You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian metalografi terhadap suatu
material
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menganalisa perlakuan (treatment) yang pernah
dialami oleh suatu material
2. Mahasiswa dapat mengetahui keadaan las dari material yang diuji
1.2 Dasar Teori
Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam
dengan menggunakan mikroskop optik dan mikroskop elektron. Sedangkan
struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut disebut mikrostruktur.
Pengamatan tersebut dilakukan terhadap spesimen yang telah diproses
sehingga bisa diamati dengan pembesaran tertentu. Gambar 1.1 berikut
menjelaskan spesimen dengan pembesaran dan lingkup pengamatannya.

Gambar 1.1 Spesimen, ukuran dan bentuk objek pembesaran


Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa penyelidikan mikrostruktur
6 2
berkisar 10 cm (batas kemampuan elektron mikroskop hingga 10 cm batas
kemampuan mata manusia). Biasanya objek pengamatan yang digunakan
5
senilai 10 cm atau pembesaran 5000-30000 kali untuk mikroskop elektron
3
dan 10 cm atau order pembesaran 100-1000 kali mikroskop optik.
Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi, maka terlebih
dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :
1. Pemotongan spesimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan.
2. Mounting spesimen (bila diperlukan)
Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material yang kecil
atau tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak memerlukan
proses mounting.
3. Grinding dan polishing
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan
spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan cara
menggosok spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok
dengan ukuran grid yang paling kasar (grid 320) sampai yang paling
halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan
spesimen di atas mesin polishing machine yang dilengkapi dengan kain
wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0,05 mikron.
Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih mengahaluskan
permukaan spesimen sehingga lebih mudah melakukan metalografi.
4. Etsa (etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan
permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan
polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini
dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan
kecepatan yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan
dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses
etsa ini dilakukan dengan cara mengoleskan cairan etsa pada spesimen
dimana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent) sendiri-
sendiri. Perhatikan Gambar 1.2 yang menunjukkan pengaruh efek proses
etsa permukaan spesimen yang telah mengalami proses grinding dan
polishing.
Gambar 1.2 Pengaruh etsa terhadap permukaan spesimen
Setelah permukaan spesimen di etsa, maka spesimen tersebut siap
untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.
Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan
intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang,
terang). Dengan demikian apabila seberkas sinar dikenakan pada
permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan sesuai dengan
orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak rata
permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke
dalam mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah
warna hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak
berwarna terang (putih) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.3
berikut:

Gambar 1.3 Pantulan sinar pada pengamatan metalografi

BAB II
METODOLOGI

2.1 Bahan
1. Satu buah spesimen
2. Kertas gosok (grid 320,400 dan 600)
3. Kain wool
4. Bubuk alumina

5. Larutan nital 2% (Alkohol 98 ml + HNO 3 2 ml )


6. Kain bersih
2.2 Alat
1. Polishing machine
2. Cawan kimia
3. Pipet
4. Dryer
2.3 Langkah Kerja
1. Pemotongan spesimen
Proses ini tidak dilakukan pada praktik metalografi, karena spesimen yang
disediakan telah dipotong dengan ukuran tertentu. Hal ini bertujuan untuk
mempersingkat waktu.
2. Polishing
a) Kain wool diambil dan dipasang pada polishing machine
b) Polishing machine dinyalakan, buka sedikit katup air sehingga air
mengalir tidak terlalu deras diatas kain wool yang berputar
c) Benda yang akan di polishing dicelupkan terlebih dahulu ke dalam
serbuk alumina
d) Spesimen diambil, ditelungkupkan pada polisher dengan sedikit
tekanan di atas kain wool tersebut dan tahan sampai benda uji halus
e) Spesimen diangkat dan diamati permukaan benda uji, apabila benda uji
belum halus maka benda uji harus di polishing lagi sampai tidak ada
lagi goresan
f) Proses polishing selesai jika bekas goresan dari proses grinding (grid
600) telah hilang dan spesimen halus seperti cermin
g) Untuk membersihkan sisa-sisa polishing powder, spesimen dicuci
dengan air dan alkohol, lalu dikeringkan dengan dryer atau digosok
dengan soft tissue

Gambar 2.1 Polishing machine untuk pelaksanaan polishing

Gambar 2.2 Proses polishing pada spesimen


3. Etsa
a) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan seperti : pipet, cawan kimia dan
hand dryer yang telah dibersihkan terlebih dahulu
b) Mengambil larutan HNO 3 sebanyak 2% dari total larutan nital yang
akan dibuat, karna pada prakikum ini membuat nital sebanyak 100ml

maka ambil larutan HNO 3 sebanyak 2 ml dengan pipet dan tuangkan ke


cawan kimia
c) Mengambil alkohol sebanyak 98% dari total larutan nital yang akan
dibuat, karna pada prakikum ini membuat nital sebanyak 100ml maka
ambil alkohol sebanyak 98 ml dengan pipet dan tuangkan ke cawan

kimia yang sudah terdapat larutan HNO 3 lalu aduk hingga merata
d) Masukkan spesimen ke dalam cawan kimia tersebut selama beberapa
detik dan ambil kembali kemudian menyiramnya dengan air
Mengeringkan spesimen tersebut dengan dryer
Gambar 2.3 Cairan HNO 3

Gambar 2.4 Cairan alkohol


Gambar 2.4 Cairan nital

Gambar 2.5 Dryer untuk pengeringan spesimen

Gambar 2.6 Spesimen setelah dilakukan etsa

BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa data


1. Pemolesan dengan polishing harus dilakukan dari tingkat kekasaran tinggi
ke rendah, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih rata saat
dilakukan pengujian sehingga hasil yang akan muncul menjadi lebih jelas.
2. Pada pengujian makro, setelah melalui proses polishing yang bertujuan
untuk menghaluskan specimen, dilanjutkan proses kedua yaitu etsa atau
pengkorosian dimana proses ini menggunakan larutan campuran HNO3
dan alcohol. Dengan perhitungan campuran sebagai berikut:

Pada pengujian makro, harus dilakukan secara cepat dengan tujuan untuk
menghindari pengkaratan karena terlalu lama berkontak dengan udara.
Perlakuan cepat ini dilakukan saat mengoleskan larutan HNO3 pada
material uji dan juga material yang sudah diolesi larutan HNO 3 akan
timbul rasa panas pada tangan.
3. Setelah mengaplikasian cairan campuran kimia kepada spesimen, lalu
spesimen diukur.

Gambar 3.1 Pengukuran spesimen

Tabel 3.1 Tabel pengukuran pada spesimen

3.2 Pembahasan
Gambar 3.2 Sketsa Pengukuran spesimen
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat dilihat struktur
makronya. Pada spesimen SA-36 fusion atau peleburan pada proses
pengelasan SMAW dengan posisi 2F ini memiliki kreiteria yang
sempurna (good) baik dari sisi kanan atau sisi kiri spesimen, area las
melebihi titik potong siku-siku. Pada spesimen SA-36, tidak ditemukan
crack atau keretakan baik dari sisi kanan maupun sisi kiri. Actual throat
pada spesimen diukur berdasarkan perpotongan tegak lurus dari garis
miring yang menghubungkan leg length horizontal dan leg length
vertical. Actual throat pada bagian kanan dan kiri spesimen memiliki
panjang yang sama yaitu 10 mm.
Leg length (horizontal) disini adalah panjang pemuaian pada
bagian horizontal pada spesimen dengan ukuran pada bagian panjang
kanan dan kiri sama yaitu 7 mm. Leg length (vertical) disini adalah
panjang pemuaian pada bagian vertical dengan ukuran pada bagian
kanan panjang 6,5 mm dan bagian kiri 6 mm. Spesimen SA-36 yang
telah diuji tidak memiliki linear indication at the root, atau biasa disebut
cacat linear pada bagian akar las.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari pengujian yang diakukan kelompok 3 dapat disimpulkan bahwa :

1. Spesimen yang diuji pada praktikum berupa hasil lasan dengan


sambungan T-joint memiliki kualitas yang buruk, karena tidak memiliki
fusion yang menembus kedua base metal
2. Perlakuan (treatment) yang pernah dialami oleh suatu material dapat
diketahui setelah diolesi HNO3 yaitu berupa hasil las yang teletak pada
sisi kanan dan kiri material.
3. Pada macro test, hanya menganalisa indikasi cacat pada permukaannya
saja sehingga cacat yang ada didalam tidak dapat dideteksi secara rinci.
Biasanya macro test dilakukan bersamaan dengan micro test dimana pada
tes mikro akan diketahui bagian yang paling dalam pada spesimen
bahkan kandungan yang ada pada hasil las yang diuji, agar diperoleh
hasil yang lebih maksimal, namun karena efisiensi waktu maka pengujian
yang dilakukan hanya macro test yang memiliki keuntungan tidak rumit
atau mudah serta efisiensi waktu yang tinggi.

4.2 Saran

Pengujian macro ini sebaiknya dilakukan dengan waktu yang cepat


dikarenakan faktor udara yang menyebabkan spesimen cepat kembali
berkarat sehingga harus melakukan polishing dan etsa berulang-ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Prasojo ST. 2002. Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal. PPNS-ITS Surabaya
Dosen Metallurgi. 1986. Petunjuk Praktikum Logam Jurusan Teknik Mesin. FTI-
ITS Surabaya
Harsono & T.Okamura. 1991. Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradya
Paramita: Jakarta
M.M. Munir. 2000. Modul Praktek Uji Bahan Vol 1 Jurusan Teknik Bangunan
Kapal. PPNS-ITS Surabaya
Wahid suherman Ir. 1987. Diktat Pengetahuan Bahan Jurusan Teknik Mesin.
FTI-ITS Surabaya

You might also like