Professional Documents
Culture Documents
(ANDAL)
REKLAMASI PULAU H
(LUAS 63 Ha)
Di
Kawasan Pantai Utara Jakarta
Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan,
Kota Administrasi Jakarta Utara
2015
DAFTAR ISI
SURAT PENGANTAR i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
-iii-
BAB II RONA LINGKUNGAN HIDUP
-iv-
3.3. TAHAP KONSTRUKSI III 3
3.3.1. Penurunan Kualitas Udara Akibat Mobilisasi Alat dan Bahan Material III 3
3.3.2. Peningkatan Kebisingan Akibat Mobilisasi Alat dan Bahan Material III 4
3.3.3. Perubahan Pola Arus Akibat Reklamasi III 6
3.3.4. Perubahan Pola Gelombang Akibat Reklamasi III 18
3.3.5. Abrasi Dan Sedimentasi Akibat Reklamasi III 22
3.3.6. Penurunan Kualitas Air Laut Akibat Aktivitas Tenaga Kerja III 30
3.3.7. Penurunan Kualitas Air Laut Akibat Reklamasi III 31
3.3.8. Perubahan Kualitas Air Laut (Suhu) Akibat Pekerjaan Causeway III 33
3.3.9. Peningkatan Volume Sampah Padat Akibat Aktivitas Tenaga Kerja III 34
3.3.10. Gangguan Utilitas Akibat Reklamasi III 35
3.3.11. Terbukanya Kesempatan Kerja Akibat Rekrutmen Tenaga Kerja III 36
3.3.12. Gangguan Aktivitas Nelayan Akibat Reklamasi III 36
3.3.13. Gangguan Aktivitas Nelayan Akibat Pekerjaan Causeway III 37
3.3.14. Gangguan Kamtibmas Akibat Mobilisasi Alat Dan Bahan Material III 38
3.3.15. Gangguan Kamtibmas Akibat Reklamasi III 39
3.3.16. Gangguan Kamtibmas Akibat Kegiatan Rekrutmen dan Aktivitas
Tenaga Kerja III 40
3.3.17. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Rekrutmen dan Aktivitas
Tenaga Kerja III 40
3.3.18. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Kegiatan Mobilisasi Alat dan
Bahan Material III 41
3.3.19. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Reklamasi III 42
3.3.20. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Pekerjaan Causeway III 43
3.3.21. Gangguan Transportasi Darat Akibat Mobilisasi Alat Dan Bahan
Material III 43
3.3.22. Gangguan Transportasi Laut Akibat Kegiatan Mobilisasi Alat dan
Bahan Material III 44
3.3.23. Gangguan Transportasi Laut Akibat Reklamasi III 45
3.3.24. Gangguan Transportasi Laut Akibat Pekerjaan Causeway III 46
-v-
BAB IV EVALUASI SECARA HOLISTIK
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-vi-
DAFTAR TABEL
-vii-
2.23. Bantuan Sosial II 44
2.24. Tingkat Sekolah Dasar (SD) II 44
2.25. Sekolah Menengah Pertama (SLTP) II 44
2.26. Sekolah Menengah Umum (SMU) II 44
2.27. Taman Kanak-kanak II 45
2.28. Kursus Kejuruan/Keterampilan II 45
2.29. Jumlah Penduduk Kelurahan Pluit Berdasarkan Tingkat Pendidikan II 45
2.30. Kegiatan Kebersihan II 46
2.31. Jumlah Kapal Berdasarkan GT di PPSNZJ Tahun 2013 II 47
2.32. Jumlah Kapal Yang Mendaratkan Ikan Menurut Jenis Penangkapan Ikan dan Ukuran
Kapal Perikanan Tahun 2013 II 47
2.33. Jumlah Alat Tangkap di PPSNZJ Tahun 2013 II 48
2.34. Jumlah Nelayan Menurut Ukuran dan Alat Tangkap di PPSNZJ, Tahun 2013 II 48
2.35. Persepsi Responden Terhadap Rencana Reklamasi Pulau H II 49
2.36. Sarana dan Prasarana Kesehatan II 49
2.37. Data Dokter Praktek II 50
2.38. Hasil Pengamatan Lalu Lintas Kawasan Pantai Mutiara Tahun 2010 II 50
2.39. Data Lalu Lintas Andal Busway Koridor XII (2012) II 51
-viii-
DAFTAR GAMBAR
I.1. Peta Rencana Bentuk Pulau Reklamasi Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta I9
I.2. Peta Rencana Bentuk Pulau Reklamasi Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta I 10
I.3. Batas Lokasi Reklamasi Pulau H I 12
I.4. Koordinat Rencana Reklamasi Pulau H I 13
I.5. Peta Jalur Pipa Di Sekitar Rencana Reklamasi Pulau H (Survey PT. LAPI
Ganeshatama Consulting, 2013) I 14
I.6. Peta Fasilitas PHE ONWJ (Pertamina, September 2013) I 15
I.7. Jalur Pengangkutan Material Pasir Laut, Batuan dan Top Soil I 20
I.8. Ponton Penyemprot Pasir I 22
I.9. Ujung Jaringan Pipa, Pembuangan Campuran Secara Mendatar I 23
I.10. Penampang Melintang Tanggul (PT. Taman Harapan Indah, 2014) I 24
I.11. Lokasi segmen pada Pulau H (PT. Taman Harapan Indah, 2014) I 26
I.12. Urutan Pekerjaan Reklamasi I 30
I.13. STA Position Coordinate of Road Plan and Exixsting with Causeway H Island I 31
I.14. Typical Dike Exixsting with Upgrade Road and West Side Causeway of Pantai Mutiara I 32
I.15. Bagan Alir Dampak Potensial I 42
I.16. Bagan Alir Dampak Penting Hipotetik I 53
I.17. Bagan Alir Pelingkupan I 54
I.18. Peta Wilayah Studi I 57
-ix-
II.19. Subsidence tren menggunakan data LIDAR (Sumber: EXPO 2012) II 17
II.20. Kondisi pasang surut di Pantai Mutiara II 18
II.21. Peta Batimetri Perairan Sekitar Pulau H II 19
II.22. Data Gelombang Di Sekitar Rencana Lokasi Pulau H II 20
II.23. Windrose Jakarta Utara (1989-2012) II 22
II.24. Waverose di Teluk Jakarta dari 1989-2012 II 24
II.25. Gelombang musim barat dengan kondisi eksisting II 25
II.26. Gelombang musim timur dengan kondisi eksisting II 26
II.27. Lokasi sumber input sedimen II 26
II.28. Sedimen tersuspensi pada kondisi eksisting II 27
II.29. Endapan sedimen pada kondisi eksisting II 28
II.30. Endapan sedimen pada kondisi eksisting II 29
II.31. Lokasi titik pengamatan II 30
II.32. Endapan sedimen pada titik pengamatan kondisi eksisting II 30
II.33. Lokasi inlet dan Outlet PLTU Muara Karang II 31
II.34. Piramida Penduduk di Kelurahan Pluit Tahun 2013 II 40
II.35. Lokasi Sampling II 52
II.36. Kegiatan Sekitar Proyek (Pulau H) II 54
-x-
III.25. Sedimen tersuspensi pada kondisi Pulau H terbangun III 23
III.26. Endapan sedimen pada kondisi eksisting III 24
III.27. Endapan sedimen pada kondisi rencana Pulau H III 24
III.28. Sedimen tersuspensi pada kondisi eksisting III 25
III.29. Sedimen tersuspensi pada kondisi Pulau H terbangun III 26
III.30. Endapan sedimen pada kondisi eksisting III 27
III.31. Endapan sedimen pada kondisi pulau H terbangun III 27
III.32. Lokasi titik pengamatan III 28
III.33. Endapan sedimen pada titik pengamatan kondisi eksisting III 28
III.34. Endapan sedimen pada titik pengamatan kondisi Pulau H terbangun III 29
III.35. Perbandingan pada kedua kondisi III 29
III.36. Sebaran TSS Saat Pasang III 31
III.37. Sebaran TSS Saat Surut III 32
III.38. Perbandingan Suhu Air Laut Di Titik Inlet Sebelum Dan Sesudah Pekerjaan Causeway III 33
-xi-
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Kawasan Pantai Utara Jakarta yang mempunyai panjang pantai sekitar 32 (tiga puluh dua)
kilometer merupakan kawasan strategis bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sekaligus
sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia sebagai pintu gerbang Indonesia, dengan berbagai
aktivitas masyarakat dan pembangunan yang beragam, termasuk obyek vital. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2012 telah ditetapkan bahwa Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Strategis
Provinsi. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan Pembagian Zonasi, Pasal
189 ayat (1) dinyatakan bahwa Rencana kawasan yang diprioritaskan penanganannya di
Kecamatan Penjaringan nantinya akan dilakukan pengembangan kawasan hunian dilengkapi
prasarana perdagangan dan jasa, wisata, dan olahraga di Kawasan Pantura Kelurahan Kamal
Muara, Kapuk Muara, dan Kelurahan Pluit.
Kebijakan, rencana dan program penataan kembali Kawasan Pantai Utara Jakarta yang telah
digagas sejak tahun 1990 terus mengalami penyempurnaan. Konsep penataan kembali Pantura
Jakarta yang mencakup konsep reklamasi pulau dan konsep revitalisasi pantai lama yang dimuat
di dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta
telah diakomodasi ke dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur. Di dalam Rencana Tata Ruang tersebut, selain mengatur tata ruang
makro Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi,
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang serta Kota Depok, dimuat juga zonasi perlindungan
dan zonasi pemanfaatan kawasan Pantura. Mengacu ke zonasi tersebut dapat dipahami bahwa
penataan kembali kawasan Pantura Jakarta diarahkan kewujud reklamasi pulau, dimana jarak
antara garis pantai lama dengan pulau reklamasi 200 m. Arahan tata ruang di dalam peraturan
presiden tersebut dijabarkan ke dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030, yang memuat arahan rencana
struktur tata ruang, sistem infrastruktur dan rencana pola ruang kawasan Pantura Jakarta yang
terpisah dari daratan lama, yang pembangunannya melalui pendekatan reklamasi pulau.
Untuk mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008, maka dilakukan studi
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Teluk Jakarta (Pantura Tangerang, Jakarta dan Bekasi)
sebagai upaya untuk mengurangi resiko lingkungan terhadap berbagai kegiatan yang ada di
wilayah Pantai Utara Teluk Jakarta. Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
7169/MENLH/03/2011 tentang Hasil Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kawasan
Teluk Jakarta, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Teluk Jakarta maka perlu
diperhatikan isu-isu strategis lingkungan hidup, antara lain land subsidence, rob dan kenaikan
muka air laut, banjir/genangan, abrasi dan kerusakan pantai, degradasi ekosistem mangrove,
ketersediaan dan kerawanan air bersih, sedimentasi, pencemaran perairan akibat limbah domestik
dan industri, penanganan sampah, pemanfaatan ruang laut, tidak adanya visi keberlanjutan dalam
konteks persaingan global/regional wilayah Teluk Jakarta, kebijakan yang ada belum secara jelas
merespon dan mengantisipasi permasalahan yang ada, inefisiensi pemanfaatan lahan ditandai
dengan kepadatan tinggi dalam pemukiman horisontal, pola penataan spasial yang kurang
mempertimbangkan keseimbangan dan keselarasan sosial dan ekonomi mengakibatkan segregasi
sosial, rawan konflik sosial, penurunan daya saing dan kualitas lingkungan hidup, kemiskinan dan
hilangnya kesempatan berusaha mengancam strata ekonomi lemah.
Untuk memperoleh gambaran utuh tentang dinamika konsep penataan kembali Kawasan Pantura
Jakarta dapat dijelaskan beberapa hal penting tentang pemanfaatan dan resiko lingkungan
kawasan pantai ini. Dalam kurun waktu sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2010, yakni masa
proses penyusunan dan pemantapan konsep penataan kembali Kawasan Pantura Jakarta tidak
banyak dilakukan perbaikan sarana dan prasarana kawasan pantai, sementara itu proses
pembebanan lingkungan sebagai akibat pembangunan fisik bagian-bagian Kota Jakarta yang
sangat pesat ke segala arah sejak periode tahun 1975 sampai dengan tahun 1995 selain
memberikan manfaat bagi penduduk kota juga menimbulkan permasalahan lingkungan. Masalah
utama yang dihadapi adalah minimnya prasarana drainase, prasarana transportasi, prasarana
sanitasi dan perumahan bagi rakyat. Akumulasi dampak pembangunan fisik berlangsung di
kawasan pantai yang fisiknya merupakan dataran rendah yang sangat datar. Bahkan 40% dari luas
wilayah Jakarta Utara merupakan sub merged land, yakni dataran yang lebih rendah dari muka
laut. Topografi kawasan pantai yang lebih rendah dari muka laut menimbulkan masalah lingkungan
tatkala berfungsi sebagai ujung pembuangan (end of pipe) aliran air permukaan dan aliran limbah
cair. Karena terbatasnya jaringan sanitasi dan drainase kota, maka aktivitas perkotaan terutama di
bagian kota berkepadatan tinggi menimbulkan masalah lingkungan yang serius, sementara itu
bahan-bahan pencemar yang dibawa oleh aliran 13 sungai tersebar di perairan laut dangkal mulai
dari pantai Marunda di sebelah Timur hingga Kamal Muara di sebelah Barat.
Upaya untuk menanggulangi dan mencegah penurunan kualitas lingkungan hidup dan penyediaan
lokasi pembangunan baru di kawasan pantai dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan
cara reklamasi yang parsial. Awal tahun 1990 muncul masalah lingkungan akibat konflik
penggunaan tanah di kawasan pantai, antara lain gangguan terhadap instalasi PLN di Muara
Karang. Upaya penyelesaian masalah dilakukan melalui rekayasa teknik dengan cara mengatur
aliran sirkulasi air out let air hasil pendinginan mesin, dan menjauhkannya dari lokasi in take air
pendingin. Sejak masa itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan
kajian penataan Pantai Utara Jakarta dan dilanjutkan dengan kajian-kajian sektoral oleh Dinas
Tata Ruang DKI Jakarta, Dinas Perikanan DKI Jakarta dan BAPPEDA.
Di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2030, Kawasan Pantura Jakarta ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Pada pasal 101
dimuat arahan Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai berikut:
1. Kawasan Strategis Pantura mencakup pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan
pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan
perencanaan.
2. Pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan
pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap
banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di
Kawasan Pantura.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan
Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dijelaskan bahwa Kawasan Reklamasi Pantai
Utara Jakarta adalah kawasan pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil
kegiatan reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat
sumberdaya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi yang dilakukan oleh orang
atau sekelompok orang dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
PT. Taman Harapan Indah sebagai salah satu pengembang telah memperoleh Persetujuan Prinsip
Reklamasi Pulau H seluas 63 Ha dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan surat Nomor 1277/-
1.794.2, tanggal 21 September 2012, dan Persetujuan Prinsip dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta
dengan surat Nomor 543/-1.794.2, tanggal 10 Juni 2014 perihal Perpanjangan Persetujuan Prinsip
Reklamasi Pulau H atas nama PT. Taman Harapan Indah (Terlampir).
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL dan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor
2863 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL
di Wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka rencana kegiatan Reklamasi Pulau H seluas 63 Ha
tergolong wajib dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL), yang terdiri dari Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL),
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Di dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 5 Tahun 2012 dijelaskan bahwa untuk kegiatan Reklamasi Pantai (semua besaran)
wajib dilengkapi dengan dokumen AMDAL.
Mengingat intensitas kegiatan reklamasi relatif tinggi, maka besar kemungkinan kegiatan pada
tahap konstruksi dan pasca konstruksi potensial menimbulkan dampak penting (positif dan negatif)
terhadap komponen lingkungan fisik kimia, hayati, sosekbud dan lingkungan binaan di sekitarnya.
Untuk mengendalikan dampak penting tersebut perlu dilakukan identifikasi dampak penting melalui
studi Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) yang didahului dengan penyusunan Kerangka
Acuan (KA-ANDAL). Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Reklamasi
Pulau H (luas 63 Ha) telah mendapat persetujuan dari Komisi Penilai Amdal Provinsi DKI Jakarta
Nomor 48/KA.Andal/-1.774.151 tanggal 12 September 2014. Penyusunan ANDAL ini mengacu
pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan, sesuai dengan kewenangannya dokumen AMDAL ini dibahas oleh
Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta dan merupakan AMDAL tunggal.
Tujuan reklamasi dan penataan ruang Kawasan Pantura Jakarta secara umum sesuai
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi
dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta yang sudah diakomodasikan ke dalam Peraturan
Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI
Jakarta 2030, antara lain:
1. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan kota Jakarta
sebagai kota pelayanan yang strategis dan memiliki daya saing yang tinggi dalam
perkembangan dunia;
2. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan;
3. Terselenggarannya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya serta kelestarian bangunan
dan lingkungan bersejarah;
4. Mengendalikan pertumbuhan kota Jakarta ke arah Selatan, dan dengan demikian
melindungi wilayah Selatan Jakarta sebagai daerah resapan air.
Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali
kawasan daratan dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang saling
menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha.
Rencana kegiatan reklamasi Pulau H yang akan dilaksanakan oleh manajemen PT. Taman
Harapan Indah, diharapkan dapat memberi manfaat dan kegunaan bagi pihak-pihak sebagai
berikut:
1. Bagi Pemerintah
a. Mendukung program Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta yang berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) 2030;
b. Mendorong kemajuan sikap, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat serta
kemampuan partisipasi kelembagaan masyarakat dalam pembangunan khususnya
dalam bidang pengadaan lahan reklamasi sebagai lahan potensial yang cukup bagi
kebutuhan masyarakat;
c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM), memberi lapangan kerja bagi
masyarakat luas, meningkatkan pelayanan jasa pada bidang terkait, serta usaha-
usaha ekonomi produktif masyarakat setempat.
2. Bagi Masyarakat
a. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar proyek, dapat menumbuhkan
usaha ekonomi produktif masyarakat dan pada gilirannya dapat meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan;
b. Memenuhi kebutuhan lahan reklamasi bagi masyarakat yang lebih berkualitas dalam
jumlah yang cukup;
c. Memelihara kelestarian lingkungan pantai dengan adanya perlindungan pantai oleh
pulau baru sebagai lahan reklamasi;
1.3.1. Pemrakarsa
Tim penyusun studi AMDAL Reklamasi Pulau H dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Pengalaman kerja (Curriculum Vitae) dan foto copy sertifikat Kompetensi Tim Penyusun
AMDAL dan tenaga ahli telah dilampirkan dalam dokumen ANDAL ini. Selain tenaga ahli
tersebut, penyusunan dokumen AMDAL ini juga didukung oleh beberapa tenaga ahli
perencana dari Pemrakarsa Kegiatan (PT. Taman Harapan Indah).
Pada saat penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) ini kegiatan fisik reklamasi
belum berlangsung. Kajian ANDAL ini diutamakan untuk bahan pendukung permohonan
surat izin lingkungan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan yang akan disampaikan ke BPTSP Provinsi DKI Jakarta. Pelaksanaan
Konsultasi publik sesuai dengan SK. Gubernur KDKI Jakarta No.76 Tahun 2001 tentang
Pedoman Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses
AMDAL, telah dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Juni 2013 (Berita Acara, Notulen dan
Daftar Hadir Terlampir) dan pengumuman rencana kegiatan di Harian Rakyat Merdeka
tanggal 5 Juli 2013 (Lampiran 4).
Berdasarkan Batasan Ruang Kawasan Reklamasi pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 121 Tahun 2012, dijelaskan bahwa Kawasan Reklamasi mencakup kawasan
perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke
arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman
laut 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan pengembangan lahan baru
melalui pembangunan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi.
Peta Rencana Bentuk Pulau Reklamasi Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta pada
Lampiran I Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 dapat dilihat
pada Gambar I.1.
Berdasarkan lokasi rencana Reklamasi Pulau H terdapat Pipa PHE ONWJ, maka recana
reklamasi Pulau H akan dilakukan pergeseran dengan jarak dengan pipa tersebut 146,58
m, dari jarak minimal 40 meter dari kaki tanggul yang ditetapkan Peraturan Gubernur Nomor
146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana
Reklamasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Rencana Bentuk Pulau Reklamasi Kawasan
Reklamasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta dapat dilihat pada Gambar I.2.
1. Lokasi Kegiatan
Lokasi Kegiatan Reklamasi Pulau H terletak di perairan laut dangkal di sisi Utara
Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara seluas 63
Ha, dengan batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Perairan Pantai Utara Jakarta sampai kedalaman -8 meter.
b. Sebelah Timur : Perairan Kawasan Ancol
c. Sebelah Selatan : Kawasan Pantai Mutiara
d. Sebelah Barat : Perairan Muara Karang
Untuk lebih jelasnya, lokasi rencana kegiatan Reklamasi Pulau H dapat dilihat pada
Gambar I.3. sedangkan koordinat lokasi rencana Reklamasi Pulau H dapat dilihat pada
Gambar I.4.
Karakter/tipologi lingkungan dan kegiatan sekitar lokasi proyek adalah sebagai berikut:
a. Saat ini lokasi rencana Reklamasi Pulau H berada di bagian Utara Kawasan Pantai
Mutiara masih berupa perairan laut dangkal yang terbuka dengan kedalaman sampai
dengan -8 meter.
b. Di bagian Selatan adalah kawasan Pantai Mutiara dan Pelabuhan Muara Baru.
c. Bagian Barat terdapat Perairan Muara Karang dan PLTGU Muara Karang.
d. Bagian Timur terdapat Perairan Ancol.
e. Permukiman terdekat adalah di sebelah Selatan yaitu Kelurahan Pluit dan
Kawasan Pantai Mutiara.
f. Batimetri pantai di bagian Selatan rencana Reklamasi Pulau H mencapai kedalaman
-6,00 m.
g. Tipe pasang surut adalah campuran dan cenderung semi diurnal.
h. Berdasarkan hasil survey bawah laut yang dilakukan oleh PT. Ganeshatama
Consulting tahun 2013 untuk mengetahui kondisi dasar laut di areal lokasi reklamasi
Pulau H, di sekitar lokasi proyek saat ini terdapat jalur Pipa PT. Pertamina Hulu
Energi ONWJ , Pipa PLN dan Pipa PT. Nusantara Regas (Gambar I.5).
i. Berdasarkan peta dari Pertamina (Gambar I.6) di sekitar lokasi rencana Reklamasi
Pulau H terdapat fasilitas PHE ONWJ yaitu line 26 PCP-ORF Muara Karang dan
Onshore Receiving Facility (ORF) Muara Karang dan ORF Tanjung Priok yang
berfungsi menyuplai bahan bakar gas ke PLN untuk menerangi wilayah Jakarta.
Gambar I.5. Peta Jalur Pipa Di Sekitar Rencana Reklamasi Pulau H (Survey PT. LAPI Ganeshatama Consulting, 2013)
Secara garis besar kegiatan yang akan dilaksanakan oleh PT. Taman Harapan Indah
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.
Uraian mengenai tahapan rencana kegiatan adalah sebagai berikut:
Sebagai pendukung dalam penetapan lokasi proyek, PT. Taman Harapan Indah akan
melakukan studi tematik sesuai dengan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau H,
antara lain:
1) Kajian Hidrodinamika berkaitan dengan penentuan jarak/lebar kanal baik vertikal
maupun horizontal telah dilakukan oleh PT. LAPI Ganeshatama Consulting (2013).
2) Kajian Penanggulangan Banjir yang terintegrasi dengan kebijakan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta telah dilakukan oleh PT. LAPI Ganeshatama Consulting
(2013).
3) Kajian Dampak Pemanasan Global (Global Warming) telah dilakukan oleh PT.
LAPI Ganeshatama Consulting (2013).
4) Masterplan dan Panduan Rancang Kota (Urban Design Guideline/UDGL) yang
sesuai dengan penataan kembali Kawasan Pantura.
5) Perencanaan infrastruktur/prasarana dasar.
6) Perencanaan pengambilan material reklamasi.
Lokasi sumber material harus ditetapkan asalnya agar memudahkan dalam
menentukan jenis dan route pengangkutan material. Lokasi sumber material dipilih
lokasi terdekat dengan lokasi kegiatan dan moda pengangkutan yang mudah.
Area penambangan (pengerukan) pasir laut yang dipilih untuk memenuhi
kebutuhan material pasir dalam rangka proyek reklamasi ini bersumber dari
eksplorasi di wilayah Kabupaten Serang, Provinsi Banten yang telah memiliki Izin
Kuasa Pertambangan Golongan C, serta dokumen AMDAL dan/atau UKL & UPL.
Kebutuhan tanah merah dan batu akan dipenuhi melalui mekanisme
lelang/penunjukkan pihak ke-3 (tiga) sesuai dengan prosedur yang berlaku. Batu
rencananya akan didatangkan dari daerah Kabupaten Serang, Provinsi Banten,
sedangkan tanah merah (top soil) rencananya akan didatangkan dari daerah
Kabupaten Lebak, Provinsi Baten.
b. Tahap Konstruksi
Secara garis besar pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahap konstruksi proyek
adalah sebagai berikut:
Kebutuhan air bersih tahap konstruksi sebesar 28,8 m3/hari disuplai dari mobil
tanki dengan perhitungan sebagai berikut:
a) Mandi/Cuci Buruh Konstruksi (menginap) = 275 orang x 100 L/orang/hari =
27,5 m3/hari
b) Pegawai / Staf Perencana = 25 orang x 50 L/orang/hari = 1,3 m3/hari
Pengangkutan material reklamasi berupa pasir laut dan batu, dll diangkut
melalui laut menggunakan kapal tongkang dengan kapasitas 1.500-3.000 ton
sebanyak 5 kapal/hari, sedangkan material reklamasi yang diangkut melalui
jalan darat adalah tanah (top soil) serta peralatan konstruksi menggunakan truk
maksimal sebesar 110 kendaraan/hari dari daerah Lebak, Banten,
Jabodetabek melalui Jl. Tol Jakarta Merak masuk ke kawasann Pluit Pantai
Mutiara dan akan di dumping di lahan kosong sebelah Utara Regata
Apartment. (Gambar I.7). Lokasi pengambilan material direncanakan dari:
(1) Lokasi pasir di Kabupaten Serang dengan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi Pasir Laut Di Lepas Pantai Utara Kabupaten Serang a/n
PT. Jetstar (Blok 1) Nomor 540/010/IUP/BPTPM/2014 dari Bupati Serang:
- 50 53 1.5 LS; 1060 11 50.0 BT
- 50 53 1.5 LS; 1060 14 15.0 BT
- 50 51 49.5 LS; 1060 14 15.0 BT
- 50 51 49.5 LS; 1060 11 50.0 BT
(2) Lokasi pasir di Kabupaten Serang dengan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi Pasir Laut Di Lepas Pantai Utara Kabupaten Serang a/n
PT. Jetstar (Blok 2) Nomor 540/011/IUP/BPTPM/2014 dari Bupati Serang:
- 50 53 11.50 LS; 1060 11 50.00 BT
- 50 54 26.10 LS; 1060 11 50.00 BT
- 50 54 26.10 LS; 1060 12 10.00 BT
- 50 54 35.50 LS; 1060 12 10.00 BT
- 50 54 35.50 LS; 1060 13 7.60 BT
- 50 53 59.80 LS; 1060 13 7.60 BT
- 50 53 59.80 LS; 1060 14 15.00 BT
- 50 53 11.50 LS; 1060 14 15.00 BT
(3) Lokasi pasir di Kabupaten Serang dengan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi Pasir Laut Di Lepas Pantai Utara Kabupaten Serang a/n
PT. Jetstar (Blok 3) Nomor 540/012/IUP/BPTPM/2014 dari Bupati Serang,
dengan koordinat:
- 50 54 09.80 LS; 1060 13 17.60 BT
- 50 54 09.80 LS; 1060 14 55.90 BT
- 50 54 26.10 LS; 1060 14 55.90 BT
- 50 54 26.10 LS; 1060 17 27.00 BT
- 50 54 58.40 LS; 1060 17 27.00 BT
3) Reklamasi
Pekerjaan reklamasi meliputi pengangkutan pasir hingga lokasi yang akan di
reklamasi, pengurugan pasir dan pembangunan tanggul. Aktivitas pengengkutan
pasir dilakukan dari lokasi sumber material urug menuju lokasi Pulau H
menggunakan TSHD. Kegiatan pengurugan dan pembangunan tanggul
direncanakan bertahap, dimana tanggul dilaksanakan pada tahap awal hingga
mencapai sekitar elevasi muka air laut dan selanjutnya diikuti oleh pemasangan
bund dan pekerjaan tanggul. Secara garis besar pekerjaan reklamasi dilakukan
sebagai berikut (Gambar I.12):
a) Pengurugan
(1) Uraian Tentang Pengerukan dan Proses Pengangkutan
Pasir dikeruk dari area konsesi. Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD)
ukuran sedang dan besar, kapasitas 10.000- 40.000 m3 dapat mengeruk
pada kedalaman ini dan sepertinya ukuran inilah yang dipakai oleh para
kontraktor. TSHD menggunakan satu atau dua pipa isap untuk mengeruk
bahan pasir ini dan menempatkan kerukan ini ke hopper. Air yang
berlebih, yang digunakan untuk memompa pasir ke hopper diarahkan ke
pinggir kapal melalui sistem pelimpah. Dalam area galian pasir yang
bagus, THSD ini akan terisi penuh dalam waktu 1,0-2,0 jam. Dalam area
galian dengan komposisi lanau dan lempung yang banyak, pengisian
THSD akan berlangsung lebih lama, hingga beberapa jam, sementara
bahan-bahan halusnya akan dihanyutkan ke pinggir kapal. Setelah
pengisian, THSD ini berlayar ke lokasi reklamasi.
demi lapis. Lapisan pasir yang pertama disebar jangan terlalu tebal
untuk mencegah ketidakstabilan dasar laut. Dua lapisan pasir yang
terletak paling bawah harus memiliki ketebalan tidak lebih dari 0.7 m.
Lapisan pasir setelahnya dapat ditimbun dengan ketebalan 2-3 m.
Setelah timbunan mendekati permukaan air, dimana penggunaan
spray pontoon sudah tidak bisa dilakukan, penimbunan dari atas
permukaan air akan dilakukan. Pasir dialirkan dari kapal dengan
menggunakan pipa kelokasi timbunan. Kemudian timbunan pasir
akan disebar dan didorong menggunakan Bulldozers. Proses
pengurugan terdiri dari:
b) Pekerjaan Tanggul
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, ditentukan desain
optimal penampang melintang. Penampang melintang optimal mempunyai
spesifikasi sebagai berikut (lihat Gambar I.10):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6;
(b) Berm direncanakan dengan lebar 8 m pada muka air rencana (Design
Water Level), dengan elevasi pada waktu konstruksi di LWS + 4.4 m;
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:1;
Gambar I.10. Penampang Melintang Tanggul (PT. Taman Harapan Indah, 2014)
(a) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik, Pulau H dibagi menjadi 9 segmen.
Segmen-segmen tersebuat adalah segmen-1, segmen 2, segmen3a,
segmen 3b, segmen 3c, segmen 4, segmen 5, segmen 6a, dan
segmen 6b. Gambar I.11 menerangkan lokasi segmen pada pulau H.
Gambar I.11. Lokasi segmen pada Pulau H (PT. Taman Harapan Indah, 2014)
Geotekstil
Geotekstil digunakan untuk mencegah tanah yang dilindungi tererosi.
Dua jenis geoteksitil dipakai. Untuk bagian puncak hingga berm
digunakan geotekstil, sedangkan dari berm hingga dasar tanggul
memakai geomatrass. Ukuran maksimum batuan yang dapat
diletakkan di atas geotekstil adalah 10-60 kg.
c) Pekerjaan Causeway
Pembuatan causeway ini bersifat massif dengan lebar pada puncaknya sebesar
30 m dengan tinggi pada puncak LLWS+4m. Causeway ini berfungsi sebagai
penghubung antara daratan dengan pulau reklamasi. Maksimum overtoping yang
diperbolehkan pada causeway ini adalah 5l/s/m.
Pembuatan causeway ini bersifat massif dengan lebar 30 meter (2 jalur) dan
panjang 300 meter yang digunakan sebagai penghubung antara daratan dengan
pulau reklamasi (Gambar I.13 dan I.14). Hal ini berfungsi untuk mengantisipasi
dampak terhadap gangguan outlet PLTU Muara Karang yang berada di Kawasan
Pantai Mutiara, serta sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan
Perizinan Prasaranan Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Gambar I.13. STA Position Coordinate of Road Plan and Exixsting with Causeway H Island
Gambar I.14. Typical Dike Exixsting with Upgrade Road and West Side Causeway of Pantai Mutiara
1) Keberadaan Causeway
Setelah proses pembuatan causeway yang memerlukan pemeliharaan. Hal-hal
yang belum dapat dibahas dalam dokumen seperti koordinasi dengan kegiatan
sekitar (Pertamina dan Pelabuhan Muara Baru), perlu dilakukan
pembahasan/koordinasi sebelum pelaksanaan reklamasi dilakukan. Sedangkan
kajian mengenai sebaran air buangan PLTU Muara Karang setelah causeway
terbentuk akan diuraikan pada prakiraan dampak.
3) Demobilisasi Peralatan
Sambil menunggu masa settlement lahan dilakukan pengembalian alat-alat berat
yang telah digunakan dalam pekerjaan reklamasi.
Di dalam studi Andal ini tidak dilakukan kajian alternatif karena aspek pertimbangan lingkungan
hidup telah dikaji dalam studi kelayakan proyek.
PT. Taman Harapan Indah sebagai pemrakarsa dan Kantor Kelurahan Pluit telah melaksanakan
kegiatan konsultasi publik dan partisipasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat
Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan. Konsultasi masyarakat ini telah dilakukan pada
tanggal 11 Juni 2013, bertempat di Restoran Moonstar Jl. Pluit Utara Raya No. 56, Pluit dan
dihadiri oleh Camat Penjaringan, Lurah Pluit, LMK, Pengurus RT/RW, BPLHD Provinsi DKI
Jakarta, KLH Kota Administrasi Jakarta Utara serta Tokoh Masyarakat dan nelayan dari Kelurahan
Pluit. Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL merupakan hal
yang penting bagi kelanjutan dari rencana kegiatan Reklamasi Pulau H ini. Dialog
berkesinambungan bersama masyarakat sekitar yang diprakirakan akan terkena dampak langsung
dan tidak langsung telah dilaksanakan dan hubungan dengan masyarakat sekitar akan tetap
dipelihara. Rangkuman hasil konsultasi publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Josef Mangondow Kabuloh (Rw.06/Rt.21, Jl.Taman Pluit Kencana Utara No.53, Pluit)
a. Dampak negatf banjir ROB harus diutamakan, antisipasi banjir pemukiman warga di
daratan.
b. Sheetpile pantai mix dengan program Pemda DKI yaitu membangun terlebih dahulu
dengan tanggul raksasa yang pembiayaannya sudah jelas (APBN dan APBD,
Swasta/Consorsium)
c. Pengalaman: pembangunan Pluit City berdampak negatif bagi PLTU, supplier listrik Jawa-
Bali. Sekarang akibat pembangunan Pluit City produktivitas PLTU tinggal 70%. Kalau
reklamasi 15 pulau dilaksanakan, produktivitasnya mungkin tinggal 20%. Apakah dampak
negatif seperti itu sudah masuk dalam kajian Amdal yang dimaksud, belum lagi dampak
negatif bagi kehidupan komunitas kelautan: rumpon, biota laut, terumbu karang, dll.
b. Saran saya, agar di pinggiran Teluk Jakarta ini ada nelayan yang mengembangkan
budidaya kerang hijau dan bagaimana nanti kalau reklamasi pantai tersebut dilakukan,
dimana tempat budidaya kerang hijau dan rajungan untuk bisa berkarya/bekerja.
7. Iis Aris (LMK 020, Rt.04/Rw.020, Perumahan Cinta Kasih Tzu-chi 2, Blok B1-3C, Muara
Angke)
a. Pada dasarnya saya setuju saja, asalkan warga kami yang berasal dari ekonomi
menengah ke bawah dapat menjadi bagian SDM di dalam pekerjaan Pulau H. Termasuk
para nelayan tradisional yang nanti pada akhirnya dapat berpotensi di dalam Pulau H
tersebut, mengingat jarak mata pencaharian nelayan dari daratan wilayah Muara Angke
menjadi sangat jauh. Mohon diberi solusi untuk itu.
d. Memberikan bantuan untuk kepentingan masyarakat guna untuk pendidikan warga yang
berlokasi di Muara Angke.
e. Membuat jalan/akses jalan sendiri baik dalam masa pembangunan ataupun setelah
selesai pembangunan.
Sungai dan Waduk, pengendalian sampah, penyuluhan masyarakat di bantaran sungai dan
waduk dan lain-lain.
6. Bentuk Pulau Reklamasi Pulau H berjarak 300 m dari daratan dan antar pulau merupakan
hasil kajian Replanning Pulau Reklamasi yang kemudian ditetapkan Melalui Peraturan
Gubernur No. 121 Tahun 2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura
Jakarta yang penetapannya melalui kajian, diskusi, koordinasi dan kesepakatan bersama
antar stakeholder yang berkepentingan dibantu berbagai pakar dari Perguruan Tinggi ternama
di Indonesia.
7. Sebelumnya telah dilakukan KLHS Pantura Jakarta bersama dengan wilayah Tangerang dan
Bekasi pada tahun 2010, sebagai bahan masukan bagi penyusunan Peraturan Gubernur No,
121 Tahun 2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. KLHS dan
Peraturan Gubernur No, 121 Tahun 2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi
Pantura Jakarta juga telah diakomodir dalam Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW
Provinsi Jakarta 2013.
8. Bentuk Pulau Reklamasi Pulau H ini yang berjarak dengan daratan dan jarak antar pulau 300
m, dengan demikian telah mengakomodir berbagai isu lingkungan seperti : Banjir, Alur
pelayaran, Aktivitas Nelayan, keberadaan PLTU Muara Karang dan lain-lain.
9. Di sekitar pulau H tidak terdapat Rumpon dan terumbu karang.
10. Pengangkutan material dan peralatan reklamasi mayoritas melalui transportasi laut, untuk
menghindari gangguan transportasi darat yang saat ini kondisinya sudah jenuh.
11. Nantinya akan dibuat jembatan sementara dari daratan ke Pulau H untuk jalan kerja
reklamasi, sedangkan antar Pulau Reklamasi nantinya akan dibangun jalan penghubung dari
Timur ke Barat.
Metode yang digunakan dalam identifikasi dampak potensial ini adalah matriks interaksi
sederhana (Tabel 1.11) yang berguna dalam melihat hubungan sebab akibat antara
komponen kegiatan dan komponen lingkungan. Sementara untuk melihat strata dampak
baik dampak primer, sekunder, tersier dan seterusnya digunakan bagan alir (Gambar I.15).
Sebagai masukan untuk menentukan dampak potensial telah dilakukan diskusi dengan
pemrakarsa guna mendapatkan uraian deskripsi kegiatan, selain itu juga melakukan studi
pustaka dan observasi lapangan guna mendapatkan gambaran komponen lingkungan di
lokasi kegiatan. Hal yang tidak terlewatkan adalah memasukkan informasi yang diperoleh
dari masyarakat melalui konsultasi publik. Pada Tabel 1.10 disajikan dampak potensial yang
mungkin ditimbulkan oleh rencana kegiatan Reklamasi Pulau H.
Tahapan
Komponen Kegiatan Dampak Potensial Yang Ditimbulkan
Kegiatan
Perubahan Persepsi Masyarakat
Demobilisasi Peralatan Gangguan Aktivitas Nelayan
Gangguan Kamtibmas
Perubahan Persepsi Masyarakat
Gangguan Transportasi Darat
Gangguan Transportasi Laut
Tabel 1.11. Matriks Interaksi Antara Komponen Kegiatan dan Komponen Lingkungan
Konstruksi
Konstruksi
Konstruksi
Tahap
Tahap
Tahap
Pasca
Pra
Komponen Kegiatan
Demobilisasi Peralatan
Keberadaan Causeway
Pekerjaan Causeway
No.
Reklamasi
Komponen Lingkungan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara X
2. Peningkatan Kebisingan X
3. Penurunan Kualitas Air Laut X X X
4. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir) X
5. Perubahan Pola Arus X
6. Perubahan Pola Gelombang X
7. Abrasi dan Sedimentasi X
8. Peningkatan Volume Sampah Padat X
9. Gangguan Utilitas X
10. Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) X
BIOLOGI
1. Gangguan Fauna X
2. Gangguan Biota Laut X X X
SOSEKBUD KESEHATAN MASYARAKAT
1. Terbukanya Kesempatan Kerja X
2. Terbukanya Kesempatan Berusaha X
3. Gangguan Estetika Lingkungan X
4. Gangguan Sanitasi Lingkungan X
5. Gangguan Aktivitas Nelayan X X X X X
6. Gangguan Kamtibmas X X X X
7. Perubahan Persepsi Masyarakat X X X X X X X
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat X X
2. Gangguan Transportasi Laut X X X X
Rencana Kegiatan
Reklamasi Pulau H
Tahap Tahap
Tahap Konstruksi
Pra Konstruksi Pasca Konstruksi
Rekrutmen dan
Penetapan Lokasi Mobilisasi Alat Pekerjaan Keberadaan Keberadaan Demobilisasi
Aktivitas Tenaga Reklamasi
Proyek dan Bahan Causeway Causeway Lahan Reklamasi Peralatan
Kerja
Terbukanya
Kesempatan
Kerja
Gangguan Gangguan
Penurunan Peningkatan Gangguan Biota Abrasi dan Estetika Sanitasi
Kualitas Udara Kebisingan Laut Sedimentasi Lingkungan Lingkungan
Gangguan Kamtibmas
Penilaian sifat penting menggunakan hasil perkalian skor ketiga kriteria tersebut, dengan
median kemungkinan nilai perkalian sebagai batasan suatu dampak potensial dikatakan
dampak penting hipotetik atau tidak. Tiga kriteria yang dipakai masing-masing mempunyai 5
(lima) kemungkinan nilai, dengan demikian ada 30 nilai perkalian yang mungkin dengan
median 24,5. Dengan demikian suatu dampak potensial dikatakan termasuk dampak penting
hipotetik bila nilai hasil perkalian ketiga kriteria tersebut 25.
Untuk dampak potensial yang tidak termasuk dampak penting hipotetik (DPH) dengan total
skor perkalian tiga kriteria Metode Block yakni skor 20 24, walaupun tidak dilakukan
prakiraan dampak penting namun pengelolaannya tetap dicantumkan dalam RKL dan RPL.
Matriks evaluasi dampak potensial tahap prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi
masing-masing disajikan pada Tabel 1.13.
Berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial maka diperoleh komponen lingkungan yang
terkena dampak dan akan dikaji dalam dokumen ANDAL yang disebut sebagai dampak
penting hipotetik (DPH). Daftar dampak penting hipotetik (DPH) berdasarkan evaluasi
dampak potensial dapat dilihat pada Tabel 1.14 berikut.
Rencana Kegiatan
Reklamasi Pulau H
Tahap Tahap
Tahap Konstruksi
Pra Konstruksi Pasca Konstruksi
Rekrutmen dan
Penetapan Lokasi Mobilisasi Alat Pekerjaan Keberadaan Keberadaan Demobilisasi
Aktivitas Tenaga Reklamasi
Proyek dan Bahan Causeway Causeway Lahan Reklamasi Peralatan
Kerja
Terbukanya
Kesempatan
Kerja
Gangguan Peningkatan
Gangguan Penurunan Perubahan Pola Perubahan Pola Gangguan Penurunan Muka
Transportasi Gangguan Utilitas Volume Sampah
Transportasi Laut Kualitas Air Laut Gelombang Arus Aktivitas Nelayan Tanah
Darat Padat
Abrasi dan
Sedimentasi
Penurunan Peningkatan
Kualitas Udara Kebisingan
Gangguan Kamtibmas
Dampak Potensial
Pra Konstruksi
Perubahan Persepsi Masyarakat
Tahapan Kegiatan:
1. Pra konstruksi Konstruksi
Dampak Penting Hipotetik
2. Konstruksi 1. Penurunan Kualitas udara
3. Pasca konstruksi 2. Peningkatan Kebisingan
3. Penurunan Kualitas Air Laut Pra Konstruksi
4. Peningkatan Volume Sampah Padat Perubahan Persepsi Masyarakat
5. Gangguan Utilitas
6. Penurunan Muka Tanah (land subsidence) Konstruksi
7. Gangguan Fauna 1. Penurunan Kualitas udara
8. Gangguan Biota Laut 2. Peningkatan Kebisingan
9. Terbukanya Kesempatan kerja 3. Penurunan Kualitas Air Laut
10. Terbukanya Kesempatan berusaha 4. Peningkatan Volume Sampah Padat
11. Gangguan Estetika Lingkungan 5. Gangguan Utilitas
12. Gangguan Sanitasi Lingkungan 6. Terbukanya Kesempatan kerja
13. Gangguan Aktivitas Nelayan 7. Gangguan Aktivitas Nelayan
Identifikasi 14. Gangguan Kamtibmas Evaluasi 8. Gangguan Kamtibmas
dampak 15. Perubahan Persepsi Masyarakat dampak 9. Perubahan Persepsi Masyarakat
potensial 16. Gangguan Transportasi Laut potensial
17. Gangguan Transportasi Darat 10. Gangguan Transportasi Laut
11. Gangguan Transportasi Darat
Pasca Konstruksi
1. Penurunan Kualitas Air Laut Pasca Konstruksi
1. Penurunan Kualitas Air Laut
2. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan
2. Penurunan Muka Tanah (land subsidence)
3. Perubahan Pola Arus 3. Perubahan Pola Arus
4. Perubahan Pola Gelombang 4. Perubahan Pola Gelombang
5. Abrasi dan Sedimentasi 5. Abrasi dan Sedimentasi
6. Penurunan Muka Tanah/Land Subsidence 6. Perubahan Persepsi Masyarakat
7. Gangguan Aktivitas Nelayan
8. Gangguan Kamtibmas
9. Perubahan Persepsi Masyarakat
10. Gangguan Transportasi Laut
Komponen Lingkungan: 11. Gangguan Transportasi Darat
1. Fisik kimia
2. Biologi
3. Sosial ekonomi budaya
4. Tata ruang
1. Batas Proyek
Batas-batas proyek Reklamasi Pulau H ini adalah perairan Teluk Jakarta seluas 63 Ha,
yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara : Perairan Pantai Utara Jakarta sampai kedalaman -8 meter
b. Sebelah Timur : Perairan Kawasan Ancol
c. Sebelah Selatan : Kawasan Pantai Mutiara
d. Sebelah Barat : Perairan Muara Karang
2. Batas Ekologis
Batas Ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan menurut media transportasi limbah (air dan udara) dimana proses alami yang
berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang
secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau kegiatan. Kawasan
Pantai Mutiara yaitu di sepanjang Jl. Pluit Utara Raya sampai dengan Jl. Pluit Samudera
2 ( 1 km dari lokasi proyek). Untuk Perairan Laut, batas ekologis terluar mencakup jarak
2,0 km ke arah Utara. Adapun rincian masing-masing batas ekologis adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan Utilitas radius 500 m dari lokasi proyek;
b. Perubahan Pola Arus radius 2 km dari lokasi proyek;
c. Perubahan gelombang radius 2 km dari lokasi proyek;
d. Gangguan Transportasi darat radius 1 km dari lokasi proyek;
e. Gangguan Transportasi Laut radius 2 km dari lokasi proyek;
f. Penurunan Kualitas Air Laut radius 1 km dari lokasi proyek;
g. Peningkatan Kebisingan radius 100 m dari lokasi proyek;
h. Penurunan Kualitas Udara radius 100 m dari lokasi proyek;
i. Peningkatan volume sampah padat radius 200 m dari lokasi proyek.
3. Batas Sosial
4. Batas Administrasi
Batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan
kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut. Batas ruang ini dapat berupa batas
administrasi pemerintahan atau batas konsesi pengelolaan sumber daya oleh suatu
dan/atau kegiatan. Dengan memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan
mempertimbangkan kendala-kendala teknis yang dihadapi (dana, waktu dan tenaga)
maka akan diperoleh batas administrasi yang meliputi:
a. Kelurahan : Pluit
b. Kecamatan : Penjaringan
c. Wilayah : Kota Administrasi Jakarta Utara
d. Provinsi : DKI Jakarta
Batas waktu kajian masing-masing dampak penting hipotetik disajikan pada Tabel 1.15.
Secara umum batas waktu kajian tahap pra konstruksi, konstruksi sampai pasca konstruksi
adalah mulai tahun 2014 sampai tahun 2024.
BAB II
RONA LINGKUNGAN HIDUP
Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tanjung Priok.
Untuk memberikan deskripsi rona awal curah hujan, suhu udara, arah dan kecepatan angin di
Pantai Utara Jakarta, diambil dari Stasiun Tanjung Priok untuk data 10 (sepuluh) tahun terakhir.
2.1.1. Iklim
1. Data Iklim
Iklim di lokasi dideskripsikan lewat parameter-parameter: tipe iklim, curah hujan, suhu
udara, kelembaban relatif (RH) udara serta arah dan kecepatan angin. Data iklim yang
dipakai adalah data tahun 2003-2014 dari Stasiun Meteorologi Tanjung Priok, Jakarta
Utara.
a. Tipe Iklim
Data selama tahun 2003-2014 menunjukkan curah hujan tahunan rata-rata sebesar
1.816 mm/tahun. Nisbah rata-rata bulan kering terhadap bulan basah adalah 0,7027
atau 70,27%. Dengan demikian, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, tipe
iklim daerah sekitar termasuk tipe iklim D. Hal ini berarti iklim di daerah tersebut
tergolong sedang karena jumlah bulan kering relatif sama dibanding jumlah bulan
basah.
b. Curah Hujan
Curah hujan rata-rata bulanannya disajikan pada Gambar II.1. Curah hujan rata-rata
bulanan di atas 100 mm (bulan basah) dijumpai pada bulan NovemberMaret dan
juga di Bulan Mei, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Februari. Curah hujan
bulanan rata-rata di bawah 60 mm (bulan kering) dijumpai pada Bulan Juli -
September.
Gambar II.1. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan 2003-2014 (Data Stasiun Meteorologi
Tanjung Priok)
c. Suhu Udara
Variasi suhu bulanan disajikan pada Tabel 2.1 dan Gambar II.2. Suhu minimum
Bulanan terendah dijumpai pada Bulan Februari, dengan nilai 25,0 C; sedangkan
suhu maksimum bulanan tertinggi dijumpai pada Bulan Oktober, dengan nilai 33,3
C. Variasi suhu berkisar antara 6,0 -7,3 C. Variasi suhu terbesar dijumpai pada
Bulan Agustus dan September dengan rentang 25,5- 32,8 C untuk bulan Agustus
dan 25,9-33,1 C untuk bulan September.
d. Kelembaban
Kelembaban berkisar dari minimum 69,5% pada bulan Agustus sampai maksimum
80,6% pada bulan Februari, dengan rata-rata 74,0 %. Variasi bulanan kelembaban
sekitar lokasi disajikan pada Gambar II.3.
Pengukuran terhadap kualitas udara di sekitar lokasi reklamasi, yakni di Pantai Mutiara
(Perairan Laut Dangkal Sisi Utara Kelurahan Pluit) telah dilakukan untuk mengetahui kondisi
kualitas udara sebelum kegiatan reklamasi berlangsung. Hasil pengukuran kualitas udara
disajikan pada Tabel 2.2 berikut.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan parameter kualitas udara yang
diukur di 2 (dua) titik lokasi masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan (Keputusan
Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 551/2001).
2.1.3. Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar lokasi reklamasi untuk mengetahui
kondisi intensitas bising sebelum kegiatan Reklamasi Pulau H berlangsung. Hasil
pengukuran tingkat kebisingan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi proyek berkisar antara 50,6 54,7
dBA, masih memenuhi nilai baku kebisingan sesuai Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta
Nomor 551/2001.
Pengukuran terhadap kondisi fisik kimia kualitas air laut di sekitar lokasi kegiatan saat studi
ANDAL (2013) ini telah dilakukan di 4 (empat) lokasi untuk mengetahui kondisi kualitas air
laut sebelum kegiatan reklamasi berlangsung. Hasil pengukuran kualitas air laut dapat dilihat
pada Tabel 2.4 berikut.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa Amoniak di lokasi AL1 dan AL2 di atas baku mutu,
dan kadar Fosfat di semua lokasi pengukuran berada di atas baku mutu yang ditetapkan.
Tingginya kadar fosfat dan amoniak menunjukkan perairan di sekitar lokasi proyek telah
terkontaminasi oleh air limbah dari kegiatan domestic di daratan yang terbawa melalui aliran
waduk pluit yang bermuara ke perairan pantai utara. Berdasarkan data pemantauan tahun
2010 dan data pengukuran kualitas air laut tahun 2013, terlihat bahwa parameter Fosfat dan
Amoniak/Nitrat cenderung tinggi.
Sedimen tersuspensi didominasi oleh sumber muara sungai dan berfungsinya pompa Pluit,
sehingga meningkatkan beban sedimen tersuspensi dari 0,14 0,28 g/m^3 oleh
peningkatan laju air (Gambar II.5). Konsentrasi ini lebih (jauh) rendah dari nilai konsestrasi
sampling TSS (Tabel 2.4), sehingga tidak tervalidasi.
Informasi kondisi hidrologi di daratan sekitar Pulau H bersumber dari Kajian Sistem Tata Air
Upland Area Reklamasi Pulau H yang dilakukan oleh PT. LAPI Ganeshatama Consulting,
Agustus 2013, yang mencakup jaringan drainase sekitar daratan terdekat di bagian Selatan
rencana Pulau H, yaitu yang mengalir menuju Waduk Pluit serta Kali Karang yang berlokasi
di bagian Barat rencana Pulau H.
Debit banjir dari hulu yang mengalir menuju Waduk Pluit didasarkan pada data debit banjir
dengan periode ulang 50 tahun sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar II.6 (Kajian dan
Perencanaan Teknis Sistem Polder Pintu Air Hailai Marina Jakarta, PT. Matra Ciptraripta
Consult, Tahun 2010). Sedangkan debit banjir Kali Karang didasarkan analisa konsultan
dengan periode ulang rencana 25 tahun mengingat kali karang merupakan salah satu kali
besar yang berada dibagian Barat rencana Pulau H.
Debit banjir sistem jaringan drainase menuju Waduk Pluit ditunjukan oleh hisdrograf saluran
Tubagus Angke, saluran Bandengan, saluran Kali Besar, anak Kali Ciliwung dan anak Kali
Karang (Gambar II.7, II.8, II.9, II.10 dan II.11). Debit banjir saluran Tubagus Angke adalah
sebesar 21,80 m3/hari, saluran Bandengan adalah sebesar 31,84 m3/detik, saluran Kali
Besar adalah sebesar 271,81 m3/detik, anak Kali Ciliwung adalah sebesar 123,99 m3/detik,
serta anak Kali Karang adalah sebesar 156,51 m3/detik.
Selain banjir yang disebabkan oleh luapan air sungai, daerah Jakarta Utara juga rawan oleh
fenomena banjir rob. Banjir rob merupakan istilah banjir yang disebabkan oleh meluapnya
air laut hingga ke darat. Banjir rob ini umumnya terjadi saat air laut mengalami pasang
tinggi. Banjir rob ini juga terjadi karena ada kecenderungan penurunan muka tanah di
daerah Jakarta Utara. Dengan menurunnya permukaan tanah mempunyai arti bahwa
daratan berada lebih rendah daripada air laut. Permukaan tanah ini umumnya disebabkan
oleh kehilangan cadangan air tanah di dalam tanah Jakarta. Kekosongan ini dikompensasi
dengan menurunnya muka tanah. Penurunan muka tanah di Jakarta di beberapa lokasi
sebesar 6 7 cm/Tahun (Abidin et al, 2009).
Penurunan muka tanah di Jakarta dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu: ekstraksi air
tanah yang berlebihan, beban bangunan dan konstruksi, konsolidasi tanah alluvial dan
aktifitas tektonik. Sampai saat ini, tidak terdapat informasi mengenai kontribusi setiap faktor
pada penurunan muka tanah di setiap lokasi dan varasi secara spasial dari penurunan
tersebut. Pada kasus Jakarta, aktifitas tektonik merupakan faktor yang paling sedikit
berpengaruh sedangkan pengambilan air tanah merupakan kontributor tertinggi. Gambar
berikut memperlihatkan kontur penurunan muka tanah selama periode 1982 sampai 1991
dan dari 1991 sampai 1997.
Gambar II.12. Kontur penurunan muka tanah (Sumber: Abidin et al. 2009)
Gambar II.13. Perubahan elevasi muka tanah di beberapa tempat di Jakarta (Sumber: Abidin
et al., 2009)
Berdasarkan Lee et al (2003), Pantai Mutiara direklamasi dengan tiga tahap pembangunan.
Tahap pertama adalah bagian A (Gambar II.14) dibangun dari tahun 1986 sampai 1988,
tahap kedua adalah bagian B diselesaikan tahun 1994 dan tahap ketiga atau bagian C
diselesaikan tahun 2007. Oleh karena itu, penurunan muka tanah telah berlangsung selama
17 tahun terakhir. Dalam rangka keperluan analisis dari laju penurunan suatu titik, referensi
diatur sebesar 0.65 m di jalan bagian barat. Dengan acuan tersebut dan 17 tahun waktu
penurunan, laju penurunan muka tanah dapat dihitung seperti pada Gambar II.15. Hasil
analisis survei tersebut memberikan laju penurunan rata-rata sekitar 2.5 cm/tahun.
Gambar II.14. Tahapan reklamasi Pantai Mutiara (Lee et al (2003) dalam EXPO 2012)
Dari sumber referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Abidin et al menjelaskan
penurunan muka tanah di Jakarta antara 6-15 cm per tahun dan berdasarkan Lee et al laju
penurunan muka tanah di Pantai Mutiara rata-rata sekitar 2,5 cm per tahun. Dalam Per.
Gub. No. 146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan
Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dinyatakan asumsi
penurunan muka tanah antara 7-14 cm/tahun, sedangkan desain teknis reklamasi yang
digunakan di Pulau H asumsi penurunan muka tanah sebesar 7,5 cm.
1. Oceanografi
dengan tanggal 7 Juni 2012 adalah 1.2 m. Jenis pasang surut adalah diurnal dilihat
dari Gambar II.16 dan perhitungan bilangan Formzhal yaitu sebesar 3.414. Elevasi
penting dari analisis pasang surut di pantai Mutiara ini diperlihatkan oleh Tabel 2.5.
HHWL atau Highest High Water Spring dapat mencapai 66.58 cm dari muka laut rata-
rata sedangkan Lowest Water Spring dapat mencapai -58.42 cm dari muka laut rata-
rata.
Tabel 2.5. Elevasi penting pasang surut (cm), diikatkan pada MSL
b. Batimetri
Kondisi batimetri di perairan sekitar rencana Pulau H dijelaskan melalui hasil survai
yang dilakukan pada tahun 2013 (PT. LAPI Ganeshatama Consulting) (Gambar II.17).
Berdasarkan hasil tersebut lokasi rencna Pulau H berada pada kedalaman 6 m d di
bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara berada pada kedalaman -8 m.
2. Gelombang
Hasil studi yang dilakukan PT. Taman Harapan Indah bekerjasama dengan PT. LAPI
Ganeshatama Consulting (Agustus 2013) tentang analisis gelombang dapat diuraikan
sebagai berikut:
terjadi karena adanya pengaruh dari angin pasat timur laut dimana angin datang
dari daerah bertekanan tinggi di lintang 300 LU menuju daerah bertekanan rendah
di ekuator.
2) Musim Peralihan 1 (Maret, April, Mei)
Pengaruh dari pergerakan matahari dari selatan ke utara pada bulan Maret, April
dan Mei menyebabkan adanya transisi perubahan arah datangnya angin bertiup.
Di Wilayah Tarakan pada musim peralihan 1 ini dominasi angin musim barat
berkurang dengan komposisi arah datang angin yaitu tenggara (18.44%), timur
(16.89%) dan barat daya (13.86%). Sedangkan dari segi kecepatan angin bertiup
musim peralihan 1 ini juga menunjukkan ada pengurangan dari musim barat di
mana prosentasi angin yang bertiup dengan kecepatan 3-5 m/det berkurang dari
32.94% menjadi 39.31%, sedangkan terlihat juga prosentasi rentang kecepatan
angin 1-3 m/det naik menjadi 30.09% dan rentang 5-7 m/det turun menjadi
21.16%.
3) Musim Timur (Juni, Juli, Agustus)
Perubahan pola arah bertiup angin dari musim barat dan peralihan 1 terlihat pada
musim timur ini, dimana dominasi arah angin berasal dari tenggara (50.98%), timur
(25.26%), selatan (13.78%) melampaui prosentase angin yang datang dari lintang
tinggi, hal ini terjadi pengaruh dari adanya angin pasat tenggara dimana daerah
tekanan tinggi terbentuk pada 300 LS. Kecepatan angin berhembus juga
bertambah pada musim timur ini yaitu rentang 3-5 m/det (34.45%), rentang 5-7
m/det bertambah prosentasinya menjadi 33.87% dan rentang 7-9 m/det bertambah
menjadi 14.45%.
4) Musim Peralihan 2 (September, Oktober, November)
Pengaruh dari pergerakan matahari dari utara ke selatan pada bulan September,
Oktober dan November menyebabkan adanya transisi perubahan arah datangnya
angina bertiup. Di Wilayah Jakarta Utara pada musim peralihan 2 ini dominasi
angin musim timur berkurang dan ditandai oleh berkurangnya prosentase angin
dari arah tenggara (29.09%), timur (16.68%) dan selatan (15.37%).
Pola windrose tahunan dari data sepanjang 24 tahun (1989-2012) menunjukkan angin
Tenggara adalah angin dominan dengan frekuensi kejadian mencapai 25.07%.
Dominan kedua adalah angin dari timur dengan frekuensi kejadian 15.20%.
Sedangkan angin dari barat mencapai 14.53%. Kecepatan dominan berada pada
kisaran 3-5 m/detik dengan frekuensi 36.28% , kisaran 5-7 m/detik mencapai 27.36%
sedangkan kecepatan angin dengan kisaran 1-3 m/detik memiliki frekuensi sebesar
21.92%.
Pola gelombang di wilayah Jakarta Utara yang didapat dari model global Wavewatch
III dapat juga dibagi menjadi empat kategori berdasarkan musim, yaitu:
1) Musim Barat (Desember, Januari, Februari)
Pada bulan Desember, Januari, Februari angin bertiup terutama dari Barat Laut
(39.26%), Barat (32.05%) dan Utara (10.92%) dengan kecepatan dominan 3
sampai 5 m/det (32.94%), 5-7 m/det (31.24%) dan 1-3 m/det (17.30%). Panjang
fetch dari Barat Laut sekitar 145 km menyebabkan gelombang dari Barat Laut
mendominasi frekuensi kejadian dengan persentase sebesar 39.26% diikuti oleh
gelombang dari Barat mencapai 32.05%. Tinggi gelombang dominan adalah 0.6-
1.0 m (25.23%), 1.0-1.4 m (20.10%) dan 0.2-0.6 m (19.19%). Periode gelombang
dominan adalah 5-7 detik (26.77%), 7-9 detik (25.29%), 9-11 detik (23.60%).
Gelombang tertinggi terjadi di musim barat dibandingkan dengan musim lainnya
dengan gelombang yang melebihi 2.2 m mencapai 3.67%.
2) Musim Peralihan I (Maret, April, Mei)
Pergeseran arah angin dominan dan kecepatan pada musim peralihan ini juga
merubah arah gelombang dominan seperti dari Timur (16.13%), penurunan dari
arah Barat (32.05%) dan penurunan dominasi dari arah Barat Laut (10.25%).
b. Simulasi Gelombang
Untuk kajian ini (PT. LAPI Ganeshatama Consulting, Agustus 2013) dilakukan
simulasi penjalaran gelombang sampai ke daerah pantai menggunakan model MIKE
SW. Simulasi untuk kondisi eksisting sebelum reklamasi dilakukan menggunakan
gelombang yang paling tinggi yaitu 4 m dan periode 13.017 detik dari arah Utara.
Pada kajian ini digunakan model dari MIKE SW.
1) Desain Simulasi
Gelombang musim barat datang dari arah Barat Laut dengan ketinggian
maksimum 4 meter. Hasil simulasi pada musim barat pada kondisi eksisting
diperlihatkan oleh Gambar II.21. Energi gelombang meluruh seiring dengan
penjalaran menuju pantai Jakarta. Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi
mencapai 0.6 m pada kondisi eksisting.
Gelombang musim timur datang dari arah Timur Laut juga dengan ketinggian
maksimum 4 meter. Hasil simulasi pada pada musim timur pada kondisi eksisting
diperlihatkan oleh Gambar II.22. Energi gelombang meluruh seiring dengan
penjalaran menuju pantai Jakarta. Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi
mencapai 0.9 m pada kondisi eksisting. Apabila meninjau kedua musim angin
dominan tersebut maka gelombang dari musim timur memberikan gelombang
yang lebih besar di lokasi reklamasi.
Kondisi sedimentasi di sekitar rencana Pulau H diidentifikasi melalui hasil survai dan
interpretasi sumber-sumber sedimen potensial di sekitar Pulau H (Gambar II.23), yaitu
muara Kali Karang dan pompa Pluit yang memberikan jumlah sedimen konservatif
sebesar 10 kg/m3 dan 0,001 kg/m3 secara kontinyu.
Pola endapan sedimen diperlihakan oleh Gambar II.24 dan II.25. Untuk endapan
sedimen tanpa sumber pompa Pluit besaran endapan adalah sekitar 0,13 m/tahun.
Warna merah menggambarkan nilai endapan sebesar 0.13 m/tahun dan warna ungu
menyatakan gerusan sebesar 0.13 m/tahun. Pada kajian ini dapat diperlihatkan pola
endapan sedimen secara kualitatif dimana ada beberapa daerah yang mengalami
endapan dan ada beberapa area yang mengalami gerusan. Gerusan terjadi di saluran
muara pompa Pluit, hal ini diakibatkan oleh kecepatan aliran akibat pompa yang lebih
dominan dari pada kecepatan aliran di saluran akibat hidrodinamika pasang surut.
Sedangkan endapan terjadi di sekitar mulut saluran muara pompa Pluit atau sebelah
tenggara dari rencana wilayah reklamasi Pulau H.
Kondisi sirkulasi PLTU Muara Karang dijelaskan berdasarkan posisi inlet dan outlet PLTU
Muara Karang diperlihatkan oleh Gambar II.26 berikut.
Dengan menggunakan debit outlet dan inlet adalah 12 m3/s untuk outlet Barat dan 48
m/s3 untuk outlet Timur serta thermal konservatif berdasarkan selisih terhadap suhu air
laut normal atau T sebesar 100oC untuk inlet dan 60oC untuk outlet sebelah Timur dan
40oC untuk outlet sebelah Barat, maka outlet sebelah Timur lebih dominan meningkatkan
suhu perairan sekitarnya. Aliran thermal dari outlet sebelah Timur mengalir ke Pantai
Mutiara. Suhu air laut pada posisi inlet saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang
adalah sekitar 30,2 0C.
Jenis fauna darat yang dominan dijumpai di wilayah studi adalah jenis-jenis burung
merandai. Jenis burung yang dijumpai antara lain : burung pecuk, kuntul, belibis, burung
layang layang (Hirundo sp), burung Gereja (Passer montana) dan burung Merpati (Columba
livia). Jenis serangga yang sering dijumpai terutama dari jenis Lepidoptera (kupu-kupu) dan
Odonata (capung). Jenis hewan mamalia yang dijumpai hanyalah jenis hewan peliharaan
antara lain anjing (Canis canis) dan kucing (Felix sp).
1. Plankton
Berdasarkan informasi dari hasil laporan pemantauan perairan Pantai Mutiara tahun
2010, diketahui bahwa Phytoplankton yang dijumpai saat pasang dan surut berjumlah 12
marga yang terdiri dari kelompok Chrysophyta, Euglenophyta dan Pyrophyta. Kelompok
Chrysophyta mempunyai frekuensi kejadian lebih besar dibanding Euglenophyta dan
Pyrophyta.
Hasil analisis plankton (Fitoplankton) di perairan laut sekitar lokasi rencana Reklamasi
Pulau H dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Dari tabel di atas keberadaan Fitoplankton pada AL1 sampai dengan AL4
memperlihatkan jumlah Taxa cukup besar (35 40) dengan indeks diversitas H di
masing-masing titik sampel tergolong cukup tinggi (antara 3,3136 dan 3,6889). Hal ini
menunjukkan kondisi kualitas perairan di sekitar lokasi proyek masih baik bagi kehidupan
fitoplankton. Hal ini didukung oleh keberadaan nutrien seperti fosfat dan nitrat di perairan
laut sekitar lokasi proyek.
Hasil analisis plankton (Zooplankton) di perairan laut sekitar lokasi rencana Reklamasi
Pulau H dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Dari tabel di atas keberadaan Zooplankton pada AL1 sampai dengan AL4
memperlihatkan jumlah Taxa sedang (13 15) dengan indeks diversitas H di masing-
masing titik sampel tergolong sedang (2,5247 2,6339) yang didominasi oleh jenis
Protozoa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan laut di
sekitar lokasi proyek juga cukup baik bagi kehidupan Zooplankton. Hal ini didukung oleh
keanekaragaman fitoplankton yang cukup banyak di perairan laut sekitar lokasi proyek.
2. Bentos
Bentos mencakup semua organisme yang hidup di dasar atau di dalam dasar perairan.
Peranan bentos di perairan sangat besar, antara lain sebagai pengurai bahan-bahan
organik yang terdapat di dasar atau di dalam perairan dan sebagai indikator biologis
apabila terjadi penurunan kualitas ekosistem perairan.
Berdasarkan informasi dari hasil laporan pemantauan perairan Pantai Mutiara tahun
2010, diketahui bahwa di sekitar wilayah studi terdapat 3 kelas bentos, yaitu Mollusca,
Gastropoda dan Scapoda. Keanekaragaman jenis bentos di sekitar wilayah studi
tergolong sedang, dengan nilai indeks keragaman jenis berkisar antara 2,2114 sampai
2,4104 (tergolong sedang). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas perairan laut di sekitar
lokasi proyek masih cukup baik bagi kehidupan Bentos. Hal ini didukung oleh data
pengukuran kualitas air laut yang menunjukkan parameter yang cenderung berlebih
adalah Fosfat dan Nitrat, bukan golongan logam berat.
Hasil analisis bentos di perairan laut sekitar lokasi rencana Reklamasi Pulau H dapat
dilihat pada Tabel 2.8.
3. Nekton
Nekton (ikan) merupakan biota air yang mempunyai pergerakan yang lebih bebas
dibandingkan dengan bentos dan plankton. Dengan kebebasannya tersebut, ikan bisa
melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain bila terjadi tekanan terhadap
kehidupannya (perubahan fisik kimia perairan). Perairan laut sekitar lokasi proyek
merupakan areal yang padat dengan aktivitas usaha seperti Kawasan Perumahan Pantai
Mutiara di sebelah selatan, Pelabuhan Muara Baru (Niza Zachman) di sebelah tenggara
dan PLTGU Muara Karang di sebelah barat daya dan bukan areal tangkapan ikan
potensial. Berdasarkan informasi dari Nelayan jenis ikan yang umumnya dijumpai di
sekitar lokasi proyek adalah ikan teri dan ikan tembang.
Kelurahan Pluit luasnya 771,19 ha seluruhnya merupakan tanah Negara yang dikelola
oleh PT. Jakarta Propertindo (d/h PT. Pembangunan Pluit Jaya) dan Dinas Perikanan
Peternakan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Pantai Laut Jawa
2. Sebelah Timur : Sepanjang Tepi Waduk Pluit sebelah Barat
3. Sebelah Selatan : Jl. Pluit Karang Selatan Jl. Pluit Selatan
4. Sebelah Barat : Kali Muara Angke Kali Cisadane.
Luas wilayah Kelurahan Pluit menurut status tanah dan peruntukannya dapat dilihat pada
Tabel 2.9 dan 2.10.
Pengelolaan tanah tersebut dilakukan oleh PT. Jakarta Propertindo untuk wilayah Muara
Karang dan Pluit, sedangkan untuk wilayah Muara Angke dibawah pembinaan Dinas
Perikanan Peternakan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa status tanah yang dominan di Kelurahan Pluit
adalah tanah HGB dengan peruntukan perumahan.
2.3.2. Kependudukan
Kelurahan Pluit terdiri dari 19 Rukun Warga (RW), 233 Rukun Tangga (RT) dan 19 Lembaga
Musyawarah Kelurahan (LMK). Jumlah penduduk di Kelurahan Pluit, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara pada tahun 2013 sebanyak 3.664 jiwa yang terdiri dari 24.230
jiwa laki-laki dan 24.683 jiwa perempuan. Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Pluit
sebanyak 14.499 KK. Dengan luas wilayah Kelurahan Pluit sebesar 7,719 km2, maka
kepadatan penduduk di Kelurahan Pluit sebesar 6.342 jiwa/km2. Jumlah dan kepadatan
penduduk tersaji pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk serta Rasio Jenis Kelamin di
Kelurahan Pluit Tahun 2013
Luas Jumlah (Jiwa)
Kepadatan jiwa/km2 Rata-rata Jiwa per KK
Wilayah (km2) L P Total
7,719 24.230 24.683 48913 6.342 3,37
Sumber : Kecamatan Penjaringan Dalam Angka Tahun 2014
Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan Pluit menunjukkan
bahwa penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Rasio jenis
kelamin penduduk Kelurahan Pluit adalah 98. Ini berarti bahwa setiap 100 orang perempuan
terdapat 98 laki-laki. Data jumlah penduduk serta rasio jenis kelamin disajikan pada Tabel
2.12.
Tabel 2.12. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Kelurahan Pluit Tahun 2013
Laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin
24.230 24.683 98,16
Sumber: Kecamatan Penjaringan Dalam Angka Tahun 2014
Kenaikan dan penurunan penduduk bisa disebabkan oleh adanya migrasi dan banyaknya
kelahiran atau kematian. Migrasi disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk baik yang
datang ataupun yang keluar ke/dari suatu wilayah. Jumlah kelahiran, kematian, penduduk
yang datang dan yang pindah dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2013 pada umumnya jumlah penduduk
yang lahir dan datang lebih banyak daripada jumlah penduduk yang mati dan pindah.
Besarnya Reit Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate (CBR)) menunjukkan banyaknya kelahiran
per 1000 penduduk. CBR di Keluarah Pluit sebesar 12,80 yang dibulatkan menjadi 12
artinya terdapat 12 kelahiran per 1000 penduduk. Reit Kematian Kasar (Crude Death Rate
(CDR) sebesar 2,82 yang dibulatkan menjadi 3 artinya terdapat 3 (tiga) penduduk yang
mati per 1000 penduduk.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.14,
Gambar Piramida Penduduk tersaji pada Gambar II.27, sedangkan jumlah penduduk
berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2.15.
Berdasakan Tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk paling banyak dijumpai pada
kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 3.625 jiwa (7,83%). Usia yang dikatakan masih
inproduktif antara 0-14 tahun berjumlah 10.023 jiwa (21,64%), usia produktif antara 15 64
berjumlah 33.516 jiwa (72,36%) dan yang dikatakan non-produktif usia 65 ke atas
berjumlah 2.780 jiwa (6,00%). Hasil perhitungan diketahui bahwa Rasio Beban
Ketergantungan (depedency ratio) penduduk di Kelurahan Pluit sebesar 38,20% dibulatkan
menjadi 38%. Ini berarti bahwa setiap seratus penduduk usia produktif di Kelurahan Pluit
menanggung 38 jiwa penduduk in-produktif dan non produktif.
Tabel 2.15. Jumlah Penduduk Kelurahan Pluit Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
Jenis Kelamin Persentase
Jumlah
No. Jenis Mata Pencaharian Laki-laki Perempuan (%)
(Jiwa)
(Jiwa) (Jiwa)
1. Karyawan Swasta/Negeri/TNI 8067 5712 13779 42,50
2. Pedagang 6934 3820 10754 33,17
3. Nelayan 2692 - 2692 8,30
4. Pensiunan 539 240 779 2,40
5. Pertukangan 31 - 31 0,10
6. Penganguran 618 370 988 3,05
7. Fakir miskin 357 267 624 1,92
8. Lain-lain 841 1931 2772 8,55
Sumber: Laporan Hasil Pembinaan dan Kegiatan Pemerintah Kelurahan Pluit, Februari 2013
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa jenis mata pencaharian penduduk yang dominan di
Kelurahan Pluit adalah Karyawan Swasta/Negeri/TNI sebanyak 13.779 jiwa (42,5%).
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Pluit dapat diuraikan sebagai berikut:
Banyaknya bangunan rumah tinggal di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 2.16
berikut.
Berdasarkan data di atas, bangunan rumah tinggal liar yang berada di bantaran Kali
Muara Angke cukup banyak yairu 750 unit bangunan rumah tinggal. Hal ini menunjukkan
adanya rentang kondisi ekonomi yang besar antara kelas masyarakat menengah-tinggi
dan kelas masyarakat bawah.
2. Sarana Jalan
Sarana jalan yang terbangun di Kelurahan Pluit terdiri dari jalan rotocol, jalan ekonomi,
jalan MHT dan lain-lain. Secara rinci sarana jalan dapat dilihat pada Tabel 2.17 berikut.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa jalan yang dominan di Kelurahan Pluit adalah
jalan protocol sepanjang 20,78 Km.
Sarana angkutan jalan yang terdapat di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 2.18
berikut.
Di samping sarana angkutan tersebut juga ada angkutan kendaraan umum yang
berlintas antara lain : Bajaj, Taxi, Colt (Oprengan) dan lain-lain. Dengan banyaknya jenis
angkutan jalan di wilayah Kelurahan Pluit, maka memperpadat kondisi lalu lntas pada
jaringan jalan yang ada di Wilayah Kelurahan Pluit.
Adapun sarana angkutan perahu Nelayan di pendaratan ikan Muara Angke sebanyak
8.779 buah yang terdiri dari:
a. Kapal Motor : 1.580 Buah
b. Motor Tempel : 6.729 Buah
c. Lain lain : 470 Buah
Banyaknya Sarana Kepentingan Umum di Kelurahan Pluit dalam bulan ini dapat dilihat
pada Tabel 2.19 berikut.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sarana kepentingan umum yang dominan di
Kelurahan Pluit adalah Pompa Penanggulangan Banjir dan MCK.
5. Bangunan Vital
Banyaknya Bangunan Vital di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 2.20 berikut.
Pembangkit listrik Tenaga Uap yang berlokasi di Jl. Pluit Utara Raya mendistribusikan ke
sekitar DKI Jakarta dan Jawa Barat. Gedung Pemerintah dimaksud yaitu : Kantor
Kelurahan Pluit, Puskesmas, PHPT, Kantor Perwakilan Kecamatan Pulau Seribu, dan
lain-lain. Sedangkan gedung swasta yaitu: PT. Pembangunan Pluit Jaya, Jawa Barat
Indah dan CO, Gedung Developer, Bank bank, dan lain-lain.
6. Sarana Peribadatan
Banyaknya tempat peribadatan di Kelurahan Pluit dapat dilihat pada Tabel 2.21 berikut.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa tempat peribadatan yang dominan di Kelurahan
Pluit adalah Gereja dan Kuil/Klenteng/Vihara.
7. Bidang Sosial
Dalam rangka meringankan beban masyarakat karena dampak krisis moneter dan krisis
ekonomi Kepala Kelurahan Pluit bekerja sama dengan/dermawan atau pengurus RT dan
RW serta tokoh masyarakat telah mengadakan bantuan kepada masyarakat kurang
mampu di Kelurahan Pluit, Khususnya di wilayah Muara Angke dan luar wilayah
Kelurahan Pluit. Adapun bantuan yang diberikan berupa:
8. Bidang Pendidikan
a. Pendidikan Formal
Sarana pendidikan formal yang ada diwilayah Kelurahan Pluit, adalah sebagai berikut:
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sarana pendidikan formal SD hingga SLTA di
Kelurahan Pluit tergolong cukup banyka (memadai).
Sarana pendidikan non formal yang ada di wilayah Kelurahan Pluit cukup banyak
untuk mendukung peningkatan ketrampilan warga yang putus sekolah.
Masyarakat Kelurahan Pluit pada umumnya sudah mampu mengenyam pendidikan yang
juga didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana pendidikan negeri ataupun
swasta. Walaupun masih ada penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif
rendah yaitu tidak bersekolah, tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SMP. Adapun jumlah
penduduk Kelurahan Pluit berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat ada Tabel
2.28.
2.3.4. Kebersihan
Banyaknya Sarana dan Petugas Kebersihan di wilayah Kelurahan Pluit terdiri dari
kontainer 12 buah, truk 10 buah, gerobak 40 dan petugas 159 orang.
2. Kegiatan Kebersihan
Kegiatan Kebersihan bulan ini di wilayah Kelurahan Pluit adalah sebagai berikut:
2.3.5. Kamtibmas
Disamping Pos Linmas di Kelurahan Pluit terdapat 2 Pos Polisi, 2 Sub Pos Polisi, 1 Pos
Mitra dan 1 Pos Polsek Metro Penjaringan dengan Kekuatan Anggota sebagai berikut:
1. Polsek Metro Penjaringan : 150 Personil
2. Pos Polisi Pluit Indah : 10 Personil
3. Pos Polisi Muara Karang : 10 Personil
4. Sub Pos Polisi : 10 Personil
5. Pos Mitra Babinsa : 10 Personil
Jumlah : 190 Personil
2.3.6. Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zahman Jakarta (PPSNZJ)
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zahman Jakarta (PPSNZJ sebagai salah satu
pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa, termasuk pelabuhan perikanan kelas A yang
terletak di Muara Baru, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara dan berbatasan langsung
dengan sebelah utara yaitu laut Jawa, sebelah barat yaitu Pantai Seruni, kawasan Waduk
Pluit, sebelah selatan yaitu Kelurahan Penjaringan, dan sebelah timur yaitu Pelabuhan
Sunda Kelapa. Lahan yang dimiliki secara keseluruhan sekitar 98 ha, yang terbagi dalam
tiga wilayah yaitu kawasan industri 48 ha, kawasan fasilitas perum dan UPT PPSJ 10 ha
dan kolam pelabuhan 40 ha. Areal PPSNZJ seluas 1.110.000 m2 dikelola oleh UPT Pusat
(UPTP). Lahan di sekitar PPS Jakarta terdiri dari wilayah perekonomian, pariwisata dan
industri.
Unit penangkapan ikan terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Berikut adalah
penjelasan mengenai unit penangkapan ikan yang terdapat di PPS Nizam Zahman Jakarta.
1. Kapal Perikanan
Kapal-kapal yang terdapat di PPS Nizam Zahman Jakarta meliputi kapal perikanan kayu
maupun besi. Unit penangkapan di PPSNZJ memiliki ukuran yang berbeda, ukuran
berdasarkan Gross Tonnage (GT) terdiri dari 6 (enam) kategori ukuran kapal yaitu 11-20
GT, 21-30 GT, 31-50 GT, 51-100 GT, 101-200 GT dan >200 GT. Di PPSNZJ didominasi
oleh ukuran kapal 51-100 GT sebesar 505 unit. Ukuran kapal juga menentukan daerah
tangkapan ikan, semakin besar GT akan semakin jauh daerah tangkapan (fishing
ground). Jumlah kapal perikanan berdasarkan GT dapat dilihat pada Tabel 2.30.
Jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPSNZJ tahun 2013 sebanyak 3.911
unit. Jumlah kapal terbanyak yang mendaratkan hasil tangkapan di PPSNZJ tahun 2013
adalah Bouke Ami sebnyak 1.530 Unit. Secara rinci jumlah kapal yang mendaratkan hasil
tangkapan di PPSNZJ tahun 2013 tersaji pada Tabel 2.31.
Tabel 2.31. Jumlah Kapal Yang Mendaratkan Ikan Menurut Jenis Penangkapan Ikan
dan Ukuran Kapal Perikanan Tahun 2013
Jenis Alat Penangkapan Ikan (Unit)
Ukuran Kapal
Jumlah Rawai Pukat Bouke Pancing Pancing
Perikanan (GT) Gillnet Pengangkut
Tuna Cincin Ami Cumi Ulur
Jumlah 3.911 587 1.154 29 1.530 8 11 592
>5 - - - - - - - -
5-10 - - - - - - - -
11-20 10 2 - - - - - 8
21-30 1.129 109 7 15 796 - - 202
31-50 359 66 2 5 254 1 - 31
51-100 1.338 266 488 - 454 1 4 125
101-200 1.048 141 656 9 26 6 7 203
>200 27 3 1 - - - - 23
Alat tangkap yang dioperasikan kapal-kapal yang masuk ke PPS Nizam Zahman Jakarta
antara lain Rawa Tuna, Pukat Cincin, Jarring Insang Hanyut, Bouke Ami, Pancing Ulur,
Pancing Cumi, Pukat Ikan. Pada tahun 2013, alat tangkap yang mendominasi adalah
Bouke Ami sebanyak 539 unit . Jumlah alat tangkap yang berada di PPSNZJ sebanyak
1.353 unit dan dapat dilihat pada Tabel 2.32.
3. Nelayan
Masyarakat nelayan dalam sistem perikanan tangkap merupakan elemen penting dalam
sebuah unit penagkapan iakan disamping kapal penangkap ikan dan alat tangkap yang
digunakan. Jumlah nelayan pada setiap jenis alat tangkap jumlahnya sesuai dengan
alat tangkap dan ukuran kapal. Kapal dengan alat tangkap long line > 30 GT
membutuhkan sekitar 15 orang nelayan dalam pengoperasiannya. Alat tangkap gill net >
30 GT membutuhkan sekitar 10 orang, sedangka alat tangkap purse seine membutuhkan
sekitar 30 nelayan dalam pengoperasiannya. Secara rinci jumlah nelayan yang berada di
PPSNZJ pada tahun 2013 tersaji pada Tabel 2.33.
Tabel 2.33. Jumlah Nelayan Menurut Ukuran dan Alat Tangkap di PPSNZJ, Tahun 2013
Ukuran Kapal (GT)
Alat tangkap Jumlah
11-20 21-30 31-50 51-100 101-200 >200
Pengangkut - 83 35 204 950 174 1446
Bouke ami - 3637 1286 2737 219 - 7879
Gillnet - 32 16 - 282 67 397
Handline - 12 48 154 267 - 481
Huhate - 14 - 20 - - 34
Longline 21 782 416 1695 890 - 3804
Pancing cumi - 116 - 27 71 - 214
Fish net - - - - 6 - 6
Purse seine - 191 110 5809 8991 57 15168
Jumlah 21 4867 1911 10646 11676 308 29429
Sumber : PPSNZJ, Tahun 2013
Sikap dan Persepsi responden (masyarakat) terhadap rencana kegiatan Reklamasi Pulau H
yang berada pada wilayah Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan ditanggapi beragam
oleh masyarakat sekitar dengan berbagai macam pendapat dan tanggapan. Namun, pada
umumnya masyarakat belum memberikan respon yang positif terhadap rencana kegiatan ini,
karena belum memahami tujuan dari kegiatan reklamasi, begitupula teknis pelaksanaan
kegiatan reklamasi serta manfaat yang akan diperoleh oleh masyarakat dari kegiatan
Reklamasi Pulau H. Persepsi masyarakat di Wilayah Studi yang diwakili oleh responden
dapat dilihat pada Tabel 2.34 berikut.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa mayoritas responden (89,2%) menyatakan setuju
dengan rencana reklamasi Pulau H.
Sarana dan Prasarana Kesehatan yang ada di wilayah Kelurahan Pluit adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sarana dan prasarana kesehatan yang dominan di
Kelurahan Pluit adalah Dokter Praktek, PPKB dan Posyandu.
Hasil pemantauan Kawasan Pantai Mutiara tahun 2010 (Tabel 2.37), menunjukkan bahwa pada
persimpangan Jl. Pluit Utara Raya Jl. Pluit Samudera 2 tergolong cukup padat pada jam sibuk
pagi dan sore serta pada hari libur. Kepadatan ini bukan hanya disebabkan oleh kegiatan Pantai
Mutiara, namun juga oleh kegiatan fasilitas umum yang dapat dicapai dari jalan-jalan di
persimpangan ini antara lain sekolah dan gereja.
Tabel 2.37. Hasil Pengamatan Lalu Lintas Kawasan Pantai Mutiara Tahun 2010
Volume (SMP/jam) Volume Kapasitas Rasio
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
Lokasi Arah Kap.
(08.00 (12.00 (16.00 (08.00 (12.00 (16.00
11.00) 15.00) 19.00) 11.00) 15.00) 19.00)
Jl. Pantai Menuju ke Utara (Jl. Pantai 611 545 413 1950 0.313 0.279 0.212
Mutiara Utara Raya)
Raya Menuju ke Timur (Lokasi 364 369 554 1950 0.187 0.189 0.284
Kawasan Pantai Mutiara)
Sumber: Laporan Implementasi RKL & RKL, 2010
Berdasarkan data Andal Busway Koridor XII (2012), flow lalu lintas di Jl. Pluit Selatan memiliki
kecepatan 50-65 km/jam dengan panjang antrian mencapai 20-30 m. Hasil pencacahan volume
kendaraan di Jl. Pluit Selatan yang memiliki kapasitas 4950 smp/jam adalah sebagai berikut:
Tabel 2.38. Data Lalu Lintas Andal Busway Koridor XII (2012)
Tingkat Pelayanan Jalan (Level of
Jam Pengamatan V/C Rasio
Service)
08.00-09.00 0,80-0,86 E (Sangat Buruk)
12.00-13.00 0,76-0,78 D (Buruk)
17.00-18.00 0,82-0,87 E (Sangat Buruk)
Pemantauan jumlah dan aktifitas kapal di sekitar perairan Pantai Mutiara yang dilakukan oleh
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) yang akan mempengaruhi
kapasitas dermaga dan kolam pelabuhan. Menurut Sam (2012) rasio tingkat pemanfaatan
dermaga dan kolam pelabuhan di PPSNZJ sudah mencapai 100% bahkan pemanfaatan dermaga
dan kolam pelabuhan di PPSNZJ sudah melebihi kapasitas dan daya tampungnya. Perlu ada
pengaturan dan pengelolaan kapal yang bersandar di PPSNZJ dan pengaturan selama ini
dilakukan oleh petugas syahbandar perikanan. Peningkatan aktifitas kapal perikanan mendorong
pertumbuhan pelabuhan. Mulai dari peningkatan pembangunan dermaga dan kolam pelabuhan
untuk memenuhi kapasitas dan daya tampungnya, sampai pada peningkatan bahan-bahan
pemenuhan kebutuhan dan berbekalan kapal perikanan. Dengan demikian, dari aspek ini
pengelolaan pelabuhan perikanan sesuai dengan konsep Eco Port.
Kapal-kapal yang terdapat di PPS Nizam Zahman Jakarta meliputi kapal perikanan kayu maupun
besi. Unit penangkapan di PPSNZJ memiliki ukuran yang berbeda, ukuran berdasarkan Gross
Tonnage (GT) terdiri dari 6 (enam) kategori ukuran kapal yaitu 11-20 GT, 21-30 GT, 31-50 GT, 51-
100 GT, 101-200 GT dan >200 GT. Di PPSNZJ didominasi oleh ukuran kapal 51-100 GT sebesar
505 unit dari total kapal 1.478 unit (PPSNZJ, tahun 2013). Ukuran kapal juga menentukan daerah
tangkapan ikan, semakin besar GT akan semakin jauh daerah tangkapan (fishing ground).
Jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPSNZJ tahun 2013 sebanyak 3.911 unit.
Jumlah kapal terbanyak yang mendaratkan hasil tangkapan di PPSNZJ tahun 2013 adalah Bouke
Ami sebnyak 1.530 Unit.
Data dari pipp.djpt.kkp.go.id pada April 2015, memperlihatkan frekuensi kunjungan kapal di
Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman sebanyak 262 kali, dengan rincian kategori kapal > 20 30
GT sebanyak 86 kali, > 30 50 GT sebanyak 13 kali, > 50 100 GT sebanyak 99 kali dan > 100
200 sebanyak 64 kali.
Gambar II.28.
Saat ini, kegiatan yang berada di sekitar lokasi proyek antara lain adalah: Lokasi Rencana
Reklamasi Pulau F, G dan I, serta jalur Pipa Migas PHE ONWJ, jalur Pipa PLN, Pelabuhan Muara
Baru, Kawasan Pantai Mutiara dan PLTGU Muara Karang (Gambar II.29).
Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman adalah pelabuhan yang terletak di teluk Jakarta. lebih
tepatnya di Kelurahan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara. Untuk mendukung sistem
distribusi perikanan pada pelabuhan ini, pelabuhan ini dilengkapi dengan akses jalan utama yang
menghubungkan pelabuhan perikanan tersebut ke beberapa lokasi strategis di wilayahnya. Untuk
menunjang pengolahan maupun pemasaran, dalam hal ini ekspor maupun impor dalam produk
perikanan pelabuhan ini ditunjang juga dengan akses jalan menuju bandara dengan jarak tempuh
25 km ke Bandara Soekarno Hatta dan 35 km ke Bandara Halim Perdana Kusuma. Untuk
menunjang kegiatan distribusi melalui laut, pelabuhan ini ditunjang dengan akses jalan darat
sejauh 3 km dari Pelabuhan Sunda Kelapa dan 12 km dari Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk
menunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Pelabuhan Perikanan
Nizam Zachman ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai termasuk di dalamnya
terdapat 49 perusahaan yang berlokasi di pelabuhan dengan kegiatan usaha baik kegiatan
utamanya sebagai perusahaan penangkapan sampai dengan perusahaan pengolah produk
perikanan dan pemasaran produk perikanan, sampai dengan perusahaan yang mendukung
kegiatan kelautan dan perikanan di dalam pelabuhan.
BAB III
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Dalam melakukan prakiraan dampak penting, terlebih dahulu diindikasikan dampak penting
hipotetik yang timbul dengan mengacu pada pelingkupan dampak penting hipotetik yang terdapat
dalam Kerangka Acuan (KA-ANDAL). Terhadap dampak penting hipotetik yang diindikasikan
timbul, maka dengan menggunakan berbagai metode prakiraan dampak penting seperti yang
dikemukakan pada BAB III ini, akan dilakukan analisis dampak penting untuk mengetahui besaran
dampak serta sifat penting dampak, dan selanjutnya akan dikaji keterkaitan masing-masing
dampak penting dalam BAB evaluasi dampak penting.
Jenis dampak penting hipotetik yang timbul pada masing-masing tahapan kegiatan adalah sebagai
berikut:
Tahap Konstruksi
1. Penurunan kualitas udara yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material
2. Peningkatan kebisingan yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material
3. Penurunan kualitas air laut yang bersumber dari reklamasi, rekrutmen dan aktivitas tenaga
kerja
4. Peningkatan volume sampah padat yang bersumber dari rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja
5. Gangguan utilitas yang bersumber dari reklamasi
6. Terbukanya kesempatan kerja yang bersumber dari rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja
7. Gangguan aktivitas nelayan yang bersumber dari reklamasi dan pekerjaan causeway
8. Gangguan kamtibmas yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material, reklamasi,
rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja
9. Perubahan persepsi masyarakat yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material,
reklamasi , pekerjaan causeway, rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja
10. Gangguan transportasi darat yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material
11. Gangguan transportasi laut yang bersumber dari mobilisasi alat dan bahan material dan
reklamasi
4. Penurunan muka tanah (land subsidence) yang bersumber dari keberadaan lahan reklamasi
5. Perubahan persepsi masyarakat yang bersumber dari keberadaan lahan reklamasi
PT. Taman Harapan Indah sebagai Pemrakarsa Kegiatan berkoordinasi dengan Kantor
Kelurahan Pluit telah melakukan konsultasi publik dan sosialisasi rencana kegiatan dengan
masyarakat sekitar sebagaimana diatur dalam SK. Gubernur KDKI Jakarta Nomor 76
Tahun 2001 tentang Pedoman Operasional Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL. Dalam konsultasi publik/sosialisasi rencana kegiatan
tersebut telah dijelaskan berbagai dampak positif dan dampak negatif yang mungkin timbul
akibat kegiatan reklamasi, dan berbagai masukan/usul/tanggapan serta harapan-harapan
dari masyarakat sekitar juga telah terungkap, antara lain adanya kekhawatiran terjadinya
banjir rob di pemukiman warga/nelayan, gangguan biota laut, gangguan aktivitas lalu lintas
kapal nelayan tradisional, memperhatikan kehidupan nelayan, agar pengembang lebih arif
dalam memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan, penataan dan perbaikan
infrastruktur serta melakukan CSR bagi masyarakat sekitar, sehingga dialog dan
hubungan dengan masyarakat sekitar yang diprakirakan terkena dampak langsung dan
tidak langsung perlu diperhatikan.
Ditinjau dari besaran dampak, kegiatan penetapan lokasi proyek reklamasi terhadap
perubahan persepsi masyarakat tergolong dampak negatif besar, karena jumlah
komunitas nelayan yang berada di sekitar wilayah studi (Kelurahan Pluit) banyak, yaitu
2.692 orang dan di selatan lokasi proyek merupakan areal kawasan pemukiman penduduk
Pantai Mutiara.
3.3.1. Penurunan Kualitas Udara Akibat Mobilisasi Alat dan Bahan Material
Dampak penurunan kualitas udara bersumber dari kegiatan mobilisasi alat dan bahan
material reklamasi.
Mobilisasi alat dan bahan material diperkirakan akan meningkatkan kadar debu dan emisi
gas seperti CO, CO2, NO2, SO2 di udara akibat emisi kapal dan kendaraan bermotor yang
digunakan.
Peralatan untuk reklamasi yaitu penghampar/penimbun pasir, pemuat tanah, alat penggali,
alat pancang vertikal drain, alat grading, sedangkan peralatan untuk shore protection yaitu
alat angkut, penghampar material, pembantu penghampar material, barge dan kapal
pembantu yang berjumlah 136 unit. Jenis dan volume material utama yang diperlukan
untuk konstruksi Pulau H adalah Batu < 1 ton (314.000 m 3), Batu > 1 ton (217.000 m3),
Pasir untuk tanggul (2,4 juta m3), Pasir untuk pulau (9,2 juta m3) dan Tanah urug/top soil
(315.000 m3).
Jalur mobilisasi alat dan bahan material akan memanfaatkan jalur eksisting untuk
mobilisasi yang melalui darat. Dengan penggunan truk angkut 20 ton, silt content 8,5%,
maka faktor emisi debu adalah 2,548 kg/km. Hasil estimasi sebaran debu dengan model
line source Caline4 dengan kecepatan angin rata-rata 3 m/s dan mixing height 300 m,
menunjukkan pada jarak 25 m, kegiatan pengangkutan alat dan bahan akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi debu sebesar 271,7 g/m3 (Lampiran 11). Hasil pengukuran
terakhir kualitas udara ambien (September 2013) menunjukkan konsentrasi debu sebesar
71,68 g/m3. Dengan demikian saat kegiatan mobilisasi berlangsung konsentrasi debu di
sepanjang jalan akan mencapai 343,4 g/m3. Angka ini telah melebihi baku mutu (230
g/Nm3). Ditinjau dari besaran dampak, dampak kegiatan mobilisasi alat dan bahan
material reklamasi terhadap penurunan kualitas udara tergolong dampak negatif besar.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap penurunan kualitas udara termasuk
kategori dampak penting.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan material akan berdampak terhadap kebisingan akibat
aktivitas kendaraan pengangkut alat berat dan bahan material konstruksi.
Peralatan untuk reklamasi yaitu penghampar/penimbun pasir, pemuat tanah, alat penggali,
alat pancang vertikal drain, alat grading, sedangkan peralatan untuk shore protection yaitu
alat angkut, penghampar material, pembantu penghampar material, barge dan kapal
pembantu yang berjumlah 136 unit. Jenis dan volume material utama yang diperlukan
untuk konstruksi Pulau H adalah Batu < 1 ton (314.000 m 3), Batu > 1 ton (217.000 m3),
Pasir untuk tanggul (2,4 juta m3), Pasir untuk pulau (9,2 juta m3) dan Tanah urug/top soil
(315.000 m3).
Besaran dampak kebisingan di lingkungan sekitar jalan akses dihitung berdasarkan model
rambatan bising (Gambar III.1). Pemodelan rambatan bising menunjukkan pada jarak 25
m tingkat kebisingan akan mencapai 64 dBA (Gambar III.2). Hasil pemantauan
menunjukkan tingkat kebisingan di sekitar lokasi Reklamasi Pulau H adalah 54,7 dBA (U1)
dan 50,6 dBA (U2). Dengan demikan saat kegiatan konstruksi proyek reklamasi Pulau H
akan mencapai 64 dBA. Tingkat kebisingan ini sudah melebihi baku tingkat kebisingan
sesuai KepMenLH No. 48 Tahun 1996 sebesar 55 dBA bagi peruntukkan perumahan dan
pemukiman.
Gambar III.2. Tingkat Kebisingan di Sekitar Lokasi Akibat Mobilisasi Alat dan Bahan
Material
Ditinjau dari besaran dampak, dampak kegiatan mobilisasi alat dan bahan material
reklamasi terhadap peningkatan kebisingan tergolong dampak negatif besar.
Dengan memperhatikan kriteria penentu dampak penting:
1. Jumlah manusia yang terkena dampak cukup banyak, sehingga dampak dapat
digolongkan menjadi Penting (P).
2. Luas wilayah persebaran dampak cukup luas, sehingga dampak dapat digolongkan
menjadi Penting (P).
3. Intensitas dampak relatif tinggi berlangsung singkat selama mobilisasi alat dan bahan
material, sehingga dampak dapat digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
4. Komponen lingkungan yang terkena dampak lebih dari satu komponen, sehingga
dampak dapat digolongkan menjadi Penting (P).
5. Dampak bersifat kumulatif dengan kegiatan lain yang ada di sekitar lokasi reklamasi
Pulau H, sehingga tergolong dampak Penting (P).
6. Dampak terhadap peningkatan kebisingan ini dapat dipulihkan, sehingga dampak dapat
digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak aktivitas tenaga kerja reklamasi terhadap
penurunan kualitas air laut termasuk kategori dampak penting.
Penurunan kualitas air laut berupa peningkatan TSS dapat terjadi pada saat kegiatan
pekerjaan reklamasi. Prakiraan besaran dampak peningkatan TSS dilakukan dengan
pemodelan sebaran TSS dengan skenario beban sebesar 10 kg/m 3. Pemodelan dilakukan
dengan bantuan software MIKE 21 untuk daerah cakupan titik koordinat (sistem UTM 48S)
Barat Laut 684439; 9343000 dan titik Tenggara 720913; 9322324, dengan mesh model
tanpa dan dengan Pulau H. Hasil pemodelan menunjukkan konsentrasi TSS dapat
mencapai 500 mg/L di lokasi pengisian pasir reklamasi. Konsentrasi TSS akan kembali
normal pada jarak 100 300 m. Perairan terdampak saat surut (Gambar III.3) lebih luas
dibanding saat pasang (Gambar III.4).
Rona awal TSS di perairan lokasi reklamasi Pulau H saat pengurugan berkisar 17,6-24,7
mg/L. Dengan demikian saat kegiatan berlangsung TSS akan meningkat menjadi 517,6-
524,7 mg/L, sehingga besaran dampak tergolong negatif besar.
6. Dampak terhadap penurunan kualitas air laut ini dapat dipulihkan, sehingga dampak
dapat digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap penurunan kualitas air laut termasuk
kategori dampak penting.
Kegiatan/aktivitas buruh konstruksi proyek Reklamasi Pulau H sebanyak 300 orang juga
berpotensi menghasilkan sampah padat berupa sisa-sisa makanan, minuman dan lain-lain
yang apabila tidak dikelola dengan baik juga akan mengakibatkan menurunnya kualitas air
laut di sekitarnya. Volume sampah padat yang akan ditimbulkan dari aktivitas tenaga kerja
sebesar 0,9 m3/hari yang tergolong dampak negatif kecil.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap peningkatan volume sampah padat
termasuk kategori dampak penting.
berikut: Elevasi berm 2,3 m, lebar berm 8 m, tinggi tanggul + 4,3 m (segmen 1, 2 dan 3 a),
slope tanggul bagian atas 1 : 3, dan slope tanggul bagian bawah 1 : 6,. Jadi jarak puncak
tanggul ke kaki lereng tanggul sekitar 49 m. Dengan desain jarak ke pipa PHE ONWJ
sekitar 146,58 m, maka reklamasi pulau H disimpulkan aman bagi pipa PHE ONWJ. Hal ini
termasuk aktivitas konstruksi dan penempatan alat berat untuk pembuatan tanggul dan
pengurugan lahan reklamasi.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan utilitas termasuk kategori
dampak penting.
2. Luas wilayah persebaran dampak cukup luas, sehingga dampak dapat digolongkan
menjadi Penting (P).
3. Intensitas dampak relatif tinggi namun berlangsung singkat selama rekrutmen tenaga
kerja, sehingga dampak dapat digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
4. Komponen lingkungan yang terkena dampak lebih dari satu komponen (pendapatan
masyarakat dan kamtibmas, sehingga dampak dapat digolongkan menjadi Penting (P).
5. Dampak bersifat kumulatif dengan kegiatan lain yang ada di sekitar lokasi reklamasi,
sehingga tergolong dampak Penting (P).
6. Dampak terhadap terbukanya kesempatan kerja ini dapat dipulihkan, sehingga dampak
dapat digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
Kegiatan reklamasi pada tahap konstruksi akan berdampak terhadap aktivitas nelayan
yakni maneuver ponton, barge, alat pemasang batu untuk tanggul, serta peralatan yang
lainnya. Berdasarkan laporan hasil pembinaan dan kegiatan pemerintah Kelurahan Pluit,
Februari 2013, yang bermatapencaharian sebagai nelayan sebanyak 2.692 orang.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas akan mengganggu aktivitas nelayan yang ingin melintas
mencari ikan (melaut) ke Pantai Utara Jakarta maupun ke Pantai Utara Tangerang.
Data dari pipp.djpt.kkp.go.id pada April 2015, memperlihatkan frekuensi kunjungan kapal di
Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman sebanyak 262 kali, dengan rincian kategori kapal >
20 30 GT sebanyak 86 kali, > 30 50 GT sebanyak 13 kali, > 50 100 GT sebanyak 99
kali dan > 100 200 sebanyak 64 kali. Hal ini menunjukkan di pelabuhan tersebut
didominasi oleh kapal-kapal besar yang melaut di perairan laut dalam dan bukan di area
rencana Reklamasi Pulau H.
Pada saat konsultasi publik terungkap adanya kekuatiran nelayan terganggu aktivitasnya
akibat kegiatan reklamasi. Kegiatan reklamasi Pulau H yang berpotensi menimbulkan
gangguan terhadap aktivitas nelayan dan perikanan samudra adalah pada saat mobilisasi
kapal TSHD, ponton/barge pengangkut pasir dan batu serta aktivitas pengurugan dan
pekerjaan tanggul. Besaran dampak tergolong dampak negatif besar.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan aktivitas nelayan termasuk
kategori dampak penting.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan aktivitas nelayan termasuk
kategori dampak penting.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan material konstruksi/pengangkutan batu, tanah urug dan
pasir urug proyek Reklamasi Pulau H diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas
di sekitar lokasi proyek. Dampak yang akan terjadi merupakan dampak primer (langsung)
akibat kasus pencurian alat dan bahan proyek, maupun dampak turunan (sekunder) akibat
penurunan kualitas udara, kebisingan, pengotoran badan jalan dan gangguan kelancaran
lalu lintas darat maupun laut di sekitar lokasi proyek yang dapat menimbulkan gangguan
kamtibmas. Pada saat konsultasi publik, terdapat kekuatiran masyarakat terutama
penghuni perumahan Pantai Mutiara akan terganggu akibat mobilisasi alat dan bahan
material reklamasi yang melintas di sekitar perumahan Pantai Mutiara, sehingga hal ini
perlu mendapat perhatian.
Peralatan untuk reklamasi yaitu penghampar/penimbun pasir, pemuat tanah, alat penggali,
alat pancang vertikal drain, alat grading, sedangkan peralatan untuk shore protection yaitu
alat angkut, penghampar material, pembantu penghampar material, barge dan kapal
pembantu yang berjumlah 136 unit. Jenis dan volume material utama yang diperlukan
untuk konstruksi Pulau H adalah Batu < 1 ton (314.000 m3), Batu > 1 ton (217.000 m3),
Pasir untuk tanggul (2,4 juta m3), Pasir untuk pulau (9,2 juta m3) dan Tanah urug/top soil
(315.000 m3).
Pada rona lingkungan menunjukan bahwa hasil pemantauan Kawasan Pantai Mutiara
tahun 2010, menunjukkan bahwa pada persimpangan Jl. Pluit Utara Raya Jl. Pluit
Samudera 2 tergolong cukup padat pada jam sibuk pagi dan sore serta pada hari libur.
Kepadatan ini bukan hanya disebabkan oleh kegiatan Pantai Mutiara, namun juga oleh
kegiatan fasilitas umum yang dapat dicapai dari jalan-jalan di persimpangan ini antara lain
sekolah dan gereja.
6. Dampak terhadap gangguan kamtibmas ini dapat dipulihkan, sehingga dampak dapat
digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
3.3.12. Gangguan Kamtibmas Akibat Kegiatan Rekrutmen dan Aktivitas Tenaga Kerja
3.3.13. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Rekrutmen dan Aktivitas Tenaga Kerja
Besaran dampak yang disebabkan dari rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja terhadap
perubahan persepsi masyarakat tergolong dampak negatif besar, karena jumlah tenaga
kerja yang akan ada cukup banyak (sebanyak 300 orang) dan bedeng pekerja berada di
kawasan pemukiman elit Pantai Mutiara yang tergolong padat.
3.3.14. Perubahan Persepsi Masyarakat Akibat Kegiatan Mobilisasi Alat Dan Bahan Material
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan material konstruksi/pengangkutan batu, tanah urug dan
pasir urug proyek Reklamasi Pulau H diprakirakan akan berdampak terhadap kamtibmas
di sekitar lokasi proyek. Dampak yang akan terjadi merupakan dampak turunan (sekunder)
akibat penurunan kualitas udara, kebisingan, pengotoran badan jalan dan gangguan
kelancaran lalu lintas darat maupun laut di sekitar lokasi proyek yang dapat menimbulkan
gangguan terhadap masyarakat sekitar. Kekuatiran tersebut telah disampaikan warga
pada saat konsultasi publik sehingga perlu mendapat perhatian.
Peralatan untuk reklamasi yaitu penghampar/penimbun pasir, pemuat tanah, alat penggali,
alat pancang vertikal drain, alat grading, sedangkan peralatan untuk shore protection yaitu
alat angkut, penghampar material, pembantu penghampar material, barge dan kapal
pembantu yang berjumlah 136 unit. Jenis dan volume material utama yang diperlukan
untuk konstruksi Pulau H adalah Batu < 1 ton (314.000 m 3), Batu > 1 ton (217.000 m3),
Pasir untuk tanggul (2,4 juta m3), Pasir untuk pulau (9,2 juta m3) dan Tanah urug/top soil
(315.000 m3). Mengingat, bahan material dan peralatan yang digunakan selama pekerjaan
reklamasi banyak, maka besaran dampak Mobilisasi Alat Dan Bahan Material terhadap
kamtibmas tergolong dampak negatif besar.
3.3.17. Gangguan Transportasi Darat Akibat Mobilisasi Alat Dan Bahan Material
Kegiatan molilisasi alat dan bahan material pada tahap konstruksi proyek reklamasi Pulau
H diprakirakan akan berdampak terhadap transportasi darat pada badan jalan yang dilalui
kendaraan pengangkut alat dan bahan konstruksi/tanah urug tersebut. Pengangkutan alat
berat dan bahan material konstruksi sebagian dilakukan melalui jalan darat terutama jalan
lingkungan Kawasan Pantai Mutiara. Pengangkutan alat berat dan bahan konstruksi/tanah
urug melalui jalan darat akan mengakibatkan meningkatnya arus lalu lintas, pengotoran
badan jalan dan dapat menyebabkan kerusakan badan jalan bila melampaui daya dukung
badan jalan yang dilalui. Jenis dan volume material utama yang akan melalui darat adalah
tanah urug/top soil sebesar 315.000 m3. Mobilisasi tanah urug ini akan dilakukan dengan
dump truk kapasitas 20 m3 dan berlangsung selama 6 bulan. Dengan demikian bangkitan
truk di jalan sekitar seperti Jl. Pluit Samudera dan Jl. Pantai Mutiara akan mencapai 6-7
truk/jam atau 20 smp/jam, maka dampak mobilisasi alat dan bahan material terhadap
gangguan transportasi darat tergolong dampak negatif besar.
3.3.18. Gangguan Transportasi Laut Akibat Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Material
Data dari pipp.djpt.kkp.go.id pada April 2015, memperlihatkan frekuensi kunjungan kapal di
Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman sebanyak 262 kali, dengan rincian kategori kapal >
20 30 GT sebanyak 86 kali, > 30 50 GT sebanyak 13 kali, > 50 100 GT sebanyak 99
kali dan > 100 200 sebanyak 64 kali. Hal ini menunjukkan di pelabuhan tersebut
didominasi oleh kapal-kapal besar yang melaut di perairan laut dalam dan bukan di area
rencana Reklamasi Pulau H.
Peralatan untuk reklamasi yaitu penghampar/penimbun pasir, pemuat tanah, alat penggali,
alat pancang vertikal drain, alat grading, sedangkan peralatan untuk shore protection yaitu
alat angkut, penghampar material, pembantu penghampar material, barge dan kapal
pembantu yang berjumlah 136 unit.
Jenis dan volume material utama yang akan melalui laut adalah Batu < 1 ton (314.000 m 3),
Batu > 1 ton (217.000 m3), Pasir untuk tanggul (2,4 juta m3) dan Pasir untuk pulau (9,2 juta
m3). Mengingat volume peralatan dan bahan material yang akan digunakan selama
kegiatan reklamasi berlangsung tergolong besar, maka dampak mobilisasi alat dan bahan
material terhadap transportasi laut tergolong dampak negatif besar.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan transportasi laut termasuk
kategori dampak penting.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan transportasi laut termasuk
kategori dampak penting.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap gangguan transportasi laut termasuk
kategori dampak penting.
Suhu air laut pada posisi inlet saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang adalah
sekitar 30,2 0C, sehingga tergolong dampak positif kecil.
Gambar III.5. Perbandingan Suhu Air Laut Di Titik Inlet Sebelum Dan Sesudah Pekerjaan
Causeway
Debit outlet dan inlet yang diambil adalah 12 m3/s untuk outlet barat dan 48 m3/s untuk
outlet timur. Skenario simulasi menggunakan thermal konservatif dari selisih terhadap
temperatur air laut normal atau T sebesar 100 C untuk inlet dan 60 C untuk outlet sebelah
timur dan 40 C untuk outlet sebelah barat. Data arus yang digunakan adalah hasil simulasi
hidrodinamika.
6. Dampak terhadap perubahan pola arus ini dapat dipulihkan, sehingga dampak dapat
digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap perubahan pola arus termasuk
kategori dampak penting.
Pemodelan dilakukan dengan bantuan software MIKE 21 untuk daerah cakupan titik
koordinat (sistem UTM 48S) Barat Laut 684439; 9343000 dan titik Tenggara 720913;
9322324, dengan mesh model tanpa dan dengan Pulau H seperti pada Gambar III.6 dan
kondisi batas pasang surut seperti pada Gambar III.7; sedangkan untuk debit discharge
meliputi outlet PLTU 60 m3/s, Kali Karang 60 m3/s, dan inlet PLTU 60 m3/s.
Verifikasi model hidrodinamika dilakukan dengan data lapangan tanggal 9 Mei 2013 4:00
sampai dengan tanggal 13 Mei 2013 4:00 saat kegiatan survei dilakukan. Pada simulasi
periode ini adalah periode spring. Hasil perbandingan time-series diperlihatkan oleh
Gambar III.8, sedangkan trendline dan korelasi diperlihatkan pada Gambar III.9. Verifikasi
memberikan hasil yang baik baik dengan sedikit perbedaan magnitudo dan fasa.
Hasil pemodelan pola arus sebelum reklamasi disajikan pada Gambar III.10 sampai
dengan Gambar III.13 yang mewakili kondisi menuju pasang, pasang, menuju surut dan
surut. Terlihat pola arus akibat operasi pompa memperlihatkan nilai kecepatan yang lebih
dominan daripada arus akibat pasang surut. Pada kondisi sebelum reklamasi terlihat
bahwa arus dari arah pompa Pluit dapat dengan bebas mengalir ke arah lepas pantai.
Sedangkan pada elevasi muka air tidak terdapat perbedaan signifikan secara spasial di
wilayah kajian dengan kata lain pada wilayah kajian memiliki fasa yang sama yang dilalui
oleh pasang surut dari lepas pantai.
Hasil simulasi perubahan pola arus akibat reklamasi Pulau H disajikan pada Gambar III.14
sampai dengan Gambar III.17. Terlihat bahwa reklamasi pulau H pada keempat kondisi
tidak ada perubahan pola arus yang berarti dengan asumsi pompa bekerja dengan baik.
Kondisi sirkulasi arus pasang surut sedikit berbeda dengan pada kondisi eksisting dimana
di sebelah selatan reklamasi Pulau H kecepatan arus sangat kecil.
Perbandingan parameter hidrodinamika seperti elevasi dan kecepatan arus dilakukan pada
4 titik. Titik 1 berada di dekat pompa Pluit, titik 2 di dekat rencana reklamasi Pulau H, titik
3 pada muara saluran pompa pasar ikan dan yang terakhir titik 4 di dekat antara muara
Kali Karang dan sebelah barat pantai Mutiara (Gambar III.18).
Tidak ditemukan perbedaan kecepatan arus yang berarti antara kondisi sebelum dengan
sesudah reklamasi; pengoperasian pompa yang ada memberikan perbedaan kecepatan
yang signifikan.
Pada titik 2 berfungsinya pompa Pluit juga menambah besaran kecepatan arus dari 0.03
m/s menjadi 0.08 m/s. Sedangkan dibangunnya reklamasi Pulau H tidak memberikan
dampak pengurangan maksimum ataupun minimum kecepatan arus.
Pada titik 3 yaitu titik saluran pompa Pasar Ikan bermuara, keberadaan pompa tersebut
meningkatkan besaran kecepatan sedangkan hadirnya reklamasi Pulau H tidak
mengurangi kecepatan akibat terhalangnya pengaruh arus pasang surut.
Pada titik 4 atau titik dimana keluarnya outlet 2 PLTU Muara Karang seperti pada kasus
sebelumnya pompa meningkatkan besaran kecepatan daripada kondisi tanpa pompa,
namun pada titik 4 ini berbeda dengan titik 3 dimana kehadiran reklamasi Pulau H tidak
memberikan perubahan kecepatan.
Dampak yang terjadi berupa perubahan kecepatan arus intensitasnya rendah, namun
perubahan ini bersifat permanen. Dampak perubahan kecepatan arus ini termasuk
dampak negatif kecil.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap perubahan pola arus termasuk
kategori dampak penting.
Pemodelan gelombang dilakukan dengan software MIKE SW, dengan skenario tinggi
gelombang maksimum 4 m dan periode 13,017 s dari Utara.
Pola gelombang sebelum reklamasi untuk kondisi maksimum diperlihatkan pada Gambar
III.23 dan Gambar III.24. Arah dominan gelombang sampai ke daerah pantai Mutiara
adalah dari Barat Laut sedangkan tinggi gelombang maksimum yang terjadi sebelum
gelombang tersebut pecah adalah sekitar 1.4 m di utara pantai Mutiara. Setelah
gelombang pecah secara berangsur angsur energinya pun berkurang dimana di pantai
Mutiara sekitar 0.8 m. Hal ini pun berlaku untuk kondisi dimana pulau H telah terbangun
tetapi terjadi pengurangan yang cukup signifikan di muara waduk Pluit.
Gelombang musim barat datang dari arah Barat Laut dengan ketinggian maksimum 4
meter. Hasil simulasi pada musim barat pada kondisi eksisting dan kondisi reklamasi
terbangun diperlihatkan oleh Gambar III.23 dan Gambar III.24. Energi gelombang meluruh
seiring dengan penjalaran menuju pantai Jakarta. Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi
mencapai 0.6 m pada kondis eksisting, sedangkan pada kondisi reklamasi Pulau H
terbangun, tinggi gelombang berkurang drastis terutama di daerah bayangan reklamasi. Di
daerah bayangan tersebut mencapai 0.1 m.
Gelombang musim timur datang dari arah Timur Laut juga dengan ketinggian maksimum 4
meter. Hasil simulasi pada pada musim timur pada kondisi eksisting dan kondisi reklamasi
terbangun diperlihatkan oleh Gambar III.25 dan Gambar III.26. Energi gelombang meluruh
seiring dengan penjalaran menuju pantai Jakarta.Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi
mencapai 0.9 m pada kondisi eksisting, sedangkan pada kondisi reklamasi Pulau H
terbangun, tinggi gelombang berkurang drastis terutama di daerah bayangan reklamasi.Di
daerah bayangan tersebut mencapai 0.4 m.
Apabila meninjau kedua musim angin dominan tersebut maka gelombang dari musim timur
memberikan gelombang yang lebih besar di lokasi reklamasi baik pada kondisi eksisting
maupun kondisi reklamasi Pulau H terbangun. Pada kondisi Pulau H terbangun di daerah
bayangan bangunan reklamasi tinggi gelombang yang terjadi lebih tinggi pada musim timur
diakibatkan bentuk morfologi Pulau H yang terbuka kearah timur.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap perubahan pola gelombang termasuk
kategori dampak penting.
Perubahan abrasi dan sedimentasi merupakan dampak turunan perubahan pola arus.
Prakiraan besaran dampak dilakukan lewat pemodelan transpor sedimen.
Pola endapan sedimen diperlihakan oleh Gambar III.27 dan Gambar III.28. Warna merah
menggambarkan nilai endapan sebesar 0.9 m .Pada kajian ini dapat diperlihatkan pola
endapan sedimen secara kualitatif dimana ada beberapa daerah yang mengalami
endapan dan Sedangkan endapan terjadi di sekitar mulut saluran muara pompa Pluit atau
sebelah tenggara dari rencana wilayah reklamasi Pulau H. Pola endapan pada scenario
eksisting dan rencana tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Namun akibat dari adanya
sumber sedimen dari pompa menyebabkan adanya endapan di depan mulut pompa.
Pompa yang mengeluarkan sumber sedimen memberikan pengurangan gerusan sehingga
tampak pada Gambar III.27 dan Gambar III.28 hampir tidak terjadi gerusan dengan efek
sedimentasi bertambah ditandai dengan bertambahnya area-area dimana terjadi
sedimentasi.
Untuk melihat perbedaan antara kondisi eksisting dan reklamasi Pulau H terbangun
dilakukan ekstraksi data pada titik tertentu seperti yang diperlihatkan oleh Gambar III.29.
Titik tersebut berada pada mulut muara saluran pompa Pluit. Pada Gambar III.30
memperlihatkan area tersedimentasi yaitu di dekat saluran keluar dari Pompa Pluit.
Gambar III.30 dan Gambar III.31 tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan
terjadinya sedimentasi di lokasi kajian. Dan juga pada kondisi eksisting dan Pulau H
terbangun tidak ada perbedaan yang signifikan. Terlihat pada Gambar III.32 adanya
perbedaan sekitar 0.05% dalam sedimentasi dasar perairan.
Gambar III.31. Endapan sedimen pada titik pengamatan kondisi Pulau H terbangun
Besaran dampak perubahan abrasi dan sedimentasi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keberadaan reklamasi Pulau H tidak mempengaruhi sirkulasi sedimen di lokasi studi.
2. Terjadi pengendapan sedimen di lokasi muara pompa Pluit akibat sedimen yang
dibawa oleh pompa Pluit dan gerusan dari muara secara lokal. Tidak terdapat
perbedaan perubahan level dasar air yang signifikan antara lokasi eksisting dan
reklamasi Pulau H.
3. Besaran dampak tergolong dampak negatif kecil.
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap penurunan kualitas air laut termasuk
kategori dampak penting.
Keberadaan lahan reklamasi Pulau H seluas 63 Ha pada tahap pasca konstruksi akan
berdampak terhadap penurunan muka tanah (land subsidence). Informasi land subsidence
dari sumber referensi Abidin et al penurunan muka tanah di daratan Jakarta antara 6-15
cm/tahun. Dalam Per. Gub. No. 146 Tahun 2014 tentang Pedomen Teknis Membangun
dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
sebagai acuan referensi penurunan muka tanah antara 7-14 cm/tahun, sedangkan desain
teknis reklamasi yang digunakan di Pulau H asumsi penurunan muka tanah sebesar 7,5
cm. Besaran dampak yang disebabkan keberadaan lahan reklamasi terhadap penurunan
muka tanah tergolong dampak negatif besar.
6. Dampak terhadap penurunan muka tanah ini dapat dipulihkan, sehingga dampak dapat
digolongkan menjadi Tidak Penting (TP).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dampak terhadap penurunan muka tanah termasuk
kategori dampak penting.
Pra Konstruksi
Konstruksi
Konstruksi
Tahap
Tahap
Tahap
Pasca
Komponen Kegiatan
Demobilisasi Peralatan
No.
Keberadaan Causeway
Pekerjaan Causeway
Reklamasi
Komponen Lingkungan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara -b/p
2. Peningkatan Kebisingan -b/p
3. Penurunan Kualitas Air Laut -k/p -b/p +k/p
4. Perubahan Pola Arus -k/p
5. Perubahan Pola Gelombang -k/p
6. Abrasi dan Sedimentasi -k/p
7. Peningkatan Volume Sampah Padat -k/p
8. Gangguan Utilitas -b/p
9. Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) -b/p
SOSEKBUD KESEHATAN MASYARAKAT
1. Terbukanya Kesempatan Kerja +k/p
2. Gangguan Aktivitas Nelayan -b/p -b/p
3. Gangguan Kamtibmas -b/p -k/p -k/p
4. Perubahan Persepsi Masyarakat -b/p -b/p -b/p -k/p -k/p -k/p
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat -b/p
2. Gangguan Transportasi Laut -b/p -k/p -k/p
Keterangan:
- = negatif
+ = positif
k = kecil
b = besar
p = penting
tp = tidak penting
BAB IV
EVALUASI SECARA HOLISTIK
TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN
Sebagaimana diuraikan pada BAB III tentang analisis prakiraan dampak penting yang
menghasilkan informasi mengenai besaran dan sifat penting dampak untuk setiap dampak penting
(DP). Selanjutnya akan dilakukan evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksi seluruh dampak
penting, baik dampak penting yang tergolong dampak primer, sekunder maupun tersier. Evaluasi
terhadap dampak penting tersebut dilakukan dengan menggunakan instrument bagan alir dampak
penting, sehingga akan terlihat mana dampak penting yang tergolong dampak langsung (primer)
dan mana dampak penting yang tidak langsung (sekunder atau tersier). Hasil evaluasi terhadap
dampak penting hipotetik tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan upaya-upaya
pengendalian dampak negatif dan penanganan dampak positif yang dituangkan dalam Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).
Kegiatan yang dilakukan pada tahap prakonstruksi adalah penetapan lokasi. Kegiatan ini
akan menimbulkan dampak penting berupa perubahan persepsi masyarakat. Dampak ini
merupakan dampak langsung (primer).
Kegiatan pada tahap konstruksi meliputi rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja, mobilisasi alat
dan bahan, reklamasi dan pekerjaan causeway.
Kegiatan rekrutmen dan aktivitas tenaga kerja akan menimbulkan dampak penting
terbukanya kesempatan kerja, penurunan kualitas air laut dan peningkatan volume sampah
padat, yang selanjutnya akan menimbulkan dampak turunan berupa perubahan persepsi
masyarakat dan gangguan kamtibmas. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dapat mencapai
300 orang.
Rekrutmen tenaga kerja sebanyak 300 orang ini merupakan dampak positif primer. Dalam
pelaksanaan konstruksi proyek, pemrakarsa kegiatan (PT. Taman Harapan Indah) akan
bekerjasama dengan beberapa kontraktor sehingga rekrutmen akan dilakukan oleh masing-
masing kontraktor/sub kontraktor yang ditunjuk. Tenaga kerja konstruksi proyek yang akan
direkrut oleh masing-masing kontraktor/sub kontraktor sebagian berasal dari penduduk
sekitar proyek (Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan). Dengan ikut sertanya penduduk
sekitar (Kecamatan Penjaringan) sebagai tenaga kerja konstruksi proyek akan mengurangi
jumlah pengangguran yang ada. Hal ini sejalan dengan harapan masyarakat sekitar dan
tokoh masyarakat yang disampaikan pada saat konsultasi publik dan wawancara dengan
responden yang mengharapkan adanya manfaat dari pembangunan proyek yang berkaitan
dengan penyerapan tenaga kerja lokal. Terbukanya kesempatan kerja ini pada akhirnya
akan berdampak lebih lanjut (dampak sekunder dan tersier) terhadap persepsi positif
masyarakat (Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan) dan kamtibmas.
Aktivitas tenaga kerja konstruksi proyek sebanyak 300 orang berpotensi menghasilkan
limbah cair domestik dari kegiatan mandi cuci kakus (MCK). Limbah cair domestik tersebut
apabila tidak dikelola dengan baik pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya kualitas
air laut di sekitarnya dengan parameter utama pH, Total Suspended Solid (TSS), Ammonia
(NH3), Phospat (PO4) dan BOD. Dampak terhadap penurunan kualitas air laut merupakan
dampak langsung (primer) yang akan berdampak terhadap kehidupan biota laut dan
persepsi masyarakat (dampak sekunder dan tersier).
Kegiatan buruh konstruksi sebanyak 300 orang tersebut akan menghasilkan sampah padat
berupa sisa-sisa makanan, minuman dan lain-lain. Dampak terhadap sampah padat ini
merupakan dampak langsung (dampak primer) yang akan berdampak lebih lanjut terhadap
persepsi masyarakat (dampak sekunder) dan gangguan kamtibmas (dampak tersier).
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan akan berdampak penting primer berupa gangguan
transportasi darat dan transportasi laut. Transportasi tanah urug (tanah merah) sebanyak
315.000 m3 akan berdampak terhadap transportasi darat pada badan jalan yang dilalui
kendaraan pengangkut (Jl. Pluit Raya dan jalan lingkungan Kawasan Pantai Mutiara).
Kegiatan tersebut akan mengakibatkan meningkatnya arus lalu lintas, pengotoran badan
jalan dan dapat mengakibatkan kerusakan badan jalan bila tonase kendaraan pengangkut
alat dan bahan konstruksi melampaui daya dukung badan jalan yang dilalui. Dampak
terhadap transportasi darat ini merupakan dampak primer yang akan berdampak lebih lanjut
terhadap kualitas udara (dampak sekunder), persepsi masyarakat (dampak tersier) dan
kamtibmas (dampak kuarter). Aktivitas truk pengangkut tanah urug juga merupakan sumber
kebisingan yang berpotensi melebihi baku tingkat kebisingan.
Kegiatan mobilisasi pasir urug dan batu akan meningkatkan aktivitas transportasi laut.
Dampak ini merupakan dampak primer. Gangguan transportasi laut akan menimbulkan
dampak sekunder gangguan aktivitas nelayan yang selanjutnya akan berdampak terhadap
persepsi masyarakat dan kamtibmas (dampak sekunder dan tersier).
ini berpotensi mecapai lebih dari 5 kali kondisi biasa tanpa kegiatan. Meningkatnya TSS ini
akan mengakibatkan berkurangnya penetrasi sinar matahari ke dalam perairan sehingga
produktivitas primer menurun dan kandungan oksigen terlarut dalam perairan laut akan
berkurang. Hal ini pada akhirnya akan berdampak terhadap kehidupan biota laut (plankton,
benthos dan nekton).
Keberadaan causeway akan menyebabkan dampak penting penurunan kualitas air laut.
Keberadaan causeway yang konstruksinya masif akan mengubah pola persebaran buangan
air pendingin PLTU Muara Karang. Debit di dua titik outlet PLTU Muara Karang adalah 12
m3/s untuk outlet Barat dan 48 m3/s untuk outlet Timur. Hasil pemodelan menunjukkan pada
suhu di titik inlet akan menurun 0,8-1,0 C. Dampak kualitas air laut (suhu) merupakan
dampak positif yang bersifat langsung (primer).
Keberadaan lahan reklamasi Pulau H akan berdampak penting terhadap pola arus
Keberadaan lahan reklamasi seluas 63 Ha dan causeway akan mengakibatkan terjadinya
perubahan pola arus menyusur pantai (longshore current) di sekitar lokasi proyek.
Perubahan ini merupakan dampak langsung (primer) yang akan berdampak lebih lanjut
terhadap abrasi dan sedimentasi (dampak sekunder), persepsi masyarakat (dampak tersier)
dan kamtibmas (dampak kuarter). Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang
prosesnya dimulai sejak tahap konstruksi dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi.
Keberadaan lahan reklamasi Pulau H juga berdampak penting terhadap pola gelombang
Keberadaan lahan reklamasi seluas 63 Ha akan mengakibatkan terjadinya perubahan
pola gelombang di sekitar lokasi proyek. Perubahan pola gelombang ini merupakan dampak
langsung (primer) yang akan berdampak lebih lanjut terhadap abrasi dan sedimentasi
(dampak sekunder), persepsi masyarakat (dampak tersier) dan kamtibmas (dampak
kuarter). Dampak yang terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak
tahap konstruksi dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi.
Keberadaan lahan reklamasi juga akan mengakibatkan terjadinya abrasi dan sedimentasi
akibat perubahan pola arus (arus menyusur pantai) dan pola gelombang di sekitar lokasi
proyek. Dampak yang akan terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai
sejak tahap konstruksi dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi. Dampak abrasi
dan sedimentasi ini merupakan dampak sekunder yang akan berdampak lebih lanjut
terhadap persepsi masyarakat dan kamtibmas.
Pada tahap pasca konstruksi yang berdampak penting terhadap penurunan muka tanah
adalah keberadaan lahan reklamasi. Dampak yang terjadi merupakan dampak langsung
(primer) yang akan berdampak lebih lanjut terhadap persepsi masyarakat (dampak
sekunder).
Rencana Kegiatan
Reklamasi Pulau H
Tahap Tahap
Tahap Konstruksi
Pra Konstruksi Pasca Konstruksi
Rekrutmen dan
Penetapan Lokasi Mobilisasi Alat Pekerjaan Keberadaan Keberadaan Demobilisasi
Aktivitas Tenaga Reklamasi
Proyek dan Bahan Causeway Causeway Lahan Reklamasi Peralatan
Kerja
Terbukanya
Kesempatan
Kerja
Gangguan Peningkatan
Gangguan Penurunan Perubahan Pola Perubahan Pola Gangguan Penurunan Muka
Transportasi Gangguan Utilitas Volume Sampah
Transportasi Laut Kualitas Air Laut Gelombang Arus Aktivitas Nelayan Tanah
Darat Padat
Abrasi dan
Sedimentasi
Penurunan Peningkatan
Kualitas Udara Kebisingan
Gangguan Kamtibmas
Pengelolaan lingkungan hidup disusun untuk menangani dampak penting yang telah diprediksi dari
kajian ANDAL dengan menggunakan pendekatan-pendekatan rasional yang akan diterapkan
melalui pendekatan teknologi, sosial ekonomi dan institusi. Pendekatan teknologi adalah cara-cara
pengelolaan lingkungan hidup yang berorientasi pada teknologi yang dapat digunakan untuk
mengelola dampak penting lingkungan hidup dari suatu kegiatan. Pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan melalui aplikasi teknologi yang dapat diterapkan oleh pemrakarsa dengan
mempertimbangkan biaya dan kemampuan. Pendekatan sosial ekonomi dilakukan dalam rangka
menanggulangi dampak besar dan penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan sosial
ekonomi, penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk masyarakat serta bantuan sosial
kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Pemrakarsa. Pendekatan
institusi adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh Pemrakarsa dalam rangka
menanggulangi dampak besar dan penting lingkungan hidup. Pendekatan ini mencakup
pengelolaan lingkungan melalui koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam pengawasan
dampak lingkungan dan kerjasama dengan instansi terkait dalam pengendalian dampak
lingkungan hidup.
2. Peningkatan Kebisingan
5. Gangguan Utilitas
8. Gangguan Kamtibmas
b. Pengelolaan Reklamasi:
1) Mengelola berbagai dampak yang akan muncul akibat kegiatan Reklamasi Pulau
H seperti penurunan kualitas air laut, peningkatan kuantitas air permukaan, dan
gangguan transportasi darat dan laut.
2) Menempatkan satuan petugas pengaman di sekitar lokasi reklamasi.
3) Melakukan koordinasi dengan aparat keamanan sekitar (Polisi Air, Pelabuhan
Samudra Nizam Zachman, Linmas, Babinsa, aparat Kel. Pluit, Lembaga
Musyawarah Kelurahan dan lain-lain).
b. Pengelolaan Reklamasi:
1) Melakukan sosialisasi rencana Reklamasi Pulau H kepada masyarakat/tokoh
masyarakat Kelurahan Pluit dan instansi terkait (Pelabuhan Samudra Nizam
Zachman, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ, PT PLN, PT Nusantara Regas dll)
2) Koordinasi dengan berbagai instansi terkait di sekitar lokasi proyek terutama
dengan Pelabuhan Samudra Nizam Zachman, PT Pertamina Hulu Energi ONWJ,
PT PLN, PT Nusantara Regas, Kelurahan Pluit, Lembaga Musyawarah
Kelurahan Pluit selama pekerjaan reklamasi.
3) Membentuk Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) yang berperan sebagai
penghubung antara Pemrakarsa Kegiatan (PT. Taman Harapan Indah) dengan
masyarakat/instansi terkait.
4) Mengelola berbagai dampak negatif yang akan muncul selama tahap konstruksi
Reklamasi Pulau H (kualitas air laut, abarasi dan sedimentasi, kuantitas air
permukaan, sampah padat, biota laut, transportasi darat dan laut) serta
gangguan terhadap utilitas sekitar proyek
secara deskriptif dan visual, yakni dalam bentuk grafik stickplot gelombang
berdasarkan waktu, dari gambar stickplot tersebut akan terlihat tinggi gelombang dan
arah selama pengukuran.
Dampak-dampak negatif seperti penurunan air laut dapat dikelola lewat perencanaan teknis
reklamasi yang baik; sedangkan perubahan pola arus, pola gelombang, serta dampak turunannya
berupa aberasi dan sedimentasi dapat dikelola dengan disain bentuk pulau yang meminimalkan
perubahan pola arus dan pola gelombang.
Dampak penting gangguan utilitas dapat dikelola dengan mengeser posisi pulau dan menjaga
jarak aman dengan utilitas yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan kegiatan reklamasi Pulau H seluas 63 Ha layak lingkungan.
No. Dampak Penting Hipotetik Rona Lingkungan Hidup Awal Hasil Prakiraan Dampak Hasil Evaluasi Dampak
5. Gangguan utilitas Utilitas yang ada di sekitar lokasi rencana reklamasi Pulau H adalah jalur Besarnya Dampak:
Pipa PHE ONWJ dan Pipa PLN, Pelabuhan Muara Baru, Kawasan Pantai Besar
Mutiara dan PLTGU Muara Karang. Terhadap jarak tanggul dengan Pipa
PHE ONWJ dan Pipa PLN telah ditetap jarak minimal 146,58 m. Sifat Penting Dampak:
Penting
6. Terbukanya Kesempatan kerja Berdasarkan data rona awal, diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Besarnya Dampak:
Pluit sebanyak 46.567 jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja di Kelurahan Kecil
Pluit sebesar 32.419 jiwa.
Sifat Penting Dampak:
Penting
7. Gangguan Aktivitas Nelayan Berdasarkan laporan hasil pembinaan dan kegiatan pemerintah Kelurahan Besarnya Dampak:
Pluit, Februari 2013, yang bermatapencaharian sebagai nelayan sebanyak Besar
2.692 orang jiwa dan Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Tahun
2012, jenis-jenis ikan yang banyak dijumpai di sekitar wilayah Teluk Jakarta Sifat Penting Dampak:
adalah: cumi-cumi (58.337 spesies), cakalang (30.553 spesies), layang Penting
(23.670 spesies), madidihang (13.661 spesies) dan tuna mata besar (13.594
spesies).
8. Gangguan Kamtibmas Berdasarkan data rona awal, wilayah Kelurahan Pluit, Kecamatan Besarnya Dampak:
Penjaringan merupakan kawasan yang padat penduduk dan ramai, baik Kecil
pada siang hari maupun malam hari. Kegiatan yang berlangsung cukup
kompleks, yakni perkantoran, pertokoan, jasa perdagangan, industry, mal, Sifat Penting Dampak:
hotel dan pemukiman penduduk. Keadaan Kamtibmas di wilayah ini cukup Penting
rawan terhadap tingkat kejahatan kriminal.
9. Perubahan Persepsi Masyarakat Hasil pengamatan yang dilakukan melalui wawancara dan dialog terhadap Besarnya Dampak:
65 responden masyarakat yang dianggap dapat mewakili aspirasi Kecil
masyarakat sekitar (Kelurahan Pluit), terlihat bahwa sebanyak 58 responden
menyatakan setuju terhadap pembangunan proyek dengan alasan adanya Sifat Penting Dampak:
kesempatan kerja dan peluang berusaha, dan sebanyak 2 responden Penting
mengharapkan agar pemrakarsa memperhatikan masalah lingkungan,
seperti genangan air/banjir, kemacetan lalu lintas, kebisingan dan polusi
udara (debu).
10. Gangguan transportasi darat Saat ini kondisi lalu lintas pada badan jalan di sekitar lokasi proyek tergolong Besarnya Dampak:
padat pada jam sibuk pagi dan sore hari. Besar
No. Dampak Penting Hipotetik Rona Lingkungan Hidup Awal Hasil Prakiraan Dampak Hasil Evaluasi Dampak
4. Abrasi dan sedimentasi Perubahan abrasi dan sedimentasi merupakan dampak turunan perubahan Besarnya Dampak:
pola arus. Prakiraan besaran dampak dilakukan lewat pemodelan transpor Kecil
sedimen. Pemodelan dilakukan untuk 2 skenario yaitu tanpa dan dengan
beroperasinya pompa Pluit dengan sumber sedimen sungai yang bermuara Sifat Penting Dampak:
di sekitar lokasi reklamasi Pulau H yaitu muara Karang Angke, dan Penting
Cengkareng. Masing masing memberikan jumlah konservatif sedimen
sebesar 10 kg/m3 secara kontinyu di setiap sumber debit. Tambahan
sumber sedimen adalah dari sumber pompa yang diasumsikan cukup kecil
yaitu sebesar 0.001 kg/m3.
5. Penurunan muka tanah (land Menurut para ahli penurunan muka tanah di Jakarta berkisar hingga 15 Besarnya Dampak:
subsidence) cm/tahun. Pada beberapa lokasi bahkan dapat mencapai 6 7 cm/Tahun Besar
(Abidin et al, 2009).
Sifat Penting Dampak:
Penting
No. Dampak Penting Hipotetik Rona Lingkungan Hidup Awal Hasil Prakiraan Dampak Hasil Evaluasi Dampak
6. Perubahan Persepsi Masyarakat Hasil pengamatan yang dilakukan melalui wawancara dan dialog terhadap Besarnya Dampak:
65 responden masyarakat yang dianggap dapat mewakili aspirasi Kecil
masyarakat sekitar (Kelurahan Pluit), terlihat bahwa sebanyak 58 responden
menyatakan setuju terhadap pembangunan proyek dengan alasan adanya Sifat Penting Dampak:
kesempatan kerja dan peluang berusaha, dan sebanyak 2 responden Penting
mengharapkan agar pemrakarsa memperhatikan masalah lingkungan,
seperti genangan air/banjir, kemacetan lalu lintas, kebisingan dan polusi
udara (debu).
Van bemmelen, R.W, 1949. The Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes
Kastoro and Birowo S. 1977. Hasil Pendahuluan Pengamatan Arus dari Beberapa Tempat di Teluk
Jakarta dan Sekitarnya. Lembaga Oseanologi Nasional Jakarta
Ongkosongo, O.S.R. 1981. Pola pertumbuhan pantai di Jawa. PIT IAGI ke IX, Yogyakarta: 22 p
Ongkosongo, O.S.R. 1990. Sedimen Dasar Teluk Jakarta. LON LIPI, Jakarta
American Public Health Association 1992. Standard Methods for the Examination of Water and
Wastewater. 18th Ed.APHA-AWWA-WPCF. Washington DC
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) (1995), Oceanography
Research Centre Indonesian Institute of Science. Kondisi lingkungan perairan Teluk Jakarta
dan sekitarnya
Suyarso, 1995. Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P2O LIPI), Jakarta, 160 pp
Ongkosongo, O.S.R. 2001. Background to the Study Sites in the Bay of Jakarta and Kepulauan Seribu,
Unesco Reports in Marine Science 40
Pantai Mutiara, 2010. Laporan Implementasi RKL dan RPL Kawasan Pantai Mutiara
Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelindo II, 2012. Analisa Dampak Lingkungan Hidup
Pembangunan Pelabuhan di Kalibaru Jakarta Utara
Badan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelindo II, 2012. Pola Arus Di Utara Pulau Jawa
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tanjung Priok (2003 2012), 2013
PT. Ganeshatama Consulting, 2013. Laporan Akhir Pemodelan Hidrodinamika Laut Reklamasi Pulau H
PT. Ganeshatama Consulting, 2013. Laporan Akhir Kajian Sistem Tata Air Polder Pluit Jakarta Utara
PT. Ganeshatama Consulting, 2013. Laporan Akhir Kajian Global Warming Reklamasi (Pulau H)
PT. Ganeshatama Consulting, 2013. Laporan Akhir Kajian Sistem Tata Air Upland Area Reklamasi
Pulau H
Kelurahan Pluit, Februari 2013. Laporan Hasil Pembinaan dan Kegiatan Pemerintah Kelurahan Pluit
DAFTAR PERBAIKAN
ANDAL DAN RKL-RPL REKLAMASI PULAU H
BERDASARKAN NOTULEN PEMBAHASAN
TIM KOMISI PROVINSI DKI JAKARTA
Kamis / 21 Mei 2015
I. Informasi Umum
1. Kegiatan Reklamasi Pulau H (Luas 63 Ha) berlokasi di Kawasan Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Adminsitrasi Jakarta Utara
2. Rencana kegiatan: Luas lahan reklamasi 63 Ha (Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau H Nomor 1277/-1.794.2 tanggal 21 September 2012 dan Perpanjangan
Persetujuan Prinsip Nomor 543/-1.794.2 tanggal 10 Juni 2014)
3. Penanggung Jawab Kegiatan
Perusahaan : PT. Taman Harapan Indah
Alamat : Intiland Tower Penthouse Floor,
Jl. Jenderal Sudirman 32, Kelurahan Karet Tengsin,
Kecamatan Tanah Abang, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Penanggung Jawab : Ir. Suhendro Prabowo
Jabatan : Direktur Utama
4. Konsultan Penyusun
Perusahaan : PT. Geo Mitrasamaya
Nomor Registrasi Kompetensi : 061/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH
Masa Berlaku : 24 Desember 2014 s.d. 23 Desember 2017
Penanggungjawab : Drs. Pinondang Tambunan
Alamat : Jalan H. Awi No.30, Jatiluhur, Jatiasih, Kota Bekasi
Kualifikasi Tim Penyusun AMDAL:
- 4 (empat) orang Kompetensi Ketua Tim
- 1 (satu) orang Kompetensi Anggota Tim
I. Informasi Umum
1. Kegiatan Reklamasi Pulau H (Luas 63 Ha) berlokasi di Kawasan Pantai Utara Jakarta, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Adminsitrasi
Jakarta Utara
2. Rencana kegiatan:
Luas lahan reklamasi 63 Ha (Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau H Nomor 1277/-1.794.2 tanggal 21 September 2012 dan Perpanjangan Persetujuan
Prinsip Nomor 543/-1.794.2 tanggal 10 Juni 2014)
3. Penanggung Jawab Kegiatan
Perusahaan : PT. Taman Harapan Indah
Alamat : Intiland Tower Penthouse Floor, Jl. Jenderal Sudirman 32, Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Kota
Administrasi Jakarta Pusat.
Penanggung Jawab : Ir. Suhendro Prabowo
Jabatan : Direktur Utama
4. Konsultan Penyusun
Perusahaan : PT. Geo Mitrasamaya
Nomor Registrasi Kompetensi : 061/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH
Masa Berlaku : 24 Desember 2014 s.d. 23 Desember 2017
Penanggungjawab : Drs. Pinondang Tambunan
Alamat : Jalan H. Awi No.30, Jatiluhur, Jatiasih, Kota Bekasi
II. Masukan, Saran dan Tanggapan dari Tim Teknis Penilai Amdal Daerah Provinsi DKI Jakarta
No MASUKAN, SARAN, TANGGAPAN KETERANGAN HALAMAN PARAF
Pimpinan Rapat (Ir. Andono Warih, M.Sc)
1 Pembahasan saat ini menjadi bahan dasar untuk sidang Pembahasan Substansi dokumen Andal, RKL dan
Andal RKL-RPL dengan Komisi Penilai Amdal RPL telah diperbaiki sesuai arahan tim
teknis sebagai bahan untuk
pembahasan Andal, RKL dan RPL
2. Berdasarkan PerMenlh Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana
Penilaian Dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta
Penerbitan Izin Lingkungan, maka pembahasan ini dimulai dengan
penyampaian paparan atas Andal dan dokumen RKL-RPL oleh
pemrakarsa dan konsultan (Rangkaian Mulai dari Kerangka Acuan,
Metode, DPH, Penetapan Dampak Penting, Arahan Pengelolaan dan
Pemantauan, RKL-RPL)
3 Prakiraan dampak, semua sifat dampaknya penting tetapi besaran Telah diperbaiki di Bab Prakiraan BAB III
dampaknya kecil. Apakah benar demikian? Dampak Penting (Bab III)
4 Berdasarkan PerMenlh Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Rumus-rumus dan asumsi yang Lampiran 11
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa metode digunakan dalam Prakiraan Dampak
prakiraan dampak penting menjelaskan tentang prakiraan besaran Penting telah dilampirkan.
dan sifat penting untuk masing-masing DPH termasuk rumus-rumus
dan asumsi prakiraan dampak. Dalam dokumen ini belum dilampirkan
rumus-rumus dan asumsi prakiraan dampak tersebut
12. Dokumen agar diperbaiki kembali, lebih fokus, rencana kegiatan yang Dokumen telah dipebaiki secara Andal, RKL dan
diduga akan menimbulkan dampak, deskripsi kegiatan lingkungan keseluruhan RPL
sekitar yang relevan saja, data yang digunakan valid, prakiraannya
juga harus valid dan dapat dipertanggungjawabkan, serta RKL-
RPLnya harus mengikuti.
5. Hal I-12 Uraian tentang batimetri -2 m berjarak hingga 300 m, dan Telah diperbaiki ANDAL, I 11.
seterusnya : seharusnya yang diuraikan adalah batimetri pada lokasi
Pulau H. Bandingkan dengan data elevasi dasar laut bagian Selatan
sebesar -6,0 m pada Tabel 1.4 dan Gambar II.33.
6. Jika jarak minimal menurut PerGub DKI Jakarta No. 146 Tahun 2014 Telah dicantumkan. ANDAL, I 8 dan
adalah sebesar 146,58 m, berapa rancangan jarak Pulau H terhadap III 33.
jalur pipa PHE ONWJ? Jarak dihitung dari ujung toe atau lower slope
atau yang lain? Dampak yang dikhawatirkan terjadi pada pipa bawah
laut adalah kejadian settlement. Mengapa dampak terhadap
kemungkinan settlement pipa PHE ONWJ tidak dikaji?
11. I-19 Lazimnya sebelum kegiatan reklamasi dilakukan, area yang Tidak ada pengerukan lumpur. Metode/ ANDAL, I 21
akan direklamasi dibersihkan, lumpur-lumpur yang ada teknik reklamasi telah diuraikan di s/d. I 32.
dikeruk dan dipindahkan ketempat lain. Bagaimana dengan dokumen.
reklamasi Pulau H ini? Bila ada, agar dijelaskan: Berapa
jumlah material yang akan dikeruk, kemana akan dipindahkan
dan harus dipastikan bahwa penempatan hasil keruk ini tidak
akan mengganggu area yang ditempatinya. Jelaskan juga
kegiatan pengerukan ini didalam Tabel 1.10 (Jadwal
Pelaksanaan).
Hesti D. Nawangsidi
-1-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
penurunan muka tanah antara 7-14
cm/tahun. Sedangkan desain teknis
reklamasi yang digunakan di Pulau H
asumsi penurunan muka tanah sebesar
7,5 cm. Telah dicantumkan di Andal Hal
II-13.
Hal II-27 Gambar II.28 Sedimen tersuspensi: satuan adalah g/m3. Bagaimana validasinya Satuan beban sedimen g/m3 mempunyai
dibandingkan dengan data TSS pada Tabel 2.5 Hal II-6? dimensi yang sama dengan rona TSS (mg/L
atau g/m3). Beban sedimen ini (0,14-0,28
g/m3) adalah peningkatan yang berasal dari
limpasan air Kali Karang dan kali
Cengkareng serta limpasan pompa Pluit.
Hal II-28 - Gambar II.29 dan II.30 Endapan sedimen (bed level change): satuan waktu? Satuan waktu endapan sedimen adalah per
dan II-29 - Apakah dengan dan tanpa pompa Pluit mempengaruhi bed change di intake tahun telah dicantumkan di Andal Hal II-23.
saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang? Hasil simulasi harus sangat
hati-hati, karena saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang sangat
sensitive terhadap endapan sedimen, karena mempengaruhi debit dan suhu air
laut. Simulasi ini harus diverifikasi kembali.
- Gambar II.30 hasil simulasi menunjukkan endapan hingga 0,9 m di dalam saluran
air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang, apakah mungkin? Sedang kedalaman
saluran hanya sekitar 2 2,5 m. Harus diverifikasi kembali.
- Apalagi jika dikaitkan dengan Gambar II.31 dan II.32 pada Hal II-30: bed level
change tertinggi pada lokasi 12 yang terletak di Utara pantai Mutiara, bukan
kearah Barat. Bagaimana menghubungkan hasil simulasi satu dengan lainnya?
Hal III-22 - Sub-Bab 3.3.5 Abrasi dan Sedimentasi: bagian ini adalah prakiraan pada Tahap Telah diperbaiki.Sub bab 3.3.4. Andal Hal
s/d III-30 Pasca Konstruksi, yakni sesudah Pulau H terbangun secara keseluruhan, jadi III-38
dipindahkan menggantikan Sub-Bab 3.4.4.
- Karena tidak ada prakiraan tentang abrasi (penggerusan/erosi), nomenklatur
-2-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
abrasi dihapus saja.
Hal III-30 Sub-Bab 3.3.6 Penurunan Kualitas Air Akibat Aktivitas Tenaga Kerja: dihitung Limbah cair domestik pekerja/buruh
beban limbah 300 pekerja dan diuraikan bahwa limbah cair domestik diolah konstruksi ditampung di MCK Portable dan
sebelum dibuang. Dalam hal ini pada Hal I-17 butir 1) harus diuraikan cara secara rutin diangkut oleh mobil air kotor
pengolahan limbah cair domestik pekerja. Sudin Kebersihan Kota Administrasi Jakarta
Utara atau swasta yang mempunyai izin
BPTSP. Telah dicantumkan di Andal I-17.
Hal III-31 Sub-bab 3.3.7 Harus disebutkan metode yang digunakan dalam prakiraan sebaran Telah diperbaiki Andal Hal III-7
TSS. Jika diasumsikan beban material reklamasi pada tahap konstruksi yang
potensial tersebar keperairan laut di sekitarnya adalah 10 kg, maka prakiraan
konsentrasi sedimen tersuspensi yang terdispersi ke perairan laut di sekitar
kegiatan reklamasi Pulau H maksimum adalah 500 mg/l baik pada saat pasang
maupun surut (perhatikan konsentrasi dengan warna hijau muda). Pada saat
pasang konsentrasi tertinggi berada di sekitar bagian Selatan rencana Pulau H dan
pada saat surut berada di sekitar Baratdaya rencana Pulau H di sekitar lokasi
intake saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang.
Legenda Gambar III.36 dan III.37 diperjelas supaya terlihat satuannya.
Hal III-33 - Sub-bab 3.3.8 Dipindahkan ke Tahap Paska Konstruksi Sub-bab 3.4.1. Telah diperbaiki Andal Hal III-21.
Perubahan suhu air laut terjadi sesudah causeway terbangun.
- Harus disebutkan metode prakiraan perubahan suhu yang digunakan.
- Disebutkan suhu air laut 28,8oC, dimana? Suhu pada intake saluran air pendingin
PLTU/PLTGU Muara Karang adalah 30,2oC.
Hal III-34 Sub-bab 3.3.9: Bagaimana mungkin 0,9 m3/hari sampah menjadi dampak penting? Sampah padat menjadi dampak penting
Pertimbangannya tidak relevan. untuk mengantisipasi pengotoran
lingkungan baik di darat (dekat perumahan
-3-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
pantai mutiara) maupun di perairan laut
sekitar lokasi Pulau H, Meskipun besaran
dampaknya kecil (0,9 ,m3/hari).
Pertimbangan sifat penting dampak
Peningkatan Volume Sampah Padat akibat
mobilisasi tenaga kerja telah dicantumkan di
Andal Hal III-9.
Hal III-36 Sub-bab 3.3.12: Sumber yang mengganggu aktifitas nelayan dan perikanan Telah dicantumkan di Andal Hal III-11.
samudra kegiatan apa? Kaitkan dengan uraian pada bagian b) Hal I-21 s/d I-29.
Apakah maneuver ponton, barge, alat pemasang batu untuk tanggul, atau yang
lain? Harus ada penjelasan sehingga dikategorikan sebagai dampak penting.
Hal III-37 Sub-bab 3.3.13: Sumber apa yang mengganggu aktifitas nelayan dan perikanan Telah dicantumkan di Andal Hal III-12.
samudra dalam pekerjaan causeway? Kaitkan dengan uraian pada bagian e) Hal I-
29. Harus ada penjelasan sehingga dikategorikan sebagai dampak penting.
Hal III-38 Sub-bab 3.3.14: Jika gangguan kamtibmas disebabkan mobilisasi alat dan bahan Telah dicantumkan di Andal Hal III-13.
material, harus dinyatakan persepsi masyarakat terhadap lalu-lintas mobilisasi alat
dan bahan material, sehingga dapat dianggap sebagai dampak besar dan penting.
Hal III-39 Sub-bab 3.3.15: Jika gangguan kamtibmas disebabkan kegiatan reklamasi, harus Telah dicantumkan di Andal Hal III-14.
dinyatakan persepsi masyarakat terhadap aktifitas reklamasi, sehingga potensial
membentuk sikap negatif masyarakat dan selanjutnya potensial mempengaruhi
gangguan kamtibmas.
Hal III-40 Sub-bab 3.3.17: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Telah dicantumkan di Andal Hal III-15, pada
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau saat konsultasi publik terungkat tingkat
negatif terhadap rekrutmen dan aktifitas tenaga kerja. pengangguran di Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan cukup tinggi dan
-4-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
warga mengharapkan bekerja selama
kegiatan Reklamasi Pulau H berlangsung.
Selain itu, jumlah buruh konstruksi tergolong
banyak 300 orang, yang berpotensi
menimbulkan gangguan kamtibmas di
tempat penampungan sementara di dekat
perumahan Pantai Mutiara sehingga
dampaknya tergolong besar. Penentuan
sifat penting dampak menggunakan 6
kriteria dampak penting sesuai Permen LH
No. 16 Tahun 2012.
Hal III-41 Sub-bab 3.3.18: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Telah dicantumkan di Andal Hal III-16.
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau
negatif terhadap mobilisasi alat dan bahan material.
Hal III-42 Sub-bab 3.3.19: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Telah dicantumkan di Andal Hal III-17.
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau
negatif terhadap reklamasi.
Hal III-43 Sub-bab 3.3.20: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Telah dicantumkan di Andal Hal III-18.
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau
negatif terhadap pekerjaan causeway.
Hal III-45 Sub-bab 3.3.23: Apa dasar menyimpulkan bahwa dampak reklamasi terhadap Dampak reklamasi terhadap transportasi
transportasi laut adalah negatif kecil? laut merupakan dampak negatif besar.
Telah diperbaiki di Andal Hal III-20.
Hal III-46 Sub-bab 3.3.24: Apa dasar menyimpulkan bahwa dampak pekerjaan causeway Karena lokasi Causeway bukan wilayah alur
terhadap transportasi laut adalah negatif kecil? pelayaran. Andal Hal III-21.
-5-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
Hal III-46 Sub-bab 3.4.1: dipindahkan dari Sub-bab 3.3.8. Telah diperbaki. Andal Hal. III-22.
Hal III-50 Sub-bab 3.4.5: Bagaimana relasi reklamasi Pulau H dengan land subsidence dan Karena dari pengalaman lahan reklamasi
apa dasar menyimpulkan merupakan dampak negatif besar? yang telah diurug di Pantura Jakarta terjadi
land subsidence setiap tahunnya. Andal Hal
III-39.
Hal III-51 Sub-bab 3.4.6: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Dampak perubahan persepsi masyarakat
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau terhadap keberadaan lahan reklamasi
negatif terhadap keberadaan lahan reklamasi. merupakan dampak lanjutan, karena sejak
awal (prakonstruksi) terdapat persepsi
negatif masyarakat, dan terdapat kekuatiran
masyarakat akan terkena dampak negatif
selama tahap konstruksi Reklamasi Pulau H
(Hasil Konsultasi Publik Lampiran 6 ANDAL)
dan pengalaman konstruksi reklamasi di
Pantura Jakarta terjadi persepsi negatif
masyarakat, maka diprakirakan setelah
lahan reklamasi Pulau H terbentuk akan
terjadi perubahan persepsi masyarakat (Hal
III-39).
Hal III-52 Sub-bab 3.4.7: Bagaimana menyimpulkan sebagai dampak besar dan penting? Dampak demobilisasi peralatan terhadap
Tidak ada informasi tentang proporsi masyarakat yang berpersepsi positif atau perubahan sikap dan persepsi masyarakat
negatif terhadap demobilisasi peralatan. bukan dampak penting. Telah dihilangkan.
Andal Hal III-40.
-6-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
RKL
II-3 Perubahan pola arus : Telah diperbaiki RKL Hal II-9.
Bagaimana cara mengelola melalui pengerukan pada lokasi sedimentasi dan
pemasangan breakwater pada lokasi abrasi? Pada tahap konstruksi, pemantauan
pola arus (arah dan kecepatan) tidak dapat langsung diikuti oleh pengerukan dan
pembuatan breakwater. Cara pengelolaan harus logis.
II-4 Perubahan pola gelombang: Telah diperbaiki RKL Hal II-9.
Bagaimana cara mengelola melalui pengerukan pada lokasi sedimentasi dan
pemasangan breakwater pada lokasi abrasi? Pada tahap konstruksi, pemantauan
gelombang tidak dapat langsung diikuti oleh pengerukan dan pembuatan
breakwater. Cara pengelolaan harus logis.
II-7 Gangguan kamtibmas : Telah diperbaiki RKL Hal II-5.
Pengelolaan berbagai dampak negatif oleh mobilisasi peralatan, reklamasi, aktifitas
buruh dan lain-lain harus dijelaskan secara rinci. RKL adalah pedoman pemrakarsa
melakukan tindakan operasional, jadi harus rincidan jelas apa yang dikelola.
II-7 Perubahan persepsi masyarakat: Telah diperbaiki RKL Hal II-6.
Pengelolaan berbagai dampak negatif oleh mobilisasi peralatan, reklamasi,
pembuatan causeway, dan aktifitas buruh harus dijelaskan secara rinci. RKL
adalah pedoman pemrakarsa melakukan tindakan operasional, jadi harus rinci dan
jelas apa yang dikelola.
II-9 Gangguan transportasi laut: Telah diperbaiki RKL Hal II-8.
Sehingga pengangkutan material reklamasi melalui laut harus berkoordinasi
dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Terlebih di Selatan Pulau H
terdapat pelabuhan perikanan samudra Nizam Zachman dan pelabuhan perikanan
Sunda Kelapa.
-7-
ANDAL TANGGAPAN KETERANGAN PARAF
II-10 Penurunan kualitas air laut: Telah dicantumkan di RKL Hal II-9.
Bagaimana cara menjaga kanal di Selatan Pulau H dari sedimentasi?
II-10 Perubahan pola arus: Telah diperbaiki RKL Hal II-9.
Apakah maintenance dredging pada lateral kanal akan mengatasi perubahan pola
arus oleh keberadaan lahan reklamasi dan causeway?
II-11 Perubahan pola gelombang: Telah diperbaiki RKL Hal II-9.
Apakah maintenance dredging pada lateral kanal akan mengatasi perubahan pola
arus oleh keberadaan lahan reklamasi dan causeway?
II-12 Penurunan muka tanah (Land Subsidence): Land subsidence di Pulau H merupakan
Penurunan muka tanah terjadi dimana? Jika terjadi di Pulau H, tidak termasuk Dampak Lingkungan yang terjadi di lokasi
lingkup dampak lingkungan. proyek, sehingga tetap diperlukan
pengelolaan lingkungan (RKL) dan
pemantauan lingkungan (RPL). RKL Hal
II-10. dan RPL Hal III-6.
II-12 Perubahan persepsi masyarakat: Telah diperbaiki di RKL Hal II-11.
Pengelolaan berbagai dampak negatif selama tahap pasca konstruksi Pulau H
harus dijelaskan secararinci. RKL adalah pedoman pemrakarsa melakukan
tindakan operasional, jadi harus rinci dan jelas apa yang dikelola.
RKL Disesuaikan dengan RPL. Telah disesuaikan RKL Bab II dan RPL Bab
III.
-8-