You are on page 1of 9

1.

Pendahuluan

Recurrent aphthous stomatitis (RAS) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling
sering terjadi. RAS merupakan keadaan patologik yang ditandai dengan ulser yang
berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval, dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus
dengan dasar kuning keabu-abuan. Frekuensi RAS terjadi hingga 25% pada populasi
umum dan 50 % berulang dalam 3 bulan. RAS merupakan kondisi idiopatik pada
sebagian besar penderita. Kemungkinan disebabkan faktor trauma dan stres. Faktor
lain yang berhubungan yaitu penyakit sistemik, defisiensi nutrisi, alergi makanan,
predisposisi genetik, gangguan immunologi, terapi pengobatan dan infeksi HIV.
Walaupun RAS dapat disebabkan akibat penyakit sistemik seperti penyakit Celiac
atau muncul bersamaan dengan syndrom Behcets, sebagian besar kasus tidak ada
bagian tubuh lain yang terkena dan pasien tetap fit dan sehat. Semenjak etiologi tidak
diketahui, diagnosa didapat dari sejarah keluarga dan pemeriksaan klinis, serta tidak
ada prosedur laboratorium untuk menunjang diagnosa. Multivitamin herbal, pasta
adesif, antiseptik lokal, antibiotik lokal, obat anti-inflamasi non-steroid topikal,
kortikosteroid topikal serta ditambah imunomodulator, imunosuppresan dan
kortikosteroid topikal dan sistemik merupakan perawatan yang diberikan pada
penderita RAS. Sebagian besar tujuan pengobatan jangka pendek adalah untuk
mengurangi rasa sakit, durasi ulser dan mengembalikan fungsi normal mulut.

2.Definisi
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa adanya penyakit
penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang menyakitkan
terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara.

3.Anatomi

3.1 Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral
(dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari
mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva.
Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut
(Yousem et al., 1998).

Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi,
palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral
masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi
oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa,
yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot
yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran
mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir (Tortora et al.,
2009).
Gambar 3.1 Anatomi Rongga Mulut (Tortorra et al,2009)

3.2 Bibir dan Palatum

Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian
yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit
pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal (Seeley et al.,
2008 ; Jahan-Parwar et al., 2011).

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir
bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian
superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi
vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi
vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula
pada bagian inferior (Jahan-Parwar et al., 2011).

Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan
subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian
superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang
tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel- epitel pada bagian ini
melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada
bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak
kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit
pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion (Tortorra
et al., 2009; Jahan-Parwar et al., 2011).

Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan dengan gusi
pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di bagian tengah
dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan proses
mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot- otot orbukularis oris di
bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian
atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu
proses berbicara.

Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga
mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga

mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah
dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua
bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).

Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum
merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut
dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin
yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut
dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan
yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari
jaringan otot yang sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran
mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; Jahan- Parwar et al., 2011).
Gambar 3.2 Anatomi palatum (Agave Clinic, 2007 )

3. 3 Lidah

Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan. Secara
embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah tersusun dari
otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otot- otot yang
berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari

rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum
median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada
bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula (Tortorra et al.,
2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adil et al., 2011).

Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik
yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot genioglossus dan
otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah (menempel pada tulang
yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di
lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang
satu ke sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam.
Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan
makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk
bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan. Selain itu, otot-otot tersebut juga
membentuk dasar dari mulut dan mempertahankan agar posisi lidah tetap pada
tempatnya.

Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah.
Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot
tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot
transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah
terbatas ke arah posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah
berhubungan langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang
berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut (Tortorra et
al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010).

Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan lateral lidah, lidah
ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang ditutupi oleh
epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa, reseptor dalam
proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila yang tidak memiliki
kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya
gesekan antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk
menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.

Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali
sampai saat ini, yaitu :

1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak di

lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut


menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini tidak
mengandung kuncup perasa.

2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih sedikit


dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi dan
berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat. Papila ini
memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan luarnya. Papila ini
tersebar di antara papila filiformis.

3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi
mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung
kuncup perasa.

4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah


paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan
mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah manusia.
Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua
belas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk
menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis.

Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus terminalis.
Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi lidah
menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior
lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior lidah).
Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun
tetap berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang
terletak di dalam mukosa lidah posterior tersebut (Saladin, 2008; Marieb and
Hoehn, 2010).

Gambar 3.3 Penampang lidah ( Netter, 2011 )

3.4 Gigi

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada periode
kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak- anak
disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah
perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut sebagai
gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat buah gigi
seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah geraham (molar) pada
setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi
seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam buah gigi geraham
pada setiap rahang (Seeley et al., 2008).

Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya mencapai
satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara bertahap
tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen.

Gambar 3.4. Gigi Susu dan Gigi Permanen ( Tortorra et el, 2009)

Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian mahkota
dari gigi. Menurut Kerr et al. (2011), mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan
pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap kearah pipi
atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap kearah gigi), distal
(menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah (oklusal untuk gigi molar dan
premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus).

Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan bagian akar
gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki satu buah akar,
walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya memiliki dua buah akar.
Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah akar, sedangkan molar yang
berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar.

Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dari akar
dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan
ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut dentin. Dentin
mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai

tulang. Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuah
kavitas pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan ikat,
pembuluh darah, dan jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa. Kavitas pulpa
akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada bagian akhir
proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang memberikan jalan bagi
pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke dalam kavitas pulpa (Seeley et
al., 2008, Tortorra et al., 2009).

4.Etiologi

Hingga kini, penyebab dari Stomatitis/sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada
faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa
diantaranya adalah:

a.Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang
posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak
selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
b.Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
c.Stress
d.Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di
mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi
e.Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki
respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
f.Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang
mengiritasi jaringan lunak
g.Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap
rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR adalah keturunan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita
SAR lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
Daftar Pustaka
1. Ilia Volkov, Inna Rudoy, Roni Peleg, and Yan Press. Successful treatment of
recurrent aphthous stomatitis of any origin with vitamin B12 (irrespective of its blood
level): [internet]. Available from: http://www.ispub.com
2. Recurrent Aphthous Stomatitis: [internet]. Available from:
http://www.healthmantra.com
Susanto, Agus. 2007. Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: PT
Sunda Kelapa Pustaka

You might also like