Professional Documents
Culture Documents
CANTILEVER BRIDGE
Oleh :
PPDGS PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
Lembar Pengesahan
Mengetahui,
Dosen Pembimbing,
Soekobagiono,drg., MS., Sp.Pros (K) Dr. Nike Hendrijantini, drg., MS., Sp.Pros(K)
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul................................................................................................ i
Lembar Pengesahan........................................................................................ ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
Daftar Gambar................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
BAB 3 PEMBAHASAN................................................................................. 10
BAB 4 KESIMPULAN.................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13
iiiDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Komponen Bridge.................................................................................. 4
Gambar 2.2 Cantilever Bridge................................................................................... 4
Gambar 2.3 Cantilever Bridge................................................................................... 6
Gambar 2.4 Cantilever bridge anterior rahang atas agenisi 12.................................. 7
Gambar 2.5 Contoh bahan Adhesive.......................................................................... 7
Gambar 2.6 Cantilever bridge 3 unit tiap sisi (11,12,13 dan 21,22,23)..................... 8
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Gigi tiruan sebagai pengganti gigi yang hilang terdapat beberapa macam antara lain
dapat berupa gigi tiruan lengkap ( GTL/ complete denture), gigi tiruan sebagian lepasan
(GTSL), gigi tiruan tetap (GTT/ bridge) precision-attachmen partial denture, implant, over
denture (Smith and Howe,2007 dan Jones and Garcia,2009). Dalam pemilihan dan penentuan
desain gigi tiruan tergantung pada kondisi pasien, ketersediaan sarana, skil lab dan
kemampuan operator dalam menentukan diagnose yang tepat yang dimulai sejak anamnesa
hingga pemeriksaan penunjang yang mendukung, sebaiknya dalam menentukan model gigi
tiruan perlu dipertimbangkan status kesehatan sistemik pasien, umur pasien, psikologi pasien,
ekspektasi dan kesehatan gigi dan mulutnya serta status ekonomi dan prioritas keinginan
pasien (Jones dan Garcia,2009).
Salah satu desain gigi tiruan adalah bridge yang memiliki beberapa macam desain,
antara lain fixed-fixed bridge, fixed-movable bridge, cantilever bridge, spring cantilever
bridge serta beberapa variasi dan kombinasi desain (Smith and Howe, 2007). Dalam makalah
kali ini lingkup pembahasan yaitu pada desain gigi tiruan cantilever bridge.
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui yang dimaksud dengan Overdenture
2. Agar mengetahui indikasi dan kontra indikasi penggunaan Overdenture
3. Agar mengetahui syarat dalam pembuatan Overdenture
4. Agar mengetahui kelebihan dan kekurangan Overdenture
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gigi Tiruan Lepasan (Removable denture)
Gigi tiruan lepasan merupakan sebuah atau beberapa gigi tiruan yang dilekatkan
secara permanen pada gigi asli maupun pada endosseous implant, terdiri dari gigi tiruan
(Pontik) yang melekat menggunakan konektor pada retainer yang dilekatkan pada gigi
penyangga (Jacobsen,2008).
Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan bridge dipilih berdasarkan letak gigi
yang akan diganti dan pilihan jenis preparasi yang sesuai dengan kondisi gigi abutment/ gigi
penyangga. Bahan-bahan dalam pembuatan bridge yang biasa digunakan antara lain metal,
ceramic, metal-ceramic, serta kombinasi dari bahan-bahan tersebut (Smith and Howe, 2007).
Kombinasi metal dan keramik memerlukan lapisan Opaquer untuk menyamarkan warna
logam yang terletak didalam keramik, hal ini mempengaruhi terhadap ketebalan dari akhiran
preparasi. Ketebalan yang dibutuhkan untuk bahan logam berlapis keramik adalah sekitar
1,5 2 mm (Gurndy and Jones,1992)
Gambar 2.1 Komponen bridge ( Jacobsen,2008) Gambar 2.2 Cantilever bridge (Smith and Howe,2007)
a. Pontik
Merupakan bagian dari bridge yang terletak diantara gigi penyangga dan
berfungsi sebagai gigi tiruan, untuk mengganti gigi asli yang hilang ( Soratur,2006).
Dinyatakan pula oleh Smith dan Howe (2007) bahwa pontik di desain untuk
menjalankan tiga fungsi dari bridge yaitu mengembalikan penampilan ( fungsi
estetika), menstabilkan oklusi, dan mempebaiki fungsi oklusi. Prinsip desain pontik
menurut Smith dan Howe (2007) adalah cleansability, penampilan dan kekuatan,
oleh karenanya perlu diperhatikan permukaan pontik, khususnya yang menghadap
saddle atau edentulous ridge, harus mudah dibersihkan, cleansability lebih
diutamakan daripada estetik atau penampilan.
b. Konektor
Merupakan salah satu bagian dari bridge yang menghubungkan retainer
dengan pontik, dapat berupa konektor tegar (rigid) atau konektor setengah tegar
( non-rigid) (Soratur,2006). Untuk konektor tegar dapat dibuat dengan teknik tuang
atau solder (bahan logam) maupun menggunakan bahan porselen. Sementara untuk
4
konektor setengah tegar atau moveable didesain agar pontik tidak tertekan oleh beban
kunyah. untuk cantilever bridge konektornya adalah konektor rigid / tegar.
c. Retainer
Retainer adalah bagian dari bridge yang lekat atau tersemen pada gigi
penyangga (abutment) dan terhubung dengan pontik melalui konektor (Soratur,2006).
Terdapat beberapa macam retainer, klasifikasi retainer menurut Myers (1969) yaitu
intracoronal retainer, extra coronal retainer dan intraradicular retainer. Sementara
itu Smith dan Howe (2007) membedakan menjadi 2 yaitu retainer mayor retainer
yang terdapat dalam desain konektor rigid (tegar) dan retainer minor yang digunakan
dalam bridge dengan preparasi minimal, sering pula disebut dengan istilah wing
untuk menyebut jenis retainer dengan preparasi minimal pada gigi abutment.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan retainer menurut Smith dan
Howe (2007) adalah penampilan, kondisi gigi penyangga, konservasi gigi, ketegakkan
gigi penyangga dan jaringan retentive, oklusi dan biaya.
b. Kontra Indikasi cantilever bridge menurut Smith dan Howe (2007) yaitu :
- Daerah edentulous yang sangat panjang
- Resesi gingival yang parah
- Daerah edentulous yang tidak ada penyangga disalah satu sisinya
- Gigi abutment goyang
6
- Letak gigi abutment yang sangat ekstrim kemiringannya ( lebih dari 240 atau yang
diprediksi jika dilakukan preparasi akan menimbulkan kerusakan pada gigi
penyangga)
- Mahkota klinis gigi penyangga (abutment) pendek.
Gambar 2.4. Cantilever bridge anterior rahang atas agenisi 12 preparasi minimum dengan, perlekatan
menggunakan bahan adhesive.(Marwa dkk,2016)
Pada Jurnal pertama membahas mengenai pemakaian cantilever bridge pada gigi
anterior insisivus lateral rahang atas yang mengalami agenisi dan pasien telah dilakukan
perawatan ortodonsia, kemudian dibuatkan cantilever bridge dengan preparasi minimal pada
permukaan palatal gigi caninus dan perlekatan menggunakan bahan adhesive.
7
Sementara itu pada jurnal kedua membahas mengenai penggunaan cantilever bridge
pada pasien yang kehilangan 2 gigi insisiv sentral rahang atas akibat kecelakaan lalu lintas
dan pada saat itu telah dibuatkan gigi tiruan lepasan di tukang gigi namun merasa tidak
nyaman. Tiga unit cantilever bridge dibuatkan dengan memilih gigi insisivus lateral dan
kaninus pada masing-masing regio kiri dan kanan sebagai gigi penjangkar/Penyangga
(abutment).
Gambar 2.6 Cantilever bridge 3 unit tiap sisi (11,12,13 dan 21,22,23) pada kehilangan Insisivus sentral
rahang atas( Yusrina dkk,2012)
8
BAB III
PEMBAHASAN
10
BAB IV
KESIMPULAN
Cantilever Bridge merupakan salah satu desain dalam gigi tiruan lepasan yang
berfungsi untuk mengembalikan fungsi normal gigi dan mulut sebgai pengunyahan, estetika,
fonetik dan juga mengembalikan kondisi oklusi penderita sehigga terhidar dari permasalahan
lebih lanjut seperti kemungkinan dapat terjdinya kelainan sendi temporo mandibular
(temporo mandibular disorder). Cantilever bridge merupakan gigi tiruan lekat sebelah yang
hanya memiliki pemaut disalah satu sisi saja dengan sisi lainnya hanya menempel dengan
gigi sisi lainnya (Robert ,1980 ).
Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan desain cantilever bridge yaitu
merupakan desain GTT yang sederhana dan praktis sehingga tidak memakan waktu lama
dalam pengerjaan baik di klinik maupun di Lab, tidak banyak mengambil jaringan sehat gigi
pada gigi abutment sehingga meminimalisir rasa ngilu pada gigi penyangga, estetik yang
dihasilkan setelah insersi cukup memuaskan dan juga mudah dibersihkan sendiri oleh
penderita. Selain kelebihan tersebut gigi tiruan dengan desain cantilever bridge juga memiliki
kekurangan yaitu hanya dapat digunakan pada kasus kehilangan 1 gigi dan gigi penyangga
harus sehat jaringan periodontalnya, serta tidak dapat menerima beban kunyah yang besar
karena dimungkinkan terjadinya lepas atau patah sehingga memperbesar resiko kegagalan
pemakaian gigi tiruan.
Dalam pemilihan dan pembuatan cantilever bridge perlu pertimbangan yang matang
dan kesesuaian dengan kaedah preparasi guna menunjang hasil akhir yang memuaskan dan
mampu bertahan lama, dalam kasus pertama dengan menggunakan perlekatan secara
adhesive diperkirakan restorasi yang dilakukan kemungkinan tidak bertahan lama, dan hal ini
dimungkinkan akibat pasien tidak memiliki banyak waktu melaksanakan perawatan, atau
operator memilih cara tersebut untuk mengurangi preparasi yang dapat menimbulkan
kerusakan pada gigi penyangga, sementara pada kasus kedua dengan kehilangan 2 gigi
insisivus sentral dilakukan preparasi konvensional pada empat gigi yakni gigi 12,13 dan
22,23 yang kemudian dibuatkan 3 unit cantilevr bridge di tiap sisi/regio, untuk mengatasi
daya kunyah, meningkatkan estetik serta mempertahankan hasil restorasi jembatan dalam
waktu yang lama .
11
Keberhasilan perawatan ditunjang dari ketepatan pemilihan jenis gigi tiruan
berdasarkan dari indikasi yang diperoleh dari anamnesa hingga pemeriksaan oral diagnostic
dan penunjang lainnya untuk menenentukan gigi tiruan yang tepat dan sesuai dengan
keinginan dan kemampuan penderita.
12
DAFTAR PUSTAKA
Grundy JR And Jones JG, 1992. A Colour Atlas of Clinical Operative Dentistry Crowns and
Bridges 2nd Edition. England: Wolfie Publishing Ltd,Pp 148-151
Jones JD and Garcia LT, 2009. Removable Partial Dentures : a Clinicians Guide. Lowa
Blackwell Publishing, pp 30-32,54
Martanto,1982. Ilmu Mahkota dan Jembatan. Jilid II, Bandung, Hal 153-170.
Myers GE, 1969. Text book of Crown and Bridge Prosthodontics. Saint Louis: The CV Mosby
Company,pp 16-20
Prajitno.1991. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan. Pengetahuan Dasar dan Rancangan Pembuatan.
Jakarta: EGC, p.23.
Roberts DH., 1980. Fixed bridges prostheses, 2nd Edition: John wright& Sons Ltd,Bristol,
England,pp 68-138
Shilingburg, Herbert T.m Kessler, James C,1997. Restorationm of The Edodontically Treated
Tooth, 1st ed: Quintessence Publishing Co.,Inc, pp 275-290
Smith Bernard GN and Leslie C Howe,2007. Planning and Making Crowns and Bridges
4thEdition. United Kingdom : Informa Healthcare,pp 186-191,211-224
Yusrina sumartati, Haryo M,Erwan S. Pembuatan cantilever bridge anterior rahang atas
sebagai koreksi estetik. 2012. Majalah Kedokteran gigi; 19(2): Hal 167-170.
13