You are on page 1of 111

TUGAS PSIKOLOGI INDUSTRI

(TINJAUAN MENGENAI INDIVIDU, MENGELOLA


PERBEDAAN, KECERDASAN DAN KEMAMPUAN KOGNITIF)

Disusun Oleh :

Kelompok 1
Erdiana Zukhrotun Nufus (0514040105)
Winda Puspitasari (0514040110)
Husnina Nur Marjani (0514040112)
Juannanda Kresna Akbar (0514040121)
Enggarsari Cahyani (0514040127)

PRORGAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NENEGRI SURABAYA
2017
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
2.1 Aspek Pembentuk Diri............................................................................. 2
2.1.1 Emosi.............................................................................................. 2
2.1.2 Intelegensi.................................................................................. 4
2.1.3 Kepribadian.............................................................................. 10
1) Warisan Biologis (Heredity)..................................................................10
2) Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)...................................11
3) Warisan Sosial (Social Herritage) atau kebudayaan...................................11
2.2 Perbedaan Individu..........................................................................12
2.2.1 Konsep Diri.............................................................................. 12
2.2.2 Self Esteem............................................................................... 23
2.2.3 Self Efficacy................................................................................... 28
2.2.4 Self Monitoring.........................................................................32
2.3 Dimensi Kepribadian........................................................................40
2.3.1 Big Five.................................................................................... 43
Teori Kepribadian Lima Besar (Big Five Personality Traits Model).....................44
1. Openness to Experience (Terbuka terhadap Hal-hal baru)...........................44
2. Conscientiousness (Sifat Berhati-hati).....................................................44
3. Extraversion (Ekstraversi)....................................................................45
4. Agreeableness (Mudah Akur atau Mudah Bersepakat)...............................45
5. Neuroticism (Neurotisme).....................................................................45
2.3.2 Locus Control........................................................................... 46
2.4 Sikap dan Perilaku............................................................................... 50
2.4.3 Perilaku atau Behavior.....................................................................69
2.4.4 Watak.................................................................................... 75
2.4.5 Karakter........................................................................................ 77
3.1 Definsi Perbedaan........................................................................... 84
3.1.1 Tahapan Perbedaan....................................................................84
3

3.2 Mengelola Perbedaan........................................................................88


3.2.1 Tindakan Affirmasi...................................................................89
4.1 Kecerdasan..................................................................................... 89
4.1.1 Kecerdasan Intelegensi (IQ)........................................................96
4.1.2 Kecerdasan Emosional................................................................97
4.1.3 Kecerdasan Spiritual..................................................................98
4.1.4 Cara Mengukur Kecerdasan........................................................99
4.2 Kemampuan kognitif.....................................................................103
4.2.1 Tipologi kognitif gaya jung........................................................103
4.3 Emosi Positif dan Negatif.................................................................106
4.3.1 Pengertian Emosi Positif dan Emosi Negatif..................................106
4.3.1 Mengelola rasa marah..............................................................107
4

2.1 Aspek Pembentuk Diri


2.1.1 Emosi
A. Pengertian Emosi

Dalam konteks ini syamsudin menjelaskan bahwa Emosi adalah


(suatu keadaan perasaan yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar
dan motoris dan di sertai warna afektif baik pada tingkat yang lemah
maupun tingkat yang luas, Emosi juga merupakan setiap keadaan pada
setiap diri seseorang yang disertai warna apektif baik pada tingkat lemah
(dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).
Menurut Crow & Crow di jelaskan bahwa emosi merupakan suatu
keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi atau
berperan sebagai inner adjustment terhadap lingkungan untuk mencapai
kesejahteraan dan keselamatan individu. Emosi merupakan gejala
psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan
gejala-gejala mengenai dan dialami dalam kualitas senang atau tidak
senang dalam berbagai taraf.
Di atas di jelaskan bahwa emosi merupakan warna afektip yang
menyertai setiap keadaan atau prilaku individu, yang dimaksud warna
afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
mengahadapi atau (menghayati) suatu situasi tertentu yang ditimbulkan
oleh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu Contohnya: gembira,
bahagia, putusasa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya.
B. Pengaruh Emosi Terhadap Prilaku Dan Perubahan Fisik Individu

Dibawah ini merupakan contoh tentang pengaruh emosi terhadap


prilaku dan perubahan fisik individu

1) Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas


atas hasil yang telah dicapai .
5

2) Melemahkan semangat, apabila timbul rasakecewa karna


kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini adalah timbulnya
rasa putusasa (frustasi)
3) Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila
sedang mengalami ketegangan emosi dan juga bisa menimbulkan
sikapgugup (nervers) dan gagap dalam berbicara.
4) Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan
irihati.
5) Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap oranglain.

Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani)


individu dapat dijelaskan dengan pemaparan Syamsudin (2006:116)
bahwa ketika emosi tertentu sedang dalam keadaan aktif maka emosi
tersebut akan menimbulkan reaksi tertentu pada bagian-bagian tubuh
tertentu yang tentunya itu akan memberikan suasana tertentu pada fisik.

C. Ciri-Ciri Emosi

Adapun yang menjadi ciri-ciri emosi dari Syamsu yusuf


(2006;116) menjelaskan bahwa emosi sebagai suatu perristiwa
psikologis mengandung ciri sebagai berikut :
a. Lebih bersipat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya,
seperti pengamatan dan berpikir
b. Bersifat pluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan
pancaindra.
6

2.1.2 Intelegensi

Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang


saling keterkaitan. Di mana biasanya individu yang memiliki intelegensi yang
tinggi dia akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan
dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih
keberhasilan.Namun perlu ditekankan bahwa intelegensi itu bukanlah IQ di
mana kita sering salah tafsirkan. Sebenarnya intelegensi itu menurut
Claparde dan Stern adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara
mental terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai macam tes telah dilakukan
oleh para ahli untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Oleh karena itu
banyak hal atau faktor yang harus kita perhatikan supaya intelegensi yang kita
miliki bisa meningkat.

Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu,


Ia akan memberi warna kepada kepribadian, aktivitas serta penampilannya
dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya
Disamping itu emosi juga mengambil peran penting dalam menentukan sikap
individu yang lansung berhubungan dengan suasana hati yang muncul
akibat perbedaan emosi dan dipengaruhi fakor internal dan eksternal.
Sehingga timbul berbagai macam emosi seperti, gembira, marah, sedih, iri
hati, dll.

Respon tubuh terhadap timbulnya emosi yang berlebihan akan


mengakibatkan perubahan tubuh secara fisiologis, sperti denyut jantung
menjadi cepat, muka memerah, peredaran darah menjadi cepat, bulu roma
berdiri dll. Dan bagaimanakh kita dapat memelihara dan memenej emosi.
Meskipun semua orang tahu apa yang dimaksud dengan intelegensi atau
kecerdasan, namun sukar sekali untuk mendefinisikan hal ini secara tepat.
Banyak sekali definisi yang diajukan para sarjana, namun satu sama lain
7

berbeda, sehingga tidak dapat memperjelas persoalan.Banyak pakar psikologi


yang memeberikan definisi Intelegensi.

Claparedese dan Stern memberikan definisi intelegensi adalah


penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. K.
Bluher mendefinisikan intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan
pemahaman atau pengertian. Sedangkan menurut David Wechsler, Intelegensi
adalah kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.Dari definisi di atas, dapat
ditarik kesimpulan yang menjelaskan ciri-ciri dari intelegensi:

Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses


berfikir secara rsional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulakan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berfikir rasional itu.Intelegensi tecermin
dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan
pemecahan masalah yang timbul daripadanya.

Dalam psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan


menggunakan alat-alat psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah
Psikotest. Hasil pengukuran intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan
ukuran tertentu yang dapat menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang
diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotioent).Secara umum kita dapat mengatakan
bahwa intelegensi tidak hanya merupakan suatu kemampuan untuk
memecahkan berbagai persolan dalam bentuk simbol-simbol (seperti dalam
matematika), tetapi jauh lebih luas menyangkut kapasitas untuk belajar
kemampuan untuk menggunakan pengalaman dalam memecahkan berbagai
persoalan, serta kemampuan untuk mencari berbagai alternatif. Contoh
perbuatan yang menyangkut intelegensi: Jika seseorang mengamati taman
bunga, ini adalah persepsi. Tetapi kalau ia mengamati bunga-bunga yang
sejenis atau mulai menghitung, manganalisa, membandingkan dari berbagai
8

macam bunga yang ada dalam taman tersebut, maka perbuatanya sudah
merupakan perbuatan yang berintelegensi.

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi

Pengaruh faktor bawaan

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang


berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ
mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang
tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan
orang tua angkatnya ( + 0,10 + 0,20 ).

Pengaruh faktor lingkungan

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh


karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan
intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah
satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-
rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan
berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).

Stabilitas intelegensi dan IQ

Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum


tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes
intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik
otak.
9

Pengaruh faktor kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan


perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah
matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.

Pengaruh faktor pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang


mempengaruhi perkembangan intelegensi.

Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan


dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-
dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.

Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang


tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai
kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk


menentukan intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat
hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi
adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam
perbuatan intelegensi seseorang.

B. Intelegensi dan IQ

IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ


(Intelegence Quotient) yang hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
10

taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang


secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, IQ menunjukkan ukuran atau
taraf kemampuan intelegensi /kecerdasan seseorang yang ditentukan
berdasarkan hasil test intelegensi. Sedangkan intelegensi adalah merupakan
suatu konsep umum tentang kemampuan individu. Sehingga istilah
intelegensi tidak dapat disamakan artinya dengan

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur


mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological Age
atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar
penghitungan IQ.

MA = Adalah kemampuan lebih yang dimliki individu pada saat itu

CA = Adalah yang seharusnya dimiliki oleh individu pada saat itu

Namun kemudian timbul permasalahan karena MA akan mengalami


stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus bertambah. Masalah
ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang dengan skor
orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut perhitungan
IQ berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal) dan
hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ.

Dengan cara perhitungan seperti ini, maka oramg yang IQ sama


dengan rata-rata kelompok akan memeperoleh nilai 100. nilai yang lebih
tinggi atau lebih rendah dari nilai rata-rata kelompok akan menentukan
posisi IQ orang tersebut dalam kelompok umurnya.

C. Inteligensi, Bakat dan Kreativitas

Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum


individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam
kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat
spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada
11

individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan,


kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah
yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak
dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka
bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini


disebut tes bakatatau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk
mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic
Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational
Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test
adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination
(GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest
Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational
Interest Survey.

Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen


karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif.
Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu
menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa
kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak
mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat
kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu
diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu,
masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata
tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P.


Guilfordmenjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang
bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi
12

hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang


bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau
kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan
akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan
pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti
sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu
pengetahuan.

2.1.3 Kepribadian

A. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian

Setelah memahami tentang pengertian kepribadian dan unsur-


unsurnya, kali ini kita akan mengupas tentang faktor-faktor yang dapat
membentuk kepribadian seseorang. Proses pembentukan kepribadian
seseorang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan setempat. Kebudayaan
setempat yang secara langsung memengaruhi kepribadian seseorang adalah
sebagai berikut:

1) Kebudayaan daerah.
2) Agama yang dianut oleh seseorang.
3) Pekerjaan yang digeluti.
4) Cara hidup yang dijalani.
Adapun pembentukan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut ini.
1) Warisan Biologis (Heredity)

Warisan biologis berpengaruh pada perilaku kehidupan manusia, misalnya


pada pembentukan sifat kepemimpinan, pengendalian diri, sikap, dan
minat. Setiap manusia memiliki sifat biologis yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, walaupun pada dua orang lahir kembar identik.
Adanya perbedaan jenis kelamin, kecerdasan, kekuatan jasmani,
13

kecantikan, dan sebagainya akan dapat berpengaruh pada perbedaan


kepribadian orang-orang yang memilikinya. Banyak ilmuwan berpendapat
bahwa perkembangan potensi warisan biologis dipengaruhi oleh
pengalaman seseorang. Bakat yang dimiliki seseorang memerlukan
anjuran, pengarahan, dan latihan untuk mengembangkan diri melalui
kehidupan bersama dengan manusia lain.

2) Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)

Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia


harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam di mana ia
tinggal. Proses penyesuaian diri pada lingkungan alam mampu mengubah
pola perilaku masyarakat secara keseluruhan.
Contoh:
Nelayan yang hidup di sekitar pantai, logat bicaranyaakan lebih keras
dibandingkan dengan logat bicara petani di pegunungan tinggi. Karena
nelayan harus menyamai suara debur ombak untuk dapat berkomunikasi.
Suasana ini terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga orang
Eskimo yang hidup di daerah kutub memiliki kemampuan beradaptasi
terhadap cuaca dingin.

3) Warisan Sosial (Social Herritage) atau kebudayaan

Manusia, alam, dan kebuadayaan mempunyai hubungan yang sangat erat


dan saling memengaruhi. Sementara itu, kebudayaan sangat berpengaruh
pada perilaku individu dalam pembentukan kepribadiannya.Manusia
sebagai makhluk yang berpikir akan senantiasa menghasilkan kebudayaan
sebagai manifestasi kehidupannya. Manusia berusaha untuk mengubah
alam sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
14

Selain itu, manusia dapat mengubah pegunungan menjadi lahan


pemukiman.

4) Pengalaman hidup dalam kelompok

Sebagai makhluk sosial, manusia senatiasa hidup dalam kelompok-


kelompok, seperti keluarga, RT, dan sekolah. Dengan demikian,
kehidupannya akan dipengaruhi oleh kelompok tersebut. Hal ini mengingat
setiap kelompok pasti memiliki norma, nilai, dan aturan sendiri yang
berbeda dengan kelompok lain. Setiap kelompok pasti memengaruhi
anggota-anggotanya. Setiap kelompok pasti mewariskan pengalaman khas
yang tidak diberikan kelompok lain, sehingga akan muncul kepribadian
khas anggota kelompok tersebut. Kelompok yang menjadi acuan pertama
seorang anak adalah keluarga. Pengalaman hidup dalam keluarga sangat
menentukan perkembangan kepribadian seorang anak. Seorang anak yang
hidup dalam keluarga yang demokratis, akan tumbuh menjadi orang
dengan kepribadian baik dan percaya diri.

2.2 Perbedaan Individu


2.2.1 Konsep Diri
Sebagai sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara
berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya,
mendefinisikan konsep diri sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau
ide tentang konsep diri. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri
mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari konsep diri. Sementara itu,
Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan
gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk.
15

Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana


seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-
cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self,
yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.

Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan
keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater,
1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks
diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap,
perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu
tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri
mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik
pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya,
kegagalannya, dan sebagainya.

Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa


konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan,
pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri
terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi,
bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kemampuan
berpikr seseorang. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk ke pikiran
bawah sadar dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang
pada suatu waktu. Semakin baik atau positif konsep diri seseorang maka
akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri
yang baik/positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal
baru, berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias,
merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan
berpikir secara positif. Sebaliknya, semakin jelek atau negatif konsep diri,
maka akan semakin sulit seseorang untuk berhasil. Sebab, dengan konsep
diri yang jelek/negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri,
takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang,
16

merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berguna, pesimis, serta
berbagai perasaan dan perilaku inferior lainnya.
17

A. Dimensi Konsep Diri


Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-
dimensi konsep diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3
dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-
beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan dimensi utama
dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan
dimensi penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep
diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell image), dimensi penilaian
diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli
lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri dan diri ideal.

1. Pengetahuan.

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang
konsep diri atau penjelasan dari siapa saya yang akan memberi gambaran
tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk
citra. diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan
kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami
atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak
kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira,
bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada
pada diri kita; kemampuan yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan
berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita.
Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup
segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti
saya pintar, saya cantik, saya anak baik, dan seterusnya.

Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan kenyataan
adanya diri yang sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita hanyalah
merupakan rumusan, definisi atau versi subjektif pribadi kito tentang diri
kita sendiri. Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuatu dengan kenyataan
diri kita yang sesungguhnya. Demikian juga, gambaran diri yang kita miliki
18

tentang diri kita seringkali tidak sesuai dengan gambaran orang lain atau
masyarakat tentang diri kita. Sebab, di hadapan orang lain atau masyarakat
kita seringkali berusaha menyembunyikan atau menutupi segi-segi tertentu
dari diri kita untuk menciptakan kesan yang lebih baik. Akibatnya, di masa
orang lain atau masyarakat kita kerap tidal, tampak sebagaimana kita melihat
konsep diri (Centi, 1993). Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga
tidak bersifat permanen, terutama gambaran yang menyangkut kualitas diri
kita dan membandingkannya dengan kualitas diri anggota kelompok kita.
Bayangkan bila Anda memberi gambaran tentang diri Anda sebagai anak
yang pandai karena Anda memiliki nilai tertinggi ketika lulus dari suatu
SMA. Namun, ketika Anda memasuki suatu perguruan tinggi yang sangat
sarat dengan persaingan dan merasakan diri Anda dikelilingi oleh siswa-
siswa dari sejumlah SMA lain yang lebih pandai, maka tiba-tiba Anda
mungkin merubah gambaran diri Anda sebagai mahasiswa yang tidak
begitu pandai.

2. Harapan.

Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan mau diri yang
dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan
tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai
sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa
mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita
sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang
dicita-citakan.

Cita-cita diri (self-ideal) terdiri alas dambaan, aspirasi, harapan,


keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita
inginkan. Tetapi, perlu diingat bahwa cita-cita diri belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya dimiliki seseorang. Meskipun demikian, cita-cita
diri Anda akan menentukan konsep diri Anda dan menjadi faktor paling
penting dalam menentukan perilaku Anda. Hlarapan atau cita-cita diri Anda
19

akan membangkitkan kekuatan yang mendorong Anda menuju masa depan


dan akan memandu aktivitas Anda dalam perjalanan hidup Anda. Apapun
standar diri ideal yang Anda tetapkan, sadar atau tidak Anda akan senantiasa
berusaha untuk dapat memenuhinya.

Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih realistis,
sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi
dan tidak pula terlalu rendah. Adalah sangat tidak realistis.

3. Penilaian.

Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita
sendiri. Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita tentang harga atau
kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990),
setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai
apakah kita bertentangan:

1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa),

2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya
menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang
disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai
konsep diri. Orang yang hidup dengan standar dan harapanharapan
untuk dirinya sendiri yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang
dikerjakannya, dan akan kemana dirinya akan memiliki rasa harga
diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu
jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga
diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami
bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-
acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang.

Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan
stabil. Pemahaman diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan
pengalaman yang terjadi hampir setiap saat. Seorang siswa yang memiliki
20

harga diri tinggi tiba-tiba dapat berubah menjadi rendah diri ketika gagal
ujian dalam suatu mata pelajaran penting. Sebaliknya, ada siswa yang
kurang berprestasi dalam studi dan dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba
merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia berhasil memenangkan suatu
lomba seni atau olah raga.

4. Konsep Diri dan Perilaku

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah


laku seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin
dari keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan
cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang
dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk
melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya Akan menunjukkan
ketidakmampuannya tersebut. Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan
penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu:

Pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri


memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang.
Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya.
Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak
seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang
tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut,
individu mengubah perilaku atau memilih suatu sistem untuk
mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya. Cara
menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran
yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha
mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan likungan sebagai cara untuk
menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya.

Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri


menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas
21

pengalamannya. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya


sangat mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya.
Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu
dengan individu lainnya, karena masing-masing individu mempunyai sikap
dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap
pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap
dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup
disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya.

Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan


sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari
konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974)
menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan-harapan dan evaluasi
terhadap perilaku yang merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang
cemas dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan saya sebenamya
anak bodoh, pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik, sesungguhnya
sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya.
Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai
kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik, Keyakinannya tersebut
mencerminkan sikap dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri.
Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan
tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.
Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak
mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti,
1988).

5. Konsep Diri dan Prestasi Belajar

Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep


diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972)
misalnya, mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan
hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar di
22

sekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi


yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki
penilaian diri yang tinggi, serta menunjukkan hubungan antarpribadi yang
positif pula. Mereka menentukan target prestasi belajar yang realistis dan
mengarahkan kecemasan akademis dengan belajar dengan belajar keras dan
tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka selalu diarahkan pada kegiatan
akademis. Mereka juga memperlihatkan kemandirian dalam belajar,
sehingga tidak tergantung kepada guru semata.

Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar,


Fink (dalam Burns, 1982) melakukan penelitian dengan melibatkan sejumlah
siswa laki-laki dan perempuan yang dipasangkan berdasarkan tingkat
inteligensi mereka. Di samping itu mereka digolongkan berdasarkan prestasi
belajar mereka, yaitu kelompok berpretasi lebih (overachievers) dan
kelompok berprestasi kurang (underachievers). Hal penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsep diri antara siswa yang
tergolong overachiever dan underachiever.

Siswa yang overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif,


dan hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar terlihat jelas
pada siswa laki-laki. Penelitian Walsh (dalam Burns, 1982), juga
menunjukkan bahwa siswa-siswa yang tergolong underchiever mempunyai
konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik
kepribadian; 1) mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir; 2)
melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan
bersikap menentang; 3) tidak mampu mengekspresikan perasaan dan
perilakunya.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut jelas bahwa konsep dan


prestasi belajar siswa di sekolah mempunyai hubungan yang erat. Siswa
yang berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep diri yang beda dengan
siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi rendah akan
23

memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan


dan kurang dapat melakukan penyesuaian diri yang kuat dengan siswa lain.
Mereka juga cenderung memandang orang-orang di sekitarnya sebagai
lingkungan yang tidak dapat menerimanya.

Siswa yang memandang dirinya negatif ini, pada gilirannya akan


menganggap keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang
dimilikinya, melainkan lebih mereka kebetulan atau karena faktor
keberuntungan saja. Lain halnya dengan siswa yang memandang dirinya
positif, akan menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan karena
faktor kemampuannya.

6. Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik

Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak
dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak
memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak
memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian
apa pun terhadap diri kita sendiri.

Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang


berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan,
pengalaman, dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Sikap dan respons
orangtua serta lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk
menilai siapa dirinya. Anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola
asuh yang keliru atau negatif, seperti perilaku orangtua yang suka memukul,
mengabaikan, kurang memberikan kasih sayang, melecehkan, menghina,
tidak berlaku adil, dan seterusnya, ditambah dengan lingkungan yang kurang
mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini adalah
karena anak cenderung menilai dirinya berdasarkan apa yang ia alami dan
dapatkan dari lingkungannya. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik
24

dan positif, maka anak akan merasa dirinya berharga, sehingga


berkembangan konsep diri yang positif.

7. Implikasi Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap


pendidikan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep diri


merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan psikososial
peserta didik. Konsep diri memengaruhi perilaku peserta didik dan
mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan
prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami permasalahan di
sekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh
sebab itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, guru
perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan
konsep diri peserta didik. Berikut ini akan diuraikan beberapa strategi yang
mungkin dapat guru dilakukan guru dalam mengembangkan dan
meningkatkan konsep diri peserta didik.

1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam


mengembangkan konsep diri yang positif, siswa perlu mendapat
dukungan dari guru. Dukungan guru uru. ini dapat ditunjukkan dalam
bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan
empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat pula berupa
dukungan penghargaan (esteem support), seperti melalui ungkapan
hormat (penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan untuk maju
atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa dan
perbandingan positif antara satu siswa dengan siswa lain. Bentuk
dukungan ini memungkinkan siswa untuk maju membangun perasaan
memiliki harga diri, memiliki kemampuan atau kompeten dan berarti.

2. Membuat siswa merasa bertanggungjawab. Memberi kesempatan


kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat
25

diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada


siswa. Tanggung jawab ini akan mengarahkan sikap positif siswa
terhadap konsep diri, yang diwujudkan dengan usaha pencapaian
prestasi belajar yang tinggi serta peningkatan integritas dalam
menghadapi tekanan sosial. Hal ini menunjukkan pula adanya
pengharapan guru terhadap perilaku siswa, sehingga siswa merasa
dirinya mempunyai peranan dan diikutsertakan dalam kegiatan
pendidikan.

3. Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara


menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan
yang dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa
pada dasarnya memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum
dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap
kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif
terhadap kemampuan dirinya.

4. Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam


upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa
untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin,
yakni tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Penetapan tujuan yang realistis ini dapat dilakukan dengan mengacu
pada pencapaian prestasi di masa lampau. Dengan bersandar pada
keberhasilan masa lampau, maka pencapaian prestasi sudah dapat
diramalkan, sehingga siswa akan terbantu untuk bersikap positif
terhadap kemampuan dirinya sendiri.

5. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. pada saat


mengalami kegagalan, adakalanya siswa menilainya secara negatif,
dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Untuk
menghindari penilaian yang negatif dari siswa tersebut, guru perlu
membantu siswa menilai prestasi mereka secara realistis, yang
26

membantu rasa percaya akan kemampuan mereka dalam menghadapi


tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi belajar di kemudian
hari. Salain satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara
realistis adalah dengan membandingkan prestasi siswa pada masa
lampau dan prestasi siswa saat ini. Hal ini pada gilirannya dapat
membangkitkan motivasi, minat, dan sikap siswa terhadap seluruh
tugas di sekolah.

6. Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya


lain yang harus dilakukan guru dalam membantu mengembangkan
konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dorongan kepada
siswa agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Ini adalah
penting, karena perasaan bangga atas prestasi yang dicapai merupakan
salah satu kunci untuk menjadi lebih positif dalam memandang
kemampuan yang dimiliki.

2.2.2 Self Esteem

A. Pengertian Self Esteem

Self esteem (harga diri) merupakan istilah yang digunakan dalam


psikologi untuk mencerminkan seseorang dengan dimensi evaluasi
yang menyeluruh dari diri. Harga diri meliputi keyakinan dan emosi.
Jadi, self esteem dapat diartikan sebagai suatu perasaan dimana
seseorang merasa bahwa dirinya berharga dan merasa bangga
terhadap dirinya atau dapat dikatakan seberapa besar kita menyukai
diri kita sendiri. Semakin kita menyukai diri kita sendiri, maka
tingkat self esteem kita akan tinggi. Self esteem yang tinggi itulah
yang akan mendorong diri kita, hubungan kita dengan orang lain, dan
tingkat kepercayaan diri kita.
27

B. Ciri-Ciri Self Esteem

Self Esteem di bedakan menjadi dua kondisi yaitu strong / kuat dan
week / lemah. Orang yang mempunyai self esteem yang kuat akan
mampu membina relasi yang baik dan sehat dengan orang lain ,
bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil.

Ciri ciri orang yang mempunyai self esteem yang kuat adalah :

Self Confidence / percaya diri.


Goal Oriented / mengacu hasil akhir.
Appreciative / menghargai.
Contended / puas atau senang.

Ciri-Ciri orang yang memiliki self esteem lemah / weak adalah :

Critical / mencela.
Self-sentred / mementingkan diri sendiri.
Cintical / sinis atau suka mengolok-olok.
Diffident / malu-malu.

C. Karakteristik Self Esteem

- Karakteristik Individu Dengan Self Esteem Yang Tinggi

1) Merasa puas dengan dirinya


2) Bangga dengan dirinya sendiri
3) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik
4) Menanggapi pujian dan kritik sebagai masukan
5) Dapat menerima kegagalan dan bangkit dari kekecawaan akibat
kegagalan
6) Memandang hidup secara positif dan dapat mengambil nilai
positif dari tiap hal
7) Menghargai tanggapan orang lain sebagai umpan balik untuk
memperbaiki diri
8) Optimis
9) Mudah berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang
lain
10) Berani mengambil resiko
28

11) Bersikap positif pada orang lain


12) Memiliki pendirian tetap

- Karakteristik Individu Dengan Self Esteem Yang Rendah


1. Merasa tidak puas dengan dirinya
2. Ingin menjadi orang lain atau ingin berada di posisi orang lain
3. Lebih sering mengalami emosi yang negative
4. Sulit menerima pujian, tapi terganggu oleh kritik
5. Sulit menerima kegagalan dan kecewa berlebh saat gagal
6. Memandang hidup dan berbagai kejadian dalam hidup sebagai
hal yang negative
7. Menganggap tanggapan orang lain sebagai kritik yang
mengancam
8. Membesar-besarkan peristiwa negative yang pernah dialaminya
9. Sulit untuk berinteraksi, berhubungan dan percaya pada orang
lain
10. Pesimis
11. Menghindar dari resiko

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Diri (Self Esteem)

Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang mempengaruhi


harga diri, yaitu:

1. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri


seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan
individu yang bersangkutan, contohnya orang tua dan keluarga. Keluarga
merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali terjadi dalam
kehidupan seseorang.
2. Kelas Sosial dan Kesuksesan. Kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari
pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekarjaan
yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih mewah akan dipandang lebih sukses di mata masyarakat.
Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini
bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.
29

3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman.Kesuksesan


yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga diri secara langsung
melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang
oleh individu.
4. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat meminimalisasi
ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya.

E. Cara Meningkatkan Self Esteem

1. Examine Your True Value

Yakinkanlah pada diri anda bahwa anda adalah unik dari


karya yang agung sang Pencipta. Tampillah dengan tampilan
terbaik anda setiap hari. Jika anda mulai menghargai dan
mengagumi diri anda,maka orang lain akan melakukan hal
yang sama.

2. Do Not Compare to Others

Konsep kesuksesan bukanlah dengan membandingkan prestasi


orang lain dengan prestasi kita, tetapi membandingkannya
dengan pencapaian kita yang sebelumnya. Tentukanlah apa
yang berharga dan janganlah mengukur kesuksesan anda
dengan pengukur kesuksesan orang lain.

3. Re-Programming Your Mind

Sikap dan tindakan seseorang dapat berubah sejalan dengan


informasi yang diterima ke dalam pikirannya. Jadi, bagaimana
anda dapat mengarahkan pikiran anda akan sangat berguna
untuk meningkatkan citra diri anda dan juga akan membawa
anda pada kesuksesan yang lebih tinggi.

4. Creating Positive Environment


30

Jangan membiarkan orang lain yang menentukan pendapat


anda terhadap diri anda sendiri. Kebahagiaan seseorang dapat
terwujud ketika ia melakukan hal-hal yang membuat citra
dirinya positif. Jadi, anda lah yang harus memegang kendali
citra diri positif anda.

5. Always Remember Your Past Success

Ingatlah kesuksesan anda di masa lalu yang dapat membuat


anda merasa bangga, gunakan kesuksesan itu sebagai batu
lompatan untuk mencapai kesuksesan yang berikutnya.

6. Talk Positive to Yourself

Afirmasi positif terbukti dapat meningkatkan semangat dan


citra diri seseorang, contohnya seseorang dapat menggunakan
kata-kata positif buatannya sendiri seperti saya pasti bisa.

7. Action

Self esteem yang tinggi tidak akan didapatkan jika anda


menghindar dari setiap tantangan yanga ada dalam hidup anda.
Untuk memperoleh self esteem yang tinggi tidak hanya cukup
dengan berkata-kata positif pada diri anda, tetapi anda harus
mengambil tindakan, hadapi ketakutan akan kegagalan, dengan
demikian rasa percaya diri akan tumbuh dan citra diri positif
akan muncul dalam diri anda sehingga anda akan
memperoleh self esteem yang tinggi.

2.2.3 Self Efficacy

A. Pengertian Efikasi Diri


31

Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi


diri (self-efficacy). Ia mendefenisikan bahwa efikasi dirii adalah
keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan
tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu.47 Sementara itu, Baron dan Byrne (1991) mendefenisikanan
efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau
kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan,
dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa
efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk
menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Meskipun Bandura
menganggap bahwa efikasi diri terjadi pada suatu kemampuan
fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain telah membedakan
efikasi diri khusus dari efikasi diri secara umum atau generalized self-
efficac efikasi diri secara umum menggambarkan suatu penilaian dari
seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada
situasi yang beraneka ragam.Efikasi diri secara umum berhubungan
dengan dengan harga diri atau self-esteemkarena keduanya
merupakan aspek dari penilaian dari yang berkaitan dengan
kesuksesan atau kegagalan seseorang sebagai seorang
manusia.Meskipun demikian, keduanya juga memiliki perbedaan,
yaitu efikasi diri tidak mempunyai komponen penghargaan diri
seperti self-esteem. Harga diri ( self-esteem) mungkin suatu sifat yang
menyemarakkan; efikasi diri selalu situasi khusus dan hal ini
mendahului aksi dengan segera. Sebagai contoh, sesorang bisa
memiliki efikasi diri secara umum yang tinggi, dia mungkin
menganggap dirinya sanggup dalam banyak situasi. namun,
memiliki harga diri yang rendah karena dia percaya bahwa dia tidak
memiliki nilai pokok pada hal yang dikuasai.
32

Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya


adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau
penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan
kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu
yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia,
efikasi diri tidak berkaitann dengan kecakapan yang dimiliki, tapi
berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat
dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya.
Efikasi diri menekannkan pada komponen keyakinan diri yang
dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang
mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh
dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-
musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri berkombinasi
dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel
personal lainnya, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan
perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi
dan perilaku seseorang. Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi
diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di antatara individu
dengan kemampuan yang sama kaena efikasi diri memengaruhi
pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha
(Judge dan Erez, 2001).Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa
mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian
di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah
menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala
sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan
efikasi yang rendah cenderung mudah menyerah. Sementara dengan
orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk
mengatasi tantangan yang ada. Hal senada juga di ungkapkan oleh
Gist, yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri memainkan
satu peran penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk
33

menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan


pencapaian tujuan tertentu.Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri
memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap
bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih dari seratus
penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan
produktivitas pekerja. ketika masalah-masalah muncul, perasaan
efikasi diri yang kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan
mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan
kegigihan menghasilkan prestasi. Judge dkk, menganggap bahwa
efikasi diri ini adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk
melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (Judge
dan Bono,2001). Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan
tentang diri atausel-knowledge yang paling berpengaruh dalam
kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut
memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya
perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum keyakinan
seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam
situasi yang muncul dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan
dengan kecakapan yang ia miliki seberapa aspek dari kognisi dan
perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan
berbeda dengan individu yang lain.

B. Aspek-Apek Efikasi Diri


Menurut Bandura (1997), efikasi diri pada diri tiap individu akan
berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga
dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut.
1. Dimensi tingak level (level)
34

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika


individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu
dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas
pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi
tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan
yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang
dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki
implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar
batas kemampuan yang di rasakannya.

2. Dimensi kekuatan (strength)


Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan
atau pengharapan individu mengenai kemampuannya.
Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-
pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan
yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam
usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang
kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung
dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan
tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk
menyelesaikannya.

3. Dimensi generalisasi (geneality)


Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang
mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu
dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah
terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada
serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.
35

2.2.4 Self Monitoring

A. Pengertian Self monitoring

Self monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan


konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep
pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Teori tersebut
nenitikberatkan perhatian pada kontrol diri individu untuk
memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam
melakukan interaksi sosial (Shaw & Constanzo, 1982). Individu baik
secara sadar maupun tidak sadar memang selalu berusaha untuk
menampilkan kesan tertentu mengenai dirinya terhadap orang lain
pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Baron & Byrne (2004) self monitoring merupakan
tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi
eksternal dan reaksi orang lain (self monitoring tinggi) atau atas dasar
faktor internal seperti keyakinan, sikap, dan minat (self
monitoring rendah). Berdasarkan berbagai pendapat yang telah
dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa self monitoring merupakan kemampuan individu dalam
menampilkan dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan
petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk
yang ada di sekitarnya guna mendapatkan informasi yang diperlukan
untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang
dihadapi dalam lingkungan sosialnya.

B. Ciri-ciri Self monitoring


Berdasarkan teori self monitoring, sewaktu individu akan
menyesuaikan diri dengan situasi tertentu, secara umum menggunakan
36

banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self monitoring rendah)


ataupun di sekitarnya (self monitoring tinggi) sebagai informasi.
Individu dengan self monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra
diri yang positif dihadapan orang lain. Menurut Snyder & Monson
(Raven & Rubin, 1983).seorang individu yang memiliki self
monitoring tinggi cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan
menggunakan informasi yang diterimanya.Hal ini mencerminkan
bahwa individu yang mempunyai self monitoring tinggi biasanya
sangat memperhatikan penyesuaian tingkah lakunya pada situasi sosial
dan hubungan interpersonal yang dihadapinya. Snyder (Baron &
Byrne. 1997: 169) menambahkan bahwa individu dengan self
monitoring tinggi mampu untuk rnenyesuaikan diri pada situasi dan
mempunyai banyak teman serta berusaha untuk menerima evaluasi
positif dari orang lain. Singkatnya, individu dengan self
monitoringtinggi cenderung fleksibel, penyesuaian dirinya baik
dan cerdas sehingga cenderung lebih cepat mempelajari apa yang
menjadi tuntutan di lingkungannya pada situasi tertentu (Wrightsman
& Deaux,1981). Selanjutnya Snyder & Cantor (Fiske & Taylor, 1991)
menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi juga sangat
sensitif terhadap norma sosial dan berbagai situasi yang ada di
sekitarnya sehingga dapat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Hal ini mencerminkan bahwa individu
dengan self monitoring yang tinggi cenderung peka terhadap aturan
yang ada di sekitar dirinya sehingga selain berusaha untuk
menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan situasi (Brehm & Kassin,
1993).
Sejalan dengan pendapat tersebut. Hoyle & Sowards (Baron & Byrne,
1997) menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi
cenderung melakukan analisis terhadap situasi sosial dengan cara
37

membandingkan dirinya dengan standar perilaku sosial dan berusaha


untuk mengubah dirinya sesual dengan situasi saat itu. Individu
dengan self monitoring rendah memiliki ciri-ciri yang berkebalikan
dengan individu yang memiliki self monitoring tinggi.
Individu yang mempunyai self monitoring rendah lebih mempercayai
informasi yang bersifat internal.
Tidak mengherankan apabila individu ini menjadi cenderung
memegang teguh pendiriannya dan tidak mudah dipengaruhi oleh hal-
hal yang berasal dan luar dirinya sehingga kurang berhasil dalam
melakukan hubungan sosial (Baron & Byrne, 2004). Hal ini
mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring rendah tidak
berusaha untuk meugubah perilakunya sesuai dengan situasi dan tidak
tertarik dengan informasi-informasi sosial dari lingkungan di
sekitarnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
individu yang memiliki self monitoring tinggi menunjukkan ciri-ciri
tanggap terhadap tuntutan lingkungan di sekitarnya, memperhatikan
informasisosial yang merupakan petunjuk baginya untuk menampilkan
diri sesuai dengan informasi dan petunjuk tersebut, mempunyai
kontrol yang baik terhadap tingkah laku yang akan ditampilkan,
mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berperilaku
dalam situasi-situasi yang penting dan mampu mengendalikan diri,
menjaga sikap, perilaku serta ekspresif. Sebaliknya, individu yang
memiliki self monitoring rendahmenunjukkan ciri-ciri kurang tanggap
terhadap situasi-situasi yang menuntutnya untuk menampilkan dirinya,
kurang memperhatikan pendapat orang lain dan kurang
memperhatikan informasi sosial, kurang dapat menjaga dan tidak
peduli dengan kata orang lain, kurang berhasil dalam menjalin
hubungan interpersonal, perilaku dan ekspresi diri lebih dipengaruhi
oleh pendapat dirinya pada situasi sekitarnya.
38

3. Aspek-Aspek Self monitoring


Menurut Snyder (Shaw & Constanzo, 1982) self
monitoring mempunyai aspek yang meliputi:
a. Kesesuaian lingkungan sosial dengan presentasi diri seorang
individu berarti menyesuaikan peran seperti yang diharapkan
orang lain dalam situasi sosial.
b. Memperhatikan informasi perbandingan sosial sebagai
petunjuk dalam rnengekspresikan diri agar sesuai dengan
situasi tertentu berarti memperhatikan informasi eksternal yang
berasal dan lingkungan sekitarnya sebagai pedoman bagi
dirinya dalam berperilaku.
c. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri
berarti berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan
mengubah perilakunya.
d. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya
pada situasi-situasi khusus berarti mampu untuk menggunakan
kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi yang penting.
e. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi
diri pada situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi
di lingkungan sosialnya berarti tingkah lakunya bervariasi pada
berbagai macam situasi di lingkungan sosial.

Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:


- Expressive self control
1. Acting. termasuk didalamnya kemampuan untuk
bersandiwara, berpura-pura, dan melakukan kontrol
ekspresi baik secara verbal maupun non verbal serta
kontrol emosi. Penderita memperlihatkan perilakunya
seperti orang yang tidak menderita diabetes
mellitus dengan makan dan minum yang dilakukan oleh
orang yang tidak menderitadiabetes mellitus.
39

2. Entertaining. yaitu menjadi penyegar suasana. Penderita


bersikap humoris tanpa ada perasaan tertekan akibat
penyakit yang dideritanya. Penderita diabetes
mellitusmengabaikan kondisinya dan berperilaku seperti
penderita diabetes mellitus pada saat berinteraksi dengan
orang lain.
3. Berbicara di depan umum secara spontan. Penderita
memiliki rasa percaya diri tinggi, sehingga dapat
berperan pada saat berinteraksi dengan orang lain.

- Social Stage Presence. yaitu kemampuan untuk bertingkah laku


yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk
mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik
perhatian sosial. Ciricirinya adalah:
1. Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian.
Penderita diabetes mellitus tidak merasa tertekan dengan
keadaannya sehingga dapat selalu tampil di muka umum
secara wajar.
2. Suka melucu. Penderita diabetes mellitus dapat bersikap
humoris pada saat berinteraksi dengan orang lain.
3. Suka menilai kemudian memprediksi secara tepat pada
suatu perilaku yang belum jelas. Penderita diabetes
mellitus dapat memahami orang lain sehingga mudah
dalam berkomunikasi dengan orang lain.

c. Other directed selfpresent. yaitu kemampuan untuk


memainkan peran seperti apa yang diharapkan oleh orang lain
dalam suatu situasi sosial, kemampuan untuk menyenangkan
orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang
dihadapi. Ciri-cirinya adalah:
40

1. Berusaha untuk menyenangkan orang lain.


Penderita diabetes mellitus berusaha untuk dapat
memotivasi orang lain dengan mengabaikan keadaan
dirinya.
2. Berusaha untuk tampil menyesuaikan diri dengan orang
lain (conformity). Penderitadiabetes mellitus tidak
bersikap konfrontatif pada saat berinteraksi dengan orang
lain.
3. Suka menggunakan topeng untuk menutupi perasaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-


aspek self monitoringmeliputi: expressive self control, social
stage presence dan other directed self presen.

Suatu himpunan manusia dapat disebut sebagai kelompok


social apabila memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
a. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan
sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
b. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan
anggota yang lainnya.
c. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga antara
mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib
yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama,
ideologi politik yang sama dan lain-lain.
d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.
e. Bersistem dan berproses (Soekanto, S. 2001)
Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat
terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma
masyarakat. Norma-norma yang ada dalam masyarakat, mempunyai
kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Untuk membedakan kekuatan
41

mengikat dari norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya


empat pengertian tentang norma-norma dalam masyarakat, yaitu
(Soekanto, 2001).
1) Cara (usage), yang menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan
misalnya setiap orang mempunyai cara-cara tersendiri untuk
minum pada waktu bertemu orang. Penyimpangan terhadap cara
(usage) tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi
hanya sekedar celaan dari individu yang berhubungan.
2) Kebiasaan (folkways), yang menunjuk pada perbuatan yang
diulangulang dalam bentuk yang sama misalnya kebiasaan
menghormati orang tua.
3) Tata kelakuan, yang menunjuk pada kebiasaan-kebiasaan yang
tidak hanya dipandang sebagai perilaku, tetapi diterima
sebagai mores atau tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan
sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan
sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar oleh
masyarakat.
4) Adat istiadat, yang menunjuk pada tata kelakuan yang telah
terintegrasi dengan pola-pola perilaku masyarakat. Sanggota
masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi
keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlukan.
a. Contohnya adat dalam perkawinan.
b. Norma-norma tersebut di atas, setelah mengalami suatu proses,
pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga
kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan,
yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk
menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Norma
tersebut dikenal masyarakat, diakui, dihargai dan kemudian ditaati
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola
perilaku ataupaterns of behavior. Pola-pola perilaku merupakan
cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan
42

harus diikuti oleh semua anggota masyarakat bertindak atau


berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggita
masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku dab norma-norma yang
dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain dinamakan social organization)
(Soekanto, 2001). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
bahwa bentuk pergaulan sosial, kebutuhan sosial (Wrightsman &
Deaux, 1993), serta latar belakang budaya merupakan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi self monitoring seseorang.

2.3 Dimensi Kepribadian

Seseorang mempunyai suatu kebiasaan buruk pada dirinya sendiri,


yaitu : suka meminta orang lain menilai seperti apa dirinya yang sebenarnya.
Dan biasanya penilaian orang lain itu kebanyakan adalah hal-hal yang bersifat
negatif, karena memang lebih mudah melihat sisi negatif orang lain daripada
sisi positifnya. Tapi itu sebenarnya tidak menjadi masalah, karena ia juga
butuh penilaian negatif agar dapat melihat kekurangan-kekurangan apa saja
pada diri ia yang mungkin dapat diperbaiki. Penilaian negatif itu bermacam-
macam, misalnya : kurang mempunyai ikatan emosional dengan teman-teman,
cenderung tertutup jika ada masalah, introvert, dan jarang mempercayai orang
lain.

Semua yang diatas dapat kita lihat pada suatu makhluk yang ada pada
SEMUA manusia yang bernama Personality (Kepribadian). Personality
berasal dari kata dalam bahasa Latin : Persona, yang berarti Mask (Topeng).
Mengapa topeng ? Jawabannya sangat banyak, tetapi ada yang mengatakan
bahwa apa yang dinamakan Kepribadian seseorang sebenarnya adalah suatu
selubung atau tabir yang menutupi apa yang sebenarnya ada dalam jiwa
seseorang. Kepribadian yang ditampilkan sebenarnya adalah sesuatu yang
43

telah dimodifikasi oleh individu (sadar dan tak sadar) agar sesuai dengan
harapan lingkungan. Dari sekian banyak definisi tentang Personality (yang
membuat ia sendiri pusing) ada satu definisi yang, menurut dia mendekati
atau menggambarkan secara keseluruhan seperti apa Personality itu, yaitu
yang dikemukakan oleh Gordon W Allport :

Personality Is The Dynamic Organization Within The Individual Of


Those Psychophysical Systems That Determine His Unique Adjustments
To His Environment

Dalam tahapan lebih lanjut Allport membagi studi psikologi mengenai


Personality dalam 2 bagian besar yaitu :

1 Nomothetic, yang memahami kepribadian dalam differential psychology


(membedakan karakter dan kepribadian tiap orang), dan
2 Idiographic, yang mencoba memahami keunikan tiap individu
berdasarkan karakternya.

Begitu banyaknya teori-teori di seputar Personality bisa saja membuat


orang memahami kepribadian hanya sepotong-sepotong. Misalnya saja seperti
contoh seseorang diatas : Introvert, yang dilawankan dengan Ekstrovert. Atau
juga melihat pembagian kepribadian kuno (yang aslinya dilakukan oleh
Galenus) yang menggunakan cairan dalam tubuh sebagai penanda
temperamen seseorang : Phlegmatic, Sanguinic, Melancholic, dan Choleric.
Itu hanyalah suatu usaha untuk melakukan suatu klasifikasi agar memudahkan
kita menggolongkan seseorang. Dan teori-teori kepribadian juga biasanya
menggolongkan individu dalam suatu type kerpibadian tertentu agar mudah
dilakukan penelitian.

1. CONSCIOUS | UNCONSCIOUS
44

Sadar dan tak sadar adalah dimensi yang sejak lama ada dalam teori
kepribadian. Para pendukung Psikoanalisis (Freud, Jung, Horney) adalah
orang-orang yang menekankan bahwa kepribadian dikontrol oleh proses yang
tidak disadari. Sementara Psikologi Aliran Humanisme menekankan pada
faktor kesadaran sebagai pembentuk kepribadian (Allport, Rogers, Maslow).

2. HEREDITY | ENVIRONMENT

Pada dasarnya hampir semua teori kepribadian mengakui peran faktor


keturunan sebagai penentu kepribadian sseorang. Tetapi kalangan Behaviorist
mengatakan bahwa kepribadian dapat dipahami tanpa harus
mempertimbangkan faktor genetis dan biologis. Rogers & Bandura
menekankan pada lingkungan sosial, dimana kepribadian adalah suatu proses
belajar sosial seseorang.

3. ACQUISITION | PROCESS OF LEARNING

Teori Behaviorisme lebih menekankan pada proses belajar yang membentuk


suatu kerpibadian, yaitu cara bagaimana suatu tingkah laku dimodifikasi. Dan
biasanya teori-teori kepribadian mengakui peran proses belajar dalam
pembentukan suatu kepribadian. Walaupun demikian, ada beberapa teorist
yang juga menekankan pada acquisition of behavior, misalnya Cattel dan
Murray.

4. PAST | PRESENT

Sigmund Freud adalah pendiri Psikoanalisis yang mengatakan bahwa


kepribadian adalah hasil dari bentukan masa lalu, yaitu masa 5 tahun pertama
kehidupan. Setelah masa itu, kepribadian hanyalah ulangan atau fiksasi dari
apa yang didapat dulu. Dan pandangan ini menjadi pegangan dalam aliran
psikoanalisis. Sementara Lewin dan Alport mengatakan bahwa yang
terpenting dari kepribadian bukanlah masa lalu tetapi masa kini.
45

5. PERSON | SITUATION

Dimensi ini menekankan pada proses dimana kepribadian itu terbentuk.


Penekanan pada Person berarti kepribadian adalah bentukan dari inner process
yang terjadi dalam diri individu, sementara penekanan pada Situation berarti
bahwa kepribadian adalah bentukan dari faktor lingkungan sosial dimana
individu itu berada. Walaupun demikian ada juga yang menjadikan kedua
dimensi itu sebagai dasar pembentukan suatu kepribadian. Fromm & Skinner,
misalnya, menekankan pada faktor sosiokultural dalam kepribadian,
sementara Sheldon dan Binswanger lebih menekankan pada faktor biologis
internal dalam diri individu.

6. HOLISTIC |ANALITIC

Dimensi holistik menyaratkan bahwa suatu tingkah laku hanya dapat


dimengerti berdasarkan konteksnya, dan juga segala sesuatu yang dilakukan
oleh individu berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis dan biologisnya.
Sementara dimensi analitik berpendapat bahwa suatu tingkah laku bisa saja
dipelajari dan didapat secara terpisah dari tingkah laku yang lainnya. Mereka
yang beraliran analitik misalnya adalah Lewin dan Binswanger.

7. NORMAL | ABNORMAL

Banyak juga teori kepribadian yang menekankan pada abnormalitas suatu


kepribadian. Dengan mempelajari abnormalitas itu maka pemahaman tentang
orang normal dapat diperoleh. Perbedaan normal/abnormal dapat dilihat
secara kualitatif yaitu melihat seberapa jauh hal-hal patologis dalam
kepribadian itu berbeda dari yang normal. Allport dan Cattel, misalnya,
menekankan pada orang-orang normal.
46

2.3.1 Big Five

Pada dasarnya, Kepribadian atau Personality dapat didefinisikan


sebagai keseluruhan cara dimana seseorang bereaksi dan berinteraksi
dengan lingkungan ataupun individu lainnya. Faktor-faktor yang
menentukan kepribadian seseorang dapat berasal dari keturunan yaitu faktor
genetis seorang individu dan Faktor Lingkungan dimana orang tersebut
dibesarkan seperti norma keluarga ataupun teman-teman dan kelompok
sosial. Banyak penelitian dan Teori yang dikemukakan oleh para ahli, salah
satu Teori Sifat Kepribadian yang paling sering digunakan dalam dunia kerja
adalah Teori Sifat Kepribadian Model Lima Besar atau Big Five
Personality Traits Model yang dikemukakan oleh Seorang Psikolog
terkenal yaitu Lewis Goldberg. Teori Sifat Kepribadian Model Lima Besar
atau Big Five Personality Traits Model tersebut terdiri dari 5 dimensi kunci
yaitu Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness dan
Neuroticism. Untuk mempermudah mengingatnya, kita dapat menggunakan
huruf pertama dari masing-masing dimensi menjadi singkatan OCEAN.

Teori Kepribadian Lima Besar (Big Five Personality Traits Model)

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai Sifat Kepribadian Model


Lima Besar atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Big Five Personality
Traits Model.

1. Openness to Experience (Terbuka terhadap Hal-hal baru)

Dimensi Kepribadian Opennes to Experience ini mengelompokan individu


berdasarkan ketertarikannya terhadap hal-hal baru dan keinginan untuk
mengetahui serta mempelajari sesuatu yang baru. Karakteristik positif pada
Individu yang memiliki dimensi ini cenderung lebih kreatif, Imajinatif,
Intelektual, penasaran dan berpikiran luas. Sifat kebalikan dari Openness to
Experience ini adalah individu yang cenderung konvensional dan nyaman
47

terhadap hal-hal yang telah ada serta akan menimbulkan kegelisahan jika
diberikan tugas-tugas baru.

2. Conscientiousness (Sifat Berhati-hati)

Individu yang memiliki Dimensi Kepribadian Conscientiousness ini


cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan ataupun penuh
pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan, mereka juga memiliki
disiplin diri yang tinggi dan dapat dipercaya. Karakteristik Positif pada
dimensi adalah dapat diandalkan, bertanggung jawab, tekun dan berorientasi
pada pencapain. Sifat kebalikan dari Conscientiousness adalah individu yang
cendurung kurang bertanggung jawab, terburu-buru, tidak teratur dan kurang
dapat diandalkan dalam melakukan suatu pekerjaan.

3. Extraversion (Ekstraversi)

Dimensi Kepribadian Extraversion ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan


seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Karakteristik Positif
Individu Extraversion adalah senang bergaul, mudah bersosialisasi, hidup
berkelompok dan tegas. Sebaliknya, Individu yang Introversion (Kebalikan
dari Extraversion) adalah mereka yang pemalu, suka menyendiri, penakut
dan pendiam.

4. Agreeableness (Mudah Akur atau Mudah Bersepakat)

Individu yang berdimensi Agreableness ini cenderung lebih patuh dengan


individu lainnya dan memiliki kepribadian yang ingin menghindari konfilk.
Karakteristik Positif-nya adalah kooperatif (dapat bekerjasama), penuh
kepercayaan, bersifat baik, hangat dan berhati lembut serta suka membantu.
Karakteristik kebalikan dari sifat Agreeableness adalah mereka yang tidak
mudah bersepakat dengan individu lain karena suka menentang, bersifat
dingin dan tidak ramah.
48

5. Neuroticism (Neurotisme)

Neuroticism adalah dimensi kepribadian yang menilai kemampuan


seseorang dalam menahan tekanan atau stress. Karakteristik Positif dari
Neuroticism disebut dengan Emotional Stability (Stabilitas Emosional),
Individu dengan Emosional yang stabil cenderang Tenang saat menghadapi
masalah, percaya diri, memiliki pendirian yang teguh. Sedangkan
karakteristik kepribadian Neuroticism (karakteristik Negatif) adalah mudah
gugup, depresi, tidak percaya diri dan mudah berubah pikiran. Oleh karena
itu, Dimensi Kepribadian Neuroticism atau Neurotisme yang pada dasarnya
merupakan sisi negatif ini sering disebut juga dengan dimensi Emotional
Stability (Stabilitas Emosional) sebagai sisi positifnya, ada juga yang
menyebut Dimensi ini sebagai Natural Reactions (Reaksi Alami).

2 Locus Control
Definisi Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan
kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap
keberhasilan diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus
pengendalian internal yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan
bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi.
Lokus pengendalian eksternal yang mencirikan individu yang mempercayai
bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan
faktor di luar diri yaitu organisasi. Konsep tentang Locus of control (pusat
kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori
pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel
kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu
terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan
Kinicki, 2005).

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan lokus kendali sebagai


tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka
49

sendiri. Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan


pemegang kendali atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka,
sedangkan eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi
pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan
dan kesempatan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Individu


yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam
kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut
memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki
keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib
atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu
tersebut memiliki external locus of control.
Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of
control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada
individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang
dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Seseorang yang mempunyai
internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang
dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Pada
individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia
sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam
mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran
di dalamnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang
mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak
menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih
banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu
individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih
banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan diidentifikasikan
50

juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang


menguntungkan.
Locus Of Control adalah sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa
mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal adalah individu yang
yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa-apa pun yang
terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah individu yang yakin
bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan
luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Rotter (1975) menyatakan bahwa internal dan eksternal mewakili dua


ujung kontinum, bukan bukan secara terpisah. Internal cenderung
menyatakan bahwa sebuah peristiwa berada pada control mereka sendiri,
sementara eksternal lebih cenderung menyalahkan factor luar yang
mempengaruhi suatu kejadian yang menimpa mereka. Contoh
sederhananya adalah seorang karyawan dalam memandang karirnya di
sebuah perusahaan. Jika ia memiliki internal locus of control maka dia akan
menyatakan kegagalannya meraih suatu jabatan lebih dikarenakan dirinya
sendiri, sementara karyawan yang memiliki eksternal locus of control akan
menyalahkan keadaan seperti kurang beruntung, bos yang kurang adil, dan
seterusnya. Implikasi yang jelas untuk perbedaan antara internal dan
eksternal dalam hal motivasi berprestasi mereka. Lokus internal berkaitan
dengan tingkat lebih tinggi dari N-ach. Karena kendali mereka mencari di
luar dirinya, eksternal cenderung merasa bahwa mereka kurang memiliki
kontrol atas nasib mereka. Orang dengan lokus kontrol eksternal cenderung
lebih stres dan rentan terhadap depresi klinis (Benassi, Sweeney & Dufour,
1988; dikutip dalam Maltby, Hari & MacAskill, 2007).

Individu yang mempunyai external locus of control


diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk
bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi
yang menguntungkan (Kahle dalam Riyadiningsih, 2001: 155). Sementara
51

itu, individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan


lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan juga lebih
menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang
menguntungkan.

Konsep tentang locus of control yang digunakan Rotter (1966: 7)


memiliki empat konsep dasar, yaitu:

a. Potensi perilaku, yaitu setiap kemungkinan yang secara relatif


muncul pada situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginkan
dalam kehidupan seseorang.

b. Harapan, merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian


yang akan muncul dan dialami oleh seseorang.

c. Nilai unsur penguat, yakni pilihan terhadap berbagai kemungkinan


penguatan atas hasil dari beberapa penguat lainnya yang dapat
muncul pada situasi serupa.

d. Suasana psikologis, yakni bentuk rangsangan baik secara internal


maupun eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu,
yang meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya
hasil yang sangat diharapkan.

Karakteristik Locus of Control

Setiap aspek locus of control mempunyai karakteristik yang khas.


Perbedaan karateristik antara internal locus control dengan external
locus of control menurut Crider (1983: 222) sebagai berikut :

a. Internal Locus Of Control memiliki ciri-ciri, yaitu:

1) Suka bekerja keras.


2) Memiliki inisiatif yang tinggi.
3) Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah.
4) Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin.
52

5) Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin


berhasil.

b. External Locus Of Control memiliki ciri-ciri, yaitu:

1) Kurang memiliki inisiatif.


2) Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan
kesuksesan.
3) Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor
luarlah yang mengontrol.
4) Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa:

a. Pada individu yang memiliki internal locus of control, faktor


kemampuan dan usaha terlihat dominan. Oleh karena itu, apabila
individu dengan internal locus of control mengalami kagagalan,
maka mereka akan menyalahkan dirinya sendiri karena kurangnya
usaha yang dilakukan. Begitu pula dengan keberhasilan, mereka
akan merasa bangga atas hasil usahanya. Hal ini akan membawa
pengaruh terhadap tindakan selanjutnya pada masa yang akan
datang, yakni mereka yakin akan mencapai keberhasilan apabila
berusaha keras dengan segala kemampuannya.

b. Individu yang memiliki external locus of control melihat


keberhasilan dan kegagalan dari faktor kesukaran dan nasib. Oleh
karena itu, apabila mereka mengalami kegagalan, maka mereka
cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi
penyebabnya. Hal itu tentunya berpengaruh terhadap tindakan di
masa datang. Mereka merasa tidak mampu dan kurang usahanya
sehingga mereka tidak mempunyai harapan untuk memperbaiki
kegagalan tersebut.
53

2.4 Sikap dan Perilaku


A. Sikap
Ada beberapa pengertian tentang sikap (attitude) dan perilaku (behavior)
menurut beberapa sumber diantaranya :
1 Carl Jung seorang ahli yang membahas tentang sikap. Ia mendefinisikan
tentang sikap sebagai "kesiapan dari psike untuk bertindak atau bereaksi
dengan cara tertentu". Sikap sering muncul dalam bentuk pasangan, satu
disadari sedang yang lainnya tidak disadari.
2 Wikipedia menjelaskan sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek,
aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang
merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral)
seseorang pada sesuatu. Seseorang pun dapat menjadi ambivalen terhadap
suatu target, yang berarti ia terus mengalami bias positif dan negatif
terhadap sikap tertentu. Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian.
Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan
perilaku, dan kognisi. Respon afektif adalah respon fisiologis yang
mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. Kecenderungan
perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu. Respon
kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek
sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar social dari
lingkungannya. Adapula terdapat kaitan antara sikap dan perilaku
seseorang walaupun tergantung pada faktor lain, yang kadang bersifat
irasional. Sebagai contoh, seseorang yang menganggap penting transfusi
darah belum tentu mendonorkan darahnya. Hal ini masuk akal bila orang
tersebut takut melihat darah, yang akan menjelaskan irasionalitas tadi.
Sikap dapat mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman.
3 Tesser (1993) berargumen bahwa faktor bawaan dapat mempengaruhi
sikap tapi secara tidak langsung. Sebagai contoh, bila seseorang terlahir
dengan kecenderungan menjadi ekstrovert, maka sikapnya terhadap suatu
jenis musik akan terpengaruhi. Sikap seseorang juga dapat berubah akibat
54

bujukan. Hal ini bisa terlihat saat iklan atau kampanye mempengaruhi
seseorang.
4 Lou Holtz berpendapat Ability is what you're capable of doing.
Motivation determines what you do. Attitude determines how well you do
it." (Kemampuan adalah apa yang Anda mampu lakukan. Motivasi
menentukan apa yang Anda lakukan. Sikap menentukan seberapa baik
Anda melakukannya.) Funmi Wale-Adegbite berpendapat Success is
80% attitude and 20% aptitude." (Sukses adalah 80% sikap dan 20%
bakat) Diktat pada mata kuliah Psikologi Umum Jurusan Psikologi
Pendidikan dan bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia, perilaku adalah segenap manifestasi hayati
individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang
paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang paling dirasakan
sampai yang paling tidak dirasakan.
5 William Wiguna berpendapat bahwa attitude is everything (Sikap adalah
Segalanya), attitude is a little thing, but can make big differences. (Sikap
adalah suatu hal kecil, tetapi dapat menciptakan perbedaan yang besar).
Sikap berperan sangat penting terhadap kesuksesan atau kebahagiaan
seseorang. Sejumlah ilmuwan dari universitas terkemuka di dunia
mengungkapkan bahwa manusia dapat menggali potensinya secara lebih
mendalam dan luas dengan sikap yang positif. Berdasarkan hasil
penelitian terhadap ribuan orang-orang yang sukses dan terpelajar,
berhasil disimpulkan bahwa 85% kesuksesan dari tiap-tiap individu
dipengaruhi oleh sikap. Sedangkan kemampuan atau technical expertise
hanya berperan pada 15% sisanya.
6 Sri Utami Rahayuningsih (2008) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap
(Attitude) adalah
1 Berorientasi kepada respon : : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan,
yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan
tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek
2 Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila
55

dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. : suatu


pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri
dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
3 Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi
komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu
objek di lingkungan sekitarnya

B. Pembentukan Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap:


1 Pengalaman pribadi
A Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan
yang kuat
B Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional
2 Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut
dibesarkan. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan
dalam pergaulan
3 Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers) yaitu: orang-orang
yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini
kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. Misalnya:
orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya
individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang
yang dianggap penting.
4 Media massa
Media massa berupa media cetak dan elektronik dalam penyampaian pesan,
media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini
kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu
5 Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan
56

sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap


seseorang.
6 Faktor Emosional
Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam
penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego.
Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contoh:
Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair)
Teori Tentang Sikap

1 Teori Keseimbangan
Fokusnya upaya individu untuk tetap konsisten dalam beersikap dalam hidup,
teori keseimbangan dalam bentuk sederhana,melibatkan hubungan-hubungan
antara seseorang dengan dua objek sikap. Ketiga elemen tersebut dihubungkan
dengan:
a Sikap favorable (baik, suka, positif)
b Sikap unfavorable (buruk, tidak suka, negatif)
Pembentukan sikap tersebut dapat dapat seimbang atau tidak seimbang
Hubungan afeksi dapat menghasilkan sistem yang tidak seimbang menjadi
seimbang.
2 Teori Konsistensi Kognitif-Afektif
Fokus: bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten
dengan afeksinya
Penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi
keyakinannya.
Contoh: tidak jadi makan di restoran X karena temannya bilang bahwa
restoran tersebut tidak halal padahal dia belum pernah makan disana
3 Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)
- Fokus: individu; menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran atau
struktur (Konsonansi : selaras).
- Disonansi : ketidakseimbangan, yaitu pikiran yang amat menekan dan
memotivasi seseorang untuk memperbaikinya.
- Terdapat dua elemen kognitif; dimana disonansi terjadi jika kedua elemen
tidak cocok sehingga menggangu logika dan pengharapan
- Misalnya: Merokok membahayakan kesehatan konsonansi dengan
saya tidak merokok; tetapi disonansi dengan perokok.
- Cara mengurangi Disonansi:
57

A Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubah sikap


agar sesuai dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok
B Menambahkan satu elemen kognitif baru. Misalnya: tidak percaya
rokok merusak kesehatan
4 Teori Atribusi
- Fokus: individu mengetahui akan sikapnya dengan mengambil
kesimpulan dari perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi.
- Implikasinya adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang
menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah
berubah
- Contoh: memasak setiap ada kesempatan baru sadar kalau dirinya suka
menyukai / hobi memasak
B. Perilaku
Perilaku adalah respon individu atau kelompok terhadap lingkungan.
Dalam fisiologi, perilaku manusia merupakan bagian penting dari
perubahan fisik yang menitikberatkan pada sifat dan karakteristik yang
khas dari organ-organ atau sel-sel yang ada dalam tubuh. Dalam kacamata
ilmu sosial, perilaku atau perbuatan manusia merupakan manifestasi
terhadap pola- pola hubungan, dinamika, perubahan dan interaksi yang
menitikberatkan pada masyarakat dan kelompok sosial sebagai satu
kesatuan, serta melihat individu sebagai bagian dari kelompok masyarakat
(keluarga, kelompok sosial, kerabat, klien, suku, ras, bangsa). Di antara
dua kelompok ilmu pengetahuan ini berdiri psikologi, yang membidangi
individu dengan segala bentuk aktivitasnya, perbuatan, perilaku dan kerja
selama hidupnya. Kerangka analisis fisiologi memberikan penjelasan
mengenai macam-macam tingkah laku lahiriah yang sifatnya jasmani.
Sedangkan manusia merupakan satu totalitas jasmani-rohani.Psikologi
mempelajari bentuk tingkah laku (perbuatan, aktivitas) individu dalam
relasiny dengan lingkungannya. Tindak tanduk : bermacam-macam
perbuatan

Tingkah Laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam


58

psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu:

1 Pendekatan neurobiologis
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas
otak dan sistem syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya
mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls listrik dan kimia
yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi
yang mendasari perilaku dan proses mental.
2 Pendekatan perilaku
Menurut pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah
respon atas stimulus
yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S -
R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu
seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini
dipelopori oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak
ahli, seperti B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.
3 Pendekatan kognitif
Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses
mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap,
menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum
melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan
proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang
datang.
4 Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia
meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh
alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-
hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan.
Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam
bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
59

5 Pendekatan fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada
pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya,
konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang
menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat
tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang
dirinya.
2.4.1 Sikap VS Nilai

Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan


yang diyakini benar secara personal ataupun dalam lingkup sosial.
Atribut nilai dibagi menjadi dua:
1 Konten
suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting
Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam
berbisnis
2 Intensitas
Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut
Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya
kendur maka saya akan cederung malas, dan berbuah
ketidaksuksesan dan sebaliknya

Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat
dari intensitasnya. Jika konten dan intensitas berbeda, maka sistem
nilai hancur. Nilai bersifat tetap dan bertahan lama. Nilai menjadi
dasar persepsi dalam memahami sikap dan motivasi seseorang serta
mempengaruhi perilaku kita
Tipe-tipe Nilai :
1. Terminal
Berupa VISI, cenderung abstrak
Contoh : saya ingin sukses
60

2. Instrumental
Berupa MISI, bagaimana mewujudkan terminal
Contoh : bekerja keras, ulet, selalu berinovasi baru dalam produk
Kelompo Tahun Perkiraan Nilai Kerja Dominan
k Masuk Usia
Kerja Sekarang
Veterans 1950 >60 Pekerja keras,
atau awal konservatif; loyal
1960 pada organisasi
Boomers 1965 - 40 60 Sukses, pencapaian,
1985 ambisi, tidak
menyukai otoritas;
loyal pada karir
Xers 1985 - 25 40 Work/life balance,
2000 team-oriented, tidak
menyukai aturan;
loyal pada hubungan
Nexters 2000 - <25 Percaya diri, sukses
sekarang finansial, self-reliant
but team-oriented;
loyal pada diri
sendiri dan hubungan

Kelompok Kerja Kontemporer

Kelompo Tahun Perkiraan Nilai Kerja Dominan


k Masuk Usia
Kerja Sekarang
Veterans 1950 >60 Pekerja keras,
atau awal konservatif; loyal
1960 pada organisasi
61

Boomers 1965 - 40 60 Sukses, pencapaian,


1985 ambisi, tidak
menyukai otoritas;
loyal pada karir
Xers 1985 - 25 40 Work/life balance,
2000 team-oriented, tidak
menyukai aturan;
loyal pada hubungan
Nexters 2000 - <25 Percaya diri, sukses
sekarang finansial, self-reliant
but team-oriented;
loyal pada diri
sendiri dan hubungan

Ada 2 jenis kerangka untuk menganalisa budaya:


1. Hofstede's Teamwork
a. Power distance
b. Individualism VS Collectivism
c. Quantity of Life vs Quality of Life
d. Uncertainty Avoidance
e. Long-term vs short-term orientation

2. The GLOBE Framework


a Assertiveness (kemampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan,
perasaan, dan pendapat)
b Future Orientation (orientasi kepada kondisi ke depan)
c Gender Differentiation (perbedaan jenis kelamin)
d Uncertainty Avoidance (menghindari ketidakpastian)
62

e Power Distance (jarak sejauh mana anggota menerima kekuasaan


dalam organisasi)
f Individualism/Collectivism
g In-Group Collectivism (tingkat untuk seorang mengekspresikan
kebanggan dan loyalitasnya dalam sebuah organisasi)
h Performance Orientation (orientasi kepada performa kerja)
i Human Orientation (orientasi kepada manusia/SDM)

SIKAP
Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang
atau kejadian. Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih tidak
stabil dan mudah dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.
Beberapa komponen sikap:
j Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan)
k Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)
l Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau
sesuatu)
Jenis-jenis sikap:
a Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang
terhadap pekerjaannya)
b Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh
mana partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)
c Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai
mana seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta
dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya
dalam organisasi)

Cognitive Dissonance Theory


Teori yang menjelaskan ketidakcocokkan antara 2 sikap atau lebih,
maupun ketidakcocokkan antara sikap dan perilaku. contoh:
A Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)
B Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)
63

Adanya kedua pernyataan diatas menunjukan terjadinya kognitif


disonansi, dimana seseorang memiliki pemikiran ganda terhadap suatu
masalah. Kognisi yang saling bertentangan itu akan menimbulkan
disonansi. Untuk meminimalisir tekanan yang dialami seseorang saat
mengalami disonasi yaitu sebagai berikut:
1. Changing Cognition yaitu merubah salah satu kognisi sehingga
menjadi konsonan dengan kognisi yang lain, cth: "Mungkin kuliah di
kampus memang seperti, tidak menyenangkan. Ya sudahlah"
2. Adding Cognition yaitu menambahkan satu konsonan atau lebih yang
memiliki kesamaan dengan kognisi yang ada, cth: "Dengan kuliah, ilmu
saya menjadi luas, kenalan saya menjadi banyak dan lagi kuliah disini
lebih murah dibandingkan dengan tempat lain.
3. Altering Important yaitu mengurangi disonansi antara kognisi yang
ada dengan cara mengganti kepentingan kita, cth: "Saya lebih baik
berhenti berkuliah saja dan pindah ke kampus lain, daripada tidak senang
seperti ini."
Mengukur Hubungan A-B (Attitude and Behavior) Sikap Vs Perilaku
Sikap mempengaruhi perilaku. Tetapi kajian lain menunjukkkan bahwa
tidak seperti itu halnya. Hubungan A-B dapat diperbaiki dengan
memperhatikan variable atau faktor-faktor pelunak. Variabel-variabel
pelunak (Moderating Variables)
Sikap-sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan : Nilai dasar,
kepentingan diri atau identifikasi dengan kelompok.
Semakin spesifik sifat dan semakin spesifik perilaku maka hubungan
keduanya semakin kuat. Misalnya: Bertanya tentang 6 bulan berikutnya
lebih penting daripada bertanya apa puas. Atau apa yang akan dilakukan
bila ada suatu kejadian khusus. Sikap yang mudah diingat lebih mungkin
untuk meramalkan perilaku. Kesenjangan A dan B mungkin karena
tekanan sosial yang besar Hubungan A B jadi lebih kuat jika
merupakan pengalaman pribadi.
64

Teori Persepsi-diri
Hubungan A-B biasanya jelas ada (positif) dan ini lebih dikuatkan lagi
bahwa sikap digunakan setelah fakta, untuk mencari makna dari tindakan
mereka. (mereka mencari-cari kesimpulan atas pekerjaan / kejadian yang
telah terjadi/mereka lakukan) mereka mencari alasan yang masuk akal
(PERASAAN KUAT) atau sikap hanyalah pernyataan verbal saja
(disonansi kognitif).

Sikap Kerja Utama


Hubungan sikap kerja pada :
1 Kepuasan Kerja :
Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan
hasil evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
2 Keterlibatan pekerjaan :
Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap
pekerjaannya dan bertindak aktif. Pemberian wewenang
Psikologis : yang akan meningkatkan keterlibatan karyawan
dalam pekerjaannya.
3 Komitmen organisasional :
Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta tujuan
perusahaan untuk mempertahankan keanggotaannya disitu.
1). Komitmen afektif : karena jenis pekerjaan itu disukainya.
2). Komitmen berkelanjutan : karena nilai ekonomisnya.
3). Komitmen Normatif : karena moral dan etis.Sikap kerja lain
:
a Perceived Organisational Support (POS) : Sejauh mana
karyawan yakin Perusahaan memperhatikan mereka.
b Keterlibatan Karyawan : Keterlibatan karyawan
,kepuasan & antusiame individu pada Pekerjaan
mereka.
65

Jadi Assesment (penilaian) merupakan hal yang rumit. Ada 2 metode


pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :
1. Angka nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka nilai global tunggal tidak lebih dari meminta
individu individu untuk menjawab satu pertanyaan.
Contoh: Bila kita memberikan sebuah pertanyaan seberapakah
puaskah anda dengan pekerjaan anda? kemudian responden
menjawabnya dengan melingkari suatu bilangan antara 1 sampai 5
yang berapa dan dengan jawaban dari Sangat Dipuaskan sampai
Sampai tidak puas.

2. Skor penjumlahan (summation score)


Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan
yang digunakan untuk mengenali unsur unsur utama dalam suatu
pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenal tiap unsur.
Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan
promosi, hubungan dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar
pekerjaan.

Faktor faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :


1. Kerja yang secara mental menantang
Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan
dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan,
dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja
2. Ganjaran yang pantas
Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan
kebijakan promosi yang dinilai adil, tidak meragukan dan segaris
dengan pengharapan mereka
3. Kondisi kerja yang mendukung :
66

Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan


pekerjaannya karena dengan lingkungan yang nyaman dapat
menciptakan hasil kerja yang memuaskan
4. Rekan sekerja yang mendukung
Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang
memuaskan karena dengan adanya interaksi sosial didalam suatu
pekerjaan maka dapat mendukung kepuasan kerja dari karyawan
5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan
Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan
yang dipilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai
bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya pekerjaan tersebut
sangat besar
6. Ada dalam Gen
Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja dari seoang karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik
positif maupun negatif ditentukan oleh bentukan genetikya
2.4.2 Sikap dan Tujuan Perilaku

Sikap adalah pernyataan/penilaian evaluatif menyangkut benda, orang


atau kejadian. Sikap bisa bertolakbelakang dengan nilai, karena lebih
tidak stabil dan mudah dipengaruhi dibandingkan dengan nilai.
Beberapa komponen sikap:
1 Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau
kepercayaan)
2 Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau
emosional)
3 Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap
seseorang atau sesuatu)
Jenis-jenis sikap:
67

1 Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang


terhadap pekerjaannya)
2 Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh
mana partisipasi aktif karyawan terhadap pekerjaannya)
3 Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai
mana seseorang melibatkan diri dalam organisasi beserta
dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya
dalam organisasi)
Cognitive Dissonance Theory
Teori yang menjelaskan ketidakcocokkan antara 2 sikap atau lebih,
maupun ketidakcocokkan antara sikap dan perilaku. contoh:
1 Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)
2 Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)
Adanya kedua pernyataan diatas menunjukan terjadinya kognitif
disonansi, dimana seseorang memiliki pemikiran ganda terhadap suatu
masalah. Kognisi yang saling bertentangan itu akan menimbulkan
disonansi. Untuk meminimalisir tekanan yang dialami seseorang saat
mengalami disonasi yaitu sebagai berikut:
1 Changing Cognition yaitu merubah salah satu kognisi
sehingga menjadi konsonan dengan kognisi yang lain, cth:
"Mungkin kuliah di kampus memang seperti, tidak
menyenangkan. Ya sudahlah"
2 Adding Cognition yaitu menambahkan satu konsonan atau
lebih yang memiliki kesamaan dengan kognisi yang ada, cth:
"Dengan kuliah, ilmu saya menjadi luas, kenalan saya
menjadi banyak dan lagi kuliah disini lebih murah
dibandingkan dengan tempat lain.
3 Altering Important yaitu mengurangi disonansi antara kognisi
yang ada dengan cara mengganti kepentingan kita, cth: "Saya
lebih baik berhenti berkuliah saja dan pindah ke kampus lain,
daripada tidak senang seperti ini."
68

1 Mengukur Hubungan A-B (Attitude and


Behavior) Sikap Vs Perilaku
2 Sikap mempengaruhi perilaku. Tetapi kajian lain
menunjukkkan bahwa tidak seperti itu halnya.
Hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan
variable atau faktor-faktor pelunak. Variabel-variabel
pelunak (Moderating Variables)
3 Sikap-sikap yang penting adalah sikap yang
mencerminkan : Nilai dasar, kepentingan diri atau
identifikasi dengan kelompok.
4 Semakin spesifik sifat dan semakin spesifik perilaku
maka hubungan keduanya semakin kuat. Misalnya:
Bertanya tentang 6 bulan berikutnya lebih penting
daripada bertanya apa puas. Atau apa yang akan
dilakukan bila ada suatu kejadian khusus. Sikap yang
mudah diingat lebih mungkin untuk meramalkan
perilaku. Kesenjangan A dan B mungkin karena tekanan
sosial yang besar Hubungan A B jadi lebih kuat jika
merupakan pengalaman pribadi.

a Teori Persepsi-diri
Hubungan A-B biasanya jelas ada (positif) dan ini
lebih dikuatkan lagi bahwa sikap digunakan setelah fakta,
untuk mencari makna dari tindakan mereka. (mereka
mencari-cari kesimpulan atas pekerjaan / kejadian yang telah
terjadi/mereka lakukan) mereka mencari alasan yang masuk
akal (PERASAAN KUAT) atau sikap hanyalah pernyataan
verbal saja (disonansi kognitif).
Sikap Kerja Utama
Hubungan sikap kerja pada :
i Kepuasan Kerja :
69

Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan


hasil evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
ii Keterlibatan pekerjaan :
Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap
pekerjaannya dan bertindak aktif. Pemberian wewenang
Psikologis : yang akan meningkatkan keterlibatan karyawan
dalam pekerjaannya.

iii Komitmen organisasional :


1 Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta tujuan
perusahaan untuk mempertahankan keanggotaannya disitu.
1). Komitmen afektif : karena jenis pekerjaan itu disukainya.
2). Komitmen berkelanjutan : karena nilai ekonomisnya.
3). Komitmen Normatif : karena moral dan etis.Sikap kerja
lain :
2 Perceived Organisational Support (POS) : Sejauh mana
karyawan yakin Perusahaan memperhatikan mereka.
3 Keterlibatan Karyawan : Keterlibatan karyawan ,kepuasan &
antusiame individu pada Pekerjaan mereka
Kepribadian sebagai cara khas seseorang berpikir, merasa, dan
berperilaku yang terbentuk dari peta kognitif (sistem persepsi yg
integral dan dinamis) dari lingkungan. Setiap sikap dan perilaku kita
sangat ditentukan oleh pribadi dan persepsi diri terhadap realitas. Jika
menurut Freudian perilaku menusia dipengaruhi oleh ketidaksadaran
dimana pemenuhan kebutuhan Das Es (Id) sebagai dorongan utama.
Berbeda dengan behavioralisme Pavlov dan Skiner yang memandang
bahwa sikap dan perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (Stimulus-
Respon), sedangkan para tokoh Humanisme seperti Abraham Maslow
dan Carl Rogers memandang bahwa kehendak bebas, spontanitas
sebagai dorong dalam sikap dan perilaku. Semua hal ini adalah
bagaimana para tokoh Psikologi menganalisa apa yang menjadi latar
belakang setiap sikap dan perilaku. Secara psikologis setiap perilaku
memang mempunyai penjelasan secara teoritis. Dalam kehidupan kita
70

setiap perilaku juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Hal ini
yang ingin coba dipaparkan dalam tulisan ini, apa tujuan kita
melakukan sesuatu?

Tujuan dan harapan

Setiap perilaku manusia mempunyai motif (dorongan). Menurut tokoh


behavioral setiap perilaku yang merupakan respon atas stimulus tergantung
kepada intensitas stimulus yang diberikan. Tapi bagi Freudian perilaku
seseorang sangat dipengaruhi oelh dorongan bawah sadar dan dorongan
terbesar pada manusia adalah libido. Para penganut humanisme tentunya
banyak akan menolak pendapat diatas, bagi mereka perilaku lebih didorong
oleh pengalaman manusia masa lalu, konteks kekinian dan kehendak bebas.
Semua teori mainstream mempunyai cara melihat tujuan sebuah sikap dan
perilaku. Masalah terpenting adalah apa yang menyebabkan sebuah tujuan
memunculkan motiv pada diri manusia. Hal ini tentunya terkait dengan
harapan yang ingin dicapai oleh seseorang dalam bersikap dan
berperilaku.Tujuan yang ingin dicapai dan harapan yang ingin diraih erat
kaitannya dengan keinginan yang sangat dalam diri seseorang. Hal yang
perlu kita lihat adalah ambisi yang merupakan akumulasi dan kritalisasi dari
kesemuanya. Ketika keingin memuncak dan harapan sudah tak terbendung,
sedangkan dari dalam individu tidak memiliki kemampuan untuk
meredamnya muncullah yang kita sebut dengan Frustasi.

2.4.3 Perilaku atau Behavior


Perilaku berasal dari kata peri dan laku. Peri berarti cara berbuat
kelakuan perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. .
Belajar dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Skinner membedakan
perilaku menjadi dua, yakni :
71

1 perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa


sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-
insting.
2 perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk
melalui proses belajar.

Pada manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian
terbesar perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang
diperoleh, perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak
(kognitif). Timbulnya perilaku (yang dapat diamati) merupakan resultan dari
tiga daya pada diri seseorang, yakni :

1 Daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak


dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut
conditioning dari Pavlov & Fragmatisme dari James);
2 Daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal
dengan stimulus-respons theory dari Skinner;
3 Daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian
(Gestalt Theory dari Kohler).

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya.


Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam
bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif
(tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan
nyata atau (konkret). Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan
(afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum
perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup.
Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu
yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan.
Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu
72

pula. Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh


beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat
memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku
merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang
dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-
unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam
impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat
diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan
melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya.

Para psikolog mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari adanya interaksi


antara domain trikomponen sikap yakni interaktif antara komponen kognitif,
afektif dan domain konatif. Namun masih terdapat kekeliruan yang
menganggap komponen konatif salah satu komponen dalam trikomponent
sikap sebagai perilaku (behaviour), sehingga perilaku dianggap sebagai salah
satu komponen sikap (aptitude). Para psikolog telah membedakan perilaku
dan sikap sebagai dua gejala yang dapat berbeda satu sama lainnya. Lapiere )
telah meneliti dan menghasilkan poskulat variasi independent, intitemen yang
dijelaskan dengan konsep adalah bahwa sikap dan perilaku merupakan
dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
Pemikiran ini didukung oleh Mueler yang berpendapat bahwa komponen
konatif dalam trikomponen sikap tidak disamakan dengan perilaku.
Komponen konatif merupakan baru sebatas kecenderungan perilaku yang
terkristalisasi dalam kata akan, mau dan hendak. Sedangkan perilaku
merupakan suatu bentuk tidakan nyata dari individu yang dapat diukur dengan
panca indera langsung. Dengan demikian, Mueler menegaskan bahwa makna
behaviour adalah perilaku aktual sedangkan makna konatif adalah
trikomponen sikap sebagai kecendrungan perilaku. Pemikiran ini
73

menunjukkan bahwa komponen konatif dalam trikomponen sikap hanyalah


salah satu penyebab pembentukan perilaku aktual.
Ada tiga asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia.
Pertama, perilaku itu disebabkan; Kedua, perilaku itu digerakan; Ketiga,
perilaku itu ditujukan pada sasaran /tujuan. Dalam hal ini berarti proses
perubahan perilaku mempunyai kesamaan untuk setiap individu, yakni
perilaku itu ada penyebabnya, dan terjadinya tidak dengan spontan, dan
mengarah kepada suatu sasaran baik secara ekslusif maupun inklusif.
Perilaku pada dasarnya berorientasi tujuan (goal oriented). Dengan
perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu. Senada dengan itu Ndraha, mendefinisikan
perilaku sebagai : Operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu
kelompok dalam atau terhadap sesuatu (situasi atau kondisi) lingkungan
(masyarakat, alam, teknologi atau organisasi). Pengaruh lingkungan dalam
pembentukan perilaku adalah bentuk perilaku yang berdasarkan hak dan
kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab baik pribadi maupun kelompok
masyarakat. Perilaku mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan
yang disadari dari dalam faktor intrinsik dan kondisi lingkungan dari luar /
faktor ekstrinsik atau exciting condition. Oleh karena itu perilaku terbentuk
atas pengaruh pendirian, lingkungan eksternal, keperntingan yang disadari,
kepentingan responsif, ikut-ikutan atau yang tidak disadari serta rekayasa dari
luar.
Lebih lanjut Kwick (dalam Notoatmodjo, perilaku adalah "tindakan atau
perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari Motif
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi atau penyebab timbulnya
perilaku dalam hal ini Winardi mengemukakan bahwa motif-motif merupakan
mengapa dan perilaku mereka muncul dan mempertahankan aktifitas dan
determinasi arah umum perilaku seorang individu. Pada intinya dapat
dikatakan bahwa motif-mitif atau kebutuhan merupakan penyebab terjadinya
tindakan-tindakan. Kekuatan motif merupakan alasan yang melandasi
74

perilaku, kekuatan motif cenderung menyusut, apabila ia terpenuhi atau


apabila terhalangi. Sebelum terbentuknya suatu pola perilaku, seseorang
memiliki bentuk sikap dari suatu rangsangan yang datang dari luar dalam
bentuk aktifitas, kemudian dari sikap tersebut terbentuklah perilaku (Baron).
Sikap individu tersebut dalam bentuk pikiran dan perasaan yang tidak kasat
mata (intangible) membentuk pola perilaku masyarakat sebagai perilaku yang
tampak (tangible) perilaku yang tidak tampak (innert, covert behaviour) dan
perilaku yang tampak (overt behaviour). Sarwono menyebutkan aspek-aspek
pikiran yang tidak kasat mata (covert behaviour intangible) dapat berupa
pandangan, sikap, pendapat dan sebagainya. Bentuk kedua adalah perilaku
yang tampak (overt behavior, tangiable) yang biasanya berupa aktifitas
motoris seperti berpidato mendengar dan sebagainya.

Teori Perilaku

A. Teori Medan (Field Theory) teori dari Lewin ini mengadaptasi medan
magnetik dan elektrik dalam konsep psikolgis. Asumsi dari teori ini
adalah setiap orang mempunyai ruang hidup (life space) tertentu yang
merupakan faktor-faktor nyata yang mempengaruhi perilaku individu.
Faktor dalam ruang hidup seseorang terdiri atas unsur internal (person =
p) dan unsur lingkungan (psychologycal environment = E). Teori
berasumsi bahwa perilaku individu dibentuk oleh kondisi dalam diri
75

serta dukungan lingkungan, hal ini dapat disederhanakan dalam bentuk


persamaan, P + E = L dan B = f (L), dimana B adalah perilaku
(behaviour), dan L adalah ruang hidup (life space), maka B = f(P, E)
B. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) teori dari Bandura
(1977) didasari oleh pemikiran bahwa, perilaku adalah hasil interaksi
timbal balik (reciprocal interaction) antara determinasi kognisi, perilaku
lingkungan individu dan lingkungannya tidak saling independen.
Aktivitas individu menyebabkan timbulnya keadaan lingkungan
tertentu, demikian juga sebaliknya. Pola hubungan timbal balik tersebut
lebih dari sekedar adanya interaksi kondisi internal individu dengan
lingkungan terhadap pembentukan perilaku seperti yang dikemukakan
dalam pendekatan Lewin yang merumuskan B = f (P,E). Hubungan
timbal balik menunjukkan adanya analisis pada gejala psikologis dengan
tingkatan yang lebih kompleks (Bandura). Model timbal balik berpusat
pada self-system yang terdiri atas selfobservation-judgement-self
responsive yang selanjutnya menciptakan kemungkinan self afficacy.
Kelebihan teori ini dari teori kepribadian adalah mempertimbangkan
lebih jauh konteks sosial yang dihadapi.
Salah satu dari teori pembelajaran adalah modifikasi perilaku yaitu
usaha untuk memperbaiki perilaku individu dan kelompok ke arah yang
lebih positif, konstruktif dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai.
Perilaku dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah.
Pemeliharaan berasal dari kata kerja pelihara yang berarti :

1 menjaga (membela, merawat, menyelenggarakan, dsb) baik-baik;


misalnya kesehatan badan.

2 mengusahakan(mengolah,memiara,mendidik) baik-baik; misalnya


tanam-tanaman.
76

3 menyelamatkan, melindungi, melepaskan atau meluputkan dari bahaya


dsb.

Jadi pemeliharaan berati perbuatan memelihara, penjagaan, perawatan,


penyelamatan dan penghindaran dari bahaya Demikian juga kata
kebersihan berasal dari kata keadaan bersih yang berarti tidak kotor,
jernih, suci dan murni. Jadi kebersihan berarti keadaan bersih, kesucian
hati. Kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang
berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan,
pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor).

2.4.4 Watak
Para ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan kepribadian/personality itu tidak hanya mengenai tingkah laku yang
dapat diamati saja, tetapi juga termasuk di dalamnya apakah individu itu.
Jadi, selain tingkah laku yang tampak perlu diketahui faktor yang mendasari
pernyataan tingkah laku tersebut, salah satunya adalah watak.Watak atau
karakter mengandung pengertian strukur batin manusia yang tampak pada
tingkah laku dan perbuatannya, yang tertentu dan tetap. Ia merupakan ciri
khas pribadi orang yang bersangkutan. I.R. Poedjawijatna mengemukakan
bahwa watak atau karakter ialah seluruh aku yang ternyata dalam
tindakannya terlibat dalam situasi , jadi memang di bawah pengaruh dari
pihak bakat, temperamen, keadaan tubuh, dan lain sebagainya
(Poedjawijatna, 1970: 129). Watak dapat dipengaruhi dan dididik, tetapi
pendidikan watak itu tetap merupakan pendidikan yang amat individual dan
bergantung pada kehendak bebas dari orang yang dididiknya. Watak pun
diartikan sebagai struktur batin manusia yang nampak dalam tindakan
tertentu dan tetap baik tindakan itu baik maupun buruk. Lebih dari
temperamen yang sangat dipengaruhi oleh kontitusi tubuh dan
pembawaannya lainnya maka watak atau karakter lebih dipengaruhi oleh
77

faktor-faktor lingkungan, seperti pengalaman, pendidikan, intelijensi, dan


kemauan.
Dalam hubungan ini, Kerchensteiner mengemukakan bahwa watak
adalah keadaan jiwa yang tetap, tempat semua perbuatan kemauan
ditetapkan/ditentukan oleh prinsip-prinsip yang ada dalam ala kejiwaan.
Jadi, menurut Kerchensteiner watak manusia terbukti dalam kemauan dan
perbuatannya. Kerchensteiner membagi watak manusia menjadi dua bagian,
yakni watak biologis dan watak intelijibel. Watak biologis mengandung
nafsu atau dorongan insting yang rendah, yang terikat kepada kejasmanian
atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat diubah atau
dididik, sedangkan watak intelijibel ialah yang bertalian dengan kesadaran
dan intelijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa yang
tinggi, seperti kekuatan kemauan, kemampuan membentuk pendapat atau
berpikir, kehalusan perasaan dan aufwuhlbarkeit lama dan mendalamnya
getaran jiwa. Menurut Kerchensteiner, watak inilah yang dapat diubah dan
dididik. Ia menyarankan bahwa untuk mendidik seseorang (anak didik)
dengan baik, didiklah kemauannya, cara berpikirnya, dan kehalusan
perasaannya ke arah yang baik.
Ahli lain, Sertain mengemukakan bahwa untuk mempelajari tingkah
laku atau watak secara lebih efektif, ahli psikologi hendaknya membedakan
dua faktor, yakni faktor biologis dan kultural. Menurut Sertain, sifat-sifat
dan watak seseorang itu merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan
lingkungan orang itu. Jadi, yang ditekankan di sini bukanlah pembawaan dan
bukan pula lingkungan kulturalnya, melainkan interaksi dari keduanya.
Watak dalam diri seseorang tidkalah berdiri sendiri, namun
berhubungan dengan aspek lain, salah satunya temperamen. Hubungan
keduanya erat. Keduanya memiliki hubungan dengan kepribadian.
Sebenarnya sangat sukar untuk membedakan antara pengertian watak dan
kepribadian. Keduanya mengandung pengertian yang hampir sama. Namun
demikian, para ahli psikologi umumnya berpendapat bahwa apa yang
78

dimaksud dengan watak itu adalah aspek saja dari keseluruhan pribadi
seseorang atau personality seseorang. Watak dan karakter lebih ditekankan
dalam hubungannya dengan moral dan norma-norma etis daripada aspek-
aspek kepribadian lainnya.
Menurut Kretschmer, terdapat empat tipe bentuk tubuh manusia yang
memengaruhi wataknya, yaitu:
a. Atletis: tinggi, besar, otot kuat, kekar, tegap, dada lebar
b. Astenis: tinggi, kurus, tidak kuat, bahu sempit, lengan dan
kaki kecil
c. Piknis: bulat, gemuk, pendek, muka bulat, leher pejal
d. Displastis: merupakan bentuk tubuh campuran dari ketiga di
atas
Orang yang berbentuk altetis dan astenis tipe wataknya disebut
schizothim, yang mempunyai sifat antara lain sukar bergaul,
mempunyai kebiasaan yang tetap, sombong, egoistis, dan bersifat
ingin berkuasa, kadang-kadang pesimis, selalu berpikir dahulu masak-
masak sebelum bertindak.
Orang yang berbentuk tubuh psikis tipe wataknya disebut siklothim
dan mempunyai sifat-sifat antar lain mudah bergaul, suka humor,
mudah berubah-ubah, mudah menyesesuaikan diri dengan situasi yang
baru, kurang setia, tidak konsekuen, dan lekas memaafkan orang lain.
Ahli lain, Heymans membagi watak manusia menjadi 8 tipe, sebagai
berikut
a. Gepassioner : revolusioner dan hebat segalanya
b. Kholerikus : garang dan agresif
c. Sentimentil : lekas merayu dan perasa
d. Nerveus : gugup, mudah tersinggung, dan bingung
e. Flegmatikus : tenang, tidak mudah berubah-ubah
f. Sanguinikus : gembira, lincah, optimis
g. Apath : apatis, manusia mesin
h. Amorph : tidak berperangai, lemah, dan lembek
79

2.4.5 Karakter
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan
menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika
pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat
diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-
kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai
suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi karena sudah
tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya dapat disebut
dengan kebiasaan. Mekanisme Pembentukan Karakter:

1 Unsur dalam Pembentukan Karakter

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran


karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang
terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya.2
Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya
dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi
perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-
prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan
hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan
kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan
dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus
mendapatkan perhatian serius.

Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam diri


manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk
membedakan ciri tersebut, maka istilahnya dinamakan dengan pikiran
80

sadar (conscious mind) atau pikiran objektif dan pikiran bawah sadar
(subconscious mind) atau pikiran subjektif.3 Penjelasan Adi W.
Gunawan mengenai fungsi dari pikiran sadar dan bawah sadar menarik
untuk dikutip.
Pikiran sadar yang secara fisik terletak di bagian korteks otak
bersifat logis dan analisis dengan memiliki pengaruh sebesar 12 % dari
kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di
medulla oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam
kandungan. Karena itu, ketika bayi yang dilahirkan menangis, bayi
tersebut akan tenang di dekapan ibunya karena dia sudah merasa tidak
asing lagi dengan detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat
netral dan sugestif. Untuk memahami cara kerja pikiran, kita perlu tahu
bahwa pikiran sadar (conscious) adalah pikiran objektif yang
berhubungan dengan objek luar dengan menggunakan panca indra
sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah menalar. Sedangkan
pikiran bawah sadar (subsconscious) adalah pikiran subjektif yang berisi
emosi serta memori, bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat
membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi sangat optimal ketika
kerja pikiran sadar semakin minimal.

Pikiran sadar dan bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar
akan menjalankan apa yang telah dikesankan kepadanya melalui sistem
kepercayaan yang lahir dari hasil kesimpulan nalar dari pikiran sadar
terhadap objek luar yang diamatinya. Karena, pikiran bawah sadar akan
terus mengikuti kesan dari pikiran sadar, maka pikiran sadar diibaratkan
seperti nahkoda sedangkan pikiran bawah sadar diibaratkan seperti awak
kapal yang siap menjalankan perintah, terlepas perintah itu benar atau
salah. Di sini, pikiran sadar bisa berperan sebagai penjaga untuk
melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
Dapat diambil sebuah contoh. Jika media masa memberitakan
bahwa Indonesia semakin terpuruk, maka berita ini dapat membuat
81

seseorang merasa depresi karena setelah mendengar dan melihat berita


tersebut, dia menalar berdasarkan kepercayaan yang dipegang seperti
berikut ini, Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya adalah
rakyat Indonesia, jadi ketika Indonesia terpuruk, maka saya juga
terpuruk. Dari sini, kesan yang diperoleh dari hasil penalaran di pikiran
sadar adalah kesan ketidakberdayaan yang berakibat kepada rasa putus
asa. Akhirnya rasa ketidakberdayaan tersebut akan memunculkan
perilaku destruktif, bahkan bisa mendorong kepada tindak kejahatan
seperti pencurian dengan beralasan untuk bisa bertahan hidup. Namun,
melalui pikiran sadar pula, kepercayaan tersebut dapat dirubah untuk
memberikan kesan berbeda dengan menambahkan contoh kalimat
berikut ini, ...tapi aku punya banyak relasi orang-orang kaya yang siap
membantuku. Nah, cara berpikir semacam ini akan memberikan kesan
keberdayaan sehingga kesan ini dapat memberikan harapan dan mampu
meningkatkan rasa percaya diri. Dengan memahami cara kerja pikiran
tersebut, kita memahami bahwa pengendalian pikiran menjadi sangat
penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah
kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu
kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita lepas kendali sehingga
terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus
mendapatkan penderitaan-penderitaan, disadari maupun tidak.

2. Proses Pembentukan Karakter

Sebelum penulis melanjutkan pembahasan, mari kita kaji ilustrasi berikut


ini.. Di dalam sebuah ruangan, terdapat seorang bayi, dan dua orang
dewasa. Mereka duduk dalam posisi melingkar. Kemudian masuk satu
orang lain yang membawa kotak besar berwarna putih ke arah mereka.
Setelah meletakkan kotak tersebut di tengah-tengah mereka, orang
tersebut langsung membuka tutupnya agar keluar isinya. Apa yang
82

terjadi...? ternyata setelah dibuka, terlihat ada tiga ular kobra berwarna
hitam dan besar yang keluar dari kotak tersebut. Langsung saja, salah
seorang dari mereka lari ketakutan, sedangkan yang lainnya justru berani
mendekat untuk memegang ular agar tidak membahayakan, dan, tentu
saja, si bayi yang ada di dekatnya tetap tidak memperlihatkan respon
apa-apa terhadap ular.
Nah, begitu juga dengan kehidupan manusia di dunia ini. Kita
semua dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu kehidupan
duniawi. Akan tetapi respon yang kita berikan terhadap permasalahan
tersebut berbeda-beda. Di antara kita, ada yang hidup penuh semangat,
sedangkan yang lainnya hidup penuh malas dan putus asa. Di antara kita
juga ada yang hidup dengan keluarga yang damai dan tenang, sedangkan
di antara kita juga ada yang hidup dengan kondisi keluarga yang
berantakan. Di antara kita juga ada yang hidup dengan perasaan bahagia
dan ceria, sedangkan yang lain hidup dengan penuh penderitaan dan
keluhan. Padahal kita semua berangkat dari kondisi yang sama, yaitu
kondisi ketika masih kecil yang penuh semangat, ceria, bahagia, dan
tidak ada rasa takut atau pun rasa sedih. Pertanyaannya yang ingin
diajukan di sini adalah Mengapa untuk permasalahan yang sama, yaitu
kehidupan duniawi, kita mengambil respon yang berbeda-beda?
jawabannya dikarenakan oleh kesan yang berbeda dan kesan tersebut
dihasilkan dari pola pikir dan kepercayaan yang berbeda mengenai objek
tersebut. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin
hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum
tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih
terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan
ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan
lingkungan keluarga.
Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter sudah
terbangun. Pondasi tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri.
83

Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka
seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa perkawinan itu
penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan rasa saling
menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan
menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak
ketika sudah tumbuh dewasa. Selanjutnya, semua pengalaman hidup
yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku,
majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang
akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar
untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah,
peran pikiran sadar (conscious) menjadi semakin dominan. Seiring
perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap informasi yang masuk
melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak sembarang
informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung
diterima oleh pikiran bawah sadar. Semakin banyak informasi yang
diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola pikir yang
terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasan, dan karakter unik dari
masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya
memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self-image), dan
kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaannya benar dan
selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya
akan terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya, jika sistem
kepercayaannya tidak selaras, karakternya tidak baik, dan konsep dirinya
buruk, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan
penderitaan. Dapat diambil sebuah contoh. Ketika masih kecil,
kebanyakan dari anak-anak memiliki konsep diri yang bagus. Mereka
ceria, semangat, dan berani. Tidak ada rasa takut dan tidak ada rasa
sedih. Mereka selalu merasa bahwa dirinya mampu melakukan banyak
hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak hal. Kita bisa melihat saat
mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan bangkit lagi, jatuh lagi,
84

bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan seperti kita. Akan
tetapi, ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka mengalami
banyak perubahan mengenai konsep diri mereka. Di antara mereka
mungkin merasa bahwa dirinya bodoh. Akhirnya mereka putus asa.
Kepercayaan ini semakin diperkuat lagi setelah mengetahui bahwa nilai
yang didapatkannya berada di bawah rata-rata dan orang tua mereka juga
mengatakan bahwa mereka memang adalah anak-anak yang bodoh.
Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yang buruk ini bisa membuat
mereka merasa kurang percaya diri dan sulit untuk berkembang di kelak
kemudian hari.
Padahal, jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan banyak
penjelasan mengapa mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata.
Mungkin, proses pembelajaran tidak sesuai dengan tipe anak, atau
pengajar yang kurang menarik, atau mungkin kondisi belajar yang
kurang mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, anak-anak itu
pintar tetapi karena kondisi yang memberikan kesan mereka bodoh,
maka mereka meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang buruk.
Contoh yang lainnya, mayoritas ketika masih kanak-kanak, mereka tetap
ceria walau kondisi ekonomi keluarganya rendah. Namun seiring
perjalanan waktu, anak tersebut mungkin sering menonton sinetron yang
menayangkan bahwa kondisi orang miskin selalu lemah dan mengalami
banyak penderitaan dari orang kaya. Akhirnya, anak ini memegang
kepercayaan bahwa orang miskin itu menderita dan tidak berdaya dan
orang kaya itu jahat. Selama kepercayaan ini dipegang, maka ketika
dewasa, anak ini akan sulit menjadi orang yang kuat secara ekonomi,
sebab keinginan untuk menjadi kaya bertentangan dengan keyakinannya
yang menyatakan bahwa orang kaya itu jahat. Kepercayaan ini hanya
akan melahirkan perilaku yang mudah berkeluh kesah dan menutup diri
untuk bekerjasama dengan mereka yang dirasa lebih kaya.
85

3.1 Definsi Perbedaan

Menurut Lindfren (1980) makna perbedaan dan perbedaan individual


menyangkut tentang variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik dan
psikilogis. Perbedaan individual menurut Chaplin (1995:244) adalah
sebarang sifat atau perbedaan kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa
membedakan satu individu lainnya. Gerry (1963) dalam buku perkembangan
peserta didik karya Sunarto dan B. Agung Hartono mengategorikan perbedaan
individual seperti berikut :

1. perbedaan fisik, tingkat dan berat badan, jenis kelamin pendengaran,


penglihatan, dan kemampuan bertindak.

2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga dan


suku.

3. perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat dan sikap.

4. perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar

5. perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat kita peroleh bahwa perbedaan
individual adalah hal-hal yang berkaitan dengan psikologi pribadi yang
menjelaskan perbedaan psikologis maupun fisik antara orang-orang serta
berbagai persamaannya.

3.1.1 Tahapan Perbedaan

Telah kita ketahui bahwa perbedaanperbedaan antara satu dengan yang


lainnya dan juga kesamaan-kesamaan diantara mereka merupakan cirri-ciri
dari semua pelajaran pada suatu tingkatan belajar. Sebab-sebab dan pengaruh
perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat tujuan pendidikan, isi dan
86

tekhnik-tekhnik pendidikan di tetapkan, hendaknya di sesuaikan dengan


perbedaan-perbedaan tersebut. Antara lain perbedaan tersebut seperti:

1.Perbedaan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan


penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap orang memiliki persepsi
tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu obyek. Yang berarti ia
menguasai segala segala sesuatu yang di ketahui, dalam arti dirinya terbentuk
suatu persepsi, dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk
menjadi miliknya.

2. Perbedaan Kecakapan Berbahasa

Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangatpenting dalam


kehidupan. Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda.
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan
pemikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna,
logis, dan sistematik. Kemampuan berbahasa sangat di pengaruhi oleh faktor
kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik( organ bicara).

3. Perbedaan Kecakapan Motorik

Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan


untuk melakukan koordinasi gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh
syaraf pusat untuk melakukan kegiatan.

4. Perbedaan Latar Belakang

Perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat


memperlancar atau memperhambat prestasinya, terlepas dari potensi untuk
menguasai bahan.
87

5. Perbedaan Bakat

Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan


tersebut akan berkebang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan
pemupukan secara tepat sebaliknya bakat tidak berkembang sama, maka
lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang., dalam arti ada
rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.

6. Perbedaan Kesiapan Belajar

Perbedaan latar belakang, yang meliputi perbedaan sosio-ekonomi, sosio-


cultural, amat penting artinyabagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak
pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat persiapan yang sama
dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas.

7. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender

Istilah jenis kelamin dan gender sering dipertukarkan dan dianggap sama.
Jenis kelamin merujuk kepada perbedaan biologis dari laki-laki dan
perempuan, sementara gender merupakan aspek psikososial dari laki-laki dan
perempuan berupa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibangun
secara sosial budaya. Perbedaan gender termasuk dalam hal peran, tingkah
laku, kecenderungan, sifat, dan atribut lain yang menjelaskan arti menjadi
seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang ada.

8. Perbedaan Kepribadian

Kepribadian adalah pola perilaku dan cara berpikir yang khas yang
menetukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan (Atkinson,
88

dkk, 1996). Kepribadian sesesorang dapat kita tinjau melalui dua model
yaitu model big five dan model brigg-myers.

a. Model Big Five


Merupakan model yang diajukan oleh Lewis Goldberg (1993). Yang terdiri
dari model kepribadian lima dimensi.
1. Extroversion
Orang tipe ini menikmati keberadaannya bersama orang lain, penuh energi,
serta mengalami emosi positiv.
2. Agreeableness
Merupakan individu yang penuh perhatian, bersahabat, dermawan, suka
menolong, dan mau menyesuaikan keinginannya dengan orang lain.
3. Conscientiousness
Individu ini selalu menghindari kesalahan dan mencapai kesuksesan tingkat
tinggi melalui perencanaan yang penuh tujuan dan gigih. Mereka terlihat
cerdas dan dapat dipercaya. Akan tetapi individu ini juga terlihat kaku dan
membosankan.
4. Neoriticism atau sebaliknya stabilitas emosional
Orang yang neoriticsm-nya tinggi memiliki reaksi emosi negativ.
Sedangkan orang yang memiliki neoriticsm rendah cenderung tidak mudah
terganggu, kurang reaktif secara emosi, tenang, serta bebas dari emosi
negative yang menetap.
5. Opennes to experience
Individu ini cenderung terbuka secara intelektual selalu ingin tau, memiliki
apresiasi terhadap seni, serta sensitive terhadap kecantikan.

b. Model Brigg-Myers
Dikemukakan oleh Isabel Brigg Myers dan Katharine C. Model ini
meliputi empat dimensi yaitu:
1. Extraversion (E) versus Introversion (I)
Orang yang introvert menemukan tenaga didalam ide, konsep, dan
89

abstraksi. Mereka selalu ingin memahami dunia dan merupakan pemikir


reflektif serta konsentrator. Sementara orang yang extrovert, menemukan
energy pada orang dan benda benda. Mereka memilih berinteraksi dengan
orang lain dan berorientasi pada tindakan.
2. Sensing (S) versus Intuition (N)
Orang sensing berorientasi pada detail, menginginkan fakta, dan
mempercayainya. Orang-orang yang intuitif mencari pola dan hubungan
diantara fakta fakta yang diperoleh.
3. Thingking (T) versus Feeling (F)
Individu yang thingking menghargai kebebasan, mereka membuat
keputusan dengan mempertimbangkan kriteria objektiv dan logika dari
situasi. Individu yang feeling menghargai harmoni, mereka memusatkan
pada nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pada saat membuat
keputusan atau penilaian.
4. Judging (J) dan Perceptive (P)
Orang orang judging cenderung tegas, penuh rencana, dan mengatur diri.
Mereka fokus untuk menyelesaikan tugas hanya ingin mengetahui esensi,
dan bertindak cepat. Orang orang perceptive selalu ingin tahu, dapat
menyesuaikan diri, dan spontan.

3.2 Mengelola Perbedaan


Adanya 3 hal penting dalam mengelola perbedaan :

1. ada banyak dimensi dan komponen perbedaan. Ini berarti bahwa perbedaan
itu ada pada setiap orang.

2. perbedaan tidak sama dengan berbeda. Perbedaan mencakup semua hal


yang berbeda sekaligus serupa. Mengelol perbedaan bearti mengatur dua hal
tsb secara bersamaan.

3. perbedaan mencakup perpaduan antara hal-hal yang serupa dan hal-hal


yang berbeda, bukan hanya salah satunya.
90

3.2.1 Tindakan Affirmasi


Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana untuk
mempengaruhi pikiran bawah sadar kita. Afirmasi berupa pernyataan pendek
dan sederhana yang kita sampaikan terus menerus dan berkali-kali kepada diri
kita. Pada saat melakukan afirmasi sesungguhnya kita sedang mempengaruhi
keadaan pikiran bawah sadar kita. Untuk memulainya, kita perlu memikirkan
tujuan kita, apa yang kita inginkan terjadi atau apa yang ingin kita lakukan.
Bisa saja dalam kehidupan pribadi kita, bisa dalam pekerjaan maupun hal
lainnya. Afirmasi atau peneguhan harus bersifar positif dan singkat. Afirmasi
bersifat sangat pribadi. Tidak ada orang lain yang harus merasa perlu
mendengarnya atau bahkan mengetahui bahwa kita sedang melakukan
afirmasi.

4.1 Kecerdasan

A. Pengertian Kecerdasan

Beberapa ahli menekankan fungsi inteligensi untuk membantu


penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Beberapa ahli lain
menekankan struktur inteligensi dengan menggambarkan sebagai suatu
kecakapan.[1]
1. Menurut bahasa, kecerdasan diartikan sebagai kemampuan umum
dalam memahami hal-hal yang abstrak.
2. Menurut istilah, kecerdasan didefinisikan sebagai kesanggupan
seseorang untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan dapat
diabstraksikan pada suatu kualitas yang sama.
Definisi dari beberapa ahli:
Definisi kecerdasan menurut Howard Gardner:
a. Kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya.
b. Kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk dipecahkan.
c. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang
bermanfaat di dalam kehidupannya.
91

William Stern
Kecerdasan adalah kesanggupan jiwa untuk menghadapi dan
mengatasi kesulitan-kesulitan baru dengan sadar, dengan berfikir
cepat dan tepat.
B. Macam-macam dan Ciri-ciri Kecerdasan
Prof. Dr. Howard Gardner
seorang psikolog dan ahli pendidikan dari Universitas Harvard AS
merumuskan teori Multiple Intelligences ( kecerdasan ganda / majemuk ).
Dalam teori ini ia memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas
menjadi sembilan kategori kecerdasan dasar, antara lain:
1. Kecerdasan Linguistik
Kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mendeskripsikan
kejadian, membangun kepercayaan dan kedekatan, mengembangkan
argumen logika dan retorika, atau mengungkapkan ekspresi dan
metafora.

Ciri-ciri :
a. Dapat berargumentasi, meyakinkan orang lain, menghibur atau
mengajar dengan efektif lewat kata-kata
b. Gemar membaca dan dapat mengartikan bahasa tulisan dengan
jelas
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan linguistik
adalah wartawan dan reporter, tenaga penjual, penyair, copywriter,
penulis dan pengacara.
2. Kecerdasan Logika-Matematika
Kemampuan menggunakan angka-angka untuk menghitung dan
mendeskripsikan sesuatu, menggunakan konsep matematis,
menganalisa berbagai permasalahan secara logis, menerapkan
matematika pada kehidupan sehari-hari, peka terhadap pola tertentu,
serta menelaah berbagai permasalahan secara ilmiah.
Ciri-ciri :
a. Mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi
b. Berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis
c. Pandangan hidupnya bersifat rasional
92

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan logika


matematika adalah : akuntan, ahli statistik, insinyur, penemu,
pedagang, dan pembuat program komputer.
3. Kecerdasan Musikal
Kemampuan untuk mengerti dan mengembangkan teknik musikal,
merespon terhadap musik, menggunakan musik sebagai sarana untuk
berkomunikasi, menginterpretasikan bentuk dan ide musikal, dan
menciptakan pertunjukan dan komposisi yang ekspresif.
Ciri-ciri :
a. Peka nada dan menyanyi lagu dengan tepat
b. Dapat mengikuti irama
c. Mendengar music dengan tingkat ketajaman lebih
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan musical
adalah guru musik, pembuat instrumen atau alat musik, pemain band
atau konduktor, DJ, kritikus musik, kolektor musik, pencipta lagu atau
penyanyi.
4. Kecerdasan Spasial
Kemampuan untuk mengenali pola ruang secara akurat,
menginterpretasikan ide grafis dan spasial serta menterjemahkan pola
ruang secara tepat.
Ciri-ciri :
a. Kepekaan tajam untuk detail visual, keseimbangan, warna, garis,
bentuk dan ruang
b. Mudah memperkirakan jarak dan ruang
c. Membuat sketsa ide dengan jelas
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan spasial
adalah photographer, decorator ruang, perancang busana, arsitek,
pembuat film.
5. Kecerdasan Kinestetik (Bodily-Kinesthetic )
Kemampuan untuk menggunakan seluruh atau sebagian dari tubuh
untuk melakukan sesuatu, membangun kedekatan untuk
mengkonsolidasikan and meyakinkan serta mendukung orang lain, dan
menggunakannya untuk menciptakan bentuk ekspresi baru.
Ciri-ciri :
a. Menikmati kegiatan fisik (olahraga)
b. Cekatan dan tidak bias tinggal diam
c. Berminat dengan segala sesuatu
93

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini adalah


mekanik, pelatih, pengrajin, atlet, aktor, penari atau koreografer.

6. Kecerdasan Interpersonal
Kemampuan untuk mengorganisasikan orang lain dan
mengkomunikasikan secara jelas apa yang perlu dilakukan, berempati
kepada orang lain, membedakan dan menginterpretasikan berbagai
jenis komunikasi dengan orang lain, dan memahami intensi, hasrat,
dan motivasi orang lain.
Ciri-ciri :
a. Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian, terbuka
b. Menjalin kontak mata dengan baik
c. Menunjukan empati pada orang lain
d. Mendorong orang lain menyampaikan kisahnya
Beberapa jenis pekerjaan yang menggunakan kecerdasan
interpersonal adalah manajer, politisi, pekerja sosial, pemimpin,
psikolog, guru atau konsultan.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan untuk menilai kekuatan kelemahan, bakat, ketertarikan
diri sendiri serta menggunakannya untuk menentukan tujuan,
menyusun dan mengembangkan konsep dan teori berdasarkan
pemeriksaan kedalam diri sendiri, memahami perasaan, intuisi,
temperamen, dan menggunakannya untuk mengekpresikan pandangan
pribadi.
Ciri-ciri :
a. Membedakan berbagai macam emosi
b. Mudah mengakses perasaan sendiri
c. Menggunakan pemahamannya untuk memperkaya dan
membimbing hidupnya
d. Mawas diri dan suka meditasi
e. Lebih suka kerja sendiri
Beberapa jenis pekerjaan yang menggunakan kecerdasan ini adalah
perencana, pemuka agama, atau ahli filosofi.
8. Kecerdasan Naturalis
94

Kemampuan untuk mengenali dan mengelompokkan dan


menggambarkan berbagai macam keistimewaan yang ada di
lingkungannya.
Ciri-ciri :
a. Mencintai lingkungan
b. Mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang
c. Senang kegiatan di luar (alam)
Beberapa pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan naturalis ini
adalah ahli biologi atau ahli konservasi lingkungan.
9. Kecerdasan Eksistensial
Kemampuan untuk menikmati pemikiran-pemikiran dan ingin tahu
mengenai kehidupan, kematian dan realita yang ada. Anak-anak
dengan tingkat kecerdasan eksistensial yang tinggi mungkin akan
menunjukkan keingintahuan mengenai bagaiman bumi bertahun-tahun
yang lalu, mengapa kita ada di bumi, apakah ada kehidupan di planet
lain, kemana mahluk hidup setelah mati, apakah ada dimensi
kehiduapn lain dan berbagai pertanyaan sejenis.
Ciri-ciri :
a. Mempertanyakan hakekat segala sesuatu
b. Mempertanyakan keberadaan peran diri sendiri di alam/ dunia
Alfred Binet (1857-1911)
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus
(anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binnet-
Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911. Tes yang dilakukan
menurut teori Binet ini disebut juga sebagai Tes IQ (IQ (Intelligence
Quotients)

Daniel Golleman

EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman.


Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman
(1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi
pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran
95

rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau Intelligence


Quotient (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh
emosi. Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence
(1994) menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan
oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional.
Dari nama teknis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ
mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan.

Danah Zohar dan Ian Marshall

Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang


kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun
2000, dalam bukunya berjudul Spiritual Intelligence : the
Ultimate Intellegence, Danah Zohar dan Ian Marshall
mengklaim bahwa SQ adalah inti dari segala intelejensia.
Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah
dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan
membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya.

Dalam makalah ini, maka kecerdasan yang akan dibahas lebih


lanjut adalah IQ, EQ dan SQ.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan


1. Hereditas atau Pembawaan
Salah satu faktor penentu tinggi rendahnya inteligensi
seseorang ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa
sejak lahir. Pandangan ini dipengaruhi oleh aliran filsafat
(nativisme) yang beranggapan bahwa setiap manusia dilahirkan
96

sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat


dipengaruhi lingkungan. Taraf Inteligensi seseorang ialah 75-
80% keturunan, juga adanya rangkaian hubungan antara
pertalian keluarga dengan ukuran IQ.[16] Dengan demikian,
taraf inteligensi relatif sama ditentukan pada individu-individu
yang mempunyai pertalian keluarga yang kuat.
2. Lingkungan
Pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya inteligensi ditentukan oleh lingkungan (pendidikan
dan pengalaman) dipengaruhi teori empirisme John Locke. Ia
berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam kondisi suci
(tabularasa). Lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Lingkungan fisik, meliputi segala sesuatu dari molekul yang
ada di sekitar janin sebelum lahir
b. Lingkungan sosial, meliputi seluruh manusia yang secara
potensial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
perkembangan individu.

4.1.1 Kecerdasan Intelegensi (IQ)


IQ merupakan kepanjangan dari Intelegence Quotient yang artinya
ukuran kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ
adalah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar,
perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman
gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ
adalah kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tidak bisa berubah adalah
mitos ( alias salah kaprah ), karena penelitian modern membuktikan bahwa
kemampuan IQ seseorang dapat meningkat dari proses belajar. Kecerdasan ini
pun tidaklah baku untuk satu hal saja tetapi untuk banyak hal.

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh


IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak
dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang mulai
97

dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh
garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di
samping faktor gizi makanan yang cukup. IQ atau daya tangkap ini dianggap
takkan berubah sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran
fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan.
IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami
berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan
belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik
(demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat
IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan
langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang
anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan
banyak.
4.1.2 Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tideak melumpuhkan kemampuan berpikir
berempati dan berdoa.

Menurut Saphiro, istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan


pada tahun 1990 oleh dua orang asli, yaitu peter salovey dan john mayer
untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting uintuk
mencapai keberhasilan. Jenis-jenis kualitas emosi yang dimaksutkan antara
lain (1) empati, (2) mengungkapkan dan memahami perasaan,(3)
mengendalikan amarah,(4) kemampuan kemandirian,(5) kemampuan
menyesuaikan diri,(6) diskusi,(7) kemampuan memecahkan masalah antar
pribadi,(8) ketekunan,(9) kesetiakawanan, (10) keramahan, dan (11) sikap
hormat.
98

Teori lain dikemukakan oleh Reuven Bar-On, sebagaimana dikutip


oleh Steven J. Stein dan Howard E. Book, ia menjelaskan bahwa kecerdasan
emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan
nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Selanjutnya, Steven J. Stein dan
Howard E. Book menjelaskan pendaoat Peter Salovey dan Jhon Mayer,
pencipta istilah kecerdasan emosional, bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengetahui perasaan, meraih dan membangkitkan
perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan
emosi dan intelektual.
Keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan
keterampilan kognitif, orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki
keduanya. Makin kompleks pekerjaan, makin penting kecerdasan emosi.
Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi bodoh. Tanpa
kecerdasan emosi, orang tidak akan mampu menggunakan kemampuan
kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Emosi menyulut
kreativitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi. Sedangkan penalaran logis
berfungsi mengatasi dorongan yang keliru dan menyelaraskan tujuan dengan
proses, dan teknologi dengan sentuhan manusiuawi. Dengan demikian
seseorang yang memiliki IQ saja belum cukup, yang ideal IQ dibarengi
dengan ESQ yang seimbang. Pemahaman ini didukung oleh pendapat
Goleman yang dikutip oleh patton, bahwa para ahli psikologi sepakat kalau IQ
hanya mendukung sekitar 20 persen faktor yang menentukan keberhasilan,
sedangkan 80 persen sisanya berasal dari faktor lain, termasuk kecerdasan
emosional.

4.1.3 Kecerdasan Spiritual


Selain kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang banyak
dibahas saat ini, adalah kecerdasan spiritual atau spiritual intellegence.
99

Konsep kecerdasan ini dikembangkan oleh Zohar dan Marshall (2003).


Pengertian spiritual dalam konsep Zohar dan Marshall bukan dan tidak ada
kaitannya dengan konsep spiritual dalam agama. Menurut mereka kecerdasan
spiritual berkenaan dengan kecakapan internal, bawaan otak dan psikis
manusia.menggambarkan sumber yang paling dalam dari hati semesta itu
sendiri Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah. Yang menuntun
diri kita memungkinkan kita utuh. Kecerdasan spiritual berada pada bagian
paling dalam dari diri kita, terkait dengan kebijaksanaan (wisdom) yang
berada di atas ego. Kecerdasan spiritual bukan saja mengetahui nilai-nilai
yang ada, tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.

Zohar dan Marshall, mengemukakan beberapa indikator dari kecerdasan


spiritual yang tinggi, yaitu:
Kemampuan untuk menjadi fleksibel,
Derajar kesadaran diri yang tinggi
Kecakapan untuk menghadapi dan menggunakan serangan,
Kecakapan untuk menghadapi dan menyalurkan/memindahkan rasa sakit
Kualitas untuk terilhami oleh visi dan nilai,
Enggan melakukan hal yang merugikan,
Kecenderungan melihat hubungan antara hal yang berbeda (keterpaduan)
Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya mengapa, mencari jawaban
yang mendasar,
Mandiri, menentang tradisi.

4.1.4 Cara Mengukur Kecerdasan


A. Kecerdasan Intelegensi
Konsep Intelligence Quotient ( IQ )
Teori ini mengadopsi teori Simon Binet yang menggunakan rumus:

MA CA
IQ=
100

Keterangan:
IQ = intelligence quotient atau kecerdasan
100

MA : mental age atau usia mental. Diperoleh dari sekelompok pertanyaan


yang dijawab betul oleh sejumlah besar individu dengan umur yang
sama.
CA : chronological age atau usia kalender
100 : konstanta atau bilangan tetap, diusulkan oleh Stern dan Terman untuk
menghindari angka pecahan dalam satuan IQ

B. Kecerdasan Emosional

Menurut Steven J. Stein, PhD dalam bukunya Emosional


Intelligence for Dummies mengatakan bahwa para psikolog menggunakan
beberapa test untuk mengukur kecerdasan emosional. Test tersebut
umumnya terbagi dalam 3 kategori :

a. Laporan tes diri, membandingkan tanggapan anda ke data base ribuan


orang lain dan menutupi area yang mencakup bagaimana anda melihat diri
anda berurusan dengan situasi sulit, bagaimana anda cenderung untuk
berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana anda menggambarkan
suasana hati anda saat itu. Yang paling umum digunakan adalah tes EQ-I
Self Report.

b. Penilaian 360 derajat, mencakup persepsi orang lain. Orang yang tahu
anda dari perspektif yang berbeda-beda baik itu bos anda, pasangan anda,
bawahan anda, dan semua laporan tentang bagaimana mereka melihat anda
berprilaku sama dengan penilaian anda sendiri terhadap diri anda. Para ahli
psikologi umumnya menggunakan penilaian tes 360 derajat yaitu EQ-360.
c. Penilaian kerja, yang terstruktur seperti tes IQ. Tes ini mengukur
kecerdasan emosi sebagai kemampuan. Orang yang memakai tes ini,
penilaian mungkin akan diminta untuk mengenali emosi dalam gambar
orang, pilih tanggapan terhadap situasi kehidupan yang sulit, atau
menunjukkan pemahaman prinsip-prinsip dasar tentang emosi. Para
101

professional menggunakan uji membandingkan skor subjek pada item ini


ke ribuan orang lain yang telah menyelesaikan tes tersebut.

Yang paling umum digunakan adalah hasil penilaian tes MSCEIT.

Disamping itu, kecerdasan emosi juga dapat diukur dari beberapa aspek-
aspek yang ada. Goleman(2001, p.42-43) mengemukakan lima kecakapan
dasar dalam kecerdasan emosi,yaitu:

a. Self awareness( Mengenali Emosi Diri )

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk


mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang
akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat kita lebih waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi

b. Self management (Mengelola Emosi)

Yaitu merupakan kemampuan menangani emosinya sendiri,


mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan terhadap
kata hati, untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari.
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan
tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi.

c. Motivation Motivasi

kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat membangkitkan


semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik serta mampu
102

mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu bertahan


menghadapi kegagalan dan frustasi.

d. Empati (social awareness)

Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang


lain,mampu memahami perspektif orang lain, dan menimbulkan hubungan
saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe
individu. Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengenali orang
lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu
yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal
sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan
orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain,
peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan
orang lain.

e. Relationship managemen (Membina Hubungan)

Merupakan kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan


dengan orang lain dan menciptakan serta mempertahankan hubungan
dengan orang lain. Kemampuan dalam membina hubungan merupakan
suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan.

C. Kecerdasan Spiritual

Zohar (2001) mengidentifikasikan sepuluh kriteria mengukur kecerdasan


Spiritual seseorang, yaitu:

1. Kesadaran Diri

2. Spontanitas, termotivasi secara internal


103

3. Melihat kehidupan dari visi dan berdasrkan nilai-nilai fundamental

4. Holistik, melihat sistem dan universalitas

5. Kasih sayang (rasa berkomunitas, rasa mengikuti aliran kehidupan)

6. Menghargai keragaman

7. Mandiri, teguh melawan mayoritas

8. Mempertanyakan secara mendasar

9. Menata kembali dalam gambaran besar

10. Teguh dalam kesulitan

4.2 Kemampuan kognitif


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau
prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang
kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
104

4.2.1 Tipologi kognitif gaya jung


Pendirian dan intuisi dipandang sebagai fungsi irrasional karena
mereka didasarkan pada persepsi tentang hal-hal yang konkret, khusus dan
aksidental. Dengan mendasarkan pada dua komponen pokok daripada
kesadaran itu, sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat
tipe ekstravers dan empat lagi introvers. Dalam membuat penyandraan
mengenai tipe-tipe tersebut selalu di kupasnya juga kehidupan alam tak sadar,
yang baginya merupakan realita yang sama pentingnya dengan kehidupan
alam sadar. Kehidupan alam tak sadar itu berlawanan dengan kehidupan alam
sadar, jadi orang yang kesadarannya ber-tipe pemikir, maka
ketidaksadarannya adalah perasa, orang yang kesadarannya ekstravers
ketidaksadarannya bersifat introvers, begitu selanjutnya.

Dengan pembicara ini, teranglah kiranya tipologi Jung itu, yang dapat
diikhtisarkan sebagai label berikut :

Sikap Jiwa Fungsi Jiwa Tipe Kepribadian Ketidaksadarannya


Pikiran Pikiran-ekstravers
Perasa Perasa-ekstravers Perasa introvers
Pendriaan Pendriaan-kstravers Pemikir introvers
Intuisi Intuisi-ekstravers Intuitif introvers
Pendria introvers
Ekstravers
Pikiran-introvers
Pikiran Perasa-introvers
Perasa Pendriaan-introvers Perasa ekstravers
Pendriaan Intuisi-introvers Pemikir ekstravers
Intuisi Intuitif ekstravers
Introvers Pendria ekstravers
105

Tentu saja perlu diingat bahwa tipe-tipe yang murni seperti


digambarkan diatas itu jarang sekali terdapat dalam kenyataan. Variasi tipe-
tipe tersebut dalam kenyataannya lebih banyak daripada yang digambarkan
itu; disamping tipe-tipe pokok tersebut dapat kita ketemukan tipe-tipe
campuran.

Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian

Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun seluruh
kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.

Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain,

Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan ektraversi dan
introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan sikap ego sadar
yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan melakukan
kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan.
Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran
dan persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian
secara tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta
animus pada seorang wanita melahirkan hubungan kompensatorik satu sama
lain. Ego pria normal adalah maskulin sedangkan anima adalah feminine dan
ego wanita yang normal adalah feminin sedangkan animus maskulin.Pada
umumnya, semua isi kesadaran dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran.
Prinsip kompensasi memberikan semacam ekuilibrium atau keseimbangan
antara unsur-unsur yang saling bertentangan sehingga mencegah psikhe
menjadi tidak seimbang secara neurotis.

Salah satu sistem bisa menentang sistem lain,


Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego dan
bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona dan
anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara kolektif
dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi
106

bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan


pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis
yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan
tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari
pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian
diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.

Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis.


Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung disebut
fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis antara
sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang
seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini adalah
diri (self).

4.3 Emosi Positif dan Negatif


Emosi adalah sesuatu perasaan intens yang ditunjukkan pada seseorang atau
sesuatu. Emosi merupakan reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi ada
2, emosi positif dan negatif.
4.3.1 Pengertian Emosi Positif dan Emosi Negatif
Emosi positif. Misalnya bahagia, senang, ceria, damai, rasa syukur.
Emosi positif mengexpresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan.
Emosi negatif. Misalnya sedih, menangis, marah, kecewa, benci, dll. Emosi
negatif mengexpresikan sebuah evaluasi atau perasaan merugikan.

Emosi negatif menghasilkan permasalahan yang mengganggu


individu maupun masyarakat. Biasanya, orang menekankan pada emosi yang
negatif. Anda cenderung untuk lebih memperhatikan emosi-emosi yang
bernilai negatif. Misalnya sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik,
muak, prasangka, takut, curiga dan sejenisnya. Bukankah emosi-emosi itu
mengganggu Anda? Mereka yang mudah tersinggung, gampang marah-marah,
dan berprasangka tidak akan disukai masyarakat. Mereka yang mengalaminya
pun tidak akan merasakan sejahtera dalam hidupnya. Emosi positif dan negatif
107

sangat mempengaruhi perasaan sejahtera seseorang. Orang yang memiliki


banyak emosi positif dan kurang memiliki emosi negatif biasanya merupakan
orang-orang yang berbahagia atau sejahtera dalam hidupnya. Sedangkan
mereka yang lebih banyak memiliki emosi negatif hidupnya kurang sejahtera.
Selain oleh emosi, perasaan sejahtera juga ditentukan oleh kepuasan hidup.
Jika seseorang merasa bahwa hidupnya secara keseluruhan memuaskan, maka
ia akan mengalami sejahtera (kehidupan yang berbahagia). Singkatnya,
seseorang yang memiliki derajat tinggi akan perasaan sejahtera adalah ia yang
puas terhadap hidupnya, banyak mengalami emosi yang positif dan kurang
mengalami emosi yang negatif.

4.3.1 Mengelola rasa marah


1. Ketika anda marah jangan mengatakan apa-apa.
Jika kita berbicara dalam rasa marah, kita pasti akan memperburuk situasi dan
ngat mungkin menyakiti perasaan orang lain. Jika kita berbicara dalam rasa
marah, kita mungkin akan menemukan bahwa orang-orang akan menanggapi
dengan rasa marah juga, menciptakan sebuah lingkaran kemarahan. Namun
jika kita bisa menjaga untuk tetap diam, maka akan memberikan waktu untuk
emosi meninggalkan kita.

Ketika marah, hitunglah sampai sepuluh sebelum anda berbicara. Jika anda
sangat marah, hitunglah sampai seratus.
Thomas Jefferson
2. Acuhkan terhadap orang-orang yang berusaha membuat kita marah.
Sialnya, beberapa orang mungkin memiliki niat jahat dengan mencoba
membuat anda marah dan mengambil kesenangan dari anda. Namun jika kita
bisa mengacuhkan kata-kata mereka dan tidak merespon dengan cara apapun
provokasi mereka, mereka akan kehilangan minat dan tidak mengganggu kita
di waktu mendatang.
3. Gunakan alasan untuk menghentikan kemarahan.
108

Ketika kita marah, katakan kepada diri sendiri kemarahan ini tidak akan
membantu saya dengan cara apapun. Kemarahan ini akan membuat situasi
lebih buruk. Bahkan jika sebagian dari kita masih marah, suara batin kita
akan membantu kita untuk menjauhkan diri dari emosi kemarahan
4. Bersikap baik pada orang lain.
Visualisasi lain yang disarankan oleh seorang guru spiritual adalah melihat
agen kemarahan sebagai anak berusia 5 tahun. Jika anda berpikir tentang
orang lain sebagai anak berusia 5 tahun yang tak berdaya, kasih sayang dan
pengampunan anda yang akan muncul. Jika adik kecil anda tidak sengaja
menusuk anda, anda tidak akan merasakan kemarahan dan keinginan untuk
membalas. Sebaliknya anda hanya akan merasa dia masih terlalu muda dan
perlu tahu hal-hal yang lebih baik. Latihan ini mungkin sangat berguna bagi
anggota keluarga dekat yang kadang-kadang menimbulkan rasa marah anda.

5. Nilai perdamaian jauh lebih tinggi dibanding rasa marah.


Jika kita menghargai ketenangan pikiran sebagai harta kita yang paling
penting, kita tentu saja tidak akan membiarkan kemarahan tetap ada dalam
sistem kita. Seperti Sri Chinmoy pernah katakan :
Anda mungkin punya hak untuk marah dengan seseorang, tetapi anda tahu
bahwa dengan marah kepadanya anda hanya akan kehilangan kedamaian
pikiran anda yang berharga ..
6. Selalu mencoba untuk memahami mereka yang marah pada anda.
Jangan khawatir jika anda memiliki perasaan untuk membela diri dari kritik
mereka. Jika anda dapat tetap tenang, mereka mungkin mulai merasa bersalah
melampiaskan kemarahan mereka pada anda. Terinspirasi oleh contoh
ketenangan anda, mereka akan sadar dan berusaha untuk melakukan hal yang
sama.
7. Fokus pada sesuatu yang sama sekali berbeda.
109

Misalkan seseorang telah melakukan sesuatu yang membuat anda marah.


Pikirkan tentang sesuatu yang akan membuat anda bahagia. Penangkal terbaik
untuk negatif adalah fokus pada yang positif.
8. Tarik nafas dalam-dalam.
Tindakan sederhana dengan menarik nafas dalam-dalam akan sangat
membantu anda dalam menghilangkan kemarahan.
9. Meditasi.
Berlatih meditasi secara teratur untuk membawa kedamaian batin anda
kedepan. Jika kita dapat memiliki akses menuju kedamaian batin, maka kita
akan mampu memanfaatkan hal ini selama masa pengujian.
10. Tersenyum.
Ketika kita tersenyum kita meredakan banyak situasi negatif. Tersenyum
adalah cara menawarkan niat baik kepada orang lain. Tersenyum tidak
memerlukan biaya apa-apa, selain efektif dapat meredakan situasi tegang.
110

DAFTAR PUSTAKA

https://khairyararastiti.wordpress.com/tugas-mata-kuliah/psikologi-pendidikan/.
http://abazariant.blogspot.co.id/2012/10/definisi-kognitif-afektif-dan-psikomotor.html

http://www.akuinginsukses.com/10-cara-praktis-mengatasi-rasa-marah/
20https://epistemicologi.wordpress.com/2013/06/08/teori-afirmasi-dalam-
mengoptimalkan-potensi-diri/
https://khairyararastiti.wordpress.com/tugas-mata-kuliah/psikologi-pendidikan/.

http://www.psikoterapis.com/?en_pembagian-emosi-berdasarkan-nilai-positif-dan-
negatif.,230
http://mediasugesti.com/emosi-positif-dan-emosi-negatif/
http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/03/makalah-kecerdasan-manusia-
intelligence.html
111

You might also like