Professional Documents
Culture Documents
oleh
2. Fisiologi
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a) Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam
sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ
lain dan sistem lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu
sebagi organ ekresi dan non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja
sebagai filtran senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh
seperti urea, natrium dan lain-lain dalam bentuk urin, maka ginjal juga
berfungsi sebagai pembentuk urin.
Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan
bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta
fungsi hormonal. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai
peran dalam mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
aldosteron),pengatur hormon eritropoesis sebagai hormon pengaktif
sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit. Disamping itu ginjal juga
menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi feron (vitamin D aktif), yang
dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus.
b) Proses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam
ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi,
reabsorsi dan ekresi (Syaefudin, 2006):
1) Proses filtrasi
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses
aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat,
bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi
terjadi pada tubulus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi
penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan.
Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorsi
fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
3) Proses ekresi
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan
masuk ke fesika urinaria.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD)
adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Sukandar, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG)
kurang dari 50 mL/menit. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan
sisa metabolit (toksit uremik) di dalam darah (Arif mutaqin dkk, 2011).
2) Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabnya oleh
glomerulonepritis Kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi
kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya gagal ginjal (Price,2002).
3) Nifrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat 7 menyebabkan hipertensi
atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan
air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin angitensin (Price,2002).
4) Gangguan Kongenital dan Herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit
herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir
dengan gagal ginjal meskipun lebih sering di jumpai pada penyakit
polikistik (Price,2002).
5) Gangguan Metabolik
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara
lain diabetes melitus, nefrolitiasis (batu ginjal), hiperparatiroidisme primer
dan amiloidosis (Price, 2002).
6) Nefropati Toksik
Ginjal khusnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan
bahan kimia karena alsan-alasan :
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah
kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat,
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price, 2000)
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal
kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika.
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, penyakit vaskuler
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleurag.
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik
uremik, diare yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap,
mioklonus, kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahann.
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
Gejalanya menurut Anggota IKAPI (2008) adalah perubahan frekuensi
kencing, sering ingin berkemih pada malam hari pembengkakan pada bagian
pergelangan kaki, kram otot pada malam hari, lemah dan lesu, kurang berenergi,
nafsu makan turun, mual, dan muntah, sulit tidur, bengkak seputar mata pada pagi
waktu bangun pagi hari atau mata merah dan berair (uremic red eyes) karena
deposit garam kalsium fosfat yang dapat menyebabkan iritasi hebat pada selaput
lendir mata, kulit gatal dan kering.
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal neufron (termasuk glomerolus dan
tubulus) sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reasorbsi
walaupun dalam keadaan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal berfungsi dari nefron-nefron yang rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar dari yang direasorbsi berakibat dieresis osmotic disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Trik timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan munculgejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat fungsi renal yang
demikian nilai keratin kreance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah.
(Barbara C Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
memperngaruhi system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia setelah dialysis (Brunner &
Suddart, 2001).
Perjalanan umum CKD dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal (>90ml/menit/1,73 m2)
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR (Glomerolus Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance cretainin (mL/menit) = (140-umur)x berat badan(kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut akan dikalikan dengan 0,85
6. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit gagal ginjal kronik dilakukanpada
stadium dini penyakit gagal ginjal kronik. Upaya pencegahan yangtelah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit gagal ginjal dankardiovaskular yaitu
pengobatan hipertensi (semakin rendah tekanan darahsemakin semakin kecil
resiko penurunan fungsi ginjal ) pengendalian guladarah, lemak darah, anemia
penghentian merokok, peningkatan aktivitasfisik dan pengendalian berat badan
(Roesly).
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial pada penderita GGK dimaksudkan
memberikankeadaan pada masyarakat umum yang memungkinkan faktor
predisposisi terhadapGGK dapat dicegah dan tidak mendapat dukungan dasar
dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor risiko lainnya. Misalnya dengan
menciptakan prakondisi sehingggamasyarakat merasa bahwa minum 8 gelas
sehari untuk menjaga kesehatan ginjalmerupakan hal penting, berolahraga
teratur, konsumsi makanan yang berlemak dangaram yang berlebihan
merupakan kebiasaan kurang baik yang pada akhirnyamasyarakat diharapkan
mampu bersikap positif terhadap konsumsi yang sehat.
b. Pencegahan Primer
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan
melakukanpenanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilaksanakan adalahpencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik,
dan hal ini dimungkinkankarena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal
kronik dapat dikendalikan. Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat
berupa :
a) Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai
normal untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal
b) Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c) Penghentian merokok
d) Pengendalian berat badan.
e) Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu menampung/
melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan batu.
f) Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin
tinggiekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah
terbentuknyakristalisasi.
g) Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol
tinggi.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri
ataspengobatan penyakit-penyakit komorbid (penyakit penyerta) untuk
menghambatprogresifitas, mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik
dan menurunkan mortalitas. Penatalaksanaan pencegahan skunder dapat dibagi
2 golongan :
a. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang
masihada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat
progresivitas gagal ginjal sedini mungkin. Pengobatan konservatif
penyakit Gagal ginjal Kronik(GGK) terdiri dari :
d. Cairan
Asupan cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi
denganseksama. Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan
bebansirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intoksitasi air.
Sedangkanasupan yang terlalu sedikit mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dangangguan fungsi ginjal.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang
lebihberat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik
tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa. Pencegahan ini dilakukan pada pasien
GGK yang telahatau sedang menjalani tindakan pengobatan atau terapi
pengganti berupa:
a) Mengurangi stress, menguatkan system pendukung social atau
keluargauntuk mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penyakit GGK.
b) Meningkatakan aktivitas sesuai toleransi, hindari imobilisasi Karena
haltersebut dapat meningkatkan demineralisasi tulang. Dan untuk
membantumeyakinkan tingkat aktivitas yang aman, perlu dilakukan
pengkajian gayaberjalan pasien, rentang gerak dan kekuatan otot.
c) Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
d) Mematuhi program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan
keadaangizi yang optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat
dicapai.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
Pada umumnya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak
dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala,
mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
a. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian
rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat
diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang
berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan
dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit
diatasi.
b. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa
penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar.
Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa
mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa,
vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati
karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
c. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah
jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti
obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi
intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
d. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CKD.
Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
e. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut.
Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi
dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan
obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per
oral atau parenteral.
Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada
biasanya. Pasien CKD dapat ditumpangi pyelonefritis di atas
penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk
lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang
toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang
mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat
mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak
langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan
pengurangan faal ginjal.
g. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein
dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong
juga bila protein tersebut dipilih.Diet dengan rendah protein yang
mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat
dipergunakan pada pasien CKD terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
h. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya
neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk
dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat
timbul.
i. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput
semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat
sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan
darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang
tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis
dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis.
Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal
dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal
sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi
endokrinnya tidak ditanggulangi.
j. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah
pasien CKD maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan
persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari
orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan
pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan
pemeriksaan HLA
8.Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
b) Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
d. Makanan / Cairan
Gejala:mual dan muntah, nyeri tekan abdomen diet tinggi purin, kalsium
oksalat, dan fosfat ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup. Tanda: distensi abdominal,penurunan/ tak adanya bising
usus muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: episode akut, nyeri akut, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di regio sudut kostavertebra, dapat menyebar ke
punggung abdomen, (lipat paha atau genetelia) ngeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. nyeri dapat di
gambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain. Tanda : melindungi, perilaku distraksi nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala : penggunaan alkohol demam, menggigil.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya mekanisme
tubuh (retensi cairan)
c. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan perubahan frekuensi
berkemih akibat perjalanan penyakit.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengannausea dan vomiting.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penuruna suplai oksigen
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum di
kulit
g. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urin
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Kelebihan volume NOC: Keseimbangan Cairan (0601) NIC: Manajemen
cairan berhubungan Tujuan : Cairan (4120) 1. memantau TTV
dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam 1. Pantau tanda-tanda untuk
terganggunya diharapkan masalah kekurangan volume cairan pasien vital klien mengetahui
mekanisme tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil : adanya
(retensi cairan) 1. Asites tidak ada perubahan yang
2. Edema perifer tidak ada 2. Pantau status abnormal akibat
3. Distensi pembuluh darah leher tidak ada hemodinamika retensi cairan
klien meliputi pada klien
CVP, MAP, PAP, 2. memantau status
dan PCWP. hemodinamika
untuk
3. Pantau hasil mengidentifikasi
laboratorium yang kondisi klien
relevan dengan 3. hasil
retensi cairan laboratorium
(penurunan dipantau guna
hemtokrit, mengetahui
peningkatan adanya nilai
osmolalitas urin) abnormal beserta
kemungkinan
4. Kaji lokasi dan komplikasi yang
keberadaan edema akan timbul
Aisyah J. 2011. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Dirawat
Inap di RS Haji Medan Tahun 2009. Skripsi Mahasiswa FKM USU,
Medan.
Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta. Medica
Aesculpalus, FKUI.
Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/page18_em.h
tm#Authors%20a nd%20Editors [Accessed 14 November 2015].
Saifudin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Suhardjono, dkk., 2003. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi Ketiga. FK UI, Jakarta.
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.