You are on page 1of 17

Tugas Makalah Gigi Tiruan Tetap

CANTILEVER BRIDGE

Oleh :

I Ketut Budi Santosa


021618076305

PPDGS PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
Lembar Pengesahan

Tugas Makalah Gigi Tiruan Tetap


CANTILEVER BRIDGE

Mengetahui,
Dosen Pembimbing,

Soekobagiono,drg., MS., Sp.Pros (K) Dr. Nike Hendrijantini, drg., MS., Sp.Pros(K)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul................................................................................................ i
Lembar Pengesahan........................................................................................ ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
Daftar Gambar................................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3


2.1 Definisi Bridge......................................................................................... 3
2.2 Macam Bridge.......................................................................................... 3
2.3 Definisi Cantilever Bridge........................................................................ 4
2.4 Komponen Cantilever Bridge................................................................... 4
2.5 Bahan Cantilever Bridge.......................................................................... 6
2.6 Indikasi Dan Kontra Indikasi Cantilever Bridge....................................... 6
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Cantilever Bridge........................................ 7
2.8 Contoh Kasus ........................................................................................... 7

BAB 3 PEMBAHASAN................................................................................. 10
BAB 4 KESIMPULAN.................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13
iiiDAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Komponen Bridge.................................................................................. 4
Gambar 2.2 Cantilever Bridge................................................................................... 4
Gambar 2.3 Cantilever Bridge................................................................................... 6
Gambar 2.4 Cantilever bridge anterior rahang atas agenisi 12.................................. 7
Gambar 2.5 Contoh bahan Adhesive.......................................................................... 7
Gambar 2.6 Cantilever bridge 3 unit tiap sisi (11,12,13 dan 21,22,23)..................... 8

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan satu atau lebih gigi merupakan hal yang sa ngat mengganggu, terutama
kehilangan geligi anterior yang mengakibatkan terjadinya gangguan estetika sehingga dapat
mempengaruhi penampilan seseorang. Apabila kehilangan gigi tidak segera diganti akan
mengakibatkan migrasi dan rotasi gigi, erupsi berlebih, efisiensi kunyah menurun, gangguan
Temporo mandibula, gangguan kebersihan mulut dan atrisi gigi (Gunadi,1995).
Beberapa akibat yang dapat timbul karena gigi hilang tidak segera diganti menurut
Prajitno,1991 antara lain :
1. Gigi tetangga miring ke arah edentulous ridge
2. Gigi antagonis ektrusi ke arah edentulous ridge.
3. Terjadinya kantong gusi (pocket) di area tak bergigi
4. Titik kontak hilang, akibat gigi tetangga yang condong ke arah edentulous ridge.
5. Terjadi Karies karena akumulasi plak
6. Gangguan estetika dan fonetik, khususnya pada kehilangan gigi anterior
7. Perubahan mekanisme neuromuscular dalam pergerakan mandibula sebagai
kompensasi adanya kehilangan gigi
8. Kemungkinan timbul ketidak serasian dalam pergerakan akibat adaptasi gigi yang
masih ada dalam menyesuaikan pola pergerakan yang baru.
Permasalahan akibat kehilangan gigi tersebut dapat dihindari dengan pemakaian
geligi tiruan, beberapa manfaat dalam penggunaan gigi tiruan antara lain memperbaiki
estetika pasien, mengembalikan fungsi kunyah, memberikan kestabilan oklusi, mencegah
terjadinya tilting ( miring) gigi tetangga, erupsi berlebih (ekstrusi) gigi antagonis, selain itu
penggantian gigi juga dapat mengembalikan fungsi bicara pasien dan splinting gigi yang
goyang (Smith and Howe, 2007).

Gigi tiruan sebagai pengganti gigi yang hilang terdapat beberapa macam antara lain
dapat berupa gigi tiruan lengkap ( GTL/ complete denture), gigi tiruan sebagian lepasan
(GTSL), gigi tiruan tetap (GTT/ bridge) precision-attachmen partial denture, implant, over
denture (Smith and Howe,2007 dan Jones and Garcia,2009). Dalam pemilihan dan penentuan
desain gigi tiruan tergantung pada kondisi pasien, ketersediaan sarana, skil lab dan
kemampuan operator dalam menentukan diagnose yang tepat yang dimulai sejak anamnesa
hingga pemeriksaan penunjang yang mendukung, sebaiknya dalam menentukan model gigi
tiruan perlu dipertimbangkan status kesehatan sistemik pasien, umur pasien, psikologi pasien,
ekspektasi dan kesehatan gigi dan mulutnya serta status ekonomi dan prioritas keinginan
pasien (Jones dan Garcia,2009).
Salah satu desain gigi tiruan adalah bridge yang memiliki beberapa macam desain,
antara lain fixed-fixed bridge, fixed-movable bridge, cantilever bridge, spring cantilever
bridge serta beberapa variasi dan kombinasi desain (Smith and Howe, 2007). Dalam makalah
kali ini lingkup pembahasan yaitu pada desain gigi tiruan cantilever bridge.

1.2 Rumusan masalah 1

1. Apakah yang dimaksud dengan Overdenture?


2. Apakah indikasi dan kontra indikasi penggunaan Overdenture?
3. Apa sajakah syarat dalam pembuatan Overdenture?
4. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan Overdenture?

1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui yang dimaksud dengan Overdenture
2. Agar mengetahui indikasi dan kontra indikasi penggunaan Overdenture
3. Agar mengetahui syarat dalam pembuatan Overdenture
4. Agar mengetahui kelebihan dan kekurangan Overdenture
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gigi Tiruan Lepasan (Removable denture)
Gigi tiruan lepasan merupakan sebuah atau beberapa gigi tiruan yang dilekatkan
secara permanen pada gigi asli maupun pada endosseous implant, terdiri dari gigi tiruan
(Pontik) yang melekat menggunakan konektor pada retainer yang dilekatkan pada gigi
penyangga (Jacobsen,2008).
Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan bridge dipilih berdasarkan letak gigi
yang akan diganti dan pilihan jenis preparasi yang sesuai dengan kondisi gigi abutment/ gigi
penyangga. Bahan-bahan dalam pembuatan bridge yang biasa digunakan antara lain metal,
ceramic, metal-ceramic, serta kombinasi dari bahan-bahan tersebut (Smith and Howe, 2007).
Kombinasi metal dan keramik memerlukan lapisan Opaquer untuk menyamarkan warna
logam yang terletak didalam keramik, hal ini mempengaruhi terhadap ketebalan dari akhiran
preparasi. Ketebalan yang dibutuhkan untuk bahan logam berlapis keramik adalah sekitar
1,5 2 mm (Gurndy and Jones,1992)

2.2 Macam bridge (GTT)


Menurut Shilingburg (1997) bahwa gigi tiruan tetap (GTT) dapat diklasifikasikan
berdasarkan rancangan penghubung pontik dan retainernya, jenis bahan yang digunakan serta
lokasi dari gigi tiruan. Klasifikasi bridge ( GTT) tersebut antara lain :
1. Klasifikasi Berdasarkan rancangan penghubung pontik :
a. GTT Tegar ( fixed fixed bridge)
- GTT lekat sebelah (Cantilever Bridge)
- GTT lengan Panjang (Spring bridge)
b. GTT setengah tegar (fixed-moveable bridge)

2. Klasifikasi berdasarkan bahan yang digunakan :


a. Akrilik
b. Logam berlapis akrilik
c. Porselen
d. Logam
e. Porselen taut logam
3
3. Klasifikasi berdasarkan Lokasinya
a. Anterior
b. Posterior

2.3 Definisi Cantilever Bridge


Menurut Robert (1980) cantilever bridge merupakan salah satu gigi tiruan tetap yang
diklasifikasikan berdasarkan rancangan penghubung (retainer) dan pontik yang hanya
memiliki pemaut disalah satu sisi saja dengan jumlah dapat lebih dari satu. Memiliki
beberapa keuntungan diantaranya desain sederhana, estetik cukup memuaskan, mudah
dibersihan oleh penderita, proses pengerjaan lebih sedikit dan biaya pembuatan lebih murah,
dapat digunakan di gigi posterior maupun anterior dengan pertimbangan beban kunyah yang
kecil.
Cantilever bridge adalah suatu desain bridge dengan support pontic yang hanya pada
satu sisi pontik saja dimana pada salah satu sisi terhubung dengan konektor rigid, sedangkan
sisi lainnya hanya kontak dengan gigi sebelah (Robert, 1980)

2.4 Komponen Cantilever Bridge


Seperti pada komponen Gigi tiruan tetap pada umumnya, komponen cantilever bridge
juga terdiri dari retainer, pontik, connector dan abutment (Myers,1969).

Gambar 2.1 Komponen bridge ( Jacobsen,2008) Gambar 2.2 Cantilever bridge (Smith and Howe,2007)

a. Pontik
Merupakan bagian dari bridge yang terletak diantara gigi penyangga dan
berfungsi sebagai gigi tiruan, untuk mengganti gigi asli yang hilang ( Soratur,2006).
Dinyatakan pula oleh Smith dan Howe (2007) bahwa pontik di desain untuk
menjalankan tiga fungsi dari bridge yaitu mengembalikan penampilan ( fungsi
estetika), menstabilkan oklusi, dan mempebaiki fungsi oklusi. Prinsip desain pontik
menurut Smith dan Howe (2007) adalah cleansability, penampilan dan kekuatan,
oleh karenanya perlu diperhatikan permukaan pontik, khususnya yang menghadap
saddle atau edentulous ridge, harus mudah dibersihkan, cleansability lebih
diutamakan daripada estetik atau penampilan.

b. Konektor
Merupakan salah satu bagian dari bridge yang menghubungkan retainer
dengan pontik, dapat berupa konektor tegar (rigid) atau konektor setengah tegar
( non-rigid) (Soratur,2006). Untuk konektor tegar dapat dibuat dengan teknik tuang
atau solder (bahan logam) maupun menggunakan bahan porselen. Sementara untuk
4
konektor setengah tegar atau moveable didesain agar pontik tidak tertekan oleh beban
kunyah. untuk cantilever bridge konektornya adalah konektor rigid / tegar.

c. Retainer

Retainer adalah bagian dari bridge yang lekat atau tersemen pada gigi
penyangga (abutment) dan terhubung dengan pontik melalui konektor (Soratur,2006).
Terdapat beberapa macam retainer, klasifikasi retainer menurut Myers (1969) yaitu
intracoronal retainer, extra coronal retainer dan intraradicular retainer. Sementara
itu Smith dan Howe (2007) membedakan menjadi 2 yaitu retainer mayor retainer
yang terdapat dalam desain konektor rigid (tegar) dan retainer minor yang digunakan
dalam bridge dengan preparasi minimal, sering pula disebut dengan istilah wing
untuk menyebut jenis retainer dengan preparasi minimal pada gigi abutment.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan retainer menurut Smith dan
Howe (2007) adalah penampilan, kondisi gigi penyangga, konservasi gigi, ketegakkan
gigi penyangga dan jaringan retentive, oklusi dan biaya.

d. Abutment ( Gigi Penyangga)


Sebenarnya abutment bukan bagian langsung dari bridge karena abutment
(gigi penyangga) merupakan gigi tempat bridge diletakkan dan dilekatkan. Dalam
bridge, gigi penyangga ini tetutup oleh retainer. Gigi abutment yang berada diantara
gigi hilang dan menahan 2 pontik yang masing masing melekat dengan gigi abutment
yang lebih jauh disebut dengan pier abutment (Smith dan Howe , 2007).
Pemilihan abutment didasarkan pada morfologi akar dan beban oklusal yang
akan diterima oleh gigi tiruan. Oleh karenanya sebagai gigi penyangga harus memiliki
kondisi yang sehat, atau telah dilakukan perawatan dan pengisisan seluran akar
dengan baik dan tanpa ada keluhan dari penderita. Lebih diutamakan jika terdapat gigi
yang telah direstorasi sebelumnya sebagai abutment untuk mencegah terjadinya
preparasi pada gigi yang sehat (Grundy and Jones,1992).

Gambar 2.3 Cantilever bridge ( Shillingburg,1997)

2.5 Bahan Restorasi Cantilever Bridge


Bahan restorasi yang dapat digunakan untuk pembuatan cantilever bridge
tidak berbeda Seperti Gigi Tiruan Tetap (GTT) pada umumnya, diantaranya yaitu
akrilik, logam berlapis akrilik, porselen, logam penuh, poselen taut logam.
Shillingburg (1997)
Menurut Robert (1980) bahan restorasi yang dapat digunakan tersebut
haruslah memiliki kriteria antara lain Estetik baik, kuat terhadap daya kunyah,
memiliki stabilitas warna yang baik, koefisien muai panas yang sesuai dengan struktur
gigi, tidak menyerap air, tidak menyebabkan iritan yang dapat mengiritasi jaringan
lunak maupun keras dalam rongga mulut.

2.6 Indikasi Dan Kontra Indikasi Cantilever Bridge

a. Indikasi cantilever bridge menurut Robert (1980) yaitu :


- Diutamakan pada kehilangan gigi anterior
- Tekanan kunyah ringan
- Ruang anodonsia kurang
- Terdapat gigi tetangga yang malposisi
-Menggantikan penyangga P1 dengan penyangga P2 dan M1

b. Kontra Indikasi cantilever bridge menurut Smith dan Howe (2007) yaitu :
- Daerah edentulous yang sangat panjang
- Resesi gingival yang parah
- Daerah edentulous yang tidak ada penyangga disalah satu sisinya
- Gigi abutment goyang
6
- Letak gigi abutment yang sangat ekstrim kemiringannya ( lebih dari 240 atau yang
diprediksi jika dilakukan preparasi akan menimbulkan kerusakan pada gigi
penyangga)
- Mahkota klinis gigi penyangga (abutment) pendek.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Semi Fixed Bridge

a. Kelebihan cantilever bridge menurut Robert (1980) diantaranya memiliki desain


sederhana, kesulitan insersi minimal karena hanya melibatkan satu gigi,,pekerjaan
klinik dan lab singkat dan mudah, tidak banyak membuang jaringan sehat gigi, estetik
memuaskan, biaya lebih murah.
b. Kekurangan cantilever bridge menurut Robert (1980) diantaranya tidak mampu
menahan beban kunyah yang besar, kehilangan gigi lebih dari satu buah, tidak dapat
digunakan pada gigi penyangga dengan mahkota klinis yang pendek.

2.8 Contoh Kasus dalam Penggunaan Cantilever Bridge


Kasus yang sering menggunakan cantilever bridge diantaranya kasus kehilangan gigi
anterior, seperti dalam jurnal International Journal of Health Sciences and Research oleh
Marwa dkk 2016 yang membahas tentang Agenesis of the Maxillary Lateral Incisor:
Contribution of Bonded Cantilever Bridge dan dalam Majalah kedokteran gigi dengan judul
Pembuatan Cantilever Bridge Anterior Rahang Atas sebagai Koreksi Estetik (Yusrina,2012).

Gambar 2.4. Cantilever bridge anterior rahang atas agenisi 12 preparasi minimum dengan, perlekatan
menggunakan bahan adhesive.(Marwa dkk,2016)

Pada Jurnal pertama membahas mengenai pemakaian cantilever bridge pada gigi
anterior insisivus lateral rahang atas yang mengalami agenisi dan pasien telah dilakukan
perawatan ortodonsia, kemudian dibuatkan cantilever bridge dengan preparasi minimal pada
permukaan palatal gigi caninus dan perlekatan menggunakan bahan adhesive.

Gambar 2.5 Contoh bahan adhesive


untuk perlekatan (Marwa,2016)

7
Sementara itu pada jurnal kedua membahas mengenai penggunaan cantilever bridge
pada pasien yang kehilangan 2 gigi insisiv sentral rahang atas akibat kecelakaan lalu lintas
dan pada saat itu telah dibuatkan gigi tiruan lepasan di tukang gigi namun merasa tidak
nyaman. Tiga unit cantilever bridge dibuatkan dengan memilih gigi insisivus lateral dan
kaninus pada masing-masing regio kiri dan kanan sebagai gigi penjangkar/Penyangga
(abutment).

Gambar 2.6 Cantilever bridge 3 unit tiap sisi (11,12,13 dan 21,22,23) pada kehilangan Insisivus sentral
rahang atas( Yusrina dkk,2012)

Dilakukan preparasi konvensional dengan pengurangan mahkota gigi penyangga


dengan ketebalan preparasi disesuiakan dengan bahan yang digunakan yaitu full crown
porcelain, dengan akhiran tepi preparasi menggunakan chamfer dan untuk pontiknya
menggunakan ridgelap pontik dimana permukaan labial mengenai ginggiva untuk menunjang
faktor estetika pasien. Setelah pemasangan dilakukan kontrol selama 1 minggu, 3bulan untuk
melihat adaptasi jaringan dan kontrol plak.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Kehilangan gigi yang tidak digantikan dapat menimbulkan permasalahan tilting,


drifting, rotasi dari gigi yang berdekatan dengan diastema tempat gigi yang hilang, dapat
timbul ketidak stabilan oklusi yang diakibatkan adanya supra posisi dari gigi antagonis, serta
dapat diikuti masalah lainnya (Jacobsen, 2008). Hal tersebut dapat ditanggulangi dan
dihindari dengan pemakaian geligi tiruan untuk menggantikan gigi yang hilang. Pemilihan
jenis gigi tiruan berdasarkan dari indikasi yang diperoleh dari anamnesa hingga pemeriksaan
oral diagnostic dan penunjang lainnya untuk menenentukan gigi tiruan yang tepat dan sesuai
dengan keinginan dan kemampuan penderita. Salah satu macam gigi tiruan adalah gigi tiruan
tetap yang memiliki bermacam desain diantaranya adalah cantilever bridge yang merupakan
gigi tiruan tetap dengan desain lekat sebelah yaitu desain yang hanya menggunakan sebuah
abutment di salah satu sisinya dan disisi lain hanya menempel di gigi yang sehat.
Cantilever bridge merupakan Gigi tiruan tetap yang memiliki komponen yang sama
dengan komponen gigi tiruan tetap pada umumnya, yaitu terdapat konektor, pontik, retainer
dan abutment, yang menjadi pembeda adalah bahwa gigi tiruan tetap dengan desain
cantilever bridge ini adalah pemakaian gigi abutmen yang hanya satu buah pada salah satu
sisi pontiknya sementara sisi lainnya hanya menempel dengan dinding gigi di sisi yang
lainnya.
Terdapat beberapa indikasi dan kontra indikasi dari pemakaian desin cantilever
bridge yaitu :
1. Indikasi dari cantilever bridge:
a. Kehilangan gigi anterior maupun posterior, namun terutama untuk kehilangan 1
buah gigi anterior.
b. Gigi yang hilang maupun gigi penyangga memiliki tekanan kunyah yang ringan.
c. Dapat digunakan pada ruang anodonsia yang kecil ( kurang)
2. Kontra indikasinya antara lain :
a. Merupakan daerah edentulous yang panjang.
b. Memiliki kebiasaan buruk seperti bruxism, tekanan kunyah yang diterima besar.
c. Jaringan periodontal gigi penyangga kurang baik (gigi penyangga goyang).
d. Mahkota klinis dari gigi penyangga yang terlampau pendek dan juga terletak
sangat miring.
9
Dari indikasi dan kontra indikasi tersebut cantilever bridge memiliki beberapa macam
keuntungan dan juga kekurangan. Keuntungannya yaitu pengerjaan klinik dan lab mudah,
sederhana dan cepat, pengurangan gigi penyangga minimalis, mudah dibersihkan oleh
penderita, hasil estetiknya cukup memuaskan. Sementara itu kekurangan dari penggunaan
Gigi tiruan tetap dengan desain cantilever bridge antara lain apabila mendapat tekanan
kunyah yang besar gigi tiruan mudah terungkit bahkan patah yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan perawatan, hanya dapat digunakan pada kasus gigi yang kehilangan satu gigi
dengan terdapat satu gigi penyangga yang harus sehat dan baik jaringan periodiontalnya.
Dalam Kasus pertama dalam jurnal yang diambil dari International Journal of Health
Sciences and Research oleh Marwa dkk 2016 yang membahas tentang Agenesis of the
Maxillary Lateral Incisor: Contribution of Bonded Cantilever Bridge mengulas penggunaan
cantilever bridge pada gigi insisivus lateral oleh karena agenisi, perawatan yang dilakukan
menggunakan ppenyangga 1 gigi yaitu gigi caninus dengan preparasi minimal dan perlekatan
secara adhesive, namun hal ini masih diperdebatkan karena sesuai dengan hokum ante bahwa
gigi insisivus lateral tidak dapat member dukungan yang cukup dan memungkinkan restorasi
tidak dapat bertahan lama sehingga seharusnya dilakukan preparasi konvensional dengan
melibatkan gigi kaninus sebagai gigi penyangga (Martanto,1982)
Sementara pada kasus kedua dalam jurnal yang diambil dari Majalah kedokteran gigi
dengan judul Pembuatan Cantilever Bridge Anterior Rahang Atas sebagai Koreksi Estetik
oleh Yusrina,2012, membahas mengenai penggunaan dan pembuatan cantilever bridge untuk
kehilangan 2 gigi insisivus sentral, gigi penyangga yang dipreparasi untuk dibuatkan full
crown berbahan porselen adalah gigi insisivus lateral dan caninus, sehingga dibuatkan
cantilever bridge 6 unit yan masing masing terpisah tiap sisinya menjadi 3 unit ( 11,12,13 dan
21,22,23).Bentuk pontik yang dipilih adalah ridge lap pontic untuk menunjang faktor estetika
gigi anterior.

10
BAB IV
KESIMPULAN

Cantilever Bridge merupakan salah satu desain dalam gigi tiruan lepasan yang
berfungsi untuk mengembalikan fungsi normal gigi dan mulut sebgai pengunyahan, estetika,
fonetik dan juga mengembalikan kondisi oklusi penderita sehigga terhidar dari permasalahan
lebih lanjut seperti kemungkinan dapat terjdinya kelainan sendi temporo mandibular
(temporo mandibular disorder). Cantilever bridge merupakan gigi tiruan lekat sebelah yang
hanya memiliki pemaut disalah satu sisi saja dengan sisi lainnya hanya menempel dengan
gigi sisi lainnya (Robert ,1980 ).
Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan desain cantilever bridge yaitu
merupakan desain GTT yang sederhana dan praktis sehingga tidak memakan waktu lama
dalam pengerjaan baik di klinik maupun di Lab, tidak banyak mengambil jaringan sehat gigi
pada gigi abutment sehingga meminimalisir rasa ngilu pada gigi penyangga, estetik yang
dihasilkan setelah insersi cukup memuaskan dan juga mudah dibersihkan sendiri oleh
penderita. Selain kelebihan tersebut gigi tiruan dengan desain cantilever bridge juga memiliki
kekurangan yaitu hanya dapat digunakan pada kasus kehilangan 1 gigi dan gigi penyangga
harus sehat jaringan periodontalnya, serta tidak dapat menerima beban kunyah yang besar
karena dimungkinkan terjadinya lepas atau patah sehingga memperbesar resiko kegagalan
pemakaian gigi tiruan.
Dalam pemilihan dan pembuatan cantilever bridge perlu pertimbangan yang matang
dan kesesuaian dengan kaedah preparasi guna menunjang hasil akhir yang memuaskan dan
mampu bertahan lama, dalam kasus pertama dengan menggunakan perlekatan secara
adhesive diperkirakan restorasi yang dilakukan kemungkinan tidak bertahan lama, dan hal ini
dimungkinkan akibat pasien tidak memiliki banyak waktu melaksanakan perawatan, atau
operator memilih cara tersebut untuk mengurangi preparasi yang dapat menimbulkan
kerusakan pada gigi penyangga, sementara pada kasus kedua dengan kehilangan 2 gigi
insisivus sentral dilakukan preparasi konvensional pada empat gigi yakni gigi 12,13 dan
22,23 yang kemudian dibuatkan 3 unit cantilevr bridge di tiap sisi/regio, untuk mengatasi
daya kunyah, meningkatkan estetik serta mempertahankan hasil restorasi jembatan dalam
waktu yang lama .

11
Keberhasilan perawatan ditunjang dari ketepatan pemilihan jenis gigi tiruan
berdasarkan dari indikasi yang diperoleh dari anamnesa hingga pemeriksaan oral diagnostic
dan penunjang lainnya untuk menenentukan gigi tiruan yang tepat dan sesuai dengan
keinginan dan kemampuan penderita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, Haryanto.A., Anton Margo,LusianaK. Burhan, Freddy Suryatenggara dan Indra


Setiabudi,1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sbagian Lepasan Jilid I. Jakarta:
Hipokrates.P.1

Grundy JR And Jones JG, 1992. A Colour Atlas of Clinical Operative Dentistry Crowns and
Bridges 2nd Edition. England: Wolfie Publishing Ltd,Pp 148-151

Jacobsen P, 2008. Restorative Dentistry : An Integrated Approach. 2ndEdition. Oxford:


Blackwell Publishing,pp.210

Jones JD and Garcia LT, 2009. Removable Partial Dentures : a Clinicians Guide. Lowa
Blackwell Publishing, pp 30-32,54

Martanto,1982. Ilmu Mahkota dan Jembatan. Jilid II, Bandung, Hal 153-170.

Marwa Chakroun,dkk, 2016. Agenesis of the Maxillary Lateral Incisor: Contribution of


Bonded Cantilever Bridge. International Journal of Health Sciences and Research.Vol 6(6)
p. 370-375

Myers GE, 1969. Text book of Crown and Bridge Prosthodontics. Saint Louis: The CV Mosby
Company,pp 16-20

Prajitno.1991. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan. Pengetahuan Dasar dan Rancangan Pembuatan.
Jakarta: EGC, p.23.

Roberts DH., 1980. Fixed bridges prostheses, 2nd Edition: John wright& Sons Ltd,Bristol,
England,pp 68-138

Shilingburg, Herbert T.m Kessler, James C,1997. Restorationm of The Edodontically Treated
Tooth, 1st ed: Quintessence Publishing Co.,Inc, pp 275-290

Smith Bernard GN and Leslie C Howe,2007. Planning and Making Crowns and Bridges
4thEdition. United Kingdom : Informa Healthcare,pp 186-191,211-224

Soratur SH,2006. Essentials of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee,Pp 183

Yusrina sumartati, Haryo M,Erwan S. Pembuatan cantilever bridge anterior rahang atas
sebagai koreksi estetik. 2012. Majalah Kedokteran gigi; 19(2): Hal 167-170.

13

You might also like