You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan bipolar atau mannic-depressive illness (MDI) merupakan salah satu


gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai dengan
suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi suatu periode
yang meningkat secara cepat dan atau dapat menimbulkan amarah yang dikenal sebagai
mania. Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan
libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan
gangguan fikiran berat yang mungkin atau tidak termasuk psikosis. Diantara kedua
periode tersebut, penderita gangguan bipolar memasuki periode yang baik dan dapat
hidup secara produktif.
Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang.
Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan
meliputi bipolar I (BP I), bipolar II (BP II), siklotimia (periode manik dan depresi yang
bergantian/naik-turun) dan depresi yang hebat. Gangguan bipolar dikenal juga dengan
gangguan manik depresi yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan
yang tidak biasa pada suasana perasaan dan proses berpikir. Penyakit ini disebut bipolar
karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni
kondisi manik dan depresi.
Pada gangguan mood bipolar I, penderita tidak hanya mengalami depresi, tetapi
pada suatu saat akan mengalami episode manik, sedangkan pada bipolar II, tidak ada
episode manik, hanya hipomanik (tidak separah manik) dan yang selalu ada adalah
episode depresi. Penyakit manik depresi biasanya diawali oleh depresi yang meliputi
setidaknya satu episode manik dalam perjalanan penyakitnya. Episode depresi
berlangsung selama 3-6 bulan.
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 1,5 %. Morbiditas dan mortalitas dari gangguan bipolar sangat
signifikan. Perkiraan lainnya sekitar 25-50% individu dengan gangguan bipolar
melakukan percobaan bunuh diri dan 11% benar-benar tewas karena bunuh diri.
Sementara itu, di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui
dengan pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan
mengalami episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya. Onset usia
yang muda, ditemukannya gejala psikotik (menyerupai skizoprenia), dan ditemukannya
episode depresi berulang merupakan faktor resiko gangguan bipolar. Dijumpai perilaku

1
bunuh diri pada 10-20% pasien. Gangguan ini umumnya muncul pada awal usia 20
tahunan walaupun variasinya luas.

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN

2
a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 51 tahun
d. Status perkawinan : menikah
e. Agama : Islam
f. Tingkat pendidikan : Tamat SMA
g. Suku bangsa : Palembang
h. Alamat : Lorong Mariana, Plaju.
i. Pekerjaan : Montir Bengkel

II. ANAMNESIS
Riwayat psikiatri diperoleh dari AUTOANAMNESA dengan pasien sendiri. Wawancara dan
observasi dilakukan pada Rabu, 14 Desember 2016 pukul 08.00 s.d. 09.00 WIB di Bangsal
Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Palembang
a. Sebab Utama : Mengamuk
b. Keluhan Utama :-
c. Riwayat Perjalanan Penyakit :
30 tahun yang lalu os datang ke rumah sakit jiwa dibawa keluarga karena sering
mengoceh sendiri dan pernah keluyuran tanpa berpakaian.
26 tahun yang lalu os pernah memecahkan barang dirumah dan meninju batang
pohon seolah-olah sedang bertarung. Os sering mengoceh-ngoceh mengenai tinju
dan berkata bahwa os akan mengalahkan ellyas pical. Os juga sering keluyuran
tanpa tujuan. Os masih bisa mengurus diri sendiri walaupun mandi harus disuruh
terlebih dahulu. Kemudian keluarga os membawa ke dokter spesialis jiwa dan os
diberikan obat minum. Os rajin kontrol.
9 tahun yang lalu os sering mengamuk marah-marah terhadap keluarganya, os
marah karena tidak diberi uang untuk membayar utang rokok. Os sering mengoceh
sendiri dan membicarakan kejelekan anggota keluarganya sendiri. Os semakin
sering mengamuk dan marah-marah semenjak gajinya tidak dibayar, makin sering
berteriak dan sering keluyuran tidak jelas. Kemudian keluarga os membawa os ke
IGD RSJ Ernaldi Bahar, dan os dirawat selama 7 hari. Os diberikan obat cpz 1 x
100mg dan HDL 3x5 mg.
7 bulan yang lalu, os tidak mau minum obat. Os terlihat murung, tidak mau
makan, tidak mau keluar rumah, os juga tidak mau berbicara dan hanya mengurung
diri dikamar. Os merasa bersalah karena sering mengamuk dan marah-marah.
15 hari yang lalu os mulai sudah tidur, gelisah, obat rutin diminum. Os meminjam
uang dengan atasan lalu uang tersebut kemudian dibagi-bagi dengan orang lain.
5 hari yang lalu os sering keluyuran jam 2 malam. Bermotor secara ugal-ugalan
dan os sering memukuli dada sendiri
12 jam yang lalu os mengejar temannya saat sedang bekerja dengan palu godam.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)

3
- Trauma kepala (-)
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Asma (-)

e. Riwayat Premorbid
- Lahir : Lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis
- Bayi : Tumbuh kembang baik
- Anak-anak : Interaksi sosial baik
- Remaja-Sekarang : Interaksi sosial baik

f. Riwayat pengobatan
Os pernah dirawat di RSJ Ernaldi Bahar dan mengonsumsi obat CPZ dan HDL.

g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang


Riwayat mengonsumsi alkohol dan NAPZA disangkal.

h. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir Os adalah tamat SMA.

i. Riwayat pekerjaan
Os merupakan pegawai bengkel di Karya Makmur

j. Riwayat perkawinan
Os sudah menikah, 1 kali.

j. Keadaan sosial ekonomi


Os berkerja sebagai buruh, keadaan ekonomi menengah ke bawah.

l. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa : tidak ada
Pedigre : Pasien merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara.

Pasien

Autoanamnesis dan Observasi


PEMERIKSA PASIEN INTERPRETASI
Permisiba pak, perkenalkan Ooh boleh-boleh kok. -compos mentis
saya dokter muda disini. Silahkan dok (kontak mata -kooperatif, perhatian ada
Izin saya ada) -verbalisasi kurang jelas
Tanya-tanya ke bapak ya, -bicara lancar
boleh tidak? -kontak mata, fisik, verbal ada

4
Siapa nama bapak ? Namo aku sutaryo dok Daya ingat baik
(sambal menjulurkan tangan
untuk bersalaman)

Umur pak sutaryo sekarang Umur akuni sekarang 51. Daya ingat baik
berapa? Tahun, lahir tanggal 18
oktober 1965. Aku lahir
ditolong dukun beranak dok.

Kalua boleh tahu, alamat Rumah aku ni di mariana, Daya ingat baik
pak sutaryo dimana ya ? deket plaju. Aku begawe jugo
di deket situ. Gawe aku di
bengkel.

Sekarang bapak tahu kita Yo, aku ni ado di Rumah sakit Orientasi tempat baik
ada dimana ? Ernaldi bahar. Dulu aku jugo
pernah disini, pas di tempat
yang lamo jugo.

Apa yang bapak rasakan Dak ado. Aku nih sehat dok. Discriminative Insight buruk
sekarang? Dan apa bapak Obat aku makan terus, setiap
merasa sakit ? hari dak pernah tinggal.
Bensin jugo aku minum.

Nah, bukannya minum Oo idak dok, sehat itu. Discriminative judgment


bensin tu tidak sehat pak ? buruk

Menurut bapak, kenapa Aku diangkat jadi direktur Waham kebesaran (+)
bapak dirawat di RS ini? disini dok, kareno itulah aku
disini. Biar pacak ningkatke
semangat kerjo pulok.

Apa saja keseharian bapak Solat aku dak pernah tinggal Asosiasi longgar dan flight of
di RS ini ? dok, setiap hari aku solat. 5 ideas
waktu. Yang pertamo tu tuhan,
keduo tuhan, ketigo tuhan,
keempat baru Allah.

Bapak juga suka mondar- O iyodok, akuni mondar Halusinasi Auditorik


mandir katanya, apa itu mandir meloki suaro kawan
benar? ini na yang nyuruh.

5
Sekarang apa yang bapak Aku direktur, duit lagi kubagi- Mood hipertimik
rasakan lagi senang atau bagike itu. Aku nih lagi
sedih? seneng nian sekarang ngapoi
nak sedeh-sedeh itu dok

III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1). Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 128/78 mmHg
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 18x/menit
Suhu : 36,4 0C

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial : tidak ada
4) Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, visus normal
Pupil : bentuk bulat, sentral, isokor,
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

5). Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
6).Sensibilitas : normal
7). Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8). Kelainan khusus : tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos mentis terganggu
b. Penampilan : Cukup rapi
c. Perhatian : Adekuat (dapat memusatkan dan mempertahankan)
d. Sikap : Kooperatif
e. Inisiatif : Ada

6
f. Tingkah laku motorik : Normoaktif
g. Ekspresi fasial : Wajar
h. Verbalisasi : kurang jelas
i. Cara bicara : lancar dan cepat
j. Kontak fisik : ada
Kontak mata : ada
Kontak verbal : ada, kurang

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : sesuai
Mood : hipertimik

b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirabarasa
Arus emosi : cepat

c. Arus pikiran : flight of ideas (+), Asosiasi Longgar

d. Isi pikiran
Waham : Grendiosa (+)
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan/dendam : tidak ada
Perasaan berdosa/salah : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada

e. Bentuk pikiran : realistik

f. Pemilikan pikiran

7
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada

g. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : auditorik (+), visual (-)

h. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat : baik
Daya konsentrasi : baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik/baik/baik
Luas pengetahuan umum : sesuai
Discriminative judgement : buruk
Discriminative insight (daya tilik) : buruk
Dugaan taraf intelegensi : Cukup
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada

i. Dekorum
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik
Sopan santun : baik

j. Reality testing ability :terganggu

D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan laboratorium : 30 November 2016
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 14,3 g/dL 12-16 g/dL
Eritrosit 4,1 x 106/mm3 4,5-5,5. 106/mm3
Leukosit 9.110/ mm3 5000-10.000/mm3
LED 30 mm/jam 0-20 mm/jam
Diff count 0/0/0/55/19/26 0-1/1-6/50-70/20-
40/2-8
Hematokrit 40% 38-47%
Trombosit 358.000/ L 150.000-400.000/L
GDS 103 mg/dL <200mg/dL
Ureum 13 <50 mg/dL
Kreatinin 1,1 <1,3 mg/dL
SGOT 37 7-24 U/L
SGPT 28 7-32 U/L

8
IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F.31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala
psikotik.
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : tidak ada diagnosis
Aksis IV : masalah pada primary support group
Aksis V : GAF Scale 60-51

V. DIAGNOSIS BANDING
- Ganggaun Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
- Skizoafektif tipe manik
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Olanzapine 1 x 20mg
- Depakote ER 2 x 500mg

b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang
dihadapi.
Keluarga dan lingkungan
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan keluarga
dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.
Sosial-Budaya
Terapi kerja berupa memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi
atau pekerjaan yang disukai pasien dan bermanfaat. Terapi rekreasi dapat berupa
berlibur atau bepergian ke suatu daerah yang disenangi pasien.
Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu, menegakkan
amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT.

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam, : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Gangguan Afektif (Mood)


Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya, atau ke arah elasi (suasana perasaan meningkat).Perubahan ini biasanya
disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu,atau mudah dipahami dengan hubungan itu.
Gangguan suasana perasaan adalah suatu kelompok penyakit dimana mengarah
kepada depresi. Pasien dengan suasana perasaan yang tinggi akan menunjukan sikap yang
meluap-luap, dan penurunan kebutuhan tidur. Pasien yang depresi akan merasakan hilangnya
energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran
tentang kematian dan bunuh diri.
Secara sederhana, depresi adalah suatu pengalamaan yang menyakitkan dan perasaan
tidak ada harapan lagi. Pada saat ini, depresi menjadi gangguan kejiwaan yang sangat
mempengaruhi kehidupan, baik hubungan dengan orang lain maupun dalam hal pekerjaan.
WHO memprediksikan pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu penyakit mental
yang banyak dialami masyarakat dunia. Gangguan manic depresi atau yang lebih dikenal
dengan gangguan bipolar adalah gangguan-gangguan mood yang mempengaruhi sekitar
5.700.000 orang Amerika. Gangguan ini memiliki episode depresi dan manic yang
bergantian. Gejala gangguan bipolar sangat bervariasi dan sering mempengaruhi keseharian
individu dan hubungan interpersonal.
Gangguan afektif dibedakan menurut :
Episode tunggal atau multipel
Tingkat keparahan gejala
o Mania dengan gejala psikotik mania tanpa psikotik hipomania
o Depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala
psikotik
Dengan atau tanpa gejala somatik

10
ETIOLOGI
Faktor Genetis
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar melibatkan
keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga
dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan
mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada gangguan unipolar,
meskipun faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan
bipolar. Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat
mengalami gangguan. Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi,
munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme
meningkatkan resiko pada keluarga (Goldstein, et al., 1994; Lyons et al., 1998, dalam
Davison, Neale, & Kring, 2004).
Studi mengenai keluarga dan kembar menunjukkan bahwa faktor genetic memainkan
peran penting dalam perkembangan gangguan mood. Kebanyakan peneliti menyatakan
gangguan mood sebagai polygenic, bahwa mereka dipengaruhi oleh beberapa perbedaan gen
dan setiap gen tersebut hanya dapat merubah resiko gangguan oleh jumlah yang sedikit.
Terdapat dua alleles (panjang dan pendek) untuk bagian tertentu dari gen 5-HTT:
alleles pendek(s) diasosisasikan dengan mengurangi efisiensi transmisi saraf di jalur
serotonin. Orang dengan homozigot alleles s dari gen 5-HTT berada pada risiko tinggi
untuk menjadi depresi secara klinis jika mereka mengalami peristiwa kehidupan yang penuh
stres. Efek dari faktor lingkungan dan genetic tidak independen. Faktor genetik rupanya
mengontrol sensitivitas seseorang terhadap peristiwa lingkungan.

Neurokimia
Komunikasi dan koordiansi dalam informasi antara area di otak bergantung pada
neurotransmitter. Dua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood adalah
norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan bipolar dimana
tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan tingkat yang tinggi
menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang rendah juga menyebabkan
depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu tricyclics dan monoamine oxidase
(MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine (tofranil) adalah obat antidepresan yang
berfungsi untuk mencegah pengambilan kembali norephinephrine dan serotonin oleh
presynaptic neuron setelah sebelumnya dilepaskan, meninggalkan lebih banyak
neurotransmitter pada synapse sehingga transmisi pada impuls syaraf berikutnya menjadi
lebih mudah. Monoamine oxidase (MAO) inhibitors merupakan obat antidepresan yang dapat

11
meningkatkan serotonin dan norephineprhine. Terdapat pula obat yang dapat secara efektif
mengatasi gangguan unipolar, yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac.
Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai obat
antidepresan tersebut sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin tidak
menimbulkan komplikasi lainnya.

Sistem Neuroendokrin
System endokrin memainkan peran penting dan regulasi respon seseorang terhadap
stress. Kelenjar endokrin, seperti pituitary, tiroid, dan kelenjar adrenal, berlokasi pada seluruh
bagian tubuh. Dalam merespon sinyal dari otak, kelenjar ini mengeluarkan hormone ke
dalam darah. Salah satu jalur penting dalam sistem endokrin yang mungkin terkait erat
dengan etiologi gangguan mood disebut dengan hypothalamic-pituitary-adrenal(HPA) axis.
Ketika seseorang mendeteksi ancaman di lingkungan, sinyal hipotalamus kelenjar pituitari
untuk mengeluarkan hormon yang disebut ACTH, yang pada gilirannya memodulasi sekresi
hormon, seperti kortisol, dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah. Peningkatan kadar
kortisol membantu orang untuk mempersiapkan diri untuk menanggapi ancaman dengan
meningkatkan kewaspadaan dan memberikan lebih banyak bahan bakar untuk otot sementara
juga terjadi penurunan minat dalam kegiatan lain yang mungkin mengganggu perlindungan
diri(seperti tidur dan makan).
Asosiasi antara HPA axis dan depresi diindikasikan oleh bukti tentang dexamethasone
suppression test(DST), yang telah digunakan secara ekstensif untuk mempelajari disfungsi
endokrin pada pasien dengan gangguan mood.

Faktor Psikososial
Onset dan maintenance dari clinical depression jelas terkait dengan sebuah gangguan
atau kegagalan dari mekanisme normal yang meregulasi emosi negative yang mengikuti
kerugian besar. Pada masa awal abad ke 20, teori psychodynamic menitikberatkan peran
sentral dari interpersonal relationship dan loss of significant others dalam pengaturan tingkat
depresi yang juga membawa suatu depressive episode.
Pengalaman akan stressful life events ini adalah terkait dengan sebuah kemunkinan
yang meningkat akan seseorang untuk menjadi depresi. Stressful life events berguna untuk
memprediksi subsequent onset dari unipolar depression. Severe eventskhususnya yang
mengancam dan memiliki konsekuensi jangka panjang untuk penyesuaian seorang
wanitameningkatkan kemungkinan seorang wanita akan menjadi depresi. Beberapa orang

12
yang depresi membuat situasi sulit yang meningkatkan level stress dalam hidup mereka.
Fenomena ini dikenal dengan stress generation.

GAMBARAN KLINIK
DEPRESI
Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga gejala khas yang
disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan sedih yang berkepanjangan.
Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa bersalah atau berdosa. Gambaran ini disebut
dengan istilah gejala psikologis sebagai bentuk depresi eksternalisasi. Selain gejala utama
tadi, depresi juga dapat menampilkan gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan
kognitif. Gejala somatik dapat berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri
dada, kepala seperti terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan
ketegangan otot), dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola tidur, pola
makan dan aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam dorongan atau hasrat
seksual). Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan konsentrasi dan mudah lupa.
Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada gambaran
somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan dahulu penyebab organik
atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit pada organ dalam atau saraf. Apabila
telah dinyatakan tidak terdapat gangguan fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana
perasaan (mood). Kondisi yang demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked
depression) karena tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi.
Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam tubuh
sehingga mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh individu dan
kemudian menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali kambuh oleh cetusan
depresi internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam lambung), dermatitis pada kulit,
penyakit asma (gangguan pernafasan), vertigo (nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan
darah tinggi), stroke (penyakit serebro vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom
metabolik (ketidakseimbangan gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan
psikosomatik.
Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang dapat
berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide). Perilaku bunuh diri tersebut
dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran yang berupa suara bisikan yang sifatnya
mengomentari atau menyuruh. Apabila terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar
depresi semata melainkan terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik
(mendengar bisikan atau bicara sendiri).

13
DIAGNOSIS DEPRESIF
Mengalami suasana perasaaan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Terdapat tiga variasi episode : ringan, sedang, dan
berat. Penegakan diagnosis dibutuhkan waktu paling sedikit 2 minggu. Kelompok diagnosis
ini hanya untuk episode afektif yang pertama saja.
Gejala-gejala utama depresif:
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Rasa bersalah dan tak berguna
d. Masa depan suram dan pesimis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang

Penggolongan Diagnosis
F32.0 Episode Depresif Ringan
1. Sekurang-kurangnya dua gejala utama depresif yang khas
2. Sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya a sampai dengan g
3. Telah berlangsung paling sedikit dua minggu
4. Tidak boleh ada gejala yang berat
5. Masih dapat meneruskan pekerjaan dan kegiatan sosial.
Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang :
1. Paling sedikit dua dari tiga gejala utama
2. Paling sedikit tiga (sebaiknya empat) dari gejala lainnya
3. Paling sedikit dua minggu
4. Mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social
Karakter kelima : F32.10 = Tanpa gejala somatik

14
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik:
1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
haru berintensitas berat.
3. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluru
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan
4. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
5. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
1. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas;
2. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau dagin
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor
3. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afek (mood-congruent)
F32.8 Episode Depresif lainnya
F32.9 Episode Depresif ytt

GANGGUAN DEPRESIF BERULANG


Merupakan episode berulang dari depresi, dan episode sebelum belum pernah
mengalami episode manik (tapi hipomanik yang singkat boleh). Rata-rata lamanya penyakit 6
bulan, wanita dua kali lebih sering dari pria. Berulang ringan, sedang ( + gejala somatik ),
berat ( + gejala psikotik)

15
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
1. Memenuhi kriteria episode depresif berulang dan saat ini memenuhi kriteria
episode depresif ringan.
2. Sekurang-kurangnya dua episode masing-masing minimal 2 minggu, dengan
selang waktu beberapa bulan.
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
1. Memenuhi kriteria episode depresif berulang dan saat ini memenuhi kriteria
episode depresif sedang.
2. Sekurang-kurangnya dua episode masing-masing minimal 2 minggu, dengan
selang waktu beberapa bulan.
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
1. Kriteria depresif berulang terpenuhi dan saat ini memenuhi kriteria episode
depresif berat tanpa gejala psiktik.
2. Sekurang-kurangnya dua episode masing-masing minimal 2 minggu, dengan
selang waktu beberapa bulan.
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik.
1. Kriteria depresif berulang terpenuhi dan saat ini memenuhi kriteria depresif berat
dengan gejala psikotik.
2. Sekurang-kurangnya dua episode masing-masing minimal 2 minggu, dengan
selang waktu beberapa bulan.
Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
1. Kriteria depresif berulang terpenuhi dan saat ini tidak memenuhi kriteria depresif
apapun.
2. Sekurang-kurangnya dua episode masing-masing minimal 2 minggu, dengan
selang waktu beberapa bulan.

PERJALANAN PENYAKIT PADA GANGGUAN DEPRESI


Dari banyak penelitian didapatkan hasil bahwa gangguan mood cenderung memiliki
perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Stressor
psikososial sebagai penyebab awal dari timbulnya gangguan mood. Kira-kira 50% dari pasien
di dalam episode pertama gangguan depresi berat mengalami gejala depresi yang bermakna
sebelum episode pertama yang diidentifikasi.

16
Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sebagian besar
episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan obat anti depresan
sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.
Kira-kira 5-10% pasien dengan diagnosis awal gangguan depresif berat menderita
suatu episode manic 6-10 tahun setelah episode depresif awal. Sedangkan pada gangguan
Bipolar 1, paling sering dimulai oleh episode depresi dan merupkan gangguan yang rekuren.
Sebagian besar pasien dengan gangguan bipolar 1 mengalami episode depresi dan manic,
meskipun ada yang hanya manic saja. Episode manic biasanya memiliki onset yang cepat
( dalam beberapa jam atau hari), tetapi dapat berkembang lebih dari 1 minggu.
Pada episode manic yang tidak diobati dapat berlangsung hinggal 3 bulan atau
lebih,oleh sebab itu, dokter tidak boleh menghentikan obat sebelum waktu tersebut.

MANIA
Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang disertai dengan
gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang
jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang
cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia , dan
peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk,
sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.
Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang
bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa penderita yakin
dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan
aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka
mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang. Euphoria,
atau suasana hati gembira, berlawanan keadaan emosional dari suasana hati yang depresi. Hal
ini ditandai dengan perasaan berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional.

Penyebab Mania
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania :
1. Efek samping obat-obatan: Amfetamin, Obat anti depresi, Bromokriptin, Kokain,
Kortikoseroid, Levodopa, dan Metilfenidat
2. Infeksi , contohnya AIDS, Ensefalitis, Influenza, dan Sifilis
3. Kelainan hormonal seperti hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat (SLE)

17
5. Kelainan neurologis: Tumor otak, Cedera kepala, Korea huntington, Sklerosis
multiple, Stroke, Korea sydenham, dan Epilepsi lobus temporalis

DIAGNOSIS
EPISODE MANIK
Saat ini dalam keadaan manik yaitu suasana perasaan yang senang berlebihan.Tetapi
individu belum pernah mengalami afektif sebelum atau sesudahnya. Terdapat 3 gradasi pada
episode manik :
1. Hipomania
Suasana perasaan berada antara siklotimia dan mania.Pedoman diagnosis :
a. Suasana perasaan yang meningkat
Ringan dan menetap sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut , disertai
perasaan sejahtera yang mencolok.
b. Peningkatan aktivitas, berupa :
Bercakap-cakap, bergaul dan akrab berlebih
Peningkatan energi seksual
Pengurangan kebutuhan tidur
c. Tidak terdapat kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat
2. Mania Tanpa Gejala Psikotik
Suasana meninggi tidak sepadan dengan individu, sampai mengganggu fungsi
pekerjaan dan hubungan sosial.Serangan pertama paling sering antara 15 30 tahun.
Pedoman diagnosis :
a. Suasana perasaan yang meningkat tidak sepadan dengan keadaan individu
sampai hampir tak kendali
b. Aktivitas meningkat, berupa :
Pembicaraan cepat dan banyak
Berkurangnya kebutuhan tidur
Tidak dapat memusatkan perhatian
Harga diri melambung
Pemikiran serba hebat
Terlalu optimistik
c. Berlangsung satu minggu atau lebih
d. Hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosialnya terganggu

3. Mania dengan Gejala Psikotik

18
Gambaran klinis lebih berat dari Mania tanpa gejala psikotik, dan disertai waham atau
halusinasi.Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan
serta pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi yang dapat mengancam
dirinya.

GANGGUAN SUASANA PERASAAN MENETAP


Merupakan gangguan suasana perasaan yang menetap, berfluktuatif tapi tidak dapat
digolongkan sebagai episodik. Lebih ringan dari hipomania atau depresi ringan. Berlangsung
bertahun-tahun lamanya. Beronset dini atau lambat.

Terdapat dua bentuk:

1. Siklotimia
- Ciri esensial : ketidakstabilan suasana perasaan menetap, meliputi banyak periode
depresi ringan dan elasi ringan, tidak ada yang cukup parah/lama untuk memenuhi
kriteria gangguan afektif bipolar atau depresi berulang.
- Setiap gangguan suasana perasaan tersebut tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun dari episode manik atau episode depresif.
- Siklotimia memiliki prevalensi di masyarakat sebanyak 1% dengan perbandingan
antara wanita : pria sebesar 3:2, 50% sampai 75% onset pada usia 15-25 tahun.
- Faktor genetik mungkin berperan, 30% pasien punya keluarga yang menderita
bipolar I.
2. Distimia
- Distimia atau gangguan distimik (dysthymic disorder) adalah suatu kondisi kronis
yang ditandai dengan gejala depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, lebih
banyak hari daripada tidak, setidaknya selama 2 tahun. Pada anak-anak, suasana
hati mungkin mudah tersinggung daripada depresi, dengan durasi minimum yang
diperlukan hanya 1 tahun. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak atau
remaja), interval bebas gejala tidak bertahan lebih lama dari 2 bulan. Gejala
depresi dari gangguan ini bukan karena kondisi medis, obat, obat ilegal, atau
gangguan psikotik. Dalam 2 tahun pertama dari gangguan ini, jika gejala depresi
semakin intensif sehingga memenuhi kriteria untuk episode depresi mayor, maka
diagnosis berubah menjadi depresi mayor. Disebut juga depresi neurotik.
- Ciri esensial : depresi yang berlangsung sangat lama atau jarang sekali atau cukup
parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang.
- Biasanya mulai pada usia diri dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-
kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu yang tak terbatas.
(Jika onsetnya pada usia lanjut, gangguan ini sering kali merupakan kelanjutan

19
suatu depresi tersendiri dan berhubungan dengan masa berkabung atau stres
lainnya).

2. Gangguan Afektif Bipolar (GAB)


a. Definisi

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala
penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat
bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim
dapat menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.

b. Epidemiologi

Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan
prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan
bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata
usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.

c. Etiopatofisiologi
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Serangan virus pada
otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran.
Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu
timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial.
Secarabiologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yangmenyakitkan, stres
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktorlainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,berdasar etiologi
biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengangangguan alam
perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita

20
gangguan bipolar berisiko menderitagangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak
kembar sangat tinggiterutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot
lebih rendah,yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengankromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana darikromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telahdiselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22.Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase
A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT)7
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit iniyaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin
yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis danperlindungan neuron otak.
BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yangmengatur BDNF terletak pada kromosom
11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencaritahu hubungan antara BDNF dengan gangguan
bipolar dan hasilnya positif.Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab
penyakit ini. Terdapatperbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita
bipolar. Melaluipencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission
tomography(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang
padakorteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch GenPsychiatry
2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.Korteks prefrontal,
amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yangterlibat dalam respon emosi
(mood dan afek)7
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelinyang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antarsaraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antarsaraf tidak berjalan
lancar.

d. Neurotransmiter Pada Gangguan Bipolar

21
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk
komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal
sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-
pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron
mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di
dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah dopamin,
norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin.Selain itu, penelitian-penelitian juga
menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya
mania, yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan
oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak
seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada
pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin
normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas
dan progresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO
inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik
yang mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania,
seperti juga pada skizofrenia.
Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan
berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi. Akibatnya timbul
teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin,
terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan
ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja
meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke tempat-
tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14
reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkadian
(siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama

22
dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan bertujuan.
Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada
pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan
terhadap kekambuhan depresi.Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin
menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak
mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh
diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang
remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi,
dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan
dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif
yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.Hasil metabolisme serotonin adalah 5-
HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada
penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha
bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA
aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai
dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon
serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan serotonin
pada depresi.

Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal ganglia,
hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan
(proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam
sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus dan juga
berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus ceruleus juga tempat
neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin
ke dalam sirkulasi darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC,
fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor ditangkap oleh

23
korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen
simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar
atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat
pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap
dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan
anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
e. Gejala Klinis

Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan
episode mania.

Episode manic:

Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi,
ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat
atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:

Grandiositas atau percaya diri berlebihan


Berkurangnya kebutuhan tidur
Cepat dan banyaknya pembicaraan
Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang
matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi
untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.
Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki

24
tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran
psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.
Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda yaitu :
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau
tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan atau terganggunya fungsi personal, sosil, dan
pekerjaan.

Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara
bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan
panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat
berat,grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-
kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain,dapat
disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,
ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood
irritable) yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh), tidak membutuhkan
hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi
dapat dikenali oleh keluarga.

25
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode
depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis
sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan
bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episodeyang lama, disosiasi
temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya
ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu
memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.

f. Diagnosis dan Klasifikasi


Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai
dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai
dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda
yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.

Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik


F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

Diagnosis Sesuai Kasus Menurut PPDGJ III


F31 Gangguan Afek bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi
dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna

26
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara
2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-
rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress
atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik , depresif,
atau campuran)di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
(F30.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif,
atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik
(F30.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif
atau campuran) di masa lampau
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0)
atau pun sedang (F32.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik (F32.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3);dan

27
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
dimasa lampau
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif
yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif
yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
di masa lampau
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir
ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode
afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau campuran)
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

g. Differential Diagnosis
Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat
menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh
mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada
skizofrenia. Kombnasi dari mood manik, cara bicara yang cepat dan
hiperaktivitas yang berlebihan daapt ditemukan dalam episode manik. Onset pada
episode manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada
perubahan perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat
keluarga dengan gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase
depresif gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter
harusteliti dengan riwayat sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta
riwayat keluargadengan gangguan mood.
Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat,
perludibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang
merupakan bagiandari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir
sama dimana seseorangmengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa dan
tidak bersemangat ditambahgelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun dan

28
lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk menggali
apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan apakah
pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuaidengan episode manik, sehingga
dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiridangan depresi yang menjadi
bagian dari gangguan afek bipolar.
Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain itu,
penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan depresif.
Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi.Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan
gejala-gejala yangmirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien akan
merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan
dengan episode manik padagangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien
dapat mengalami penurunanaktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak
bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badancepat
adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya
dapatmembedakan kedua gangguan ini.
Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satuepisode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.

h. Tata Laksana Komprehensif


Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan apabila diketahui bahwa dalam keluarga terdapat
yang mengalami gangguan ini, maka diharapkan pasien dan atau keluarganya
melakukan antisipasi. Pencegahan sekunder yaitu bila telah mengalami gangguan ini,
diharapkan tetap berkonsultasi dengan dokter yang merawat, mengikuti anjuran unruk
mengkonsumsi obat sesuai anjuran.

29
Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan
edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya
meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga
kualitas hidupnya.
a. Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
b. Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama
tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya
perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
c. Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya.
d. Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan
perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi
perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.
Penatalaksanaan Kedaruratan Agitasi Akut Pada Gangguan Bipolar
Lini 1
Terapi:
- Injeksi IM aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan
episode mania atau campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis
maksimum adalah 29,25 mg/hari (tiga kali injeksi perhari dengan interval dua
jam). Berespon dalam 45-60 menit.
- Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania
atau campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30 mg/hari.
Berespon dalam 15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam.
Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama.
Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika.

Lini 2
Terapi:
- Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30
menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.

30
- Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan
dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.

Penatalaksanaan Terapi Farmakologi Pada Mania Akut


Lini 1
Terapi:
- Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol.
Lini 2
Terapi:
- Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat, paripalidon
Lini 3
Terapi:
- Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium
+karbamazepin, klozapin

31
Gambar1. Algoritma Terapi Mania Akut pada Gangguan Bipolar

Penatalaksanaan Episode Depresi Akut pada Gangguan Bipolar 1


Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,
Olanzapin + SSRI, litium + divalproat.
Lini 2
Terapi:
- Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini 3
Terapi:

32
- Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA,
litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + Lamotrigin, penambahan
topiramat.
Obat-obat yang tida direkomendasikan
- Gabapentin monoterapi, aripiprazol mono terapi

Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar 1


Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau
divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan
RIJP, aripiprazol
Lini 2
Terapi:
- Karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepine, litium + divalproat
+ olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini 3
Terapi:
- Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
-
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan:
- Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi

Penatalaksanaan Depresi akut pada Gangguan Bipolar II


Lini 1
Terapi:
- Quetiapin
Lini 2
Terapi:
- Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan.
Lini 3
Terapi:
- Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami
hipomania)

Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar II


Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin
Lini 2
Terapi:

33
- Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan,
kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.
Lini 3
Terapi:
- Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Obat-obatan yamg tidak dianjurkan:
- Gabapentin.

34
Gambar 2.Algoritma terapi Episode Depresi pada Gangguan Bipolar.

Psikoterapi
Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi yang
efektif untuk gangguan bipolar.Terapi ini memberikan dukungan, edukasi, dan
petunjuk untuk seorang dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar
untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga
memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar
meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas
harian mereka.
4. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai
penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini
membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun
depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.

i. Komplikasi
Gangguan emosi atau gangguan neurologik
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode depresi
berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada
pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia.
Suicide (bunuh diri)
Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang tidak
menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan
bunuh diri,dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa
studi memperlihatkanrisiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih tinggi

35
dibanding bipolar I atau depresi berat.Pasien yang menderita gangguan anxietas
juga memiliki resiko tinggi untuk suicide.
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang
bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses
informasi, danfleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul
diantara episode. Masalah inicenderung lebih parah ketika seseorang memiliki
episode manik lebih sering.
Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien
bipolar,dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter
berspekulasi, dalamskizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena
efek spesifik pada otak. Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar
menyalahgunakan zat lain (palingsering merupakan alcohol, diikuti marijuana
atau kokain) pada suatu titik dalam perjalanan penyakitnya.

j. Prognosis

Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita
dengan depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 50 %
penderita mengalami serangan manik lain. Hanya 50 60 % penderita gangguan
bipolar I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala
tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita mengalami episode berulang,
dan 40 % mengalami gangguan yang menetap. Seringkali perputaran episode depresif
dan manik berhubungan dengan usia.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :
i. Riwayat pekerjaan yang buruk
ii. Penggunaan alkohol
iii. Gambaran psikotik
iv. Gambaran depresif diantara episode manik dan depresi
v. Adanya bukti keadaan depresif
vi. Jenis kelamin laki-laki
Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :
i. Fase manik (dalam durasi pendek)
ii. Onset terjadi pada usia yang lanjut
iii. Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit
iv. Gambaran psikotik yang sedikit
v. Masalah kesehatan (organik) yang sedikit

36
BAB IV
ANALISIS KASUS

Paseien wanita usia 22 tahun , lahir di Palembang, belum menikah, tamat SMA,
belum bekerja dan beragama islam. Pasien datang ke RS Ernaldi Bahar dengan keluhan
sering tertawa-tawa sendiri, marah-marah, dan pergi dari rumah. Aloanamensis dilakukan
terhadap kakak kandung pasien.....
Berdasarkan alonamnesis tersebut di simpulkan bahwa pasien memiliki gejala-gejala
psikotik berupa halusinasi visual, yang terlihat dengan senyum-senyum sendiri saat melihat
handphone, seakan-akan sedang chatting dengan orang yang disukai, tetapi sebenarnya
handphone dalam keadaan mati. Pasien juga menunjukan gejala waham cinta yang sudah
berlangsung selama xx bulan/tahun. Temuan ini mengarahkan diagnosis ke arah schizofrenia.
Pada alonamnesis pasien juga memiliki gejala gangguan afektif tipe mania, berupa
marah-marah, sering tertawa sendiri, dan sulit tidur. ....... gejala tersebut telah berlangsung
selama xx bulan-tahun. Temuan ini mengarahkan diagnosis ke arah gangguan mood (mania)
Pada pemeriksaan fisik dan psikiatrikus, didapatkan ....
Berdasarkan pemeriksaan psikiatrikus ditemukan adanya afek/mood.... isi
pikiran...bentuk pikiran...arus pikiran... . temuan ini mengarahkan diagnosis ke schizofrenia.
Berdasarkan DSM-V maupun PPDGJ-III, gejala klinis yang ditemukan pada pasien
ini mengarah ke gangguan skizoafektif, dikarenakan adanya gejala gangguan mood (mania)
dan skizofrenia pada saat yang bersamaan.
Terapi pada pasien ini adalah...

Pasien laki-laki, umur 51 tahun, menikah, pendidikan tamat SMA, beragama islam. Dari hasil
autoanamnesis dan observasi pada pasien ini, memliki kesadaran umum compos mentis
terganggu karena pasien masih dapat diajak berkomunikasi dengan kontak mata fisik dan
verbal yang baik. Pasien saat diajak berkomunikasi terlihat sangat bersemangat dan
mengoceh tanpa bisa dihentikan namun terkadang menjawab pertanyaan tidak sesuai
menandakan asosiasi pasien longgar. Orientasi pasien baik karena saat ditanyakan identitas
pasien, pasien masih bisa menjawab dengan benar, pasien juga masih mengetahui lokasi
pasien saat ini.Daya ingat pasien baik saat ditanyakan apakah pasien pernah dirawat disini
pasien mengatakan bahwa pasien pernah dirawat inap disini yaitu di RS Ernaldi Bahar yang

37
lama di KM 5. Discriminative insight pasien terganggu karena pada saat ditanyakan apakah
pasien memiliki sakit pasien mengatakan bahwa pasien tidak sakit dan selalu minum obat
bahkan sering meminum bensin. Discriminative judgment pasien juga terganggu karena saat
ditanyakan apakah mengkonsumsi bensin itu baik atau tidak, pasien mengatakan meminum
bensin itu baik untuk kesehatan. Pasien mengaku seorang direktur dari RS Ernaldi Bahar
sehingga pasien berada di RS tersebut menandakan bahwa pasien memiliki waham
kebesaran. Pasien mengaku sering mendengar bisikan berupa suara kawan yang menyuruh
pasien untuk berkeliling rumah sakit menandakan pasien memiliki halusinasi auditorik. Dari
autoanamnesis didapatkan pasien dengan compos mentis terganggu, kooperatif, kontak mata
fisik dan verbal baik, orientasi dan daya ingat baik, asosiasi longgar, flight of ideas, mood
hipertimik (elasi), afek sesuai, waham kebesaran, halusinasi auditorik, discriminative insight
dan judgment terganggu menandakan gejala gangguan afek / mood manik ( peningkatan
aktifitas, percepatan kecepatan berbicara, waham grandiose, onset lebih dari satu minggu)
dan juga psikotik (waham dan halusinasi).
Pada autoanamnesis didapatkan riwayat pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar dengan
gejala yang serupa. Pada 7 bulan yang lalu terdapat episode depresif berupa pasien terlihat
murung, tidak mau makan, tidak mau keluar rumah, os juga tidak mau berbicara dan hanya
mengurung diri dikamar. Pasien merasa bersalah karena sering mengamuk dan marah-marah.
Berdasar gejala diatas pasien sudah memenuhi gejala utama menurut PPDGJ-III afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta terdapat beberapa gejala tambahan berupa
gangguan tidur, gangguan makan, dan gagasan tentang rasa bersalah. Saat ini pasien masih
mengalami episode manik dengan psikotik berupa membagi-bagikan uang, mudah marah,
melukai diri sendiri, mengganggu orang lain dan keluyuran.
Oleh karena terdapat episode depresif dan saat ini pasien sedang manik pada
diagnosis multiaksial pada aksis pertama didiagnosis sebagai Gangguan Afektif Bipolar
Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik. Pada aksis kelima GAF Scale 60 51 dimana
pasien memiliki gejala sedang (moderate) dan disabilitas sedang. Prognosis pada pasien ini
dubia ad malam karena sudah terdapat pada onset muda, sering berulang, dan terdapat
ketidakpatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat.
Tatalaksana pasien ini pertama-tama harus di rawat inap oleh karena pasien memiliki
kecenderungan untuk membahayakan orang lain dan diri sendiri serta untuk meningkatkan
kepatuhan pasien mengkonsumsi obat. Pasien diberikan obat psikofarmaka berupa olanzapine
dimana olanzapine adalah obat antipsikotik atipikal yang dapat mengatasi gangguan psikotik
serta dapat memperbaiki gejala afektif pasien. Pasien juga diberikan diazepam oral karena
pasien saat ini sedang dalam kondisi mania akut.

38
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients with
bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April 2013.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2010. h. 3-32.
Davison, C, Gerald; Neale, M, Jhon; Kring, M, Ann. Abnormal Psychology. 9th. Edition.
New York. Psychopathology Development.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2010.hlm.197-208..

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri [Widjaja K, alih bahasa]. edisi 7 jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Bab 15, Gangguan Mood; hlm.777-833.

Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar.


Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012. Diunduh dari
pdk3mi.org, 5 Mei 2013.
Kring, Ann.,Johnson,Sheri.,Davison,Gerald.,&Neale, John (2011), Abnormal Psychology
Twelfth Edition, Singapore: John Wiley & Sons

39
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari www.umm.edu, 24
April 2013.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.

40

You might also like