Professional Documents
Culture Documents
BLOK STOMATOGNASI I
SKENARIO 2. PEMBENTUKAN ENAMEL
Disusun Oleh :
Nama : Radityo Indra Winarno
NIM : 151610101028
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gigi adalah alat pencernaan mekanik yang terdapat pada bagian mulut.
Gigi berfungsi untuk merobek, memotong dan mengunyah makanan sebelum
makanan tersebut akan masuk ke kerongkongan. Gigi memiliki struktur keras
sehingga memudahkan untuk menjalankan fungsinya. Gigi memiliki beberapa
bagian. Salah satunya adalah enamel. Enamel Gigi, merupakan lapisan yang
melapisi bagian mahkota gigi. Enamel gigi merupakan bagian sangat keras
karena tersusun oleh kasium dengan konsentrasi yang sangat tinggi. Bagian
enamel gigi paling keras terletak pada bagian mahkota yang fungsinya
sebagai pelindung, kemudian semakin ke bawah maka enamel gigi semakin
tipis hingga akhirnya hilang ketika memasuki akar gigi. Lapisan enamel gigi
adalah lapisan luar dari gigi kita yang tersusun dari batang Kristal berukuran
mikroskopis. Lapisan enamel gigi berfungsi untuk melindungi gigi ketika
sedang mengunyah, menggertak, dan juga melindungi gigi kita dari efek
panas dan dingin.
2
e. Mengetahui perubahan morfologis dan seluler pada proses terbentuknya
enamel
BAB II
PEMBAHASAN
3
Permukaan bebas gigi yang baru bererupsi dilapisi oleh bahan serupa lamina
basal, yaitu kutikula enamel primer, yang dibentuk oleh ameloblas. Kutikula ini
segera terlepas saat gigi muncul di rongga mulut.
Enamel memiliki komposisi struktur Kristal mineral yang tinggi, terdiri dari
96% bahan organic yaitu hidroksi apatit ( Ca10(PO4)6(OH2), dan 1% bahan organic
serta 3% air. Penyusun komposisi mineral enamel normal secara rinci dimulai dari
jumlah terbesar yaitu Ca, P, Co2, Na, Mg, Cl, dan K, hingga jumlah kecil yaitu F,
Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Garam-garam mineral organic enamel tersusun dalam
bentuk jaringan-jaringan kecil yaitu terdiri dari:
Struktur enamel :
a. Enamel rods
Unit dasar dari enamel adalah enamel rods, merupakan masa kristal
kristal hidroksiapatit yang terkemas rapat dalam suatu pola yang
teroganisir.arah kristal hidroksiapatit yang menyusun enamel rods akan
mempengaruhi beberapasifat enamel seperti kekuatan, dan daya tahan
terhadap asam. Pada potongan melintang enamel rods tampak sperti
lubang kunci yang terdiri dari bagian kepala dan ekor. Bagian kepala
mengarah ke mahkota gigi sedangkan pada bagian ekor mengarah ke
servikal. Arah prisma ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang.
Pada bagian kepala prisma terdapat prism sheath yang didalamnya terdapat
kristal hidroksiapatit. Prism sheath yang merupakan pembatas atau sarung
anatara kristal hidroksipapatit dengan interrod enamel, pembungkus ini
mengandung lebih banyak protein enamel.
4
b. Bands of hunter schreger (garis hunter schreger)
Merupakan fenomena optis akibat pergantian arah dari enamel rods. Garis
ini terlihat gelap terang.
c. Enamel kutikula
Membran yang menutupi permukaan enamel. Menghilang sesudah gigi
melaksanakan fungsinya
d. Enamel lamellae
Matriks dentin yang berkembang masuk ke dalam enamel. Panjangnya
lebih dari setengah ketebalan enamel.
e. Enamel tuft
Matriks dentin yang masuk ke dalam enamel dengan akhiran mengurai.
f. Enamel spindle
Matriks dentin yang masuk ke dalam enamel dengan akhiran menebal.
5
enamel. Proses pembentukandan sekresi matriks oleh ameloblast tidak
berbeda dengan proses yang terdapat pada sel-selyang menghasilkan sekrit
lainnya.Tonjolan sitoplasma ameloblast yang disebut proses Tomes walaupun
dibatasi oleh sekat yang tidak sempurna tetap menunjukan kegiatan sekresi.
Didasarkan pada bentuk batang-batang enamel, maka diduga bahwa tiap
batang enamel dibentuk oleh 4 ameloblast. Pada tahap terbentuknya prosessus
Tomes terjadilah terminal bars yang memisahkan dengan bagian ameloblast
sebagai proksimal. Pada ameloblast yang terdapat pada matriks yang telah
matang tampak lebih pendek dari yang lain. Dilihat dengan mikroskop
electron, ujung-ujung ameloblast ini memiliki mikrovili yang merupakan ciri-
ciri kegiatan absorpsi. Telah ditunjukkan bahwa ameloblast mengadakan
transportasi zaat organic dan air yang terjadi pada stadium pendewasaan. Di
sini letak perbedaan dengan proses mineralisasi pada jaringan lain. Kadar air
dan zat organic enamel sangat sedikit jika dibandingkan dengan jaringan lain.
Pembentuka prosessus Tomes beserta rangka organic dan pengapuran terjaid
secara ritmis dengan selalu diikuti oleh pembentukan prosessus Tomes yang
baru pada ujung distal, sehingga nantinya terbentuklah enamel yang terdiri
atas batang-batang (prisma) yang bersegmen-segmen setebal 4 mikron.
c. Pembentukan matriks enamel
Ada 2 kelompok pembentuk matrik yakni amelogenin dan enamelin.
Amelogenin akan membentuk sebagian besar dari jumlah matrik selama
maturasi enamel tetapi akan terisolir karena peningkatan komponen enamelin.
Pembentukan matrik enamel terjadi pada masa pemasakan praeruptif
pembentukan enamel. Setelah selapis dentin terbentuk, ameloblast segera
mengadakan aktivitas dengan mengeluarkan cairan sepanjang dentin sehingga
terbentuk enamel matrik yang pertama yang disebut dentino enamel
membrane dan kemudian berdifusi dengan bahan interprismatik. Kemudian
ameloblast mengeluarkan tonjolan sitoplasma yang disebut tomes processus.
Tomes processus ini mengandung banyak granula yang nantinya akan
berubah menjadi enamel matrik. Perubahan ini terjadi dari perifer kearah
dalam dan proses ini akan terus terjadi sampai ketebalan enamel tercapai.
Matrik enamel digambarkan sebagai bajan yang menyerupai gel tempat
6
Kristal terdeposit. Matrik enamel terdiri dari beberapa asam amino dalam
bentuk gel pada gigi yang matur. Matrik enamel dapat mengalir dengan
adanya tekanan dari Kristal tumbuh.
d. Mineralisasi Enamel
Mineralisasi enamel diawali dengan mineralisasi sebagian yang terjadi setelah
deposisi matriks enamel pertama, dimana kristal enamel berbentuk jarum.
Setelah deposisi, matriks mengalami penebalan, tersebar luas, membesar dan
menjadi bentuk heksagonal secara mikroskopis. Kemudian dengan cepat
terjadi mineralisasi akhir sekunder yang dimulai di daerah dentino enamel
junction. Saat mineralisasi akhir sekunder, sejumlah besar bahan anorganik
terdeposit dalam matriks sedangkan bahan organik berkurang. Kemudian
terjadi maturasi enamel yang menyebabkan hilangnya air dari matriks
enamel. Prosesus Tomes hilang selama tahap akhir maturasi karena
meningkatnya lisosom di prosesus Tomes. Akibat dari hilangnya prosesus
Tomes ameloblast berubah bentuk menjadi pinggir yang kasar. Ketika
ketebalan matriks enamel meningkat setelah tahap deposisi dan mineralisasi,
ameloblast bergerak menjauh dari dentino enamel junction menuju
permukaan gigi. Jalur pergerakan ameloblast ini direfleksikan pada susunan
enamel rods.
e. Pembentukan Lapisan Kutikula Enamel
Selama ameloblast bergerak menjauhi DEJ menuju OEE(outer enamel
epithelium), hal tersebut mulai mengurangi ukuran lapisan stratum
intermedium dan stellate reticulum, dan akhirnya kehilangan identitas ketika
ameloblast berkontak dengan OEE. Di titik inilah ameloblast menghentikan
pembentukan enamel. Tugas akhir dari ameloblast adalah meletakkan lapisan
proteksi di atas enamel, yang disebut kutikula enamel primer atau membrane
Nasmyth. Membrane ini akan membungkus mahkota selama beberapa bulan
setelah erupsi gigi sampai akhirnya terlepas akibat sikat gigi atau pengikisan
lain. Membrane ini memberikan noda hijau atau kuning pada gigi anak-anak
yang beru erupsi, terutama pada 1/3 servikal mahkota. Setelah proses di atas,
ameloblast akan bercampur dengan OEE, yang disebut epitel enamel
7
tereduksi, yang akan memproduksi kutikula enamel sekunder untuk menahan
gigi ke gusi.
1. Trauma
Trauma mekanis
Trauma mekanis pada gigi geligi sulung lebih sering mengenai
elemen-elemen depan-biasanya satu atau dua daripada gigi molar. Pada
penelitian terhadap anak, usia 9-17 tahun, ternyata 30% gigi-gigi sulung
terkena trauma; pada gigi-gigi pengganti terlihat adanya 58% gangguan,
melawan 45% gigi-geligi yang tidak terkena trauma. Suatu trauma pada
elemen sulung tidak saja menyebabkan 10% lesi gigi-gigi penggantinya
sendiri, tetapi juga benih-benih elemen-elemen sebelahnya menunjukkan
akibat trauma itu.
Kalau terjadi kecelakaan sebelum usia keempat, kemungkinan adanya
kerusakan yang dapat dilihat pada gigi pengganti, lihat dari fase
perkembangannya, adalah yang terbesar.
Apabila trauma ringan terjadi pada usia 2-7 tahun, 25% gigi tetap
penggantinya akan memperlihatkan perubahan warna kuning sampai coklat.
Trauma yang sedang pada usia 2 tahun menyebabkan pada 12% gigi
perubahan warna putih sampai kuning coklat dan di sebelah servikalnya
penyempitan enamel. Terutama pada bagian insisal mahkota gigi
menunjukkan perubahan warna. Ini terjadi karena produk pecahan darah
menembus ke dalam enamel pre-eruptif yang sedang masak.
Trauma berat pada usia 1-5 tahun meyebabkan dilaserasi (suatu
angulasi akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari mahkota gigi),
tetapi juga malformasi yang menyerupai odontoma, akar rangkap, gangguan
erupsi tempat dan saat, dan pengasingan benih gigi dan rusaknya
perkembangan akar. Perubahan warna, kadang kala dengan kombinasi dengan
8
hypoplasia ringan (penyempitan enamel) ternyata paling sering dijumpai.
Kalau tempat gigi turut patah, terjadi gangguan-gangguan yang lebih patah.
Percobaan binatang memperlihatkan bahwa sesudah trauma pada enamel
dapat terbentuk sementum kalau matriks enamel berkontak dengan jaringan
ikat kantung gigi.
Pada suatu penelitian dengan kera trauma dapat menyebabkan
opasitas pada mahkota yang sudah terbentuk pada gigi yang tidak erupsi.
Suatu kesimpulan penting pada penelitian yang terkhir ini ialah bahwa
ekstraksi gigi elemen sulung yang kena trauma, dalam hal ini tertekan ke
dalam, lebih banyak mempunyai resiko untuk kerusakan dari pada
membiarkan gigi semacam itu di dalam.
Kelainan yang biasa di sebabkan oleh factor trauma yaitu hypoplasia
enamel. Hypoplasia enamel merupakan salah satu kelainan pada struktur gigi
yang di tandai dengan terjadinya gangguan pada proses pembentukan matriks
enamel pembentuk mahkota gigi yang disebabkan oleh beberapa factor yang
umumnya terjadi pada gigi permanenn akibat adanya trauma dan infeksi pada
gigi sulung. Hypoplasia enamel terjadi karena gangguan pembentukan enamel
pada fase formasi atau pembentukan matriks organic penyusun enamel.
Patogenesis Hipoplasia enamel
Pembentukan enamel pada gigi sulung dimulai saat fetus berusia 5 bulan
intrauterine. Sedangkan pada gigi permanen, pembentukan enamel dimulai
pada bulan ke-4 setelah bayi dilahirkan dan menjadi sempuna pada umur 4-7
tahun.
Pada anak yang mengalami trauma pada gigi sulung di bawah umur 4-7
tahun, dimana pada umur di bawah 4 tahun enamel masih di dalam proses
pembentukan, dapat menyebabkan terjadinya kelainan pembentukan mahkota
gigi. Trauma pada gigi sulung yang menyebabkan gigi mengalami fraktur
mahkota yang melibatkan enamel, dentin dan terbentuknya ruang pulpa
merupakan penyebab terjadinya infeksi karena terbukanya ruang pulpa yang
merupakan jalan masuknya mikroorganisme dan mengnfeksi periapikal gigi
sulung. Ketika infeksi telah mencapai pada akar gigi sulung, dapat
mengganggu pembentukan enamel pada gigi permanen karena letakk
mahkota gigi permanen yang memang dekat dengan akar gigi sulung.
9
Adanya trauma yang meninggalkan jejas pada gigi sulung hingga
menyebabkan infeksi pada periapikal gigi akan mengganggu ameloblas
pembetuk mahkota gigi permanen. Akibatnya ameloblas yang semula
berbentuk kolumnar berubah menjadi bentuk kuboid sehingga susunan epitel
ameloblas menjadi berubah (abnormal). Selanjutnya akan terjadi proses
degenarasi pada sel ameloblas yaitu adanya perubahan pada inti sel. Inti sel
mengalami nekrosis berupa kariolisis (hilangnya inti sel karena lisis) dan
piknosis (inti sel mengecil, bulat dan gelap). Karena tidak ditemukannya lagi
inti sel pada ameloblas, secara berangsur-angsur ameloblas akan berubah
menjadi bentukan kista dan akan terlihat sitoplasma yang bervakuola.
Lisisnya inti sel pada sel ameloblas menyebabkan terjadinya nekrosis pada sel
ameloblas sehingga pada fase formation atau fase pembentukan matriks
organic enamel terganggu dan proses penyusunan enamel terhenti dan
menyebabkan enamel berkurang atau bahkan enamel tidak terbnetuk sama
sekali pada daerah tersebut sehingga membentuk groove dan pit yang dalam
atau dangkal pada permukaan gigi akibat terjadinyaa hypoplasia enamel.
10
Terdapat banyak penyakit-penyakit karena faktor genetik yang
berhubungan dengan kelainan struktur enamel dengan manifestasi ringan
maupun berat. Dalam hal faktor genetic yang menjadi penyebab kegagalan
perkembangan gigi, menurut Small And Murray terdapat >100 kelainan
genetik yang berhubungan kegagalan perkembangan gigi sehingga terjadi
kelainan struktur enamel. Faktor genetik biasanya berhubungan dengan
sindrom yang disertai hipoplasia. Sindrom-sindrom itu adalah Sindrom
Down, Prader Willi, dysplasia ektodermal, sindrom nefrotik,
Epidermolisisbulosa, Trihodentoosseus, Sturgeweber, Rickets,
Phenilketonurea, Treacher Collin, Hurler, Hunter, Lesch Nyhan, Tuberosu
sclerosis, Pseudoparatiroidisme, Sturge weber,dan Turner.
2.1.2 Malnutrisi
11
pada hewan, sedangkan pada manusia vitamin D yang lebih banyak berperan
osteogenesis dan amelogenesis sehingga adanya defisiensi menimbulkan
hipoplasia dan hipokalsifikasi.
12
disebut jugaenamel opacity,atau opasitas, dapat juga berwarna kuning, coklat,
dapat juga disertai sensitif terhadap perubahan suhu.
Kelainan pada struktur jaringan keras gigi dapat terjadi pada tahap
histodiferensiasi, aposisi dan klasifikasi selama tahap pertumbuhan dan
perkembangan gigi, yang dapat mengenai gigi sulung maupun gigi tetap.
Kelainan tersebut dapat berupa:
Amelogenesis Imperfekta
Enamel Hipoplasia
Amelogenesis Imperfecta
Merupakan nama untuk sejumlah gengguan pekembangan enamel
yang menurun. Etiologi bersifat Herediter dan Gangguan ini dapat berupa
herediter autosomal dominan, herediter autosomal resesif, herediter sex
dominan dan herediter sex resesif.
Tipe Amelogenesis Imperfekta :
a. Tipe Hipoplastik
b. Tipe Hipokalsifikasi
c. Tipe Hipomaturatif
Tipe Hipoplastik
13
Bentuk hipoplastik menunjukkan kerusakan matriks enamel yg
disebabkan oleh hancurnya ameloblas secara dini.
Gambaran Klinis :
Terdapat cekungan-cekungan pada permukaan
Berwarna coklat
Tipe Hipoklasifikasi
Enamel superfisial yg tidak teratur, lunak, dan dapat dikerok
dengan alat yg agak tumpul, tetapi mempunyai ketebalan yg normal.
Terjadi gangguan pada kalsifikasi (pengendapan matriks)
Gambaran Klinis :
Terlihat seperti kapur
Berwarna kuning-coklat
Tipe Hipomaturasi
Tebal enamel biasanya normal. Ameloblas dapat memproduksi
matriks enamel, tetapi tidak mampu meresorpsi matriks ini dalam
ukuran cukup. Terjadi gangguan pada tahap aposisi.
Gambaran Klinis :
Enamel cenderung untuk patah
Berbintik coklat-kuning
Etiologi
Herediter
Patogenesis :
1. Dentinogenesis imperfekta terjadi akibat defisiensi fosfoprotein
dentin yang berperan dalam proses kalsifikasi selama periode
maturasi dentin.
2. Proses kalsifikasi yang terdapat pada penderita dentinogenesis
imperfekta merupakan kalsifikasi abnormal dentin dengan
kandungan air yang tinggi serta kandungan inorganik yang rendah.
3. Adanya pembentukan dentin yang tidak sempurna tersebut
menyebabkan dentin memiliki setengah kekerasan normal atau
lunak.
4. Semakin lama, elemen-elemen juga menjadi aus yang ada
hubungannya dengan kerusakan enamel. Gigi mudah fraktur
sehingga mahkota tampak bergerigi.Tujuan perawatan
amelogenesis imperfekta adalah unluk menghilangkan rasa sakit,
14
estetis, dan efisiensi pengunyahan sehingga dapat menjaga ataupun
mengoreksi lengkung gigi dan hubungan vertikal yang normal.
Enamel Hipoplasia
Defisiensi kualitas enamel karena terjadinya penyimpangan selama
perkembangan dan dapat terjadi pada pembentukan pit, groove, atau area yang
lebih besar.
Etiologi :
Penyakit defisiensi vitamin D
Gangguan pada masa kelahiran
Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia enamel
pada gigi tetap penggantinya.
Gejala klinis :
Secara klinis, tampak gambaran yang bervariasi. Gigi dapat tampak
cekung berwarna cokelat karena hampir tidak terbentuk enamel. Hipoplasia
dapat pula tampak sebagai ceruk kecil pada enamel dan bagian ujung gigi
menjadi cepat terkikis atau patah yang menyebabkan dentin terbuka sehingga
anatomis gigi tidak baik menyebabkan gigi menjadi lebih sensitif terhadap
panas, dingin dan asam.
15
Gambar 2.4 Hipoplasia enamel
16
a. Garis melintang pada prisma sebagai gambaran gelap dan terang,
hal ini dapat dibandingkan dengan garis imbrication dari Von
Ebner pada dentin, memungkinkan ada perbedaan kalsifikasi antara
siang-malam (Elisa, 2012)
b. Garis Retzius, incremental lines pada waktu pembentukan ada
stress, atau adanya penyakit, atau proses kelahiran. Pada dentin
sebagai garis Owen, terlihat adanya kalsifikasi irregular.
c. Neonatal lines, garis-garis ini tergantung pada keadaan intra uterin.
Pada desidui ditunjukkan adanya garis hitam sesudah lahir lebih
banyak dibandingkan sebelum lahir.
BAB III
KESIMPULAN
17
terjadi selama proses bell-stage saat cusp berkembang sebagai hasil pelipatan
permukaan epitel-mesenkim.
DAFTAR PUSTAKA
Willyanti. 2009. Skor Prediksi tingkat Keparahan Defek Enamel Gigi Sulung
Pada Anak Dengan Kecil Masa Kehamilan. Unpad Press, halaman 102-12
Gartner, Leslie P. dan James L. Hiatt. 2011. Buku Ajar Berwarna Histologi.
Saunders: China.
Foster, T.D.1993. Buku Ajar Ortodonsi Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
18