You are on page 1of 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih gigi yang
hilang, dan dilekatkan ke satu atau lebih gigi asli atau akar gigi yang bertindak sebagai
penyangga. Jembatan dapat terlepas setelah dipasangkan beberapa lama di dalam rongga
mulut. Terlepasnya jembatan dapat disebabkan karena perubahan bentuk retainer, gigi
penyangga yang goyah, terlarutnya semen, kesalahan dalam pemilihan retainer, karies, dan
bentuk preparasi yang kurang memberikan retensi bagi retainer.
Preparasi gigi penyangga merupakan tindakan yang penting dalam perawatan
gigi tiruan jembatan. Preparasi bertujuan untuk menghilangkan daerah gerong, memberikan
tempat bagi bahan retainer atau mahkota, memungkinkan pembentukan retainer atau
mahkota sesuai dengan bentuk anatomi gigi yang dipreparasi, membangun bentuk retensi
dan menghilangkan jaringan-jaringan yang lapuk oleh karies. Prinsip preparasi gigi
penyangga adalah mendapatkan bentuk akhir yang menjamin retensi yang sebesar-besarnya
bagi retainer. Untuk mencapai hal tersebut dibuat dasar-dasar bentuk retensi preparasi yaitu
kemiringan dinding-dinding aksial, bentuk peparasi mengikuti bentuk anatomi gigi, dan
pengambilan jaringan gigi yang cukup untuk memberi ketebalan pada bahan retainer.
Disamping dasar-dasar bentuk retensi, ada faktor lain yang mempengaruhi retensi preparasi,
seperti bentuk dan ukuran gigi, luas bidang permukaan preparasi, dan kekasaran permukaan
preparasi.
Mahkota tiruan adalah restorasi yang memperbaiki sebagian atau seluruh
permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan atau kelainan akibat berbagai
sebab, direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan?
2. Apa penyebab kegagalan dari gigi tiruan cekat?
3. Apa diagnosa dari kasus diatas?
4. Apa saja rencana perawatan awal pada kasus?
5. Apa saja rencana perawatan akhir pada kasus?
6. Apa saja bahan-bahan yang digunakan?
7. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan?
8. Apa prognosis dari kasus diatas ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Untuk mengetahui penyebab kegagalan dari gigi tiruan cekat.
3. Untuk mengetahui diagnosa dari kasus diatas.
4. Untuk mengetahui rencana perawatan awal dari kasus.
5. Untuk mengetahui rencana perawatan akhir dari kasus.
6. Untuk mengetahui bahan yang digunakan.
7. Untuk mengetahui prosedur kerja yang dilakukan
8. Untuk mengetahui prognosis dari kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Mahkota Tiruan Cekat


Gigi tiruan cekat, yang terdiri dari mahkota tiruan dan GTJ,
adalah restorasi yang direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang
telah dipersiapkan, untuk memperbaiki permukaan mahkota gigi yang
mengalami kerusakan/kelainan dan menggantikan kehilangan satu atau beberapa gigi
(Allan dan Foreman, 1994).
Mahkota tiruan adalah restorasi ekstrakoronal yang memperbaiki sebagian
atau seluruh permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan/kelainan,
dipasang secara permanen pada gigi asli yang telah dipersiapkan (Allan dan
Foreman, 1994).
Restorasi ini akan mengembalikan bentuk dan kontur gigi, fungsi
gigi, serta melindungi struktur gigi yang tersisa dari kemungkinan kerusakan
lebih lanjut. Restorasi mahkota tiruan dapat memenuhi aspek fungsi dan estetis,
serta dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti metal, porselen, kombinasi metal-
porselen, atau kombinasi metal-akrilik(Allan dan Foreman, 1994).
Keuntungan merestorasi gigi dengan mahkota tiruan dibandingkan
dengan pin-retained amalgam atau komposit adalah bahwa mahkota tiruan
memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kemungkinan terjadinya
fraktur atau karies rekuren(Allan dan Foreman, 1994).
GTJ adalah gigi tiruan sebagian yang menggantikan kehilangan satu atau
beberapa gigi dan direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa
gigi penyangga yang telah dipersiapkan. Ketika gigi hilang dan tidak segera
digantikan, gigi tetangga atau gigi antagonisnya akan bergeser ke ruang edentulous,
yang dapat menyebabkan sistem mastikasi terganggu. GTJ akan meningkatkan
kemampuan mastikasi dan kenyamanan pasien, menjaga kesehatan dan integritas
lengkung gigi, serta meningkatkan penampilan pasien(Allan dan Foreman, 1994).
2.1
2.2 Mahkota Tiruan
Mahkota tiruan adalah restorasi yang memperbaiki sebagian atau seluruh
permukaan mahkota gigi yang mengalami kerusakan atau kelainan akibat
berbagai sebab, direkatkan dengan semen secara permanen pada gigi asli yang telah
dipersiapkan(Allan dan Foreman, 1994).
Kondisi Gigi yang Memerlukan Perawatan dengan Mahkota Tiruan antara
lain :

1. Gigi dengan Kerusakan Luas


Pada gigi yang telah berulang kali direstorasi sebelumnya dan tidak dapat
diperbaiki lagi dengan restorasi lain, misalnya akibat kegagalan restorasi atau
karies sekunder, sehingga sebagian besar struktur gigi telah hilang (Allan dan
Foreman, 1994).
2. Trauma Primer
Gigi utuh yang mengalami fraktur besar tanpa kerusakan pulpa dan masih
terdapat dentin yang cukup untuk mendukung mahkota (Allan dan Foreman,
1994).
3. Tooth Wear
Proses erosi, atrisi, dan abrasi merupakan hal yang umum terjadi.
Walaupun demikian, jika terjadi berlebihan atau pada usia muda, maka
dibutuhkan mahkota tiruan atau restorasi lain(Allan dan Foreman, 1994).
4. Kondisi Hipoplastik
Kondisi ini dapat dibedakan menjadi:
a. Herediter, contoh: amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dan
hipodonsia (misalnya insisif lateral atas yang peg-shaped).
b. Defek yang didapat, contoh: fluorosis, stain tetrasiklin, dan hipoplasia email
yang disebabkan oleh gangguan metabolik mayor pada usia ketika
pembentukkan email misalnya karena demam tifoid (infeksi parah saluran
pencernaan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi) (Allan dan
Foreman, 1994).
5. Untuk Mengubah Inklinasi, Ukuran, atau Bentuk Gigi
Perbaikan malposisi gigi umumnya dilakukan dengan perawatan
ortodontik. Namun, malposisi gigi yang tidak terlalu parah dapat
diperbaiki dengan mahkota tiruan. Contoh: gigi posterior dengan derajat
kemiringan tertentu dapat diperbaiki posisi/inklinasinya dengan mahkota tiruan.
Selain itu, ukuran gigi dapat dibuat lebih besar dengan mahkota tiruan. Contoh:
diastema antara gigi yang diakibatkan oleh tidak harmonisnya ukuran gigi dengan
rahang, dimana pasien merasa penampilannya terganggu, dapat diperbaiki dengan
mahkota tiruan (Allan dan Foreman, 1994).
Mahkota tiruan juga dapat memperbaiki kelainan bentuk gigi, misalnya gigi
peg- shaped yang juga merupakan kelainan herediter, sehingga bentuk
gigi yang normal dapat diperoleh. Perbaikan kecembungan mahkota gigi
yang akan dijadikan penjangkaran GTSL dapat pula dilakukan dengan mahkota
tiruan (Allan dan Foreman, 1994).

6. Sebagai Bagian dari Restorasi Lain


Mahkota tiruan dibuat sebagai retainer GTJ dan permanent splint.
Mahkota tiruan juga dibuat untuk mengubah inklinasi gigi sehingga menghasilkan
arah pemasangan yang tepat untuk GTSL, menambah kecembungan mahkota gigi
sehingga retentif untuk cengkram GTSL, atau sebagai penyangga untuk precision
attachment (Allan dan Foreman, 1994).

7. Kombinasi Kondisi Gigi


Mahkota tiruan dapat dibuat untuk beberapa tujuan, misalnya,
untuk perbaikan inklinasi/oklusi atau restorasi karies luas sekaligus berfungsi
sebagai retainer GTJ atau penjangkaran GTSL (Allan dan Foreman, 1994).
8. Gigi Nonvital atau Gigi yang Telah Dirawat Saluran Akarnya (untuk
Mahkota Tiruan Pasak)
Gigi dengan pulpa nekrotik (nonvital) sering mengalami perubahan warna.
Diskolorasi ini mungkin hanya dapat diperbaiki secara memuaskan
dengan mahkota tiruan. Akan tetapi, beberapa bukti ilmiah menyatakan bahwa
gigi yang telah dirawat saluran akarnya lebih mudah fraktur daripada gigi dengan
pulpa vital. Pada umumnya, gigi yang telah dirawat saluran akarnya
membutuhkan mahkota tiruan (Allan dan Foreman, 1994).

2.2.1 Tipe-Tipe Mahkota Tiruan

Berdasarkan permukaan mahkota gigi yang diperbaiki dengan


restorasi, mahkota tiruan dapat dibedakan sebagai berikut(Allan dan
Foreman, 1994):
1. Mahkota tiruan penuh
2. Mahkota tiruan sebagian
3. Mahkota tiruan pasak
Berdasarkan bahan yang digunakan, mahkota tiruan penuh
dapat dibedakan menjadi(allan dan foreman, 1994):
1. Mahkota tiruan penuh metal
2. Mahkota tiruan penuh porselen
3. Mahkota tiruan penuh metal-porselen
4. Mahkota tiruan penuh metal-akrilik
Mahkota tiruan sebagian dapat diklasifikasikan menurut
banyaknya permukaan mahkota gigi yang digantikan, yaitu:
1. Mahkota tiruan sebagian 3/4 (untuk gigi anterior).
2. Mahkota tiruan sebagian 4/5 (untuk gigi posterior) (jubhari, 2007)
Mahkota tiruan pasak dapat dibedakan berdasarkan hubungan pasak
inti dengan mahkota tiruannya, yakni:
1. Mahkota tiruan pasak tipe detached .
2. Mahkota tiruan pasak tipe attached (jubhari, 2007).
2.2.1.1 Mahkota Tiruan Penuh

Mahkota tiruan penuh adalah mahkota tiruan yang


memperbaiki seluruh permukaan mahkota gigi (allan dan foreman,
1994).
Indikasi:
1. Gigi fraktur yang tidak dapat diperbaiki dengan restorasi lain.
2. Gigi dengan karies luas yang tidak dapat direstorasi dengan
tambalan biasa.
3. Gigi yang berubah warna, misal karena stain tetrasiklin.
4. Gigi yang mengalami cacat permukaan seperti kalsifikasi
yang tidak sempurna atau dekalsifikasi (amelogenesis
imperfecta, dentinogenesis imperfecta, hipoplasia email).
5. Gigi dengan kelainan posisi.
6. Gigi dengan kelainan bentuk, misal peg-shaped.
7. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya.
8. Sebagai retainer gtj atau penjangkaran GTSL.
9. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal.
10. Perbandingan mahkota akar adalah 2:3 atau minimal 1:1 (allan
dan foreman, 1994).
Kontraindikasi:
1. Mahkota gigi yang sangat pendek atau tapered.
2. Kamar pulpa yang masih besar pada pasien usia muda (allan dan
foreman, 1994).
Tipe-tipe mahkota tiruan penuh berdasarkan bahannya:
a. Mahkota Tiruan Penuh Metal.

Mahkota tiruan penuh metal adalah mahkota tiruan


penuh yang seluruhnya terbuat dari bahan metal (allan dan
foreman, 1994).
Indikasi:
1. Kerusakan luas pada permukaan gigi.
2. Gigi yang tidak membutuhkan estetik, biasanya
pada gigi molar.
3. Gigi yang menanggung beban kunyah besar.
4. Sebagai retainer gtj atau penjangkaran GTSL.
5. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya (allan
dan foreman, 1994).
Kontraindikasi:
1. Gigi yang membutuhkan estetik.
2. Gigi yang tidak menanggung beban kunyah besar
(allan dan foreman, 1994).
Keuntungan:
1. Kuat.
2. Preparasi lebih minimal jika dibandingkan
dengan preparasi untuk mahkota tiruan
porselen.
3. Pembuatannya paling sederhana di antara
mahkota tiruan lainnya (allan dan foreman,
1994).
Kekurangan:
1. Terlihatnya bahan metal ketika berbicara atau
membuka mulut.
2. Konduktor termis/elektris (allan dan Foreman,
1994).

b. Mahkota Tiruan Penuh Porselen

Mahkota tiruan penuh porselen adalah mahkota


tiruan penuh yang terbuat seluruhnya dari bahan porselen
(Allan dan Foreman, 1994).
Indikasi:
1. Gigi dengan kebutuhan estetik tinggi, biasanya
gigi anterior.
2. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal.
3. Gigi dengan karies proksimal dan/atau fasial
yang tidak dapat direstorasi secara efektif dengan
resin komposit.
4. Tepi insisal relatif utuh.
5. Distribusi tekanan kunyah seimbang.
6. Gigi yang dirawat saluran akarnya, khususnya
gigi anterior (allan dan foreman, 1994).
Kontraindikasi:
1. Indeks karies tinggi.
2. Tidak cukupnya dukungan struktur mahkota gigi.
3. Gigi yang tipis dari aspek fasiolingual dan gigi
yang pendek.
4. Distribusi tekanan kunyah yang tidak
seimbang, contoh: gigi yang beroklusi edge-
to-edge, gigi antagonis (bawah) beroklusi dengan
mahkota tiruan pada daerah 1/5 servikal bagian
palatal.
5. Bruxism (allan dan foreman, 1994).
Keuntungan:
1. Sangat estetis.
2. Warna stabil.
3. Tidak mudah aus.
4. Tidak berbau.
5. Tidak bereaksi dengan cairan mulut.
6. Tidak menimbulkan alergi (allan dan foreman,
1994).
Kekurangan:
1. Mudah pecah.
2. Pembuatan sulit.
3. Kurang kuat jika dibandingkan dengan
mahkota tiruan penuh metal porselen.
4. Preparasi kurang konservatif, karena
dibutuhkan preparasi yang cukup banyak untuk
ketebalan minimal porselen (1,7-2 mm).
5. Dapat menyebabkan gigi yang berlawanan
dengan mahkota tiruan menjadi aus.
6. Hanya dapat digunakan sebagai restorasi tunggal
(namun dapat digunakan pula pada kasus-kasus
tertentu dengan komposisi porselen untuk GTJ 3
unit).
7. Lebih mahal jika dibandingkan dengan
mahkota tiruan penuh metal porselen (allan
dan foreman, 1994).

c. Mahkota Tiruan Penuh Metal-Porselen

Mahkota tiruan penuh metal-porselen adalah


mahkota tiruan penuh yang terbuat dari logam (sebagai
coping/backing) yang dilapisi dengan porselen
(sebagai facing) (Allan dan Foreman, 1994)
Indikasi:
1. gigi dengan kebutuhan estetik, tetapi juga butuh
kekuatan restorasi
2. ukuran gigi normal atau lebih dari normal
3. kerusakan luas pada gigi yang tidak dapat
diperbaiki dengan restorasi yang lebih
konservatif
4. sebagai retainer GTJ dan penjangkaran GTSL
5. gigi yang telah dirawat saluran akarnya (Allan
dan Foreman, 1994)
Kontraindikasi:
1. Kamar pulpa besar
2. Indeks karies tinggi
3. Ukuran gigi kurang dari normal (allan dan
foreman, 1994)

Keuntungan:

1. Sangat estetis dan kuat (Allan dan Foreman,


1994)

Kekurangan:
1. Mudah pecah karena sifat porselen yang brittle
2. Preparasi kurang konservatif, karena
dibutuhkan preparasi yang cukup banyak untuk
ketebalan minimal porselen dan metal
3. Pembuatan sulit
4. Dapat menyebabkan gigi yang berlawanan
dengan mahkota tiruan menjadi aus
5. Mahal (Allan dan Foreman, 1994).

d. Mahkota Tiruan Penuh Metal-Akrilik

Mahkota tiruan penuh metal-akrilik adalah


mahkota tiruan penuh yang terbuat dari logam (sebagai
coping/backing) yang dilapisi dengan akrilik (sebagai
facing).
Indikasi (Allan dan Foreman, 1994):
1. Gigi dengan kebutuhan estetik, tetapi juga butuh
kekuatan restorasi
2. Pasien tidak alergi terhadap akrilik
3. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal (allan
dan foreman, 1994)
Kontraindikasi:
1. Pasien alergi terhadap akrilik
2. Ukuran gigi kurang dari normal (allan dan
foreman, 1994)
Keuntungan:
1. Cukup estetis (allan dan foreman, 1994)
Kekurangan:
1. Mudah aus
2. Warna tidak stabil (mudah berubah warna)
3. Terdapat kemungkinan terjadi kebocoran
pada batas antara logam dan akrilik, karena
ikatan antara akrilik dan logam hanyalah ikatan
mekanis serta adanya perbedaan koefisien
muai antara akrilik dan logam; kebocoran ini
dapat menyebabkan perubahan warna pada facing
mahkota tiruan (allan dan foreman, 1994).

2.2.1.2 Mahkota Tiruan Sebagian

Mahkota tiruan sebagian adalah mahkota tiruan yang


memperbaiki permukaan mahkota gigi, kecuali permukaan
labial/bukal mahkota gigi. Mahkota ini dibuat secara keseluruhan dari
bahan logam dan yang terbaik adalah emas (dental alloy tipe III)
(Allan dan Foreman, 1994)
Indikasi:
1. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal
2. Kerusakan pada permukaan mahkota gigi kecuali
permukaan labial/bukalnya, misalnya karena karies
kecil di kedua sisi proksimal, lingual atau palatal
3. Sebagai retainer gtj pada short-span jika gigi
penyangga vital tidak mengalami karies atau mengalami
karies kecil (allan dan foreman, 1994)
Kontraindikasi:
1. Mahkota klinis gigi yang pendek atau sangat tapered
2. Gigi yang tipis, misal gigi insisif bawah, insisif lateral atas
3. Indeks karies tinggi
4. Karies servikal
5. Kerusakan luas pada mahkota gigi
6. Inklinasi gigi buruk
7. Sebagai retainer gtj pada long-span
8. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya (allan dan foreman,
1994).
Tipe-tipe mahkota tiruan sebagian menurut banyaknya
permukaan gigi yang digantikan:
a. Mahkota Tiruan Sebagian 3/4 (Untuk Gigi Anterior)

Mahkota tiruan yang memperbaiki permukaan mesial,


distal, dan palatal/lingual gigi anterior (Jubhari, 2007).
b. Mahkota Tiruan Sebagian 4/5 (Untuk Gigi Posterior)

Mahkota tiruan yang memperbaiki permukaan


mesial, distal, oklusal, dan lingual/palatal gigi posterior (Jubhari,
2007).

2.2.1.3 Mahkota Tiruan Pasak

Mahkota tiruan pasak adalah mahkota tiruan yang


memperbaiki seluruh permukaan mahkota gigi nonvital yang telah
dirawat saluran akarnya dengan sempurna dan dipersiapkan dengan
pasak sebagai retensi utama (Allan dan Foreman, 1994)
Indikasi:
1. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya
2. Kehilangan struktur gigi yang sangat banyak hingga mencapai pulpa
dan tidak dapat diperbaiki dengan tambalan biasa
3. Perbaikan malposisi gigi, jika preparasi gigi untuk mahkota tiruan
penuh akan membahayakan kesehatan pulpa (allan dan foreman,
1994)
Bagian-bagian mahkota tiruan pasak:
a. Pasak

Pasak adalah bagian restorasi yang direkatkan dengan semen


ke dalam saluran akar dan berfungsi sebagai retensi utama, dapat
menjadi satu kesatuan atau dijadikan satu dengan inti. (Allan dan
Foreman, 1994).
Pasak dapat dibedakan menjadi:
1. Pasak siap pakai (prefabricated post)

Pasak siap pakai adalah pasak produksi pabrik,


umumnya terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk, dapat
terbuat dari bahan logam dan nonlogam. Bahan logam antara
lain platinum-gold-palladium (Pt-Au-Pd), stainless steel,
titanium, brass, dan chromium-containing alloy. Sedangkan,
bahan nonlogam antara lain carbon fiber, ceramic, glass fiber,
dan woven fiber (Allan dan Foreman, 1994)
Keuntungan:
1. Pasak siap pakai yang terbuat dari bahan logam memiliki
keunggulan dalam kekuatan, karena dapat dihindari
kesalahan pengecoran logam yang mengakibatkan
kelemahan pasak
2. Pasak yang terbuat dari ceramic, glass fiber, dan woven
fiber mempunyai keunggulan estetik dibandingkan pasak
yang terbuat dari logam (Allan dan Foreman, 1994)
Kekurangan:
1. Pasak yang terbuat dari bahan logam terdapat risiko
terjadinya korosi, diskolorasi akar, kebocoran mikro, dan
fraktur akar terutama pada pasak yang berbentuk parallel
2. Pasak yang terbuat dari carbon fiber berwarna
hitam, sehingga dapat merusak estetik mahkota tiruan
(allan dan foreman, 1994).
2. Pasak buatan sendiri (fabricated post)

Pasak buatan sendiri dapat dicor dari pola yang dibuat


secara langsung (direct) dalam mulut pasien atau pola yang
dibuat di laboratorium (indirect). Teknik langsung (direct)
yang menggunakan inlay wax, autopolymerizing resin, atau
light-polymerized resin direkomendasikan untuk akar tunggal
dengan akses klinis yang mudah, sedangkan teknik indirect
lebih tepat untuk akar ganda atau akses yang sulit (Allan dan
Foreman, 1994)
Keuntungan:
1. Lebih adaptif
2. Dapat digunakan pada saluran akar yang sangat tapered,
oval, dan gigi dengan akar ganda yang paralel (Allan
dan Foreman, 1994)
Kekurangan:
1. Dapat terjadi kesalahan pengecoran sehingga
meningkatkan risiko fraktur pasak
2. Membutuhkan lebih banyak waktu untuk prosedur
laboratorium (Allan dan Foreman, 1994)
b. Inti

Inti adalah bagian restorasi yang menggantikan jaringan


mahkota gigi yang hilang sehingga membentuk seperti gigi
yang telah dipreparasi untuk mahkota tiruan penuh. Inti dapat
diklasifikasikan menurut banyaknya jaringan mahkota gigi yang
digantikan, yaitu (Allan dan Foreman, 1994):
1. inti sebagian, adalah inti yang menggantikan sebagian
jaringan mahkota gigi yang rusak/hilang
2. inti penuh, adalah inti yang menggantikan seluruh jaringan
mahkota gigi yang rusak/hilang (Allan dan Foreman, 1994)
c. Mahkota tiruan

Mahkota tiruan yang digunakan adalah mahkota tiruan penuh.


Macam-macam mahkota tiruan pasak berdasarkan hubungan
antara pasak inti dengan mahkota tiruannya (Allan dan Foreman,
1994):
1. Tipe detached

Yakni mahkota tiruan terpisah dari pasak intinya. Tipe


ini diindikasikan untuk gigi yang berukuran normal atau lebih
dari normal. Keuntungannya adalah jika diperlukan
penggantian mahkota tiruan, misalnya karena telah berubah
warna atau diinginkan restorasi yang lebih sempurna, dapat
mudah dilakukan tanpa perlu mengeluarkan/merusak pasaknya
(Allan dan Foreman, 1994).
2. Tipe attached

Yakni mahkota tiruan menyatu dengan pasak


intinya. Tipe ini diindikasikan untuk gigi-gigi yang pendek
atau tipis, karena tidak terdapat ruang yang cukup untuk
membuat inti dengan mahkota tiruan yang terpisah (Allan dan
Foreman, 1994).

2.3 Gigi Tiruan Jembatan


Gigi tiruan jembatan adalah gigi tiruan yang menggantikan kehilangan satu
atau lebih gigi-geligi asli yang dilekatkan secara permanen dengan semen serta
didukung sepenuhnya oleh satu atau beberapa gigi, akar gigi atau implant yang telah
dipersiapkan (Prajitno, 1994).

Kegunaan pemakaian gigi tiruan jembatan antara lain:


a. Memperbaiki penampilan
Pada pasien dengan kehilangan gigi, terutama gigi anterior, tentu saja
penampuilan harus diperhatikan (Prajitno, 1994).
b. Kemampuan mengunyah
Banyak pasien tidak bisa makan dengan baik karena banyaknya gigi
yang hilang (Prajitno, 1994).
c. Stabilitas Oklusal
Stabilitas oklusal dapat hilang karena adanya gigi yang hilang.
Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi disekitarnya ekstrusi, migrasi
dan merusak stabilitas oklusi pasien (Prajitno, 1994).
d. Memperbaiki pengucapan
Kehilangan gigi insisivus atas dapat menganggu pengucapan seseorang
(Prajitno, 1994).
e. Sebagai splinting periodontal
Kehilangan gigi dapat menyebabkan gigi tetangganya goyang, jadi gigi
tiruan jembatan dapat berfungsi juga sebagai splinting (Prajitno, 1994).
f. Membuat pasien merasa sempurna
Pasien percaya jika penggunaan gigi tiruan dapat memberikan banyak
keuntungan terhadap kesehatannya secara umum (Prajitno, 1994).
Indikasi pembuatan gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut.
1. Kehilangan satu atau lebih gigi geligi asli
2. Gigitan dalam (deep bite)
3. Gigi penyangga memerlukan restorasi
4. Diastema abnormal, besarnya ruangan protesa kurang dari normal
5. Gigi penyangga memerlukan penanggulangan berupa stabilisasi atau
splint
6. Terdapat diastema pasca perawatan (Prajitno, 1994).

Kontraindikasi untuk pembuatan gigi tiruan jembatan adalah:


1. OH yang tidak terpelihara
2. Physical handicap
3. Indeks karies yang tinggi
4. Cross-bite, malposisi, progeni
5. Migrasi atau ekstrusi yang parah (Prajitno, 1994).

2.3.1 Komponen Komponen Gigi Tiruan Jembatan

Gigi tiruan jembatan terdiri dari dari beberapa komponen, yakni


sebagai berikut (Jubhari, 2007):
1. Retainer
2. Pontik
3. Konektor
4. Penyangga (abutment).

Gambar 1. Komponen-komponen Gigi Tiruan.


Gambar 2. Gigi Tiruan Jembatan (Bridge).
1. Retainer
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yg menghubungkan
gigi tiruan tersebut dengan gigi penyangga.
Fungsinya (Prajitno, 1994):
a. Memegang/menahan (to retain) supaya gigi tiruan tetap stabil
ditempatnya.
b. Menyalurkan beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi
penyangga.
Macam-macam retainer(Prajitno, 1994):
1. Extra Coronal Retainer Yaitu retainer yang meliputi bagian luar
mahkota gigi.

Gambar 3. Extra Coronal Retainer


2. Intra Coronal Retainer Yaitu retainer yang meliputi bagian
dalam mahkota gigi penyangga.
Bentuk:

Onlay
Inlay MO/DO/MOD (Prajitno, 1994)

Indikasi:
Gigi tiruan jembatan yang pendek
Tekanan kunyah ringan atau normal
Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar
Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang
normal (Prajitno, 1994)
Keuntungan:
Jaringan gigi yang diasah sedikit
Preparasi lebih mudah
Estetis cukup baik (Prajitno, 1994)
Kerugian:
Indikasi terbatas
Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang
Mudah lepas/patah (Prajitno, 1994)

Gambar 4. Intra Coronal Retainer Bentuk Onlay

3. Dowel retainer adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi,


dengan sedikit atau tanpa jaringan mahkota gigi dengan syarat
tidak sebagai retainer yang berdiri sendiri (Prajitno, 1994)

Indikasi:
Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan
syaraf
Gigi tiruan pendek
Tekanan kunyah ringan
Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi
(Prajitno, 1994)
Keuntungan:
Estetis baik
Posisi dapat disesuaikan (Prajitno, 1994)
Kerugian:
Sering terjadi fraktur akar (Prajitno, 1994)

Gambar 5. Dowel Retainer


2. Pontik
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan
gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan (Prajitno,
1994):
Fungsi kunyah dan bicara
Estetis
Comfort (rasa nyaman)
Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi
/hubungan dengan gigi lawan (Prajitno, 1994).

Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:


a. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak
1. Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali
dengan linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara
dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan
permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan
pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan
dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang
demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis
sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang
bawah (Prajitno, 1994)
Gambar 6. Pontik Sanitary

2. Pontik Ridge Lap


Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan
linggir alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir
ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini
mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan
mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian
menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah
masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan.
Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dan posterior (Prajitno, 1994)

Gambar 7. Pontik Ridge Lap

3. Pontik Conical Root


Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk
jembatan imediat yang dibuatkan atas permintaan pasien yang
sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari.
Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke
dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2mm. Pontik ini
dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada
pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional
(Prajitno, 1994)
Gambar 8. Pontik Conical Root.
3. Konektor (Connector )
Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan
pontik dengan retainer, pontik dengan pontik atau retainer dengan retainer
sehingga menyatukan bagian-bagian tersebut untuk dapat berfungsi
sebagai splinting dan penyalur beban kunyah.Terdapat 2 macam konektor,
yakni (Prajitno, 1994):
Rigid connector
Non Rigid Connnector
4. Penyangga (Abutment)
Sesuai dengan jumlah, letak dan fungsinya dikenal istilah:
Single abutment hanya mempergunakan satu gigi penyangga
Double abutment bila memakai dua gigi penyangga
Multiple abutment bila memakai lebih dari dua gigi penyangga
Terminal abutment
Intermediate/pier abutment
Splinted abutment
Double splinted (Prajitno, 1994)
2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Gigi Tiruan Jembatan

Keuntungan dari pemakaian gigi tiruan jembatan adalah sebagai


berikut (Lesmana, 1999).
1. Karena dilekatkan pada gigi asli maka tidak mudah terlepas atau tertelan.
2. Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien
3. Tidak mempunyai klamer yang dapat menyebabkan keausan pada
permukaan email gigi, karena tiap kali dilepas dan dipasang kembali
didalam mulut.
4. Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress.
5. Menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan
jaringan pendukungnya
Namun, gigi tiruan juga memiliki beberapa kerugian dalam
pemakaiannya,yakni (Lesmana, 1999):
a. Kerusakan gigi dan pulpa
Dalam preparasi gigi penyangga untuk gigi tiruan sebagian yang
tepat mungkin diperlukan pengambilan jaringan gigi yang sehat.
Kerusakan ini meskipun diindikasikan namun sebaiknya tidak
diabaikan. Masalahnya tidak terlalu serius jika gigi yang digunakan
untuk mendukung jembatan yang telah direstorasi atau dimahkotai. Jika
sebuah gigi dipreparasi, dapat berbahaya terhadap pulpa meskipun
pendinginan bur telah dilakukan (Lesmana, 1999).
Ada beberapa perlakuan tambahan terhadap pulpa saat gigi
dipreparasi untuk jembatan. Beberapa desain preparasi untuk dua atau
lebih gigi yang dibuat paralel terhadap satu sama lainnya dan jika
giginya berbeda tipis dengan kesejajaran posisi, usaha untuk preparasi
paralel bisa melibatkan pengurangan lebih banyak dalam satu bagian
gigi daripada jika preparasi tersebut untuk mahkota dan sangat
membahayakan pulpa. Dengan insiden karies yang terjadi pada banyak
negara dan pendekatan yang konservatif terhadap restorasi kedokteran
gigi, situasi meningkat lebih lazim dalam hal gigi penjangkar untuk
jembatan yang tidak direstorasi atau yang hanya sedikit direstorasi
(Lesmana, 1999)
b. Karies sekunder

Gigi tiruan jembatan dapat membawa resiko kebocoranmikro


dan karies. Resiko ini secara signifikan meningkat pada pasien dengan
insidensi karies yang tinggi (Lesmana, 1999).

2.3.3 Macam-Macam Gigi Tiruan Jembatan

Gigi tiruan jembatan terdiri dari tiga macam, yaitu:


1. Traditional Fixed Bridge
Jenis ini adalah jenis yang paling sering digunakan dan terdiri
dari pontik yang dihubungkan dengan mahkota porselen pada
gigi- gigi tetangga atau implant gigi. Pontic biasanya terbuat
dari porselen-metal atau keramik. Pontic bersifat permanen dan
tidak bisa dipindahkan (Barclay dan Walmsley, 1998)
2. Gigi Tiruan Jembatan Resin Atau Marryland Bridges
Gigi tiruan ini digunakan untuk menggantikan gigi hilang
dimana gigi tersebut terdapat pada bagian depan dan pada gigi
tetangga masih sehat atau tidak terdapat tambalan yang besar.
Gigi yang akan diganti terbuat dari porselen dan terdapat sayap
metal yang dapat direkatkan pada bagian belakang gigi agar
tidak kelihatan dari depan (Barclay dan Walmsley, 1998)
3. Gigi Tiruan Jembatan Cantilever
Merupakan suatu prosthesis dimana gigi tiruan hanya didukung
pada satu sisi saja oleh satu atau lebih gigi abutment
(penyangga) (Barclay dan Walmsley, 1998)
Adapun desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan
yang ada pada masing-masing ujung pontik dapat dibedakan menjadi 5
macam. Kelima desain ini adalah (Smith dan Howe, 2007):
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi
oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang
terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional
dari gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif
untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu
atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan
menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat
terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional
dari gigi yang hilang (Smith dan Howe, 2007).

b. Semi fixed bridge


Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya
pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi
penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan
derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi
lainnya atau gigi (Smith dan Howe, 2007).

c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat
mengatasi beban oklusal dari gigitiruan (Smith dan Howe, 2007).

d. Spring cantilever bridge


Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke
gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai
penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi
dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang.
Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan
adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang
kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat
diastema di sekitar anterior gigi yang hilang (Smith dan Howe, 2007).

e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan
cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan (Smith dan Howe, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Skenario IV GTC


Seorang perempuan usia 37 tahun datang ke RSGM dengan keluhan rasa
sakit pada gigitiruan depan atas dan kehilangan gigi belakang atas kanan. Dari
anamnesa diketahui pasien sudah memakai gigi tiruan sejak 2 tahun pada gigi depan
atas. Pemeriksaan intra oral gigi 11 mahkota tiruan dengan bahan porcelain fused to
metal, perkusi ( + ) dan goyang grade 1 gigi 26 missing. pemeriksaan radiografi
pada gigi 11 radiolusen pada periapikal dengan diagnosa klinis abses stadium 2.
Dokter gigi menjelaskan pada pasien akan membuatkan gigi tiruan cekat.

3.2 Terminologi
1. Porcelain fuse tu metal adalah suatu penyatuan sifat-sifat mekanikal yang baik
dari logam kedokteran gigi dan sifat-sifat estetika dari porselen.

2. Goyang grade 1 adalah kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal

Menurut Fedidkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :


Derajat 1 adalah kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal
Derajat 2 adalah kegoyangan gigi sekitar 1 mm
Derajat 3 adalah kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi
dapat ditekan ke arahapikal.

3. Abses stadium 2 adalah Stadium serosa yaitu abses sudah menembus periosteum
dan masuk kedalam tinika serosa dari tulang dan pembengkakan sudah ada,
mukosa mengalami hiperemi dan merah, rasa sakit yang mendalam. Palpasi sakit
dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi. Terdapat 4 stadium abses, yaitu:
Stadium subperiostal dan periostal
- Pembengkakan belum terlihat jelas.
- Warna mukosa masih normal.
- Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat.
- Palpasi sakit dengan konsistensi keras
Stadium serosa
- Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari
tulang dan pembengkakan sudah ada.
- mukosa mengalami hiperemi dan merah.
- Rasa sakit yang mendalam.
- Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi.

Stadium sub mucous


- Pembengkakan jelas tampak.
- Rasa sakit mulai berkurang.
- Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat.
- Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit.
- Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi.

Stadium subkutan
- Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit.
- Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat.
- Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah.
- Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata.

3.3 Analisa Masalah


A. Pemeriksaan

Pemeriksaan

Subjektif Objektif Penunjang

Anamnesa Riwayat PasienIntra Oral Ektra Oral Radiologi


B. Penyebab Kegagalan dalam Gigi Tiruan Cekat
Kegagalan gigi tiruan cekat dapat terjadi karena
1. Kegagalan sementasi.
2. Kegagalan mekanis
3. Iritasi dan resesi gingival
4. Kerusakan jaringan periodontal
5. Karies
6. Nekrosis pulpa
Hal-tersebut diatas dapat terjadi akibat dari kesalahan pada desain GTC,
penyelesaian di laboratorium atau di tempat praktek, perawatan gigi tiruan
yang tidak baik oleh pasien atau karena gigi tiruan telah usang dan rusak.
1. Kegagalan sementasi.
Kegagalan sementasi bisa sebagian atau seluruhnya, biasanya
terjadi karena retainer yang tidak memadai. Jika mahkota gigi pendek,
preparasi sebaiknya dibuat full crown dan dapat ditambah auxilliary
groove. Preparasi sedapat mungkin mendekati paralel dengan sudut
konvergensi 5-6. Selain itu kegagalan dapat terjadi karena teknik
sementasi yang tidak baik.
Apabila suatu GTC menjadi longgar karena teknik sementasi,
maka dapat dianggap bahwa baik gigi abutment maupun permukaan
sebelah dalam dari retainer tidak kering atau bersih, atau bahwa semen
tidak tercampur dengan baik. Insersi prothesa pada saat semen mulai
setting, akan menghasilkan semen yang lemah dan GTC tidak terpasang
dengan sempurna.
Selain itu semen dapat terlarut karena salah satu dari tiga alasan
berikut ini: margin sudah terbuka sejak mulanya, retainer telah
mengalami deformasi sehingga membuat margin terbuka, atau sebuah
lubang telah kelihatan melalui permukaan okltisal dari retainer.
2. Kegagalan mekanis
Kegagalan mekanis yang berakibat pada GTC berupa:
a. Fleksi, pecah atau fraktur logam.
Hal tersebut dapat' berakibat pada kegagalan sementasi atau
terlepasnya facing. Sebuah GTC bisa fraktur karena kesalahan pada
joint yang disoldir, teknik casting yang salah dan kelebihan beban
pada logam yang disebabkan oleh span (rentangan) yang terlalu
panjang.
b. Fraktur pontik
Kegagalan mekanis dari pontik terjadi karena kekuatan pontik
yang tidak memadai. Salah satu penyebab kegagalan pontik adalah
kesalahan oklusi biasanya lateral excursion yang tidak dapat dikoreksi
saat GTC dipasang. Bila logam yang melindungi facing porselen bisa
menahan deformasi akibat gigi-gigi yang beroklusi, maka fraktur atau
kegoyahan akan terjadi. Dalam kondisi seperti itu, maka dilakukan
ekuilibrasi sebelum dilakukan penggantian dengan facing yang lain,
atau tipe facing yang berbeda.
c. Kegagalan perlekatan porselen
Veneer hilang dari permukaan labial dan bukal dari mahkota
atau pontik disebabkan karena : retensi yang terlalu kecil,
perlindungan metal dengan desain yang jarak, maloklusi, traumatik
oklusi, trauma fisik, dan teknik curing dan fusing yang tidak benar.
Jika sebuah veneer resin hilang karena kurangnya retensi, maka
harus dibuatkan pengganti resin. Jika veneer porselen fraktur atau
rusak, maka serifigkali diperlukan pengganti resin. Untuk menambah
retensi maka di daerah yang fraktur dibuat pengkasaran atau undercut
secara mekanis pada kerangka logam, kemudian aplikasikan silane
coupling agent untuk menambah perlekatan terhadap tesln.
Kurangnya perlindungan pada logam memerlukan ekuilibrasi,
pengurangan gaya dari oklusi, sedikit perubahan pada bentuk area
oklusi, dan penambahan jumlah posthole yang memberikan retensi.
Jika maloklusi menjadi penyebab hilangnya veneer, maka diharuskan
membuat perubahan pada bentuk oklusal.
Facing yang retak dan veneer yang hilang tidak selalu
dianjurkan untuk melepas protesa. Namun-demikian, jika situasi
tersebut berulang, maka membuat GTC yang baru adalah satu satunya
pemecahan.

3. Iritasi dan Resesi Gingiva


Kemungkinan penyebab iritasi gingiva di sekitar GTC adalah
retensi plak karena kebersihan mulut pasien jelek. Hal ini karena mereka
tidak pernah diberi instruksi khusus cara merawat gigi tiruannya, atau
karena desain GTC yang menyebabkan kesulitan pembersihannya. Resesi
gingiva dapat terjadi secara umum (menyeluruh) atau lokal. Jika tidak ada
pertimbangan estetik maka hal ini bisa diterima. Namun demikian
sebaiknya dilakukan perawatan periodontal.
4. Kerusakan Jaringan Periodontal
Kerusakan jaringan periodontal ditandai dengan gigi-gigi yang
drifting atau hanya terbatas pada gigi pilar. Hal tersebut karena desain
GTC yang tidak baik atau pada pembuatannya, misal perhitungan yang
tidak tepat pada kekuatan gigi pilar dan jumlah gigi pilar yang dipakai.
Pinggiran subgingiva dan daerah soldir memperhebat retensi plak
sehingga dapat timbul gingivitis. Trauma oklusogenik dapat
menyebabkan kerusakan tulang, dalatn gabungan dengan pembentukan
plak dapat menuju ke arah mobilitas yang niakin parch dan berlanjut
hilangnya gigi.
GTC harus selalu diperiksa dan kemungkinan harus dibuat
kembali scat terjadi overloading pada jaringan periodontal gigi pilar.
Overloading dapatdihindari dengan diagnosa yang benar dan perencanaan
restorasi. Apabila rentangan terlalu panjang, atau tidak terdapat cukup
gigi yang cocok sebagai gigi pilar, maka tidak boleh dibuatkan restorasi
yang cekat (GTC).
Untuk mengurangi beban yang terjadi selama pengunyahan, maka
ukuran dari dataran kunyah dapat dikurangi, bentuk embrassure dapat
diubah, dan/atau kontur dari retainer dapat diubah. Apabila terlalu sedikit
gigi abutment yang dipakai, maka GTC harus dilepas dan dibuat kembali
dengan penambahan gigi abutment. Jika semua itu tidak tersedia, maka
gigi abutment yang telah dipreparasi harus dikontur kembali guna
mendapatkan dukungan dan retensi dari protesa lepasan.
Hilangnya prosesus alveolaris dapat dihambat atau dihilangkan
dengan perawatan periodontal, memantapkan kembali bidang oklusal
yang benar, atau ekuilibrasi oklusi yang sudah ada.
5. Nekrosis Pulpa
Pulpa bisa degenerasi karena preparasi gigi yang terlalu cepat atau
karena tidak semptirnanya pelumasan selama preparasi berlangsung. Gigi
yang tidak tertutupi selatna konstruksi GTC akan terkena terpaan saliva
dan berakibat iritasi. Karies dibawah retainer kadang kadang tidak dapat
ditemukan lewat radiografi. Pemeriksaah margin dengan kaca mulut dan
explorer melengkapi pemeriksaan radiografi.
Terapi endodontik dimungkinkan tanpa harus melepas GTC.
Apabila terapi tersebut tidak bisa dilakukan, maka protesa harus dipotong,
pontik dan retainer yang bersangkutan dilepas, dan gigi abutment
diekstraksi.
Jika gigi pilar telah mati dan gigi yang terlibat adalah gigi anterior
maka dapat dilakukan apicoectomy dan dipasang retrograd amalgam.
Untuk menambah kekuatan gigi diberi post untuk mencegah fraktur. Jika
gigi posterior yang nekrosis maka diperlukan perawatan saluran akar.

C. Diagnosis Kasus
Dari kasus diatas didapatkan hasil diagnosis sebagai berikut:
1. Pada gigi 11 terjadi abses periapikal stadium 2 dengan keadaan gigi
mobility derajat.
2. Pada gigi 26 terjadi missing.

D. Rencana Awal Perawatan


Sebelum dilakukannya rencana akhir dari suatu perawatan, lakukan
rencana awal terlebih dahulu. Pada kasus diatas akan dilakukan rencana awal
perawatan sebagai berikut:
A. Scalling
Pembersihan karang gigi oleh dokter gigi disebut scaling,
menggunakan alat
khusus yang disebut
scaler (ultrasonic
scaler). Walaupun
banyak alat manual
lainnya, namun scaler
inilah yang menjadi
senjata utama dalam menghancurkan karang gigi. Getaran yang
dihasilkan oleh scaler dapat diatur, semakin besar dan kuat karang gigi
maka diperlukan getaran yang makin tinggi pula. Tidak seperti alat
manual generasi lama yang memerlukan tenaga dari tangan, scaler ini
cukup ditempelkan pada karang gigi sehingga pasien tetap nyaman,
mengurangi resiko cidera, dan memudahkan kerja sang dokter.
Membersihkan karang gigi dengan scaler butuh ketelitian
tersendiri, karena pada banyak kasus karang gigi terdapat pada area gigi
yang tertutup gusi. Jika demikian, mau tidak mau akan menimbulkan
cidera pada gusi. Namun cidera ini akan sembuh dengan mudah karena
telah dibersihkan sehingga resiko infeksi sangat kecil.
Setelah proses scaling, biasanya pasien akan mengeluh kalau
giginya menjadi ngilu apabila makan atau minum yang dingin. Hal ini
dapat terjadi karena pembersihan karang gigi, terutama pada perbatasan
antara mahkota gigi dengan akar gigi akan menyebabkan terbukanya
dentin pada perbatasan tersebut. Rasa ngilu dapat hilang dengan
sendirinya bila penyembuhan gusi telah sempurna, dan gusi akan
kembali menutup perbatasan yang terbuka tadi. Pada individu yang
memiliki kondisi gigi sensitif, dianjurkan untuk menggunakan pasta
gigi untuk gigi sensitif agar dentin yang terbuka segera dilindungi oleh
lapisan pelindung yang dibentuk dari bahan pasta gigi khusus tersebut.
B. Pelepasan Crown

Sebelum menentukan sistem pembongkaran yang akan digunakan


penting untuk mengetahi kondisi pasien. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan sebelum pembongkaran crown dan bridge adalah
sebagai berikut:
Kontraindikasi medis. Misalnya penggunaan ultrasonic menjadi
kontraindikasi pada pasien dengan hepatitis-B
Restorability of retainers

Status periodontal
Akses intraoral
Status of underlying core
Semen yang digunakan
Material crown dan bridge
Ada beberapa mekanisme untuk pembongkaran crown dan bridge,
yang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa grup untuk memudahkan
dokter gigi memilih mekanisme yang tepat sesuai dengan situasi klinis
pasien yang bersangkutan. Sistem pembongkaran ini dapat dibagi
menjadi 3 grup yaitu:
1. Conservative disassembly
Prosthesis yang tinggal tetap utuh. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengaplikasikan gaya perkusi dan traksi untuk
membongkar semen sehingga prosthesis dapat dibuka dari gigi
abutment. Alat-alat yang dapat digunakan pada teknik ini adalah:
a. Richwill crown and bridge remover
Pembongkaran crown dan bridge yang menggunakan
resin thermoplastic.
Resin dilunakkan didalam air panas kemudian diletakkan
pada crown atau bridge yang akan dibongkar secara
interoklusal.
Setelah itu pasien diminta untuk menggigit resin tersebut
hingga 2/3 bagian resin tertekan
Kemudian dinginkan resin dengan air, lalu lakukan
gerakan membuka mulut yang tajam sehingga membuat
crown terlepas. Dalam melakukan metode ini perlu
diperhatikan apakah gigi antagonisnya gigi tiruan atau
gigi asli, sehingga tidak menyebabkan restorasi di rahang
yang berlawanan ikut terlepas.
b. Ultrasonics
Penggunaan energi ultasonik dapat membongkar crown dan
bridge dengan menghancurkan semen. Penggunaan energi
ultrasonik ini biasanya berhasil dalam pembongkaran restorasi
crown dan bridge
c. Pneumatic(KaVo)CORONAflex
Teknik ini dapat membongkar crown dan bridge dengan
menggunakan brass wire yang diulirkan melalui embrassure space
pada bridge sehingga membentuk suatu loop yang akan
memberikan gaya untuk mengangkat bridge.
Merupakan air-driven device yang terhubung dengan
standard dental handpiece hoses via KaVos MULTIflex coupler.
Alat ini bekerja dengan memberikan kontrol low amplitude pada
ujungnya sepanjang sumbu axis dari gigi abutment. Loop diulirkan
dibawah konektor dan ujung dari crown remover diletakkan pada
bar. Dampaknya dapat diaktifasi dengan memindahkan finger index
dari pipa udara pada handpiece.
Peralatan ini juga dilengkapi dengan clamps yang dapat
dipasangkan pada crown menggunakan autopolymerization resin,
sehingga dapat melepaskan crown.

Gambar 2: Pneumatic(KaVo)CORONAflex
d. Sliding hammer
Prinsip dasar dari penggunaan sliding hammer adalah
pemilihan ujung yang tepat untuk digunakan pada margin crown
dan kemudian tahanannya didorong pada tangkai pendek, ketukan
cepat dapat melonggarkan restorasi . Variasi dari sliding hammer
banyak tersedia dipasaran. Penguunaan sistem ini terkadang bisa
menyebabkan ketidaknyamanan pasien dan penggunaannya
terkadang tidak selalu berhasil. Rusaknya margin porselen juga
dapat terjadi karena penggunaan teknik ini.
Gambar 3: Sliding hammer

e. Crown tractors
Crown tractors mencengkram restorasi dengan
menggunakan pegangan rubber yang di desain untuk melepaskan
restorasi tanpa merusaknya. Teknik ini efektif untuk membongkar
crown sementara yang disementasi dengan sementasi sementara,
atau untuk crown yang sulit untuk dilepaskan pada saat proses try
in. Pegangan halus pada teknik ini dapat mengurangi risiko
rusaknya margin porselen
f. Matrix bands
Penggunaan Siqveland matrix band pada crown, yang
dipasangkan pada undercut dan kemudian ditarik secara vertikal,
dapat menjadi salah satu teknik yang berhasil untuk pembongkaran
crown dan bridge.

Gambar 4: Siqveland matrix band


2. Semi-conservative disassembly
Kerusakan minor pada prosthesis dapat terjadi tetapi masih
ada kemungkinan untuk restorasi dapat digunakan kembali. Teknik
ini dialkukan membuat celah kecil pada prosthesis, sehingga
memungkinkan gaya untuk diaplikasikan diantara preparasi dan
bridge untuk merusak luting semen.
Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa percobaan
pembongkaran tanpa merusak restorasi tidak selalu berhasil dan
terkadang juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien,
oleh karena itu dapat digunakan teknik semi-conservative, dengan
merusak sebagian restorasi untuk membongkar crown dan bridge.
Keuntungan teknik ini adalah trauma yang dialami pasien lebih
sedikit dibandingkan pada teknik conservative.
Alat-alat yang digunakan untuk pembongkaran crown dan
bridge secara semi-conservative adalah:
a. Wamkeys
Wamkeys merupakan simple-narrow shanked cam yang
tersedia dalam 3 ukuran. Ukuran wamkeys yang tepat
dimasukkan pada bagian restorasi yang sudah di buatkan celah
menggunakan bur, kemudian masukkan wamkeys pada celah
kecil tersebut. Berikan gaya naik-turun berlawanan dan searah
jalur insersi serta gerakan ke kanan dan kekiri hingga crown
lepas dari gigi abutment. Restorasi tersebut dapat di sementasi
kembali dan celah tadi dapat ditambal dengan plastic filling
material.

Gambar 5: WAMKey
b. Metalift system
Sistem ini menggunakan prinsip jack-screw.Protesa metal-
ceramic dapat di bongkar menggunakan sistem ini, walaupun
harus dilakukan dengan hati-hati untuk melepaskan ceramic
dari area dimana terdapat celah yang dibuat pada..

A. Gigi abutment I1 mandibula longgar, sedangkan gigi


abutment posteriornya, yakni premolar, telah disementasi.
B. Pembuatan akses ke coping logam dengan menembus
porselen menggunakan diamond bur.
C. Pada restorasi metal dibentuk lubang kecil pada setiap gigi
abutment sebagai panduan pengangkatan gigi tiruan
tersebut.
D. Lubang tersebut dibentuk menggunakan bur khusus.
E. Lubang tersebut harus berpenetrasi ke bagian metal,
biasanya ditandai dengan terlihatnya semen.
F. Dengan instrumen Metalift yang diulirkan masuk ke gigi
tiruan cekat tersebut, maka akan merusak perlekatan semen.
G. Sehingga GTJ tersebut dapat diangkat.
H. Periksa kondisi gigi abutment. Jika kondisi gigi abutment
baik, maka dapat dilakukan sementasi ulang.

3. Destructive disassembly
Destructive disassemblyberarti melakukan pemotongan pada
crown menggunakan bur tungsten carbide diamond . Tahapannya
adalah sebagai berikut:
A. Gigi tiruan jembatan jenis cantilevered partial ini ingin digantikan
dengan gigi tiruan jembatan yang baru karena alasan estetis dan
periodontal.
B. Restorasi tersebut dibelah dengan hati-hati hingga memotong
bagian porselen, yaitu lebih mudah dilakukan pada sisi fasial dan
insisal
C. Pemotongan ini dilakukan hingga mencapai bagian metal hingga
semen, sehingga ujung bur pemotong diposisikan dekat margin
gingiva
D. Bagian gingiva dilepaskan menggunakan suatu instrument
E. Seluruh bagian gigi tiruan dipotong hingga ke margin gingiva
F. Gunakan instrument seperti semen spattle untuk ditempatkan pada
bagian yang telah terpotong dan dirotasi untuk mendorong bagian
gigi tiruan agar terlepas dari gigi abutment
G. Setelah terlepas, periksa gigi abutment lalu pertimbangkan apakah
perlu dilakukan perbaikan terhadap gigi abutment dan jaringan
periodontal.
H. Protesa yang telah dipotong

A. Trepanasi
B. Perawatan Saluran Akar
Prosedur perawatan saluran akar meliputi preparasi akses kavitas,
preparasi saluran akar, dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar
meliputi pembersihan dan pembentukan saluran akar untuk bisa
dipersiapakan untuk dilakukan pengisian (obturasi) saluran akar.
Pembersihan adalah upaya membersihkan saluran akar dari pulpa
nekrotik, mikroba, debris, serbuk dentin, material pengisi, dan material
lainnya di dalam saluran akar, sedangkan pembentukan adalah upaya
membentuk saluran akar agar mempunyai akses lurus, berbentuk corong
dan mempertahankan daerah apeks sehingga pengisiannya akan baik dan
dapat mengisi saluran akar lateral. Pengisian saluran akar adalah tahap
mengisi saluran akar yang telah dilakukan preparasi saluran akar secara
hermetis (kedap air dan udara) tiga dimensi.
E. Rencana Akhir Perawatan

Setelah dilakukannya rencana awal perawatan barulah dilakukan rencana


akhir perawatan. Untuk rencana akhir perawatan yang dilakukan anatara lain:
1) Pada gigi 26 dipasang fixed-fixed bridge dengan komponen sebagai berikut:
a. Abutment
Jumlah : Double
Pada gigi : 25 dan 27
Lokasi : Terminal
Fungsi : Splinting (2 terminal)
b. Pontik
Ridge lap
c. Reteiner : Ekstra korona (partial crown)
d. Konektor : Rigid
2) Pada gigi 11 dibuatkan mahkota tiruan pasak
F. Bahan yang Digunakan
Pada kasus diatas bahan yang digunakan adalah porcelain fused to metal
karena memiliki ketahanan yang bagus dan estetisnya juga baik.
G. Prosedur Kerja

Tahap-Tahap Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan :

1. Preparasi : suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk

tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau

sebagian pegangan gigi tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).

2. Pencetakan. Sebelum pencetakan dilakukan, keadaan geligi dan jaringan

lunak sekitarnya perlu dicek, apakah semua dalam keadaan sehat dan

bebas dari radang. Terdapat berbagai macam bahan cetakan, seperti:

hidrokoloid, rubber base, polysulfide rubber base, silicon rubber base,

dan polyeter rubber base (Smith dan Howe, 2007).

3. Pembuatan die/model kerja. Die adalah reproduksi positif dari gigi yang

telah dipreparasi dan yang dibuat dari bahan stone gips keras atau logam

atau plastik. Menurut hubungan dengan model kerja die dibagi menjadi

solitair die dan removable die (Smith dan Howe, 2007)

4. Boxing Dan Pembuatan Basis. Dengan menggunakan selembar wax

cetakan diboxing hingga setinggi ujung pin yang telah diberi bulatan wax.

Aduk gips putih kemudian tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing

setelah keras kemudian dilepas dari cetakan (Smith dan Howe, 2007).

5. Pembuatan Pola Lilin. Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern

ialah: suatu model dari retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang

kemudian direproduksi menjadi logam atau akrilik (Smith dan Howe,

2007).

6. Pontik : Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan

gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi kunyah

dan bicara, estetis, comfort (rasa nyaman), serta mempertahankan


hubungan antar gigi tetangga sehingga mencegah migrasi / hubungan

dengan gigi lawan yang berdampak ekstrusi (Smith dan Howe, 2007).

7. Penyemenan jembatan : berarti melekatkan jembatan dengan semen pada

gigi penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum

penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah

perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga disebabkan

tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari

oleh operator (Smith dan Howe, 2007).

Mahkota Tiruan pasak

Mahkota tipe detached : Yakni mahkota tiruan terpisah dari pasak intinya.
Tipe ini diindikasikan untuk gigi yang berukuran normal atau lebih dari
normal. Keuntungannya adalah jika diperlukan penggantian mahkota
tiruan, misalnya karena telah berubah warna atau diinginkan restorasi
yang lebih sempurna, dapat mudah dilakukan tanpa perlu
mengeluarkan/merusak pasaknya (Allan dan Foreman, 1994)
Pasak : Pasak siap pakai (prefabricated post) adalah pasak produksi
pabrik, umumnya terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk, dapat
terbuat dari bahan logam dan nonlogam. Bahan logam antara lain
platinum-gold-palladium (Pt-Au-Pd), stainless steel, titanium, brass,
dan chromium-containing alloy. Sedangkan, bahan nonlogam antara lain
carbon fiber, ceramic, glass fiber, dan woven fiber (Allan dan Foreman,
1994).
H. Prognosis
Dari kasus diatas didapatkan prognosisnya baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari kasus diatas rencana perawatan yang diberikan pada pasien disesuaikan
dengan indikasi dan kebutuhan pasien sehingga pasien mendapatkan kembali
fungsinya pada rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA

Sharma, Ashu dkk. 2012. Removal of failed crown and bridge. Jurnal Pembelajaran, Vol. J
Clin Exp Dent. 2012; 4(3): e167-e172

Shillingburg,Herbert T.2015.Fundamental Prostodontik Cekat.Jakarta: EGC

You might also like