Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
2
II.1 IDENTIFIKASI
Nn. DP. 25 tahun, belum menikah, agama islam, alamat Lrg Tangga Panjang
RT 30 RW 06 Kelurahan 9/10 ULU Kecamatan Seberang ULU I, Palembang, datang
dengan keluhan utama mual muntah bertambah sering sejak 2 hari SMRS dan
keluhan tambahan nyeri sendi diseluruh tubuh sejak 4 bulan SMRS. Os dirawat
melalui UGD RSMH tanggal 31 Juli 2016 dan masuk ke Yasmin B kamar 6 bed 6,
tanggal 1 Agustus 2016.
3
4
Rambut rontok, sariawan, wajah bertambah merah jika terkena matahari, badan
lemas, dan sempoyongan ada. Pandangan berkunang-kunang tidak ada, nafsu makan
menurun ada, berat badan tidak menurun. Demam ada tidak terlalu tinggi, hilang
timbul, batuk ada, dahak warna putih kental, sulit dikeluarkan. BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Os dibawa ke UGD RSMH dan dirawat inap.
RIWAYAT KELUARGA
Pasien
Laki-laki Perempuan
6
Berat Badan : 50 kg
Ratio Body Weight : 101 % (normoweight)
Visual Analogue Scale :3
Pulmo (anterior)
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru. batas paru hepar ICS V, peranjakan 1
jari
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Pulmo (Posterior)
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
8
Cor
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
midclavicularis sinistra ICS V
A : HR 118 x/menit, bunyi jantung I dan II normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar teraba 1 jbac tepi tajam permukaan rata, lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (+), defans muscular (-), turgor
normal.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Palmar pucat (-), sianosis (-), lesi diskoid (-), tremor (-), edema pretibial (-). vaskulitis
(-)
MEX-LESDAI
Gangguan neurologi (-)
Gangguan ginjal (-)
Vaskulitis (-)
Arthritis (2)
Gangguan mucokutaneus (2)
Serositis (-)
Demam >38,5 C (-)
Hemolisis (-)
Hemolisis Trombositopeni (-)
Miositis (-)
Leukopeni (-)
10
Total : 4
Kesan : Aktifitas penyakit LES sedang
Gambar 2. Elektrokardiografi
EKG: Irama sinus, aksis normal, HR 118 x/menit, gel P normal, PR int 0,16 det, QRS
comp 0,04 det, R/S di V1 <1, S V1 + R V5/6 < 35, ST-T change (-)
Kesan: Sinus takikardi
II.5 RESUME
4 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi diseluruh tubuh, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk. Sariawan ada dirasakan di langit-langit mulut dan pipi bagian
dalam, wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari ada, rambut rontok ada.
Nafsu makan biasa. Os belum berobat.
3 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi semakin sering dirasakan, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri lebih dirasakan dari pinggang sampai ujung
kaki. Os merasa badan os sulit untuk digerakkan. Sariawan, wajah bertambah merah
saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os
berobat ke dokter umum, keluhan tidak berkurang. Os ke UGD RS Muhammadiyah
diberi obat metilprednisolon dan meloksikam, keluhan berkurang.
2 bulan SMRS. Os kembali merasakan nyeri sendi seluruh tubuh, seperti
ditusuk-tusuk, sehingga sulit menggengam dan bangun dari tempat tidur. Sariawan,
wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. Os dibawa ke
akupuntur, diberi obat 2 jenis, keluhan sedikit berkurang. Os rutin mengkonsumsi
obat tersebut dan metilprednisolon dari RS Muhammadiyah.
1 bulan SMRS. Badan os semakin nyeri dan semakin sulit digerakkan,
demam, hilang timbul dan tidak tinggi, mual muntah ada frekuensi 2-3 kali perhari,
isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah, rambut rontok,
wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari, badan lemas ada. BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Os dibawa ke RS Charitas, diberi obat metilprednisolon &
methotrexate. Os pulang dengan perbaikan.
1 minggu SMRS. Badan os mengeluh mual muntah, frekuensi 4-5 kali
perhari, isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah. Os
mengeluh badan semakin lemas, nyeri pada sendi, sulit digerakkan, demam, hilang
timbul dan tidak tinggi. Rambut rontok, wajah bertambah merah saat terkena sinar
matahari dan badan lemas ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os belum berobat.
13
2. Hepatitis Autoimun
Kami pikirkan hepatitis autoimun karena dari anamnesa ditemukannya mual
muntah, nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi, hilang
timbul dan riwayat penyakit systemic lupus erythemathous. Pada pemeriksaan fisik
ditemukannya hepar yang teraba 1 jbac, tepi tajam, permukaan rata. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan SGOT 482U/L, SGPT 248 U/L, bilirubin direk
3,1 mg/dL, ANA 11,62, Anti ds-DNA 255,44. Kami pikirkan diagnosis banding
dengan hepatitis viral akut karena pada anamnesa ditemukannya demam tidak
terlalu tinggi sejak 7 hari SMRS, mual, muntah, nyeri ulu hati dan nafsu makan
menurun. Pada pemeriksaan fisik ditemukannya hepatomegali. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan kenaikan nilai SGOT SGPT. Kami juga mengdiagnosis
banding dengan DILI (Drug Induce Liver Injury) karena ditemukannya pada
anamnesis adanya riwayat mengonsumsi obat methotrexate ataupun obat herbal
yang dikonsumsi oleh pasien selama 2 bulan.
Rencana diagnostik
Cek Bilirubin total, indirek dan direk, albumin, globulin
HBsAg, Anti HCV, IgM Anti HAV
USG Abdomen
15
II.8 DIAGNOSIS
II.8.1 Diagnosis Sementara
Sindrom Dispepsia + Hepatitis Autoimun + LES + ISPA
II.9 PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
Istirahat
Diet lambung III 1700 kalori
Edukasi : menjelaskan penyebab penyakit pasien, perjalanan penyakit, diagnosis,
pemeriksaan yang akan dilakukan, pengobatan yang akan diberikan, rehabilitasi
untuk memulihkan keadaan, dan hal-hal yang dianjurkan dan dilarang.
Farmakologis
IVFD RL 500 cc gtt XX x per menit makro
Metilprednisolon 2x16 mg (po)
Ondansentron 3x8 mg (IV)
Omeprazole 1x40 mg (IV)
17
Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang RSMH Tanggal 8 Agustus 2016
Kimia Klinik
Bilirubin Total : 2,80 mg/dL
Bilirubin Direk : 2,08 mg/dL
Bilirubin Indirek : 0,72 mg/dL
SGOT : 376 U/L
SGPT : 181 U/L
Komplemen C3 : 42,00 mg/dL (90-180mg/dL)
Komplemen C4 : 6,00 mg/dL ( 10-40mg/dL)
LED : 28 mm/jam
Profil Lipid
Kolesterol Total : 254 mg/dL
Kolesterol HDL : 19 mg/dL
Kolesterol LDL : 182 mg/dL
Trigliserida : 231 mg/dL
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin (PT)
Kontrol : 13,50 detik
Pasien : 11,5 detik
INR : 0,85
21
APTT
Kontrol : 30,6 detik
Pasien : 28,8 detik
Fibrinogen
Kontrol : 306,0 mg/dL
Pasien : 417 mg/dL
D-dimer : 1,12 ug/mL
BTA I, II, III : Negatif, negatif, negatif
Kesan : Hiperkoagulasi sekunder,
hiperbilirubinemia, penurunan komplemen, dislipidemia
Kesan : Vaskulitis
Pemeriksaan Audiometri
RSMH tanggal 07/08/2016
24
Kesan :
Hepatitis Autoimun + LES + ISPA + Hiperkoagulasi
Sekunder + Tuli Mendadak
Diagnosis Banding :
Hepatitis autoimun + LES + ISPA + APS Sekunder + Tuli
Mendadak
APTT
Kontrol : 32 detik
Pasien : 24, 7 detik
Fibrinogen
Kontrol : 311,0 mg/dL
Pasien : 320,0 mg/dL
D-dimer : 1,05 ug/mL
Kimia Klinik
Fosfatase Alkali (ALP) : 206 U/L
Gamma GT : 947 U/L
Immunoserologi
ACA IgG : 13,19 MPL (interminate)
ACA IgM : 14,72 MPL (interminate)
B2 GP1 IgM : 0,8 U/mL (normal <5 U/mL)
B2 Gp1 IgG : 3,4 U/mL (normal < 5 U/mL)
(-2%) (-2%)
Result BMD, Z score 0,6 for Spine / L1-L4
Kesan : Normal
BAB III
ANALISA KASUS
antibodi pada permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel B dan APC menjadi
peptida dan dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Sel T
akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang dapat merangsang sel B untuk
membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi antara sel B dan sel T serta APC
dan sel T terjadi dengan bantuan sitokin, molekul CD 40, CTLA-4.16,24
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien LES adalah
rasa lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Gejala muskuloskeletal berupa artritis, atralgia dan myalgia umumnya timbul
mendahului gejala yang lain. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,
siku dan pergelangan kaki. Adapun gejala lainnya yaitu bercak kemerahan pada kulit
yang berbentuk kupu-kupu atau yang biasa disebut butterfly rash.13,15
Timbulnya manifestasi sistem saraf pusat (SSP) dapat terjadi pada sekitar
20% pasien LES dan biasanya disebabkan oleh vaskulitis serebral atau kerusakan
saraf langsung. Manifestasi SSP terdiri dari psikosis, stroke, kejang, myelitis dan
dapat memperburuk keseluruhan prognosis dari penyakit LES13,15
LES dapat melibatkan kardiovaskular, berupa vaskulitis dan pericarditis
Selain itu, kerusakan endokardium, miokarditis dan cacat konduksi biasanya juga
terjadi. Berdasarkan sebuah studi, dinyatakan bahwa infark miokardium, gagal
jantung, dan stroke 10 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan LES
dibandingkan dengan populasi umum. Kecenderungan peningkatan trombosis pada
LES dipengaruhi oleh adanya kelainan pada fibrinolisis, protein antikoagulan (protein
S), dan adanya antibodi antifosfolipid. Gangguan SSP, trombosis vena dan emboli
paru adalah penyebab utama morbiditas pada pasien LES.13,15
Diagnosis penyakit LES terkadang sulit untuk ditegakkan karena selain dapat
menimbulkan kerusakan beberapa organ dalam, gejala dari penyakit ini juga terlihat
sangat bervariasi dan tidak sama pada setiap penderita. LES pada tahap awal,
seringkali memberikan gambaran seperti penyakit lain misalnya artritis reumatoid,
gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. Oleh karena itu, ketepatan
34
diagnosis dan deteksi dini penyakit LES penting untuk diperhatikan, mengingat gejala
penyakit ini sama dengan penyakit lain. Pada tahun 1982, (American Collage Of
Rheumatology) membuat suatu kriteria yang dapat menjamin akurasi diagnosis lupus
yaitu sampai ketepatan 98% dan pada tahun 1997 telah di revisi.17
Tabel 1. Kriteria LES ARA 199717
Kriteria Definisi
1. Butterfly Rash Terdapat eritema, datar, atau meningg yang cenderung tidak
mengenai lipatan nasolabial
2. Discoid Rash Bercak eritema menonjol dengan skuama keratosis dan sumbatan
folikel, parut atrofi dapat muncul pada lesi yang sudah lama
timbul
3. Fotosintesis Ruam yang timbul setelah terpapar sinar ultraviolet A dan B
4. Ulcer Mulut Ulserasi rekuren yang terjadi pada orofaring, biasanya tidak nyeri
jika sudah kronis
5. Arthritis Radang di persendian yang mencapai dua atau lebih persendian
perifer dengan rasa sakit disertai pembengkakan
6. Serositis Radang pada pleura atau pericardium
7. Kelainan Ginjal Proteinuria persisten >0,5g/dL atau 3+ atau endapan tidak normal
dalam urin
8. Kelainan Saraf Kejang tanpa adanya gangguan akibat obat atau gangguan
metabolic yang diketahui
9. Kelainan Darah Anemia hemolitik disertai retikulosis; leukopenia
10. Kelainan Antibodi anti-DNA terhadap DNA asal dalam titer abnormal ;
Imunitas atau antibody antifosfolipid positif berdasarkan pada kadar
antibody antikardiolipin IgG atau IgM serum yang abnormal dan
uji positif antikoagulan lupus
11. Tes ANA Pemeriksaan sebanding pada setiap waktu dan tidak adanyaobat
yang diketahui berkaitan dengan LES yang diinduksi obat
Pada kasus ini terdapat manifestasi klinis nyeri sendi di seluruh tubuh yang
bertambah terutama di tangani, dan pergelangan tangan kanan dan tungkai, keluhan
lain yang dirasakan adalah adanya perubahan kulit di wajah, terutama terjadi bila
terkena sinar matahari, dan malar rash. . Pasien ini terdiagnosis LES 2 bulan SMRS
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya ANA & anti-dsDNA, penurunan
nilai C3 dan C4, Ecocardiographi menunjukkan adanya efusi perikard, pemeriksaan
funduskopi didapatkan adanya vaskulitis. Berdasarkan kriteria ARA didapatkan skor
6 dari 11 kriteria, dengan demikian dapat ditegakkan suatu diagnosis lupus
eritematosus sistemik pada pasien ini.
35
Pada pasien ini juga dilakukan penilaian terhadap aktfitas penyakit LES itu
sendiri dengan menggunakan MEX-SLEDAI dibawah ini :
Tabel 2. MEX-SLEDAI
Bobot Deskripsi Definisi
8 Gangguan Psikosa. Gangguan kemampuan melakukan aktifitas fungsi
neurologis normal dikarenakan gangguan persepsi realitas. Termasuk :
halusinasi, inkoheren, kehilangan berasosiasi, isi pikiran yang
dangkal, berfikir yang tidak logis, bizarre,disorganisasi, atau
bertingkah laku kataton
Kejang: Onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, atau pemakaian
obat.
Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang
ditandai dengan gangguan orientasi, memori atau fungsi
intelektual lainnya dengan onset yang cepat, gambaran klinis
yang berfluktuasi.
6 Gangguan ginjal Castc, Heme granular atau sel darah merah.Hematuria >5/lpb.
Eksklusi penyebab lainnya (batu/infeksi). Proteinuria. Onset
baru, >0,5g/l pada random specimen. Peningkatan kreatinin (>5
mg/dL)
4 Vaskulitis Ulserasi, gangrene, nodul pada jari yang lunak, infark,
periungual, splinter haemorrhages. Data biopsy atau angiogram
dari vaskulitis.
3 Hemolisis Hb<12,0 g/dl dan koreksi retikulosit >3%
Trombositopeni Trombositopeni <100.000. Bukan disebabkan oleh obat.
b. Program Rehabilitasi
37
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan oleh pasien LES,
antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi dengan
modalitas, kemudian melakukan latihan ortotik, dan lain-lain.
c. Terapi Medikasi
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi LES terdiri dari NSAID ( Non Steroid
Anti-Inflamation Drugs), antimalaria, steroid, imunosupresan dan obat terapi lain
sesuai manifestasi klinis yang dialami.
NSAID ( Non Steroid Anti-Inflamation Drugs)
NSAID dapat digunakan untuk mengendalikan gejala LES pada tingkatan yang
ringan, seperti menurunkan inflamasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan jaringan lain.
Contoh obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan sulindac. Obat-obatan tersebut dapat
menimbulkan efek samping, yaitu pada saluran pencernaan seperti mual, muntah,
diare dan perdarahan lambung.
Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian
lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai tingkat keparahan
penyakit untuk pengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid dapat dilakukan
secara oral, injeksi pada sendi, dan intravena. Contoh : Metilprednisolon. Kesalahan
yang sering terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi, namun tidak disertai kontrol
dan dalam waktu yang lama. Beberapa efek samping dari mengonsumsi
kortikosteroid terdiri dari meningkatkan berat badan, penipisan kulit, osteoporosis,
meningkatnya resiko infeksi virus dan jamur, perdarahan gastrointestinal,
memperberat hipertensi dan moon face.
Antimalaria
Antimalaria yang dapat digunakan untuk terapi LES terdiri dari hydroxychloroquinon
dan kloroquin. Hydroxychloroquinon lebih sering digunakan dibanding kloroquin
karena resiko efek samping pada mata lebih rendah. Obat antimalaria efektif untuk
38
LES dengan gejala fatique, kulit, dan sendi. Antimalaria juga efektif mengurangi
ruam tanpa meningkatkan penipisan pembuluh darah. Toksisitas pada mata
berhubungan dengan dosis harian dan kumulatif, sehingga selama dosis tidak
melebihi, resiko tersebut sangat kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksakan
ketajaman visual setiap enam bulan untuk identifikasi dini kelainan mata selama
pengobatan.
Immunosupresan
Obat Immunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem imun
tubuh. Ada beberapa jenis obat immunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien LES
seperti azathioprine, mycophenolate mofetil, methotrexate, siklosporin,
cyclophosphamide, dan Rituximab. 15
Pada kasus ini, pasien diberikan metilprednisolon 2x16 mg per hari ,
pemberian metilprednisolon diharapkan dapat mengendalikan penyakit terutama
reaksi imun antibodi antigen dan dapat mengurangi reaksi peradangan yang terjadi.
Selain itu kita juga memberikan siklosporin pada pasien ini dengan dosis 1x25mg
untuk menekan sistem imun tubuh.
Hepatitis autoimun (AIH) atau hepatitis lupus adalah suatu gangguan hati
kronis nekroinflamatori yang belum diketahui penyebabnya, dengan karakteristik
secara histologik berupa infiltrasi sel mononuklear di saluran portal dan secara
serologis adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak
spesifik serta adanya peningkatan kadar immunoglobulin G (IgG) serum.4,5
Terlibatnya organ hati pada penyakit sindrom lupus eritematosus mencapai
25%-33%. Pasien umumnya menunjukkan gejala hepatomegali, ikterus, dan
peningkatan enzim hati. Demikian pula pada penyakit yang mengenai jaringan ikat
sering melibatkan organ hati dengan peningkatan transaminase serum. Hepatitis
sekunder akibat penyakit sistemik memberikan gambaran yang sama dengan hepatitis
primer. Namun tidak jarang gejala klinis kelainan di hati lebih menonjol dibanding
penyakit sistemik yang mendasari, sehingga tidak jarang pasien diobati hanya sebagai
39
pasien hepatitis tanpa memikirkan kenyataan hepatitis yang terjadi hanyalah sekunder
akibat penyakit sistemik. Pada sebagian kasus hepatitis akibat penyakit sistemik,
gejala yang timbul merupakan gabungan dari gejala penyakit sistemik yang
mendasarinya dengan gejala penyakit hati. Penderita LES dengan gangguan hati
umumnya tidak menunjukkan gejala. Walaupun jarang LES pada seseorang dapat
menyebabkan penyakit hati yang serius.4,5
Pada kasus ini, pasien memiliki keluhan mual dan muntah yang berlebihan
dengan frekuensi 6-10 x/hari dan jumlah gelas setiap muntahnya. nyeri ulu hati ,
nafsu makan menurun dan berat badan turun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium dan hepatomegali. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan SGOT 376 U/L, SGPT 181 U/L, bilirubin direk 3,10 mg/dL, HbsAg, anti
HCV, IgM anti HAV negatif serta ANA 11.62 dan anti dsDNA 255.44 positif.
Keluhan tersebut kita curigai sebagai hepatitis autoimun. Tidak ada penatalaksanaan
yang khusus terhadap hepatitis yang diakibatkan penyakit sistemik ini.Tatalaksana
umumnya ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkannya.5 Pada kasus yang
menderita penyakit kronik dan mengalami gangguan pada hati perlu dipikirkan
hubungan antara penyakit sistemik dengan kelainan hati tersebut. Sampai saat ini
belum ada pemeriksaan spesifik syang dapat membedakan penyakit hati primer
dengan penyakit hati yang disebabkan oleh penyakit sistemik.
Hiperkoagulasi merupakan suatu keadaan klinik tertentu yang mengakibatkan
penderita mudah terserang trombosis. Jika terjadi peradangan pada pembuluh darah
maka akan terjadi vasokonstriksi dan trombosit akan mengalami adhesi dan agregasi.
Selanjutnya tubuh selalu berusaha mengatasi peradangan dengan mengaktifkan
faktor-faktor pembekuan darah melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik. Kedua jalur
tersebut bertemu untuk mengaktifkan protrombim menjadi trombin dengan bantuan
prolipin dan kalsium. Trombin yang terbentuk akan mengaktifkan fibrinogen menjadi
fibrin dan terjadilah trombosis.6,7,8
Tubuh yang normal tidak akan membiarkan proses pembentukkan fibrin
berlangsung terus sehingga mulailah proses fibrinisis dengan mengeluarkan t-PA
40
Pada kasus ini dipikirkan APS karena adanya kemungkinan pada pasien
pasien LES sebanyak 20% akan mengalami APS. Hal ini bisa ditegakkan dengan
terpenuhinya kriteria Sapporo atau kriteria yang direvisi di Kongres Internasional
42
didapatkan kelainan pendengaran. Pada pasien ini dapat dipikirkan tuli mendadak
yang disebabkan oleh trombosis ataupun autoimun. Hal ini disebabkan pada pasien
ditemukannya kedua hal tersebut. Sehingga pada penatalaksanaannya diberikan
terhadap penyakit dasarnya dan terapi tambahan. Pemberian terapi tersebut efektif
untuk mengurangi kelainan tuli sensorineural pada pasien,.
45
DAFTAR PUSTAKA
13. Vasudevan AR, Ginzler EM. Clinical feature of lupus eritematosus sistemik. In:
Hochberg MC, Silman A J, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. Editors.
Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Mosby. Elsevier . 2011:1229-1246
14. Buyon J P . Lupus eritematosus sistemik, A clinical and laboratory features. In:
Klippel JH, Stone JH, Cro or dLJ, White PH. Editors. Primer on the rheumatic
diseases. 13th ed. Atlanta:Arthritis Foundation Springer. 2012:303-307
15. Tassiulas IO , Boumpas D T. Clinical features and treatment of LES. In: Firestein
GS, Budd R C, Harris ED, McInnes IB, Ruddy S, Sergent JS. Editors. Kelley s
Text book of rheumatology. 8thed.Philadelphia. WB Saunders Elsevier. 2012:1263-
1300.
16. Bert oli AM, Alarcon GS. Epidemiology of lupus eritematosus sistemik. In:
Tsokos GC, Gor don C, Smolen JS. A companion rheumatology Lupus
eritematosus sistemik. Philadelphia. Mosby 2012:1-18.
17. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised criteria
for the classification of lupus eritematosus sistemik. Arthritis Rheumatoid
2012;40:1725.
18. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gil A, La villa P, et al.
Morbidity and mortality in lupus eritematosus sistemik during a 10 year period, a
comparison of early and late manifestation in a cohort of 1000 patients. Medicine
2013;82:299-308
19. Neeraj N Mathur. Sudden Deafness [cited on 24 Agustus 2016]. 2011. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview.
20. Passamonti SM, Di Berardino F, Bucciarelli P, et al. Risk factors for sudden
sensorineural hearing loss and their association with clinical outcome. Thromb
Res. 2015 Jan 7.
21.Wei BP, Mubiru S, O'Leary S. Steroids for idiopathic sudden sensorineural
hearing loss. Cochrane Database Syst Rev. 2012 Jan 25. CD003998.
47
22. Muller C, Vrabec J, Quinn BF. Sudden Sensory Neural Hearing Loss [cited on 24
Agustus2016].2001.Availablefrom:http://www.utmb.edu/otoref/grnds/SuddenHear
ingLoss-010613/SSNHL.htm
23.Fetterman BL, Saunders JE, Luxford WM. Prognosis and treatment of sudden
sensorineural hearing loss. Am J Otol. 2011 Jul. 17(4):529-36.
24. Mart Edy, Sukmana Anang. Penyakit Kompleks Imun. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. 2015. 267-71.
25.Gana B Karnen. Lupus Eritematosus Sistemik.Buku Imunologi Dasar. 9 th ed.
2011. 229-32.