You are on page 1of 51

1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


STRUMA DI RUANG ICU RSUP SANGLAH DENPASAR

oleh

Putri Mareta Hertika, S.Kep


NIM 122311101014

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
2

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN STRUMA


Oleh : Putri Mareta Hertika, S.Kep

I. ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea.

Kulit leher terdiri dari 3 lapisan, yaitu:

1. Lapisan pertama: Epidermis


3

Epidermis adalah lapisan terluar dan bagian yang terlihat pada kulit, itu
sendiri terdiri dari 3 lapisan lebih lanjut, disebut stratum corneum (sel bertanduk),
keratinocytes (sel squamous) dan lapisan dasar. Secara bersama, mereka
bertanggung jawab untuk meproduksi keratin, protein yang berkontribusi untuk
melindungi sifat alami kulit. Mereka juga bertanggung jawab untuk regenerasi sel
kulit baru untuk menggantikan kulit mati. Epidermis juga mengandung
melanocytes, sel yang memproduksi melanin yang memberikan kulit kita
pigmentasi dan menjaga kulit tetap aman dari bahaya sinar matahari (UV).

2. Lapisan kedua: Dermis

Lapisan kulit kedua adalah bertanggung jawab untuk menjaga kulit kita
berisi dan lentur, terima kasih untuk 2 tipe protein yang ada disini, yaitu collagen
dan elastin. Diketahui sebagai dermis, lapisan is adalah rumah dari pembuluh
darah, pembuluh getah bening, kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel
rambut. Secara bersama, mereka menjaga kulit tahan air dan melumasi dengan
minyak (sebum), mengatur suhu tubuh, dan mengantar oksigen dan nutrisi ke sel.

3. Lapisan ketiga: Subcutaneous

Diketahui juga sebagai lapisan lemak, subcutaneous meliputi dari kolagen


tubuh dan sel lemak yang berlaku seperti lem memegang bersama kulit dan
jaringan dasar. Pekerjaan lainnya adalah berlaku sebagai peredam kejut dan
menjaga panas tubuh.

Setelah lapisan kulit leher, lapisan selanjutnya adalah lapisan otot. Otot
leher terdiri dari:

a. M. plastisma, terdapat disamping leher menutupi sampai bagian dada;


menekan mandibula, menarik bibir ke bawah dan mengerutkan kulit bibir,

b. M. sterno Kleidomastoid, disamping kiri kanan leher; menarik kepala ke


samping, ke kiri, ke kanan, memutar kepala,
4

c. M. Longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis.

Kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18 gram.Kelenjar ini
terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh isthmus.
Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm, lebar
2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-
masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat
rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjartiroid
mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior.
5

Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri
tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan
kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus
kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik. saraf adrenergik berasal dari
ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari nervus vagus (Sloade, 2002).
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior (arteri utama).
2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari
aorta atau A. anonyma (Syaifudin, 2002).

Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).


2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:

1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis


2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis
ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
6

Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior


2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi,
akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak) (Syaifudin, 2002).
Vaskularisasi

Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga
arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak
dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik
ipsilateral maupun kontralateral. Tiroid superior menembus fascia tiroid dan
kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior
mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai
permukaan lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan
bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior
dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.

Sistem Limfatik Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan
menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus
pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus
brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.

Histologi Kelenjar Tiroid:

a) Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang


bervariasi yang disebut thyroid follicle.

b) Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang
disebut sel folikel dan mengelilingi koloid di dalamnya. Folikel ini
dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah.
c) Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai
dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut.
7

d) ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah,
bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel
folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat
berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola
Resorbsi pada koloid tersebut (Guyton, 1991).
SEL PARAFOLIKULER

a) Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa


kelompok-kelompok sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada basal
membran dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih besar dan
warna lebih pucat dari sel folikel.
b) Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang
dapat menurunkan kadar kalsium darah.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin
dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini
adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang
dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke
dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut
pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin
yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan
Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan
DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid,
dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma
dalam bentuk PBI (protein binding Iodine) (Sloade, 2002).
Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:
a) Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan
testis
8

b) Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam
intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya
tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit
jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan
dari folikel kelenjar.
c) Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang
d) Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e) Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.
f) Merangsang pembentukan sel darah merah
g) Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
h) Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan
sasaran
tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan
menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang
mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar
kalsium serum yang rendah akan menekan ;pengeluaran tirokalsitonin dan
sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang pengeluaran
tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan sekresi gastrin di
lambung (Guyton, 1991).
9

Pembentukan dan Sekresi Hormon TiroidAda 7 tahap, yaitu:

1. Trapping. Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat
pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya
pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali
kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam
transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
10

2. Oksidasi. Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida


tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu
enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian
akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang
telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi
tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga
makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium
yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang
terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak
daripada T4.
3. Coupling Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling
bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3)
dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini
disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin
yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis
granula.
4. Penimbunan (storage). Produk yang telah terbentuk melalui proses
coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin
(dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan
apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi. Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan
iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi
tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan
untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis. TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi
MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing). Proses ini
dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
11

kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi


darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre
Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang
berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada
ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu
jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang
mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung
mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein
pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita
pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat (Sloane,
2002).

Efek Primer Hormon Tiroid

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh.
Efek primer hormon tiroid adalah:

a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan


metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran.Kedua fungsi
bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi
peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan
produksi panas oleh setiap sel.
c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
d) meningkatkan responsivitas emosi.
e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka.
f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan
(Pearce, 2006).
Pengaturan Faal Tiroid
12

Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone). Hormon ini merupakan


tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH
menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone). TSH yang masuk dalam sirkulasi
akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R)
dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan
iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon. Kedua hormon ini mempunyai efek umpan
balik di tingkat hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis
terhadap rangsangan TRH.

Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon


tiroid. Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang
menyebabkan kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar
tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu,
maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika
kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan
lebih banyak TSH (Pearce, 2006).

II. KONSEP PENYAKIT


a. Pengertian
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak
struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
13

mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial


kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

b. Klasifikasi Struma
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
2) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjaruntuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi
radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi.hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif
terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban,
konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.Gambar
penderita hipotiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
14

Gambar B.1 hipotiroidisme

3) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan.Keadaan ini dapat timbul spontan atau
adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas,mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.Gambar penderita hipertiroidisme dapat terlihat di bawah ini.
15

Gambar B.2 Hipertiroidisme

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi


sebagai berikut :
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah
kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan
menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba
satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa
toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave
(gondokeksoftalmik/exophtalmicgoiter), bentuk tiroktosikosis yang paling
banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.Perjalanan penyakitnya
tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
16

peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi


hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk
menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila
gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
menelan, koma dan dapat meninggal .
2) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma
non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini
disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang
sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung
yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia.Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non
toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadimultinodular pada saat dewasa. Kebanyakan
penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya
gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin.
Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh
hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis
gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok
17

di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di


atas 30 %.

c. Epidemiologi
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari struma ialah defisiensi
yodium. Diperkirakan bahwa struma memengaruhi sebanyak 200 juta dari 800
juta orang yang kekurangan yodium. Angka kejadian struma baik difusa maupun
nodosa sangat tergantung pada asupan yodium masyarakat. Pada area dengan
defisiensi yodium, prevalensi struma dapat sangat tinggi.Data rekam medis Divisi
Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada
495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan
(87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma
multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki
(8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40
tahun berjumlah 65 orang (34,03 %) (Assagaf, 2015).

d. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:

a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, pasien penyakit struma sering terdapat


di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
e. Anomali
f. Peradangan atau tumor/neoplasma (Junaidi, 2000)
18

e. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi
kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida
agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu,
jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan
anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara
fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat
peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh
yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan
pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung
meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat
(Smeltzer & Bare, 2002).
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma
Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai
menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab,
maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan
penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis
dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu
daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium. Bahan dasar
pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari
makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah
masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber
energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin
(sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan
terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan
enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi
penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra
iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri
iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan
protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH
dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol
(Smeltzer & Bare, 2002).
19

Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium


yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan
atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol,
glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat
dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila
kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik
terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi
pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali
(Smeltzer & Bare, 2002).
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah
kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak thdp gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan
menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan
memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau
kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep
diri klien (Smeltzer & Bare, 2002).

f. Manifestasi klinis
Berikut merupakan manifestasi klinis dari struma:
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
20

8. Kelainan fisik (asimetris leher)


Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

a. Tingkat peningkatan denyut nadi


b. Detak jantung cepat
c. Diare, mual, muntah
d. Berkeringat tanpa latihan
e. Goncangan
f. Agitasi (Junaidi, 2000)
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Struma Toksik.
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak
disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan. Antibodi
yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya
kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan
antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil
pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah
berat dan mengancam jiwa pasien maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala
21

klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit
berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
Struma Non Toksik. Struma non toksik sama halnya dengan struma
toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid
yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh
zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan pasien tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, pasien datang berobat karena keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh
adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea
(sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan
di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama
dengan yang diekskresi lewat urin.

g. Pemeriksaan penunjang

1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya
kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografiadalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu
kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography.
Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9C
dan dingin apabila <0,9C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang
22

ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang


lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal.Nilai normal :
a. T4 serum : 4.9 12.0 g/dL
b. Tiroksin bebas : 0.5 2.8 g/dL
c. T3 serum : 115 - 190 g/dL
d. TSH serum : 0.5 4 g/dL
e. FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi). Dapat menentukan apakah lesi
tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat,
kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi
digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada
palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau
kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan
kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang
berpenampang lebih dari setengah centimeter.Kelainan- kelainan yang dapat
didiagnosis secar USG ialah:
a. Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya
tipis.
b. Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal
yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
c. Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
d. Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

a. Dapat menentukan jumlah nodul.


b. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
c. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
d. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran
tiroid.
23

f. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan


dilakukan biopsi terarah.
g. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah
teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian
tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam
secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan
ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
6. Dilakukan foto thorak posterior anterior. Memperjelas adanya deviasi trakea,
atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan.

h. Penatalaksanaan
Berikut merupakan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien
Struma.

1) Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
(suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini
24

disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang
tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
a. subtotal lubektomi
Pengangkatan satu lobus tiroid yang mengandung jaringan patologis (total
lobektomi), atau sebagian besar lobus tiroid yang mengandung jaringan
patologis ( subtotal lobektomi). Indikasi operasi struma dengan gangguan /
penekanan, Kosmetis. Kontra Indikasi Operasi yaitu hipertiroidKo-morbiditas
berat.
Komponen komponen dari lobektomi adalah :

1. Reseksi Subtotal. Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus


kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal
dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma multinodular
nontoksik atau penyakit grave. Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian
besar tiap lobus yang memotong pembuluh darah thyroidea superior ,vena
thyroidea media dan vena thyroidea inferior yang meninggalkan arteria
thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi
anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus pyramidalis. Pada beberapa
pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke
kelenjar, arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup
sementara dengan klem kecil sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim
untuk melindungi dan mengawetkan nernus laryngeus recurrens dan
glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh darah
thyroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus
nervus laryngeus superior, ia menimbulkan perubahan suara yang
25

bermakna. Selama tindakan operasi, perhatian cermat diberikan pada


hemostasis.
2. Lobektomi Total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila
penyakit unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga
lebih senang melakukan tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit
mulinodularis dan meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang
lain. Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka
pembuluh darah thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu
dipotong. Glandula paratiroid dan nervus laryngeus recurrens diidentifikasi
dan dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia
mula-mula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi.
Lobus tiroid diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroid terlihat
dekat cabang terminal arteria thyroidea inferior dan nervus laryngeus
recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia (ligamentum Berry). Nervus ini
diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah
ligemntum dan biasaynya di bawah cabang terminal arteria thyroidea
inferior.Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka
hemostasis dinilai dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak
diperlukan, asalkan hemostasis diamankan.

Persiapan Instrumen Sebelum Operasi

A. Alat steril

1. Instrumen di Meja mayo berisi :

a) Handle mess no 3 : 1 buah


b) Pinset cirurgis : 2 buah
c) Pinset anatomis : 2 buah
d) Desinfeksi klem : 1 buah
e) Gunting metzenboum : 1 buah
f) Gunting benang : 1 buah
g) Duk klem : 5 buah
26

h) Mousquito : 2 buah
i) Klem pean bengkok sedang : 8 buah
j) Klem kocher lurus sedang : 4 buah
k) Nald foeder : 2 buah
l) Langenback/Wound hak : 2/2 buah
m) Klem pean manis : 1 buah
n) Aliss klem: 1 buah
o) Canula suction : 1 buah
2. Alat dan kain di Meja instrumen

a) Duk besar/ sedang /kecil : 2/2/6 buah


b) Schort : 5 buah
c) Cucing kecil/Kom sedang : 1/1 buah
d) Bengkok : 3 buah
e) Kabel couter : 1 buah
f) Handuk : 5 buah
g) Perlak : 2 buah
B. Alat tidak steril

a) Mesin couter : 1 buah


b) Tempat sampah : 1 buah
c) Lampu operasi : 1 buah
d) Standart infus : 1 buah
e) Meja instrumen / mayo : 1 buah
f) Meja operasi : 1 buah
C. Bahan habis pakai

a) Hand scoon : 5 pasang


b) Mess no 10 : 1 buah
c) Vicril no 2/0 / 3/0 : 1/1 buah
d) Mersilk no 2/0 : 2 buah
e) Zeide 3/0 : 4 buah
f) Cut gut plain no 2/0 : 1 buah
27

g) Premellene no 3/0 : 1 buah


h) Big gauze/ kecil : 5 / 20 lembar
i) Depper : 10 buah
j) Alkohol : 100 cc
k) NS 0,9 % 500 cc : 1 buah
l) Spuit 10 cc : 1 buah
m) Kateter no 16 : 1 buah
n) Urobag : 1 buah
o) Supratole : 1 lembar
p) Hipafix : 10 x 10 cm
q) Metiline blue : 3 cc
r) Drain : 1 buah

MEKANISME

A. Tehnik Operasi
1. Menjelang operasi
a. Penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai tindakan operasi
yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan
persetujuan dan permohonan dari pasien untuk dilakukan operasi.
(Informed consent).
b. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
c. Pasien puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
d. Tanpa antibiotika profilaksis
2. Tahapan operasi
a. Posisi penderita telentang, leher ekstensi dg ganjal bantal dibawah
pundak penderita, posisi meja sedikit head up, dg sudut 20 derajat
(reverse Trendelenburg).
b. Kepala diletakkan diatas donut baloon, yakinkan posisi dagu sejajar
dg long axis tubuh pada garis median.
28

c. Desinfeksi lapangan operasi dg batas lateral: tepi depan m.trapezius,


batas atas: bibir bawah, batas bawah: kosta 3.
d. Dibuat marker untuk insisi dg menggunakan silk 2-0 pada lipatan kulit
leher 2 jari diatas sternal notch (atau 1 cm dibawah kartilago
krikoid), memanjang sampai ke tepi anterior sternokleidomastoid.

e. Insisi kulit, subkutis dan platysma, sekaligus menjadi satu flap, untuk
mencegah perdarahan, edema, dan perlengketan pasca operasi.

f. Klem lurus (5 bh) pada dermis untuk traksi. Pertama kali flap atas. Diseksi
dapat dikerjakan secara tumpul, atau secara tajam menggunakan kauter
atau skalpel.
29

g. Diseksi tumpul dengan jari atau kassa pada batas platysma dengan loose
areolar tissue dibawahnya, tepat superfisial dari vena jugularis anterior.
Diseksi dilakukan ke arah kaudal (sampai sternal notch) dan kranial
(sampai terlihat cartilago tiroidea) dan dibuat flap yang difiksasi ke kain
drapping.
h. Insisi fascia coli superficialis secara vertikal pada garis tengah strap
muscle hingga batas bawah sampai level sternal notch, batas atasnya
sampai cartilago tiroid.

i. Diseksi tumpul pertengahan strap muscles sampai fascia colli profunda.

j. Strap muscle (m.sternohyoid dan m.sternotiroid) diretraksi ke kiri dan ke


kanan.
k. Dilakukan pemisahan kelenjar tiroid pada cleavage plane (antara
kel.tiroid dengan m.sternokleidomastoideus).
30

l. Pada tumor yang besar dapat dilakukan pemotongan strap muscle secara
horizontal di 1/3 proksimalnya (seproksimal mungkin) setelah sebelumnya
v.jugularis anterior diligasi.

m. Dilakukan diseksi tumpul dan


tajam mulai dari tiroid di bagian tengah dengan mengidentifikasi
v.tiroid media.
31

n. Vena tiroid media diligasi dan dipotong.


o. Profunda dari vena ini, kelj. Paratiroid & RLN dapat diidentifikasi.

p. Diseksi dilanjutkan ke pool bawah dg mengidentifikasi arteri dan vena


tiroidea inferior, juga harus diidentifikasi dan preservasi n.rekuren
laringeus yang terletak di daerah sulkus trakeo-esofageal, umumnya
berjalan di antara bifurcatio arteri tiroidalis inferior.
q. Ligasi a. tiroidea inferior distal dari suplai ke paratiroid.
32

r.Vena tiroidea inferior pada pool bawah tiroid diligasi dg silk 2/0 pada 2
tempat dan dipotong diantaranya.
s. untuk melakukan subtotal lobektomi maka dengan menggunakan klem
lurus dibuat markering pada jar tiroid diatas n.rekuren dan kel.paratiroid
atas bawah dan jaringan tiroid disisakan sebesar satu ruas jari kelingking
penderita ( 6-8 gram).

t. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada pool atas tiroid,
kemudian dibuat 2 (3) ligasi pada pembuluh darah tadi dan dipotong
diantaranya, yang diligasi betul-betul hanya pembuluh darah saja.
u. untuk hindari cedera n. laringeus superior : hindari kauter & diseksi dari
medial ke lateral.
v. Kelenjar paratiroid dilepaskan dari kel.tiroid, sambil dipreservasi arteri
yang memperdarahinya.
33

w. Diseksi dilanjutkan kearah isthmus (pada cleavage plane), ligamentum


Berry dan isthmus diklem dan dipotong.
x. Perhatian : a & v kecil (laryngeal inferior) yang biasanya menembus
posterior lig. Berry sisi cranial / pada lokasi RLN memasuki m. krikotiroid
pressure / Gelfoam.

y. Dilakukan penjahitan omsteking (jahit ikat) CCG 3-0 (continuous


interlocking) pada jaringan tiroid yang diklem tadi.
z. Kontrol perdarahan, terutama dilihat pada vasa tiroidea superior.
Setelah klj. Tiroid terangkat inspeksi apakah kelj. Paratiroid ikut
terangkat.
Cuci dg NaCl fisiologis (Shah : irigasi luka dengan Bacitracin sol.)
Posisi leher dikembalikan dg mengambil bantal dibawah pundak
penderita.
Evaluasi ulang, rawat perdarahan.
Pasang drain Penrose (Shah) melalui celah pada luka atau Redon
no.12 yang ditembuskan ke kulit searah dg tepi sayatan luka operasi,
kemudian difiksasi dg silk 3/0.
Kalau kelenjar paratiroid terambil, sebelum menutup luka operasi
kelenjar paratiroid ditanam (replantasi) pada m. SCM, strap muscles
atau otot lengan bawah. Dipotong-potong setebal 1 mm dan
ditanamkan dalam kantong-kantong secara terpisah.
Strap muscle diaproksimasikan dengan jahitan interrupted CCG 3-0.
Platysma didekatkan dan dijahit interrupted dg chromic 3/0.
34

Kulit dijahit secara subkutikular dgn benang


sintetis 4/0.
Luka operasi ditutup dg kassa steril.
Pada waktu ekstubasi, perhatikan keadaan pita suara dg
melihat laring menggunakan laringoskop, adakah parese /
asimetri pada korda vokalisnya.

Komplikasi operasi

A. Perdarahan. Bila darah di botol Redon > 300 ml


per 1 jam, perlu dilakukan re-open. Jika
perdarahan arterial, drain Redon kurang cepat
menampung perdarahan dan darah mengumpul
pada leher membentuk hematoma dan menekan
trakea sehingga pasien sesak napas.Lakukan
intubasi. Atau tusukkan Medicut no.12 perkutan menembus
membran krikotiroid. Luka operasi dibuka dan evakuasi bekuan darah.
Pasien dibawa ke kamar pembedahan untuk dicari sumber perdarahan dan
dihentikan, dipasang drain Redon.
B. Lesi n. laringius superior. Cedera pada cabang eksternus mengakibatkan
perubahan tonus suara pasien, bila berbicara agak lama maka pasien
merasa capek dan suara makin menghilang.Cedera pada cabang internus
mengakibatakan pasien tersedak bila minum air.
C. Kerusakan n.rekuren. Bila waktu pembedahan kedua syaraf rekuren
diidentifikasi maka kemungkinan paralise akibat kecelakaan dilaporkan
hanya 0-0,6 %. Gangguan yang sifatnya transien pada 2-4 % dan akan
sembuh sendiri dalam beberapa minggu atau bulan.
D. Adanya gangguan pada n. rekuren secara awal dapat dilihat dengan
laringoskop direkta pada waktu dilakukan ekstubasi.

Mortalitas

Dibawah 0,5%
35

Perawatan Pasca bedah


Pascabedah pasien dirawat di ruangan selama 1-2 hari, diobservasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dini yang membahayakan jiwa pasien seperti
perdarahan dan obstruksi jalan nafas. Drain Redon dilepas setelah 24 jam, dan
jahitan luka pembedahan diangkat pada hari ke 7.

2) Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi
maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik, Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
3) Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena
itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat
ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada seseorang yang menderita Struma adalah
sebagai berikut:
1. suara menjadi serak/parau. Struma dapat mengarah kedalam sehingga
mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang
menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
36

2. Perubahan bentuk leherJika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi


bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan
eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia
yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan
elektrolit.
4. Sulit bernapas. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea
dan eshopagus, jika struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan
bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid. Gangguan pada jantung terjadi akibat dari
perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan
menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas
50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves. Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan
mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan
fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas
rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves. Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama
kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang
disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan
tidak dapat dicubit.

b. Troidektomi
1. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan cara pengangkatan sebagian besar
atau seluruhnya jaringan tiroid pada kedua lobus.
2. Ruang Lingkup
Benjolan di leher bagian depan, ikut bergerak waktu menelan disertai
tanda hipertiroidi, benjolan difus, optalmopati dikarenakan kelainan auto
imun.
37

3. Indikasi
a) Usia < 40 tahun.

b) Disertai nodul tiroid.

c) Anak-anak.

d) Wanita hamil.

e) Problem kardiologis akibat penyakit Graves.

4. Kontra indikasi
a) Penyakit Graves rekuren.
b) Alergi OAT.
c) Resiko tinggi untuk bedah/anestesi.

5. Tekhnik Operasi
Persiapan sebelumnya, pasien dalam kondisi eutiroid dan diberikan
lugolisasi 7-14 hari.
a) Menjelang Operasi
1. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi. (Informed consent)
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi,
persiapan ruang ICU untuk monitoring setelah operasi.
3. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi
4. Tanpa antibiotika profilaksis.

b) Tahapan Operasi
1. Pembiusan dengan endotrakeal, posisi kepala penderita
hiperekstensi dengan bantal di bawah pundak penderita.
2. Desinfeksi dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan
linen steril.
3. Insisi collar dua jari di atas jugulum, diperdalam memotong m.
platisma sampai foscia kolli superfisialis
4. Dibuat flap keatas sampai kartilago tiroid dan kebawah sampai
jugulum, kedua flap di teugel keatas dan kebawah pada linen.
5. Fascia kolli superfisial dibuka pada garis tengah dari kartilago
hioid sampai jugulum.
6. Otot pretrakealis (sternohioid dan sternotiroid) kanan kiri
dipisahkan kearah lateral dengan melepaskannya dari kapsul tiroid.
7. Tonjolan tiroid diluksir keluar dan dievaluasi mengenai ukuran,
konsistensi, nodularitas dan adanya lobus piramidalis.
38

8. Ligasi dan pemotongan v. tiroidea media, dan a. tiroidea inferior


sedikit proksimal dari tempat masuk ke tiroid, hati-hati jangan
mengganggu vaskularisasi dari kel. paratiroid.
9. Identifikasi N. rekuren pada sulkus trakeoesofagikus. Syaraf ini
diikuti sampai menghilang pada daerah krikotiroid.
10. Identifikasi kel. paratiroid pada permukaan posterior kel. tiroid
berdekatan dengan tempat a. tiroidea inferior masuk ke tiroid.
11. Kutub atas kel. tiroid dibebaskan dari kartilago tiroid mulai dari
posterior dengan identifikasi cabang eksterna n. laringikus superior
dengan memisahkannya dari a. & v. tiroidea superior. Kedua
pembuluh darah tersebut diligasi dan dipotong.
12. Kemudian lobus tiroid dapat dibebaskan dari dasarnya dengan
meninggalkan intak kel. paratiroid beserta vaskularisasinya dan n.
rekuren.
13. Untuk melakukan prosedur subtotal maka dengan menggunakan
klem lurus dibuat markering pada jaringan tiroid di atas n.
rekuren dan gld. paratiroid atas bawah dan jaringan tiroid disisakan
sebesar satu ruas jari kelingking penderita
14. Prosedur yang sama dilakukan juga pada satu lobus tiroid
kontralateral. Perdarahan yang masih ada dirawat, kemudian luka
pembedahan ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan drain
Redon.
6. Komplikasi Pasca Bedah
a) Perdarahan
1. Bila darah di botol Redon > 300 ml per 1 jam, perlu dilakukan
re-open. Jika perdarahan arterial, drain Redon kurang cepat
menampung perdarahan dan darah mengumpul pada leher
membentuk hematoma dan menekan trakea sehingga penderita
sesak napas.
2. Lakukan intubasi atau tusukkan Medicut no.12 perkutan
menembus membran krikotiroid.
3. Luka operasi dibuka dan evakuasi bekuan darah
4. Penderita dibawa ke kamar pembedahan untuk dicari sumber
perdarahan dan dihentikan, dipasang drain Redon.

b) Lesi n. laringius superior

1. Cedera pada cabang eksternus mengakibatkan perubahan tonus


suara penderita, bila berbicara agak lama maka penderita merasa
capek dan suara makin menghilang.
39

2. Cedera pada cabang internus mengakibatkan penderita tersedak


bila minum air.

c) Kerusakan n. Rekuren
1. Bila waktu pembedahan kedua syaraf rekuren diidentifikasi maka
kemungkinan paralise akibat kecelakaan dilaporkan hanya 0-0,6%.
Gangguan yang sifatnya transien pada 2-4% dan akan sembuh
sendiri dalam beberapa minggu atau bulan

2. Adanya gangguan pada n. rekuren secara awal dapat dilihat


dengan laringoskop direkta pada waktu dilakukan ekstubasi.

d) Hipoparatiroidism
1. Hipokalsemia transien dapat terjadi 1-2 hari pasca-bedah. Oedema
pada paratiroid karena manipulasi dapat menambah terjadinya
hipoparatiroidism transien.

2. Bila timbul gejala klinis seperti parestesi, kram, kejang, perlu


diberi terapi dengan pemberian pelan intravena kalsium glukonat
10% sebanyak 10 ml, disertai kalsium per-oral. Terjadinya
hipoparatiroidism permanen bila kel.paratiroid terambil sebanyak 2
buah atau lebih, atau terjadi kerusakan vaskularisasinya. Untuk
mencegah hal ini dianjurkan untuk melakukan autotransplantasi
kel. paratiroid pada m. sternokleido- mastoideus. Autotransplantasi
kel. paratiroid ini memiliki daya hidup yang tinggi

j. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
Nama:

Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia, resiko meningkat
pada usia tua
40

Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan, resiko lebih
meningkat pada perempuan karena penggunaan KB

Suku bangsa: bisa terjadi pada semua suku bangsa

Pekerjaan: bisa terjadi pada semua pekerjaan, resiko meningkat pada


pekerjaan yang banyak radiasi

Pendidikan:

Status menikah:

Alamat:

Tanggal MRS:

Diagnosa medis: Struma

b. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis


kelamin, alama
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.
Perasaan sesak di daerah tenggorokan.Kesulitan bernapas (sesak napas),
batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan). Kesulitan menelan
(karena kompresi dari esofagus). Suara serak.Distensi vena leher. Pusing
ketika lengan dibangkitkan di atas kepala Kelainan fisik (asimetris leher)
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga
untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertiroid, hipotiroid, tumor
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif seperti hipertiroid, hipotiroid,
hipertensi dan Diabetes Mellitus.
g. Riwayat psikososial dan spiritualPeranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
41

rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis,


status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.
h. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum: Pada umumnya keadaan penderita lemah dan
kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi
tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2. Kepala dan leher: Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di
depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau
nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakanpada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau
lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti
pluit. Pada pasien dengan post operasi subtotal lubektomi biasanya
didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril
yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu
diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
3. Sistem pernafasan: Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari
penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam
jalan nafas.
4. Sistem Neurologi: Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari
nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena
menahan sakit.
5. Sistem gastrointestinal: Komplikasi yang paling sering adalah mual
akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada
akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
6. Aktivitas/istirahat: Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat, atrofi otot.
7. Eliminasi: Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
8. Integritas ego: Mengalami stres yang berat baik emosional maupun
fisik, emosi labil, depresi.
42

9. Makanan/cairan: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan


meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan
muntah, pembesaran tyroid.
10. Rasa nyeri/kenyamanan: Nyeri pada leher karena penekanan syaraf
nyeri karena pembesaran tiroid.
11. Keamanan: Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,
alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan
kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,
iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi
pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
12. Seksualitas: Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi.
13. Hasil Pemeriksaan laboratorium ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal. Nilai normal :
a. T4 serum : 4.9 12.0 g/dL
b. Tiroksin bebas : 0.5 2.8 g/dL
c. T3 serum : 115 - 190 g/dL
d. TSH serum : 0.5 4 g/dL
e. FT1 serum : 6.4 - 10 %
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan struma
adalah:
A. Pre operasi
i. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
saluran nafas
ii. ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi saluran nafas
iii. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan suplai 02 ke
paru
iv. resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
peningkatan kontraksi jantung
v. resiko cedera dan resiko jatuh berhubungan dengan hipoperfusi jaringan
serebral
vi. resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan intake
oral
vii. defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
43

viii. nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf nyeri di leher


ix. gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya benjolan di leher
x. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
xi. ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan
xii. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
B. Intra operasi

1. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin


2. Risiko cedera akibat kondisi operatif berhubungan dengan efek anastesi,
lingkungan intraoperatif.
C. Post Operasi
1. kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan sayatan saat operasi
2. nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
3. hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara
setelah operasi
4. resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
44

3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)


a. Pre operasi

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan NOC: NIC:


berhubungan asuhan Tingkat Nyeri menurun Manajemen Nyeri(1400)
dengan keperawatan (2102) 1. Kaji tanda-tanda vital klien. 1. Mengetahui seberapa
penekanan nyeri akut teratasi 1. Tidak ada ekspresi nyeri di besar nyeri
syaraf nyeri di wajah mempengaruhi TTV
leher 2. Tidak menangis pasien
3. Tidak ada nyeri yang 2. Kaji secara komprehensif tentang 2. Mengetahui lebih dalam
dilaporkan nyeri klien meliputi lokasi, terhadap neyri yang
4. Fokus tidak menyempit karakteristik, durasi, frekuensi, dirasakan pasien
5. Tidak ada ketegangan otot kualitas, intensitas nyeri, dan
faktor pencetus.
3. Observasi tanda-tanda non verbal 3. Ekspresi non verbal
yang mengganggu klien, terutama menunjukkan ekspresi
dalam berkomunikasi efektif. keadaan pasien yang
sebenarnya

4. Mengetahui pengetahuan
4. Kaji tingkat pengetahuan klien pasien tentang nyeri
tentang nyeri.
5. Mengontrol penyebab
yang dapat
5. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan klien tidak
menyebabkan ketidaknyamanan nyaman sehingga nyeri
pada klien, misalnya pencahayaan semakin dirasa.
ruang, temperatur ruang.
45

6. Ajarkan teknik non-farmakologis


untuk mengatasi nyeri klien, misal 6. Untuk mengurangi rasa
hypnosis, relaksasi, akupresur, nyeri
terapi musik.
2. Cemas Setelah di berikan NOC: Penurunan Kecemasan(5820)
berhubungan asuhan Kontrol Kecemasan(1402) 1. Kaji penyebab kecemasan klien 7.Mengetahui penyebab
dengan akan keperawatan a. Tingkat ansietas klien kecemasan klien
dilaksanakan kecemasan klien menurun 2. Observasi tanda verbal dan non 8.Menilai tingkat kecemasan
operasi berkurang bahkan b. Pengetahuan klien terhadap verbal dari kecemasan klien klien dengan tidak hanya
hilang penyebab ansietas mengobservasi verbal
meningkat tetapi non verbal
c. Klien mampu
menggunakan teknik Calming technique (5880)
relaksasi untuk mengontrol 1. Kontrol faktor lingkungan yang 1.Mengurangi kecemasan
cemas menyebabkan klien cemas. klien dan membuat klien
merasa lebih nyaman
2. Mempertahankan kontak mata 2.Membangun trust dengan
dengan pasien pasien
3. Yakinkan pasien terhadap 3.Mengurangi kecemasan
keselamatan diri dan keamanannya klien
Coping enhancement (5230)
1. Tingkatkan pengetahuan klien 1.Menambah pengetahuan
mengenai proses operasi klien sehingga klien tahu
bagaimana jalannya
operasi dan rasa cemasnya
berkurang
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas 2.Mengurangi kecemasan
dalam pada klien klien
46

b. Intra operasi
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Hipotermia Setelah diberikan NOC: NIC:


berhubungan asuhan Termoregulasi (0800) Temperature Regulation (3900)
dengan keperawatan a. Terjadi peningkatan suhu a. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam a. memantau
pemajanan diharapkan tubuh ke batas normal dengan tepat. termolegulasi tubuh
lingkungan yang hipotermia b. Hipotermia teratasi b.Monitor tekanan darah dan RR b. memantau kondisi fisik
dingin teratasi dengan tepat. tubuh
Vital Signs (0802) c. Monitor warna kulit dan suhu. c. warna kulit dapat
a. Nadi meningkat ke batas menjadi indikator
normal perubahan kulit
d.Monitor tanda dan gejala hipotermia. d. mencegah hipotermia
b. Tekanan darah e. Berikan selimut hangat untuk e. selimut dapat
meningkat ke batas normal meningkatkan suhu tubuh pasien. membantu
meningkatkan suhu
2. Risiko cedera Setelah diberikan NOC NIC
akibat kondisi asuhan Risk control (1902) Environmental management (6480)
operatif keperawatan, 1) Monitor factor risiko 1) Ciptakan lingkungan yang 1. mencegah cedera
berhubungan seaman mungkin untuk pasien
diharapkan lingkungan secara
2) Identifikasi kebutuhan akan 2. memilih intervensi
dengan efek pasien tidak konsisten keamanan pasien berdasarkan yang sesuai
anastesi, mengalami 2) Monitor factor risiko tingkat fungsi fisik dan kognitif
lingkungan cedera. personal behavior secara dan riwayat atau kebiasaan
intraoperatif konsisten 3) Singkirkan lingkungan yang 3. mencegah cedera
3) Mengembangkan strategi berbahaya,benda-benda yang
efektif mengontrol risiko berbahaya dari lingkungan
4) Amankan dengan side-rails/ 4. mencegah jatuh
4) Berkomitmen terhadap
47

strategi control risiko lapisan side-rail


5) Menghindari eksposure
yang mengancam 5) Sediakan tempat tidur 5. memudahkan
ketinggian rendah dan alat-alat prosedur
kesehatan secara
adaptive
konsisten 6) Tempatkan benda yang sering 6. memudahkan
6) Pasien berpartisipasi digunakan dalam jangkauan prosedur operasi
dalam memantau yang 7) Sediakan tempat tidur dan 7. mencegah infeksi
berhubungan dengan lingkungan yang nyaman dan
masalah kesehatan bersih
7) Menyadari perubahan 8) Tempatkan tombol pengatur 8. memudahkan
tempat tidur dalam jangkauan prosedur
status kesehatan secara
9) Singkirkan material yang 9. mencegah infeksi
konsisten digunakan saat mengganti nosokomial
pakaian dan eliminasi, serta
bahan-bahan residual lainnya
ketika kunjungan dan waktu
makan
10) Kurangi stimulus lingkungan 10. mengurangi resiko
cedera
11) Hindari pajanan yang tidak 11. mencegah cidera
diperlukan
12) Manipulasi cahaya untuk 12. mencegah cidera
keuntungan terapi
13) Tingkatkan keamanan 13. mencegah cedera
kebakaran
14) Kontrol lingkungan 14. mencegah cidera
48

a. post operasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah NOC: NIC:


berhubungan diberikan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri(1400)
dengan injury asuhan menurun (2102) 1. Kaji tanda-tanda vital klien. 1. Mengetahui seberapa besar nyeri
fisik (luka insisi keperawatan, 1. Tidak ada mempengaruhi TTV pasien
operasi) diharapkan ekspresi nyeri di 2. Kaji secara komprehensif tentang nyeri 2. Mengetahui lebih dalam
nyeri klien wajah klien meliputi lokasi, karakteristik, durasi, terhadap neyri yang dirasakan
berkurang 2. Tidak menangis frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan pasien
3. Tidak ada nyeri yang faktor pencetus.
dilaporkan 3. Observasi tanda-tanda non verbal yang 3. Ekspresi non verbal
4. Fokus tidak mengganggu klien, terutama dalam menunjukkan ekspresi keadaan
menyempit berkomunikasi efektif. pasien yang sebenarnya
5. Tidak ada
ketegangan otot 4. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang 4. Mengetahui pengetahuan pasien
nyeri. tentang nyeri

5. Kontrol faktor lingkungan yang 5. Mengontrol penyebab yang


menyebabkan ketidaknyamanan pada klien, dapat menyebabkan klien tidak
misalnya pencahayaan ruang, temperatur nyaman sehingga nyeri semakin
ruang. dirasa.

6. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk 6. Untuk mengurangi rasa nyeri


mengatasi nyeri klien, misal hypnosis,
relaksasi, akupresur, terapi musik.
49

2. Resiko infeksi Setelah NOC: NIC:


berhubungan dilakukan Kontrol Resiko(1902) Kontrol infeksi
dengan tindakan tindakan 1. Keluarga dapat 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah 1. Untuk mencegah terjadinya
invasif (insisi keperawatan, memodifikasi gaya digunakan untuk pasien penularan penyakit
post resiko ineksi hidup untuk 2. Ganti peralatan per pasien sesuai protokol 2. Mencegah terjadinya infeksi
pembedahan) terkontrol meminimalkan 3. Ajarkan cuci tangan bagi pengunjung 3. Mencegah terjadinya
risiko pemindahan kuman dari orang
2. Mengenali luar
perubahan status 4. Cuci tangan sebelum dan sesudan tindakan 4. Mencegah terjadinya infeksi
kesehatan keperawatan dari tim kesehatan ke pasien
atau sebaliknya
5. Kolaborasi pemberian antibiotik 5. Menghilangkan infeksi
6. Ajarkan keluarga dan klien bagaimana 6. Menambah pengetahuan
menghindari infeksi keluarga dan klien bagaimana
cara untuk mencegah infeksi
7. Ganti IV perifer max 3 hari sekali 7. Mencegah terjadinya infeksi
yang masuk melalui pembuluh
darah yang terpasang infus
50

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik
setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah,
atau dimodifikasi

5. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan Struma dalah:
a. edukasi pada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian yodium
b. mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena
dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida
diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air
yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua
pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan
menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis
pemberiannya bervariasi sesuai umur dan jenis kelamin.

DAFTAR PUSTAKA
51

Bulechek, dkk. 2015. Nursing Intervension Classification. Jakarta: EGC.

Guyton, C. Arthur. 1991, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta:


EGC.

Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI

Heather, Herdman. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Junadi, Purnawan, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI

Long, Barbara C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC

Moorhead, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification. Jakarta: EGC

Susan Martin 1998. Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC

Smeltzer S & Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner & Suddarth, (Edisi 8 vol 2). Alih Bahasa Agung Waluyo.
Jakarta : EGC.

You might also like