peneliti
berhak untuk melaporkan hasil penelitiannya untuk masyarakat
akademik, misalnyi di jurnal ilmiah. Tidai< jarang satu proyek
penelitian yang cukup besar yang dibiayai sponsor dapat ditulis
dalam beberapa makalah ilmiah.

&

.t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 395

3 PunnnrsAN HASrL PENELruAN UNTUK


MASYARAKAT UMUM

Hasil akhir penelitian adalah laporan ilmiah untuk memperkaya


khazanah, yang bermuara pada pemanfaan hasil penelitian untuk
kesejahteraan manusia. Oleh karena itu sebagian hasil penelitian
yar.g dirasakan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dapat
dipublikasi dalam pelbagai media umum/ baik sebagai artikel
dalam surat kabar, majalalt, atau buku. Penulisan jenis ini, disebut
sebagai penulisan ilmiah popular, memerlukan kiat sendiri, agar
masyarakat dapat mengambil manfaatnya sebagai pengetahuan,
tanpa harus terganggu oleh teknik prosedur penelitian dan jargon-
jargon ilmiah yang sulit dimengerti.

BnNrur UMUM LAPoRAN ILMIAH


Pada umumnya sistematika laporan ilmiah sama dengan sitematika
usulan penelitian yang telah dibahas dalam Bab 3, namun terdapat
perbedaan yang mendasar. Bila dalam usulan dituliskan hal yang
akan dilakukan, maka dalam laporan hasil penelitian dituliskan
hal yang telah dilakukan. Pembahasan yang rinci dapat dibaca pada
berbagai monogram, misalnya monogram Sastroasmoro (2008).
Meski terdapat perbedaan format antara jumal ilmiah kedokteran
yang satu dengan yang lairy pada umumnya komponen-komponen
laporan penelitian untuk jurnal (disebut sebagai artikel asli atau
origlnal article) mencakup hal-hal berikut:
. Jridul penelitian
o Nama pengarang serta institusi
o Abstrak dan kata kunci
o Isi laporan: Pendahuluan, Metode, Hasil, dan Diskusi
o Ucapan terima kasih
o Daftar pustaka
o Conflict of interest, Peran penulis, Lampiran

&

.;rl
396 P enulis an lap or an p eneliti an

L |uour LAPoRAN rENELTTTAN


Judul merupakan komponen pertama yang dibaca, karenanya
harus dapat menarik minat pembaca untuk membaca seluruh
karangan. Judul laporan penelitian harus jelas, lugas, mewakili isi
penelitian, dan tidak mengandung singkatan kecuali yang baku.

2 Nenae PENGARANG DAN INSTITUSI


Nama pengarang dan institusi tempat peneliti melaksanakan
penelitian seringkali dipakai sebagai jaminan mutu isi laporan
penelitian. Meskipun hal tersebut tidak sepenuhnya salatu namun
menduga mutu karangan semata-mata dari nama pengarang dan
institusi bukanlah hal yang bijaksana. Kriteria siapa yang menjadi
penulis utama dan penulis pembantu makalah dapat menjadi
bahan diskusi yang berkepanjangan. International Committe of
M e ili c al J o urn al E dit o r s ( ICMJE ) dalam Unif orm Re q uir ement s f o r
Submitting Manuscripts of Biomedical Journals memberi batasan
sebagai berikut. Yang dapat dimasukkan sebagai pengarang laporan
penelitian adalah mereka yang memenuhi kriteria:
. memberikan kontribusi substantif dalam konsepsi desain,
atau pengumpulan data, atau analisis dan interpretasi data;
o membuat draft manuskrip atau melakukan revisi secara
kritis muatan ilmiahnya;
. memberi persetujuan final makalah yang akan diterbitkan.
Setiap penulis harus memenuhi ketiga kriteria tersebut. Meski
batasan tersebut cukup jelas, namun masih tersisa pertanyaan:
siapakah yang menjadi penulis utama (principal author)? Secara
logis mudah diterima bahwa peneliti yang mempunyai andil terbesar
dalam ide, persiapar; pelaksanaary serta penulisan hasil penelitian
berhak menjadi penulis utama. Namun karena hal tersebut dapat
bersifat subyektif, maka musyawarah untuk mufakat merupakan
cara terbaik untuk menentukan urutan penulis makalatr, dan hal
ini sebaiknya disepakati sejak persiapan penelitian.

Jl
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 397

3 Ansrner DAN KATA KUNCr


Hampir semua jurnal kedokteran mencantumkan abstrak pada
awal makalah. Abstrak merupakan bentuk mini karangan, dan
harus mencakup komponen-komponen yang tersusun sebagai
IMRAD (Intr o ilu cti o n, M eth o il s, Re sult s, an d D i s cus si on). Abstrak
biasanya tidak lebih dari 200-250 kata, dan untuk laporan pendek
diperas menjadi 150 kata. Abstrak harus mencakup komponen-
komponen berikut:
Introduction : Alasan utama penelitian dilakukan
Methods : Bagaimana penelitian dilakukan
Results : Hasil utama yang diperoleh
Discussion : Simpulan utama penelitian
Saat ini dikenal 2 jenis abstrak, yakni abstrak satu-paragraf
(one-paragraph abstract) dan abstrak terstruktur (structured
absfuact). Pada kedua jenis abstrak tersebut keempat komponen
isi laporan penelitian dikemukakan dengan jelas dan ringkas. pada
abstrak satu-paragraf dituliskan secara naratif alasan penelitian
dilakukar; apa yang dikerjakan, hasil yang diperoleh, dan simpulan
utama penelitian, yang harus dituliskan dengan sekuens yang logis
dan dengan kalimat pengantar yang lancar.
Pada jenis abstrak terstruktur, isi abstrak dituliskan di bawah
subjudul seperti Background, Setting, Methods, Main Results,
Conclusions. Sebagian besar jurnal ilmiah kedokteran saat ini
menggunakan abstrak terstruktur; abstrak satu paragraf makin
ditinggalkan. Keuntungan abstrak terstruktur ini adalah, karena
menggunakan subjudul, mempermudah pembaca memahami.
Kekurangannya, penulisan abstrak terstrukfur lebih sulit membatasi
jumlah kata; oleh karena itu tidak jarang batasan paling banyak
250 kata dilanggar. Perhatikan contoh abstrak terstruktur berikut,
Kata kunci (keywords) sebanyak 4-8 kata atau istilah disertakan
setelah abstrak. Kata kunci inilah yang dimasukkan dalam MeSH
(medical subjectheadings) misalnya dalam Index Medicus sehingga
dapat digunakan untuk pencarian makalah.

il

t
398 P enulis an lap or an p enelittan

Abstrqct

Obieclives To qssess whether children with outism ore more


likely to hove o history of gostrointestinol disorders thon those
without oulism.
Design Nested cose-control study.
Setling UK Generol Proctice Reseqrch Dqtqbose.
Subiects Children born ofter 1 Jonuory l98B qnd registered
with fte Generql Proctice Reseorch Dqtqbose within 6 months
of birth.
Oulcome meqsures Chronic inflommotion of the gostrointestinql
troct, coelioc diseose, food intoleronce, ond recurrent gostroin-
lestinol symptoms recorded by the generol procfitioner.
Results 9 of 96 (97o) children with o diognosis of outism (coses) ond
41 of 449 (9%) children withouf outism (motched controls) hod o
history of gostrointestinol disorders before lhe index dote (the dote
of first recorded diognosis of qutism in lhe coses qnd the sqme dote
for controls). The estimoted odds rotio for o history of gostrointestinol
disorders omong children wilh outism compored wiltr children wihout
ontism wqs 1.O (95% confidence intervql O.5 lo 2.21.
Conclusions No evidence wqs found thqt children with outism
were more likely thon children without outism to hove hqd defined
gostrointestinql disorders ot ony fime before their diognosis of
qutism.

BMJ. 2002;3252419'21

4 PnxoernnuaN
Pendahuluan hendaklah ditulis secara ringkas namun jelas,
biasanya terdiri atas2paragraf atau 1 ParcSraf dengan 2 bagian. Isi
bagian ini adalah alasan atau pembenaran mengaPa penelitian perlu
dilakukan, dan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang akan
dijawab beserta desain yang dipakai. Berbeda dengan pada usulan

i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 399

penelitian yang penulisan hipotesis dan tujuan penelitian dibuat


dalam subjudul terpisah, dalam makalah jurnal harus dituliskan
dalam bentuk kalimat naratif yang tersusun dalam urutan yang
logis dan merupakan bagian dari paragraf. Pendahuluan harus
didukung oleh rujukan yang kuat namun uraian yang rinci tidak
dibenarkary sehingga seluruhnya tidak lebih dari satu halaman.
Hal-hal penting dari pustaka yang harus dikemukakan dapat ditulis
dalam bab Pembahasan, tidak dalam Pendahuluan. Perhatit'<an
penulisan Pendahuluan yang ringkas dan padat berikut ini.

Bockground
Hip frocture is o public heolth concern, becouse it is ossociqted
wifh increosed mortolity, morbidity. reduced quolity of life, ond
incurs significqnt economic qnd sociol costs [ ]. Bone minerql
densily (BMD), q meosure of bone sirength, is o strong predictor
of hip frocture risk [2], ond is used os q surrogqte meosure of
the severity of osteoporosis [3], the mechonism of BMD-hip
frqcture relotionship isnot well understood. Body weight is
strongly relqted to bone minerol density, such thot higher weight
is qssocioted with both higher BMD V-n, qnd reduced f rocture
risk [8,9]. Body weight is the sum of leqn ond fqt moss, ond the
relqtive importonce of eoch component to hip frocture risk is
contenfious IO-14]. Lower fqt mqss wos ossociqted with qn
increose in the risk of hip frocture ofter odiusting for body
weight ond oge [ 5], but it is not cleor whether the significont
relotionship is independent of BMD.

Cenlrql qbdominol fot, which con be derived from duolenergy


X-roy obsorptiometry (DXA) scons, is highly correlqted with, ond
hqs been suggested to be q surrogote meosure of body fot
[16]. Therefore, it is hypothesized thot the BMD-frocture
relotionship moy be portly medioted by fot moss, represented
by centrol obdominol fot. The oim of this study wos to test this
hypothesis.in o somple of elderly men qnd women of Cqucosion
bockground.

BMC l{iusculoskeletsl Disorders 2O05, 6:l I

i
400 P enulis qn I ap or an p enelitian

5 MnropE
Maksud utama penulisan bagian ini adalah menjelaskan bagaimana
peneliti melaksanakan penelitiannya. Penulis harus menguraikan
dengan rinci apa yang telah dilakukan dalam penelitiary sehingga
apabila ada orang yang ingin mengulanginya dapat melakukannya
dengan tepat. Karenanya Metode tidak jarang merupakan bagian
yang terpanjang dalam laporan jurnal, kadang juga ditulis dengan
ukuran huruf yang lebih kecil ketimbang ukuran huruf pada badan
laporan. Persyaratan yang tampaknya sederhana ini (menulis Metode
dengan lengkap dan rinci) dalam praktik mungkin tidak terpenuhi,
apabila penulis tidak berhati-hati melakukannya. Tidak jarang
bagian ini ditulis dengan amat ringkas, seolah menganggap bahwa
pembaca melihat sendiri apa yang dilakukan oleh peneliti; akibatnya
jangankan pembaca memperoleh informasi untuk dapat mengulang
penelitian, mengikuti jalan pikiran peneliti pun sulit. Di lain sisi kadang
penulis mencapur-adukan Cara Kerja dan Diskusi.
Sebagian jurnal masih menggunakan istilah Materials anil
Methods atau Bahan dan Cara Kerja. Hal ini dianggap kurang
manusiawi, kecuali bila hal yang diteliti adalah bahan kimia, alat,
atau mesin. Oleh karena penelitian klinis memakai manusia sebagai
subyek, maka dianjurkan untuk menggunakan istilah Subjects and
Methoils (Subyek dan Cara Keria), Patients anil Methods (Pasien
dan Cara Kerja) atau cukup Methods (Cara Kerja) saja.
Pada umumnya Cara Keria mencakup uraian sebagai berikut:
o Desain penelitian
r Tempat dan waktu penelitian
o Sumber data: primer atau sekunder
r Populasi target dan terjangkau, sampel, cara pemilihan
sampel (sampling method), besar sampel
o Kriteria pemilihan (inklusi dan eksklusi)
o Keterangan khusus sesuai dengan desain yang dipakai
o Teknik pengukuran (pemeriksaan), termasuk pemeriksa,
apakah pengukuran dilakukan tersamar, apakah dilakukan

.r
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 401

penilaian kesahihan dan keandalan pengukuran, apakah


sebelumnya telah diuji.coba, alat dan obat yang dipakai,
pembuat alat atau obaf persefujuan subyek, dan sebagainya.
o Analisis yang dilakukan (uji hipotesis, batas kemaknaan,
poLner statistika, interval kepercayaan): Seperti halnya cara
pengukurarr, cara analisis yang sudah jamak dipakai tidak
perlu dijelaskan, namun apabila dipakai teknik uji hipotesis
atau statistika tertentu yang baru ataupun yang jarang
dipakai, perlu dijelaskan atau diberi rujukan. Nama program
komputer yang dipakai perlu disebutkan, dengan tetap
menyebutkan uji hipotesis yang digunakan.
Bergantung kepada materi penelitiary Metode ini cukup ditulis
dalam beberapa paragraf, namun dapat pula beberapa halaman.
Untuk tiap desain diperlukan keterangan yang relevan" misalnya:
o Survai: apakah survai bersifat retrospektif atau prospektif,
besar sampel
o Studi kasus-kontrol:cara pemilihan kasus dan kontrol,
apakah dengan matching atau tanpa matching dengan
alasannya, besar sampel
r Studi kohort: apakah dilakukan randomisasi, teknik
randomisasi, apakah dilakukan penyamararr, caranya,
apakah direncanakan analisis interim, besar sampel,
intervensi, dosis obat, monitor efek samping, dan sebagainya
. Uji diagnostik: outcome yang dinilai, baku emas
o Suroiaal analysisz kriteria inklusi, efek yang diteliti

6 Hesn
a Teknik penulisan
Hasil merupakan bagian yang sentral pada laporan penelitian,
namun tidak jarang merupakan bagian yang paling pendek. Ia
biasanya disajikan dalam bentuk narasi yang dapat diperjelas dengan
tabel dan I atau gambar. Hal-hal berikut perlu diperhatikan:

ll .A'
402 P enulis an lap or an p enelitian

Dalam Hasil tidak perlu diberi ulasan atau komentar, kecuali


untuk makalah pendek yang menggabungkan bagian hasil dan
pembahasan dengan judul Hasil dan Pembahasan. Untuk ini
kalimat pengantar yang sesuai mutlak diperlukan agar terjaga
alur pemikiran yang mudah diikuti.
Perlu ditekankan untuk tidak mengulang {alam nas hal-hal yang
telah disajikan dalam tabel atau gambar, kbcuali menyebut
sebagian untuk memberi garis bawah atau penekanan, misalnya
yang paling mencolok, kontroversial, dan lain-lain.

b Bagian deskriptif
Meski yang dilaporkan merupakan penelitian analitik, namun laporan
tentang hasil penelitian selalu didahului dengan penyajian deskriptif
tentang pasien yang diteliti. Karena itu Tabel 1 pada makalah
biasanya berisi deskripsi pasien serta karakteristiknya. Variabel yang
diteliti dijelaskan paling rinci. Deskripsi data klinis biasanya
mencakup jenis kelamin, umur, variabel lainnya yang relevan.
Rincian dapat diperjelas dengan tabel, grafik, ataupun gambar.
Bila penelitian merupakan perbandingary misalnya uji klinis,
akan sangat bermanfaat bila dilakukan tabulasi variabel sebelum
intervensi antara kelompok yang diperbandingkar; apakah kedua
kelompok memang sebanding. Hal ini tetap dianjurkan meski telah
dilakukan randomisasi, sebab randomisasi tidak menjamin kedua
kelompok mempunyai karakteristik yar.g seimbang. Dalam
perbandingan itu tidak perlu disertakan nilai uji hipotesis (nilai
p); dengan menyajikan secara deskriptif umumnya pembaca tahu
apakah ada ketidak seimbangan yang serius antar kelompok.
Penyertaan nlIai p untuk menunjukkan bahwa pada awal penelitian
tidak ada beda yang bermakna antara kedua kelompok adalah keliru,
sebab (1) dari awal tidak dinyatakan akan dilakukan uji hipotesis
sebelum intervensi; estimasi besar sampel adalah untuk uji hipotesis
setelah intervensi; (2) perhitungan nilai p harus selalu menyertakan
nilai p dan besar sampel. Bila jumlah subyek hanya sedikig maka nilai
p > 0.05 tidak berarti apa-apa. Sebaliknya bila jumlah subyek sangat
banyak, perbedaan yang minimal dapat bermakna secara statistika.

i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 403

Sebagai contoh, padapadauji klinis besar untuk menilai manfaat


aspirin guna mencegah penyakit jantung koroner yang dilakukan
secara multisenter dengan peserta 20.000 per kelompok, pada akhir
penelitian diperoleh rerata usia subyek kelompok eksperimental
dan kontrol berturut-turut adalah 42,0 (standard error 0,01) tahun
dan 42,7 (standard error 0.02) tahun. Bila dilakukan uji hipotesis
perbedaan yang klinis tidak penting tersebut bermakna secara
statistika (p <0.01). Apakah kita katakan bahwa kedua kelompok
tidak seimbang sehingga penelitian tidak sahih? Jadi yang dinilai
adalah kesetaraan klinis, bukan kemaknaan statistika; dalam contoh
ini apakahbeda usia 42,0 tahun dengan 42,7 tahttntersebut penting
untuk respons seseorang terhadap aspirin. Hal yang sebaliknya
dapat terjadi; bila subyek hanya beberapa puluh, perbedaan usia
yar.g secara klinis penting pada uji hipotesis mungkin secara
statistika tidak bermakna.

c Bagian analitik
Bagian analitik hasil juga harus dikemukakan dengan sekuens yang
logis. Analisis yang bersifat lebih umum dikemukakan lebih dahulu,
disusul dengan analisis yang lebih rinci. Telah menjadi kebiasaan
untuk menulis hasil yang akan dianalisis dalam bentuk tabel,
misalnya tabel2x2 untuk ujix2, tabel uji diagnostik, studi kohort,
kasus kontrol, dan seterusnya.

il'Cara penulisan bilangan


Penulisan bilangan perlu diperhatikary mengingat hasil penelitian
tersebut dinyatakan dalam bilangan. Beberapa patokan yang lazim
adalah sebagai berikut:
r Bilangan yang,terdiri atas satu digit (angka9 alau kurang)
yang tidak diikuti oleh satuan, dapat ditulis dengan huruf.
Efek samping ruam kulit ditemukan pada tujuh pasien
o Bilangan satu digit yang diikuti dengan unit ditulis dengan
angka.
Rerata kadar hemoglobin adalah 6 gdL.

jl
404 P enulis an lap or an p enelitian

Bilanganyang terdiri atas dua digit atau lebih ditulis dengan


angka.
Penelitian ini melibatkan 54 pasien meningitis bakterial.

o Bilangan pada awal kalimat tidak ditulis dengan angka,


melainkan dengan huruf.
Tujuh persen penduduk berpenghasilan kurang dari 400
dolar per kapita per tahun.

e Statistika
Ketepatannumerik
Ketepatan numerik yang terlalu rinci (misalnya 27.334%;2560.346
gram) tidak menambah informasi, tidak meningkatkan kualitas
makalah, bahkan mungkin dapat menyebabkan makalah tidak
nyaman untuk dibaca. Hasil yang diperoleh dari kalkulator atau
komputer biasanya perlu dibulatkan.
Beberapa patokan:
o Dalam menyajikan nilai rerata, simpang baku (standard
deaiation), dan statistik lain harus diperhatikan ketepatan
pada data aslinya. Umumnya nilai rerata hanya perlu diberi
satu desimal lebih dari nilai pada data aslinya.
Contoh:
Bila data asli:234 gramt 273 gram,406 gram, ... dst., maka
nilai rerata adalah 303.7 gram.
Bila data asli 0,34 mg,0,72 mg, 0,54 m& ... dst., maka nilai
rerata adalah 0.493 mg
o Standard deaiation (SD) dan standard error (SE) cukup ditulis
dengan satu desimal lebih dari nilai aslinya
Rerata 2568 gram, SD = 213,7 gram (atau 213 gram).
o Nilai t, r hanya memerlukan dua desimal
x2, dar.
o Pada penulisan persentase jarang diperlukan lebih dari satu
desimal, kecualibila jumlah subyek sangatbesar. Bila jumlah

i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 405

subyek kurang dari 100 maka tidak diperlukan desimal,


dan bila jumah subyek sangat sedikit (< 40), penulisan dalam
persen tidak diperkenankan, cukup ditulis angka yang
diobservasi saja.
Contoh:
. 23219650 = 2,86o/o
. tetapi 5I dituli skan 14,29"/o, cukup 14o/",
42 tid,ak perlu
. 8ll9 tidak perlu diubah meniadi persentase, tuliskan
saja 8/19
. 1 dari 2 pasien meninggal tidak ditulis mortalitas 507o

Nilai p
o Nilai p sering diperlukan dalam penulisan hasil penelitian
yang bersifat analitik.
o Notasi p ditulis pelbagai cara, P, P, p, p) perhatikan in-house
style (gaya selingkung) jurnal apabila kita akan mengirim
manuskrip ke jurnal. Yang penting lakukanlah penulisan
tersebut dengan taat-asas (konsisten).
r Dalam menyajikan hasil uji hipotesis perlu dicantumkan
nilai uji statistik (misal t, xz) jangan hanya nilai p saja.
o Nilai p secara konvensional ditulis sebagai <0,05, <0,01 atau
<0,001. Dengan adanya komputer lebih baik dicantumkan
nllai p berdasarkan perhitungan, misalnya 0,07 atau 0,02
tetapi bila nilai p lebih kecil daripada 0,0001 tidak perlu
ditulis angkanya, tuliskan saja p <0,0001. Hindarkan
penulisan p = 0.0000, tuliskanlah p <0,000L, karena tidak
mungkin probabilitas untuk terjadinya hasil semata-mata
akibat peluang adalah 0.
o Nilai p yangsudah dituliskan pada tabel tidak perlu diulang-
ulang dalam nas.

Penulisan SD (stan hrd fuv i ati on) dan SE (stan fu rd err o r)


Nilai rerata seringkali diikuti oleh SD (standard deoiation, simpang
baku) atau SE (standard error), bergantungpada maksud penulis.

..f
406 P enulis nn I ap or an p eneliti an

Bila penulis ingin memberi gambaran bagaimana penyebaran nilai


di sekitar rerata digunakan SB, bila ingin menunjukkan bagaimana
tepatnilai rerata itu dalam populasiyang diwakili oleh sampel maka
digunakan SE. Telah menjadi kebiasaan pula untuk menuliskan
SD atau SE tersebut dengan tanda +. Kebiasaan yang telah lama
berlangsung ini dapat membingungkan pembaca, terutama apabila
berhubungan dengan nilai negatif, misalnya suhu di bawah 0. Oleh
karenanya dalam penulisan SB dan SE sangat disarankan untuk
menghindarkan penggunaan notasi + dan menggantikanhya
dengan tanda kurung sebagai berikut:
o Nilai rerata berat lahir bayi = 3108 (SD 285) gram, atau

o Nilai rerata berat lahir bayi = 3108 (SE 30) gram


o Rerata suhu yang diperlukan adalah -20 (SD 2)'C.

Penulisan interval kepercayaan (confifunce intentals)


Dewasa ini penyertaan nilai interval (IK) kepercayaan banyak
dianjurkan, bahkan disyaratkan, selain nllai p. IK merupakan
rentang nilai parameter yang diperoleh dari suatu statistik bila
siimpling dilakukan berulang-kali. Dalam penulisan rentang IK
tanda + pun sebaiknya dihindarkan antara lain karena sulit bila
rentang tersebut melibatkan bilangan negatif.
Jangan dituliskan:
Nilai rerata dan interval kepercayaan 95% adalah 8 lzmgldL
melainkan
Nilai reratanya adalah 8 (IK95% 6;1:0l mgldL,
atau
Nilai reratanya adalah 8 (IK95% 5 sampai 10)mg/dl

Tabel
Tabel dapat diperlukan di semua bagian makalah, namun tersering
digrrnakan pada Hasil. Dalam penulisan tabel perlu dipertimbangkan:

il

:l
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 407

o Tabel kurang disukai oleh editor oleh karena sulit dan mahal;
karenanya harus dibatasi untuk yang penting saja. Sebagai
patokan kasar yang dianggap layak, adalah 1 tabel untuk
tiap 1,000 kata. Jadi untuk makalah sepanjang B-10 halaman
(kertas kuarto, karakter Times New Roman 12 pt.1,5 spasi)
3 atau 4 tabel cukup memadai.
o gambar) dimaksudkan untuk memperjelas isi
Tabe_1.,(j.uga
makalah: Bila data dapat disajikan dalam kalimat dengan
jelas, tidak perlu dibueit'tabel. Jangan sampai angka-angka
dalam nas tidak sesuai dengan yang ada dalam tabel.
o Tabel yang sangat rumit sering tidak memperjelas penyajian
bahkan membingungkan. Upayakan untuk memecah tabel
yang rumit atau panjang menjadi dua tabel atau lebih.
Kecuali dalam keadaan tertentu, penulisan tabel yang
bersambung ke halaman berikut harus dihindarkan.
o Keberadaan tabel harus ditulis dalam nas; jangan ada'tabel
liar', yakni tabel yang tidak ditunjukkan keberadaannya
dalam nas, seperti yang sering kita lihat di majalah popular.
Diingatkan lagi untuk tidak menulis ulang dengan lengkap hasil
yang telah disajikan dalam tabel. Cukup dikutip hasil yang penting
sebagai pengantar.

Teknikpenulisantabel
o Judul tabel dapat ditulis dengan huruf kecif atau seluruhnya
huruf besar bergantung kepada gaya selingkung jurnal
o Judul tabel tidak diakhiri dengan titik
r Hilangkan garis vertikal dan garis horisontal-dalam (aertical
and inner horizontal lines). Lihat Contoh.
o Catatan-kaki dituliskan segera di bawah tabel, dengan tanda
seperlunya. Bila terdapat singkatan dalam tabel, maka
kepanjangan singkatan harus disertakan dalam catatan kaki.

Penulisan tabel berikut ini tidak tepat karena menyertakan garis


vertikal dan garis horizontal-dalam.

{r

J|
408 P enulis an I ap or an p eneliti an

Derclol penyokit Sembuh Meninggol Jumlqh

I 65 l5 80

il 55 20 75

ill 28 12 40

Jumloh 148 47 t95

Penulisanyang benar adalah sebagai berikut:

Deroiot penyokit Sembuh Meninggol Jumlqh

I 65 l5 80
ll 55 20 75
llt 28 12 40

Jumloh 148 t95

Irusrnasl
Sama halnya dengan tabel, jumlah ilustrasi juga seringkali dibatasi
oleh editor. Sebagian kecil jurnal menerima ilustrasi berwarna,
sebagian besar hanya menerima gambar atau foto hitam-putih.
Perhatikan persyaratan tiap jurnal yang dapat dilihat pad alnstuction
to Authors. Pada umumnya editor menghendaki agar ilustrasi yang
dikirim sudah digambar secara profesional dan siap untuk dicetak;
sungguh tidak layak untuk'menyuruh' atalt mengharapkan editor
menggambar ulang. Cropping, tanda-tanda, huruf, singkatan, dan
legenda harus diperhatikan dengan cermat. Jangan sampai terdapat
ketidaksesuaian data atau pengertian antara apa yang terfulis dalam
nas dengan yang ada di gambar, sehingga ilustrasi yang seharusnya
memperjelas makalah bahkan membuat pembaca menjadi bingung.
Legenda gambar harus ringkas namun informatif.

4R

t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 409

7 Drcrusr
Dalam makalah hasil penelitian untuk dipublikasi di jurnal, Diskusi
biasanya mencakup pula simpulan penelitian dan saran. Dalam
bagian ini peneliti mengemukakan atau menganalisis makna
penemuan penelitian yang telah dinyatakan dalam Hasil dan
menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian. Ini dilakukan
dengan: (1) membandingkan hasil dengan pengetahuan saat ini,
yakni dengan membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
apakah memperkuat, membantatr, atau memang sama sekali baru,
dan (2) untuk penelitian klinis dihubungkan dengan praktik klinis.
Tiap pemyataan harus dijelaskan, dan didukung oleh pustaka yang
memadai.
Dalam Diskusi perlu dikemukakan keterbatasan penelitian,
baik dalam desain maupun dalam eksekusinya. Tidak jarang desain
penelitian secara inheren mengandung kelemahan, atau penelitian
tidak sesuai dengan yang direncanakan, misalnya banyak loss to
follow-up. Hal-hal tersebut harus dinyatakan dengan jujur dan dibahas
dampaknya terhadap hasil. Peneliti harus juiur; bila ia mengetahui
kelemahan dalam penelitiannya iaharus menyebut dan membahas,
bukan mendiamkan kekurangan tersebut dengan harapan orang
tidak melihatnya. Bila penulis menganggap terdapat kekuatan yang
penting dalam penelitian yang dilaporkary hal tersebut dapat pula
dikemukakan secara wajar.
Dalam Diskusi hendaknya penulis secara wajar menunjukkan
makna hasil penelitiannya; dalam penelitian klinis harus dikaitkan
dengan manfaat dalam praktik. Perlu dihindarkan penggunaan
kalimat-kalimat yang menunjukkan seolah penemuan penelitian
sangat luar biasa dengan berulang-ulang menulis kalimat:
Data kami dengan meyakinkan menunjukkan bahwa......
atau
Hasil yang kami peroleh telah dengan amat jelas.........

Keraguan tersebut telah terhapus oleh data kami........

jf
410 P enulisan lap or an p enelitian

Perlu diingat bahwa ilmu kedokteran dibangun dari rangkaian


panjang bukti yang melibatkan banyak pasien, bukan dengan
beberapa puluh pasien saja. Sebaliknya jangan menulis pembahasan
yang memberi kesan bahwa peneliti ragu akan datanya sendiri,
misalnya dengan kalimat:
Bila data kami sahih, maka .....
Data kami yang tidak lazim ini, mungkin .....

Pada akhir karangan harus dibuat simpulan yang diperoleh dari


penelitian dan relevansinya dengan ilmu pengetahuary praktik, dan
manfaatnya untuk penelitian yang akan datang. Biasanya simpulan
ditulis dalam 1 atau 2 pdragraf terakhir dari Diskusi dan tidak
memerlukan subjudul tersendiri.

Kesalahan yangsering dilakukan dalam Diskusi


Kesalahan-kesalahan berikut seringkali ditemukan dalam Diskusi:
o Diskusi terlalu banyak mengulang-ulang apa yang telah
dikemukakan dalam Hasil. Hal ini tidak tepaf tidak perlu
diulang hal-hal yang telah disajikan dalam Hasil kecuali
untuk menggarisbawahi aspek-aspek yang penting atau
sebagai kalimat pengantar pembahasan.
o Tidak dilakukan pembahasan yang adekuat terhadap apa
yang ditemukan pada Hasil. Hal ini amat disayangkary oleh
karena data tetap dibiarkan sebagai data, tidak dimaknai
dengan menghubungkan dengan ilmu yang sudah ada dan
tidak dihubungkan dengan praktik sehari-hari.
o Simpulan tidak mengacu pada pertanyaan penelitian.
Tujuan penelitian adalah menjawab pertanyaan penelitian.
Karenanya harus ada alur yang jelas antara pertanyaan
penelitiary metode, hasil, dan simpulan.
o Simpulan tidak didukung oleh data. Meskipun pengarang
diberi hak yang seluas-luasnya untuk mengajukan pendapat
dalam Diskusi ini, namun simpulan harus benar-benar
didukung oleh data penelitian. Tidak jareing terjadi simpulan

il

t .1
t
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 411

yang diajukan bukan berdasarkan pada data penelitian


sendiri melainkan dari pustaka; ini tidak dibenarkan.
o Penulis menyimpulkan sesuatu yang tidak dipertanyakan
dalam Pendahuluarl atau dengan kata lain menyimpulkan
sesuatu yang tidak dirancang sebelumnya. Bila terdapat hasil
tambahan yang penting yang diperoleh dalam penelitian,
hal tersebut dapat dilaporkan sebagai hasil tambaharu bukan
sebagai simpulan. Hasil tambahan tersebut perlu dikonfirmasi
dalam penelitian lain yang memang dirancang untuk tujuan
tersebut.
Sarary usul atau dugaan dapat saja dikemukakan, tetapi bukan
sebagai simpulan. Bila cukup alasan untuk menganjurkan pembaca
unfuk melakukan atau untuk tidik melakukan sesuatu, hal tersebut
harus dikemukakan dengan wajar. Bila masih terdapat hal yang
kontroversiaf dapat disarankan penelitian lanjutan. Kemampuan
peneliti untuk menyatakan makna penemuannya tidak kalah penting
dengan kemampuannya merancang dan melaksanakan penelitian.

8 UcnpnN TERTMA KASrH

Ucapan terima kasih perlu diberikan kepada orang atau institusi


yang telah memberi bantuan atau nasihat substansial kepada
peneliti. Sponsor juga perlu diberi ucapan terima kasih, namun
sekretaris atau teknisi tidak perlu. Kalimat penghargaan harus
dibuat secara wajar, tidak berlebihan. Jangan pula, dengan maksud
untuk menaikkan kualitas penelitian, penulis mencantumkan
nama-nama terkenal yang tidak secara langsung terlibat dalam
proses penelitiary apalagi bila yang bersangkutan tidak mengetahui
pencantuman nama tersebut.

. 9 Coxrrtcr oF rArrEREsr
Akhir-akhir ini makin banyak jurnal yang mensyaratkan adanya
pernyataan conflict of interestbaik secara individual (penulis artikel)
maupun institusional (institusi afiliasi para peneliti). Misalnya salah
satu peneliti adalah penasihat medis perusahaan farmasi tertentu,

.rl
412 P enulis an lap or an penelitian

maka ia harus menyatakannya. Demikian pula halnya bila institusi


afiliasi peneliti memiliki hubungan dengan institusi lain yang patut
diduga dapat menimbulkan conflict of interest, hal tersebut harus
dinyatakan. Bila para peneliti yakin tidak memillki conflict of interest,
dapat dihrliskan: tidak ada. Kadang pemyataan konflik kepentingan
ini menurut ukuran kita cukup "ekstrem". Misalnya dalam artikel
"Use of randomisation in the Medical Research Council's clinicnl trial
of streptomycin in pulmonary tuberculosis in the 1940s" (BMI
1998;317 :1220-3,penulisny4 Yoshioka, menyatakan dalam Competing
interest: Merck proaided seoeral hundred photocopies free of charge.

10 PrnaN TrAP PENULTs


Fenomena lain yang makin banyak tampak adalah elaborasi masing-
masing kontributor dalam penelitian dan pelaporan. Perlu atau
tidaknya hal ini dikemukakan tergantung dariin-house style masing-
masing jurnal. Contoh:
EM membuat desain dan menulis usulan penelitian awal. PR
merupakan pemimpin proyek. GR bertanggung jawab
dalam analisis statistika. Semua penulis memberi kontribusi
yang sama dalam penulisan makalah.
Catatan: EM, PR, dan GR adalah inisiql nama penulis.

1'I., Darran PUSTAKA

Penulisan daftar pustaka dilakukan dengan cermaf sesuai dengan


sistem yang dianut; untuk ini lihatlah sistem yang digunakan oleh
jurnal yang kita tuju. Pada saa? ini sistem penulisan da{tar pustaka
yang paling banyak dianut adalah sistem Vancouver. IJraian cara
penulisan kutipan dan daftar pustaka dapat dilihat pada Bab.L9.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa kecermatan penulisan
rujukan merupakan salah satu tolok ukur kecermatan peneliti.
Penulisan daftar pustaka yang tidak cermat akan wajar menimbulkan
keraguan terhadap kecermatan peneliti secara keseluruhan.

dr

i
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 413

12 Leuprnax
Penyertaan lampiran jarang diperlukan dalam jurnal. Bila
diperlukan (dan diperkenankan oleh editor), rumus statistika tabel
prosedur, dan lain-lain yang relevan dapat disertakan. Daftar nama
subyek penelitian, baik inisial maupun nomor rekam medis tidak
boleh dipublikasikan.

PaNpuAN PETAPORAN PELBAGAI IENIS


PENELITIAN

Selama puluhan tahun pelaporan hasil penelitian sangat bervariasi,


sehingga meskipun desain dan pelaksanaan penelitian sama, hasil
yang dilaporkan dapat berbeda. Hal ini ditengarai oleh para editor,
antara lain yang tergabung dalam International Committee of Medical
lournal Editors (ICMIE). Pada pertemuan di Vancouver, Bristish
Columbia, Kanada, pada tahun 1978 kelompok ini menerbitkan
dokumen penting yang bertajuk "Unioersal Requirements Uniform
Requirements for Manuscripts Submitteil to Biomeilical lournals:
Writing anil Eiliting for Biomedical Publicatiott ". Dokumen tersebut
selalu direvisi setiap 2 tahun. Kelompok juga menerbitkan panduan
yang rinci untuk pelaporan pelbagai jenis penelitiarL antara lain:
CONSORT - Consolidated Standards of Reporting Trials
QUOROM - Quality of Reporting of Meta-analysis
STARDT - Standard of Reporting Diagnotic Test
MOOSE - Meta-analysis of Observational Studies in
Epidemiology

PnNuusAN sKRIpsI, TESIS, DAN DISERTASI


Pada umumnya format skripsi, tesis, atau disertasi sangatbervariasi
dari satu institusi ke institusi lainnya. Namun demikian sebenarnya

il

ll -;b '
414 P enulis an lap or an p enelitian

prinsip penulisannya sama dengan penulisan makalah untuk


jurnal, yakni menguraikan alasan penelitian, cara penelitian,
mengemukakan hasil, dan membahas hasil untuk kemudian
sampai pada simpulan.
Skripsi, tesis, atau disertasi ditulis dalam format yang lebih panjang
daripada laporan untuk jumal. Karena tidak adanya batas berapa
panjang tesis atau disertasi, maka peneliti dapat dengan bebas
mencantumkan lebih banyak tabel (sampai berpuluh-puluh),
diagram, atau ilustrasi dalam tulisannya. Demikian pula tinjauan
pustaka yang biasanya merupakan bab terpisatr" dapat dibuat amat
panjang dan lengkap, disertai dengan puluhan tabel dan gambar,
dan dengan sistematika seperti membuat buku ujar. Apakah hal
tersebut dibenarkan atau diperlukan?
Dalam tesis, lebih-lebih dalam disertasi, peneliti dituntut untuk
membuat diskusi yang luas dan mendalam. Namun hal itu tidak
berarti bahwa ia perlu menulis seluruh aspek (penyakit) yang
diteliti. Prinsip bahwa laporan ilmiah harus ringkas dan bernas
juga berlaku untuk penulisan tesis dan disertasi. Penulisan pelbagai
aspek teori yang dapat dibaca di buku ajar tidak seyogyanya
dilakukan. Istilah luas dan dalam harus diartikan sebatas ia
menyangkut substansi penelitiannya, dan bukan seluruh aspek
penyakit atau kelainan yang diteliti. Seorang pakar mengemukakan,
bahwa hampir semua tesis atau disertasi sepanjang 200 halaman yang
diperiksany4 hanya sekitar 50 halaman yang mengandung nilai ilmiah
yang relevan; selebihnya hanya merupakan rincian'tetek-bengek' yang
dengan mudah dapat ditemukan dalam buku ajar standar. Dengan
demikian bukan ketebalan tesis atau disertai yang membuatnya
berbobot, tetapi substansi, desairy serta kedalaman dan ketajaman
peneliti dalam melakukan interpretasi terhadap hasil penelitiannya.

BEnsnaPA cATATAN
Menulis bukanlah hal yang mudah, karenanya diperlukan latihan.
Dalam penulisan makalah ilmiah perlu diperhatikan kaidah-kaidah
yang lazim, sementara alur logika sang peneliti harus tergambar

il

.a
Sudigdo Sastroasmoro dkk. 415

dengan jelas dalam keseluruhan makalah. Antara fudul,


Pendahuluan, Metode, Hasil, Diskusi harus memperlihatkan
kesinambungan yang jelas dan logis. Berikut ini adalah beberapa
contoh buruk akibat kurang cermatnya penulisan:
r Dalam Metode disebutkan desain deskriptif, namun dalam
Hasil dilakukan uji hipotesis, kadang sangat banyak
r Dilakukan banyak uji hipotesis yang tidak direncanakan
yang sering disebut sebagai fishing expedition atau data
dredging
o Kadang data yang sudah susah payah dikumpulkan tidak
dikemas dengan memadai, sehingga data tersebut tinggal
sebagai data. Berkaitan dengan hal ini ada kutipan yang
bagus:

"Science is made of facts, as a house is made of stones.


But a bulk of facts is not necessarily a science,
as a pile of stones is definitely not a house'.

Revisi terhadap manuskrip harus dilakukan berulang-ulang.


Kami selalu menganjurkan semua penulis (baik pemula maupun
yang telah berpengalaman) untuk minta orang lain (senior, rekan
sebaya, atau bahkan yunior) untuk membaca hasil penulisan
laporan penelitian sebelum dikirimkan kepada editor. Mengapa?
Karena tidak jarang kalimat atau frase yang menurut penulis sudah
jelas, namun bagi orang lain kurang atau bahkan tidak jelas sama
sekali, padahal seorang penulis menulis untuk dibaca oleh orang
lain. Dengan demikian maka kalimat yang kurang jelas maknanya,
alur logika yang melompat, ejaan yang salah atau tidak taat asas,
serta tata bahasa yang kurang tepat dapat diperbaiki; demikian
pula tabel dan ilustrasi yang kurang informatif atau
membingungkan. Bila makalah ditulis dalam bahasa asing,
misalnya bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, revisi berulang
dan konsultasi dengan orang yang kita nilai lebih mampu menjadi
lebih diperlukan.

i
416 P enulisan lapor an p enelitian

Dnrrnn PUSTAKA
Browner WS. Publishing and presenting clinical research. Pennsylvania:
Williams & Wilkins; 1999.
pgle DW. lgblsning ygur medical research paper. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 1998.
PuyF. $ow !o write and publlsh a scientific papers. Edisi ke-3. Cambridge:
Cambridge University Press,1989.
Huth E]. How to write and publish papers in the medical science. Edisi ke-2.
Baltimore: Williams & Wilkins,1990.
International Committee of Medical Journal editors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journal;1,997
Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia,1999.
Sastro-asmoro S. Mengurai dan merajut disertasi dan tesis. Jakarta: Sagung
Seto,2010.

i A
Sudigdo Ssstroasmoro dkk. 417

d..
ffi#*g
ffi$ffie^ *#*,**e
# F4ffidffiffiffiffi

Tugos okhir peneliti dolam rongkoion proses penelition odaloh


membuot loporon penel ition.

Loporan dopot ditujukon kepodo masyorokot ilmioh, loporon


untuk sponsor, serto penulison untuk mosyorakot owom.
Sebog ion b esar p eneliti menargatkon untu k mempu b Ii kos i kon
hosil penelitionnyo di jurnol ilmioh.

Formot loporon penelition untuk setiop jurnol bervoriosi,


nomun umumnya mencokup komponen IMRAD (Introduction,
Methods, Resu lts, D iscuss i on).
Dolam Introduction dikemukokon olason serto tujuon
penelition, dalom Methods diuroikon secaro rinci bogoimono
penelition dilokukon, dolam Results disojikon hosilyong
diperoleh (deskriptif don onolitik), don dolom Discussion
dibohas mokno penemuon penelifian. Podo okhir pembohoson
dituliskon kesimpulon.
Keseluruhan bagion mokaloh horus merupokon rongkoion
yqng mengolir don logis, ditulis dolom bohqsa yang boik don
benor, dan mudoh dimengerti.

Mokoloh ditutup dengan doftor pustoko yang ditulis dangon


sistem yong ditetopkon oleh jurnol.

.r|
Bab 20 - Penulisanrujukan

Sunoto, Sudigdo Sastroasmoro, Bulan G Munthe, fose RL


Bahrbara, EM Dadi Suyoko

blish or perish.Iru adalah pemeo lama yang masih relevan


'sampai kini dan sampai kapan pun. Karenaitrf o., kalau kita
melakukan penelitiary maka hasil penelitian harus dibuat
Iaporan penelitian untuk dipublikasi; hasil penelitian yang
tidak dipublikasi sama saja dengan sampah. Dalam Bab 19 telah
disebutkan bahwa laporan penelitian dapat ditujukan untuk institusi
pendidikan (sebagai skripsi, tesis, atau disertasi), untuk sponsor atau
penyandang dana, untuk masyarakat ilmiah (dalam jumal ilmiah),
atau untuk masyarakat awam. Bagi setiap peneliti, tujuan akhir rangkaian
proses penelitian adalah menerbitkannya dalam jumal ilmiah.
Agar dapat dimuat dalam majalah ilmiatu laporan penelitian
harus disusun menurut kaidah-kaidah yang telah ditentukan dan
dibakukan. Seperti telah diuraikan dalam Bab 19, makalah
biasanya dimulai dengan Judul, disusul dengan Abstrak
(Ab str a ctl, Pendahulu an (lntr o du cti o n), M eto de (M eth o d,sl, Hasil
(Results), Pembahasan (Discussion), Ucapan Terima Kasih
(Acknowleilgments), dan diakhiri dengan Daftar Pustaka
(References). Tentu ada modifikasi yang khas untuk tiap jurnal
ilmiah, namun pada umumnya komponen-komponen tersebut
merupakan komponen standar.
Dalam merumuskan permasalahan penelitian (biasanya
dituliskan dalam Pendahuluan) dan mendiskusikan hasil

tl

t
Sunoto dkk. 419

penemuan (di dalam Pembahasan) harus disertakan dasar yang


mengacu pada kepustakaan. Kutipan pustaka juga mungkin
diperlukan'dalam Metode. Karena apa yan.g diuraikan dalam
makalah tersebut bukan merupakan pendapat pribadi, melainkan
hasil penelitian orang lain, maka pernyataan-pernyataan dalam
makalah tersebut harus mencantumkan rujukan dengan akurat.
Rujukan ini kemudian harus dituliskan di dalam Daftar pustaka,
yang merupakan bagian terakhir suatu makalah ilmiah.

Suunnn RUIUKAN
Sumber informasi atau rujukan dapat berupa makalah ilmiah
dalam majalah ilmiah, buku (baik secara keseluruhan ataupun
hanya sebagian atau bab dari buku tersebut), laporan atau dokumen
resmi dari suatu instansi pemerintah (misalnya Departemen
Kesehatan, BKKBN) atau dari suatu badan internasional (WHO,
INOCEF). Laporan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan akan
tetapi didokumentasi di perpustakaan instansi yang bersangkutan
kadang-kadang dapat pula dijadikan sumber informasi. Yang
terakhir ini di dalam daftar rujukan sering ditulis dengan kata-kata
"komunikasi prib adi" (p er s o nal co mmuni c ati o n), " hub:urrrgan prlb adi",
"unpublished data", dan sebagainya. Bila tidak terpaksa hal tersebut
sebaiknya dihindarkan karena kesahihannya kurang. Bahkan, tesis
atau disertasi yang belum dipublikasi dalam jumal dianggap sebagai
"unpublished material" bukan sebagai rujukan yang baku.
Sumber informasi yang digunakan seyogyanya berasal dari
jurnal ilmiah atau buku yang benar-benar dlbaca, dan bukan hanya
dari suatu abstrak atau hanya kutipan dari penulis lain. Namun
apabila sumber informasi tidak diperoleh karena sudah kuno atau
majalahnya tidak dapat diperoleh lagi, kadang-kadang masih dapat
digunakan, dengan mencantumkan kata-kata "dikutip dari", atau
"dikutip oleh" (quoted from, cited by), atau mencantumkan kata
[Abstrak] bila hanya dapat diperoleh abstrak karangan tersebut.
Jenis-jenis sumber kutipan tersebut dibatasi, bahkan ini dianggap
tidak layak lagi dilakukan karena pelbagai kemudahan dengan
perkembangan teknologi informasi mutakhir.

It

ll
420 Pmulisanrujuknn

Rujukan yang dicantumkan harus yang relevan dan yang benar-


benar penting saja. Penulisan rujukan juga jangan dengan cara
menyalin atau clipping seluruh paragraf, melainkan harus
dirangkum dalam suatu kalimat dengan kata-kata sendiri, kecuali
apabila hal tersebut memang tidak dapat diartikan lain" misalnya
kalimat-kalimat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Garis-garis
Besar Haluan Negara, suatu pernyataan dari pakar, pejabat atau
instansi resmi, dan lain sebagainya. Contoh: Kebijakan Pemerintah
yang dalam GBHN L98B berbunyi: 'Dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan secara lebih luas dan merata, sekaligus
mengembangkan warisan budaya bangsa, maka harus dilakukan
vpayapenggalian, penelitiary pengujian, dan pengembangan obat-
obat tradisional'..... dan seterusnya.
Rujukan untuk makalah ilmiah sebaikriya dari publikasi resmi,
dari majalah-majalah ilmiah dan buku-buku ilmiah, jangan berasal
dari majalah popular, surat kabar, poster, pamflef dan sebagainya.
Dianjurkan agar rujukan cukup mutakhir, misalnyayang dipublikasi
dalam kurun waktu 5-7 tahun terakhir. Namun demikian tidak
berarti bahwa rujukan yang ditulis sebelum 5 tahun tidak boleh
dilakukan. Sumber yang sangat lama mungkin masih diperlukan,
terutama untuk penyakit-penyakit kronik. Sumber lama juga dapat
digunakan untuk menunjukkan bahwa masalah yang dibahas dalam
makalah tersebut sebenarnya bukan masalah baru karena sudah
pernah diteliti, misalnya sebelum Kemerdekaan RI, bahkan sebelum
abad 20. Kutipan dari naskah asli bertarikh abad ke-19, bila relevan
dengan masalatL justru mempunyai nilai lebih.

Contoh:
Beyerink MW. Culturversuche mit Zoochlorellen,
Lichenengonidien, und anderen niederen Algen Bot Z.
1930;48:725.

Castle WB. Observation on the etiologic relationship of


achylia gastrica to pernicious anemia; the effect of the
administration to patients with pernicious anemia of beef
muscle after the incubation with normal human gastric juice.
Am ] Med Sci.1929;178:764.

il

:l
Sunoto dkk. 421

Becnu-BAGIAN DALAM PENUTISAN RUIUKAN


Suatu rujukan yang lengkap minimal harus terdiri dari 3 unsur
ialah nama atau nama-nama penulis, judul tulisan, dan informasi
penerbitan. Nama penulis suatu makalah atau sumber informasi
tidak selalu berupa nama orang melainkan dapat pula merupakan
nama instansi, organisasi, atau badan internasional, misalnya
Departemen Kesehatan, BKKBN, LIPI, WHO, UNICEF, USAID,
FAO, dan sebagainya. Penulisan nama penulis ini mempunyai
aturan sendiri. Nama penulis harus ditulis mulai dengan nama
keluarga atau yang disamakan dengan nama keluarga, misalnya
nama tua (pada orang Jawa), nama marga (orang Tapanuli), nama
suami, dan sebagainya. Di bawah ini diberikan contoh penulisan
beberapa nama tertentu:
Nama fawa : Sudjono Djuned Pusponegoro ditulis
Pusponegoro SD
Aryatmo Tjokronegorc ditulis Tjokronegoro A

Nama marga : AndiHakimNasutionditulisNasutionAH


Lebrien Agustin Tamaeladitulis Tamaela LA

Nama suami : Aswitha Damayanti Budiarso ditulisBtdiarso


AD
julie Sulianti Saroso ditulis Saroso |S

Nama tunggal: Soekarno ditulis Soekarno


Suharto ditulis Suharto

Nama Cina : Poey Seng Hin ditulis Poey SH


Yo KianTjiay ditulis Yo KT

Nama Arab: Husein Alatas ditulis Alatas H


AbdullahThalib ditulis Thalib A

Nama Barat Michael Samuel Gracey dituhs GraceyMS


john Eliot Rohde ditulis RohdefE

il

t ;1 '
422 Penulisanrujukan

Judul makalah, mencakup judul dan subjudul di dalam suatu


majalah, buku atau bagian atau bab dari suatu buku, ditulis
selengkapnya yar.g mencakup nama majalatr, volume, halaman
pertama dan terakhir, dan tahun penerbitan. Apabila kutipan
berasal dari buku harus ditulis nama buku, penulis, edisi (kecuali
yang pertama), halaman pertama dan terakhir, penerbit, kota
tempat penerbitan, serta tahun penerbitan. Penulisan singkatan
nama majalah dan penerbit harus ditulis menurut aturan yang telah
dibakukan (Index Medikus atau Internasional List of Publication,
UNESCO Paris1970). Nama kota penerbitbila lebih dari satu hanya
ditulis nama kota pertama atau nama kota pertama dan terakhir,
jangan dituliskan semua rurma kota penerbit yang tercantum.

Contoh yang salah


Cooke RE. The pathophysiology of body fluids. In: Nelson's
texbook of pediatrics. 13th ed. Philadelphia/London/foronto/
Sydney: WB Saunderc; 1990. p. 567-99.

Contoh yang benar


Cooke RE. The pathophysiology of body fluids. In: Nelson's
texbook of Pediattics. 13th ed. Philadephia/Sydney: WB
Saunders; 1990. p. 567-99.

atau
Cooke RE. The pathophysiology of body fluids. In: Nelson's
texbook of Pediatrics. 13th ed. Philadephia: WB Saunders;
1990. p. 567-99.

Cane PENULISAN RUIUKAN


Cara penulisan rujukan ada beberapa macam, /akni:
o Sistem nornor
a Sistem nama-dan-tahun (Havard)
a Sistem kombinasi alfabet dan nomor
a Sistem Vancouver

il

.*
Sunoto dkk. 423

I Srsrnna NoMoR

Pada sistem nomor ini setiap rujukan diberi bernomor sesuai


dengan urutan penunjukannya di dalam makalatr, yang diletakkan
di antara tanda kurung, baik di belakang nama penulis, akhir
pernyataan, atau akhir kalimat. Untuk penunjukan lebih dari satu
gunakan nomor-nomor yang bersangkutan, yang dipisahkan
dengan koma.
Virus penyebab ensefalitis yang dikenal di Indonesia di
antaranya ialah rabies (1), poliomyelitis (2), cocksackie (3),
influenza 14,5,61 .... dst.
Kemudian pada daftar rujukan dituliskan nama-nama penulis
berdasar pada nomor urut penunjukannya di dalam makalah,
bukan menurut urutan abjad (alfabet).
1. Lo SG. Serum antirabies pada pasien ennfalitis di
Indonesia. Mai Kedok Indones. ... dst.

poliomyelitis dengan biakan iaringan.


2. Lie KT. Diagnosa
Maj Kedok Indones.1959 ... dst.

3. Soemiatno. Herpangina dan virus Cocksackie yang dapat


diisolasikan di Indonesia. Maj Kedok Indones. 1956 ... dst.

4. Gan KH, Warsa R. Antibacterial activity of allantoic fluid


of embrionated egg infected with influenza virus. Maj Kedok
Indones.1958 ... dst.

5. GanKH, Warsa R. antibacterial activity of allantoic fluid of


embryonated egg infected with influenza virus. Maj Kedok
Indones. L958 ... dst.

2 Srsrnu N.A.MA DAN rnrruN (srsrnna Hanvano)


Pada sistem ini daftar rujukan disusun secara alfabetikberdasarkan
nama penulis (dengan nama keluarga di depan). Penunjukannya
dalam makalah dengan mencantumkan tahun dalam tanda kurung

.f
424 Penulisanrujuknn

di belakang nama penulis atau mencantumkan nama keluarga


penulis dan tahun di dalam tanda kurung dengan tanda koma di
antaranya. Bila nama penulis lebih dari satu orang, di belakang
tahun dibubuhkan tanda titik koma sebelum penulis berikutnya.
Abnormalities of the male tract have only recently been
defined in autopsy material (Kapten et al., 1968; Oppen-
heimer and Esterly, 19691.
Bila terdapat penulis yang sama, maka urutan abjad berdasarkan
nama penulis berikutnya. Apabila nama para penulis sama, maka
penulisannya berdasarkan kronologi (tahun penerbitan). Apabila
nama penulisannya sama.dan tahun penerbitannya juga sama,
ditambahkan huruf a, b, c dan seterusnya di belakang tahun.

Jepson, j.; Lowenstein, L.: The effect of testosterone, adrenal


steroids, and prolactin on erythropoiesis. Acta Haemat . 48:
292-299 (1967a).

Jepson, J.; Lowenstein, L.: Inhibition of the stem cell of


erythropoietin by estradiol valerate and the protective effect
of 17 alpha-hydrocy-progesterone caproate and testosterone
propionate. Endocrinolo gy 80: 438-434 (19 67b).

3 Srsrsna KoMBINAST ALFABET DAN NoMoR


Pada cara ini penunjukan di dalam makalah diberi bernomor seperti
pada butir 2 dan pada daftar rujukan nama penulis disusun secara
alfabetik. Penulisan daftar publikasi dalam daftar rujukan disusun
menurut alfabet nama penulis. Di antara nama keluarga dan nama
diri diberikan tanda koma, antara nama-nama penulis diberi tanda
titik koma, dan pada akhir nama penulis diberikan tanda titik dua,
kemudian diikuti dengan judul makalah lengkapnya. Di belakang
judul makalah ditulis nama majalahyang disingkat menurut aturan
yang baku, kemudian diberi tanda titik. Di belakang nama majalah
ditulis volume majalah kemudian titik dua, halaman pertama
sampai terakhir, akhirnya ditulis tahun penerbitan yurrg dit.tlis
dalam tanda kurung.

tl

,t
Sunoto dkk. 425

Menurut Kenrard dan Zolla-Pazner (1980) sel-sel tumor selain


bersifat imunogenik juga bersifat imuno-suPPresif. Induksi
supresif sel tumor dapat bekerja pada semua tingkatan feaksi
imun (Ting dan Zhang, 1983).

Majalah
Brozovich, B.; Cattel, W.R.; Cottrall, M. F.; Gwyther, M. M.;
McMillan,I.M.Ir.; Malpas, f. S.; Salisbury, A.; Trotta, N. G.
von: Iron metabolism in patients undergoing regular dialysis
therapy. Br. med. J. ii: 595-598 (1975).

Allarg j. D., Masory A., Moss, A. D.L: Nutritional supplemen-


tation in the treatment of cystic filbrosis. Am.J. dis. Child.
126:22-26 (1973')

Untuk penulisan rujukan dalam buku caranya sama yang


rinciannya dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Buku
Bucher, T.; Pfleiderel, G.: Pyruvate kinase from muscle; in
Colowick, Kaplan, Methods in enzymology, vol. '1., p.323
(Academic Press, New York 1972).

Ruef, F.; Kormacher, I.: Zeichen akut Lebensbedroh-licher


Zasta" nde; inHadorn, Zo'line1, Vom Symptom zur Diagnose;
7. Aufl. (Karger, Basel 1979).

Tesis, Disertssi

Sjo"gren,U.: Morphologic studies of haemopoietic tissue in


myloid leukaemias and megaloblastic anaemia; thesis Lund
(1e75).

deBruin, R.L.: Testing hypothesis for nonlinear models; PhD


diss. Kansas State University, Manhattan, Kans. (L975).

Monogram
Dixon, M.; Webb, E. C.: Enzymes; 2"d ed., pp. 43-68
(Longmans Greery London 1976).

il

.rl A'
426 Penulisanrujukan

Symposium
Symposium: Laradiotherapie de lamaladie de Hodkin. Nouv.
Revue fr. Hemat. 6tl-176 (1976).

Badan lnternasional, Kelompok Kerja


World Health Organization: Standardization of procedures
for the study of glucose-6-phosphate dehydrogenase. Tech.
Rep. Ser. WId HIth Org., No. 366 (1977).

Herpesvirus Study Group: Provisional labels for herpes-


viruses. J. gen. Virol. 2Oz 416-419 (1974).

Tanpa nama
Editorial Classification and nomenclafure of malfonnations.
Lancet ii:798(1974).

Makalah yang belum diterbitkan


Sjo"rgery U.; Brandt, L.: Different composition and mitotic
activities of the haemopoietic tissue in bone marrory spleen
and liver in chronic myeloid leukaemia. Acta Haem at. (in press).

4 SrsrEu Veucouvnn
Cara ini disepakati oleh para editor majalah ilmiah berbahasa Inggris
yang terkenal dalam pertemuan di Vancouver, British Columbia,
USA, Januari 1978. Tujuannya menyeragamkan atau membakukan
tata cara penulisan makalah ilmiah di seluruh dunia. Cara ini telah
mengalami revisi beberapa kali, dan yang terakhir adalah revisi bulan
Oktober 20'1.0, yang diterbitkan oleh International Committee of
Medical Journal Editors dengan judul "Uniform requirements for
manuscript submitteil to biomedical journal". Di bawah ini diberikan
beberapa contoh penulisan dengan menggunakan cara Vancouver
tersebut. Perlu dicatat bahwa meskipun suatu jumal menyatakan
menggunakan sistem Vancouver ini, namun tidak melaksanakannya
dengan tepat, sesuai dengan in-house style masine-masing jurnal;
namun semua menuliskannya dengan konsisten (taat asas).

jf
Sunoto dkk. 427

Majalah
ILntuk makalah dengan jumlah pengarang kurang atau sama
dengan 6 orang, nama pengarang ditulis semuany*
Abudu N, MillerJJ, Attaelmannan M, Levinson SS. Vitamins
in human arteriosclerosis with emphasis on vitamin C and
vitamin E. Clin Chim Acta. 2004;339:ll-25.

Forgie MA, Wells PS, Laupacis A" Fergusson D. Preoperative


autologous donation decreases allogeneic transfusion but
increases exposure to all red blood cel transfusion: results of
a meta-analysis. Arch Intern Med. 1998;L58: 610-6.

HeymanMH, Storch S,AnentME. The fatoverload s5mdrome.


Am I Dis Child. 1981; 135:628-30.

Ofiiz Z, Shea B, Suarez Almazor ME, Moher D, Wells Ga,


Tugwell P. The efficacy of folic acid and folinic acid in
reducing methotrexate gastrointestinal toxicity in rheumatoid
arthritis. A meta-analysis of randomized controlled trials. J
Rheumatol . \998;25:36-43.

Bila jumlah pengarang lebih dari 6 orang, nama-nama


pengarnng hanya ditulis 6 orang, sedang sisanya ditulis dengan
dkk. atau et al.
Colditz GA, Brewer TF, Berkey CS, Wilson ME, Burdick E,
Fineberg HV, et al. Efficacy of BCG vaccine in the prevention
of tuberculosis. Meta analysis or the published literature.
IAMA. 199 4;27'l':69 8 -7 02.

Nurmohamed MT, Rosendaal FR, Buller HR, Dekker E,


Hommes DW, VandenbrouckelP, et al. Lowmolecularweight
heparin versus standard heparin in general and orthopaedic
surgery: a meta-analysis. T,ancet . 1992;340:\52-6.

Buku atau monograf


Elsen HN. Immunology: an introduction to molecular and
cellular principles of the immune response. 5th ed. New York:
Harper and Row; 1974. P. 406.

il

i
428 Penulisanrujukan

Bab pada buku yang ada penyuntingnya


Oxman AD, Flottorp S. An overview of strategies to promote
implementation of evidence-based health care. In: Silagy C,
Haines A, editors. Evidence based practice. London: BM]
Books;1998. p. 9l-109.
Chandra RK, Newborne PM. Imrnunocompetence in
undermutrition. In: Chandra Rli editor. Nutrition, immunity
and infection. New York Plenum Press; 1977. p.67-125.

Disertasi atau tesis


Cairns RB. Infrared spectroscopic studies of solid oxygen
ldissertationl. Barkley: University of Californi a; 1965.
Tanpa pengarang
Anonymous. Coffee drinking and cancer of the pancreas
(Editorial). BMf. 1981; 283:528.

Prosiding suatu pertemuan ilmiah


DuPont B. Bone narrow transplantation in severe combined
immunodeficiency with an unrelated MLC compatible donor.
In: White HJ, Smith R, editors. Proceedings of the third
annual meeting of the international Society for Experimental
Hematologi. Houston: International Society for Experimental
Hematology, 197 4:44-6.

Materi elektronik
Artikel di internet
Abood S. Quality improvement initiative in nursing homes:
the ANA acts in an advisory role. Am f Nurs [serial on the
internetl. 2002 lcited 2002 Aug 121;102(6):Iabout 3 p.l.
Available from: http://www.nursingworls.o rgl AIN I 20021
juneAdawatch.htm.

Homepage/Web site
Cance-Pain. or [homepage on the internet]. New York:
Association of Cancer Online Resources, Inc.; c2000-01
[updated 2002May 1.6; cired 2002 ful 9]. Available from: http:/
/www.cancer-pain.org.

ll

rl i,t, '
Sunoto dkk. 429

Akhir-akhir ini makin banyak jurnal ilmiah yang menggunakan


sistem Vancouver dalam penulisan rujukannya. Program 53
Fakultas Kedokteran UI, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI
serta Ikatan DokterAnak Indonesia telah menetapkan Penggunaan
sisitem Vancouver. Keuntungan sistem ini adalah cara penulisannya
menjadi lebih ringkas, karena:
. nama penulis dan tahun fulisan tidak disertakan dalam nas
(teks), kecuali yang dianggap amat penting
. penggunaan titik di belakang inisial nama penulis, titik-
koma di belakang titik setelah Pengarang terakhir, titik dua
setelah semua nama pengarang, titik setelah singkatan nama
jumal ditiadakan
o pembaca lebih mudah menelusur sumber rujukan dari
kutipan dalam nas
Kekurangannya adalah penulis harus mencocokkan kembali
nomor dan urutannya apabila ia menyisipkan rujukan baru dalam
proses penulisan makalahnya. Hal ini harus diterima oleh penulis,
dengan filosofi bahwa pembaca harus disuguhi keadaan yang
nyamarL meskipun itu berarti menambah beban bagi penulisnya.
Dengan adanya pelbagai perangkat lunak program komputer
untuk penulisan rujukan kesulitan ini dapat dikurangi dan jauh
dipermudah. Petunjuk yang lebih rinci tentang penulisan rujukan
menurut system Vancouver ini dapat langsung diakses sumber
aslinya melalui http://www.icmie.org.
Meski sistem yang dipakai sama, nallnun tiap jumal ilmiah selalu
membuat modifikasi dalam penulisan daftar pustaka sesuai dengan
in-house style (gaya selingkung) masing-masing jurnal. Sumber
terbaik untuk tujuan ini adalah Instructions for Authors yang ada
pada tiap penerbitan. Di samping itu, perlu pula diperhatikan pada
beberapa edisi terakhir majalah yang bersangkutan untuk dipakai
sebagai acuan. Ketidaktaatan pada aturan masing-masing jurnal
kan menyebabkan makalah ditolak atau dikembalikan untuk
disesuaikan. Hak editor memang "rnrttlak"; oleh karenanya sering
disebut bahwa editor jurnal ilmiah adalah the only ilictatot dalam
abad ini.

i
430 Penulisanrujuknn

Depran Pusrera
l. Anonymous. The Manuscript. 7'h rev. Basel: S Karger; 1981.
2. Cornain S. Berbagai cara penulisan daftar rujukan dan penunjukkannya
didalam makalah ilmiah. Dalam: Tjokronegoro A, setiadji VS, Markam S,
penyunting. Prosiding Kursus Peranan Editor dalam Penerbitan Buku &
Majalah Ilmiah. jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1989;95-1,10.
3. Intertnational Committee of Medical Joumal bditors. Uniform requirements
for manuscript submitted to biomedical journals. Diunduh dari http:ll
www.ICMlE.org. Diakses Februari 2008.
4. O'connor M, Woodford FP. Writing scientific papers in English. An Else-Ciba
Foundation guide for authors. New York: Elsevier;1976.
5. Pringgoadisuryo L. Pedoman tertib menulis dan menerbitkan. ]akarta: Pusat
Dokumentasi Ilmiah Nasional, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, 1982.
6. Sastroasmoro S. Panduan penulisan makalah ilmiah kedokteran. Edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto; 2008.

.rl
Sunoto dkk. 431

M@
Doftor rujukan harus disertokan dolom setioP mokolah
ilmioh.

Cora pengutipon rujukon serto penulison doftor rujukan teloh


diotur oleh setiop jurnol, biosanyo dolom "fnstructions to
outhors". Penulisan mokoloh harus memperhotikon dengan
cermot oturon yong ditetopkon oleh jurnol.
Sistem penulison kutipon don doftor pustoko yong sekorang
bonyok dionut odoloh "sistem Voncouver" yong podo dosornyo
merupokan sistem ongko.

Untuk kutipon dori jurnol, informosi yong diperlukon dolom


doftor pustoka odoloh nomo pengorong, noma jurnol dengon
volum, tohun, don holomon. Untuk buku diperlukon informosi
judul buku, judul bob, penyunting otou pengorang,penerbit
dan kotonyo, tohun panarbiton, serto haloman.

Kesolohon penulisan tondo boco (komo, titik, titik koma, don


sebogoinyo) harus dihindorkon. Kesolohon yong lebih fotol
seperti ketidoksesuaian ontora kutipon don daftor pustoko
somo sekoli tidok dopot diterimo.

,*
Bab 2L - Kesaliahan metodologis
dalam penelitian kedokteran

Sudigdo Sastroasmoro

alam publikasi kedokteran, termasuk yang diterbitkan


dalam jurnal terkemuka, masih ditemukan cukup
banyak kesalahan metodologis. Sebagian besar memang
kesalahannya bersifat 'minor', namun tidak jarang
terdapat pula kesalahan metodologis yang serius sehingga dapat
memengaruhi hasil. Berikut diajukan contoh-contoh kesalahan
metodologis dan statistika yang merupakan ilustrasi hipotetis, agar
dapat dibuat sederhana dan tidak merujuk pada artikel tertentu.

1 UI x'TINTUK DATA BERPASANGAN

Ingin diufi efektivitas obat A untuk mengurangi asma


nokfurnal (serangan asma malam hari) pada pasien asma.
Dilakukan uii klinis pada 40 pasien dengan desain the one
group pretest - posttest design (before anil after), yakni
membandingkan jumlah pasien yang mengalami asma
nokturnal sebelum dan setelah pemberian obat A selama 4
minggu. Dari 40 pasien penelitian, sebelum pemberian obat
A 1.3 pasien mengalami asma nokturnal, setelah pemberian
obat A, hanya 7 masih mengalami asna nokturnal. Peneliti
kemudian menganalisis hasil dalam tabeL2x2 (Thbel 2L-L).

.rr
Sudigdo Sastroasmoro 433

Tobel 2l-1. Jumloh posien yong mengolomi osmq nokturnol


sebelum dqn seleloh teropi dengan obql A
Asmo noklurnol

Jumloh

Sebelum r3 27 40

Sesudoh 33 40

Jumloh 20 60 80

x2 =2,4O; df=l; p=0,121

Komentar
Tabel di atas adalah tabel analisis untuk uji x2 independerL sedang
desain before and after atau the one group pretest-posttest design memberi
data berpasangan. Untuk ini, uji yang sesuai adalah uji McNemar,
dan tabel disusun dengan memperhatikan bahwa data yang ada
adalah data berpasangan (lihatlah Tabel 2l-2 dan2l-3):
r pasienyang sebelumpengobatanmenderitaAN dan setelah
terapi mengalami AN dimasukkan dalam sel a
o pasien yang sebelum pengobatan menderita AN dan setelah
terapi tidak menderita AN dimasukkan ke dalam sel b
o pasien yang sebelum pengobatan tidak menderita AN dan
setelahnya menderita AN dimasukkan ke dalam sel c
r pasien yang sebelum pengobatan tidak mengalami AN dan
setelahnya tidak mengalami AN dimasukkan ke dalam sel d
Tabel 2\-2 memperlihatkan tabulasi hasil penelitian sebelum
dan setelah dilakukan intervensi.terapi. Jadi total subyek menjadi
40, bukan 80 seperti pada Tabel2l-1. Tabel 21-3 merupakan tabel

,.
434 Kesalahan meto dolo gis dal am p enelitinn

2x2 yarrg benar untuk uji x2 untuk data berpasangan (uji McNemar);
tampak bahwa uji hipotesis menghasilkan perbedaan yang secara
statistika bermakna. Jadi penggunaan uji statistika untuk data
independen padahal datanya adalah berpasangan merupakan 'kerugran'
bagi peneliti karena lebih sulit memperoleh p yang kecil.
^ilri
TABEL 2l-2. Tobvlqsi hqsil penelition efektivitqs obqt A untuk
dsmq noklurnol, doto berposqngdn

Sebelum Setelqh lsikon


leropi teropi dolqm sel

I AN+ AN+ o
2 AN+ AN. b
3 AN- AN- d
4 AN- AN+ c
5 AN- AN- d
dst.

TABEL 2l-3. Jumloh posien ydng mengqlomi qsmd noklurnql


(AN) sebelum dqn seteloh terapi dengon obqt A

Seteloh teropi

AN+ AN. Jumloh

AN+ r3
Sebelum
teropi
AN. 24 27

Jumloh 40

x2(McNemor),|=0,048

il

, -,i#
Sudigdo Sastroasmoro 435

2 Utl-T INDEPENDEN DAN I.III-T BERPASANGAN

Contoh
Peneliti menguji efek obat antihipertensi B kepada 30 pasien
dengan hipertensi esensial. Sebagai kontrol, untuk setiap
pasien dicari pasien lain dengan umur, jenis kelamin, serta
derajat hipertensi yang sama (matchlzg individual). Sebelum
intervensi rerata tekanan diastolik pada kedua kelompok
sebanding (108 mmHg pada kelompok terapi, L10 mmHg
pada kelompok kontrol). Setelah intervensi, pada kelompok
terapi terjadi penurunan rerata tekanan darah dari L08
menJadi 98 mmHg, sedang pada kelompok kontrol tekanan
rerata diastolik turun dari 110 menjadi 102 mmHg. Uji-t
independen memberi nilai p sebesar 0,0743, artinya secara
statistika tidak bermakna.

Komentar
Karena kelompok kontrol dipilih dengan caramatching individual,
maka untuk data numerik uji yang sesuai adalah uji-t untuk 2
kelompok berpasangan. Uji-t untuk kelompok berpasangan lebih
mudah memberikan hasil yang bermakna dibanding uji-t untuk
2 kelompok independen. Dengan uji berpasangan, diperoleh nilai
p = 0.048, jadi secara statistika bermakna.

3 Up-r DAN ANALrsrs vARTANS


Contoh
Suatu studi cross-sectional ingin menguji hipotesis bahwa
terdapat perbedaan tekanan darah pasien obes yang tidak
berolah raga, yang berolah raga angkat berat, dan yang
berolah raga aerobik. Diperiksa tekanan darah diastolik
ketiga kelompok subyek tersebut, jumlah tiap kelompok
adalah 30 orang. Hasil pemeriksaan ini dipaparkan dalam
Tabel20-4. Kemudian dilakukan uji antara kelompok A dan
B (p = 0,04+), antara kelompok A dan C (p = 9,946', dan antara

{;

..1
436 Kesalahan meto dolo gis dalam p enelitian

kelompok B dan C (p = 0,096). Disimpulkan oleh peneliti


bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan
darah antara pasien obes yang tidak berolah raga dengan
yang berolah raga angkat berat maupun aerobik, dan tidak
ada perbedaan yang bermakna antara pasien yang berolah
raga angkat berat dengan yang berolah raga aerobik.

Komentar
Uji-t baik yang dependen maupun yang independen, hanya sahih
untuk digunakan dalam pengujian perbedaan rerata antara dua
kelompok. Bila jumlah kelompok lebih dari dua, maka uji hipotesis
yang sesuai adalah anova (analisis varians), dengan cara sekaligus
membandingkan rerata antara semua kelompok. Bila anova tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna, maka pengujian
selanjutnya tidak diperlukan. Sebaliknya, apabila anova memberikan
hasil yang bermakna, maka perlu dilakukan pengujian selanjutnya,
dengan maksud untuk menentukan di mana letak perbedaan
tersebut. Untuk uraian yang lebih lengkap lihatlah kembali Bab L5.

Tobel 214. Rerqto lekonon dqroh 3 kelompok posien obes

Reroto tekonon doroh diostolik posien obes (mmHg)

Tidok beroloh rogo Angkot beror Aerobik


(n = 30) (n = 30) (n = 30)

94,5 (SD 9,21 87,3 (SD 9,71 85,8 (SD I 1,2)

4 KnrvrarNaaN KLIMS DAN KEMAKNAAN srAnsrIKA


Contoh I
Regimen C dicoba pada 8 pasienieukemia jenis tertentu,
dengan pembanding regimen standar pada 8 pasien lainnya.

il

.a
Sudigdo Sastroasmaro 437

Karakteristik klinis dan laboratoris kedua kelompok sebelum


pengobatan sebanding. Setelah 5 bulan, hanya 1 pasien pada
. kelomBok regimen standar yang masih hidup, sedang pada
kelompok regimen C,5 orang pasien hidup. Uii Fischer
memberi nilai p = 9,119. Disimpulkan bahwa regimen C tidak
lebih baik daripada regimen standar dalam pengobatan
pasien LLA.

Contoh II
Suatu survei menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di S
menderita askariasis. Untuk menguji efek obat D dalam
memberantas penyakit cacing ini, terhadap 20.000 murid
yang didiagnosis askariasis dilakukan randomisasi untuk
diberi obat D, atau obat standar. Pada akhir penelitian di
antara 10.000 murid yang diberi obat standar 7750 murid
(77,5o/") dinyatakan sembuh, sedang dari 10.000 murid yang
diberi obat D, 7950 (79,5"/0) sembuh. Uji x2 untuk 2 kelompok
independen memberikan nilai p = 0,0006 (sangat bermakna).
Disimpulkanbahwa obat D lebihbaik daripada obat standar
dalam memberantas askariasis.

Komentar
Pada Contoh I, jumlah subyek yang terlalu sedikit menyebabkan
uji mutlak Fischer tidak memberi kemaknaan statistika. Namury
kita tidak dapat menyimpulkan bahwa obat C tidak bermanfaat
hanya karena uji statistika tidak bermakna. Meski hasil uji statistika
tidak bermakna, namun melihat perbedaan hasil yang mencolok,
sambil menunggu hasil yang lebih definitif, tentulah lebih rasional
bagi klinikus untuk memilih obat C untuk pasien leukemia tersebut
dibanding obat standar.
Pada Contoh II, perbedaan kesembuhan antara kedua kelompok
(77,5% vs 79,5o/") secaraklinis tidak penting namun secara statistika
sangat bermakna karena jumlah subyek yang amat banyak. Jadi
berapa pun nilaip yang diperolehpada uji hipotesis tidak mengubah
penerapan pengobatan sehari-hari. Dalam hal ini keputusan untuk
memilih obat tidak didasarkan pada efektivitas melainkan pada hal-
hal lain (harga, rasa, mudahnya diperole[ keamanan, dan lain-lain).

il

t
438 Kes alahan met o dolo gis d alam p enelitian

Dua contoh tersebut menunjuk perlunya pemahaman konsep


'bermakna secara statistika' (statistically significant) dan'penting
secara klinis' (clinically imp ort ant), dan menggarisbawahi perlunya
perkiraan besar sampel pada tiap penelitian. (Ingat kembali: Too
few subjects proae nothing, too many subject prore eaerything!).

5 KorEnasr ANIAR 2 pENcurunaN vARTABEL


YANG SAMA

Contoh
Suatu alat diiklankan dapat mengukur secara non-invasif
.saturasi O, dengan akurat, sehingga dapat menggantikan
pemeriksaan saturasi oksigen konvensional. Dilakukan
pemeriksaan safurasi O, terhadap 40 sampel darah, masing-
masing dengan alat baru dan alat konvensional. Hasilnya
digambarkan sebagai diagram baar (scatter diagram).
Perhitungan koefisien korelasi memberi angka r= 0.98 (kolerasi
sangat kuat) dengan p = O03 (kemungkinan bahwa hasil semata-
mata karena faktor peluang sangat kecil yakni 3%). Disimpulkan
bahwa alat baru tersebut dapat menggantikan cara konvensional
unfuk mengukur saturasi Or.

Komentar
Koefisien kolerasi (Pearson) digunakan untuk menunjukkan hubungan
antara 2 variabel berskala numerik (misalnya hubungan antara
kadar Hb dan feritin, atau antara berat dan tinggi badan), dan tidak
digunakan untuk menyatakan kesesuaian antara 2 carapengukuran
terhadap satu variabel numerik. Bahwa koefisien kolerasi tidak
layak digunakan untuk memperlihatkan kesesuaian antara dua
pengukuran terhadap variabel numerik yang sama dapat dijelaskan
dengan contoh ekstrem berikut.
Misalnya ada alat baru yang menghasilkan data numerik,
namun hasil pengukurannya memberi nilai lebih kurang s/q dari
nilai yang diperoleh dengan cara standar. Apabila pengukuran

il

t -4'
Sudigda Sastroasmoro 439

dilakukan secara berpasangan pada banyak subyek, maka dapat


dibuat diagram baur dan dihitung koefisien korelasinya. Karena
nilai cara baru lebih-kurang 3A nllai standar, maka diagram baur
akan memberi kesan hubungan linear yang baik, dan koefisien
kolerasiny a juga sangat baik, misalnya r = 0,94. Dengan .demikian
maka jelaslah bahwa koefisien korelasi (r) bukan indikator untuk
menyatakan adanya agreement (kesesuaian) antara dua pengukuran
numerik pada variabel yang sama. Untuk menyatakan kesesuaian
sebenamya cukup dilihat apakah setiap nilai secara individual pada
kedua kelompok sama ataupun hampir sama. Kesesuaian dapat
dinyatakan dalam koefisien kesesuaiary yakni dengan menghitung
Iimits of agrsement, yang tidak dibahas di sini.

6 Up ruNrs NEGATTF
Contoh
Peneliti ingin membuktikan bahwa pemberian digoksin 0,01
mg/kglhari dosis tunggal memberi kadar digoksin serum
yang sama dengan dosis 0,01 mg/kg/hari yang diberikan 2
kali sehari. Ia merancang penelitian; jumlah subyek yang
diperlukan adalah 100 pasien per kelompok. Pada waktu
penelitian selesai dilakukan, peneliti hanya memperoleh
masing-masing 60 pasien per kelompok. Pengukuran kadar
digoksin menunjukkan bahwa pada kelompok 2 kali sehari,
kadarnya adalah 0.L6 (SD 0,5) ng/dl, sedang pada kelompok
digoksin dosis tunggal kadarnya adalah 12 (SD 0,72) ngldL.
Uji-t untuk kelompok independen menunjukkan bahwa
kadar digoksin kedua kelompok tidak berbeda bermakna
(p=0,09), dan disimpulkan bahwa kedua cara tersebut sama
baiknya, sehingga pemberian L x perhari dianjurkary karena
lebih mudah dan lebih menyenangkan pasien.

Komentar
Suatu uji klinis biasanya ingin membuktikan adanya perbedaan
variabel efek antara kelompok yang diobati dan kelompok kontrol.

.rl ;*o
440 Kes nlahan me t o dolo gis dalam p enelitian

Namun, uji klinis dapat pula dipakai untuk menyelidiki bahwa di


antara 2 cara pengobatan tidak terdapat perbedaan, sehingga
pengobatan yang lebih murah, sederhana, atau mudah, dipilih
sebagai pengganti obat yang lama. Seperti diuraikan padaBab 17,
untuk semua penelitian diperlukan perkiraan besar sampel. Pada
penelitian yang mencari perbedaan antara dua cara pengobatary besar
sampel yang kurang akan menghasilkan perbedaan yang tidak
bermakna, meski mungkin sebenarnya bermakna (kesalahan tipe
II atau B menjadi besar bila jumlah subyek sedikit). Konsekuensi
keadaan ini adalah peneliti akan gagal membuktikan bahwa obat
yang satu lebih baik daripada yang lain.
Pada studi yang bertujudn memperlihatkan tidak ada perbedaan,
(disebut uji klinis negatif atau non-inferiority study), besar sampel
yang kurang akan memberi nilap p yar.g tidak bermakna, yang
membawa peneliti untuk menyimpulkan bahwa ledua obat tidak
berbeda. Jalan pikiran seperti ini sangat berbahaya, karena makin
sedikit subyek, makin mudah untuk memperoleh hasil uji statistika
yang tidak bermakna. Dengan kata lairy pada studi yang bertujuan
untuk membuktikan tidak ada perbedaan antara 2 obat, besar
sampel yang diperlukan harus dipenuhi, sebelum dikatakan bahwa
kedua obat tidak berbeda. (Perhitungan besar sampelnya pun harus
mempergunakan nilai B yang kecil dan effect size yang kecil pula,
sehingga jumlah subyek yang diperlukan jauh lebih banyak
daripada uji klinis positif terhadap obat yang sama).

7 Hporssrs A pRroRr vs HrporEsrs posr rroc


Contoh
Rekam medis suatu ruang rawat sehari (RSS) menunjukkan
bahwa dari 80 neonatus dengan diaie akut, terdapat 48
neonatus memperoleh ASI eksklusif, dan 32 mendapat ASI
+ formula. Atas dasar data tersebut dan didukung oleh
pustaka, peneliti kemudian merumuskan hipotesis bahwa
pemberian susu formula merupakan faktor risiko untuk
terjadinya diare akut pada neonatus, dan menguji hipotesis
tersebut pada data yang ada.

il

i ;*o
Sudigdo Sasfuoastnoro 441

Komentar
Hipotesis, telah sering disebut, merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan penelitian, yang harus diuji kesahihannya secara empiris.
Hipotesis tersebut harus dirumuskan sebelum penelitian dimulai.
Pada penelitian analitik retrospektif sekali pun, hipotesis harus
dirumuskan sebelum peneliti melihat data yang ada. Syarat-syarat
lain untuk hipotesis yang baik dapat dilihat kembali dalam Bab 3.
Tidak jarang peneliti melihat data retrospektif dan mencoba
mencari-cari hubungan antar-variabel. Setelah peneliti melihat data
dan melihat ada asosiasi antara 2 variabel maka ia merumuskan
hipotesis, dan mengujinya dengan data tersebut. Tindakan ini
secara metodologis salah. Dipandang dari sudut hipotesis, penelitian
dalam ilmu alamiah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
hyp otesis testing res earch (penelitian untuk menguji suatu hipotesis),
dan hypotesis generating researck (penelitian untuk membangun
hipotesis). Pada jenis pertama, hipotesis harus dikemukakan sebelum
studi dimulai(apriori) atas dasar pustaka dan penalaran logis ilmiatu
dan pengumpulan data dimaksudkan untuk menguji hipotesis itu
secara empiris. Pada jenis kedua termasuk surval penelitian deskriptif,
atau data sekunder seperti rekam medi+ pengumpulan data merupakan
upaya untuk menyusun hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan berdasar
set data tertentu tidak boleh diuji dengan data tersebut karena terjadi
rasionalisasi sirkular, yang tidak reprodusibel. Hipotesis yang dibangun
berdasar data tertentu harus diuji dengan set data yang lain.
Pada contoh di atas, untuk menguji validitas hipotesisnya maka
peneliti tidak dapat menggunakan data RSS, melainkan harus
mendesain studi baru, dengan subyek yang sama sekali lain. Uji
hipotesis yang dilakukan terhadap data RSS hanya berlaku untuk
kelompok pasien tersebut, tidak berlaku untuk pasien berikutnya.
Tindakan peneliti untuk melakukan pengujian hipotesis setelah
ia melihat data, dan mengujinya dengan data tersebut, seringkali
disebut dengan beberapa julukan, seperti fishing expedition, data
dredging, atau "ekploitasi dan bukan eksplorasi data" . Hal tersebut
mi:mbawa konsekuensi yang serius, karena dapat membawa
peneliti pada simpulan yang salah.

fi

.r
442 Kesalahan metodologis dalam penelitian

Contoh terkenal adalah laporan yang menunjukkan hubungan


antara kebiasaan minum kopi dengan kejadian kanker pankreas. Pada
pengumpulan data untuk tujuan lairy sekelompok peneliti melihat
adanya hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kanker
pankreas; penggemar kopi lebih banyak menderita kanker tersebut
ketimbang bukan penggemar kopi (misalnya dari 1000 peminum
kopi 2 orang menderita kanker pankreag sedang pada 10.000 bukan
penggemar kopi hanya 3 menderita kanker. Peneliti membangun
hipotesis, dan diuji dengan data tersebut; terbukti bermakna secara
statistika bahwa peminum kopi lebih banyak menderita kanker
pankreas daripada bukan peminum kopi. Setelah hasil diumumkan,
peneliti lain membuat studi yang sama dengan desain yang sama
maupun berbeda. Tidak satu pun penelitian memberi hasil yang
mendukung laporan tadi. Kelompok peneliti semula pun melaporkan
hasil negatif setelah melakukan studi khusus untuk hal tersebut.
Dengan tersedianya fasilitas komputer sebagai databsse saat ini,
bahaya data dredging tersebut makin mengancam. Misalnya satu
salinan rekam medis menghimpun 3000 pasien penyakit jantung
bawaary tiap pasien dengan 100 variabel. Kemudian peneliti mencari,
mengeksploitasi data melihat apakah ada asosiasi antar-variabel.
Apabila tampaknya ada, ia membuat hipotesis (hipotesis post hoc)
danmengujinya dengan data semula, yangmudah dilakukan dengan
program statistika. Uji hipotesis tersebut tidak dapat dibenarkan.

I Hpomsrsr BryARTAT MUrrrpEL

Contoh
Pada 200 pasien difteria dengan miokarditis dicari hubungan
pelbagai variabel, apakah ada hubungan dengan terjadinya
miokarditis. Faktor yang dinilai adalah umuq, jenis kelamin,
lama sakit, bullneck, status imunisasi, status gizi, dan tingkat
ekonomi. Dilakukan analisis bivariat (antar2 variabel) yakni
antara masing-masing risiko dengan kejadian miokarditis.
Dari penguiian diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor
risiko, untuk kemudian disimpulkan ada atau tidaknya
hubungan tiap faktor tersebut dengan miokarditis.

ilt

.i
Sudigdo Sqstroasmoro 443

Komentar
Ini adalah contoh hipotesis multipel, yakni uji yang dilakukan
berulang kali pada L set data. Bila ditetapkan batas kemaknaan
untuk satu hipotesis (cx), secara matematis dapat dibuktikan bahwa
dengan bertambahnya uji hipotbsis, makin besar nilai cx (kesalahan
tipe I), atau kesalahan untuk menyatakan ada hubungan padahal
sebenarnya tidak ada. Apabila untuk satu hipotesis ditetapkan batas
kemaknaan sebesar ct, maka untuk n hipotesis nilai cr bertambah
besar, sehingga peluang untuk memperoleh hasil yang bermakna
semata-mata karena peluang makin besar.
Salah satu cara untuk me4gatasi hal ini adalah membagi odengan
jumlah uji yang dilakukan. Bila semula ditetapkanbatas kemaknaan
cr = 0,05, dan dilakukan 10 uji hipotesis, maka nilai cr diturunkan
menjadi a/10 :0,005. Koreksi ini disebut penyesuaian Bonferonni
yang dianggap berlebihan sehingga mengurangi pozuer penelitian.
Sebagai kompromi, nilai crhanya diturunkan menjadi 0,02 atau 0,01.
Kedua, pelbagai faktor risiko tersebut mungkin merupakan
perancu. Status gizi (yang berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi)
akan menyebabkan anak tidak diimunisasi lengkap, jadi status gizi
merupakan faktor perancu dalam asosiasi antara imunisasi dan
miokarditis. Variabel lain mungkin menjadi perancu dalam asosiasi
antara 2 variabel. Makin banyak dilakukan uji hipotesis pada satu set
data, makin besar pula kemungkinan jalinan pelbagai perancu. Untuk
mengatasinya dapat dilakukan analisis multivaria| dalam hal ini regresi
logistik. Cara lain adalah membatasi uji hipotesis hanya yang utama
hingga dapat dibuat desain yang dapat mengurangi perancu.

9 UJI oIaCNOSTIK DENGAN PENGAMATAN TIDAK


-
INDEPENDEN

Contoh
Untuk menyederhanakan penilaian status bayi pascalahir,
dilakukan uji diagnostik guna menilai validitas pemberian
skor dengan menggunakan 3 dari 5 komponen nilai Apg"",

il

.r|
444 Kesqlahan metodologis dalam penelitian

yaitu denyut jantung, warna kulit, dan usaha napas. Sebagai


baku emas adalah penilaian menurut Apga1, yang terdiri atas
5 komponen. Peneliti melakukan penilaian nilai Apgar
modifikasi (3 komponen) dan nilai Apgar konvensional (5
komponen) pada tiap bayiyangbaru lahir. Hasil pengamatan
disajikan dalam tabel2 x 2 untuk uji diagnostik.

Komentar
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam uji diagnostik adalah
pengamatan harus dilakukan secara independen (pengamatan yang
diuji tidak bergantung kepada pengamatan baku emas). Bila ini
tidak dipenuhi, maka pengertiannya menjadi sirkular. Pada contoh
di atas, akhirnya yang dibandingkan adalah 3 komponen dengan
3 komponen Apgar, bukan antara 3 dengan 5 komponen. Dapat
diduga bahwa sensitivitas dan spesifisitas nilai Apgar Modifikasi
adalah'sangat baik' (namun tidak sahih).

10 PENculeN VARIABEL NUMERIK BERULANG


MENURUT WAKTU

Contoh I
Ingin diketahui apakah bayi yang mendapat ASI eksklusif
(hanya minum ASI saja sampai 6 bulan) berbeda beratnya
dibanding dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Untuk ini dilakukan studi kohort selama l tahun terhadap 300
bayi yang lahir cukup bulan. Dari 300 bayi, 100 oleh
orangtuanya diberi ASI eksklusif, sedang 200 tidak. Peneliti
menimbang bayi tiap bulan, dan menghitung rerata berat
badan bayi baik pada kelompok ASI eksklusif dan yang tidak.
Dari data yang ada ia melakukan uji't untuk kelompok tidak
berpasangan pada saat bayi berusia 't,3,6,9, dan 12 bulan.

Contoh II
Seorang dokterparu inginmeneliti apakah obatA lebih baik
daripada obat B untukpengobatanmaintenance asma kronik.
Ia melakukan alokasi random sekelompok pasien asma

.r)
Sudigdo Sastroasmoro 445

kronik; satu kelompok diberi obat A dan kelompok lainnya


obat B. Sebagai tolok ukur dilakukan pemeriksaan faal paru,
yakni lEV (dalam ml/menit). Agar memperoleh hasil yang
meyakinkan, peneliti melakukan uji faal paru sebelum
penelitian, dan setiap minggu setelah awal terapi sampai L
bulan. Dilakukan uji-t untuk dua kelompok independen
terhadap nilai rerata FEV, pada akhir minggu I,II,III dan IV,
saat penelitian dihentikan.

Komentar
Semangat tinggi peneliti ini tidak diimbangi dengan pemahaman
metodologi dan statistika yang cukup. Pengukuran berulang
terhadap nilai numerik subyek menurut perjalanan waktu dan
membandingkan berulang nilai reratanya di antara 2 kelompok
adalah keliru. Tindakan ini menyalahi salah satu syarat uji numerik,
yakni bahwa pengukuran harus dilakukan kepada kelompok subyek
yang independen. Istilah independen di sini bukan berarti bahwa
kedua kelompok dipilih tidak dengan matching, tetapi berarti nilai
pengukuran subyek pada satu kelompok tidak bergantung pada nilai
subyek kelompok lainnya. Dalam Contoh I, pada perbandingan rerata
berat bayi kedua kelompok pada akhir bulary kedua nilai adalah
independen. Namun pada perbandingan kedua dan seterusnya,
pengukuran pada tiap kelompok tidak lagi independery sebab berat
bayi waktu berumur 3 bulan bergantung pada beratnya waktu 1
bulan, dan waktu L bulan sudah dilakukan uji hipotesis. Untuk data
seperti ini tersedia analisis statistika yakni time-series analysis.
Hal yang sama terjadi pada Contoh II. Pengukuran FEV L minggu
setelah awal pengobatan adalah sahih, karena nilai pada kedua
kelompok adalah independen. Akan tetapi untuk minggu-minggu
berikutnya nilai-nilai rerata pengukuran tidak independen, sebab
bergantung pada nilai sebelumnya, y ang no t a b en e sudah dianalisis.
Secara statistika hal ini sama saja dengan melakukan uji hipotesis
multipel, sehingga harus dihindari.
Selain kesalahan prinsip tersebut, peneliti dapat dihadapkan
pada data yang mungkin membingungkan. Pada Contoh II tidak
tertutup kemungkinan bahwa pada akhir minggu pertama pasien

{;

..1
446 Kesalahan meto dolo gis dalam penelitian

yang diberi obatAmempunyai FEV lebih baik daripada yang diberi


obat B, pada minggu kedua hal sebaliknya terjadi. Pada minggu
ketiga kembali obat A lebih baik, sedangkan pada akhir penelitian
obat B lebih unggul. Faktor peluang serta kemungkinan drop out
memungkinkan hasil tersebut. Bagaimana menyimpulkan hasil
tersebut? Sulit dimengerti bagaimana suatu obat memberi hasil
yang berubah-ubah dengan berubahnya waktu. Untuk mengatasi
masalah ini peneliti dapat memilih salah satu dari dua cara, yakni:
. melakukan analisis dengan teknik tertentu (time-series
analysis) untuk melihat perbandingan secara keseluruhary
atau
. membandingkan rerata berat bayi (pada Contoh L), atau
rerata FEV (Contoh 2) hanya pada akhir penelitian. Penentuan
saat analisis harus dilakukan oleh peneliti, tentunya
bergantung kepada substansi penelitian serta teori yang ada.

L't MesaraH pADA coNyEMENCE IAMaLTNG

Contoh
Dokter Z meneliti kaitan antara kadar HGH(human growth
hormon e) dengan status gizi anak, dengan desain studi cr o s s -
sectional. Awalnya ia sangat bersemangat, setiap hari mencari
pasien dengan gizi kurang atauburuk, kemudian mengukur
kadar HGH-nya. Lama kelamaan ia mulai jemu, datang 2
kali seminggu. Itupun ia memilih pasiennya, yang kira-kira
orangtuanya koperatif. Bulan berikutnya ia pergi kongres
ke Hongkong terus ke Prancis menengok anaknya. Pulang
dari luarnegeri ia kembali mengambil sampel, kali ini dengan
semangat dipaksakan karena waktu penelitian sudah hampir
selesai. Setelah jumlah subyek terpenuhi, ia menganalisis
datanya.

Komentar
Dalam Bab 5 telah ditegaskan bahwa dalam penelitiary sampel harus
dapat mewakili populasinya. Baku emas untuk cara pemilihan

dr

ll
Sudigdo Sastroasmoro 447

sampel ini adalah probability sampling, dalam hal ini simple random
sampling. Mengapa? Karena semua perhitungan matematika I
statistika didasarkan pada asumsi bahwa subyek dipilih dengan
cara random sampling. Dalam penelitian klinis sering cara tersebut
sulit dilaksanakan, karena jumlah subyek yang terbatas. Untuk
itu tersedia cara consecutiae sampling, yakni semua subyek yang
memenuhi kriteria pemilihan dalam kurun waktu tertentu dipilih
menjadi sampel. Bila waktu penelitian cukup lama, 6 bulan atau 1
tahun, maka pasien yang terpilih dapat mewakili pasien yang
berobat. Namun bila peneliti seringkali pergi dan tidak minta
sejawatnya untuk mengumpulkan data, ia kehilangan banyak
subyek yang seharusnya terpilih. Tidak ada cara untuk menjamin
bahwa karakteristik subyek terpilih yang gagal direkrut sama dengan
subyek yang direkrut. Akibatnya, sampel tidak mewakili populasi
sehingga hasil apa pun yang diperoleh pasti tidak dapat digeneralisasi
ke populasi terjangkau, apa lagi ke populasi yang lebih luas.

12 INTSRPNTTASI YANG KELIRU TENIANG NILAI R

Nilai r (koefisien korelasi linear Pearson antar 2 variabel numerik)


berkisar antara 0 sampai 1. Nilai r ini dalam output program komputer
selalu disertai dengan rulai p yakni besamya kemungkinan bahwa
hasil yang diperoleh semata-mata disebabkan oleh peluang. Tidak
jarang penulis yang mencari hubungan antara 2 variabel numerik
(misalnya lingkar perut dengan kadar kolesterol) memperoleh hasil
r = 0,'1.6 danp = 0,002 menyimpulkannya dengan kalimat "terdapat
korelasi yang sangat bermakna antara lingkar perut dengan kadar
kolesterol". Interpretasi tersebut sangat keliru oleh karena justru
hal sebaliknya yang sebenamya terjadi, yakni: "tidak ada korelasi antara
lingkar perut dengan kadar kolesterol, dan hasil tersebut sangat kecil
kemungkinannya disebabkan semata-mata karena peluang". Jadi
yang harus dilihatlebih dahulu adalah angka klinisnya (r) bukannilai
p-nya. Kita tahu bahwa nilai r yang terbaik adalah 1, r: 0.8 sampai
L berarti sangat baik, dan seterusnya, dan r <0,2 menunjukkan
korelasi yang amat sangat lemah atau bahkan dapat dikatakan tidak
ada korelasi sama sekali.

{t

I
448 Kesalahan meto dolo gis dalam p enelitian

PEnnN AHLI STATISTIKA


Mengingat besamya peluang untuk membuat kesalahan metodologis
dalam studi klinis, adalah bijaksana bila sejak awaf saat penelitian
dirancang, kita melakukan konsultasi dengan ahli statistika yang
biasa mendampingi penelitian klinis, atau klinikus yang mendalami
prinsip-prinsip metodologi dan statistika. Konsultasi awal menjamin
rancangan yang lebih baik dan memperoleh saran ahli statistika.
Pemilihan substansi penelitian klinis memang merupakan hak
klinikus, narnun merumuskan masalah, menl.usun hipotesis, memilih
desairy menghitung besar sampel, memilih uji hipotesis, mengelola
dat4 dan banyak hal berada di luar kemampuan kebanyakan klinikus.
Saran tersebut bukan berarti para klinikus-peneliti menyerahkan
segalanya kepada ahli statistika. Sering terjadi peneliti menyerahkan
onggokan data kepada ahli statistika untuk dianalisis. Praktek tersebut
salah. Ahli statistika bukanlah teknisi yang harus menentukan apa
yang harus dilakukan terhadap onggokan data; ia juga bukan
superman yang menguasai semuahal, termasuk ranah klinis. Dua
hal dapat terjadi; di satu sisi peneliti tidak memahami prosedur
yang digunakan dalam analisis data. Di lain sisi, ahli statistika tidak
dapat dituntut untuk memahami pelbagai masalah klinis. Hasil
akhimya dapat diramal: peneliti, yang harus mempertanggungjawabkan
hasil kerjanya, tidak menjiwai hasil kerjanya. Hal ini nyata pada ujian
tesis para peserta program spesialis; banyak masalah metodologis
yang dipertanyakan tidak dijawab denganbaik. lri sangat disayangkan;
peneliti tidak menikmati proses dan hasil jerih-payahnya sendiri!

Srupurex
Contoh-contoh di atas menunjukkan betapa kesalahan metodologis
dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman metodologi dan
biostatistika. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kesalahan
metodologis, baik dalam desairy pemilihan subyek, pengukurary
dan analisis serta interpretasi hasil dapat membawa peneliti kepada
simpulan yang keliru. Dengan kata lain ke.salahan metodologis dapat

..f
Sudigdo Sastroasmoro 449

membuat upaya panjang penelitian menjadi tidak berarti sama


sekali. Kesalahan dalam analisis masih mungkin dapat dikoreksi,
namun kesalahan dalam desairu pemilihan subyek, dan pengukuran
adalah ireversibel. Pemeo lama GIGO yakni garbage in, garbage out,
masih tetap relevan. Bila data mempunyai keandalan dan kesahihan
yang buruk, maka simpulan penelitian pun menjadi tidak sahih.
Untuk peneliti pemula, desain dan substansi penelitian yang
sederhana, bila dirancang secara cermat dan dilaksanakan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah metodologi akan membuahkan
hasil, yang meski sederhana, namun dapat menambah informasi
ilmiah yang akurat. Sebaliknya desain yang rumit dengan banyak
pertanyaan penelitiary meski substansi dan analisisnya canggitr,
tidakberarti sama sekali apabila dilaksanakan secara serampangan.
Penelitian sederhana tentang rerata kadar bilirubin serum neonatus
pada pelbagai masa gestasi yang dikerjakan secara benar lebih
informatif dan bermanfaat ketimbang studi biologi molekular
dengan alat canggikr" atau studi tentang faktor risiko terjadinya bayi
berat lahir rendah dengan model statistika yang rumit, bila dirancang
dan dikerjakan dengan menafikan prinsip penelitian. Menyia-
nyiakan sumber daya baikwaktu, uang keahlian,lebih-lebih subyek
penelitian dengan cara melaksanakan penelitian yang tidak dapat
dibuat kesimpulan definitif, adalah bertentangan dengan etika,
bahkan merupakan dosa.

Dnrrnn PUsTAKA
I Afifi AA, Clark V. Computer-aided multivariate analysis. Edisi ke-2 New
York: VNB, 1986.
2 Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
3 Altman DG. Practical statistics for medical research. London: Chapman and
hall,1991.
4 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardnet Mj. Statistics with confidence.
Edisi ke-2. London: BMI;2000.
5 Norman G& Streiner DL. PDQ statistics. Toronto:Decker, 1989.
6 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostatistics. Edisi ke-3. Boston: Lange
Medical Books/McGraw G Hill, 2001.

il

i
450 Kesalahanmetodologis dalampenelitian -

T, Elwood fM. Critical appraisal of epidemioologicalstudies and clinical trials.


Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1998.
8. Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - an epidemiologic approach. Edisi
ke-2. philadelpia: wilkins, 2001.

a{t . . at
Sudigdo Ssstroqsmoro 451

Dolom jurnol ilmioh sering ditemukon kesolohon; sebogion


besor berupo kesolohon'minor', nomun sebogion loinnyc
merupokon kesolohon metodologis yong berdompok longsung
terhodop hosil penelition.
Kesolohon metodologis yong terjodi dopot dolom desoin,
dolom pelaksonoon, dolam onolisis hosil, moupun dolom
menorik simpulan.

Kesalohon metodolog is yang sering dij umpoi odoloh pami I ihon


uji hipotesis yong tidok tepot.
Fokto tersebut menghoruskon kito untuk melokukon telooh
kritis terhodop semuo mokoloh yang diferbitkon oleh jurnol
mano Pun.

Untuk menghindorkon kesqlohon tersebut peneliti horus


berkonsultosi dengon ohli metodologi / stotistika yong horus
dimulai sejak peranconoon penelition.S Dolom jurnol ilmioh
sering ditemukon kesolohon; sebogion besor berupo
kesolohon'minor', namun sebagion loinnyo merupokon
kesalohon metodologis yong berdompok longsung terhodop
hasil penelition.

Kesolahon metodologis yang terjodi dopot dolam desoin,


dolom peloksanoon, dolom onolisis hosil, moupun dolom
menorik simpulon.

Fokta fersebut menghoruskon kito untuk melokukon teloah


kritis tarhodop semuo mokoloh yong diterbitkon oleh jurnol
mono Pun.

#r

ttl
Bab 22 - Telaah kritis makalah
kedokteran (1)

Sudigdo Sastoasmoro

dalam tugas seorang klinikus adalah upaya untuk


terus-menerus memperkaya dan menyegarkan diri
dengan pengetahuan dari pelbagai sumber ilmiatu dengan
cara mengikuti acara ilmiah, membaca buku ajar, atau
membaca jurnal ilmiah. Seperti telah disebutkan dalam Bab L8,
sumber ilmiah utama bagi seorang dokter seyogyanya adalah
publikasi dalam jurnal ilmiah. Dalam pendidikan kedokteran
membaca jurnal ilmiah merupakan suatu metode yang sangat
efektif guna memperoleh pengetahuan yang baru. Sebagai pemberi
pelayanan kesehatary tujuan akhir seorang dokter membaca jurnal
ilmiah ialah untuk menerapkan hasil penelitian kepada pasiennya,
suatu pendekatan yang disebut eztidence-baseil meilicine atau
eoidence-b as e d pr actice.
Agar memperoleh manfaat yang maksimal dalam membaca
jurnaf klinikus harus memiliki pemahaman yang memadai tentang
metodologi penelitian. Bila seseorang membaca laporan ilmiah tanpa
melakukan telaah kritis, ia tidak mengetahui kelemahan penelitiary
sehingga bila penulis laporan menyimpulkan sesuatu yang salah
(mungkin saja terjadi), konsekuensinya ia mengadopsi simpulan yang
salah tersebut. Dapat dibayangkan akibatnya bila klinikus menerapkan
pengetahuan yang keliru tersebut kepada para pasiennya.

il

.rf
Sudigdo Sastroaslnoro 453

Dalam bab ini dibahas sistematika penilaian makalah penelitian


dalam jurnal ilmiah. Kendatipun yang terutama dibahas adalah isi
makalah, khususnya dalam penilaian hubungan sebab-akibat namun
pembicaraan akan diawali dengan penilaian teknis penulisan. Hal ini
dianggap perlu, terutama bagi peneliti pemula yang bermaksud
mengirimkan makalahnya ke jurnal kedokteran, sebagai semacam
check-List. Pembahasan kemudian akan dibatasi pada penelitian
yang mencari hubungan sebab-akibat, karena jenis penelitian inilah
yang biasanya memberi informasi yang berharga kepada klinikus,
apakah hasil penelitian dapat diterapkan kepada pasiennya. Setelah
itu dibahas bentuk umum telaah kritis makalah pelbagai jenis desain
yang dapat diterapkan dalam praktik. Telaah kritis spesifik untuk
uji diagnosti( uji klini+ serta prognosis diuraikan dalam Bab 23.

CnTcx-LIST KELENGKAPAN MAKALAH ILMIAH


Dasar penilaian kelengkapan makalah untuk dimuat dalam jurnal
ilmiah adalah uraian dalam Bab 19. Seperti telah dijelaskary format
laporan untuk dimuat dalam jurnal tersebut telah mempunyai
bentuk yang baku, meskitiap jurnal mempunyai ketentuan khusus
(in-house style, gaya selingkung) yang merupakan modifikasi dari
bentuk umum tersebut
Dalam check list berikut (Tabel 22-11 secara berurutan dirinci
hal-hal yang diperlukan dalam makalah kedokteran, mulai dari
judul, pengarang dan institusi, abstrak, isi laporan yang terdiri dari
pendahuluan, cata kerja, hasil, diskusi, serta ucapan terima kasitu
dan daftar pustaka. Pada makalah yang baik semua butir harus
dijawab dengan YA, kecuali bila tidak relevan dengan penelitian
(misalnya disebutkan apakah dilakukan randomisasi, padahal studi
yang ditelaah bukan uji klinis).
Di banyak jurnal ilmiaku check list dipakai oleh editor sebagai
penyaring awal bagi makalah yang diterima. Petugas sekretariat
redaksi yang khusus telah dilatih untuk tugas tersebut akan selalu
mencocokkan format makalah, yang mencakup sebagian dari
butir-butir Tabel 22-L. Bila ia melihat adanya kekurangan" maka
makalah itu mempunyai kesempatan yang besar untuk langsung

.a
454 Telaah kritis makalah kedokteran (1)

ditolak tanpa melalui editor, mungkin dengan dibubuhi catatan:


kelengkapan kurang. Di samping amat bermanfaat bagi peneliti
pemula yang ingin mengirim manuskrip ke jurnal, check list ini
juga bermanfaat sebagai awal telaah kritis selanjutnya.

PnUnaHASAN UMUM TELAAH KRITIS


Sej alan dengan uraian b ab-bab terdahulu, dapat dilakukan langkah-
langkah yang sistematis dalam membaca makalah dalam jurnal
kedokteran. Langkah yang pertama adalah menelaah deskripsi
umum laporan penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan
telaah tentang validitas interna penelitian, hubungan sebab-akibat,
dan diakhiri dengan telaah validitas eksterna, yakni generalisasi
hasil studi terhadap populasi terjangkau dankemudianke populasi
target yang lebih luas. Bentuk umum panduan telaah kritis dapat
dilihat pada Tabel 22-2.

A Dssxnrpsr UMUM

L fenis desain yang digunakan


Hal pertama dalam telaah kritis adalah mengidentifikasi desain
penelitian yang digunakan, apakah studi uoss-sectional, kasus
kontrol kohort, uji klinis, atau desain khusus (uji diagnostik, analisis
kesintasary'meta-analisis). Dalam makalah yang baik jenis desain
ini ditulis secara eksplisit pada akhir Pendahuluan atau pada bagian
Metode. Bahkan penyertaan jenis desain dalam fuduf sepanjang
memadai, juga dianjurkan. Tidak jarang satu laporan penelitian
mengandung lebih dari satu jenis desain; bila demikianhalnya maka
harus diidentifikasi tiap desain yang ada.
Kadang sulit membedakan antara desain cross sectional dengan
studi kasus-kontrol. Ini dapat dimengerti, karena yang dikerjakan
nyaris sama: peneliti melakukan pengukuran hanya satu kali, dan
mencari peran faktor risiko pada subyek yang diteliti. Sebenarnya
kedua jenis desain tersebut tidak sulit dibedakan, apabila kita

.rl
Sudigdo Sastroasmoro 455

berpegang pada uraian tentang desain (khususnya Bab 6 sampai


Bab 9). Apabila peneliti mulai dengan memeriksa seluruh subyek
yang terpilitu lalu mengidentifikasi siapa yang mengalami efek dan
siapa yang tidak, mengelompokkanrry4 dan mencari ada atau tidaknya
faktor risiko, maka iaberhadapan dengan sfudi cross-sectional. Namun
bila peneliti mulai dengan mencari kasus (subyek yang mengalami
efek) kemudian mencari subyek yang sebanding tetapi tanpa efek,
dan menelusuri secara retrospektif apakah ada pajanan terhadap
faktor yang diteliti, maka ia berhadapan dengan studi kasus-kontrol.

Catatan
Tabel umum ini dapat dipergunakan untuk menelaah secara kritis
laporan penelitian yang mempelajari hubungan sebab-akibat,
termasuk untuk studi cross sectional, kasus kontrol, kohort, maupun
uji klinis. Beberapa hal yang khusus dan relevan untuk tiap desain
perlu ditambahkan. Dalam telaah kritis keterangan tambahan
tersebut sering justru harus paling diperhatikan, mengingat banyak
nuansa yang khas, baik karakteristik khas desain maupun terdapahrya
modifikasi yang sering dilakukan. Lihat Bab 23.
Identifikasi terhadap studi kohort maupun uji klinis biasanya
tidak sulit, jadi meskipun penulis tidak menyebutkannya secara
implisit pembaca akan dapat mengidentifikasinya. Hanya perlu
diingat, bahwa kendatipun analisis untuk penelitian kohort (Bab
9) lebih sering menggunakan kalkulasi risiko relatif, namun dapat
pula dilakukan analisis dengan uji hipotesis, baik untuk variabel
efek nominal, ordinal, maupun numerik.

2 Manakah populasi target, populasi terjangkau, sampel


Pada makalah juga seharusnya dapat segera diidentifikasi siapakah
populasi target (ranah penelitian). Lihatlah kembali Bab 5. Populasi
target adalah populasi yang dimaksudkan untuk penerapan hasil
penelitian, yang dibatasi oleh karakteristik klinis dan demografis,
misalnya manula dengan obesitas. Kemudian harus diidentifikasi
populasi sumber atau populasi terjangkau penelitian, yakni bagian

il

i
456 Telaah kritis makulah kedokter nn (1 )

TABET 22.1. CHECK LISr UMUM TRUKTUR DAN ISI MAKALAH

Judul makoloh
1 Tidok terlolu poniong otou terlolu pendek
2 Menggomborkqn isi utomo penelition
3 Cukup menorik
4 Tonpo singkoton, seloin yong boku

Pengorong & lnstitusi


5 Nomo-nomo dituliskon sesuoi dengon oturon iurnol

Abstrok
6 Abstrok sotu porogrof otqu terstruktur (beri tondo yong sesuoi)
7 Mencokup komponen IMRAD
8 Secoro keseluruhon informotif
9 Tonpo singkoton, seloin yong boku
10 Kurong dori 250 koto

Pendohuluon
I1 Ringkos,terdiri otqs 2-3 porogrof
12 Porogrof pertomo mengemukokon oloson dilqkukon penelition
I3 Porogrof berikut menyotokon hipotesis otou fuiuon penelition
I4 Didukung oleh pustoko yong relevon
1 5 Kurong dori I holomon
Metode
I 6 Disebutkon desoin, tempot don woktu penelition
I 7 Disebutkon populosi sumber (populosi teriongkou)
'l 8 Diieloskon kriterio inklusi don ekslusi

I 9 Disebutkon coro pemilihon subyek (teknik sompling)


20 Disebutkqn perkiroon besor sompel don olosonnyo
2l Besor sompel dihitung dengon rumus yong sesuoi
22 Komponen-komponen rumus besor sompel mosuk okol
23 Observosi, pengukuron, serto intervensi dirinci sehinggd orqng
loin dopot mengulonginyo
24 Ditulis ruiukon bilo teknik pengukuron lidok dirinci
25 Pengukuron dilokukon secoro tersomor
26 Dilokukon uii keondolon pengukuron (koppo)
27 Definisi istiloh don voriqbel penting dikemukqkon
28 Elhicql cleoronce diperoleh
29 Persetuiuon subyek diperoleh
30 Disebut rencono onolisis, bolos kemqknoon. don power penelition
3I Disebutkon progrom komputer yong dipokoi
*TR tidok relevon
=

&

i
Sudigdo Sastroasmoro 457

Hosil
32 Disertokon tobel korokteristik subyek penelition
33 Korokteristik subyek sebelum intervensi dideskripsi
34 Tidok dilokukon uii hipotesis untuk kesetoroon pro-intervensi
35 Disebutkon iumloh subyek yong diteliti
36 Diieloskon subyekyong drop ouldengon olosonnyo
37 Ketepoton numerik dinyotokon dengon benor
38 Penulison tobel dilokukon dengon tepot
39 Tobel don ilusirosi informotif & memong diperlukon
40 Tidok semuo hosil di dolom tobel disebutkon podo nos
41 Semuo oulcome yong penting disebutkon dolom hosil
42 Subyek yong drop out diikutkon dolom onolisis
43 Anolisis dilokukon dengon uii yong sesuoi
44 Ditulis hosil uii stotistiko, degree of freeedom & niloi p
45 Tidok dilokukon onolisis yong semulo tidok direnconokon
46 Disertokon intervol kepercoyoon
47 Dolom hosil tidok disertokon komentor otou pendopql
Diskusi
48 Semuo hol yong relevon dibohos
49 Tidok sering diulong hol yong dikemukokon podo hosil
50 Dibohos keterbotqson penelition, don dompoknyo terhodop hosil
51 Disebut penyimpongon protokol don dompoknyo terhodop hosil
52 Diskusi dihubungkon dengon pertonyoon penelition
53 Dibohos hubungon hosil dengon teori/penelition terdohulu
54 Dibohos hubungon hosil dengon proktek klinis
55 Efek somping dikemukqkon don dibohos
56 Disebulkon hosil tombohon selomo observosi
57 Hosil tombohon tersebut tidok dionolisis secoro stotistiko
58 Disertokon simpulon utomo penelition
59 Simpulon didosorkon podo doto penelition
60 Simpulon tersebut sohih
61 Disebutkon generolisosi hosil penelition
62 Disertokon soron penelition seloniutnyo
Ucopon Terimo Kosih
63 Ucopon terimo kosih dituiukon kepodo orong yong tepot
64 Ucopon terimo kosih dinyotokon secoro woior
Doftor Puslqko
65 Doftor pustoko disusun sesuqi dengon oturon iurnol
66 Kesesuoion sitosi podo nos don doftor pustoko
Loin-loin
67 Bohoso yong boik don benor, enok diboco, informoiif, don efektif
68 Mokoloh ditulis dengon eioon yong toot osos

&

..f
458 Telaqh kritis makqlah kedokter an ( L)

Tobel 22-2.lelaah krilis mokolah kedokteron: hol-hol yong


diniloi podo studi hubungon sebob-okibat

A. Deskripsiumum
tr Desain apakah yang digunakan
tr Manakah populasi target, populasi terjangkau, sampel
tr Bagaimana cara pemilihan sampel
tr Manakah variabel bebas
tr Manakah variabel tergantung
tr Apakah hasil utama penelitian

B. Validitas intema, hubungan non-kausal


tr Apakah hasil dipengaruhi bias
n Apakah hasil dipengaruhi faktor peluang
tr Apakah observasi dipengaruhi perancu
C. Validitas interna, hubungan kausal
tr Apakah hubungan waktu benar
tr Apakah asosiasi kuat
tr Apakah ada hubungan dosis
fl Apakah hasil konsisten dalam penelitian ini
tr Apakah hubungan bersifat spesifik
tr Apakah ada koherensi
tr Apakah hasil biologically plausible

D. Validitas eksterna
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada subyek terpilih
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau
tr Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi target

dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Sampel
dan cara pemilihan sampel perlu diidentifikasi, yang antara lain
diperlukan untuk menentukan validitas eksterna penelitian (aide
infra). Untuk uraian yang lebih rinci lihatlah Bab 5. Bila setelah
disimak hal-hal tersebut tidak dapat ditentukan, hal itu berarti
kekurangan pihak penulis.

..f
Sudigdo Sastroqstnoro 459

3 Bagaimana c:ra pemilihan sampel


Subyek yang dipilih untuk diteliti sangat penting diuraikan secara
eksplisit, karena justru data dari subyek itulah yang dikumpulkan,
untuk diolah dan dianalisis. Seperti diuraikan dalam Bab 3, kriteria
pemilihan subyek dibagi menjadi kriteria inklusi dan eksklusi. Bagian
tersebut amat penting, dan harus 'dicarT' setiap kali kita membaca
laporan penelitian. Karakteristik subyek penelitian memberitahukan
kepada kit4 apakah hasilnya nanti yang diperoleh dapat diterapkan
pada pasien kita.

4 Manakah variabel bebas


Variabel bebas (independeru kausa, risiko) merupakan variabel yang
berubah dan diduga memengaruhi nilai variabel tergantung. Pada
studi prevalens, kohort, dan kasus-kontrol variabel bebas biasanya
merupakan faktor risiko yang diteliti yang berskala nominal dikotom.
Pada uji klinis variabelbebas juga biasanya berupa variabel nominal,
misalnya pemberian obat eksperimental atau obat standar / plasebo.

5 Manakah variabel terganfung


Variabel tergantung (dependen, efek, hasil, outcome) merupakan
variabel yang nilainya akan berubah dengan perubahan variabel
bebas. Variabel tergantung dapat mempunyai skala numerik, ordinaf
atau nominal; skala variabel ini akan sangat menentukan jenis
analisis yang dilakukan.

5 Apakah hasil utama penelitian


Hasil utama suatu penelitian biasanya juga merupakan simpulan
penelitian tersebut. Seperti yang telah dibicarakan dalam bab-bab
terdahulu, pada studi prevalens (cross-sectional) dengan variabel
nominal hasil penelitian biasanya dinyatakan sebagai rasio prevalens,
pada studi kasus-kontrol sebagai rasio odds, pada studi kohort sebagai
risiko relatif, sedangkan pada uji klinis lebih sering dilakukan uji
hipotesis.

il

.* ;,* u
460 Telaah kritis makalah kedokter an (1 )

Namun perlu diperhatikan bahwa jenis analisis yang lain juga


mungkin dilakukaru misalnya pada studi uoss-sectional sttsdikohort
dilakukan uji hipotesis, atau pada uji klinis dilakukan analisis
kesintasan. Uji klinis dengan variabel bebas dan tergantung nominal
dikotom juga sering dianalisis seperti studi kasus-kontrol dengan
menghitung nilai rasio odds-nya. Variabel bebas dan hasil utama
penelitian yang menunjuk hubungan antara variabel bebas dan
variabel tergantung perlu diidentifikasi; variabel-variabel tersebut
kemudian merupakan pokok pembahasan dalam bagian-bagian
berikutnya.

B Vermrrns TNTERNA

1 Apakah observasi dipengaruhi bias


Semua studi terancam oleh terdapatnya bias. Pelbagai jenis bias
telah diidentifikasi, yang dapat digolongkan menjadi bias yang
terjadi pada proses seleksi subyek, dan bias yang terjadi pada
pengukuran atau observasi. Bias akibat perancu telah dibahas
tersendiri (lihat Bab L5).

Bias yang berhubungan dengan seleksi subyek


Bias prevalens atau insidens (Neyman's biasl.Bias jenis ini terjadi
.apabila subyek penelitian mencakup pasien dengan penyakit dengan
kematian tinggi pada fase awal, dan angka kematiannya menurun
dengan perjalanan waktu. Hal yang sama juga terjadi bila pasien
yang pada waktu terjadi penyakit atau kelainanfaktor risikonya tidak
dapat atau sulit dideteksi. Sebagai contoh, suatu studi tentang
penyakit jantung bawaan, mungkin melibatkan pasien dengan
kelainan berat, seperti transposisi arteri besar yang mempunyai
mortalitas yang tinggr dalam bulan-bulan pertama kehidupan. Dalam
keadaan ini bila penelitian mencakup subyek yang berumur lebih
dari 1 tahuru maka pasien dengan penyakit bawaan yang berat ini
tidak mempunyai kesempatan untuk dipilih sebagai subyek. Salah
satu cara untuk mengurangi bias ini adalah melakukan studi

i -4n
Sudigdo Sastroasmoro 461

insidens, jadi hanya pasien baru saja; dalam penelitian tentang


penyakit bawaary subyek penelitian direkrut sejak lahir.
Ailmission rate bias (Berkson's fallacyl. Bias Berkson biasanya
terjadi pada studi yang menggunakan subyek yang dirawat di
rumah sakit (terutama studi kasus-kontrol). Bila indikasi rawat
untuk kasus (subyek dengan efek) berbeda dengan kontrol (subyek
tanpa efek yang diteliti), hal ini memengaruhi kesetaraan antara
kasus dan kontrol yang dipilih. Cara untuk menghindari hal ini
adalah dengan menghimpun kelompok (subyek sehat, subyek
dengan penyakit ringary sedang, berat). Kelompok kontrol yang
lebih dari satu juga merupakan upaya untuk mengurangi bias ini.
Bias non-respons atau bias relawan. Bias ini terjadi bila subyek
yang terpilih sebagai sampel menolak untuk ikut dalam penelitiary
atau sebaliknya, bila studi memperbolehkan relawan. Tidak ada
cara yang andal untuk memastikan bahwa subyek yang menolak
berpartisipasi tidak berbeda dengan rerata subyek yang ikut dalam
penelitian. Sebaliknya, Iatar belakang mengapa seorang bersedia
menjadi relawan dapat menyebabkanbias. Contohnya, dalam studi
obat anti alergi, pasien dengan penyakit alergi berat kronik dan
telah 'resisten' dengan pelbagai obat alergi cenderung untuk
bersedia menjadi relawan. Sebaliknya para pasien dengan kelainan
yang ringary atau berat tetapi responsif dengan obat yang ada, tidak
merasa perlu ikut serta.
Membership bias. Bias ini terjadi bila pada kelompok studi terdapat
satu atau lebih hal yang berhubungan dengan efek, sedangkan pada
kelompok kontrol tidak. Karena tidak mungkin dibuat uji klinis
untuk meneliti hubungan antara rokok dengan kanker, maka
beberapa ahli menduga mungkin bukan hanya rokoknya yang
berbahaya, melainkan juga faktor lain yang terdapat pada perokok
yang tidak dapat disingkirkan.
Procedure selestionbias.Bias ini terjadi apabila pemilihan subyek
berdasarkan pada karakteristik tertentu yang membuat kedua
kelompok menjadi tidak seimbang. Bias ini mudah sekali terjadi
pada uji klinis apabila tidak dilakukan randominasi, atau uji klinis
dengan historical control.

i .*o
462 Telaah kritis makalah kedokter an (1 )

Bias pengukuran
Bias pengukuran telah dibahas dalam Bab 4,dan di sini akan sedikit
diulang beberapa di antarany a, yang dikaitkan dengan contoh pada
penelitian klinis.
Bias prosedur. Bias ini terjadi bila pengukurary prosedur, terapi,
dan lain-lain dilakukan pada kelompok yang dibandingkan tidak
sama. Misalnya, pasien yang diberi obat tertentu lebih mendapat
perhatian,lebih sering ditimbang, diukur tekanan darahnya. Cara
yang efektif untuk peneliti tid;k mengetahui subyek termasuk
kelompok yang mana adalah dengan penyamaran (blinding),yang.
biasa dilakukan pada uji klinis, namun dapat pula dilakukan pada
studi observasional.
Recall bias. Bias ini sangat terkenal, dan harus dipertimbangkan.
Bias ini terutama terjadi pada studi kasus-kontrol. Pada studi yang
mencari hubungan antara pil KB dengan penyakit bawaan tertentu,
ibu yang anaknya menderita cacat bawaan akan berusaha secara
maksimal untuk mengingat apakah dulu pada waktu hamil muda
ia masih meneruskan minum pil KB atau tidak. Sebaliknya ibu
yang anaknya sehat (masuk kelompok kontrol) cenderung untuk
tidak atau kurang optimal berupaya mengingat kembali pajanan
yang diteliti tersebut. Perbedaan ini terjadi secara sistematik oleh
karena itu merupakan salah satu bias.
Bias akibat pengukuran yang kurang sensitif (insensitie
measuretnent biasl. Apabila alat ukur yang digunakan untuk
menentukan ada atau tidak adanya efek kurang sensitif, maka lebih
sedikit subyek yang digolongkan sebagai menderita efek. Ini amat
berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh. Untuk mengurangi
bias ini harus diupayakan peningkatan ketepatan pengukuran
(lihatlah kembai Bab 4).
Bias deteksi (detectionbiasl. Berlawanan dengan bias di atas, pada
bias deteksi terjadi perubahan kemampuan suatu alat ukur untuk
mendeteksi penyakit. Kesintasan pasien tertentu sering dilaporkan
menjadi makin lama; sebagian mungkin ini disebabkan oleh karena
deteksi yang lebih dini, sehingga masa pengamatan menjadi lebih
panjang dibanding pada subyek yang masuk pada periode awal studi.

.f
Sudigdo Sastroasmoro 463

Bias ketaatan (compliance bias). Bias ini terjadi karena ketaatan


mengikuti prosedur yang berbeda antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Bila regimen untuk kelompok studi (obat baru)
hanya diberikan satu kali sehari, sedang regimen standar (kontrol)
obat harus diminum 3 kali (apalagi bila disertai dengan diet, dan
sebagainya), maka pasien kelompok kontrol cenderung kurang
untuk taat dibandingkan kelompok studi. Apabila hasil penelitian
menunjukkan bahw"a kelompok studi memberi hasil teUin Uaiti
mungkin hal ini dipengaruhi oleh perbedaan ketaatan tersebut.

2 Apakah observasi dipengaruhi oleh peluang


Bila bias maupun perancu'dapat disingkirkary maka kemungkinan
bahwa hasil tersebut disebabkan peluang bila hipotesis nol benar
dapat dilihat pada besarnya nilai p. Klta juga dapat memperoleh
kesan yang sama dari lebar interval kepercayaan pelbagai statistik
yang banyak dianjurkan untuk disertakan dalam hasil.

3 Apakah observasi dipengaruhi perancu


Masalah perancu dan dampaknya terhadap hasil penelitian telah
dibahas dalam Bab 1,4. Perancu menjadi kurang berperan pada uji
klinisbila dilakukan randomisasi dan dengan jumlah subyek cukup
banyak, dan pada studi observasional yang pemilihan subyeknya
dilakukan dengan matching indir:idual. Sebaliknya kemungkinan
terdapat perancu perlu diwaspadai pada setiap studi observasional
tanpa matching.

C TErnan HUBUNGAN KAUSAT

Pembahasan tentang hubungan kausal telah diuraikan dalam Bab


15. Di sini akan disinggung secara ringkas masakah tersebut.

1 Apakah hubungan waktu benar


Tidak sulit untuk menerima persyaratan bahwa dalam hubungan
sebab-akibat maka sebab (variabel bebas) harus mendahului akibat

fr

.rf
464 Telaah kritis makalah kedokter an (1)

(variabel tergantung, efek). Bila ini tidak dipenuhi, maka dengan


sendirinya hubungan sebab-akibat tidak dapat disimpulkan. Seperti
telah dibahas, dari segi desain hubungan waktu paling nyata pada
uji klinis, sedikit kurang pada studi kohorf teoritis benar pada studi
kasus-kontrol, dan tidak tampak pada studi cross-sectional.

2 Apakah asosiasi kuat


Pada umumnya hubungan sebab-akibat makin mungkin apabila
asosiasi antara 2 variabel makin kuat, yang ditandai oleh nilai risiko
relatif, rasio odds, atau rasio relevalens yang besar, atau nilai p yarrg
kecil. Interval kepercayaan statistik yang relevan juga menunjuk
kuatnya hubungan; bila interval kepercayaan sempi! maka asosiasi
makin kuat, dan sebaliknya.

3 Apakah terdapat hubungan dosis (dose dependence')


Variabel bebas yang merupakan sufficient caLtse, bila ia dihilangkan
maka efeknya akan hilang atau tidak ada. Namun penyebab pada
fenomena biologis biasanya berupa necessary causer jadi eliminasi
suatu faktor tidak selalu diikuti oleh hilangnya efek. Masih terdapat
fenomena antara yakni bila pajanan dikurangi efeknya berkurang
atau sebaliknya. Dalam laporan jarang diberikan informasi bahwa
perubahan pajanan akan mengubah efek, kecuali pada studi untuk
menetapkan dosis optimal.

4 Apakah hasil dalam penelitian konsisten


Konsistensi hubungan antara 2 variabel pada satu penelitian juga
jarang diteliti, misalnya apakah asosiasi tersebut sama pada
beberapa kelompok subyek yang diteliti (manula, dewasa, anak,
bayi, ras yang berbeda, dan lain-lain). Bila hal ini tidak ada, maka
pertanyaan untuk bagian ini dianggap tidak relevan.

5 Adakah koherensi hasil studi dengan fakta di masyarakat


Dalam diskusi seyogyanya penulis membahas kesesuaian hasil
penelitiannya dalam kenyataan klinis. Apabila ditemukan asosiasi
antara kebiasaan makan permen dengan karies dentis, hal ini dapat

i
Sudigdo Sastroastnoro 465

menerangkan kejadian karies pada anak yang kebanyakan senang


permen. Pembaca dengan jenis keahlian yang sesuai dengan bidang
yang diteliti lebih dapat menguasai masalah ini.

6 Biological plausibility
Penulis seharusnya telah membahas hasil penelitiannya dengan teori
yang ada. Sebagian pembahasan tentang biological plausibility
mungkin bersifat spekulatif atau hipotesis, bila patogenesis yang
lengkap belum diketahui, Justru hal tersebut dapat menimbulkan
masalah baru yang dapat dijadikan masalah penelitian.

7 Kesamaan dengan hasil penelitian lain


Data pustaka yang menyokong dan yang bertentangan dengan
hasil studi seyogyanya dibahas. Bila ada ketidaksesuaian dengan
penemuan terdahulu, peneliti harus berusaha menjawab mengapa
hal itu terjadi. Bila ia tidak dapat menemukan jawabannya, maka
ia layak untuk menganjurkan teman sejawatlairy untuk melakukan
penelitian lebih lanjut guna klarifikasi.

D VIUDITAS EKSTERNA

L Apakah hasil dapat diterapkan pada sampel terpilih


Dari uraian pada hasil (juga dalam diskusi) harus tergambar dengan
jelas berapa subyek yang seharusnya terpilih untuk diteliti, dan
berapa di antara mereka yang drop ouf sebelum penelitian selesai.
Bila terlalu banyak subyek yangdrop out,rnaka subyek yang tersisa
tidak lagi mewakili subyek yang harus diteliti, hal ini mengurangi
kesahihan data.
Pertanyaannya adalah berapa proporsi subyek yang rhengalami
drop out yang masih berterima. Sulit untuk menjawab pertanyaan
tersebut dengan menunjuk satu angka tertentu, karena hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk berapa besar variabilitas
nilai variabel, dan berapa ketepatan yang diperlukan. Pada umumnya

il

.r|
466 Tel s ah kr it is m aknl ah ke dokt er an (1 )

studi untuk menerangkan terjadinya suatu fenomena (penelitian


explamatory) menuntut angka drop out yang rencah, bila mungkin
0. Untuk penelitian pragmatik angka 10o/o atau kurang dianggap
memadai, sedangkan pada studi lapangan angka 15 sampai 20%
mungkin masih dapat ditoleransi.

2 Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi teriangkau?


Pertanyaan tersebut dapat dijawab bila penulis menjelaskan secara
eksplisit rencana dan pelaksanauu:r pemilihan subyek dari populasi
terjangkau. Bila pemilihan dilakukan dengan random sampling yang
dikerjakan dennganbaik, maka sampel yang terpilih dapat dianggap
mewakili populasi terjangkau. Cara non-random sampling yang dapat
dianggap mewakili populasi terjangkau adalah consecutiae sampling
yang telah dijelaskan dalam Bab 5. Praktis sebagian besar studi klinis
menggunakan cons ecutia e s amplin g dalam rekrutmen subyeknya.

3 Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi target?


Generalisasi atau inferensi kepada populasi target bukan sesuatu
yang dapat dihitung, namun dapat diperkirakan dengan logika
atau common sense. Faktor yang memengaruhi inferensi kepada
populasi target amat banyak, dan peneliti berada dalam posisi yang
baik untuk mengemukakan ulasannya dalam bab Diskusi. Klinikus
yang membaca untuk peningkatan pelayaran kepada pasiennya
dapat menilai dan menerapkan hasil penelitian dalam praktik
sehari-hari. Karakteristik subyek sangat berperan dalam penilaian
ini. Misalnya, uji klinis pada pasien pneumonia di sebuah rumah
sakit pendidikan di Jakarta pada umumnya dapat diterapkan
untuk pasien puskesmas. Namun profil trigliserida pada pasien di
rumah sakit swasta di Jakarta atau di Singapura mungkin tidak
dapat diterapkan pada pasien puskesmas di pedalaman.

J|
Sudigdo Sastroasmoro 467

Dnrran PUsTAKA
Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner Mj. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ; 2000.
Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hill, 2001.
Elwood |M. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Oxford University Press, 1.998.
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology - the essentials.
Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BM| 1997;315:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.
8 Hulley SB, Cummings S& Browner WS, Grady D, Hearst N, Newman TB,
penyunting. Designing clinical research - An epidemiologic approach. Edisi
ke-2 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.Rasio kemungkinary
179

il

.r
468 Tel a ah kr i ti s m aknl ah ke dokt er an ( 1. )

-84-
#!g.S @ #* e &*F "r$r r#&A
&

Telooh kritis mokoloh dimuloi dengantinjauon umum terhodop


struktur dan kel engkopon mokoloh. Penggunaon check- I ist
songot membontu pemula.
Untuk setiop mokoloh onolitik harus diniloi voliditas
penelition. kemungkinon terdopotnyo bias, termosuk bios
peroncu, serfo besornyo kesolohon acok.

Untuk studi qnalitik yong mencori hubungon sebo-okibot


perlu ditinjou voliditos hubungon tersebut dengon menilai
opokoh terdopat (1) hubungon woktu yong benor,
(2) kekuaton hubungon yang cukup, (3) hubungon dosis,
(4) konsistensi, (5) koherensi, (6) kesomaon dengon hasil
studi lain don (7) biological plausibility.
Hosil tinjouon umum tersebut digunokon untuk melokukon
telooh yong lebih spesif ik terhodop pelbagoi jenis desoin.

fi

i
Bab 23 -Telaah lffitis makalah
kedokteran (2)

Sudigdo Sastoasmoro

alam tugas sehari-hari dokter sering menjumpai


pelbagai masalah, yang sebagian besar berkisar pada
aspek diagnosis, pengobatary serta prognosis. Untuk
dapat menjawab masalah yang timbul dalam tata
laksana pasien ia bertanya kepada teman sejawat atau konsultan,
membaca buku ajar, catatan kuliah, membaca jumal kedokteran,
dan sebagainya. Namun karena kemajuan kedokteran berlangsung
sangat cepat, maka informasi dari sumber-sumber tersebut sangat
mungkin sudah kedaluwarsa. Informasi mutakhir dapat diperoleh
dari artikel dalam on-Iine journal yang diperoleh melalui internet.
Seperti telah diuraikan dalam Bab 21, artikel yang dimuat dalam
jumal dapat mengandung kesalahan metodologis, yang bermuara
pada kesalahan penarikan simpulan. Karenanya setiap artikel harus
ditelaah secara kritis. Untuk menerapkan hasil penelitian dalam
tata laksana pasiery ada 3 hal yang perlu dinilai dalam setiap artikel,
yakni (1) apakah studi yang dilaporkan itu sahih, (2) apakah hasil
yang diperoleh penting, dan (3) apakah hasil studi yang sahih dan
penting tersebut dapat diterapkan pada pasien kita. Ketiga aspek
tersebut dalam bahasa Inggris dinamakan evaluasi terh adap Validity,
Importance, danApplicability yang kami singkat dengan akronim
VIA. Validitas suatu penelitian terutama dinilai pada seksi Methods,

ll
470 Telaah kritis makalah ke dokter an (2)

hasil penelitian pada Results, sedangkan penerapannya pada pasien


dalam Discussion dan kondisi lokal praktik klinis yang sementara
ini berlangsung.
Dalam bab terdahulu telah diuraikan cara penilaian makalah
secara umum, khususnya makalah yang mencari hubungan kausal.
Dalam bab ini diuraikan secara ringkas salah satu cara telaah kritis
untuk studi diagnostik, uji klinis, penelitian prognosis, serta meta-
analisis. Pembahasan yang lengkap tentang hal ini dapat dilihat dalam
buku-buku yang khusus membahas telaah kritis seperti yang sebagian
tercantum pada daftar pustaka bab ini.
Perlu diingatbahwa hal-hal yang ditelaah pada uraian di bawah
ini hanya merupakan highlights aspek pada masing-masing jenis
makalah. Misalnya, validitas suatu penelitian harus dinilai secara
penuh dan ututr, demikian pula simpulan tentang hubungan sebab-
akibat yang diteliti, seperti telah dijelaskan dalam Bab 22.

TETanu KRITIs MAKALAH UII DIAGNoSTIK


Dalam Bab 1L telah diuraikan bahwa hasil akhir uji diagnostik
berbentuk tabel2 x 2, dan dari tabel tersebut dapat dihitung nilai
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif,
rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif. Perlu
diingat bahwa diperlukan syarat-syarat tertentu agar uji diagnostik
mempunyai validitas yang baik.
Seperti telah disinggung di atas, hal-hal yang dinilai pada telaah
kritis suatu makalah adalah validitas atau kesahihan penelitian,
pentingnya hasil, serta kemamputerapan pada pasien.

1, PrNnereN vALTDTTAS uI DrAGNosrrK


Validitas suatu uji diagnostik harus dinilai secara menyeluruh;
beberapa aspek terpenting yang perlu dipertanyakan adalah:
1 Apakah penelitian uji diagnostik dilakukan secara tersamar
dengan baku emas yang benar?

{t

ll
Sudigdo Sastroasmoro 471

2 Apakah uji diagnostik dilakukan terhadap pasien dengan


spektrum penyakit atau kelainan yang memadai sehingga dapat
diterapkan dalam praktik sehari-hari?
3 Apakah pemeriksaan dengan baku emas dilakukan tanpa
memandang hasil pemeriksaan uji diagnostik?

2 PrNIITaAN PENTINGNYA TIT DIAGNoSTIK

Uji diagnostik yang ideal diharapkan memiliki nilai sensitivitas dan


spesifisitas yang sangat baik dan sekaligus memiliki nilai prediksi
serta rasio kemungkinan yang baik. Nilai-nilai tersebut dapat
dihitung berdasarkan tabel2 x 2 seperti yang telah diuraikan dalam
Bab 11, yang disajikan kembali dalam Gambar 23-1 berikut.

Boku emos

Positif Negotif Jumloh

Positif o b o*b
uii
Negotif c d c*d

Jumlqh o*c b+d o* b*c*d

Gambar 23-1. Tabel2 x 2 memperlihatkan hasil uji diagnostik. Dari


tabel tersebut dapat dihitung nilai-nilai sebagai berikut:
Sensitivitas = a/(a+c)
Spesifitas = d/(b+d)
Nilai prediksi positif = al(a+b)
Nilai prediksi negatif = d/(c+d)
Rasio kemungkinan positif = sensitivitas/(1-spesifisitas)
Rasio kemungkinan negatif : (1-sensitivitas)/spesifisitas
Prevalens(Pretestprobability) =(a+c)/(a+b+c+d)
Pretest odds = (a+c)/(b+d)
Post-test odds = pretest odds x rasio kemungkinan

dm

i
472 Telaah kritis mskalah ke dokter an (2)

3 KruenntrrsRApAN HASrL sruDr pADA pASIEN KrrA


Kemamputerapanhasil ufi diagnostik pada pasien kita menyangkut
apakah pasien kita mirip dengan pasien pada penelitiary dan apakah
uji diagnostik tersebut tersedia. Hal-hal umum yang menggambarkan
kemamputerapan hasil uji diagnostik pada pasien kita adalah:
. Apakah uji diagnostik tersebut tersedia, terjangkau, dan
akurat?
. Apakah kita dapat memperkirakan prevalens penyakit pada
pasien kita?
o Apakah post-test probability yang dihitung mengubah tata
laksana?
o Apakah secara keseluruhan uji diagnostik tersebutbermanfaat
bagi pasien?

Tnrnatr KRrrrs MAKATAH TERArT (uF KLrNrs)


Baku emas untuk uji klinis adalah randomized clinical trial (RCT).
Segala persyaratan yang rumit tentang uji klinis ini telah diuraikan
dalam Bab 10. Seyogyanya seluruh persyaratan tersebut diterapkan
dalam perencanaao pelaksanaan, serta analisis hasil uji klinis.

1, PrxneleN vALTDnAS ulr KLrNrs


Salah satu jenis uji klinis yang paling relevan dengan tata laksana
pasien adalah uji klinis pragmatis yang telah diuraikan dalam Bab
1,0. Diingatkan bahwa dalam uji klinis pragmatis peneliti ingin
mengetahui terdapatnya hubungan antara variabel independen
(misalnya jenis obat) dengan variabel dependen (misalnya proporsi
kesembuhan), tanpa melihat bagaimana hubungan tersebut dapat
terjadi. Dalam uji klinis jenis ini analisis yang digunakan adalah
intention to treat analysis, yakni semua pasien harus dianalisis sesuai
dengan alokasi awalnya tanpa melihat apakah pasien menyelesaikan
penelitian atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan berikut perlu dijawab

i
Sudigdo Sasfuoasmoro 473

dalam telaah validitas uji klinis.


1 Apakah dilakukan randomisasi dan apakah daftar randomisasi
disegel? '
2 Apakah kelompok yang diperbandingkan setara pada awal
percobaan?
3 Apakah dilakukan penyamaran (masking)?
4 Bila tidak dilakukan penyamaran apakah kelompok-kelompok
diperlakukan sama kecuali untuk terapi yang diteliti?
5 Apakah semua pasien yang sudah dirandomisasi diperhitungkan
dalam simpulan akhir dan dianalisis sesuai dengan alokasi
awalnya?

2 PnNITenN TERHADAP FIASIL UJI KLINIS


Secara tradisional hasil uji klinis dilakukan uji hipotesis yang
menghasilkan nilai p, Namun seperti telah diuraikan dalam Bab 2
nilai p saja tidak banyak memberi informasi tentang manfaat terapi
atau prosedur terapi. Yang lebih informatif adalah menghitung
berapa persen terapi yang diuji memberi perbaikan dibanding
kontrol (dengan menghitung relatiue risk reiluctfon, RRR), atau
berapa beda proporsi kesembuhan atau kegagalan antara terapi
eksperimental dan kontrol (dengan menghitung absolute risk
reduction, ARR). Dari ARR dapat dihitung number needed to treat
(NTT), yaitu jumlah pasien yang harus diobati untuk mendapat
tambahan t hasil yang baik atau menghindarkan 1 kegagalan.
Lihat Gambar 23-2.
Pada kelompok E, dari 50 pasien yang diobati 40 sembuh dan 10
tidak sembuh. Bila dianggap proporsi kegagalan sebagai eaent rate,
maka dikatakan experimental eoent rate (EER) = 20% atau 0,2. Pada
kelompok C terjadi 20150 kegagalan, atau control eaent rute (CER)
sebesar 40"/" atau 0,4. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung
pelbagai statistik berikut:
a Relatioe risk reductron (RRR), yang menunjukkan berapa persen
terapi E menurunkan angka kegagalary dengan formula:

il

.rl
474 Telaah kritis makalah kedokteran (2)

Sembuh Tidok Jumloh

40 l0 50

c 30 20 50

Jumloh 70 30 100

Gambar 23-2. Tabel2 x 2 memperlihatkan contoh hasil uji klinis


atas obat eksperimental (E) dengan pembanding kelompok kontrol
O. Untuk uraian selanjutnya lihatlah pada nas.

RRR = (CER-EER)/CER

dalam contoh kita RRR = (0,4-0,2)10,4 = 50"/o.

RRR ini lebih informatif bagi klinikus ketimbang nilai p,karena


memberi informasi bahwa terapi E dapat menurunkan kegagalan
sebesar 50% dibanding kontrol (plasebo atau terapi standar).
Namun informasi ini tidak dapat langsung diterapkan ke kondisi
klinis, karena bila terapi C mempunyai angka kegagal4n 2110.000
(0,0002) dan terapi E mempunyai kegagalan 1/10.000 (00001), maka
RRR juga = (0,0002-00001)/00002 = 50%. Secara klinis pengurangan
sebesar 1/10.000 atau 0,01o/o tidak penting. Jadi RRR saja tidak dapat
langsung digunakan dalam kebijakan klinis.
b Ab s o lut e ri sk r e ilu ction (ARR), yakni berapa beda ke ga galan nyata
antara terapi E dengan C. ARR dihitung sederhana sebagai berikut:

ARR=CER-EER
dalam contotr, ARR = 0,4-0,2=0,2

ARR lebih informatif daripada RRR karena langsung menyatakan


beda keberhasilan antara E dan C, dalam hal ini 0,2 atau20%.B1la

{k

:l
Sudigdo Sastroasmoro 475

kegagalan E = 1/10.000 dan C = 21L0.000 maka nilai RRR tetap


50%, namun ARR- nya = (2-1)/10.000 atau0,01o/", suatu angka yang
klinis sama sekali tidak penting.
c Number neeiled to treat (TNT), yakni angka yang menyatakan
berapalumlah pasien yang harus diobati dengan obat eksperimental
untuk rnemperoleh tambahan 1 kesembuhan atau menghindarkan
1 kegaga an. Angka ini diperoleh dengan formula:
NNT = I/ARR
dalam contoh kita NNT = L10,2 = 5
Artinya setiap kita mengobati 5 pasien dengan obat eksperimental,
kita akan memperoleh tambahan 1 pasien yang sembuh atau
menghindarkan tambahan 1 pasien tidak sembuh.
NNT dapat dihitung interval kepercayaannya yakni dengan
menghitung interval kepercayaan ARR (interval kepercayaan untuk
beda proporsi). IK NNT adalah satu per batas atas IK ARR sampai
satu per batas bawah IK ARR. Pada contoh kita, proporsi kegagalan
pada kelompok E = EER :0,2; proporsi kegagalan pada kelompok
C = CER = 0,4, sehingga beda kegagalan = ARR = 0,2. Dengan formula
IK untuk beda proporsi, diperoleh IK 95% ARR adalah antara 0,03
'I.,10,37
dan 0,37. Maka IK95% untuk NNT adalah antara sampai 1/
0,03, atau antara 3 sampai 34. Dengan kata lain NNT yang nilainya 5
pada sampef pada populasi 95% berkisar antara 3 sampai 34.
Nilai NNT makin kecil berarti makin baik, namun demikian
harus diperhatikan pula outcome yang dinilai (kematian atau
urtikaria), efek samping, obat, harga, ketersediaan, penerimaan
pasien, dan karakteristik klinis lain yang relevan.

PErunanN KEMAMPUTERAPAN HASIL TIII KTINIS


Dalam penerapan hasil uji klinis untuk pasien, hal-hal ini perlu dijawab:
1 Apakah karakteristik pasien kita mirip dengan subyek uji klinis?
2. Berapa NNT hasil uji klinis tersebut bila diterapkan pada pasien
kita? Ini dapat diestimasi dengan 2 cara:

il

ll
476 TeI a qh kr it i s m ak aI ah ke dokt er an ( 2 )

a Cara pertama: Tetapkan I yakni faktor yang menunjukkan


beberapa berat pasien kita (relatif terhadap prognosis),
dibanding rerata pasien pada uji klinis? Bila pasien kita kira-
kira sama dengan rerata pasien uji klinis maka f : 1. Bila
lebih berat (lebih sulit sembuh), nilai f kurang dari 1, bila
kurang berat (lebih mudah sembuh) nilai f lebih dari 1. Nilai
NNT untuk pasien kita = NNT/f.
b Cara kedua: Tetapkan PEER (patient expexted eaent rate)
yakni dengan mengandaikan pasien kita yang menjadi
kontrol. Maka:
NNT untuk posien kitq = I /(PEERxRRR)

Pada contoh uji klinis di atas, bila selama ini tingkat kegagalan
dalam terapi untuk penyakit tersebut adalah 50%, maka NNT
untuk pasien kita adalah 1l(0,5x0,5) : 4
3 Apakah terapi tersebut tersedi4 terjangkau, dapat diterima pasien?

TETaaH KRITIS MAKALAH PRoGNoSIS


Artikel tentang prognosis dapat berupa pelbagai jenis desain,
termasuk sfudi kohort, kasus kontrol, analisis kesintasan, atau uji
klinis. Namun yang studi yang khas prognosis penyakit atau
kelainan adalah studi kohort. Untuk artikel ini juga dinilai validitas,
hasil, serta kemamputerapan pada pasien kita.

KEseHrnN sruDr KoHoRT


Setelah telaah umum, hal-hal spesifik dalam telaah validitas studi
kohort adalah:
1 Apakah awal penelitian didefinisikan dengan jelas dan taat asas,
misalnya saat diagnosis ditegakkan?
2 Apakah follow-up dilakukan secara memadai?
3 Apakah outcome dinilai dengan kriteria obyektif, bila mungkin
tersamar?

jl
Sudigdo Sastroasmoro 477

Apakah diidentifikasi kelompok dengan prognosis yang


berbeda?
Apakahhasil sudah divalidasi pada kelompok subyekyang lain?

PErunenN PENTINGNYA HASIL STIIDI PROGNOSIS

Berapa besar kemungkinan terjadinya outcome dari waktu ke


waktu?
Berapa tepatkah estimasi terjadinya outcome yang diteliti? Ini
dapat dinilai dengan penghitungan interval kepercayaan baik
terhadap risiko relatif malrpun proporsi terjadiny a outcome pada
wakfu-waktu tertentu yang relevan secara klinis.

PTNTTaIRN KEMAMPUTERAPAN HASIL PENELMAN

1 Apakah pasien kita mirip dengan subyek penelitian?


2 Apakah simpulan kita tentang hasil studi berguna bagi pasien
dalam tata laksana secara keseluruhan?

TETa,q.H KRITIS TERHADAP META.ANALISIS


Telah diuraikan dalam Bab 13 bahwa meta-analisis adalah teknik
statistika yang digunakan dalam reaiew sistematik yang menggabung
secara kuantitatif hasil penelitian yang sejenis (khususnya studi
eksperimental atau uji klinis, namun dapat pula untuk penelitian
observasional). Syarat-syarat meta-analisis serta keuntungan dan
keterbatasannya telah dibahas dalam Bab 13. Berikut ini hal-hal
pokok yang perlu ditelaah dalam telaah terhadap meta-analisis
untuk uji klinis.

PENITanN VALIDIAS META.ANALISIS


L Apakah disebutkan dengan jelas dalam latar belakang mengapa
diperlukan kajian meta-analisis?

{r

i jta
478 Tel aah kr i t is m akal ah ke dokt er an (2 )

Apakah disebut kriteria inklusi studi yang disertakan dalam


meta-analisis dan cara penelusuran pustaka yang relevan?
o
J Apakah dilakukan telaah validitas setiap studi yang disertakan?
4 Apakah hasil setiap studi lebih kurang konsisten satu dengan yang
lain?

PgxtrnleN PENTINGNYA HASIL META-ANALISIS

Apakahhasil total meta-analisisberarti atau penting secara klinis


sehingga mempengaruhi tata laksana pasien secara keseluruhan?
Hal ini dapat dinilai dari rdsio odds gabtnsan ataubeda proporsi
kesembuhan gabungary masing-masing diisertai dengan interval
kepercayaan.
Catatan: NNT gabungan pada meta-analisis dapat dihitung
dengan tabel tertentu namun oleh sebagian ahli dianggap dapat
menyebabkan kesalahan sehingga NNT pada meta-analisis perlu
diterapkan dengan hati-hati.

Kru,q.upurgRApAN HASIL META-ANALISIS


1 Apakah pasien kita mirip dengan karakteristik pasien studi yang
dilakukan meta-analisis?
2 Apakah terapi tersebut tersedia, terjangkau, dapat diterima
pasien?

PENurup
Di atas telah diberikan panduan ringkas untuk melakukan telaah
kritis terhadap artikel yang sering diperlukan untuk menjawab
pertanyaan klinis dalam praktik sehari-hari. Masih banyak jenis
artikel yang dapat memberi pelbagai informasi yang diperlukan
oleh para dokter, termasuk artikel tentang etiologi, efek samping
clinical guidelines, economic analysis, ,clinical decision anlysis, dan
sebagainyat yang tidak dibahas dalam buku ini.

il

:l i:* "
Sudigdo Sastroasmoro 479

Para pembaca diimbau untuk memperdalam keterampilan


melakukan telaah kritis ini, karena ia merupakan kunci untuk
belajar mandiri seumur hidup dengan pemicu masalah yang sehari-
hari dihadapi dalam tata laksana pasien. Perilaku ini akan menjawab
banyak tantangan di masa depan dalam praktik, oleh karena makin
lama pasien makin banyak yang memperoleh informasi tentang
kesehatan dan pelayanan kesehatan. Transparansi pelayanan
kesehatan merupakan hal yang tidak terelakkan sekarang dan lebih-
lebih di masa depan. Tidak jarang pasien atau keluarganya datang
dengan print out informasi dari internet tentang penyakit atau
kondisi kesehatan yang menimpa diri atau keluarga. Pertanyaan-
pertanyaan mereka pun jauh lebih canggih daripada pertanyaan
pasien di masa yang lampau. Kita harus selalu menyegarkan
profesionalitas dengan menggabung profisiensi kita sebagai dokter
dengan bukti mutakhir yang sahih dan penting serta keadaan lokal
dan preferensi pasien. Dengan demikian 'medicine is a life-Iong
study'tidak hanya layak menjadi hiasan dinding ruang kuliah
fakultas kedokteran namun menjadi ciri perilaku dokter di era
cyber-medicine ini.

Dnrran PUSTAKA
L Andersen B. Methodological errors in medical research. Oxford: Blackwell,
1990.
2 Altman DG, Machini D, Bryant TN, Gardner M|. Statistics with confidence.
2nd edition. London: BMJ;2000.
3 Dawson B, Trapp RG. Basic and clinical biostastistics. Edisi ke-3. Boston:
Lange Medical Books/McGraw Hilf 2001.
Elwood |M. Critical appraisal of epidemioological studies and clinical trials.
Edisi ke-2. Oxford: Ox{ord University Press, 1998.
Greenhalgh T. How to read a paper: statistics for the non-statistician. i.
Different types of data need different statistiscal tests. BMJ 1997;31,5:364-6.
Guyatt G, Rennie D. Users' guide to the medical literature. A manual for
evidence-based clinical practice. Chicago: AMA Press; 2002.

i -4"
480 Tel nah kr it i s m ak aI ah ke d okt er an Q )

ffid * s
ffi@-Weea#WWWw

Bogi proktisi, tujuon melokukon telooh kritis odoloh


men i nj ou opokoh hos i I stud i sahih (va I i d), pent ing
secora klinis (inportant), dan dapot diteropkon pado
pos en (ap p I i cab I e). Ket ga ospek tersebut d is ing kot
i i

sebogoi VIA.
Validitos penelition terutama dilihot pada lAethods,
'.
pentingnyo hosil podo Resulfs,sedongkon kemompu-
teroponnyo podo Drscuss ion dan kondisi setempot,
termosuk pre{erensi posien don keluorgonya.
Pcdo uji diagnostik perlu dinilai stotistik yang relevan,
termosuk sensitivitos, spesif isitos, niloi prediksi positif
dan negotif , rosio kemungkinon positif don negotif.
Untuk uji klinis pragmotis yang biosonyarelevan dengon
prokt i k sehori- hori par lu d i h itu ng b erapa ex pe r i me nta I
event rate(EER), control event rate(CER), relative risk
reduction (RRR), absolute risk reductron (ARR), serfo
number needed to freaf (NNT).
Telooh kritis dilokukon podo studi yong menyelidiki
etiologi, prognosis, meto-onolisis, clinical guide
lines, economic analysls, don sebogoinyo.
Peneropon podo posien kito didosorkon podo
kemiripon posien kito dengon posien yong menjodi
subyek penelition serto ketersedioan,
keterjongkouon, don penerimoon posien.

il

.a -4
Bab 24- Dari penelitian ke
praktikkedokteran
Dody Firmanda

alah satu komponen utama latar belakang dilakukannya


penelitian adalah releaansi penelitian tersebut terhadap
ilmu pengetahuan, tata laksana pasien secara
individu ataupun kelompok, serta kebijakan kesehatan'
Ringkasnya, harus dipertanyakan apakah hasil penelitian tersebut
kelak dapat mengubah, memperbaiki dan meningkatkan status
derajat kesehatan, tingkat efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
sumber daya secara optimal?
Dalam pengelolaan suatu sarana kesehatan seorang manajer
maupun dokter akan senantiasa membuat suatu keputusan dalam
penyelenggaraan rumah sakit atau klinik maupun dalam tata
laksana pasien sebagai individu dan kelompok. Keputusan tersebut
akan berdampak terhadap pasien itu sendiri dan lingkungannya.
Pengalaman menunjukkan bahwa kesalahan dalam pengambilan
kepuhrsan sebagian besar (80%) disebabkan oleh sistem, kebijakan,
atau prosedur yang tidak jelas, sedangkan kesalahan yang semata-
mata diakibatkan oleh faktor manusia hanya sekltar 20"/".
Dalam bab ini diuraikan secara ringkas perilaku yang diperlukan
oleh dokter agar ia dapat memanfaatkan hasil penelitian dalam
tata laksana pasien secara individual maupun kelompok. Bentuk,
jenis, dan mutu pelayanan kesehatan memang sangat bervariasi

i
482 D ar i p eneli tian ke pr aktik ke d okt er an

dari satu daerah ke daerah lairu dari provinsi ke provinsi lain dalam
satu negara/ maupun antara negara maju dan negara sedang
berkembang. Akan tetapi ciri dan sifat masalah tersebut tidak jauh
berbeda safu sama lainnya dalamhal yang mendasar yakni semakin
meningkatnya jumlah populasi usia lanjut (perubahan demografi),
meningkatnya tuntutan dan harapan pasien akan pelayanan,
perkembangan ilmu dan teknologi, dan makin terbatasnya sumber
dana yang tersedia untuk pelayanan kesehatan.

EworN cn - B ASED MEDr crNE


Di atas telah disebutkan bahwa sistem dan kebijakan pelayanan
kesehatan sangat besar perannya dalam pelayanan kesehatan secara
menyeluruh. Sebenarnya banyak faktor yang dapat memengaruhi
pengambilan keputusan baik oleh dokter sebagai praktisi maupun
oleh manajer pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3, yakni sumber daya yang tersedia
(resources), nilai dan harapan masyarakat konsumen (aalues) serta
bukti ilmiah yang sahih (eaidence).

Gambar 24-1. Faktor-faktor yang berperan dalam pengambilan


keputusan.

{r

.t -a"
DoddyFirmanda 483

Namun seringkali pengambilan keputusan oleh dokter maupun


manager pelayanan kesehatan hanya berdasarkan pada kombinasi
faktor sumber daya (resources) dan nilai/harapan masyarakat
(aalues). Pendekatan ini dikenal sebagai 'opinion-based decision
making' (posisi A dalam Gambar 23-t). Sangat sedikit dokter atau
manager kesehatan yang memanfaatkan hasil studi penelitian
deskriptif maupun analitik dari dalam maupun dari luar negeri.
Akibatnya jerih payah, biaya, serta sumber daya lain terutama
pengorbanan pasien yang telah menjadi subyek penelitian menjadi
rnubazir. Yang diharapkan terjadi pada proses pengambilan
keputusan oleh pengelola maupun pelaksana pelayanan kesehatan
adalah posisi B yang secara sistematis mengombinasikanketiga faktor
tersebuf yang disebut sebagai eaidence-b ased decision making (EBDM).
Dalam abad ke-21 ini diharapkan pengambilan keputusan yang
tepat dan baik akan bergeser ke arah EBDM. Dapat diperkirakan
bahwa hal ini cepat atau lambat akan berlangsun9, dan prosesnya
akan dipacu oleh beberapa faktor, di antaranya: (1,) perubahan pola
demografi dan populasi, (2) meningkatnya tekanan dan tuntutan
konsumen akan pelayyanan kesehatan yang efektit (3) pesatnya
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, (4) tuntutan akan
profesionalisme kedokteran, (5) makin terbatasnya sumber daya
yang tersedia untuk pelayanan kesehatary (6) dampak globalisasi
dan pasar bebas.
Orang sering berpendapat bahwa peningkatan kualitas dan
efektivitas pelayanan secara langsung atau tidak langsung akan
meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Hal itu benar bila yang
terjadi adalah keadaan flat of the curzte medicine, misalnya
pemilihan krim untuk pasien herpes simpleks labialis (berdasarkan
hasil uji klinis tersamar ganda), yangbiayanya tidak sepadan dengan
manfaat kesembuhan yang diperoleh. Pendekatan eaidence-based
dalam tata laksana pasien maupun kebijakan kesehatan dimaksud
pada upaya yang mempunyai dampak besar, efektivitas tinggi,
dengan biaya yang wajar, dan bermanfaat untuk pasien.
Konsep perkembangan evolusi eaidence-based ltu sendiri bermula
dari perkembangan ilmu epidemiologi pada abad ke-18, namun
baru secara sistematis dikembangkan pada tahun 1981 di McMaster

ilt

t
484 D ar i p enelitian ke pr aktik kedokter an

University, Kanada dengan publikasi serial "Readers' Guides" unfuk


membantu para praktisi dalam membaca artikel kedokteran.
"Petunjuk membaca" tersebut terdiri atas artikel dalam hal diagnosis,
etiologi, terapi, dan prognosis penyakit. Serial artikel tersebut menjadi
salah satu artikel klasik yang seringkali dikutip, banyak diminati
sehingga telah beberapa kali dicetak ulang dan diterjemahkan ke
dalam banyak bahasa. Sesuai dengan perkembangan suatu ilmu,
serial tersebut pada Nopember 1993berubah dari "Readers' Guides"
menjadi "Users' Guides" yang lebih menitikberatkan tidak hanya
soal statistika dan metodologi penelitian semata ("not attempt a course
in research methods, but is about using eaidence-based medicine (EBM").
EBM memadukan pengalaman klinis dan bukti dari hasil
penelitian yang sahih dan mutakhir serta bermanfaat untuk pasien.
Dari konsep EBM ini kemudian berkembang pelbagai pendekatan
klinis maupun kebijakan kesehatan, seperti eaidence-based nursing,
eaidence-b as ed he alth p olicy, eaidence-b as ed health car e, eoidence-b as d e

health technology assessment dan sebagainya.


Dokter sering menganggap bahwa pengamatan klinis sudah
cukup sebagai cara yang sahih (aalid) dalam evaluasi diagnostik,
pengobatan, dan prognosis pasien. Tidak jarang pengambilan
keputusan dokter hanya mengandalkan pengalaman klinis dan
pengetahuan serta teknik pengumpulan data dan fakta diperoleh
atau dicontohnya sewaktu dalam pendidikan sebagai mahasiswa
kedokteran maupun calon spesialis. Hal yang sama terjadi pula
dalam bidang manajemen pelayanan kesehatan, yakni seorang
manajer hanya mengandalkan pengalaman dan intuisi serta'bekal'
saat ia mengikuti pendidikan manajemen dan penjenjangan karir
tanpa memanfaatkan dan memadukan dengan data maupun hasil
analisis atau penelitian kualitatif maupun kuantitatif.
Dalam proses pemecahan masalah tata laksana pasien dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dokter dan manajer sering
kurang berupaya untuk memecahkan masalah tersebut secara
sistematis. Mereka mungkin membaca buku ajar dan jurnal (yu^g
seringkali sudah kedaluwarsa), atau menempuh jalan 'aman' dan
'memotong jalur proses reaiera sistematis' dengan cara 'sering
bertanya' dan merujuk atau melakukan konsultasi kepada sejawat

.rf
Doddy Firmanda 485

maupun konsultan yang seharusnya bisa diputuskan sendiri.


Padahal dipahami bahwa 'medicine is alife-Iong study', yang implisit
bermakna lebih dari sekedar bertanya atau berkonsultasi. Dalam
pemecahan masalah yang ditemukan sehari-hari pengalaman itu
penting namun setiap pengamatan (observasi) harus dicatat secara
sistematis tanpa 'bias'. Penelusuran pustaka hendaknya dilakukan
dari literatur asli (bukan hanya hasil sintesis orang lain) serta telaah
kritis dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Eaidence-based medicine (EBM) dan eaidence-based health csre
(EBHC) adalah cara pendekatan untuk mengambil keputusan
dalam tata laksana pasien (dan atau penyelenggaraan pelayanan
keseahtan) secara eksplisit dan sistematis berdasarkan bukti
penelitian terakhir yang sahih (aalid) dan bermanfaat. Harus
dipahami bahwa EBM dan EBHC bukan hanya satu perangkat
teknik semata. EBM harus dipandang sebagai suatu paradigma
(model) baru dalam meninjau dunia kedokteran dengan cara yang
berbeda dalam praktek kedokteran sehari-hari selama ini. EBM
berupaya secara sistematis memadukan pengalaman klinis, bukti
ilmiah yang eksplisit serta menerapkan kaidah ilmu epidemiologi
klinis, selain mempertimbangkan nilai etika dan upaya memenuhi
harapan pasien (patients expected aalues and preferences) dalam tata
laksana pasien dan / atau penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Bila kita menemukan masalah dalam tata laksana pasien atau
kebijakan kesehatan, secara umum terdapat lima langkah dalam
EBM yakni: (1) Memformulasikan pertanyaan klinis yang dapat
dicari jawabannya; (2) Melakukan penelusuran pustaka untuk
mencari bukti; (3) Melakukan telaah kritis terhadap makalah hasil
penelusuran; (4) Menerapkan hasil telaah pada pasien; (5)
Melakuan evaluasi terhadap proses dan hasil penerapan.
Kelima langkah di atas tersebut sama pentingnya dan saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Namun ada 3 hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan EBM yakni mendapatkan
eaidence secepatnya (getting the eaidence straight - that means
accesibilitv), membuat kebijakan berdasarkan eaidence (dea elopin g
policy from the eoidence), dan menerapkan kebijakan tersebut pada
waktu dan tempat yang sesuai (opply the policy at the right time

{3

Jl
486 D ari p enelitian ke pr aktik ke dokter an

andplace). Ketiga hal tersebut di atas menyangkut dimensi 'wakhr',


sedangkan penelitian yang baik (misalnya uji klinis tersamar ganda)
memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Kemahiran
dalam mencari sumber informasi (langkah kedua) dan melakukan
penelahaan kritis (langkah ketiga) juga memerlukan waktu khusus.
Untuk mengantisipasi ketiga hal tersebut, akhir-akhir ini terdapat
kecenderungan pergeseran dari model pendekatan traditional
EBM/EBHC ke arah information mastery.
Kendati awalnya EBM mengacu pada tata laksana pasien secara
individual, namun EBM sebagai paradigma juga dikaitkan dengan
clinical goaernance yang intinya adalah upaya untuk melaksanakan
continuous quality improzsement (CQI). Pendekatan ini terdiri atas 4
aspek yang saling berkaitan yaitu kinerja profesional (professional
p erfor mance), pemanf aatan sumber daya secara efisien (r e s our c e u s e),
risk management, dan aspek kepuasan pasien (patient satisfaction).

Dnrrnn PUSTAKA
1. Buetow SA, Roland M. Clinical fovernance: bridging the gap between
managerial and clinical approaches to quality of care. Qual Health Care
1999;184-90.
2. Christakis DA, Davis R" Rivara FP. Pediatric evidence-based medicine: past,
present, and future. J Pediatr 2000;136:383-9.
3. Donabedian A. The quality of cae: how can it assessed? JAMA 1988;260:1743-
8
4. Firmanda D. Profesional continuous quality improvement health care:
standard of procedures, clinical guidelines, pathways of care and evidence-
based medicine. What are they? J Manajemen & Administrasi Rumah Sakit
Indonesia 1999 ; l: 139-1.44.
5. Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones ]
Cardiol Pediatr t999; 1:43-9.
6. Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning,
elements, and implementation. Global Health |ournal 2000;1,(2) http:ll
www.interloq. com/a39vlis2.htm.
7. Firmanda D. Kedokteran berbasis bukti (eoidence-based medicine) I: satu
pendekatan dalam pengambilan keputusan klinis. Medicinal 2000; 1:21-5.
Geyman fP, Deyo RA, Ramsey SD. Evidence-based clinical practice. Boston:
Butterworth Heinemann, 2000.
Guyatt GH. Users'guides to medical literature.]AM A 1993;270(17);1096-7

.*
DoddyEirmandn 487

10. Guyyat GH, Meade MO, Jaeschje RZ, Cook D|, Haynes RB. Practitioners of
evidence based care. BMJ 2000;320:954-955.
11. Rooney G. TQM/CQI in business and health care. AAOHN ]ournal
1992;40;319-25.
12. Sackett DL, Sttaus SE, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence-
based medicine: how to practice and teadr EBM. 2'd ed. Edinburgh: Chuchill
Livingstone, 2000.
13. Scally G, Donaldson f!.-_!!i$c3rl governance and the drive for quality
improvement in the new NHS in England. Bin,fj 1998;317(7150):61-5
14. WHO. The principles of quality assurance.Copenhagen:WHo,1983.

'(

.*
488 D ari p enelitian ke pr aktik ke dokter an

gsdg

s *.es@iw#& *
F ryF Sr -wMaqlg

Dolom beberapo duo dosoworso terakhir terjodi


pe?geseran dori opo yang disebut sebogoi opinion-based
med i c i ne ke orah ev i d en c e- bas ed med i c i ne(EBM).

Pengombilon keputuson yong diombil oleh dokter moupun


pengelola f os i I itos kesehoton seri ng kol i honya berdosorkon
podo duo ospek utomo, yokni ketersedioon sumber doyo don
niloi otou horopan konsumen. Banyok keputuson tersebut
menof i kan evi dence sahi h yong sehorusnyo d i pert m bong kon. i

EBM menghoruskon disertokonnyo evidence secoro sistemotis


boik oleh dokfer dolom toto loksona posien moupun oleh
monojer dolom setiop pengombilon keputuson. Hol ini okon
mendorong pnaktik don peloyonon kesehoton yong lebih
rosionol, efisien, dan ef ektif .
Pemonfaoton evidence mutokhir dori hasil studi yong sohih
tidok horus lebih mohol. Dolam banyok holjustru lebih muroh
don mudoh. Untuk evidenceyang mahol atou mambutuhkon
fosilitos canggih tidok perlu diteropkon podo posien. Koreno
ituloh diperlukon talooh kritis opokoh loporon panelition
sohih, penting,don dopof diteropkon podo posien kita.
Meski podo owolnyo EBM merujuk podo tato loksono posien
secoro individual, porodigmo boru ini dopot diperluos
pemonfootonnyo manjodi evidence-based health pol icy,
evidence-based health technology, evidence-based nursing,
don seterusnyo.

Peneropon pr ins ip-prinsip EBM merupokon pemonf oaton hos i I

penelition yong bermonfoot untuk perboikan peloyonon


kasehoton, don sekoligus merupokon sorono untuk belojar
mondiriseumur hidup.

i
Bab 25- Value-based medicine -
sebuah pengantar

Sudigdo Sastoasmoro

alam Bab 24 telah dijelaskan bahwa paradigma baru


dalam pendekatan tata laksana pasien adalah kedokteran
berbasis bukti atat eaidence-based medicine, yakni
interseksi dari profesionalisme dokter, bukti mutakhir
yang terbaik, serta nilai-nilai (aalue) pada pasien. Jadi sebenarnya
oalue atau nilai sudah implisit ada dalam EBM. Namun demikian
terdapat perkembangan baru yang menekankan pentingnya aalue
dalam tata laksana pasien, yang dikenal sebagai aaluebased medicine.
Bab ini merupakan pengenalan terhadap VBM, dan merupakan
saripati dari satu-satunya buku tentang VBM yang sudah terbit
sekarang "Eoidence-based to aalue-based medicine" (Brornm dkk, 2005).
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatarL setiap dokter
harus memperhatikan stakeholder utamanya yakni pasien (dan
keluarganya). Setiap tindakan atau intervensi harus memberikan
'sesuatu' kepada pasiery yang berkaitan dengan kesehatannya, yakni
bahwa tiap intervensi (baca pengobatan) harus memperpanjang
masa hidup atau meningkatkan kualitas hidup. Bahkan intervensi
atau pengobatan'kecil' seperti mengobati ruam popok atau jerawat
juga harus meningkatkan kualitas hidup. Intervensi yang tidak
memberikan salah satu dari keduanya harus ditinggalkary karena
tidak membawa manfaat apa-apa bagi pasien dan keluarga.

.*
490 Value-based medicine

Untuk masalah klinis yang lebih besar seperti penyakit jantung


koroner, infeksi berat, stroke, keganasan, dan sebagainya tentu
makin relevan untuk mempertanyakan hal yang pertama, yakni
apakah suatu pemeriksaan atau tindakan yang diberikan kepada
pasien dapat memperpanjang masa hidup atau memperbaiki
kualitas hidup, atau keduanya. Hal lain yang harus diperhatikan
adalah bahwa dalam memberi pelayanan kesehatary dokter tidak
harus puas dengan melihat outcome klinis seperti yang dilaporkan
dalam kebanyakan uji klinis, karena para peneliti yang melakukan
uji klinis pada umumnya tidak menempatkan aalue sebagai tujuan
utamanya.
Dalam ekonomi kesehatan dipahami bahwa aalue (nIIaI) upaya
kesehatan berbanding lurus dengan kualitas dan berbanding
terbalik denganbiaya. Pengobatan yang menghasilkan kualitas yang
sama baiknya namun menggunakan sumber daya yang lebih
sedikit memiliki aalue yang lebih baik ketimbang pelayanan yang
memberi kualitas yang sama dengan menggunakan sumber daya
yang lebih besar.
Tolok ukur kualitas mencakup hal-hal berikut:
L menurunnya morbiditas, mortalitas, atau meningkatnya
kualitas hidup;
2 meningkatnya kepuasan Pasien
3 dampak positifnya terhadap kesehatan masyarakat

BICATANA MENILAI KUALITAS HIDUP


Di atas sudah disebutkanbahwa setiap pelayanan pada pasien atau
masyarakat harus dapat memPerPanjang masa hidup, ataupun
meningkatkan kualitas hidup, atau keduanya. Untuk ini diperlukan
informasi tentang kemampuan pengobatan untuk menghidarkan
kematian dan informasi tentang kualitas hidup.
Bila seorangbayibaru lahir menderita meningitis, atant remaja
menderita osteosarkoma, atau manula yang menderita kanker
prostat, berapakah peluang pengobatan yang diberikan untuk
mencegah kematian atau "memperpanjang masa hidup"? Hal-hal

|l

-rl
Sudigdo Sastroasmoro 491

tersebut relatif mudah diperoleh dari pustaka kedokteran, dari


EBM. Khususnya dalam penyakit keganasan, uraian tentang
bagaimana suatu intervensi dapat mengubah perjalanan penyakit
seperti yang dihitung dengan analisis kesintasanbanyak dilaporkan
dalam pustaka. Demikian pula informasi berapa besar kemungkinan
anak dengan penyakit jantung bawaan kompleks yang terhindar dari
kematian dini dengan operasi cukup banyak tersedia dalam literatur.
Namun informasi tentang kualitas hidup pasien, lebih-lebih lagi
peningkatan kualitas hidup pasien" sangat sulit diperoleh. jarang
ida artikel yang memberikan informasi tentang kualitas hidup
sekelompok pasien yang bersifat kuantitatif atau bahkan semi-
kuantitatif sekalipun. Menentukan kualitas hidup memang bukan
hal yang mudah, sangat menantang, antata lain karena masalah
nilai dan kualitas adalah sebagaianbesar (atau seluruhnya) bersifat
subyektif. Nilai kualitas hidup seperti yang dipersepsikan oleh
dokter belum tentu sama dengan yang dirasakan oleh pasien dan
keluarganya. Seorang dokter mungkin akan gembira bila pasiennya
yang menderita tumor ganas dan diberikan radioterapi dan ukuran
tumornya berkurang secara drastis dalam waktu beberapa minggu,
katakanlah dari diameter 12 cm menjadi 6 cm. Namun bagi pasien
keadaan tersebut belum tentu dirasakan menyenangkaru karena
ia yang semula lumayan segar dan masih enak makan, setelah
pengobatan menjadi lematu gemetarary rambut rontok, tidak mau
makan, muntah-muntah, sulit tidur. Ketidaknyamanan pasien itu
akan dirasakan pula oleh para anggota keluarganya.
Nilai (ualue) dalam pelayanan kesehatan dapat dipandang dari
banyak segi. Yang paling sederhana mungkin kita mengaTtkan aalue
dengan biaya (cost); makin kecil biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh kualitas yang sama berarti makin tinggi nilai yang
diperoleh. Value juga dapat dikaitkan dengan keuntungan (benefit);
berapa keuntungan yang diperoleh dibanding dengan biaya yang
dibelanjakan. Sesuatu yang lebih menguntungkan berarti memiliki
nilai lebih tinggi. Value juga dapat dikaitkan dengan efektivitas, suatu
intervensi yang lebih efektif dapat dianggap memberikan nilai yang
lebih besar. Terakhir, aalue dkaltkan dengan utility, yang akhir-akhir
ini makin banyak digunakan dalam penilaian kualitas hidup pasien'

.l
492 Value-based medicine

PENcUTURAN uALtrE
Dalam pengukuran kualitas hidup dikenal 2 cara yakni:
1 Instrumen yang berdasarkan pada fungsi (function-based
instrument),
2 Instrumen yang berdasarkan pada preferensi pasien (patient
p r efer ence-b as ed ins trument ),
Sekilas tampaknya pengukuran yang berdasarkan fungsi tampak
lebih baik karena lebih obyektif ketimbang yang berdasarkan nilai
yang bersifat subyektif. Namun pengalaman ternyata mengajarkan
yang sebalihyu; apayang dianggapbailg berhasil, oleh dokterbelum
tentu diapresiasi sama oleh pasien dan keluarganya, seperti telah
disinggung di atas. Oleh karena itulah akhir-akhir ini penilaian
kualitas hidup yang berdasarkan pada preferensi pasien lebih.
diunggulkan. Yang merasakan sakit, menderita, sesak, tidak enak
makan adalah pasien, bukan dokter; jadi amat wajar apabila nilai-
nilai yang harus lebih diperhatikan adalah nilai-nilai pada pasien.
Bagaimana kita mengukur kualitas hidup berdasarkan pada
fungsinya? Sudah lama para dokter melakukan penelitian dengan
sejumlahbesar kasus, untuk sampai pada simpulanbahwa penilaian
kualitas hidup pasien tidak ditentukan oleh anatominya namun oleh
fungsinya. Sebagai contotL anak dengan penyakit jantung bawaan
kompleks yang berhasil menjalani rangkaian operasi, akhirnya yang
semula sianosis menjadi tidak sianosis, yang semula sesak menjadi
normal sudah cukup memuaskan ayah-bundanya meskipun mereka
tahu anatomi jantung anaknya sangat tidak normal.
Oleh karena itulah banyak kelompok-kelompok ahli membuat
klasifikasi pelbagai jenis penyakit (terutama penyakit kronik)
berdasarkan fungsinya, yang kemudian dikaitkan dengan kualitas
hidupnya. Salah satu contoh terkenal dan sering dikutip adalah
penilaian kualitas kebugaran berdasarkan klasifikasi fungsional
jantung dari American Heart Association, dari kelas 0 sampai kelas
4. Sampai tingkat tertentu penilaian fungsional tersebut sangat
bermanfaat bagi dokter untuk pegangan dalam memberikan terapi
obat, diet, olahraga, maupun tindakan pembedahan. Penilaian

il

Jl
Sudigdo Sastroasmoro 493

kualitas hidup berdasarkan fungsi juga dikenal luas dalam bidang


reumatologi dan stroke. Panduan-panduan tersebut masih terus
dikembangkan, juga dalam bidang-bidang lain, karena memang
bermanafaat bagi dokter dan petugas kesehatan dalam memberi
pelayanan kepada pasien.
Namun seperti telah disebutkan di atas, tidak semua hal yang
menyenangkan dokter juga menyenangkan pasien. Untuk inilah
maka dikembangkan pula beberapa metode dan instrumen untuk
menilai kualitas hidup pasien. Terdapat tiga cara pendekatan untuk
penilaian kualitas berdasarkan preferensi pasien (patient-based
preference) ini, yakni:
1 Stsndard gamble utility analysis
2 Willingness to pay utility analysis
3 Time trade-off utility analysis.
Standard gamble utility analy sis
Pada cara ini seorang pasien dengan penyakit tertentu ditanya
dengan pertanyaan sebagai berikut: "Misalnya ada obat atau
prosedur pengobatan yang dapat menyembuhkan Anda sama
sekali. Masalahnya obat tersebut belum tentu bekerja untuk Anda;
kalau tidak berhasil anda akan meninggal. Pertanyaannya adarah
berapa persen angka kegagalan yang tertinggi yang dapat Anda
terima?" Bila pasien tersebut menjawab 5o/o, maka pasien tersebut
menilai kualitas hidupnya saat ini sebesar 95%.

Willingness to pay utility annlysis


Pada cara ini pasien ditanya berapa persen dari penghasilannya
yang rela ia korbankan agar ia sembuh dari penyakih:rya. Apabila
pasien menjawab mau memberikan 20"/" dari penghasilannya,
berarti ia menganggap kualitas hidupnya saat ditanya adaiah
sebesar 80%. Kesulitannya hal ini tidak dapat diterapkan pada
orang yang tidak memiliki penghasilan atau orang yang memilik
penghasilan sangat besar, jadi potensi subyektivitas dan variasi antar
subyek menjadi sangat besar.

ll -i*u
494 Value-based medicine

Time tr ade - off unitliy analY sis


Pada cara ini pasien ditanya berapa lama lagi dia berharap akan
hidup. Bila ada obat yang dapat menyembuhkan penyakitnya sama
sekali (memperbaiki kualitas hidup), namun akan mengurangi
lama hidupnya, berapa banyak ia mau mengurangi masa hidupnya
agar dapat hidup tanpa penyakit tersebut? Bila pasien mengatakan
melihalkondisinya ia berharap masih dapat hidup L0 tahuru dan
mau menguranginya menjadi 9 tahun asal ia sehat, maka kualitas
hidup subyek tersebut adalah 90o/"'
Jadi pada ketiga cara tersebut yang menentukan kualitas hidup
bukan dokter, namun pasien itu sendiri. Pada saat ini cara terakhirlah
(time trade-off utility analysis) yang diangap terbaik karena:
1, Dapat diterapkan pada semua kondisi kesehatan;
2 Memiliki reliabilitas yang baik, artinya apabila prosedur diulang
akan memberikan hasil yang sama atau ampir sama;
3 Dapat segera dimengerti oleh pasien;
4 Biayanya murafu
5 Pada umunya tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor usia, jenis
kelamiry pendidikan, status sosial-ekonomi;
6 Memiliki construct aalidity yang baik, artinya benar-benar
mengukur apa yang harus diukur.
Oleh karena itu disarankan untuk melakukan penelitian guna
memperoleh standar dalam penilaian kualitas hidup bagi pelbagai
jenis penyakit.

Quaurv ADIUSTED LrEE vEARs

Konsep quality adjusted life years (QALY) yang sudah dikemukakan


beberapa dasawarsa yang lalu sekarang mendapat tempat dalam
bidang epidemiologi klinik. Konsep ini menggabungkan kedua
komponen aalues yakni kualitas hidup dan masa hidup. Dalam
konsep ini terdapat konvensi, bahwa QALY 0 berarti meninggal,
sedangkan nilai 1 menunjukkan kesehatan yan semPurna. Sebagai

|l

.rf
Sudigdo Sastroasmoro 495

contoh, seorang yang mempunyai kualitas hidup 0,9 bila hidup


selama 10 tahun maka ia memilki 10 QALY. Penerapan QALY dalam
rsalue based, medicine dapat dilukiskan sebagai berikut.
Seorang penderita penyakit jantung koroner dengan gagal
jantung kronik, dengan time trade-off utility analysis memiliki
kualitas hidup atau utility aalue sebesar 0,7 danberdasarkan literatur
dengan pengobatan tanpa operasi ia rata-rata dapat bertahan hidup
selama 5 tahun. Dengan demikian tanpa operasi selama sisa hidup
ia memiliki 5 x 0,7 = 3,5 QALY. Bila operasi dapat meningkatkan
kualitas hidup dari 0,7 menjadi 0,9, dan memperpanjang masa
hidup dari 5 tahun menjadi 15 tahury maka dapat dihitung eALy
yang diperoleh sebagai berikut: Untuk kualitas hidup: dafi 0,7
menjadi 0,9 selama 5 tahun = 0,2x 5 : 1 QALY untuk pertambahan
masa hidup ia memperoleh 0,9 x (15-5) tahun = 9 QALY.
Jadi total ia akan memperoleh tambahan sebear 1+ 9 = 10 eALy.
Biaya yang dikeluarkan untuk operasi, perawatan selama bedah,
perawatan follow-up dan lain-lain dapat dihitung sehingga dapat
diperoleh cost-utility aalue.

CosT LTTILITr ANALyST SEBAGAI BAKU EMAS


PEMILIHAN PETAYANAN
Untuk menghitung biaya kesehatan, terdapat 4 cara yakni:
1 Cost minimization analysis, yakni membandingkan 2 intervensi
yang memberi hasil yang sama, mana yan lebih murah.
2 Cost benefit analysis, menilai berapa uang dapat dihemat dengan
membelanjakan uang untuk intervensi;
3 Cost-ffictiaeness anlaysis menilai biaya yang dikeluarkan untuk
outcome tertentu: kemampuan kerja, penglihatan, dihitung
dalam tahun.
4 Cost utility analysis: menilai biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh nilai (kualitas hidup, perpanjangan masa hidup).
Hasilnya dinyatakan dalam jumlah rupiah yan diperlukan untuk
memperoleh tambahan 1 QALY.

fi

.*
496 Value-based medicine

Dengan perhitungan cost-utility analysis ini maka para penentu


kebijakan kesehatan dan para dokter dapat memperoleh panduan
intervensi apa yang sebaiknya dilakukan pada pasien. Meskipun
nilai yang digunakan adalah preference-based utility analysis (pasien
sendiri yang menentukannya), namun pada akhirnya pilihan untuk
penerapan intervensi (pengobatan) harus didiskusikan kembali
dengan pasien dan keluarganya.

Darrnn PUsTAKA
1. Brown MM, Bown GC, Sharma S. Evidence-based to value-based medicine.
AMA Press; 2005.

.* -i# "
Sudigdo Sastroasmoro 497

Se&
ffi# g #

$ffWffiffi

Value-based medicine menggorisbowahi ospek volue dolom


ev idence-based med i c i ne

Konsep value-based medicineyang relatif boru ini memong


bukon bogion dari metodologi penelition yong stondor, nomun
memberikon wowason boru dalom peneropon hosil penelition
podo posien don mosyorokot.

Seperti teloh dikemukokon dolqm uji klinis (Bob 10), bohwo


uji klinis merupokon upoya untuk memperoleh bolons ontora
ef ekterapi, efek somping, don horgo (termasuk
ketersedioon).

Mengingot semuo penelition dolom bidang kedokteron podo


okhirnyo okon bermuoro podo peloyonon kesehoton untuk
kesejohteroan umot monusio, moko pengetohuon tentong
ospek biayo loyok mendopof tempat dolom diri peneliti.

Ke depan, dihorapkon lebih bonyoklagi penelition yong


dilokukon untuk memodukon opo yang ideol don apo yong
mompu diterapkon dolom toto loksono posien.

i dr
-4
498

Kamus istilah
Absolute risk reductioa (ARR). pada Disebut juga analisis per- protokol.
tabel 2 x 2 hasil uji klinis pragmatis, Analisis jenis ini dilakukan pada uji klinis
menunjukkan beda absolut antara explanntory.
proporsi kegagalan pada kelompok Andal Dapat dipercaya; bila pengukuran
eksperimen dengan proporsi kegagalan dilakukan berulangkali akan diperoleh
pada kelompok kontrol (EER-CER). sama atau hampir
Acak, ranilon. Semata-mata berdasar lf*il"*S*yang
peluang, tanpa pola tertentu. Anova Analysis of aariance, uji statistika
Alf4 a Lihat kesalahan tipe I untuk data numerik pada 3 kelompok
Alokasi Proses pemilahan subyek atau lebih.
menjadi kelompok untuk pemberian A portertort seblahnya; istilah ini biasanya
intervensi. dipakai untuk menyatakan hipotesis yang
Alokasi random Lihat randomisasi. dikemukakan setelah data terkumpul.
Sinonim: post hoc.
Analisis bivariat Uji hipotesis antara
variabel yakni satu variabel bebas dan A pfiori Sebelumnya; biasa dipakai
satu variabel tergantung. dalam menyatakan hipotesis; hipotesis
a priori dirumuskan sebelum penelitian
Analisis interim Dalam uji klinis, analisis dimulai.
yang dilaksanakan sebelum semua
subyek masuk dalam penelitian. Analisis
Baku emas (gold standard). Dalam uji
ini dapat dilakukan atas pelbagai alasan, diagnostik; uji yang menunjukkan nilai
nunun terutama diperlukan bila diduga
abnormal pada subyek yang sakit dan
terdapat beda efek yang mencolok antara nilai normal pada subyek yang sehat.
kelompok yang dibandingkan. Batas keperc ayaan (confidence limits)
Analisis multivariat Uji hipotesis terhadap batas-batas interval kepercayaan.
banyak variabel bebas dengan satu Besar sampel Jumlah subyek penelitian
variabel tergantung. yang diperlukan. Istilah lain yang tepat
Analisis univariat Lihat analisis bivariat. adalah jumlah subyek (penelitian).
Beta, p Lihat kesalahan tipe II.
Analysis, intention to treat Cara analisis
dengan mengikutsertakan semua sub- Bias Kesalahan sistematik kecenderungan
yek berdasar alokasi awalnya, terma- kesalahan ke satu sisi.
suk subyek yang drop out, drop in, luga Bias Berkson Bias akibat beda kecepatan
subyek yang sudah dialokasi tetapi atau indikasi rawat antara kelompok
sebelum menerima pengobatan. Cara kasus dan kelompok kontrol.
ini dilakukan pada uji klinis pragmatik. Bias Berkson Bias akibat kecepatan atau
Analysis, on-treatment Analisis data uji indikasi rawat rawat antara kelompok
ktinis yang hanya menyertakan subyek kasus dan kelompok kontrol.
yang selesai mengikuti penelitian.

J|
Kamusistilah 499

Bias deteksi Bias akibat perbedaan Crossooer desain Lihat uji klinis
deteksi faktor risiko maupun efek, misal menyilang.
kemajuan dalam teknologi diagnostik. Cross-sectional Desain penelitian dengan
Bias insidens-prevalens Bias yang terjadi pengukuran variabel yang dilakukan satu
akibat adanya kasus dengan mortalitas saaf hanya satu kali.
tinggi dan kasus dengan mortalitas Data Informasi yang faktual seperti
rendah. Bila dipakai kasus prevalens, pengukuran, observasi, atau statistik
maka banyak kasus dengan mortalitas yang dipakai sebagai dasar penalarary
tinggi tidak dapat dipilij karena sudah pembahasary atau kalkulasi.
meninggal. Disebut juga bias Neyman.
Data dredging Istilah untr,rk menunjukkan
Bias prosedur Bias akibat beda ketaatan tindakan melihat data untuk kemudian
subyek untuk memenuhi prosedur studi dibuat hipotesis, kemudian uji hipotesis
dan kelompok kontrol. dilakukan terhadap data semula. Praktik
Blok, kelompok Jumlah, atau suatu ini tidak dibenarkan
segmen sampel yang dianggap sebagai Data keras Data yang tidak dipengaruhi
kesatuan untuk keperluan tertentu oleh interpretasi subyek; biasa dalam
Benferoni, koreksi Koreksi besamya nilai bentuk numerik atau digital.
cr bila dilakukan uji hipotesis multipel Data lunak Data yang dipengaruhi oleh
terdapat satu set data. interpretasi subyektif.
Buta, pembutaan Lihat tersamar, Data primer Data yang sejak awal
ketersamaran. direncanakan untuk penelitian.
Concored data Lihat tersensor, data. Data sekunder Data yang dikumpulkan
Cluster s ampling Cara pemilihan sampel bukan untuk tujuan penelitiary misal
berdasarkan kelompokan subyek yang data pelayanan masyarakat.
terjadi secara alamiah. Deraiat kebebasan, degree offreedom pa-
Confidence interztal Lihat interval rameter yang digunakan distribusi
kepercayaan peluang misalnya distribusi t atau x2.
C onfounding Lihat perancu Diagram baut (scattered diagram) Dia-
Confounding by indicatioa Keadaan gram dua dimensi yang memperlihatkan
yang rancu pada analisis hasil terapi asosiasi 2 variabel numerik.
secara retrospektif. Dishibusi normal baku Distribusi normal
Consecutitse sampling Pemilihan subyek dengan rerata=O dan simpang baku = z.
sebagai sampel secara berurutan, semua Drop in Dalam uji klinis, keadaan peserta
subyek yang memenuhi kriteria uji klinis yang telah dialokasikan untuk
dipilih sebagai sampel. menerima terapi terterrttl tetapi menerima
Contuol eztent rate (CER). Pada uji klinis terapi yang dibandingkan.
pragmatis, proporsi eaent (misalny a Drop out Subyek penelitian yang tidak
kegagalan) pada kelompok kontrol. mau atau tidak dapat memenuki follow-
C onztenience sampling Metode atau cara up yang direncanakan.
pemilihan subyek penelitian berdasarkan Dua arah Uji yang menyatakan bahwa
kemudahan peneliti semata-mata. perbedaan mungkin ke arah dua sisi.

ll
500 Kamusistilah

Dummy oariable Variabel yang hanya Hipotesis nol Dalam uji hipotesis,
mempunyai 2ntlai. hipotesis yang menunjukkan tidak ada
Eaily stoppingrule Cata atau peraturan beda antara kelompok dalam populasi
untuk menghentikan penelitian (uji yang diwakili oleh sampel.
klinis) sebelum wakfunya. Historical cohort study Llhat kohort
Effe ct m o dif ic ati on Lihat modifi kasi efek. retrospektif.
Effeet size Derajat besamya perbedaan Historical control gtoup Kelompok
antara kelompok pengobatan. kontrol yang diambil dari pasien yang
diobati pada masa yang lalu.
Eksperimental Jenis desain penelitian;
pada desain ini peneliti melakukan Homo sceilasticity Keadaan nilai varians
intervensi dan menilai hasil intervensi. variabel tergantung sama, tidak dipe-
Disebut juga intervensional. ngaruhi oleh variabel bebas.
Estimasi besar sampel Proses perkiraan Independery kelompok/sampel Sampel
jumlah zubyek penelitian yang diperlukan yang nilainya pada satu kelompok tidak
agar zupaya diperolehhasil dengan tingkat menenfukan nilai kelompok lain.
kepercayaan tertentu. Informed consmt Pemyataan persetujuan
Expeimtmtal eztent rate (EER) Pada uji subyek untuk ikut serta dalam penelitian
klinis pragmatis, proporsi event (misal setelah diterangkan maksud, tujuan, car4
kegagalan) pada kelompok kontrol. keuntungan, dan kemungkinan kerugian
bila subyek ikut dalam penelitian.
Eischer Uji non-paramerik untuk tabel 2
x 2 dengan jumlah subyek yang sedikit. Insidens Proporsi zubyek yang mengalami
efek (kasus baru) dalam periode tertentlt
Fishing expedition Istilah dipakai untuk
relatif terhadap jumlah subyek yang
menunjukkan upaya mencari-cari dengan risiko untuk mengalami efek
asosiasi antar-variabel dengan melihat tersebut.
data yang tersedia kemudian melaku-
Inter-rater oariation Variasi hasil oleh
kan uji hipotesis dengan data tersebut.
pemeriksa yang berbeda.
Follow-up Proses penilaian berlanjut
hrterval kepercayaan Rentang nilai pada
dengan mempergunakan dasar data
populasi yang diperoletr dengan menghitung
yang telah diperoleh sebelumnya.
berdasar data sampel, yang menunjukkan
Frekuensi Angka yang menyatakan kemungkinan nilai pada populasi tersebut
berapa kali nilai observasi terjadi. terdapat pada interval yang bersangkutan.
Generalisasi Proses penerapan hasil dan Interval kepercayaan yang sering dipakai
kesimpulan penelitian ke populasi yang adalah%% atauW".
lebih luas; disebut juga inferensi. Intervensi Manuver yang dilakukan
Hipotesis Pemyataan sebagai jawaban pada studi eksperimental; ini mungkin
sementara atas pertanyaan penelitian yang obat atau prosedur. Efek akibat intervensi
harus diuji kesahihannya secara empiris. ini dinilai dan dianalisis.
Hipotesis alternatif Kebalikan hipotesis Intra-rater ztariation Variasi hasil oleh
nof yang akan disimpulkan bila hipote- pemeriksa yang sama
sis nol ditolak.
Judmental sampling Metode pemilihan

jl
Ksmusistilah 501

subyek berdasar judgment peneliti bahwa ini sangat menentukan tingkat keandalan
subyek tersebut mewakili populasi. Cara pengukuran.
ini tidak lebih baik dari conoenience sam- Kesalahan tipe I Dalam uji hipotesis,
pling, dm harus dihindarkan. ialah peluang untuk menyatakan ada
Kai-kuadrat, x2 Uji non-parametik untuk perbedaan (atau hubungan) padahal
data nominal. sebenarnya tidak ada (positif palsu).
Kaplan-Meier jenis metode analisis Sinonim: alfa, a.
kesintasan; kalkulasinya menggunakan Kesalahan tipe II Dalam uji hipotesis, ialah
masa kesintasan yang tepa! disebut pula peluang untuk menyatakan tidak ada
product limit survival. perbedaan (atau hubungan) dalam
Kappa Statistik yang menunjukkan sampel, padahal dalam populasi
derajat keandalan pengukuran dengan sebenamya ada (negatif palsu). Sinonim:
variabel nominal. Teoritis nilai kappa beta, B
berkisar antara 0 sampai 1; makin Ketersamaran Metode atau prosedur
mendekati nilai 1 berarti pengukuran yang membuat pasien, dokter, atau
tersebut makin andal. keduanya tidak tahu jenis pengobatan
Keandalan Dapat diandalkan; dalam yang diberikan.
pengukuran berarti hasil pengukuran Koefisien korelasi (Pearson product mo-
akan sama atau hampir sama apabila ment) Ukuran hubungan linear antara
dilakukan berulangkali. Istilah lain: dua buah variabel numerik.
reliabilitas, keterandalan, reprodusibilitas.
Koefisien variasi Statistik yang menun-
Kerangka konsep Diagram yang juk keandalan pengukutan variabel
menunjuk hubungan antar-variabel numerik, dihitung dengan membagi
dalam penelitiary kerangka ini disertakan simpang baku dengan nilai rerata dari
dalam usulan penelitian. pengukuran berulang-ulang.
Kesahihan (1) Dalam pengukuran: barapa Kohort Kelompok subyek penelitian
benar suafu alat ukur mengukur apa yang yang tetap bersama untuk periode
sebenarnya harus diukur; (2) Dalam tertentu.
desain atau generalisasi: Apakah Kohort retrospektif Modifikasi studi
penelitian bebas dari bias.
kohort yang menilai risiko relatif suatu
Kesahihan ekterna Kesahihan untuk faktor, dengan efek yang sudah terjadi.
generalisasi hasil penelitian ke populasi Kohort, sfudi Penelitian observasional
yang diwakilrrya dan populasi yang lebih yang dimulai dengan kelompok subyek
luas. tanpa faktor risiko dan tanpa efek.
Kesahihan intema Kesahihan pada studi, Mereka diikuti, siapa yang mengalami
apakah pengukuran, observasi bebas pajanan faktor risiko, dan siapa tidak.
bias, dan intervensinya. Dibandingkan insidens efek pada
Kesalahan (error) Istllah menyatakan kelompok yang terpajan dan yang tidak.
terdapatnya penyimpangan terhadap Kontrol Kelompok yang dijadikan
nilai sebenarnya. standar perbandingan untuk dasar
Kesalahan acak Random enor, kesalahan pengujian suatu hipotesis.
akibat variabilitas Kesalahan Korelasi Hubungan antara dua variabel

^i
502 Kamusistilnh

numerik pada satu subyeki pada korelasi Mean Llhat rcrata.


tidak dikenal adanya variabel bebas dan Median Nilai yang terletak di tengah,
variabel tergantung. setelah semua nilai disusun menurut
Kriteria eksklusi Karakteristik atau faktor urutan dari yang terkecil sampai
yang menyebabkan subyek yang me- terbesar.
menuhi kriteria inklusi tidak dapat ikut Menyilang desain Desain uji klinis dengan
dalam penelitiary misalnya ada penyakit cara memperbandingkan dua kelom-
lain, kontraindikasi, subyek menolak. pok; lalu dipertukarkan, yang semula
Kriteria inklusi Karakteristik umum yang menjadi kontrol menjadi kelompok
harus dipenuhi oleh subyek agar dapat studi.
ikut dalam penelitian. Meta-analisis Metode statistika untuk
Kualitatif Skala pengukuran yang sesuai menggabungkan beberapa hasil peneli-
dengan skala kategorikal. tian yang terpisatr, sehingga diperoleh
Kuantitatif Skala pengukuran yang 'sutudi' dengan subyek yang memadai.
sesuai dengan skala numerik. Mode Nilai variabel numerik yang pal-
Lifetable Analysis Analisis kesintasan ing sering mucnul dalam satu set data.
terhadap pengamatan tersensor dengan Modifikasi efek Keadaan adanya
data yang dikelompokan dalam inter- pengaruh variabel ketiga yang memodi-
val; disebut juga analisis kesintasan fikasi derajat hubungan antar-variabel.
dengan metode aktuarial (Cutler- Multiple regression Teknik regresi
Ederer). dengan lebih dari 1 variabel bebas yang
Likelihood ratio Dalam uii diagnostik, berskala numerik.
rasio antara positif benar dan positif Negatif benar Dalam uji diagnostik uji
semu. memberi hasil normal dan subyek
Lo gmnk Stattstik untuk menguji apakah memang tidak menderita kelainan.
terdapat perbedaan 2 kurve kesintasan. Negatif semu Dalam uji diagnostik hasil
Loss to follow up Subyek yang hilang uji normal padahal dengan baku emas
dari pengamatan penelitian. subyek menderita kelainan.
Mantel Haenszel Uji statistik untuk tabel Nested case control study Modifikasi studi
2 x 2 atau lebih, yang dipergunakan kohort, dengan mengambil dan me-
untuk mengontrol faktor perancu. nyimpan spesimen yang diduga menjadi
Mask, masked Llhat tersamar. faktor risiko tertenh1 dan baru numerik-
sanya setelah dilakukan analisis pada
Matching Prosedur untuk memilih akhir penelitiarL bahwa suatu efek yang
subyek dengan cara mencari subyek diteliti telah timbul.
yang sama dalam beberapa variabel
penting. Variabel yang disamakan Neyman's bias Lihat bias insidens-
tersebut disebut sebagai matching fre- prevalens.
quency matching serta individual Nilai p pada uji hipotesis, peluang untuk
matching. mendapat hasil seperti yang diperoletr,
McNemar Uji x2 untuk data berpa- atau hasil yang lebih ekstrem, bila
sangan, khusus untuk tabel 2 x 2 hipotesis nol benar.

4n

..f
Kamus istilah 503

Nilai prediksi negatif. Dalam uji mungkin ke arah satu sisi (A > B).
diagnostik, besarnya peluang bahwa Ordinal Skala variabel dengan peringkat
subyek benar tidak menderita kelainan kualitatif. Contoh: stadium penyakit.
bila hasil ujinya negatif.
Otulier Nilai yang jauh dari kelompok
Nilai prediksi positif. Dalam uji nilai lain pada set data tertenfu.
diagnostik: besarnya peluang bahwa
subyek benar menderita kelainan bila
Oz:ermatchizg Matching terhadap
variabel yang tidak penting, atau terlalu
hasil ujinya positif.
banyak. Seharusnya matching hanya
Nominal Skala variabel yang menunjuk- dilakukan terhadap variabel prognostik
kan label, tanpa informasi peringlat. yang penting saja. Paralel, desain Lihat
Contoh: Agama Islam, Katolik, Hindu, uji klinis paralel.
jenis kelamin: lelaki, perempuan.
Parameter Karakteristik yang terdapat
Non-probability sampling Cara pemilih- pada populasi.
an subyek dari populasi yang tidak
Pasien krdividu yang membutuhkan jasa
berdasar pada fakator peluang.
medis.
Null hypothesis Pada uji hipotesis:
hipotesis yang menyatakan tidak ada Patient expected eoent rate. Pada tabel 2
beda.
x 2 uji klinis pragmatis, menunjukkan
nilai proporsi kegagalan bila pasien kita
Number needeil to harm. Jumlah pasien menjadi kontrol pada uji klinis yang
yang harus diobati untuk memperoleh ditelaah.
tambahan 1 efek samping.
Pengukuran Proses kuantitatif variabel
Number neeiled to treat. fumlah pasien agar dapat dianalisis secara statistik.
yang harus diobati agar dapat diperoleh
Perancu Faktor atau variabel yang tidak
1 tambahan hasil yang baik, atau
dihindarkan t hasil yang buruk. diteliti namun mempunyai asosiasi
dengan variabel bebas dan variabel
Numetik Skala variabel dengan infor- tergantung. Perancu yang tidak dikontrol
masi peringkat penuh. Skala ini dapat dapat menyebabkan penelitian menjadi
dibagi lagi menjadi skala interval (tidak tidak sahih.
mempunyai angka 0 alamiah), dan skala
Pertanyaan penelitian Masalah yang
rasio (mempunyai nilai 0 alamiah).
akan dipecahkan dengan penelitian.
Observasional. ]enis desain penelitian;
pada desain ini peneliti tidak melakukan
Pilot study Penelitian pendahuluan
intervensi terhadap variabel subyek, yang dilakukan sebelum penelitian
sebenamya, Dimaksud untuk memper-
hanya melakukan pengamatan saja.
oleh pengalaman pengukuran dan lain-
Odds Peluang terjadinya sesuatu dibagi lain.
peluang tidak terjadinya sesuatu. Bila
Plasebo Suatu bahan atau prosedur
Peluang = P, maka odds =Pl(.-P). yang mirip dengan obat atau prosedur
Odds ratio. Lihat rasio odds. lain untuk membuat pengukuran menja-
One-sided uji hipotesis dengan pemya- di tersamar.
taan sebelumnya bahwa beda antar- Populasi Kelompok subyek (orang,
kelompok yang diperbandingkan hanya pasierL data) yang memiliki karakteristik

.rl
504 Kamus istilah

tertentu. memperkirakan variabel yang diteliti.


Populasi target Populasi yang dimaksud Random Lihat usulan peluang.
untuk penerapan hasil penelitian; Randomisasi Proses pemilihan subyek
dibatasi oleh karakteristik klinis dan penelitian menjadi kelompok terapi
demografis, misalnya artritis pada yang dilakukan menurut proses ran-
nenek. dom.
Populasi terjangkau Bagian populasi tar- Ranilom errcr Kesalahan yang terjadi
get yang dibatasi oleh tempat dan semata-mata karena peluang (chnnce).
waktu.
Random number Lihat tabel angka ran-
P opulati on attibutable risk Besarny a dom.
pengurangan risiko pada populasi
Random sampling Penarikan sampel
apabila suatu faktor risiko dihilangkan.
secara acak. Tiap subyek memperoleh
Positiae predictizte palue Llhat nlIai kesempatan yang sama untuk dipilih
prediksi positif. atau tidak dipilih. Yang terbaik dilakukan
Positif benar Dalam uji diagnostik, dengan tabel random.
dengan uji yang diteliti menunjukkan Rasio Suatu bagian dibagi bagian
hasil terdapat kelainan, dan hasil lainnya; jumlah observasi dengan
pemeriksaan dengan buku emas juga karakteristik yang diteliti dibagi dengan
menunjukkan terdapatnya kelainan. jumlah observasi yang tanpa karakter-
Positif semu Dalam uji diagnostik, uji istik tersebut.
menunjuk hasil terdapat kelainan Rasio odds Pada penelitian kasus-kontrol
sedang pemeriksaan dengan baku menunjuk rasio antara odds pada
emas memberi hasil tidak terdapat kelompok dengan risiko dengan odds
kelainan. pada kelompok tanpa risiko. Lihat odds.
P o st-ho c comp aris on Perbandingan Rasio prevalens Pada studi uoss sectional:
antara kelompok yang dilakukan setelah Perbandingan antara prevalens suatu
data ad4 tidak direncanakan efek pada kelompok dengan faktor risiko
Power Kekuatan suatu penelitian, untuk tertentu dengan prevalens efek pada
menemukan perbedaan bila perbedaan kelompok tanpa faktor risiko.
tersebut ada. Besamya poutu dttenhtkart Rasio risiko Lihat risiko relatif.
oleh nilai B @orou = I-B).BrlaF = O20 maka
Rafe Proporsi sesuatu terhadap multi-
power subyek yang ada pada saat
plier misalnya 1000, 100.000, satu juta,
tertentu. Dapat berupa point preaalence,
untuk periode waktu tertentu. Contoh:
yakni prevalens pada satu saat, atau pe-
mortalitas 50/1000/tahun
riod preoalence y akni'prevalens pada
rentang tertentu. Recall biqs Bias disebabkan perbedaan
kemampuan mengingat. Pada studi
Probability sampling Metode pemilihan
kasus kontrol, subyek atau orang tua
subyek dengan berdasarkan faktor
peluang (chance).
subyek lebih mengingat pajanan
daripada kontrol.
Proporsi Bagian dari suatu kumpulan.
Regresi Teknik statistika untuk hubungan
Ptoxy Karakterisfik yang dipakai untuk antara variabel bebas (variabel predik-

jl
Kamusistilah 50s

tor) berskala numerik dan variabel Sahih Valid, menunjuk bahwa pengu-
tergantung yang juga berskala numerik. kuran benar mengukur apa yang harus
Regresi logistik Teknik statistika untuk diukur.
menganalisis data dengan variabel bebs Sampel Bagian dari populasi.
multipel berskala numerik dan nominal, Sensitivitas Dalam uji diagnostik, adalah
sedangkan variabel tergantungnya kemampuan suafu uji unfuk menemu-
berskala nominal dikotom. Teknik ini kan kelainan bila kelainan tersebut ada
dimaksudkan untuk menyingkirkan (positif benar).
peran variabel perancu.
Sham Prosedur atau tindakan yang
Regresi multipel Teknik regresi dengan mirip dengan prosedur terapi akan
variabel bebas lebih dari 1. tetapi tidak dimaksudkan untuk
Relatizte riskreduction (RRR) Pada tabel memberi efek terapi. Sejenis plasebo
2 x 2 uji klinis pragmatis, angka ini pada uji klinis.
menunjukkan perbandingan antara Simpang baku Statistik yang menunjuk-
beda proporsi kegagalan pada kelom- kan variabilitas nilai terhadap rera-tanya.
pok kontrol dengan kegagalan pada
Single mask Lihat tersamar tunggal.
kelompok eksperimental dibagi dengan
kegagalan pada kelompok. RIU{ = (EER- Single blind Lihat tersamar tunggal.
CER): CER. Skala pengukuran Tingkat ketepatan
Reliability Lihat keandalan. alat ukur. Biasanya diklasifikasi menjadi
skala kategorikal (nominal atau ordinal),
Repro ducibility Lihat keandalan.
dan numerik (interval atau rasio).
Rerata ]umlah nlai pengamatan dibagi
Soft data Data yang dalam interpre-
dengan jumlah pengamatan
tasinya memerlukan judgment atau
Response oariable Lihat variabel tergan- subyektivitas pemeriksa.
tung.
Spearman correlation Korelasi antara
Risikg faktor Istilah untuk menunjukkan dua variabel berskala ordinal.
karakteristik yanglebihbanyak ditemu-kan
pada subyek dengan penyakit dibanding
Spesifisitas Dalam uji diagnostik,
menunjuk pada kemampuan uji untuk
dengan subyek tanpa penya-kit. Faktor
menyingkirkan penyakit bila penyakit
risiko biasanya disebut sebagai kausa
memang tidak ada (negatif benar).
Risiko relatif Dalam penelitian kohort,
Standqrd ileointion Lihat simpang baku.
menyatakan rasio antara indsidens
pada kelompok dengan pajanan dengan Standard enor Simpang baku distribusi
insidens pada kelompok tanpa pajanan. sampling suatu statistik.
Disebut juga rasio risiko. S t an d ar d deo i atio n Lihat simpang baku.
Risk factor Lihat faktor risiko. Standard error Simpang baku distribusi
ROC Receizter operator curce; dalamuji sampling suatu statisfik
diagnostik, diagram yang menggam- Stanilaril errot Simparre baku distribusi
barkan tawar menawar antara sensiti- sampling suatu statistik.
vitas dengan (1-spesifisitas), atau antara Standard treatment Tetapi yang
positif benar dengan positif semu. sekarang sedang digunakan, dalam uji

i
506 Kamusistilah

klinis sering dipakai sebagai kontrol. jenis pengobatan yang diberikan.


Statistik Nilai yang diperoleh pada Tersamar tunggal Prosedur keter-
sampel misal: rerata, simpang baku, samaran yang memungkinkan satu
rasio odds. pihak (biasanya subyek) tidak menge-
Statistika Ilmu yang mempelajari tahui jenis pengobatan yang diberikan.
metode pengumpulan, pengolahan, Tersensor, data Pada analisis kesintasary
analisis, serta penyajian data. Secara menunjuk subyek yang belum diketahui
ringkas: statistika adalah ilmu tentang mengalami efek. Termasuk dalam
data dalam angka. kelompok ini adalah subyek penelitian
Str atifi c ati oa Pembagian kelompok yang hilang dari pengamatan serta
dalam strata. subyek yang pada saat penelitian
Stratified ranilom s ampling Tel<nik atau dihentikan belum mengalami efek.
cara pemilihan subyek secara acak yang Test statistic Statistik yang diperoleh dan
dilakukan pada strata sekelompok dipakai sebagai dasar untuk uji
subyek. hipotesis.
Studi kasus-kontrol Studi epidemiologis Titik potong Tifik yang dipakai sebagai
yang dimulai dengan identifikasi subyek batas untuk menyatakan normal atau
dengan penyakit (efek) dan kelompok abnormal. Biasanya dipergunakan da-
kontrol, yang dibandingkan berdasar lam uji diagnostik.
pada ada atau tidaknya pajanan faktor Triple masking P ro se dur ket ers amar an
risiko pada waktu lampau pada kedua yang memungkinkan tiga pihak, yakni
kelompok. peneliti, subyek, dan penganalisis data
Studi longitudinal Studi yang mencakup tidak tahu jenis terapi yang diberikan.
follow-up sampai periode waktu yang Type I enor Lihat kesalahan tipe I.
telah ditentukan.
Type II enor Lihat kesalahan tipe IL
Surrogate outcome Hasil antara peneli-
tiary yang dianggap dapat mewakili hasil
Uji hipotesis Prosedur statistika untuk
menguji validitas hipotesis. Sering dise-
yang sebenarnya.
but secara kurang tepat sebagai uji
Survai Penelitian observasional biasa- statistika atau uji kemaknaan.
nya bersifat cross-sectional deskriptif.
Uji klinis Secara luas berarti tiap
Suroioal analysis lihat analisis kesin- penelitian eksperimental yang melibat-
tasan. kan manusia sebagai subyek.
Tersamar Prosedur yang memungkin- Uii klinis negatif Uji klinis yang menguji
kan peneliti, subyek, atau keduanya validitas hipotesis bahwa di antara dua
tidak mengetahui jenis pengobatan cara pengobatan tidak ada perbedaan.
yang diberi. Lazim dilakukan pada uji
Uji klinis terbuka Uji klinis tanpa upaya
klinis, namun dapat pula pada studi
ketersamaran, hingga baik peneliti
observasional.
maupun subyek penelitian mengetahui
Tersamar ganda Prosedur ketersama- jenis terapi yang diberikan.
ran yang memungkinkan dua pihak,
Uji klinis menyilang Desainuji klinis yang
yakni peneliti dan subyek tidak tahu
memperbandingkan 2 kelompok de-

ilt

.i
Kamusistilah 507

ngan 2 jenis obat, kemudian disilangkan; sering dilakukan adalah logaritme, akar
kelompok kontrol menjadi kelompok kuadrat. Apabila setelah dilakukan
yang diteliti dan sebaliknya. transformasi distribusi nilai observasi
Uji klinis paralel Desainuji klinis dengan menjadi mendekati normaf maka baru
dilakukan uji parametrik, misalnya uji-t.
memakai dua kelompok (atau lebih)
secara simultan dan paralel. Desain Valid Lihat sahih.
paralel ini lebih sering dipergunakan Validitas,validity Lihat kesahihan.
daripada desain klinis menyilang. Variabel Karakteristik yang berubah dari
Uji McNemar Uji x'zuntuk tabel 2 x 2 satu subyek ke subyek lainnya.
antara 2 kelompok berpasangan. Variabel bebas Variabel yang (dianggap)
Uji non-parametik Uji hipotesis yang menentukan variabel tergantung. Dise-
tidak mengasumsi distribusi observasi. but pula dengan nama variabel inde-
Uji-t Uji hipotesis untuk variabel numerik pendery risiko, prediktor, kausa, faktor.
3 kelompok atau lebih. Variabel dependen Lihat variabel
Uji-t berpasangan Uji-t yang digunakan tergantung.
untuk 2 kelompok berpasangary yakni Variabel dikotom Variabel nominal yang
tiap subyek menjadi kontrol untuk hanya mempunyai 2 nilai (misal: ya-
dirinya, atau pemilihan subyek satu tidak, sembuh-meninggal).
kelompok berdasar pada karakteristik Variabel efek Lihat variabel tergantung.
tiap subyek kelompok lainnya.
Variabel independen Lihat variabel
Uji-t independen Uji-t untuk 2 kelompok bebas.
yang subyeknya dipilih secara teri-sah,
Variabel luar Variabel subyek yang tidak
tidak bergantung kepada pemilihan
diteliti dan tidak berpengaruh terhadap
subyek kelompok lainnya.
asosiasi antara variabel bebas dan
Uii zUji hipotesis untuk membanding- dengan variabel tergantung,
kan suatu rerata dengan rerata normal,
Variabel perancu Variabel yang tidak
atau antara 2 rcrata dengan jumlah sub-
yek yang besar (>30).
diteliti, yang berhubungan dengan
variabel bebas dan variabel tergantun&
Usulan penelitian Rancangan penelitian ia akan sangat mempengaruhi hubungan
tertulis formal. antara variabel bebas dan tergantung.
Tabel angka random Tabel yang memuat Variabel tergantung Variabel yang
angka yang diperoleh semata-mata nilainya merupakan hasil penelitian.
karena variasi acak. Disebut pula dengan banyak nama:
Telaah kritis Pendekatan untuk mem- variabel dependen, outcome, eztent, efek,
baca makalah hasil penelitian dengan kiteion, eoent.
melakukan analisis kritis terutama segi Varians Akar simpang baku, merupakan
metodologis. ukuran dispersi distribusi pada populasi
Transfdrmasi data Proses pengubahan atau sampel.
skala variabef biasanya untuk membuat Variasi Variabilitas pengukuran pada
distribusi nilai yang tidak normal subyek yang sama.
menjadi normal. Transformasi yang

fi

.i
508 Kamusistilah

Wash out peiodDalam desain uji klinis


menyilang yakni periode yang diperlu-
kan untuk memberi kesempatan kepa-
da tubuh mengeluarkan obat sebelum-
nya, sebelum diberikan obat lainnya.
Wilcoxon rank sum test Uji non-
parametrik untuk membandingkan 2
sampel independen dengan data ordi-
nal atau data numerik yang distribu-
sinya tidak normal.
Withdrazoal Subyek yang menarik diri
dari penelitian. Seringkali dianggap
sama dengan drop out.
Yates, koreksi Proses mengurangi
pembilang dengan O5 sebelum melaku-
kan akar
z, nilar z; deviat baku normal: hasil bagi
interval antara nilai pengamatan (x,)
dengan nilai rerata, dibagi dengan nilai
simpang baku (z = (x,-x)/SD.

.r| -jfn
;
Innpirmt 509

LAMPIRANI (a)
Rumus intervol kepercoyoon 95o/o untuk proporsi tunggol (p)

lK95s/6",r =F11.96 F
r/;
p = proporsi; q = 1 - (p); n jumlah subyek

Rumus intervol kepercoyqon untuk bedo 2 proporsi (R,-Rr)

lx96%1p,.prr = (pr .
or,- r,,*.F*P
lJnt n2
p, don prodoloh proporsi podo mosing-mosing kelompok
qr = (l -P,);9, = (i -pr); n, don n, odoloh iumloh subyek podo tiop kelompok

Rumus iniervol kepercoyoon untuk reroto

lKSS%h! =x t{,9Sx $
{n
x = rerotq; SD = sfondord deviolion (simpong boku); n = iumloh subyek

Rumus intervol kepercoyoon untuk bedo 2 reroto (x,-xr)

lK$$9s41,_xr] = { x t " x }} t'l,S x 8E{*.,-*u}

frr - {F{? +4n1 - {psl


ntr +nt -l
sEr*r.*lr =Ex t,ffi
SE = slondord error; s = stondord deviotion gobungon; s, don s, slondord
deviolion
Untuk mosing-mosing reroto; n, don n, odoloh iumloh subyek mosing-mosing
kelompok.

.rl
510 [nmpiran

LATVTPTRAN r (b)

Jumlqh

q*b
Risiko
Tidak

o*c b+d o*b*c*d

RR = risiko relatif = a/(a+b) :c/(c+d)

log.RR -1,96xSE(log.RR) logrRR +1,96xSE(log.RR)

lK95%1pn1=e sampar e

R0 = rasio odds = a/b : c/d

Rumus interval kepercayaan untuk risiko relatif (RR)

tEfieguRR| =
eb +_
e{s +c} b{b +d}
log.R0 -1,96xSE(log.R0) log.R0+1,96xSE(logrRO)

lK95%1ps1=e sampai e

$E{loguHS} =
ft1{{
^J-+-+-+-
\|a b c d

.i
Innptrrn 511

LAMPIRANII
Tobel cngko rqndom

927415 956121 168117 r69280 326569 266541


926937 515107 0t 4658 159944 821115 317592
867169 388342 832261 993050 6394',t 0 698969
867169 542747 032683 13il88 926198 371071
5t 2500 843384 08536r 398488 774767 383382
062454 423050 670884 840940 845839 979662
806702 88r 309 772977 367506 729830 457758
837815 r6363r 622143 938278 231 305 219737
926839 4538s3 767825 284716 916182 467113
8548r 3 731620 978 r 00 5895 r 2 147694 3891 80
851 595 452454 262448 688990 461777 647847
449357 556695 806050 123754 722070 93591 6
1 69il 6 586865 756231 469281 258737 989450
139470 358095 528858 6601 28 342072 581 203
433775 761861 107191 51 5960 7s9056 I 50336
221922 232624 398839 495004 881 970 792001
740207 078048 854928 875559 246288 000144
52s873 7ss998 866034 444933 785944 01 801 6
734815 499711 254256 616625 243045 251 938
773112 463857 281 983 078184 3807s2 492245
63895r 982r55 747821 773030 594005 526828
868888 769341 477611 628714 250645 8s34s4
6l r034 167642 761316 589251 330456 681722
379290 955292 664s49 565401 3208s5 215201
411257 411484 068629 050r 50 r 06933 900095
407167 435509 578642 268724 366564 5l l8l5
895893 438644 330273 590506 820439 976891
986683 8305 r 5 284065 8r3310 554920 111395
335421 8r435r 508062 663801 36500] 924418
927660 293888 507773 97st09 625175 552278
9s75s9 263000 471608 888683 146821 034687
694904 499959 950969 08s327 3526 1 1 335924
863016 494926 871064 665892 076333 990558
8769s8 865769 882966 236535 s41645 8l 9783
6r 98r 3 221175 370697 566925 705564 472934
476626 646911 337167 965652 195448 116729
578292 863854 'r45858 206557 430943 591 I 26
286553 98r 699 232269 8l 9656 86782s 890737
8r 9064 712344 0336r 3 4s7019 478176 342104
383035 043025 201 591 127424 771948 762990

ffi

t
512 Lantpiran

TAMPIRAN III

I. CONTOH RANDOMISASI SEDERHANA

Misolnyo dilokukon rondomisosi sederhono untuk pengoboton 2 kelmpok (A otou B)

Tentukon untuk Kelompok A: ongko 0 sompoi 4


Kelompok B; ongko 5 sompoi 9
Lihotloh podo tobel ongko rondom (Lompiron ll) boris pertomo kolom pertomo, diboco ke
konon:92741 5 956,l 2l 168117 I 69280 dst. Dengon demikion mcko uruton kelompok
odoloh: BABAAB BBBAAA ABBAAB ABBABA don seferusnyo. Lozimnyo owol pembocoon
ongko dilokukon secoro trodisionol, dengon coro meniotuhkon uiung pinsil. Angko terdekot
dengon iotuhnyo uiung pinsil dipokoi sebogoi ongko pertomo.
Untuk 3 kelompok pengoboton (A, B, C)

Kelompok A: ongko I sompoi 3


Kelompok B: ongko 4 somPoi 6
Kelompok C: ongko 7 sompoi 9; oboikon ongko 0.

II. CARA RANDOMISASI BLOK


Misolnyo kelompok perlokukon qdoloh A otou B
Tentukon besor blok, yokni iumloh subyek yong horus terbogi 2 somo besor, misolnyo = 6
Moko iumloh kombinosi = (besor blok)l / (besor blok/2ll (besor blok/2)! = 6l/31 x 3! = 20
I - Tentukon sekuens pengoboton:
Nomor Sekuens Nomor Sekuens Nomor Sekuens Nomor Sekuens
OO.OI AMBBB 25.29 ABABAB 50-54 BAAABB 75.79 BABBAA
05-09 MBABB 30-34 ABABBA 55.59 BAABAB 80-84 BBAAAB
IO-'I4 AABBAB 35-39 ABBAAB 60.64 BAMBB 85.89 BBAABA
I5.]9 MBBBA 40-44 ABBABA 65.69 BABMB 90-94 BBABAA
20-24 ABAABB 45.49 ABBBAA 70.74 BABABA 95-99 BBBAM
2 - Tentukon onko owol dengon meniotuhkon uiung prnsil. Misolnyo terpilih ongko 22. Tentukon
10 ongko 2 digit muloi dori ongko 72ke orah bowoh. Angko 10 diperoleh dengon membogi
iumloh subyek dengon besor blok. Bilo iulmoh subyek = 60 don besor blok 6 moko 60/6 =
10. Misolnyo kesepuluh ongko tersebut odoloh72,23,91 ,87,69,07,75,41 ,82,

3 - Sesuoikqn sekuens pengoboton dengon meruiuk podo tohop l.


(72} BABABA (23} BAAABB (9I) BBABAA (87) BBAABA (69) BABAAB
(07)AABABB (07)AABABB (75) BABBAA (4I )ABBABA (82) BBAAAB
4 - Susunloh sekuens tersebut sesuoi dengon nomor omplop,
No omlop Subyek No omplop Subyek
't B6 A
2A7 B

388 A
4 A9 A
5 B r0 A don selerusnyo

ffi

.r
Innpiran 513

IAMPIRAN lV (q)

Besor sompel uniuk perbondingon 2 proporsi voriqble dikotom

1P' - Pr)
P' otou P, 0,'l 0 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
yong
terkecil

0.20 293 r 38 8r 54 38 29 22 18 14
392 84 1 108 72 51 38 29 23 19

0.25 328 152 88 58 41 30 23 18 14


439 203 117 77 54 40 30 24 19

0.30 356 162 93 60 42 31 23 r8 14


476 217 t2A 80 56 41 31 24 19

0.35 375 I 69 96 61 42 3r 23 l8 14
502 226 128 82 56 41 30 23 18

0.40 387 173 97 61 42 30 22 17 13


5r 8 231 129 82 56 40 29 22 17

0.45 391 173 96 60 41 29 21 16 12


s23 231 'l
28 80 s4 38 28 21 15

0.50 387 . 169 93 58 38 27 19 14


5rI 226 124 77 51 35 25 19

0.55 37 5 162 88 54 35 24 17
502 217 117 72 47 32 22

0.60 356 152 8r 49 31 2t


476 203 r08 65 42 28

0.65 328 138 72 43 27


439 184 96 56 35

0.70 293 120 62 35


392 r 6r 82 46

Sumber: Hulley SB, Cummings SR. Designing clinicol reseorch. Boltimore: Willioms & Wilkins,
r 988.

4e

i
514 Innpiran

IAMPTRAN rV (b)

BESAR SAMPET UNTUK KOEFISIEN KOREIASI

o l -qrqh 0,005 0,025 0,05


c 2-oroh 0,0r0 0,050 0,10

B 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 0,20

0,10 I481 | 162 1047 782 854 6r6

0,20 365 287 259 194 21 1 153

0,30 r58 125 r13 85 92 67

0,40 86 68 62 47 5l 37

0,50 52 42 38 29 3l 23

0,60 34 27 25 t9 21 l6
0,70 23 t9 t7 '13
t4 II
0,80 l5 t3 t2 9 l0 8

Sumber: Hulley SB, Cummings SR, Designing clinicol reseorch. Boltimore: Willioms & Wilkins,
r 988.

.rl .*
t
Penjurus

risk r e duction, 473


Ab solut e Control eaent rate, 472-479
Atfa,292,500 C ona eni ent s amplin 9,100

Alokasi suby ek,58,117,129 Cross-ozter design, 194


Alokasi rcndom,209,213, M3 Cut-offpoint, 230
Analisis interim,2l 1,400
Analisis kesintasan,245-263 D ata dredging 48,41.4,440
actuarial zts product limit,259 Data keras,71
bias pada,260 Data lunak,71
interval kepercayaan pada,259, Definisi operasional,l00
kelebiharu262 Desain penelitian,l04-129
program komputer,260 aplikasi,11.8
skema,251,258 Deviat baku normaf 349,499
uji hipotesis,262 Dimensi variabe7,298
Analisis mulhv afiat,3 42 Disagreement,T'1.
Anova,337 Distribusi 2354
Automatisasi,T9 Double cohort study,177
Drop out,213,375
Baku emas,226,497
B,eta,434,497 Efek carry ooer,195
Bias,459 F,fekorder,l9l
admission rate,460 Effeck mo difi cation, 3 1 5, 499
Berkson,460,498 Effect si2e,267,349
deteksi,498 Estimasi besar sampef 348-382
insidens-prevalens,498 Ersidence-based health policy, 483
Neyman,459 Eoidence-based health technology,AS3
pengukuran 46L Eaidence-based medicine, 4,366-368
prosedur,461,,498 Exp eriment aI eu ent r ate, 472
perancu,462,
B iol o gi c al pl au sibility,32? Fishingexpeilition, 46,414
Frequency matching, 48,41,4
Cara kerja,58,399 Fisher, :uji,340
Cara pemilihan sampel, 94-100
Cara uji klinis yang baik,2S Good clinical practice, 2L5
Check-Iist kelengkapan makalah, 452
Clust u sampling, 98,498 Hipotesis,45
Confounding,299 altematif,45
C onfoun din g by in di c ati on,30 4 a posteriori, S

Consecutioe sampling, 99 apriori, S

il

-t
516 Penjurus

bivariat multipel,441 Konsistensi,3l9


definisi,45 Kriteria eksklusi,ST
syarat,45 Kriteria inklusi,5T
Hubungan dosis,332
Hubungan kausal,462 Lahan penelitiaryT
Hubungan w aktv,3l8, 462 Laporan ilmiah, bentuk umum,394
Laporan kasus,1L0
Identif ikasi v ariab el, 43,\32,299 Laporan penelitiary301-416
Ilmu dan penelitian,l-3 ketepatan numerik,4O3
India idual mat chin 9,307,50L abstrak 396
I nfo r m e d c on s en t,215,38 4 cara kerja,399
Interval kepercayaary 18-28,136-140 daftar pustaka,4L1.
cara penulisan,402,421.-425 diskusi,408
hasil,400
ludgmental sampling 99 IMRAD,395
judul,395
Kai-kuadrat uji,334,337 lampiran 4l2
Kalibrasi alat,7Z nama pengarang,39S
Kaplan-Meie r,255 -261' pendahuluary39T
Kappa,76 statistika,403
Karakteristik ilmu,2 studi kohort 400
Kategorikaf skala68 survei,401
Kemaknaan klinis dan statistika,l2 survival analysis,400
Kesahihan,T0-85 ujiklinis,401
alat ukur nominal,TO uji diagnostik 400
alat ukur numerik,Tl Life table,246
intema dan ekstema, 92 Likelihood ratio,237
konvergen,83 Loss to follow-up, 90,252
kriteria,T3
muka,73 Masalah penelitian, syarat,36
prediktif,T3 sumber,40
variabel absftak,73 Masking,204
Kesalahan acak,74 Matching,154,16\
metodologis,43l
pada uji hipotesis,452 Mat ching o ariabl e,19 4,308
tipe I,358 Meta-analisis,254-285
tipe II,358 kelebihan & keterbatas an,280
Ketersamaran,l88 langkah-langkah,268
jenis,189 pengertian,265
Klasifikasi jenis penelitian,l06 penyajian,275
Kode etika penelitian 38T tujuan,267
sejarah,387 Metode aktuarial,246
Koherensi,320 syarat dan asumsi,251
Kohort,167 Metode deduksi dan induksi,S

ffi

i
Penjurus 517

Metodologi,53-61 eksperimental,l05
Modifikasi efek 315 Penelitian kasus kontrol,1,46-1.66
besar sampel,156
Negatif benar',225 bias pada,L62
Negatif semtt,227 dengan matching,'16L
N egatae predictiae oalue,234 kelebihan & kekurangan,l64
Nested case control study,L68 langkah-langkah pad4 149
Nilai alfa penentuan 32T pengukuran pada,L57
Nilai bet4 penentuart,32T tanpa matchinglLT
Nilai duga,234 Penelitian, klasifikasi, 1 06
negattf,234 Penelitian kohor t,'1,67 -186
posinf,2M analisis has1l,176
Nllaip,329 berganda,177
Nominal, skal468 dengan faktor multipell84
N on-probability sampling, 93 jenis,168
Number needed to treat,474 langkah-langkah p ada,L7 1,
Numerik, skala,58 kelebihan & kekurangarllS4
modifikasi,177
Ordinaf skala,503 pengertian dasar,130
Oaer-matching,l55 prospektif,1.68
retrospektif,l69
Panitia etika penelitian kedokterary385 skema dasar,'169
Patient expected eaent rate,503 Penelitiaru laboratorium, 188
Perkiraan besar sampel,347 -381. lapangan,175
data nominaf3S9 Pengukurary66-87
nominal sampel tunggaf359 pengertian dasar,67
kelompok berpasangan 362 skala,68
kelompok independen 358 variasi,T2
beda proporsi,355 pengulangan pengukuraryTg
beda rerata,3\7 kesahiharyT4
nilai rerata,357 Penulisan hasil penelitian 3gl
proporsi sangat kecil,370 rujukan 4lT
sampel tlnggal,357 Peran desairy1O5
studi kasus-kontrol,366
studi kohort 363 Periode wash out, 195
uji hipotesis rasio odds.367 Perancu,59
Pelatihan pengukur,T8 Plasebo,205
Pemantauan, uji klinis,212 Populasi, definisi, 15
Pemilihan uji hipotesis,323 populasi target, L6
Penelitian deskriptif vs analitik 6 populasi terjangkau,l6
Penelitiary desair954 Population attributable risk,503
analitilg107 Positif benar,225
dasar,l.10 Positif semq225
deskriptif,l0l P ositio e pr e dicitia e a alue,234

&

.t
518 Penjurus

P os ter ior pr ob ability,234 S tr atified r andom s amplin 9,66,505


Power,325 Stlrdi cr o ss - se ctional,ll2-136

Predictiae oalue,234
Prevalens,140 Studi intervensi,58,105,115
P r ob ability s amplin g, 9 4 Subyek yang ditelin,T6
Product linit method,2l5 Sumber variasi pengu.kur an,7 2
Publication bias,270 S ur a iz; aI an aly sis,208,245
Standar error, cara penulisan,402
Regresi multipel,313 Sy st emat ic s amplin 9,103
Randomisasi,200
dalam blok 201 Tabel, cara penulisan,405
cara evaluasi,l.56 Telaah kr1ns,45t-454
sederhana,201 Tersamar hnggal,2O 6,218
dalam strata,2O1 Tersamar ganda,2O 6,21.8
Ran domized mntrolle d trial,188 Tim e s er ie s an aly sis,4.44, 445
Rasio kemungkinan,234 Tinjauan pustak430,40,50-52
Rasio odds,'1,48 Titik potong224,230 -232
Rasio prevalens,113 Trjr* penelitian 34, 49,188,409
Rate of suruioal,249
Recall bias,'1.46 Uj i dia gnostik, 219 -240
Re ci ea er op er at or cura e,23'1, analisis pada,24}
Regresi linear,341 besar sampel pada,238
Regresi logistik3l2 lan gkah-langlah p ada,237
Regresi multipef334 ' pengaruh prevalens,222,233
Relatio e risk r e du ction, 472 struktur dasar,225
Risiko relatif, 148,155 tujtan,221..
Rumusan masalah,433,43 Uj i hipotesis, 323,3 42,3 46
Uji hipotesis multipel,444
Sampel,l93,472 Uji kai-kuadr at,17 6,207,334
cara pemilihan,193 berpasangan,339,43t
definisi,55,90 independen,193,313
keuntungan,69 syarat,338
yang dikehendakL 90,91 Uji kemaknaan 323
Sensilivitas,226,228 Uji klinis,187-218
Seri kasus,110 analisis data,197
besar sampel pada,197
S impl e r and om izat ion,20'1. desain,188
S imple r an do m s amplin g, 91,99 desain menyilang,192
Skala variabel,53,59 desain paralel, 192
Sktung22? explanatory,199
Spesifisitas,21,229 acak terkontrol,lS9
Standardisasi, cara pengukuran, 78 negatif,21.0
Statistik dan parameter, 14 pragmatik 20S
Stratifikasi,171,203 menyilang,194

.*
.{;-Fres;. =--'-.*

Putjurus 519

organisasi,21.4 Validitas ekstema 93,453


pengukuran pada,191 Validitas interna, 93,457
Uji McNemar,196,432 Variabel, definisi,458
Uji mutlak Fisi:her,354,436 bebas,458,504
Uji statistik4103,207 dependery4S8,507
uji-t,7],333 efek,105,130,507
berpasangan,336,434 eoent,105,298,322
independen,329,434 hasil,224
Usulan penelitian 3l-65 independen,22l-223
definisi,3l kausa,22l-223
format,65,269 outcome,22L-223
judul,3214 perancu,222-227
lampiran 58,61 tergantung,221-223
latar belakang35-43 Variasi,5l
sistematika,3l Variabilitas pengukuran,62

il

t
.F,l

You might also like