You are on page 1of 47

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang ditandai


dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, sehingga terjadinya pembentukan
kompleks imun dan disregulasi sistem imun yang menyebabkan kerusakan pada
beberapa organ tubuh.1 LES lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa
Afrika-Amerika, Cina dan Filipina. Di Indonesia, jumlah penderita LES secara tepat
belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita LES di Amerika
yaitu 1.500.000 orang. Jumlah penderita LES di Indonesia didapati meningkat dari
12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per April 2013.10
LES merupakan penyakit autoimun multisistem yang dapat bersifat
eksaserbasi dan remisi. Beratnya LES dapat bervariasi, mulai dari ringan sampai
yang dapat menimbulkan kecacatan, tergantung dari organ yang terlibat, seperti
kulit, hati, ginjal, muskuloskeletal, saraf, kardiovaskular serta rongga mulut. Sekitar
95% pasien LES menunjukkan manifestasi pada musculoskeletal (arthralgia,
deformitas sendi, kelainan sendi temporomandibular dan nekrosis avascular). Sekitar
20% pasien LES memiliki kelainan pada organ hati, yang dikategorikan sebagai
hepatitis autoimun atau hepatitis lupus.2
Hepatitis autoimun adalah peradangan hati yang terjadi karena disregulasi
sistem imun yang menyerang hati, yang dicetuskan oleh beberapa penyakit,
toksin/racun dan obat-obatan. Hepatitis autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
Gejalanya dapat bervariasi dari ringan sampai berat, muncul mendadak atau perlahan
seiring dengan perjalanan penyakit.3,4
Pada LES dapat terjadi kasus hiperkoagulasi dan APS (antiphospholipid
sindrom). Peradangan kronis yang terjadi pada LES, memudahkan untuk terjadinya
trombosis dan mempercepat aterosklerosis. Sindroma antibodi antifosfolipid
(antibody antiphospholipid syndrome/APS) adalah penyakit trombofilia autoimun
yang ditandai dengan adanya antibodi antifosfolipid (antibody antikardiolipin

1
2

dan/atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta adanya kejadian


berulang trombosis vena/arteri, keguguran atau trombositopenia7,8
Pada pasien ini terdapat tuli mendadak/Sudden sensorineural hearing loss
(SSNHL). SSNHL adalah penurunan pendengaran sensorineural yang terjadi lebih
dari 30 dB pada 3 frekuensi atau lebih secara berturut-turut dengan onset kurang dari
3 hari. Insiden SSNHL 2 kali lebih sering pada pasien LES dan hiperkoagulasi,
terutama umur dibawah 35 tahun. Penyebab yang paling sering dalam meta-analisis
dari 23 studi SSNHL secara berurutan, infeksi (53%), otologi (25%), trauma (10%),
pembuluh darah atau hematologi (6%), neoplastik (3%) dan lainnya (2%).20
Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang perempuan 25 tahun dengan
diagnosis Lupus eritematosus sistemik dengan manifestasi hepatitis lupus,
hiperkoagulasi sekunder dan tuli mendadak. Kasus ini diangkat berkaitan dengan
angka kejadian penyakit yang relatif jarang dijumpai (LES dengan hepatitis autoimun
20% dan tuli mendadak karena hiperkoagulasi 3%), dimana diagnosis dan
penatalaksanaan membutuhkan pendekatan holistik, sehingga dapat menambah
wawasan kita semua.
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTIFIKASI
Nn. DP. 25 tahun, belum menikah, agama islam, alamat Lrg Tangga Panjang
RT 30 RW 06 Kelurahan 9/10 ULU Kecamatan Seberang ULU I, Palembang, datang
dengan keluhan utama mual muntah bertambah sering sejak 2 hari SMRS dan
keluhan tambahan nyeri sendi diseluruh tubuh sejak 4 bulan SMRS. Os dirawat
melalui UGD RSMH tanggal 31 Juli 2016 dan masuk ke Yasmin B kamar 6 bed 6,
tanggal 1 Agustus 2016.

II.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS DAN ALLOANAMNESIS)


II.2.1 Riwayat Perjalanan Penyakit
4 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi diseluruh tubuh, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk. Rasa ngilu dan kaku di pagi hari tidak ada. Demam, batuk,
mual dan muntah tidak ada. Sariawan dirasakan di langit-langit mulut dan pipi bagian
dalam, wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari dan rambut rontok ada.
Badan lemas dan pandangan berkunang-kunang tidak ada. Nafsu makan biasa, berat
badan menurun, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os belum berobat.
3 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi semakin sering dirasakan, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri lebih dirasakan dari pinggang sampai ujung
kaki. Os merasa badan os sulit untuk digerakkan. Sariawan, wajah bertambah merah
saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. Demam, mual muntah, badan lemas
pandangan berkunang-kunang tidak ada. Nafsu makan menurun dan berat badan
menurun ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os berobat ke dokter umum,
dikatakan radang sendi, diberi obat meloxicam 2 kali 7,5 mg sehari, vitamin C 1 kali
sehari. Keluhan tidak berkurang. Os ke UGD RS Muhammadiyah dikatakan
menderita radang sendi, diberi obat metilprednisolon 1 kali 16 mg sehari dan
meloksikam 2 kali 7,5 mg sehari. Keluhan dirasakan berkurang.

3
4

2 bulan SMRS. Os kembali merasakan nyeri pada sendi diseluruh tubuhnya.


Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, rasa ngilu dan kaku pada pagi hari tidak ada.
Os merasa sulit untuk menggengam dan bangun dari tempat tidur sehigga os harus
dibantu ibunya dari posisi berbaring ke posisi duduk. Sariawan, wajah bertambah
merah saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. Demam, batuk, mual, muntah,
badan lemas dan pandangan berkunang-kunang tidak ada. Nafsu makan biasa, berat
badan tidak menurun, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os dibawa ke akupuntur,
diberi obat 2 jenis untuk 10 hari, keluhan sedikit berkurang. Os rutin mengkonsumsi
obat tersebut dan metilprednisolon dari RS Muhammadiyah.
1 bulan SMRS. Badan os semakin nyeri dan semakin sulit digerakkan,
demam ada, hilang timbul dan tidak tinggi. Mual ada, muntah ada, frekuensi 2-3 kali
perhari, isi apa yang dimakan, darah tidak ada, jumlah @ gelas belimbing setiap
muntah, rambut rontok, wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari, badan
lemas ada. Pandangan berkunang-kunang tidak ada, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan ada, BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os dibawa ke UGD
RS Charitas, dirawat 10 hari, dikatakan sakit lupus, diberi obat rawat jalan
metilprednisolon 3x16 mg, methotrexate 1x2,5 mg 3 kali seminggu, lansoprazole
1x30 mg, sukralfat 4x2 sendok makan, osteocal 3x1 dan salep kulit. Os pulang
dengan perbaikan.
1 minggu SMRS. Os mengeluh mual muntah, frekuensi 4-5 kali perhari, isi
apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah, darah tidak ada.
Batuk, pilek, berat badan menurun tidak ada. Nafsu makan menurun, nyeri ulu hati,
badan semakin lemas ada. Nyeri pada sendi dan sulit digerakkan. Demam, hilang
timbul dan tidak tinggi. rambut rontok, wajah bertambah merah saat terkena sinar
matahari, badan lemas ada. Pandangan berkunang-kunang, BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Os belum berobat.
2 hari SMRS, os merasa mual dan muntah bertambah sering, frekuensi 6-10
kali per hari, isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah, nyeri
ulu hati, nyeri pada sendi ada seperti sendi pinggang, bahu, kaki dan tangan ada.
5

Rambut rontok, sariawan, wajah bertambah merah jika terkena matahari, badan
lemas, dan sempoyongan ada. Pandangan berkunang-kunang tidak ada, nafsu makan
menurun ada, berat badan tidak menurun. Demam ada tidak terlalu tinggi, hilang
timbul, batuk ada, dahak warna putih kental, sulit dikeluarkan. BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Os dibawa ke UGD RSMH dan dirawat inap.

II.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat badan kuning tidak ada
Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat menderita malaria tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada

II.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit lupus dalam keluarga tidak ada
Riwayat penyakit alergi dalam keluarga tidak ada
Riwayat penyakit rematik pada keluarga tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada.

RIWAYAT KELUARGA

Pasien
Laki-laki Perempuan
6

II.2.4 Riwayat Ginekologis


Os menstruasi pertama kali usia 12 tahun, 1 kali setiap bulan, banyaknya 3
pembalut perhari, lamanya 5-7 hari.
Os belum menikah. (penggunaan kontrasepsi dan keguguran tidak ada)

II.2.5 Riwayat Kebiasaan


Os makan 3 kali sehari dengan menu nasi,ikan (ikan asin, teri), ayam, sayuran,
buah buahan seperti pisang. Susu sapi dua hari sekali. Os makan mie seminggu 3
kali. Kesan : asupan kalsium cukup
Riwayat minum-minuman beralkohol tidak ada.
Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat penggunaan jarum suntik dan narkoba tidak ada.

II.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi


Os belum menikah, tinggal bersama orang tua, bekerja sebagai salah satu
pegawai di mal dengan penghasilan Rp. 1.000.000 s/d 1.500.000. Ayah os
pensiunan BUMN dan ibu os seorang rumah tangga.
Kesan : sosial ekonomi kurang

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


II.3.1 Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 118 x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
Respiratory Rate : 24 x/menit, pernafasan thorakoabdominal
Temperatur : 36,7 C
Tinggi Badan : 155 cm
7

Berat Badan : 50 kg
Ratio Body Weight : 101 % (normoweight)
Visual Analogue Scale :3

II.3.2 Keadaan Spesifik :


Kepala : Normochepalic, rambut rontok (+), alopesia (+)
Wajah : malar rash (+), fotosensitifitas (-),
Mata : Kelopak mata cekung (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik
(-)
Mulut : Mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis (+), oral ulcer
(+) candidiasis oral (+)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, struma (-), pembesaran KGB (-), fotosensitifitas (-)

Thoraks anterior dan posterior


barrel chest (-), sudut angulus subkosta < 90o, kifosis (-)

Pulmo (anterior)
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru. batas paru hepar ICS V, peranjakan 1
jari
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)

Pulmo (Posterior)
Inspeksi : Statis simetris, dinamis kanan sama dengan kiri
Palpasi : Stemfremitus paru kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing (-)
8

Cor
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
midclavicularis sinistra ICS V
A : HR 118 x/menit, bunyi jantung I dan II normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar teraba 1 jbac tepi tajam permukaan rata, lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (+), defans muscular (-), turgor
normal.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Palmar pucat (-), sianosis (-), lesi diskoid (-), tremor (-), edema pretibial (-). vaskulitis
(-)

Kriteria Lupus Eritematosus Sistemik (LES) menurut ARA 1987


1. Ruam malar 7.
(-) Kelainan ginjal (-)
2. Lesi diskoid 8.
(-) Kelainan neurologis (-)
3. Fotosensitifitas 9.
(-) Kelainan hematologis (+)
4. Ulserasi mulut (-) Kelainan imunologis: anti-dsDNA,
10.
5. Artritis pada 2 sendi perifer (+) anti-Sm,anti-fosfolipid (-)
6. Serositis 11. Kelainan pada titer ANA (-)
Total terpenuhi minimal 6 dari 11 kriteria
Kesan : Sesuai dengan LES
9

Kriteria LES menurut Systemic Lupus International Collaborating Clinics


(SLICC) 2012
Kriteria Klinis Kriteria Imunologis
1. Akut lupus kutaneus 1. ANA
2. Kronik lupus kutaneus 2. Anti-dsDNA
3. Ulkus oral atau nasal 3. Anti-Sm
4. Non-scarring alopecia 4. Antifosfolipid Ab
5. Artritis
6. Serositis
7. Gangguan ginjal
8. Gangguan neurologis
9. Anemia hemolitik
10. Leukopenia
11. Trombositopenia < 100.000 mm3
Total : 6
Kesan : Sesuai dengan LES

MEX-LESDAI
Gangguan neurologi (-)
Gangguan ginjal (-)
Vaskulitis (-)
Arthritis (2)
Gangguan mucokutaneus (2)
Serositis (-)
Demam >38,5 C (-)
Hemolisis (-)
Hemolisis Trombositopeni (-)
Miositis (-)
Leukopeni (-)
10

Total : 4
Kesan : Aktifitas penyakit LES sedang

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Elektrokardiografi tanggal 31 Juli 2016 Pukul 18.30 WIB di IGD RSMH

Gambar 2. Elektrokardiografi
EKG: Irama sinus, aksis normal, HR 118 x/menit, gel P normal, PR int 0,16 det, QRS
comp 0,04 det, R/S di V1 <1, S V1 + R V5/6 < 35, ST-T change (-)
Kesan: Sinus takikardi

Laboratorium RSMH tanggal 31 Juli 2016


Darah Rutin
Hb : 12,1 mg/dL
Ht : 36 %
RBC : 4,19 juta /mm3
Leukosit : 6.500 /mm3
Trombosit : 138.000 /L
DC : 0/0/93/4/3 %
KIMIA DARAH
SGOT : 482 U/L
11

SGPT : 248 U/L


GDS : 87 mg/dL
Ureum : 33 mg/dL
Kreatinin : 0,59 mg/dL
Kalsium : 8,6 mg/dL
Natrium : 135 mEq/L
Kalium : 5,0 mEq/L
ANA : 11.62 (positif)
Anti ds-DNA : 255,44 (positif kuat)
URINALISIS
Warna : Kecoklatan
Kejernihan : Agak Keruh
Berat jenis : 1.025
pH (urine rutin) : 6.0
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Positif ++
Urobilinogen : 1 U/dL
Nitrit : Negatif
Leukosit Esterase : Negatif
Sedimen Urine
o Epitel : Positif +/LPB
o Leukosit : 0-1/LPB
o Silinder : Negatif/LPB
o Bakteri : Negatif/LPB
o Jamur : Negatif/LPB
12

II.5 RESUME
4 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi diseluruh tubuh, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk. Sariawan ada dirasakan di langit-langit mulut dan pipi bagian
dalam, wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari ada, rambut rontok ada.
Nafsu makan biasa. Os belum berobat.
3 bulan SMRS. Os mengeluh nyeri sendi semakin sering dirasakan, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri lebih dirasakan dari pinggang sampai ujung
kaki. Os merasa badan os sulit untuk digerakkan. Sariawan, wajah bertambah merah
saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os
berobat ke dokter umum, keluhan tidak berkurang. Os ke UGD RS Muhammadiyah
diberi obat metilprednisolon dan meloksikam, keluhan berkurang.
2 bulan SMRS. Os kembali merasakan nyeri sendi seluruh tubuh, seperti
ditusuk-tusuk, sehingga sulit menggengam dan bangun dari tempat tidur. Sariawan,
wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari, rambut rontok ada. Os dibawa ke
akupuntur, diberi obat 2 jenis, keluhan sedikit berkurang. Os rutin mengkonsumsi
obat tersebut dan metilprednisolon dari RS Muhammadiyah.
1 bulan SMRS. Badan os semakin nyeri dan semakin sulit digerakkan,
demam, hilang timbul dan tidak tinggi, mual muntah ada frekuensi 2-3 kali perhari,
isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah, rambut rontok,
wajah bertambah merah saat terkena sinar matahari, badan lemas ada. BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Os dibawa ke RS Charitas, diberi obat metilprednisolon &
methotrexate. Os pulang dengan perbaikan.
1 minggu SMRS. Badan os mengeluh mual muntah, frekuensi 4-5 kali
perhari, isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing setiap muntah. Os
mengeluh badan semakin lemas, nyeri pada sendi, sulit digerakkan, demam, hilang
timbul dan tidak tinggi. Rambut rontok, wajah bertambah merah saat terkena sinar
matahari dan badan lemas ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os belum berobat.
13

2 hari SMRS, os merasa mual dan muntah bertambah sering. Muntah


dirasakan 6-10 kali per hari, isi apa yang dimakan, jumlah @ gelas belimbing
setiap muntah, nyeri ulu hati, nyeri pada sendi, seperti sendi pinggang, bahu, kaki dan
tangan ada. Rambut rontok, sariawan, wajah bertambah merah jika terkena matahari,
badan lemas, dan sempoyongan ada. Nafsu makan menurun, demam, batuk, dahak
warna putih kental, sulit dikeluarkan. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os dibawa
ke UGD RSMH dan dirawat inap.

II.6 DAFTAR MASALAH


1. Sindrom Dispepsia
2. Hepatitis Autoimun
3. Lupus eritematosus sistemik (LES)
4. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

II.7 PENGKAJIAN MASALAH


1. Sindrom Dispepsia
Dipikirkannya suatu Sindrom Dispepsia dikarenakan dari anamanesis didapatkan
adanya keluhan berupa nyeri ulu hati, mual dan muntah dengan frekuensi 6-10 kali
per hari dengan jumlah gelas belimbing setiap muntahnya. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium. Kami pikirkan gangguan gastrointestinal
yang terjadi berkaitan dengan LES dan adanya pemakaian NSAID pada pasien ini.
Kami diagnosis banding penyebab Sindrom Dispepsia karena DILI atau adanya
infeksi hati pada pasien ini.
Rencana diagnostik
Pemeriksaan Darah Rutin, SGOT, SGPT, Natrium, Kalium
Rencana pengobatan
Non farmakologis
Istirahat
14

Diet Lambung III 1700 kalori


Farmakologi
Ondansentron 3x8 mg IV
Omeprazole 1x40mg IV
Sukralfat syr 4x2C (po)
Rencana edukasi
Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita, rencana
pengobatan dan pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Hepatitis Autoimun
Kami pikirkan hepatitis autoimun karena dari anamnesa ditemukannya mual
muntah, nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, demam tidak terlalu tinggi, hilang
timbul dan riwayat penyakit systemic lupus erythemathous. Pada pemeriksaan fisik
ditemukannya hepar yang teraba 1 jbac, tepi tajam, permukaan rata. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan SGOT 482U/L, SGPT 248 U/L, bilirubin direk
3,1 mg/dL, ANA 11,62, Anti ds-DNA 255,44. Kami pikirkan diagnosis banding
dengan hepatitis viral akut karena pada anamnesa ditemukannya demam tidak
terlalu tinggi sejak 7 hari SMRS, mual, muntah, nyeri ulu hati dan nafsu makan
menurun. Pada pemeriksaan fisik ditemukannya hepatomegali. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan kenaikan nilai SGOT SGPT. Kami juga mengdiagnosis
banding dengan DILI (Drug Induce Liver Injury) karena ditemukannya pada
anamnesis adanya riwayat mengonsumsi obat methotrexate ataupun obat herbal
yang dikonsumsi oleh pasien selama 2 bulan.
Rencana diagnostik
Cek Bilirubin total, indirek dan direk, albumin, globulin
HBsAg, Anti HCV, IgM Anti HAV
USG Abdomen
15

3. Lupus Eritematosus Sistemik


Kami pikirkan LES karena dari anamnesa pasien sudah menderita LES 4 bulan
SMRS dan diberikan terapi methotrexate dan metilprednisolone. Dari kriteria
ARA didapatkan 6 dari 11 kriteria sehingga sesuai dengan LES. Pasien saat ini
datang dengan score MEX LESDAI berupa arthritis, gangguan mucokutaneus
dengan total 4, kesan aktifitas penyakit LES sedang.
Rencana diagnostik
Evaluasi darah rutin, darah kimia
Konsul Divisi Alergi Imunologi
Rencana pengobatan
Non Farmakologis
Istirahat
Diet Lambung III 1700 kalori
Farmakologis
Metilprednisolon 2x16mg
Rencana Edukasi
Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita, rencana
pengobatan dan pemeriksaan yang akan dilakukan.

4. Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Dipikirkannya infeksi saluran pernafasan atas karena dari anamnesis
didapatkannya batuk, dahak ada warna putih kental, darah tidak ada, demam ada,
tidak tinggi sepanjang hari, sesak nafas tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukannya bunyi nafas tambahan. Kami diagnosis banding dengan TB milier
dikarenakan adanya kondisi imunokompromise yang disebabkan oleh lupus dan
penggunaan steroid selama 3 bulan.
Rencana diagnostik
Pemeriksaan Rontgen Thorax PA
16

BTA sputum I/II/III


Rencana pengobatan
Non Farmakologis
Istirahat
Diet Lambung III 1700 kalori
Farmakologis
N acetilcystein 3x1 (po)

II.8 DIAGNOSIS
II.8.1 Diagnosis Sementara
Sindrom Dispepsia + Hepatitis Autoimun + LES + ISPA

II.8.2 Diagnosis Banding


1. Gastritis lupus + hepatitis viral + LES + TB milier
2. Gastropati NSAID + DILI + LES + Pneumonia

II.9 PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
Istirahat
Diet lambung III 1700 kalori
Edukasi : menjelaskan penyebab penyakit pasien, perjalanan penyakit, diagnosis,
pemeriksaan yang akan dilakukan, pengobatan yang akan diberikan, rehabilitasi
untuk memulihkan keadaan, dan hal-hal yang dianjurkan dan dilarang.
Farmakologis
IVFD RL 500 cc gtt XX x per menit makro
Metilprednisolon 2x16 mg (po)
Ondansentron 3x8 mg (IV)
Omeprazole 1x40 mg (IV)
17

Sukralfat syr 4x2C (po)


N acetilcystein 3x1 (po)

II.10 RENCANA PEMERIKSAAN


Pemeriksaan Bilirubin total, direk, indirek, HbsAg, anti HCV, IgM anti HAV
Ro Thorax PA
BTA I/II/III sputum
Pemeriksaan USG Abdomen
Konsul Alergi Imunologi
Konsul Gastroenterohepatologi
18

II.11 PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN


Tanggal 01 Agustus 2016-03 Agustus 2016
Subjektif Nyeri ulu hati, mual (+), muntah (-), badan ngilu
Objektif
Keadaan umum Sakit Sedang
Sensorium Compos mentis
TD (mmHg) 110/70
Nadi (x/menit) 86
RR (x/menit) 20 reguler, tipe pernapasan thorakooabdominal
Suhu (OC) 36,6
VAS 2
Keadaan Spesifik Kepala : Malar rash (+), alopesia (+), oral ulcer (+)
Leher : JVP 5-2 cmH20, Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : HR: 86 x/m, BJ I dan II normal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 1jbac, tepi tajam
permukaan rata, dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+), bising usus normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema pretibia (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang RSMH Tanggal 2 Agustus 2016
Darah Kimia
Bilirubin Total : 3,63 mg/dL
Bilirubin Direk : 3,10 mg/dL
Bilirubin Indirek : 0,53 mg/dL
Albumin : 3,2 mg/dL
Globulin : 2,8 g/dL
Asam Urat : 5,30 mg/dL
HBsAg : Non reaktif
AntiHAV IgM : Negatif
Anti HCV : Negatif
Kesan : Hipoalbumin dan peningkatan bilirubin
Ronde Divisi Alergi Kesan: - Sindrom Dispepsia
Imunologi - Hepatitis Autoimun
- LES
- ISPA
Saran : - Rontgen Thorax PA
- BTA I,II,III
- Konsul divisi gastroenterohepatologi
- Stop Methotrexat ganti siklosporin 1x25 mg
19

- Evaluasi SGOT/SGPT 3 hari lagi, cek C3 C4,


- Ecocardiographi
- Konsul Bagian Mata
Konsul Divisi Kesan : Hepatitis Autoimun, Sindrom Dispepsia
Gastroenterohepatol Diagnosis Banding : hepatitis viral akut, DILI
ogi Saran : - Cek Bilirubin total, indirek, direk, albumin,
globulin
- HBsAg, IgM antiHAV, antiHCV
- USG abdomen
- Curcuma 3x1 (po)
Assesssment Sindrom Dispepsia + Hepatitis Autoimun + LES + ISPA

Diagnosis banding 1. Gastritis lupus + hepatitis viral + LES + TB milier


2. Gastropati NSAID + DILI + LES + Pneumonia
Tatalaksana Istirahat
Nonfarmakologis Diet Lambung III 1700 kalori
Edukasi

Farmakologi IVFD NaCL gtt XX per menit makro


Inj. Ondansentron 3x8 mg (IV)
Inj. Omeprazole 1x40 mg (IV)
Sukralfat 4x2C (po)
Siklosporin 1x25 mg (po)
Metilprednisolon 2x16 mg (po)
N-Acetylcystein 3x200 mg (po)
Curcuma 3x1 tab (po)
Rencana - Rontgen Thorax PA
Pemeriksaan - Evaluasi SGOT/SGPT, bilirubin total, indirek, direk, C3
C4
- Pemeriksaan USG Abdomen
- Ecocardiographi
- Konsul Bagian Mata
20

Tanggal 04 Agustus 2016 -09 Agustus 2016


Subjektif Pendengaran menurun , mual (-), muntah (-), nyeri sendi
(+), Sariawan (-), Batuk berkurang
Objektif
Keadaan umum Sakit Sedang
Sensorium Compos mentis
TD (mmHg) 120/80 mmHg
Nadi (x/menit) 84 x/menit
RR (x/menit) 20, reguler, tipe pernapasan thorakoabdominal
Suhu (OC) 36,7
VAS 2
Keadaan Spesifik Kepala : Malar rash (+), alopesia (+) oral ulcer (+)
Leher : JVP 5-2 cmH20, Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : HR: 90 x/m, BJ I dan II normal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 1 jbac tepi tajam
permukaan rata, dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (+), bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat,palmar pucat (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang RSMH Tanggal 8 Agustus 2016
Kimia Klinik
Bilirubin Total : 2,80 mg/dL
Bilirubin Direk : 2,08 mg/dL
Bilirubin Indirek : 0,72 mg/dL
SGOT : 376 U/L
SGPT : 181 U/L
Komplemen C3 : 42,00 mg/dL (90-180mg/dL)
Komplemen C4 : 6,00 mg/dL ( 10-40mg/dL)
LED : 28 mm/jam
Profil Lipid
Kolesterol Total : 254 mg/dL
Kolesterol HDL : 19 mg/dL
Kolesterol LDL : 182 mg/dL
Trigliserida : 231 mg/dL
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin (PT)
Kontrol : 13,50 detik
Pasien : 11,5 detik
INR : 0,85
21

APTT
Kontrol : 30,6 detik
Pasien : 28,8 detik
Fibrinogen
Kontrol : 306,0 mg/dL
Pasien : 417 mg/dL
D-dimer : 1,12 ug/mL
BTA I, II, III : Negatif, negatif, negatif
Kesan : Hiperkoagulasi sekunder,
hiperbilirubinemia, penurunan komplemen, dislipidemia

Rontgen Thorax PA 04 Agustus 2016, RSMH

Kondisi foto baik


Simetris kanan = kiri
Trachea di tengah
Tulang-tulang baik
Sela iga tidak melebar
Sudut kostofrenikus tajam kanan dan kiri
Diafragma tenting (-)
CTR 39%
Corakan bronkovaskular normal
Kesan : Normal Thorax
22

Pemeriksaan Funduskopi, RSMH

Kesan : Vaskulitis

USG Abdomen 7 Agustus 2016, RSMH

Kesan : Normal USG Abdomen


23

Pemeriksaan Ecocardiographi 5 Agustus 2106, RSMH

Wall Motion Baik


LVH (-)
Chamber baik
Katup Baik (-)
Disfungsi diastolik (-)
Efusi perikard minimal
Ejection Fraction (EF) 78,7 %
Kesan : Efusi perikard minimal

Pemeriksaan Audiometri
RSMH tanggal 07/08/2016
24

OAE ADS : Pass


AD : 16,25 dB
AS : 20 dB
Ronde Alergi Mual, muntah berkurang, penurunan pendengaran sebelah
Imunologi kiri tiba-tiba

Kesan :
Hepatitis Autoimun + LES + ISPA + Hiperkoagulasi
Sekunder + Tuli Mendadak

Diagnosis Banding :
Hepatitis autoimun + LES + ISPA + APS Sekunder + Tuli
Mendadak

Saran : - Konsul Divisi Hematologi


- Konsul THT
- Cek IgM ACA, IgG ACA, B2 GP1 IgM, B2
GP1 IgG
- Fenofibrate 1x300 mg (po)
Konsul Divisi Kesan : Hepatitis Autoimun
Gastroenterologi USG abdomen normal
Saran : - Cek ALP
- Gamma GT
Konsul Divisi Assesment : Hiperkoagulasi sekunder.
Hematologi Diagnosa Banding : APS Sekunder.
Saran: - Inj Fondaparinux 1x2,5 mg (sc) selama 5 hari.
- Warfarin 1x2 mg (po) 3 hari sebelum
Fondaparinux berakhir.
- Evaluasi hemostasis.
- Evaluasi IgM ACA, IgG ACA 12 minggu
berikutnya.
Konsul Divisi Ecocardiographi : Efusi perikard minimal.
Kardiologi Kesan : Efusi Perikard
Saran : Tatalaksana LES sesuai divisi Alergi Imunologi
Konsul bagian THT Pendengaran menurun, telinga berdenging, keluar cairan (-)
Kesan : Tuli mendadak.
Saran : - Audiometri
- Cek profil lipid
- Rawat Bersama
- Tirah baring total tanpa bantal
- Ruang tanpa bising (<40dB)
- Oksigen 4x2L/15 menit
25

- Prednison 4x10 mg (tappering off)


- Betahistinmesylate 3x18 mg
- Vitamin C 1x500 mg
- Mecobalamin 3x500mg
- Flunarizin 2x25mg
Konsul Bagian Mata Kesan : Vaskulitis
Saran : Kontrol ulang ke poli mata subdivisi retina
Assesssment Hepatitis Autoimun + LES + ISPA + Hiperkoagulasi
Sekunder + Tuli Mendadak
Diagnosis banding Hepatitis autoimun + LES + ISPA + APS Sekunder + Tuli
Mendadak
Tatalaksana
Nonfarmakologis Istirahat
Diet Hati II 1700 kalori
Edukasi

Farmakologis IVFD NaCL gtt XX/mnt (makro)


Metilprednisolon 2x16 mg (po)
Siklosporin 1x25 mg
Inj Omeprazole 1x40 mg (IV)
Sukralfat 4x2C (po)
N acetilcystein 3x200mg (po)
Warfarin 1x2 mg (po)
Betahistin Mesylate 3x18mg (po)
Flunarizine 2x25 mg (po)
Vitamin C 1x500 mg (po)
Mecobalamin 3x500 mg (po)
Inj Fondaparinux 1x2,5 mg (sc) selama 5 hari
Fenofibrate 1x300 mg (po)
Curcuma 3x1 (po)
Rencana - Konsul THT divisi neurootologi
Pemeriksaan - Cek ALP, Gamma GT
- Evaluasi faal hemostasis
- IgM ACA, IgG ACA, B2 GP1 IgM, B2 GP1 IgG

Tanggal 10 - 16 Agustus 2016


Subjektif Telinga berdenging berkurang, pendegaran menurun
berkurang, badan ngilu terutama di panggul (+)
Objektif
Keadaan umum Sakit Sedang
Sensorium Compos mentis
TD (mmHg) 110/70
26

Nadi (x/menit) 84x/menit


RR (x/menit) 18x/menit, reguler, tipe pernapasan thorakoabdominal
Suhu (OC) 36,5
VAS 2
Keadaan Spesifik Kepala : Alopesia (+), Oral ulcer (+)
Leher : JVP 5-2 cmH20
Thorax :
Cor : HR: 84 x/m, BJ I dan II normal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 1 jbac tepi tajam
permukaan rata dan lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (-), bising usus normal
Ekstremitas : Akral hangat, palmar pucat (-), vaskulitis (-)

Ronde Alergi Badan ngilu terutama di panggul, sariawan berkurang, mual


Imunologi berkurang
Kesan : Hepatitis Autoimun + LES + Hiperkoagulasi
Sekunder + Tuli Mendadak
Saran : BMD
Konsul Kesan : Hepatitis Autoimun
Gastroenterologi Saran : Tatalaksana hepatitis autoimun sesuai penyebab
dasar (LES, divisi Alergi Imunologi)
Konsul Hemato Kesan : Hiperkoagulasi Sekunder
Onkologi Diagnosis Banding : APS Sekunder
Saran : - Evaluasi INR
- Warfarin 1x2 mg (po)
Konsul THT Assesment : Tuli mendadak
Saran :
Tirah baring total tanpa bantal
Ruang tanpa bising (<40dB)
Oksigen 4x2L/15 menit
Prednison 4x10 mg (tappering off)
Betahistinmesylate 3x18 mg
Vitamin C 1x500 mg
Mecobalamin 3x500mg
Flunarizin 2x25mg
Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang RSMH, tanggal 13 Agustus 2016
Waktu Protombin (PT)
Kontrol : 12,90 detik
Pasien : 10,8 detik
INR : 0,79
27

APTT
Kontrol : 32 detik
Pasien : 24, 7 detik
Fibrinogen
Kontrol : 311,0 mg/dL
Pasien : 320,0 mg/dL
D-dimer : 1,05 ug/mL
Kimia Klinik
Fosfatase Alkali (ALP) : 206 U/L
Gamma GT : 947 U/L
Immunoserologi
ACA IgG : 13,19 MPL (interminate)
ACA IgM : 14,72 MPL (interminate)
B2 GP1 IgM : 0,8 U/mL (normal <5 U/mL)
B2 Gp1 IgG : 3,4 U/mL (normal < 5 U/mL)

BMD di RSMH, 15 Agustus 2016

ROI BMD BMC Area T- Z-


(g/cm2) (g) (cm2) score Score
RightFemur- 1.036 29.93 28.89 1.2 1.2
Total Hip (16%) (16%)
Spine L1-L4 1.033 55.40 53.61 0.7 0.6
(8%) (7%)
L1 0.999 12.22 12.23 1.2 1.2
(15%) (14%)
L2 1.071 14.86 13.88 1.2 1.2
(14%) (13%)
L3 1.037 16.80 16.19 0.4 0.4
(4%) (4%)
L4 1.019 11.53 11.31 -0.2 -0.2
28

(-2%) (-2%)
Result BMD, Z score 0,6 for Spine / L1-L4
Kesan : Normal

Assesmant Hepatitis Autoimun + LES + APS Sekunder + Tuli


Mendadak perbaikan
Tatalaksana
Nonfarmakologis Istirahat
Diet Hati II 1700 kalori
Edukasi

Farmakologis IVFD NaCL gtt XX/mnt (makro)


Metilprednisolon 2x16 mg (po)
Siklosporin 1x25 mg
Inj Omeprazole 1x40 mg (IV)
Sukralfat 4x2C (po)
Warfarin 1x2 mg(po)
Betahistin Mesylate 3x18mg (po)
Flunarizine 2x25 mg (po)
Vitamin C 1x500 mg (po)
Mecobalamin 3x500 mg(po)
Fenofibrate 1x300 mg (po)
Curcuma 3x1 (po)
Rencana Kontrol Poli Alergi Imunologi
Pemeriksaan

II.12 PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT JALAN


Tanggal 19 Agustus 2016
Subjektif Muncul bintik-bintik merah di semua ekstremitas, demam (-),
mimisan (-), BAB hitam (-)
Objektif
Keadaan umum Sakit ringan
Sensorium Compos mentis
TD (mmHg) 120/80
Nadi (x/menit) 89
RR (x/menit) 20, reguler, tipe pernapasan thorakoabdominal
Suhu (OC) 36,5
VAS 0
MEX SLEDAI 4
Keadaan Spesifik Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik
(-), malar rash (-) oral ulcer (-)
29

Leher : JVP 5-2 cmH20, Pemb KGB (-)


Thorax
Cor : HR: 89 x/m, BJ I dan II normal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 1 jbac tepi tajam
permukaan rata, lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), bising usus normal
Ekstremitas : Akral hangat, Palmar pucat (-/-), petechie (+)
Pemeriksaan Ekstremitas

Diagnosis Kerja Hepatitis Autoimun + LES + APS Sekunder + Tuli Mendadak


perbaikan
Tatalaksana
Nonfarmakologis Istirahat
Diet Nasi biasa
Edukasi

Farmakologis Metilprednisolon 2x16 mg (po)


Siklosporin 1x25 mg
Omeprazole 1x20 mg (po)
Sukralfat 3x1C (po)
Warfarin 1x2 mg(po)
Betahistin Mesylate 3x18mg (po) stop
Flunarizine 2x25 mg (po) stop
Vitamin C 1x500 mg (po) stop
Mecobalamin 3x500 mg (po) stop
30

Fenofibrate 1x300 mg (po)


Curcuma 3x1 (po)

Rencana Cek darah rutin, INR


Pemeriksaan Kontrol ulang Poli Alergi Imunologi

Tanggal 23 Agustus 2016


Subjektif Tidak ada keluhan
Objektif
Keadaan umum Sakit ringan
Sensorium Compos mentis
TD (mmHg) 110/80
Nadi (x/menit) 76
RR (x/menit) 20, reguler, tipe pernapasan thorakoabdominal
Suhu (OC) 36,5
VAS 1
MEX SLEDAI -
Keadaan Spesifik Kepala :Konjungtiva palpebra pucat (-/-) sclera ikterik
(-)
Leher : JVP 5-2 cmH20
Thorax :
Cor : HR: 76 x/m, BJ I dan II normal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar teraba 1 jbac, tepi
tumpul, permukaan rata, lien tidak teraba,
nyeri tekan epigastrium (-), bising usus
normal
Ekstremitas : Akral hangat, palmar pucat (-)

Pemeriksaan Laboratorium RSMH tanggal 19 Agustus 2016


Laboratorium Darah Rutin
Hemoglobin : 10,9 g/dl
Eritrosit : 3,72 juta/mm3
Leukosit : 9100/mm3
Hematokrit : 34%
Trombosit : 248000/mm3
Diff count : 0/0/93/5/2
Faal Hemostasis
Waktu Protombin (PT)
31

Kontrol : 13,30 detik


Pasien : 12 detik
INR : 0,90

Diagnosis Kerja Hepatitis Autoimun + LES + APS Sekunder + Tuli


Mendadak perbaikan
Tatalaksana
Nonfarmakologis Istirahat
Diet Nasi biasa
Edukasi

Farmakologis Metilprednisolon 2x16 mg (po)


Siklosporin 1x25 mg
Omeprazole 1x20 mg (po)
Sukralfat 4x2C (po)
Warfarin 1x2 mg(po)
Fenofibrate 1x300 mg (po)
Curcuma 3x1 (po)
Rencana Kontrol ulang Poli Alergi Imunologi
Pemeriksaan
32

BAB III
ANALISA KASUS

LES (Lupus eritematosus sistemik) merupakan penyakit radang atau inflamasi


multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan.1 Belum terdapat data epidemiologi LES yang
mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus LES dari kota kunjungan
pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin
Bandung terdapat 291 Pasien LES atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke
poliklinik reumatologi selama tahun 2010.10,11 Manifestasi klinis LES sangat luas,
meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan
saraf pusat (SSP) dan sistem imun. Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien LES di Eropa
yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah
artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitivitas 22,9%,
keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang
jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam discoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%,
dan lesi subkutaneus akut 6,7%.13,15
Morbiditas dan mortalitas pasien LES masih cukup tinggi. Berturut-turut
kesintasan (survival) LES untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 93-
97%. Angka kematian pasien dengan LES hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi umum.18 Pada pasien LES terjadi gangguan respon imun yang menyebabkan
aktivasi sel B, peningkatan jumlah sel yang menghasilkan antibodi,
hipergamaglobulinemia, produksi autoantibodi, dan pembentukan kompleks imun.
Aktivasi sel T dan sel B disebabkan karena adanya stimulasi antigen spesifik baik
yang berasal dari luar seperti bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus,
fosfolipid dinding sel atau yang berasal dari dalam yaitu protein DNA dan RNA.
Antigen ini dibawa oleh antigen presenting cells (APC) atau berikatan dengan
33

antibodi pada permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel B dan APC menjadi
peptida dan dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Sel T
akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang dapat merangsang sel B untuk
membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi antara sel B dan sel T serta APC
dan sel T terjadi dengan bantuan sitokin, molekul CD 40, CTLA-4.16,24
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien LES adalah
rasa lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Gejala muskuloskeletal berupa artritis, atralgia dan myalgia umumnya timbul
mendahului gejala yang lain. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,
siku dan pergelangan kaki. Adapun gejala lainnya yaitu bercak kemerahan pada kulit
yang berbentuk kupu-kupu atau yang biasa disebut butterfly rash.13,15
Timbulnya manifestasi sistem saraf pusat (SSP) dapat terjadi pada sekitar
20% pasien LES dan biasanya disebabkan oleh vaskulitis serebral atau kerusakan
saraf langsung. Manifestasi SSP terdiri dari psikosis, stroke, kejang, myelitis dan
dapat memperburuk keseluruhan prognosis dari penyakit LES13,15
LES dapat melibatkan kardiovaskular, berupa vaskulitis dan pericarditis
Selain itu, kerusakan endokardium, miokarditis dan cacat konduksi biasanya juga
terjadi. Berdasarkan sebuah studi, dinyatakan bahwa infark miokardium, gagal
jantung, dan stroke 10 kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan LES
dibandingkan dengan populasi umum. Kecenderungan peningkatan trombosis pada
LES dipengaruhi oleh adanya kelainan pada fibrinolisis, protein antikoagulan (protein
S), dan adanya antibodi antifosfolipid. Gangguan SSP, trombosis vena dan emboli
paru adalah penyebab utama morbiditas pada pasien LES.13,15
Diagnosis penyakit LES terkadang sulit untuk ditegakkan karena selain dapat
menimbulkan kerusakan beberapa organ dalam, gejala dari penyakit ini juga terlihat
sangat bervariasi dan tidak sama pada setiap penderita. LES pada tahap awal,
seringkali memberikan gambaran seperti penyakit lain misalnya artritis reumatoid,
gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. Oleh karena itu, ketepatan
34

diagnosis dan deteksi dini penyakit LES penting untuk diperhatikan, mengingat gejala
penyakit ini sama dengan penyakit lain. Pada tahun 1982, (American Collage Of
Rheumatology) membuat suatu kriteria yang dapat menjamin akurasi diagnosis lupus
yaitu sampai ketepatan 98% dan pada tahun 1997 telah di revisi.17
Tabel 1. Kriteria LES ARA 199717
Kriteria Definisi
1. Butterfly Rash Terdapat eritema, datar, atau meningg yang cenderung tidak
mengenai lipatan nasolabial
2. Discoid Rash Bercak eritema menonjol dengan skuama keratosis dan sumbatan
folikel, parut atrofi dapat muncul pada lesi yang sudah lama
timbul
3. Fotosintesis Ruam yang timbul setelah terpapar sinar ultraviolet A dan B
4. Ulcer Mulut Ulserasi rekuren yang terjadi pada orofaring, biasanya tidak nyeri
jika sudah kronis
5. Arthritis Radang di persendian yang mencapai dua atau lebih persendian
perifer dengan rasa sakit disertai pembengkakan
6. Serositis Radang pada pleura atau pericardium
7. Kelainan Ginjal Proteinuria persisten >0,5g/dL atau 3+ atau endapan tidak normal
dalam urin
8. Kelainan Saraf Kejang tanpa adanya gangguan akibat obat atau gangguan
metabolic yang diketahui
9. Kelainan Darah Anemia hemolitik disertai retikulosis; leukopenia
10. Kelainan Antibodi anti-DNA terhadap DNA asal dalam titer abnormal ;
Imunitas atau antibody antifosfolipid positif berdasarkan pada kadar
antibody antikardiolipin IgG atau IgM serum yang abnormal dan
uji positif antikoagulan lupus
11. Tes ANA Pemeriksaan sebanding pada setiap waktu dan tidak adanyaobat
yang diketahui berkaitan dengan LES yang diinduksi obat

Pada kasus ini terdapat manifestasi klinis nyeri sendi di seluruh tubuh yang
bertambah terutama di tangani, dan pergelangan tangan kanan dan tungkai, keluhan
lain yang dirasakan adalah adanya perubahan kulit di wajah, terutama terjadi bila
terkena sinar matahari, dan malar rash. . Pasien ini terdiagnosis LES 2 bulan SMRS
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya ANA & anti-dsDNA, penurunan
nilai C3 dan C4, Ecocardiographi menunjukkan adanya efusi perikard, pemeriksaan
funduskopi didapatkan adanya vaskulitis. Berdasarkan kriteria ARA didapatkan skor
6 dari 11 kriteria, dengan demikian dapat ditegakkan suatu diagnosis lupus
eritematosus sistemik pada pasien ini.
35

Pada pasien ini juga dilakukan penilaian terhadap aktfitas penyakit LES itu
sendiri dengan menggunakan MEX-SLEDAI dibawah ini :
Tabel 2. MEX-SLEDAI
Bobot Deskripsi Definisi
8 Gangguan Psikosa. Gangguan kemampuan melakukan aktifitas fungsi
neurologis normal dikarenakan gangguan persepsi realitas. Termasuk :
halusinasi, inkoheren, kehilangan berasosiasi, isi pikiran yang
dangkal, berfikir yang tidak logis, bizarre,disorganisasi, atau
bertingkah laku kataton
Kejang: Onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, atau pemakaian
obat.
Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang
ditandai dengan gangguan orientasi, memori atau fungsi
intelektual lainnya dengan onset yang cepat, gambaran klinis
yang berfluktuasi.
6 Gangguan ginjal Castc, Heme granular atau sel darah merah.Hematuria >5/lpb.
Eksklusi penyebab lainnya (batu/infeksi). Proteinuria. Onset
baru, >0,5g/l pada random specimen. Peningkatan kreatinin (>5
mg/dL)
4 Vaskulitis Ulserasi, gangrene, nodul pada jari yang lunak, infark,
periungual, splinter haemorrhages. Data biopsy atau angiogram
dari vaskulitis.
3 Hemolisis Hb<12,0 g/dl dan koreksi retikulosit >3%
Trombositopeni Trombositopeni <100.000. Bukan disebabkan oleh obat.

3 Miositis Nyeri dan lemahnya otot-otot proksimal, yang


dihubungkan dengan peningkatan CPK
2 Artritis Pembengkakan atau efusi lebih dari 2 sendi
2 Gangguan Rua malar. Onset baru atau malar erithema yang menonjol.
Mukokutaneous Mucous ulcers. Oral atau nasopharyngeal ulserasi dengan
onset baru atau berulang. Abnormal alopesia. Kehilangan
sebagian atau seluruh rambut atau mudahnya rambut
rontok.
2 Serositis Pleuritis. Terdapatnya nyeri peura atau pleural rub atau
efusi pleura pada pemeriksaan fisik. Pericarditis.
Terdapatnya nyeri abdominal difus dengan rebound
tenderness (Eksklusi penyakit intra-abdominal).
1 Demam Demam > 38C sesudah eksklusi infeksi.
Fatigue Fatigue yang tidak dapat dijelaskan.
1 Leukopenia Sel darah putih < 4000/mm3, bukan akibat obat.
Limfopeni Limfosit < 1200 mm3 bukan akibat obat
TOTAL SKOR MEX-SLEDAI
36

Terapi LES sebaiknya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan


agar tujuan terapi dapat tercapai. Berikut pilar terapi LES :

a. Edukasi dan Konseling


Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan oleh pasien
LES dengan tujuan agar para pasien dapat hidup mandiri. Beberapa hal perlu
diketahui oleh pasien LES, antara lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan
penyakit, cara mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi infeksi, dan
perlunya pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, displidemia ata terjadinya
osteoporosis.

Butir-butir edukasi terhadap pasien LES :


1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya.
2. Tipe dari penyakit LES dan perangai dari masing-masing tipe tersebut.
3. Masalah yang terkait dengan sik kegunaan latihan terutama yang terkait dengan
pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat, pemakaian alat bantu maupun diet,
mengatasi infeksi secepatnya maupun pemakaian kontrasepsi.
4. Pengenalan masalah aspek psikologis, bagaimana pemahaman diri pasien LES,
mengatasi rasa lelah, stress, emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan
keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri, mengatasi rasa nyeri.
5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan sebagainya. Perlu
tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-obatan yang dipakai jangka panjang
contohnya obat anti tuberkulosis dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotik.
6. Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang LES, adakah kelompok
pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan LES dan sebagainya.

b. Program Rehabilitasi
37

Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan oleh pasien LES,
antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi dengan
modalitas, kemudian melakukan latihan ortotik, dan lain-lain.

c. Terapi Medikasi
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi LES terdiri dari NSAID ( Non Steroid
Anti-Inflamation Drugs), antimalaria, steroid, imunosupresan dan obat terapi lain
sesuai manifestasi klinis yang dialami.
NSAID ( Non Steroid Anti-Inflamation Drugs)
NSAID dapat digunakan untuk mengendalikan gejala LES pada tingkatan yang
ringan, seperti menurunkan inflamasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan jaringan lain.
Contoh obat : aspirin, ibuprofen, baproxen dan sulindac. Obat-obatan tersebut dapat
menimbulkan efek samping, yaitu pada saluran pencernaan seperti mual, muntah,
diare dan perdarahan lambung.
Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian
lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai tingkat keparahan
penyakit untuk pengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid dapat dilakukan
secara oral, injeksi pada sendi, dan intravena. Contoh : Metilprednisolon. Kesalahan
yang sering terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi, namun tidak disertai kontrol
dan dalam waktu yang lama. Beberapa efek samping dari mengonsumsi
kortikosteroid terdiri dari meningkatkan berat badan, penipisan kulit, osteoporosis,
meningkatnya resiko infeksi virus dan jamur, perdarahan gastrointestinal,
memperberat hipertensi dan moon face.
Antimalaria
Antimalaria yang dapat digunakan untuk terapi LES terdiri dari hydroxychloroquinon
dan kloroquin. Hydroxychloroquinon lebih sering digunakan dibanding kloroquin
karena resiko efek samping pada mata lebih rendah. Obat antimalaria efektif untuk
38

LES dengan gejala fatique, kulit, dan sendi. Antimalaria juga efektif mengurangi
ruam tanpa meningkatkan penipisan pembuluh darah. Toksisitas pada mata
berhubungan dengan dosis harian dan kumulatif, sehingga selama dosis tidak
melebihi, resiko tersebut sangat kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksakan
ketajaman visual setiap enam bulan untuk identifikasi dini kelainan mata selama
pengobatan.
Immunosupresan
Obat Immunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem imun
tubuh. Ada beberapa jenis obat immunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien LES
seperti azathioprine, mycophenolate mofetil, methotrexate, siklosporin,
cyclophosphamide, dan Rituximab. 15
Pada kasus ini, pasien diberikan metilprednisolon 2x16 mg per hari ,
pemberian metilprednisolon diharapkan dapat mengendalikan penyakit terutama
reaksi imun antibodi antigen dan dapat mengurangi reaksi peradangan yang terjadi.
Selain itu kita juga memberikan siklosporin pada pasien ini dengan dosis 1x25mg
untuk menekan sistem imun tubuh.
Hepatitis autoimun (AIH) atau hepatitis lupus adalah suatu gangguan hati
kronis nekroinflamatori yang belum diketahui penyebabnya, dengan karakteristik
secara histologik berupa infiltrasi sel mononuklear di saluran portal dan secara
serologis adanya autoantibodi terhadap antigen hati yang spesifik dan yang tidak
spesifik serta adanya peningkatan kadar immunoglobulin G (IgG) serum.4,5
Terlibatnya organ hati pada penyakit sindrom lupus eritematosus mencapai
25%-33%. Pasien umumnya menunjukkan gejala hepatomegali, ikterus, dan
peningkatan enzim hati. Demikian pula pada penyakit yang mengenai jaringan ikat
sering melibatkan organ hati dengan peningkatan transaminase serum. Hepatitis
sekunder akibat penyakit sistemik memberikan gambaran yang sama dengan hepatitis
primer. Namun tidak jarang gejala klinis kelainan di hati lebih menonjol dibanding
penyakit sistemik yang mendasari, sehingga tidak jarang pasien diobati hanya sebagai
39

pasien hepatitis tanpa memikirkan kenyataan hepatitis yang terjadi hanyalah sekunder
akibat penyakit sistemik. Pada sebagian kasus hepatitis akibat penyakit sistemik,
gejala yang timbul merupakan gabungan dari gejala penyakit sistemik yang
mendasarinya dengan gejala penyakit hati. Penderita LES dengan gangguan hati
umumnya tidak menunjukkan gejala. Walaupun jarang LES pada seseorang dapat
menyebabkan penyakit hati yang serius.4,5
Pada kasus ini, pasien memiliki keluhan mual dan muntah yang berlebihan
dengan frekuensi 6-10 x/hari dan jumlah gelas setiap muntahnya. nyeri ulu hati ,
nafsu makan menurun dan berat badan turun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium dan hepatomegali. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan SGOT 376 U/L, SGPT 181 U/L, bilirubin direk 3,10 mg/dL, HbsAg, anti
HCV, IgM anti HAV negatif serta ANA 11.62 dan anti dsDNA 255.44 positif.
Keluhan tersebut kita curigai sebagai hepatitis autoimun. Tidak ada penatalaksanaan
yang khusus terhadap hepatitis yang diakibatkan penyakit sistemik ini.Tatalaksana
umumnya ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkannya.5 Pada kasus yang
menderita penyakit kronik dan mengalami gangguan pada hati perlu dipikirkan
hubungan antara penyakit sistemik dengan kelainan hati tersebut. Sampai saat ini
belum ada pemeriksaan spesifik syang dapat membedakan penyakit hati primer
dengan penyakit hati yang disebabkan oleh penyakit sistemik.
Hiperkoagulasi merupakan suatu keadaan klinik tertentu yang mengakibatkan
penderita mudah terserang trombosis. Jika terjadi peradangan pada pembuluh darah
maka akan terjadi vasokonstriksi dan trombosit akan mengalami adhesi dan agregasi.
Selanjutnya tubuh selalu berusaha mengatasi peradangan dengan mengaktifkan
faktor-faktor pembekuan darah melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik. Kedua jalur
tersebut bertemu untuk mengaktifkan protrombim menjadi trombin dengan bantuan
prolipin dan kalsium. Trombin yang terbentuk akan mengaktifkan fibrinogen menjadi
fibrin dan terjadilah trombosis.6,7,8
Tubuh yang normal tidak akan membiarkan proses pembentukkan fibrin
berlangsung terus sehingga mulailah proses fibrinisis dengan mengeluarkan t-PA
40

yang mengaktifkan plasminogen (fibrin degradation product) menjadi plasmin.


plasmin memecah fibrin yang terbentuk menjadi FDP. Disamping t-PA masih banyak
faktor yang menghambat timbunan fibrin yaitu protein S, Protein C, AT-III, Heparin
Kofaktor II, Urokinase dan Streptokinase.Trombosis bisa terjadi akibat kelainan
dipembuluh darah (arteriosklerosis, homositinemia, aliran darah), Aliran darah
(hipertensi, turbulensi, hiperviskositas), kelainan protein darah (trombosit dan
kelainan koagulasi, kekurangan protein C dan S).7,8
Pada pasien didapatkan penurunan pendengaran tiba-tiba saat perawatan hari
ketiga dan berdenging. Pada pemeriksaan fisik THT tidak didapatkan kelainan
khusus. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya kelainan faal hemostasis
sehingga ditegakkan diagnosis hiperkoagulasi. Pada pasien ini dipikirkan
hiperkoagulasi sekunder karena pada anamnesis didapatkan pendengaran yang
menurun tiba-tiba, telinga berdenging. Pada pemeriksaan THT tidak ditemukannya
kelainan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kelainan faal hemostasis yang
dicurigai berasal dari kelainan sistemik. Ini menyingkirkan hiperkoagulasi primer,
karena pada hiperkoagulasi primer onset pada waktu usia muda, dicurigai ada
recurrent trombosis, atau keguguran. Pada pasien ini hal tersebut tidak ditemukan.
Pada pasien ini kita juga memikirkan adanya diagnosis banding berupa APS
(antiphospholipid syndrome). Diagnosis APS ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan
1 kriteria laboratorium, sesuai dengan kriteria Sapporo atau konsensus pada
simposium internasional mengenai antibodi antifosfolipid Eleventh aPLs di Sydney,
Australia. Adapun kriterianya sebagai berikut :
A. Kriteria Klinis
1. Trombosis Pembuluh darah
a. Satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena atau pembuluh darah
kecil pada jaringan atau organ yang dapat dikonfirmasi dengan pencitraan
Doopler atau histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah)
b. Trombosis harus dikonfirmasi dengan kriteria objektif yang valid (contoh
temuan pada penggunaan teknologi pencitraan yang sesuai atau
41

histopatologis). Untuk konfirmasi histopatologis, trombosis harus ada bukti


yang signifikan tidak adanya inflamasi dinding pembuluh darah.
2. Morbiditas Kehamilan
a. Satu atau lebih kematian janin berusia 10 minggu atau kurang, yang tidak
dapat dijelaskan/diketahui dengan ultrasonografi atau pemeriksaan
langsung, atau
b. Satu atau lebih kehamilan prematur dari neonatus normal berusia 34 minggu
atau kurang, akibat eklamsia atau insufisiensi plasenta berat, atau
c. Tiga atau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10
minggu yang tidak dapat dijelaskan dimana kelainan anatomi, genetika, atau
hormonal telah disingkirkan.
B. Kriteria Laboratorium
1. Adanya Lupus antikoagulan dalam plasma pada dua atau lebih
pemeriksaaan dengan interval sekurang-kurangnya 12 minggu, dideteksi
menurut panduan dari (The International Society on Trombosis) and
Hemostasis (Subcomitte on Lupus Anticoagulan/Antiphospholipid
Antibodies).
2. Antibodi kardiolipin
aCL atau IgG dan/atau isotipe IgM dalam serum plasma, titer sedang atau
tinggi pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya
12 minggu, diukur dengan standarisasi ELISA.
3. Anti-2GPI dari IgG dan atau isotipe IgM dalam serum atau plasma (titer
>99%) pada dua atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-
kurangnya 12 minggu, diukur dengan standarisasi ELISA berdasarkan
prosedur yang direkomendasikan.7,8

Pada kasus ini dipikirkan APS karena adanya kemungkinan pada pasien
pasien LES sebanyak 20% akan mengalami APS. Hal ini bisa ditegakkan dengan
terpenuhinya kriteria Sapporo atau kriteria yang direvisi di Kongres Internasional
42

Eleventh. Setelah dilakukan pemeriksaan kriteria tersebut terpenuhi sehingga


diagnosa APS pada pasien ini dapat ditegakkan. Pada kasus ini pasien diberikan Low
Molecular Weight Heparin dengan dosis 1x2,5 sc selama 5 hari. Kemudian
dilanjutkan dengan pemberian warfarin per oral. Setelah pemberian antikoagulan
tersebut dilakukan pemantauan nilai faal hemostasis. Pada pemeriksaan ulang faal
hemostasis didapatkan adanya perbaikan dari keadaan hiperkoagulasi.
Kelainan vaskular dan terdapatnya trombosis dapat menyebabkan terjadinya
tuli mendadak. Tuli mendadak atau tuli mendadak merupakan tuli secara tiba- tiba
bersifat sensorineural (terjadi kerusakan sel-sel sensorik dan / atau serat saraf di
telinga bagian dalam) dengan penyebab yang belum diketahui dan penurunan
pendengaran 30 db atau lebih, terjadi paling sedikit tiga frekuensi audimetri yang
berlangsung kurang dari tiga hari. Perkiraan dari kejadian tahunan sekitar 15.000
kasus SHL (sensorineural hearing loss) dilaporkan per tahun di seluruh dunia dengan
4000 orang terjadi di Amerika Serikat. Satu dari setiap 10.000 sampai 15.000 orang
akan menderita dari kondisi ini, dengan insiden tertinggi terjadi antara 50 dan 60
tahun. Insiden terendah adalah antara 20 dan 30 tahun. Dari pasien yang menderita
SHL, 2% adalah gangguan bilateral. Angka kejadian hampir sama pada laki-laki dan
wanita.21,22
Kehilangan pendengaran pada tuli mendadak selalu dihubungkan dengan
kerusakan koklea namun hanya 20 % kasus penyebab utamanya diketahui sedang
80% kasus lainnya penyebab utamanya tidak diketahui. Terdapat empat teori utama
yang menyebabkan terjadinya tuli mendadak yaitu kelainan vaskular, virus, ruptur
tingkap bundar dan gangguan autoimun.22
Kelainan vaskular merupakan penyebab utama yang banyak dianut.
Terdapatnya trombosis atau emboli pada arteri labirin sehingga dapat mengakibatkan
ketulian pada telinga dalam. Pada kasus hiperkoagulasi dan lambatnya aliran darah
dapat juga menyebabkan berkurangnya tekanan parsial oksigen pada telinga dalam,
sehingga mengakibatkan sel sensori tidak berfungsi. Kematian sel tidak akan terjadi
sampai pada tekanan parsial oksigen berada pada titik kritis.22
43

Berbagai macam infeksi virus (mumps, virus sitomegali, rubeola, varisela)


dapat menyebabkan tuli mendadak. Viremia menyebabkan gangguan sirkulasi dan
mengakibatkan edema pada intima pembuluh darah telinga dalam. Beberapa peneliti
juga menghubungkan kejadian tuli mendadak dengan adanya virus aktif pada infeksi
saluran napas atas.22
Ruptur tingkap bundar, membran intrakoklea merupakan membran tipis yang
memisahkan telinga dalam dan telinga tengah serta memisahkan ruangan endolimfe
dan perilimfe koklea. Robeknya membran intrakoklea secara mendadak telah diyakini
sebagai penyebab tuli mendadak. Hal ini diduga karena perubahan tekanan intra
labirin yang mendadak akibat aktivitas fisik, manuver valsava, meniup hidung dan
sebagainya22
Gangguan autoimun, inflamasi koklea juga dapat diakibatkan oleh autoimun
sekunder seperti sindrom Cogan, Lupus, dan lain lain. Walaupun masih menjadi
perdebatan mengenai hal ini namun diyakini gangguan autoimun mengakibatkan
berkurangnya penghantaran oksigen ke organ Corti.22
Terapi untuk tuli mendadak adalah tirah baring sempurna (total bed rest)
istirahat fisik dan mental selama 2 minggu, Vasodilatansia yang cukup kuat,
Prednison, Vitamin C, Neurobion, Diit rendah garam dan rendah kolesterol, Inhalasi
oksigen, Obat antivirus sesuai dengan virus penyebab, Hiperbarik oksigen terapi
(OHB).20 Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu:22
- Kecepatan pemberian obat,
- Respon 2 minggu pengobatan pertama,
- Usia,
- Derajat tuli saraf dan
- Adanya faktor- faktor predisposisi.
Pada kasus ini terjadinya tuli mendadak (tuli mendadak) dipikirkan dari
anamnesis didapatkan adanya pendengaran yang menurun, yang terjadi unilateral dan
berlangsung kurang dari 3 hari. Pada pemeriksaan fisik dari bagian THT tidak
ditemukannya kelainan khusus. Pada pemeriksaan penunjang audiometri belum
44

didapatkan kelainan pendengaran. Pada pasien ini dapat dipikirkan tuli mendadak
yang disebabkan oleh trombosis ataupun autoimun. Hal ini disebabkan pada pasien
ditemukannya kedua hal tersebut. Sehingga pada penatalaksanaannya diberikan
terhadap penyakit dasarnya dan terapi tambahan. Pemberian terapi tersebut efektif
untuk mengurangi kelainan tuli sensorineural pada pasien,.
45

DAFTAR PUSTAKA

1. Tutuncu ZN, Kalunian K C. The Definition and clasification of lupus eritematosus


sistemik: In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Dubois lupus erythematosus. 7thed .
Philadelphia Lippincott William & Wilkins; 2011: 16-19
2. Lahita RG.The clinical presentation of lupus eritematosus sistemik. In:Lahita RG,
Tsokos, Buyon J, Koike T. Editors. Lupus eritematosus sistemik, 5thed . San
Diego. Elsevier; 2011: 525-540
3. Vergani D, Choudhuri K, Bogdanos DP, Mieli-Vergani G. Pathogenesis of
autoimmune hepatitis. Clin Liver Dis 2012;6:727-737.
4. Czaja AJ. Autoimmune hepatitis. Part A: pathogenesis. Expert Rev Gastroenterol
Hepatol 2013;1:113-128.
5. Czaja AJ. Diverse manifestations and evolving treatments of autoimmune hepatitis.
Minerva Gastroenterol Dietol 2015;51:313-333.
6. Graves M. Antiphospholipid antibodies and trombosis. Lancet 2012;353:13.
7. Harris N. Antiphospholipid antibodies. In Klippel JH, Dieppe P A, 6th ed.
Rheumatology . London: Mosby 2014:6,321-6.
8. Petri MA. Antiphospholipid syndrome. In: Klippel JH, St one JH, Croord LJ,
White PH. Editors. Primer on the rheumatic diseases. 13 thed. Atlanta: Arthritis
Foundation Springer.2013:339-342
9. Rudack C, Langer C, Stoll W, Rust S, Walter M. Vascular risk factors in sudden
hearing loss. Thromb Haemost. 2013 Mar. 95(3):454-61.
10. Data dari poli penyakit dalam RS Cipto mangunkusumo Jakarta, 2011.
11. Data dari poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin Bandung, 2011.
12.Petri M. Clinical and management aspects of the antiphospholipid antibody
syndrome In: 45thWallace DJ, Hahn BH, editors. Dubois lupus erythematosus.
7thed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2013: 1262-1297
46

13. Vasudevan AR, Ginzler EM. Clinical feature of lupus eritematosus sistemik. In:
Hochberg MC, Silman A J, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH. Editors.
Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Mosby. Elsevier . 2011:1229-1246
14. Buyon J P . Lupus eritematosus sistemik, A clinical and laboratory features. In:
Klippel JH, Stone JH, Cro or dLJ, White PH. Editors. Primer on the rheumatic
diseases. 13th ed. Atlanta:Arthritis Foundation Springer. 2012:303-307
15. Tassiulas IO , Boumpas D T. Clinical features and treatment of LES. In: Firestein
GS, Budd R C, Harris ED, McInnes IB, Ruddy S, Sergent JS. Editors. Kelley s
Text book of rheumatology. 8thed.Philadelphia. WB Saunders Elsevier. 2012:1263-
1300.
16. Bert oli AM, Alarcon GS. Epidemiology of lupus eritematosus sistemik. In:
Tsokos GC, Gor don C, Smolen JS. A companion rheumatology Lupus
eritematosus sistemik. Philadelphia. Mosby 2012:1-18.
17. Hochberg Mc. Updating the American College of Rheumatology revised criteria
for the classification of lupus eritematosus sistemik. Arthritis Rheumatoid
2012;40:1725.
18. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gil A, La villa P, et al.
Morbidity and mortality in lupus eritematosus sistemik during a 10 year period, a
comparison of early and late manifestation in a cohort of 1000 patients. Medicine
2013;82:299-308
19. Neeraj N Mathur. Sudden Deafness [cited on 24 Agustus 2016]. 2011. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview.
20. Passamonti SM, Di Berardino F, Bucciarelli P, et al. Risk factors for sudden
sensorineural hearing loss and their association with clinical outcome. Thromb
Res. 2015 Jan 7.
21.Wei BP, Mubiru S, O'Leary S. Steroids for idiopathic sudden sensorineural
hearing loss. Cochrane Database Syst Rev. 2012 Jan 25. CD003998.
47

22. Muller C, Vrabec J, Quinn BF. Sudden Sensory Neural Hearing Loss [cited on 24
Agustus2016].2001.Availablefrom:http://www.utmb.edu/otoref/grnds/SuddenHear
ingLoss-010613/SSNHL.htm
23.Fetterman BL, Saunders JE, Luxford WM. Prognosis and treatment of sudden
sensorineural hearing loss. Am J Otol. 2011 Jul. 17(4):529-36.
24. Mart Edy, Sukmana Anang. Penyakit Kompleks Imun. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. 2015. 267-71.
25.Gana B Karnen. Lupus Eritematosus Sistemik.Buku Imunologi Dasar. 9 th ed.
2011. 229-32.

You might also like