You are on page 1of 27

REFERAT

ANASTESI INHALASI

Pembimbing: dr. Ratna, Sp.An

Nama: Akhmad

NIM: 030.11.013

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi

RSUD dr. Chasbullah A.M Kota Bekasi

Periode 27 Febuari 3 April 2017

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti


BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi inhalasi merupakan teknik yang paling sering digunakan pada general anestesi.
Obat-obatan anestesi inhalasi adalah obat-obat anesthesia yang berupa gas atau cairan mudah
menguap, yang diberikan melalui pernapasan pasien. Campuran gas atau uap obat anesthesia dan
oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya
mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai dengan sifat masing-masing gas.

Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan
tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi. Obat anestesi inhalasi yang paling terkenal poten pada
penggunaan untuk operasi bedah dewasa adalah isofluran, sevofluran, dan desfluran. Untuk
anak-anak halotan dan sevofluran adalah yang paling banyak digunakan. Untuk memilih obat
yang digunakan tergantung dari kesehatan pasien dan efek yang diinginkan untuk keperluan
prosedur operasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Pernafasan


2.1.1 Proses Pertukaran Gas dalam Paru-Paru

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gen dan gas karbondioksida. Pada pernapasan melalui
paru-paru oksigen dihirup melalui rongga hidung. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui
batang tenggorok (trakea) dan pipa bronkial ke alveoli, dan erat hubungannya dengan darah di
dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli kapiler,
memisahkan oksigen dari darah merah dan di bawa ke jantung. Dari sini di pompa di dalam
pembuluh nadi (arteri) ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmhg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen. Di dalam paru-paru,
karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveolar kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea, dinapaskan melalui hidung.
Ada empat proses yang berhubungan erat dengan paru-paru, yaitu:

Ventilasi pulmoner, yaitu gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
Arus darah melalui paru-paru.
Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari setiapnya
dapat mencapai semua bagian tubuh.
Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.

Karbondioksida lebih mudah daripada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian rupa
sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat karbondioksida dan
oksigen. Pada waktu olahraga lebih banyak darah datang dari paru-paru membawa terlalu banyak
karbondioksida dan terlampau sedikit oksigen. Jumlah karbondioksida itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam pembuluh nadi bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan
ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan karbondioksida dan menghirup lebih
banyak oksigen.

2.1.2 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua yaitu:


1. Inspirasi (menarik napas)
Sebelum menarik napas (inspirasi) kedudukan diafragma melengkung ke arah rongga dada,
dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma berkontraksi, maka diafragma akan
mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum, otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang
rusuk terangkat. Keadaan ini menambah besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan
terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti mengembangnya
paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui batang tenggorok (bronkus), kemudian
masuk ke paru-paru.

2. Ekspirasi (menghembus napas)


Bila otot antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan
melengkung ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan kembali ke posisi semula. Kedua
hal tersebut menyebabkan rongga dada mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong ke
luar. Inilah yang disebut mekanisme ekspirasi.

2.2 FARMAKOLOGI KLINIK ANESTESI INHALASI

Farmakologi obat dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu farmakokinetik dan


farmakodinamik. Farmakodinamik dapat diartikan dengan apa yang dilakukan obat terhadap
tubuh. Termasuk di dalamnya efek yang diingikan dan efek samping dari obat, serta perubahan di
tingkat molekul dan sel untuk mencapai efek tersebut. Sedangkan farmakokinetik adlah apa yang
dilakukan tubuh terhadap obat, yang meliputi bagaimana perjalanan obat, bagaimana obat ini
bertransformasi, dan mekanisme seluler dan molekuler yang mendasari proses ini.

Farmakokinetik obat sistemik terdiri dari empat fase yaitu absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi. Absorbsi adalah fase dimana obat masuk dari port dentry (contoh :
traktus digestivus, paru-paru, otot) samapai ke aliran darah. Obat intravena tidak memiliki fase
absorpsi karena obat ini langsung dimasukkan ke dalam aliran darah. Distribusi adalah fase
dimana obat dibawa dari jaringan tempatnya masuk ke tubuh. Metabolisme merupakan suatu
proses fisiokimia dimana suatu zat di dalam tubuh organisme hidup disintesis (anabolisme) atau
dirombark (katabolisme); tetapi dalam knteks obat anestesi, hanya perombakan obat yang lebih
diutamakan. Dan terakhir, ekskresi adalah fase dimana obat yang telah berubah atau pun belum
dibawa keluar dari jaringan atau darah ke berbagai sistem ekskresi (seperti empedu, udara
ekspirasi, urin) untuk dikeluarkan dari tubuh.

Dalam pembahasan obat anestetik inhalasi, ada beberapa perubahan dalam penyampaian
terminologinya. Fase absorpsi biasa disebut ambilan, fase metabolisme disebut
biotransformation, dan fase ekskresi dikenal dengan eliminasi.

2.2.1 FARMAKOKINETIK
Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar ini
ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli paru ke darah
dan dari darah ke jaringan otak. Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan dicapainya kadar
efektif zat anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberian obat dihentikan.
Membrane alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran
darah dan sebaliknya. Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya pada emfisema paru,
pemindahan anestetik akan terganggu pula.
Factor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak ditentukan oleh:
A Kelarutan zat anestetik
B Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial anestetik)
C Ventilasi paru
D Aliran darah paru
E Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena

TEKANAN PARSIAL
Tekanan parsial adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas yang berada dalam suatu
campuran gas, misalnya kadar anestetik inhalasi dalam campuran gas yang dihirup oleh pasien
(udara inspirasi). Tekanan parsial suatu anestetik dalam udara inspirasi dapat diatur besarnya
dengan suatu vaporizer atau alat lainnya
A Kelarutan anestetik dalam darah
Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (), yaitu
perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara
inspirasi pada saat dicapai keseimbangan. Anestetik yang sukar larut (N 2O, desfluran,
dan sevofluran) koefisien partisinya sangat rendah, sedangkan koefisien partisi
dietileter dan metoksifluran yang mudah larut, sangat tinggi. Ketika berdifusi dalam
darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan sedikit molekul untuk
menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di dalam darah segera
naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya untuk anestetik yang
mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk menaikkan tekanan parsial
di darah sehingga timbulnya induksi lebih lama.

Gambar 1. Kelarutan anestetik

B Kadar anestetik dalam udara inspirasi


Kadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan
maksimum yang dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di
arteri. Kadar anestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah,
sehingga akan meningkatkan kecepatan induksi anesthesia. Tekanan parsial N2O
dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup setelah 20
menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam. Untuk mempercepat induksi,
anestetik yang tingkat kelarutannya sedang (enfluran, isofluran, halotan)
dikombinasikan dengan anestetik yang sukar larut (N 2O) dengan cara meninggikan
dulu tekanan parsial dalam udara yang dihirup. Setelah induksi dicapai, tekanan
parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk mempertahankan anesthesia.
C Ventilasi paru
Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi ke sirkulasi dan jaringan,
tetapi hal ini hanya nyata pada anestetik yang mudah larut dalam darah (halotan,
dietileter).
D Kecepatan aliran darah paru
Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan anestetik
dari udara inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat peningkatan
tekanan darah arteri sehingga induksi anesthesia akan lebih lambat khususnya oleh
anegestik dengan tingkat kelarutan sedang dan tinggi, misalnya halotan dan isofluran.

E Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena


Perbedaan kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung pada ambilan
anestetik oleh jaringan. Darah vena yang kembali ke paru mengandung anestetik yang
lebih sedikit daripada darah arteri. Semakin besar perbedaan kadar anestetik, maka
keseimbangan dalam jaringan otak akan semakin lama tercapai.
Ambilan anestetik oleh jaringan ditentukan oleh factor yang sama dengan
mempengaruhi transfer anestetik dari paru ke darah, terutama koefisien partisi darah :
jaringan. Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap sampai dicapai
keseimbangan. Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena sangat dipengaruhi
oleh banyaknya perfusi suatu jaringan. Di otak, jantung, hati, ginjal yang perfusinya
sangat baik, kadar anestetik awal dalam darah vena rendah sekali sehingga perbedaan
kadar anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan keseimbangan kadar anestetik
dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat. Pada fase pemeliharaan, anestetik
akan terus didistribusikan ke berbagai jaringan dan umumnya tergantung dari
kelarutan anestetik dalam darah.

2.2.2 FARMAKODINAMIK
Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan kepekaaan berbagai
bagian SSP terhadap anestetik. Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis
peka sekali terhadap anestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini menghambat transmisi
sensorik dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap analgesia. Stadium
II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada kadar anestetik yang lebih tinggi di otak.
Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan berbagai neuron inhibisi bersamaan dengan
dipermudahnya penglepasan neurotransmitter eksitasi. Selanjutnya, depresi hebat pada jalur
naik di system aktivasi reticular dan penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien
masuk ke stadium III. Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap
anestesi kecuali pada kadar yang sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan
berbagai bagian SSP ini masih perlu diteliti.

KONSENTRASI ALVEOLAR MINIMUM


Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC) anestetik
inhalasi adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50% pasien terhadap
stimulus standar seperti insisi bedah. MAC merupakan ukuran yang berguna karena
merefleksikan tekanan parsial anestetik di otak, sehingga dapat membandingkan secara langsung
potensi setiap anestetik sekaligus memberikan standar baku untuk penelitian. Meskipun
demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada saat menangani
pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh karena itu memerlukan
pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat menentukan dosis induksi.
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu :

1 Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap :
a Derivat halogen hidrokarbon.
- Halothan
b Derivat eter.
- Enfluran
- Isofluran
- Desfluran
- Sevofluran
2 Obat anestesia umum yang berupa gas
a Nitrous oksida (N2O)
Tabel 1. Berbagai sifat anestesi inhalasi

I. HALOTAN

Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak iritatif dan mudah rusak
bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol warna gelap.
a)
DOSIS
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis untuk induksi anak 1.5 2%.
Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup terjadi setelah 10 menit. Dosis untuk
pemeliharaan adalah 1 2%, dan dapat dikurangi bila digunakan juga N 2O atau narkotik.
Pemeliharaan pada anak 0.5 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat
dihentikan.

b) ABSORBSI DAN DISTRIBUSI


Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke seluruh
tubuh.

c) METABOLISME
Metabolism obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di dalam reticulum
endoplasma hepar.

d) ELIMINASI
Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru, sebagian kecil melalui urin.
Hasil metabolism sebagian besar diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi lewat
paru.

e) EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan khasiat
analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan otot. Tingkat
depresinya bergantung pada dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran darah
otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi. Peningkatan
tekanan intracranial dapat diturunkan dengan hiperventilasi.
Terhadap sistem KV
Pada system KV tergantung dosis, tekanan darah menurun akibat depresi pada
otot jantung, makin tinggi dosisnya depresi makin berat. Pada bayi, halotan menurunkan
curah jantung karena turunnya kontraktilitas miokardium dan menurunnya laju jantung.
Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel Takikardia
(VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF).
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas
menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun dan
menyebabkan dilatasi bronkus.
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah ke ginjal
dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan tidak
mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal.
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada lobules
sentral hati sampai 25-30%. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral ini menimbulkan
nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari hepatitis post-
halothane. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila diberikan halotan berulang dalam
waktu yang relatif singkat.
Kejadian hepatitis post-halotane, pertama kali dilaporkan di USA pada tahun
1958, selanjutnya pada tahun 1966 diadakan penelitian besar-besaran untuk membuktikan
laporan tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus pasien yang diberikan anestesi
halotan. Ternyata penelitian ini menyangkal anggapan bahwa halotan menimbulkan
nekrosis sel hati. Selanjutnya beberapa percobaan laboratorium juga gagal membuktikan
efek toksik langsung halotan pada hepar. Jadi sikap yang disepakati pada saat ini adalah
bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah anestesia dengan halotan, tetapi
mekanismenya masih belum jelas

f) PENGGUNAAN KLINIK
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan
dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan
digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-lainnya.
Kontra indikasi

Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien :

1 Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.


2 Operasi kraniotomi.

Keuntungan Dan Kelemahan

1 Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap mukosa jalan
nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak
atau cepat terbakar.
2 Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
Selain itu juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta
menimbulkan menggigil pasca anestesia.

II. ENFLURAN
Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah terbakar,
tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan, induksi lebih cepat
dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak bereaksi dengan logam.

a) DOSIS
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama
dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

b) ABSORBSI DAN DISTRIBUSI, METABOLISM, DAN ELIMINASI


Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah dibandingkan halotan.
Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui urin.

c) EFEK FARMAKOLOGIK
Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan twitching (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami hipokapnia. Kejadian
ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah terjadinya hipokapnia.
Obat ini tidak dianjurkan pemakaiannya pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsy
walaupun pada penelitian terbukti bahwa enfluran tidak menimbulkan bangkitan epilepsi.
Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi pada dosis kecil dapat dipergunakan
untuk operasi intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial.
Terhadap system KV
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin. Hipotensi dapat terjadi
akibat menurunnya curah jantung.

Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak
meningkatkan iritabilitas faring dan laring. Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi
semenit berkurang karena volume tidal yang menurun.
Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus dan
akhirnya menurunkan diuresis. Harus berhati-hati menggunakan enfluran pada pasien
yang mempunyai gangguan fungsi ginjal.
Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran yang
sifatnya reversible.
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap oksitosin
tetap baik selama dosis enfluran rendah.
Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu penambahan
pelumpuh otot.

d) PENGGUNAAN KLINIK
Sama seperti halotan. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan
alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
Kontra Indikasi

Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini penggunaan enfluran relatif jarang
karena efeknya terhadap ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas.

Keuntungan Dan Kelemahan

1 Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak
menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar.
2 Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain dan bisa
menimbulkan hipotensi.

III. ISOFLURAN
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak
berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan
konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh
cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat
anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan
sevofluran.

a) DOSIS
1 Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersamasama dengan N2O.
2 Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-
2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar
kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan 5-6jam,
kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.

b) EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran tidak
menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi
tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta mekanisme
autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran
adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian isofluran
merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada
tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang
menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali.

Terhadap sistem kardiovaskuler


Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding
dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil
selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat anestesi
pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler.
Terhadap sistem respirasi
Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding
dengan dosis yang diberikan.
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi.
Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
Toksisitas pada ginjal tidak terjadi.

c) PENGGUNAAN KLINIK
Kontra Indikasi

Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.

Keuntungan Dan Kelemahan

1 Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak
menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar. Penilaian terhadap
pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan guncangan
terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah sensitivitas otot jantung terhadap
katekolamin, sangat sedikit yang mengalami pemecahan dalam tubuh dan tidak
menimbulkan efek eksitasi SSP.
2 Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain

IV. SEVOFLURAN
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak
berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat adanya
degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap
jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling
cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini.

a) DOSIS
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0-
3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

b) EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak
sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme
otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan kejadian
kejang akibat sevofluran.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan vaskuler dan
curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2
MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20% dan
tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun 20% pada
pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan dengan isofluran, sevofluran
menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah koroner.
Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Penelitian-penelitian menyebutkan
bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan bradikardi.
Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran.
Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran. Proses
induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot.
Terhadap hepar dan ginjal
Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan
enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah ke ginjal,
tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal pada manusia.

c) PENGGUNAAN KLINIK
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap drug induced hyperthermia, hipovolemik
berat dan hipertensi intrakranial.

Keunggulan Dan Kelemahan


1 Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosajalan nafas,
pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain.
2 Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia
dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.

V. DESFLURAN
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya sama
dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen volatile
yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6).

a) DOSIS
Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan.

b) EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap system KV
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan
darah. Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan peningkatan
tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin. Keadaan ini bisa dikurangi dengan
memberikan klonidin, fentanil, atau esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran
darah koroner.
Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi
nafas sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran bersifat
iritatif, sehingga tidak ideal untuk induksi.

c) PENGGUNAAN KLINIK
Desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai efek analgetik
yang ringan dan relaksasi otot ringan.
Kontra Indikasi

Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap drug induced hyperthermia,


hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.

Keuntungan Dan Kelemahan

Keuntungannya hampir sama dengan isofluran. Kelemahannya adalah batas


keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain

VI. NITROUS OKSIDA (N2O)


N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari
65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran,
karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak
dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang
lain, meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang
menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi
subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan
tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.

Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O dapat
secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan.
Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain
dengan cepat, oleh karana sifat efek gas kedua dan efek konsentrasi dari N2O. Efek
konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi
gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien
menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi.
Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot
masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien
menerima hanya 10-25% N2O, pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini
tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek gas
kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan
dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat induksi anestesi.
Pengambilan cepat volume N2O yang besar, menmbulkan suat keadaan vakum di alveolus,
sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke
dalam paru-paru.

MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa
terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama
dengan 10 mg morfin.

a) Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi

Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan obat
anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang
rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh Severinghause. Pada
menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5
menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350
ml/menit dan setelah 50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-
pelan menurn dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N 2O yang diabsorbsi tergantung antara
lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi, seperti
koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).

N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah


berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan koefisien
partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran darah besar/banyak seperti otak,
jantung, hati dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan menyerap volume
gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot
menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak
terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya
pasien saat pemberian N2O dihentikan.

N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah ditemukan
bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal bebas meskipun
tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas tersebut menimbulkan kerusakan organ yang
spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan lewat kulit.

Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan masuk ke
alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup udara
atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa menit
pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N 2O berdifusi melalui
darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak 1500 ml N 2O
dikeluarkan pada menit pertama oleh pasien yang menerima N 2O : O2 dengan rasio 75% :
25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan 1.000 ml pada menit
ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan menyebabkna
pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga mudah terjadi hipoksia dan juga
menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah, sehinga akan
menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi
dapat dicegah dengan pemberian 100% O2 selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi.
b) Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat

Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya relatif
lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N 2O menyebabkan sedasi
ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti
ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik
seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini cocok
untuk induksi sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi
sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti
menunjukkan bahwa N2O memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan
sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula tidak dipengaruhi oleh N 2O kecuali
jika terdapat hipoksia.

Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam
kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous oksigen
tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi dari guedel. Efeknya
terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi yang lain.

Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia, walaupun masih
diperlukan penelitian yang lebih lanjut.

Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa saraf simpatis,
tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.

Terhadap sitem kardiovaskuler

Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O tidak
menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan darah tetap
stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna.

Terhadap sistem respirasi

pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru
sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya
spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam)
lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.

Terhadap sistem gastrointestinal

N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat terjadi akibat
masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar, N 2O tetap dapat
digunakan.

Terhadap ginjal

N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada komposisi
urin.

Terhadap otot rangka

N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak berubah
sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.

Terhadap uterus dan kehamilan

Kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan maupun frekuensinya. N2O
melewati barrier plasenta dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang dapat
mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turn dengan drastis bila kurang dari 20% O 2
diberikan bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan kontra indikasi penggunaan N2O
O2 sebagai sedasi inhalasi.

Terhadap sistem hematopoeitik

Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24 jam bisa
menimbulkan depresi pada fungsi hemato-poietik. Anemia megaloblastik sebagai salah satu
efek samping pada pemakaian nitrous oksida jangka lama.

c) Efek Samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik non toksik dan mempunyai
pengaruh yang sangat minimal pada sistem organ seperti tersebut di atas, kadang-kadang
terjadi juga efek samping seperti berikut

1 Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton terutama
setelah diberikan premedikasi narkotik.
2 Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini disebabkan adanya perbedaan
solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga telinga
tengah.
3 Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya ke rongga tubuh seperti
pneumotorak.
4 Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga
menyebabkan anemia aplastik.
5 Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur 8 hari 6 minggu,
yang dianggap periode kritis.
6 Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat difusinya yang
luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu pada akhir anestesia,
oksigenasinya harus diperhatikan.

d) Penggunaan Klinik

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi
dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N 2O : O2 = 70 : 30 (untuk
pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih
banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat
analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang
berkhasiat sesuai dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.
BAB III

KESIMPULAN

Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak ditentukan oleh
(1) kelarutan zat anestetik, (2) kadar anestetik dalam udara yang dihirup oleh pasien atau disebut
tekanan parsial anestetik, (3) ventilasi paru, (4) aliran darah paru , dan (5) perbedaan antara
tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di darah vena.

Anestesia inhalasi yang sempurana adalah yang (a) masa induksi dan masa pemulihannya
singkat dan nyaman, (b) peralihan stadium anestesinya terjadi cepat, (c) relaksasi ototnya
sempurna, (d) berlangsung cukup aman, dan (e) tidak menimbulkan efek toksik atau efek
samping yang berat dalam dosis anestetik yang lazim.
Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi adalah tingkat
kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan (tekanan darah,
nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).

DAFTAR PUSTAKA

1 Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Clinical Anesthesia 5 th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p.801-65.
2 Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
Jakarta : Indeks Jakarta. 2010. p.49-65.
3 Latief, Said A.; Suryadi, Kartini A,; Dachlan, M. Ruswan. Petunjuk Praktis Anestesiologi
Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. p.48-53.
4 Aitkenhead, Alan R.; Rowbotham, David J.; Smith, Graham. Textbook of Anesthesia 4 th
edition. London : Churchill Livingstone. 2001. p.152-63.
5 Gunawan, Sulistia Gan. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru. 2007.
p.127-133.
6 Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore : Mc Graw
Hill Lange. 2007. p.401-17.
7 Soenarjo; Jatmiko, Heru Dwi. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis Anestesi
dan Reanimasi. 2010. p.121-135.

You might also like