You are on page 1of 64

Ulasan Film : Cahaya Dari Timur:

Beta Maluku
Posted on Februari 5, 2015 by indradrmwan Standar

Film yang mengundang jemari untuk menuliskannya. Saya penggemar


sepakbola akut, tapi jarang suka film bertema sepak bola. Tapi itu sebelum
nonton film ini, Cahaya dari Timur: Beta Maluku.

Awalnya saya pikir ini film tentang ketimpangan pembangunan. Sebuah film
satir untuk yang lupa bersyukur, bahwa merdeka itu hanya untuk segelintir,
belum menyemesta. Anggapan saya salah, film ini lebih dari itu. Film ini
bercerita tentang seorang bernama Sani Tawainella di daerah Tulehu Maluku.
Mengambil waktu di saat konflik antar agama masih jadi pemandangan rutin.
Sani adalah mantan pesepakbola level junior yang pernah mengenyam
pendidikan di Ragunan dan masuk seleksi PSSI Baretti dan Tim Piala Pelajar Asia
1996 di Brunei. Mimpinya tentang sepakbola sempat berhenti, hingga bertemu
sekelompok anak-anak kampung yang mengajaknya bermain bola.
Hampir setiap hari, kala tiang listrik dipukul dan mengeluarkan suara, pertanda
marabahaya. Konflik agama di Maluku, konflik perang antar kampung,
kerusuhan dimana-mana. Orang dewasa berjaga-jaga, bawa alat senjata hingga
molotov. Anak-anak serta merta terbawa, saat mendengar suara dari tiang
listrik, serta-merta ikut berlari menonton kerusuhan. Kekisruhan ini yang
mengawali sebuah niat baik Sani, dia tidak ingin anak-anak terbawa dengan
memori kelam hingga masa depan hanya penuh dendam kebencian, Sani
mengajak anak-anak berlatih sepakbola setiap sore. Sani menafkahkan dirinya
untuk anak-anak ini. Awalnya berat, karena tiap mendengar tiang listrik yang
dipukul, anak-anak tetap berlari, lama kelamaan mereka berdisiplin untuk terus
latihan.

Muncul satu konflik awal yang pelik namun menyentuh. Satu sisi Sani berjalan
dalam dunianya (sepakbola), disisi yang lain ada realitas keluarga yang butuh
makan. Diluar menjadi pelatih sepakbola anak-anak, Sani hanya seorang tukang
ojek. Sejak melatih anak-anak, setoran untuk anak istri dirumah semakin
kurang. Ada kalanya dia harus memilih antara mencari uang atau melatih, Sani
berada dalam dua hal yang pelik. Beberapa kali Sani mangkir melatih karna
desakan ekonomi, membuatnya bersitengang dengan Raffi, rekan setimnya
semasa kecil yang membantunya melatih anak-anak.
Ada yang menarik dengan nama anak-anak yang dilatih Sani. Ada nama Alvin
Tuasalamoni, Rizky Pellu, Hendra Adi Bayao, nama-nama yang tidak asing bagi
penggemar sepakbola nasional. Awalnya saya pikir, nama-nama ini sengaja
dibuat sama agar mendekati realita talenta nasional dari Maluku. Ternyata ini
film based on true story bro!! Inilah cikal bakal permainan para punggawa
Timnas.
Balik lagi ke film, tahun berganti tahun akhirnya konflik mulai surut, anak-anak
pun tumbuh menjadi pemuda tangguh. Raffi mengusulkan agar segera dijadikan
SSB (Sekolah Sepak Bola), tapi Sani tau diri, untuk memberi makan anak istri
juga pas-pasan. Gerbang itu semakin terbuka saat akan dilaksanakan John
Maeloa Cup, turnamen sepakbola di Maluku dan Tulehu menjadi tuan rumahnya.
Raffi mendeklarasikan SSB Tulehu Putra, yang awalnya diamini oleh Sani.
Ternyata Raffi menggunakan ini sebagai alat politiknya yang akan maju sebagai
caleg, SSB Tulehu Putra diklaim merupakan miliknya dan hasil inisiasinya. Raffi
menggunakannya sebagai pencitraan di media cetak lokal. Hal ini tercium Sani,
yang mengakibatkan dua sahabat ini pecah kongsi. Sani marah tapi tak
berdaya, dia kalah dengan sahabatnya yang punya uang dan siap membiayai
keperluan Tulehu Putra.

Anak-anak akhirnya tau, dan ini sontak menjadi dilema tersendiri. Anak-anak
sudah jatuh hati, mereka merasa Sani adalah sosok terbaik bagi mereka. Sani
menutupi masalahnya dengan Raffi, dia menjelaskan dia keluar dari Tulehu
Putra karna ingin fokus mencari nafkah. Diluar itu, Sani sebenarnya sangat
hancur. Perasaan dikhianati sahabat sekaligus harus kembali menjauh dari
dunianya, sepakbola.

Perasaan itu berubah tatkala seorang guru dari SMK Passo bernama Yosef
datang dan menawarinya melatih Passo untuk mengikuti John Maeloa Cup. SMK
Passo sejatinya merupakan SMK Kristen, dan penunjukan Sani yang Muslim
sebagai pelatih awalnya sempat ditentang oleh kepala sekolah, namun setelah
diberikan pengertian oleh Yosef, kepsek pun melunak. Sani pun girang, dia akan
kembali ke dunianya, dan keluarganya pun pasti senang karna SMK Passo
menggajinya.

Berita Sani melatih Passo terdengar anak-anak Tulehu, hingga dua anak yakni
Salembe dan Alvin keluar dari Tulehu Putra dan memilih bergabung dengan
Sani. Hal yang membuat terjadinya keretakan ditubuh Tulehu Putra.

Film ini langsung mengarahkan pada laga final, yang mempertemukan Passo vs
Tulehu. Pertandingan antar saudara yang akhirnya dimenangkan oleh Tulehu.
Membuat Raffi merasa lebih hebat dari Sani.

Diluar laga final ada sosok Sofyan, orang Tulehu yang ditugaskan PSSI
memberikan informasi tentang turnamen PSSI U15 antar provinsi yang
berlangsung di Jakarta. Informasi ini langsung ditindaklanjuti dengan
pembentukan tim U15 Maluku melalui jalur musyawarah. Akhirnya ditetapkan
Sani sebagai pelatih kepala dan Raffi sebagai asisten. Pemilihan ini didasarkan
pada kemampuan Sani dalam menyatukan pemain Passo dan Tulehu, pemain
Islam dan Kristen. Sontak hal ini membuat Raffi bereaksi, dia menganggap
pelatih dari tim juaralah yang berhak jadi pelatih kepala. Raffi bersikap, jadi
pelatih kepala atau mundur sama sekali. Akhirnya Raffi mundur, jadilah Sani
sebagai Pelatih Kepala dan Yosef sebagai asistennya.
Pemain mulai berlatih, dengan komposisi 2 pemain dari Passo dan sisanya dari
Tulehu. Konflik di dalam tim dimulai. Benih keragaman ini kembali pecah.
Salembe yang merasa dendam dengan Polisi yang membunuh ayahnya baru tau
kalau 2 pemain Passo adalah anak polisi. Tackle keras saat latihan disertai adu
mulut dan adu jotos tak terelakkan. Tapi Sani tetap yakin, riak perpecahan ini
lambat laun pasti akan berakhir. Anak-anak akan dewasa, disisi lain Sani lebih
intens pada masalah lain, tim kekurangan dana.
Keberangkatan tim tinggal menunggu hari, tapi dana yang terkumpul masih
kurang. Konflik kembali terjadi. Kekurangan dana mulai tertutupi dengan
sumbangan masyarakat yang secara langsung menyerahkannya ke Sani.
Sumbangan dari gereja, bahkan sumbangan dari orang tua pemain yang
awalnya kurang support dengan anaknya yang tiap hari latihan. Setelah dihitung
lagi, dana masih kurang. Sani akhirnya menjual dua ekor kambing tanpa
sepengetahuan istrinya. Haspa, istri Sani marah besar dan berniat pulang ke
rumah orang tuanya di Ambon beserta anak-anaknya. Sani hanya bisa terdiam.
Inilah perjuangan. Pada momen ini emosi Chico Jericho sebagai pemeran Sani
sangat luar biasa, penonton bisa merasakan.

Berangkatlah akhirnya tim Maluku menuju Jakarta. Pertandingan pertama


bertemu Jakarta, finalis tahun lalu. Awalnya laga terlihat mudah, tapi benih
perpecahan itupun meledak dipertandingan awal ini. Baku pukul diruang ganti
terjadi. Membuat Sani menganggap tak ada yang bisa diselamatkan dari tim ini,
tim yang tak punya harapan. Pertandingan berakhir dengan kekalahan, yang
terburuk adalah pecahan rasa kebersamaan dalam tim.
Berita ini lantas sampai ke Tulehu, Haspa semakin marah dan akhirnya
memutuskan pergi dari rumah bersama anak-anaknya. Di hotel, Sani
mendapatkan kabar ini. Kegalauan menerpa, membuat Sani berniat pulang dan
memilih menyelamatkan keluarga dibandingkan berjuang dengan tim yang
menurutnya tak bisa diharapkan.
Sebelum memutuskan pulang, Sani bertemu Sofyan. Sofyan memompa lagi
semangat Sani, mengobarkan lagi kalau tim Maluku punya potensi. Sani
akhirnya luluh dan bersiap untuk pertandingan kedua.

Pertandingan kedua berlangsung sengit. Di akhir babak pertama Maluku


ketinggalan satu gol, dan perpecahan masih mengemuka. Di ruang ganti Sani
menjelma bagai Sir Alex Ferguson, memberikan motivasi untuk semua pemain.
Kala mencari siapa yang salah pada konflik Maluku, waktu pun akan habis tanpa
bisa menjawab siapa yang salah, ungkap Sani. Sani menekankan satu hal,
bukan Tulehu, bukan Passo, bukan Islam, bukan Kristen, tapi BETA MALUKU.
Sebuah pesan yang menggelorakan semangat hingga tim ini melaju ke babak
puncak.

Singkat cerita, kisah indah inipun berlangsung hingga final yang


mempertemukan lagi mereka melawan Jakarta. Kisah ketimpangan melawan
kejumawaan. Saat turun minum Maluku tertinggal satu gol. Pemain Maluku
tampak down, apalagi menurut mereka wasit berat sebelah. Ada satu yang
menarik, bukan Sani atau Jago (kapten tim) yang memberikan motivasi,
melainkan Salembe. Salembe yang selalu membuat huru-hara di tim dan sering
berulah. Kalau wasit curang biarkan saja, kalau dapat tackle keras berdiri lagi,
dapat sikut keras berdiri lagi, jangan sampai dianggap orang remeh kata-kata
keren dari si bengal membuat bulu kuduk penonton ikut berdiri. Akhirnya akhir
babak kedua kedua tim sama kuat 1-1 yang di akhiri adu pinalti.
Hal paling menarik pada momen ini adalah terputusnya siaran langsung dari tv.
Masyarakat Maluku menggelar nonbar di semua sudut kota. Terhentinya siaran
ini membuat mereka bingung. Disinilah, siaran berubah menjadi laporan via
telpon yang di sebarkan lagi via mimbar masjid dan gereja dengan pengeras
suara. Olahraga memang alat pemersatu nasinalisme kita.

Dramatis, hasil akhir untuk pertandingan ini. Diluar dari kemenangan Maluku, ini
adalah kemenangan keragaman, sebuah kesatuan tekad dalam semangat
rekonsiliasi daerah konflik. Tidak heran film ini banjir penghargaan. Sebagai
sebuah film dengan muatan yang kompleks, film ini terlihat komplet. Film yang
layak ditonton, jangan kalah dengan saya yang menontonnya berulang kali.
Semoga film penebal nasionalisme dengan akting ciamik macam film ini tumbuh
subur.

Durasi film 2 jam, disuguhi berbagai konflik yang mengemuka dengan alur yang
pas. Ada konflik besar kerusuhan, konflik rumah tangga, konflik persahabatan,
konflik pilihan-pilihan, hingga berujung manis di akhir cerita. Saya merasa
penyajiannya sederhana tapi mengena. Sebagian besar komunikasi
menggunakan bahasa lokal, rapi namun masih mudah dipahami walau tanpa
teks sekalipun. Penonton dibawa dalam alur, dan merasakan setiap titik
ketegangannya. Film yang nyaris tanpa cela, recomended!!!

Maluku. Kata itu bukan Cuma nama tempat. Kata itu ajar katong samua darimana
katong berasal. Par apa katong bajuang. KARENA BETA MALUKU! Bukan Tulehu, bukan
Paso. Bukan Islam, bukan Kristen. Sani Tawainella

Konflik sosial, apapun sebabnya, bagaimanapun bentuknya, siapapun pelakunya, selalu


akan menimbulkan bekas dan pertanyaan sesudahnya. Siapapun manusianya, pastilh
tidak ingin terjebak dalam situasi dan kondisi seperti itu, bahwa nyawa dan masa depan
selalu menjadi pertaruhannya. Di balik itu, selalu saja ada manusia-manusia berani
yang mau memikirkan dan berbuat sesuatu untuk bisa keluar dari situasi tersebut.
Hebatnya lagi, mereka mau mengorbankan banyak hal untuk bisa mewujudkan
keinginannya untuk terlepas dari jebakan konflik dan mengajak banyak orang untuk itu
dengan melakukan hal yang inspiratif.

Ini terjadi dalam kenyataannya, bagaimana seorang Sani Tawainella, seorang mantan
pemain sepak bola yang gagal menjadi pemain profesional dan akhirnya hanya
berprofesi sebagai tukang ojek di Kota Ambon, mampu melakukan banyak hal yang
inspiratif untuk anak-anak muda di daerahnya agar tidak terjebak dan larut dalam
suasana dan situasi konflik Ambon pada awal tahun 2000-an lalu.

Kisah ini secara tidak sengaja ditemukan oleh sutradara muda, Angga Dwimas
Sasongko (Hari Untuk Amanda, 2010) yang berperan sebagai produser eksekutif,
produser, sutradara, penulis naskah dan pemilik Production House (PH) dalam produksi
film ini, pada tahun 2007. Saat itu, dirinya sedang berada di kota Ambon untuk
keperluan syuting iklan sebuah produk. Sebagai seorang pembuat film, saat itu saya
merasa telah menemukan sebuah materi film yang sangat kuat. Tapi sebagai manusia,
saya merasa mendapatkan pengalaman yang telah mengubah hidup saya sendiri,
jelasnya saat ditemui secara pribadi.

Penulisan naskah film ini berlangsung sejak tahun 2008. Setelah Hari Untuk Amanda
rilis pada tahun 2010, barulah film ini diproduksi secara total. Judul film ini, Cahaya
Dari Timur diberikan oleh Andi Bachtiar Yusuf yang juga menjadi salah satu orang
yang diajak berdiskusi secara intens di awal-awal penggarapan cerita ini. Lalu ide cerita
ini juga dipaparkan kepada Glenn Fredly, seorang musisi berdarah Maluku, yang juga
bersama-sama dengan Angga menggagas gerakan Voice From The East. Saat itu,
setelah mendengar dan membaca tentang ide cerita ini, Glenn langsung bersemangat
dan menyatakan untuk terlibat dalam produksi ide cerita tersebut. Dan akhirnya, Glenn
bertindak sebagai produser bersama dengan Angga dalam produksi film ini.

Kendala terbesar saat di awal adalah investor. Hal ini diakui sendiri oleh Angga. Ide
cerita yang lugas, yang menggambarkan tentang konflik sosial memang memerlukan
sebuah keyakinan dan argumentasi yang kuat untuk meyakinkan investor agar mau
menginvestasikan pada film ini. Dan proses ini berjalan hingga 3 tahun lamanya,
hingga akhirnya film ini bisa diproduksi.

Investor film ini tidak satu, ada beberapa. Ada Pak Gita Wirawan, Arifin Panigoro dan
beberapa investor yang lain. Jadi memang ini film patungan. Karena tidak ada orang
banyak yang mau menyoba untuk membangun film dengan profil film seperti ini, jelas
Angga ketika ditanya tentang hal tersebut.

Kemudian yang menarik adalah dalam film ini, Angga melibatkan hampir
90% cast orang lokal dalam produksinya dan dilakukan open casting di sana. Untuk
karakter-karakter utama, tetap menggunakan aktor dan aktris berpengalaman, seperti
Chiko Jericho sebagai Sani Tawainella, Jajang C. Noer sebagai Mama Alvin, Shafira
Umm sebagai Haspa Umarella istri Sani, Ridho Slank, Glenn Fredly dan lainnya. Khusus
untuk Chico Jericho, sebagai film layar lebarnya yang pertama, dirinya memang
mendapatkan perlakukan khusus untuk memerankan film ini. Dia sampai tinggal di
rumah keluarga Sani yang asli di Tulehu selama 2 minggu, merasakan kehidupan
sehari-hari di sana dan mempelajari logat dan bahasa Tulehu dan Maluku.

Ini bisa mengasah saya dan belajar keluar dari comfort zone. Saya sejak awal ingin
sekali bermain film dan mendapatkan kesempatan di filmnya Angga. Ini tantangan buat
saya karena harus kawin dengan kebudayaan Sani. Lalu juga menjadi orang Maluku
itu juga sangat menantang. Bahasa Ambon itu asing buat saya, jadi saya harus berlatih
keras untuk itu, terang Chico saat interview langsung dirinya beberapa waktu lalu.

Angga, sebagai pemilik PH Visinema Pictures, juga menjelaskan bahwa Cahaya Dari
Timur adalah sebuah rangkaian seri film yang mengangkat kisah-kisah inspiratif dari
Timur Indonesia, di mana Cahaya Dari Timur: BETA MALUKU adalah sebagai film
pertama dari rangkaian tersebut. Kami berusaha menggambarkan secara lugas
tentang konflik di Maluku, yang kami pikir memang perlu untuk diketahui publik
Indonesia sebagai pelajaran. Dan pada akhirnya kami berharap bahwa kita sebagai
sebuah peradaban bisa meminimalisir dan menghindari konflik sosial karena hanya
membawa kehancuran dan penderitaan bagi kita semua, tegasnya.

Film Beta Maluku merupakan kisah nyata dari kehidupan seorang Sani Tawainella
(diperankan oleh Chicco Jerikho) yang merupakan mantan pemain sepak bola yang
berasal dari desa Tulehu, Ambon. Sani Tawainella sempat mewakili Indonesia pada Piala
Pelajar Asia tahun 1996 di Brunai Darussalam namun kemudian ia gagal menjadi
pemain professional setelah sebelumnya juga gagal dalam seleksi PSSI Baretti.
Akhirnya Sani Tawainella memutuskan untuk mundur dari dunia sepak bola dan kembali
ke Tulehu bersama dengan istrinya dan kemudian menjadi Seorang tukang ojek.

Awal tahun 2000an, kerusuhan di Maluku pun terjadi dan membuat semua kegiatan
menjadi tidak menentu bagi seluruh warga Maluku. Dalam suasana yang tidak
menentu, Sani Tawainella memutuskan untuk mengumpulkan anakanak di Tulehu
untuk berlatih sepakbola dengan tujuan utama menghindarkan anakanak tersebut dari
konflik. Sani percaya bahwa sepakbola dapat memberikan pengaruh yang positif bagi
kehidupan anakanak tersebut serta dapat menjadi ingatan baik untuk anak-anak
sebagaimana pengalaman masa kecilnya.

Selain teknik bermain sepakbola, Sani juga menanamkan nilainilai hidup saling
bersaudara dan saling mengasihi. Terutama, Sani juga selalu memberikan motivasi agar
anak didiknya mempunyai semangat tinggi untuk terus maju. Sani selalu meneriakan
katakata Motivasi Tinggi! dan anak-anak didiknya diminta untuk membalas dengan
teriakan Tinggikan! yang penuh semangat. Semangat dan dedikasi Sani membuahkan
hasil karena akhirnya Sani dipilih menjadi kepala pelatih dan dapat membawa
kesebelasan Maluku menjadi juara pada kompetisi nasional Under 15, di tahun 2006.

Kisah Sani Tawainella menjadi inspiratif karena Tim Maluku yang dikomandaninya
melibatkan dua komunitas besar di Maluku yang sebelumnya bertikai. Konflik-konflik
yang awalnya terjadi dalam tim karena perbedaan yang ada, dihadapi oleh Sani dengan
mengobarkan semangat untuk hidup lebih baik setelah tragedi konflik berdarah yang
menimpa kehidupan mereka di masa sebelumnya. Sani menekankan bahwa sepak bola
untuk anak-anak didiknya bukan hanya persoalan menang atau kalah, tapi lebih banyak
tentang persaudaraan dan perdamaian dalam menjalani kehidupan.

Film Cahaya dari Timur Beta Maluku hampir seluruhnya menggunakan bahasa melayu
Ambon dan keseluruhan karakter anakanak didik Sani, diperankan oleh anakanak asli
Maluku. Kisah ini sendiri ditulis oleh penulis skenario muda asal Maluku yang juga
menjadi saksi hidup masamasa konflik Maluku, yaitu M. Irfan Ramli, bersama Swatika
Nohara, penulis skenario film Hari Ini Pasti Menang yang mendapatkan penghargaan di
ajang Piala Maya 2013 lalu. Beberapa musisi legendaris Maluku juga berkolaborasi
dengan beberapa musisi muda Indonesia dan bersamasama
mengerjakan soundtrack dari film ini.

Dengan banyaknya nilai positif mengenai kesadaran akan identitas, persatuan serta
perdamaian, film mendapatkan dukungan dari Ancora Foundation yang didirikan oleh
Gita Wirjawan dan PT. Sebuku lron Lateritic Ores (SILO). Film Cahaya Dari Timur: BETA
MALUKU ini dijadwalkan rilis di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada bulan Juni 2014
dan juga akan didistribusikan di bioskop-bioskop internasional, salah satunya di
Belanda.

Sebagai sebuah rekaman dari kehidupan seseorang, keluarganya dan masyarakat di


sekelilingnya, film ini terlihat ingin memberikan sebuah catatan optimis tentang
perilaku aspiratif dan bermanfaat bagi orang banyak, di tengah konflik sosial yang
diliputi keputusasaan, kemarahan dan kebencian satu sama lain pada yang terlibat.
Bahwa dalam sebuah konflik sosial di dalam masyarakat, selalu ada manusia atau
individu-individu yang sebetulnya lebih memilih menghindar dan meredam kemarahan
dan keputusasaan dengan melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya sendiri
dan banyak orang, dan pada akhirnya menjadi aspirasi bagi orang banyak. Itulah
gambaran dari film ini, sebuah catatan optimisme di tengah keputusasaan akibat konflik
sosial.

Proses produksi film Beta Maluku sendiri membutuhkan tidak kurang dari 40 hari
syuting. Dimulai pada tanggal 17 Desember 2013 di Jakarta dan kemudian berpindah
lokasi ke Tulehu, Maluku pada tanggal 7 Januari hingga 2 Februari 2014. Film ini
serentak pada tanggal 19 Juni 2014 dan berhasil meraih predikat Film Terbaik pada
Festival Film Indonesia 2014 dan menempatkan Chicco Jericho sebagai Pemeran Pria
Terbaik FFI 2014. Walaupun perolehan penonton film ini hanya 129.166 pada 2014 lalu,
tetap saja kualitas film ini sebetulnya berada di atas rata-rata film yang rilis
berbarengan. Dan memang, kita masih memiliki persoalan pada selera menonton film
dan kemampuan untuk memberikan apresiasi terhadap film-film nasional yang
berkualitas.

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat

deskriptif. Hasil penelitian yang diharapkan setelah pengumpulan data dijabarkan dalam bentuk

penjelasan dan paparan agar pembaca mengerti tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian

ini. Penelitian dengan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis dari sinetron yang diamati, artinya data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan

tidak berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif.

Seperti yang dikemukakan oleh Kutha Ratna (2009:47), bahwa Pendekatan kualitatif memberikan

perhatian terhadap data alamiah yaitu data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Objek

penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung

dibalik tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan inilah

pendekatan kualitatif dianggap sama dengan pemahaman. Sesuai dengan namanya, pendekatan ini

mempertahankan nilai-nilai sehingga pendekatan ini dipertentangkan dengan pendekatan kualitatif yang

berarti bebas nilai.


29

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutik. Penggunaan jenis ini

dianggap tepat karena peneliti mengungkapkan karakter tokoh utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik
Haji tayangan RCTI. Hal ini sesuai dengan pernyataan Endraswara (2003:157), bahwa Studi sastra

mengenal hermeneutik sebagai tafsir sastra. Hermeneutik merupakan sebuah paradigma yang berusaha

menafsirkan teks atas dasar logika linguistik, yang akan dapat membuat penjelasan teks sastra dan

pemahaman makna dengan menggunakan makna kata dan selanjutnya makna bahasa. Makna kata lebih

berhubungan dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Makna kata

akan membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu, dari kata-kata akan tercermin makna

kultural teks sastra.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa hermeneutik merupakan jenis

penelitian yang dapat mengungkapkan makna dibalik karya sastra tersebut dan memberikan penafsiran

terhadap teks sastra melalui cerminan bahasa yang digunakan sebagai sarana dalam mewujudkan

pemahaman makna dalam teks sastra tersebut. Melalui penelitian hermeneutik ini, berusaha

mengungkapkan karakter tokoh utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI.

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah kata, kalimat dan dialog-dialog yang menunjukkan karakter tokoh

utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI. Sedangkan sumber data penelitian

adalah video berupa sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu episode 1 dan 2.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Peneliti mencari video yang berisi sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu episode 1

dan 2.

2) Peneliti memutar video tersebut, lalu menontonnya berulang-ulang.

3) Peneliti menulis dialog-dialog antartokoh dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu

episode 1 dan 2 yang telah ditonton menjadi teks dialog seperti naskah drama.

4) Peneliti mengelompokkan data-data berupa dialog yang mencerminkan karakter tokoh utama dalam

sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu episode 1 dan 2.

5) Peneliti mencatat dialog-dialog yang mencerminkan karakter tokoh utama dalam sinetron Tukang

Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu episode 1 dan 2.

6) Selanjutnya, peneliti menguraikan data-data tersebut, lalu menganalisis karakter tokoh utama dalam

sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, yaitu episode 1 dan 2 tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis secara kualitatif yaitu

menganalisis karakter tokoh utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji Tayangan RCTI. Hal ini

sejalan dengan penjelasan Sugiono (2009 : 337), ia menyatakan bahwa Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu.

Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan

Huberman (Sugiono 2009 : 337), mengemukakan bahwa Aktifitas dalam analisis kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.

Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menyimpulkan data.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah mengolah data menurut

jenisnya, menganalisis karakter tokoh utama dan menyimpulkan.

1) Mereduksi data

Tahap mereduksi data mulai dilakukan melalui proses penyeleksian, identifikasi dan

pengklasifikasian. Penyeleksian dan pengidentifikasian merupakan kegiatan untuk menyeleksi dan

mengidentifikasi data-data pada kategori karakter tokoh utama yang terdapat dalam sinetron Tukang

Bubur Naik Haji tayangan RCTI. Tahap pengklasifikasian merupakan proses yang dilakukan untuk

mengklasifikasikan data, memilih data dan mengelompokkan data.

2) Menyajikan Data

Menyajikan Data merupakan kegiatan pengelompokkan data melalui tahap reduksi data pada

kategori karakter tokoh utama yang terdapat dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI.

3) Menarik Simpulan

Menarik simpulan dilakukan setelah mengikuti dua tahap. Simpulan ditarik setelah data disusun

dan diperiksa kembali. Selanjutnya, didiskusikan dengan pembimbing. Setelah proses ini dilalui, hasil

akhir penelitian analisis karakter tokoh utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI,

disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

3.5 Pengecekan Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang penting di dalam

penelitian kualitatif, yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan. Apabila peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan

menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.

Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan teknik triangulasi dan uraian rinci. Moleong

(2010: 330), menjelaskan bahwa Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Di mana dengan triangulasi peneliti dapat me-recheck hasil temuannya dengan jalan

membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori.

Sedangkan Teknik uraian rinci merupakan teknik yang menuntut peneliti untuk menguraikan

secara khusus sekali segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar ia dapat memahami temuan-

temuan yang diperoleh. Temuan itu tentunya bukan bagian dari uraian rinci melainkan penafsiran yang

dilakukan dalam bentuk uraian rinci berdasarkan data yang diperoleh (Moleong, 2010: 337).

Maka, jelas bahwa melalui triangulasi dan uraian rincilah keabsahan data tentang karakter tokoh

utama dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI dapat dibuktikan keabsahan datanya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Adapun hasil penelitian tentang karakter tokoh utama yang terdapat dalam sinetron Tukang

Bubur Naik Haji tayangan RCTI, pada episode 1 dan episode 2, yaitu berupa karakter H. Sulam dan H.

Muhidin. Berdasarkan hasil penelitian dalam sinetron tersebut, terdapat beberapa karakter tokoh utama.

Maka penulis menjabarkan data tentang karakter tokoh utama tersebut, sebagai berikut:

1) Karakter Tokoh H. Sulam

Berikut kutipan data yang menggambarkan karakter tokoh H. Sulam:

(1) Sopan Santun


Data 1
m :Terima kasih sudah datang. Eh, H. Muhidin datang, gak?
Kawan H. Muhidin :Maaf Pak H.
Kebetulan Pak H. Muhidin lagi ada halangan.
(konteks data : episode 1)

Data 2
Hansip Malih :Ngomong-ngomong ditahannya di mana bang H.
H. Sulam :Ditahan? Siapa yang ditahan?
Hansip Malih :Lo, bukannya Si Robby tersangkut kasus narkoba?
H. Sulam :Lo serius ni? Siapa yang ngomong?
p Malih :Waduh, ane juga kagak tau dah. Beritanya udah seantar di mana-mana.
am :Siapa yang ngomong? Lo dengar dari siapa?
(konteks data : episode 1)

Data 3
Pak Ustad Zakaria :Silahkan Bang H. Sulam.
H. Sulam :Assalamualaikum wr.wb.
35
Mohon maaf sebelumnya, saya hanya ingin mengajukan pertanyaan langsung kepada Bapak H. Muhidin.
Mengapa setiap kali beliau bertanya, selalu melirik kearah saya. Apakah ada yang salah dengan saya
atau memang pertanyaan itu ditujukan langsung kepada saya atau memang Bapak H. menyindir kepada
saya?
(konteks data : episode 2)

Data 4
H. Sulam :Siang, Pak. Ada apa ya?
Silahkan duduk dulu, ya. Silahkan!
(konteks data : episode 2)

(2) Inovatif
Data 5
Hj. Rodhiyah :Emang Si Robby mau disuruh ngapain sih, bang?
lam :Enggak, gue pikir-pikir ni benar juga ide mak. Gue harus mikir buka cabang lagi.
(konteks data : episode 1)

(3) Peduli Sesama


Data 6
Hj. Rodhiyah :Mang Ojo, udah malam. Istirahat aja dulu.
H. Sulam :Ya udah Mang Ojo, istirahat napa! Ya!
Mang Ojo :Iya H.
(konteks data : episode 1)

Data 7
lam :Adik lo Si Robby belum nelpon lagi tu, hah? Udah hampir sepuluh hari ni dia belum nelpon.
odhiyah :Terakhir sih dia bilang mau ke Pedalaman, bang. Mungkin gak ada sinyal kali di sana.
(konteks data : episode 1)

Data 8
H. Sulam :Kepedalaman?
Pamit ke gue katanya mau ke Papua, kenapa pakek ke dalam-dalam sih. Eh, kata orang ni daerah situ
masih rawan. Kalau kita mau ke Pedalaman, naik perahu kecil dan itu kalinya banyak buaya. Kalau adik
lo dicatut buaya, ridho lo, ridho?
odhiyah :Emang Si Robby mau disuruh ngapain sih, bang?
(konteks data : episode 1)

9
odhiyah :Kalo gak ketanganan gimana? Kan entar bisa ancur.
lam :Nah ntu dia, justru gue mau kasih kerja ke Robby.
(konteks data : episode 1)

(4) Bijaksana
Data 10
odhiyah :Robby mau disuruh jadi tukang bubur, ya benar aja dong bang? Bang, dia itu kan calon Sarjana Teknik.
lam :Iya gue tau, masak sarjana gue suruh dorong gerobak sih. Ni, kalau ada dia, kan gue bisa tukar pikiran.
Robby itu pengetahuannya luas. Nah, gak kek gue. kagak bakal naik tender.
(konteks data : episode 1)

11
Haji :Ni mobil tiap hari dielus-elus aja. Piknik kek sekali-kali, ke Siyantar kek. Biar kaki gue ni bisa berendam, ya.
lam :Beres mak, tapi benar juga tu kata emak. Kenapa kita sekarang jadi dibudakin sama harta ya? Tiap hari
ngurusin orang makan.
(konteks data : episode 1)

ya Diri
12
p Malih :Justru ane kesini ni bang H. mau cek and ricek ke bang H.
lam :Eh Lih, lo dengar ni ye. Adik gue Si Robby sekarang lagi ada di Papua. Lagi bikin menara buat hendpon.
Enak aja lo kalo ngomong, ditahan-ditahan-ditahan. Jidat lo yang ditahan? Ya udah deh, sono!
(konteks data : episode 1)

Data 13
Hj. Rodhiyah :Ada apa lagi sih, Bang?
m :H. Muhidin, emang mau ngejatuhin gue di depan jamaah keknya. Emang dia tu, sumber gosipnya.
(konteks data : episode 2)

4
hiyah :Ya Bang lawan dong.
m :Emang gue lawan. Kalo gue gak lawan, makin kurang ajar dia.
(konteks data : episode 2)

(6) Sabar
Data 15
hiyah :Apa yang salah dari kita, Bang? Ada aja fitnah yang menimpa kita.
m :Ya mana gue tau, Roh. Mungkin tu ujian dari Allah atau apa kali.
(konteks data : episode 2)

6
Haji :Eh, eh, Kenapa muka lo, kayak ayam ketelan kapur. Kenapa? Soal sumbangan lagi?
m :Soal Si Robby, makin panjang aja, dah. Lagian juga tu anak. Ah, udah ah, gak usah diomongin dah.
(konteks data : episode 2)

(7) Disiplin
Data 17
Ojo :Atuh jangan menyerah begitu Buk Hj. Kalo Si Robby emang lagi kerja, ya kita harus lawan.
m :Nah, tu dia masalahnya Mang Ojo, Si Robby tu udah sebulan kagak nelpon gue, gue kan kagak tau, apa dia
bekerja atau kagak atau gimana.
(konteks data : episode 2)

8
hiyah :Jadi, Abang juga nuduh Si Robby ditahan polisi, gitu Bang? Abang tega.
m :Gak Roh, gak. Cuma gue kesal aja sama Si Robby. Katanya anak sekolahan, harusnya dia kan mikir, ni
keluarganya disini mikirin dia, nunggu berita dari dia. Dia selamat atau gimana kan kita kagak tau. Ni
kagak, kek kebo dungkul. Nelpon kagak, apa kagak. Orang jual pulsa disana kan banyak, tinggal sepuluh
ribu apa dia kagak ikhlas.
(konteks data : episode 2)

(8) Humoris
Data 19
Haji :Kenapa Roh, sakit? Lam, Lam. Bawa aja ni dia ni ke puskesmas. Ni, Mak kalo kepala ni senut-senut ni, Mak
di sono. Dokternya baik, ganteng lagi. Bawa aja deh sono!
m :Bukan kepalanya yang sakit, ni hatinya. Hatinya lagi sakit.
Haji :Astagfirullahalazim, lo. Lefer tu lefer, bahaya.
m :Ya udah tenang, entar Sulam bawa ke UGD.
(konteks data : episode 2)

(9) Konsisten
Data 20
idin :Ah, itu kan perasaan adik Sulam saja. Pertanyaan saya, pertanyaan umum kok. Kalo H. Sulam merasa
tersindir, itu terserah Anda sendiri. Pertanyaannya kan, kenapa harus jadi perih kalau tidak ada luka?
m :Masalahnya Pak H. isu ini sudah sampai ke masyarakat, bahwa adik ipar saya Si Robby ditangkap polisi
dituduh karena mengedar ganja. Perlu saya jelaskan ke Bapak, bahwa satu bulan ini dia gak kelihatan di
kampung kita.
(konteks data : episode 2)

(10) Berjiwa Besar


Data 21
H. Sulam :Roh, Roh!
Hj. Rodhiyah :Apa lagi sih, Bang?
H. Sulam :Maafin gue ya, gue keceplosan.
(konteks data : episode 2)

2) Karakter Tokoh H. Muhidin

Berikut kutipan data yang menggambarkan karakter tokoh H. Muhidin:

(1) Iri Hati


Data 1
a :Umi kok ngomongnya kek gitu sih? Harusnya kita senang lo liat tetangga maju.
idin :Iya, kalo majunya usaha kerasnya kita patut senang dan bangga. Tetapi, kalo majunya dengan kebetulan
siapa juga bisa maju. Ini yang dapat dari lotrelah, yang dapat dari pengusaha, hadiahlah. Apaan?
a :Gak Abah, di dalam Islam itu gak ada yang namanya kebetulan, semuanya itu pasti udah direncanain sama
Allah.

(konteks data : episode 1)

(2) Sombong/Suka Pamer


Data 2
Warga :Kok gak ikut syukuran di rumahnya pak H. Sulam?
H. Muhidin :Iya ni, baru dari bandara jemput anak gue.
Warga :Oya, yang katanya sekolah di Mesir.
H. Muhidin :Iya iya semata wayang.
(konteks data : episode 1)

Data 3
Tarmidzi :Kan Mesir Jakarta jauh Pak H. tiketnya mahal.emang Pak H. sanggup?
idin :Namanya juga anak semata wayang, ya disanggup-sanggupin dong. Eh, gimana? Katanya mau maju.
(konteks data : episode 1)

Data 4
yidi :Emang hebat Si Rumana tu, dia bisa kuliah di luar negeriAlazar, gak gampang tu H. saingannya berat.
Paling enggak, dia mesti hafal satu dua juz Alquran berikut tafsirnya.
idin :Urusan itunya H. itu Rumana sendiri. Sama mah, terima bersih aja. Nah, urusan biaya gue deh. Termasuk
sama istri gue ni sampai jungkir balik.
(konteks data : episode 1)

(3) Suka Menyindir


Data 5
yidi :Alhamdulillah, bagus itu. Anak Bapak juga, dia ambil S2. Jurusannya Hukum Syariah di UIN.
idin :Kok bisa cocok sih H. Lantas gimana tugas di DPRnya kagak keganggu?
(konteks data : episode 1)

idin :Ye, namanya juga anak Periuk. Tau kan pergaulannya, mesti hati-hati nyari teman, Roh.
dhiyah :Pak H. Jangan teka-teki begitu deh. Si Robby tu baik-baik aja Pak H. Dia tu lagi kerja, emangnya kenapa
sih?
(konteks data : episode 2)

idin :Emangnya Si Sulam sudah lancer nyetir mobilnya, kagak perlu Si Robby lagi.
dhiyah :Demi Allah Pak H. Robby itu lagi kerja di Papua. Kok tega-teganya menyebar fitnah begitu. Robby itu
anaknya baik.
(konteks data : episode 2)

emunah :Ya, alasan apa juga masuk di akal, mau kerja di luar Jawa juga, kenapa gak sekalian bilang aja keja ngikut
TKI ke Malaysia. Ya gak.
idin :Tapi malu juga dong, Mi. Namanya kalo ada keluarga yang masuk bui.
(konteks data : episode 2)

emunah :Orang Cuma nanya doing, dianya aja yang tersinggung.


a :Iya Umi, tapi kan kasian istrinya Bang Sulam. Kesini kan dia mau belanja, tapi malah dibikin malu.
idin :Kalo kagak ada asap, kagak ada apinya. Berita itu ada tentu ada sebabnya. Lo jangan terlalu bela dia deh
Rum, ah.
(konteks data : episode 2)

0
tad Zakaria :Silahkan Pak H. Muhidin, tapi jangan panjang-panjang.
idin :Bagaimana hukumnya kalo ada di antara keluarga dekat kita, yang berbuat keji. Misalnya menjadi pengedar
narkoba? Bukankah kita telah diperintahkan Allah untuk menjaga keluarga kita. Kuu Anfussakum
Waahlikum naaraa. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Mohon penjelasannya, Pak Ustad.
(konteks data : episode 2)

1
idin :Ah, itu kan perasaan adik Sulam saja.
Pertanyaan saya, pertanyaan umum kok. Kalo H. Sulam merasa tersindir, itu terserah Anda sendiri.
Pertanyaannya kan, kenapa harus jadi perih kalau tidak ada luka?
lam :Masalahnya Pak H. isu ini sudah sampai ke masyarakat, bahwa adik ipar saya Si Robby ditangkap polisi
dituduh karena mengedar ganja. Perlu saya jelaskan ke Bapak, bahwa satu bulan ini dia gak kelihatan di
kampung kita.
uhidin :Sebaiknya, kalo emang ada masalah gak usah ditutup-tutupilah. Saya mengutarakan ini, karena kecintaan
saya kepada H. Sulam karena kita sama-sama jamaah mesjid ini.
(konteks data : episode 2)

(4) Mengadu Domba


Data 12
Hansip Tarmidzi :Hah, ditangkap?
unah :Kek kagak tau aja, dia kan anak Periuk, kan tau sendiri bagaimana kelakuan anak Periuk. Bisa-bisa ni dia
kelibat sama narkoba. Ini yang bikin gue jadi ngeri banget-banget deh.
n :Eh, kalo benar dia sudah satu bulan kagak kelihatan, berarti dia benar ditahan polisi. Ya bagaimana ya, di
sini dia dibutuhkan sama Si Sulam tuk nyetir mobilnya. Ya maklum, punya mobil kagak punya nyali untuk
nyetir sendiri.
(konteks data : episode 1)

(5) Angkuh
Data 13
:Bah, kalo apa yang Abah tuduhin itu semua, gak benar. Abah bisa dilaporin ke polisi. Itu sama aja, Abah
udah mencemarkan nama baiknya Bang Robby, Bah.
:Silahkan aja, kalo memang Robby kagak ditahan polisi, buktiin dong, bahwa dia itu orang baik. Ini kagak.
(konteks data : episode 2)

unah :Udah deh Rum, lo gak usah ngebelain dia. Masa depannya aja kagak jelas. Tau gak, kagak jelas. Lagi, lo
jangan berharap, Umi bakal ngeredoin lo. Kalo jadi bininya dia. Ingat lo, ya. Maaf, ya.
:Amit-amit, kalo gue sampai jadi mertuanya si anak yang kagak tau sopan santun, tu.
:Ya, Rum kan cuma kasih tau Umi sama Abah aja. Kalo fitnah itu dosa besar.Udah itu aja.
(konteks data : episode 2)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang karakter tokoh utama yang terdapat dalam sinetron

Tukang Bubur Naik Haji tayangan RCTI, pada episode 1 dan episode 2, yaitu berupa karakter H.

Sulam, H. Muhidin, Robby dan tokoh Rumana, maka berikut ini penulis akan membahas data-data

tentang karakter tokoh utama tersebut, yaitu sebagai berikut:

1) Karakter Tokoh H. Sulam

Berikut penjelasan kutipan data yang menggambarkan karakter tokoh H. Sulam:

(1) Sopan Santun


Data 1
m :Terima kasih sudah datang. Eh, H. Muhidin datang, gak?
Kawan H. Muhidin :Maaf Pak H.
Kebetulan Pak H. Muhidin lagi ada halangan.

(konteks data : episode 1)

Data 1 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang sopan dan santun, yang terlihat melalui

percakapan antara H. Sulam dengan salah seorang kawan H. Muhidin yang menghadiri acara peluncuran

armada bubur ayam H. Sulam. Dengan santun ia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan

hadir ke acara tersebut kepada salah seorang tamu undangan, yang kebetulan beliau adalah salah satu

kawan dekat H. Muhidin. Selain itu ia juga menanyakan, adakah H. Muhidin pun berkenan datang ke

acara peluncuran armada bubur ayamnya tersebut. Padahal jelas-jelas H. Muhidin sangat tidak suka

melihat kesuksesannya, namun ia dapat memposisikan dirinya sebagai tuan rumah yang haruslah

bersikap santun kepada tamu. Dari dialog percakapan tersebut, terlihat jelas bahwa H. Sulam memiliki

karakter yang sopan dan santun terhadap tamu undangannya. Bahkan, ia juga tidak lupa menanyakan

tentang H. Muhidin, yang merupakan kawan dekat orang tersebut.


Data 2
Hansip Malih :Ngomong-ngomong ditahannya di mana bang H.
H. Sulam :Ditahan? Siapa yang ditahan?
Hansip Malih :Lo, bukannya Si Robby tersangkut kasus narkoba?
H. Sulam :Lo serius ni? Siapa yang ngomong?
p Malih :Waduh, ane juga kagak tau dah. Beritanya udah seantar di mana-mana.
am :Siapa yang ngomong? Lo dengar dari siapa?
(konteks data : episode 1)

Data 2 di atas juga menunjukkan karakter kesopansantunan sosok H. Sulam. Dialog percakapan

ini terjadi antara H. Sulam dengan seorang hansip kampungnya, yang bernama Malih. Dalam percakapan

tersebut, dengan lantang si hansip menyatakan tentang penahanan adik iparnya yang bernama Robby,
karena tersandung kasus narkoba. Namun, beberapa kali secara berulang-ulang, ia dengan sopan masih

tetap menanyakan kebenarannya dan dari mana si hansip mengetahui akan hal tersebut, yang jelas-jelas

dia sebagai abang iparnya saja tidak mengetahuinya. Dari percakapan tersebut jelas terlihat sikap sopan

yang dimiliki sosok H. Sulam, meskipun adik iparnya dituduh demikian, namun ia masih bersikap santun

tanpa marah-marah kepada si hansip tadi, tapi ia hanya mempertanyakan dari mana si hansip

mendapatkan informasi yang tidak baik tentang adik iparnya. Dalam hal ini, ia dapat memposisikan

dirinya sebagai tuan rumah yang bersikap santun, meskipun didatangi oleh seseorang dengan membawa

kabar yang yang tidak mengenakkan tentang salah satu anggota keluarganya.
Data 3
Pak Ustad Zakaria :Silahkan Bang H. Sulam.
H. Sulam :Assalamualaikum wr.wb.
Mohon maaf sebelumnya, saya hanya ingin mengajukan pertanyaan langsung kepada Bapak H. Muhidin.
Mengapa setiap kali beliau bertanya, selalu melirik kearah saya. Apakah ada yang salah dengan saya
atau memang pertanyaan itu ditujukan langsung kepada saya atau memang Bapak H. menyindir kepada
saya?
(konteks data : episode 2)

Data 3 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang sopan dan santun, yaitu merupakan

dialog yang terjadi antara H. Sulam dengan Ustad Zakaria pada saat berlangsungnya tanya jawab

setelah usai kajian rutin ketika selesai salat magrib di mesjid. Dalam tuturan yang diucapkan oleh H.

Sulam saat akan mengajukan pertanyaan yang tertuju langsung kepada H. Muhidin tersebut, telihat jelas

penggambaran karakter sopan santun yang dimiliki oleh H. Sulam. Bahwa, ketika ingin mengutarakan

pertanyaan, ia terlebih dahulu mengacungkan tangannya, lalu memulai pertanyaan setelah dipersilahkan

oleh Ustad yang memimpin kajian tersebut, serta ia pun tidak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu

sebelum membuka pembicaraan. Bahkan bukan hanya itu, kata-kata yang dilontarkannya pun memiliki

nilai santun yang cukup baik. Seperti salah satunya, ia juga meminta maaf sebelumnya kepada H.

Muhidin yang ditujukan pertanyaan tersebut. Hal ini jelas bahwa karakter santun yang dimiliki oleh sosok

tukang bubur ini sangatlah baik, dan ia pun dapat memposisikan dirinya dimana ia berada dan sedang

berbicara dalam majelis yang bagaimana.


Data 4
H. Sulam :Siang, Pak. Ada apa ya?
Silahkan duduk dulu, ya. Silahkan!
(konteks data : episode 2)

Data 4 di atas juga menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang sopan dan santun, yang terlihat

lewat tuturan yang dilontarkan oleh H. Sulam. Tuturan tersebut terjadi pada saat warung bubur ayam

miliknya didatangi oleh pihak kepolisian. Poda saat itu, tukang bubur yang satu ini sama sekali tidak

mengetahui akan maksud kedatangan dari kedua polisi tersebut. Rasa penasaran dan ingin tahulah yang
ada dalam batinnya. Namun, meskipun demikian tidak mengurangi sikap santun yang dimilikinya. Ia tetap

bersikap selayaknya pemilik warung yang siap melayani kebutuhan pelanggannya. Dengan santai, ia pun

melangkah menghampiri kedua polisi tersebut, lalu menyapa mereka, seraya mempersilahkan keduanya

duduk. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa H. Sulam adalah sosok yang memang memiliki sikap santun

yang tinggi terhadap siapapun, meskipun dia dalam keadaan khawatir atau penasaran terhadap apa yang

ada dihadapannya. Tapi, tidak akan mengurangi sikap santun yang dimilikinya.

(2) Inovatif

Data 5
Hj. Rodhiyah :Emang Si Robby mau disuruh ngapain sih, bang?
lam :Enggak, gue pikir-pikir ni benar juga ide mak. Gue harus mikir buka cabang lagi.
(konteks data : episode 1)

Data 5 di atas mendeskripsikan karakter tokoh H. Sulam yang inovatif. Dialog percakapan tersebut

terjadi antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah) pada suatu malam di teras rumahnya. Dalam

percakapan tersebut, H. Sulam menunjukkan sikap inovatifnya dengan memberikan pernyataan kepada

istrinya bahwa ia akan membuka cabang penjualan bubur ayam lagi. Hal ini terlihat jelas, bahwa ia

memiliki karakter yang ingin agar terus berkembang dalam usahanya, yaitu usaha penjualan bubur ayam.

Padahal usahanya saat itu pun, sudah berkembang. Namun dengan karakter inovatifnya tersebut, ia

masih juga ingin mengembangkan usahanya lagi.

(3) Peduli Sesama


Data 6
Hj. Rodhiyah :Mang Ojo, udah malam. Istirahat aja dulu.
H. Sulam :Ya udah Mang Ojo, istirahat napa! Ya!

Mang Ojo :Iya H.


(konteks data : episode 1)

Data 6 di atas menunjukkan karakter H. Sulam yang peduli kepada sesama. Dialog percakapan ini

terjadi antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah) dan Mang Ojo yang merupakan salah satu

karyawan di warung bubur ayamnya. Dalam percakapan tersebut, Hj. Rodhiyah menyuruh Mang Ojo

untuk beristirahat dulu, karena haripun sudah malam. Lalu, dengan lantang H. Sulam pun ikut

menyatakan hal yang sama kepada Mang Ojo untuk beristirahat. Dari percakapan tersebut jelas terlihat

sikap peduli sesama yang ditunjukkan oleh H. Sulam kepada salah satu karyawannya. Dalam hal ini, ia

tidak membedakan antara keluarganya ataupun karyawannya. Semuanya sama saja, setiap orang

memiliki batas letih, jadi memiliki kesempatan untuk beristirahat.


Data 7
lam :Adik lo Si Robby belum nelpon lagi tu, hah? Udah hampir sepuluh hari ni dia belum nelpon.
odhiyah :Terakhir sih dia bilang mau ke Pedalaman, bang. Mungkin gak ada sinyal kali di sana.
(konteks data : episode 1)

Data 7 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang peduli sesama, yang ditunjukkan

melalui dialog yang terjadi antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah) pada suatu malam di teras

rumahnya. Dialog tersebut menunjukkan karakter peduli sesama yang ditunjukkan oleh sosok H. Sulam

terhadap adik iparnya (Robby). Dalam percakapan dengan istrinya, ia menanyakan apakah adik iparnya

itu sudah menelpon lagi atau belum? Selain itu, H. Sulam juga menyatakan bahwa sudah hampir sepuluh

hari adik iparnya belum menelpon untuk memberi kabar tentang keadaannya. Hal ini, jelas menunjukkan

sikap peduli dan khawatir sosok H. Sulam terhadap adik iparnya (Robby), yang nun jauh disana, yang

belum diketahui bagaimana keadaannya karena belum menelpon ke rumah.


Data 8
H. Sulam :Kepedalaman?
Pamit ke gue katanya mau ke Papua, kenapa pakek ke dalam-dalam sih. Eh, kata orang ni daerah situ
masih rawan. Kalau kita mau ke Pedalaman, naik perahu kecil dan itu kalinya banyak buaya. Kalau adik
lo dicatut buaya, ridho lo, ridho?
odhiyah :Emang Si Robby mau disuruh ngapain sih, bang?
(konteks data : episode 1)

Data 8 di atas juga menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang peduli sesama, yang merupakan

kelanjutan pembicaraan antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah) pada suatu malam di teras

rumahnya. Dialog tersebut masih menunjukkan karakter peduli sesama yang dicerminkan oleh H. Sulam

untuk adik iparnya (Robby). Dalam percakapan dengan istrinya, jelas terlihat sikap peduli dan cemas

yang dimiliki oleh H. Sulam terhadap Robby, yang diutarakan kepada istrinya. Bahwa, ia cemas dengan

keberadaan adiknya iparnya setelah mendengar pertuturan istrinya, kalau Robby bukan hanya pergi ke

tempat yang pernah disampaikan kepadanya sebelum pergi, namun ke tempat yang lebih jauh lagi dari

pada itu. Kecemasan yang dimiliki oleh H. Sulam tersebut menunjukkan sikap peduli seorang abang

kepada adiknya, yang menginginkan keselamatan adiknya diperantauan sana.


9
odhiyah :Kalo gak ketanganan gimana? Kan entar bisa ancur.
lam :Nah ntu dia, justru gue mau kasih kerja ke Robby.
(konteks data : episode 1)

Data 9 di atas juga menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang peduli sesama, dialog percakapan

antara H. Sulam dengan istrinya dalam data di atas merupakan sikap peduli H. Sulam terhadap Robby.

Percakapan yang berlangsung dengan sang istri di teras rumah tersebut, merupakan salah satu

perwujudan sikap peduli seorang abang kepada adik iparnya, yang terlontar dari ucapan H. Sulam, yang

menegaskan kepada sang istri bahwa ia akan membukakan cabang penjualan bubur ayam yang baru,

dan akan dikelola oleh Robby. Dengan begitu, sikap pedulinya terhadap sang adik akan terealisasi
dengan cara membuka lapangan pekerjaan baru untuk Robby (adik iparnya). Sehingga selesai kuliah,

Robby langsung memiliki pekerjaan, seraya mencari pekerjaan yang lebih layak, nantinya.

(4) Bijaksana
Data 10
odhiyah :Robby mau disuruh jadi tukang bubur, ya benar aja dong bang? Bang, dia itu kan calon Sarjana Teknik.
lam :Iya gue tau, masak sarjana gue suruh dorong gerobak sih. Ni, kalau ada dia, kan gue bisa tukar pikiran.
Robby itu pengetahuannya luas. Nah, gak kek gue. kagak bakal naik tender.

(konteks data : episode 1)

Data 10 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang bijaksana, hal ini terlihat jelas melalui

percakapan H. Sulam dengan sang istri, di teras rumah. Tuturan yang dilontarkan oleh H. Sulam terhadap

istrinya tersebut mencerminkan kepribadian bijaksana yang dimiliki oleh sosok tukang bubur yang satu

ini. Ia menegaskan kepada istrinya, bahwa ia akan membuka cabang baru untuk usaha penjualan bubur

ayam miliknya, yang dimaksudkan agar dapat dikelola oleh adik iparnya (Robby), bukan menjadikan

Robby sebagai tukang bubur yang kesana kemari mendorong gerobak bubur ayam, melainkan tujuannya

adalah agar bisa saling tukar pikiran dengan sang adik, jika usaha baru yang akan dibuka tersebut

dikelola olehnya. Perwujudan sikap bijaksana ini, terlihat dari percakapan dengan sang istri, yang

menyatakan bahwa ia tidak akan mungkin menyuruh adiknya itu mendorong gerobak, karena dia tau

bahwa sang adik adalah Sarjana Teknik, bahkan ia juga menegaskan kalau Robby memiliki pengetahuan

yang luas, berbeda dengan dirinya.


11
Haji :Ni mobil tiap hari dielus-elus aja. Piknik kek sekali-kali, ke Siyantar kek. Biar kaki gue ni bisa berendam, ya.
lam :Beres mak, tapi benar juga tu kata emak. Kenapa kita sekarang jadi dibudakin sama harta ya? Tiap hari
ngurusin orang makan.
(konteks data : episode 1)

Data 11 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang bijaksana, yang dideskripsikan dalam

percakapan yang berlangsung antara H. Sulam dengan sang ibu, yaitu yang akrab disapa dengan Emak

Haji di halaman rumah saat ia sedang mengelap mobilnya. Perkataan Emak Haji, yang mengajak

anaknya sang tukang bubur untuk piknik dan liburan bersama, membuat H. Sulam pun angkat bicara,

yang dengan ucapannya tersebut mendeskripsikan kepribadiaannya tersebut bijaksana, yaitu ia

mempertimbangkan segala hal tentang apa yang dituturkan oleh Emak Haji. Lalu, ia pun memutuskan

dan membenarkan tuturan sang ibu. Bahwa selama ini, ia dan keluarga sibuk dengan usaha penjualan

bubur ayam yang dimilikinya. Namun, sampai lupa waktu dan kebersamaan yang seharusnya ada

ditengah-tengah keluarga mereka. Bukan hanya terus-menerus mengurusi pembeli. Dari percapakan

tersebut jelaslah bahwa sikap bijaksana yang dimiliki oleh H. Sulam yang akan direalisasikan kepada

sang adik ipar (Robby).


ya Diri
12
p Malih :Justru ane kesini ni bang H. mau cek and ricek ke bang H.
lam :Eh Lih, lo dengar ni ye. Adik gue Si Robby sekarang lagi ada di Papua. Lagi bikin menara buat hendpon.
Enak aja lo kalo ngomong, ditahan-ditahan-ditahan. Jidat lo yang ditahan? Ya udah deh, sono!

(konteks data : episode 1)

Data 12 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang percaya diri, hal ini terlihat terlihat

dalam percakapan H. Sulam dengan seorang hansip di kampungnya yang bernama Malih, pada suatu

pagi di halaman rumah saat ia sedang mengelap mobilnya. Tuturan yang dilontarkan oleh H. Sulam

terhadap hansip Malih, merupakan realisasi sikap percaya diri yang ada dalam dirinya, yang terwujud

dalam ucapannya. Bahwa ia menegaskan kepada sang hansip dengan rasa percaya diri yang besar,

kalau adik iparnya (Robby) saat ini sedang berada di Papua dan sedang membangun menara untuk alat

telekomunikasi udara, di tempat tersebut. Selain itu, ia pun menegaskan kembali kepada hansip tersebut,

bahwa adiknya tidak ditahan dan tidak akan pernah ditahan oleh polisi dengan tuduhan apapun itu.

Ucapan H. Sulam tersebutlah yang mendeskripsikan kepribadian percaya diri dalam dirinya dan

kepercayaannya kepada sang adik.


Data 13
Hj. Rodhiyah :Ada apa lagi sih, Bang?
m :H. Muhidin, emang mau ngejatuhin gue di depan jamaah keknya. Emang dia tu, sumber gosipnya.

(konteks data : episode 2)

Data 13 di atas juga mendeskripsikan karakter tokoh H. Sulam yang percaya diri. Terlihat dalam

dialog percakapan antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah) dalam data 1 di atas, menunjukkan

karakter percaya diri yang dimiliki oleh dirinya. Sikap percaya dirinya tersebut direalisasikan dalam

tuturannya, yang menyatakan bahwa H. Muhidin memang ingin menjatuhkan dirinya di depan majelis.

Selain itu, dengan percaya diri yang tinggi, ia pun menyatakan kepada sang istri ketika berada di meja

makan usai pulang dari majelis tersebut, bahwa H. Muhidin lah sumber gosib tentang adik iparnya di

kampung ini. Hal ini terlihat jelas bahwa rasa percaya diri yang dimilikinya membuat dia secara gamblang

menyatakan kalau H. Muhidin adalah dalang dari masalah yang timbul akhir-akhir ini dalam keluarganya.
4
hiyah :Ya Bang lawan dong.
m :Emang gue lawan. Kalo gue gak lawan, makin kurang ajar dia.

(konteks data : episode 2)

Data 2 di atas menunjukkan karakter tokoh H. Sulam yang percaya diri. Hal ini terlihat dalam

kelanjutan dialog yang berlangsung dengan sang istri di meja makan pada suatu malam, usai H. Sulam

pulang dari majelis di mesjid. Pernyataan yang dilontarkan oleh H. Sulam setelah mendengar tuturan

sang istri, menunjukkan karakter percaya diri yang terdapat pada dirinya. Hal ini terlihat dari ucapannya
yang menyatakan bahwa, ia dengan tegas melawan apa yang dituduhkan oleh H. Muhidin tentang sang

adik. Bahkan ia juga menyatakan kepada istrinya, kalau ia tidak membantah, maka H. Muhidin akan

semakin kurang ajar terhadapnya dan tidak akan berhenti menggosipi si adik dengan berbagai tuduhan

yang belum jelas kebenarannya. Dengan alasan inilah, ia menunjukkan kepercayaan dirinya dihadapan

H. Muhidin, yang sama sekali tidak menyukai akan kesuksesan yang dimiliki oleh keluarganya dan adik

iparnya yang akrab disapa Robby.

(6) Sabar
Data 15
hiyah :Apa yang salah dari kita, Bang? Ada aja fitnah yang menimpa kita.
m :Ya mana gue tau, Roh. Mungkin tu ujian dari Allah atau apa kali.
(konteks data : episode 2)

Data 15 di atas melukiskan karakter H. Sulam yang sabar, terlihat jelas melalui percakapan H.

Sulam dengan sang istri (Hj. Rodhiyah) yang berlangsung di warung bubur ayam miliknya, sesampai

sang istri pulang berbelanja dari Mini Market H. Muhidin. Ucapan yang diucapkan oleh H. Sulam selesai

mendengar tuturan sang istri mendeskripsikan karakter sabar yang dimiliki oleh dirinya. Hal ini terlihat

melalui tuturannya, dengan menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu tentang apa sebenarnya yang

terjadi dalam keluarganya akhir-akhir ini. Namun ia hanya menegaskan kepada sang istri kalau semua itu

adalah ujian yang diberikan oleh Allah kepada keluarga mereka, agar mereka lebih memiliki

meningkatkan lagi rasa sabar dalam menghadapi berbagai ujian tersebut.


6
Haji :Eh, eh, Kenapa muka lo, kayak ayam ketelan kapur. Kenapa? Soal sumbangan lagi?
m :Soal Si Robby, makin panjang aja, dah. Lagian juga tu anak. Ah, udah ah, gak usah diomongin dah.

(konteks data : episode 2)

Data 16 di atas juga merupakan pendeskripsian karakter sabar yang dimiliki oleh sosok H. Sulam.

Hal ini terlihat saat berlangsungnya percakapan antara H. Sulam dengan Emak Haji, di ruang makan saat

ia pulang dari mesjid. Sikap sabar sosok tukang bubur yang satu ini, terlihat jelas saat ini menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh ibunya (Emak Haji). Lantas ia menunjukkan sikap sabar tersebut dengan

hanya memberitahukan apa masalah yang terjadi sehingga membuat ia kesal. Namun, sabar lah yang

menjadi pembalut tuturannya sehingga ia pun tidak mau membahas dan memperpanjang lagi masalah

yang dialaminya saat berada di mesjid, tadi. Cukuplah hal yang dirasakannya tersebut hanya untuk dia

seorang, dan tidak perlu dibesar-besarkan lagi.

(7) Disiplin
Data 17
Ojo :Atuh jangan menyerah begitu Buk Hj. Kalo Si Robby emang lagi kerja, ya kita harus lawan.
m :Nah, tu dia masalahnya Mang Ojo, Si Robby tu udah sebulan kagak nelpon gue, gue kan kagak tau, apa dia
bekerja atau kagak atau gimana.
(konteks data : episode 2)

Data 17 di atas menunjukkan karakter disiplin yang terdapat pada sosok H. Sulam. Terlihat jelas

dalam percakapan antara H. Sulam dengan Mang Ojo, yaitu salah satu karyawan yang bekerja di warung

bubur ayam miliknya, percakapan ini berlangsung saat Hj. Rodhiyah sedang menangis di warung.

Karakter disiplin yang dimiliki oleh H. Sulam tercemin dalam ucapannya yang menjawab pernyataan

Mang Ojo, yaitu ia sedikit kecewa dengan sang adik ipar (Robby) karena sudah sebulan ia tidak

mengabari ke keluarganya tentang keberadaannya dan bagaimana keadaannya. Sehingga H. Sulam pun

tidak dapat memastikan apakah ia disana bekerja seperti yang diberitahukan olehnya saat pergi atau

malah melakukan hal yang lain. Dengan ucapan H. Sulam inilah terlihat jelas karakter disiplin yang

dimilikinya, yang disesalinya karena tidak diterapkan pada adik iparnya.


8
hiyah :Jadi, Abang juga nuduh Si Robby ditahan polisi, gitu Bang? Abang tega.
m :Gak Roh, gak. Cuma gue kesal aja sama Si Robby. Katanya anak sekolahan, harusnya dia kan mikir, ni
keluarganya disini mikirin dia, nunggu berita dari dia. Dia selamat atau gimana kan kita kagak tau. Ni
kagak, kek kebo dungkul. Nelpon kagak, apa kagak. Orang jual pulsa disana kan banyak, tinggal sepuluh
ribu apa dia kagak ikhlas.

(konteks data : episode 2)

Data 18 di atas juga merupakan pendeskripsian karakter disiplin yang dimiliki oleh H. Sulam. Hal

ini terlihat melalui percakapan antara H. Sulam dengan istrinya (Hj. Rodhiyah), percakapan ini

berlangsung di warung bubur saat Hj. Rodhiyah pulang berbelanja pada Mini Market H. Muhidin. Dalam

percakapan ini, menggambarkan karakter disiplin H. Sulam yang terlihat lewat ucapannya yang

membantah pernyataan istrinya. Bahwa, ia kesal dengan sikap adik iparnya, karena adiknya tersebut

tidak memikirkan kalau keluarganya disini mengkhawatirkan bagaimana keadaannya disana. Sikap

disiplin yang dimiliki H. Sulam tersebut terealisasi melalui pernyataannya yang kecewa kepada Robby.

Seharusnya ia bisa mengabari keluarganya, misalnya telpon. Sehingga H. Sulam dan keluarga disini

tidak mencemaskan keadaannya disana.

(8) Humoris
Data 19
Haji :Kenapa Roh, sakit? Lam, Lam. Bawa aja ni dia ni ke puskesmas. Ni, Mak kalo kepala ni senut-senut ni, Mak
di sono. Dokternya baik, ganteng lagi. Bawa aja deh sono!
m :Bukan kepalanya yang sakit, ni hatinya. Hatinya lagi sakit.
Haji :Astagfirullahalazim, lo. Lefer tu lefer, bahaya.
m :Ya udah tenang, entar Sulam bawa ke UGD.

(konteks data : episode 2)


Data 19 di atas menunjukkan karakter humoris yang dimiliki oleh H. Sulam. Percakapan yang

berlangsung antara Emak Haji dengan H. Sulam dalam data di atas merupakan perwujudan karakter

humoris sosok tukang bubur yang tercermin dalam tuturannya menjelaskan kepada Emak Haji dengan

santai, ia pun menyatakan bahwa istrinya bukan sakit kepala melainkan sakit hati. Lalu, dengan polos

sang Emak pun terkejut dan mengatakan kalau penyakit itu berbahaya, seraya meminta kepada H.

Sulam untuk membawa Hj. Rodhiyah untuk pergi ke puskesmas. Masih dengan decak humornya, H.

Sulam pun mengiyakan kalau nanti akan dibawa istrinya tersebut ke UGD. Pertuturan yang diucapkan

oleh H. Sulam tersebut merupakan pendeskripsian karakter humoris yang terdapat dalam dirinya, yang

berusaha menanggapi setiap persoalan dalam hidup dengan tenang dan santai.

(9) Konsisten
Data 20
idin :Ah, itu kan perasaan adik Sulam saja.
Pertanyaan saya, pertanyaan umum kok. Kalo H. Sulam merasa tersindir, itu terserah Anda sendiri.
Pertanyaannya kan, kenapa harus jadi perih kalau tidak ada luka?
m :Masalahnya Pak H. isu ini sudah sampai ke masyarakat, bahwa adik ipar saya Si Robby ditangkap polisi
dituduh karena mengedar ganja. Perlu saya jelaskan ke Bapak, bahwa satu bulan ini dia gak kelihatan di
kampung kita.

(konteks data : episode 2)

Data 20 di atas melukiskan karakter konsisten yang dimiliki oleh sosok H. Sulam. Terlihat jelas

melalui dialog percakapan yang berlangsung antara H. Sulam dengan H. Muhidin di mesjid ketika usai

kajian rutin setelah salat magrib, yang terdapat dalam data di atas mendeskripsikan karakter konsisten

yang dimiliki oleh sosok H. Sulam. Kekonsistensian yang dimiliki oleh H. Sulam tersebut terlihat jelas dari

penuturannya yang membantah pernyataan H. Muhidin, yang menyindir bahwa adik iparnya tersandung

kasus narkoba. Ia dengan lantang menyatakan bahwa, adik iparnya tidak kelihatan sudah sebulan ini di

kampung, bukan karena ia tersandung kasus narkoba, tetapi adik iparnya tersebut sedang ada pekerjaan

di luar pulau. Hal ini terlihat jelas, bahwa H. Sulam memiliki sikap konsisten yang tinggi dalam

perkataannya yang terang-terangan berani membela sang adik dari tudingan yang dinyatakan oleh H.

Muhidin di depan majelis yang ada di mesjid. Ia yakin akan apa yang dilakukan sang adik tidak seperti

yang ditudukan oleh H. Muhidin.

(10) Berjiwa Besar


Data 21
H. Sulam :Roh, Roh!
Hj. Rodhiyah :Apa lagi sih, Bang?
H. Sulam :Maafin gue ya, gue keceplosan.

(konteks data : episode 2)

Data 21 di atas melukiskan karakter jiwa besar yang dimiliki oleh H. Sulam, Percakapan yang

berlangsung antara H. Sulam dengan Hj. Rodhiyah, yaitu sang istri, dalam data di atas pada saat ia

menghampiri sang istri yang akan menuju kamar, menunjukkan karakter berjiwa besar yang terdapat

dalam pribadi sosok H. Sulam. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang dengan langsung memanggil sang

istri lalu segera meminta maaf kepada istrinya karena tidak sengaja mengatakan sesuatu hal yang tidak

mengenakkan dan tidak menyenangkan hati sang istri, yaitu menyangkut masalah Robby. Sikap meminta

maaf dengan segera yang ditunjukkan oleh H. Sulam dalam dialog percakapan di atas dengan istrinya

menunjukkan sikap jiwa besar yang dimiliki oleh H. Sulam, yang tanpa rasa malu atau gengsi sedikit pun

untuk melakukannya. Hal ini juga dikarenakan ia bukanlah tipikal orang yang tinggi hati, sehingga ia

dapat melakukan hal tersebut.

2) Karakter Tokoh H. Muhidin

Berikut penjelasan kutipan data yang menggambarkan karakter tokoh H. Muhidin:

) Iri Hati
Data 1
a :Umi kok ngomongnya kek gitu sih? Harusnya kita senang lo liat tetangga maju.
idin :Iya, kalo majunya usaha kerasnya kita patut senang dan bangga. Tetapi, kalo majunya dengan kebetulan
siapa juga bisa maju. Ini yang dapat dari lotrelah, yang dapat dari pengusaha, hadiahlah. Apaan?
a :Gak Abah, di dalam Islam itu gak ada yang namanya kebetulan, semuanya itu pasti udah direncanain sama
Allah.

(konteks data : episode 1)

Data 1 di atas melukiskan karakter iri hati yang dimiliki oleh H. Muhidin. Percakapan yang

berlangsung antara H. Muhidin dengan Rumana dalam data di atas, pada saat melihat gerobak-gerobak

bubur H. Sulam yang lewat dihadapan mereka menunjukkan karakter iri hati yang terdapat dalam pribadi

sosok H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang dengan langsung membantah ucapan sang

anak/Rumana, bahwa majunya usaha kalau bukan karena usaha sendiri tetapi hanya karena menang

undian atau lotre atau hadiah dari orang lain, bukanlah hal yang patut dibanggakan. Dari pernyataannya

tersebut terlihat jelas adanya rasa kurang senang melihat orang lain berhasil dan sukses, yang dimiliki

oleh H. Muhidin. Hal ini juga bisa disebabkan karena ia juga ingin mendapatkan hal yang sama dengan

apa yang dicapai oleh H. Sulam.

) Sombong/Suka Pamer
Data 2
Warga :Kok gak ikut syukuran di rumahnya pak H. Sulam?
H. Muhidin :Iya ni, baru dari bandara jemput anak gue.
Warga :Oya, yang katanya sekolah di Mesir.
H. Muhidin :Iya iya semata wayang.
(konteks data : episode 1)

Data 2 di atas melukiskan karakter sombong/suka pamer yang dimiliki oleh H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan warga dalam data di atas, pada saat ia sampai

di depan mini marketnya dan berjumpa dengan warga menunjukkan karakter suka pamer yang terdapat

dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang menjawab pertanyaan salah seorang

warga yang menanyakan mengapa beliau tidak ikut menghadiri syukuran H. Sulam. Ia menyatakan

bahwa ia baru sampai dari bandara menjemput anaknya yang semata wayang. Dari ujarannya tersebut

terlihat jelas adanya rasa sombong yang dimiliki oleh H. Muhidin, yang memamerkan kepada warga

desanya kalau dia tidak menghadiri acara syukuran H. Sulam karena ia memiliki kegiatan lain yang lebih

penting, yaitu menjemput anak semata wayangnya yang pulang dari Mesir.
Data 3
Tarmidzi :Kan Mesir Jakarta jauh Pak H. tiketnya mahal.emang Pak H. sanggup?
idin :Namanya juga anak semata wayang, ya disanggup-sanggupin dong. Eh, gimana? Katanya mau maju.
(konteks data : episode 1)

Data 3 di atas mendeskripsikan karakter sombong/suka pamer yang terdapat pada sosok H.

Muhidin. Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan hansip Tarmidzi dalam data di atas,

pada saat sang hansip yang satu ini sampai di mini market milik H. Muhidin menunjukkan karakter suka

pamer yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang memberi pernyataan

atas pertanyaan hansip Tarmidzi, bahwa ia akan menyanggupi keperluan anak semata wayangnya,

dikarenakan ia ingin anaknya maju berbeda dengan keluarga H. Sulam. Dari ujarannya tersebut terlihat

jelas adanya rasa sombong yang dimiliki oleh H. Muhidin, yang memamerkan bahwa ia sanggup

melakukan apapun untuk anak semata wayangnya, seperti yang diungkapkannya kepada hansip

Tarmidzi.

Data 4
yidi :Emang hebat Si Rumana tu, dia bisa kuliah di luar negeriAlazar, gak gampang tu H. saingannya berat.
Paling enggak, dia mesti hafal satu dua juz Alquran berikut tafsirnya.
idin :Urusan itunya H. itu Rumana sendiri. Saya mah, terima bersih aja. Nah, urusan biaya gue deh. Termasuk
sama istri gue ni sampai jungkir balik.
(konteks data : episode 1)

Data 4 di atas mendeskripsikan karakter sombong/suka pamer yang dimiliki oleh H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan H. Rasyidi dalam data di atas, pada saat H.

Rasyidi bersilahturrahmi ke rumah H. Muhidin menunjukkan karakter suka pamer yang terdapat dalam

pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang memberi pernyataan yang seharusnya tidak

diminta oleh H. Rusyidi. Ia menyatakan bahwa ia maunya terima bersih saja, Rumana sendiri yang harus
berusaha mendapatkan prestasi terbaik di Mesir. Rasa sombongnya itu juga terlihat dalam ucapannya

yang menyatakan bahwa urusan biaya Rumana disana ia sendiri bersama istri yang akan tanggung dan

cukupi. Dari ujarannya tersebut terlihat jelas adanya rasa sombong yang dimiliki oleh H. Muhidin, yang

memamerkan bahwa dia lah yang mengeluarkan segala biaya yang dibutuhkan Rumana.

) Suka Menyindir
Data 5
yidi :Alhamdulillah, bagus itu. Anak Bapak juga, dia ambil S2. Jurusannya Hukum Syariah di UIN.
idin :Kok bisa cocok sih H. Lantas gimana tugas di DPRnya kagak keganggu?
(konteks data : episode 1)

Data 5 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan H. Rasyidi dalam data di atas, pada saat H.

Rasyidi bersilahturrahmi ke rumah H. Muhidin menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat dalam

pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang menanyakan kepada H. Rusyidi tentang

bagaimana tugas anak H. Rusyidi di DPR, apakah tidak terganggu karena dia ambil S2. Sindiran yang

dilontarkan oleh H. Muhidin tersebut dikarenakan H. Rusyidi sering menceritakan tentang keberhasilan

anaknya. Dari ujarannya tersebut terlihat jelas adanya sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin kepada

H. Rusyidi.

idin :Ye, namanya juga anak Periuk. Tau kan pergaulannya, mesti hati-hati nyari teman, Roh.
dhiyah :Pak H. Jangan teka-teki begitu deh. Si Robby tu baik-baik aja Pak H. Dia tu lagi kerja, emangnya kenapa
sih?
(konteks data : episode 2)

Data 6 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Hj. Rodhiyah dalam data di atas, pada saat Hj.

Rodhiyah berbelanja di mini market H. Muhidin menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat

dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang menyatakan kepada Hj. Rohdiyah tentang

adik Hj. Rodhiyah/Robby, kalau yang namanya anak Periuk itu pergaulannya harus hati-hati dalam

memilih teman. Sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin tersebut seolah-olah ditujukan kepada Robby

yang salah memilih teman dalam bergaul. Dari ujarannya tersebut terlihat jelas adanya sindiran yang

dilontarkan oleh H. Muhidin kepada Hj. Rodhiyah.

idin :Emangnya Si Sulam sudah lancar nyetir mobilnya, kagak perlu Si Robby lagi.
dhiyah :Demi Allah Pak H. Robby itu lagi kerja di Papua. Kok tega-teganya menyebar fitnah begitu. Robby itu
anaknya baik.
(konteks data : episode 2)
Data 7 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Hj. Rodhiyah dalam data di atas, pada saat Hj.

Rodhiyah berbelanja di mini market H. Muhidin menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat

dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang menanyakan kepada Hj. Rohdiyah kalau

H. Sulam memangnya sudah lancar menyetir mobil, sehingga tidak membutuhkan bantuan Robby lagi?

Sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin lewat pertanyaannya tersebut seolah-olah ditujukan kepada

Robby yang tidak kelihatan di kampung memang sedang terjerat masalah, bukan karena H. Sulam telah

bisa menyetir dan tidak membutuhkan bantuannya untuk menyetir lagi. Dari ujarannya tersebut terlihat

jelas adanya sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin kepada Hj. Rodhiyah tentang adiknya, Robby.

emunah :Ya, alasan apa juga masuk di akal, mau kerja di luar Jawa juga, kenapa gak sekalian bilang aja kerja ngikut
TKI ke Malaysia. Ya gak.
idin :Tapi malu juga dong, Mi. Namanya kalo ada keluarga yang masuk bui.
(konteks data : episode 2)

Data 8 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Hj. Maemunah dalam data di atas, pada saat

Hj. Maemunah berprasangka buruk kepada Robby, disusul dengan tanggapan dari H. Muhidin yang

menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat dalam dirinya. Hal ini terlihat dari tuturannya berupa

sindiran tentang sangkaan buruk yang dituturkan oleh Hj. Maemunah. Sindiran yang dilontarkan oleh H.

Muhidin lewat pernyataannya tersebut seakan-akan membenarkan sangkaan buruk Hj. Maemunah

tentang Robby, adik Hj. Rodhiyah, bahwa Robby memang masuk penjara. Dari ujarannya tersebut terlihat

jelas adanya sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin dengan membenarkan tuduhan H. Maemunah

tentang masalah Robby.

emunah :Orang Cuma nanya doang, dianya aja yang tersinggung.


a :Iya Umi, tapi kan kasian istrinya Bang Sulam. Kesini kan dia mau belanja, tapi malah dibikin malu.
idin :Kalo kagak ada asap, kagak ada apinya. Berita itu ada tentu ada sebabnya. Lo jangan terlalu bela dia deh
Rum, ah.
(konteks data : episode 2)

Data 9 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Hj. Maemunah dan Rumana dalam data di

atas, pada saat ketiganya berdebat hebat di mini market milik H. Muhidin menunjukkan karakter suka

menyindir yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang membantah

ucapan Rumana, bahwa tidak mungkin akan ada asap kalau tidak ada apinya. Sindiran yang dilontarkan

oleh H. Muhidin lewat pernyataannya tersebut seolah-olah ditujukan terhadap berita yang beredar
tentang Robby. Dari ujarannya tersebut terlihat jelas adanya sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin

atas berita yang beredar tentang Robby.


0
tad Zakaria :Silahkan Pak H. Muhidin, tapi jangan panjang-panjang.
idin :Bagaimana hukumnya kalo ada di antara keluarga dekat kita, yang berbuat keji. Misalnya menjadi pengedar
narkoba? Bukankah kita telah diperintahkan Allah untuk menjaga keluarga kita. Kuu Anfussakum
Waahlikum naaraa. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Mohon penjelasannya, Pak Ustad.
(konteks data : episode 2)

Data 10 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Tuturan yang dilontarkan oleh H. Muhidin saat mengajukan pertanyaan di mesjid dalam suatu majlis

pengajian dalam data di atas menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat dalam pribadi H.

Muhidin. Hal ini terlihat jelas dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh H. Muhidin, ia menyakan

tentang kasus narkoba, yang jelas-jelas jauh berbeda dengan tema yang dibahas. Sindiran yang

dilontarkan oleh H. Muhidin lewat pertanyaannya tersebut sebenarnya ditujukan langsung terhadap berita

yang beredar tentang Robby. Dari pertanyaan tersebut terlihat jelas adanya sindiran yang dilontarkan

oleh H. Muhidin atas berita yang beredar tentang Robby.


1
idin :Ah, itu kan perasaan adik Sulam saja.
Pertanyaan saya, pertanyaan umum kok. Kalo H. Sulam merasa tersindir, itu terserah Anda sendiri.
Pertanyaannya kan, kenapa harus jadi perih kalau tidak ada luka?
m :Masalahnya Pak H. isu ini sudah sampai ke masyarakat, bahwa adik ipar saya Si Robby ditangkap polisi
dituduh karena mengedar ganja. Perlu saya jelaskan ke Bapak, bahwa satu bulan ini dia gak kelihatan di
kampung kita.
idin :Sebaiknya, kalo emang ada masalah gak usah ditutup-tutupilah. Saya mengutarakan ini, karena kecintaan
saya kepada H. Sulam karena kita sama-sama jamaah mesjid ini.
(konteks data : episode 2)

Data 11 di atas mendeskripsikan karakter suka menyindir yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Perdebatan yang berlangsung antara H. Sulam dengan H. Muhidin saat majlis pengajian dalam data di

atas menunjukkan karakter suka menyindir yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat jelas

dari pernyataan H. Muhidin yang menyatakan bahwa untuk apa harus perih kalau memang tidak ada

luka, yang dituturkan kepada H. Sulam yang membela adiknya. Sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin

lewat pernyataannya tersebut sebenarnya ditujukan langsung terhadap berita yang beredar tentang

Robby. Dari pertanyaan tersebut terlihat jelas adanya sindiran yang dilontarkan oleh H. Muhidin atas

berita yang beredar tentang Robby.

(4) Mengadu Domba


Data 12
Hansip Tarmidzi :Hah, ditangkap?
unah :Kek kagak tau aja, dia kan anak Periuk, kan tau sendiri bagaimana kelakuan anak Periuk. Bisa-bisa ni dia
kelibat sama narkoba. Ini yang bikin gue jadi ngeri banget-banget deh.
n :Eh, kalo benar dia sudah satu bulan kagak kelihatan, berarti dia benar ditahan polisi. Ya bagaimana ya, di
sini dia dibutuhkan sama Si Sulam tuk nyetir mobilnya. Ya maklum, punya mobil kagak punya nyali untuk
nyetir sendiri.
(konteks data : episode 1)

Data 12 di atas mendeskripsikan karakter mengadu domba yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Hj. Maemunah dan hansip Tarmidzi dalam data

di atas, pada saat ketiganya berada di mini market milik H. Muhidin menunjukkan karakter suka mengadu

domba yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari tuturannya, yang menyatakan bahwa

kalau memang Robby tidak kelihatan sudah satu bulan, berarti dia benar ditahan polisi. Padahal, ia tidak

mengetahui kebenaran akan hal tersebut. Namun, dengan lantang ia membenarkan hal tersebut.

Pernyataan tersebutlah yang menunjukkan adanya sikap adu domba yang dimiliki oleh H. Muhidin atas

sesuatu yang belum jelas kebenarannya, tapi H. Muhidin malah semakin membesar-besarkan masalah

tersebut.

(5) Angkuh
Data 13
:Bah, kalo apa yang Abah tuduhin itu semua, gak benar. Abah bisa dilaporin ke polisi. Itu sama aja, Abah
udah mencemarkan nama baiknya Bang Robby, Bah.
:Silahkan aja, kalo memang Robby kagak ditahan polisi, buktiin dong, bahwa dia itu orang baik. Ini kagak.
(konteks data : episode 2)

Data 13 di atas mendeskripsikan karakter angkuh yang terdapat pada sosok H. Muhidin.

Percakapan yang berlangsung antara H. Muhidin dengan Rumana dalam data di atas, pada saat berada

di mini market milik H. Muhidin menunjukkan karakter angkuh yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin.

Hal ini terlihat dari tuturannya, yang membantah tuturan Rumana dengan rasa angkuhnya yaitu jika

memang Robby tidak ditahan, buktikanlah. Ini tidak. Pernyataan tersebutlah yang menunjukkan adanya

sikap angkuh yang dimiliki oleh H. Muhidin, yang yakin akan tuduhannya terhadap Robby adalah benar,

ketika membantah tuturan Rumana tentang masalah Robby.

unah :Udah deh Rum, lo gak usah ngebelain dia. Masa depannya aja kagak jelas. Tau gak, kagak jelas. Lagi, lo
jangan berharap, Umi bakal ngeredoin lo. Kalo jadi bininya dia. Ingat lo, ya. Maaf, ya.
:Amit-amit, kalo gue sampai jadi mertuanya si anak yang kagak tau sopan santun, tu.
:Ya, Rum kan cuma kasih tau Umi sama Abah aja. Kalo fitnah itu dosa besar.Udah itu aja.
(konteks data : episode 2)

Data 14 di atas mendeskripsikan karakter angkuh yang dimiliki oleh sosok H. Muhidin. Percakapan

yang berlangsung antara H. Muhidin, Hj. Maemunah dan Rumana dalam data di atas, pada saat berada
di ruang tamu menunjukkan karakter angkuh yang terdapat dalam pribadi H. Muhidin. Hal ini terlihat dari

tuturannya, yang menyatakan kepada istrinya, Hj. Maemunah kalau dia tidak akan sudi mempunyai

menantu seperti Robby. Pernyataan tersebutlah yang menunjukkan adanya sikap angkuh yang dimiliki

oleh H. Muhidin, yang seakan-akan dirinya jauh lebih baik, dan akan mendapat menantu yang bukan

seperti Robby tetapi lebih baik dari dia.

LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengertian Karakter Tokoh

Karakter merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dan memiliki andil penting dalam

sebuah drama. Setiap tokoh yang terdapat dalam drama telah dilengkapi dengan karakter yang unik dan

berbeda dengan tokoh yang lainnya. Melalui karakter tersebutlah setiap tokoh dapat dikenali dengan

mudah oleh para penonton. Selain itu, karakter jugalah yang menentukan bagaimana setiap tokoh

memerankan setiap tuntutan perannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau

budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Maksudnya, karakter tersebut merupakan sifat

kejiwaan yang dimiliki oleh seseorang, berupa tingkah laku atau budi pekerti yang disandang oleh

seseorang, yang mana dengan hal tersebutlah dapat membedakannya dengan sosok pribadi yang lain.

Selanjutnya, Hardanaiwati, dkk (2003:303) ia mengemukakan bahwa Karakter adalah sifat-sifat

khas yang membedakan seseorang dengan orang lain. Maksudnya jelas bahwa, karakter tersebutlah

yang menjadi salah satu unsur yang terdapat dalam diri seseorang yang dapat membedakannya dengan

orang lain, yaitu berupa sifat yang dimiliki oleh setiap individu dan bisa saja sifat tersebut tidak dimiliki

oleh individu yang lain.


7

Lalu, (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), menyatakan bahwa Karakter

adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,

baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah

individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan

yang ia buat. Maksudnya juga jelas bahwa karakter tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki oleh

setiap individu, yang diterapkan dalam hidup bermasyarakat dan melalui karakter tersebutlah seseorang

dapat mengenali sosok pribadi yang lain.


Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012:165), ia menyatakan bahwa Karakter adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki

kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan. Maksudnya, karakter tersebut melekat pada diri setiap tokoh yang

diungkapkan melalui setiap ucapan ataupun perbuatan setiap tokoh dalam suatu cerita yang dilakonkan.

Pembaca dan penontonlah yang bertugas memberikan penilaian berupa baik buruknya karakter yang

melekat pada diri setiap tokoh tersebut.

Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2012:165), ia mengungkapkan bahwa Dalam berbagai

literatur Bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda tentang karakter, yaitu sebagai

tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral

yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dapat dipahami bahwa, karakter tersebut merupakan hal yang

melekat pada tokoh-tokoh dalam cerita yang berupa sikap, atau tingkah laku setiap tokoh, yang harus

didalami oleh setiap tokoh lalu diperankan sesuai dengan tuntutannya.

Berdasarkan beberapa pendapat pakar di atas yang menjelaskan tentang karakter tokoh, maka

dapat disimpulkan bahwa karakter tokoh merupakan wujud dari kepribadian tokoh atau individu yang

tampak melalui tingkah laku atau tindakan yang menjadi ciri khas pada diri seseorang, baik itu berupa

sifat baik maupun buruk, dan dengan sifat tersebutlah dapat membedakannya dengan tokoh lain dan

biasanya akan terlihat lewat sikap, tingkah laku, maupun kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sang

tokoh.

2.2 Jenis-jenis Karakter Tokoh

Salah satu unsur cerita adalah tokoh dengan karakternya. Karakter merupakan salah satu unsur

dalam membangun sebuah karya fiksi, salah satunya adalah drama. Pembuatan karakter tokoh yang baik

akan menjadi salah satu penentu kualitas dari karya fiksi tersebut. Karakter tokoh adakalanya dibangun

melalui ucapan tokoh, yaitu ucapan si tokoh merupakan salah satu hal yang dapat menggambarkan

karakternya. Orang yang sopan tentu berbeda cara berbicaranya dengan orang yang bengal. Orang

pemarah tentu juga berbeda cara bicaranya dengan orang penyabar.

Karakter tokoh dalam sebuah drama atau sinetron dapat digambarkan oleh pengarang melalui

bermacam cara. Menurut Pujianto (2010:23), ia menjelaskan bahwa Cara penggambaran karakter tokoh

yaitu dengan cara segi fisis, segi psikis, dan segi sosiologis. Berikut penulis jelaskan secara rinci:
1) Segi Fisis

Pengarang menjelaskan keadaan fisik tokohnya yang meliputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh

(tinggi, pendek), pincang, gagah, tampan, menarik, dan sebagainya. Ciri-ciri wajah (cantik, jelek, keriput,

dan sebagainya), dan ciri khas yang lebih spesifik. Dapat dipahami bahwa segi fisis merupakan keadaan

fisik si tokoh yang terlihat dan dapat diamati dengan jelas.

2) Segi Psikis

Pengarang melukiskan tokoh berdasarkan latar belakang kejiwaan, kebiasaaan, sifat, dan

karakternya. Segi psikis meliput moral, kecerdasan, temperamen, keinginan, perasaan pribadi, dan

keahlian khusus yang dimilikinya. Dapat dipahami bahwa segi psikis merupakan sisi psikologis yang

dimiliki si tokoh. Hal ini terlihat lewat kejiwaan si tokoh, berupa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan si

tokoh dan berbagai sifat yang tampak dari si tokoh tersebut dalam keseharian.

3) Segi sosiologis

Pengarang menggambarkan latar belakang kedudukan tokoh tersebut dalam masyarakat dan

hubungannya dengan tokoh-tokoh lainnya. Segi sosiologis meliputi status sosial (kaya, miskin,

menengah), peranan dalam masyarakat, pendidikan, pandangan hidup, kepercayaan, dan aktivitas

sosial, dan suku bangsa. Dapat dipahami bahwa segi sosiologis tokoh dalam sebuah drama merupakan

segi kedudukan atau peran si tokoh dalam lingkungannya, seperti status sosial si tokoh.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga segi yang dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam menggambarkan karakter tokoh, yaitu melalui 1) segi fisis yang berupa

keadaan fisik si tokoh, 2) segi psikis yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan si tokoh, dan 3) segi

sosiologis yaitu status si tokoh dalam bermasyarakat.

Selain itu, menurut Saleh (dalam blog Pipit Dwi Komariah), ia membagi kepribadian dalam dua

kelompok, yaitu kepribadian superior dan kepribadian inferior. Kepribadian superior adalah bentuk-bentuk

kepribadian yang berorientasi pada perbaikan-perbaikan kualitas kehidupan.

Karakter kepribadian superior diuraikan menjadi tujuh, yaitu:

1) Pertahanan ego

Pertahanan ego adalah sikap-sikap dasar seperti mudah menerima keadaan, terus-menerus bekerja, dan

mempunyai kemandirian yang tinggi dengan mengandalkan kemampuan dan penilaian. Maksudnya,

orang yang memiliki sikap ini selalu berusaha menjadi yang terbaik dengan segala kemampuan yang

dimilikinya.
2) Percaya diri

Percaya diri adalah sikap tidak tergantung pada orang lain, tegas dan konstan (tidak berubah-ubah),

cepat menentukan sikap, mengambil keputusan disertai dengan perhitungan yang matang, dan memiliki

sifat persuatif sehingga memperoleh banyak dukungan. Maksudnya, orang yang bersikap seperti ini tidak

mudah terpengaruh dengan orang lain, namun selalu melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan

segala sesuatunya.

3) Rela berkorban

Rela berkorban adalah sikap bersedia mengorbankan dirinya demi memenuhi kebutuhan orang lain atau

mendahulukan kepentingan yang lebih umum dari pada kepentingan pribadi demi mewujudkan tujuan

yang luhur dan mulia. Maksudnya, sikap seperti ini dimiliki oleh orang yang selalu mementingkan

kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

4) Sabar

Sabar adalah sikap tidak tergesa-gesa dalam mengambil jalan langkah dalam memecahkan masalah,

juga tidak terpengaruh oleh penundaan dan bersedia menaati saat yang tepat untuk menerapkan

strateginya. Maksudnya, sikap seperti ini lebih kepada sikap seseorang yang dapat menghadapi suatu

keadaan apapun dengan ikhlas serta tanpa berkeluh kesah dalam keadaan apapun dan bagaimanapun.

5) Sikap idealistik

Sikap idealistik adalah sikap selektif dan berorientasi pada kesempurnaan dan standar tertentu.

Maksudnya, sikap ini adalah sikap seseorang yang percaya pada tujuan apa yang bisa

memberi manfaat untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.

6) Tepat janji

Tepat janji artinya konsisten dengan sikap yang dipilih baik pemikiran maupun kesepakatan yang dibuat

bersama orang lain. Bila suatu saat ia melakukan ingkar janji, akan sangat merasa bersalah dan

mengeluh. Maksudnya, sikap ini adalah sikap seseorang yang selalu memegang teguh suatu prinsip atau

pendirian dari segala hal yang telah di tentukan.

7) Inovatif

Inovatif adalah sikap yang memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang benar dan selalu

mencoba sesuatu yang baru atau perubahan. Maksudnya, orang yang memiliki sikap ini

mendayagunakan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan karya baru.


Sedangkan kepribadian inferior adalah kepribadian individu yang cenderung tidak diharapkan

kehadirannya kerena sifat jeleknya yang berpeluang besar merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ciri kepribadian inferior dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Depresi

Depresi merupakan salah satu bentuk yang menyebabkan emosi tergantung keseimbangannya sehingga

yang bersangkutan cepat marah. Individu yang depresi sulit menggunakan akal sehatnya. Orang depresi

cenderung tidak bergairah sehingga penampilannya menunjukkan ekspresi kesedihan (murung, cepat

marah, dan mudah tersinggung) yang berakibat enggan berinteraksi dengan orang lain.

2) Suka pamer atau sombong

Suka pamer merupakan sikap suka memperlihatkan atau menunjukkan sesuatu pada orang lain, baik

keahlian, kepandaian, ataupun kepemilikan yang sebenarnya hal tersebut tidak dibutuhkan atau diminta

oleh orang lain.

3) Tidak disiplin

Tidak disiplin merupakan perilaku yang cenderung tidak mengetahui aturan main yang ditetapkan

bersama serta mempunyai tujuan untuk memperoleh sesuatu yang mengunutungkannya.

4) Pelupa

Ciri kepribadian pelupa berkaitan erat dengan lupanya individu terhadap hal yang dapat disebabkan oleh

terlalu banyaknya jadual acara maupun kurang disiplin dalam mencatat agenda tersebut.

5) Sulit membuat keputusan

Sulit membuat keputusan merupakan sikap individu yang sulit membuat keputusan apa saja atau yang

membutuhkan waktu untuk membuat keputusan yang sempurna.

6) Tak acuh

Tak acuh adalah sikap kurang peduli terhadap hal-hal disekitarnya dan cenderung sibuk dengan dirinya

sendiri.

7) Bersikap negatif

Bersikap negatif yaitu sikap yang cenderung hanya melihat sisi buruk atau kelemahan dari situasi dan

kondisi tertentu. Biasanya timbul hanya untuk menutupi kekurangan yang justru dimilikinya. Sikap ini

dapat terbentuk karena terus-menerus kecewa.


8) Tidak konsisten

Tidak konsisten merupakan refleksi dari tidak adanya kepercayaan diri, tidak adanya moral kejujuran,

maupun kerena mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang terbagi

atas dua kelompok, yaitu 1) kepribadian superior yaitu kepribadian seseorang yang bisa dikatakan

bentuk-bentuk kepribadian yang berorientasi pada perbaikan-perbaikan kualitas kehidupan dan 2)

kepribadian inferior yaitu kepribadian seseorang yang bisa dikatakan jelek dan berpeluang besar

merugikan diri sendiri dan orang lain.

Adakalanya juga karakter tokoh dalam drama digambarkan pengarang melalui pemberian nama.

Dalam kehidupan nyata, nama seseorang memang tidak identik dengan sifat dan perilaku orang tersebut.

Tapi dalam dunia fiksi, kita bisa memberikan nama-nama tertentu untuk memberikan kesan karakter yang

berbeda-beda. Pemberian nama tokoh juga hendaknya disesuaikan dengan setting cerita atau karakter

etnis dari tokoh tersebut.

Karakter tokoh ialah watak, tabiat, perilaku yang dimiliki oleh tokoh atau pelaku dalam cerita. Sifat

atau kebiasaan serta watak cerita yang ditampilkan oleh pengarang bermacam-macam coraknya.

Karakter merupakan realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika,

dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal

yang terbaik terhadap tuhan yang Maha Esa, terhadap dirinya sendiri, sesama, lingkungan, bangsa, dan

negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya

dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya). Berarti karakter tokoh

merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain dan

biasanya akan terlihat lewat sikap, tingkah laku, maupun kebiasaan tokoh.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakter tokoh adalah realisasi

perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Karakter tokoh

juga merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain dan

biasanya akan terlihat lewat sikap, tingkah laku, maupun kebiasaan tokoh.

2.3 Pengertian Tokoh


Tokoh merupakan sosok atau pribadi yang memerankan berbagai karakter yang dilakonkan dalam

cerita. Melalui kehadiran tokohlah, karakter tersebut akan dapat disampaikan dengan baik kepada

penonton. Selain itu, tokoh juga yang memiliki peran sebagai penyampai pesan dalam drama kepada

penonton lewat adegan-adegan yang diperankannya melalui karakter yang telah dibebankan kepadanya.

Dengan kata lain, tokohlah yang menjadi pelaku cerita. Sedangkan, karakteristik merujuk pada

penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.

Tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra kebanyakan berupa manusia, atau makhluk lain yang

mempunyai sifat seperti manusia. Artinya, tokoh cerita itu haruslah hidup secara wajar dan mempunyai

unsur pikiran atau perasaan yang dapat membentuk tokoh-tokoh fiktif secara meyakinkan sehingga

penonton merasa seolah-olah berhadapan dengan manusia sebenarnya.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Aminuddin (2002:79), bahwa Tokoh adalah pelaku

yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Dapat

dipahami bahwa tokoh merupakan orang yang memiliki peran penting untuk melakonkan berbagai

rentetan peristiwa dalam cerita sehingga cerita tersebut memiliki satu kesatuan cerita yang utuh dan

dapat dinikmati oleh penonton.

Sama halnya dengan Nurgiyantoro (2012:165), ia juga menyatakan bahwa Istilah tokoh mengacu

pada orangnya, pelaku cerita. Maksudnya jelas bahwa tokoh tersebut merupakan orang yang menjadi

pelaku dalam cerita, yang memerankan setiap lakon dalam cerita.

Lalu, Sayuti (dalam Wiyatmi, 2009:30) yang mengatakan bahwa Tokoh merupakan pelaku rekaan

dalam sebuah cerita fiktif yang memiliki sifat manusia alamiah, dalam arti bahwa tokoh-tokoh itu

memiliki kehidupan atau berciri hidup tokoh yang memiliki derajat lifelikeness kesepertihidupan.

Maksudnya, tokoh tersebut merupakan pelakon dalam sebuah cerita fiktif, ia juga harus melakonkan

karakter yang sama dengan tokoh dalam cerita. Hal ini dikarenakan karya fiksi merupakan hasil karya

imajinatif atau rekaan, maka penggambaran watak tokoh cerita pun merupakan sesuatu yang artifisial,

yakni merupakan hasil rekaan dari pengarangnya yang dihidupkan dan dikendalikan sendiri oleh

pengarangnya. Pengarang tidak serta merta menciptakan dunia di luar logika para penonton. Artinya

pengarang memakai nama latar, peristiwa dan tokoh seperti keberadaannya di dunia nyata. Penciptaan

tokoh oleh pengarang haruslah yang benar-benar seperti manusia.

Menurut Wiyatmi (2009:30), ia menyatakan bahwa Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam

sebuah fiksi. Maksudnya jelas bahwa tokoh merupakan pelaku atau pelakon sebuah cerita.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah individu

ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristiwa

cerita yang menjadi pelaku dalam sebuah karya fiksi yang mempunyai watak dan perilaku tertentu.

2.4 Jenis-jenis Tokoh

Ketika menonton sebuah drama, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan

didalamnya. Tokoh-tokoh tersebut memiliki peranan yang tidak sama. Setiap tokoh dalam cerita memiliki

fungsi dan peranan masing-masing yang menjadikannya sebagai tokoh yang melakonkan setiap adegan

dalam cerita. Peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama dilihat dari segi peranan atau tingkat

pentingnya tokoh dalam sebuah cerita.

Menurut Nurgiyantoro (2012:176), ia menyatakan bahwa Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi

dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu

dilakukan, yaitu berdasarkan peranan/tingkat pentingnya tokoh dalam cerita, berdasarkan fungsi

penampilan tokoh dalam cerita, berdasarkan perwatakannya dalam cerita, berdasarkan berkembang

tidaknya perwatakan tokoh cerita, dan berdasarkan pencerminan tokoh cerita terhadap kehidupan nyata.

2.4.1 Berdasarkan peranan/tingkat pentingnya tokoh dalam cerita

1) Tokoh Utama

Menurut Nurgiyantoro (2012:176), ia menyatakan bahwa Tokoh utama merupakan tokoh yang

tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita.

Maksudnya, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai

kejadian. Tokoh ini juga selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya.

2) Tokoh Tambahan

Menurut Nurgiyantoro (2012:176), ia menyatakan bahwa Tokoh tambahan merupakan tokoh yang

hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan

yang relatif pendek. Maksudnya, tokoh tambahan hanyalah sebagai tokoh yang melengkapi cerita, ia

tidak terlalu dipentingkan dan kehadirannya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2.4.2 Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerita

1) Tokoh Protagonis
Menurut Nurgiyantoro (2012:178), ia menyatakan bahwa Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita

kagumi, yang salah satu jenisnya disebut hero. Ia merupakan tokoh penjawantahan norma-norma, nilai-

nilai yang ideal bagi kita. Maksudnya, tokoh protaganis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita. Ia

bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Tokoh protagonis dapat ditentukan dengan memperhatikan

hubungan antartokoh, protagonis berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain, sedangkan tokoh-tokoh itu

sendiri tidak semua berhubungan satu dengan yang lain.

2) Tokoh Antagonis

Menurut Nurgiyantoro (2012:179), ia menyatakan bahwa Tokoh antagonis adalah tokoh yang

menyebabkan konflik atau sering disebut sebagai tokoh jahat. Maksudnya, tokoh ini juga mungkin diberi

simpati oleh pembaca jika dipandang dari kaca mata si penjahat itu sehingga memperoleh banyak

kesempatan untuk menyampaikan visinya, walaupun secara vaktual dibenci oleh masyarakat. Tokoh

antagonis merupakan tokoh penentang utama dari protagonis.

2.4.3 Berdasarkan perwatakannya dalam cerita

1) Tokoh Sederhana

Menurut Nurgiyantoro (2012:181), ia menyatakan bahwa Tokoh sederhana adalah tokoh yang

hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu atau sifat watak yang tertentu saja. Maksudnya, tokoh ini

adalah tokoh yang tidak memiliki sifat atau tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi

penonton. Sifat dan tingkah lakunya bersifat monoton, datar dan hanya mencerminkan suatu watak

tertentu. Meskipun tokoh sederhana bisa melalukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu

akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu. Sehingga

penonton dengan mudah dapat memahami watak dan tingkah laku tokoh ini, hal ini dikarenakan ia

mudah dikenal dan familiar.

2) Tokoh Bulat

Menurut Nurgiyantoro (2012:183), ia menyatakan bahwa Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki

dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Maksudnya,

tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki watak tertentu dan ia pun dapat menampilkan watak dan

tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit ditebak. Tokoh ini juga

sering memberikan kejutan, karena ia memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan.

2.4.4 Berdasarkan berkembang tidaknya perwatakan tokoh cerita

1) Tokoh Statis
Menurut Nurgiyantoro (2012:188), ia menyatakan bahwa Tokoh statis adalah tokoh cerita yang

secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya

peristiwa-peristiwa yang terjadi. Maksudnya, tokoh ini tampak seperti kurang terlibat dan tidak

terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan

antarmanusia. Tokoh ini memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang sejak awal sampai

akhir cerita.

2) Tokoh Berkembang

Menurut Nurgiyantoro (2012:188), ia menyatakan bahwa Tokoh berkembang adalah tokoh cerita

yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa

dan plot yang dikisahkan. Maksudnya, tokoh ini secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya yang

dapat mempengaruhi sikap, watak dan tingkah lakunya. Sikap dan watak tokoh ini mengalami

perkembangan dari awal, tengah dan akhir cerita sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara

keseluruhan.

2.4.5 Berdasarkan pencerminan tokoh cerita terhadap kehidupan nyata

1) Tokoh Tipikal

Menurut Nurgiyantoro (2012:190), ia menyatakan bahwa Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya

sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau

kebangsaannya. Maksudnya, tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan atau penunjukan

terhadap orang atau sekelompok orang yang terikat dalam suatu lembaga yang ada di dunia nyata.

2) Tokoh Netral

Menurut Nurgiyantoro (2012:191), ia menyatakan bahwa Tokoh netral adalah tokoh cerita yang

bereksistensi demi cerita itu sendiri. Maksudnya, tokoh ini merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup

dan bereksistensi dalam dunia fiksi, ia hadir dan dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah

yang mempunyai cerita, pelaku cerita dan yang diceritakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh karya fiksi, misalnya

drama memiliki posisi masing-masing dan dengan berbagai karakter yang berbeda-beda, yang

keseluruhannya itu dapat mendukung terwujudnya jalan cerita yang baik dan enak dinikmati oleh

penonton.

2.5 Peran Tokoh Utama dalam Sinetron


Tokoh utama merupakan tokoh yang mendominasi jalannya cerita. Ia merupakan tokoh yang selalu

dikaitkan keberadaannya dengan tokoh lain. Bahkan, pembicaraan tentangnya selalu dikait-kaitkan dalam

setiap peristiwa yang terdapat disepanjang jalannya cerita.

Menurut Nurgiyantoro (2012:176), ia menyatakan bahwa Tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan penceritaanya dalan cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak

diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Maksudnya jelas bahwa tokoh

utama merupakan tokoh yang selalu diceritakan dalam setiap urutan kejadian dalam cerita tersebut, baik

itu dia sebagai pelaku kejadian maupun sebagai orang yang dikenai kejadian.

Begitu juga pendapat yang sama tentang tokoh utama dari Aminuddin (2002:80), yang menyatakan

bahwa Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh

pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya. Maksudnya, tokoh

utama tersebut merupakan tokoh yang sering diperbincangkan oleh pengarang cerita tersebut, bahkan

melalui judul cerita saja dapat diketahui bagaimana karakter tokoh utamanya. Sehingga penonton dapat

menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain

lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga

melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya.

Berdasarkan kedua pendapat pakar di atas tentang tokoh utama, maka dapat dipahami bahwa

tokoh utama memiliki peran sebagai tokoh yang sangat menentukan perkembangan alur atau plot cerita

tersebut, karena dengan tokoh utamalah keberlangsungan cerita dapat dijalin dengan baik

Film adalah salah satu hasil karya sastra yang paling tinggi, karena film merupakan
perpaduan antara seni music, sastra, drama, dan rupa. Film sebagai genre sastra
anak adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya,
maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau
sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta
sistem berpikir manusia. Menurut Franz dan Meier (199 ! 1"#$ menyebut film
sebagai genre sastra anak dengan istilah literature audio%isual. Film bagi anak
adalah suatu media pembelajaran sekaligus sebagai media hiburan. Film sebagai
media pembelajaran nampak pada nilai pendidikan atau nilai moral yang
terkandung dalam film tersebut. Film sebagai media hiburan anak dapat diamati
dari kemasan, tokoh&tokoh, alur cerita, dan lain sebagainya. 'ilihat dari segi
psikologinya, sisi menghibur dapat dilihat dari peratakan dan sifat&sifat tokoh
yang unik dan pasti disenangi oleh anak&anak. Manusia (anak&anak$ merupakan
indi%idu yang berbeda dengan indi%idu lainnya. )a mempunyai atak,
temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan
lainnya. *amun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. +ertemuan
antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan
konflik, baik konflik antara indi%idu, kelompok maupun anggota kelompok serta
antara anggota kelompok yang satu dan anggota kelompok lain. arena sangat
kompleksnya, manusia juga sering
mengalami konflik dalam dirinya atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi
sosial di lingkungannya. ejadian atau peristia yang terdapat dalam karya sastra
(film$ dihidupkan oleh tokoh&tokoh atau actor&aktor sebagai pemegang peran
atau pelaku alur. Melalui perilaku actor&aktornya yang ditampilkan inilah seorang
sutradara atau pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan
problem&problem atau konflik&konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang
lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri. arya
sastra yang dihasilkan sastraan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter
sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiaan manusia, alaupun
pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. 'engan kenyataan tersebut,
karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak
terkecuali ilmu jia atau psikologi. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan
psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran
karya sastra dari sisi psikologi. Film
Charlie and The Chocolate Factory
merupakan salah satu film yang diproduksi oleh -arner ros +icture dan disutradai
oleh /im urton serta dibintangi oleh 0ohnny 'epp, merupakan ekranasi dari buku
karya oald 'ahl. Film ini merupakan film anak yang bercerita mengenai kehidupan
seorang anak kecil yang hidup serba kekurangan tetapi dia adalah anak yang paling
beruntung di seluruh dunia. 2al yang menarik untuk diteliti dari Film
Charlie and The Chocolate Factory
ialah pemaparkan dan pendeskripsikan situasi psikologi anak dengan berbagai
pendidikan dan pengasuhan. 'engan demikian, untuk menyelesaikan persoalan
yang dihadapi tersebut, maka akan digunakan psikologi kepribadian sebagai alat
bantunya. +sikologi kepribadian adalah bidang psikologi yang berusaha
mempelajari manusia secara utuh menyangkut moti%asi, emosi, serta penggerak
tingkah laku (ertens, 3445! 5#$. erdasarkan uraian di atas, maka makalah ini
mengambil judul
Analisis Karakter dan Sifat Tokoh Sentral dalam Film Charlie and the Chocolate
Factory: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra

1. Pendahululan
Sastra termaksud jenis yang memiliki bahasa yaitu novel, syair, pantun, drama,
sandiwara, lukisan, dan kaligrafi. Dalam penrlitian ini perlu adanya pembahasan
lebih lanjut tentang karya sastra, khususnya novel pada unsure instrisik yaitu Tema.
Novel adalah salah satu karya sastra yang berbentuk fiksi berdasarkan pengalaman
imijinasi penulis. Novel merupakan karya sastra yang paling dikenal di masyarakat.
Sebuah novel bukan saja harus indah dan menarik, tetapi juga harus memberikan
hiburan pada pembaca. Syarat utama novel adalah menarik, dan mendatangkan
rasa puas setelah pembaca membaca novel tersebut. Penelitian ini membahas
tentang Analisis Tema dan Amanat dalam Novel Habibie dan Ainun karya
Bachruddin Juuf Habibie sangat menarik untuk dibahas, karena ceritanya menarik
adalah di masa kecil Habibie telah menunjukan kecerdasan dan semangat tinggi
pada ilmu pengetahuan teknologi khususnya fisika. Dengan penelitian ini, tema dan
amanat dalam Habibie dan Ainun karya Bachruddin Jusuf Habibie lebih jelas.
Penelitian ini untuk menemukan tema dan amanat maka dapat di rumuskan apakah
tema yang terdapat dalam novel Habibie dan Ainun karya Bachruddin Jusuf Habibie
dan apakah tema yang terdapat didalam novel Habibie dan Ainun karya bachruddin
jusuf Habibie. Suatu penelitian harus mempunyai tujuan agar penelitian ini lebih
terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan utamanya, maka berdasarkan
rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tema
yang terdapat dalam novel Habibie dan Ainun karya Bachruddin Jusuf Habibie.
Untuk mengkaji amanat yang terdapat dalam
novel Habibie dan Ainun karya Bachruddin Jusuf Habibie. Dilihat dari sudut
karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan
oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui mislnya bila
seorang membaca sebuah roman, atau karangan lainya.(Gorys Keraf 1994:107).
Adapun tema terbagi dua yaitu Tema mayor dan minor. Cerita fiksi hadir untuk
menyampaikan Sesutu, makna, atau tema. Tema itulah yang menjiwai keseluruhan
cerita. Namun, persoalan yang kemudian muncul adalah bukankan sering ada lebih
dari satu tema dalam sebuah cerita fiksi itu, atau, paling tidak kita menafsirkan
adanya beberapa tema. Jadi, makna mana yang dapat dinyatakan sebagai tema
dari sebuah cerita fiksi itu Tema pokok cerita atau tema mayor (artinya: makna poko
cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan
menilai, di antara sejumlah makna yang di tafsirkn ada di kandung oleh karya yang
bersangkutan.
Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar, untuk dikatakan dalam
keseluruhan, cerita, bukan makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita
saja. Makna yang terdapat bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasikan
sebagai makna bagian, makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang
dapat di sebut sebagai tema-tema tambahan, atau tema minor. Dan Pengertian
amanat itu sendiri adalah Amanat adalah pemecahan yang diberikan oleh
pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra( Sadikin,2010). Sadikin
menambahkan amanat biasa disebut makna. Makna yang diniatkan oleh pengarang
disebut makna niatan, sementara makna muatan adalah maknayang termuat dalam
karya sastra tersebut.
Dari sudut sastrawan, nilai ini biasa disebut amanat. Amanat adalah gagasan yang
mendasarikarya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
dan pendengar, di dalam karya sastra moderen, amanat ini biasanya tersirat di
dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat (siswanto,2008:161-162).
Amanat ialah pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca melalui
tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik kesimpulan dari apa yang telah
pembaca nikmati (kosasih, 2006). Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang
ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Akhir permasalahan ataupun jalan
keluar permasalahan yang timbul dalam sebuah cerita bisa disebut amanat.Rusiana
mengemukakan pendapatnya tentang amanat, sebagai renungan yang sisajikan
kembali oleh pembaca(1982:74). Pesan atau amanat, yakni maksud yang
terkandung dalam suatu cerita. Amanat sangat erat hubungannya dengan tema.
Bentuk penyampaian amanat yang bersifat langsung, boleh dikatakan, idintik
dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian atau penjelas. Jika dalam
teknik uraian pengarang secara langsun mengdeskripsikan cerita yang bersifat
memberi tahu atau menmudahkan pembaca untuk memahaminnya, hal yang
demikian juga terjadi dalam penyampaian amanat. Artinya, amanat yang ingin
disampaikan, atau di ajarkan, kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan
eksplinsit. Pengarang, dalam hal ini, tampat bersifat menguraikan
pembaca secara lansung memberikan nasihat-nasihat dan petuahnya. Jika di
bandingkan dengan bentuk sebelumnya, bentuk penyampaian amanat disini
bersifat tidak langsung, pesan itu hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara
koherensif dengan unsure-unsur cerita yang lain. Wa;au betul pengarang ingin
menawarkan dan menyampaikan sesuatu, ia tidak melakukannya secara serat-
merata dan vulgar karena ia sadar telah memilih jalur cerita. Dilihat dari kebutuhan
pengarang yang ingin menyampaikan amanat dan pandangannya itu, cara ini
mungkin kurang komunikatif. Artinya, pembaca belum tentu dapat bmenangkap apa
sesungguhnya yang dimaksudkan pengarang,paling tidak terjadinya kesalahan
tafsir perpeluang besar. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Metode
kualitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, ( Sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana penaliti adalah berbagai instrument kunci, pengambilan
sampel sumber ve dan snowbaal, teknik teknik pengumpulan dengan
trianggulasi( gabungan), analisis dan bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
lebih menekankan makna dari pada generalisasi( Sugiyono,1999:15).

Jangan kasih tunduk kalian punya kepala!


Maluku. Kata ini bukan cuma nama tempat. Kata itu ajar katong samua dari mana
katong berasal, par apa katong bajuang.
Beta Maluku! Bukan Passo! Bukan Tulehu! Bukan Islam! Bukan Kristen!
Kalimat-kalimat itu muncul dari Sani Tawainela (diperankan oleh Chicco Jericho)
dalam film Cahaya dari Timur Beta Maluku. Film yang tayang perdana pada 19
Juni 2014 ini membicarakan perihal keteguhan cita-cita melalui persatuan Maluku
dalam kerangka sepak bola setelah sebelumnya terkoyak dalam konflik komunal.
Dan Sani adalah pelatih sepak bola tim Maluku yang berkompetisi dalam skala
Indonesia.
Bagi Sani, bukanlah hal mudah untuk mendapatkan persatuan Maluku sebagai satu
tim sepak bola. Anggota timnya terseret dalam sejarah pertikaian antar faksi yang
ada di Maluku, yakni Tulehu yang bersendikan Islam dan Passo yang bersenyawakan
Kristen. Pemain satu pukul pemain lain. Baku hantam terjadi dimana-mana, tak saja
di saat latihan, tetapi juga saat pertandingan.
Ketika Maluku menderita kekalahan pada bagian penyisihan awal di Jakarta,
keributan kembali terjadi. Satu sama lain saling menuding sebagai biang kekalahan.
Ketika adu mulut terjadi, seorang pemain andalan bernama Salim (diperankan oleh
Salim Ohorella), biasa dipanggil Salembe, asal Tulehu, bahkan mencetuskan supaya
tim terdiri dari Tulehu saja.
Apa yang diucapkan Salim bukan datang begitu saja. Salim sudah kerap terlibat
baku pukul dengan pemain lain. Sebelumnya, dalam satu latihan sepak bola, dia
menghantam dengan keras kaki lawan asal Passo. Ketika ditegur oleh Sani, Salim
melawan. Bagi Sani, tindakannya adalah patut mengingat lawan yang dihantam
adalah anak seorang polisi. Dan ayah Salim tewas ditembak polisi.
Namun, kekalahan Maluku saat penyisihan itu tak hanya menyisakan ketegangan di
kalangan tim. Istri Sani di Maluku, yang kambingnya dijual diam-diam oleh Sani
untuk pendanaan tim, keluar dari rumah mereka dan pulang ke rumah orangtuanya.
Kambing itu sudah dipersiapkan istrinya untuk biaya anak mereka sekolah. Dan
sebelumnya memang sudah sering terjadi pertengkaran antara Sani dan istrinya
perihal sepak bola ini. Sani dituding lebih mementingkan sepak bola ketimbang
keluarganya.
Segala kecamuk ini membuat Sani hilang asa. Dia melemah, menangis, dan
menyatakan diri pulang ke Maluku. Beruntung dia bisa ditahan oleh rekan-rekannya.
Sebab, kompetisi memang belum usai. Maluku masih punya kesempatan. Dengan
segala langkah persuasif melalui dialog-dialog yang memikat, semangat mereka
kembali timbul hingga satu demi satu lawan dapat ditumbangkan. Di ujung, final,
mereka berlaga dengan Jakarta.
Pada babak pertama pertandingan melawan Jakarta itu, Maluku kalah. Wasit
dituding tak adil, dan anak-anak latihnya kembali bikin keributan. Namun Sani tak
peduli. Dia kembali memilih untuk membangkitkan semangat tim. Saat waktu
istirahat di ruang pemain, dia mengucapkan kata-kata bertenaga sebagaimana
tertera pada awal tulisan ini.
Bahasa
Film Cahaya dari Timur Beta Maluku adalah salah satu film yang
mempertahankan bahasa atau logat asli wilayahnya. Karenanya, saat menonton di
hari pertama, di Jakarta, saya mendapati keriangan anak-anak muda Maluku di
dalam bioskop. Mereka senang bahasa dan logat mereka ada di film. Dan sempat
juga satu dua kali ada celetukan Ee, ini kenapa jadi Manado?. Atau, Ee, ini Papua
sudah.
Namun, apakah nama bahasa yang digunakan oleh film ini? Bagi saya, itu adalah
bahasa Melayu dialek Maluku. Dan upaya menerjemahkan bahasa Melayu dialek
Maluku menjadi bahasa Melayu dialek Indonesia dalam film ini menjadi menarik.
Sekilas contoh, saya menemukan frase kurang hati yang diterjemahkan menjadi
kecil hati.

1
Hal serupa juga muncul pada parlente yang diartikan sebagai penipu. Di wilayah
lain, perlente bermakna gagah, rapi, atau necis. Saya juga tertarik dengan
penggunaan kata beta dalam film ini. Di Maluku, kata beta digunakan oleh siapa
saja. Ia sepadan dengan kata saya. Namun, di alam Melayu lain, utamanya
Sumatera, Semenanjung, dan Borneo, barangkali, kata beta hanya digunakan
oleh sultan.
Begitu juga penggunaan kata negeri. Dia betul-betul serupa dengan wilayah-
wilayah lain yang juga menggunakan istilah negeri, bukan daerah. Dengan
mudah kita menemukan slogan-slogan macam negeri berbilang kaum, negeri
pantun, negeri bertuah, tuah negeri seiya sekata, atau tanah bertuah negeri
beradat.
Membangun Haru
Film yang disutradarai Angga Sasongko ini dibangun dengan sosok Sani sebagai
tukang ojek sepeda motor yang sedang mengantar barang ke Ambon dari Tulehu. Di
Ambon, Sani tiba-tiba terjebak dalam kerusuhan yang melibatkan dua kubu.
Beruntung dia selamat.
Oleh tentara, Sani dan sepeda motornya, juga beberapa orang lain, diangkut ke
atas truk untuk dievakuasi dari zona konflik. Di atas truk dia bercakap dengan
seorang tua.
Beta pu anak laki-laki su mati (saya punya anak laki-laki sudah mati), ujar orang
tua itu lemas. Adapun istrinya tak diketahui ada dimana. Katong tapisah (kita
terpisah).
Dalam percakapan itu, suasana konflik tergambar dengan baik. Pasar-pasar sepi,
perahu-perahu nelayan kosong dan terapung begitu saja di dermaga.
Namun, saat kembali, Sani mendapati konflik serupa juga mulai terjadi di
kampungnya. Ada Tulehu/Islam di satu sisi dan ada Passo/Kristen di sisi lain. Satu
kubu menggunakan ikat kepala putih, yang lain menggunakan ikat kepala merah.
Orang-orang berlarian ke perbatasan, membantu pertahanan kala diserang orang
lain.
Satu waktu, saat Sani pergi ke pantai, dia menjumpai anak-anak kecil bermain bola.
Dia sempat memperagakan kebolehannya memainkan bola, dan membuat anak-
anak berdecak kagum. Dalam beberapa perjumpaan, Sani pun mulai melatih
mereka bermain bola.
Foto: www.cahayadaritimur.com.
Foto: www.cahayadaritimur.com.
Sani memang bekas pemain bola tim Nasional (Timnas) Indonesia Usia 15 di Piala
Pelajar Asia tahun 1996. Dan film ini memang berangkat dari kisah nyata Sani.
Bakatnya bermain bola sempat dia lupakan, tersimpan bersama sepatu sepak bola
dan bolanya yang lusuh di kolong tempat tidur. Namun, situasi konflik ternyata
justru memanggilnya untuk kembali bersetia pada cita-cita. Demi menjaga anak-
anak negeri Tulehu, dia kembali melatih bola.
biar anak-anak tak ke perbatasan nonton kerusuhan terus demikian niat
Sani.
Namun, keceriaan ini tak berlangsung lama. Selalu saja ia dipecahkan oleh bunyi
pukulan tiang listrik. Bunyi itu adalah tanda bahaya, tanda adanya penyerangan
dari kubu lain terhadap kampung mereka. Dalam kondisi penyerangan terhadap
kampungnya yang berkali-kali itu, Sani tak berniat ikut. Dia lebih menampilkan raut
muka khawatir ketimbang marah.
Suatu hari, saat mereka sedang bermain bola di pantai, tiang listrik kembali dipukul
bertalu-talu. Anak-anak spontan berlarian ke arah perbatasan yang menjadi arena
pertempuran. Tapi Sani cukup gesit mengejar anak-anak itu. Kepada mereka, dia
kasih perintah untuk kembali ke pantai.
Tak hanya di pantai, Sani juga melatih anak-anak Tulehu di lapangan bola Matawaru.
Bersama beberapa ekor sapi dan ayam yang berkeliaran serta batok-batok kelapa
tua dan batang-batang ubi di lapangan, dia melatih mereka bermain bola tiap sore
pukul lima. Tanpa terasa, seragam putih merah anak-anak itu pun telah berganti ke
seragam putih abu-abu.
Akan tetapi, apa yang dilakukan Sani bukannya tanpa hambatan. Ada sindiran dari
satu dua warga yang mempertanyakan Sani melatih bola, bukan membela Tulehu
dari penyerangan. Namun, hal terberat datang dari istri Sani sendiri, Hapsa.
Penghasilan keluarga menurun drastis sejak Sani melatih bola. Sebab, Sani memang
jadi tak melayani antar jemput orang atau barang di atas jam lima sore.
Niat baik harus juga pakai akal sehat! keluh Hapsa.

Penggalan judul tulisan ini merupakan deretan kalimat terakhir dari Film Cahaya
dari Timur, Beta Maluku. Sani mengucapkannya dengan ekspresi bahagia tanpa lagi
peduli pada kamera yang masih menatap ke badan lapangan. Agak angkuh
menurutku.

Sekilas di awal film penonton pasti tersenyum segar melihat beberapa titik wisata
pantai di pesisir Kota Ambon. Angga dan Glenn membuka film dengan tampilan
eksotik Pantai Natsepa, Pintu Kota, Kolam Morea di Waai, Pantai Liang dan beberapa
tempat wisata lain.
Keindahan tersebut sempat sirna sepanjang konflik saudara belasan tahun di Kota
Manis itu. Masyarakat Maluku kini berbenah memperbaiki hidup setelah perang
saudara yang penuh dengan misteri, siapa dalangnya.

Seusai menonton film itu, beberapa teman kerap menceritakan kesan kuat tentang
pentingnya toleransi dan keyakinan mewujudkan mimpi sebagai seorang pemain
bola profesional. Tak banyak dari mereka yang menangkap satu pesan lain yang
ingin disampaikan.

Cahaya dari Timur, Beta Maluku merupakan sebuah film yang terinspirasi dari
pergulatan Sani Tawainella menyelamatkan anak-anak binaannya di Negeri (Desa)
Tulehu dari pengaruh perang saudara yang tengah berlangsung di Ambon, Maluku.
Proses tersebut akhirnya tidak sia-sia ketika para pemain junior binaanya itu
berhasil mencapai sebuah kompetisi tingkat nasional.

***

Tulehu, sebuah negeri Muslim di bibir pantai Pulau Ambon memang terkenal sebagai
kampung bola. Seperti di berbagai daerah lainnya, sepakbola selalu menjadi salah
satu event menarik di setiap perayaan ulang tahun kabupaten dan kota.
Orang tidak heran ketika tahu bahwa pemain yang menggiring bola dengan lihai
dan menendang dengan kencang dan akurat dalam sebuah pertandingan adalah
anak Tulehu. Dia itu anak Tulehu, penonton kerap menyadarkan penonton lain di
sekitar lapangan usai melihat aksi lincah anak Tulehu.

Pesepakbola Tulehu dibayar banyak tim dari kecamatan lain untuk bermain dalam
berbegai event. Bahkan, semakin banyak pemain asalTulehu, orang semakin yakin
tim itu akan memenangkan kompetisi. (Tim) Kota Masohi pasti menang, ada empat
anak Tulehu main par dong (untuk mereka).

Tim riset film sempat berkeliling Maluku untuk mengetahui sejauh mana keintiman
Maluku dengan sepakbola. Ketika sampai di Kota Ternate misalnya. Banyak
pesepakbola junior ditanyai apa cita-cita mereka kelak sebagai pesepakbola.
Mereka dengan lantang menjawab suatu hari harus memperkuat Persiter (Persatuan
Sepakbola Indonesia Ternate).
Begitu pula ketika di Kota Tual, beberapa pesepakbola junior disana menjawab,
suatu hari mereka ingin memperkuat Persimalra (Persatuan Sepakbola Indonesia
Maluku Tenggara). Jawaban serupa didapat ketikatim bertanya pada beberapa
pesepakbola junior di Kota Ambon. Suatu hari mereka ingin memperkuat PSA
(Persatuan Sepakbola Kota Ambon).

Namun, jawaban berbeda dan mencengangkan datang ketika pertanyaan yang


sama dilontarkan kepada beberapa pesepakbola junior di Negeri (Desa) Tulehu.
Anak-anak Tulehu hanya punya satu cita-cita. Suatu hari harus memperkuat Tim
Nasional Indonesia. Ini bukan cita-cita konyol. Banyak deretan nama anak Tulehu
tercatat pernah mengharumkan negeri ini dengan memperkuat Timas.

Sebuah dialog kuat yang mampu membakar semangat anak-anak Maluku menjadi
pesepakbola nasional bahkan internasional disajikan Angga apa adanya dalam Film
Terbaik Piala Citra 2015 itu. Saya sempat mengatakan ke teman-teman percakapan
Alvin dan ibunya itu benar-benar terjadi. Alvin yang di-omelin ibunya karena tidak
membuka sepatu sebelum masuk ke rumah membalas ibunya, Tenang saja mama,
suatu hari nanti, kaki ini pasti akan bawa uang 1 miliar par (untuk) mama.

Berkunjunglah ke Tulehu, temukan di setiap dinding rumah orang tua disana


memajang foto terbesar yang dibingkai dengan rapi untuk menampilkan anaknya,
sedang berkostum dan bersepatu bola sambil memegang piala dan medali. Bukan
foto wisudah atau bingkai foto nikah dan foto keluarga.

Tidak mudah meyakinkan orang tua di Maluku untuk mendukung niat manjadi
pesepakbola profesional. Sepakbola kerap dinilai bukan sebuah masa depan bagi
anak-anak mereka. Pertentangan Jago dengan ayahnya jadi potret perjuangan
menjadi pemain profesional di tengah kehidupan sosial di Maluku.

Tapi Sani mampu memberikan fakta bahwa sepakbola harus menjadi sarana
pembentukan mental dan karakter anak dan pelajar di Maluku. Sajian bagaimana
dia dan Rafi membentuk kedesiplinan anak-anak binaannya memberikan potret
berbeda. Salembe yang kerap bolos sekolah perlahan menjadi serius dengan
studinya.

Lebih lagi, Sani mampu menghadirkan sarana healing bagi anak-anak Tulehu yang
sakit secara psikis akibat konflik yang sedang bergulir. Sesuatu yang selama ini
dinilai pemerintah tidak lebih penting daripada penyembuhan infrastruktur yang
rusak. Sani ingin menghapus kenangan konflik dalam benak anak-anak binaannya.
Walaupun begitu, Angga tak lupa memutar kembali kenangan gagalnya Sani dan
Rafi ketika menjadi pesepakbola junior. Belum lagi kejadian mengharukan ketika
ayah Jago mendatangi Sani, memberikan bantuan dana untuk keberangkatan tim ke
Jakarta. Lihat betapa sepak bola melekat pada kenangan semua anak laki-laki di
negeri pelabuhan itu. Ayah jago pun punya kenangan bagaimana sulitnya berjuang
menjadi pemain bola profesional. Kenangan itu bahkan sudah hamper membunuh
keyakinan mereka bahwa sepakbola masih menjadi masa depan bagi orang Tulehu.

Film yang diluncurkan pasca gelaran sepakbola termegah, Piala Dunia 2014 di Brazil
itu menyajikan fakta bahwa anak-anak Tulehu mengawali perjalanan menggapai
mimpi dengan bermain telanjang kaki. Dengan menggunakan buah kelapa kering
sebagai cone, ranting kering sebagai pembatas jarak dan bola mikasa tua yang
keras seperti batu.

***

Lantas bagaimana dengan suguhan konflik saudara yang merembes masuk dalam
tim? Apa yang mau Glenn dan Angga sampaikan bagi Indonsia dan dunia?
Tim bentukan Sani akhirnya terbelah setelah konfliknya dengan Rafi. Tidak ada yang
sempurna dalam sebuah cerita. Ini yang terus membuat cerita hidup menjadi
menarik dan menyenangkan, kan? Hehe

Sani ditawarkan melatih sebuah tim sekolah di Negeri Passo, sebuah negeri Kristen
di jangtung Pulau Ambon. Sebuah kompetisi antar pelajar akan berlangsung di
Ambon. Kehadiran Sani yang adalah orang Tulehu sempat menjadi perdebatan para
guru. Namun Yosep, guru olahraga yang mengajak Sani, akhirnya mampu
meyakinkan kepala sekolah bahwa orang tua murid bisa diberi pengertian.

Coba bapak bayangkan apa kata orang tua murid nanti kalau mereka tahu sekolah
kita menjadi juara di John Mailoa Cup, dan menjadi sekolah yang mencontohkan
rekonsiliasi karena berpelatih seorang muslim, ujar Yosep meyakinkan atasannya.

Kecintaan Salembe dan Alvin terhadap sosok Sani yang telah membimbing mereka
sejak kecil tidak bisa dibendung. Mereka berdua memilih bergabung dengan Tim
SMK Passo. Jago dan teman-teman lain memilih tetap memperkuat Tim Tulehu
Putera yang kini dilatih Rafi.
Sekali lagi terbukti, keistimewaan anak-anak Tulehu menggiring bola tidak
terbendung. Kehilangan Sani dan dua rekan mereka tidak mampumenahan
keinginan Hendra Bayau dan kawan-kawan untuk mengangkat piala. Tulehu Putera
menang melalui gol sematawayang Jago.

Setelah kemelut dalam tim Tulehu Putera dan kekalahan tim SMK Passo, sebuah
kesempatan emas telah menanti. Sani dan Rafi dipertemukan RajaNegeri Tulehu
Alm. John Ohorella. Bermaksud memberikan tanggujawab melatih bagi dua orang
bersahabat itu, bapak raja akhirnya terpaksa memilih Sani karena penolakan Rafi.
Sani akan dibantu Yosep mempersiapkan tim muda Maluku menuju sebuah
kejuaraan nasional.

Tim Maluku merupakan gabungan dari dua tim yang bertanding di final John Mailoa
Cup. Semua pemain diseleksi. Angky dan Fingky Pasamba dari Negeri Passo
akhirnya bergabung dengan beberapa pemain Tulehu Putera mewakili Maluku dalam
kompetisi Indonesia Cup U-15 di Jakarta.

Kemelut baru muncul. Sentimen konflik saudara tidak bisa dibendung. Dalam sesi
latihan, Salembe kerap tidak memberikan bola kepada dua pemain asal Passo tadi.
Semua kesalahan tim menurutnya berasal dari ulah dua orang itu.

Yang menarik, kemarahan Salembe muncul bukan karena kedua anak itu berasal
dari Negeri Passo yang Kristen, tapi karena ayah kedua anak itu adalah seorang
komandan brigade mobil (brimob) Polri. Salembe garang ketika mengingat kembali
almarhum ayahnya yang tewas dalam perang akibat peluru aparat.

Beta seng suka dong kakak. Karena dong pung bapa polisi. Beta pung bapa mati
karena kena peluru polisi kaka. Dong pung bapa yang bunuh beta pung bapa
begitu luapan emosi Embe.

(Saya tidak suka mereka. Karena ayah mereka seorang polisi. Ayah saya tewas
karena peluru senjata polisi. Ayah mereka yang membunuh ayah saya)

Glenn dan Anggga mau memberikan pesan bahwa konflik di Maluku tidak
sesederhana yang orang dengar yakni konflik orang Muslim dan Kristen. Pesan film
ini kemudian semakin jelas ketika sang produser dan si sutradara mengulik-ngulik
ketegangan melawan tim DKI Jakarta yang bertemu tim Maluku di babak penyisihan
group dan laga final.
Ketegangan Salembe dan kedua bersaudara Pasamba masih berlanjut. Di Jakarta,
Tim Maluku bermain buruk ketika dijamu tuan rumah Tim DKI Jakarta. Di dalam
ruang ganti mereka sempat baku pukul. Kekerasan hati Salembe sepanjang laga
akhirnya diredam Jago yang juga kehilangan ibunya dalam perang.

Perjalanan tim semakin meyakinkan. Anak-anak Maluku berhasil mencapai laga


final. Di pertandingan puncak tim yang sudah bersatu kini harus menghadapi
banyak keputusan wasit yang tidak adil dan ulah pemain lawan yang bermain kasar.
Salembe tampil menyemangati teman-temannya. Kalau dong sikut katong, badiri.
Dong sikut lai, badiri lai. Jang dong anggap katong remeh.

(Kalau disikut, kita harus kembali berdiri. Disikut lagi, kita harus berdiri lagi. Jangan
sampai mereka menganggap remeh kita.)

Maluku akhirnya mengalahkan DKI Jakarta melalui adu penalti. Saya belum lama ini
tahu dari salah satu anggota tim riset film, bahwa kabar adu penalti melalui telepon
benar-benar terjadi. Siaran TVRI Nasional di Maluku memang berbatas waktu.

Dengan sedikit lebih jeli kita pasti menemukan sebuah pesan yang jauh lebih
emosional dari film ini. Glenn dan Angga mau menyampaikan ke kita semua, konflik
saudara di Maluku bukan murni ulah orang saudara di negeri Pela Gandong itu.

Indikasi keterlibatan oknum aparat dan para provokator menjadi biang konflik
berkepanjangan itu memang ada. Bahkan, dalam beberapa analisa ahli dan laporan
jurnalistik beberapa jurnalis, konflik Maluku tidak terlepas dari campur tangan
beberapa pembesar di Jakarta.

Penggalan kalimat terakhir Sani dalam film ini sesunggunya adalah pesan bagi para
penjahat biadap yang telah memporak-porandakan negeri rempah-rempah itu.
Orang Maluku kini terus membangun perdamaian untuk sebuah kehidupan yang
lebih baik. Untuk budaya Pela dan Gandong yang akan abadi walaupun kalian
menikamnya dengan kemunafikan dan kedengkian.

Maluku sudah menang melawan kalian, hewan-hewan busuk! ucapku dalam hati.
Semangat mempertahankan perdamaian dan pencarian strategi yang tepat untuk
menelusuri sekaligus mengungkapkan cerita sebenarnya di balik perang saudara di
Maluku hingga kini terus berlangsung. Banyak yang berpendapat biarkan semua
berlalu. Maluku harus berjalan terus dengan damai. Saya pribadi menilai pilihan ini
butuh waktu panjang dan bukan tidak mungkin di tengah jalan para hewan busuk
itu akan terus mengoyak bangunan baru yang sedang dibangun.

Kita harus menelusuri semua kejadian yang sebenarnya di balik konflik Maluku.
Membuka itu lembar demi lembar dan selebar-lebar mungkin, lalu mengaku dengan
hati jujur. Harus ada pengakuan terhadap konflik itu, baru ada kata maaf yang tulus.
Anak negeri tidak akan mudah memaafakan tanpa ada pengakuan akan konflik.

Salah satu kalimat yang paling menggigit hati sebagai anak Maluku, yang sempat
merasakan bulan-bulan awal konflik berdarah itu, yakni ungkapan Sani di dalam
ruang ganti.

Su talalu banyak sakit, katong pung hidop. Karena perang, karena marah, karena
nafsu, karena mo menang sandiri. Beta percaya waktu seng akan cukup mencari
sapa yang batul dan siapa yang salah. Tapi beta percaya satu, katong hidup harus
lebih baik.

(Sudah terlalu banyak sakit dalam hidup kita. Karena perang, karena marah, karena
nafsu, karena sikap mau menang sendiri. Saya percaya watktu tidak akan cukup
mencari siapa yang betul dan siapa yang salah. Tapi saya percaya satu hal, kita
harus hidup lebih baik.)***

Jakarta, 26 Februari 2015

uku, kata ini bukan cuma nama tempat. Kata itu ajar katong samua darimana
katong berasal. Par apa katong berjuang. Karena beta Maluku! Bukan Tulehu, bukan
Passo, bukan Islam, bukan Kristen - Sani Tawainella.

Kutipan ini saya dapatkan dari beberapa adegan terakhir di film Cahaya Dari Timur,
Beta Maluku (2014, Visinema Pictures). Sebenarnya, jika boleh jujur, apa yang
ditawarkan film ini adalah bukan suatu hal baru yang ditawarkan oleh perfilman
Indonesia. Nuansa heroik, patriotisme, nasionalisme, kemudian cerita mengenai
bagaimana proses seorang yang dahulunya adalah seorang underdog kini berubah
drastis menjadi seorang superhero. Diimbuhi dengan cap label based on true
story seperti layaknya beberapa film di Indonesia yang telah meluncur dahulu ke
masyarakat luas. Lagipula, sudah banyak sekali film dengan latar belakang huru
hara dunia sepak bola, contohkan saja Garuda di Dadaku (2009, Mizan Productions),
dan Tendangan dari Langit (2010, SinemArt Pictures). Namun apa yang sebenarnya
membuat film ini begitu menarik?

Film besutan dari Angga Dwi Sasongko dan Glenn Fredly ini memiliki garis besar
mengenai sebuah keteguhan warga Maluku untuk membuat sebuah persatuan
dalam kerangka dunia sepakbola yang sebelumnya selalu mengalami pertikaian.
Sani Tawainella (Chicco Jerikho) adalah salah satu tokoh yang berjibaku bangkit dari
pertikaian tersebut. Pria ini adalah salah satu mantan pemain Tim Nasional U-15
Indonesia di Piala Pelajar Asia tahun 1996 yang gagal menjadi seorang professional.
Sani menetap di Tulehu, sebuah daerah yang berada di luar kota Ambon, Maluku
yang memiliki banyak konflik. Tak hanya itu, di film ini juga dipaparkan beberapa
konflik pribadi yang dialami oleh Sani mulai dari ekonomi keluarga, perkara mata
pencariannya yang hanya mengandalkan dari mengojek, hingga perseteruan antar
kawan lama yang menginginkan sebuah kekuasaan.

Ketika konflik pecah di Maluku, hati Sani terhentak karena melihat banyak anak-
anak yang menjadi korban, tragis memang. Carut marut agama, suku, hingga
masalah perbatasan di Maluku sudah menjadi kawan bagi mereka. Dari sinilah,
Sani mencoba untuk memputar otak bagaimana caranya mengajak anak-anak di
sekitar agar lebih dapat memanfaatkan waktu ketimbang menyita waktu mereka
untuk terlibat dalam konflik Maluku. Tak sampai disitu saja, tim sepakbola yang
dibentuk oleh Sani juga terseret ke dalam sebuah sejarah pertikaian Maluku yakni
Tulehu yang bernafaskan Islam, dan Passo yang bersenyawa dengan Kristen. Ini
bukan soal agama, ini soal bola! kata itulah yang saat itu terlontar dari mulut Salim
Ohorella yang biasa dipanggil Salembe (Bebeto Leutually) ketika dirinya berbaku
hantam dengan kawan se-timnya. Baku hantam antar tim tak hanya terjadi ketika
berlatih, namun juga terjadi ketika mereka sedang bertanding membanggakan
pulau tercintanya.

Angga Dwi Sasongko setidaknya berhasil membuat saya tidak bosan dengan angle
dan alur cerita yang hanya berisi baku hantam, dan carut marut mengenai Maluku.
Proyek besar nan ambisius ini juga menampilkan beberapa scene mengenai kisah
konflik Sani dengan istrinya, Haspa Umarella (Shafira Umm), permasalahan tersebut
tak lain dan tidak bukan adalah masalah ekonomi. Ya, karena Sani adalah seorang
tukang ojek, tak heran jika upah yang didapatkan bagaikan gambler sejati. Sehari
ada, esokpun tak menentu. Akibatnya, Haspa pun banyak mengutang, urusan biaya
rumah tangga terbengkalai karena Sani lebih memilih untuk berlatih sepak bola
bersama anak-anak Tulehu ketimbang menerima tarikan ojek. Mengurus anak
orang kau bisa, sedangkan anak sendiri kau tak mampu! kata itu yang saya ingat
ketika Haspa meledak besar kepada Sani. Namun, yang dapat digaris bawahi di sini
adalah ketulusan Sani dalam membantu anak-anak Tulehu, cita-citanya yang besar
terhadap anak asuhnya, dan yang pasti kesabaran dari Haspa.

Good point, Angga Dwi Sasongko kembali membuat saya terkagum-kagum! Kenapa,
kawan? Ya, karena dirinya berhasil mengeksploitasi habis-habisan landscape
menawan dari Ambon. Mulai dari pantai sampai desa di sekitaran Tulehu. Dengan
tone warna cloudy & warm yang memberikan kesan dingin sekaligus hangat, kita
seperti dimanjakan oleh iklan-iklan pariwisata di Pulau Timur tersebut. Bonus bagi
para pengamat dan pecinta musik, soundtrack film ini sangat kental dengan nuansa
etnik dan bertaburan musisi biduan Maluku. Glenn Fredly salah satunya yang
membawakan lagu Tinggikan dengan iringan ukulele, dan saxopon dari Nicky
Manuputty, kemudian Hayaka Nendissa dan Morika Tetelepta yang tergabung dalam
Molukka Hiphop Community turut mengisi soundtrack film ini dengan menyanyikan
lagu hits milik mereka yaitu Puritan. Dan, komponis popular Georgie Leiwakabessy
yang pada akhirnya di dapuk untuk membuat beberapa lagu bersama Lexs Trio,
Bob Tutupoly, Andre Hehanussa, Yopie Latul, dan Jane Sahilatua.

Kemudian kita beralih ke perihal bahasa, bolehkah saya standing applause? Karena
film ini berani untuk konsisten menggunakan bahasa Maluku sedari awal film hingga
akhir. Ketika itu juga, penonton di sekitar saya di dominasi oleh mereka yang
berasal dari Maluku. Begitu mendengar tokoh-tokoh film mulai berceloteh dengan
logat & cengkok khas Maluku, seluruh studio terbahak, terdengar salah satu
penonton di belakang saya, Katong jua rindu kampong halaman e setelah lihat film
ini? Jika di ilmu jurnalistik ada istilah proximity alias kedekatan konten dengan
pembaca sebagai news value, maka film ini berhasil melakukannya. Dominasi
penonton adalah mereka yang berasal dari Timur khususnya anak-anak muda, dan
mereka senang bahasa & logat mereka ada di film.

Jika beberapa dari kita mempelajari mengenai ilmu sosiologi dari George Simmel
yang menyatakan bahwa masyarakat yang sehat tidak hanya membutuhkan
hubungan sosial yang sifatnya integratif & harmonis, tetapi juga membutuhkan
adanya konflik (Veeger, 1990). Berdasarkan pandangan Simmel tersebut, Lewis
Coser dan Joseph Himes melanjutkan sebuah studi mengenai fungsi positif sebuah
konflik bagi masyarakat. Menurut Coser (1956) konflik memiliki fungsi positif yaitu:

Konflik akan meningkatkan solidaritas sebuah kelompok yang kurang kompak


Konflik dengan kelompok tertentu akan melahirkan sebuah kohesi dengan kelompok
lainnya dalam bentuk aliansi. Misalnya seperti konflik Perancis dengan AS mengenai
serangan ke Irak memunculkan sebuah kohesi yang lebih solid antara Perancis dan
Jerman.
Konflik di dalam masyarakat biasanya akan menggugah warga yang semula pasif
menjadi masyarakat berperan aktif.
Sama halnya dengan film ini, tak ada lagi Tulehu yang bernyawakan Islam, tak ada
lagi Passo yang bernafaskan Kristen, yang difokuskan di sini adalah Maluku.
Solidaritas itu dapat kita lihat pada beberapa adegan akhir ketika tim sepakbola U-
15 Maluku berangkat bertanding menuju Jakarta. Seraya masyarakat berbondong-
bondong membantu mereka, baik dalam bentuk sokongan dana maupun doa.
Dimana ada doa? Adegan salah satu pendeta di gereja Passo yang pada akhirnya
mempersilahkan para pemuka agama Islam yang menggunakan peci untuk nobar
pertandingan final Maluku vs Jakarta bersama di dalam gereja. Fantastis.

Sembari anda menelaah kembali isi film, saya akan mengamini bahwa film ini
berhasil merekam jelas tradisi Maluku yang sudah hidup bertahun-tahun lamanya
dan ditanamkan oleh tetua-tetua terdahulu. Tradisi tersebut hidup sebagai
pemahaman Salam Sarane Karja Rame-Rame yang artinya adalah Kristen dan
Islam begitu juga umatnya, bekerja beramai-ramai membangun negeri, menjaga
kedamaian, dan menjauhkan sekat-sekat perbedaan untuk kemaslahatan
masyarakat.

Damai itu indah, selamat menyaksikan!

Beberapa Catatan Reflektif Film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku"


Tragedi Maluku tahun 2000 perlu di-renarasikan kembali dalam sudut pandang yang
positif, ketimbang suatu penyajian historis an sich tentang wajah konflik dan
eksalasinya, yang tentu tidak berdampak pada upaya pemulihan batin (trauma
healing) bagi banyak korban yang sampai sekarang masih bertahan, tetapi justeru
sebaliknya memperkuat memori yang penuh dengan kebenciaan dan kekerasan.
Upaya ini memerlukan sudut pandang yang berbeda, yang tidak memberi ruang
bagi kecendrungan memberi penilaian siapa yang salah atau siapa yang benar,
melainkan berfokus pada narasi-narasi damai yang hidup di tengah negeri yang
lululantah akibat konflik sosio-keagamaan lima belas tahun silam. Saya pikir bahwa
film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" berhasil menyajikan perspektif ini dengan
mengaudiovisualisasikan cerita nyata seorang pemuda Tulehu (salah satu
negeri/desa di Maluku Tengah), Sani Taniwella. Sani merupakan seorang pemain
bola asal Tulehu yang pernah menjuarai suatu pertandingan internasional di Brunai
Darussalam pada tahun 1990an. Sayangnya, mimpi Sani untuk menjadikan
sepakbola sebagai bidang profesinya kandas dan ia harus kembali ke tanah
kelahirannya. Namun, ceritanya tidak berhenti di sini...

Periode kelam Maluku adalah hal yang tidak pernah dapat diduga oleh segenap
orang Maluku, yang sampai saat ini tetap mempertanyakan bagaimana hal itu
dapat terjadi? Siapa dalangnya dan apa kepetingannya? Bagi banyak orang saat itu,
Maluku adalah tak lebih dari kumpulan pulau-pulau mati, yang tidak memberi ruang
bagi adanya hembusan nafas manusia yang berbeda, tanah parang (pedang),
senjata, dan bom, tanah orang menagis dan merintih. Tapi, Sani adalah pemuda
yang sadar bahwa tak ada yang bisa mengubah Maluku, tanah orang basudara,
negeri nene-moyang (leluhur), dan bumi yang menjanjikan masa depan bagi setiap
insannya... Inilah yang membuat cerita hidup Sani tetang sepak bola mengalami
titik balik, dari yang sekedar soal olahraga menjadi instrumen perdamaian, soal
menang atau kalah menjadi soal mentalitas untuk tetap survive, dan soal "ale"
(kau) dan beta (saya) menjadi soal "katong" (kita)...

Ada beberapa ide yang bisa saya catat dari film ini:

(1) Pemuda adalah kekuatan perdamaian yang potensial.

Peristiwa konflik dan kekerasan menyerap semua lapisan masyarakat terlibat


sebagai aktor; sipil dan non-sipil, tua dan muda, laki-laki maupun perempuan.
Sentimen keagamaan yang sempit menjadi alasan bagi keterlibatan massif semua
golongan, atas satu tujuan: bela agama! Fakta ini menjadi semacam realitas umum
saat itu. Rekonsiliasi dan perdamaian adalah dua hal yang dilihat sebagai
ketidakmungkinan. Bahkan, siapa-siapa yang berjuang demi misi perdamaian
dianggap sebagai lawan dan mengalami ekskomunikasi oleh komunitas. Dalam
konteks seperti ini, bicara soal damai saja tidak akan begitu bermanfaat dalam
mempengaruhi komunitas, sebab yang ada adalah agresifisme, kebencian, dan
permusuhan

Di tengah situasi demikian, kemunculan tokoh pemuda yang bernama Sani menjadi
hal yang menarik dengan peran yang dimainkannya dalam upaya melerai konflik.
Ketika konflik merebak ke seantero negeri, pemuda ini memiliki strategi tersendiri
untuk menarik perhatian anak-anak dari "baku tembak" ke "sepak bola". Ketika
"tiang lonceng" berbunyi sebagai tanda perang dimulai, sang pemuda ini memilih
jalan lain dengan mengumpulkan anak-anak untuk berlatih sepak bola. Di sini ia
hadir dengan tawaran yang berbeda, tawaran yang tidak membawa pada aksi
bunuh-membunuh dan trauma panjang sebagaimana yang ditawarkan oleh opsi
perang. Sebaliknya, yang dilakukannya sebetulnya tawaran damai, tawaran yang
melupakan kekerasan, tetapi sekaligus juga menjadi kritik bahwa parang harus
dihentikan dan generasi Maluku berhak hidup dengan rasa damai.

Cerita hidup Sani ini menjadi pelajaran penting bagi kita, bahwa pemuda dengan
kompetensi yang dimiliki mempunyai peranan penting dalam menciptakan
kehidupan masyarakat yang lebih baik dan harus diupayakan demi terciptanya
keadilan sejati. Dalam konteks ini, Sani memberi interpretasi lain terhadap
olahraga, terutama sepak bola. Dalam perspektif Sani, sepak bola sepenuhnya
bukan sekedar olahraga, apalagi pertandingan dimana ada kelompok yang disebut
lawan, melainkan sebagai instrumen perdamaian. Hal ini menegaskan bahwa
potensi yang dimiliki, apapun itu, harus diberdayakan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan damai. Di sini saya teringat beberapa gerakan pemuda pasca-
konflik di Ambon yang sangat aktif dalam pengembangan kreatifitas seni, sastra,
dan olahraga. Komunitas-komunitas kreatif itu sebetulnya mewarisi spirit damai
Sani, yakni menjadikan komunitas mereka sebagai tempat terjadinya "dialogue of
life" dan jembatan yang mempertemukan para pemuda lintas iman, ketika
masyarakat Maluku semakin tersegregasi secara demografis. Semoga saja mereka
akan tetap hidup...

(2) Beta Maluku: Subtitusi terhadap Beta Salam dan Beta Sarane!

Di tengah konflik dan kekerasan yang muncul akibat politisasi agama, kesadaran
identitas berdimensi geografis, kultural, dan etnisitas perlu dipromosikan: Beta
Maluku! Ini adalah identitas universal yang ditawarkan kepada orang-orang Maluku
saat itu. Aspek ini kuat sekali dalam film ini. Identitas-identitas yang partikular bisa
menimbulkan persinggungan jika tidak dihayati sebagai identitas minor dari sebuah
identitas yang lebih besar. Hal ini yang sebetulnya terjadi dalam konteks konflik
Maluku. Dalam arti tertentu, konflik Maluku adalah konflik identitas, antara "beta
Salam" dengan "beta Sarane". Kedua identitas ini dipertaruhkan dalam kutub yang
saling berlawanan, tentu dengan tujuan untuk melihat mana yang lebih unggul dan
mampu bertahan. Adegan yang diperankan oleh "Salembe" dan "dua anak Passo"
dalam cerita film ini adalah indikasi nyata tentang adanya pertarungan identitas
tadi. Salembe merepresentasikan "Beta Salam" dan dua anak Passo itu
merepesentasikan "Beta Sarane", namun Sani tampil dengan pilihan ketiga, "Beta
Maluku". Dengan begitu, "Beta Maluku" adalah subtitusi dari Beta Salam atau Beta
Sarane di tengah ketegangan yang muncul akibat partikularisme religius ini.

Dalam konteks orang Maluku, ketika seseorang menyebut "beta Maluku", hal ini
tidak sekedar menjadi keterangan identitas, tetapi mengandung penghayatan yang
dalam secara emosional tentang kemalukuan. Istilah "Maluku" tidak hanya dipahami
sebagai suatu nama tempat, tetapi sebagai jati diri dan harga diri, sebagai
eksistensi dan integritas seseorang yang mendiaminya. Ikatan emosional yang kuat
terhadap kemalukuan membuat seseorang bisa melakukan apa saja, termasuk
anarkisme, untuk membela identitas ini. Dengan begitu, dengan mengusulkan
identitas pengganti, Sani menyentuh hal yang paling dekat dengan emosionalitas
anak-anak negeri ini. Alhasil, ketegangan internal yang muncul antara Salembe dan
dua anak Passo yang Kristen itu bisa dipatahkan.
Dalam konteks Maluku pasca-konflik, identitas ini masih perlu untuk dipromosikan.
Setiap generasi yang hidup saat ini harus tetap sadar bahwa "katong Maluku" (Kami
Maluku). Identitas ini harus menjadi semacam alat kontrol bagi perilaku sosial
masyarakat Maluku sendiri. Kalau tidak mau identitas kemalukuan dilecehkan dan
dimanipulasi untuk kepentingan orang lain, sebagaimana yang terjadi lima belas
tahun silam, maka anak-anak Maluku harus terus meningkatkan kapasitas dirinya
supaya tidak gampang dipermalukan karena kemalukuannya. "Katong Maluku" juga
harus menjadi pelajaran bagi dunia lain, bahwa kami mampu menjadi contoh dari
sebuah perjuangan damai, yakni damai yang dihasilkan dalam proses yang
berdarah-darah. "Katong Maluku" harus jadi cerita bagi orang lain tentang sebuah
kekuatan perdamaian yang harus diupayakan dengan menyentuh sisi terdalam
manusia.

(3) Terus Mencari Keadilan!

Konflik Maluku menyisakan pertanyaan tentang siapa yang bertanggungjawab


atasnya? Siapa sutradara dari skenario besar ini? Mengapa dan untuk apa? Ini
pertanyaan tentang keadilan, tentang jiwa-jiwa yang mati dihungus pedang,
ditembusi peluru, dan ditelan bom. Dari mana peluru dan bom itu datang? Ini
pertanyaan tentang ribuan pengungsi dan pertanyaan tentang rasa aman yang
direnggut!

Aspek ini sebetulnya disadari oleh sang sutradara film ini, namun sayangnya hal ini
tidak berani dielaborasi lebih lanjut, atau setidaknya memberi respons atas
sensitifitas "Salembe" mengenai profesi "polisi". Si tokoh ini sebetulnya mewakili
ribuan orang Maluku yang menduga adanya keterlibatan kekuatan lebih besar,
yakni kekuatan non-sipil dalam konflik Maluku lalu. Bukan rahasia lagi, bahwa
kelompok non-sipil juga turut mempengaruhi tingginya eskalasi konflik.

Sekalipun sang sutradara tidak terlalu jauh menyinggung aspek ini, namun
kemunculan tokoh Salembe menjadi "reminder" (pengingat) bagi mereka, para
pelaku intelektual dan kroni-kroninya, bahwa kami orang Maluku tidak lupa sejarah,
bahwa kami pernah dibodohi untuk kepentingan mereka dan akan terus bertanya
dan mencari keadilan, supaya mereka tahu bahwa kami tak bisa lagi dibodohi
karena kami berbeda! Mereka tak lagi bisa memanfaatkan kami, supaya dengan
leluasa mereka dapat meraup keuntungan dari manusia yang saling membunuh dan
kota yang dibumihanguskan. Kami akan terus bertanya, sampai kami mendapat
jawabannya...

Salam Damai dari Waai,


Negeri Korban "Politisasi Agama",
06 Juli 2000 - 06 Juli 2014

You might also like