You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DESEASE (CKD) DI RUANG IGD RSUP SANGLAH
DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (PPN)


Stase Keperawatan Kegawat daruratan dan Kritis

oleh

Putri Mareta Hertika, S. Kep


NIM 122311101014

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1. Anatomi
Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan Wilson
(2006):
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah
lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak
yang tebal dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapatdiperkirakan dari
belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra
lumbalis ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena
tertekan oleh hati.

Gambar 2. Anatomi Ginjal

Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan


tebalnya antara 1,5 cm sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara
140 gram sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya
atau hilus menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk
cembung. Pembuluh darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus.
Diatas setiap ginjal menjulang kelenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta
didalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Struktur ginjal warnanya ungu
tua dan terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebelah
dalam. Bagian medulla tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk
piramid, yang disebut sebagai piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus
dan berakhir di kalies, kalies akan menghubungkan dengan pelvis ginjal.

Gambar 3. Potongan vertikal ginjal

Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan


satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam
setiap ginjal. Setiap nefron mulai membentuk sebagai berkas kapiler (Badan
Malpighi/Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada
unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama
tubulus berkelok-kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan
sesudah itu terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian
tubulus tersebut berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus
distal, yang bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi
kortek dan medulla, dan berakhir dipuncak salah satu piramid ginjal.

Gambar 4. Bagian microscopic ginjal

Selain tubulus urineferus, struktur ginjal juga berisi pembuluh darah


yaitu arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke
ginjal dan bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen
(arteriola aferentes), serta masing-masing membentuk simpul didalam salah
satu glomerulus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen
(arteriola eferentes), yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler
disekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah kevena kava inferior.
Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler,
yang bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus urineferus, karena
fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.

2. Fisiologi
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses
pembentukan urin menurut Syaeifudin (2006).
a) Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam
sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ
lain dan sistem lain dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu
sebagi organ ekresi dan non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja
sebagai filtran senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh
seperti urea, natrium dan lain-lain dalam bentuk urin, maka ginjal juga
berfungsi sebagai pembentuk urin.
Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan
bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta
fungsi hormonal. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai
peran dalam mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
aldosteron),pengatur hormon eritropoesis sebagai hormon pengaktif
sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit. Disamping itu ginjal juga
menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi feron (vitamin D aktif), yang
dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus.
b) Proses pembentukan urin.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam
ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi,
reabsorsi dan ekresi (Syaefudin, 2006):
1) Proses filtrasi
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses
aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat,
bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi
terjadi pada tubulus proksimal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi
penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan.
Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorsi
fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
3) Proses ekresi
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan
masuk ke fesika urinaria.

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume


dankomposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh
denganmengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital
ginjaldicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsisejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjangtubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar
tubuhdalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
c. dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
d. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
e. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
f. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Gambar 4. Fisiologi Sistem Perkemihan

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri.


Ginjalkemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat
yangdiambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan
dikumpulkandan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung
terlebih dahuludi kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan
berkemih dankeadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung
dikandung kemihakan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).Tiga
proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai denganfiltrasi sejumlah
besar cairan yang hampir bebas protein dari kapilerglomerulus ke kapsula
Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecualiprotein, di filtrasi secara
bebas sehingga konsentrasinya pada filtratglomerulus dalam kapsula
bowman hampir sama dengan plasma. Awalnyazat akan difiltrasi secara
bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidakdifiltrasi, kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudianakan dieksresi (Sherwood, 2011).

B. Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50
ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan,
sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah
stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan
terapi pengganti. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddart, 2001).

Gambar 6. Lokasi Ginjal

Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD)
adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit gagal, menyebabkan uremia yaitu retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Sukandar, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG)
kurang dari 50 mL/menit. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan
sisa metabolit (toksit uremik) di dalam darah (Arif mutaqin dkk, 2011).

2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom
klinisyang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedangdan
tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjalkronik
yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) KidneyDisease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebutdiantaranya adalah :
a. Tahap pertama (stage 1)
Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal denganpeningkatan
LFG (>90 mL/min/1.73 m2) atau LFG normal.
b. Tahap kedua (stage 2)
Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-
89mL/min/1.73 m2.
c. Tahap kedua (stage 3)
Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu30-59
mL/min/1.73.
d. Tahap kedua (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e. Tahap kedua (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73.
(Arora,2009).

3. Penyebab Gagal Ginjal Kronik


Penyebab Gagal ginjal kronik menurut ( Price, 2002) :
1) Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (SIK) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama wanita. Infeksi saluran kemih umumnya dibagi
dalam dua kategori : Infeksi saaluran kemih bagian bawah (uretritis,
sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kencing bagian atas (pielonepritis
akut). Sistitis kronik dan pielonepritis dan infeksi saluran kencing bagian
ginjal tahap akhir pada anak-anak (Price,2002).

2) Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabnya oleh
glomerulonepritis Kronik. Pada glomerulonepritis kronik, akan terjadi
kerusakan glomerulus secara progresif yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya gagal ginjal (Price,2002).
3) Nifrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal, sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat 7 menyebabkan hipertensi
atau ikut berperan pada hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan
air, serta pengaruh vasopresor dari sistem renin angitensin (Price,2002).
4) Gangguan Kongenital dan Herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit
herediter yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir
dengan gagal ginjal meskipun lebih sering di jumpai pada penyakit
polikistik (Price,2002).
5) Gangguan Metabolik
Penyakit metabolik yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara
lain diabetes melitus, nefrolitiasis (batu ginjal), hiperparatiroidisme primer
dan amiloidosis (Price, 2002).
6) Nefropati Toksik
Ginjal khusnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan
bahan kimia karena alsan-alasan :
a. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah
kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar.
b. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular.
c. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat,
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan
meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price, 2000)

4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal
kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika.
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, penyakit vaskuler
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleurag.
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik
uremik, diare yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap,
mioklonus, kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahann.
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
Gejalanya menurut Anggota IKAPI (2008) adalah perubahan frekuensi
kencing, sering ingin berkemih pada malam hari pembengkakan pada bagian
pergelangan kaki, kram otot pada malam hari, lemah dan lesu, kurang berenergi,
nafsu makan turun, mual, dan muntah, sulit tidur, bengkak seputar mata pada pagi
waktu bangun pagi hari atau mata merah dan berair (uremic red eyes) karena
deposit garam kalsium fosfat yang dapat menyebabkan iritasi hebat pada selaput
lendir mata, kulit gatal dan kering.
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal neufron (termasuk glomerolus dan
tubulus) sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reasorbsi
walaupun dalam keadaan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal berfungsi dari nefron-nefron yang rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar dari yang direasorbsi berakibat dieresis osmotic disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Trik timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan munculgejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat fungsi renal yang
demikian nilai keratin kreance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah.
(Barbara C Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme yang normalnya
dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
memperngaruhi system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia setelah dialysis (Brunner &
Suddart, 2001).
Perjalanan umum CKD dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu :
1. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal (>90ml/menit/1,73 m2)
2. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73 m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73 m2
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR (Glomerolus Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance cretainin (mL/menit) = (140-umur)x berat badan(kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut akan dikalikan dengan 0,85

6. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit gagal ginjal kronik dilakukanpada
stadium dini penyakit gagal ginjal kronik. Upaya pencegahan yangtelah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit gagal ginjal dankardiovaskular yaitu
pengobatan hipertensi (semakin rendah tekanan darahsemakin semakin kecil
resiko penurunan fungsi ginjal ) pengendalian guladarah, lemak darah, anemia
penghentian merokok, peningkatan aktivitasfisik dan pengendalian berat badan
(Roesly).
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial pada penderita GGK dimaksudkan
memberikankeadaan pada masyarakat umum yang memungkinkan faktor
predisposisi terhadapGGK dapat dicegah dan tidak mendapat dukungan dasar
dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor risiko lainnya. Misalnya dengan
menciptakan prakondisi sehingggamasyarakat merasa bahwa minum 8 gelas
sehari untuk menjaga kesehatan ginjalmerupakan hal penting, berolahraga
teratur, konsumsi makanan yang berlemak dangaram yang berlebihan
merupakan kebiasaan kurang baik yang pada akhirnyamasyarakat diharapkan
mampu bersikap positif terhadap konsumsi yang sehat.

b. Pencegahan Primer
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan
melakukanpenanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus
dilaksanakan adalahpencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik,
dan hal ini dimungkinkankarena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal
kronik dapat dikendalikan. Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat
berupa :
a) Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai
normal untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal
b) Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c) Penghentian merokok
d) Pengendalian berat badan.
e) Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu menampung/
melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan batu.
f) Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin
tinggiekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah
terbentuknyakristalisasi.
g) Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol
tinggi.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri
ataspengobatan penyakit-penyakit komorbid (penyakit penyerta) untuk
menghambatprogresifitas, mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik
dan menurunkan mortalitas. Penatalaksanaan pencegahan skunder dapat dibagi
2 golongan :
a. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang
masihada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat
progresivitas gagal ginjal sedini mungkin. Pengobatan konservatif
penyakit Gagal ginjal Kronik(GGK) terdiri dari :

1) Deteksi dini dan terapi penyakit primer


Identifikasi (deteksi dini) dan segera memperbaiki (terapi) penyakit
primeratau faktor-faktor yang dapat memperburuk faal ginjal sangat
penting untukmemperlambat laju progresivitas gagal ginjal menjadi
gagal ginjal terminal.
2) Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
a. Protein

Diet protein yang tepat akan memperlambat terjadinya keracunan


ureum.Pembatasan protein dimulai pada saat permulaan terjadinya
penyakitginjal dengan masukan protein sebesar 0,5-0,6 g/kg
BB/hari, dengan nilaibiologik yang tinggi.33 Pembatasan protein
dalam makanan pasien GGKdapat mengurangi gejala anoreksia,
mual, dan muntah, dan apabiladiberikan secara dini dapat
menghambat progresifitas penyakit.
b. Kalium
Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia
adalahmembatasi pemasukan kalium dalam makanan.20 Kalium
sering meningkat pada akibat ekskresi kalium melalui urin
berkurang.Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung
dan kematian mendadak. Maka dihindari konsumsi makanan atau
obat yang tinggikadar kaliumnya seperti ekspektoran, kalium sitrat,
sup, kurma, pisang, dan sari buah murni.
c. Natrium
Pengaturan diet natrium penting pada penderita gagal ginjal.
Jumlahnatrium yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1
sampai 2 grnatrium).Asupan natrium maksimum harus ditentukan
secara tersendiriuntuk tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat
tetap dipertahankan.Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensicairan, edema perifer, edema paru-paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.

d. Cairan
Asupan cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi
denganseksama. Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan
bebansirkulasi menjadi berlebihan, edema dan intoksitasi air.
Sedangkanasupan yang terlalu sedikit mengakibatkan dehidrasi,
hipotensi dangangguan fungsi ginjal.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang
lebihberat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik
tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa. Pencegahan ini dilakukan pada pasien
GGK yang telahatau sedang menjalani tindakan pengobatan atau terapi
pengganti berupa:
a) Mengurangi stress, menguatkan system pendukung social atau
keluargauntuk mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penyakit GGK.
b) Meningkatakan aktivitas sesuai toleransi, hindari imobilisasi Karena
haltersebut dapat meningkatkan demineralisasi tulang. Dan untuk
membantumeyakinkan tingkat aktivitas yang aman, perlu dilakukan
pengkajian gayaberjalan pasien, rentang gerak dan kekuatan otot.
c) Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
d) Mematuhi program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan
keadaangizi yang optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat
dicapai.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
Pada umumnya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak
dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala,
mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
a. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian
rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat
diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang
berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan
dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit
diatasi.
b. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa
penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar.
Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa
mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa,
vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati
karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
c. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah
jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti
obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi
intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
d. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CKD.
Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan
Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
e. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut.
Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi
dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan
obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per
oral atau parenteral.
Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada
biasanya. Pasien CKD dapat ditumpangi pyelonefritis di atas
penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk
lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang
toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang
mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat
mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak
langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan
pengurangan faal ginjal.
g. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein
dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong
juga bila protein tersebut dipilih.Diet dengan rendah protein yang
mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat
dipergunakan pada pasien CKD terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
h. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya
neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk
dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat
timbul.
i. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput
semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat
sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan
darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang
tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis
dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis.
Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal
dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal
sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi
endokrinnya tidak ditanggulangi.
j. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah
pasien CKD maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan
persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari
orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan
pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan
pemeriksaan HLA
8.Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)

b) Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan Gagal Ginjal Kronik Dengan


Etiologi Batu Ginjal
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan mononton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas atau imobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah, nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala: adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya(kalkulus).
Penurunan keluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare. Tanda: poliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola
berkemih.

d. Makanan / Cairan
Gejala:mual dan muntah, nyeri tekan abdomen diet tinggi purin, kalsium
oksalat, dan fosfat ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup. Tanda: distensi abdominal,penurunan/ tak adanya bising
usus muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: episode akut, nyeri akut, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di regio sudut kostavertebra, dapat menyebar ke
punggung abdomen, (lipat paha atau genetelia) ngeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. nyeri dapat di
gambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain. Tanda : melindungi, perilaku distraksi nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala : penggunaan alkohol demam, menggigil.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya mekanisme
tubuh (retensi cairan)
c. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan perubahan frekuensi
berkemih akibat perjalanan penyakit.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengannausea dan vomiting.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penuruna suplai oksigen
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum di
kulit
g. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urin
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Kelebihan volume NOC: Keseimbangan Cairan (0601) NIC: Manajemen
cairan berhubungan Tujuan : Cairan (4120) 1. memantau TTV
dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam 1. Pantau tanda-tanda untuk
terganggunya diharapkan masalah kekurangan volume cairan pasien vital klien mengetahui
mekanisme tubuh dapat teratasi dengan kriteria hasil : adanya
(retensi cairan) 1. Asites tidak ada perubahan yang
2. Edema perifer tidak ada 2. Pantau status abnormal akibat
3. Distensi pembuluh darah leher tidak ada hemodinamika retensi cairan
klien meliputi pada klien
CVP, MAP, PAP, 2. memantau status
dan PCWP. hemodinamika
untuk
3. Pantau hasil mengidentifikasi
laboratorium yang kondisi klien
relevan dengan 3. hasil
retensi cairan laboratorium
(penurunan dipantau guna
hemtokrit, mengetahui
peningkatan adanya nilai
osmolalitas urin) abnormal beserta
kemungkinan
4. Kaji lokasi dan komplikasi yang
keberadaan edema akan timbul

5. Catat pemberian 4. mengkaji edema


diuretik sesuai untuk
resep mengetahui
perjalanan dan
6. Pertahankan karakteristik
pencatatan intake penyakit
dan output secara 5. diuretik
akurat digunakan untuk
7. Batasi intake mengeluarkan
cairan yang
cairan
berlebihan dalam
8. Kolaborasikan
tubuh
dengan tim media
6. intake dan
lain jika tanda dan
output dipantau
gejala dari
untuk
kelebihan volume
mengetahui
cairan menetap
keseimbangan
atau bertambah
cairan tubuh
buruk
klien
7. pembatasan
intake cairan
untuk mengatasi
asites
8. kolaborasi
tindakan medis
jika kondisi
klien memburuk
akibat retensi
cairan
3. Gangguan eliminasi NOC: Eliminasi Urin (0503) NIC: Manajemen
urin berhubungan Tujuan : Eliminasi
dengan perubahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam Perkemihan (0590) 1. Status eliminasi
frekuensi berkemih diharapkan masalah gangguan eliminasi urin dapat teratasi 1. Kaji eliminasi urin urin dipantau
akibat perjalanan dengan kriteria hasil : klien secara guna
penyakit 1. menunjukkan pola eliminasi yang sesuai lengkap meliputi mengetahui
2. menunjukkan warna urin normal frekuensi, keseimbangan
3. jumlah urin yang sesuia konsistensi, warna antara asupan
4. kekosongan kandung kemih yang komplit dan jumlah dan kebutuhan
2. Pantau adanya cairan klien
tanda retensi urin serta
3. Anjurkan klien kemungkinan
dan keluarga adanya data
untuk mencatat yang abnormal
jumlah haluaran 2. Mengetahui
urin apakah terjadi
4. Lakukan retensi pada
pembatasan cairan klien
jika diperlukan 3. Mengetahui
5. Anjurkan klien jumlah output
untuk berlatih cairan pada
melakukan klien
pengososngan 4. Pembatasan
kandung kemih cairan untuk
sesuai indikasi mengurangi
6. Kolaborasikan distensi
pemberian obat kandung kemih
sesuai indikasi 5. membantu klien
untuk
mengosongkan
kandung kemih
agar tidak
terjadi distensi
6. obat digunakan
untuk
membantu
mengatasi
keluhan klien
4. Ketidakseimbangan NOC: Status Nutrisi (1004) NIC: Manajemen
nutrisi: kurang dari Tujuan : Nutrisi (1100)
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam 1. Motivasi sangat
berhubungan diharapkan masalah keperawatan ketidakseimbangan 1. Motivasi pasien penting bagi
dengannausea dan nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil: untuk makan penderita
vomiting 1. Tidak ada tanda mal nutrisi makanan dan anoreksia dan
2. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti suplemen gangguan
3. Berat badan sesuai dengan tinggi badan makanan. gastrointestinal.
2. Makanan
2. Tawarkan makan dengan porsi
makanan dengan kecil dan sering
porsi sedikit tapi lebih ditolerir
sering. oleh penderita
anoreksia.
3. Hidangkan 3. Meningkatkan
makanan yang selera makan
menimbulkan dan rasa sehat.
selera dan menarik
dalam 4. Mengurangi
penyajiannya. citarasa yang
4. Pelihara higiene tidak enak dan
oral sebelum merangsang
makan. selera makan.
5. Identifikasi adanya 5. Mengcegah
alergi terhadap terjadinya alergi
makanan tertentu. makanan.
6. Berikan obat yang 6. Mengurangi
diresepkan untuk gejala
mengatasi mual, gastrointestinal
muntah, diare atau dan perasaan
konstipasi. tidak enak pada
perut yang
mengurangi
selera makan
dan keinginan
terhadap
makanan.
5. Intoleransi aktivitas NOC:Toleransi Terhadap aktivitas (0005) NIC : Terapi
berhubungan Aktivitas (4310)
dengan penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam 1. Mengetahui
suplai oksigen diharapkan toleransi aktivitas meningkat kembali normal 1. Kaji respon kondisi fisik
degan kriteria hasil: pasien terhadap pasien
aktivitas (nadi,
a) Frekuensi nadi ketika beraktivitas tekanan darah, 2. Mengetahui
b) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas pernapasan) kemampuan
c) Warna kulit 2. Ukur tanda-tanda fisik pasien
vital segera 3. Meningkatkan
setelah aktivitas, kemampuan
istirahatkan klien pasien secara
selama 3 menit bertahap
kemudian ukur
lagi tanda-tanda
vital.
3. Dukung pasien 4. Mengetahui
dalam latihan yang
menegakkan sesuai dengan
latihan teratur kondisi pasien
dengan 5.
menggunakan 6. Mencegah
treadmill dan hipoksia
exercycle,
berjalan atau
latihan lainnya
yang sesuai,
seperti berjalan
perlahan.
4. Kaji tingkat
fungsi pasien
yang terakhir dan
kembangkan
rencana latihan
berdasarkan pada
status fungsi
dasar.
5. Kolaborasi
pemberian
oksigen.
6. Kerusakan integritas NOC: Integritas Jaringan: Kulit dan Membran NIC : Perawatan
kulit berhubungan Mukosa (1101) Luka (3660)
dengan penumpukan 1. Pertimbangan
ureum di kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor intervensi yang
diharapkan integritas kulit membaik dengan kriteria hasil: karakteristik kulit akan dilakukan
dan kaji adanya 2. Cairan
1. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan luka fisiologis untuk
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Bersihkan luka perawatan luka
2. Tidak terdapat luka/lesi pada kulit dengan normal 3. Menghindari
3. Perfusi jaringan baik salin sesuai adanya
4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan indikasi keruakan
kelembaban kulit 3. Instruksikan integritas kulit
pasien dan yang lebih
keluarga menjaga parah
kebersihan kulit 4. Mencegah
4. Hindarkan faktor terjadinya luka
terjadinya luka dan membuat
pada kulit luka
5. Informasikan terkontaminasi
kepada pasien dan 5. Mencegah
keluarga infeksi terjadi
mengenai tanda-
tanda infeksi
terutama pada
area kulit yang
rusak
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah J. 2011. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Dirawat
Inap di RS Haji Medan Tahun 2009. Skripsi Mahasiswa FKM USU,
Medan.

Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta. Medica
Aesculpalus, FKUI.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif, dan Nurachmah, Elly. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan


Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Penerbit Salemba
Medika : Jakarta.

Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/page18_em.h
tm#Authors%20a nd%20Editors [Accessed 14 November 2015].

Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2006. Pola Obstruktif pada Penyakit


Pernapasan. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Vol.
2, Ed. 6, pp. 783-792: Jakarta: EGC.

Saifudin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Suhardjono, dkk., 2003. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi Ketiga. FK UI, Jakarta.

Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

You might also like