You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari
120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di Indonesia,
dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di
Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus
neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital. (Wiknjosastro, 2012). AKB memang telah
menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Sementara target yang akan dicapai sesuai
kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2012).
AKB di Indonesia hasil dari SDKI tahun 2007 dalam Riskesdas RI (2010) sebesar
34/1000 kelahiran hidup (KH), yaitu 1413 bayi meninggal. Target AKB pada Millenium
Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 menyebutkan bahwa pencapaian AKB
sebesar 17/1.000 KH, pencapaian target di Indonesia belum terpenuhi sehingga perlu
dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Kematian bayi
baru lahir di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas 32%, asfiksia 30%, infeksi
22%, kelainan kongenital 7%, lain-lain 9%. Penyebab kejadian prematur ini ada beberapa
macam yaitu faktor sosial ekonomi yang rendah, gizi kurang, ibu hamil tua namun tetap
bekerja dan pengetahuan ibu tentang jarak kehamilan yang ideal.
Atresia esophagus ( AE ) merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia
esophagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE) yaitu kelainan kongenital
dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia esophagus
merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1
setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1
kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 3,6 per 10.000
kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat diFinlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran
hidup. Masalah pada atresia esofagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan
secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
Atresia esophagus meliputi kelompok kelainan congenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esophagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea.Pada 86% kasus
terdapat fistula trachea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula. Sementara pada
4% kasus terdapat fistula trachea oesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran
hidup. Bayi dengan Atresia esophagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai
dengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulang kali.
Atresia rekti dan anus merupakan kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti
dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Atresia ani paling sering terjadi pad abayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
congenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani di
dapatkan 1 % dari seluruh kelainan congenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga
menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus
imperforate dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan (Alpers, 2006).
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion.
Selang nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayI baru lahir
dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mucus berlebihan, segara
setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esophagus
selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut.
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan
kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanya salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%. Atresia
esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6
per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam
2500 kelahiran hidup. Masalah pada atresia esophagus adalah ketidak mampuan untuk
menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi
dari lambung.
Sedangkan angka kejadian di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin pada tahun 2015
ditemukan angka kejadian Atresia Esofagus sebanyak 3 orang selama setahun dan Atresia
Ani sebanyak 22 orang selama setahun.
Selama ini tidak pernah menemui kejadian yang unik seperti Atresia Esophagus dan
Atresia Ani, dikarenakan angka kejadian termasuk langka yang memiliki komplikasi antara
atresia ani dan Atresia Esophagus. Maka penulis tertarik untuk mengambil masalah Asuhan
Kebidanan Bayi Baru Lahir Patologi dengan Atresia Ani dan Atresia Esophagus di Rumah
Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin.

B. Tujuan
1. TujuanUmum
Mahasiswa dapat memberikan Asuhan Kebidanan pada kasus BBLR By.Ny.H dengan
neonatal Atresia Ani dan Atresia Eksofagus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menangani penanganan awal pada kasus kegawatdaruratan
kebidanan Atresia Ani dan Atresia Eksofagus di RuangTeratai RSUD Ulin Banjarmasin
b. Mahasiswa mampu menganalisis data pada kasus kegawatdaruratan kebidanan
Atresia Ani dan Atresia Eksofagus di RuangTeratai RSUD Ulin Banjarmasin
c. Mahasiswa mampu mengevaluasi kasus kegawat daruratan kebidanan Atresia Ani dan
Atresia Eksofagus di RuangTeratai RSUD Ulin Banjarmasin
d. Mahasiswa mampu mendokumentasikan data pada kasus kegawatdaruratan
kebidanan Atresia Ani dan Atresia Eksofagus di RuangTeratai RSUD Ulin Banjarmasin

C. Manfaat
1. Tenaga Kesehatan
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan mutu pelayanan yang
professional oleh tenaga kesehatan untuk memberikan asuhan kebidanan pada bayi
dengan Atresia Ani dan Atresia Eksofagus
2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai informasi bagi institusi pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan yang akan dating

3. Mahasiswa
Menambah ilmu wawasan serta keterampilan dalam melalukukan asuhan kebidanan pada
bayi dengan Atresia Ani dan Atresia Eksofagus

You might also like